correlation of homocysteine and oxidative stress in pre-eclampsia

Upload: sandy-agustian

Post on 17-Jul-2015

48 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page |1

Judul asli : Correlation Of Homocysteine And Oxidative Stress In Patients With Pre-Eclampsia Pengarang : Dr. Suresh Chari, Dr. Madhur Gupta, Dr. Sunita Ghike Publikasi : Journal Of Recent Advances In Applied Sciences (Jraas) 26:1-5 Tahun : 2011

Korelasi Antara Homosistein dan Stres Oksidatif Pada Pasien Penderita Pre-eklampsia

ABSTRAK Pre-eklampsia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada kehamilan dan berpotensi membahayakan ibu dan janin. Sebuah studi kontrol kasus dilaksanakan untuk memeriksa kadar homosistein, malondialdehida (MDA) yang merupakan penanda peroksidasi lipid, enzim antioksidan glutathione peroksidase (GPx), dan superoksida dismutase (SOD) pada pasien dengan pre-eklampsia. Kadar malondialdehida dan homosistein ditemukan meningkat secara signifikan pada pasien penderita pre-eklampsia (p < 0,001). Kadar GPx dan SOD pasien juga meningkat secara signifikan (p < 0,001). Kadar homosistein berkorelasi secara positif dengan kadar MDA, namun berkorelasi secara negatif dengan GPx dan SOD. Dengan demikian, stres oksidatif dapat berpotensi sebagai penghubung antara homosistein dan pre-eklampsia.

KATA KUNCI: Pre-eklampsia, homosistein, malondialdehida, glutathione peroksidase, superoksida dismutase

PENDAHULUAN Pre-eklampsia merupakan suatu kondisi spesifik pada kehamilan yang dicirikan oleh hipertensi dan proteinuria yang menghilang setelah kelahiran. Pre-eklampsia dialami oleh sekitar 0,4% hingga 2,8% dari seluruh kelahiran di negara-negara

1|Page

Page |2

maju, dan dalam jumlah yang lebih besar lagi di negara-negara berkembang. Penyakit ini menyumbang sebanyak 8.370.000 kasus di seluruh dunia setiap tahunnya. Sebagai kelainan yang bersifat umum yang paling sering muncul pada kehamilan pertama, pre-klampsia terkait dengan morbiditas dan mortalitas tertinggi dari seluruh komplikasi kehamilan, dengan lebih dari 90% dampak yang paling serius terjadi di negara-negara berkembang [1]. Mayoritas penyebab pre-eklampsia masih belum dapat diketahui, namun plasentasi yang buruk diduga sebagai faktor yang penting dalam menyebabkan kerentanan terhadap pre-eklampsia. Dugaan terhadap peran plasenta dalam patologi pre-eklampsia ini juga didukung secara kuat oleh berakhirnya gejalagejala pre-eklampsia secara cepat setelah persalinan. Homosistein, asam amino yang mengandung thiol yang diproduksi oleh demetilasi metionin intraselular di dalam proses metilasi, mendapat banyak sorotan sebagai faktor risiko baru untuk berbagai jenis penyakit [2]. Salah satu mekanisme dimana peningkatan homosistein diduga mengeluarkan efek patologisnya adalah dengan mendorong berlangsungnya stres oksidatif [3,4]. Teori yang ada saat ini menyatakan bahwa stres oksidatif, suatu ketidakseimbangan antara pro-oksidan dan antioksidan maternal, merupakan komponen dari pre-eklampsia [5]. Akan tetapi, tidak terdapat kepastian mengenai apakah ketidakseimbangan tersebut terjadi sebelum sindrom dikenali secara klinis atau justru berhubungan dengan pola makan. Terpacunya produksi superoksida di plasenta menyebabkan dihasilkannya radikal-radikal bebas [6]. Efek yang merusak dari radikal-radikal bebas ini meliputi berlangsungnya peroksidasi lipid, kerusakan oksidatif pada biomolekul, disfungsi sel, dan diduga bahwa kondisi ini dapat memicu disfungsi endotel pembuluh darah dan aktivasi sel darah putih. Penelitian dasar selama dekade terakhir ini menunjukkan peningkatan pada keterkaitan antara stres oksidatif dan homosistein pada berbagai macam penyakit [7]. Sejauh yang kami amati, hanya sedikit yang telah diketahui mengenai

2|Page

Page |3

keterkaitan antara stres oksidatif dan homosistein pada pasien penderita preeklampsia. Karena itu, studi ini dilakukan untuk mengetahui korelasi antara tingkat stres oksidatif dan homosistein pada pasien penderita pre-eklampsia.

