conto lpr

32
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan penunjang medis yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam menegakkan diagnosa suatu penyakit. Oleh karenanya, sumber daya manusia bagian radiologi khususnya radiografer harus mempunyai pengetahuan memadai dan kecermatan yang tinggi dalam melaksanakan tugas sehari-hari sehingga dapat menghasilkan suatu radiografi yang mampu memberikan informasi secara akurat dan optimal tentang keadaan anatomis, fisiologis dan patologis dari organ yang di periksa. Pemeriksaan yang memerlukan kecermatan yang tinggi salah satu diantaranya adalah pemeriksaan abdomen akut . Akut abdomen merupakan suatu gangguan yang mendadak di dalam rongga abdomen yang memerlukan tindakan segera(cito), contoh kasus akut abdomen adalah gangguan pada usus (ileus) yang terdiri dari ileus obsruktuksi dan ileus paralitik. Pemeriksaan akut abdomen pada umumnya penderita tidak dapat di ajak kerja sama karena mengalami kesakitan yang cukup serius sehingga dalam melakukan tindakan dibutuhkan kecermatan yang tinggi. Pada pemeriksaan abdomen akut atau cito abdomen ada beberapa posisi yang digunakan yaitu posisi AP supine, AP tegak, dan LLD .Sebagaimana yang penulis amati, selama praktek di berbagai rumah sakit terutama di RS. Ibnu Sina

Upload: ardhy-basir

Post on 21-Jul-2015

2.685 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Conto lpr

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan penunjang medis yang

mempunyai peranan yang sangat penting dalam menegakkan diagnosa suatu

penyakit. Oleh karenanya, sumber daya manusia bagian radiologi khususnya

radiografer harus mempunyai pengetahuan memadai dan kecermatan yang tinggi

dalam melaksanakan tugas sehari-hari sehingga dapat menghasilkan suatu

radiografi yang mampu memberikan informasi secara akurat dan optimal tentang

keadaan anatomis, fisiologis dan patologis dari organ yang di periksa.

Pemeriksaan yang memerlukan kecermatan yang tinggi salah satu

diantaranya adalah pemeriksaan abdomen akut . Akut abdomen merupakan suatu

gangguan yang mendadak di dalam rongga abdomen yang memerlukan tindakan

segera(cito), contoh kasus akut abdomen adalah gangguan pada usus (ileus) yang

terdiri dari ileus obsruktuksi dan ileus paralitik. Pemeriksaan akut abdomen pada

umumnya penderita tidak dapat di ajak kerja sama karena mengalami kesakitan

yang cukup serius sehingga dalam melakukan tindakan dibutuhkan kecermatan

yang tinggi.

Pada pemeriksaan abdomen akut atau cito abdomen ada beberapa posisi

yang digunakan yaitu posisi AP supine, AP tegak, dan LLD .Sebagaimana yang

penulis amati, selama praktek di berbagai rumah sakit terutama di RS. Ibnu Sina

Page 2: Conto lpr

2

“PROSEDUR PEMERIKSAAN BNO IVP DENGAN KLINIS ILEUS

PARALITIK DI RADIOLOGI IRD RS. IBNU SINA MAKASSAR.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi masalah untuk

dibahas dalam karya tulis ini yaitu bagaimana prosedur pemeriksaan bno ivp

dengan klinis ileus paralitik di Rumah Sakit Ibnu Sina ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penulisan dalam karya tulis ini adalah untuk

mengetahui prosedur pemeriksaan BNO IVP dengan klinis ileus paralitik di

Rumah Sakit radiologi IBNU SINA.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan karya tulis ini adalah;

1. Dapat mengetahui tatacara pelaksanaan BNO IVP dengan klinis ileus

paralitik .

2. Dapat dijadikan acuan untuk lanpor selanjutnya.

Page 3: Conto lpr

3

E. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II : KAJIAN TEORITIS

Bab ini merupakan kajian literatur(kepustakaan) yang menjadi acuan

atau acuan dari isi tulisan.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi tentang metode penulisan yang di dalamnya

menyangkut jenis penelitian(penulisan), tempat, dan waktu

penelitian serta teknik pemeriksaan.

