chapter ii hipno kanker

32
BAB II LANDASAN TEORI A. KANKER PAYUDARA 1. Definisi kanker payudara Kanker adalah istilah umum untuk pertumbuhan sel tidak normal yaitu tumbuh sangat cepat dan tidak terkontrol yang dapat menyusup ke jaringan tubuh normal dan menekan jaringan tubuh normal sehingga mempengaruhi fungsi tubuh (dalam Diananda, 2009). Kanker adalah kelompok penyakit, dimana sel tubuh berkembang, berubah, dan menduplikasikan diri diluar kendali. Biasanya, nama kanker diberikan berdasarkan bagian tubuh dimana kanker pertama kali tumbuh. Jadi, kanker payudara adalah tumor ganas yang telah berkembang dari sel-sel yang ada di dalam payudara. Kanker payudara merujuk pada pertumbuhan serta perkembangbiakan sel abnormal yang muncul pada jaringan payudara (dalam Chyntia, 2009). Kanker payudara adalah suatu penyakit dimana terjadi pertumbuhan berlebihan atau perkembangan tidak terkontrol dari sel-sel (jaringan) payudara. Kanker bisa mulai tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran susu, jaringan lemak maupun jaringan ikat pada payudara (dalam Rahayu, 1991). Universitas Sumatera Utara

Upload: widanjaya-made

Post on 01-Dec-2015

28 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Chapter II Hipno Kanker

BAB II

LANDASAN TEORI

A. KANKER PAYUDARA

1. Definisi kanker payudara

Kanker adalah istilah umum untuk pertumbuhan sel tidak normal yaitu

tumbuh sangat cepat dan tidak terkontrol yang dapat menyusup ke jaringan tubuh

normal dan menekan jaringan tubuh normal sehingga mempengaruhi fungsi tubuh

(dalam Diananda, 2009).

Kanker adalah kelompok penyakit, dimana sel tubuh berkembang, berubah,

dan menduplikasikan diri diluar kendali. Biasanya, nama kanker diberikan

berdasarkan bagian tubuh dimana kanker pertama kali tumbuh. Jadi, kanker

payudara adalah tumor ganas yang telah berkembang dari sel-sel yang ada di

dalam payudara. Kanker payudara merujuk pada pertumbuhan serta

perkembangbiakan sel abnormal yang muncul pada jaringan payudara (dalam

Chyntia, 2009).

Kanker payudara adalah suatu penyakit dimana terjadi pertumbuhan

berlebihan atau perkembangan tidak terkontrol dari sel-sel (jaringan) payudara.

Kanker bisa mulai tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran susu, jaringan lemak

maupun jaringan ikat pada payudara (dalam Rahayu, 1991).

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II Hipno Kanker

2. Penyebab kanker payudara

Penyebab spesifik kanker payudara masih belum diketahui, tetapi menurut

Moningkey dan Kodim (dalam Chyntia, 2009) terdapat banyak faktor risiko yang

diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap terjadinya kanker payudara,

diantaranya:

a. Faktor reproduksi

Karakteristik reproduktif yang berhubungan dengan risiko terjadinya kanker

payudara adalah nuliparitas, menarche pada umur muda, menopause pada umur

lebih tua, dan kehamilan pertama pada umur tua. Risiko utama kanker payudara

adalah bertambahnya umur. Diperkirakan, periode antara terjadinya haid pertama

dengan umur saat kehamilan pertama merupakan window of initiation

perkembangan kanker payudara. Secara anatomi dan fungsional, payudara akan

mengalami atrofi dengan bertambahnya umur. Kurang dari 25% terjadi pada masa

sebelum menopause sehingga diperkirakan awal terjadinya tumor terjadi jauh

sebelum terjadinya perubahan klinis.

b. Penggunaan hormon

Hormon estrogen berhubungan dengan terjadinya kanker payudara. Laporan

dari Harvard School of Public Health menyatakan bahwa terdapat peningkatan

kanker payudara yang bermakna pada para pengguna terapi estrogen replacement.

Suatu metaanalisis menyatakan bahwa walaupun tidak terdapat risiko kanker

payudara pada pengguna kontrasepsi oral, wanita yang menggunakan obat ini

untuk waktu yang lama mempunyai risiko tinggi untuk mengalami kanker ini

sebelum menopause.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II Hipno Kanker

c. Obesitas

Terdapat hubungan yang positif antara berat badan dan bentuk tubuh dengan

kanker payudara pada wanita pasca menopause. Penelitian di negara-negara Barat

dan bukan Barat juga menunjukkan bahwa terdapat pengaruh diet terhadap

terjadinya keganasan ini.

d. Konsumsi lemak

Willet dkk., melakukan studi prospektif selama 8 tahun tentang konsumsi

lemak dan serat dalam hubungannya dengan risiko kanker payudara pada wanita

umur 34 sampai 59 tahun dan menemukan bahwa konsumsi lemak diperkirakan

sebagai suatu faktor risiko terjadinya kanker payudara.

e. Radiasi

Eksposur radiasi ionisasi selama atau sesudah pubertas meningkatkan

terjadinya risiko kanker payudara. Dari beberapa penelitian yang dilakukan

disimpulkan bahwa risiko kanker radiasi berhubungan secara linier dengan dosis

dan umur saat terjadinya eksposur.

f. Riwayat keluarga dan faktor genetik

Riwayat keluarga merupakan komponen yang penting dalam riwayat penderita

yang akan dilaksanakan screening untuk kanker payudara. Terdapat peningkatan

risiko keganasan ini pada wanita yang keluarganya menderita kanker payudara.

Pada studi genetik ditemukan bahwa kanker payudara berhubungan dengan gen

tertentu. Apabila terdapat BRCA 1, yaitu suatu gen suseptibilitas kanker payudara,

probabilitas untuk terjadi kanker payudara sebesar 60% pada umur 50 tahun dan

sebesar 85% pada umur 70 tahun.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II Hipno Kanker

Sementara beberapa faktor lain yang menunjukkan kemungkinan seorang

wanita dapat menderita kanker payudara hádala sebagai berikut (dalam Dixon &

Leonard, 2002):

a. Menunda kehamilan

Wanita yang belum hamil sampai melebihi usia 30 tahun, atau yang belum

pernah melahirkan, memiliki risiko lebih besar daripada mereka yang hamil

pertama kali di usia belasan tahun.

b. Menyusui

Seorang wanita yang telah menyusui satu anak atau lebih memiliki risiko lebih

rendah daripada wanita yang tidak pernah menyusui.

c. Sel-sel payudara yang abnormal

Beberapa wanita yang pada kondisi non-kanker ditemukan menderita

ketidaknormalan pada sel-sel payudara tertentu nantinya bisa menjadi kanker.

