clubfoot 2
TRANSCRIPT
Referat
Congenital Talipes Equino Varus
Disusun oleh:
Tiara Nugraeni 11.2011.103
Pembimbing:
dr. Azir Artanto Dibyosubroto, Sp.OT, FICS
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Bedah
Universitas Kristen Krida Wacana
Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus
Periode 12 Desember 2012 – 9 Maret 2013
Daftar Isi
Pendahuluan.....................................................................................................................................3
Definisi............................................................................................................................................3
Epidemiologi....................................................................................................................................4
Etiologi............................................................................................................................................4
Patofisiologi.....................................................................................................................................6
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang...................................................................................................8
Klasifikasi........................................................................................................................................9
Manifestasi Klinis..........................................................................................................................10
Penatalaksanaan.............................................................................................................................10
Prognosis........................................................................................................................................19
Penutup..........................................................................................................................................19
Daftar Pustaka................................................................................................................................20
2
Pendahuluan
Congenital talipes equinovarus idiopatik atau clubfoot adalah kelainan tungkai bawah
yang belum begitu dimengerti, tetapi sering terjadi, sedikitnya 1-2 per 1000 kelahiran.
Didefinisikan sebagai suatu kelainan fiksasi kaki dengan orientasi seperti tangan, dalam posisi
adduksi, supinasi, dan varus- dengan jaringan lunak seiring dengan abnormalitas. Walaupun
dengan terapi yang terbaik, disabilitas seringkali bertahan. Etiologi dari kondisi telah sedikit
dipelajari dan dimengerti. Mekanisme neurologi, muscular, tulang, jaringan ikat, dan vaskular
telah dipikirkan, tetapi satu-satunya bukti adalah bahwa kasus paling ringan dihubungkan dengan
posisi intra uterus. Terdapat bukti untuk kontribusi genetik pada etiologi CTEV. Insidensnya
berariasi tergantung grup etnik, dan ditemukan bahwa riwayat keluarga terdapat dalam 24-50%
kasus, tergantung pada studi populasi. 1
Definisi
CTEV (Congenital Talipes Equino Varus) sering disebut juga clubfoot adalah deformitas
yang meliputi flexi dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan
rotasi media dari tibia. Taliper berasal dari kata talus (ankle) dan pes (foot), menunjukan suatu
kelainan pada kaki (foot) yang menyebabkan penderitanya berjalan pada pergelangan kakinya.
Sedang Equinovarus berasal dari kata equino (seperti kuda) dan varus (bengkok ke arah
dalam/medial).
Kelainan bawaan ini merupakan gabungan beberapa keadaan, yaitu kedudukan adduksi,
dan supinasi kaki pada sendi tarso-metotarsal, posisi varus kalkaneus pada sendi subtalar,
kedudukan equinos pada sendi pergelangan kaki, dan deviasi ke arah medial seluruh kaki
terhadap lutut. Deviasi ke medial kaki disebabkan angulasi leher talus dan torsi tibia kea rah
dalam. Tingkatannya dapat ringan, sedang, berat tergantung pada kekakuan dan tahanannya.
Otot pada bagian posterior, terutama m.gastroknemius dan m.tibialis posterior pendek
dan simpai sendinya menjadi lebih tebal dan memendek pada sisi konkaf kelainan ini.
Kontraktur jaringan lunak berjalan progresif dan menimbulkan perubahan sekunder.