BABIV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang hasil penelitian, analisis, dan pembahasan.

BABV : PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari semua pelaksanaan

pengamatan dan tentang saran-saran dari penulisan yang berkaitan

dengan hasil pengamatan.

Page 4: Conto lpr

4

BAB II

KAJIAN TEORITIS

BNO IVP (blaas nier oversight) atau KUB (Kidney Ureter Bladder) IVU

(Intra Venous Urography)

Adalah suatu tindakan untuk memvisualisasikan anatomi, dan fungsi ginjal ureter

dan kandung kencing. Termasuk didalamnya fungsi pengisian dan pengosongan buli.

Pemeriksaan ini diindikasikan untuk:

1. Kecurigaan adanya batu disaluran kencing.

2. Kecurigaan tumor/keganasan traktus urinarius.

3. Gross hematuria.

4. Infeksi traktus urinarius yang berulang setelah terapi antibiotik yang adekuat.

5. Pasca trauma deselerasi dengan hematuria yang bermakna.

6. Trauma dengan jejas di flank dengan riwayat shock, dan shok telah stabil.

7. Menilai/evaluasi/follow up tindakan urologis sebelumnya.

Untuk trauma traktus urinarius gold standard adalah CT scan dengan kontras.

Dilakukan BNO-IVP jika tidak dapat dilaksanakan CT scan (biaya, tidak adanya

fasilitas). Untuk usia anak anak, jika terdapat hematuria berapapun (any degree of

hematuria) telah masuk indikasi BNO IVP, meskipun tidak terdapat riwayat shock.

Page 5: Conto lpr

5

A. Anatomi

Peritoneum

Peritoneum adalah membrane serosa rangkap yang terbesar di dalam

tubuh. Peritoneum terdiri dari dua bagian utama, yaitu peritoneum parietal yang

melapisi dinding rongga abdominal bagian luar dan peritoneum visceral yang

menyelaputi seluruh rongga yang berada di dalam rongga itu.

Ruang yang terdapat di antara dua lapisan ini disebut ruang peritoneal,

pada laki-laki berupa kantong tertutup sedangkan pada perempuan berupa

kantong terbuka di tubafallopi.

Fungsi peritoneum adalah menutup sebagian besar dari organ-organ

abdomen dan pelvis, membentuk perbatasan halus yang memungkinkan organ

saling bergeseran tanpa ada gesekan. (pearce Evelyn C.,1979).

Gambar.2.1.

Anatomi Rongga Abdomen

Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis

(Hal. 198)

Keterangan

1. Rongga peritoneum kecil

2. Omentum minus

3. Rongga peritoneum besar

4. Lambung

5. Meso-kolon transversum

Page 6: Conto lpr

6

6. Kolon transversum

7. Omentum mayus

8. Mesenterium

9. Usus halus

Abdomen merupakan rongga terbesar dalam tubuh, bentuknya lonjong dan

meluas dari diafragma sampai pelvis bawah. Rongga abdomen dibagi menjadi

dua bagian yaitu rongga sebelah atas ukurannya lebih besar dan rongga sebelah

bawah ukurannya lebih kecil (pelvis).

Batas-batas abdomen meliputi diafragma atas, di bagian bawah adalah pintu

masuk panggul dari panggul besar di bagian depan dan di kedua sisi samping

adalah otot-otot abdominal, tulang-tulang iliaka dan iga-iga sebelah bawah

dibelakang punggung dan otot psoas .(Pearce Evelyn C.,hlm 184).

1. Isi abdomen

Rongga abdomen berisi sebagian besar dari saluran pencernaan yaitu

lambung, usus halus dan usus besar, selain itu pada rongga abdomen berisi

pula hati, pancreas, ginjal, beserta kelenjar suprarenal, aorta abdominalis,

vena cava inferior, pembuluh limfa, dan kelenjar peritoneum dan lain-lain

(pearc Evelyn C.,hlm 184).

a. Hati

Page 7: Conto lpr

7

Hati menempati bagian kanan atas, terletak di bawah diafragma dan

menutupi lambung dan bagian pertama usus halus.kandung empedu

terletak dibawah hati.

b. Pancreas

Pancreas terletak dibelakang lambung, dan limfa terletak didekat

ujung pancreas.

c. Ginjal dan kelenjar suprarenal

Berada diatas dinding posterior abdomen. Uereter berjalan melalui

abdomen dari ginjal.

d. Aorta abdominalis, vena cava inferior, dan sebagian dari saluran torasika

terletak didalam abdomen

e. Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti

kandang keledai.Terdiri dari 3 bagian yaitu: Kardia, Fundus, Antrum.

Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara

ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang

melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting yaitu Lendir, asam klorida

(HCl) dan Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein).

f. Usus halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan

yang terletak di antara lambung dan usus besar.

Page 8: Conto lpr

8

Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari

(duodenum), usus kosong (jejunum) dan usus penyerapan (ileum).

1. Usus dua belas jari (Duodenum)

2. Usus Kosong (jejenum)

3. Usus Penyerapan (illeum)

g. Usus Besar (Kolon)

Gambar 2.2

Usus Besar (Colon)

Availabe at http: www.nucleusing.com/imagescooked/406w.jpg

Colon merupakan kantong yang mengembang dan mempunyai

umbai cacing (appendix vermifotmis) dan sekum yang terletak didaerah

Page 9: Conto lpr

9

iliaca kana dan menempel pada otot iliopsoas. Fungsi colon adalah

sebagai berikut:

1. Absorbsi air garam dan glukosa

2. Sekresi musin oleh kelenjar didalam lapisan dalam.

3. Penyiapan selulosa berupa hidrat karbondidalam tumbuh-tumbuhan,

buah-buahan, dan sayur hijau dan penyiapan sisa protein yang belum

dicerna kelenjar bakteri.

Colon terdiri dari:

a) Colon ascendens

Merupakan kelanjutan dari caekum kearah cranial, mulai

dari fossa iliaca dextra berada disebelah ventral musculus quadrates

lumborum di ventral polus inferior ren dexter membelok kekiri

setinggi vertebra lumbalis II, membentuk fleksura coli dxtra,

selanjutnya menjadi colon transverses. Colon ascendens ditutpi oleh

peritoneum, disebut letak retroperitoneal.

b) Colon transverses

Mulai dari fleksura coli dextra, berjalan melintang kekiri

melewati linea mediana, agak miring ke cranial sampai ditepi kanan

ren sinistra, disebelah caudal lien, lalu membelok kecaudal, belokan

ini disebut fleksura coli sistra terletak setinggi vertebra lumbal I,

disebelah cranial dari kanan ke kiri colon transverses berbatasan

dengan hepar, vesica fallea, curvature mayor ventriculi, ekstremitas

Page 10: Conto lpr

10

inferior lienalis. Disebelah caudal berbatasaan dengan jejunum.

Disebelah dorsal dari kanan ke kiri berbatasan dengan pars

descendens duodeni, caput pancreatic, ren sinister.

c) Colon descendens

Dimulai dari flexura coli sinistra, berjalan ke caudal, berada

disebelah ventro-lateral polus inferior ren sisntra, disisi lateral

musculus psoas mayor, disebelah ventral musculus quadrates

lumborum sampai disebelah ventral crista iliaca dan tiba difossa

iliaca sinstra kemudian membelok kekanan kearah ventro caudal

menjadi colon sigmoideum berada disebelah ventral dari vasa iliaca

eksterna. Colon descendens ditutupi oleh peritoneum parietal.

d) Colon sigmoid

Bangunan ini berbentuk huruf S dan terletak didalam cavum

pelvicum membuat dua buah lekukan dan pada linea mediana

menjadi rectum setinggi corpus vertebrae sacralis 3 yang dibungkus

oleh peritoneu visceral dan membentuk mesocolon sigmoideum

difiksasi pada dinding pelvis.

h. Rektum dan anus

Rektum (Bahasa Latin: regere, "meluruskan, mengatur") adalah

sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon

Page 11: Conto lpr

11

sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat

penyimpanan sementara feses.

