chapter ii 2
DESCRIPTION
KYUTRANSCRIPT
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemanasan Global
Pemanasan bumi disebabkan karena gas-gas tertentu dalam atmosfer bumi
seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitro oksida (N2O) dan uap air
Peristiwa perubahan iklim akan berakibat fatal bagi kehidupan di
permukaan bumi, seperti pada bidang pertanian, perubahan ekosistem alam,
meluasnya padang rumput dan gurun, areal hutan menyusut dan bergeraknya suhu
panas ke arah kutub. Sedangkan daerah kutub sendiri karena naiknya suhu air laut
mengakibatkan mencairnya sebagian besar bongkahan es dan lambat laun
mengakibatkan banyak daerah pantai yang terendam (Arief 2001). Pemanasan
global dapat menimbulkan berbagai kerusakan melalui dampak terhadap atmosfer,
hidrosfer, geosfer dan terakhir terhadap manusia. Semua dampak akan
menimbulkan bencana bagi umat manusia, baik yang melakukan pencemaran
maupun yang tidak melakukannya (Wardhana 2010).
membiarkan radiasi surya menembus dan memanasi bumi, menghambat
pemantulan sinar infra merah dan menyebabkan efek rumah kaca. Dengan
naiknya konsentrasi gas-gas tersebut maka akan lebih banyak panas tertekan di
dalam atmosfer dan menyebabkan suhu bumi naik (Mulyanto 2007).
Pemanasan global akan menimpa bumi dan segenap isinya yang diuraikan
oleh Wardhana (2010) sebagai berikut :
1. Panas matahari sebagian diserap bumi sebesar 160 watt/m2
2. Panas matahari sebagian dipantulkan kembali oleh atmosfer.
dan memanasi
bumi.
Universitas Sumatera Utara
3. Panas matahari sebagian dipantulkan oleh bumi dan diteruskan oleh atmosfer.
4. Panas matahari sebagian dipantulkan kembali oleh Gas Rumah Kaca sebesar
30 watt/m2
ke bumi dan menjadikan bumi, atmosfer dan lingkungan menjadi
panas.
2.2. Gas Rumah Kaca
Gas Rumah Kaca (GRK) adalah gas-gas di atmosfer yang bertanggung
jawab sebagai penyebab pemanasan global dan perubahan iklim. Gas-gas rumah
kaca yang utama adalah karbon dioksida (CO2), metan (CH4) dan Nitrogen oksida
(N2O). Gas-gas rumah kaca yang kurang umum, tetapi sangat kuat, adalah
hydrofluorocarbons (HFCs), perfluorocarbons (PFCts) dan sulphur hexafluoride
(SF6
Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena
terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfer. Keseimbangan
tersebut dipengaruhi antara lain oleh peningkatan gas-gas asam arang atau
karbondioksida (CO
) (TPIBLK 2010b).
2), metana (CH4) dan nitrogen oksida (N2O) yang lebih
dikenal dengan gas rumah kaca (GRK). Saat ini konsentrasi GRK sudah mencapai
tingkat yang membahayakan iklim bumi dan keseimbangan ekosistem.
Peningkatan konsentrasi GRK di atmosfer sebagai akibat adanya pengelolaan
lahan yang kurang tepat, antara lain adanya pembakaran vegetasi hutan dalam
skala luas pada waktu yang bersamaan dan adanya pengeringan lahan gambut.
Kegiatan-kegiatan tersebut umumnya dilakukan pada awal alih guna lahan hutan
menjadi lahan pertanian (Hairiah dan Rahayu 2007).
Universitas Sumatera Utara
Emisi rumah kaca sebagai penyebab terjadinya pemanasan global.
Industrialisasi dan pembangunan memberikan andil terciptanya pemanasan global.
Sudah banyak upaya untuk menekan atau mencegah peningkatan pemanasan
global, tidak hanya dalam konteks lokal, tetapi juga di level internasional dan
nasional (Rudy 2008).