BAHAN DAN METODE Partisipan dalam studi ini adalah pasien wanita dengan kehamilan di trimester ketiga yang mengunjungi klinik antenatal atau diadmisi ke ruang perawatan ibu melahirkan di NKP Salve Institute of Medical Sciences, Nagpur. Komite etik telah memberikan persetujuan atas pelaksanaan studi dan seluruh partisipan telah menandatangani lembar persetujuan tertulis (informed consent). Subjek penelitian terdiri atas 50 pasien penderita pre-eklampsia (didefinisikan oleh tekanan darah tinggi dan proteinuria) dan 50 pasien dengan kehamilan normal. Kelompok kontrol yang terdiri dari 50 orang dipasangkan dengan pasien yang memiliki kehamilan normal dan pasien penderita pre-eklampsia berdasarkan usia dan jenis kelamin. Pre-eklampsia didefinisikan sebagai kondisi di mana tekanan darah sistolik melebihi 140 mm Hg dan diastolik melebihi 90 mm Hg, dengan proteinuria yang signifikan (N300 mg per 24 jam); pre-eklampsia ringan didefinisikan sebagai tekanan darah diastolik kurang dari 110 mm Hg, dengan proteinuria yang signifikan; sementara pre-eklampsia berat didefinisikan sebagai tekanan darah diastolik melebihi 110 mm Hg, atau proteinuria berat (N2 g/24 jam), atau jika kadar kreatinin di dalam serum melebihi 1,2 mg/dL, atau jika terdapat tanda-tanda dan gejala-gejala pre-eklampsia lainnya seperti sakit kepala berkepanjangan, gangguan penglihatan, nyeri epigastrik yang persisten, dan/atau trombositopenia [8]. Detail riwayat kesehatan pasien dikumpulkan dan dilakukan pemeriksaan fisik. Tekanan darah diukur melalui tangan kiri dengan sfigmomanometer. Analisis urin dilakukan untuk memeriksa adanya proteinuria. Pasien dengan kelainan lainnya dan pasien anemia tidak disertakan di dalam studi. Sebanyak 10 mL darah vena diambil dari seluruh kelompok pasien. Semua sampel darah kemudian dimasukkan dalam tabung yang bebas endotoksin. Tabung tersebut lalu disentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 4.000 rpm, kemudian

3|Page

Page |4

plasma dipisahkan, dan eritrosit yang dikemas dicuci sebanyak tiga kali. Malondialdehida (MDA) serum, penanda status oksidan, ditentukan melalui metode Randox Laboratory. Metode ini didasarkan pada fakta bahwa lipid peroksida terkondensasi dengan 1 metil-2 fenil indole dalam kondisi asam yang menghasilkan pembentukan kromofor merah. Untuk menentukan lipid peroksida di dalam plasma secara spesifik, protein diendapkan guna menghilangkan substansi reaktif MPI yang dapat terurai oleh air. Tingkat peroksida lipid diekspresikan dalam bentuk malondialdehida, yang bersifat tidak stabil. Tetrametoksipropan, yang dikonversi secara kuantitatif menjadi MDA dalam prosedur reaksi, digunakan sebagai standar. Glutathione peroksidase (GPx) eritrosit diestimasi menggunakan metode peralatan enzimatik, dengan dasar bahwa GPx mengkatalisis oksidasi glutathione dengan cumene hidroperoksida. Dalam kondisi terdapatnya glutathione reduktase dan NADPH, glutathione yang teroksidasi segera dikonversi menjadi bentuk reduksi dengan oksidasi NADPH menjadi NADP pada saat yang sama. Penurunan dalam penyerapan pada 340 nm kemudian diukur. Superoksida dismutase (SOD) diukur menggunakan metode peralatan enzimatik. Dasar dari pengukuran ini adalah menggunakan xantin dan xantin oksidase untuk menghasilkan radikal-radikal superoksida yang bereaksi dengan 2(4-iodofenil)-3-(4-nitrofenol)-5-feniltetrazolium klorida untuk membentuk warna merah formazan. Untuk pengukuran homosistein, seluruh spesimen dipindahkan ke

laboratorium dalam kurun waktu pengumpulan 30 menit. Setelah itu, spesimen disentrifugasi selama 5-7 menit pada kecepatan 3.000 rpm. Lalu serum yang jernih dipindahkan ke dalam botol plastik dan disimpan di lemari es sampai waktu analisis. Homosistein diukur dengan metode perlengkapan immunoassay enzim dari Biorad Laboratories. Signifikansi perbedaan secara statistik diestimasi menggunakan students-ttest dan korelasi antarvariabel diteliti menggunakan uji koefisien korelasi Pearson.

