contoh referat rosasea

34
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN REFERAT FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2013 UNIVERSITAS HASANUDDIN ROSASEA DISUSUN OLEH: Fatimah Yunikartika Akbar C 111 09 252 RizkyAmaliaRamadhani C 111 09 290 Noor Rashida Mohd Sidik C 111 09 844 PEMBIMBING: dr. A. Fausiah Abdullah SUPERVISOR: dr. Wiwiek Dewiyanti, M.Kes., Sp.KK 1

Upload: trihasnita

Post on 15-Jan-2016

51 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

referat

TRANSCRIPT

Page 1: contoh referat rosasea

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2013

UNIVERSITAS HASANUDDIN

ROSASEA

DISUSUN OLEH:

Fatimah Yunikartika Akbar C 111 09 252

RizkyAmaliaRamadhani C 111 09 290

Noor Rashida Mohd Sidik C 111 09 844

PEMBIMBING:

dr. A. Fausiah Abdullah

SUPERVISOR:

dr. Wiwiek Dewiyanti, M.Kes., Sp.KK

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

1

Page 2: contoh referat rosasea

2013

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : 1. Fatimah Yunikartika Akbar C111 09 252

2. RizkyAmaliaRamadhani C111 09 290

3. Noor Rashida Mohd Sidik C111 09 844

Universitas : Hasanuddin

Judul Referat : Rosasea

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu

Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, April 2013

Mengetahui,

Pembimbing Supervisor

dr. A. Fausiah Abdullah dr. Wiwiek Dewiyanti, M.Kes., Sp.KK

2

Page 3: contoh referat rosasea

DAFTAR ISI

Halaman Judul …………………………………………………………… i

Halaman Pengesahan …………………………………………………….. ii

Daftar Isi …………………………………………………………………... iii

I. Pendahuluan ……………………………………………...……… 1

II. Epidemiologi ……………………………………………...………2

III. Etiologi ……………………………………………............... 2

IV. Klasifikasi ……………………………………………...……… 3

V. Patogenesis ……………………………………………………... 7

VI. Diagnosis …………………………………………................... 9

VII. Diagnosis Banding …………………………………................... 13

VIII. Penatalaksanaan ……………………………………………... 16

IX. Prognosis ……………………………………………... 18

Daftar Pustaka……..………………………………………………………. iv

3

Page 4: contoh referat rosasea

ROSASEA

I. PENDAHULUAN

Rosasea adalah suatu penyakit peradangan yang bersifat kronik pada

kulit, berbentuk seperti akne yang umumnya terjadi pada kelenjar

pilosebaseus di wajah dan dapat merusak kontur wajah sehingga tampak

lebih cembung, terutama pada bagian hidung, pipi, dagu, dan dahi. Penyakit

ini ditandai juga dengan adanya eritema yang berkepanjangan dan

telangiektasis disertai dengan papul atau pustul. Selain itu, pada periode

tertentu wajah tampak kemerahan dan terasa panas terbakar yang terjadi

hanya dalam beberapa menit (flushing).(1-3)

Pada kenyataannya tidak semua kasus sesuai dengan gambaran ini, di

mana tidak semua ciri-ciri selalu muncul. Suatu usaha dilakukan baru-baru

ini untuk menentukan kriteria diagnosis menyimpulkan bahwa adanya satu

atau lebih dari tanda-tanda berikut dengan distribusi pada bagian sentral

wajah dipikirkan sebagai rosasea yaitu flushing (kulit kemerahan dan terasa

panas terbakar), eritema non transient, papul, pustul, dan telangiektasis.(2, 4)

Walaupun rosasea telah banyak diketahui secara umum, rosasea tetap

menjadi suatu kontroversi terutama pada ahli-ahli dermatologi, sebagian

besar disebabkan karena patofisiologi yang belum jelas dan variasi gejala

klinisnya. Pada praktiknya para klinisi dapat dengan mudah

mengidentifikasi muka merah sebagai rosasea, walaupun terkadang

dermatitis perioral, post adolescent acne, dan pemberian steroid topikal

yang berlebihan memberikan gambaran klinis yang sama.(5)

Sebagian besar para ahli meyakini bahwa perubahan vaskular,

terutama flushing merupakan suatu gambaran yang khas dan konstan yang

diikuti dengan progresifitas ke arah inflamasi (papul dan pustul) dan adanya

limfedema kronik, penebalan kulit, dan rinofima merupakan suatu

komplikasi lanjut. Walaupun demikian, banyak kasus yang tidak

menunjukkan pola yang jelas tentang hal tersebut.(2)

4

Page 5: contoh referat rosasea

II. EPIDEMIOLOGI

Rosasea lebih sering terjadi pada bangsa kulit putih (ras kaukasoid).

Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan orang Afrika dan orang

Asia juga dapat menderita rosasea. Pada bangsa kulit putih ditemukan

penderita rosasea sekitar 10% dari jumlah total bangsa kulit putih.(1, 2, 5, 6)

Puncak insiden dan beratnya penyakit terjadi pada dekade ketiga dan

keempat, pada usia 30-50 tahun, dengan insiden puncak antara 40-50 tahun.

Walaupun demikian, anak-anak, remaja, dewasa muda dan usia lanjut dapat

menderita rosasea.(1, 6)

Berdasarkan jenis kelamin, pada umumnya rosasea lebih sering terjadi

pada perempuan dibanding laki-laki. Tapi rinofima, salah satu jenis rosasea,

lebih sering menyerang laki-laki dibanding perempuan.(2)

Data insiden rosasea pada kelompok etnik yang berbeda sangat

bervariasi dan secara umum data ini masih kurang dan lemah, tetapi dapat

disimpulkan bahwa insiden dan mungkin deteksi rosasea tertinggi pada

individu dengan kulit tipe I dan II, diikuti ras Asia dan insiden terendah

pada populasi berkulit hitam. Insidensi penyakit ini juga sering didapatkan

pada penduduk di Celtic (fototipe kulit I dan II) dan Mediterania Selatan.

Frekuensi yang rendah atau jarang terdapat pada orang yang berwarna kulit

gelap (fototipe kulit V dan VI, warna kulit coklat dan hitam).(1)

III. ETIOLOGI

Etiologi rosasea tidak diketahui secara pasti. Ada berbagai hipotesis

mengenai faktor penyebab, yaitu(4, 6) :

1. Makanan dan minuman

Alkohol dan makanan berbumbu pedas diduga merupakan penyebab

rosasea. Bahkan konstipasi, penyakit gastrointestinal dan penyakit

kelenjar empedu telah pula dianggap sebagai faktor penyebabnya.

2. Psikis/emosional

Belum banyak penelitian mengenai hubungan psikis dengan insiden

terjadinya rosasea. Namun diduga ini terjadi akibat stres yang

5

Page 6: contoh referat rosasea

berlebihan sehingga mengganggu fungsi kerja hormon yang nantinya

memicu reaksi inflamasi.

3. Obat-obatan

Adanya peningkatan bradikinin yang dilepaskan oleh adrenalin pada

saat kulit kemerahan menimbulkan dugaan adanya peran berbagai obat,

baik sebagai penyebab maupun yang dapat digunakan sebagai terapi

rosasea.

4. Infeksi

Demodex folliculorum dahulu dianggap berperan pada etiologi rosasea.

Walaupun demikian, keterlibatan Demodex folliculorum ini masih perlu

dibuktikan.

5. Musim/iklim

Peran musim panas atau musim dingin termasuk di dalamnya peran

sinar ultraviolet yang dapat menimbulkan kerusakan pembuluh darah

kulit sebagai penyebab eritema persisten masih diselidiki.

6. Imunologi

Di lapisan dermoepidermal penderita rosasea ditemukan adanya deposit

imunoglobulin oleh beberapa peneliti sedangkan di kolagen papiler

ditemukan antibodi antikolagen dan antinuklear antibodi sehingga ada

dugaan faktor imunologi pada rosasea.

7. Lainnya

Defisiensi vitamin dan hormonal diduga sebagai penyebab penyakit ini.

