cerita ciung wanara dalam perbandingan

Upload: raden-wiraatmadja

Post on 16-Oct-2015

214 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Cerita Ciung Wanara dalam Perbandingan

TRANSCRIPT

  • Cerita Ciung Wanara dalam Perbandingan

    Oleh: Titik Pudjiastuti

    I Pendahuluan

    Ciung Wanara (selanjutnya disingkat CW) merupakan salah satu cerita rakyat yang

    populer di kalangan masyarakat Sunda. Ceritanya tidak saja dikisahkan dalam versi

    lisan, berbentuk cerita pantun1, dan dongeng, tetapi juga berupa sastra tulis. Pada

    kesempatan ini, perhatian lebih diarahkan kepada teks-teks tertulis CW. Masalah

    kelisanan, meskipun sangat menarik tetapi karena keterbatasan waktu dan kemampuan

    tidak akan disentuh.

    Edisi teks yang pertama dari cerita pantun CW diterbitkan oleh Pleyte (1910)

    dalam Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en

    wetensahappen, jilid LVIII di bawah judul De Lotgevallen van Tjioeng Wanara

    naderhand Vorst van Pakoean Padjadjaran. Dalam terbitan itu, teks aslinya yang

    berbahasa Sunda dan berjudul Tjarita Tjioeng Wanara mimitina ditjaritakeun ti

    Nagara Galih Pakoean diberi pengantar dan ringkasan dalam bahasa Belanda.

    Pada tahun 1973, Ayip Rosidi yang juga tertarik pada cerita pantun CW telah

    membuat transkripsi rekaman cerita pantun CW yang bersumber dari seorang juru

    pantun bernama Ki Subarma. Menurut Ayip Rosidi, cerita CW versi Pleyte dan versi

    Ki Subarma memiliki banyak persamaan, tetapi karena Pleyte tidak menyebutkan

    sumber ceritanya, maka Ayip Rosidi tidak dapat menafsirkan persamaan itu sebagai

    hasil dari usaha melestarikan budaya leluhur.

    Dari pengamatan atas resepsi teksnya dapat diketahui bahwa CW telah

    mengalami transformasi, baik lintas budaya maupun lintas bentuk, sehingga cerita CW

    1 Cerita pantun adalah bentuk sastra Sunda asli yang tertua (Pudentia, 1992: 7). Menurut

    Hermansoemantri (1977: 124) Cerita Pantun Sunda merupakan karangan yang terdiri dari bentuk

  • tidak hanya di kenal di bumi parahyangan tetapi juga di Jawa Tengah dan Banten,

    sedangkan bentuknya juga mengalami perubahan, dari versi lisan (cerita pantun atau

    dongeng) ke versi tulisan, seperti yang terdapat dalam teks Sajarah Banten dan Kiai

    Jaka Mangu. Kenyataan ini menimbulkan pertanyaan apa sebenarnya kelebihan cerita

    CW, sehingga mampu bertahan dari masa ke masa menarik perhatian orang. Padahal

    menurut Rosidi (1958: iii iv) keindahan cerita CW kurang bernilai dibandingkan

    dengan Lutung Kasarung,2 sebuah cerita lisan Indonesia yang sangat populer di

    kalangan masyarakat Sunda

    Tulisan sederhana ini bukan untuk mengkaji proses transformasinya melainkan

    hanya untuk meninjau teks tertulis CW yang terkandung dalam ketiga versi CW yang

    telah disebut di atas, yaitu CW versi Pleyte (selanjutnya disingkat CWP)3, CW versi

    Sajarah Banten (berikutnya disingkat CWSB), dan CW versi Kiai Djaka Mangoe

    (seterusnya disingkat CWKDM) Khususnya untuk melihat persamaan dan perbedaan

    cerita ketiga versi teks CW tersebut.

    puisi dan prosa yang dijalin dengan gaya bahasa yang berirama. Umumnya bentuk puisinya terdiri

    dari delapan suku kata , setiap barisnya penuh dengan persajakan yang paralelistik. 2 Lutung Kasarung adalah salah satu cerita rakyat Indonesia yang banyak mendapat perhatian

    peneliti asing dan Indonesia. Cerita yang bermula dari versi lisan ini mempunyai kedudukan khusus

    dalam kesusastraan Sunda, dianggap sebagai cerita yang sakral (Pudentia, 1992: 2). Berdasarkan

    informasi Pleyte (1911: xx), Eringa (1949: 3 6), dan Kartini et al (1984: I) cerita Lutung Kasarung

    selalu dipentaskan dalam acara-acara ruwatan, selamatan rumah, dan peresmian pemugaran gedung

    kabupaten

    3 Teks versi Ki Subarama yang telah ditransliterasi oleh Ayip Rosidi karena memiliki banyak persamaan dengan teks CW versi Pleyte, tidak akan disertakan dalam tinjauan ini. Teks versi Pleyte

    dipilih karena selain tidak diketahui sumbernya juga merupakan CW versi lisan yang pertamakali

    diterbitkan.