Seorang wanita dengan masalah ini, dikenal sebagai hyperplasia tidak normal,

membutuhkan check-up teratur.

d. Minum alkohol dan merokok

Beberapa studi menunjukkan wanita yang minum banyak alkohol memiliki

risiko lebih tinggi daripada mereka yang tidak minum alkohol. Merokok tidak

dihubungkan secara langsung dengan risiko kanker payudara, tetapi berhubungan

dengan penyakit lain dan kesehatan secara menyeluruh.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II Hipno Kanker

e. Mengkonsumsi pil KB

Ada sedikit peningkatkan risiko pada wanita yang mengkonsumsi pil KB.

Risiko ini bersifat sementara dan hilang setelah 10 tahun berhenti mengkonsumsi

pil KB.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor risiko kanker

payudara adalah faktor reproduksi, penggunaan hormon, obesitas, konsumsi

lemak, radiasi, riwayat keluarga dan faktor genetik, penundaan kehamilan, tidak

menyusui, sel-sel payudara yang abnormal, minum alkohol dan merokok, serta

mengkonsumsi pil KB.

3. Pengobatan medis kanker payudara

Pengobatan kanker payudara dibagi menjadi dua jenis, yaitu pengobatan lokal

dan sistemik. Pembedahan dan radioterapi (terapi radiasi) merupakan pengobatan

lokal yang digunakan untuk mengangkat, merusak, atau mengontrol sel kanker

pada area spesifik. Sedangkan kemoterapi merupakan pengobatan sistemik yang

digunakan untuk merusak atau mengontrol sel kanker melalui seluruh tubuh

(Odgen, 2004).

Pembedahan merupakan pengobatan primer kanker payudara. Selain

pembedahan, terdapat pengobatan yang dinamakan adjuvant therapy yaitu

pengobatan yang diberikan untuk melengkapi pengobatan primer agar

meningkatkan kesempatan penyembuhan yang terdiri dari kemoterapi dan radiasi

(Odgen, 2004). Berikut penjelasan tiga tipe dasar dari pengobatan kanker, yaitu

pembedahan, radiasi, dan kemoterapi.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II Hipno Kanker

a. Pembedahan

Pembedahan merupakan pengobatan yang paling umum untuk kanker

payudara. Terdapat beberapa jenis pembedahan pada kanker payudara, yaitu:

lumpectomy (pembedahan yang dilakukan dengan cara mengangkat benjolan atau

tumor dan sejumlah kecil jaringan normal yang ada disekitarnya), total

mastectomy (pembedahan yang dilakukan dengan cara mengangkat keseluruhan

payudara yang terkena kanker), dan radical mastectomy (pembedahan yang

dilakukan dengan cara mengangkat keseluruhan payudara yang terkena kanker,

dinding otot dada di bawah payudara, dan semua limfa di bawah lengan) (dalam

Bellenir, 2009). Pembedahan dilakukan berdasarkan ukuran kanker, letak kanker

dan penyebarannya (dalam Odgen, 2004).

(1) Efek fisik pembedahan

Sejumlah pasien kanker payudara melaporkan masalah-masalah yang timbul

setelah dilakukannya pembedahan. Mulai dari rasa ketidaknyamanan segera

setelah pembedahan sampai dengan masalah-masalah kronik seperti kaku, mati

rasa, bengkak, dan lelah yang dapat dirasakan selama berminggu-minggu sampai

bertahun-tahun (dalam Ricks, 2005). Pembedahan juga dapat mengakibatkan

perubahan bentuk dan ukuran payudara (dalam Odgen, 2004). Efek samping yang

juga muncul dari pembedahan lumpectomy ataupun mastectomy adalah terjadinya

infeksi dan munculnya sejumlah cairan pada luka bekas pembedahan (dalam

Ricks, 2005). Dalam jangka panjang, terdapat risiko komplikasi yang besar,

kondisi ini dimanakan lymphedema dimana lengan akan membengkak yang

meskipun dapat diatasi namun tidak dapat disembuhkan (dalam Odgen, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II Hipno Kanker

Perubahan-perubahan penampilan fisik akibat pembedahan tersebut dapat terjadi

secara permanen (dalam Feuerstein, 2007).

(2) Efek psikologis pembedahan

Masalah yang sering dihadapi setelah proses pembedahan adalah perubahan

cara berpikir tentang tubuh mereka dan efeknya terhadap perasaan dan aktivitas

seksual. Kebanyakan wanita melihat payudaranya sebagai bagian yang penting

dari feminitas dan identitas seksual (dalam Odgen, 2004). Apalagi di kebanyakan

budaya, terdapat stereotip seksual yang kuat dimana payudara dianggap secara

simbolik berkaitan dengan kehangatan, keibuan, dan kasih sayang. Jika bagian

tubuh terpenting yang tampak diamputasi atau dimutilasi, hal ini kemudian

menjadi sebuah alasan bahwa body image akan ikut terpengaruh. Perubahan body

image ini akan berdampak pada fungsi psikologis dan seksual pada seorang

wanita. Wanita tersebut dapat mengalami distress karena hal tersebut sehingga

biasanya mereka akan mulai memakai baju yang sangat longgar untuk

menyamarkan bentuk payudara mereka atau menjadi pobia sosial dan menarik diri

dari interaksi dengan orang lain (dalam Tavistock & Routledge, 2002). Oleh

karena itu, sulit bagi mereka untuk menerima bahwa pengobatan diartikan sebagai

mutilasi atau kehilangan sesuatu yang sangat terkait dengan seksualitas mereka.

Kehilangan dari satu atau keduanya akan menambah beban akan fakta bahwa

mereka terkena kanker (dalam Odgen, 2004). Kehilangan payudara pada akhirnya

dapat menciptakan disfungsi seksual yang parah sebagai bentuk hilangnya self-

image, rendahnya self-esteem, hilangnya perceived atrractiveness, rasa malu, dan

kehilangan gairah (dalam Tavistock & Routledge, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II Hipno Kanker

Beberapa wanita menginginkan agar payudaranya tetap utuh dengan banyak

cara, sementara wanita lainnya merasa bahwa mereka hanya dapat

menyelamatkan payudaranya jika keduanya diangkat sekaligus. Beberapa wanita,

yang menganggap bahwa mastektomi membuat mereka merasa sakit secara

emosional, mungkin menginginkan rekonstruksi payudara dengan segera,

sementara wanita yang lainnya cenderung untuk menghindari pembedahan dan

puas hanya dengan memakai prosthesis (benda berbentuk seperti payudara) di

dalam bra mereka (dalam Odgen, 2004).

b. Radiasi

Terapi radiasi merupakan pengobatan kanker yang menggunakan X-ray

berenergi tinggi untuk membunuh sel kanker atau menahannya agar tidak

berkembang. Keputusan tentang seberapa banyak kadar dan seberapa lama radiasi

diberikan tergantung dari kadar, tipe, dan tahap kanker. Terdapat dua tipe dari

terapi radiasi yaitu terapi radiasi internal dan terapi radiasi eksternal. Terapi

radiasi internal menggunakan substansi radioaktif melalui suntik, kawat atau pipa

yang ditempatkan langsung di dalam atau di dekat kanker. Sedangkan terapi

radiasi eksternal menggunakan mesin di luar tubuh untuk mengirimkan radiasi ke

arah kanker. Cara terapi radiasi diberikan tergantung pada tipe dan tahap kanker

yang sedang diobati (dalam Bellenir, 2009).

