chairunisa ferdiana program pasca sarjana...
TRANSCRIPT
![Page 1: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/1.jpg)
1
HUBUNGAN ANTARA DENSITAS NUKLEUS DENGAN EFFECTIVE PHACO TIME DAN PHACO TIME
MENGGUNAKAN TEKNIK PHACO CHOP
CORRELATION AMONG NUCLEUS DENSITY, EFFECTIVE PHACO TIME AND PHACO TIME
USING THE PHACO CHOP TECHNIQUE
CHAIRUNISA FERDIANA
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2007
![Page 2: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/2.jpg)
2
HUBUNGAN ANTARA DENSITAS NUKLEUS DENGAN EFFECTIVE PHACO TIME DAN PHACO TIME
MENGGUNAKAN TEKNIK PHACO CHOP
CORRELATION AMONG NUCLEAR DENSITY, EFFECTIVE PHACO TIME AND PHACO TIME
USING THE PHACO CHOP TECHNIQUE
TESIS
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Dokter Spesialis Mata
Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Kesehatan Mata
Disusun dan Diajukan oleh
CHAIRUNISA FERDIANA
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
![Page 3: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/3.jpg)
3
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Hubungan antara Densitas Nukleus dengan Effective Phaco
Time dan Phaco Time Menggunakan Teknik Phaco Chop
Nama : dr. Chairunisa Ferdiana
No Pokok Mahasiswa
Pasca Sarjana : P2402202011
Program Pendidikan : Dokter Spesialis I
Program Studi : Ilmu Kesehatan Mata
Menyetujui, Pembimbing
Dr. Ahmad Afifudin, Sp.M Ketua
Dr. Noor Syamsu, Sp.M Dr. Hamzah, Sp.M Anggota Anggota
Mengetahui:
Ketua Program Studi I.K Mata Ketua Bagian I.K Mata Fakultas Kedokteran UNHAS Fakultas Kedokteran UNHAS
Dr. Rahasiah Taufik, Sp.M Dr. Habibah S.Muhiddin, Sp.M
![Page 4: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/4.jpg)
4
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia, bimbingan dan
pertolonganNya. Berkat kehendak dan perkenanNya jualah saya dapat menyusun tesis ini
sebagai persyaratan sekaligus merupakan karya akhir saya dalam penyelesaian
pendidikan spesialis dalam bidang Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin Makassar.
Saya mengharapkan karya akhir yang berjudul hubungan antara densitas
nukleus dengan effective phaco time dan phaco time menggunakan teknik phaco
chop ini dapat memberikan masukan dan menambah wawasan, walaupun saya menyadari
bahwa penulisan karya akhir ini masih jauh dari kesempurnaan.
Pada kesempatan ini dengan hati yang tulus dan penuh hormat, saya ingin
menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Direktur Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin atas kesempatan yang diberikan
kepada saya sehingga dapat mengikuti pendidikan pasca sarjana.
2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin yang telah memberikan
kesempatan untuk mengikuti program pendidikan keahlian di Bagian Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
3. Koordinator PPDS-I Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin yang
senantiasa memantau kelancaran program pendidikan saya.
4. Prof.DR.Dr. Rukiah Syawal,SpM(K), Ketua Bagian Ilmu Kesehatan Mata pada
masa beliau yang telah bersedia menerima saya sebagai peserta PPDS serta
![Page 5: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/5.jpg)
5
dengan kesungguhan hati telah membimbing dan mendidik saya selama menikuti
pendidikan.
5. Dr. Habibah S. Muhiddin,SpM, Ketua Bagian Ilmu Kesehatan Mata yang telah
mendidik, memberi nasehat, membimbing dan menyemangati saya selama
mengikuti pendidikan.
6. Dr. Rahasiah Taufik,SpM, Ketua Program Studi Dokter Spesialis I Bagian Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin atas bimbingan dan
didikannya selama mengikuti pendidikan.
7. Dr. Ahmad Afifudin, SpM selaku pembimbing saya dalam penulisan karya akhir
ini dan atas segala bantuan tanpa kenal lelah, kesempatan dan kemudahan yang
telah diberikan kepada saya dalam melakukan penelitian.
8. Dr. Hamzah, SpM atas segala kebaikan hati, bimbingan serta masukan, dan
bantuan terutama pengumpulan sampel dalam penelitian ini.
9. Dr. Noor Syamsu, SpM selaku pembimbing saya selama menjalani pendidikan
sekaligus menjadi pembimbing dalam penulisan karya akhir ini atas kesediannya
membimbing, memberi masukan yang sangat berharga dan mengarahkan saya
dengan penuh perhatian dan kesabaran.
10. DR.Dr. Ilhamjaya Patellongi, MS selaku konsultan statistik atas kesediannya
membimbing dan mengkoreksi sejak awal hingga hasil penelitian ini.
11. Seluruh Staf Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin, Dr. A. Rukmini Fachry,SpM, Dr. Noro Waspodo, SpM, , Dr. Junaedi
Sirajuddin, SpM, Dr. Halimah Pagarra, SpM, Dr. Munzyl Yunus, SpM, Dr.
Muliasnaeny, SpM, Dr. Hudaedah, SpM, Dr. A. Sengngeng, SpM, Dr. Suliati P.
![Page 6: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/6.jpg)
6
Amir, SpM, Dr. Benny Untu, SpM, Dr. Budu, SpM, PhD, Dr. Batari T.Umar,
SpM, Dr. Purnamanita Syawal, SpM selaku guru-guru yang sangat berjasa dalam
memberikan ilmu dan bimbingan kepada saya.
12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti pendidikan yaitu
RS. Wahidin Sudirohusodo, Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM)
Makassar, RSUD Labuang Baji, RS Pelamonia, RS Akademis Jaury Yusuf Putra,
atas segala bantuan fasilitas dan kerjasamanya selama pendidikan saya.
13. Direktur, para paramedis dan segenap staf Klinik Mata Orbita Makassar atas
kesempatan, kerjasama dan bantuan yang sangat berarti dalam pengumpulan
sampel penelitian ini.
14. Para pegawai/karyawan Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin, para paramedis dimana saya telah mengikuti pendidikan
spesialis Mata, atas segala bantuan dan kerjasamanya selama saya menempuh
pendidikan.
15. Seluruh sahabat teman sejawat peserta PPDS-I Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin, kakak-kakak dimanapun bertugas dan adik-
adik yang sedang berjuang, atas jalinan persaudaraan, dukungan, kebersamaan
dan kerjasamanya selama ini.
16. Kepada ayahanda tercinta H. Nachrowi (Almarhum) yang tidak sempat melihat
kesempatan ini serta ibunda Hj. Maslichah yang sangat saya cintai, yang dengan
tulus dan penuh kasih sayang senantiasa mendoakan, memberikan dukungan,
bantuan dan nasehat sehingga pendidikan ini dapat saya selesaikan dengan baik.
![Page 7: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/7.jpg)
7
17. Kepada ayahanda mertua saya Drs. Sutrisno,Mpd (Almarhum) yang saya hormati
dan ibunda mertua tercinta Dra. Hartatik,MSc, yang telah banyak memberikan
dorongan moril kepada saya sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.
18. Segenap keluarga yang telah memberikan dukungan, bantuan dan doanya.
19. Semua pihak yang telah membantu kelancaran penelitian saya baik secara
langsung maupun tidak langgsung.
20. Akhirnya kepada suami saya tercinta dr. Johan Bastian dan permata hati saya
Ahmad Ferhan Rafrijal Fauzan yang sangat saya sayangi, tidak lupa Mistriani
pengasuhnya, atas segala dorongan, pengertian dan penuh kesabaran
mendampingi saya sehingga dapat mengikuti dan menyelesaikan pendidikan ini
dengan baik.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat untuk kita semua dan kiranya Allah SWT
senantiasa melimpahkan rahmat, karunia dan hidayahNya, serta melindungi setiap
langkah dan pengabdian kita.
Makassar, Maret 2007
Chairunisa Ferdiana
![Page 8: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/8.jpg)
8
ABSTRAK
CHAIRUNISA FERDIANA. Hubungan Antara Densitas Nukleus dengan Effective Phaco Time dan Phaco Time Menggunakan Teknik Phaco Chop ( dibimbing oleh Ahmad Afifudin, Hamzah dan Noor Syamsu ).
Penelitian obervasional cross sectional study untuk mengetahui hubungan antara
densitas nukleus dengan effective phaco time dan phaco time. Penelitian berlangsung
selama 5 bulan di klinik mata Orbita Makassar. Didapatkan 30 mata katarak senil yang
dibagi menjadi 3 kelompok yaitu derajat lunak (densitas nukleus 2), derajat sedang
(densitas nukleus 3), dan derajat keras (densitas nukleus 4 dan 5). Pada seluruh mata
dilakukan prosedur fakoemulsifikasi konvensional (coaxial) menggunakan teknik phaco
chop dengan modulasi power linier, mesin Sovereign (AMO), dan dilakukan implantasi
lensa intra okuler. Effective phaco time dan phaco time dicatat selam operasi berlangsung.
Didapatkan rata-rata effective phaco time pada derajat lunak 6.09 ± 5.70 detik (0.38 – 11.
78 detik), derajat sedang sebesar 11.51 ± 8.73 detik (2.78 – 20.24 detik), dan derajat
keras 21.72 ± 14.02 detik (7.69 – 35.73 detik). Semakin keras densitas nukleus, semakin
panjang effective phaco timenya (r = 0.545, p = 0.0020). Rata-rata phaco time pada
derajat lunak sebesar 70.57 ± 29.09 detik (41.48 – 99.66 detik), derajat sedang 154.42 ±
72.33 detik (82.09 – 226.75 detik), dan derajat keras 236.86 ± 152.87 detik (83.99 –
389.73 detik). Makin keras densitas nukleus, phaco time semakin lama (r = 0.541, p =
0.0020). Berdasarkan uji statistik disimpulkan adanya hubungan linier positif antara
derajat densitas nukleus dengan effective phaco time dan phaco time.
![Page 9: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/9.jpg)
9
ABSTRACT
CHAIRUNISA FERDIANA. Correlation Among Nucleus Density, Effective Phaco Time and Phaco Time Using the Phaco Chop Technique ( supervised by Ahmad Afifudin, Hamzah and Noor Syamsu ). In order to asses the pertinency among nuclear density, effective phaco time and
phaco time, an observation cross-sectional study has been conveyed, during 5 months
period in ophthalmologist clinic Orbita, Makassar. Thirty eyes with senile cataract were
comprised and divided into 3 groups according to nuclear density gradation, which is soft
(grade 2), moderate (grade3), and hard (grade 4 and 5). All eyes underwent conventional
phacoemulsification procedure (coaxial phacoemulsification) with phaco chop technique,
linear modulation using Sovereign (AMO) equipment. Intraocular lens was implanted
intracapsularly. Effective phaco time and phaco time were recorded intraoperatively.