Gambar: 2.3 Anatomi abdomen

( Anatomi dan fisiologi untuk paramedic.evelyn c.pearce.)

B. Patologi

Hal-hal yang dapat menimbulkan abdomen akut (cyto abdomen) yang

memerlukan radiografi yaitu:

1. Keadaan di dalam abdomen sendiri, yaitu;

a. Peradangan mendadak salah satu organ intra abdominal.

b. Perforasi.

c. Perdarahan intra abdominal.

d. Ileus obstuktif atau paralitik

Page 12: Conto lpr

12

2. Keadaan di luar abdomen. Misalnya kelainan di rongga thorax dapat

menimbulkan ileus paralitik.

Ileus

Ileus merupakan gejala adanya gangguan sirkulasi isi usus. Ileus terdiri dari:

a. Ileus obstuksi (terjadinya sumbatan pada usus )

Ileus obstruksi terjadi bila sumbatan mencegah aliran normal dari isi

usus. Sumbatan ini terjadi karena dua tipe proses: Tipe mekanis yaitu

terjadi tekanan pada dinding usus, contoh tumor polipoid,hernia.Tipe

fungsional yaitu muscular arus tidak mampu mendorong isi sepanjang

usus disebabkan gangguan endokrin seperti diabetes militus,

b. Ileus paralitik (terjadinya gangguan saraf yang mempengaruhi hilangnya

aktivitas peristaltik pada usus).

Ileus paralitik adalah suatu keadaan dimana pergerakan kontraksi

normal dinding usus untuk sementara waktu berhenti.

Penyebab ileus paralitik;

a. Iritasi peritorial

b. Ileus pasca bedah

c. Setelah trauma abdomen

d. Gangguan elektrolit

e. Toksin typoid

f. Metastase peritoneal yang dipus

g. Obat-obatan.

Page 13: Conto lpr

13

Ileus paralitik di tandai bila seluruh bagian usus dan gaster mengalami

dilatasi(membesar). Gejala ileus adalah: kembung, muntah, sembelit yang

berat, kram perut.

Perforasi

Perforasi yaitu kebocoran salah satu organ di dalam rongga abdomen.

Gejala perangsangan peritonium yang terjadi dapat disebabkan oleh

zat kimia atau mikroorganisme. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya

lambung, maka terjadi perangsangan oleh zat kimia segera sesudah trauma

dan timbul gejala peritonitis hebat. Bila perforasi terjadi di bagian bawah

seperti kolon, mula-mula timbul gejala karena mikroorganisme membutuhkan

waktu untuk berkembang biak. Baru setelah 24 jam timbul gejala-gejala akut

abdomen karena perangsangan peritoneum. Mengingat kolon tempat bakteri

dan hasil akhirnya adalah feses, maka jika kolon terluka dan mengalami

perforasi perlu segera dilakukan pembedahan. Jika tidak segera dilakukan

pembedahan, peritonium akan terkontaminasi oleh bakteri dan faeses. Hal ini

dapat menimbulkan peritonitis yang berakibat lebih berat.

C. Teknik Radiografi

Foto BNO-IVP meliputi foto BNO, 5, 15, 30 dan 45 menit (full blaas) pasca

penyuntikan kontras dan pengosongan buli. Dalam setyiap foto harus diperhatikan

identitas foto dan waktu pelaksanaan foto.

Page 14: Conto lpr

14

Foto BNO

Foto BNO bukanlah foto polos abdomen. perbadaan mendasar antara foto BNO dan

foto polos abdomen antara lain:

1. foto BNO diawali dengan persiapan (baca artikel sebelumnya mengenai

persiapan BNO-IVP) sedangkan foto polos abdomen dapat dilakukan tanpa

persiapan. Bahkan seringkali dilakukan tanpa persiapan, contohnya pada ileus

obstruktif maka pasien difoto tanpa persiapan, bahkan sebelum dipasang

NGT.