Tidak saja pada tulang yang sedang tumbuh, tetapi juga pada sendi. Oleh karena itu, koreksi
kelainan bawaan ini harus dikoreksi sedini mungkin.1,2,3
3
Epidemiologi
Insidens CTEV yaitu 1 dari setiap 1000 kelahiran hidup. Lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki
daripada perempuan (2:1). 50% bersifat bilateral. Dari studi terhadap 346 bayi dengan CTEV dan 3029 kelahiran
kontrol, didapatkan hubungan CTEV dengan kehamilan ibu yang merokok. Kasus CTEV lainnya dilahirkan
dengan presentasi bokong dibandingkan dengan populasi control, namun, mayoritas kasus dilahirkan dengan
presentasi kepala. (Boo & Ong, 1990). Barker & MacNicol (2001) mempelajari musim kelahiran
ICTEV pada populasi Skotlandia dan mendapatkan banyak kasus terjadi pada bulan Maret dan
Oktober. Pasien diacak baik yang dengan amniosintesis awal (11-12 minggu) maupun amniosintesis
midtrisemester (15-16 minggu). Sepuluh kali lipat peningkatan ICTEV ditemukan pada grup amniosintesis awal
dibandingkan dengan grup amniosintesis midtrisemester. ICTEV lebih banyak terjadi pada kebocoran cairan
amnion dibandingkan dengan cairan amnion yang masih utuh. Penemuan bahwa pada kebocoran amnion
ditemukan lebih banyak kasus mungkin karena kebocoran cairan amnion tidak disadari atau karena mekanisme
lain. Tidak ada kasus clubfoot seperti ini yang mengalami oligohydramnion persisten pada minggu 18-20,
mendukung bahwa mungkin terdapat titk kritis pada perkembangan janin antara 11-12 minggu, dimana ada
kecurigaan terjadinya clubfoot.. 3-5
Etiologi
Sampai saat ini masih banyak perdebatan dalam etiopatologi CTEV. Banyak teori telah
diajukan sebagai penyebab deformitas ini, termasuk faktor genetik, defek sel germinativum
primer, anomali vaskular, faktor jaringan lunak, faktor intrauterine dan faktor miogenik. Telah
diketahui bahwa kebanyakan anak dengan CTEV memiliki atrofi otot betis, yang tidak hilang
setelah terapi, karenanya mungkin terdapat hubungan antara patologi otot dan deformitas ini.
Beberapa teori yang dikemukakan mengenai penyebab clubfoot.
(1) Hipotesis “gaya mekanik” atau “posisi”
Hoffa (1902) mengajukan hipotesis restriksi uterus, yang mengatakan bahwa keterbatasan
gerakan kaki fetus karena uterus menyebabkan ICTEV. Ia berpendapat bahwa ICTEV
timbul karena oligohydramnion, bahwa pengurangan volume cairan amnion sebagai
penyebab. Bagaimanapun, episode oligohydramnion diasosiasikan secara umum dengan
kelainan perkembangan lainnya dan munngkin memiliki sebab yang berhubungan dengan
neurologi. Lebih lanjut, dalam percobaan amniosintesis, kebocoran cairan amnion hanya
4
dicatat pada beberapa kasus saja, oleh sebab itu, mekanisme yang menyebabkan ICETV
setelah amniosintesis awal mungkin memiliki penyebab lain.
(2) Hipotesis tulang/sendi
Hipotesis tulang/sendi berpendapat bahwa posisi abnormal dari tulang menyebabkan
anomali. Hippocrates menulis: “Kelainan bentuk meliputi kombinasi keseluruhan dari
tulang yang menyusun rangka dari kaki. Segala perubahan yang terlihat pada bagian
yang lunak adalah efek sekunder..” Fritsch dan Eggers juga mendukung teori ini melalui
osifikasi endokondral dan hubungannya dengan ossifikasi perikondral.
(3) Hipotesis jaringan penyambung.
Hipotesis jaringan penyambung menyebutkan bahwa abnormalitas jaringan penyambung
berperan dalam terjadinya ICTEV. Studi terhadap fetus member bukti yang kuat. Dari 12
fetus dengan ICTEV, mereka menyimpulkan bahwa otot, tendon, fasia, dan jaringan
lunak lainnya dalam batas normal. Ippolito dan Ponseti mendokumentasikan munculnya
peningkatan jaringan fibrosa pada otot, fascia, ligament, dan lapisan tendon.
(4) Hipotesis vaskular
Studi dari Atlas (1980) mendokumentasikan kelainan vascular pada 12 fetus dengan
kelainan kaki. Pada level sinus tarsi, terdapat hambatan pada salah satu cabang vascular
kaki. Hal ini yang paling kelihatan pada periode awal kehidupan fetus, dan berkurang
menjadi infiltrate lemak kecil dan jaringan fibrosa pada specimen lebih tua dan pada bayi
baru lahir. Penderita ICTEV memiliki otot betis ipsilateral yang lemah, yang
kemungkinan berhubungan dengan kurangnya perfusi arteri ibialis anterior.
(5) Hipotesis Neurologi
CTEV adalah bentuk dari sindrom neurologi, sebagai contoh, sering terlihat bersamaan
dengan kelainan neurologi yang merupakan efek sekunder dari spina bifida. Conduksi
saraf yang abnormal dilaporkan pada 18 dari 44 kasus ICTEV, dimana 8 diantaranya
memiliki kelainan pada level spinal.