Terapi radiasi sering diberikan bersama pengobatan kanker yang lain. Radiasi

dapat diberikan bersama dengan pembedahan. Radiasi mungkin akan diberikan

sebelum, sesudah atau selama pembedahan. Dokter mungkin akan melakukan

radiasi sebelum pembedahan.untuk mengurangi ukuran kanker, atau dilakukan

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II Hipno Kanker

setelah pembedahan untuk membunuh sel kanker yang masih tersisa. Terkadang,

terapi radiasi diberikan selama proses pembedahan sehingga dapat langsung

menuju ke kanker tanpa harus menyentuh kulit. Model terapi radiasi ini

dinamakan intraoperative radiation (dalam Feuerstein, 2007).

Radiasi juga dapat diberikan bersama dengan kemoterapi. Radiasi mungkin

akan diberikan pada saat sebelum, selama, dan sesudah kemoterapi. Pada saat

sebelum ataupun selama kemoterapi, terapi radiasi berfungsi untuk mengurangi

kanker sehingga kemoterapi dapat bekerja dengan lebih baik. Sedangkan setelah

kemoterapi, terapi radiasi dapat digunakan untuk membunuh sel kanker yang

tersisa (dalam Feuerstein, 2007).

(1) Efek fisik radiasi

Efek samping radiasi yang dapat dirasakan adalah mual dan muntah,

penurunan jumlah sel darah putih, infeksi/peradangan, reaksi pada kulit seperti

terbakar sinar matahari, rasa lelah, sakit pada mulut dan tenggorokan, diare dan

kebotakan (dalam Chyntia, 2009). Terapi radiasi dapat menyebabkan luka kecil

pada paru-paru, sehingga mengakibatkan iritasi dan batuk, atau terkadang sulit

bernapas (dalam Dixon & Leonard, 2002). Beberapa pasien kehilangan selera

makannya dan mengalami kesulitan pada sistem pencernaan mereka selama

pengobatan (Odgen, 2004).

Efek samping tersebut bersifat kumulatif; beberapa pasien semakin merasa

buruk pada akhir rangkaian pengobatan daripada awal pengobatan. Pada sebuah

studi, hampir sepertiga dari pasien masih mengeluh akan rasa lelah yang

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II Hipno Kanker

berlebihan setelah terapi radiasi dan masih dirasakan setahun setelah pengobatan

berakhir (Fallowfield et al. dalam Tavistock & Routledge, 2002).

(2) Efek psikologis radiasi

Lucas et al. (dalam Tavistock & Routledge, 2002) menemukan bahwa terdapat

korelasi yang kuat antara jumlah terapi radiasi yang diberikan, reaksi yang tidak

menyenangkan, dan berikutnya psychiatric morbidity, akan tetapi terkadang

pikiran-pikiran akan pengobatan saja pun cukup untuk menciptakan kecemasan.

Tidak disangkal bahwa beberapa kecemasan dan depresi tersebut berkaitan

dengan adanya diagnosa kanker payudara, sehingga penyakit ini membuat wanita

khawatir bahkan meskipun mereka memulai terapi radiasi dengan pikiran positif

dan optimis.

c. Kemoterapi

Kemoterapi merupakan proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam

bentuk pil cair atau kapsul atau melalui infus yang bertujuan membunuh sel

kanker (dalam Chyntia, 2009). Jadwal pengobatan kemoterapi sangat bervariasi.

Seberapa sering dan seberapa lama pasien mendapatkan kemoterapi tergantung

pada tipe dan stadium kanker; tujuan pengobatan (apakah kemoterapi digunakan

untuk mengobati kanker, mengontrol perkembangannya, atau mengurangi gejala-

gejala); tipe kemoterapi; dan bagaimana tubuh bereaksi terhadap kemoterapi

(dalam Bellenir, 2009).

Kemoterapi dibagi atas dua jenis yaitu kemoterapi sistemik dan kemoterapi

regional. Kemoterapi sistemik adalah kemoterapi yang diberikan melalui mulut

atau disuntik melalui pembuluh darah vena atau otot, sehingga obat-obatan masuk

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II Hipno Kanker

ke aliran arah dan dapat mencapai sel kanker melalui tubuh. Sedangkan

kemoterapi regional adalah kemoterapi yang ditempatkan langsung ke dalam lajur

spinal, organ, atau rongga tubuh, seperti daerah perut, sehingga obat-obatan akan

mempengaruhi sel kanker di area tersebut.

Prinsip kerja pengobatan ini adalah dengan meracuni atau membunuh sel-sel

kanker, mengontrol pertumbuhan sel kanker, dan menghentikan pertumbuhannya

agar tidak menyebar atau untuk mengurangi gejala-gejala yang disebabkan oleh

kanker (dalam Chyntia, 2009). Sayangnya, obat-obatan anti kanker tidak dapat

mengenali sel-sel kanker secara spesifik, dan akan membunuh sel-sel lain yang

membelah secara aktif seperti sel-sel darah atau sumsum tulang (dan rambut)

(dalam Dixon & Leonard, 2002).

(1) Efek fisik kemoterapi

Kemoterapi mempengaruhi orang dengan cara yang berbeda. Bagaimana efek

fisik yang dirasakan tergantung dari seberapa sehat seseorang sebelum

pengobatan, tipe kanker, seberapa parah kanker tersebut, jenis kemoterapi yang

didapatkan, dan dosisnya. Beberapa efek samping yang umum terjadi akibat

kemoterapi adalah rasa sakit, nyeri dan luka pada mulut (dalam Bellenir, 2009).

Pasien yang menerima kemoterapi akan mengalami peningkatan risiko terkena

infeksi, dimana hal ini menandakan bahwa mereka membutuhkan perawatan

ekstra untuk menghindari situasi yang berisiko. Depresi dan rasa lelah akan

membuat keadaan tersebut semakin memburuk (dalam Odgen, 2004).

Kebanyakan pasien yang diberikan kemoterapi juga mengalami mual, muntah,

dan kerontokan rambut (dalam Tavistock & Routledge, 2002). Banyak orang yang

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II Hipno Kanker

memandang bahwa rambut mereka merupakan bagian yang sangat penting dari

penampilan. Pada beberapa budaya, rambut juga merupakan lambang dari

kesuburan atau status, sehingga kerontokan rambut dapat menjadi pengalaman

yang begitu sulit (dalam Odgen, 2004).

Kebanyakan efek samping mereda setelah kemoterapi berakhir. Tetapi

terkadang efek tersebut dapat berlangsung berbulan-bulan atau bahkan bertahun-

tahun. Kemoterapi juga dapat menyebabkan efek samping jangka panjang yang

tidak kunjung reda seperti kerusakan hati, paru-paru, ginjal, saraf, atau organ

reproduksi. Beberapa tipe kemoterapi bahkan dapat menyebabkan kanker

tambahan beberapa tahun kemudian (dalam Bellenir, 2009).

