chapter ii sito
DESCRIPTION
;klj;lTRANSCRIPT
-
TINJAUAN PUSTAKA
1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)
Gambar 1: Telur, larva, pupa dan imago S. oryzae
Sumber: http://www.the-piedpiper.co.uk
S. oryzae ditemukan diberbagai negara di seluruh dunia terutama beriklim
panas. Betina sebelum meletakkan telur terlebih dahulu membuat lubang dalam
butiran beras maupun biji-bijian kemudian lubang ditutup dengan cairan pekat
(gelatinoum). Stadium telur berlangsung sekitar 7 hari, telur berwarna putih dan
panjangnya kira-kira 0,5 mm (Luh, 1980).
Gambar 2: Larva S. oryzae
Sumber: http://www.the-piedpiper.co.uk
Larva hidup dalam biji beras dengan memakan isi biji. Fase larva
merupakan fase yang merusak biji. Larva mengalami 3-4 instar selama 18 hari,
berwarna putih dan panjang tubuh berkisar 4-5 mm. Larva instar akhir biasanya
Universitas Sumatera Utara
-
akan membentuk kokon dan tetap berada dalam bahan makanan atau butiran beras
(Anggara, 2007).
Pupa dapat berubah warna tergantung pada umur pupa, dari coklat
kemerah-merahan menjadi kehitaman dan bagian kepala berwarna hitam. Panjang
pupa biasanya 2,5 mm dan masa pupa berlangsung 6 hari (Kalshoven, 1981).
Setelah menjadi pupa kemudian kumbang muda keluar dari beras.
Kumbang dewasa makan beras sebelah luar sehingga tampak berlubang-lubang.
Imago dapat bertelur 300-400 butir telur selama hidupnya 4-5 bulan. Ukuran
tubuh 3,3 mm, berwarna gelap kecoklatan dengan moncong panjang dari bagian
kepala. Untuk mengadakan perkawinan imago betina bergerak di sekitar bahan
makanan dengan membebaskan seks feromon untuk menarik perhatian imago
jantan. Imago jantan memiliki moncong yang pendek, dengan gerakan lebih
lambat daripada betina (Bennet, 2003).
Gambar 3: Imago S. oryzae Sumber: http://www.the-piedpiper.co.uk
Dewasa mengebor ke dalam biji berkulit beras dengan moncongnya yang
panjang untuk meletakkan telur-telur ke dalam biji tersebut. Waktu yang
diperlukan dari telur sampai dewasa pada kondisi yang optimum adalah 30-40 hari
(Borror dkk,1996; Bulog, 1996a).
Universitas Sumatera Utara
-
2. Gejala Serangan Sitophilus oryzae L.
S. oryzae merupakan hama primer yaitu dapat menyerang suatu bahan
tanpa ada pertolongan hama lain. Gejala serangan pada butir-butir komoditas
menjadi berlubang-lubang (Bulog, 1996a).
Serangan S. oryzae pada beras utuh akan rusak dan hancur menjadi menir
dan menir ini disukai oleh serangga T. castaneum (Charles, 2009).
Gambar 4: Gejala kerusakan Sitophilus oryzae L. Sumber: http://www.the-piedpiper.co.uk
Kerusakan yang diakibatkan oleh hama S. oryzae dapat tinggi pada
keadaan tertentu sehingga kualitas beras menurun. Biji-bijian hancur dan berdebu,
dalam waktu yang cukup singkat serangan hama dapat mengakibatkan
perkembangan jamur, sehingga produk beras rusak total, bau apek yang tidak enak
dan tidak dapat dikonsumsi (Kalshoven, 1981).
Universitas Sumatera Utara
-
3. Biologi Tribolium castaneum H. (Coleoptera: Tenebrionidae).
Telur diletakkan dalam tepung atau pada bahan lain yang sejenis yang
merupakan pecahan kecil (remah). Telur berwarna putih dan dapat dilihat secara
mikorkopis dengan ukuran kurang lebih 1,5 mm. Stadia telur 5-12 hari
(Bennet, 2003).
Gambar 5: Telur T. castaneum
Sumber: http://www.the-piedpiper.co.uk Larva mempunyai 6 tungkai, berwarna krem kekuning-kuningan sampai
kecoklat-coklatan. Periode larva 22-30 hari (Bennet, 2003). Larva mengalami
4-6 kali pertukaran kulit, instar akhir berwarna kuning dengan panjang tubuh
dapat mencapai 3-6 mm (Jungwi, 2009).
Pupa hampir sama dengan larva instar akhir, pertama-tama berwarna putih,
lama kelamaan berubah menjadi kuning kecoklatan kemudian berubah menjadi
merah kecoklat-coklatan dengan ukuran panjangnya 3,5 mm. Periode pupa
kurang lebih 8 hari (Luh, 1980).
