clarias gariepinus dari kombinasi pakan komersial …

51
i NILAI FEKUNDITAS DAN HATCHING RATE LELE MUTIARA (Clarias gariepinus) DARI KOMBINASI PAKAN KOMERSIAL DENGAN LARVA BLACK SOLDIER FLY DAN KEONG MAS MUHAMMAD NABIL LATHIF PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2021 M/1443 H

Upload: others

Post on 18-Nov-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

NILAI FEKUNDITAS DAN HATCHING RATE LELE MUTIARA

(Clarias gariepinus) DARI KOMBINASI PAKAN KOMERSIAL DENGAN

LARVA BLACK SOLDIER FLY DAN KEONG MAS

MUHAMMAD NABIL LATHIF

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

TAHUN 2021 M/1443 H

ii

NILAI FEKUNDITAS DAN HATCHING RATE LELE MUTIARA

(Clarias gariepinus) DARI KOMBINASI PAKAN KOMERSIAL DENGAN

LARVA BLACK SOLDIER FLY DAN KEONG MAS

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

MUHAMMAD NABIL LATHIF

11160950000002

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2021 M/ 1443 H

iii

NILAI FEKUNDITAS DAN HATCHING RATE LELE MUTIARA

(Clarias gariepinus) DARI KOMBINASI PAKAN KOMERSIAL DENGAN

LARVA BLACK SOLDIER FLY DAN KEONG MAS

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

MUHAMMAD NABIL LATHIF

11160950000002

Menyetujui:

Pembimbing I

Drs. R. Moh. Krisna Munandar, M.Si

NIP. 196711141994031002

Pembimbing II

Ir. Etyn Yunita, M.Si

NIP. 197006282014112002

Mengetahui:

Ketua Program Studi Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Dr. Priyanti, M.Si

NIP. 197505262000122001

iv

v

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN

SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI

ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, September 2021

Muhammad Nabil Lathif

11160950000002

vi

ABSTRAK

Muhammad Nabil Lathif. Nilai Fekunditas dan Hatching Rate Lele Mutiara

(Clarias gariepinus) dari Kombinasi Pakan Komersial dengan Larva Black

Soldier Fly dan Keong Mas. Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Sains

dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dibimbing oleh Drs. R. Moh. Krisna Munandar, M.Si dan Ir. Etyn Yunita,

M.Si. 2021.

Produksi budidaya ikan lele mutiara mengalami peningkatan seiring

meningkatnya kebutuhan konsumsi ikan bagi masyarakat. Pakan bernutrisi tinggi

sangat dibutuhkan untuk meningkatkan hasil budidaya, pakan alami seperti larva

black soldier fly dan keong mas menjadi alternatif untuk meningkatkan kualitas

nutrisi pakan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kombinasi pakan

komersial dengan larva black soldier fly dan keong mas serta mengetahui

kombinasi pakan yang paling efektif terhadap tingkat keberhasilan fekunditas dan

hatching rate lele mutiara. Pemberian kombinasi pakan terdapat tiga perlakuan,

yaitu pelet 100%, pelet 25% + larva black soldier fly 75%, dan pelet 25% + keong

mas 75%. Hasil penelitian ini menunjukkan perlakuan pelet 25% + larva black

soldier fly 75% memberikan pengaruh signifikan terhadap peningkatan nilai

fekunditas dan hatching rate lele mutiara, perlakuan tersebut memiliki nilai rata-

rata fekunditas 118.000 dan nilai rata-rata hatching rate 65,20%. Berdasarkan

hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa perlakuan pelet 25% + larva black soldier

fly 75% dapat meningkatkan nilai fekunditas dan hatching rate lele mutiara serta

menjadi pakan alternatif yang paling efektif terhadap tingkat keberhasilan

fekunditas dan hatching rate lele mutiara.

Kata kunci: Fekunditas, hatching rate, keong mas, larva black soldier fly, lele

mutiara

vii

ABSTRACT

Muhammad Nabil Lathif. Fecundity Value and Hatching Rate of Mutiara

Catfish (Clarias gariepinus) from a Combination of Commercial Feed with

Black Soldier Fly Larvae and Golden Snail. Undergraduated Thesis.

Depertement of Biology. Faculty of Science and Technology. State Islamic

University of Syarif Hidayatullah Jakarta. Advised by Drs. R. Moh. Krisna

Munandar, M.Si and Ir. Etyn Yunita, M.Si. 2021.

The production of mutiara catfish cultivation has increased along with the

increasing need for fish consumption the community. High nutritional feed is

needed to increase cultivation yields, natural feeds such as black soldier fly larvae

and golden snails are alternatives to improve the nutritional quality of feed. This

study aims to examine the effect of the commercial feed with black soldier fly and

golden snails and to determine the most effective feed combination on the success

rate of fecundity and hatching rate of mutiara catfish. There were three treatments

for the combination of feeding, namely 100% pellets, 25% pellets + 75% black

soldier fly larvae and 25% pellets + 75% snails. The result of this study showed

that pellet treatment 25% + black soldier fly larvae 75% had a significant effect on

increasing the fecundity value an hatching rate of mutiara catfish, the treatment

had an average fecundity value of 118.000 and an average hatching rate of

65,20%. Based on these result, it can be concluded that pellet treatment 25% +

black soldier fly larvae 75% can increase the fecundity value and hatching rate of

mutiara catfish and become the most effective alternative feed on the success rate

of fecundity and hatching rate of mutiara catfish.

Keyword: Fecundity, hatching rate, golden snails, black soldier fly larvae, mutiara

catfish

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan

rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Nilai Fekunditas dan Hatching Rate Lele Mutiara

(Clarias gariepinus) dari Kombinasi Pakan Komersial dengan Larva Black

Soldier Fly dan Keong Mas”. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada

Rasulullah SAW sebagai teladan yang baik serta menjadi pemimpin umat yang

telah membawa umat manusia dari zaman jahiliyah menuju zaman yang berilmu.

Skripsi merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana

Sains di Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Selama penyelesaian skripsi ini penulis

banyak mendapatkan bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis

mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam

penulisan skripsi ini, antara lain kepada:

1. Ir. Nashrul Hakiem, S.Si., M.T., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Sains dan

Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Priyanti, M.Si. selaku Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan

Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Narti Fitriana, M.Si. selaku Sekretaris Program Studi Biologi Fakultas

Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Drs. R. Moh. Krisna Munandar, M.Si. selaku pembimbing I atas kesediaan

dalam membimbing dan memberikan nasihat yang membangun kepada

penulis dalam melakukan penelitian dan penulisan.

5. Ir. Etyn Yunita, M,Si. selaku pembimbing II yang telah memberikan

arahan, bimbingan serta saran kepada penulis dalam melakukan penelitian

dan penulisan.

6. Samsuri, M.Si. selaku kepala Pusat Produksi Inspeksi dan Sertifikasi Hasil

Perikanan Ciganjur yang telah memberikan izin kepada penulis untuk

melakukan penelitian.

ix

7. Kak Andi, kak Reza dan kak Sita selaku tenaga produksi PPISHP yang

telah membantu penulis dalam mengurus perizinan dan melakukan

penelitian.

8. Orang tua tercinta yaitu Mahmudin, S.Pd dan Sutia yang telah mendoakan

dan memberikan izin kepada penulis, serta bantuan moril maupun materil

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman Biologi angkatan 2016 khususnya kelas A yang turut

membantu dan mendukung dalam proses belajar sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan.

10. Ustadz dan teman-teman santri Pondok Pesantren Sulaimaniyah Ciputat

yang telah memberikan izin dan dukungan moril kepada penulis.

11. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian

dan penyusunan skripsi ini.

Semoga pihak-pihak yang telah membantu penulis dibalas semua amal

baiknya oleh Allah SWT. Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat

bermanfaat bagi para pembaca guna meningkatkan ilmu pengetahuan untuk

kemajuan umat manusia. Amin.

Jakarta, September 2021

Muhammad Nabil Lathif

x

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ......................................................................................................... iv

ABSTRACT ..................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... x

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 3

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 3

1.5 Hipotesis ................................................................................................ 3

1.6 Kerangka Berpikir ................................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 5

2.1 Lele Mutiara (Clarias gariepinus) .......................................................... 5

2.1.1 Morfologi ....................................................................................... 6

2.1.2 Fertilisasi ........................................................................................ 7

2.1.3 Tingkat Kematangan Gonad............................................................ 8

2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kematangan Gonad .............. 10

2.2 Lalat Black Soldier Fly (Hermetia illucens L.) ..................................... 11

2.2.1 Morfologi ..................................................................................... 11

2.2.2 Kandungan Nutrisi Larva Black Soldier Fly .................................. 13

2.3 Keong mas (Pomacea canaliculata) ..................................................... 13

2.3.1 Morfologi ..................................................................................... 13

2.3.2 Kandungan Nutrisi ........................................................................ 14

2.4 Pakan Buatan ....................................................................................... 15

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 16

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 16

xi

3.2 Alat dan Bahan Penelitian .................................................................... 16

3.3 Cara Kerja ........................................................................................... 16

3.3.1 Persiapan Kolam Pemeliharaan ..................................................... 16

3.3.2 Pemilihan Induk............................................................................ 16

3.3.3 Rancangan Penelitian .................................................................... 17

3.3.4 Persiapan Kolam Pemijahan.......................................................... 17

3.3.5 Pemijahan ..................................................................................... 18

3.3.6 Pengambilan Data ......................................................................... 18

3.3.7 Analisis Data ................................................................................ 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 21

4.1 Analisis Proksimat Pakan ..................................................................... 21

4.2 Analisis Kualitas Air ............................................................................ 22

4.3 Analisis Nilai Fekunditas ..................................................................... 24

4.4 Analisis Nilai Hatching Rate ................................................................ 26

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 29

5.1 Kesimpulan.......................................................................................... 29

5.2 Saran ................................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 30

LAMPIRAN ..................................................................................................... 35

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Tingkat kematangan gonad ikan secara umum ........................................ 8

Tabel 2. Hasil uji proksimat pakan ikan lele mutiara .......................................... 21

Tabel 3. Nilai rata-rata kualitas air kolam pemijahan dan pemeliharaan benih lele

mutiara .............................................................................................................. 22

Tabel 4. Nilai rata-rata fekunditas lele mutiara (Clarias gariepinus)................... 24

Tabel 5. Nilai rata-rata hatching rate lele mutiara (Clarias gariepinus) .............. 26

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka berpikir ............................................................................... 4

Gambar 2. Induk lele mutiara (Clarias gariepinus) .............................................. 6

Gambar 3. Lalat black soldier fly. ...................................................................... 12