(6) Hipotesis gagal pertumbuhan
Selama masa perkembangan tungkai janin yang normal (minggu 9-38), kondrifikasi kaki
diselesaikan, proses osifikasi dimulai, ruang sendi dan pembentukan ligament
diselesaikan, dan tungkai distal rotasi ke medial. Proses rotasi ini memungkinkan tumit
kaki menapak ke tanah, daripada menetap dengan tumit menghadap ke dalam seperti
5
terlihat pada kaki pada periode embrionik akhir. Proses pronasi berlanjut setelah lahir.
Böhm (1929) meneliti hipotesis ini dan membuat model lilin dari kaki fetus pada umur
kehamilan yang berbeda. (lihat gambar). Pengamatannya membawa pada kesimpulan
bahwa clubfoot berat mirip seperti kaki embrio pada kehamilan awal minggu kedua dan
kelainan bentuk ini ditemani dengan keterlambatan perkembangan tulang dan otot.
Penemuan ini kemudian diulang oleh Kawashima & Uhthoff (1990) yang mendukung
pendapat bahwa clubfoot mungkin timbul karena gagalnya rotasi media dari kaki pada
masa perkembangan fetus tahap akhir. Memang, dapat saja ICETV ti,bul sebagai hasil
terhadap kontrol genetik atas proses rotasi ini, atau sebuah kelainan.3-8
Patofisiologi
Clubfoot bukan merupakan malformasi embrionik. Kaki yang pada mulanya normal akan
menjadi clubfoot selama trimester kedua kehamilan. Clubfoot jarang terdeteksi pada janin
yang berumur dibawah 16 minggu. Pada clubfoot, ligamen-ligamen pada sisi lateral dan medial
ankle serta sendi tarsal sangat tebal dan kaku, yang dengan kuat menahan kaki pada posisi
equines dan membuat navicular dan calcaneus dalam posisi adduksi dan inversi. Ukuran otot-
otot betis berbanding terbalik dengan derajat deformitasnya. Pada clubfoot yang sangat berat,
6
gastrosoleus tampak sebagai otot kecil pada sepertiga atas betis. Sintesis kolagen yang
berlebihan pada ligamen, tendo dan otot terus berlangsung sampai anak berumur 3-4 tahun dan
mungkin merupakan penyebab relaps (kekambuhan). Dibawah mikroskop, berkas
serabut kolagen menunjukkan gambaran bergelombang yang dikenal sebagai crimp
(kerutan). Kerutan ini menyebabkan ligament mudah diregangkan. Peregangan
ligamen pada bayi, yang dilakukan dengan gentle, tidak membahayakan. Kerutan akan
muncul lagi beberapa hari berikutnya, yang memungkinkan dilakukan peregangan lebih lanjut.
Inilah sebabnya mengapa koreksi deformitas secara manual mudah dilakukan.
Sebagian besar deformitas terjadi ditarsus. Pada saat lahir, tulang tarsal, yang hampur
seluruhnya masih berupa tulang rawan, berada dalam posisi fleksi, adduksi, dan inversi yang
berlebihan. Talus dalam posisi plantar fleksi hebat, collumnya melengkung ke medial dan
plantar, dan kaputnya berbentuk baji. Navikular bergeser jauh ke medial, mendekati malleolus
medialis dan berartikulasi dengan permukaan medial caput talus. Calcaneus adduksi dan inversi
dibawah talus. Sendi-sendi tarsal secara fungsional saling tergantung. Pergerakan satu tulang
tarsal akan menyebabkan pergeseran tulang tarsal disekitanya. Pergerakan sendi ditentukan oleh
kelengkungan permukaan sendi dan oleh orientasi dan struktur ligamen yang mengikatkanya.
Tiap-tiap sendi mempunyai pola pergerakan yang khas. Oleh karena itu, koreksi tulang tarsal
clubfoot yang inverse serta bergeser jauh ke medial, harus dilakukan dengan menggeser
navicular, cuboid, dan calcaneus ke arah lateral secara bertahap dan simultan, sebelum mereka
dapat dieversi keposisi netral. Pergeseran ini mudah dilakukan karena ligamenta tarsal dapat
diregangkan secara bertahap. Koreksi tulang tarsal clubfoot yang telah bergeser hebat
memerlukan pengertian yang baik mengenai anatomi fungsional talus. Banyak alhi ortopedik
menangani clubfoot dengan asumsi yang salah bahwa sendi subtalar dan Chopart mempunyai
sumbu rotasi yang tetap, yang berjalan miring dari anteromedial superior ke posterolateral
inferior, melalui sinus tarsi. Mereka percaya bahwa dengan mempronasikan kaki pada sumbu ini
akan mengkoreksi calcaneus yang varus dan kaki yang supinasi. Padahal tidaklah demikian.
