cpc referat

Upload: dwitadwita

Post on 08-Oct-2015

70 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

COR PULMONALE, GAGAL JANTUNG KANAN

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Pulmonary Heart Disease atau Cor pulmonal didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam struktur dan fungsi ventrikel kanan yang disebabkan oleh gangguan utama dari sistem pernapasan. Hipertensi paru adalah hubungan umum antara disfungsi paru-paru dan jantung di cor pulmonal. Penyakit ventrikel kanan disebabkan dengan adanya peningkatan dari tenkanan arteri pulmonal yang mengakibatkan hipertensi pulmonal. Meskipun pulmonale cor umumnya memiliki progresif dan perlahan-lahan saja kronis, onset akut atau pulmonale cor diperburuk dengan komplikasi yang mengancam kehidupan dapat terjadi.PPOK adalah penyebab paling umum dari kor pulmonal kronis di Amerika Utara. PPOK mengenai lebih dari 14 juta orang setiap tahunnya di Amerika serikat dan merupakanpenyebabutamakematian.PrevalensisebenarnyapasienkorpulmonaldenganPPOKsulit untuk didapat, namun diperkirakan antara 10-30% daari seluruh pasien di rumah sakit untuk gagal jantung di Amerika Serikat tiap tahunnya adalah karena kor pulmonale. Pasiendenganpenyakitparukronisditemukanlebihdari40%memilikifaktorresikokorpulmonale. Prevalensi kor pulmonal juga meningkat pada pasien hippoksemia, hiperkapnia, atau obstruksi saluran nafas, dalam sebuah percobaan Administrasi Veteran 1966, pasien dengan PPOK dan kor pulmonale memiliki angka kematian73% tiap 4 tahunnya.Jika cor pulmonal terlambat didiagnosa atau terapi awal yang tidak memadai pada cor pulmonal dapat menimbulkan gangguan fungsi paru, maka diperlukan asuhan keperawatan secara menyeluruh yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif untuk mencegah komplikasi yang mungkin terjadi.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Jantung dan Paru2.1.1 Anatomi Jantung Jantung terletak di rongga toraks di antara paru paru. Lokasi ini dinamakan mediastinum. Jantung memiliki panjang kira-kira 12 cm (5 in.), lebar 9 cm (3,5 in.), dan tebal 6 cm (2,5 in.), dengan massa rata rata 250 g pada wanita dewasa dan 300 g pada pria dewasa. Dua pertiga massa jantung berada di sebelah kiri dari garis tengah tubuh. Pangkal jantung berada di bagian paling atas, di belakang sternum, dan semua pembuluh darah besar masuk dan keluar dari daerah ini. Apeks jantung yang dibentuk oleh ujung ventrikel kiri menunjuk ke arah anterior, inferior, dan kiri, serta berada di atas diafragma. Membran yang membungkus dan melindungi jantung disebut perikardium. Perikardium menahan posisi jantung agar tetap berada di dalam mediastinum, namum tetap memberikan cukup kebebasan untuk kontraksi jantung yang cepat dan kuat. Perikardium terdiri dari dua bagian, yaitu perikardium fibrosa dan perikardium serosa. Perikardium fibrosa terdiri dari jaringan ikat yang kuat, padat, dan tidak elastis. Sedangkan perikardium serosa lebih tipis dan lebih lembut dan membentuk dua lapisan mengelilingi jantung. Lapisan parietal dari perikardium serosa bergabung dengan perikardium fibrosa. Lapisan viseral dari perikardium serosa, disebut juga epikardium, melekat kuat pada permukaan jantung. Di antara perikardium parietal dan viseral terdapat cairan serosa yang diproduksi oleh sel perikardial. Cairan perikardial ini berfungsi untuk mengurangi gesekan antara lapisan lapisan perikardium serosa saar jantung berdenyut. Rongga yang berisi cairan perikardial disebut sebagai kavitas perikardial. Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan, yaitu epikardium (lapisan paling luar), miokardium (lapisan bagian tengah), dan endokardium (lapisan paling dalam). Seperti yang telah disebutkan di atas, lapisan epikardium merupakan lapisan viseral perikardium serosa yang disusun oleh mesotelium dan jaringan ikat lunak, sehingga tekstur permukaan luar jantung terlihat lunak dan licin. Miokardium merupakan jaringan otot jantung yang menyusun hampir 95% dinding jantung. Miokardium bertanggung jawab untuk pemompaan jantung. Meskipun menyerupai otot rangka, otot jantung ini bekerja involunter seperti otot polos dan seratnya tersusun melingkari jantung. Lapisan terdalam dinding jantung, endokardium, merupakan lapisan tipis endotelium yang menutupi lapisan tipis jaringan ikat dan membungkus katup jantung. Jantung mempunyai empat ruangan. Dua ruangan penerima di bagian superior adalah atrium, sedangkan dua ruangan pemompa di bagian inferior adalah ventrikel. Atrium kanan membentuk batas kanan dari jantung dan menerima darah dari vena kava superior di bagian posterior atas, vena kava inferior, dan sinus koroner di bagian lebih bawah. Atrium kanan ini memiliki