chapter i
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Ilmu Psikologi mulai diselenggarakan di Indonesia pada tahun
1953. Sejak itu, ilmu psikologi berkembang dan banyak diselenggarakan di
perguruan tinggi negeri maupun swasta. Selain itu, perkembangan ilmu psikologi
juga ditandai oleh banyaknya penemuan ilmiah tentang pengaruh aspek psikologis
dalam kehidupan individu sehingga ilmu psikologi semakin dikenal umum dan
diterima oleh masyarakat Indonesia.
Masyarakat lebih mengenal Psikologi dari jasa dan praktik yang
disediakan oleh tenaga profesional psikologi atau Psikolog. Jasa dan praktik
Psikologi ini diberikan untuk menolong individu dalam bentuk asesmen,
diagnosis, prognosis, konseling dan psikoterapi. Namun, bentuk dari jasa dan
praktik Psikologi yang lebih dikenal dan berkembang di masyarakat adalah
asesmen dalam bentuk pengukuran aspek-aspek psikologis pada diri individu.
Menurut Azwar (2007), alat yang digunakan untuk mengungkap aspek-aspek
psikologis dalam diri individu disebut dengan tes psikologi.
Tes Psikologi merupakan suatu alat ukur yang objektif dan terstandar
terhadap suatu sampel prilaku (Anastasi & Urbina, 2006). Menurut Sukardi
(1997), tes psikologi berfungsi untuk seleksi, klasifikasi, deskripsi, mengevaluasi
suatu treatment, dan menguji suatu hipotesis yang berhubungan dengan aspek-
aspek psikologis. Namun, fungsi yang lebih umum dan berkembang saat ini
1
adalah untuk seleksi, khususnya seleksi karyawan. Fungsi ini digunakan oleh
bidang industri dan organisasi untuk memutuskan individu yang tepat untuk suatu
pekerjaan tertentu.
Aneka ragam tes psikologi telah dirancang dengan fungsi dan tujuan yang
berbeda yang umum digunakan dalam seleksi, diantaranya tes intelegensi, bakat,
minat dan kepribadian. Dari berbagai jenis tes psikologi ini, salah satu yang cukup
penting dalam mengukur dan memprediksi tingkah laku seseorang adalah tes
inteligensi. Menurut Anastasi & Urbina (2006) tes inteligensi dapat digunakan
untuk mengukur kemampuan kognisi atau disebut juga inteligensi pada individu
yang telihat dari perilaku-perilaku yang ditunjukkan.
Intelligenz Struktur Test (disingkat IST) merupakan tes inteligensi yang
umum digunakan di Indonesia. Tes inteligensi ini dikembangkan oleh Rodolf
Amthauer pada tahun 1953. IST diciptakan berdasarkan pandangan bahwa
inteligensi merupakan keseluruhan struktur dari kemampuan jiwa dan rohani yang
akan tampak jelas dalam hasil tes. Tes ini terdiri dari sembilan subtes yaitu
Satzergaenzung (SE), Wortauswahl (WA), Analogien (AN), Gemeinsamkeiten
(GE), Merkaufgaben (ME), Rechenaufgaben (RA), Zahlenreinhen (ZR),
Figurenauswahl (FA), dan Wuerfelaufgaben (WU). Setiap subtes ini mengukur
aspek-aspek yang berbeda dari inteligensi dan dapat digunakan secara keseluruhan
atau satu subtes saja. Oleh karena itu, tes ini dapat menggambarkan pola kerja
tertentu, sehingga akan cocok digunakan untuk memprediksi tuntutan profesi atau
pekerjaan tertentu ( Polhaupessy dalam Diktat Kuliah IST UNPAD, 2009).
2
Tes inteligensi yang dikembangkan oleh Amthauer ini digunakan di
Indonesia setelah di adaptasi oleh Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran
Bandung (UNPAD) dari alat tes aslinya. Semenjak diadaptasi, IST sering
digunakan oleh biro-biro psikologi di Indonesia salah satunya adalah Unit Pusat
Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Fakultas Psikologi Universitas
Sumatra Utara (P3M Fakultas Psikologi USU). IST yang digunakan oleh P3M
Fakultas Psikologi USU ini merupakan IST-70 adaptasi tahun 1970-an di
Universitas Padjajaran Bandung. Berikut penuturan seorang staf P3M, Novi:
“IST yang kita pakai disini adalah IST adaptasi UNPAD tahun 1970-an.
Tes ini lebih sering digunakan untuk tes yang diambil secara kelompok
dengan peserta lebih dari 100 orang. Biasanya untuk seleksi pegawai.
Sejak saya disini, IST telah digunakan dalam proses seleksi penerimaan
karyawan beberapa perusahaan besar” Novi (komunikasi personal, 24
juli dan 06 Oktober 2010).