Mempronasikan clubfoot pada sumbu ini justru akan menyebabkan forefoot lebih pronasi lagi
dan akibatnya akan memperberat cavus dan menekan calcaneus yang adduksi pada talus.
Akibatnya calcaneus varus tetap tidak terkoreksi. 1,2, 10
7
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Kelainan ini mudah didiagnosis, dan biasanya terlihat nyata pada waktu lahir (early diagnosis
after birth). Pada bayi yang normal dengan equinovarus postural, kaki dapat mengalami
dorsifleksi dan eversi hingga jari-jari kaki menyentuh bagian depan tibia. “Passive
manipulationdorsiflexion → Toe touching tibia → normal”.
Berupa deformitas pada :
Adduksi dan supinasi kaki depan pada sendi mid dorsal
Subluksasi sendi talonavikulare
Equinus kaki belakang pada sendi ankle
Varus kaki belakang pada sendi subtalar
Deviasi medial seluruh kaki terhadap lutut
Inversi tumit
Pemeriksaan Radiologi
X-ray dibuat bayi umur 3-6 bulan, menilai keberhasilan serial plateringm menentukan
apa perlu tindakan operasi untuk memperoleh koreki yang maksimal, menentukan berat
ringannya CTEV. Cara yang paling sederhana yaitu membuat foto AP dan akan kelihatan talus
dan calcaneus tumpang tindih. Penting untuk menilai x-ray apakah ada “paralelisme” antara
sumbu talus dan calcaneus yang terjadi pada CTEV.
Normal besar sudut sumbu talus dan calcaneus 30 (sudut dari kite). Demikian pula x-ray
posisi lateral dimana kaki dibuat dorsofleksi maksimal juga akan memberikan gambaran
8
“paralelisme” pada CTEV. Pada kaki yang normal ujung talus dan calcaneus selalu overlap
(tumpang tindih), sedangkan pada CTEV tidak ada, menunjukan adanya kapsul posterior yang
tegang dan varus. Lateral x-ray juga bisa untuk melihat adanya “ricket bottom” yaitu garis yang
melalui tepi bawah calcaneus melewati bagian bawah sendi calcaneocuboid, dan juga bisa untuk
melihat adanya flat topped talus. Sering x-ray selain untuk operatif dan post-operatif di pakai
intraoperatif untuk melihat apakah release dan realigment sudah cukup.10
Klasifikasi
Klasifikasi clubfoot:10
Typical Clubfoot Merupakan clubfoot klasik yang hanya menderita clubfoot saja tanpa
disertai kelainan lain. Umumnya dapat dikoreksi setelah lima kali pengegipan dan dengan
manajemen ponseti mempunyai hasil jangka panjang yang baik atau memuaskan.
Positional clubfoot sangat jarang ditemukan, sangat fleksibel dan diduga akibat jepitan
intrauterin. Pada umumnya koreksi dapat dicapai dengan satu atau dua kali pengegipan.
Delayed treated clubfoot ditemukan pada anak berusia 6 bulan atau lebih.
Recurrent typical clubfoot dapat terjadi baik pada kasus yang awalnya ditangani dengan
metode ponseti maupun dengan metode lain. Relaps lebih jarang terjadi dengan metode
ponseti dan umumnya diakibatkan pelepasan brace yang terlalu dini. Rekurensi supinasi
dan equinus paling sering terjadi. Awalnya bersifat dinamik namun dengan berjalannya
waktu menjadi fixed.
Alternatively treated typical clubfoot termasuk clubfoot yang ditangani secara operatif
atau pengegipan dengan metode non-Ponseti.
Atypical clubfoot kategori ini pada biasanya berhubungan dengan penyakit lain. Mulailah penanganan
dengan metode ponseti. Koreksi umumnya lebih sulit.
Rigid atau Resistant atypical clubfoot dapat kurus atau gemuk. Kasus dengan kaki yang
gemuk lebih sulit ditangani. Kaki tersebut umumnya kaku, pendek, gemuk dengan
lekukan kulit yang dalam pada telapak kaki dan dibagian belakang pergelangan kaki,
terdapat pemendekan metatarsal pertama dengan hiperekstensi sendi
9
metatarsophalangeal. Deformitas ini terjadi pada bayi yang menderita clubfoot saja tanpa
disertai kelainan yang lain.