ketebalan sekitar 2 3 mm (0,08 0,12 in.). Dinding posterior dan anteriornya sangat berbeda, dinding posteriornya halus, sedangkan dinding anteriornya kasar karena adanya bubungan otot yang disebut pectinate muscles. Antara atrium kanan dan kiri ada sekat tipis yang dinamakan septum interatrial. Darah mengalir dari atrium kanan ke ventrikel kanan melewati suatu katup yang dinamakan katup trikuspid atau katup atrioventrikular (AV) kanan.Ventrikel kanan membentuk pemukaan anterior jantung dengan ketebalan sekitar 4 5 mm (0,16 0,2 in.) dan bagian dalamnya dijumpai bubungan - bubungan yang dibentuk oleh peninggian serat otot jantung yang disebut trabeculae carneae. Ventrikel kanan dan ventrikel kiri dipisahkan oleh septum interventrikular. Darah mengalir dari ventrikel kanan melewati katup pulmonal ke arteri besar yang dinamakan trunkus pulmonal. Darah dari trunkus pulmonal kemudian dibawa ke paru paru. Atrium kiri memiliki ketebalan yang hampir sama dengan atrium kanan dan membentuk hampir keseluruhan pangkal dari jantung. Darah dari atrium kiri mengalir ke ventrikel kiri melewati katup bikuspid (mitral) atau katup AV kiri. Ventrikel kiri merupakan bagian tertebal dari jantung, ketebalan sekitar 10 15 mm (0,4 0,6 in.) dan membentuk apeks dari jantung. Sama dengan ventrikel kanan, ventrikel kiri mempunyai trabeculae carneae dan chordae tendineae yang menempel pada muskulus papilaris. Darah dari ventrikel kiri ini akan melewati katup aorta ke ascending aorta. Sebagian darah akan mengalir ke arteri koroner dan membawa darah ke dinding jantung.2.1.2 Anatomi Paru-ParuBagian-bagian utama paru-paru adalah alveoli, trachea, diapragm, bronchi, dan bronchioles.Tracheaatau batang tenggorokanberupa pipa tempat lalunya udara. Udara yang dihirup dari hidung dan mulut akan ditarik ke trachea menuju paru-paru.Bronchimerupakan batang yang menghubungkan paru-paru kanan dan kiri dengan trachea. Udara dari trachea akan di bawa keparu-paru lewat batang ini.Bronchiolesmerupakan cabang-cabang dari bronchi berupa tabung-tabung kecil yang jumlahnya sekitar 30.000 buah untuk satu paru-paru. Bronchioles ini akan membawa oksigen lebih jauh ke dalam paru-paru.Alveolimerupakan ujung dari bronchioles yang jumlahnya sekitar 600 juta pada paru-paru manusia dewasa. Pada aveoli ini oksigen akan didifusi menjadi karbondioksida yang diambil dari dalam darah.

Apeks PulmoBerbentuk bundar menonjol ke arah dasar yang melebar melewati apartura torasis superior 2,5-4 cm di atas ujung iga pertama.Basis PulmoPada paru-paru kanan, bagian yang berada di atas permukaan cembung diafragma akan lebih menonjol ke atas daripada paru-paru bagian kiri, maka basis paru kanan lebih kontak dari pada paru-paru kiri.Insisura atau PulmoDengan adanya fisura atau takik yang ada pada umumnya, paru-paru dapat dibagi menjadi beberapa lobus. Letak insisura dan lobus dapat digunakan untuk menentukan diagnosis. Pada paru-paru kiri terdapat insisura yaitu insisura obligus. Insisura ini membagi paru-paru kiri atas menjadi dua lobus yaitu:1. Lobus superioradalah bagian paru-paru yang terletak di atas dan sebagian di depan insisura.2. Lobus inferioradalah bagian paru-paru yang terletak di belakang dan di bawah insisura. Paru-paru kanan memeliki dua insisura yaitu insisura obligue dan insisura interlobularies sekunder.3. Insisura obligue(interlobularies primer): mulai daerah atas dan ke belakang sampai ke hilus setinggi vertebrata torakalis ke-4 terus ke bawah dan ke depan searah dengan iga ke-6 sampai linie aksilaris media ke ruang interkostal ke-6 memotong margo inferior setinggi artikulasi iga ke-6 dan kembali ke hilus.4. Insisura interlobularies sekunder:mulai insisura obligue pada aksilaris media berjalan horizontal memotong margo anterior pada artikulasio kosta kondralis keenam terus ke hilus. Insisura obligue memisahkan lobus inferior dari lobus medius dan lobus posterior. Insisura horizontal memisahkan lobus medius dari lobus superior.Radiks PulmonalisSusunan dalam jaringan penyambung media spenalis dikelilingi oleh garis peralihan pleura, susunan alat utama bronkus, arteri pulmonalis, dan vena pulmonalis segmen pulmonari. Dari bronkus lobaris radiks pulmonari bercabang menjadi bronkus segmentorum. Segmen bronkus pulmonari adalah daerah yang diurus oleh cabang-cabang bronkus segmentorum, dan mendapat darah dari arteri yang berjalan bersama bronkus segmentorum yang berdekatan, sedangkan darah vena diatur oleh vena-vena yang terletak intersegmental.Segmen Paru-Paru KananPleuraPleura adalah suatu membran serosa yang halus membentuk suatu kantong tempat paru-paru berada yang berjumlah dua buah yaitu kiri dan kanan, serta saling berhubungan.Pleura mempunyai dua lapisan