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa IST yang
digunakan oleh P3M Fakultas Psikologi USU telah berusia lebih dari tiga puluh
tahun dan masih sering digunakan oleh P3M Fakultas Psikologi USU, terutama
dalam proses seleksi karyawan.
Proses seleksi karyawan merupakan proses pencarian individu yang tepat
untuk suatu pekerjaan. Hasil tes atau skor IST menjadi salah satu landasan
pengambilan keputusan apakah individu diterima atau tidak. Kelayakan keputusan
yang diambil berdasarkan interpretasi skor tes sangatlah ditentukan oleh kualitas
pengukuran dan ketepatan interpretasinya (Azwar, 2007). Selain itu, harus
disadari bahwa subjek tes adalah manusia. Oleh karena itu, persoalan tes dan
pengukuran bukan sekedar masalah keberhasilan mendeskripsikan atribut dalam
diri manusia ke dalam bentuk angka dan label interpretasinya. Masalah yang lebih
3
penting adalah akibat yang dapat ditimbulkan oleh hasil tes. Akibat tersebut
bahkan dapat menjangkau bukan saja subjek pengukuran itu saja melainkan juga
orang-orang lain yang ikut berkepentingan dalam dirinya.
Azwar (2007) menyatakan bahwa sebagai alat ukur, suatu tes dapat
dikatakan berhasil menjalankan fungsi ukurnya apabila alat tersebut mampu
memberikan hasil ukur yang cermat dan akurat. Artinya, suatu alat tes berkualitas
baik dalam proses seleksi akan menentukan seberapa baik proses seleksi itu
membedakan antara peserta tes yang mempunyai sedikit kemampuan dan yang
mempunyai lebih banyak kemampuan, sehingga akan menentukan seberapa baik
dan tepat individu yang terpilih dari proses seleksi tersebut sesuai dengan yang
diharapkan. Selain itu, suatu alat tes yang baik terdiri dari aitem-aitem yang
dirancang sedemikian rupa dalam bentuk pernyataan mengenai dimensi apa yang
hendak diukur atau diungkap dari aitem tersebut (Azwar 2007). Jadi, suatu tes
yang berkualitas ditentukan oleh kualitas aitem-aitem didalamnya sehingga
syarat-syarat validitas, reliabilitas, dan objektivitas pada penggunaan tes sebagai
alat ukur terpenuhi. Cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui suatu alat ukur
memiliki kualitas yang baik atau tidak dapat diketahui melalui uji analisis
karakteristik psikometri pada alat ukur tersebut.
Analisis karakteristik psikometri pada IST pernah dilakukan oleh Santosa
dkk. (dalam Astya, 2008) pada tahun 1997 di Universitas Atma Jaya, Jakarta.
Penelitian tersebut dilakukan untuk uji validitas prediktif sehubungan dengan
pemakaian IST sebagai tes seleksi masuk mahasiswa baru Universitas Atma Jaya
pada tahun akademik 1997/1998 untuk Fakultas Hukum, Fakultas Keguruan dan
4
Ilmu Pendidikan, dan Fakultas Psikologi. Hasilnya menunjukkan bahwa IST
kurang baik dalam memprediksi keberhasilan prestasi mahasiswa pada semester
pertama. Hanya beberapa subtes saja yang berkorelasi signifikan (p≤0.05) dengan
prestasi mahasiswa dan korelasinya masih dalam taraf yang kecil. Subtes-subtes
tersebut adalah SE dengan r = 0,219; AN dengan r = 0,192; ME dengan r = 0,210;
RA dengan r =0,251; ZR dengan r = 0,176; GE dengan r = 0,152.
Sejak dilakukan uji validitas prediktif ini, IST tidak lagi digunakan untuk
alat seleksi di Universitas Atma Jaya karena dianggap tidak dapat meramalkan
prestasi mahasiswa (Astya, 2008). Pada tahun 2001, Fakultas Psikologi
Universitas Airlangga melakukan uji validitas dan reliabilitas pada aitem IST
dengan subjek 200 siswa SMA, hasilnya menunjukkan bahwa dari 176 aitem
terdapat 131 aitem yang dinyatakan valid dan 45 aitem yang dinyatakan gugur dan
dari sembilan subtes, satu subtes yakni ZR (dengan jumlah aitem 20) dinyatakan
semua aitemnya valid. Sedangkan untuk reliabilitas dari sembilan subtes tersebut
semuanya dinyatakan reliabel dengan besar koefisien sebesar 0,463-0,821 pada
taraf signifikansi 0,01. Namun hasil ini tidak bisa digeralisasi lebih luas
mengingat jumlah dan karakteristik subjek yang terbatas (Hamidah, 2001).
