copy of laporan biokimia happy new
DESCRIPTION
Copy of Laporan Biokimia Happy NewTRANSCRIPT
I. LIPIDA
I. TUJUAN
Tujuan dari praktikum acara Lipida adalah :
a. Mengetahui kelarutan lemak terhadap bahan pelarut yang dipergunakan.
b. Mengetahui tingkat ketidak jenuhan minyak dan asam-asam lemak
c. Mengetahui adanya kolesterol dalam bahan yang diuji.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Titik lebur suatu asam lemak berkurang dengan bertambahnya
ketidakjenuhan dan berkurangnya bobot molekulnya. Rendahnya titik lebur
asam lemak tak jenuh mungkin disebabkan oleh besarnya yang sesuai struktur
molekul oleh ikatan-ikatn rangkap karbon-karbon dalam konfigurasinya cis
pada asam-asam lemak alamiah. Kolesterol berlimpah dalam otak dan jaringan
saraf lainnya, dengan mencerminkan pentingnya fungsi membran di dalam
jaringan- jaringan ini. Sebagai lipida membran kolesterol terdapat di dalam
membran sel organisme tingkat tinggi, tetapi tidak terdapat di dalam
membran- membrane bakteri dan mitokondria (Page, 1997).
Minyak atau lemak bersifat tidak larut dalam semua pelarut berair
tetapi larut dalam pelarut-pelarut organik seperti misalnya: petroleum, eter,
dietil eter, alcohol, chloroform, dan benzena. Lemak dan minyak dapat
mengalami kerusakan yang disebabkan oleh hidrolisa dan oksidasi. Proses
hidrolisis minyak menghasilkan asam-asam lemak rantai pendek (C4-C12)
sehingga terjadi perubahan baud an rasa pada minyak atau lemak yang
mengandung sam lemak jenuh cukup banyak misalnya minyak kelapa. Proses
hidrolisa ini dipercepat oleh adanya kadar air yang tinggi, kelembapan yang
tinggi, dan suhu yang agak tinggi. Hasil reaksi utama awal reaksi oksidasi
adalah peroksida. Dan selanjutnya peroksida ini akan mengalami pemecahan
sehingga menghasilkan senyawa-senyawa aldehid, keton, alcohol,
hidrokarbon, dan eter yang menyebabkan bau tengik (Setiaji, 1989).
Sifat lemak dicerminkan oleh sifat rantai hidrokarbon. Secara
alamiah asam lemak jenuh yang mengandung atom karbon C1-C8 berwujud
cair, sedangkan jika lebih besar dari C8 akan berwujud padat. Asam stearat
(C8) mempunyai titik cair 700C, tetapi dengan adanya ikatan rangkap {disebut
asam oleat (C8)}, maka titik cair turun mencapai 140C. makin banyak jumlah
ikatan rangkap pada suatu rantai karbon tertentu, maka titik cairnya semakin
rendah. Lemak hewan dan tumbuhan mempunyai susunan asam lemak yang
berbeda-beda. Untuk menentukan derajat ketidakjenuhan asam lemak yang
terkandung di dalamnya diukur dengan bilangan iodium. Iodium dapat
bereaksi dengan ikatan rangkap dalam asam lemak. Tiap molekul iodium
mengadakan reaksi adisi pada suatu ikatan rangkap. Oleh karenanya makin
banyak ikatan rangkap, makin banyak pula iodium yang tepat bereaksi. Asam
lemak tidak jenuh dapat mengandung satu ikatan rangkap atau lebih. Asam
oleat mengandung satu ikatan rangkap. Apabila dibandingkan dengan asam
lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh mempunyai titik lebur lebih rendah.
Asam oleat mempunyai rantai karbon sama panjang dengan asam stearat, akan
tetapi pada suhu kamar asam oleat berupa zat cair. Disamping itu makin
banyak jumlah ikatan rangkap, makin rendah titik leburnya (Poedjadi, 1994).
Kolesterol adalah salah satu sterol yang penting dan terdapat
banyak di alam. Kolesterol terdapat pada hamper semua sel hewan dan semua
manusia. Pada tubuh manusia kolesterol terdapat dalam darah, empedu,
kelenjar adrenal bagian luar dan jaringan syaraf. Kolesterol dapat larut dalam
pelarut lemak, misalnya eter, khloroform, benzena dan alcohol panas. Apabila
terdapat dalam konsentrasi tinggi, kolesterol mengkristal dalam bentuk kristal
yang tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau, dan mempunnyai titik
lebur 150-1510C. Kolesterol bukan hanya merupakan komponen penting
membrane beberapa sel dan lipoprotein plasma, tetapi juga merupakan
precursor steroid lainnya, seperti asam empedu dan berbegai hormon steroid
(Lehninger, 1994).
Asam lemak tidak memperlihatkan kenaikan titik cair yang linier
dengan bertambah panjangnya rantai atom karbon. Namun, titik didih dari
asam-asam lemak akan semakin meningkat dengan bertambah panjangnya
rantai atom karbon. Kelarutan asam-asam lemak tidak jenuh sangat mudah
melarut dalam pelarut organic dibandingkan asam-asam lemak jenuh
(Ketaren, 1986).