  • II Teks-Teks Versi Cerita Ciung Wanara

    Seperti telah disebutkan di atas, cerita CW selain dikenal dalam versi lisan juga

    terdapat dalam bentuk sastra tulis. Tiga di antara versi teks tertulis CW adalah CWP,

    CWSB, dan CWKDM. Berdasarkan pengamatan atas isi teksnya, dapat diketahui

    bahwa ketiga versi teks CW tersebut di samping mempunyai kesamaan dalam

    mengisahkan riwayat hidup Ciung Wanara -- sejak dalam kandungan, masa kecil dan

    remaja, hingga menjadi pendiri kerajaan Pajajaran -- juga memiliki perbedaan yang

    cukup mencolok. Bagaimanakah persamaan dan perbedaannya, untuk jelasnya berikut

    ini adalah ringkasan cerita ketiga versi teks CW tersebut.

    2.1 Ciung Wanara versi Pleyte (CWP)

    Judul asli teks CWP adalah Tjarita Tjioeng Wanara Mimitina Dittjaritakeun ti

    Nagara Galih Pakoean. Teks ditulis dalam bahasa Sunda dengan tebal keseluruhan

    131 halaman.

    Dalam teks ini diceritakan bahwa CW adalah putra raja Galih Pakuan bernama

    Sang Permana di Kusuma, dari istrinya yang bernama Dewi Pangrenyep. Ketika baru

    dilahirkan, ia dibuang oleh raja Pakuan (palsu) yang bernama Raden Galuh Barma

    Wijayakusuma. Raja Pakuan ini, sesungguhnya adalah mantri anom Sang Permana di

    Kusuma yang bernama Aria Kebonan Kideng Agung. Ia menjadi raja Pakuan karena

    menggantikan baginda Sang Permana di Kusuma yang sedang bertapa. Si jabang bayi

    yang baru dilahirkan dibuang ke kali Tjitandui karena baginda takut kutukan pendeta

    yang dibunuhnya menjadi kenyataan, bahwa kelak negaranya akan hancur dan ia

    sendiri akan dihukum oleh anak yang dikandung oleh Dewi Pangrenyep tersebut.

    Ciung Wanara dipungut oleh aki dan nini Balagantrang, CW menamakan

    dirinya sendiri sebagai Ciung Wanara setelah ia melihat seekor burung ciung dan kera

    Setelah dewasa ia bertanya kepada ayahnya siapa ayah ibunya dan diberi tahu oleh aki

    Balagantrang bahwa ibunya adalah dewi Pangrenyep dan ayahnya Raja Pakuan. Sejak

    mengetahui hal itu, ia ingin kembali ke kerajaan Galuh Pakuan. Pada akhirnya ia

    berangkat ke kerajaan Galuh Pakuan dengan membawa seekor ayam aduan.

    Ketika mendengan kehebatan ayam aduan CW, Raja Pakuan Galuh (palsu)

    Barma Wijayakusuma mengajak CW menyabung ayam, dengan taruhan jika ayam

    baginda kalah, CW akan diberi separuh kerajaan. Dalam sabung ayam itu, ayam

  • baginda kalah, karena itu CW lalu diangkat sebagai putranya dan diberi separuh

    kerajaan serta pandai besi 800 orang.

    Setelah berada di istana dan tahu keadaan ibunya (Dewi Pangrenyep) yang

    berada dalam penjara dan Raja Pakuan sebenarnya bukan ayah kandungnya, CW ingin

    membalas dendam. Untuk itu, ia lalu membuat penjara yang indah. Setelah selesai, ia

    minta kepada raja untuk memeriksanya. Ketika baginda sedang memeriksa bagian

    dalam penjara itu, CW menguncinya dari luar, sehingga raja terpenjara.