yaitu permukaan parietalis dan permukaan viseralis.1. Lapisan permukaan disebutpleura parietalisyang langsung berhubungan dengan paru-paru serta memasuki fisura paru-paru dan memisahkan lobu-lobus dari paru-paru.2. Lapisan dalam disebutpleura viseralis.Lapisa ini berhubungan dengan fasia endotoraskia dan merupakan permukaan dalam dari dinding toraks. Sesuai dengan letaknya pleura parietalis yang langsung memeliki empat bagian sebagai berikut.3. Pleura kostalis:menghadap ke permukaan lengkun kosta dan otot-otot yang terdapt diantaranya. Bagian depan dari pleura kostalis mencapai sternum, sedangkan bagian belakangnya melewati iga-iga di samping vertebrata. Bagian ini merupakan bagian yang paling tebal dan yang paling kuat dalam dinding toraks.4. Pleura servikalis:bagian pleura yang melewati apartura torasis superior, memiliki dasar lebar, berbentuk seperti kubah, dan diperkuat oleh membran suprapleura.5. Pleura diafragmatika:bagian pleura yang berada di atas diafragma.6. Diafragma mediastinalis:bagian pleura yang menutup permukaan lateral mediastinum serta susunan yang terletak di dalamnya.Sinus PleuraTidak seluruh kantong yang dibentuk oleh lapisan pleura diisi secara sempurna oleh paru-paru baik k earah bawah maupun ke arah depan. Kavum pleura hanya dibentuk oleh lapisan pleura parietalis, rongga ini disebut sinus pleura (recessus pleura).Pada waktiu inspirasi, bagian paru-paru akan memasuki sinus dan pada waktu ekspirasi akan ditarik kembali dari rongga tersebut. Sinus pleura terdiri atas dua bagian yaitu yaitu sinus kostomediastinalis dan sinus frenikokostalis.1. Sinuskostomediastinalis:terbentuk pada pertemuan pleura mediastinalis dengan pleura kostalis. Pada waktu inspirasi sinus ini hampir semua terisi oleh paru-paru.2. Sinus frenikokostalis:terbentuk pada pertemuan pleura diafragmatika denga pleura kostalis. Pada inspirasi yang sangat dalam bagian ini belum dapat diisi oleh pengembangan paru-paru.Ligamentum PulmonaleRadiks pulmonalis bagian depan, atas dan belakang ditutupi oleh pertemuan pleura parietalis dan pleura viseralis. Bagian bawah radiks yang berasal dari depan dan belakang bergabung membentuk lipatan yang disebut ligamentum pulmontale. Ligamentum ini terdapat di antara bagian bawah fasies mediastinalis dan perikardium, kemudian berakhir pada tepi yang bulat.Pembuluh LimfeDi dalam paru-paru terdapt dua pasang pembuluh limfe yang saling berhubungan. Bagian superfisial pembuluh limfe yang terletak dalam pleura ini berkurang relatif besar dan membatasi lobus di permukaan paru. Pembuluh limfe tanpak hitam karena penghisapan zat karbon khususnya pada individu yang tinggal di perkotaan.Pembuluh limfe yang lebih kecil membentuk jala-jala halus pada tepi lobulus. Pembuluh superfisial ini mengalir sepanjang tepi paru-paru menuju ke hilus. Bagian profunda atau pulmonal berjalan bersama ke bronkus sedangkan arteri pulmonalis dan bronki meluas hanya sampai ke duktus alviolaris bagian tepi. Semua mengalir ke bagian pusat hilus dan bertemu dengan pembuluh limfe eferen superfisial. Nodus limfatikus banyak dijumpai di bagian hilus.2.2 Fisiologi Jantung dan Paru2.2.1 Fisiologi JantungSiklus Jantung Siklus jantung terdiri dari periode sistol (kontraksi dan pengosongan isi) dan diastol (relaksasi dan pengisian jantung). Atrium dan ventrikel mengalami siklus sistol dan diastol yang terpisah. Kontraksi terjadi akibat penyebaran eksitasi ke seluruh jantung, sedangkan relaksasi timbul setelah repolarisasi jantung. Selama diastol ventrikel dini, atrium juga masih berada dalam keadaan diastol. Karena aliran masuk darah yang kontinu dari sistem vena ke dalam atrium, tekanan atrium sedikit melebihi tekanan ventrikel walaupun kedua bilik tersebut melemas. Karena perbedaan tekanan ini, katup AV terbuka, dan darah mengalir langsung dari atrium ke dalam ventrikel selama diastol ventrikel. Akhirnya, volume ventrikel perlahan lahan meningkat bahkan sebelum atrium berkontraksi. Pada akhir diastol ventrikel, nodus sinoatrium (SA) mencapai ambang dan membentuk potensial aksi. Impuls menyebar ke seluruh atrium dan menimbulkan kontraksi atrium. Setelah eksitasi atrium, impuls berjalan melalui nodus AV dan sistem penghantar khusus untuk merangsang ventrikel. Ketika kontraksi ventrikel dimulai, tekanan ventrikel segera melebihi tekanan atrium. Perbedaan tekanan yang terbalik inilah yang mendorong katup AV tertutup. Setelah tekanan ventrikel melebihi tekanan atrium dan katup AV sudah menutup, tekanan ventrikel harus terus meningkat sampai tekanan tersebut cukup untuk membuka katup semilunar (aorta dan pulmonal). Dengan demikian, terdapat periode waktu singkat antara penutupan katup AV dan pembukaan katup aorta. Karena