Syndromic clubfoot
Selain clubfoot ditemukan juga kelainan kongenital lain. Jadi clubfoot merupakan bagian
dari suatu sindroma. Metode ponseti tetap merupakan standar penanganan, tetapi
mungkin lebih sulit dengan hasil kurang dapat diramalkan. Hasil akhir penanganan lebih
ditentukan oleh kondisi yang mendasarinya daripada clubfootnya sendiri
Tetralogic clubfoot --seperti pada congenital tarsal synchondrosis.
Neurogenic clubfoot -- berhubungan dengan kelainan neurologi seperti
meningomyelocele.
Acquired clubfoot --seperti pada Streeter dysplasia.
Manifestasi Klinis
Gambaran klinisnya dapat dibagi 2:
1. Type rigid (intrinsic) (resistent) => Tidak dapat dikoreksi dengan manipulasi. Tumit
kecil, equinus, dan inversi. Kulit dorsolateral pergelangan kaki tipis dan teregang,
sedangkan kulit medial terlipat.
2. Type fleksibel (extrinsic) (easy) => Dapat dimanipulasi. Tumit normal dan terdapat
lipatan kulit pada bagian dorsolateral pergelangan kaki.10
Tanda lain :
Betis seperti tangkai pipa (pipe stem colf)
Tendo archiles pendek
Bagian distal fibula menonjol
Kaki lebar dan pendek
Metatarsal I pendek
Penatalaksanaan
Prinsip utama adalah mmengobati sedini mungkin, atau selambat-lambatnya pada hari-
hari pertama kelahiran bayi. Tindakan koreksi pasif berupa menghadapkan abduksi secara hati-
hati melawan adduksi kaki depan, varus, dan equines, dan melawan varus tumit dan equines
10
pergelangan kaki. Kondisi ini harus dipertahankan dalam waktu lama sampai berakhirnya masa
pertumbuhan. Meskipun demikian, setelah koreksi sempurna CTEV, sering terjadi kegagalan
pertumbuhan jarignan ikat lunak yang memendek sehingga kambuh pada sebagian ini, terutama
pada periode pertumbuhan tulang yang cepat.10
Cara pengobatan harus disesuaikan dengan derajat pes equinovarus yang didapati dan
dapat digunakan berturut-turut pada berbagai fase penanganan koreksi.1
1. Koreksi gips diganti seminggu sekali untuk meneruskan koreksi, koreksi ini umumnya
memakan waktu 6 minggu.
2. Menggunakan bidai yang diikatkan dengan plester pada kaki dan berangsur-angsur
diputar keaarah luar dan ke arah valgus. Plester perekat diganti tiap minggu selama lebih
kurang 12 minggu dan setelah fase ini koreksi dipertahankan tapi gerakan sendi tetap
dapat dilakukan.
3. Menggunakan sepatu bidai yang dipakai siang dan malam hari, hanya dilepas pada
waktu mandi. Selama tiga bulan dan pemakaian diteruskan sampai anak dapat berjalan.
bidai ini harus terus dipakai pada malam hari sedikitnya sampai usia dua tahun atau lebih
untuk mencegah kambuh.
4. Menggunakan sepatu yang menghadap ke luar (sepatu terbalik kiri kanan) yang dipakai
siang hari sampai umur 3 tahun, biasanya dengan tambahan sol sepatu berbentuk baji
pada tepi sebelah luarnya.
Minggu pertama Redresi dengan peregangan manual pasif
Mulai minggu kedua Redresi gips bertahap, setiap minggu ditambah
3-6 bulan Koreksi dan redresi kontraktur sampai sendi dan tendo otot
posterior dan medial
Sampai 3 tahun Koreksi tulang atau tendo secara operasi bila perlu
Sampai 6-8 tahun Sepatu ortopedik
Masa remaja Artrodesis triple kaki bila perlu
Penatalaksanaan CTEV dibedakan atas manifestasi klinisnya:
a. Non Rigid
11
Awalnya dilakukan serial casting (dibahas dibawah).
Stretching kea rah normal, lalu dipasang gips, dengan knee joint fleksi 900, kembali lagi
dalam 10 hari untuk membuka gips. Pemasangan gips diulang setiap 10 hari. Jika posisi
sudah baik, gunakan Dennis Brawn Splint sampai usia 1.5 tahun atau sudah dapat
berjalan. lalu diganti dengan Dennis Brawn Shoe yang dipakai pada saat istirahat, dan
selama aktivitas pakai sepatu biasa terbalik. Prinsip penatalaksanaan adalah supaya kaki
bisa mengarah keluar sampai usia 1.5 tahun, lalu observasi terus karena pengaruh tulang
mengikuti soft tissue.
b. Rigid
Didahului oleh serial casting. (dibahas dibawah). Jika sudah dilakukan 3 kali perubahan
dan tidak terdapat hasil signifikan, dilakukan operasi Lenghtening/pemanjangan. Tendo
yang mengalami kelainan : tendo, Achilles, tendo medial lalu digips, . lalu dilakukan
pemasangan Dennis brawn Spilnt
KOREKSI CLUBFOOT DENGAN SERIAL CASTING PONSETI10
Menentukan letak kaput talus dengan tepat.