    Mengetahui hal itu, Aria Banga (sebenarnya putra Dewi Naganingrum dengan

    Sang Permana di Kusuma) marah, sehingga terjadi pertempuran dengan CW. Setelah

    bertempur selama 18 tahun tanpa ada yang kalah dan menang, keduanya tiba di tepi

    sungai, Aria Banga terlempar ke sebelah timur sungai, ketika akan kembali menyerang

    ia terhalang oleh sungai tersebut. Oleh karena itu, akhirnya ia berkata kepada CW agar

    menyudahi pertempuran mereka, ia menamakan sungai itu Cipamali dan menjadikan

    sungai itu sebagai batas wilayah; daerah sebelah timur sungai menjadi daerah

    kekuasaanya, dinamakannya tanah Jawa, Kejawan keprabon. CW setuju, dan ia

    mengatakan daerah sebelah barat sungai, dinamakannya tanah Sunda, Pasundan

    dengan luas wilyah sampai ke Melayu dan Palembang.

    Ketika kembali ke istana, CW menendang penjara besi dan jatuh di daerah

    Kandang Wesi. Sejak itu, CW mengikuti bala tentaranya yang pergi ke Pajajaran dan

    Aria Banga ke Majapahit.

    2.2 Ciung Wanara versi Sajarah Banten (CWSB)

    Dalam Sajarah Banten Besar 4 khususnya teks naskah LOR 7389, cerita CW terdapat

    dalam pupuh 5 III: 18 35 dan pupuh IV: 1 -- 54. Teksnya ditulis dengan aksara

    Pegon (tulisan Arab untuk teks Jawa) dalam bahasa Jawa Banten.

    Dalam teks ini disebutkan bahwa CW adalah putra Raja Medang Kamulan

    (ratu Galuh) dari seorang selir. Ia dibuang ke sungai oleh baginda, karena baginda

    4 Mengacu pada pembagian korpusnya, teks Sajarah Banten terpilah dalam dua kelompok yaitu

    Sajarah Banten Besar dan sajarah Banten Kecil. Teks-teks yang termasuk dalam kelompok Sajarah

    Banten Besar (SBB) adalah teks-teks Sajarah Banten yang isinya mengkaitkan Banten dengan sejarah

    Jawa secara luas, sedangkan yang tergolong Sajarah Banten Kecil (SBK) adalah teks-teks SB yang

    fokus ceritanya menceritakan sejarah Banten secara ringkas (Titik Pudjiastuti, 2000: 80) 5 pupuh dapat dipahami sebagai babagan cerita atau bab (Ind) dalam suatu teks tembang Jawa

  • takut kutukan pendeta Seda Sakti, akan menjadi kenyataan, bahwa kelak ia akan

    dihukum oleh putranya sendiri yang saat itu masih dalam kandungan selirnya. Pendeta

    Seda Sakti adalah seorang pendeta yang memusnahkan dirinya karena sakit hati

    kepada baginda karena telah dituduh berzinah dengan adiknya sendiri.

    Ketika selirnya melahirkan, putranya dibuang. Dalam pembuangan, si jabang

    bayi ditemukan oleh Ki dan Nyi Bobodo dan diberi nama Ki Jaka. Setelah agak besar

    Ki Jaka ingin ke ibukota, dalam perjalanan ia melihat burung ciung dan kera, ia tertarik

    dengan kedua binatang itu, lalu menamakan dirinya Ciung Wanara.

    Setibanya di ibukota, Ki Bobodo tinggal di rumah saudaranya, seorang pande

    besi istana bernama Empu Uma. Di tempat itu, CW belajar membuat senjata, ia

    sangat disayangi oleh Ki Uma dan akhirnya diangkat menjadi putranya.

    Suatu hari, CW melakukan tindakan yang menggemparkan istana, seperti

    menabuh gamelan istana, menaiki kuda baginda, dan mematahkan gading gajah

    kerajaan. Melihat siapa yang melakukan kegemparan itu, baginda mengerti bahwa CW

    adalah putranya, karena itu CW lalu diminta dan diaku sebagai putra baginda.

    CW lalu membuat penjara besi yang indah, ia minta kepada raja untuk

    memeriksanya. Ketika baginda berada di dalam penajara, CW menguncinya dari luar,

    sehingga baginda terpenjara.

    Putra raja dari permaisuri yang bernama Raden Tanduran marah melihat

    ayahnya diperdayai oleh CW, ia lalu menyerang CW sehingga terjadi pertempuran.

    Dalam pertempuran itu raden Tanduran kalah, sehingga ia lalu melarikan diri ke arah

    timur. Kelak ia mendirikan kerajaan Majapahit, sedangkan CW mendirikan kerajaan

    Pajajaran.

    2.3 Ciung Wanara versi KDM (CWKDM)

    Cerita CW ini dikarang oleh Djajengwiarga di Yogyakarta. Menurut pengarang,

    sumber ceritanya adalah Babad Tanah Jawi yang teksnya ditulis dengan akasara Jawa

    di atas dluwang dalam bahasa Jawa.