Akumulasi gas rumah kaca akibat perubahan tutupan lahan dan kehutanan
diperkirakan sebesar 20% dari total emisi global yang berkontribusi terhadap
pemanasan global dan perubahan iklim. Hal ini menegaskan bahwa upaya mitigasi
perubahan iklim perlu melibatkan sektor perubahan tutupan lahan dan kehutanan.
Mengingat hutan berperan sangat penting tidak hanya sebagai penyimpan karbon,
tetapi secara alami juga berfungsi sebagai penyerap karbon yang paling efisien di
bumi sekaligus menjadi sumber emisi gas rumah kaca pada saat tidak dikelola
dengan baik (Manuri et al. 2011).
2.3. Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.30/Menhut-
II/2009 Pasal 1 dinyatakan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi
hutan yang selanjutnya disebut REDD adalah semua upaya pengelolaan hutan
dalam rangka pencegahan dan atau pengurangan penurunan kuantitas tutupan
hutan dan stok karbon yang dilakukan melalui berbagai kegiatan untuk
mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan. Dalam Pasal 2 dijelaskan
bahwa maksud dari kegiatan REDD adalah untuk mencegah dan mengurangi
emisi dari deforestasi dan degradasi hutan dalam rangka memantapkan tata kelola
kehutanan. Tujuan dari kegiatan REDD adalah untuk menekan terjadinya
Universitas Sumatera Utara
deforestasi dan degradasi hutan dalam rangka mencapai pengelolaan hutan
berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD)
merupakan sebuah mekanisme yang dirancang untuk memberikan kompensasi
bagi negara miskin yang mampu memberikan perlindungan bagi hutan mereka
dan mengurangi emisi gas rumah kaca, terutama CO2
Strategi REDD dalam rangka mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK)
menurut Nugroho et al. (2012) meliputi :
. Negara-negara kaya dapat
membeli kredit karbon, atau melakukan “offsets,” (memberikan kompensasi) bagi
negara-negara berkembang yang dapat menjaga hutannya dengan baik, sehingga
emisi bersih pada skala global dapat dikurangi. Sebagai alternatif, REDD dapat
dipisahkan dari pasar kredit karbon, sehingga negara kaya atau negara maju harus
dapat memenuhi komitmen REDD serta mengurangi emisi mereka sendiri
(RECOFTC 2010).
1. Mengurangi laju deforestasi dari hutan ke non hutan secara permanen.
2. Mengurangi degradasi hutan.
3. Menjaga stok karbon melalui konservasi hutan.
4. Meningkatkan stok karbon melalui penanaman/reboisasi dan rehabilitasi lahan
dan hutan.
Menurut CIFOR (2009), ada empat tantangan dalam implementasi skema
REDD di Indonesia, yaitu :
1. Teknologi penghitungan karbon, apakah pemerintah lokal dan masyarakat
mempunyai kapabilitas untuk melakukan hal tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2. Pembayaran, bagaimana cara suatu negara dapat memperoleh pembayaran dan
dalam bentuk apa pembayaran itu diberikan? Siapa yang nantinya akan
menerima pembayaran untuk upaya melindungi kawasan hutan tertentu:
pemerintah nasional, masyarakat lokal sekitar hutan atau perusahaan kayu?
3. Akuntabilitas, jika pembayaran REDD dilakukan, namun hutan tetap saja
dirusak, apa yang akan terjadi? Akuntabilitas terkait dengan jaminan bahwa
pembayaran karbon dapat mewujudkan perlindungan hutan berkelanjutan.
4. Pendanaan, apakah sebaiknya negara maju menyediakan dana untuk
memberikan penghargaan bagi negara-negara yang dapat mengurangi
emisinya dari deforestasi? Atau apakah sebaiknya pengurangan emisi ini
dikaitkan dengan sistem perdagangan karbon yang berbasis pasar? Kita perlu
mencari sistem pasar yang paling sesuai.