Mean of effective phaco time was 6.09 ± 5.70 seconds (0.38 – 11. 78 seconds) in soft
nuclear density, 11.51 ± 8.73 seconds (2.78 – 20.24 seconds) in moderate nuclear
density , 21.72 ± 14.02 seconds (7.69 – 35.73 seconds) in hard nuclear density. There was
a statistically significant correlation between nucleus hardness and effective phaco time,
mean effective phaco time were found to be significantly higher in the harder density (r =
0.545, p = 0.0020). Phaco time mean of eyes with soft, moderate, and hard nuclear
density were 70.57 ± 29.09 seconds (41.48 – 99.66 seconds), 154.42 ± 72.33 seconds
(82.09 – 226.75 seconds), 236.86 ± 152.87 seconds (83.99 – 389.73 seconds). Further
analysis showed a correlation between nuclear density and phaco time (r = 0.541, p =
0.0020). Conclusion, there is a positive correlation among nuclear density, effective
phaco time and phaco time.
![Page 10: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/10.jpg)
10
DAFTAR ISI
halaman
KATA PENGANTAR………………………………………………………….. i
ABSTRAK............................................................................................................ v
ABSTRACT……………………………………………………………………. vi
DAFTAR ISI......................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL, GAMBAR DAN LAMPIRAN……………………………. x
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah……………………………...…………..…… 1
B. Rumusan masalah…………………………………………………….. 4
C. Tujuan penelitian……………………………………………………... 4
a. Tujuan umum..................................................................................... 4
b. Tujuan khusus.................................................................................. 4
D. Hipotesis................................................................................................ 5
E. Manfaat pene litian……………………………………………………. 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan umum mengenai katarak.................................................. ..... 6
B. Perkembangan teknik bedah katarak..................................................... 7
C. Fakoemulsifikasi.................................................................................... 8
a. Fakodinamika dan instrument setting............................................ 8
b. Mekanisme pompa mesin fakoemulsifikasi................................... 9
1. Sistem peristaltik........................................................................ 9
2. Sistem venturi............................................................................. 10
c. Phaco power................................................................................... 11
d. Modulasi energi.............................................................................. 12
1. Linear / continuous mode........................................................... 12
2. Pulse mode................................................................................. 12
![Page 11: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/11.jpg)
11
3. Burst mode................................................................................ 13
4. Teknologi WhiteStar.................................................................. 14
e. Phaco time...................................................................................... 14
1. Effective phaco time.................................................................. 14
2. Total phaco time........................................................................ 14
f. Teknik fakoemulsifikasi................................................................ 15
1. Generasi I…………………………………………………….. 15
2. Generasi II……………………………………………………. 15
3. Generasi III…………………………………………………… 16
4. Generasi IV…………………………………………………… 16
g. Teknik nukleofraksis..................................................................... 17
1. Divide and conquer…………………………………………... 17
2. Phaco chop…………………………………………………… 17
3. Quick chop…………………………………………………… 18
4. Stop & chop………………………………………………….. 28
h. Teknik fakoemulsifikasi dalam hal luasnya insisi dan sistem aliran
cairan.............................................................................................. 19
1. Teknik fakoemulsifikasi konvensional……………………….. 19
2. Micro- incision cataract surgery (MICS)……………………… 19
3. Microcoaxial cataract procedure……………………………… 20
i. Komplikasi………………………………………………………. 20
BAB III. KERANGKA KONSEP 21
BAB IV. METODE PENELITIAN
A. Bentuk penelitian.............................................................................. 23
B. Lokasi dan waktu penelitian............................................................. 23
C. Populasi sampel............................................................................... 23
D.Perkiraan besar sampel...................................................................... 23
E. Kriteria sampel................................................................................. 24
F. Identifikasi variabel........................................................................... 24
![Page 12: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/12.jpg)
12
G. Definisi operasional......................................................................... 24
H. Sarana penelitian.............................................................................. 27
I. Prosedur penelitian............................................................................ 27
J. Alur penelitian................................................................................... 28
K. Pencatatan data................................................................................. 29
L. Pengolahan dan penyajian data......................................................... 29
M. Metode analisis................................................................................. 29
BAB V. HASIL PENELITIAN 30
BAB VI. PEMBAHASAN 36
BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN 41
KEPUSTAKAAN 42
LAMPIRAN-LAMPIRAN
![Page 13: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/13.jpg)
13
DAFTAR TABEL, GAMBAR DAN LAMPIRAN
halaman
DAFTAR TABEL
1. Karakteristik demografi penderita...................................................................... 30
2. Hasil analisis deskriptif effective phaco time dan phaco time........................... 31
3. Perbedaan effective phaco time menurut derajat densitas nukleus…………… 32
4. Perbandingan effective phaco time menurut derajat densitas nukleus………... 33
5. Perbedaan phaco time menurutderajatdensitas nukleus………………………. 33
6. Perbandingan phaco time menurut derajat densitas nukleus………………….. 35
DAFTAR GAMBAR
1. Grafik distribusi sampel menurut umur………………………………………. 31
2. Grafik effective phaco time menurut derajat densitas nukleus………............. 32
3. Grafik phaco time menurut derajat densitas nukleus………............................ 34
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar isian penelitian
2. Surat persetujuan (informed consent)
3. Tabel induk penelitian
![Page 14: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/14.jpg)
14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Katarak adalah penyebab kebutaan utama di dunia dan dialami oleh lebih dari 15
juta penduduk di seluruh dunia dan merupakan salah satu masalah cukup besar yang
terdapat di Indonesia.1 Jumlah penderita katarak di Indonesia saat ini berbanding lurus
dengan jumlah penduduk usia lanjut pada tahun 2000, yang diperkirakan mencapai
besaran 15,3 juta atau 7,4% dari total jumlah penduduk Indonesia.2 Dibandingkan dengan
angka kebutaan negara-negara di Regional Asia Tenggara, angka kebutaan di Indonesia
yang tertinggi. Insiden katarak 0,1% ( 210 ribu orang ) /tahun, yang menjalani operasi
baru sekitar 80.000 orang / tahun.2 Tindakan bedah (operasi) merupakan satu-satunya
pengobatan yang dapat memberikan perbaikan penglihatan, oleh karena itu bedah katarak
menjadi tindakan bedah yang paling banyak dilakukan oleh dokter ahli mata. 1
Bedah katarak sangat berbeda dengan tindakan bedah lainnya, karena tujuan
utama yang ingin dicapai baik oleh dokter maupun penderita adalah visus pasca operasi
yang optimal. Saat ini teknik bedah katarak dan pemasangan lensa intra okuler dengan
teknologi mesin fakoemulsifikasi memungkinkan hasil yang sangat akurat.1
Fakoemulsifikasi adalah teknik operasi ekstrakapsuler menggunakan sistem ultrasonik
untuk memecah dan mengaspirasi lensa melalui insisi kecil.3,4 Teknik ini berbeda dari
teknik extracapsular cataract extraction (ECCE) konvensional dalam hal luas insisi dan
teknik pengeluaran lensa. Keuntungan dari tenik ini yaitu dapat menghasilkan
penyembuhan dan perbaikan visus yang lebih cepat.3 Penggunaan fakoemulsifikasi untuk
operasi katarak diperkenalkan pertama kali oleh Dr. Charles D. Kelman pada tahun
![Page 15: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/15.jpg)
15
1967.1,3,4 Pada dekade terakhir ini, operasi katarak dengan teknik fakoemulsifikasi
berkembang pesat khususnya di negara maju dan telah mencapai taraf bedah katarak
refraktif dengan kriteria rehabilitasi visus yang cepat, induksi astigmat akibat operasi
yang minimal, komplikasi dan inflamasi pasca bedah yang minimal, dan mampu untuk
melakukan koreksi refraktif pra bedah. Fakoemulsifikasi telah meningkatkan kualitas
bedah katarak dan digunakan secara luas. 1,4
Klasifikasi dan densitas katarak (nukleus) perlu diketahui sebelum dilakukan
fakoemulsifikasi. Densitas katarak dapat diperkirakan berdasarkan gambaran klinis. Hal
ini sangat penting pada fakoemulsifikasi, karena katarak dengan nukleus yang terlalu
keras atau terlalu lunak lebih sulit dilakukan fakoemulsifikasi daripada densitas nukleus
sedang.1,3 Klasifikasi sederhana untuk memperkirakan densitas nukleus yaitu berdasarkan
klasiffikasi Buratto dkk. Buratto membagi densitas nukleus menjadi 5 jenis, dimana
derajat 1 adalah yang paling lunak, derajat 2 dengan kekerasan ringan, derajat 3
mempunyai nukleus dengan kekerasan sedang, derajat 4 adalah nukleus yang keras
sedangkan derajat 5 adalah katarak dengan nukleus yang sangat keras.4
Densitas katarak semakin bertambah seiring dengan bertambahnya usia. Katarak
dengan warna yang sama, pada penderita us ia 60 tahun lebih lunak dibandingkan pada
usia 80 tahun. Semakin lama katarak itu dibentuk maka nukleusnya akan semakin keras
dan besar.4 Penelitian oleh Heyworth dan Thompson menunjukkan bahwa variasi dari
densitas nukleus berhubungan dengan usia dan derajat sklerosis nukleus.5
Phaco-parameter terdiri dari effective phaco time, power, vacuum, dan flow rate.3
Effective phaco time (EPT) adalah lamanya waktu fakoemulsifikasi dengan power yang
digunakan sebesar 100% secara terus menerus.6,7,8,9 Lamanya EPT tergantung pada
![Page 16: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/16.jpg)
16
densitas katarak.10 EPT ini mempunyai arti penting, dimana EPT yang singkat
menunjukkan kurangnya energi yang masuk ke mata sehingga mengurangi efek samping
power fakoemulsifikasi.8 Penggunaan waktu fakoemulsifikasi yang lama dan power
fakoemulsifikasi yang besar akan merusak sel-sel endotel kornea.6 Nukleus dengan
densitas keras membutuhkan energi yang banyak sehingga menyebabkan kerusakan
endotel yang banyak. Kerusakan endotel ini akibat energi kavitasi yang ditimbulkan saat
tip fako bergetar dengan frekuensi ultrasonik. Jumlah endotel yang kurang akan
menyebabkan edema kornea yang permanen. 1 Pengurangan energi fakoemulsifikasi akan
menghasilkan visus optimal, dimana hal ini merupakan tujuan dari teknologi
fakoemulsifikasi.11
Penelitian oleh Ermiss, Ozturk, dan Inan pada katarak yang matur menggunakan
teknik divide and conquer, ditemukan rata-rata EPT sebesar 44.3 (SD 23.6) detik dan
didapatkan edema kornea pada hari pertama pasca operasi pada 20.7% penderita.12
Penelitian oleh Dholakia dan Vasavada, didapatkan EPT 121.2± 19.8 detik pada katarak
brunescent dengan menggunakan teknik chop, sedangkan pada katarak derajat 1 sampai
3, dengan teknik yang sama didapatkan EPT 36 ± 19 detik.10 Penelitian Chitra Sambare
dan Seedevi Pieris menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dalam hal power dan
waktu fakoemulsifikasi antara derajat 3 dengan derajat 1 dan 2.13 Gerd U. Auffarth,
menemukan tidak ada korelasi antara densitas nukleus dengan power pada penelitiannya,
tetapi mempunyai korelasi dengan EPT.14 Ermiss, Ozturk , dan Inan pada penelitiannya
menyimpulkan bahwa kesulitan-kesulitan intraoperatif dan visus pasca operasi pada
katarak matur dengan katarak tipe lainnya mempunyai hasil yang sama.12
![Page 17: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/17.jpg)
17
Bedoza mendapatkan rata-rata total waktu fakoemulsifikasi (U/S time) lebih
singkat pada derajat 1 dan 2 dibandingkan derajat 3 dan 4. Chakrabarti dkk melaporkan
rata-rata U/S time 3.05 menit pada katarak hipermatur. Penelitian lain dilaporkan rata-rata
U/S time 4 menit pada derajat 3 sedangkan derajat 4 dan 5 rata-rata 5.5 menit. 15
Telah dilaporkan penelitian mengenai lamanya effective phaco time, power dan
keamanan fakoemulsifikasi pada katarak berdasarkan densitas nukleus serta hubungannya
dengan hilangnya sel endotel. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dilakukan penelitian
mengenai hubungan antara densitas nukleus dengan EPT dan phaco time di Makassar.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, menjadi dasar bagi penelitian
ini untuk merumuskan pertanyaan :