Tahap ini sangat penting.
Pertama, palpasi kedua malleoli dengan ibu jari dan jaritelunjuk dari tangan A sementara
jari-jari dan metatarsal dipegang dengan tangan B.
Kemudian, geser ibu jari dan jari telunjuktangan A ke depan untuk dapat meraba caput
talus (garis merah) di depan pergelangan kaki. Karena navicular bergeser ke medial dan
tuberositasnya hampir menyentuh malleolus medialis, kita dapat meraba penonjolan
bagian lateral dari caput talus (merah) yang hanya tertutup kulit di depan malleolus
lateralis. Bagian anterior calcaneus dapat diraba dibawah caput talus.
Dengan menggerakkan forefoot dalam posisi supinasi kearah lateral, kita dapat meraba
navicular bergeser -- meskipun sedikit -- didepan caput talus sedangkan tulang calcaneus
akan bergerak ke lateral di bawah caput talus.
12
Manipulasi
Tindakan manipulasi adalah melakukan abduksi dari kaki dibawah caput talus yang telah
distabilkan. Tentukan letak talus. Seluruh deformitas clubfoot, kecuali equinus ankle,terkoreksi
secara bersamaan. Agar dapat mengoreksi kelainan ini, kita harus dapat menentukanletak caput
talus,yang menjadi titik tumpu koreksi.
Mengoreksi (memperbaiki) cavus
Bagian pertama metode Ponseti adalah mengoreksi cavus dengan memposisikan kaki depan
(forefoot) dalam alignment yang tepat dengan kaki belakang (hindfoot). Cavus, yang merupakan
lengkungan tinggi di bagian tengah kaki [ 1 garis lengkung kuning], disebabkan oleh pronasi
forefoot terhadap hindfoot. Cavus ini hampir selalu supel pada bayi baru lahir dan dengan
mengelevasikan jari pertama dan metatarsal pertama maka arcus longitudinal kaki kembali
normal [2 dan3]. Forefoot disupinasikan sampai secara visual kita dapat melihat arcus plantar
pedis yang normal -- tidak terlalu tinggi ataupun terlalu datar. Alignment (kesegarisan) forefoot
dan hindfoot untuk mencapai arcus plantaris yang normal sangat penting agar abduksi --
yangdilakukan untuk mengoreksi adduksi dan varus -- dapat efektif.
13
Langkah-langkah Pemasangan Gips
Dr. Ponseti merekomendasikan penggunaan bahan gips karena lebih murah dan molding lebih
presisi dibanding dengan fiberglass.
Manipulasi Awal Sebelum gips dipasang, kaki dimanipulasi lebih dahulu. Tumit tidak disentuh
sedikitpun agar calcaneus bisa abduksi bersama-sama dengan kaki [4].
Memasang padding Pasang padding yang tipis saja [5] untuk memudahkan molding.
Pertahankan kaki dalam posisi koreksi yang maksimal dengan cara memegang jari-jari dan
counter pressure pada caput talus selama pemasangan gips.
Pemasangan Gips Pasang gips di bawah lutut lebih dulu kemudian lanjutkan gips sampai paha
atas. Mulai dengan tiga atau empat putaran disekeliling jari-jari kaki [6] kemudian ke proksimal
sampai lutut [7]. Pasang gips dengan cermat. Saat memasang gips diatas tumit, gips
dikencangkan sedikit. Kaki harus dipegang pada jari-jari, gips ”dilingkarkan” di atas jari-jari
pemegang agar tersedia ruang yang cukup untuk pergerakan jari-jari.
14
Molding gips
Koreksi tidak boleh dilakukan secara paksa dengan menggunakan gips.
1. Gunakanlah penekanan yang ringan saja. Jangan menekan caput talus dengan ibu jari
terus menerus, tapi ”tekan-lepas-tekan” berulangkali untuk mencegah pressure sore.