Transaksi pembayaran REDD merupakan aliran pembayaran dari pembeli
manfaat REDD kepada penghasil manfaat REDD yaitu pihak yang terlibat dalam
rangkaian pengurangan emisi dari deforestasi. Dalam hal ini penghasil manfaat
dapat merupakan pengusul kegiatan REDD. Pengusul REDD dapat berasal dari
pemerintah daerah. Hal ini akan mempengaruhi usulan mekanisme distribusi
pembayaran REDD dan proporsi insentif untuk masing-masing pihak (Indartik et
al. 2010).
2.4. Karbon Tersimpan
Tanaman atau pohon berumur panjang yang tumbuh di hutan maupun di
kebun campuran (agroforestri) merupakan tempat penimbunan atau penyimpanan
C (rosot C = C sink) yang jauh lebih besar daripada tanaman semusim. Oleh
Universitas Sumatera Utara
karena itu, hutan alami dengan keragaman jenis pepohonan berumur panjang dan
serasah yang banyak merupakan gudang penyimpanan C tertinggi (baik di atas
maupun di dalam tanah). Hutan juga melepaskan CO2 ke udara lewat respirasi dan
dekomposisi (pelapukan) serasah, namun pelepasannya terjadi secara bertahap,
tidak sebesar bila ada pembakaran yang melepaskan CO2 sekaligus dalam jumlah
yang besar. Bila hutan diubah fungsinya menjadi lahan-lahan pertanian atau
perkebunan atau ladang pengembalaan maka C tersimpan akan merosot.
Berkenaan dengan upaya pengembangan lingkungan bersih, maka jumlah CO2 di
udara harus dikendalikan dengan jalan meningkatkan jumlah serapan CO2 oleh
tanaman sebanyak mungkin dan menekan pelepasan (emisi) CO2 ke udara
serendah mungkin. Jadi, mempertahankan keutuhan hutan alami, menanam
pepohonan pada lahan-lahan pertanian dan melindungi lahan gambut sangat
penting untuk mengurangi jumlah CO2
Penghitungan emisi dapat dilakukan dengan menghitung perbedaan
cadangan karbon (carbon stock) pada waktu tertentu (stock difference method).
Perbedaan cadangan karbon tersebut menunjukkan terjadinya pengurangan atau
penambahan stok (emisi atau sink). Untuk pengukuran karbon di tingkat sub-
nasional atau skala proyek REDD, dilakukan melalui kombinasi pengukuran
karbon di lapangan (ground survey) dan remote sensing (TPIBLK 2010b).
yang berlebihan di udara (Hairiah dan
Rahayu 2007).
Karbon hutan tersimpan dalam bentuk biomassa sehingga untuk
mengetahui kandungan karbon yang tersimpan dalam hutan dapat diperoleh
dengan memperkirakan kandungan biomassa hutan. Biomassa hutan didefinisikan
sebagai jumlah total bobot kering semua bagian tumbuhan hidup, baik untuk
Universitas Sumatera Utara
seluruh atau sebagian tubuh organisme, populasi atau komunitas dan dinyatakan
dalam berat kering oven per satuan area (ton/unit area) (Krisnawati 2010).
Peningkatan penyerapan cadangan karbon dapat dilakukan dengan: (a)
meningkatkan pertumbuhan biomasa hutan secara alami, (b) menambah cadangan
kayu pada hutan yang ada dengan penanaman pohon atau mengurangi pemanenan
kayu, dan (c) mengembangkan hutan dengan jenis pohon yang cepat tumbuh.
Karbon yang diserap oleh tanaman disimpan dalam bentuk biomasa kayu,
sehingga cara yang paling mudah untuk meningkatkan cadangan karbon adalah
dengan menanam dan memelihara pohon (Hairiah dan Rahayu 2007).