1. Bagaimana hubungan densitas nukleus terhadap effective phaco time ?
2. Bagaimana hubungan densitas nukleus terhadap phaco time ?
C. Tujuan penelitian
a. Tujuan umum :
Menilai hubungan densitas nukleus terhadap phaco time
b. Tujuan khusus :
1. Untuk mengetahui lamanya effective phaco time pada tingkat densitas nukleus
yang berbeda.
![Page 18: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/18.jpg)
18
2. Untuk mengetahui besarnya phaco time pada tingkat densitas nukleus yang
berbeda.
D. Hipotesis
Semakin tinggi densitas nukleus, effective phaco time semakin lama dan semakin
besar pula phaco timenya
E. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan
mengenai hubungan densitas nukleus terhadap waktu fakoemulsifikasi sehingga para ahli
mata dapat lebih memperhatikan derajat kerasnya katarak sebelum melakukan operasi.
Selain itu diharapkan juga penelitian ini dapat membantu menambah referensi untuk
penelitian serupa dimasa yang akan datang.
![Page 19: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/19.jpg)
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan umum mengenai katarak
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa. Katarak yang disebabkan karena
faktor usia ( katarak senil ) merupakan penyebab utama gangguan penglihatan pada
manusia. Patogenesisnya bersifat multifaktorial dan tidak diketahui secara jelas.3. Katarak
ini muncul pada akhir dewasa muda dan menyebabkan penurunan penglihatan yang
progresif. 16
Ada beberapa cara dalam klasifikasi katarak, berdasarkan kekeruhan lensa dibagi
dalam stadium immatur, matur, dan hipermatur. Penggolongan lainnya adalah minimal,
moderate, dan advanced. Klasifikasi lain menggunakan lokasi anatomi dari kekeruhan
lensa yaitu kortikal, nuklear, dan subkapsul posterior.16 Klasifikasi katarak yang paling
luas penggunaannya adalah Lens Opacities Classification Sistem (LOCS) III yang
dikemukakan oleh Chylack pada tahun 1993. Klasifikasi ini melihat gambaran nukleus
yang disebut nuclear opalescence (NO), nuclear color (NC), cortical cataract (C), serta
posterior subcapsular cataract (P) pada penderita dan membandingkannya dengan foto
yang dipublikasikan oleh Chylack dkk.17 Pembagian katarak menurut LOCS III ini sangat
baik akan tetapi kurang praktis untuk penggunaan klinis sehari-hari dan penggunaan
untuk operasi dengan fakoemulsifikasi. Klasifikasi katarak yang lebih sederhana untuk
memperkirakan densitas nukleus yaitu klasifikasi Buratto dkk.1
![Page 20: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/20.jpg)
20
Grade U/S time Color Type of cataract Red reflex
1 Minimal Transparent or pale gray Cortical or recent subcapsular High 2 Redecuced Gray or gray yellows Subcapsular posterior Marked 3 Moderate Yellow or yellow gray Nuclear, cortico-nuclear Good 4 Long Yellow-amber or amber Cortico-nuclear, dense Poor 5 Very long Dark brown or black Totally dense Absent
Tabel 1. Klasifikasi Buratto4
Gambar 1. Brunescent cataract18
B. Perkembangan teknik bedah katarak
Teknik bedah katarak diawali dengan teknik couching oleh seorang ahli dari India
pada tahun 800 sebelum Masehi. Komplikasi yang ditimbulkan oleh teknik ini sangat
tinggi. Pengembangan teknik bedah katarak berikutnya yaitu dengan cara ekstraksi
ekstrakapsuler. Diawali oleh Jacques Daviel (1696-1762) dari Perancis yang
mengeluarkan lensa melalui pupil dan keluar dari mata melalui insisi limbal.19 Teknik ini
mempunyai kelemahan yaitu korteks tidak dikeluarkan secara keseluruhan, inflamasi
kronik dan terjadinya blok pupil. Albrecht von Graefe (1828-1870), seorang ahli mata
Jerman mengembangkan teknik ini, dengan menggunakan pisau yang membuat luka
insisi menjadi lebih baik. Perkembangan teknik bedah katarak selanjutnya yaitu pada
tahun 1753 dilakukan suatu teknik ekstraksi intrakapsuler di London oleh Samuel Sharp.
![Page 21: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/21.jpg)
21
Teknik ini memberikan hasil yang baik pada waktu itu. Teknik ini kemudian mengalami
pergeseran oleh adanya metode ekstrakapsuler modern yaitu dengan meninggalkan
kapsul posterior.3
C. Fakoemulsifikasi
Fakoemulsifikasi merupakan salah satu teknik bedah yang baik dan banyak
dilakukan oleh ahli mata. Beberapa keuntungan yang didapatkan dibandingkan teknik
konvensional adalah :2
1. Insisi yang kecil : waktu penyembuhan lebih singkat, astigmat pasca operasi dapat
dikurangi, dan tidak ada jahitan
2. Aspirasi korteks dapat lebih baik ( aspirasi pada bilik mata yang tertutup )
3. Implantasi IOL lebih mudah dan pada posisi yang benar (pada bilik mata
belakang).
4. Perbaikan visus lebih cepat
a. Fakodinamika dan instrument setting
Fakodinamik adalah suatu keadaan yang mempelajari aliran cairan yang masuk ke
dalam mata, dinamika saat cairan berada di dalam mata serta saat cairan keluar dari mata
melalui mesin fakoemulsifikasi.1 Cara kerja sistem fakoemulsifikasi untuk
menghancurkan lensa adalah melalui ultrasonic probe yang mempunyai tip yang mampu
bergetar dengan frekuensi yang sangat tinggi yaitu setara dengan gelombang ultrasound,
antara 28,000 s/d 60,000 hertz. Massa lensa yang sudah dihancurkan akan diaspirasi
melalui rongga yang ada pada tip untuk kemudian dikeluarkan dari dalam mata melalui
selang aspirasi pada mesin fakoemulsifikasi.3 Potensi yang dimiliki mesin
![Page 22: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/22.jpg)
22
fakoemulsifikasi untuk menghancurkan massa lensa sangat besar, mampu menghasilkan
tenaga getaran 20m/detik dengan kecepatan aliran 0,65 m/detik. Kekuatan yang besar ini
hanya bermanfaat apabila menguasai cara kerja mesin agar dapat digunakan pada saat
yang tepat pada tahap-tahap teknik operasi.1,3 Operasi pertama yang dilakukan oleh
Charles D. Kelman membutuhkan waktu hampir 6 jam dengan phaco time mencapai 1
jam. Dalam dekade terakhir ini, operasi katarak dengan teknik fakoemulsifikasi
berkembang pesat khusunya di negara maju. 1
b. Mekanisme pompa mesin fakoemulsifikasi
1. Sistem peristaltik
Aliran cairan pada sistem peristaltik berdasarkan prinsip peristaltik pada
selang akibat gencetan oleh sejumlah roda pada mesin fako. Pada sistem ini,
pengaturan dari aliran cairan, kekuatan vakum, serta kekuatan energi U/S yang
digunakan dapat diatur secara terpisah. Parameter yang dapat diatur antara
lain irigasi, flow rate, kekuatan vakum dan kekuatan energi fakoemulsifikasi
( phaco power/ U/S power ) Keuntungan yang diperoleh dari mesin dengan sistem
ini adalah kemampuan mengatur flow rate dan vakum secara terpisah. Keadaan
ini tidak bisa dilakukan pada mesin dengan sistem venturi. Pengaturan secara
terpisah tersebut meningkatkan faktor keamanan bagi ahli bedah, karena rise
time ( waktu yang diperlukan mulai saat lubang fako tip tersumbat oleh massa
lensa sampai dengan tercapainya vakum maksimum ) yang terjadi lebih lambat
dibanding sistem venturi.1,4,8
![Page 23: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/23.jpg)
23
Gambar 2. Sistem peristaltik3
2. Sistem Venturi
Pada sistem venturi, cairan dari bilik mata depan akan tersedot masuk ke
dalam kaset pada mesin fakoemulsifikasi, karena tekanan dalam kaset lebih
rendah dari bilik mata depan.4 Istilah fakodinamik pada sistem venturi ini adalah
flow, aspirasi, dan vakum. Perbedaan sistem venturi dengan peristaltik adalah
adalah dalam hal aspirasi dimana pada sistem venturi aspirasi tidak bisa diatur
kekuatannya melalui mesin karena tidak terdapat tombol untuk pre-set aspiration
flow rate.1
Gambar 3. Sistem venturi3
Semua phaco-parameter ( EPT, power, flow rate, dan vacuum ) dapat dilihat pada
masing-masing tahapan fakoemulsifikasi. Pengaturan instrumen yang optimal tergantung
pada kemampuan yang dimiliki oleh operator.3
![Page 24: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/24.jpg)
24
Hardness Vacuum setting Aspiration Maximum of cataract (maximum) flow rate power Sculpting nukleus before nuclear fracturing All types of cataract 40-60 mmHg 20 cc/min 50% Grasping emulsifying devided nuclear fragments 1+ 70 mmHg 25 cc/min 70% 2+ 110 mmHg 25 cc/min 70% 3+ 150 mmHg 25 cc/min 70% 4+ 200 mmHg 25 cc/min 70%
Tabel 2. Perkiraan pengaturan instrumen untuk tahap dasar fakoemulsifikasi3
Gambar 4. Phaco-parameter 20
c. Phaco power
Pemakaian power yang aman dapat dilakukan preoperatif tergantung pada variasi
densitas nukleusnya. Umumnya antara 50-70%. Pada keadaan lensa yang lunak power
fako sekitar 30% dan jika keras meningkat sampai 80 atau 90%.8 Mesin fakoemulsifikasi
mempunyai beberapa fasilitas pengaturan energi ultrasound yang dapat dimanfaatkan
sesuai dengan situasi dan kondisi dari kasus yang dihadapi serta teknik yang digunakan.