(2) Efek psikologis kemoterapi

Pada wanita yang telah mengalami banyak penderitaan secara fisik dan

emosional akibat kanker payudara yang mereka derita, kabar bahwa sekarang

mereka harus menjalani beberapa rangkaian kemoterapi selama periode lebih dari

6 bulan, sering menciptakan rasa takut sekaligus curiga. Seperti ketika kebutuhan

akan terapi radiasi yang membuat ketakutan karena kanker yang tidak dapat

disembuhkan secara efektif dengan pembedahan, kebutuhan akan kemoterapi juga

akan menciptakan kecemasan yang serupa (dalam Tavistock & Routledge, 2002).

Dengan tidak melibatkan efek fisik yang muncul, terdapat banyak efek

samping psikologis berkaitan dengan kemoterapi. Maguire et al. (dalam Tavistock

& Routledge, 2002) mempelajari psychiatric morbidity pada wanita-wanita yang

sedang menjalani mastektomi disertai dengan pemberian kemoterapi dengan yang

menjalani mastektomi saja. Secara signifikan, wanita-wanita yang juga menerima

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter II Hipno Kanker

kemoterapi lebih mengalami kecemasan dan/atau depresi. Dan semakin mereka

mengalami efek samping yang buruk, maka semakin parah kecemasan dan/atau

depresi yang dialami.

4. Pengobatan alternatif dan komplementer kanker payudara

a. Definisi pengobatan alternatif dan komplementer

The National Center for Complementary and Alternative Medicine (NCCAM),

merupakan biro pemerintahan yang merupakan bagian dari Institusi Kesehatan

Nasional (National Institutes of Health). The National Center for Complementary

and Alternative Medicine (NCCAM) mendefinisikan pengobatan alternatif dan

komplementer sebagai: “ sekelompok sistem, praktek dan produk perawatan

kesehatan dan medis yang terdiri dari beberapa jenis dan bukan merupakan bagian

dari pengobatan konvensional (Silver, 2006).

Beberapa wanita penderita kanker payudara menggunakan pengobatan

alternatif dan komplementer (Complementary and Alternative Medicine) atau

yang biasa disingkat dengan CAM (Bellenir, 2009). Pengobatan alternatif dan

komplementer berbeda antara satu dengan yang lainnya. Pengobatan

komplementer diartikan untuk menambah atau melengkapi pengobatan utama

pada umumnya.(medis); pengobatan alternatif diartikan untuk menggantikan

pengobatan medis dengan pengobatan yang berbeda (Lyons, 2007).

Pasien mungkin akan memilih menggunakan pengobatan komplementer

disamping menjalani pengobatan medisnya seperti pembedahan, radiasi,

kemoterapi ataupun terapi biologis untuk meredakan gejala dari kanker dan efek

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter II Hipno Kanker

samping dari terapi kanker yang dijalani. Pengobatan komplementer dapat terdiri

dari meditasi, pemijatan, yoga, diet dan konsumsi suplemen berupa vitamin,

mineral ataupun jamu. Di lain hal, pasien mungkin akan memilih menggunakan

terapi alternatif daripada terapi kanker medis. Beberapa pengobatan alternatif

identik dengan pengobatan komplementer. Pengobatan alternatif lainnya dapat

berupa pengobatan yang menggunakan peralatan kimiawi ataupun elektris.

Perbedaan antara pengobatan alternatif dan komplementer adalah pasien

menggunakan pengobatan alternatif dengan tujuan mengobati kanker dan sama

sekali tidak menggunakan pengobatan medis. (Lyons, 2007).

b. Prevalensi penggunaan pengobatan alternatif dan komplementer

Pengobatan alternatif dan komplementer telah meningkat popularitasnya

dalam beberapa tahun belakangan ini (Bellenir, 2009). Penggunaan CAM lebih

umum terjadi diantara pasien-pasien kanker daripada pasien-pasien penyakit

lainnya (Shumay dkk, 2002). Pasien kanker yang menggunakan pengobatan

alternatif dan komplementer mengalami peningkatan (Aloui-Jamali, 2010).

Sebanyak 90% pasien penderita kanker pernah menggunakan beberapa bentuk

dari pengobatan CAM (Aloui-Jamali, 2010).

Morris dkk. (2000) melaporkan bahwa pasien penderita kanker payudara

cenderung untuk menggunakan sejumlah tipe CAM dan cenderung untuk

menjalaninya secara teratur dibandingkan penderita jenis kanker lainnya (Shumay

dkk, 2002). Prevalensi penggunaan CAM pada penderita kanker payudara

bervariasi yang mengindikasikan sekitar 63% sampai 83% pasien kanker payudara

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter II Hipno Kanker

menggunakan setidaknya satu tipe dari CAM (Digianni, Garber, & Winner, 2002).

Dengan meningkatnya ketakutan akan sakit dan kematian, wanita penderita

kanker payudara akan mencoba berbagai jenis pengobatan CAM (VandeCreek,

Rogers, & Lester, 1999 dalam Lengacher, 2002).

c. Domain pengobatan alternatif dan komplementer

Pengobatan alternatif dan komplementer dikategorisasikan ke dalam beberapa

jenis. The National Center for Complementary and Alternative Medicine

(NCCAM) membaginya ke dalam lima domain (Kelvin, 2011):

1. Whole medical systems of theory and practice

Pengobatan ini telah diterapkan dan digunakan oleh banyak budaya yang

berbeda di berbagai belahan dunia. Pengobatan ini berfungsi untuk merangsang

atau mendorong kemampuan tubuh untuk menyembuhkan dirinya sendiri atau

untuk memulihkan keseimbangan yin dan yang dan sirkulasi qi (energi

kehidupan). Contohnya termasuk homeopathic medicine, naturopathic medicine,

pengobatan tradisional Cina (contoh: akupuntur), dan Ayurveda dari India.

2. Mind–body medicine

Teknik ini membantu pikiran untuk meningkatkan fungsi tubuh dan

mengurangi gejala penyakit. Contohnya termasuk meditasi, guided imagery,

hipnosis, berdoa, dan creative therapies.

3. Biologically based practices

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter II Hipno Kanker

Pengobatan ini menggunakan bahan-bahan yang didapat dari alam seperti

jamu, makanan, vitamin, dan produk biologis lainnya (contohnya tulang rawan

ikan hiu).

4. Manipulative and body-based practices

Teknik ini mencakup manipulasi atau pergerakan tubuh seperti yang biasa

digunakan oleh chiropractor (orang yang mengurut tulang penderita penyakit

tulang punggung) dan terapi pemijatan.