Gambar 4. Larva black soldier fly instar 5. ......................................................... 12

Gambar 5. Keong mas. ....................................................................................... 14

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Nilai Fekunditas Lele Mutiara (Clarias gariepinus) ........................ 35

Lampiran 2. Hasil Uji Anova One Way Nilai Fekunditas Lele Mutiara

(Clarias gariepinus) ........................................................................................... 35

Lampiran 3. Hasil Uji Lanjutan Tukey Hsd Nilai Fekunditas Lele Mutiara

(Clarias gariepinus) ........................................................................................... 35

Lampiran 4. Nilai Hatching Rate Lele Mutiara (Clarias gariepinus) .................. 36

Lampiran 5. Hasil Uji Anova One Way Nilai Hatching Rate Lele Mutiara

(Clarias gariepinus) ........................................................................................... 36

Lampiran 6. Hasil Uji Lanjutan Tukey Hsd Nilai Hatching Rate Lele Mutiara

(Clarias gariepinus) ........................................................................................... 37

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengembangan budidaya ikan air tawar di Indonesia telah banyak dilakukan,

karena tingginya peningkatan budidaya ikan air tawar sesuai dengan kebutuhan

masyarakat dalam mengonsumsi ikan sebagai sumber protein bagi tubuh (Azima,

Fona, dan Adriana 2017). Ikan lele merupakan salah satu komoditas perikanan

budidaya air tawar yang diunggulkan peningkatan produksinya oleh Kementrian

Kelautan dan Perikanan, salah satu jenis ikan lele yang unggul yaitu ikan lele

mutiara (Clarias gariepinus) (Iswanto et al., 2015). Ikan lele mutiara mempunyai

beberapa keunggulan, yaitu produktivitas yang tinggi, keseragaman ukuran,

pertumbuhan yang cepat, toleransi terhadap penyakit, lingkungan, stres, dan

efesiensi dalam pemberian pakan (Iswanto et al., 2016). Produksi budidaya ikan

lele di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya, dalam 10 tahun terakhir

peningkatan tertinggi pada tahun 2017 yaitu dengan peningkatan 360.730 ton

(Statistik.kkp.go.id).

Keberhasilan budidaya perikanan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu

faktor internal (genetik dan hormon) dan faktor eksternal (pakan dan lingkungan).

Hal tersebut sesuai dengan penelitian Iswanto et al., (2014) yang menyatakan

bahwa berbagai kendala budidaya perikanan antara lain komposisi pakan,

produktfitas yang rendah, masalah genetika, lahan yang terbatas, hama dan

penyakit serta kurang bersahabatnya musim. Pakan menjadi salah satu aspek

penting dalam meningkatkan hasil budidaya perikanan (Rietje, 2018). Menurut

Fajrin et al., (2012) pada perawatan induk ikan terdapat hal yang perlu

diperhatikan diantaranya terpenuhinya nutrisi yang terkandung dalam pakan, hal

tersebut jika dilakukan dengan baik maka meningkatkan jumlah fekunditas dan

hatching rate. Oleh karena itu, pakan yang terbaik untuk indukan adalah pakan

yang mengandung protein, lemak dan karbohidrat yang tinggi. Pemanfaatan bahan

pakan hingga kini belum tertanggulangi, dalam arti kompetisi antar pakan masih

terus berlanjut terutama pakan sumber protein, sehingga menimbulkan dilema

bagi pembudidaya (Djissou et al., 2016; Ngatung et al., 2017). Semakin

meningkatnya harga sumber-sumber protein dan adanya ancaman ketahanan

2

pakan, tekanan lingkungan, pertambahan populasi manusia serta meningkatnya

permintaan protein di pasar menyebabkan harga protein yang berbasis hewan

semakin mahal (FAO, 2013). Oleh karena itu, studi pakan yang berkembang pada

saat ini ditujukan untuk mencari sumber protein alternatif.

Salah satu pakan yang dikembangkan sebagai sumber protein hewani untuk

ikan adalah keong mas, hal ini dikarenakan keong mas memiliki tingkat gizi yang

tinggi yaitu kandungan protein 52,76%, karbohidrat 0.68% dan lemak 14,62 %

(Khairuman dan Amri, 2008). Selain memiliki kandungan protein yang tinggi,

pemanfaatan keong mas sebagai pakan ikan termasuk usaha mengurangi hama

karena keong mas memakan batang padi yang biasanya waktu mulai muncul buah

padinya (Titin, 2017).

Pakan alternatif selain keong mas adalah larva black soldier fly, larva ini

memiliki potensi untuk dijadikan pakan alternatif karena memiliki kandungan

protein sebesar 45,84% serta mudah diproduksi sesuai dengan ukuran yang

diinginkan (Hem et al., 2009; Sajuri, 2018). Selain itu (Van, 2013) menyatakan

bahwa protein yang bersumber dari insekta lebih ekonomis dan bersifat ramah

lingkungan. Budidaya insekta dapat mengurangi limbah organik yang berpotensi

mencemari lingkungan (Senlin et al., 2016).

Hasil penelitian Maghfiroh, 2018 memperlihatkan bahwa pemberian

kombinasi pakan komersil dengan keong mas terhadap ikan lele mutiara lebih

meningkatkan daya pembuahan dan daya penetasan daripada pemberian pakan

komersil dengan cacing tanah. Penelitian lain menunjukkan bahwa pemberian

larva black soldier fly terhadap ikan balashak memberikan efek yang positif yaitu

mempercepat pematangan gonad, meningkatkan daya pembuahan dan daya

penetasan (Chumaidi, 2007). Sehubungan dengan hal di atas, penelitian ini

dimaksudkan untuk menguji dan mencari kombinasi pakan yang terbaik untuk

induk lele mutiara. Lebih lanjut, hasil penelitan ini dapat berguna untuk

pemberian referensi bagi pembudidaya ikan lele mutiara dalam hal managemen

pakan.

3

1.2 Rumusan Masalah

1) Apakah terdapat pengaruh kombinasi pakan komersial dengan larva black

soldier fly dan keong mas terhadap tingkat keberhasilan derajat

pembuahan (fekunditas) dan derajat penetasan (hatching rate) pada ikan

lele mutiara (Clarias gariepinus)?

2) Kombinasi pakan mana yang paling efektif untuk tingkat keberhasilan

derajat pembuahan (fekunditas) dan derajat penetasan (hatching rate) pada

ikan lele mutiara (Clarias gariepinus)?

1.3 Tujuan Penelitian

1) Untuk menganalisa pengaruh kombinasi pakan komersial dengan larva

black soldier fly dan keong mas terhadap tingkat keberhasilan derajat

pembuahan (fekunditas) dan derajat pembuahan (hatching rate) pada ikan

lele mutiara (Clarias gariepinus).

2) Untuk mengetahui kombinasi pakan yang paling efektif dalam tingkat

keberhasilan derajat pembuahan (fekunditas) dan derajat penetasan

(hatching rate) pada ikan lele mutiara (Clarias gariepinus).

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai penyediaan referensi mengenai

pengaruh kombinasi jenis pakan terhadap tingkat keberhasilan fertilisasi

(fekunditas) dan jumlah penetasan (hatching rate) pada ikan lele mutiara

(Clarias gariepinus), diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat dalam usaha

budidaya perikanan khususnya pembenihan dalam pemberian jenis pakan yang

tepat guna, sehingga dapat meningkatkan keberhasilan fertilisasi (fekunditas) dan

jumlah penetasan (hatching rate) ikan lele mutiara (Clarias gariepinus).

1.5 Hipotesis

Terdapat pengaruh dari pemberian kombinasi pakan komersial dengan larva

black soldier fly dan keong mas terdahap nilai fekunditas dan hatching rate lele

mutiara.

4

1.6 Kerangka Berpikir

Gambar 1. Kerangka berpikir (Azima, Fona, Adriana, 2017)

Meningkatnya kebutuhan ikan lele mutiara di pasar

Meningkatkan produksi budidaya ikan lele mutiara

Membutuhkan pakan yang mengandung nutrisi tinggi

Pemanfaatan insekta tinggi protein dan hama keong mas

Penambahan pakan alternatif

Keong mas

Black

soldier fly

Pengukuran kualitas air

pH

DO

Suhu Meningkatkan nilai fertilisasi

(fekunditas) & hatching rate

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lele Mutiara (Clarias gariepinus)

Ikan lele Afrika (Clarias sp) Burchell 1822 merupakan spesies ikan lele yang

telah dibudidayakan secara luas hampir di seluruh dunia, di Indonesia budidaya

ikan lele Afrika telah dimulai sejak tahun 1985 dan saat ini telah menjadi salah

satu komoditas perikanan budidaya yang populer. Ikan lele Afrika digunakan

dalam kegiatan budidaya di Indonesia melalui proses introduksi, baik secara

langsung dari negara-negara Afrika maupun melalui negara lain. Pada awal

introduksinya, ikan lele Afrika menunjukkan keunggulannya sebagai komoditas

perikanan budidaya, namun seiring dengan perjalanan kegiatan budidayanya,

keunggulan performanya semakin menurun, sehingga perlu dilakukan upaya

pemuliaan (Iswanto et al., 2016).

Upaya pemuliaan ikan lele Afrika telah dilakukan di Balai Penelitian dan

Pemuliaan Ikan (BPPI) Sukamandi selama periode tahun 2010-2014, sehingga

dihasilkan strain baru ikan lele Afrika unggul yang dinyatakan lulus ujian rilis

pada 27 Oktober 2014 dengan nama mutiara dan ditetapkan berdasarkan Surat

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 77/KEPMEN-KP/2015.

Menurut (Kordi, 2010) ikan lele mutiara termasuk kingdom: animalia, filum:

chordata, kelas: pisces, subkelas:teleostei, ordo: ostariophysi, subordo: siluroidae,

famili: claridae, genus: clarias. Ikan lele mutiara memiliki keunggulan performa

budidaya yang relatif lengkap, terutama dalam hal pertumbuhan, efesiensi pakan,

keseragaman ukuran, toleransi terhadap berbagai penyakit, lingkungan, stres, serta

mempunyai produktivitas yang tinggi. Ikan lele mutiara hingga saat ini

merupakan satu-satunya strain ikan lele Afrika unggul baru hasil pemuliaan di

Indonesia yang dibentuk melalui program seleksi (selective breeding backcross)

ataupun hanya melalui proses introduksi (Iswanto et al., 2014).