Molding gips di atas caput talus sambil mempertahankan kaki pada posisi koreksi
2. Perhatikan ibu jari tangan kiri melakukan molding gips di atas caput talus sedangkan
tangan kanan molding forefoot (dalam posisi supinasi). Arcus plantaris dimolding dengan
baik untuk mencegah terjadinya flatfoot atau rocker-bottom deformity. Tumit dimolding
dengan baik dengan ”membentuk” gips di atas tuberositas posterior calcaneus. Malleolus
dimolding dengan baik. Proses molding ini hendaknya merupakan proses yang dinamik,
sehingga jari-jari harus sering digerakkan untuk menghindari tekanan yang berlebihan
pada satu tempat. Molding dilanjutkan sambil menunggu gips keras. Lanjutakan gips
sampai paha Gunakan padding yang tebal pada proksimal paha untuk mencegah iritasi
kulit
3. Gips dapat dipasang berulang bolak-balik pada sisi anterior lutut untuk memperkuat gips
disisi anterior
15
4. Dan untuk mencegah terlalu tebalnya gips di fossa poplitea, yang akan mempersulit
pelepasan gips. Potong gips Biarkan gips pada sisi plantar pedis untuk menahan jari-jari
dan potong gips dibagian dorsal sampai mencapai sendi metatarsophalangeal.
5. Potong gips dibagian tengah dulu kemudian dilanjutkan kemedial dan lateral dengan
menggunakan pisau gips. Biarkan bagian dorsal semua jari-jari bebas sehingga dapat
ekstensi penuh. Perhatikan bentuk gips yang pertama.
Kaki equinus, dan forefoot dalam keadaan supinasi.
Ciri dari abduksi yang adekuat Pastikan abduksi kaki cukup adekuat terlebih dulu agar kita
dapat melakukan dorso fleksi kaki 0 sampai 5 derajat dengan aman sebelum melakukan
tenotomi.
Tanda terbaik abduksi yang adekuat adalah kita dapat meraba processus anterior calcaneus
yang terabduksi keluar dari bawah talus.
Kaki dapat diabduksi sekitar 60 derajat terhadap bidang frontal tibia.
Calcaneus neutral atau sedikit valgus. Hal ini ditentukan dengan meraba bagian posterior dari
calcaneus.
Ingat ini merupakan deformitas tiga dimensi dan deformitas ini dikoreksi bersamaan. Koreksi
dicapai dengan mengabduksi kaki dibawah caput talus. Kaki samasekali tidak boleh
dipronasikan.
Hasil akhir
Setelah pemasangan gips selesai, kaki akan tampak over-koreksi dalam posisi abduksi
dibandingkan kaki normal saat berjalan. Hal ini bukan suatu over-koreksi. Namun merupakan
koreksi penuh kaki dalam posisi abduksi maksimal. Koreksi kaki hingga mencapai abduksi yang
penuh, lengkap dan dalam batas normal ini, membantu mencegah rekurensi dan tidak
menciptakan over-koreksi atau kaki pronasi.
16
Brace
Pada akhir penggipan, kaki dalam posisi sangat abduksi sekitar 60-70. Setelah gips terakhir dipai
selama 5 minggu. Selanjutnya memakai brace untuk mempertahankan kaki dalam posisi abduksi
dan dorsofleksi. Brace berupa bar (batang) logam direkatkan pada sepatu yang bertelapak kaki
lurus dengan ujung terbuka.
Transfer Tendon Tibialis Anterior
Indikasi transfer dilakukan jika anak telah berusia 30 bulan dan mengalami relaps yang kedua
kalinya. Indikasinya adalah varus yang persisten dan supinasi kaki saat berjalan dan terdapat
penebalan kulit di sisi lateral telapak kaki. Dan pastikan bahwa seriap deformitas yang menetap
telah dikoreksi dengan dua atau tiga gips. Biasanya varus dapat terkoreksi sedangkan equines
mungkin masih ada. Jika kaki mudah didorsofleksi sampai 10 hanya dilakukan tendon transfer
saja.
17
Prosedur pembedahan2
Usia dimana pembedahan harus dilakukan masih controversial. Usia minimal adalah 3-4
bulan, tetapi beberapa dokter bedah menunggu sampai setidaknya usia 1 tahun. Dokter bedah
memperbaiki hubungan tulang dan sendi dengan memperpanjang ligament dan tendon yang
terikat. Beberapa variasi cara pembedahan digunakan, tetapi jenis prosedur tidak sepenting
prinsipnya.
Pada kaki, struktur yang paling membutuhkan elongasi adalah bagian tibionavikular dari
ligament deltoid, tendon tibialis posterior, kapsul sendi talonavikular, kapsul sendi talokalkaneal,
dan ligament interoseos. Fleksor panjang ibu jari kaki juga mungkin membutuhkan elongasi.