2. oleh karena foto BNO berusaha untuk menampilkan traktus urinarius dari

ginjal hingga kandung kencing, maka luas eksposure harus mencakup itu

semua. oleh Karena saluran kencing radiolusen dan tidak tampak dalam foto

polos (setelah disuntikkan kontras akan tampak), maka digunakan tulang

sebagai skeletopi ( penanda). Dalam foto BNO harus tampak/ dibatasi bidang:

batas sisi atas adalah setinggi vertebra thorax X, batas sisi lateral adalah kedua

alae ossis ilii harus tervisualisasi sempurna dan batas bawah adalah 2 cm

dibawah simfisis pubis. Sedangkan foto polos abdomen tidak perlu seluas itu.

3. sesuaikan kilovolt dan miliamper. Foto BNO sebaiknya dapat membedakan

antara jaringan keras (tulang), jaringan lunak (otot dan kulit), serta udara.

Ketiga hal tersebut harus dapat dibedakan.

Page 15: Conto lpr

15

4. oleh karena foto rontgen adalah foto 2 dimensi maka pengetahuan anatomi

haruslah baik. Jaringan sisi depan akan tumpang tindih dengan jaringan sisi

belakang. Contohnya batu kandung empedu mungkin dikira sebagai batu

ginjal, oleh karena jika dilihat dengan sinar AP (dari depan ke belakang) batu

kandung empedu berada di proyeksi ginjal. Seandainya ditemukan hal

tersebut, sebaiknya dilakukan foto oblik atau lateral sehingga akan jelas di

anterior atau posterior.

Foto 5 menit

Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menilai foto 5 menit antara lain:

1. apakah kontras telah mengisi kedua sistem pelvikokaliks? Normal kedua

ginjal akan tampak dan sistem pelvikokaliks telah terisi kontras. Pada menit 1

hingga 3 pasca penyuntikan kontras, kontras telah mengisi korteks ginjal,

pada saat ini akan dapat dilihat kontur atau bayangan tepi ginjal. Coba

perhatikan antara bayangan kontur ginjal pada BNO dibanding dengan 5

menit, jika masih sama berarti kontras belum memasuki korteks, seandainya

kontras telah berada di korteks maka bayangan ginjal akan lebih tampak jelas.

2. apakah bentuk kaliks ginjal normal atau terdistorsi? jika terdapat gambaran

seperti “laba-laba memeluk telur” maka dicurigai terdapat kista ginjal.

Page 16: Conto lpr

16

3. Seandainya pada BNO terdapat bayangan radioopak, pada foto inidapat

disimpulkan letak batu tersebut, apakah di kaliks superior, medius ataupun

kaliks inferior ataupun di pyelum.

4. Seandainya terdapat satu bagian atau polus yang tidak terisi kontras tetapi

bagian lain terisi dengan baik, kita harus mencurigai adanya tumor ginjal.

5. ukurlah panjang dan lebar tiap leher kaliks.

Foto 15 menit

Pada foto 15 menit, sebelum melihat lebih jauh, perhatikan diatas allae ossis ilii.

Terdapat 2 aliran besar pada tehnik foto 15 menit. Aliran teori pertama adalah

melakukan pembendungan ureter yang dilakukan dengan menekankan 2 buah

separuh bola tenis di sekitar lumbal 5. Pada foto akan tampak sebagai 2 buah

bayangan radioopak. Tindakan ini dimaksudkan agar ureter dan sistema

pelvikokalis terisi kontras yang akan memudahkan identifikasi jika terdapat

Page 17: Conto lpr

17

stenosis atau batu kecil. Tetapi pada tindakan ini sistem pelvikokalis akan tampak

hidronefrosis, sehingga kesimpulan hidronefrosis tidak boleh diambil pada foto

ini. Aliran kedua, adalah aliran yang tidak melakukan pembendungan ureter. Pada

foto 15 menit kita akan menilai pasase ureter, bentuk ureter dan adanya stenosis

serta batu di ureter. Jika pada BNO terdapat bayangan radioopak di sekitar

proyeksi ureter maka pada foto ini carilah bayangan tadi. Apakah bayangan opak

tadi di ureter taupun tidak.

Foto 30 menit

Pada foto ini perhatikanlah:

1. apakah terdapat hidronefrosis pada kedua ginjal?