4|Page

Page |5

HASIL Hasil studi kami memperlihatkan adanya peningkatan nilai MDA dan homosistein pada pasien penderita pre-eklampsia (p < 0,001) jika dibandingkan dengan kelompok kontrol normal yang sehat dan kelompok wanita dengan kehamilan normal. Akan tetapi, ditermukan penurunan pada tingkat SOD dan GPx enzim antioksidan pada pasien pre-eklampsia dibandingkan dengan kontrol dan wanita dengan kehamilan normal (p < 0,001). Analisis korelasi memperlihatkan bahwa MDA dan homosistein memiliki korelasi positif (0,9; p < 0,001), sementara MDA dan homosistein masing-masing memiliki korelasi negatif dengan enzim antioksidan SOD (-0,486; -0,55; p < 0,001) dan GPx (-0,61; -0,52; p < 0,001) pada pasien pre-eklampsia.

DISKUSI Pre-eklampsia masih terus menjadi komplikasi kehamilan yang sering muncul dan berpotensi membahayakan ibu dan janin. Diperkirakan bahwa sekitar 10-15% kematian ibu terkait dengan pre-eklampsia dan eklampsia setiap tahunnya [9]. Meskipun penyebab penyakit ini belum banyak diketahui, namun kondisi peradangan dan stres okstidatif yang umum ditemui merupakan fitur-fitur yang dominan dari sindrom maternal. Trofoblas plasenta NAD(P)H oksidase merupakan sumber utama dari sintesis radikal bebas. Studi kami menunjukkan adanya kenaikan kadar MDA, yang merupakan penanda dihasilkannya radikal bebas pada pasien penderita pre-eklampsia. Plasenta kaya akan asam lipid tidak jenuh dan dapat berperan sebagai sumber peroksida lipid yang melimpah. Berbagai studi independen yang memeriksa penanda biologis kerusakan oksidatif telah menguatkan bukti adanya peroksidase lipid yang kami temukan pada pasien penderita pre-eklampsia [6,10]. Efek merusak yang ditimbulkan oleh radikal bebas meliputi dipicunya peroksidasi lipid, kerusakan oksidatif pada biomolekul, disfungsi sel, dan diduga bahwa kondisi tersebut akan memicu disfungsi endotelial pembuluh darah serta

5|Page

Page |6

aktivasi sel darah putih, yang dikenal sebagai fitur pre-eklampsia. Lebih jauh lagi, produksi vasokonstriktor endotelin ditemukan mengalami peningkatan pada preeklampsia [11]. Meski demikian, sejumlah studi tertentu tidak mendukung peran stres oksidatif ini dalam sirkulasi maternal [8,12,13]. Penurunan kadar enzim antioksidan dapat disebabkan karena meningkatnya pemanfaatan enzim ini untuk melawan peroksidasi lipid. Berkurangnya respon antioksidan terhadap stimulus oksigenasi menghasilkan stres oksidatif yang dapat menyebabkan degenerasi trofoblas dan dapat berkontribusi terhadap gangguan pada invasi trofoblas serta menurunnya aktivitas remodeling arterio spiral [16]. Karenanya, respon yang defektif terhadap stimulus oksidan dapat menjadi salah satu even paling awal dalam pre-eklampsia. Homosistein (hcy) merupakan asam amino yang mengandung sulfur, yang berasal dari demetilasi methionine, suatu asam amino esensial, yang memerlukan folat, vitamin B12 dan B6 sebagai ko-enzim. Temuan kami memperlihatkan kadar homosistein yang rendah pada kehamilan normal. Menurunnya kadar homosistein umumnya lebih rendah selama kehamilan, baik karena respon fisiologis terhadap kehamilan, peningkatan estrogen, hemodilusi, atau meningkatnya kebutuhan terhadap methionine baik dari pihak ibu maupun janin yang dikandungnya [17]. Murphy et al. [18] menunjukkan bahwa reduksi tidak dapat diatasi dengan suplementasi asam folat, ekspansi volume plasma, atau penurunan pada albumin serum. tHcy yang rendah merepresentasikan adaptasi fisiologis terhadap kehamilan, yang diperantarai oleh perubahan-perubahan endokrin. Berkurangnya kadar homosistein yang terjadi pada kehamilan normal tidak terjadi pada preeklampsia. Karenanya, terdapat kemungkinan bahwa peningkatan konsentrasi homosistein pada pre-eklampsia yang terbukti di dalam studi kami berhubungan dengan defek dalam mekanisme yang biasanya menurunkan homosistein selama kehamilan normal. Kami tidak dapat mengukur asam folat dan vitamin B12 pada kelompok kasus karena faktor efektivitas biaya. Akan tetapi, di dalam studi kami, gambaran darah umum yang normal akan menyingkirkan kemungkinan adanya kekurangan asam folat.