6

2.1.1 Morfologi

Karakter-karakter morfometrik dan perhitungan meristik secara umum

menunjukkan bahwa nilai-nilai karakter morfometrik dan meristik ikan lele

mutiara relatif sama dengan ikan lele Mesir, Paiton, Sangkuriang dan Dumbo

sebagai populasi-populasi induk pembentuknya. Nilai-nilai karakter morfometrik

dan meristiknya dibandingkan dengan populasi-populasi induk pembentuknya

tidak menunjukkan adanya perbedaan yang mencolok. Nilai-nilai karakter

morfometrik dan meristik ikan lele mutiara dan populasi-populasi induk

pembentuknya tersebut juga tidak menunjukkan perbedaan yang mencolok dari

nilai-nilai karakter morfometrik dan meristik ikan lele Afrika di perairan-perairan

umum benua Afrika (Iswanto et al., 2015). Secara umum ikan lele mutiara dikenal

sebagai ikan berkumis, tubuh ikan lele mutiara berlendir dan tidak bersisik serta

memiliki mulut yang relatif lebar yaitu 1/4 dari panjang total tubuhnya, ciri khas

dari lele mutiara yaitu adanya empat pasang sungut yang terletak pada mulutnya,

keempat pasang sungut tersebut terdiri dari dua pasang sungut maxial atau rahang

atas dan dua pasang sungut mandibula atau rahang bawah (Lukito, 2002).

Gambar 2. Induk lele mutiara (Clarias gariepinus), a. Betina, b. Jantan. Garis

hitam horizontal di bawah sampel menunjukkan skala 50 cm (Iswanto et al., 2016)

Alat pernafasan lele mutiara berupa insang yang berukuran kecil sehingga lele

mutiara sering mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan oksigen. Lele

mutiara memiliki alat pernafasan tambahan yang terletak di rongga insang bagian

atas, alat berwarna kemerahan penuh kapiler darah dan mempunyai tujuk pohon

rimbun yang biasa disebut arborescent organ. Ikan lele mutiara mempunyai sirip

tunggal dan sirip berpasangan, sirip tunggal adalah sirip punggung dan sirip ekor,

a

b

7

sedangkan sirip berpasangan adalah sirip perut dan sirip dada yang disebut patil

(Khairuman dan Amri, 2008).

2.1.2 Fertilisasi

Fertilisasi merupakan kemampuan suatu individu untuk menghasilkan

keturunan sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya, untuk melakukan fertilisasi

harus ada penyatuan antara gamet jantan dan betina yang kemudian akan

membentuk zigot dan berkembang menjadi individu baru. Ikan melakukan

fertilisasi secara eksternal, proses fertilisasi eksternal dimulai dengan saling

mendekatnya ikan jantan dan ikan betina, kemudian ikan betina mengeluarkan sel

telur dan diikuti keluarnya sel sperma oleh ikan jantan, dengan begitu sel telur

akan terbuahi. Air merupakan media perkawinan bagi ikan, kualitas air sangat

mempengaruhi pembuahan sel telur oleh sel sperma. Alat kelamin betina

dinamakan ovari dan alat kelamin jantan disebut testis (Fujaya, 2004).

Fertilisasi yang dilakukan oleh peternak ikan lele terdapat tiga macam yaitu,

fertilisasi alami, fertilisasi semi alami dan fertilisasi buatan (Susanto, 2011).

Fertilisasi alami yaitu teknik fertilisasi tanpa melibatkan bantuan dari manusia

pada saat proses fertilisasinya, teknik ini dilakukan dengan cara menyeleksi

indukan terlebih dahulu yang sudah matang gonad dengan perbandingan jantan

dan betina 1:1, indukan serta kakaban (media telur) dimasukkan kedalam kolam

pemijahan , fertilisasi ini berlangsung selama 24 jam. Fertilisasi semi alami yaitu

teknik fertilisasi yang melibatkan bantuan manusia, dengan cara merangsang

indukan betina menggunakan suntikan hormon untuk mempercepat pematangan

gonad dan proses selanjutnya sama seperti fertilisasi alami. Fertilisasi buatan yaitu

teknik fertilisasi yang melibatkan bantuan manusia, dengan cara merangsang

indukan betina menggunakan suntikan hormon untuk mempercepat pematangan

gonad, pengambilan sel telur induk betina dengan cara striping (mengurut perut)

sedangkan pengambilan sel sperma induk jantan dengan cara pembedahan dimulai

dari bagian anus hingga kebelakang insang dan dipotong secara vertikal tepat

dibelakang insang sehingga ikan terpisah antara badan dan kepala (Susanto,

2011).

8

2.1.3 Tingkat Kematangan Gonad

Pengamatan kematangan gonad dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara

lain dengan membuat irisan gonad dan diamati struktur histologisnya, serta

melihat morfologi gonad secara visual. Pengamatan morfologi gonad pada ikan

betina berupa: bentuk ovarium, besar kecilnya ovarium, pengisian ovarium dalam

rongga tubuh, warna ovarium, halus tidaknya ovarium, secara umum ukuran telur

dalam ovarium, kejelasan bentuk dan warna telur dengan bagian-bagiannya,

ukuran (garis tengah) telur dan warna telur. Sedangkan untuk ikan jantan yang

diamati berupa: bentuk testis, besar kecilnya testis, pengisian testis dalam rongga

tubuh, warna testis, keluar tidaknya cairan dari testis (dalam keadaan segar)

(Effendie, 2002).

Menurut Holden dan Rait (1974) dalam (Suwarso dan Sadhotomo, 1995)

tingkat kematangan gonad (TKG) ikan secara umum adalah sebagai berikut: TKG

I (immature), TKG II (maturing), TKG III (maturing ripe), TKG IV (ripe), dan

TKG V (spent) dengan deskripsi dalam Tabel 1.

Tabel 1. Tingkat kematangan gonad ikan secara umum

Tingkat

kematangan gonad

Tahapan Visual Mikroskopis

1 Immature Ovari kecil dan testis

⁄ dari rongga badan,

bentuk telur oval,

warna ovari merah

muda, transparan,

testis keputihan.

Telur kecil, tidak

nampak oleh mata

telanjang, diameter

1-16 µm, transparan.

2 Maturing Ovari kecil dan testis

⁄ dari rongga badan,

memanjang, warna

ovari merah muda,

transparan, testis

keputihan agak

Telur tidak nampak

oleh mata telanjang,

telur jernih, ukuran

diameter 10-21µm.

9

Tingkat

kematangan gonad

Tahapan Visual Mikroskopis

simetris.

3 Maturing

Ripe

Ovari kecil dan testis

⁄ sampai ⁄ dari

rongga badan, kanan

dan kiri gonad tidak

simetris, warna ovari

kuning, tampak

granula dan pembuluh

darah di permukaan,

testis warna keputihan.

Telur tampak buram

tidak transparan,

ukuran diameternya

29-52 µm.

4 Ripe Ovari dan testis ⁄

sampai penuh dalam

rongga badan, warna

orange-merah muda,

pembuluh darah di

permukaan, testis abu-

abu dan lembut.

Telur masak semi

transparan, ukuran

diameternya 45-70

µm.

5 Spent Ovari dan testis ⁄

sampai penuh dalam

rongga badan, warna

orange-merah muda,

pembuluh darah di

permukaan, testis abu-

abu dan lembut.

Telur masak semi

transparan, ukuran

diameternya 51-93

µm.

Ikan lele mutiara betina dinyatakan telah matang gonad atau mencapai tingkat

kematangan gonad (mature ripe) ketika oosit intraovarian tertuanya sudah pada

tahap matang (tahap granula kuning telur, yolk granules stage), yakni telah

berkuning telur secara penuh. Ikan lele mutiara jantan dinyatakan telah matang

10

gonad ketika kantung spermanya (testis) berkembang dan memiliki bagian-bagian

yang berwarna putih susu, terutama pada bagian sisi samping dan bagian bawah

serta tidak seluruh bagian testis tampak bening. Umur awal matang gonad

didefinisikan sebagai umur pada saat lebih dari 50% individu ikan dalam suatu

populasi telah mencapai tingkat matang gonad, pengamatannya bisa dilakukan

dengan melihat organ genitalnya, saat matang gonad betina mempunyai organ

genital dengan bentuk membulat dan berwarna kemerahan serta bisa dilakukan

striping (mengurut bagian perut) hingga tampak telur yang berwarna kuning

kehijauan. Sedangkan jantan mempunyai organ genital memanjang dan berwarna

kemerahan. (Effendie, 2002).

2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kematangan Gonad

Tingkat kematangan gonad dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal.

Faktor eksternal yaitu kualitas air dan nutrisi pakan, sedangkan faktor internal

terdiri dari umur, ukuran dan hormon. Pakan induk yang dapat mempengaruhi

vitelogenesis adalah pakan yang berkualitas yaitu pakan yang mengandung

protein, lemak, vitamin E, vitamin C dan mineral yang sesuai dengan kebutuhan

ikan sebagai bahan pembentuk vitelogenin, upaya untuk lebih meningkatkan

kualitas telur dan larva ikan lele perlu diadakan perbaikan pengelolaan reproduksi

dengan cara mempercepat kematangan gonad adalah melalui perbaikan nutrisi

induk terutama kebutuhan akan protein dan penggunaan hormon eksogen, protein

merupakan salah satu nutrient makro yang dibutuhkan oleh induk ikan dalam

proses reproduksi (Sinjal et al., 2014).

Peran pakan dalam perkembangan gonad penting untuk fungsi endokrin yang

normal. Tingkat pemberian pakan tampaknya mempengaruhi sintesis maupun

pelepasan hormon dari kelenjar-kelenjar endokrin. Kelambatan perkembangan

gonad karena kekurangan pakan yang mungkin dapat menyebabkan kadar

gonadotropin rendah yang dihasilkan oleh kelenjar adenohipofisis, respon ovari

yang kurang atau mungkin kegagalan ovari untuk menghasilkan jumlah estrogen

yang cukup (Sinjal et al., 2014).

Estradiol merupakan hormon yang sangat penting, dihasilkan oleh ovari

terutama pada ikan betina yang sedang mengalami proses vitelogenesis. Estradiol

11

plasma mengalami peningkatan secara bertahap pada fase vitelogenesis sejalan

dengan peningkatan ukuran diameter oosit. Adanya peningkatan konsentrasi

estradiol dalam darah akan memacu hati melakukan proses vitelogenesis dan

selanjutnya akan mempercepat proses pematangan gonad. Oleh karena itu, kadar

estradiol plasma darah dapat digunakan sebagai indikator dari pematangan gonad

(Zairin, Furukawa, dan Aida, 1992).