![Page 25: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/25.jpg)
25
d. Modulasi energi
Jenis modulasi energi Ultrasound (U/S) yang paling sering digunakan adalah
linear / continuous mode, yang dikendalikan berdasarkan injakan pada pedal kaki, yaitu
ketika pedal kaki pada posisi 3. 1 Selain itu didapatkan pula modulasi pulse mode dan
burst mode.
1. Linear / Continuous mode
Semua jenis mesin fakoemulsifikasi sejak awal perkembangannya hanya
mempunyai satu jenis modulasi US power, yaitu linear atau continuous mode. Pada
modulasi ini, ahli bedah bisa menentukan (pre-set) maksimum power yang dibutuhkan
pada panel mesin fakoemulsifikasi, yaitu mulai dari 10% sampai 100%. Linear mode
dapat digunakan pada saat melakukan sculpting nukleus, seperti pada teknik divide &
conquer atau teknik stop & chop.1
Gambar 5. Grafik peningkatan U/S power pada linear mode1
2. Pulse mode
Pulse mode adalah modulasi energi dimana sepanjang pedal pada posisi 3, maka
energi yang keluar tidak secara terus menerus, tetapi sepotong-sepotong yang disebut
![Page 26: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/26.jpg)
26
sebagai pulsa. Banyaknya pulsa perdetik ini dapat diatur melalui panel kontrol, dimana
ditetapkan sebesar 10 pulsa energi perdetik ( setting dari pabrik ).1 Pemakaian pulse
mode adalah pada keadaan dimana lensa suda terpecah, kemudian framen lensa tersebut
berada di bilik mata depan.6
Gambar 6. Grafik peningkatan U/S power pada pulse mode1
3. Burst mode
Pada burst mode, meskipun pedal kaki pada saat mencapai posisi 3, U/S power
akan dialirkan secara maksimal bergantung setting yang dibuat pada panel kontrol. Mesin
yang lebih mutakhir mempunyai kemampuan power burst, yang hampir sama dengan
fungsi power pulse, yaitu dengan semakin dalam menginjak pedal kaki maka interval
antara tiap burst energi akan semakin pendek sehingga pada posisi pedal kaki maksimum
akan menghasilkan U/S energi yang kontinu. Penggunaan burst mode ini sangat efisien
pada teknik fakoemulsifikasi yang mengandalkan chop.1
![Page 27: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/27.jpg)
27
Gambar 7. Grafik peningkatan U/S power pada burst mode1
4. Teknologi WhiteStar
Teknologi WhiteStar ini menggabungkan burst mode dan pulse mode.!
Mempunyai pengaturan waktu yang sangat singkat, menghantarkan energi dan
diselingi oleh periode pendinginan, sehingga dapat menghemat jumlah energi yang
dikeluarkan. 1
e. Phaco time
1. Effective phaco time (EPT)
EPT menunjukkan berapa lama energi fako masuk ke mata jika digunakan phaco
power sebesar 100%. EPT ini dapat lebih rendah daripada total foot-pedal time. EPT ini
sangat signifikan, kurangnya EPT menunjukkan kurangnya energi yang dialirkan pada
mata.8
2. U/S time ( phaco time ) :
U/S time adalah lamanya total waktu dalam menggunakan energi ultrasound (U/S
power ) yang mengalir ke dalam mata.15 Penggunaan waktu ultrasound yang panjang
berakibat pada rusaknya sel-sel endotel kornea.6
![Page 28: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/28.jpg)
28
f. Teknik fakoemulsifikasi
Satu hal yang menentukan keberhasilan fakoemulsifikasi adalah memilih teknik
yang sesuai.1 Penguasaan teknik fakoemulsifikasi ini sangat penting karena pemakaian
teknik ini bergantung pada densitas nukleus (derajat katarak).1,4 Saat ini telah tercatat 4
generasi teknik fakoemulsifikasi :
1. Generasi I (1968-1978)
Fakoemulsifikasi nukleus di bilik mata depan dengan kapsulotomi menggunakan
teknik can opener. Energi ultrasound yang dihasilkan berasal dari kumparan
medan magnet, sehingga ukuran handpiece fakoemulsifikasi cukup besar dan
berat. Pada masa ini, fakoemulsifikasi tidak berkembang karena banyak
menemui banyak komplikasi. Kumparan medan magnet sebagai sumber
gelombang ultrasound menghasilkan panas yang berlebihan pada ujung tip
fakoemulsifikasi, bahkan panasnya sampai terasa pada gagang handpiece. Teknik
fakoemulsifikasi yang digunakan adalah serutan (sculpting) pada nukleus dan
hanya pada densitas nukleus yang lunak. 1,3
Gambar 15 . Sculpting2
2. Generasi II (1978-1986)
Pada dekade kedua, terjadi perubahan teknik fakoemulsifikasi yang ditandai
dengan fakoemulsifikasi di posterior pada kantung lensa.1,11 Handpiece
fakoemulsifikasi yang dipakai menggunakan kristal piezzo electric, menghasilkan
![Page 29: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/29.jpg)
29
getaran dengan frekuensi sangat tinggi sehingga menjadi sumber energi
ultrasound. Teknik fakoemulsifikasi yang berkembang adalah cara sculpting
menggunakan satu tangan atau dua tangan. Dengan teknik dua tangan, satu tangan
yang dominan memegang handpiece fakoemulsifikasi, sedangkan tangan lainnya
memegang alat untuk memanipulasi nukleus. Teknik inii hanya efektif untuk
nukleus yang lunak. 1,3
3. Generasi III (1986-1996)
Setelah memperkenalkan kapsulotomi dengan cara kapsuloreksis, Gimbel
memperkenalkan teknik fakoemulsifikasi interkapsular (in-situ
phacoemulsification) dengan cara memecah nukleus ( nucleofractis ) menjadi
beberapa bagian. Gimbel menyebut teknik ini divide and conquer, Teknik ini
membuat 2 alur yang dalam serta saling menyilang dan tegak lurus dengan teknik
sculpting. Nukleus dibagi menjadi bagian yang selanjutnya dilakukan
fakoemulsifikasi. Pada teknik ini emulsifikasi fragmen lensa agak sulit sebab
tidak ada ruangan yang cukup. Teknik ini berkembang menjadi teknik phaco chop
oleh Nagahara dan stop and chop oleh Paul Koch. 1,2,3
4. Generasi IV
Generasi ini adalah teknik supracapsular yang diperkenalkan oleh
Maloney,dimana nukleus dikeluarkan dari kantung lensa agar saat
fakoemulsifikasi tidak mengancam integritas kapsul posterior. Nukleofraksis tetap
dilakukan di bilik mata belakang.1
![Page 30: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/30.jpg)
30
g. Teknik nukleofraksis
Teknik nukleofraksis adalah teknik melakukan fakoemulsifikasi dimana nukleus
terlebih dahulu telah dibagi menjadi beberapa bagian. Dengan memecah nukleus menjadi
bagian yang lebih kecil, maka dapat dengan mudah melakukan emulsifikasi tanpa harus
menggunakan energi U/S yang tinggi. Dengan demikian waktu fako dapat dipersingkat.1,3
Teknik ini dapat dikerjakan aman dan efektif untuk nukleus dengan densitas sedang
sampai dengan yang keras. 3,4
1. Divide and conquer
Dikemukakan pertama kali oleh Gimbel. Pada teknik ini nukleus dibelah dalam
kantung lensa kemudian dilakukan emulsifikasi pada setiap framen lensa tersebut. Teknik
manipulasi di dalam kantung lensa ini disebut sebagai intracapsular atau lebih dikenal
dengan istilah endocapsular phacoemulsifiacation. 3,4 Selama bertahun-tahun teknik ini
sangat diminati, karena mudah dilakukan. Tetapi teknik ini mempunyai kelemahan
karena boros energi saat mengemulsi lensa sehingga dapat merusak endotel kornea.1
2.Phaco chop
Kunihiro Nagahara mengemukakan teknik modifikasi nukleofraksis yang disebut
teknik phaco chop pada pertemuan ilmiah ASCRS (American Society of Cataract &
Refractive Surgery) tahun 1993.1,21 Nukleus dipecahkan dengan second instrument
dengan chopper. Chopper digunakan setelah nukleus dipegang dengan tip fako. Teknik
ini memerlukan setting vakum yang tinggi, yaitu dengan membenamkan tip
fakoemulsifikasi ke dalam nukleus (engaged). Second instrument berupa chopper
![Page 31: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/31.jpg)
31
kemudian disispkan menuju bagian ekuator lensa melalui bagian lensa yang tepat di
bawah kapsuloreksis, lalu nukleus dibelah dengan cara menarik chopper kearah tip
fakoemulsifikasi. Beberapa keuntungan teknik ini yaitu mempersingkat waktu fako, dapat
digunakan pada semua jenis densitas nukleus.1,3,4
Gambar 3. Phaco chop8
3. Quick Chop ( Vertical Phaco Chop )
Teknik ini dikemukakan oleh Vladimir Pfeiffer, dimana teknik ini merupakan
modifikasi dari phaco chop dari Nagahara. Chopping nukleus berbeda dengan teknik
Nagahara, karena tidak dilakukan dengan gerakan horizontal tetapi dengan gerakan
vertikal. Pada teknik ini ujung chopper ditancapkan pada nukleus tepat di atas ujung tip
fako yang telah dibenamkan ( impale ) di tengah-tengah lensa. Keunggulan dari teknik
ini adalah dapat digunakan pada pupil yang tidak maksimal, karena semua alat berada di
bagian tengah lensa.1,22
4. Stop & Chop
Teknik stop & chop berkembang karena berbagai kesulitan yang dialami dalam
menerapkan teknik phaco chop. Teknik ini merupakan gabungan dari teknik divide and
conquer dari Gimbel dan phaco chop dari Nagahara.1 Teknik stop & shop dikemukakan
![Page 32: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/32.jpg)
32
oleh Paul Koch pada tahun 1993.22 Dasar dari teknik ini adalah pertama kali membuat