5. Energy medicine

Teknik ini memanipulasi energi didalam atau diluar tubuh. Contohnya

termasuk terapi sentuh (touch therapy), penggunaan magnet, atau Reiki (suatu

metode penyembuhan alami yang memanfaatkan energi dari alam, dan disalurkan

kedalam tubuh pasien untuk menormalkan kembali organ tubuh yang sakit).

Ada banyak pengobatan berbeda yang digolongkan sebagai komplementer

akan tetapi yang paling banyak digunakan kanker payudara adalah akupuntur (dan

acupressure), aromaterapi, creative therapies, pengobatan herbal, homeopathy,

hipnoterapi, relaksasi dan visualisasi serta refleksologi (Odgen, 2004).

d. Alasan penggunaan pengobatan alternatif dan komplementer

Adanya kemajuan dalam perawatan kesehatan pada abad-abad terakhir ini

membuat angka harapan hidup manusia lebih tinggi sementara mereka yang

menderita penyakit kronis masih menemukan bahwa pengobatan konvensional

tidak mampu untuk menyembuhkan atau mengurangi rasa sakit secara efektif

(Michaud, 2000). Dengan globalisasi informasi dan sumber yang mudah didapat,

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter II Hipno Kanker

banyak orang yang menggunakan pengobatan alternatif dan komplementer untuk

memuaskan kebutuhan perawatan kesehatan pribadi (Michaud, 2000). Pasien

kanker khususnya, cenderung lebih terbuka terhadap pengobatan CAM. Sebagian

alasannya adalah dikarenakan persepsi, benar atau salah, bahwa pengobatan

tersebut alami, aman, efektif, dan lebih mudah diterima oleh tubuh (Aloui-Jamali,

2010).

Penderita kanker payudara menggunakan pengobatan komplementer dengan

alasan yang berbeda-beda. (Odgen, 2004). Beberapa orang melakukannya karena

mereka merasa bahwa proses medis yang konvensional berada diluar kontrol

mereka sedangkan menggunakan pengobatan komplementer memberikan cukup

kontrol untuk penyembuhan diri mereka sendiri. (Odgen, 2004). Beberapa

penderita lainnya menggunakan pengobatan tersebut untuk memperbaiki kualitas

hidup mereka dengan mengurangi efek samping dari kemoterapi. Penderita

lainnya juga merasakan bahwa pengobatan komplementer memberikan mereka

harapan yang lebih bahwa mereka akan dapat bertahan melalui semuanya (Odgen,

2004).

Pasien kanker payudara menyatakan berbagai alasan dalam menerapkan CAM

kedalam perawatan kesehatan mereka. Boon dkk (dalam Digianni, Garber, &

Winner, 2002) menanyakan kepada sejumlah sampel acak dari penderita kanker

payudara di Kanada untuk memahami motivasi dibalik penggunaan CAM.

Wanita-wanita tersebut menyatakan bahwa mereka menggunakan pengobatan

tersebut untuk meningkatkan sistem kekebalan (63%), meningkatkan kualitas

hidup (53%), mencegah kambuhnya kanker (42%), memberikan perasaan kontrol

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter II Hipno Kanker

akan hidup mereka (38%), dan untuk melengkapi pengobatan medis konvensional

yang mereka lakukan (38%). Richardson dkk melaporkan hasil yang mirip tentang

pengobatan CAM dari sekelompok pasien kanker di sebuah pusat kanker. Pasien

berharap dapat memperbaiki kualitas hidup (77%), menaikkan sistem kekebalan

(71%), dan memperpanjang usia (62%).

Bagaimanapun, peningkatan pengobatan alternatif dan komplementer

menggambarkan keadaan yang menyedihkan pada banyak penderita kanker

sehingga membuat mereka berkeinginan untuk mencoba segala cara yang dapat

membantu mereka mengatasi hal tersebut (Kelvin, 2011).

B. RESILIENSI

1. Definisi Resiliensi

Reivich. K dan Shatte. A (2002) dalam bukunya “the resiliency factor”

menjelaskan bahwa arti resiliensi itu adalah kemampuan untuk mengatasi dan

beradaptasi bila terjadi sesuatu yang merugikan dalam hidupnya. Bertahan dalam

keadaan tertekan sekali pun, atau bahkan berhadapan dengan kesengsaraan

(adversity) maupun trauma yang dialami sepanjang kehidupannya. Resiliensi

bukanlahlah suatu trait, akan tetapi bersifat kontinum, sehingga tiap individu

dapat meningkatkan resiliensinya (Reivich & Shatte, 2002). Kemampuan

seseorang untuk menyembuhkan diri, beradaptasi, atau bangkit kembali ke kondisi

normal (resiliensi) bervariasi sepanjang hidup mereka (Norman, 2000).

Resiliensi pada individu didefinisikan oleh Grotberg (dalam Schoon, 2006)

sebagai kapasitas manusia untuk menghadapi, mengatasi, dan bahkan berubah

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter II Hipno Kanker

akibat pengalaman traumatik tersebut. Ketika orang yang resilien mendapatkan

gangguan dalam kehidupan, mereka mengatasi perasaan mereka dengan cara yang

sehat. Mereka membiarkan diri mereka untuk merasakan duka, marah, kehilangan,

dan bingung ketika merasa tersakiti dan distress, akan tetapi mereka tidak

membiarkan hal tersebut menjadi perasaan yang permanen (Siebert, 2005).

Resiliensi merupakan proses mengembangkan kapasitas untuk bertahan dalam

menghadapi tantangan fisik, sosial, dan emosional (Glantz & Johnson, 1999).

Beberapa dari individu yang resilien tidak hanya bertahan tetapi juga berkembang.

Mereka akan mengembangkan cara untuk mengubah keadaan yang penuh tekanan

menjadi sebuah kesempatan untuk pengembangan diri pribadi. Sehingga, pada

akhirnya mereka akan menjadi lebih baik dari yang sebelumnya (Maddi &

Khoshaba, 2005).

Dari berbagai pengertian resiliensi di atas dapat disimpulkan bahwa resiliensi

adalah kemampuan untuk bertahan dan tidak berputus asa dari peristiwa buruk

atau musibah dan bisa mengambil hikmah dari apa yang terjadi untuk bisa bangkit

kembali.

2. Domain resiliensi

Menurut Reivich dan Shatte (2002), terdapat tujuh domain yang membangun

resiliensi, yaitu aspek regulasi emosi, impuls kontrol, optimisme, analisis kausal,

empati, self-efficacy, dan reaching out.

a. Emotion Regulation

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter II Hipno Kanker

Regulasi emosi merupakan kemampuan untuk tetap tenang saat berada di

bawah tekanan. Individu yang resilien menggunakan sekumpulan keterampilan

dengan baik yang dapat membantu mereka untuk mengontrol emosi, perhatian,

dan perilaku mereka. Self-regulated merupakan hal yang penting dalam

membentuk kedekatan, sukses di pekerjaan dan membantu pemeliharaan

kesehatan fisik seseorang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang kurang memiliki

kemampuan untuk mengatur emosi mengalami kesulitan dalam membangun dan

menjaga hubungan pertemanan. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai macam

alasan di antaranya adalah tidak ada orang yang mau menghabiskan waktu

bersama orang yang marah, merengut, cemas, khawatir serta gelisah setiap saat.