2.2 Lalat Black Soldier Fly (Hermetia illucens L.)

Black soldier fly atau dalam bahasa latin Hermetia illucens merupakan spesies

jenis lalat dari kingdom: animalia, filum: arthropoda, kelas: insecta, ordo: diptera,

subordo: bracycera, superfamili: stratiomyoidae, famili: stratiomydae, subfamili:

hermetiinae, genus: hermetia, klasifikasi ini berdasarkan NODC Taxonomic code

database (version 8.0) dan Soetzel, 1993 (version 1) dalam (Norman and

Christian, 2001). Black soldier fly merupakan lalat asli dari benua Amerika (Hem

et al., 2008) dan sudah tersebar hampir di seluruh dunia antara 45o Lintang Utara

dan 40o Lintang Selatan (Putra dan Ariesmayana, 2020). (Hem et al., 2008) juga

menyatakan black soldier fly ditemukan di Indonesia, tepatnya di daerah Maluku

dan Irian Jaya sebagai salah satu ekosistem alami lalat black soldier fly.

2.2.1 Morfologi

Black soldier fly memiliki warna hitam dan bagian segmen basal abdomennya

berwarna transparan (wasp waist) sehingga sekilas menyerupai abdomen lebah,

saat lalat dewasa berkembang dari pupa kondisi sayap masih terlipat kemudian

mulai mengembang sempurna hingga menutupi toraks, lalat dewasa tidak

memiliki bagian mulut yang fungsional karena lalat dewasa hanya beraktivitas

untuk kawin dan bereproduksi sepanjang hidupnya (Makkar et al., 2014).

Panjang tubuh lalat dewasa adalah antara 12-20 mm dengan rentang sayap

selebar 8-14 mm, lalat dewasa memiliki kaki berwarna putih pada bagian bawah

dan memiliki antena yang terdiri dari tiga segmen dengan panjang dua kali

kepalanya, antara black soldier fly betina dan jantan memiliki penampilan yang

tidak jauh berbeda, dengan ukuran tubuh black soldier fly betina yang lebih besar

dan ukuran ruas-ruas pada perutnya yang lebih kecil dibanding pada black soldier

fly jantan. Black soldier fly dewasa berumur relatif pendek yaitu 4-8 hari, lalat

12

dewasa tidak membutuhkan makanan karena memanfaatkan cadangan energi dari

lemak yang tersimpan selama fase larva (Sheppard et al., 2002).

Gambar 3. Lalat black soldier fly, (a) jantan dan (b) betina, Garis hitam horizontal

di bawah sampel menunjukkan skala 15 mm (Kahar et al., 2020).

Fase hidup black soldier fly merupakan siklus metamorfosis sempurna dengan

empat fase, yaitu telur, larva, pupa dan lalat dewasa (Popa dan Green, 2012).

Maggot merupakan larva dari serangga black soldier fly yang didapatkan dari

proses biokonversi PKM (Palm Kernel Meal) (Hem et al., 2008). Larva memiliki

tiga ruas toraks dan delapan ruas abdomen, larva umumnya bersifat semi-akuatik,

dan larva memiliki rambut pada bagian dorsal tubuhnya yang digunakan untuk

mengapung di permukaan air dan mengambil udara (Oliveira et al., 2015).

Gambar 4. Larva black soldier fly instar 5 (Widya et al., 2017).

Larva black soldier fly berbentuk elips dengan warna kekuningan dan hitam di

bagian kepala, warna larva akan berubah menjadi kecoklatan pada saat akan

memasuki waktu instar 5. Setelah 20 hari panjangnya mencapai 20 mm, pada fase

ini maggot telah dapat diberikan pada ikan sebagai pakan, ukuran maksimum

maggot mencapai 2,5 cm dan setelah mencapai ukuran tersebut maggot akan

a b

13

menyimpan makanan dalam tubuhnya sebagai cadangan untuk persiapan proses

metamorfosa menjadi pupa (Warburton dan Ramage, 2002).

2.2.2 Kandungan Nutrisi Larva Black Soldier Fly

Larva black soldier fly atau biasa disebut maggot memiliki kandungan protein

dan lemak yang tinggi. Larva black soldier fly memiliki kandungan rata-rata

protein sebesar 45% dan lemak sebesar 30% (Fahmi, 2007 dalam Pangestu,

Prasetya, dan Cahyono, 2017). Protein dan lemak larva black soldier fly ini dapat

diolah lebih lanjut sebagai sumber bahan baku industri lainnya, di samping

memiliki potensi sebagai sumber protein pakan, maggot juga memiliki fungsi

sebagai pakan alternatif untuk hewan ternak atau perikanan dan dapat diproduksi

sesuai dengan ukuran yang diinginkan. (Wardhana, 2016)

2.3 Keong mas (Pomacea canaliculata)

Keong mas atau keong murbai dari suku Ampullariidae merupakan keong air

tawar pendatang dari Amerika Selatan yang masuk ke Indonesia sekitar awal

tahun 1980-an dan menjadi hama tanaman padi yang serius di Indonesia juga di

Asia Tenggara, ribuan hektar semai padi atau tanaman padi berumur muda rusak

dihamai oleh keong mas yang selama ini diidentifikasi sebagai jenis

Pomacea canaliculata (Isnaningsih dan Marwoto, 2011). Pomacea canaliculata

termasuk dalam kingdom: animalia, filum: mollusca, sub filum: avertebrata, kelas:

gastropoda, ordo: megastropoda, famili: ampullidae, genus: pomacea (Sugianti et

al., 2014).

2.3.1 Morfologi

Keong mas adalah salah satu spesies dari gastropoda yang tidak hermaprodith.

Hewan ini berkelamin tunggal yaitu kelamin jantan dan betina. Keong mas jantan

ditandai dengan ukuran relatif kecil, apabila menutup letak tutup cangkang tidak

terlalu ke dalam rongga, sedangkan keong mas betina ditandai dengan ukuran

relatif lebih besar dibandingkan keong mas jantan dan apabila menutup letak tutup

cangkang agak ke dalam rongga cangkang. Cangkang berbentuk bulat, berwarna

kuning hingga coklat tua. Pada bagian di sekitar sutura warna cangkang menjadi

lebih muda. Dinding cangkang tebal, beberapa diantaranya memiliki “pita”

14

melintang berwarna coklat tua hingga tepi mulut cangkang (Isnaningsih dan

Marwoto, 2011).

Gambar 5. Keong mas, a: apek, s: sulur, st: sutura, pc: pusat cangkang, lc: lebar

cangkang, ta: tinggi aperture, la: lebar aperture, tst: tinggi seluk tubuh

(Isnaningsih dan Marwoto, 2011).

Hewan ini memiliki seluk yang tinggi dan runcing, seluk berjumlah 5,25-5,50

dengan seluk akhir membulat. Pusat cangkang berbentuk celah, sutura melekuk

membentuk kanal yang dalam. Mulut cangkang lonjong, bagian atasnya menaik

sehingga terlihat agak meruncing di bagian atas. Warna dinding dalam mulut

cangkang sama dengan dinding luarnya, tepi mulut cangkang tidak menebal dan

membentuk pola yang menerus dengan jeda. Pada bagian kepala keong mas

terdapat sepasang tentakel panjang berpangkal di atas kepala. Kedua ujung

tentakel terdapat indra peraba, sepasang tentakel pendek berpangkal di dekat

mulut sebagai indra peraba dan pembau. Pada bagian bawah kepala terdapat organ

mulut yang terdapat banyak gigi khitin dan lidah perut, disusun oleh otot-otot

secara bergelembung dan dibantu ekskresi lendir (Isnaningsih dan Marwoto,

2011).

2.3.2 Kandungan Nutrisi

Salah satu bahan pakan yang mungkin dapat dijadikan pengganti tepung ikan

adalah tepung daging keong mas. Hal ini dikarenakan protein yang terkandung

didalam daging keong mas sangat tinggi. Berdasarkan hasil uji Laboratorium Ilmu

Nutrisi dan Pakan Ternak Universitas Sumatera Utara bahwa tepung daging keong

mas memiliki kandungan protein sebesar 51,8%, lemak kasar 13,61%, serat kasar

6,09%, kadar abu 24% dan energi metabolis 2094,98 Kkal/kg. Keong mas

15

merupakan salah satu sumber protein yang baik bagi ikan, karena dagingnya

mempunyai kadar protein 54% bobot kering (Bamboep-Tuburan et al., 1995,

dalam Heri, Hastiadi, dan Eko, 2014).

2.4 Pakan Buatan

Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dengan formulasi tertentu berdasarkan

pertimbangan kebutuhannya. Pembuatan pakan didasarkan pada pertimbangan

kebutuhan nutrient ikan, kualitas bahan baku, dan nilai ekonomisnya. Penggunaan

pakan buatan dapat memperoleh banyak keuntungan, antara lain dapat

meningkatkan produksi melalui metode padat penebaran yang tinggi dengan

waktu pemeliharaan yang lebih pendek serta dapat memanfaatkan limbah industri

pangan yang bisa digunakan sebagai pakan campuran. Salah satu pakan buatan

untuk ikan yang paling banyak dijumpai di pasar yaitu pelet (Suharyanto, 2009).

Berdasarkan tingkat kebutuhannya pakan buatan dapat dibagi menjadi tiga

kelompok, yaitu pakan tambahan, pakan suplemen, dan pakan utama. Pakan

tambahan adalah pakan yang sengaja dibuat untuk memenuhi kebutuhan pakan,

dalam hal ini ikan sudah mendapatkan pakan dari alam, namun jumlahnya belum

terpenuhi untuk pertumbuhan ikan. Pakan suplemen adalah pakan yang sengaja

dibuat untuk menambah komponen nutrisi tertentu yang tidak mampu disediakan

pakan alami. Pakan utama adalah pakan yang sengaja dibuat untuk menggantikan

sebagian besar pakan alami (Dharmawan, 2010). Pelet adalah bentuk makanan

buatan yang dibuat dari beberapa macam bahan yang dicampur menjadi adonan,

lalu dicetak menjadi batangan atau bulatan kecil, ukurannya berkisar antara 1-2

cm. Pelet tidak berupa tepung, tidak berupa butiran dan tidak pula berupa larutan

(Setyono, 2012).

16

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Mei 2021. Lokasi penelitian di Balai

Benih Ikan Ciganjur, Jakarta Selatan, Pusat Produksi, Inspeksi, dan Sertifikasi

Hasil Perikanan Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI

Jakarta dan Laboratorium PPISHP Pluit, Jakarta Utara.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kolam perlakuan, kolam

pemijahan, sikat, timbangan analitik, plastik, kakaban, hand counter, kamera

handphone, alat tulis, seser, plastik zip, timbangan gantung, pinset dan water

quality checker. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah induk ikan lele

mutiara yang berasal dari Balai Benih Ikan Ciganjur, keong mas yang berasal dari

sekitar kolam di Balai Benih Ikan Ciganjur, larva black soldier fly instar 5 yang

didapatkan dari peternak di daerah Jakarta Timur, pelet merk hi pro vite jenis 781,

cacing sutera yang didapatkan dari peternak di komplek Balai Benih Ikan

Ciganjur, akuades dan air.