6|Page

Page |7

Studi kami menunjukkan adanya kenaikan kadar homosistein pada pasien pre-eklampsia. Hasil ini sejalan dengan studi-studi lainnya [19,20,21]. Lebih jauh lagi, studi kami menemukan adanya korelasi yang positif antara MDA dan hcy pada pasien pre-eklampsia. Stres oksidatif berpotensi untuk berperan sebagai penghubung antara homosistein dan pre-eklampsia. Kerusakan pembuluh darah pada uteroplasenta ibu dan sirkulasi plasenta janin diduga sebagai fitur utama, meskipun disfungsi endotelial, proliferasi sel otot polos, dan abnormalitas koagulasi juga berkontribusi terhadap perkembangan pre-eklampsia. Mekanisme patologi yang umum ini, yang menghasilkan kerusakan pembuluh darah, berperan sebagai penghubung antara hcy dan kelainan pada kehamilan yang berhubungan dengan pembuluh darah [24]. Konsentrasi tHcy di dalam plasma merupakan penanda responsif dari terganggunya status folat. Terdapat dugaan bahwa hiperhomosisteinemia maternal melalui faktor risiko penyakit yang diperantarai oleh plasenta seperti preeklampsia, aborsi spontan, abrupsi plasenta, dan hilangnya kehamilan berulang memiliki efek langsung yang merugikan janin yang sedang berkembang [25,26]. Meningkatnya tHcy dapat merupakan penanda dari kondisi dasar yang secara langsung berhubungan dengan komplikasi kehamilan, seperti penyakit vaskular subklinis, berkurangnya tingkat filtrasi glomerulus [27], dan ekspansi volume plasma yang tidak memadai [28] dan tHcy dapat terlibat secara langsung dengan menyebabkan vaskulopati dan vaskularisasi vili korionik defektif yang menyebabkan sirkulasi ibu-janin yang inadekuat. Thus in conclusion, in pregnant women the vascular endothelium may be more sensitive to oxidative stress and elevated homocysteine level. This may be responsible for the development of preeclampsia. Hence, there is a need to plan further clinical studies on large scale to understand the association of hhcy and oxidative stress in preeclampsia. along with hcy lowering effect of vitamin B6 , vitamin B12 and folate. There is a possibility that promotion of regular use of Bvitamin and folate by women will be cost effective strategy for the decrease in the micronutrient deficiency related health problems including preeclampsia.

7|Page

Page |8

Dengan demikian, sebagai kesimpulan, endotelium pembuluh darah pada wanita hamil dapat bersifat lebih sensitif terhadap stres oksidatif dan kenaikan kadar homosistein. Kondisi ini dapat menjadi penyebab berkembangnya preeklampsia. Karena itu, muncul kebutuhan untuk merencanakan studi klinis lebih lanjut dalam skala yang lebih besar untuk memahami kaitan antara hhcy dan stres oksidatif pada pre-eklampsia, begitu pula halnya dengan efek hcy dalam menekan vitamin B6, vitamin B12, dan folat. Imbauan penggunaan vitamin B dan folat secara reguler bagi wanita dapat menjadi strategi yang efektif dari segi biaya untuk menekan kekurangan nutrisi mikro yang berhubungan dengan berbagai masalah kesehatan, termasuk pre-eklampsia.

LAMPIRAN

8|Page

Page |9

9|Page