2. pada ureter distal saat akan memasuki kandung kencing. Jika terdapat

gambaran “Fish hook appearance” (seperti mata kail) maka hal ini sangat

Page 18: Conto lpr

18

khas pada pembesaran prostat. JIka terdapat “Cobra Head appearance”

kita akan mencurigai adanya divertikel ureter.

Foto 45/60 menit /full bladder/buli penuh

Pada foto ini:

1. Apakah dinding buli reguler? adakah additional shadow (divertikel) ataupun

filling defect (masa tumor) dan indentasi prostat?

2. gambaran dinding yang menebal ireguler dicurigai adanya sistitis kronis.

3. bentuk buli terkadang membantu penegakan diagnosis neurologis. gambaran

buli yang bulat dan besar sangat mungkin menderita neurogenik bladder tipe

Page 19: Conto lpr

19

flaksid. Gambaran buli yang kecil dengan divertikel yang banyak

(divertikulosis) dengan bentuk “christmas tree appearance” patognomonik

pada neurogenik bladder tipe spastik.

Foto Pengosongan Buli

Kita harus menilai apakah setelah pasien berkemih kontras di buli minimal?

Seandainya terdapat sisa yang banyak kita dapat mengasumsikan apakah terdapat

sumbatan di distal buli ataupun otot kandung kencing yang lemah.

Setelah Membaca tiap tiap tahap BNO-IVP maka harus disimpulkan:

bagaimanakah fungsi kedua ginjal?

Page 20: Conto lpr

20

bagaimanakah kondisi anatomik ginjal dan ureter, adakah hidronefrosis,

kingkin ureter?

bagaimanakah kondisi buli? adakah tumor buli?

bagaimanakah fungsi pengosongan buli?

adakah vesikoureteral refluks.

Page 21: Conto lpr

21

Persiapan BNO IVP

Persiapan BNO-IVP yang baik akan menghasilkan foto BNO-IVP yang baik dan

dapat memberikan data yang akurat. Persiapan yang dilakukan minimal 1 hari

sebelum rÖntgen. Persiapan yang perlu dilakukan berupa puasa bicara, dan berhenti

merokok minimal 24 jam sebelum rÖntgen. Perlu diperhatikan pada penderita

diabetes mellitus yang mengkonsumsi metformin. Pada pasien yang mengkonsumsi

metformin harus dihentikan minimal 2×24 jam sebelum tindakan. Untuk sementara

waktu obat anti hiperglikemik digantikan dengan obat jenis yang lain. Pemberian

metformin bersama dengan kontras iodine (contohnya urografin, iopamiro) dapat

menyebabkan asidosis laktat.

Posisi pasien

1. Antero posterior supine (AP)

Tujuannya untuk melihat apakah ada gambaran distensi gas pada traktus

gastrointestinal.

Posisi pasien : Supine diatas meja pemeriksaan

Posisi objek : Mid sagital palne (MSP) tubuh tengah meja pemeriksaan

kemudian batas atas kaset processus xypoideus serta

batas bawahnya 5 cm dari simpisis pubis dari atas

kebawah.

CR : Vertikal dan tegak lurus terhadap kaset

Page 22: Conto lpr

22

CP : Sejajar umbilikus

Kriteria :

a. Tulang iga bagian bawah, pelvis dan hip joint sama jaraknya dari

tepi radiografi kedua sisi.

b. Pasien tidak berotasi ditandai dengan:

1. Processus dipertengahan columna vertebra lumbal.

2. Spina iliaca dan pelvis simetris jika terlihat

3. Sayap iliaca simetris

Gambar : 2.4 Posisi AP supine (Merril’s hlm 38)

Page 23: Conto lpr

23

D. Proses Pencucian

Untuk mendapatkan gambaran rontgen yang sudah diexpos harus diproses

melalui siklus pembangkit (developer), pembilas (ringsing), penetap (fixing),

pencuci (washing) dan pengering (drying). Sedangkan siklus pada alat otomatis

sama dengan manual tanpa pembilasan (rinsing). Adapun teknik pencucian yang

dilakukan penulis dalam karya tulis ini yaitu menggunakan processing manual.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan waktu penelitian

Dalam menulis laporan ini, maka penulis mengambil kasus ileus paralitik

yang berlokasi di radiologi IRD Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar .

B. Metode Penelitian

Metode ini nenggunakan metode laporan meliputi;

a. Pustaka,

Studi Pustaka, yaitu dengan membaca dan mempelajari buku-buku

maupun literature lain yang ada kaitannya dengan masalah yang di bahas

dengan maksud untuk memudahkan penulis dalam menyusun karya tulis ini.

Page 24: Conto lpr

24

b. Metode wawancara (interview)

Dalam mengumpulkan bahan, penulis juga melakukan wawancara dengan

radiografer serta dokter yang bertanggung jawab dalam melakukan

interprestasi foto yang ada di unit radiologi serta dokter muda yang mengantar

pasien ke radiologi Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar.

1. Data pasien

Berikut ini data pasien yang diambil sampel oleh penulis:

Nama : Tn. X

Umur : 42 Thn

Jenis kelamin : Perumpuan

Klinis :

2. Persiapan pasien

Pada pukul 20.00 merupakan makan dan minum terakhir. Pada pukul 22.00

diberikan 20 gram garam inggris yang dicampurkan dalan 300 cc air putih.

Pada pukul 04.00 hari BNO-IVP pasien dilakukan lavemen dan dulcolax supp

2. Lavemen dilakukan dengan cara memasukkan gliserin 125 cc dengan NaCl

Page 25: Conto lpr

25

0,9% 250 cc kedalam anus. ditunggu 1 jam dan kemudian pasien disarankan

BAB. setelah BAB Baru di masukkan dulcolak supp 2 tadi

pada pukul 08.00 pasien dikirim ke departemen radiologi. Dilakukan skin test

di antebrachii dengan kontras yang akan digunakan sebanyak 0,1cc. jika

terdapat tanda alergi berupa kemerahan, gatal, bengkak dan sebagainya maka

disarankan untuk tidak dilakukan BNO IVP dan diganti dengan modalitas

diagnostic lainnya misalnya MRI.

Perlu diperhatikan: pasien harus dalam kondisi hidrasi yang cukup.

Seandainya pasien dalam kondisi under hidrasi maka kerja ginjal untuk

mengekskresi kontras akan lebih berat dan dapat terjadi gangguan fungsi

ginjal. Disarankan dipasang infus untuk menjamin hidrasi.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 26: Conto lpr

26

A. Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian tersebut terutama pada kasus ileus paralitik dengan

proyeksi AP supine, AP erect, LLD yang penulis dapatkan di Rumah Sakit Dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar, maka penulis dapatkan hasil sebagai berikut:

GambarL:4.1 Proyeksi AP Supine

Gambar 4.2 Hasil radiografi AP

Supine

Gambr 4.3 Proyeksi LLD

Gambar 4.4 Hasil Radiografi Proyeksi

LLD

Page 27: Conto lpr

27

Gambar 4.5 Proyeksi AP tegak

Gambar 4.6 Hasil Radiografi Proyeksi

AP Tegak

Hasil baca foto abdomen 3 posisi pada klinis ileus paralitik:

a. Tampak distribusi bayangan udara pada bagian proksimal abdomen

sampai bagian distal abdomen.

b. Tampak distended pada colon, tidak tampak distended pada usus

halus.

c. Tampak beberapa air fliud level dengan differensiasi yang rata.

d. Tidak tampak gambaran herring bone.

e. Psoas line tidak tampak

f. Preperitoneal fat line intak

g. Tidak tampak udara bebas disubdiafragma.

Kesan:

1. Gambaran ileus paralitik localized

2. Tidak tampak tanda-tanda perforasi

Page 28: Conto lpr

28

B. Pembahasan

Pada umumnya pemeriksaan abdomen dengan klinis ileus paralitik dapat

dilakukan dengan 3 posisi yaitu posisi AP supine, left lateral decubitus (LLD) dan

AP erect hal ini sesuai dengan pemeriksaan yang dilakukan pada IRD rumah sakit

dr. wahidin sudirohusodo Makassar yang diambil dalam 3 posisi diawali dengan

posisi supine, selanjutnya erect (mencakup bagian paru diatas diafragma) dan left

lateral decubitus (LLD) mampu memastikan apakah hasil radiografi pasien

menderita ileus atau bukan dengan informasi yang diperoleh melalui tanda-tanda

radiologis apakah terjadi gambaran distensi dari lambung dan usus terdistensi

.Hasil radiografi posisi erect kasus ileus memperlihatkan gambaran air fluid level

yang sangat jelas, panjang dan bertangga-tangga.