3.3 Cara Kerja

3.3.1 Persiapan Kolam Pemeliharaan

Persiapan kolam pemeliharaan dilakukan dengan menyikat seluruh bagian

kolam menggunakan sikat agar kotoran yang terdapat di kolam tersebut hilang,

lalu dikeringkan selama sehari agar mikroorganisme yang terdapat di kolam

tersebut hilang sehingga tidak mengganggu proses pemeliharaan. Kemudian,

kolam diisi air setengah dari volume kolam, kolam yang digunakan pada tahap ini

berjumlah 6 kolam untuk 3 perlakuan.

3.3.2 Pemilihan Induk

Pemilihan induk untuk tahap pemeliharaan yaitu induk telah mencapai tingkat

kematangan gonad 3 yang memiliki kriteria jika jantan telah berumur 8 bulan, lalu

memiliki alat kelamin yang panjang dan runcing serta berwarna kemerahan,

17

kemudian gerakannya lincah dan memiliki bentuk tubuh yang ramping, sedangkan

jika betina telah berumur 9 bulan, lalu memiliki alat kelamin yang bulat dan

berwarna kemerahan, gerakannya lambat, dan memiliki bentuk perut yang besar.

Setelah dilakukan pemilihan induk, induk yang terpilih dimasukkan ke dalam 6

kolam pemeliharaan dengan masing-masing berjumlah 5 ekor.

3.3.3 Rancangan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan

rancangan penelitian Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 3

perlakuan dan 5 ulangan sehingga diperoleh 15 unit percobaan, perlakuan 1

dengan pemberian pakan alternatif pelet 100%, perlakuan 2 dengan pemberian

pakan alternatif 25% pelet dan 75% daging keong mas, perlakuan 3 dengan

pemberian pakan alternatif 25% pelet dan 75% larva black soldier fly, kombinasi

prosentase pemberian pakan mengacu pada penelitian Maghfiroh (2018).

Pemberian pakan dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada pukul 09.00 WIB dan

pukul 15.00 WIB, pemberian pakan dilakukan selama 4 minggu, dengan pakan

yang diberikan sebanyak 2% (20 gr/individu) dari biomassa induk ikan lele

mutiara, sebelum diberikan pada induk ikan lele mutiara, keong mas terlebih

dahulu direbus agar mudah dilepaskan dari cangkangnya lalu dipisahkan dengan

menggunakan pinset.

3.3.4 Persiapan Kolam Pemijahan

Persiapan kolam pemijahan dilakukan dengan menyikat seluruh bagian kolam

menggunakan sikat agar kotoran yang terdapat di kolam tersebut hilang, lalu

dikeringkan selama sehari agar mikroorganisme yang terdapat di kolam tersebut

hilang sehingga tidak mengganggu proses pemijahan. Kemudian kolam diisi

dengan air setinggi 60 cm, lalu dipasangkan kakaban (media untuk induk bertelur)

pada dasar kolam. Kolam yang digunakan dalam tahap pemijahan yaitu kolam

permanen terbuat dari semen berukuran 1,5 × 3 meter yang berjumlah 15 buah.

18

3.3.5 Pemijahan

Pemijahan dilakukan setelah induk selesai pada tahap pemeliharaan atau

dalam tingkat kematangan gonad IV. Pemijahan dilakukan secara alami,

pemijahan ini dilakukan dengan perbandingan induk 1:1. Kemudian, sepasang

induk dimasukkan ke dalam kolam pemijahan dan telur akan dibuahi dalam

jangka waktu 24 jam.

3.3.6 Pengambilan Data

Penelitian ini meliputi dua parameter untuk dianalisis datanya yaitu parameter

primer meliputi fekunditas dan hatching rate, sedangkan parameter sekunder

meliputi pengukuran kualitas air yang meliputi pH, suhu dan DO serta uji

proksimat pakan ikan lele mutiara. Berikut cara pengambilan datanya:

3.3.6.1 Fekunditas

Nilai fekunditas diambil dengan melakukan penimbangan berat tubuh induk

betina sebelum dan sesudah pemijahan serta penimbangan sampel telur yang

tersisa di dalam perut setelah proses pemijahan. Penimbangan berat tubuh

dilakukan dengan mengambil induk betina menggunakan seser, kemudian

dimasukkan ke dalam plastik zip ukuran besar dan ditimbang menggunakan

timbangan gantung. Penimbangan sampel telur dilakukan dengan menstriping

atau mengurut perut induk betina hingga sisa telur di dalam perut keluar, lalu

ditimbang menggunakan timbangan analitik.

Fekunditas adalah jumlah telur yang dihasilkan oleh induk betina per ekor

sedangkan fekunditas nisbi adalah jumlah telur yang dihasilkan induk betina per

satuan berat badan. Fekunditas dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut

(Effendie, 2002):

Fekunditas =

3.3.6.2 Hatching Rate

Nilai hatching rate diambil pada saat pendederan I, telur akan menetas dalam

jangka waktu 24 jam setelah pembuahan. Telur yang menetas ditunggu hingga 12

hari kedepan dan diberi pakan cacing sutera dari hari ke-4 penetasan hingga hari

19

ke-12, kemudian setelah hari ke-12 benih dihitung manual menggunakan hand

counter. Rumus yang digunakan untuk menghitung hatching rate adalah sebagai

berikut (Effendie, 2002):

HR =

× 100%

Keterangan:

HR: hatching rate

Qt: jumlah telur yang menetas

Qo: jumlah telur yang dibuahi

3.3.6.3 Kualitas Air

Pengukuran kualitas air dilakukan pada saat fase pemijahan dan fase

pemeliharaan benih, pengukuran menggunakan alat water quality checker yang

meliputi pengukuran pH, suhu dan DO. Sebelum menggunakan water quality

checker terlebih dahulu dikalibrasi dengan membilas sensor menggunakan

akuades, setelah itu dapat digunakan dengan cara memasukkan bagian ujung

sensor kedalam air sampai tanda batas, setelah itu menekan tombol on, lalu catat

dan dokumentasikan nilai yang tertera.

3.3.6.4 Uji Proksimat

Uji proksimat adalah uji kimiawi pada pakan atau bahan yang menghasilkan

kadar abu, protein kasar, lemak kasar, dan serat kasar. Uji proksimat dilakukan

untuk mengetahui kandungan nutrisi pelet hi pro vite 781, larva lalat black soldier

fly dan keong mas. Uji proksimat dilakukan menggunakan metode standar

berdasarkan Assiciation of Analitycal Communities (AOAC, 2005). Jumlah

sampel yang digunakan untuk analisis proksimat yaitu sebesar 20 gram setiap

perlakuannya. Kadar abu dilakukan dengan metode pemanasan dalam tanur pada

suhu 600oC. Protein kasar dilakukan dengan metode Kjeldahl. Lemak kasar

dilakukan dengan metode ekstraksi soxhlet dan serat kasar menggunakan metode

Van Soest (asam-basa).

20

3.3.7 Analisis Data

Analisis data nilai fekunditas dan hatching rate diolah dengan aplikasi SPSS

menggunakan anova one way dengan nilai signifikansi 0,05 (95%) untuk

mengetahui perbedaan nilai fekunditas dan hatching rate antara perlakuan 100%

pelet, 25% pelet + 75% keong mas dan 25% pelet + 75% larva black soldier fly,

lalu dilanjutkan dengan uji lanjut post hoc test (tukey hsd) untuk menilai adanya

perbedaan signifikan antar perlakuan.

21

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Proksimat Pakan

Uji proksimat pada penelitian ini menggunakan 3 sampel yaitu pelet hi pro

vite 781, larva black soldier fly instar 5, dan keong mas, dengan 4 parameter yaitu

kandungan protein, abu, lemak kasar, dan serat kasar. Hasil dari pengujian

proksimat pakan dapat dilihat pada Tabel 2. berikut ini:

Tabel 2. Hasil uji proksimat pakan ikan lele mutiara

Senyawa Pelet hi-pro

vite 781 %

Larva black soldier

fly instar 5 %

Keong mas %

Kadar Protein 31-33 40,31 34,23

Kadar Abu 13 9,79 8,94

Kadar Lemak Kasar 4-6 27,81 12,22

Kadar Serat Kasar 3-5 7,81 1,96

Berdasarkan Tabel 2. dapat diketahui bahwa kadar protein tertinggi terdapat

pada larva black soldier fly yaitu sebesar 40,31%, sedangkan kadar protein

terendah terdapat pada pelet yaitu sebesar 33%. Kadar abu tertinggi terdapat pada

pelet yaitu sebesar 13%, sedangkan terendah terdapat pada keong mas yaitu

sebesar 8,94%. Kadar lemak kasar tertinggi terdapat pada larva black soldier fly

yaitu sebesar 27,81%, sedangkan terendah terdapat pada pelet yaitu sebesar 6%.

Kadar serat kasar tertinggi terdapat pada larva black soldier fly yaitu sebesar

7,81%, sedangkan terendah terdapat pada keong mas yaitu sebesar 1,96%.

Menurut SNI 6484.4.2014, nutrisi pakan yang memenuhi kebutuhan ikan lele

yaitu mengandung protein >30%, lemak 2-10% atau >10%, dan kadar abu <12%.

Berdasarkan Tabel 2. Dapat diketahui bahwa kandungan nutrisi semua jenis pakan

sudah memenuhi SNI tentang pemberian pakan pada ikan lele, namun pada

pengujian proksimat penelitian ini terdapat perbedaan kandungan nutrisi yang

nyata antara jenis pakan larva black soldier fly dengan kedua jenis pakan yang

lainnya.

22

Kadar protein, kadar lemak kasar dan kadar serat kasar pada larva black

soldier fly lebih tinggi dari pelet dan keong mas, hal ini disebabkan oleh media

pakan larva black soldier fly yang banyak mengandung protein atau lemak.