alur kemudian setelah terbentuk celah yang dalam di bagian tengah lensa, lensa dibagi
menjadi 2 bagian kemudian “stop”, dilanjutkan chop dengan memutar nukleus 45° searah
jarum jam untuk membelah lensa menjadi bagian yang lebih kecil.2,21 Bagian-bagian
nukleus akan masuk ke dalam tip dan diemulsi.23
h. Teknik fakoemulsifikasi dalam hal luasnya insisi dan sistem aliran cairan
1.Teknik fakoemulsifikasi konvensional ( Conventional / Coaxial Phacoemulsification )
Pada teknik konvensional, insisi yang umum digunakan adalah beveled, biplanar,
sealf-sealing incision yang dikenalkan oleh Shimuzu dan Fine. Lebar insisi sekitar 3 mm
(ukuran rata-rata besarnya tip fakoemulsifikasi).3 Jarum untuk tip fakoemulsifikasi
mempunyai diameter tertentu (sekitar 1 mm) dan mempunyai rongga. Massa lensa yang
sudah dihancurkan akan diaspirasi melalui rongga pada tip tersebut untuk kemudian
dikeluarkan dari dalam mata melalui selang aspirasi pada mesin fakoemulsifikasi.1 Untuk
mempertahankan kedalaman bilik mata depan dan mendinginkan probe diperlukan irigasi
yang stabil, dimana irigasi ini melalui irrigation sleeve pada ultrasound tip.3
Pada coaxial phaco aliran irigasi sangat dekat dengan aspirasi sehingga fragmen
nukleus didorong dari tip ini. Pada teknik ini, banyak cairan irigasi justru dihisap kembali
oleh tip fako sehingga kerjanya tidak efektif.24
2. Micro-incision cataract surgery (MICS)/ Bimanual microincison
Micro-incision cataract surgery (MICS) mengurangi insisi dari 2.75 – 3 mm yang
biasa digunakan pada teknik fakoemulsifikasi konvensional menjadi kurang dari 2 mm
(0.7 mm;1.2 mm;1.4 mm; 1,5 ; 1.7 mm ). Pada teknik ini sistem irigasi dan aspirasinya
terpisah menggunakan teknik bimanual.25,26
![Page 33: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/33.jpg)
33
Bimanual microincison dan coaxial phaco memiliki persamaan dan perbedaan,
oleh karena itu transisi dari kedua teknik ini tidak terlalu sulit. Pada bimanual
microincison digunakan kanula atau chopper irigasi (irrigating chopper).25 Terpisahnya
aspirasi dan irigasi pada bimanual microincision memberikan peningkatan yang baik
terhadap followability, yaitu kemampuan aliran cairan untuk membawa materi lensa
mendekati tip fakoemulsifikasi.26
3. Micro Coaxial Cataract Procedure (Coaxial microphaco/Ultra-small incision)
Coaxial microphaco dengan implantasi IOL melalui insisi 2.2 mm menjadi
perubahan baru dalam tindakan bedah katarak. Dibandingkan dengan teknik
konvensional, pada coaxial microphaco ini astigmat yang timbul sesudah operasi secara
signifikan lebih kecil. Insisi untuk second instrument ( side port ) dibuat sebesar 0.6 mm.
Tanpa mengubah prosedur fakoemulsifikasi yang ada sebelumnya, micro coaxial phaco
ini dapat dilakukan dengan mudah.27
i. Komplikasi
Berbagai komplikasi pasca operasi dapat timbul setelah dilakukan
fakoemulsifikasi.Luka insisi yang tidak menutup dengan baik merupakan komplikasi
yang paling ringan, tetapi dapat menjadi sumber resiko untuk komplikasi yang lebih
berat. Komplikasi lain adalah edema kornea yang merupakan komplikasi yang paling
sering terjadi dan umumnya bersifat reversible kecuali pada keadaan yang berat. Toxic
anterior sement syndrome (TASS) merupakan komplikasi berupa edema kornea yang
difus disertai pupil yang dilatasi,serta disertai dengan peningkatan intraokuler setelah
operasi.1
![Page 34: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/34.jpg)
34
BAB III
KERANGKA KONSEP
Katarak dengan nukleus yang terlalu keras atau terlalu lunak lebih sulit dilakukan
fakoemulsifikasi daripada nukleus derajat sedang. Densitas nukleus merupakan salah satu
faktor yang berpengaruh pada keberhasilan fakoemulsifikasi. Operator diharapkan dapat
memperkirakan densitas nukleus sebelum memilih penderita tersebut untuk dilakukan
metode fakoemulsifikasi, oleh karena densitas nukleus dapat mempengaruhi lamanya
waktu fakoemulsifikasi, yang akhirnya dapat berpengaruh terhadap visus pasca operasi.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi waktu fakoemulsifikasi selain densitas
nukleus diantaranya adalah teknik fakoemulsifikasi yang digunakan, pemilihan modulasi
power serta teknologi mesin fakoemulsifikasi. Pengetahuan mengenai fakoemulsifikasi
penting dipelajari dengan semakin majunya teknologi mesin fakoemulsifikasi sehingga
dapat melakukan prosedur operasi yang aman dan mempunyai efektifitas tinggi serta
hasilnya stabil untuk jangka panjang. Hal inilah yang menjadi pertimbangan untuk
dilakukan penelitian lebih lanjut pada penderita katarak dan fakoemulsifikasi. Pada
penelitian ini akan diteliti adanya hubungan antara variabel bebas dengan variabel
tergantung.
![Page 35: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/35.jpg)
35
Kerangka konsep penelitian
Keterangan :
: Variabel bebas Hubungan variabel bebas
: Variabel tergantung Hubungan variabel tergantung
: Variabel kendali Hubungan variabel kendali
Mesin fakoemulsifikasi
Effective phaco time
Phaco time
Teknik fakoemulsifikasi
Operator
Katarak
Densitas nukleus
![Page 36: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/36.jpg)
36
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Bentuk penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional study
B. Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian dilakukan di klinik mata Orbita dan berlangsung selama bulan
September 2006 sampai bulan Januari 2007.
C. Populasi sampel
Populasi penelitian adalah semua penderita katarak senil yang menjalani operasi
katarak. Sampel yang dimasukkan dalam penelitian ini adalah semua penderita dengan
diagnosa katarak yang menjalani operasi katarak dengan teknik fakoemulsifikasi. Cara
pengambilan sampel adalah purposive sampling, yaitu dengan memasukkan setiap
penderita yang memenuhi kriteria inklusi, menjalani operasi fakoemulsifikasi
konvensional di Klinik Mata Orbita dan dilakukan oleh satu orang operator , satu mesin,
dan satu teknik (chop) dengan modulasi linier.
D. Perkiraan besar sampel
Besar sampel diperkirakan dengan rumus di bawah ini :
Z? + Zß 2
0,5 ln [(1+r)/(1-r)]
n = + 3
![Page 37: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/37.jpg)
37
Keterangan :
n : perkiraan besar sampel
Z? : deviat baku normal untuk ?
? : tingkat kemaknaan (0,05)
Zß : deviat baku normal untuk ß, power ( 80%)
r : perkiraan koefisien korelasi (0,6)
Dari perhitungan di atas, maka jumlah sampel yang diambil adalah 30 orang
E. Kriteria sampel
Terdiri atas 2 macam yaitu :
1. Kriteria inklusi : Penderita katarak senil yang menjalani operasi
fakoemulsifikasi.
2. Kriteria eksklusi : Penderita katarak morgagni, riwayat inflamasi okuler, riwayat
glaukoma, terapi laser dan trauma, dilatasi pupil yang tidak baik (<5mm),
penderita yang tidak kooperatif, penderita dengan nukleus yang tidak dapat
dilakukan teknik phaco chop.
F. Identifikasi variabel
Variabel bebas : katarak, densitas nukleus
Variabel tergantung : effective phaco time, phaco time
G. Definisi operasional
1. Katarak :
Setiap kekeruhan pada lensa. Katarak senil adalah katarak yang disebabkan faktor
usia.
![Page 38: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/38.jpg)
38
2. Densitas nukleus :
Tingkat kekerasan nukleus pada katarak yang diklasifikasikan oleh Buratto
menjadi 5 jenis / derajat :
a. Derajat 1 : Nukleus lunak. Pada katarak derajat 1, visus masih lebih baik
dari 6/12, tampak sedikit keruh dengan warna agak keputihan, refleks
fundus jelas sekali. Usia penderita pada umumnya kurang dari 50 tahun.
b. Derajat 2 : Nukleus dengan kekerasan ringan. Nukleus mulai sedikit
berwarna kekuningan, refleks fundus jelas, visus antara 6/12 – 6/30.
c. Derajat 3 : Nukleus dengan kekrasan medium. Nukleus tampak berwarna
kuning disertai dengan kekeruhan korteks yang berwarna keabu-abuan,
refleks fundus baik. Visus antara 3/60 – 6/30.
d. Derajat 4 : Nukleus keras. Nuk leus berwarna kuning kecoklatan, refleks
fundus sedikit. Visus biasanya antara 3/60 sampai 1/60.
e. Derajat 5 : Nukleus sangat keras. Pada katarak jenis ini nukleus sudah
berwarna kecoklatan sampai berwarna agak kehitaman, refleks fundus
tidak ada. Visus biasanya hanya 1/60 atau lebih jelek. Katarak ini sangat
keras dan disebut juga brunescent cataract atau black cataract.
Kriteria :
Derajat 1-2 : lunak
Derajat 3 : sedang
Derajat 4-5 : keras
![Page 39: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/39.jpg)
39
2. Fakoemulsifikasi :
teknik operasi katarak ekstrakapsuler yang menggunakan sistem ultrasonik untuk
memecah dan mengaspirasi lensa melalui insisi kecil. Fakoemulsifikasi
konvensional adalah teknik fakoemulsifikasi dengan lebar insisi sekitar 3 mm,
dimana tip fakoemulsifikasi yang digunakan memiliki lubang aspirasi dan irigasi.