III.METODE ANALISA
1. Alat
a. Tabung reaksi
b. Rak (untuk tabungn reaksi)
c. Pipet ukur
2. Bahan
a. Minyak kelapa murni
b. Minyak wijen
c. Kloroform
d. Eter
e. Aquades
f. Larutan Na2CO3 1 %
g. Pereaksi Hubl iod
h. Asam Stearat
i. Asam Oleat
j. Asam asetat anhidrida
k. Asam sulfat pekat
3. Cara Kerja
Percobaan 1: Kelarutan lemak dan terjadinya Emulsi
2 ml 2 ml 2 m l 2 ml Larutan
a. Kloroform Eter Aquades Na2CO3 1 %
Percobaan 2: Uji ketidakjenuhan
10 ml Kloroform + Dimasukan masing-masing 2 ml
10 tetes Pereaksi + 1 tetes + 1 tetes + 1 tetes + 1 tetes
Hubl iod M. kelapa M. wijen Asam Asam Oleat
Stearat
Ditambah setetes minyak kelapa murni/ minyak wijen
Tutup mulut tabung dengan ibu jari
Digojog
Diamkan dalam rak selama 5 menit
Diamati
Percobaan 3: Reaksi Liebermann-Burchard
(L.B test untuk kolesterol)
2 ml Kloroform +
10 tetes asetat anhidrida +
3 tetes Asam sulfat pekat
+ Lipida
Digojog
Perubahan warnanya dibandingkan (Bila warna merah muda belum hilang ditambahkan larytan yang bersangkutan tetes demi setetes)
Dicatat jumlah tetes yang digunakan
Dilihat perubahan warnanya (merah-biru- hijau)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil AnalisaPercobaan I :
Tabel 1. 1 Kelarutan Lemak dan Terjadinya Emulsi
Kel. Larutan Pengamatan
(warna)
5 menit Keterangan
1 2 ml Kloroform +
M.wijen
Kuning (++) Kuning (+) Warna keruh, minyak
tidak larut sempurna.
2 Eter + M. kelapa Jernih (++) Jernih (+) Tidak berwarna,
minyak larut
sempurna.
3 Aquades + M. wijen Jernih Kuning
kecoklatan
Minyak tidak larut
dan tidak terbentuk
emulsi
4 Na2CO3 1 % +
M.wijen
Jernih Putih keruh
(+++)
Warna putih keruh,
minyak tidak larut dan
terbentuk emulsi
5 2 ml Kloroform +
M.wijen
Kuning (++) Kuning (+) Warna keruh, minyak
tidak larut sempurna.
6 Eter + M. kelapa Jernih (++) Jernih (+) Tidak berwarna,
minyak larut
sempurna.
7 Aquades + M. wijen Putih (++++) Putih (+++
+)
Minyak tidak larut
dan tidak terbentuk
emulsi
8 Na2CO3 1 % + M.
wijen
Putih (+++) Putih keruh
(+++)
Warna putih keruh,
minyak tidak larut dan
terbentuk emulsi
Sumber : Laporan Sementara.
Percobaan II :Tabel 1. 2 Uji Ketidakjenuhan Kel. Sampel Pengamatan
(warna)
Banyaknya sample
yang ditambahkan
Keterangan
1 Minyak kelapa Pink 41 tetes Jernih
2 Minyak wijen Kuning keemasan 41 tetes Jernih
3 Asam palmitat Pink (jernih) 70 tetes Jernih
4 Asam oleat Pink 3 tetes Jernih
5 Minyak kelapa Pink (+++) 50 tetes Jernih
6 Minyak wijen Kuning keemasan 4 tetes Jernih
7 Asam palmitat Pink 38 tetes Jernih
8 Asam oleat Pink 12 tetes Jernih
Sumber : Laporan Sementara.
Percobaan III :
Tabel 1. 3 Reaksi Liebermann-Burchard (L.B test untuk kolesterol)Kel. Sampel Pelarut Warna Keterangan
Kloroform As.Asetat As.Sulfat
1 M.Wijen Coklat (+
+++)
Coklat (+
++)
Coklat
(+++)
Coklat (++) Endapan
hitam
2 M.Kelapa Jernih (+) Putih
keruh (+
+)
Putih
keruh (+
++)
Putih keruh Tidak ada
endapan
3 M.Jagung Bening Pink Kuning Atas: kuning
Tengah: pink
Bawah:
coklat
Pada sample
mengandung
kolesterol
4 M.Sawit Kuning
agak
jernih (+)
Kuning
agak
keruh (+
+)
Kuning
keruh (+
++)
Kuning
keruh (+++)
Tidak ada
endapan
5 M.Wijen Kuning Coklat
muda (+
+++)
Coklat
tua (+++
++)
Coklat tua (+
++++)
Endapan
hitam
6 M.Kelapa Jernih Putih
keruh (+
+++)
Putih
keruh (+
+++)
Putih keruh Tidak ada
endapan
7 M.Jagung Putih
keruh (+)
Coklat
muda (+
+)
Coklat
tua (++
+)
Coklat
kehitaman (+
+++)
Endapan
hitam
8 M.Sawit Kuning
agak
jernih (+)
Kuning
agak
keruh (+
+)
Kuning
keruh (+
++)
Kuning
keruh (+++)
Tidak ada
endapan
Sumber : Laporan Sementara.