Menurut Sheppard, Tomberlin dan Joyce (2002) menyatakan bahwa nutrisi larva

black soldier fly sangat dipengaruhi oleh media pakan, jika media tersebut kaya

protein maka larva akan mengandung protein yang tinggi, demikian juga jika

media kaya akan lemak ataupun serat. Selain itu larva black soldier fly

mempunyai kemampuan dalam memakan berbagai jenis bahan organik kemudian

mengkonversi menjadi protein, lemak maupun kalori adalah karena keberadaan

enzim protease, lipase, dan amilase dalam sistem pencernaannya (Kim, Bae, dan

Park, 2011). Kemampuan konversi bahan organik oleh larva black soldier fly

tersebut menjadikannya sebagai sumber pakan tinggi nutrisi khususnya protein

(Makkar, Tran dan Heuze, 2014). Kadar abu keong mas lebih rendah dari larva

black soldier fly dan pelet, hal ini dapat disebabkan oleh tingginya kadar air pada

tubuhnya. Menurut Mangunwardoyo (2011) menyatakan bahwa kadar air yang

tinggi pada substrat dapat menyebabkan rendahnya kadar abu.

4.2 Analisis Kualitas Air

Pengukuran kualitas air dilakukan di kolam pemijahan dan pemeliharaan

benih, dengan parameter yang diukur yaitu suhu, pH, dan DO. Pengukuran

kualitas air di kolam pemijahan dan pemeliharaan larva dapat dilihat pada Tabel 3.

berikut ini:

Tabel 3. Nilai rata-rata kualitas air kolam pemijahan dan pemeliharaan benih lele

mutiara

Parameter

Pengamatan

Perlakuan SNI 01-

6484.4 -

2014 Pelet 100% Pelet 25% +

Larva black

soldier fly

75%

Pelet 25% +

keong mas

75%

Suhu 30,67oC 31,01

oC 30,59

oC 25-30

OC

pH 7,59 7,55 7,44 6,5-8

DO 2,75 mg/L 2,57 mg/L 2,87 mg/L >3 mg/L

23

Berdasarkan Tabel 3. dapat diketahui bahwa parameter suhu dan DO pada

semua perlakuan tidak sesuai dengan baku mutu yang sudah ditetapkan pada SNI,

2014. Parameter suhu nilai tertinggi terdapat pada kolam perlakuan pelet 25% +

larva black soldier fly 75% yaitu 31,01 oC, sedangkan nilai terendah terdapat pada

kolam perlakuan pelet 25% + keong mas 75% yaitu 30,59 oC. Parameter DO nilai

tertinggi terdapat pada kolam perlakuan pelet 25% + larva black soldier fly 75%

yaitu 2,87 mg/L, sedangkan nilai terendah terdapat pada kolam perlakuan pelet

25% + keong mas 75% yaitu 2,57 mg/L. Sedangkan parameter pH sudah sesuai

dengan baku mutu yang terdapat pada SNI, 2014. Parameter pH nilai tertinggi

terdapat pada kolam perlakuan pelet 100% yaitu 7,59, sedangkan nilai terendah

terdapat pada kolam perlakuan pelet 25% + keong mas 75% yaitu 7,44.

Air berperan sangat penting sebagai media hidup bagi ikan, maka dalam

budidaya perikanan, kualitas air atau media hidup bagi ikan mutlak diperhatikan

demi menjaga kehidupan yang sesuai bagi ikan yang dibudidayakan,

ketidaksesuaian nilai kualitas air akan sangat mempengaruhi pada kehidupan ikan

(Medinawati, Novalina, dan Yoel, 2011). Rendahnya nilai DO pada penelitian ini

berkorelasi dengan tingginya nilai suhu, semakin tinggi nilai suhu maka semakin

rendah nilai DO. Suhu air mempunyai arti penting bagi pertumbuhan organisme

yang hidup diperairan karena banyak berpengaruh terhadap pertumbuhan

organisme. Suhu dapat mempengaruhi berbagai aktivitas kehidupan dan

berpengaruh terhadap oksigen terlarut di dalam air, makin tinggi suhu makin

rendah kelarutan oksigen di dalam air (Effendie, 2002). Namun ikan lele sangat

toleran terhadap kadar suhu yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 20-35oC dan

dapat hidup diperairan yang kondisi lingkungannya sangat buruk (Lingga, 2012).

Perubahan suhu air pada kolam salah satu faktornya disebabkan oleh musim

panas, perubahan suhu yang terlalu ekstrim akan menyebabkan ikan stres, dan

bisa menyebabkan kematian pada ikan (Mahyudin, 2008). Oksigen terlarut (DO)

merupakan faktor pembatas dalam sistem budidaya, jika nilai DO tidak terjaga

pada nilai yang memenuhi SNI, maka ikan akan menjadi stres dan tidak dapat

makan dengan baik (Stickney, 2005), pada penelitian ini kadar DO masih

dibawah SNI, namun ikan lele masih bertahan pada kadar DO yang rendah karena

ikan lele mempunyai alat pernapasan tambahan yang bisa mengambil oksigen

24

secara langsung, rendahnya DO pada penelitian ini disebabkan oleh kadar organik

air yang tinggi sehingga meningkatkan kadar ammonia, meskipun demikian lele

masih mampu karena ikan lele mempunyai toleransi yang tinggi terhadap naiknya

kadar DO (Rahmawati, 2013).

Kadar pH yang optimal untuk kehidupan ikan yaitu antara 6,5-8 (SNI, 2014).

Derajat keasaman air ditentukan oleh konsentrasi ion H+ yang di gambarkan

dengan angka 1-14. Angka kurang dari 7 menunjukkan bahwa air bersuasana

asam, sedangkan angka lebih dari 7 menunjukkan suasana alkali, air ber pH lebih

kecil dari 4 dan lebih besar dari 11 akan membunuh ikan lele, pH antara 6-9 baik

untuk budidaya ikan lele di kolam, namun jika lebih dari 9,5 ikan lele tidak akan

berproduksi lagi (Soetomo, 2010). Menurut penelitian Hermansyah (2017),

menyatakan bahwa suhu air dapat mempengaruhi pH air, kondisi tersebut akan

mempengaruhi aktivitas ikan, salah satu aktivitas ikan lele yang diamati adalah

konsumsi pakan, jika pH air kolam ikan lele dibawah 5 akan menyebabkan ikan

lele kurang makan, hal ini dipengaruhi oleh keasaman air kolam tersebut sehingga

akan meningkatkan persentase kematian ikan lele.

4.3 Analisis Nilai Fekunditas

Fekunditas diartikan sebagai jumlah telur yang ada dalam sepasang gonad

yang matang, fekunditas merupakan perbandingan antara jumlah telur yang

dihasilkan dengan bobot tubuh induk (kg). Nilai fekunditas setiap perlakuan

disajikan pada (lampiran 1). Nilai rata-rata fekunditas ikan lele mutiara

(Clarias gariepinus) dapat dilihat pada Tabel 4. berikut ini:

Tabel 4. Nilai rata-rata fekunditas lele mutiara (Clarias gariepinus)

Perlakuan Nilai Rata-rata Fekunditas

Pelet 100% 30.249±12.512

Pelet 25% + Larva BSF 75% 118.000±48.198*

Pelet 25% + Keong mas 75% 57.750±29.240

Ket: Nilai rata-rata yang diikuti oleh tanda khusus menyatakan berbeda nyata

terhadap perlakuan yang lainnya.

25

Berdasarkan hasil analisa statistik yaitu analisa anova one way, perlakuan

yang berbeda terhadap nilai fekunditas lele mutiara (Clarias gariepinus) seperti

yang terlihat pada (lampiran 2) diperoleh nilai Sig. (0,004) < nilai taraf Sig.

(0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata fekunditas ketiga

perlakuan berbeda nyata secara signifikan. Berdasarkan uji lanjut yang dilakukan

dengan menggunakan uji Tukey HSD (lampiran 3) dari rata-rata 3 perlakuan

terdapat perbandingan antar perlakuannya, perbandingan nilai rata-rata antar

perlakuan dapat dilihat dari nilai signifikansinya, lebih besar atau lebih kecil dari

0,05. Berdasarkan hasil yang didapat bisa kita lihat bahwa perbandingan

perlakuan pelet 25% + larva black soldier fly 75% dengan perlakuan pelet 100%

memiliki nilai Sig. 0,003 < 0,05 dan dengan perlakuan pelet 25% + keong mas

75% memiliki nilai Sig. 0,036 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa antara

perlakuan pelet 25% + larva black soldier fly dengan perlakuan yang lain terdapat

perbedaan rata-rata yang tidak sama.

Berdasarkan Tabel 4. dapat diketahui bahwa nilai rata-rata fekunditas ikan lele

mutiara (Clarias gariepinus) antar perlakuan memiliki perbedaan secara nyata,

rata-rata tertinggi terdapat pada perlakuan pelet 25% + larva black soldier fly 75%

yaitu sebesar 118.000 butir, hal ini disebabkan oleh tingginya nutrien pada larva

black soldier fly. Perbedaan kandungan nutrien dan asam lemak pakan mampu

memperbaiki performa reproduksi, mempercepat proses pematangan gonad, serta

meningkatkan hasil reproduksi (Nainggolan, 2014). Peningkatan nilai fekunditas

juga dapat disebabkan oleh kandungan nutrien pada pakan, seperti lemak, protein

serta karbohidrat (Murtejo, 2008), sehingga perbedaan nilai fekunditas bisa terjadi

karena masing-masing pakan mengandung protein dan lemak yang berbeda

(Effendie, 2002).

Kandungan protein pada larva black soldier fly lebih tinggi dari kandungan

protein pada jenis pakan yang lainnya (Tabel 2). Jumlah telur yang dihasilkan

bertambah sesuai dengan meningkatnya kadar protein, hal ini dikarenakan kadar

protein memberi pengaruh terhadap produksi telur ikan (Hamdan, 2015). Protein

mempunyai fungsi bagi tubuh ikan yaitu sebagai zat pembangun yang membentuk

berbagai jaringan baru untuk pertumbuhan , mengganti jaringan yang rusak,

maupun digunakan untuk bereproduksi (Zaenuri, 2017).

26

Peningkatan nilai fekunditas juga dipengaruhi oleh kadar lemak pada pakan

yang diujikan. Kandungan lemak pada larva black soldier fly lebih tinggi dari

jenis pakan yang lainnya (Tabel 2). Lemak dapat berfungsi sebagai sumber energi

dan asam lemak esensial , lemak digunakan sebagai bahan penyusun struktur

butiran lemak dan butiran kuning telur (Yulfiperius, 2003). Perlakuan pelet 25% +

lara black soldier fly 75% dan perlakuan pelet 25% + keong mas 75% memiliki

nilai rata-rata fekunditas yang lebih tinggi dari perlakuan pelet 100%, hal ini

diduga peningkatan potensi reproduksi disebabkan oleh pakan alami yang

memiliki nutrien lebih lengkap dan memungkinkan proses reproduksi terutama

saat vitelogenesis lebih baik yang berdampak pada kuantitas dan kualitas telur dan

larva yang menetas (Karyanti, 2020).