semua katup tertutup, tidak ada darah yang masuk atau keluar dari ventrikel selama waktu ini. Interval ini disebut sebagai periode kontraksi ventrikel isometrik. Pada saat tekanan ventrikel kiri melebihi 80 mmHg dan tekanan ventrikel kanan melebihi 8 mmHg, katup semilunar akan terdorong dan membuka. Darah segera terpompa keluar dan terjadilah fase ejeksi ventrikel. Pada akhir sistolik, terjadi relaksasi ventrikel dan penurunan tekanan intraventrikular secara cepat. Peningkatan tekanan di arteri besar menyebabkan pendorongan darah kembali ke ventrikel sehingga terjadi penutupan katup semilunar. Tidak ada lagi darah yang keluar dari ventrikel selama siklus ini, namun katup AV belum terbuka karena tekanan ventrikel masih lebih tinggi dari tekanan atrium. Dengan demikian, semua katup sekali lagi tertutup dalam waktu singkat yang dikenal sebagai relaksasi ventrikel isovolumetrik. Curah Jantung dan Kontrolnya Curah jantung (cardiac output) adalah volume darah yang dipompa oleh tiap tiap ventrikel per menit (bukan jumlah total darah yang dipompa oleh jantung). Selama satu periode waktu tertentu, volume darah yang mengalir melalui sirkulasi paru ekivalen dengan volume darah yang mengalir melalui sirkulasi sistemik. Dengan demikian, curah jantung dari kedua ventrikel dalam keadaan normal identik, walaupun apabila diperbandingkan denyut demi denyut, dapat terjadi variasi minor. Dua faktor penentu curah jantung adalah kecepatan denyut jantung (denyut per menit) dan volume sekuncup (volume darah yang dipompa per denyut). Kecepatan denyut jantung rata rata adalah 70 kali per menit, yang ditentukam oleh irama sinus SA, sedangkan volume sekuncup rata rata adalah 70 ml per denyut, sehingga curah jantung rata rata adalah 4.900 ml/menit atau mendekati 5 liter/menit. Kecepatan denyut jantung terutama ditentukan oleh pengaruh otonom pada nodus SA. Nodus SA dalam keadaan normal adalah pemacu jantung karena memiliki kecepatan depolarisasi spontan tertinggi. Ketika nodus SA mencapai ambang, terbentuk potensial aksi yang menyebar ke seluruh jantung dan menginduksi jantung berkontraksi. Hal ini berlangsung sekitar 70 kali per menit, sehingga kecepatan denyut rata rata adalah 70 kali per menit. Jantung dipersarafi oleh kedua divisi sistem saraf otonom, yang dapat memodifikasi kecepatan serta kekuatan kontraksi. Saraf parasimpatis ke jantung yaitu saraf vagus mempersarafi atrium, terutama nodus SA dan nodus atrioventrikel (AV). Pengaruh sistem saraf parasimpatis pada nodus SA adalah menurunkan kecepatan denyut jantung, sedangkan pengaruhnya ke nodus AV adalah menurunkan eksitabilitas nodus tersebut dan memperpanjang transmisi impuls ke ventrikel. Dengan demikian, di bawah pengaruh parasimpatis jantung akan berdenyut lebih lambat, waktu antara kontraksi atrium dan ventrikel memanjang, dan kontraksi atrium melemah. Sebaliknya, sistem saraf simpatis, yamg mengontrol kerja jantung pada situasi situasi darurat atau sewaktu berolahraga, mempercepat denyut jantung melalui efeknya pada jaringan pemacu. Efek utama stimulasi simpatis pada nodus SA adalah meningkatkan keceptan depolarisasi, sehingga ambang lebih cepat dicapai. Stimulasi simpatis pada nodus AV mengurangi perlambatan nodus AV dengan meningkatkan kecepatan penghantaran. Selain itu, stimulasi simpatis mempercepat penyebaran potensial aksi di seluruh jalur penghantar khusus. Komponen lain yang menentukan curah jantung adalah volume sekuncup. Terdapat dua jenis kontrol yang mempengaruhi volume sekuncup, yaitu kontrol intrinsik yang berkaitan dengan seberapa banyak aliran balik vena dan kontrol ekstrinsik yang berkaitan dengan tingkat stimulasi simpatis pada jantung. Kedua faktor ini meningkatkan volume sekuncup dengan meningkatkan kontraksi otot jantung. Hubungan langsung antara volume diastolik akhir dan volume sekuncup membentuk kontrol intrinsik atas volume sekuncup, yang mengacu pada kemampuan inheren jantung untuk mengubah volume sekuncup. Semakin besar pengisian saat diastol, semakin besar volume diastolik akhir dan jantung semakin teregang. Semakin teregang jantung, semakin meningkat panjang serat otot awal sebelum kontraksi. Peningkatan panjang menghasilkan gaya yang lebih kuat, sehingga volume sekuncup menjadi lebih besar. Hubungan antara volume diastolik akhir dan volume sekuncup ini dikenal sebagai hukum Frank-Starling pada jantung. Secara sederhana, hukum Frank-Starling menyatakan bahwa jantung dalam keadaan normal memompa semua darah yang dikembalikan kepadanya, peningkatan aliran balik vena menyebabkan peningkatan volume sekuncup. Tingkat pengisian diastolik disebut sebagai preload, karena merupakan beban kerja yang diberikan ke jantung sebelum kontraksi mulai. Sedangkan tekanan darah di arteri yang harus diatasi ventrikel saat berkontraksi disebut sebagai afterload karena merupakan beban kerja yang ditimpakan ke jantung setelah kontraksi di mulai. Selain kontrol intrinsik, volume sekuncup juga menjadi subjek bagi kontrol ekstrinsik oleh faktor faktor yang berasal dari luar jantung, diantaranya adalah efek saraf simpatis jantung dan epinefrin. Tekanan Darah Tekanan darah adalah tekanan hidrostatik yang diakibatkan karena penekanan darah pada dinding pembuluh darah. Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah tertinggi yang dicapai arteri selama sistol, sedangkan tekanan darah diastolik adalah tekanan darah terendah yang dicapai arteri selama diastol. Tekanan arteri rata rata (mean arterial pressure) adalah tekanan rata rata yang bertanggung jawab mendorong darah maju ke jaringan selama seluruh siklus jantung. Perkiraan tekanan arteri rata rata dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut: Tekanan arteri rata rata = tekanan darah diastolik + 1/3 (tekanan darah sistolik tekanan darah diastolik) Pengaturan tekanan arteri rata rata bergantung pada dua kontrol utamanya, yaitu curah jantung dan resistensi perifer total. Kontrol curah jantung bergantung pada pengaturan kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup, sementara resistensi perifer total terutama ditentukan oleh derajat vasokonstriksi arteriol. Pengaturan jangka pendek tekanan darah terutama dilakukan oleh reflex baroreseptor. Baroreseptor sinus karotikus dan lengkung aorta secara terus menerus memantau tekanan arteri rata rata. Kontrol jangka panjang tekanan darah melibatkan pemeliharaan volume plasma yang sesuai melalui kontrol keseimbangan garam dan air oleh ginjal.2.2.2 Fisiologi Paru-ParuUdara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga.Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi.Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 m). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomic saluran udara dan dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus yang jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus. Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir.Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal memiliki cukup cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal; fibosis paru, udara dapat menebal dan difusi melambat sehingga ekuilibrium mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu kontak total berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak diakui sebagai faktor utama.Sistem Pertahanan Paru Paru-paru mempunyai pertahanan khusus dalam mengatasi berbagai kemungkinan terjadinya kontak dengan aerogen dalam mempertahankan tubuh. Sebagaimana mekanisme tubuh pada umumnya, maka paru-paru mempunyai pertahanan seluler dan humoral. Beberapa mekanisme pertahanan tubuh yang penting pada paru-paru dibagi atas: 1. Filtrasi udara Partikel debu yang masuk melalui organ hidung akan : - Yang berdiameter 5-7 akan tertahan di orofaring. - Yang berdiameter 0,5-5 akan masuk sampai ke paru-paru. - Yang berdiameter 0,5 dapat masuk sampai ke alveoli, akan tetapi dapat pula di keluarkan bersama sekresi. 2. MukolisiaBaik mucus maupun partikel yang terbungkus di dalam mucus akan digerakkan oleh silia keluar menuju laring. Keberhasilan dalam mengeluarkan mucus ini tergantung pada kekentalan mucus, luas permukaan bronkus dan aktivitas silia yang mungkin terganggu oleh iritasi, baik oleh asap rokok, hipoksemia maupun hiperkapnia. 3. Sekresi Humoral LokalZat-zat yang melapisi permukaan bronkus antara lain, terdiri dari : - Lisozim, dimana dapat melisis bakteri - Laktoferon, suatu zat yang dapat mengikat ferrum dan bersifat bakteriostatik - Interferon, protein dengan berat molekul rendah mempunyai kemampuan dalam membunuh virus. - Ig A yang dikeluarkan oleh sel plasma berperan dalam mencegah terjadinya infeksi virus. Kekurangan Ig A akan memudahkan terjadinya infeksi paru yang berulang. 4. FagositosisSel fagositosis yang berperan dalam memfagositkan mikroorganisme dan kemudian menghancurkannya. Makrofag yang mungkin sebagai derivate monosit berperan sebagai fagositer. Untuk proses ini diperlukan opsonim dan komplemen. Faktor yang mempengaruhi pembersihan mikroba di dalam alveoli adalah : - Gerakan mukosiliar. - Faktor humoral lokal. - Reaksi sel. - Virulensi dari kuman yang masuk. - Reaksi imunologis yang terjadi. Berbagai faktor bahan-bahan kimia yang menurunkan daya tahan paru, seperti alkohol, stress, udara dingin, kortekosteroid, dan sitostatik.2.3 DefinisiKor pulmonal adalah hipertrofi atau dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang disebabkan penyakit parenkim paru dan