2. Pembahasan
Dalam praktikum lipida ini dilakukan tiga percobaan yaitu
kelarutan lemak dan terjadinya emulsi, uji ketidakjenuhan, dan reaksi
Liebermann-Burchard (L.B test untuk kolesterol). Kelarutan dari minyak
dan lemak ini digunakan sebagai dasar untuk mengekstraksi minyak atau
lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak. Minyak dan lemak
bersifat tidak larut dalam air, tetapi larut sempurna dalam pelarut organic
yaitu eter, kloroform, karbon disulfida, dan benzene. Minyak kelapa
termasuk lemak jenuh yang memiliki rantai panjang. Dari hasil
pengamatan pada praktikum ini menunjukan bahwa minyak kelapa larut
sempurna pada eter. Begitu pula dengan minyak wijen yang larut
sempurna dalam kloroform. Pada minyak wijen maupun minyak kelapa
memiliki atom karbon lebih dari 4 sehingga tidak larut air. Hasil ini telah
sesuai dengan teori bahwa minyak larut sempurna dalam eter, kloroform,
benzene dan alcohol.
Minyak kelapa yang dicampur dengan aquades tidak larut
dalam air dan tidak terjadi emulsi. Hal ini sudah sesuai dengan teori,
bahwa minyak tidak larut air dan semakin panjang rantai asam-asam
lemak maka kelarutannnya dalam air makin berkurang. Pada percobaan ini
juga tidak terbentuk emulsi. Emulsi terjadi bila minyak dicampur dan
digojog dengan air sehingga minyak akan terdispersi di dalam air, tetapi
emulsi yang demikian ini bersifat tidak stabil. Karena emulsi pada air ini
tidak stabil, bias dianggap tidak terjadi emulsi pada minyak yang dicampur
air.
Pada percobaan yang menggunakan Na2CO3 1 % dan minyak
wijen menunjukan bahwa minyak tidak larut tetapi terbentuk emulsi.
Na2CO3 pada percobaan ini sebagai garam, yang terdiri dari NaOH dan
H2CO3. Garam natrium yang dihasilkan oleh asam lemak dapat larut dalam
air dan dikenal sebagai sabun. Molekul sabun terdiri atas rantai
hidrokarbon dengan gugus -COO- pada ujungnya. Bagian hidrokarbon
bersifat hidrofob artinya tidak suka pada air atau tidak mudah larut dalam
air. Sedangkan gugus -COO- bersifat hidrofil, artinya suka akan air, jadi
dapat larut dalam air. Oleh karena adanya dua bagian itu, molekul sabun
tidak sepenuhnya larut dalam air, dengan demikian minyak kelapa yang
dilarutkan dalam Na2CO3 tidak larut dalam air.
Pada percobaan yang menggunakan Na2CO3 1 % dan minyak
wijen terjadi emulsi karena Na2CO3 yang merupakan sabun dapat
mengemulsi lemak. Pada proses pembentukan emulsi ini, bagian hidrofob
molekul sabun masuk ke dalam lemak, sedangkan ujung yang bermuatan
negative ada di bagian luar. Oleh karena adanya gaya tolak antara muatan
listrik negative ini, maka kotoran akan terpecah menjadi partikel-partiklel
kecil dan membentuk emulsi.
Prinsip dari uji ketidakjenuhan adalah asam lemak yang
terdapat dalam lemak hewani biasanya merupakan asam lemak jenuh,
sedangkan minyak-minyak nabati biasanya mengandung satu atau lebih
ikatan rangkap. Halogen dapat bereaksi dengan atom C yang ikatannya
tidak rangkap, warna larutan iodine oleh lipida menunjukan adanya ikatan
rangkap.
Campuran kloroform yang berwarna bening dan Hubl Iod yng
berwarna orange sehingga warnanya menjadi merah muda. Untuk
menghilangkan warna merah muda tersebut ditambah beberapa tetes
minyak kelapa. Minyak kelapa berwarna jernih dan mengandung asam
kaprat (C10) dengan rumus CH3(CH2)8COOH dan asam laurat (C12) dengan
rumus CH3(CH2)10COOH. Minyak kelapa termasuk lemak jenuh. Asam
lemak jenuh minyak kelapa kurang lebih 90 %. Minyak kelapa
mengandung 84 % trigliserida dengan 3 molekul asam lemak jenuh, 12 %
trigliserida dengan 2 asam lemak jenuh, dan 4 % trigliserida dengan 1
asam lemak jenuh.
Minyak wijen termasuk lemak tak jenuh dan berwarna kuning,
tidak berbau. Minyak wijen mengandung asam-asam lemak yaitu oleat
45,5 % dan linoleat 40,4 %. Banyaknya minyak kelapa yang diperlukan
untuk menghilangkan warna merah muda adalah 41 tetes dan 50 tetes.