IV. KLASIFIKASI

National Rosacea Expert (NRS) Commitee, pada tahun 2002

menetapkan subtipe rosasea dan menggolongkannya ke dalam subtipe

eritematotelangiektasis, papulopustular, phymatous dan okular.(4, 5)

1. Tipe Eritematotelangiektasis (Erythematotelangiectatic type)

Rasa perih pada bagian sentral wajah, sering disertai dengan rasa panas

dan terbakar yang merupakan tanda utama rosasea tipe

eritematotelangiektasis (ETR). Warna kemerahan biasanya tersebar di

6

Page 7: contoh referat rosasea

kulit sekitar mata. Pasien-pasien dengan rosasea tipe ini memiliki kulit

bertekstur baik dengan penurunan kualitas kelenjar sebasea. Area yang

eritem pada wajah terlihat kasar dengan batas seperti suatu proses yang

kronik, seperti dermatitis ringan. Faktor pencetus yang paling sering

menyebabkan rasa panas/terbakar ini termasuk stres emosional,

minuman panas, alkohol, makanan berbumbu pedas, latihan, cuaca

dingin atau panas. Pasien mengeluh rasa panas dan terbakar bertambah

ketika menggunakan obat-obat topikal.(4, 7)

Gambar 1. Erythematotelangiectatic type (4)

2. Tipe papulopustular (Papulopustular rosacea)

Rosasea papulopustular (PPR) merupakan bentuk klasik rosasea.

Kebanyakan penderita adalah wanita berusia pertengahan dengan

keluhan papul dan pustul pada bagian sentral wajah (central portion).

Telangiektasis yang terjadi agak sulit dibedakan dengan eritema.(4, 7)

7

Page 8: contoh referat rosasea

Gambar 2. Papulopustular rosacea(1)

3. Rosasea phymatous (phymatous rosacea)

Rosasea tipe ini merupakan rosasea dengan penebalan pada kulit dan

permukaan nodul yang iregular di daerah hidung, dagu, dahi, satu atau

kedua telinga, dan atau kelopak mata. Terdapat empat pembagian tipe

rinofima (suatu perubahan pada hidung) secara histologis yaitu tipe

glandula (akibat hiperplasia kelenjar sebasea) dan merupakan tipe yang

lebih dominan, tipe fibrosa (akibat hiperplasia jaringan konektif), tipe

fibroangiomatosis (hiperplasia jaringan ikat dan pelebaran pembuluh

darah), dan tipe aktinik (akibat massa nodular jaringan elastis).(4, 6, 7)

Gambar 3. Phymatous rosacea dan inflamasi(4)

8

Page 9: contoh referat rosasea

4. Rosasea okular (Ocular rosacea)

Manifestasi okular meliputi blefaritis, konjungtivitis, peradangan pada

kelopak mata dan kelenjar Meibom, hiperemis konjungtiva

interpalpebra dan telangiektasis konjungtiva. Pasien mungkin mengeluh

mata terasa perih atau terbakar, kering, dan iritasi dengan sensasi benda

asing atau sensasi cahaya. Rosasea okular hampir mirip dengan rosasea

phymatous, tetapi memiliki manajemen terapi yang berbeda. Oleh

karena itu, harus ditanyakan pada pasien tentang keluhan dan gejala

okular dan dilakukan pemeriksaan fisis untuk menentukan tipe rosasea.(4, 7)

Plewig dan Kligman mengklasifikasikan rosasea berdasarkan

stadium sebagai berikut(1) :

1. Stadium I : eritema persisten dengan telangiektasis

2. Stadium II : eritema persisten, telangiektasis, papul, pustul kecil

3. Stadium III : eritema persisten yang dalam, telangiektasis yang

tebal, papul, pustul, nodul, jarang ada edema padat/keras pada

bagian sentral wajah.

Pada klasifikasi ini, stadium I analog dengan tipe

eritematotelangiektasis, stadium II dengan tipe papulopustular, dan

stadium III analog dengan tipe phymatous.(5)

Progresi dari satu stadium ke stadium lain tidak selalu terjadi.