Massa lensa dihancurkan oleh tip fakoemulsifikasi dan akan diaspirasi melalui
rongga pada tip tersebut untuk kemudian dikeluarkan dari dalam mata melalui
selang aspirasi.
3. Effective phaco time (EPT) :
lamanya waktu fakoemulsifikasi (phaco time) dengan kekuatan (power) yang
digunakan sebesar 100% secara terus menerus (EPT = phaco time (detik) x rata-
rata power fakoemulsifikasi). Besarnya EPT dapat dilihat pada tampilan
monitor mesin fakoemulsifikasi. Dinilai dalam satuan detik.
4. Phaco time (U/S Time):
lamanya total waktu dalam menggunakan energi ultrasound. Dilihat pada
tampilan monitor mesin fakoemulsifikasi. Dihitung dalam satuan detik.
5. Kekuatan energi ultrasonik ( power ) :
besarnya tenaga, mulai dari 0% sampai 100% yang dikendalikan berdasarkan
kedalaman injakan pada pedal kaki, yaitu ketika pedal kaki pada posisi 3 untuk
menghancurkan nukleus.
![Page 40: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/40.jpg)
40
H. Sarana penelitian
Alat :
1. Senter
2. Snellen chart
3. Trial Lens
4. Slitlamp biomikroskop
5. Keratometri
6. Biometri
7. Tonometri Schiotz
8. Funduskopi ( direct funduscopy )
9. Mesin fakoemulsifikasi Sovereign (AMO)
Bahan :
1. Tetes mata C. Pantocaine 0,5%
2. Tetes mata C. Polydex
3. Tetes mata C. Mydriatyl
4. Lidokain
5. Viskoelastik ( I-Gel dan Vitrax )
I. Prosedur penelitian
1. Setiap subyek yang dimasukkan dalam penelitian dan bersedia ikut dalam
penelitian dicatat identitasnya
2. Penderita menjalani pemeriksaan visus, tekanan intra okuler, funduskopi
slitlamp biomikroskopi , dan biometri.
![Page 41: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/41.jpg)
41
3. Ditentukan densitas nukleus berdasarkan klasifikasi Buratto
4. Pada saat menjalani operasi dilakukan pencatatan effective phaco time dan phaco
time (U/S time )
J. Alur penelitian
Penderita katarak
Pemeriksaan visus, tekanan intra okuler, funduskopi, slit lamp dan biometri
Ditentukan klasifikasi katarak dengan slit lamp dan pupil dilatasi berdasarkan klasifikasi Buratto
Fakoemulsifikasi
Pencatatan EPTdan phaco time
Anamnesa identitas : nama, umur, alamat, dan lama katarak
![Page 42: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/42.jpg)
42
K. Pencatatan data
Data yang dicatat meliputi :
1. Identitas pasien (nama,umur,jenis kelamin,alamat)
2. Lama menderita katarak
3. Visus pre operasi
4. Densitas nukleus
5. Effective phaco time dan phaco time
L. Pengolahan dan penyajian data
Pengolahan data dilakukan secara elektronik dengan menggunakan komputer
melalui program SPSS Windows versi 13, sedangkan penyajian data dilakukan dalam
bentuk tabel dan grafik disertai penjelasan.
M. Metode analisis
Variabel-variabel yang diperiksa akan dianalisis secara deskriptif. Analisa statistik
menggunakan uji korelasi Spearman, oneway anova dan Kruskal Wallis.
Hasil yang diperoleh akan dilaporkan dalam bentuk karya tulis untuk memenuhi
persyaratan dalam rangka menyelesaikan tugas pendidikan spesialis pada Program Studi
Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.
![Page 43: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/43.jpg)
43
BAB V
HASILPENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di klinik mata Orbita Makassar dari bulan September
2006 sampai dengan Januari 2007. Diperoleh 30 mata dari 29 orang penderita katarak
dengan operasi fakoemulsifikasi berumur antara 43 – 83 tahun terdiri dari 21 orang
(70.0%) pria dan 9 orang (30.0%) wanita. Lama katarak antara 1.0 – 3.9 tahun dan
sebagian besar (50.0%) antara 2.0 – 2,9 tahun. Ditemukan 7 orang (23.3%) dengan
densitas nukleus lunak, 12 orang (40.0%) sedang dan 11 orang (36.7%) dengan densitas
nukleus keras. Karakteristik penderita dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik demografi penderita
Variabel Frekuensi (N) Persentase (%) Jenis kelamin
Pria 21 70.0 Wanita 9 30.0 Lama katarak
1.0 – 1.9 tahun 6 20.0 2.0 – 2.9 tahun 15 50.0
3.0 – 3.9 tahun 9 30.0 Derajat densitas nukleus
Lunak 7 23.3 Sedang 12 40.0
Keras 11 36.7
![Page 44: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/44.jpg)
44
02
468
10
1214
40-49 thn 50-59 thn 60-69 thn 70-79 thn 80-89 thn
Umur
Jum
lah
Grafik 1. Distribusi sampel menurut umur
Dari grafik 1 didapatkan jumlah penderita terbanyak dengan kelompok umur 60 –
69 tahun (n=13; 43.3%), disusul oleh kelompok umur 50 – 59 (n=6; 20%) tahun dan
kelompok umur 70 – 79 tahun (n=6; 20.0%), kelompok 40 – 49 tahun (n=4; 13.3%) dan
yang paling sedikit adalah kelompok umur 80 – 89 tahun (n=1; 3.3%).
Tabel 2. Hasil analisis deskriptif effective phaco time dan phaco time Variabel Minimum – Maksimum Rerata (SD) Effective phaco time(detik) 0.25 – 41.39 13.99 (11.99) Phaco time (detik) 14.00 – 527.00 165.08 (119.90)
Hasil analisis deskriptif effective phaco time dan phaco time dapat dilihat pada
tabel 2. Dapat dilihat bahwa effective phaco time rata-rata 13.99 ± 11.99 detik dan phaco
time rata rata 165.08 ± 119.90 detik.
![Page 45: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/45.jpg)
45
Tabel 3. Perbedaan effective phaco time menurut derajat densitas nukleus Derajat Densitas Effective phaco time (detik) Uji Kruskal Nukleus n% Mean / Median 95% CI Wallis Lunak 7 (23.3) 6.09 / 3.81 0.81 – 11.36 p=0.0130
Sedang 12 (40.0) 11.51 / 6.92 5.96 – 17.06
Keras 11 (36.7) 21.72 / 16.87 12.30 – 31.13
Keterangan: Uji korelasi Spearman ? r = 0.545 dan p=0.0020 Hasil uji Kruskal Wallis menujukkan perbedaan effective phaco time yang
bermakna (p<0.05) menurut derajat densitas nukleus. Efective phaco time pada nukleus
keras lebih lama daripada nukleus yang lunak. Hasil uji korelasi Spearman menujukkan
adanya hubungan linear positif antara derajat densitas nukleus dengan effective phaco
time dengan kofisien korelasi r=0.545 dan p=0.0020. Semakin tinggi (keras) densitas
nukleus, semakin lama effective phaco timenya.
11127N =
Derajat Nukleus
KerasSedangRingan
95%
CI E
fetiv
e P
heco
Tim
e (s
ec)
40
30
20
10
0
-10
Keterangan : analisis dengan uji korelasi Spearman ? r = 0.545; p=0.0020
Grafik 2. Effective phaco time menurut derajat densitas nukleus
Lunak
![Page 46: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/46.jpg)
46
Dari grafik 2 dapat dilihat bahwa semakin tinggi densitas nukleus, semakin lama
effective phaco timenya. Mereka yang mempunyai densitas keras effective phaco timenya
berbeda bermakna dengan mereka yang mempunyai densitas yang lunak.
Tabel 4. Perbandingan effective phaco time menurut derajat densitas nukleus
Derajat nukleus Derajat nukleus Perbedaan rata-rata p (a) (b) (a-b)
Lunak Sedang -5.43 0.289 Keras -15.63 0.005 Sedang Lunak 5.43 0.289 Keras -10.20 0.028 Keras Lunak 15.63 0.005 Sedang 10.20 0.028
p = 0.05
Perbandingan effective phaco time antara derajat lunak dengan sedang yaitu 5.43
menunjukkan ada perbedaan tetapi perbedaan tersebut tidak bermakna, p = 0.289 . Pada
perbedaan effective phaco time antara lunak dengan keras menunjukkan hasil 15.63 dan
bermakna, p = 0.005 . Hal yang sama pada perbedaan effective phaco time antara derajat
nukleus sedang dengan keras yaitu 10.20, menunjukkan hasil yang bermakna , p = 0.028.
Tabel 5. Perbedaan phaco time menurut derajat densitas nukleus Derajat Densitas Phaco time (detik) Uji Kruskal
Nukleus n% Mean / Median 95% CI Wallis Lunak 7 (23.3) 70.57 / 71.00 43.67 – 97.48 p=0.0100
Sedang 12 (40.0) 154.42 / 124.00 108.46 – 200.38
Keras 11 (36.7) 236.86 / 202.00 134.16 – 339.56
Keterangan: Uji korelasi Spearman ? r = 0.541 dan p=0.0020
![Page 47: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/47.jpg)
47
Hasil uji Kruskal Wallis menujukkan perbedaan phaco time yang bermakna
(p<0.05) menurut derajat densitas nukleus. Phaco time pada densitas keras lebih panjang
daripada densitas lunak. Hasil uji korelasi Spearman menujukkan adanya hubungan linear
positif antara derajat nukleus dengan phaco time dengan kofisien korelasi r=0.541 dan
p=0.0020. Semakin tinggi (keras) densitas nukleus, semakin lama phaco timenya.
Keterangan : analisis dengan uji korelasi Spearman ? r = 0.541 dan p=0.0020
Grafik 3. Phaco time menurut derajat densitas nukleus
Dari grafik 3 ditunjukkan bahwa semakin tinggi densitas nukleus, semakin lama
phaco timenya. Mereka yang mempunyai densitas keras phaco timenya berbeda
bermakna dengan mereka yang mempunyai densitas yang lunak.
Densitas nukleus
![Page 48: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/48.jpg)
48
Tabel 6. Perbandingan phaco time menurut derajat densitas nukleus
Derajat nukleus Derajat nukleus Perbedaan rata-rata p (a) (b) (a-b
Lunak Sedang -83.84 0.104 Keras -166.29 0.003
Sedang Lunak 83.84 0.104 Keras -82.44 0.070
Keras Lunak 166.29 0.003 Sedang 82.44 0.070
p = 0.05
Perbedaan phaco time antara derajat lunak dan sedang 83.84 akan tetapi tidak
menunjukkan perbadaan yang bermakna, p=0.104 . Sedangkan antara lunak dengan
keras, perbedaan phaco time sebesar 166.29 dan menunjukkan hasil yang bermakna
p=0.003. Antara derajat sedang dengan keras, phaco time walupun menujukkan
perbedaan 82.44 akan tetapi tidak bermakna ,p = 0.070.