Sedangkan minyak wijen yang digunakan sebanyak 4 tetes. Dari hasil
pengamatan ini dapat dilihat bahwa minyak kelapa memerlukan tetes lebih
banyak daripada minyak wijen. Semakin banyak tetes yang diperlukan
maka semakin jenuh. Sehingga disimpulkan bahwa minyak kelapa lebih
jenuh daripada minyak wijen.
Asam palmitat (C16) dengan rumus CH3(CH12)14COOH yang
terdapat pada lemak dan minyak hewan. Asam oleat dengan rumus
CH3(CH2)7=CH(CH2)7COOH yang terdapat pada semua lemak. Asam
oleat memiliki nikatan rangkap satu dan titik lebur 140C. Banyaknya asam
palmitat yang digunakan adalah 70 tetes dan 38 tetes (C18) dan asam oleat
yang digunakan sebanyak 3 tetes dan 12 tetes. Dari hasil ini dapat dilihat
bahwa asam palmitat lebih jenuh daripada asam oleat. Semakin banyak
tetes yang digunakan maka semakin jenuh asam lemaknya. Menurut teori,
asam palmitat lebih jenuh daripada asam oleat. Ini dilihat dari panjang
rantai atom C pada palmitat lebih panjang dari oleat. Semakin panjang
atom C nya maka semakin tidak jenuh. Secara keseluruhan tingkat
ketidakjenuhan antara keempat sample adalah oleat > Minyak wijen >
kelapa > palmitat, dengan asam oleat paling sedikit tetesannya dan minyak
palmitat paling banyak tetesannya.
Reaksi Liebermann-Burchard digunakan untuk test kolesterol
pada minyak dan lemak. Kolesterol adalah steorida yang tersebar sangat
luas, akan tetapi pada jaringan syaraf dan jaringan kelenjar kolesterol
ditemukan dengan konsentrasi yang tinggi. Larutan kolesterol dalam
kloroform bila ditambah anhidrida asam asetat dan asam sulfat pekat maka
larutan tersebut mula-mula akan berwarna merah, kemudian biru dan
hijau. Warna hijau yang terjadi ini ternyata sebanding dengan konsentrasi
kolesterol. Karenanya reaksi Liebermann-Burchard dapat digunakan untuk
menentukan kolesterol secara kuantitatif. Warna merah pada percobaan uji
kolesterol ini menunjukan bahwa terdapat adanya kolesterol dalam minyak
atau lemak yang diuji.
Dari hasil pengamatan dapat dilihat pada minyak kelapa yang
mula-mula berwarna jernih setelah ditambah 2 ml kloroform, warna
minyak tidak mengalami perubahan yaitu tetap jernih. Selanjutnya setelah
ditambah 10 tetes asam asetat anhidrat warnanya menjadi putih keruh.
Pada penambahan asam sulfat sebanyak 3 tetes, minyak kelapa tidak
mengalami perubahan yaitu tetap putih keruh. Warna akhir dari sample
minyak kelapa ini tidak merah sehingga dapat disimpulkan minyak kelapa
ini tidak mengandung kolesterol. Hal ini disebabkan karena minyak kelapa
berasal dari tumbuhan sehingga mengandung fitosterol dan bukan
kolesterol.
Untuk sample yang menggunakan minyak wijen yang mula-
mula berwarna kuning setelah ditambah 2 ml kloroform, warna minyak
mengalami perubahan yaitu untuk kel.1 menyatakan coklat dan untuk
kel.5 kuning. Selanjutnya setelah ditambah 10 tetes asam asetat anhidrat
warnanya menjadi coklat muda. Untuk penambahan 3 tetes asam sulfat
minyak wijen mengalami perubahan warna yaitu coklat tua dan ada
endapan warna merah tua. Dari hasil warna ini, minyak wijen menunjukan
adanya kolesterol didalamnya.
Dan dari hasil pengamatan pada minyak sawit yang mula-mula
berwarna kuning setelah ditambah 2 ml kloroform, warna minyak
mengalami perubahan yaitu kuning keruh. Selanjutnya setelah ditambah
10 tetes asam asetat anhidrat warnanya tida berubah. Pada penambahan
asam sulfat sebanyak 3 tetes, minyak sawit juga tidak mengalami
perubahan yaitu tetap kuning keruh. Warna akhir dari sample minyak
sawit ini tidak merah dan tidak terdapat endapan sehingga dapat
disimpulkan minyak sawit ini tidak mengandung kolesterol. Hal ini
disebabkan karena minyak kelapa berasal dari tumbuhan sehingga
mengandung fitosterol dan bukan kolesterol.
Untuk sample yang menggunakan minyak jagung yang mula-
mula berwarna kuning setelah ditambah 2 ml kloroform warna minyak
mengalami perubahan yaitu bening untuk kel.3 dan putih keruh untuk
kel.7. Selanjutnya setelah ditambah 10 tetes asam asetat anhidrat warnanya
menjadi coklat muda untuk kel.3 dan pink untuk kel.7. Untuk penambahan
3 tetes asam sulfat minyak wijen mengalami perubahan warna yaitu coklat
tua untuk kel.3 dan kuning untuk kel.7 dan ada endapan warna coklat
kehitaman. Dari hasil warna ini, minyak wijen menunjukan adanya
kolesterol didalamnya.