Sutaryo (2009) mengemukakan dalam inventarisasi karbon hutan, carbon
pool yang diperhitungkan setidaknya ada 4 kantong karbon. Keempat kantong
karbon tersebut adalah :
1. Biomassa atas permukaan
Semua material hidup di atas permukaan. Termasuk bagian dari kantong
karbon ini adalah batang, tunggul, cabang, kulit kayu, biji dan daun dari
vegetasi baik dari strata pohon maupun dari strata tumbuhan bawah di lantai
hutan.
2. Biomassa bawah permukaan
Semua biomassa dari akar tumbuhan yang hidup. Pengertian akar ini berlaku
hingga ukuran diameter tertentu yang ditetapkan. Hal ini dilakukan sebab akar
tumbuhan dengan diameter yang lebih kecil dari ketentuan cenderung sulit
untuk dibedakan dengan bahan organik tanah dan serasah.
Universitas Sumatera Utara
3. Bahan organik mati
Meliputi kayu mati dan serasah. Serasah dinyatakan sebagai semua bahan
organik mati dengan diameter yang lebih kecil dari diameter yang telah
ditetapkan dengan berbagai tingkat dekomposisi yang terletak di permukaan
tanah. Kayu mati adalah semua bahan organik mati yang tidak tercakup dalam
serasah baik yang masih tegak maupun yang roboh di tanah, akar mati, dan
tunggul dengan diameter lebih besar dari diameter yang telah ditetapkan.
4. Karbon organik tanah
Mencakup carbon pada tanah mineral dan tanah organik termasuk gambut.
2.5. Peran Hutan dalam Penyimpanan Karbon
Peranan hutan dalam mencegah dan mengurangi emisi karbon atau
mitigasi perubahan iklim dapat dilihat dari berbagai kemungkinan menurut
Thomson (2008) sebagai berikut:
1. Mengurangi kebakaran hutan dan emisi gas rumah kaca.
2. Mempertahankan penutupan hutan dan potensinya untuk mencegah perubahan
iklim.
3. Pengaturan kegiatan manajemen hutan untuk menangkap atau menyerap
tambahan CO di atmosfer.
4. Penangkapan dan penyimpanan karbon dalam pool karbon hutan dan
penggunaan kayu dalam jangka panjang.
5. Mengembangkan pasar perdagangan karbon dan menciptakan insentif untuk
kegiatan kehutanan yang mengurangi emisi industri dan penghasil polutan
lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Hutan-hutan Indonesia menyimpan jumlah karbon yang sangat besar.
Menurut FAO, dengan jumlah total vegetasi hutan di Indonesia yang terus
meningkat, dapat menghasilkan lebih dari 14 milliar ton biomassa, jauh lebih
tinggi daripada negara-negara lain di Asia dan setara dengan 20% biomassa di
seluruh hutan tropis di Afrika. Jumlah biomassa ini secara kasar menyimpan 3,5
milliar ton karbon (FWI 2003).
Tekanan manusia terhadap sumber daya hutan, menyebabkan deforestasi
dan degradasi terhadap hutan yang ada. Penurunan jumlah dan kualitas hutan
tidak hanya menyebabkan berkurangnya jumlah karbon yang tersimpan, tetapi
juga menyebabkan pelepasan emisi karbon ke atmosfer serta mengurangi
kemampuan hutan dalam menyerap karbon. Karenanya hutan berperan penting di
dalam upaya mitigasi perubahan iklim, melalui penyerapan CO2
Cadangan karbon pada berbagai kelas penutupan lahan di hutan alam
berkisar antara 7,5 – 264,70 ton C/ha. Secara umum pada hutan lahan kering
primer mampu menyimpan karbon dalam jumlah lebih besar dibandingkan dengan
hutan lahan kering sekunder karena pada hutan sekunder telah terjadi gangguan
terhadap tegakannya. Kebakaran, ekstraksi kayu, pemanfaatan lahan untuk
bercocok tanam dan kejadian atau aktivitas lainnya di kawasan hutan yang
menyebabkan berkurangnya potensi biomassa yang berindikasi langsung terhadap
kemampuannya menyimpan karbon. Pola tersebut juga terjadi pada hutan rawa
primer dan hutan rawa sekunder. Selanjutnya pada hutan lahan kering relatif
memiliki kemampuan menyimpan karbon dalam jumlah lebih besar daripada
hutan rawa dan mangrove karena kemampuannya dalam membangun tegakan
menjadi
pertumbuhan riap pohon (Manuri et al. 2011).