4.4 Analisis Nilai Hatching Rate

Hatching rate dapat diartikan persentase telur yang menetas setelah waktu

tertentu, atau dapat juga diartikan dengan perbandingan antara jumlah telur yang

menetas dengan jumlah telur awal yang telah ditetapkan. Nilai hatching rate

setiap perlakuan disajikan pada (lampiran 4). Nilai rata-rata hatching rate ikan

lele mutiara (Clarias gariepinus) dapat dilihat pada Tabel 5. berikut ini:

Tabel 5. Nilai rata-rata hatching rate lele mutiara (Clarias gariepinus)

Perlakuan Hatching Rate (%)

Pelet 100% 57,00±6,20

Pelet 25% + Larva BSF 75% 65,20±8,78

Pelet 25% + Keong mas 75% 46,60±6,18

Berdasarkan hasil analisa statistik yaitu analisa anova one way perlakuan yang

berbeda terhadap nilai hatching rate lele mutiara (Clarias gariepinus) seperti yang

terlihat pada (lampiran 5) diperoleh nilai Sig. (0,005) < nilai taraf Sig. (0,05),

sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata hatching rate ketiga perlakuan

berbeda secara signifikan. Berdasarkan uji lanjut yang dilakukan dengan

menggunakan uji Tukey HSD (lampiran 6) dari rata-rata 3 perlakuan terdapat

perbandingan antar perlakuannya, perbandingan nilai rata-rata antar perlakuan

dapat dilihat dari nilai signifikansinya lebih besar atau lebih kecil dari 0,05.

27

Berdasarkan hasil yang didapat bisa kita lihat bahwa perlakuan pelet 25% + larva

black soldier fly 75% memiliki perbandingan dengan kedua perlakuan yang

lainnya. Perbandingan pertama diketahui nilai Sig. 0,208 > 0,05, maka dapat

disimpulkan bahwa nilai rata-rata hatching rate perlakuan pelet 25% + larva black

soldier fly 75% dengan perlakuan pelet 100% adalah sama secara signifikan.

Perbandingan kedua diketahui nilai Sig. 0,004 < 0,05, maka dapat disimpulkan

bahwa nilai rata-rata hatching rate perlakuan pelet 25% + larva black soldier fly

75% dengan perlakuan pelet 25% + keong mas 75% adalah tidak sama secara

signifikan.

Berdasarkan Tabel 5. Dapat diketahui bahwa nilai rata-rata hatching rate ikan

lele mutiara (Clarias gariepinus) antar perlakuan memiliki perbedaan, nilai rata-

rata tertinggi terdapat pada perlakuan pelet 25% + larva black soldier fly 75%

yaitu sebesar 65,20 % dan terendah terdapat pada perlakuan pelet 25% + keong

mas 75% yaitu sebesar 46,60 %. Menurut SNI 6484.4.2014, nilai hatching rate

perlakuan pelet 25% + larva black soldier fly 75% sudah berada diatas nilai

minimum yaitu 60%, sedangkan kedua perlakuan yang lain masih dibawah nilai

minimum. Tingginya nilai hatching rate pada perlakuan pelet 25% + larva black

soldier fly 75% disebabkan oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal

yang mempengaruhi tingginya hatching rate telur ikan yaitu pakan, nilai hatching

rate dipengaruhi oleh kualitas pakan, jika ikan diberi pakan berkualitas baik maka

fekunditasnya akan semakin tinggi, sebaliknya pakan yang buruk dapat

menurunkan jumlah telur, dengan kata lain faktor yang paling memengaruhi besar

kecilnya fekunditas adalah kualitas pakan yang selanjutnya akan memengaruhi

hatching rate telur (Nainggolan, 2015). Hal ini dikarenakan nutrisi pada pakan

memiliki peran penting dalam usaha pematangan gonad ikan, salah satu faktor

yang mempengaruhinya yaitu lemak yang terkandung dalam pakan (Atmadi,

2016). Kandungan lemak pada larva black soldier fly lebih tinggi dari kedua jenis

pakan yang lainnya, hal tersebut yang menyebabkan perlakuan pelet 25% + larva

black soldier fly 75% memiliki nilai hatching rate lebih tinggi dari perlakuan yang

lainnya. Pemenuhan kebutuhan lemak dan asam lemak dalam jumlah yang cukup

akan membantu meningkatkan proses pembentukan telur dan kualitas benih yang

dihasilkan (Suhenda et al., 2008).

28

Menurut Tondang, (2019) menyatakan bahwa lemak yang terkandung dalam

telur berpengaruh terhadap stadium awal embrio dan akan menentukan

perkembangan embrio selanjutnya sehingga menentukan hatching rate telur ikan

lele. Selain itu lemak yang terkandung dalam telur berguna untuk meningkatkan

perkembangan morfologi telur seperti pembentukan atau penyusunan struktur

membran sel dan sebagai prekursor prostaglandin sehingga telur tidak rentan

terhadap kerusakan dan nilai hatching rate menjadi lebih baik (Nainggolan,

2015). Rendahnya nilai hatching rate pada perlakuan pelet 100% dan pelet 25% +

keong mas 75% disebabkan oleh faktor internal. Faktor internal yang

mempengaruhi rendahnya hatching rate telur ikan yaitu kualitas dan diameter

telur yang diovulasikan, hal ini disebabkan telur berhasil dibuahi oleh

spermatozoa tetapi embrio tidak dapat berkembang dengan baik karena kualitas

telur kurang baik, oleh karena itu tidak semua telur yang terbuahi akan menetas

menjadi larva (Setyono, 2009).

29

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1) Perlakuan pelet 25% + larva black soldier fly 75% dapat meningkatkan

nilai fekunditas dan hatching rate lele mutiara (Clarias gariepinus).

2) Perlakuan pelet 25% + larva black soldier fly 75% dengan nilai fekunditas

dan hatching rate yang tertinggi dari jenis pakan yang lain merupakan pakan

yang efektif dalam tingkat keberhasilan fekunditas dan hatching rate lele

mutiara (Clarias gariepinus).

5.2 Saran

Penelitian ini perlu dilanjutkan dengan perlakuan seluruhnya menggunakan

pakan alternatif dalam hal ini yaitu larva black soldier fly dan keong mas serta

perlu dikaji jenis pakan alternatif lainnya untuk lebih meningkatkan nilai

fekunditas dan hatching rate lele mutiara (Clarias gariepinus).

30

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. (2005). Official methods of analysis 18th

edition. Gaithersburg, Maryland

20877-2417, USA.

Atmadi, P.V., & Fariduddin, M. H. A. (2016). Pengaruh penambahan ampela

ayam pada komposisi pakan terhadap performa reproduksi induk ikan lele.

BPPBAT.Bogor.

Azima, Fouzan, M., Zhara, F., & Adriana. (2017). Pembuatan pelet ikan hybrid

berbasis ampas tahu, dedak padi dan keong mas dengan penambahan aroma

terasi. Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology), 15(2), 1–6.

Chumaidi, Priyadi, A., Subagja, J., & Hem, S. (2007). Pengaruh larva black

soldier fly terhadap pematangan gonad ikan balashak. Balai Riset Ikan Hias.

Dharmawan, B. (2010). Usaha pembuatan pakan ikan konsumsi. Yogyakarta:

Pustaka Baru Press.

Djissou, A. S. M., Adjahouinou, D. C., & Koshio, S. F. E. D. (2016). Complete

replace of fish meal by other animal protein sources on growth performance

of Clarias gariepinus fingerlings. Int Aquat Res, 30(8), 33-341.

Effendie, M. I. (2002). Biologi perikanan. Bogor: Yayasan Nusatama.

Fahmi, Melta, R., Saurin, H., & Wayan, S. I. (2009). Potensi maggot untuk

peningkatan pertumbuhan dan status kesehatan ikan. Jurnal Riset

Akuakultur, 4(2), 32–221.

Fajrin, Chaerul, N., Ibnu, D. B., & Sriati. (2012). Penambahan ekstrak tauge

dalam pakan untuk meningkatkan keberhasilan pemijahan ikan mas koki

(Carassius auratus). Jurnal Perikanan Dan Kelautan, 3(3), 51–60.

FAO. (2013). Edible insect: Fture prosoets for food and feed security. Rome

(Italy): Food And Argiculture Of The United Nations.

Fujaya, Y. (2004). Fisiologi ikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Hamdan, A., Netty, A., & Nur, A. (2015). Pengaruh kadar protein pakan terhadap

penampilan pertumbuhan, kematangan gonad dan fekunditas ikan katung

(Pristolepis grooti Bleeker) matang gonad pertama. Jurnal Akuakultur Rawa

Indonesia, 3(1), 10-22.

Hem, Saurin, Sékou, T., Cé Sagbla, & Marc, L. (2008). Bioconversion of palm

kernel meal for aquaculture: Experiences from the forest region (Republic of

Guinea). African Journal of Biotechnology, 7(8), 98–1192.

Heri, Sandjojo, Hasan, H., & Dewantoro, E. (2014). Pemanfaatan tepung keong

mas (Pomacea canaliculata) sebagai bahan subsitusi tepung ikan dalam

31

pakan terhadap keragaan pertumbuhan ikan nila gift (Oreochromis niloticus).

Jurnal Ruaya, 5(1), 1833–2338.

Hermansyah, E., Derdia, F.T., & Pontia. (2017). Rancangan bangun pengendali

pH air untuk pembudidayaan ikan lele berbasis mirokontroler atmega 16.

Jurnal Teknik Elektro Universitas Tanjungpura, 2(1), 1-13.

Isnaningsih, Nur, R., & Ristiyanti M. M. (2011). Keong hama pomacea di

Indonesia: Karakter morfologi dan sebarannya (Mollusca, Gastropoda:

Ampullariidae). Berita Biologi, 10(3), 47–58.

Iswanto, Bambang, Imron, Rommy, S., & Huria, M. (2014). Perakitan strain ikan

lele Clarias gariepinus ( Burchell , 1822 ) tumbuh cepat melalui seleksi

individu : Pembentukan populasi generasi pertama. Jurnal Riset Akuakultur,

9(3), 52–55.

Iswanto, Bambang, Rommy, S., Huria, M., & Imron. (2015). Karakteristik

morfologis dan genetis ikan lele Afrika (Clarias gariepinus Burchell, 1822)

strain mutiara. Jurnal Riset Akuakultur, 10(3), 325.