![Page 49: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/49.jpg)
49
BAB VI
PEMBAHASAN
Telah dilakukan penelitian pada 30 mata katarak senil dari 29 orang yang
menjalani operasi fakoemulsifikasi yang dilakukan oleh satu operator. Katarak dibagi
menjadi 3 kelompok yaitu derajat lunak ( densitas nukleus 2 ), derajat sedang ( densitas
nukleus 3 ) dan derajat keras ( densitas nukleus 4-5 ). Terhadap semua mata dilakukan
prosedur fakoemulsifikasi konvensional menggunakan teknik phaco chop, modulasi linier
dengan mesin fakoemulsifikasi Sovereign (AMO) dan dilakukan implantasi lensa
intraokuler. Effective phaco time (EPT) dan total phaco time dicatat selama operasi
berlangsung.
Dari tabel karakteristik penderita dapat dilihat bahwa rentang umur antara 43 – 83
tahun. Umur terbanyak 60 – 69 tahun sebesar 43.3% ( n=13 ). Pada suatu penelitian
cross-sectional prevalensi katarak 50% pada umur 65 sampai 74 tahun. 3 Di India usia
terbanyak yang menjalani operasi katarak di atas 70 tahun.28 Hasil survey kesehatan
indera penglihatan dan pendengaran tahun 1993-1996 di Indonesia bahwa masyarakat
Indonesia memiliki kecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibanding
penderita di daerah sub tropis.29 Pada penelitian ini jumlah laki- laki lebih banyak
daripada wanita. Di beberapa negara jumlah wanita lebih banyak dibandingkan laki- laki.
Hal ini berarti bahwa secara epidemiologi wanita yang menderita katarak lebih banyak
dan dioperasi.30 Pada penelitian ini didapatkan laki – laki lebih banyak disebabkan sampel
yang datang untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan memenuhi kriteria inklusi adalah laki-
![Page 50: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/50.jpg)
50
laki. Di beberapa negara berkembang dilakukan penelitian bahwa jumlah laki- laki yang
dioperasi lebih tinggi dibandingkan wanita.2
Pada penelitian ini didapatkan tidak ada hubungan antara umur dan lama katarak
dengan effective phaco time dan phaco time (tabel tidak ditampilkan). Didapatkan
hubungan yang tidak signifikan antara umur dan lama dengan densitas nukleus. Hal ini
berbeda dengan penelitian Heyworth dan Thompson yang menyatakan ada hubungan
antara variasi densitas lensa dengan usia.5
Dari hasil penelitian ini didapatkan rata-rata effective phaco time pada derajat
lunak sebesar 6.08 ± 5.70 detik dengan rentang .38 – 11.78 detik. Sedangkan pada
derajat sedang didapatkan rata-rata EPT 11.51 ± 8.73 dengan rentang 2.78 – 20.24 detik.
Pada derajat keras rata-rata EPT sebesar 21.71 ± 14.02 detik dengan rentang 7.69 – 35.73
detik. Hasil uji statistik menujukkan perbedaan effective phaco time yang bermakna
(p<0.05) menurut derajat densitas lensa (nukleus). Semakin tinggi (keras) densitas lensa,
semakin lama efective phaco timenya, sehingga didapatkan adanya hubungan linear
positif antara derajat densitas nukleus dengan effective phaco time (r=0.545, p=0.0020).
Dari penelitian ini diperlihatkan hasil seperti pada penelitian Sambare dan Pieris yang
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara derajat 3 dengan derajat 1 dan 2.
Didapatkan hubungan linier antara densitas katarak dan waktu fakoemulsifikasi.13
Hubungan yang sama pernah dilaporkan oleh Auffarth.14 Pada penelitian ini juga
ditemukan hasil yang tidak jauh berbeda dengan penelitian Budiman. Budiman
membandingkan derajat 3 dan 4 dengan rata-rata EPT pada derajat 3 sebesar 5.37 ± 4.41
detik dengan rentang 0.04 – 16.22 detik. Sedangkan pada derajat 4 sebesar 19.33 ± 8.84
![Page 51: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/51.jpg)
51
detik dengan rentang 5.46 – 33.54. Ada perbedaan yang bermakna antara effective phaco
time dengan densitas nukleus.31
Dari analisa statistik, terdapat perbedaan bermakna rata-rata effective phaco time
antara derajat lunak dengan keras dan derajat sedang dengan keras. Sedangkan pada
derajat lunak walaupun ada perbedaan pada rata-rata effective phaco timenya tetapi
menunjukkan hasil yang tidak bermakna. Hal ini disebabkan bahwa pada densitas lunak
proses cracking (pembelahan nukleus) kadang-kadang sulit, sehingga waktu untuk
emulsifikasi juga agak lama. Adakalanya derajat lunak memiliki densitas yang hampir
sama dengan densitas sedang sehingga waktu fako yang diperlukan tidak jauh berbeda.
Pada densitas keras, proses cracking bagus tetapi proses pemecahan nukleus manjadi
fragmen-fragmen memerlukan waktu lebih lama sehingga waktu fakoemulsifikasi
menjadi lebih lama juga.
Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan phaco time yang bermakna (p<0,05)
menurut derajat densitas nukleus. Phaco time pada densitas keras lebih lama daripada
densitas lunak. Ditemukan adanya hubungan linear positif antara derajat densitas nukleus
dengan phaco time (r = 0.541, p = 0.0020). Semakin tinggi (keras) densitas nukleus,
semakin lama phaco timenya. Didapatkan rata-rata phaco time sebesar 70.57 ± 29.09
detik dengan rentang 41.48 - 99.66 detik pada derajat lunak. Pada derajat sedang
didapatkan rata-rata phaco time sebesar 154.42 ± 72.33 detik dengan rentang 82.09 -
226.75 detik. Rata-rata phaco time pada derajat keras sebesar 236.86 ± 152.87 detik
dengan rentang 83.99 – 389.73 detik. Pada penelitian yang dilakukan oleh Chakrabarti
dan Singh, rata-rata waktu fakoemulsifikasi pada nukleus derajat keras 121.8 detik.32
Hasil uji korelasi menujukkan adanya hubungan linear positif antara derajat densitas
![Page 52: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/52.jpg)
52
nukleus dengan phaco time. Semakin tinggi (keras) densitas nukleus, semakin lama phaco
timenya. Hal ini hampir sama seperti yang dilakukan oleh Badoza dkk.15
Effective phaco time dan phaco time semakin panjang dengan meningkatnya
densitas nukleus. Hal ini disebabkan nukleus yang keras diperlukan waktu yang agak
lama untuk dibelah menjadi fragmen-fragmen, sehingga proses emulsifikasi juga lama
dan energi yang yang masuk ke dalam mata juga semakin besar. Hal ini berbeda dengan
penelitian Vucic dimana didapatkan hasil yang menunjukkan energi untuk emulsifikasi
tidak ada korelasi dengan densitas nukleus. Disebutkan juga bahwa densitas yang keras
dapat dilakukan dengan menggunakan energi yang sedikit dengan teknik dan instrument
yang baik.33 Pada beberapa kasus dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,
fakoemulsifikasi pada nukleus dengan densitas keras dilanjutkan dengan teknik ECCE.
Komplikasi kornea yaitu hilangnya sel-sel endotel terjadi terutama pada katarak dengan
densitas yang keras.32
Pada penelitian ini dilakukan fakoemulsifikasi pada derajat yang lunak sampai
keras. Digunakan teknik phaco chop untuk mendapatkan energi yang minimal. Hal yang
sama juga pernah dilakukan oleh Hoffman.34 Walaupun pada beberapa kasus teknik chop
tidak selalu dapat dilakukan pada katarak yang lunak.10
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi waktu fakoemulsifikasi selain densitas
nukleus diantaranya adalah teknik fakoemulsifikasi yang digunakan, pemilihan modulasi
power serta teknologi mesin fakoemulsifikasi. 6,34 Can dkk melaporkan adanya perbedaan
waktu fakoemulsifikasi yang signifikan antara teknik phaco chop dengan stop and chop.
Dilaporkan bahwa waktu fakoemulsifikasi, power dan effective phaco time secara
signifikan lebih rendah pada teknik phaco chop.35 Dilaporkan oleh Patel dengan modulasi
![Page 53: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/53.jpg)
53
burst dapat menurunkan 40% effective phaco time dan phaco time dibandingkan modulasi
pulse.6 Dalam penelitiannya Fishkind membandingkan mesin WhiteStar dengan mesin
standar, didapatkan perbedaan wakto fakoemulsifikasi yang bermakna.36
Dari hasil penelitian ini ditemukan adanya hubungan antara densitas nukleus
dengan effective phaco time dan phaco time yang ditunjukkan oleh angka statistik yang
bermakna. Dengan demikian perlu diperhatikan densitas nukleus dalam melakukan
operasi fakoemulsifikasi untuk mendapatkan hasil operasi yang optimal.
Keterbatasan jumlah sampel dan tidak adanya follow up tidak dapat
mengemukakan lebih lanjut tentang perbedaan efek lamanya effective phaco time dan
phaco time terhadap endotel kornea utamanya terhadap visus penderita.
![Page 54: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/54.jpg)
54
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dalam periode September 2006 sampai Januari 2007 telah dilakukan penelitian
cross sectional terhadap 30 mata dari 29 penderita katarak senil yang menjalani operasi
fakoemulsifikasi konvensional di klinik mata Orbita Makassar. Terdapat 7 orang
penderita katarak dengan densitas nukleus lunak, 12 orang dengan densitas sedang dan
11 orang dengan densitas keras.
Dari hasil penelitian dan uji statistik dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat
hubungan antara effectif phaco time dan phaco time dengan densitas nukleus. Semakin
tinggi densitas nukleus, effective phaco time semakin lama dan semakin besar pula
phaco timenya.
B. Saran
Berdasarkan dari hasil penelitian yang didapatkan, maka disarankan beberapa hal
sebagai berikut :
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan antara
densitas nukleus dengan waktu fakoemulsifikasi terhadap timbulnya komplikasi
pasca operasi.
2. Perlu dilakukan penelitian efek waktu fakoemulsifikasi terhadap visus pasca
operasi.