V. Kesimpulan
Dari percobaan acara I “LIPIDA” dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Minyak kelapa dan minyak wijen larut sempurna dalam kloroform dan
eter.
2. Minyak kelapa dan minyak wijen tidak larut dan tidak terbentuk emulsi
dalam air.
3. Minyak kelapa dan minyak wijen tidak larut tetapi terbentuk emulsi dalam
larutan Na2CO3 1 %.
4. Minyak kelapa lebih jernih daripada minyak wijen.
5. Asam palmitat lebih jenuh daripada asam stearat dan asam stearat lebih
jenuh daripada asam oleat.
6. Semakin panjang rantai karbonnya maka semakin tidak jenuh.
7. Warna merah pada reaksi Liebermann-Burchard menunjukan bahwa
adanya kolesterol pada minyak atau lemak tersebut.
8. Minyak kelapa dan minyak sawit tidak mengandunng kolesterol karena
pada akhir reaksi warnanya putih keruh.
9. Minnyak wijen mengandung kolesterol karena pada akhir reaksi terdapat
endapan warna hitam.
DAFTAR PUSTAKA
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta.
Lehninger, Albert. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga. Jakarta.
Page, David. 1997. Prinsip-Prinsip Biokimia. Erlangga. Jakarta.
Poedjadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI Press. Jakarta.
Setiaji, B. Trenggono. 1989. Biokimia Pangan. Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.
II. ENZIM
I. Tujuan
Tujuan dari praktikum acara Enzim adalah :
a. Mengetahui pengaru pH terhadap aktivitas kerja
enzim diastase.
b. Mengetahui pengaruh suhu terhadap aktivitas kerja enzim.
c. Mengetahui aktivitas amilase pada kecambah.
d. Mengetahui sifat mereduksi dari karbohidrat (amilase).
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pada saat uji Benedict, pati akan mengalami hidrolisis menjadi dextrin
yang kemudian akan mengalami hidrolisa lagi dan terbentuk warna merah
bata. Kemudian dextrin mengalami hidrolisa lagi membentuk maltosa dan
glukosa tidak terbentuk warna. Untuk berat molekul (BM) yang rendah, maka
berwarna ungu, sedangkan bagi BM yang tinggi, akan terbentuk warna merah
(Winarno, 2002).
Cara lain untuk menyatakan aktivitas katalitik suatu enzim yang
dihubungkan dengan mikromol substrat yang bereaksi atau produk yang
terbentuk tiap menit/ tiap detik terhadap berat protein dalam larutan sapple
atau larutan tubuh. Karena jumlah protein enzim tidak langsung dapat diukur,
jumlah enzim sering dinyatakan dalam bentuk aktivitas katalitik dalam
jaringan caira (Rex et al., 1993)
Uji iod berfungsi untuk menganalisa kandungan pati dalam suatu sampel.
Reaksi positif adanya kandungan pati, ditunjukkan dengan membentuk warna
biru atau hitam pada akhir reaksi. Pati yang berikatan dengan Iodin (I2) akan
membentuk warna biru. Hal ini disebabkan oleh struktur molekul pati yang
berbentuk spiral, sehingga akan mengikat molekul iodine dan terbentuklah
warna biru (Tarigan, 1983).
Uji benedict dilakukan untuk mengetahui kadar gula reduksi pada sampel.
Pereaksi ini berupa larutan yang mengandung kuprisulfat, natrium karbonat,
dan natrium sitrat. Glukosa dapat mereduksi ion Cu2+ dari cuprisulfat menjadi
ion Cu+ yang kemudian mengendap sebagai Cu2O. Reaksi positif ditunjukkan
dengan adanya endapan merah bata cuprioksida (Cu2O) (Poedjiadi, 1991).
Suatu reaksi kimia pada umumnya dipercepat oleh kenaikan
temperatur, agak lain halnya dengan reaksi-reaksi biokimia didalam atau
diluar sel hidup. Didalam batas-batas tertentu maka kegiatan enzimpun
dipengaruhi oleh temperatur. Kebanyakan enzim tidak menunjukkan kegiatan
lain kalau temperatur turun sampai 00 C, namun enzim itu tidak hilang. Jika
dikembalikan pada temperatur yang biasa, maka kekuatan enzim pulih
kembali seperti sebelum mengalami pendinginan. Temperatur setinggi 400 C
sudah dapat menon aktifkan bahkan mematikan banyak enzim. Akan tetapi
reaksi yang ditolong oleh enzim-enzim tersebut masih dapat berlangsung
asalkan waktu pemanasan itu tidak terlalu lama (Dwijo, 1980).
Warna ungu yang paling pekat akan terdapat pada tabung yang
diinkubasikan pada suhu optimumnya yaitu 400C, sedangkan pada suhu suhu
kamar dan suhu 1000C warna ungu tidak sepekat pada suhu optimum karena
pada suhu kamar enzim sedikit inaktif sedangkan pada suhu tinggi enzim akan
mengalami penurunan aktivitas karena enzim adalah protein yang akan
terdenaturasi apabila suhu terlalau tinggi (Lehninger, 1982).