Emosi yang dirasakan seseorang cenderung menular kepada orang lain. Semakin

kita terasosiasi dengan kemarahan dan rasa cemas maka kita juga akan semakin

menjadi seseorang yang pemarah dan mudah cemas.

Tidak semua emosi yang dirasakan individu harus dikontrol. Tidak semua rasa

marah, sedih, gelisah, dan rasa bersalah harus diminimalisir ataupun ditahan. Hal

ini dikarenakan mengekpresikan emosi yang kita rasakan baik emosi positif

maupun negatif merupakan hal yang konstruktif dan sehat, bahkan kemampuan

untuk mengekspresikan emosi secara tepat merupakan bagian dari resiliensi

(Reivich & Shatte, 2002).

Beberapa individu cenderung untuk lebih sering mengalami rasa gelisah,

sedih, dan marah daripada orang yang lainnya. Ketika mereka kecewa, mereka

kesulitan untuk mengembalikan emosi menjadi positif seperti semula. Mereka

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Chapter II Hipno Kanker

sering terpaku pada rasa marah, sedih, dan gelisahnya sehingga mereka menjadi

kurang efektif dalam memecahkan dan mengatasi masalah yang muncul. Mereka

pun biasanya merasa kesulitan mencari pertolongan orang lain dan mengutip

pembelajaran dari suatu kejadian ketika mereka sedang dikuasai oleh emosi

mereka tersebut (Reivich & Shatte, 2002).

Reivich dan Shatte (2002) mengungkapkan dua buah keterampilan yang dapat

memudahkan individu dalam meningkatkan regulasi emosi, yaitu calming

(tenang) dan focusing (fokus). Dua buah keterampilan ini akan membantu

individu untuk mengontrol emosi yang tidak terkendali, memfokuskan pikiran

individu ketika muncul banyaknya hal yang mengganggu, serta mengurangi stres

yang dialami oleh individu

(1) Calming (Tenang)

Individu dapat mengurangi stres yang mereka alami dengan merubah cara

berpikir ketika berhadapan dengan stressor. Meskipun begitu, seorang individu

tidak akan mampu menghindar dari keseluruhan stres yang dialami, diperlukan

cara untuk membuat diri mereka berada dalam kondisi tenang ketika stres

menghadang.

Keterampilan ini adalah sebuah kemampuan untuk meningkatkan kontrol

individu terhadap respon tubuh dan pikiran ketika berhadapan dengan stres

dengan cara relaksasi. Dengan relaksasi individu dapat mengontrol jumlah stres

yang dialami. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk relaksasi dan

membuat diri kita berada dalam keadaan tenang, yaitu dengan mengontrol

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Chapter II Hipno Kanker

pernafasan, relaksasi otot serta dengan menggunakan teknik positive imagery,

yaitu membayangkan suatu tempat yang tenang dan menyenangkan.

(2) Focusing (Fokus)

Keterampilan untuk fokus pada permasalahan yang ada memudahkan individu

untuk menemukan solusi dari permasalahan yang ada. Setiap permasalahan yang

ada akan berdampak pada timbulnya permasalahan-permasalahan baru. Individu

yang fokus mampu untuk menganalisa dan membedakan antara sumber

permasalahan yang sebenarnya dengan masalah-masalah yang timbul sebagai

akibat dari sumber permasalahan. Pada akhirnya individu juga dapat mencari

solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan yang ada. Hal ini tentunya akan

mengurangi stres yang dialami oleh individu (Reivich & Shatte, 2002).

b. Impulse Control

Pengendalian impuls adalah kemampuan individu untuk mengendalikan

keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang muncul dari dalam diri.

Individu yang memiliki kemampuan pengendalian impuls yang rendah, cepat

mengalami perubahan emosi yang pada akhirnya mengendalikan pikiran dan

perilaku mereka. Mereka menampilkan perilaku mudah marah, kehilangan

kesabaran, impulsif, dan berlaku agresif. Tentunya perilaku yang ditampakkan ini

akan membuat orang di sekitarnya merasa kurang nyaman sehingga berakibat

pada buruknya hubungan sosial individu dengan orang lain (Reivich & Shatte,

2002).

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Chapter II Hipno Kanker

Individu dengan pengendalian impuls yang rendah pada umumnya percaya

pada pemikiran impulsifnya yang pertama mengenai situasi sebagai kenyataan dan

bertindak sesuai dengan situasi tersebut. Sedangkan individu dengan pengendalian

impuls yang tinggi dapat mengendalikan impulsivitas dengan mencegah

terjadinya kesalahan pemikiran, sehingga dapat memberikan respon yang tepat

pada permasalahan yang ada. Menurut Reivich dan Shatte (2002) pencegahan

dapat dilakukan dengan menguji keyakinan individu dan mengevaluasi

kebermanfaatan terhadap pemecahan masalah. Individu dapat melakukan

pertanyaan-pertanyaan yang bersifat rasional yang ditujukan kepada dirinya

sendiri, seperti ’apakah penyimpulan terhadap masalah yang saya hadapi

berdasarkan fakta atau hanya menebak?’, ’apakah saya sudah melihat

permasalahan secara keseluruhan?’,’apakah manfaat dari semua ini?’, dll.

Kemampuan individu untuk mengendalikan impuls sangat terkait dengan

kemampuan regulasi Resilience Quotient emosi yang ia miliki. Seorang individu

yang memiliki skor yang tinggi pada faktor regulasi emosi cenderung memiliki

skor Resilience Quotient pada faktor pengendalian impuls (Reivich & Shatte).

c. Optimism

Individu yang resilien biasanya memiliki sifat optimis. Mereka percaya bahwa

segala sesuatu dapat berubah menjadi lebih baik. Optimisme adalah ketika kita

melihat bahwa masa depan kita cemerlang. Individu yang optimis memiliki

harapan terhadap masa depan mereka dan mereka percaya bahwa mereka lah

pemegang kendali atas arah hidup mereka. Individu yang optimis memiliki

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Chapter II Hipno Kanker

kesehatan yang lebih baik, jarang mengalami depresi, serta memiliki produktivitas

yang tinggi, apabila dibandingkan dengan individu yang cenderung pesimis.

Siebert (2005) mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara tindakan dan

ekspektasi kita dengan kondisi kehidupan yang dialami individu. Peterson dan

Chang (dalam Siebert, 2005) mengungkapkan bahwa optimisme sangat terkait

dengan karakteristik yang diinginkan oleh individu, kebahagiaan, ketekunan,

prestasi, dan kesehatan. Individu yang optimis percaya bahwa situasi yang sulit

suatu saat akan berubah menjadi situasi yang lebih baik. Sebagian individu

memiliki kecenderungan untuk optimis dalam memandang hidup ini secara

umum, sementara sebagian invidu yang lain optimis hanya pada beberapa situasi

tertentu (Siebert, 2005). Optimisme bukanlah sebuah sifat yang terberi melainkan

dapat dibentuk dan ditumbuhkan dalam diri individu (Siebert, 2005).