Rosasea dapat dimulai dengan stadium II atau III dan stadium-stadium

itu dapat terjadi bersamaan.(1)

Gambar 4. Ocular Rosacea(5)

9

Page 10: contoh referat rosasea

V. PATOGENESIS

Patogenesis rosasea adalah multifaktorial, tetapi sangat jelas

hubungannya dengan hiperaktivitas vaskular. Eritema pada rosasea ini

disebabkan oleh dilatasi pembuluh darah superfisial wajah. Diduga terjadi

atrofi pars papilare dermis yang menyebabkan visualisasi kapiler kulit

menjadi lebih jelas.(7, 8)

Pasien rosasea memberikan riwayat wajah yang mudah memerah dan

mengeluhkan warna kulit yang memerah sedikit demi sedikit. Makanan dan

obat-obatan yang menginduksi vasodilatasi wajah terlihat sejalan dengan

perkembangan rosasea. Pasien dengan rosasea memiliki kulit yang mudah

teriritasi. Sebagai contoh, pasien sering mengeluh mengalami rasa perih dan

terbakar jika menggunakan kosmetik dan obat-obatan topikal. Vasodilatasi

pasien rosasea lebih besar dan persisten dibandingkan yang terlihat pada

orang normal. Stimulasi suhu adalah penyebab dari food-induced flushing

pada kebanyakan pasien, misalnya suhu kopi dan teh yang panas dapat

menyebabkan wajah kemerahan. Walaupun rosasea tidak secara umum

dianggap sebagai penyakit neurokutaneus, penting diketahui bahwa flushing

atau wajah kemerahan dimediasi oleh suatu fungsi neural dan dengan

demikian rosasea pun memiliki dasar neurologi.(4)

Didapatkan adanya hubungan yang erat antara sistem vaskular dan

sistem imun, sama seperti pemberian anti inflamasi yang pada kenyataan

cukup efektif sebagai terapi rosasea. Hal ini memberi kesan bahwa sel-sel

radang seperti neutrofil dan mediator inflamasi lainnya merupakan faktor

utama patofisiologi terjadinya rosasea.(8)

Ketidakstabilan pembuluh darah (vascular instability/vascular

lability) terjadi karena faktor hormon, stres emosional, makanan, paparan

sinar matahari, pelepasan substansi vasoaktif dan infestasi Demodex

folliculorum. Hal ini mengakibatkan terjadi pelepasan mediator inflamasi, di

antaranya yaitu sitokin yang akan menginduksi terjadinya proses inflamasi.(7, 8)

10

Page 11: contoh referat rosasea

Flushing atau rasa panas pada rosasea lebih sering dimediasi oleh

pelepasan substansi vasoaktif daripada mekanisme refleks saraf, tetapi hal

ini belum dapat ditetapkan sebagai dasar patofisiologi dan kedua mekanisme

ini pun dapat berperan penting. Mediator inflamasi yang dimaksud termasuk

serotonin, bradikinin, prostaglandin, substansi P, peptida opiod dan gastrin.

Kadar substansi P dalam darah meningkat pada beberapa pasien tetapi tidak

selalu terjadi. Peptida opiod dikemukakan sebagai mediator dari flushing

pada rosasea berdasarkan aksi supresi dari antagonis opiod, nalokson.

Sering pula dianggap bahwa rosasea berhubungan dengan gejala-gejala pada

gastrointestinal, walaupun hanya sedikit bukti nyata yang mendukung

pendapat ini.(2, 8)

Demodex folliculorum seringkali ditemukan pada folikel pustul yang

meradang pada hidung penderita rosasea. Demodex folliculorum merupakan

suatu tungau yang hidup dalam lumen folikel glandula sebasea pada kepala

yang diduga sebagai penyebab rosasea pada usia pertengahan. Spesies

Demodex (tungau yang secara normal hidup pada folikel rambut manusia)

mungkin berperan dalam patogenesis rosasea. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa Demodex folliculorum menyukai daerah kulit yang

merupakan predileksi rosasea seperti hidung dan pipi. Demodex

folliculorum ini terlihat lebih banyak pada pasien rosasea papulopustular

dibandingkan dengan individu normal. Selain itu, folikel yang didiami oleh

tungau ini dapat memberikan respon inflamasi lokal.(2, 4, 9)

Banyak peneliti juga mengemukakan bahwa terjadi infiltrasi respon

imun sel T-helper yang mengelilingi antigen Demodex folliculorum pada

pasien rosasea. Walaupun demikian, penelitian lain menunjukkan pula hal

yang sebaliknya. Penelitian tersebut menyatakan bahwa Demodex

folliculorum tidak menyebabkan respon inflamasi pada rosasea. Oleh sebab

itu, diperlukan lebih banyak penelitian dan studi untuk menentukan apakah

Demodex folliculorum bersifat patogen.(4)