atau pembuluh darah paru yang tidak berhubungan dengan kelainan jantung kiri. Istilah hipertrofi yang bermakna patologis menurut Weitzenblum sebaiknya diganti menjadi perubahan struktur dan fungsi ventrikel kanan. Untuk menetapkan adanya kor pulmonal secara klinis pada pasien gagal napas diperlukan tanda pada pemeriksaan fisik yakni edema. Hipertensi pulmonal sine qua non dengan kor pulmonal maka definisi kor pulmonal yang terbaik adalah : hipertensi pulmonal yang disebabkan penyakit yang mengenai struktur dan atau pembuluh darah paru. Hipertensi pulmonal menghasilkan pembesaran ventrikel kanan dan berlanjut dengan berjalannya waktu menjadi gagal jantung kanan. Penyakit paru obstruktif kronis merupakan penyebab utama insufisiensi respirasi kronik dan kor pulmonal, diperkirakan 80-90 persen kasus.Kor pulmonal akut adalah peregangan atau pembebanan akibat hipertensi pulmonal akut, sering disebabkan oleh emboli paru masif, sedangkan kor pulmonal kronis adalah hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang berhubungan dengan penyakit paru obstruktif atau restriktif. Pada PPOK, progresivitas hipertensi pulmonal berlangsung lambat.2.4 EtiologiPenyakit ini disebabkan oleh:1. Penyakit paru obstruksi kronik. PPOK Asma ( dengan obstruksi pernafasan irreversibel) Fibrosis Kistik Bronkiektasis Bronkiolitis Obliterans2. Penyakit Paru Restriktif Neuromuscular disease Kyphoscoliasis Thoracoplasty Gejala sisa TB paru Sarkoidosis Pneumoconiosis Drug related Lung disease Alergi alveolus Penyakit Jaringan Ikat Paru Interstitial pulmonary fibrosis3. Penyumbatan vaskuler/ remodeling vaskuler/ obstruksi pembuluh darah: emboli paru, atau penyakit yang menyebabkan kompresi perivaskular atau destruksi jaringan pada fibrosis paru, granulomatosis, kanker paru.4. Trombo emboli5. Vasokonstriksi pulmonal menyeluruh: dapat disebabkan oleh hipoksia, pirau intrapulmonal kanan ke kiri.6. Penyakit / radang pembuluh darah 7. Penyakit sickle cell 8. Penyakit parenkim dan pengurangan daerah pembuluh darah 9. Hipertensi pulmonal primer. Hipertensi pulmonale merupakan komplikasi hemodinamik. Mekanisme terjadinya hipertensi pulmonale pada kor pulmunale dapat di bagi menjadi 4 kategori yaitu :a. ObstuksiTerjadi karena adanya emboli paru baik akut maupun kronik. Chronic Thromboembolic Pulmonary Hypertesion (CTEPH) merupakan salah satu penyebab hipertensi pulmonale yang penting dan terjadi pada 0.1 0.5 % pasien dengan emboli paru. Pada saat terjadi emboli paru, system fibrinolisis akan bekerja untuk melarutkan bekuan darah sehingga hemodinamik paru dapat berjalan dengan baik. Pada sebagian kecil pasien system fibrinolitik ini tidak berjalan baik sehingga terbentuk emboli yang terorganisasi disertai pembentukkan rekanalisasi dan akhirnya menyebabkan penyumbatan atau penyempitan pembuluh darah paru.b. ObliterasiPenyakit intertisial paru yang sering menyebabkan hipertensi pulmonale adalah lupus eritematosus sistemik scleroderma, sarkoidosis, asbestosis, dan pneumonitis radiasi. Pada penyakit-penyakit tersebut adanya fibrosis paru dan infiltrasi sel-sel yang progersif selain menyebabkan penebalan atau perubahan jaringan interstisium, penggantian matriks mukopolisakarida normal dengan jaringan ikat, juga menyebabkan terjadinya obliterasi pembuluh paru.c. VasokontriksiVasokontriksi pembuluh darah paru berperan penting dalam patogenesis terjadinya hipertensi pulmonale. Hipoksia sejauh ini merupakan vasokontrikstor yang paling penting. Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyebab yang paling di jumpai. Selain itu tuberkolosis dan sindrom hipoventilasi lainnya misalnya sleep apnea syndrome, sindrom hipoventilasi pada obesitas, dapat juga menyebabkan kelainan ini. Asidosis juga dapat berperan sebagai vasokonstriktor pembuluh darah paru tetapi dengan potensi lebih rendah. Hiperkapnea secara tersendiri tidak mempunyai efek fasokonstriksi tetepi secara tidak langsung dapat meningkatkan tekanan arteri pulmunalis melalui efek asidosisnya. Eritrositosis yang terjadi akibat hipoksia kronik dapat meningkatkan vikositas darah sehingga menyebabkan peningkatan tekanan arteri pumonalis.d. IdiopatikKelainan idiopatik ini didapatkan pada pasien hipertensi pulmonale primer yang di tandai dengan adanya lesi pada arteri pumonale yang kecil tanpa didapatkan adanya penyakit dasar lainnya baik pada paru maupun pada jantung. Secara histopatologis di dapatkan adanya hipertrofi tunika media, fibrosis tunika intima, lesi pleksiform serta pembentukan mikro thrombus. Kelainan ini jarang di dapat dan etiologinya belum di ketahui. Walaupun sering di kaitkan dengan adanya penyakit kolagen, hipertensi portal, penyakit autoimun lainnya serta infeksi HIV.