Prosedur untuk memperpanjang struktur-struktur ini disebut medial release. Jika kaki memiliki
kelainan bentuk cavus yang signifikan juga, otot plantar yang terikat juga mungkin butuh
dibebaskan; operasi kombinasi ini disebut plantar medial release.
Posterior release dilakukan untuk memperbaiki kelainan bentuk equines pada
pergelangan kaki.: tendon kalkaneus (Achilles) diperpanjang, kapsul pergelangan kaki, semua
ligament posterior: tibiotalar, talofibular, dan calcanofibular dissevered, dan sindesmosis
calcanofibular dibebaskan ke posterior. Mungkin diperlukan untuk menggabung prosedur
pembebasan medial dan posterior yang disebut juga posteromedial release.
Perawatan pasca pembedahan10
18
Biasanya pasien dirawat inap semalam. Lepas gips setelah 6 minggu. Anak dapat berjalan
dengan kaki menumpu berat badan sesuai toleransi. Penderita tidak perlu menggunakan brace.
Periksa pasien 6 bulan kemudian untuk menilai efek dari transfer tendo. Pada beberapa kasus
diperlukan fisioterapi untuk memulihkan kembali kekuatan dan cara berjalan yang normal.
Prognosis
Prognosis adalah bergantung pada usia berapa kelainan dimodifikasi. Jika pada usia awal maka
prognosis lebih baik dan kemungkinan kaki kembali ke bentuk normal besar. Walaupun
demikian keadaan ini sering tidak sembuh sempurna dan sering kambuh terutama pada bayi
dengan kelumpuhan otot yang nyata atau disertai penyakit neuromuskuler. 10
Penutup
Faktor genetik dan lingkungan penting dalam penyebab ICETV. Terdapat bukti bahwa
perkembangan tulang, sendi, jaringan ikat, inervasi, vaskularisasi, dan otot dapat berperan dalam
patofisiologi. Gangguan dalam keseluruhan proses dari rotasi medial kaki fetusmungkin menjadi
jalur yang umum yang berhubungan dengan segala aspek perkembangan ini. Sepertinya terdapat
lebih dari satu penyebab, dan setidaknya pada beberapa kasus fenotipe dapat muncul sebagai
hasil dari efek ambang dari beberapa factor yang bekerja bersamaan. Lengan tidak pernah
terkena CTEV, dan oleh karena itu penjelasan dari patologinya berkaitan dengan identifikasi gen
yang khusus pada kaki dan tungkai. Kecanggihan teknologi genetic mapping, pengembangan
tikus percobaan, meningkatkan pengertian akan control dari proses perkembangan dan
epidemiologi genetic yang berkaitan dengan CTEV dalam jangka waktu dekat ini.1
19
Daftar Pustaka
1. Sjamsuhidajat, De Jong, W. ed. Buku JAar Ilmu Bedah. Ed.2. Jakarta: EGC; 2004. p.835-
7
2. Netter, Frank. Congenital Clubfoot. In: Development Disorders, Tumors, Rheumatic
Diseases and Joint Replacement. Vol 8. Musculoskeletal System. New Jersey: CIBA;
1987. p.93-4
3. Miedzybrodzka, Zosia. (2003). Review: Congenital talipes equinovarus (clubfoot): a
disorder of the foot but not the hand. J.Anat 21. Department of Medicine & Therapeutics,
University of Aberdeen, Foresterhill, Aberdeen, UK
4. Barker S, MacNicol M (2001) Seasonal distribution of idiopathic congenital talipes
equinovarus in Scotland.J.Pediatr Orthop.10, 15.
5. Boo NY, Ong CL(1990) Congenital talipes in Malaysian neonates: incidence, pattern and
associated factors.Singapore Med.J.31, 39–542.
6. Fritsch H, Eggers R(1999) Ossification of the calcaneus in the normal fetal foot and in
clubfoot. J.Pediatr.Orthop.19,22–26.
7. Hoffa A, (1902)Lehrbuch der Orthopadischen Chirurgie.Stuttgart: Ferdinand Enke.
8. Ippolito E, Ponseti IV(1980) Congenital club foot in the human fetus.J.Bone Joint
Surg.62, 8–21.
9. Kawashima T, Uhthoff HK(1990) Development of the foot in prenatal life in relation to
idiopathic club foot.J.Pediatr.Orthop,10.232–237.
10. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi 3, 2009. Jakarta : PT.
Yarsif Watampone
20