    Dikisahkan, bahwa CW adalah putra Raja Tapakuna dari negeri Pajajaran

    dengan seorang selir. Pada suatu waktu, kerajaan Pajajaran terkena wabah penyakit

    yang sangat menakutkan, sehingga banyak rakyatnya yang mati. Suatu malam baginda

    mendapat wangsit, yang mengabarkan kepadanya bahwa ia harus minta tolong kepada

  • pendeta yang berada di gunung Banita. Baginda salah mengartikan mimpi itu, ia bukan

    minta tolong tetapi malah membunuh sang pendeta. Sang pendeta lalu mengutuknya,

    bahwa sakit hatinya kelak akan dibalas oleh putra baginda yang saat itu masih ada

    dalam kandungan. Ketika selir baginda melahirkan, putranya dibuang ke sungai, karena

    baginda takut kutukan sang pendeta menjadi kenyataan.

    Dalam pembuangan, si jabang bayi ditemukan oleh Ki Satang. Setelah besar si

    jabang bayi ingin ke kota. Diperjalanan, di dalam hutan ia melihat burung ciyung dan

    kera, ia tertarik pada kedua binatang itu, lalu memtuskan untuk menamakan dirinya

    Siyungwanara. Setibanya di ibukota, mereka tinggal dirumah saudara Ki Satang

    yang bernama Ki Malik, seorang pande besi istana. Di tempat Ki Malik, Siyungwanara

    belajar membuat senjata, Ki Satang di suruh kembali ke desa dan ia menjadi anak

    angkat Ki Malik.

    Suatu hari CW membuat keonaran di istana, ia mematahkan gading gajah raja

    dan memukul gong sekeras-kerasnya. Tingkah lakunya itu membuat baginda marah,

    tetapi ketika baginda melihat siapa yang melakukan itu, ia tidak jadi marah bahkan

    meminta kepada Ki Malik agar CW diserahkan kepadanya untuk dijadikan putranya.

    Setelah CW diangkat sebagai putra raja, ia membuat penjara besi lalu meminta

    kepada raja untuk memeriksanya. Ketika baginda di dalam penjara , pintunya ditutup

    dari luar oleh CW dan malam harinya, penjara besi itu dihanyutkan ke sungai

    Kerawang.

    Setelah itu, CW naik tahta menjadi raja Pajajaran bergelar Prabu

    Siyungwanara. Raden Jaka Susuruh, putra baginda dari permaisuri sepulangnya dari

    bertapa sudah mendapatkan adiknya sebagai raja Pajajaran. Ia merasa senang, lalu

    pamit untuk pergi ke arah timur, akhirnya ia mendirikan kerajaan di Majapahit dan

    menjadi raja dengan gelar Prabu Brawijaya.

    Kebesaran kerajaan Majapahit termashur ke luar kerajaan, Prabu Siyungwanara

    mendengar hal itu merasa jengkel, ia lalu bermaksud menyerbu Majapahit. Namun,

    sebelum itu ia bertapa lebih dahulu akan memohon pertolongan dewa, tetapi di dalam

    tapanya, seorang dewa memperingatkannya agar jangan bertempur dengan Raja

    Majapahit, karena ia akan kalah, sebab Prabu Brawijaya, adalah kakaknya. Mendengar

    kata-kata itu, Prabu Siyungwanara marah, dewa dimaki-maki olehnya.

  • Prabu Siyungwanara tetap pada pendiriannya untuk menyerang Majapahit.

    Namun, seperti yang dikatakan dewa, Pajajaran tidak mampu mengalahkan Majapahit,

    bala tentaranya kalah. Hal ini menyebabkan Prabu Siyungwanara sangat sedih.

    Akhirnya, ia mengajak istrinya, Dewi Kitiran untuk pergi meninggalkan kerajaan dan

    mencari tempat untuk bertapa. Setelah beberapa waktu bertapa, mereka berdua

    berubah menjadi burung perkutut, bernama Martengsari dan Kitiran.

    Dalam penerbangannya, perkutut Martengsari dan Kitiran sampai di istana

    kerajaan Majapahit. Semenjak kedua perkuitut itu di sana, tidak ada seekor burungpun

    yang bisa berbunyi kecuali kedua perkutut itu. Akhirnya baginda mencari juru pikat,

    perkutut Martengsari berhasil ditangkap tetapi Kitiran terbang sampaike Banjarnegara,

    menjadi cikal bakal burung perkutut di hutan Banjarnegara yang terkenal dengan nama

    Nyai Blawong.