Kerusakan jaringan yang disebabkan oleh photoaging/solar aging

akibat paparan sinar matahari juga berperan dalam patogenesis rosasea

11

Page 12: contoh referat rosasea

karena terjadi aktivasi sistem imun yang dapat mengakibatkan inflamasi.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, paparan sinar matahari juga dapat

mengakibatkan ketidakstabilan vaskular yang akhirnya menginduksi

pelepasan mediator-mediator inflamasi. Degradasi aktinik pada vaskular dan

kolagen perivaskular serta jaringan elastis secara langsung menurunkan

integritas mekanik pembuluh darah dan meningkatkan hiperesponsif

pembuluh darah kecil di wajah.(4, 7, 8)

Angiogenesis yang dicetuskan oleh inflamasi dapat pula dihubungkan

dengan timbulnya telangiektasis. Faktor angiogenik disimpan dalam matriks

ekstraselular dilepaskan oleh protease neutrofil atau dilepaskan dan

diaktivasi oleh makrofag.(8)

Proses inflamasi selanjutnya berperan dalam patogenesis eritema dan

telangiektasis. Enzim-enzim degradasi, termasuk protease seperti elastase

yang dilepaskan dari neutrofil yang teraktivasi akan merusak jaringan ikat

yang mengelilingi pembuluh darah.(8)

Solar elastosis dapat pula menyebabkan kegagalan sistem limfatik.

Ketika volume eksudat protein berlebih dalam drainase sistem limfatik,

cairan ekstraseluler terakumulasi pada kulit bagian superfisial. Hal ini

mengakibatkan terjadinya edema pada kulit dan peradangan, dimana

seringkali didahului dengan hipertrofi jaringan ikat. Neutrofil ini

melepaskan protein yang mendegradasi protein matriks, menyebabkan

fibroplasias, suatu proses awal terjadinya rinofima.(8)

VI. DIAGNOSIS

A. Manifestasi Klinik

Rosasea terbatas pada wajah dan kulit kepala serta bermanifestasi

dalam 4 fase yaitu fase pra rosasea, fase vaskular, fase inflamasi dan

fase lanjut.(10)

Pada fase pra rosasea, pasien mengeluhkan kulit yang kemerah-

merahan, disertai dengan rasa perih yang tidak nyaman. Pencetus yang

umumnya dilaporkan untuk kelainan ini di antaranya adalah paparan

12

Page 13: contoh referat rosasea

sinar matahari, stres emosional, cuaca panas atau dingin, alkohol,

makanan berbumbu pedas, latihan berat, angin, kosmetik, dan air mandi

yang panas atau air minum yang panas. Gejala-gejala ini menetap

sepanjang fase lain penyakit ini.(2, 10)

Pada fase vaskular, pasien mengalami eritema pada wajah dan

edema dengan telangiektasis multipel, kemungkinan sebagai akibat dari

instabilitas vasomotor yang persisten atau menetap. Pada fase inflamasi,

sering diikuti dengan perkembangan papul dan pustul yang steril.(6, 10)

Beberapa pasien berkembang ke tahap lanjut rosasea, ditandai

dengan hiperplasia jaringan kasar pada pipi dan hidung (rinofima) yang

disebabkan oleh inflamasi jaringan, deposit kolagen dan hiperplasia

glandula sebasea. Rosasea okular bermanifestasi sebagai kombinasi dari

blefarokonjungtivitis, iritis, skleritis, dan keratitis, menimbulkan rasa

gatal, sensasi benda asing, eritema, dan edema pada mata.(6, 10)

Secara umum, terdapat riwayat wajah kemerahan dan rasa

perih/terbakar dengan peningkatan temperatur kulit sebagai respon dari

stimulus panas pada mulut (saat meminum air panas), makanan pedas,

dan alkohol. Paparan sinar matahari (rosasea sering dihubungkan

dengan solar elastosis) dan udara panas (misalnya pada koki yang

selalu berdekatan dengan kompor yang panas) dapat mengakibatkan

terjadi eksaserbasi. Akne dapat didahului dengan rosasea selama

bertahun-tahun, meskipun demikian, rosasea mungkin dan biasanya

timbul tanpa didahului riwayat akne atau seboroik.(1, 2)

Lesi pada kulit meliputi(1) :

1. Lesi awal pada kulit

Warna kemerahan yang terasa panas (red face), papul yang kecil

dan papulopustul (2-3 mm), pustul sering kecil dan berada pada

apeks papul. Tidak terdapat komedo.