Pada suhu kamar, warna ungu lebih pudar daripada pada suhu 400C karena
pada suhu kamar enzim sedikit inaktif sedangkan pada suhu 400C enzim
bekerja optimal. Warna ungu pada ekstrak kacang hijau akan lebih pekat
daripada warna pada ekstrak taoge, karena aktivitas enzim amilase pada
kacang hijau lebih besar daripada taoge karena amilum pada taoge sudah
terhidrolisis untuk keperluan pertumbuhan kecambah (Anonim, 2008).
III. ALAT, BAHAN DAN CARA KERJA
1. Alat
a. Tabung reaksi
b. Lempeng porselin
c. Penangas air
d. Gelas ukur
e. Stop watch
f. Pipet tetes
g. Kain saring
2. Bahan
a. Larutan buffer 6 ml pH 4.0; pH 6.0; pH 8.0
b. Larutan amilum 1%
c. Larutan enzim diastase
d. Larutan Iodin 0,01 M
e. Dekstrin 1%
f. Glukosa 1%
g. Reagen Benedict
h. Biji kacang hijau dan taoge
i. Aquades
3. Cara kerja
A. Percobaan 1: Pengaruh pH terhadap Aktivitas enzim Diatase/ Amilase
+6 ml buffer pH 4 +6 ml buffer pH 6 +6 ml buffer pH 8+ 3 ml lart.Amilum + 3 ml lart.Amilum + 3 ml lart.Amilum
1 % 1 % 1 %
Ditambah 1 ml lart. Enzim diatase
Ditambah 1 ml lart. Enzim diatase
Ditambah 1 ml lart. Enzim diatase
Diinkubasikan pada penangas air bersuhu 400C
Diamati tiap 5 menit
(Diambil 1 tetes lart.tersebut teteskan ke lempeng porselin ditambah 1 tetes lart.iod 0,01 N
Dicatat perubahan warna yang terjadi warnanya
Hasil akhir diuji dengan uji benedict
Dibandingkan dengan:Amilum 1 % ditambah IodDektrin 1 % ditambah Iod
Glukosa ditambah Iod
a.1 Uji Benedict
B. Percobaan 2: Pengaruh suhu terhadap Aktivitas enzim Diatase/
Amilase
Disiapkan tabung reaksi
Dimasukkan 2ml reagen benedict ditambah 1 ml lart.sampel
Diamati perubahan warna. Jika terjadi reaksi positif apabila terbentuk warna hijau, merah, orange/
merah bata & endapan merah bata
Dipanaskan dalam penangas air selama 5 menit/ dipanaskan langsung selama 1 menit
Percobaan 3: Pengujian Amilase dari kecanbah
Disiapkan 6 tabung reaksi
Masing-masing diisi 2 ml amilum 1 % ditambah 2 ml larutan diatase
Disiapkan penangas air dengan suhu 400C & 1000C
Tabung 1 & 2 diinkubasikan pada suhu 400C selama 30 menit
Tabung 3 & 4 diinkubasikan pada suhu 1000C selama 10 menit
Tabung 5 & 6 dibiarkan pada suhu kamar selama 30 menit
Diamati perbedaan warna yang terjadi
Masing-masing tabung ditambah 1 ml lart.iod 0,01 N
Disiapkan 2 macam bahan (biji kacang hijau & taoge) masing-masing 50 gr
Dihancurkan dengan mortir
Ditambah aquades 50 ml kemudian disaring dengan kain saring
Disiapkan 4 tabung reaksi
Ditambah 6 ml buffer pH 6 untuk mengatur pH
Tabung 3 & 4 ditambah 1 ml ekstrak taoge
Tabung 1 & 2 ditambah 1 ml ekstrak kacang hijau
Dimasukkan masing-masing tabung 3 ml amilum 1 %
Diinkubasi dalam penangas air pada suhu 400C
Diambil 1 tetes bahan pada menit 0-20 pada lempeng porselin ditambah 1 tetes lart.iod 0,01 N
Catat perubahan warna
Dicatat perubahan warna yang terjadi warnanya
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Analisa
Percobaan I :
Tabel 1. 1 Pengaruh pH Terhadap Enzim Diastase.