Pemotretan cito abdomen di IRD RUMAH SAKIT WAHIDIN SUDIRO

HUSODO MAKASSAR mampu menvisualisasikan udara bebas (free air), batas

cair (fluid level), batas cairan dan udara (air fluid level), distensi gas (udara)

dalam tractus gastrointestinal dan adanya kalsifikasi untuk itu pengaturan secara

seksama factor eksposi, posisi pasien dan area pemotretan.

Factor eksposi yang digunakan untuk pemotretan cito abdomen pada

kasus ileus,di IRD Rumah Sakit Wahidin sudirohusodo sudah mampu

mendemonstrasikan secara tegas batas udara dan ciran dan distensi (pelebaran)

karena udara dalam usus. Gambaran air fluid level dapat menjadi informasi

Page 29: Conto lpr

29

radiologis yang akan memberi kesan apakah ileus terjadi akibat gangguan saraf

pada usus besar ( ileus paralitik ).

Berdasarkan hasil radiografi pada kasus yang diperoleh dapat terlihat

adanya distribusi bayangan udara pada bagian proksimal abdomen sampai bagian

distal abdomen. tampak distended pada colon dan tampak beberapa air fliud level

dengan differensiasi yang rata yang ditandai dengan gambaran ileus paralitik

localized.

Pada pemeriksaan cito foto abdomen di IRD RS. Wahidin sudirohusodo

ditangani secara cepat dan tepat sehingga tidak . memperparah kondisi pasien.l

Radiografi yang dihasilkan segera di bawa ke dokter jaga radiologi untuk di

interpretasikan dan hasilnya segera di berikan kepada keluarga atau dokter yang

menanganinya.

Page 30: Conto lpr

30

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Pada kasus ileus paralitik di IRD Rumah Sakit wahidin Sudirohusodo

dilakukan pemeriksaan abdomen 3 posisi yaitu posisi AP supine, AP

erect dan left lateral decubitus (LLD).

2. Dalam keadaan cito pasien pemeriksaan perlu dilakukan secara cepat ,

tepat dan cermat sehingga tidak memperparah kondisis pasien.

B. Saran

1. Dalam keadaan cito diharapkan petugas dapat bekerja dengan cepat, tepat dan

akurat serta jangan sampai memperparah kondisi pasien.

2. Untuk menghindari ketidaknyamanan dan mempercepat proses kerja maka

sebaiknya pasien yang berada diatas brankar langsung difoto tanpa harus

memindahkannya terlebih dahulu.

Page 31: Conto lpr

31

DAFTAR PUSTAKA

1. Merril’s Vinita, Atlas Of Rantgenographie Posision And Radiologic

Procedures, volume two, fourth edition louisL: the mosby company.(1975)

2. Ners, Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Makassar.(2005)

3. Pearce Evelyn, Anatomi Dan Fisiologi Untuk Para Medis, Jakarta 1995.

4. Rasad Sjahrir, Radiologi Diagnostik, edisi kedua,Jakarta, 2005.

5. Gambar Anatomi dan Fisiologi Abdomen availabe at http:

www.nucleusing.com/imagescooked/406w.jpg

Page 32: Conto lpr

32

RIWAYAT HIDUP

NAMA : NURLAELA

TEMPAT/TANGGAL LAHIR : LANGK0WA,10 JUNI 1988

NAMA AYAH : SULAIMAN

NAMA IBU : SAMO

PENDIDIKAN :

1 SD INPRES LANGKOWA LULUS TAHUN

2000

2 SMP NEGERI 2 TINGGI MONCONG LULIS

TAHUN 2003

3 SMA MUHAMMADIYAH WILAYA SUL-

SEL LULUS TAHUN 2006