2. Lesi Lanjut

Wajah berwarna merah dan papul yang merah kehitaman dan

terdapat nodul. Lesi tersebar dan memiliki ciri-ciri tersendiri.

13

Page 14: contoh referat rosasea

Telangiektasis ditandai adanya hiperplasia kelenjar sebasea dan

limfadema pada rosasea yang kronik menyebabkan

ketidakteraturan bentuk hidung, dahi, kelopak mata, telinga dan

dagu. Karakteristik distribusi rosasea adalah lesi yang lokasinya

simetris pada wajah. Jarang pada leher, dada (area berbentuk V),

punggung, dan kulit kepala.

3. Lesi yang khas, meliputi rinofima (pembesaran hidung), metofima

(pembesaran pada dahi), blefarofima (pembengkakan kelopak

mata), otofima (pembengkakan daun telinga yang mirip seperti

bunga kol), dan gnatofima (pembengkakan dagu) karena

hiperplasia dari glandula sebasea dan terjadi fibrosis. Pada palpasi,

lesi khas tersebut terasa lembut dan kenyal seperti karet.

Keterlibatan mata pada rosasea berakibat blefaritis kronik,

konjungtivitis, dan episkleritis. Keratitis rosasea, sekalipun jarang,

dapat timbul.

Gambar 5. Rosasea stadium III dengan rinofima(1)

B. Histopatologi

Perubahan histologi tergantung stadium dari proses yang terjadi.

Biasanya terdapat ketidakteraturan pada jaringan ikat kulit bagian atas,

14

Page 15: contoh referat rosasea

ditandai dengan adanya edema, kerusakan serabut otot dan sering

terjadi elastosis yang berat. Fase inflamasi ditandai adanya sel limfosit,

histiosit, polimorfonuklear, sel plasma, dan benda asing tipe giant cell.

Demodex folliculorum seringkali ditemukan pada folikel rambut daerah

yang mengalami gangguan.(6, 9)

Tidak ada gambaran histologis yang spesifik untuk rosasea, tetapi

kombinasi dari beberapa tanda-tanda klinik dapat digunakan untuk

menegakkan diagnosis. Gambaran histopatologis yang paling sering

ditemukan pada rosasea adalah infiltrasi sel radang limfohistiosit dalam

jumlah besar yang letaknya agak berjauhan satu dengan yang lain di

sekitar pembuluh darah kulit, telangiektasis, edema, elastosis, dan

terdapat gangguan struktur kulit bagian atas.(2, 11)

Gambar 6. Gambaran histopatologi dari rosasea(2)

C. Pemeriksaan Laboratorium

Tidak ada tes diagnostik yang spesifik sebab diagnosis utamanya

didasarkan atas gambaran klinik saja. Kultur bakteri dapat dilakukan

jika dicurigai terdapat infeksi Staphylococcus aureus dan secara khusus

infestasi Demodex folliculorum.(1, 10)

15

Page 16: contoh referat rosasea

VII. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding rosasea terbagi atas dua kelompok gejala klinik

rosasea yaitu papul/pustul wajah dan flushing atau eritema.(1)

1. Papul atau pustul pada wajah

a. Akne vulgaris

Dapat terjadi pada umur remaja, kulit seboroik, terdapat

komedo, papul, pustul, nodus, kista. Tempat predileksi muka, leher,

bahu, dada, dan punggung bagian atas. Tidak ada telangiektasis.