Universitas Sumatera Utara
yang tinggi dan berdiameter besar sebagai tempat menyimpan karbon (TPIBLK
2010a).
Karbon pohon merupakan salah satu sumber karbon yang sangat penting
pada ekosistem hutan, karena sebagian besar karbon hutan berasal dari biomasa
pohon. Pohon merupakan proporsi terbesar penyimpanan C di daratan.
Pengukuran biomasa pohon dapat dilakukan dengan cara pengukuran langsung
hasil penebangan (destruktif sampling) dan cara tidak langsung dengan
menggunakan persamaan alometrik yang didasarkan pada pengukuran diameter
batang. Beberapa persamaan alometrik yang dapat digunakan untuk hutan tropis
telah disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan secara global maupun lokal
(TPIBLK 2010b).
Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) digalakkan oleh pemerintah
untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan penerapan sistem
silvikultur yang intensif. Rehabilitasi kawasan hutan produksi yang telah rusak
dan tidak produktif merupakan sasaran utama pembangunan HTI disamping
menghasilkan devisa dari hasil proses produksi pabrik pengolahan kayu HTI
(Ulya 2006). Penyerapan CO2
Karbondioksida dianggap sebagai gas rumah kaca utama karena memiliki
laju pertambahan emisi yang tinggi, waktu tinggal di atmosfer yang lama dan
tingginya emisi yang berasal dari sektor industri. Berdasarkan hasil-hasil
penelitian yang telah dilakukan pada beberapa jenis hutan tanaman, hutan
berperan menyerap CO
dapat dijadikan penambah pendapatan selain kayu
dan hasil hutan bukan kayu bagi kehutanan Indonesia dan mendorong terciptanya
pengelolaan hutan lestari dan berkelanjutan (Heriansyah 2005a).
2 dalam jumlah yang besar. Potensi CO2 yang mampu
Universitas Sumatera Utara
diserap oleh hutan tanaman dari jenis Eucalyptus grandis, Acacia mangium,
meranti dan jati berturut-turut adalah 31,948 ton/CO2/ha; 30,100 ton/ CO2/ha;
18,640 ton/CO2/ha; dan 5,800 ton/CO2/ha. Dengan peran tersebut, adanya kondisi
hutan yang terjaga akan mampu menjaga konsentrasi CO2
Residu biomassa dari hutan tanaman berpotensi besar sebagai sumber
energi, dimana program pemanfaatannya bisa diintegrasikan dengan kegiatan lain
berbasis sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan. Dalam implementasinya,
program pengembangan bioenergi di daerah sekitar hutan ini selain berkontribusi
dalam peningkatan taraf dan kualitas hidup masyarakat yang umumnya
berpenghasilan rendah, juga dapat menjadi sarana komunikasi yang efektif untuk
tujuan pengelolaan hutan berkelanjutan. Dengan limpahan residu dari biomassa
hutan yang sangat besar, maka implementasi energi biomassa memiliki prospek
yang besar. Di samping itu pemanfaatan biomassa menjadi energi pun dapat
mengurangi emisi CO
di atmosfer tetap stabil.
Hal ini berarti pula beberapa bencana alam yang sering dihubungkan dengan
fenomena gas rumah kaca dan perubahan iklim global akan dapat dicegah
(Junaedi 2008).
2
baik dari respirasi akibat dekomposisi maupun dari
kemungkinan kebakaran, serta berkontribusi besar pada penurunan penggunaan
bahan bakar fosil yang semakin langka dan mahal (Heriansyah 2005b).