Kel Bufer Substrat Perubahan warna Keterangan
5’ I 5’ II 5’ III 5’ IV
1 pH 4 Amilum
1 %
Kuning
muda
(+)
Kuning
muda (++
+)
Kuning
muda (+++
+)
Kuning
muda
(++)
Warna menjadi
bening
2 pH 6 Amilum
1 %
Kuning
(+++)
Kuning
(+++)
Kuning (+) Kuning Aktifitas enzim
menjadi rusak
3 pH 8 Amilum
1 %
Jernih Jernih Jernih Jernih Aktifitas enzim
diatase rusak
karena suasana
terlalu basa
4 pH 4 Amilum
1 %
Kuning
(+)
Merah
bata (+++
+)
Coklat (++
++)
Coklat
tua (++
++)
Aktifitas enzim
berkurang
5 pH 6 Amilum
1 %
Kuning
jernih
Kuning
jernih
Kuning
jernih
Kuning
jernih
Warna menjadi
kuning jernih
dan lama
6 pH 8 Amilum
1 %
Jernih
(+)
Jernih (+
+)
Jernih (++
+)
Jernih
(++++)
Warnanya
menjadi bening
7 pH 4 Amilum
1 %
Kuning
(+)
Kuning
(+++)
Kuning (+
+++)
Kuning
(++)
Warnanya
menjadi bening
8 pH 6 Amilum
1 %
Kuning
bening
(+)
Tak
berwarna
Tak
berwarna
Kuning
(++)
Sama dengan
pembanding
yaitu pada
dekstrin
Sumber : Laporan Sementara
Tabel 1. 2 Uji Iod
Larutan Warna Keterangan
Amilum 1 % Biru tua Sebagai pembanding
Glukosa Merah bata Sebagai pembanding
Dekstrin Kuning Sebagai pembanding
Sumber : Laporan Sementara.
Tabel 1. 3 Hasil Pengamatan Uji Benedict.
Kel. T0C t Perubahan
warna
Keterangan
1 - 5’ Biru Dari biru (++) menjadi biru (+), reaksi
negative & warna tetap
2 400C 5’ Biru Reaksi negatif
3 400C 5’ Biru Tidak menunjukan reaksi positif, warna
tidak berubah
4 400C 5’ Biru Tidak ada endapan
5 400C 5’ Biru Tidak ada endapan, tidak menunjukan
reaksi positif & warna tidak berubah
6 400C 5’ Biru Warna tetap & tidak mengendap
7 400C 5’ Biru Tidak ada endapan
8 400C 5’ Biru Reaksi negative & tidak ada endapan
Sumber : Laporan Sementara.
Percobaan II :
Tabel 1. 4 Pengaruh Suhu Terhadap Aktifitas Enzim Diastase.
Kel. T0C t Perubahan warna Keterangan
1 Suhu kamar 30’ Coklat (++++) Enzim aktif
2 400C 30’ Ungu tua Semakin lama semakin jernih
3 600C 20’ Kuning (++) Tidak terjadi kerusakan
(aktifitas diatase optimal)
4 1000C 10’ Ungu tua Enzim aktif dalam reaksi
Sumber : Laporan Sementara
Percobaan III :
Tabel 1. 5 Pengujian Amilase
Kel. Sampel T0C t Keterangan
5 Kacang hijau + 6
ml buffer pH 6
00C
400C
400C
400C
400C
0’
5’
10’
15’
20’
Terdapat amilum
6 Kacang hijau + 6
ml buffer pH 6
00C
400C
400C
400C
400C
0’
5’
10’
15’
20’
Terdapat amilum
7 Tauge + 6 ml
buffer pH 6
00C
400C
400C
400C
400C
0’
5’
10’
15’
20’
Terdapat amilum
8 Tauge + 6 ml
buffer pH 6
00C
400C
400C
400C
400C
0’
5’
10’
15’
20’
Terdapat amilum
Sumber : Laporan Sementara.
2. Pembahasan
Enzim merupakan biokatalisator yang dihasilkan oleh jaringan
hidup yang dapat mengkatalisa reaksi kimia tertentu tanpa menyebabkan
perubahan pada enzim tersebut. Berdasarkan reaksi yang dikatalisa, enzim
diklasifikasikan menjadi oksidoreduktase, transferase, hidrolase, liase, dan
isomerase.
Pada percobaan ini dilakukan tiga perlakuan dengan pH yang
berbeda-beda untuk menguji pengaruh pH terhadap aktivitas enzim
diastase atau amilase.enzim yang digunakan adalah enzim diatase/ amylase
yang termasuk dalam enzim hidrolase dan pemecahan pati. Perubahan
warna yang terjadi pada menit ke- 5 sampai menit ke-20 tersebut setelah
diuji iod dan uji reagen benedict, dikarenakan polisakarida (amilum) yang
dimiliki gugus reduksi pada ujung rantai saja, bila mengalami hidrolisa
oleh enzim diastase akan menghasilakan rantai monosakarida maupun
oligosakarida yang lebih pendek yang memiliki gugus reduksi. Hidrolisa
amilum menghasilkan dekstrin dan akhirnya terbentuk glukosa, yang
mula-mula berwarna biru yang lama-kelamaan menjadi tak berwarna.
Perubahan warna tersebut juga dipengaruhi pH pada larutan buffer yang
digunakan, jika pHnya terlalu tinggi maka kerja enzim tidak akan optimal.
Enzim mempunyai pH optimum tertentu untuk keaktifannnya akan
menurun.
Pada pH 4 enzim dapat bekerja secara optimal, hal itu ditandai
dengan terjadinya perubahan warna jernih menjadi kuning muda. Pada pH
6 dan pH8 enzim juga dapat bekerja secara optimal yaitu pada menit ke-
20, dimana terjadi perubahan warna kuning menjadi kuning jernih.