Iswanto, Bambang, Rommy, S., Huria, M., & Imron. (2016). Performa reproduksi

ikan lele mutiara ( Clarias gariepinus ). Media Kultur, 11(1), 1–9.

Kahar, A., Busyairi, M., Sariyadi, Hermanto, A., & Ristanti, A. (2020).

Bioconvertion of municipal organic wasteusing black soldie fly larvae into

compost and liquid organic fertilizer. Jurnal Konfersi, 9(8), 35-40.

Kariyanti & Yeni, S. A. L. (2020). Pengaruh jenis pakan yang berbeda terhadap

jumlah telur pada ikan beseng-beseng (Marosatherina ladigesi Ahl, 1936).

Jurnal Airaha, 9(4), 24-28.

Khairuman, S. P., & Amri. (2008). Buku pintar budidaya 15 ikan konsumsi.

Jakarta: Agromedia Pustaka.

Kim, W., Bae, S., Kim, A., Park, K., Lee, s., Choi, Y., Han, S., Park, Y., & Koh,

Y. (2011). Biochemical characterization of digestive enzymes in the black

soldier fly, Hermetia illucens (Diptra: Stratiomydae). Journal of asia pasific

entomology, 15(2), 11-14.

KKP. (2021). Data statistik produksi ikan lele di Indonesia. Statistik.kkp.go.id.

Diakses pada 16 Juni 2021.

Kordi. (2010). Budidaya ikan lele di kolam terpal. Yogyakarta: Andi Offset.

Lingga, M.N. (2012). Efektifitas ekstrak bunga kecombrang (Nicolaia speciosa

horan) untuk pencegahan serangan saprolegnia sp. pada ikan lele

sangkuriang. Universitas Padjajaran, 3(1), 4.

Lukito. (2002). Lele ikan berkumis paling popular. Jakarta: Agromedia.

Maghfiroh, A. (2018). Pengaruh pemberian kombinasi pakan buatan dan pakan

alami pada ikan lele mutiara (Clarias gariepinus) terhadap telur terbuahi dan

32

jumlah telur menetas. Universitas Muhammadiyah Malang.

Mahyudin. (2008). Panduan lengkap agribisnis lele. Jakarta: Penebar Swadaya

Makkar, Tran, G., Hueze ,V., & Ankreas, P. (2014). State of the art on use of

insect as animal feed. Anim Feed Sci Technol.

Mangunwardoyo, W., Aulia, & Saurin, H. (2011). Penggunaan bungkil inti kelapa

sawit hasil biokonversi sebagai substrat pertumbuhan larva Hermetia illucens

L (maggot). Jurnal Biota, 16(2), 166-171.

Medinawati, Novalina, S., & Yoel. (2011). Pemberian pakan yang berbeda

terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih lele dumbo (Clarias

gariepinus). Media Litbang Sulteng. 4(2), 83-87.

Murtejo, B. A. (2008). Pedoman meramu pakan ikan. PT. Kanisius. Yogyakarta

Nainggolan, A. (2014). Peningkatan mutu reproduksi induk betina lele (Clarias

sp) melalui pemberian kombinasi pakan bersuplemen Spirulina platensis dan

oodev. Institut Pertanian Bogor.

Nainggolan, A., Sudrajat, A. O., Bambang, U. N. B., & Harris, E. (2015).

Peningkatan kinerja reproduksi, kualitas telur, dan larva melalui

suplementasi Spirulina dikombinasikan dengan injeksi oocyte developer

pada induk ikan lele betina. IPB.

Ngatung, J. E. E., Pangkey, H., & Mokolensang, J. F. (2017). Budidaya cacing

sutra (Tubifex sp.) dengan sistem air mengalir di Balai Perikanan Budidaya

Air Tawar Tatelu (BPBAT), Provinsi Sulawesi Utara. E- Jurnal Budidaya

Perairan, 5(3), 12-13.

Norman, E. Woodley, Thompson, F., & Christian. (2001). A world catalog of the

stratiomyidae (Insecta: Diptera). North American Dipterists’Society.

Oliveira, Fernanda, Klaus, D., Richard, L., & Joseph R. O. R. (2015). Assessment

of diptera : Stratiomyidae , genus Hermetia illucens ( L ., 1758 ) using

electron microscopy. Journal of Entomology and Zoology Studies, 3(5), 52–

147.

Pangestu, Widya, Agus, P., & Rochim, B. C. (2017). Pengolahan limbah kulit

pisang dan nangka muda menggunakan larva black soldier fly (Hermetia

illucens). Simposum Nasional Rapi XVI, 8(2), 97–101.

Popa, R., & Green, T. (2012). Dipterra lcc e-book „biology and ecology of the

black soldier fly.’ DipTerra LCC.

Putra, Yongki, & Ade, A. (2020). Efektifitas penguraian sampah organik maggot

(bsf). Jurnalis, 3(1), 11–24.

Rahmawati, H., Zain, M.A., Aisyah, S. (2013). Peningkatan nilai guna daun

bangkal (Nauclea orientalis) terhadap kesehatan ikan lele sangkuriang.

Seminar Nasional. Universitas Lambung Mangkurat.

33

Rietje, J.M., Bokau, Pindo, W., & Tutu, P. B. (2018). Maggot bulk production

training as an alternative feed for groups of fresh fish cultivation labuhan ratu

raya Bandar Lampung. Prosiding Seminar Nasional Penerapan IPTEK.

Sajuri. (2018). Alternative feed flour potential from maggot and azolla ( malla ) as

animal feed raw materials with high protein content. Jurnal Ilmiah

Pertanian, 14(1), 216–230.

Senlin, Hong, Zhang, Tian, Zhou, & Haibo. (2016). Influence of black soldier fly

(Hermetia Illucens) larvae oil on growth performance, body composition,

tissue fatty acid composition and lipid eposition in juvenile jian carp

(Cyprinus carpio var. Jian). Jurnal Aquaculture, 6(5), 43-52.

Setyono, B. (2009). Pengaruh perbedaan konsentrasi bahan pada pengencer

sperma ikan "skim kuning telur" terhadap laju fertilisasi, laju penetasan, dan

sintasan ikan mas (Cypinus carpio, L). Jurnal Gamma, 5(1), 1-6.

Setyono, B. (2012). Pembuatan pakan buatan. Malang: Unit Pengelolaan Air

Tawar.

Sheppard, Tomberlin, J. K., Joyce, J. A., Kiser, B. C., & Summer, A. M. (2002).

Rearing methods for the black soldier fly (Diptera:Stratiomyidae). J Medic

Entomol.

Sinjal, Hengky, Frengky, I., & Henneke, P. (2014). Evaluasi kombinasi pakan dan

estradiol_17β terhadap pematangan gonad dan kualitas telur ikan lele dumbo

( Clarias gariepinus ). Jurnal LPPM Bidang Sains Dan Teknologi, 1(1), 97–

112.

SNI.6484.4. (2014). Ikan lele dumbo, bagian 4: Produksi benih.

Soetomo, M. (2010). Teknik budidaya ikan lele dumbo. Bandung: Sinar Baru

Algensindo.

Stickney, R. R. (2005). Aquaculture: An introductory text. Oxford: CABI

Publishing, 265 p.

Suharyanto, M., & Andi, M. P. (2009). Pemanfaatan limbah usus ayam sebagai

pakan Ppembesaran rajungan (Portunus pelagicus). Pusat Riset Perikanan

Budidaya.

Suhenda, N., & Samsudin, R. (2007). Pematangan gonad ikan baung melalui

perbaikan pakan induk. BRPBAT, Bogor.

Sugianti, B., Hidayat, E., Arta, A., Retnoningsih, S., Anggraeni, Y., & Lafi, L.

(2014). Daftar mollusca yang berpotensi sebagaii spesies asing invasif di

Indonesia. Jakarta: KKP.

Susanto (2011). Metode pemijahan ikan lele. Jakarta: Pustaka Bangsa.

Suwarso, & Sadhotomo, B. (1995). Perkembangan kematangan gonad ikan

bentong (Selar crumenophthalamus) di laut Jawa. Jurnal Balai Penelitian

34

Perikanan Laut Jakarta, 1(2), 77–87.

Titin, L. F. (2017). Pemanfaatan keong mas (Pomacea canaliculata) sebagai

sumber bahan baku pakan ikan. Jurnal Aquabis.

Tondang, H., Rita, R., Lintang, P. S.Y., & Subhan, U. (2019). Pematangan gonad

ikan lele dumbo menggunakan tepung biji kecipir dalam pakan komersil.

Universitas Padjajaran, 10(1), 55-63.

Van Huis, A. (2013). Potential of insect as food and feed in assuring food

security. Annual Review of Entomology, 5(8), 563-583.

Warburton, Kev, & Deborah, R. (2002). Integrated biosystems for sustainable

development: Proceedings of the inform 2000 national workshop on

integrated food production and resource, 2(1), 197.

Wardhana, A. H. (2016). Black soldier fly sebagai sumber protein alternatif untuk

pakan ternak. Wartazoa, 2(6), 69-78.

Widya, P., Prasetya, A., & Cahyono, B. R. (2017). D126-Pengolahan limbah kulit

pisang dan nangka muda menggunakan larva black soldier fly (Hermetia

illucens). Simposium Nasional RAPI XVI.

Yulfiperius, Mokoginta, I., & Jusadi, D. (2003). Pengaruh kadar vitamin E dalam

pakan terhadap kualitas telur ikan patin (Pangasius hypothalamus). Jurnal

Ikhtiologi Indonesia, 1(1), 11-18.

Zaenuri., R., Suharto, B., & Alexander, T. S. H. (2017). Kualitas pakan ikan

berbentuk pelet dari lmbah pertanian. Jurnal Sumberdaya Alam dan

Lingkungan.

Zairin, M., Furukawa, & Aida. (1992). Induction of ovulation by hcg injection in

tropical walking catfish Clarias batrachus reared under 23-25 C. Nippon

Suisan Gakkaishi, 5(8), 85-90.

35

LAMPIRAN

Lampiran 1. Nilai fekunditas lele mutiara (Clariasgariepinus)

Lampiran 2. Hasil uji anova one way nilai fekunditas lele mutiara

(Clariasgariepinus)

Lampiran 3. Hasil uji lanjutan tukey hsd nilai fekunditas lele mutiara

(Clariasgariepinus)

36

Lampiran 4. Nilai hatching rate lele mutiara (Clariasgariepinus)

Lampiran 5. Hasil uji anova one way nilai hatching rate lele mutiara

(Clariasgariepinus)

37

Lampiran 6. Hasil uji lanjutan tukey hsd nilai hatching rate lele mutiara

(Clariasgariepinus)