Sedangkan pada rosasea, tidak terdapat komedo, ditemukan dilatasi

vaskular, terjadi pada usia pertengahan, dan umumnya terbatas pada

2/3 wajah.(6, 11)

Gambar 7. Akne Vulgaris(1)

b. Dermatitis perioral

Terjadi pada wanita muda, tempat predileksi sekitar mulut dan

dagu, polimorfi tanpa telangiektasis dan keluhan gatal.(6)

Berbeda dengan rosasea, pada dermatitis perioral tidak terdapat

telangiektasis dan flushing.(2)

16

Page 17: contoh referat rosasea

Gambar 8. Dermatitis perioral(1)

2. Flushing atau eritema pada wajah

a. Dermatitis Seboroik

Dermatitis seboroik sering terjadi bersama-sama dengan rosasea,

tetapi yang membedakannya yaitu pada dermatitis seboroik terdapat

skuama berminyak dan agak gatal dengan tempat predileksi

retroaurikular, alis mata, dan sulkus nasolabialis.(2, 6)

Gambar 9. Dermatitis seboroik pada wajah. Terlihat eritema dan skuama

kekuningan pada dahi , pipi, sulkus nasolabialis dan dagu(1)

17

Page 18: contoh referat rosasea

b. Lupus Eritematosus Sistemik

Meskipun SLE dapat menstimulasi terjadinya rosasea, namun

klinis terlihat eritema dan atrofi pada pipi dan hidung dengan batas

tegas dan berbentuk kupu-kupu.(6)

Gambar 10. SLE nampak gambaran eritema pada kedua pipi yang memberi

gambaran mirip kupu-kupu(1)

c. Dermatomiositis

Dermatomiositis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik

yang menyerang kulit dan atau otot rangka. Dermatomiositis ditandai

oleh adanya edema dan inflamasi periorbita, eritema pada wajah,

leher, dan bagian atas tubuh.(1)

Gambar 11. Dermatomiositis. Terdapat eritema dan edema pada wajah, terutama

pada daerah sekitar mata(1)

18

Page 19: contoh referat rosasea

VIII. PENATALAKSANAAN

Topikal

Penatalaksanaan awal yang dapat dilakukan adalah menjauhkan dari

bahan – bahan yang dapat mengiritasi seperti sabun, alkohol, larutan obat,

dan yang dapat merusak kulit. Hanya sabun tertentu yang dapat digunakan.

Melindungi diri dari sinar matahari sangat penting dilakukan yaitu dengan

faktor pelindung 15 atau yang lebih tinggi selalu di rekomendasikan seperti

spektrum UVA dan UVB.(5, 6, 11-13)

Biasanya antibiotik efektif pada pasien dengan akne. Tetracycline,

Eritromycin dan Klindamycin dengan konsentrasi 0,5% - 2% sering

diberikan. Metronidazole adalah derivate synthetic antibacteri dan

antiprotozoa. Dari peneitian klinis, metronidazole 0,75% gel tropikal atau

krim 1% dapat menyembuhkan lesi hingga 68% – 91%. Bentuk gel adalah

yang paling efektif untuk papul dan pustul rosasea.(1, 5, 6, 11-13)

Imidazole juga biasa digunakan untuk rosasea. Mekanisme kerjanya

adalah sebagai anti inflamasi dan imunosupresan dan bactericidal. Efek

toksin imidazole sangat rendah dan bisa mentoleransi kulit pasien yang

sensitif. Adapalene Neftoic acid derivate terbaru dengan poten retinoid acid

reseptor agonis dan anti inflamasi. Adapalene terbukti aman sebagai

penatalaksanaan topikal untuk akne dan kulit yang teriritasi. Adapalene gel

0,1% berefek kuat pada papul dan pustul tapi kurang signifikan pada eritem

dan telangiektasis.(6, 11-14)

Retinoid topikal adalah pilihan lain. Contohnya isotretinoin 0,2% yang

mengurangi iritasi dan inflamasi lesi di stage II dan stage III. Topikal

kortikosteroid bisa digunakan kecuali untuk rosasea fulminant.(6, 11, 14)

Sistemik

Rosasea sangat berespon baik terhadap antibiotik oral. Eritromycin

biasanya efektif tetapi tetracyclin yang paling efektif. Tetracyclin-HCL,

oxytetracyclin, doxyciclin dan minocycline biasanya efektif dalam

mengontrol papul dan pustul dari rosasea dan mengurangi eritem. Dapat

19

Page 20: contoh referat rosasea

dimulai dengan dosis 1 – 1,5 g tetracyclin-HCL dan oxytetracyclin per hari,

serta 50 g minocycline dan doxyciclyn diberikan dua kali sehari. Tetracyclin

oral efektif pada roasea oftalmica.(1, 2, 6, 11, 12)