2.5 PatofisiologiCor pulmonale biasanya timbul kronis, namun terdapat 2 keadaan yang dapat menyebabkan cor pulmonale akut, antara lain : emboli paru (lebih sering) dan sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS). Patofisiologi yang mendasari emboli paru dalam menimbulkan cor pulmonale adalah adanya peningkatan mendadak resistensi pulmonal. Dalam ARDS terdapat dua factor yang menyebabkan overload ventrikel kanan, yaitu proses patologi dari sindrom itu sendiri dan adanya mekanisme ventilasi. Pada mekanisme ventilasi, volume udara tidal yang semakin meninggi membutuhkan tekanan transpulmonal yang lebih tinggi. Dalam kasus cor pulmonale kronik pada umumnya terjadi hipertropi ventrikel kanan. Dalam cor pulmonale akut dapat terjadi dilatasi ventrikel kanan. Dalam kasus ARDS, cor pulmonale dapat berpotensi meningkatkan kemungkinan pergeseran shunt kanan ke kiri melalui paten foramen ovale dan mempunyai prognosis yang lebih buruk.Pelebaran atau hipertropi ventrikel kanan pada cor pulmonale kronis adalah efek langsung dari kompensasi ventrikel akibat vasokonstriksi pulmonal kronis dan hipertensi arteri pulmonalis yang menyebabkan peningkatan beban kerja ventrikel kanan. Ketika ventrikel kanan tidak mampu lagi mengimbangi beban kerja melalui dilatasi atau hipertropi, kegagalan ventrikel kanan dapat terjadi.Beberapa mekanisme patofisiologis dapat menyebabkan hipertensi pulmonal yang akan menyebabkan cor pulmonale, mekanisme tersebut antara lain :1. Vasokonstriksi pulmonal akibat hipoksia alveolar atau asidemia darah, hal ini dapat menyebabkan hipertensi pulmonal dan jika hipertensi pulmonal tersebut cukup parah akan dapat menyebabkan cor pulmonale2. Peningkatan viskositas darah yang menyebabkan kelainan pada darah seperti : polisitemia vera, sickle cell disease, makroglobulinemia3. Peningkatan aliran darah dalam vascular paru4. Hipertensi pulmonal idiopatik primerMekanisme diatas dapat meningkatkan tekanan arteri pulmonalis.Ventrikel kanan memiliki dinding yang lebih tipis dibandingkan ventrikel kiri yang lebih memiliki fungsi sebagai pompa volume dibandingkan pompa tekanan. Ventrikel kanan memiliki fungsi yang lebih baik dalam preload dibandingkan dengan afterload. Dengan adanya peningkatan afterload, ventrikel kanan akan meningkatkan tekanan sistolik untuk menjaga gradient. Pada titik tertentu, peningkatan tekanan arteri pulmonal lebih lanjut menyebabkan dilatasi ventrikel kanan yang signifikan.Adanya penurunan output ventrikel kanan dengan penurunan diastolic ventrikel kiri menyebabkan penurunan output ventrikel kiri. Penurunan output ventrikel kiri menyebabkan penurunan tekan darah di aorta dan menyebakan menurunnya aliran darah pada arteri koronaria termasuk arteri koronaria kanan yang menyuplai darah ke dinding ventrikel kanan. Hal ini menjadi suatu lingkaran setan antara penurunan output ventrikel kiri dan ventrikel kanan.

2.6 Gambaran Klinis2.6.1 GejalaManifestasi klinis dari cor pulmonale biasanya tidak spesifik. Beberapa gejala bisanya tidak terlalu tampak pada stadium awal penyakit ini. Pasien dapat mengeluhkan kelelahan, denyut jantung yang cepat dan batuk. Nyeri dada juga dapat terjadi dan mungkin juga karena iskemik ventrikel kanan. Beberapa gejala neurologis juga dapat timbul akibat menurunnya curah jantung dan hipoksemia.Hemoptisis dapat terjadi akibat adanya rupture arteri pulmonalis yang berdilatasi maupun terjadi atherosclerosis. Pada tahap lanjut, dapat terjadi kongestif hepar sekunder karena kegagalan ventrikel kanan menyebabkan anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut kanan atas, serta kekuningan. Peningkatan tekanan arteri pulmonalis dapat menyebabkan peningkatan tekanan vena perifer dan tekanan kapiler. Dengan adanya peningkatan gradient tekanan hidrostatik mengakibatkan terjadinya transudasi cairan yang terakumulasi menjadi edema perifer. Penurunanlaju filtrasi glomerulus(GFR)dan filtrasinatrium karena hipoksemiamemainkan peranpenting dalam edemaperiferpada pasien dengan cor pulmonaledengan peningkatan tekananatriumkanan.2.6.2 TandaDari pemeriksaan fisik dapat mencerminkan penyakit paru yang mendasari terjadinya cor pulmonal seperti hipertensi pulmonal, hipertropi ventrikel kanan, dan kegagalan ventrikel kanan. Peningkatan diameter dada, sesak yang tampak dengan retraksi dinding dada, distensi vena leher dan sianosis dapat terlihat.Pada auskultasi, lapangan paru dapat terdengar wheezing maupun ronkhi. Suara jantung dua yang terpisah dapat terdengar pada tahap awal. Bising ejeksi sistolik diatas area arteri pulmonalis dapat terdengar pada tahap penyakit yang lebih lanjut bersamaan dengan bising regugirtasi pulmonal.Pada perkusi, suara hipersonor dapat menjadi tanda PPOK yang mendasari timbulnya cor pulmonal, asites dapat timbul pada kasus yang berat.2.7 DiagnosisPendekatan umum untuk mendiagnosa cor pulmonal dan untuk menyelidiki etiologinya dimulai dengan pemeriksaan laboratorium rutin, radiografi dada dan elektrokardiografi. Echocardiografi juga memberikan informasi yang penting tentang penyakit dan etiologinya. Kateterisasi jantung kanan adalah pemeriksaan yang paling akurat untuk mengkonfirmasi diagnosis cor pulmonale dan penyakit yang mendasarinya. Pada pasien dengan cor pulmonale kronis, rontgen dada dapat menunjukkan pembesaran pembuluh darah paru sentral. Hipertensi pulmonal harus dicurigai jika diameter pembuluh arteri pulmonalis kanan lebih dari 16 mm dan arteri pulmonalis kiri lebih dari 18 mm. Pembesaran ventrikel kanan menyebabkan peningkatan diameter transversal dari bayangan jantung ke kanan pada proyeksi posteroanterior dan mengisi ruang udara restrosternal pada proyeksi lateral. Pada pemeriksaan dengan elektrokardiograph, tampak adanya hipertropi ventrikel kanan. 