Optimisme menandakan bahwa adanya keyakinan bahwa kita mempunyai

kemampuan untuk mengatasi kemalangan atau ketidakberuntungan yang mungkin

terjadi di masa depan tersebut. Hal ini juga merefleksikan Self Efficacy yang

dimiliki oleh seseorang, yaitu kepercayaan individu bahwa ia mampu

menyelesaikan permasahan yang ada dan mengendalikan hidupnya. Reivich &

Shatte(2002) mengemukakan individu yang optimis mampu memprediksi masa

depan dengan akurat pada masalah potensial yang akan muncul dan membangun

strategi untuk mencegah dan mengatasi masalah yang terjadi.

Optimisme akan menjadi hal yang sangat bermanfaat untuk individu bila

diiringi dengan Self-Efficacy, hal ini dikarenakan dengan optimisme yang ada

pada seseorang akan mendorong individu untuk mampu menemukan solusi

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Chapter II Hipno Kanker

permasalahan dan terus bekerja keras demi kondisi yang lebih baik (Reivich &

Shatte, 2002). Tentunya optimisme yang dimaksud adalah optimisme yang

realistis (realistic optimism), yaitu sebuah kepercayaan akan terwujudnya masa

depan yang lebih baik dengan diiringi segala usaha untuk mewujudkan hal

tersebut. Berbeda dengan unrealistis optimism dimana kepercayaan akan masa

depan yang cerah tidak dibarengi dengan usaha yang significan untuk

mewujudkannya. Pada kenyataannya unrealistic optimism akan membuat individu

mengabaikan ancaman yang sebenarnya yang perlu mereka antisipasi. Perpaduan

antara optimisme yang realistis dan self-efficacy adalah kunci resiliensi dan

kesuksesan.

d. Causal Analysis

Causal analysis merupakan istilah yang digunakan untuk mengartikan sebuah

kemampuan untuk mengidentifikasi penyebab masalah secara akurat. Analisis

kausal digunakan individu untuk mencari penjelasan dari suatu kejadian. Jika kita

tidak mampu memperkirakan penyebab masalah dengan akurat, maka kita akan

membuat kesalahan yang sama secara terus-menerus.

Seligman (dalam Reivich & Shatte, 2002) mengidentifikasikan gaya berpikir

explanatory yang merupakan kebiasaan cara seseorang untuk menjelaskan hal

baik dan buruk yang terjadi pada diri dan kehidupan mereka. Gaya berpikir ini

erat kaitannya dengan kemampuan causal analysis yang dimiliki individu. Gaya

berpikir explanatory dapat dibagi dalam tiga dimensi: personal (saya-bukan saya),

permanen (selalu-tidak selalu), dan pervasive (semua-tidak semua).

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Chapter II Hipno Kanker

Individu dengan gaya berpikir ”saya-selalu-semua” merefleksikan keyakinan

bahwa penyebab permasalahan berasal dari dirinya sendiri (saya), hal ini selalu

terjadi dan permasalahan yang ada tidak dapat diubah (selalu), serta permasalahan

yang ada tidak dapat diubah (semua). Sementara individu yang memiliki gaya

berpikir ”bukan saya-tidak selalu-tidak semua” meyakini bahwa permasalahan

yang terjadi disebabkan oleh orang lain (bukan saya), dimana kondisi tersebut

masih memungkinkan untuk diubah (tidak selalu) dan permasalahan yang ada

tidak akan mempengaruhi sebagian besar hidupnya (tidak semua).

Gaya berpikir explanatory memegang peranan penting dalam konsep resiliensi

(Reivich & Shatte, 2002). Individu yang terfokus pada ”selalu-semua” tidak

mampu melihat jalan keluar dari permasalahan yang mereka hadapi dan

mengubah situasi. Mereka akan menyerah dan putus asa. Sebaliknya individu

yang cenderung menggunakan gaya berpikir ”tidak selalu-tidak semua” dapat

merumuskan solusi dan tindakan yang akan mereka lakukan untuk menyelesaikan

permasalahan yang ada.

Individu yang resilien mempunyai fleksibilitas kognitif dan dapat

mengidentifikasi seluruh penyebab signifikan dari kemalangan yang menimpa

mereka, tanpa terjebak pada salah satu gaya berpikir explanatory. Mereka tidak

mengabaikan faktor permanen maupun pervasif. Individu yang resilien tidak akan

menyalahkan orang lain atas kesalahan yang mereka perbuat demi menjaga self-

esteem mereka atau membebaskan mereka dari rasa bersalah. Mereka tidak terlalu

terfokus pada faktor-faktor yang berada di luar kendali mereka, sebaliknya mereka

memfokuskan dan memegang kendali penuh pada pemecahan masalah, perlahan

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Chapter II Hipno Kanker

mereka mulai mengatasi permasalahan yang ada, mengarahkan hidup mereka,

bangkit dan meraih kesuksesan (Reivich & Shatte, 2002).

e. Empathy

Menurut Reivich & Shatte (2002) dikatakan bahwa empati mencerminkan

kemampuan individu membaca tanda dari kondisi emosional dan psikologis orang

lain. Beberapa individu memiliki kemampuan yang cukup mahir dalam

menginterpretasikan bahasa-bahasa nonverbal yang ditunjukkan oleh orang lain

seperti ekspresi wajah, intonasi suara, bahasa tubuh dan mampu menangkap apa

yang dipikirkan dan dirasakan orang lain. Individu-individu yang tidak

membangun kemampuan untuk peka terhadap tanda-tanda noverbal tersebut tidak

mampu untuk menempatkan dirinya pada posisi orang lain, merasakan apa yang

dirasakan orang lain dan memperkirakan maksud dari orang lain. Individu dengan

empati yang renadah cenderung mengulang pola yang dilakukan oleh individu

yang tidak resilien, yaitu menyamaratakan semua keinginan dan emosi orang lain

(Reivich & Shatte, 2002)

Dengan kemampuan individu dapat memahami bagaimana menghadapi

orang lain sehingga mampu untuk mengatasi permasalahan yang dihadapinya.

Seseorang yang memiliki kemampuan berempati cenderung memiliki hubungan

sosial yang baik (Reivich & Shatte, 2002). Sedangkan ketidakmampuan berempati

berpotensi menimbulkan kesulitan dalam hubungan sosial (Reivich & Shatte,

2002). Ketidakmampuan individu untuk membaca tanda-tanda nonverbal orang

lain dapat sangat merugikan, baik dalam konteks hubungan kerja maupun

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Chapter II Hipno Kanker

hubungan personal, hal ini dikarenakan kebutuhan dasar manusia untuk dipahami

dan dihargai.

f. Self-efficacy

Efikasi diri merepresentasikan keyakinan seseorang bahwa ia dapat

memecahkan masalah yang dialami dengan efektif dan keyakinan akan

kemampuan untuk sukses. Dalam keseharian, individu yang memiliki keyakinan

pada kemampuan mereka untuk memecahkan masalah akan tampil sebagai

pemimpin, sebaliknya individu yang tidak memiliki keyakinan terhadap self-

efficacy mereka akan selalu tertinggal dari yang lain dan terlihat ragu-ragu.