Isotretionin juga efektif meskipun mempunyai resiko yang lebih

daripada tetracyclin. Obat ini bisa digunakan untuk rosasea yang resisten

terutama yang tidak berespon terhadap antibiotik, seperti rosasea lupoid,

rosasea stage III, rosasea gram negatif, rosasea conglobate, rosasea

fulminant. Dosisnya 0,5 – 1 mg/kg/hari. Efek samping pada mata yang

paling sering terjadi.(1, 2, 5, 6, 11-13)

Pemberian kortikosteroid biasanya diberikan pada rosasea fulminant

contohnya prednisolon 1 mg/kg/hari diberikan selama 7 hari.(11, 12)

20

Page 21: contoh referat rosasea

Tabel 1. Treatment of Papulopustular Rosacea(15)

IX. PROGNOSIS

Rosasea umumnya persisten, berangsur bertambah berat melalui

episode akut. Namun ada pula yang remisi secara spontan.(6)

21

Page 22: contoh referat rosasea

DAFTAR PUSTAKA

1. Wolff K, Johnson RA. Rosacea. Disorders of Sebaceous and Apocrine

Glands. In: Wolff K, Johnson RA, editors. Fitzpatrick’s Color Atlas and

Synopsis of Clinical Dermatology. 6th ed. New York: McGraw-Hill

Companies; 2009. p. 3, 9-13, 5, 50, 372, 9.

2. Jones JB. Rosacea. Rosacea, Perioral Dermatitis, and Similar Dermatoses,

Flushing and Flushing Syndrome. In: Burns T, Breathnach S, Cox N,

Griffths C, editors. Rook’s Text Book of Dermatology. 7th ed.

Massachusets: Blackwell Publishing Company; 2004. p. 2199-204.

3. Diamantis S, Waldorf HA. Rosacea : Clinical Presentation and

Pathophysiology. J Drugs Dermatol. 2006.

4. Crawford GH, Pelle MT, James WD. Rosacea: I. Etiology, pathogenesis,

and subtype classification. J Am Acad Dermatol. 2004;51:327-41.

5. Pelle MT. Rosacea. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,

Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology In General

Medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2008. p. 703-9.

6. Wasitaatmajaya SM. Rosasea. Akne, Erupsi, Akneiformis, Rosasea,

Rinofima. In: Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin. 6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.

p. 261-3.

7. Padova MPD, Iorizzo M, Tosti A. Rosacea. In: Tosti A, Grimes PE, Padova

MPD, editors. Color Atlas of Chemical Peels. New York: Springer; 2002. p.

185-98.

8. Bikowski J, Torok L, Torok H. Rosacea Management: A Three-Pronged

Approach. Practical Dermatology. 2007:60-3.

9. Rosacea. In: James WD, G.Berger T, Elston DM, editors. Andrew’s

Dissease of The Skin Clinical Dermatology. 10th ed. Philadelphi: Saunders

Company; 2006. p. 245-8.

10. Wilkin J, Chair, Dahl M, Detmar M, Drake L, Liang MH, et al. Standard

grading system for rosacea: Report of the National Rosacea Society Expert

22

Page 23: contoh referat rosasea

Committee on the Classification and Staging of Rosacea. J Am Acad

Dermatol. 2004;50:907

11. Bolognia JL, Jorizzo J, Rapini RP. Rosacea. Acne and Acneiform

Dermatoses. In: Callen JP, Horn TD, Mancini AJ, Salasche SJ, Schaffer JV,

Schwarz T, et al., editors. Dermatology. 2nd ed. Philadelphia: W.B. Saunders

Company; 1985.

12. Gupta A, Chaudhry M. Rosacea and its management: an overview. JEADV.

2005;19:273-85.

13. Jansen T, Plewig G. Rosacea: classification and treatment. J R Soc Med.

1997;90:144-50.

14. Altinyazar HC, Koca R, Tekin NS, Esturk E. Adapalene vs. metronidazole

gel for the treatment of rosacea. Int J Dermatol. 2005;44:252-5.

15. Powell FC. Rosacea. N Engl J Med. 2005;352:793-803.

23