2.8 Diagnosis BandingDalam mendiagnosa cor pulmonale, penting untuk mempertimbangkan kemungkinan penyakit tromboemboli dan hipertensi pulmonal sebagai etiologi. Diagnosis banding lain untuk cor pulmonale antara lain : Gagal jantung kongestif Perikarditis konstriktif Kardiomiopati infiltrative Stenosis pulmonal Gagal jantung kanan akibat infark ventrikel kanan Gagal jantung kanan akibat penyakit jantung bawaan Defek septum ventrikel

2.9 PenatalaksanaanTujuan pengobatan Cor Pulmonale kronik adalah mengoptimalkan efisiensi pertukaran gas, menurunkan hipertensi pulmonal, meningkatkan kelangsungan hidup, dan mengobati penyakit dasar dan komplikasinya. Pengobatan terdiri dari kuratif dan preventif. Pasien dianjurkan untuk tirah baring, diet rendah garam dan medikamentosa berupa obat diuretik untuk meningkatkan buang air kecil, digitalis, tepai oksigen dan pemberian antikoagulan untuk mencegah pembekuan darah.Diuretik diberikan jika ditemukan gagal jantung kanan. Pemberian diuretik berlebihan dapat menimbulkan kebasahan darah yang dapat memicu peningkatan karbon dioksida(CO2) darah. Salah satu diuretik yang diberikan misalnya furosemid dengan dosis 20-80 mg perhari , baik melalui suntikan atau oral. Dosis maksimal 600 mg per hari.Obat Digitalis juga diberikan jika ditemukan gagal jantung kanan. tetapi yang paling penting adalah mengobati penyakit paru yang mendasarinya. Digoksin bisa diberikan dengan dosis 0,125 - 0,375 mg secara oral 1 kali sehari. Pada pemberian obat ini harus diwaspadai kemungkinan gangguan irama jantung. Terapi oksigen sangat penting, bahkan kadang-kadang diperlukan ventilator mekanik bila terjadi gagal napas. pemakaian oksigen secara kontinyu berlangsung selama 12 jam atau 15 jam dapat meningkatkan kelangsungan hidup dibandingkan pasien yang tidak mendapatkan terapi oksigen. Untuk pemberian antikoagulan, didasarkan atas kemungkinan terjadinya tromboemboli akibar perbesaran dan disfungsi ventrikel kanan dan adanya faktor immobilisasi pada pasien.2.10 KomplikasiKomplikasi dari cor pulmonale kronik meliputi:- Syncope- Hypoxia- Edema Tungkai- Kongesti Hepatic Pasif- Kematian2.11 PrognosisBelum ada pemeriksaan prospektif yang dilakukan untuk mengetahui prognosis Cor Pulmonale kronik. Pengamatan yang dilakukan tahun 1950 menunjukkan bahwa bila terjadi gagal jantung kanan yang menyebabkan kongestinvena sistemik, harapan hidupnya menjadi kurang dari 4 tahun.Walaupun demikian, kemampuan dalam penanganan pasien selama episode akut yang berkaitan dengan infeksi dan gagal napas mangalami banyak kemajuan dalam 5 tahun terakhir.Prognosis Cor Pulmonale kronik berkaitan dengan penyakit paru yang mendasarinya. Pasien yang mengalami Cor pulmonal akibat obeliterasi pembuluh darh arteri kecil yang terjadi secara perlahan-lahan akibat penyakit intrinsiknya (misal emboli), atau akibat fibrosis intertisial harapan untuk perbaikannya kecil karena kemungkinan perubahan anatomi yang terjadi subah menetap. Harapan hidup pasien PPOK jauh lebih baik bila analisis gas darahnya dapat dipertahankan mendekati normal.

Daftar Pustaka

Harun S, Ika PW. Kor pulmonal kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, AlwiI, KSimadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jilid II. Jakarta:FKUI; 2009.h. 1842-4. Davey P. At a Glance Medicine. Edisi I. Erlangga: Jakarta. 2006. h. 4- 10, 138- 168. Fauci AS, Dennis LK, dkk. Heart failure and cor pulmonale. Dalam:Harrisons Principles of Internal Medicine. Edisi 13. United States of America: The McGraw-HillCompaniesInc;2008.p.217-244 Yu TC. Assessing the importance of predictors in unplanned hospital readmissions for chronic obstructive pulmonary disease. 2015. Dalam: http://www.dovepress.com/assessing-the-importance-of-predictors-in-unplanned-hospital-readmissi-peer-reviewed-article-CEOR. Di unduh pada 22 Januari 2015. Shujaat A. Pulmonary hypertension and chronic cor pulmonale in COPD. 2007. Dalam: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2695205/. Di unduh pada 22 Januari 2015. Mubin AH. Kor pulmonale kronik. Dalam: Panduan praktis ilmu penyakit dalamdiagnosis dan terapi. Jakarta:EGC; 2001.h. 125-6. Weitzenblum E. Chronic Cor Pulmonale. 2003. Dalam: http://heart.bmj.com/. Di unduh pada 07 Februari 2015.

18