Efikasi diri merupakan hal yang sangat penting sebagai untuk mencapai resiliensi.

g. Reaching out

Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, bahwa resiliensi lebih dari

sekedar bagaimana seorang individu memiliki kemampuan untuk mengatasi

kemalangan dan bangkit dari kemalangan yang menimpa dirinya. Resiliensi

membantu untuk meningkatkan aspek positif dalam kehidupan kita. Resiliensi

merupakan sumber dari kemampuan untuk menggapai sesuatu yang lebih

(reaching out) dimana orang lain cenderung tidak dapat melakukannya.

Banyak individu yang tidak mampu melakukan reaching out, hal ini

dikarenakan mereka telah diajarkan sejak kecil untuk sedapat mungkin

menghindari kegagalan dan situasi yang memalukan. Mereka adalah individu-

individu yang lebih memilih memiliki kehidupan standar dibandingkan harus

meraih kesuksesan namun harus berhadapan dengan resiko kegagalan hidup dan

hinaan masyarakat. Mereka menganggap gagal ketika melakukan sesuatu lebih

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Chapter II Hipno Kanker

buruk daripada gagal sebelum mencoba. Hal ini menunjukkan kecenderungan

individu untuk berlebihan-lebihan (overestimate) dalam memandang

kemungkinan hal-hal buruk yang dapat terjadi di masa mendatang. Individu-

individu ini memiliki rasa ketakutan untuk mengoptimalkan kemampuan mereka

hingga batas akhir. Gaya berpikir ini dikenal dengan istilah self-handicapping, dan

secara tidak sadar membatasi diri mereka sendiri. Individu seperti ini cenderung

berlebihan (overestimate) dalam melihat kemungkinan kegagalan yang akan

mendatangkan bencana besar.

Reaching Out adalah kemampuan seseorang untuk menemukan dan

membentuk suatu hubungan dengan orang lain, untuk meminta bantuan, berbagi

cerita dan perasaan, untuk saling membantu dalam menyelesaikan masalah baik

personal maupun interpersonal atau membicarakan konflik dalam keluarga

(Reivich & Shatte, 2002). Menurut Reivich & Shatte (2002), resiliensi merupakan

kemampuan yang meliputi peningkatan aspek positif dalam hidup. Individu yang

meningkatkan aspek positif dalam hidup mampu melakukan dua aspek ini dengan

baik, yaitu: (1) mampu membedakan risiko yang realistis dan tidak realistis, (2)

memiliki makna dan tujuan hidup serta mampu melihat gambaran besar dari

kehidupan. Individu yang selalu meningkatkan aspek positifnya akan lebih mudah

dalam mengatasi permasalahan hidup, serta berperan dalam meningkatkan

kemampuan interpersonal dan pengendalian emosi.

3. Faktor yang Mempengaruhi Resiliensi

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Chapter II Hipno Kanker

Perkembangan resiliensi pada manusia merupakan suatu proses perkembangan

manusia yang sehat – suatu proses dinamis dimana terdapat pengaruh dari

interaksi antara kepribadian seorang individu dengan lingkungannya dalam

hubungan yang timbal balik. Hasilnya ditentukan berdasarkan keseimbangan

antara faktor resiko, kejadian dalam hidup yang menekan, dan faktor protektif

(Warner & Smith, 1982 dalam Bernard, 1991). Selanjutnya, keseimbangan ini

tidak hanya ditentukan oleh jumlah dari faktor resiko dan faktor protektif yang

hadir dalam kehidupan seorang individu tetapi juga dari frekuensi, durasi, derajat

keburukannya, sejalan dengan kemunculannya.

a. Faktor Risiko

Faktor risiko dapat berasal dari kondisi budaya, ekonomi, atau medis yang

menempatkan individu dalam risiko kegagalan ketika menghadapi situasi yang

sulit. Faktor risiko menggambarkan beberapa pengaruh yang dapat meningkatkan

kemungkinan munculnya suatu penyimpangan hingga keadaan yang lebih serius

lagi. Trait risiko merupakan predisposisi individu yang meningkatkan kelemahan

individu pada hasil negatif. Efek lingkungan, dimana lingkungan atau keadaan

dapat berhubungan atau mendatangkan risiko. Hubungan antar beberapa variabel

resiko yang berbeda akan membentuk suatu rantai risiko (Smokowski, 1998).

b. Faktor Protektif

Faktor protektif adalah karakteristik pada individu atau kondisi dari keluarga,

sekolah, ataupun komunitas yang meningkatkan kemampuan individu dalam

menghadapi tantangan dalam kehidupan dengan baik (dalam Alaska Division of

Behavioral Health, 2008). Rutter (dalam Davis, 1999) menyatakan interaksi antara

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Chapter II Hipno Kanker

proses sosial dan intrapsikis dapat memungkinkan seseorang untuk dapat

menghadapi kesulitan dan segala kumpulan tantangan kehidupan secara positif.

Dyer dan McGuinness (dalam Davis, 1999) menjelaskan resiliensi sebagai proses

dinamik yang sangat dipengaruhi oleh faktor protektif, dimana seseorang dapat

bangkit kembali dari kesulitan dan menjalani kehidupannya.

Ditambahkan juga bahwa faktor protektif merupakan setiap traits, kondisi

situasi yang muncul untuk membalikkan kemungkinan dari masalah yang

diprediksi akan muncul pada individu yang mengalami masalah (Segal 1968,

Garmezy, 1991; Isacsoon, 2002). Rutter (dalam Davis, 1999) menyatakan faktor

protektif merupakan prediktor terkuat dalam mencapai resiliensi dan hal yang

memainkan peran kunci dalam proses yang melibatkan seseorang untuk berespon

dalam situasi sulit.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: Chapter II Hipno Kanker

C. PARADIGMA PENELITIAN

Diagnosa dan pengobatan yang dijalani penderita penyakit kanker payudara

Kondisi Fisik: Kondisi Psikologis - Efek Pengobatan - Ketidakstabilan Emosi - Kemunduran Fisik - Perasaan Negatif - Kerusakan Fungsional - Ketidakberdayaan

Kondisi Sosial

- Life Situation - Work Status

- Social Life

Domain Resiliensi: - Emotion Regulation - Impulse Control - Optimism Faktor Protektif - Causal Analysis Faktor Risiko - Empathy - Self-Efficacy - Reaching Out

Keterangan:

: Menyebabkan

: Mempengaruhi satu sama lain

: Mempengaruhi

: Fokus penelitian

Universitas Sumatera Utara