2.6. Eucalyptus
Eucalyptus spp. termasuk famili Myrtaceae, terdiri dari kurang lebih 700
jenis. Jenis Eucalyptus dapat berupa semak atau perdu. Umumnya berbatang
bulat, lurus, tidak berbanir dan sedikit bercabang. Pohon pada umumnya bertajuk
Universitas Sumatera Utara
sedikit ramping, ringan dan banyak meloloskan sinar matahari. Percabangannya
lebih banyak membuat sudut ke atas, jarang-jarang dan daunnya tidak begitu
lebat. Daunnya berbentuk lanset hingga bulat telur memanjang dan bagian
ujungnya runcing membentuk kait. Pada pohon yang masih muda letak daunnya
berhadapan bentuk dan ukurannya sering berbeda dan lebih besar daripada pohon
tua. Pada umur tua, letak daun berselang seling (Irwanto 2007).
Jenis-jenis Eucalyptus terutama hidup pada iklim bermusim dan daerah
yang beriklim basah dari tipe hujan tropis. Jenis Eucalyptus tidak menuntut
persyaratan yang tinggi terhadap tempat tumbuhnya. Eucalyptus dapat tumbuh
pada tanah yang dangkal, berbatu-batu, lembab, berawa-rawa, secara periodik
digenangi air, dengan variasi kesuburan tanah mulai dari tanah-tanah kurus
gersang sampai pada tanah yang baik dan subur. Jenis Eucalyptus dapat tumbuh di
daerah beriklim A sampai C dan dapat dikembangkan mulai dari dataran rendah
sampai daerah pegunungan yang tingginya per tahun yang sesuai bagi
pertumbuhannya antara 0 - 1 bulan dan suhu rata-rata per tahun 20°-32o
PT. Toba Pulp Lestari, Tbk sejak pesatnya perkembangan pembangunan
hutan tanaman telah memproduksi bibit secara generatif dan vegetatif. Namun
sejak awal Tahun 2002 penggunaan bibit secara generatif tidak dikembangkan
lagi karena dengan sistem vegetatif yang dihasilkan dalam bentuk klon-klon yang
telah diuji coba oleh pihak Research and Development dirasakan bahwa sistem ini
C (Irwanto
2007). Eucalyptus umumnya mempunyai arsitektur tajuk ringan mengakibatkan
intensitas penutupan tajuk relatif ringan. Kondisi tersebut memberikan peluang
besar bagi air hujan untuk lolos dari cegatan tajuk (intersepsi tajuk), sehingga air
hujan yang lolos dan mencapai lantai hutan relatif besar (Pudjiharta 2001).
Universitas Sumatera Utara
mempunyai potensi yang lebih seragam dalam hal pemenuhan volume pohon
untuk memenuhi kebutuhan perusahaan (jumlah dan kualitas) dan perawatannya
juga lebih mudah. Jenis-jenis bibit Eucalyptus yang diproduksi oleh PT. Toba
Pulp Lestari, Tbk adalah Eucalyptus grandis, Eucalyptus urophylla, dan
Eucalyptus hybrid. Sedangkan benih Eucalyptus yang diproduksi di Nursery PT
Toba Pulp lestari, Tbk berasal dari beberapa daerah di Indonesia (PT. TPL 2005).
Kemampuan Eukaliptus dalam menyerap karbon terbesar berdasarkan
perbandingan umur pada setiap jenis yaitu pada umur 1 tahun terbesar terdapat
pada E.Ind 33, pada umur 2 tahun terdapat pada E.Ind 32, pada umur 3 tahun
terdapat pada E.Ind 47 dan pada umur 4 tahun didapat besar penyimpanan karbon
tertinggi pada E.Ind 33. Dibandingkan dengan Eucalyptus grandis bahwa E.Ind
33 memiliki kemampuan lebih besar dalam menyerap karbon di udara (Hutabarat
2011).
Universitas Sumatera Utara