![Page 55: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/55.jpg)
55
KEPUSTAKAAN
1. Soekardi I, Hutahuruk AJ. Transisi menuju fakoemulsifikasi. Edisi Pertama. Jakarta : Granit, 2004: 107-244.
2. Maksum T, Soenardi J, Gondhowiardjo TD, dkk. Rencana strategi
nasional penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan. Jakarta : Direktorat Kesehatan Komunitas Depkes RI, 2004.
3. Liesegang TJ, Skuta GL, Cantor LB. Surgery for cataract in lens and cataract.
Section 11. San Francisco : American Academy of Ophthalmology, 2002-2003: 104.
4. Buratto L. Phacoemulsification:Principles and techniques. United States : SLACK
Incorporated, 1998 : 1- 168.
5. Heyworth P, Thompson GM. The relationship between clinical classification of cataract and lens hardness. Available at http://www.ncbi.nlm.nih.gov Mar 15th 2006.
6. Patel NM, Randeri KJ, Gajjar DA. Comparison of effective phaco time in pulse
mode and burst mode during fragment removal. Available at www.aios.org/proceed2003/cataract/cat6.pdf Jan 28th 2006
7. Braga-Mele R. The millenium microsurgical system. Available at
www.crstoday.com Dec 1st 2005 8. Agarwal S, Agarwal A, Sachdev SM. Phacoemulsification, laser cataract surgery,
and foldable IOL. India : Jaypee Brothers Medical Publishers, 1998:47-8. 9. Wong T, Hingorani M. Phacoemulsification time and power requirements in
phaco chop and divide and conquer nucleofractis techniques. J Cataract Refract Surg 2000;26:1374-8.
10. Dholakia SA, Vasavada AR. Intraoperative performance and longterm outcome of
phacoemulsification in age related cataract. Indian Journal of Ophthalmology 2004; 52:311-7.
11. Ronge JL. Phaco’s new fontier. Available at
www.aao.org/aao/news/eyenet/feature1/feature1_sep.htm_5 Dec 1st 2005. 12. Ermis SS, Ozturk F, Inan UU. Comparing the efficacy and safety of
phacoemulsification in white mature and other types of senile cataract. Br. J. Ophthalmol 2003;87:1356-1359.
![Page 56: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/56.jpg)
56
13. Sambare C, Pieris S. Endothelial cell loss after phacoemulsification. Available from http://www.crstoday.com/Images/PDFRollOver.data Jan 28th 2006
14. Auffarth G, Petrou S. WhiteStar power upgrade reduces phaco energy by up to
40%. Available at http://www.escrs.org/eurotimes/may2003/whitestar.asp Jul 13th 2006.
15. Badoza D, Mendy JF, Ganly M. Phacoemulsification using the burst mode. J
Cataract Ref Surg 2003;29:1101-1105. 16. Manuel B. Datiles, Benjamin V. Cataract clinical types. Duane’s Clinical
Ophthalmology on CD-ROM, Lippincott Williams & Wilkins Publishers, Philadelphia, 2003.
17. Chylack LT Jr, Wolfe JK, Singer DM. The lens opacities classification system III:
the longitudinal study of cataract group Arch Ophthalmol.1993;111:831-6.
18. Anonim. Brunescent cataract. Available at http://dro.hs.columbia.edu/lc1/brunescb.jpg Jul 15th 2006
19. Anonim. Cataract. Available at www.cataracthystory.html Apr 14th 2006.
20. David F. Phaco chop: mastering techniques, optimizing technology, and avoiding
complications. Available at www.slackbooks.com/excerpts Jul 15th 2006. 21. Boyd B. Highlights of ophthalmology world atlas series of ophthalmic
surgery. Vol. II. Panama : Highlights of Ophthalmology Int’l, 1995 : 65-70.
22. Steinert RF. New techniques and technology enhance benefits of MICS.
Eurotimes 2005; 10:17. 23. Koch PS. Mastering phacoemulsification. Fourth edition. Thorofare : SLACK
Incorporated, 1994: 99-103. 24. Olson RJ. Bimanual microincision phaco. Available at
www.ophthalmologymanagement.com/archive_results.asp April 11th 2006.
25. Barret G. A Twist on MICS. Available at www.eyeworld.org/article.php Dec 12th 2006.
26. Culbertson WW. Bimanual microincision phaco “ready for prime time”.
Available at www.revophth.com/index.asp Dec 12th 2006.
![Page 57: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/57.jpg)
57
27. Akahoshi T. Micro coaxial cataract procedure, why? Asico Vision News. Spring 2006.
28. Desai P, Minassian DC, Reidy A. The national cataract surgery survey 1997/98.
A report of the results of the clinical outcomes. Br J Ophthalmol 1999;83:1336-40.
29. Suparmanto SA. Jumlah penderita katarak di Indonesia cukup besar. Pikiran
Rakyat. Bandung : Pikiran Rakyat Cyber Media, 2004. 30. Lewallen S. Courtright. Gender and use of cataract surgical services in
developing countries. Bulletion of the World Health Organization 2002;80:300-2.
31. Budiman. Total effective phaco time dan phaco power pada katarak derajat 3
dan 4 menggunakan teknologi WhiteStar. Bandung Eye Center. Edisi Pertama. Bandung : Multimedia Studio Bandung Eye Center, 2007 : 9-11.
32. Chakrabarti A, Singh S. Phacoemulsification in eyes with white cataract. J
Cataract Refract Surg 2000;26:1041-7. 33. Vucic D. Ultrasonic Energy Application in cataract surgery. Available at
www.escrs.org/publications/eurotimes/07Feb/pdf Feb 20th 2007. 34. Hoffman RS, Fine IH, Packer M. Comparison of Sonic and Ultrasonic
Phacoemulsification using the Staar Sonic Wave System. J Cataract Ref Surg 2002;28:1581-4.
35. Can I, Takmaz T, Ozgul M. Comparison of Nagahara phaco-chop and stop and
chop phacoemulsification nucleotomy techniques. J Cataract Refract Surg 2004;30:663-8.
36. Charters L. Better control, efficiency with upgraded phaco system. Available at
www.ophthalmologytimes,com/ophthalmologytimes/article Feb 20th 2007 37. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi kedua.
Jakarta : CV Sagung Seto, 2002 : 280, 387.
![Page 58: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/58.jpg)
58
LAMPIRAN I
DAFTAR ISIAN PENELITIAN
1. Nomor register :……………………………………………
2. Nama : ……………………………………………
3. Umur : ……………………………………………
4. Jenis Kelamin : ……………………………………………
5. Alamat : ……………………………………………
6. Pekerjaan : ……………………………………………
7. Lama menderita katarak : ……………………………………………
8. Pemeriksaan oftalmologis : ……………………………………………
OD OS
Visus pre operasi : ………………… ……………………
Grade katarak : ………………… ……………………
(Buratto)
9. Parameter fako :
EPT : ………………… ……………………
% Power : ………………… ……………………
flow rate : ………………… ……………………
vacuum : ………………… ……………………
phaco time : ………………… ……………………
![Page 59: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/59.jpg)
59
LAMPIRAN II
SURAT PERSETUJUAN
(INFORMED CONSENT)
1. Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Umur :
Alamat :
Pekerjaan :
Sebagai penderita / keluarga penderita secara sadar, sukarela dan tanpa
paksaan menyatakan bersedia ikut berpartisipasi dalam penelitian ini.
2 Setelah mendapat penjelasan tentang penelitian ini, saya dapat memahami dengan
sebenarnya akan maksud, tujuan serta cara yang akan digunakan dalam penelitian
ini.
3. Apabila dalam penelitian ini saya merasa dirugikan, maka saya berhak
membatalkan persetujuan ini.
Makassar, 2006
Pemeriksa Yang menyetujui,
(CHAIRUNISA FERDIANA) ( )
![Page 60: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti](https://reader034.vdocuments.site/reader034/viewer/2022052306/5c7a480109d3f236078baf45/html5/thumbnails/60.jpg)
60
LAMPIRAN III Tabel Induk Penelitian
No.
Nama Umur Jns Kel. Lama
katarak Visus Grade
Phaco time
(menit) EPT
(detik) 1. H. Beddu 70 th L 3 th 2/60 OS 4 3:47 8.82 2. Parida Bt Kasim 47 th P 2 th 4/60 OS 2 1:05 3.81 3. H.Najamuddin 63 th L 1 th 20/80 OS 3 1:15 4.18 4. Etje Sondakh 63 th P 2 th 4/60 OD 3 2:06 6.34 5. A. Amal 46 th L 3 th 0.5/60 OS 3 1:09 4.05 6. H. Najamuddin 63 th L 3 th 0.5/60 OD 4 3:22 16.14 7. Abd. Latif 71 th L 2 th 2/60 OD 3 2:49 6.7 8. St. Nurwati 64 th P 3 th 0.5/60 OS 4 3.93 10.8 9. Halowi 60 th P 1 th 1/300 OD 4 2:52 16.87 10. H. Nuhung 60 th L 1.5 th 20/400 OD 4 8:47 35.13 11. H. Cenne 60 th L 2 th 2/60 OD 4 2:10 7.58 12. H. Makerra 68 th L 2 th 1/60 OS 3 2:01 7.14 13. Suyuti 72 th L 2 th 4/60 OS 3 2:02 12.49 14. Abdullah 54 th L 3 th 1/- OD 5 6:22 40.34 15. Hj. St. Satiah 70 th P 2 th 1/300 OD 5 5:48 41.39 16. Hj. Rafiah 83 th P 2 th 20/400 OD 3 4:18 29.47 17. H. Benyamin 70 th L 2 th 1/300 OS 4 4:43 34.46 18. Tjung Ho San 74 th L 2 th 20/50- OD 2 1:37 11.46 19. H. Waras
Suratno 66 th L 3 th 1/300 OS 3 1:56 6.25 20. Hj. Hanatiah 61 th P 2 th 20/400 OD 2 1:38 15.82 21. Nahariah
paturungi 58 th P 3 th 1/300 OS 5 5:20 24.15 22. Aburuddin 61 th L 3 th 1/60 OD 3 3:24 24.24 23. H.Laumma 63 th L 0.5 th 20/100 OS 3 1:22 4.31 24. Abd. Azis 55 th L 3 th 1.5/60 OS 3 4:30 11.67 25. Farida 43 th P 1.5 th 3/60 OD 2 1:01 7.02 26. H. Badaruddin 50 th L 1 th 3/60 OD 3 4:02 21.32 27. Hamzah 67 th L 2 th 20/200 OS 2 1:28 2.18 28. Mastura 46 th L 1 th 5/60 OS 2 1:11 2.06 29. Syahrir 53 th L 1 th 20/100 OD 2 0:14 0.25 30. H.Ongge 57 th L 2 th 1/300 OS 4 1:01 3.19