Seharusnya pada pH 6 terjadi perubahan warna yang lebih cerah, tetapi
pada percobaan warna yang lebih cerah adalah pH 4, penyebabnya karena
adanya kerusakan enzim. Jadi enzim tidak bekerja aktif dalam mengubah
amilum menjadi glukosa. Jika pH terlalu tinggi maka enzim akan
mengalami kerusakan yang ditandai dengan perubahan warna menjadi
coklat kehijauan yang terjadi karena tingkat ionisasi yang terlalu tinggi.
Pada percobaan ini juga dilakukan uji benedict guna mengetahui adanya
gugus reduksi dari sakarida yang dihasilkan yaitu ditunjukan dengan
terbentuknya endapan CuSO4 yang berwarna merah bata.
Selain dipengaruhi oleh pH, aktivitas enzim juga dipengaruhi
oleh suhu dan konsentrasi substrat. Jika suhu yang digunakan terlalu
rendah maka enzim tidak optimum dan pada suhhu yang terlalu tinggi
enzim akan mengalami kerusakan karena mengalami denaturasi, jika
enzim rusak maka aktiitasnya juga akan hilang. Enzim akan bekerja secara
optimal jika pada suhu yang stabil yaitu antara 600-700C.
Pada percobaan warna ungu yang paling pekat terdapat pada
tabung yang diinkubasikan pada suhu optimumnya yaitu 600 dan 1000C,
sedangkan pada suhu suhu kamar dan suhu 400C warna yang terbentuk
adalah coklat dan kuning,. Hal ini disebabkan karena pada suhu kamar
enzim sedikit inaktif sedangkan pada suhu tinggi enzim akan mengalami
penurunan aktivitas karena enzim adalah protein yang akan terdenaturasi
apabila suhu terlalau tinggi (Lehninger, 1982). Dari data analisa maka
dapat dilihat bahwa hasil praktikum tidak menyimpang dengan teori.
Karena dari hasil praktikum warna ungu yang paling pekat adalah tabung
yang diinkubasikan pada suhu 1000C dan 600C. Dan menurut teori, warna
yang paling pekat adalah pada tabung yang diinkubasikan pada suhu
optimum (Lehninger, 1982).
Amilase merupakan enzim pemecahan pati dan termasuk enzim
hidrolase. Amilase pada percobaan ini didapat dari biji kacang hijau dan
biji kecambah taoge. Warna ungu pada ekstrak kacang hijau lebih pekat
daripada warna pada ekstrak taoge, hal ini dikarenakan aktivitas enzim
amilase pada kacang hijau lebih besar daripada taoge karena amilum pada
taoge sudah terhidrolisis untuk keperluan pertumbuhan kecambah
(Anonim, 2008). Pembentukan warna dan perubahan warna pada
percobaan ini terjadi karena iodine diabsorbsi aleh polisakarida (amilum)
sehingga terjadi pewarnaan dan polisakarida mengalami hidrolisa aleh
enzim amylase sehingga menghasilkan dekstrin dan glukosa. Penambahan
1 tetes iod pada tetesan campuran amilum dan ekstrak kacang hijau
maupun ekstrak taoge pada lempeng porselin yang menyebabkan adanya
pewarnaan, ini menunjukan bahwa pada ekstrak kacang hijau dan ekstrak
taoge mengandung enzim amilase.
V. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Enzim diatase/ amilase adalah enzim pemecaahn pati.
2. Enzim diatase/ amylase merupakan enzim Hidrolase yang dapat
mengkatalisis reaksi hidrolisis.
3. Uji benedict dilakukan untuk mengetahui adanya gugus reduksi dari
sakarid yang dihasilkan yaitu ditunjukan dengan terbentuknya endapan
CuSO4 yang berwarna merah bata.
4. Enzim diatase/ amylase dapat diekstrak dari biji kacang hijau dan biji
kecambah.
5. Aktivitas enzim diatase/ amylase dapat dipengaruhi oleh pH.
6. Enzim mempunyai pH optimum tertentu yang menyebabkan
keaktifitasannya paling tinggi. Pada pH diatas dan dibawah pH optimum
aktifitasnya enzim akan menurun.
7. Suhu pemanasan dapat mempengaruhi aktivitas enzim diatase/ amylase.
8. Enzim diatase/ amylase dapat menghidrolisa polisakarida menjadi
monosakarida maupun oligosakarida yang lebih pendek yang memiliki
gugus reduksi.
9. Hidrolisa amilum dapat menghasilkan dekstrin dan akhirnya terbentuk
glukosa.
10. Pengujian enzim amylase dari kecambah dapat dilakukan dengan uji Iod.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Hasil Uji Kandungan Pati. www.ipteknet.go.id.(diakses pada tanggal 7 Mei 2008 pukul 10.00 WIB).
Dwijo Seputro. 1980. Prinsip – prinsip Biokimia. Erlangga. Jakarta.
Lehninger, Albert L. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Erlangga. Jakarta.
Poedjiadi, Anna. 1991. Dasar-dasar Biokimia. UI Press. Jakarta
Rex. Et. al. 1993. Biokimia. Gadjah Mada University. Yogyakarta.
Tarigan, Ponis. 1983. Kimia Organik Bahan Makanan. Alumni. Bandung.
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.
2.
enzim amilase pad