Santosa dkk. (dalam Widianti, 2008) juga menyatakan bahwa sebuah tes
yang telah dipakai dalam jangka waktu lama seperti IST, memang memerlukan
pengujian ulang untuk melihat sejauhmana tes tersebut masih dapat digunakan
sebagai alat ukur yang handal. Handayani (dalam Widianti, 2008) juga
menyatakan bahwa issue lainnya yang berkembang menurut Himpunan Sarjana
Psikologi dan Psikolog Indonesia (HIMPSI), IST tidak lagi digunakan di kota-
5
kota besar seperti Jakarta karena IST diduga tidak valid untuk mengukur
inteligensi. Kondisi ini dilatarbelakangi oleh frekuensi pemakaian yang terlalu
tinggi dan kerahasiaan yang sulit dikontrol. Hasil wawancara dengan dosen
Fakultas Psikologi USU yang juga ketua P3M Fakultas Psikologi diketahui bahwa
IST juga telah bocor di kota Medan, tidak jarang individu memiliki lembar IST
dan mendapatkan skor yang mendekati sempurna walaupun individu tersebut
tidak mau menjawab semua dengan benar karena takut dicurigai oleh tester atau
individu yang memberikan tes. Oleh karena itu, penggunaan IST di P3M Fakultas
Psikologi USU umumnya atas permintaan individu atau perusahaan yang
bersangkutan. Sebelumnya, pihak P3M akan menjelaskan kelemahan dan
kelebihan tes tersebut (Komunikasi Personal, Ari Widiyanta, 26 November 2010).
Validitas dan reliabilitas yang masih dipertanyakan serta kerahasian yang
sulit dikontrol pada IST seharusnya membuat para pengguna tes ini
mempertanyakan kelayakan tes dalam mengukur inteligensi dan melakukan
evaluasi terhadap alat tes tersebut. Namun kenyataannya, IST masih saja
digunakan di Indonesia, khususnya oleh P3M Fakultas Psikologi USU tanpa
pernah melakukan evaluasi atau uji analisis karakteristik psikometri terhadap IST
tersebut. Sukardi (1997) menyatakan bahwa syarat tes yang baik memiliki kriteria
pokok sebagai berikut: tes yang terstandar atau baku dalam hal administrasi,
penskoran dan norma yang digunakan untuk membantu interpretasi skor; objektif;
valid; dan reliabel. Maka dapat disimpulkan bahwa suatu tes yang tidak memiliki
kriteria ini, dapat dikatakan bahwa tes tersebut tidak objektif dan tidak layak
untuk digunakan. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha melihat dan melakukan
6
proses analisis karakteristik psikometri terhadap IST sebagai salah satu tes
inteligensi yang sering digunakan oleh P3M Fakultas Psikologi USU.
Pada penelitian ini, pengujian secara psikometri hanya akan dilakukan
pada satu subtes, yaitu subtes Rechenaufgaben (RA). Subtes RA terdiri dari 20
soal mulai dari nomor 77 sampai dengan 96. Subtes digunakan untuk mengetahui
kemampuan berpikir praktis dalam berhitung, berpikir induktif, reasoning, dan
kemampuan mengambil kesimpulan (Polhaupessy dalam Diktat Kuliah IST
UNPAD, 2009).
Aitem-aitem dalam subtes RA disajikan dalam bentuk kalimat cerita.
Kalimat-kalimat tersebut terdiri dari 14 kata sampai dengan 38 kata. Seperti aitem
terakhir nomor 96, aitem ini dinyatakan dengan kalimat cerita yang paling
panjang sekitar 38 kata diantara aitem yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa
aitem tersebut tidak hanya mengukur kemampuan berpikir praktis dalam
berhitung, tetapi juga mengukur kemampuan pemahaman bahasa individu yang
dikenai tes. Selain itu angka dan bilangan yang digunakan dalam subtes ini tidak
sesuai dengan perkembangan Indonesia saat ini. Seperti pada aitem no 77, 81, 84,
89, 91 menggunakan bilangan puluhan rupiah bahkan satuan rupiah. Sekarang ini,
nilai uang dalam bentuk satuan rupiah atau puluhan rupiah tidak lagi dikenal dan
digunakan dalam transaksi jual beli di Indonesia. Nominal uang yang paling kecil
yang masih berlaku adalah Rp. 100,-.
Hasil penelitian Fakultas Psikologi Universitas Atma Jaya, Jakarta tahun
2008 dengan subjek siswa SMA, menunjukkan bahwa subtes RA mengukur
konstruk inductive reasoning dan valid memprediksi keberhasilan siswa jurusan
7
IPS dan IPA, namun tidak berfungsi sebagai tes differensial (Engelen, 2008).
Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa subtes ini tidak dapat
membedakan individu yang memiliki kemampuan berpikir praktis dalam
berhitung, berpikir induktif, reasoning, dan kemampuan mengambil kesimpulan
dengan individu yang tidak memiliki kemampuan tersebut.