Gambar 6: larva, pupa dan imago T. castaneum
Sumber: http://www.the-piedpiper.co.uk
Universitas Sumatera Utara
-
Imago berada di dalam bahan makanan, dapat bertelur 300-400 butir telur
selama periode 4-6 bulan. Imago berwarna merah kecoklatan dengan ukuran
panjang 4 mm. Siklus hidup keseluruhan 7-12 minggu dan umur kumbang dewasa
dapat mencapai 3 tahun atau lebih (Bennet, 2003).
4. Gejala Serangan Hama T. castaneum
T. castaneum merupakan serangga yang menyerang bahan makanan yang
berupa tepung, spesies ini akan mengakibatkan kerusakan dan kontaminasi pada
beras (Jungwi, 2009).
Gambar 7: Gejala kerusakan diakibatkan T.castaneum
Sumber: http://www.the-piedpiper.co.uk
Imago dan larva T. castaneum memakan biji-bijian yang telah rusak. Di
dalam beras yang disimpan sering sekali ditemukan kotoran, cairan dan
pertukaran kulit dari imago T. castaneum sehingga terjadi kontaminasi yang
mengakibatkan bau dan rasa beras yang sangat menyengat (Bennet, 2003).
Universitas Sumatera Utara
-
5. Insektisida Botani
Pada dasarnya tujuan utama dari kegiatan perawatan kualitas adalah upaya
untuk mempertahankan nilai dari komoditas yang disimpan dan menjaga
tercapainya efisiensi serta efektifitas kegiatan penyimpanan (Amrullah, 2003)
Proses kerusakan beras, dapat diakibatkan oleh kerusakan mekanis, fisis,
biologis atau mikrobiologis dan kimiawi. Sedangkan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kerusakan dan kesusutan beras dalam penyimpanan adalah faktor
yang berasal dari beras itu sendiri yaitu kadar air, butir rusak, butir kapur, butir
pecah, derajat sosoh dan proses metabolisme antara lain respirasi dan sebagainya
(Bulog, 1996c).
Penggunaan pestisida kimia dalam pengendalian hama tanaman saat ini
banyak menimbulkan dampak negatif. Masalah pencemaran lingkungan
merupakan akibat yang jelas terlihat (Dewi, 2007), selain itu penggunaan pestisida
secara terus menerus juga dapat menyebabkan resistensi hama dan bahkan
meninggalkan residu pestisida pada produk hasil pertanian yang bisa berbahaya
apabila dikonsumsi manusia. Oleh karena itu diperlukan upaya pengendalian
hama secara ramah lingkungan, seperti pestisida nabati atau biopestisida
(Maryam dan Mulyana, 2009).
Gambar 8 . Biji Nimba (Azadirachta indica L.) Sumber: Foto Langsung (2010)
Universitas Sumatera Utara
-
Ekstrak biji dan daun nimba (Azadirachta indica L) terdapat 3 golongan
penting yaitu : azadirachtin, salanin, dan meliantriol (Osorio, 2002). Ketiga
senyawa tersebut digolongkan ke dalam kelompok tripenoid yang merupakan
bahan pestisida alami, tetapi yang paling efektif adalah azadirachtin. Mimba tidak
membunuh hama secara cepat tetapi berpengaruh terhadap daya makan,
pertumbuhan, reproduksi, proses ganti kulit, menghambat perkawinan dan
komunikasi seksual (Rukmana dan Yuniarsih, 2003).
Gambar 9. Biji sirsak (Annona muricata L.) Sumber: Foto Langsung (2010)
Hasil penelitian terdahulu telah ditemukan adanya senyawa yang
berkhasiat sebagai insektisida dalam biji tumbuhan familia Annonaceae. Senyawa
yang berkhasiat paling kuat ditemukan dalam biji Annona muricata. Juga telah
dibuktikan bahwa yang berkhasiat sebagai insektisida adalah suatu gliserida yang
sifatnya mirip resin. Bagian tanaman sirsak (Annona muricata) yang dimanfaatkan
untuk insektisida nabati adalah biji dan daun. Dalam biji dan daun sirsak terdapat
senyawa acetogenin. Pada konsentrasi tinggi, senyawa acetogenin menyebabkan
serangga tidak mau makan. Pada konsentrasi rendah bersifat racun perut dan dapat
menyebabkan kematian. Senyawa acetogenin bersifat sitotoksik sehingga
menyebabkan kematian sel (Retnowati,1999).
Universitas Sumatera Utara
-
Gambar 10. Biji Srikaya (Annona squamosa L.) Sumber: Foto Langsung (2010)
Srikaya (Annona squamosa L.) merupakan tanaman yang dipakai sebagai
insektisida nabati karena mengandung senyawa annonain yang bersifat menekan
nafsu makan (antifeedant) racun kontak dan racun perut (Utami, 1998). Bagian
tanaman yang dimanfaatkan untuk insektisida nabati adalah daun, buah mentah,
biji dan akar. Untuk hama gudang serbuk biji dapat menghambat proses peletakan
telur (Istianto, 2009).
Universitas Sumatera Utara