Secara umum, analisis yang akan dilakukan dalam penelitian ini mencakup
analisis karakteristik psikometri berupa analisis indeks diskriminasi dan kesukaran
aitem, reliabilitas, serta analisis validitas subtes RA. Analisis reliabilitas dilakukan
sebagai salah satu pendekatan untuk mengestimasi skor murni individu. Melalui
koefisien reliabilitas dapat diestimasi letak skor murni individu dalam suatu
wilayah interval tertentu. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mengindikasikan
semakin kecil pula eror yang terjadi dalam konteks pengukuran (Suryabrata,
2005). Selanjutnya uji validitas, Azwar (2007) mengartikan validitas sebagai
sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi
ukurnya. Pada penelitian ini validitas yang akan diuji adalah validitas konstrak
yang bertujuan untuk meneliti ketepatan subtes RA dalam mengukur kemampuan
berpikir praktis dalam berhitung, berpikir induktif, reasoning, dan kemampuan
mengambil kesimpulan dengan menggunakan metode multitrait-multimethod
yang meliputi validitas diskriminan dan konvergen. Koefisien validitas konvergen
dan diskriminan dilihat dari korelasi antara subtes RA dengan 8 subtes lainnya
pada IST dalam bentuk matrik multitrait-multimethod. Korelasi yang tinggi
menunjukkan bahwa subtes-subtes tersebut mengukur hal yang sama atau
8
konvergen. Sebaliknya, korelasi yang rendah menunjukkan bahwa subtes-subtes
tersebut mengukur hal yang berbeda.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan Latar Belakang Masalah yang telah diuraikan, maka dapat
diidentifikasi beberapa masalah yang berhubungan dengan IST, khususnya subtes
RA, yaitu:
1. IST masih sering digunakan sebagai tes inteligensi oleh P3M Fakultas
Psikologi USU, meskipun IST yang digunakan oleh P3M Fakultas Psikologi
USU tersebut merupakan IST adaptasi Fakultas Psikologi UNPAD, Bandung
tahun 1970-an dan belum pernah dievaluasi secara psikometri oleh P3M
Fakultas psikologi USU.
2. Hasil beberapa penelitian menyatakan bahwa sekarang ini IST memiliki
validitas prediktif kurang baik, 45 aitem IST dinyatakan gugur atau tidak valid,
serta tidak lagi digunakan di kota-kota besar seperti di Jakarta karena diduga
tidak valid untuk mengukur inteligensi akibat frekuensi pemakaian yang terlalu
tinggi dan kerahasiaan yang sulit dikontrol.
3. IST juga telah bocor di Kota Medan sehingga tidak jarang individu memiliki
lembar IST dan mendapatkan skor IST yang mendekati sempurna.
4. Hasil penelitian tentang subtes RA diketahui bahwa subtes RA mengukur
konstruk inductive reasoning dan tidak berfungsi sebagai tes differensial.
5. Aitem pada subtes RA berbentuk kalimat cerita yang terdiri dari 14 sampai 38
kata, sehingga aitem-aitem tersebut diduga tidak hanya mengungkap fungsi
9
ukurnya tetapi juga mengungkap kemampuan bahasa yang dimiliki oleh
individu yang dikenai tes.
6. Penggunaan nilai mata uang yang berlaku di Indonesia pada tahun 1970-an
membuat aitem dalam subtes ini tidak sesuai lagi dengan nilai mata uang yang
berlaku dalam transaksi jual beli di Indonesia sekarang ini.
C. Rumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan
sebagai berikut:
1. Seberapa baikkah indeks kesukaran aitem subtes RA pada IST?
2. Seberapa baikkah indeks diskriminasi aitem subtes RA pada IST?
3. Apakah subtes RA pada IST masih dapat dipercaya atau memiliki nilai
reliabilitas yang baik?
4. Bagaimanakah validitas konstrak subtes RA pada IST yang dilihat dari
koefisien validitas konvergen dan koefisien validitas diskriminan?
5. Bagaimanakah kualitas subtes RA pada IST berdasarkan hasil analisis
karakteristik psikometri?
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah IST masih berfungsi sesuai
dengan tujuan IST disusun, khususnya pada subtes RA berdasarkan karakteristik
psikometri yang dimiliki.
10
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis maupun
praktis, sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah manfaat keilmuan dalam
bidang psikologi mengenai karakteristik psikometri subtes RA pada IST sehingga
dapat memberikan informasi apakah subtes RA pada IST masih berfungsi sesuai
dengan tujuan subtes tersebut disusun.
2. Manfaat Praktis
a) Penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan landasan bagi akademisi
psikometri untuk merevisi IST, khususnya subtes RA.
b) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi para
praktisi untuk menggunakan IST, khususnya subtes RA sebagai alat
pengukur inteligensi dalam pengambilan keputusan.
11