    Adapun perkutut Martengsari setelah tertangkap diberikan kepada Putri

    baginda yang bernama Sekar Kemuning. Perkutut Martengsari jatuh cinta kepada

    putri, ia lalu bersemedi dan jika malam berubah ujud menjadi manusia dan menggauli

    putri baginda. Sampai pada suatu saat, keberadaannya ketahuan, karena putrinya

    hamil. Oleh karena itu, baginda lalu memerintahkan untuk membunuh perkutut.

    Setalah perkutut mati, terdengar suara yang mengatakan bahwa ia sesungguhnya adik

    baginda sendiri, yaitu Prabu Siyungwanara yang menajdi burung karena dikutuk dewa.

    Beberap bulan kemudian, putri baginda melahirkan sebutir telur yang lalu

    menetas menjadi seekor burung perkutut yang kemudian dinamakannya Jaka Mangu.

    Jaka Mangu bisa berbicara seperti manusia, ia menjadi burung kesayangan baginda.

    Pada suatu hari Jaka Mangu bertanya kepada ibunya, tentang ayahnya, setelah tahu, ia

    menjadi sangat sedih, sejak itu ia tidak banyak berkicau, ia selalu ingin terbang. Sampai

    pada suatu kesempatan ia berhasil melepaskan diri dari kurungan dan terbang

    meninggalkan istana. Baginda yang sedih karena kehilangan perkutut, lalu

    memerintahkan untuk melepas semua burung yang ada di Majapahit.

    III. Perbandingan Cerita Ciung Wanara

    Dari ringkasan cerita di atas, tampak bahwa ketiga versi teks CW tersebut memang

    memiliki kesamaan tetapi juga mempunyai perbedaan yang cukup mencolok Untuk

  • memudahkan pengamatan, berikut ini adalah tabel yang memuat persamaan dan

    perbedaan isi cerita ketiga teks versi CW di atas.

    Persamaan dan Perbedaan ketiga versi cerita CW

    Uraian CWP CWSB CWKDM

    A.Tokoh

    I. Utama

    a. nama Tokoh

    b. nama kecil Tokoh

    II. Pendukung

    1.orang tua kandung

    2. Orang tua angkat I

    (di desa)

    3. Orang tua angkat II

    (di kota)

    3.Saudara seayah

    Ciung Wanara

    Asep

    Sang Permana di

    Kusuma (Raja Galuh

    Pakuan) dan D.

    Pangrenyep

    Aki & Nini

    Balagantrang

    Ki Dipa

    Aria Bangah

    Ciung Wanara

    Ki Jaka

    Raja Medang Kamulan

    (Ratu Galuh)

    Ki Bobodo

    Mpu Uma

    Raden Tanduran

    Siyungwanara

    Sang putra

    Prabu Tapakuna (Raja

    Pajajaran)

    Ki Satang

    Ki Malik

    Jaka Susuruh

    B. Peristiwa

    1. penyebab CW

    dibuang

    2. masa kecil

    3. CW masuk istana

    4. balas dendam

    Raja takut kutukan

    pendeta yang

    dibunuhnya menjadi

    kenyataan, bahwa ia

    akan dihukum oleh

    anak yang masih

    dalam kandungan

    Dewi Pangrenyep.

    CW hidup di desa

    dengan ditemani

    seekor ayam hutan.

    CW diberitahu rahasia

    dirinya, bahwa ia

    sesungguhnya putra

    Ratu Galuh dan dewi

    Pangernyep.

    Melalui sabung ayam

    CW diberi separuh

    kerajaan dan diakui

    sebagai putra raja

    CW membuat penjara

    Raja takut kutukan

    sang pendeta yang

    dituduhnya berzinah

    akan menjadi

    kenyataan, bahwa raja

    akan dihukum oleh

    putranya sendiri yang

    masih ada dalam

    kandungan selirnya

    CW hidup di desa dan

    tidak mengetahui

    rahasia dirinya

    Melalui Mpu Uma,

    pande besi istana. CW

    membuat keonaran di

    istana dan ia diakui

    sebagai putra raja

    CW membuat penjara

    Raja takut kutukan

    pendeta yang dituduh

    menyebabkan wabah

    penyakit menjadi

    kenyataan, bahwa ia

    akan dihukum oleh

    putranya sendiri yang

    masih dalam

    kandungan istrinya.

    CW hidup di desa dan

    tidak mengetahui

    rahasia dirinya.

    Melalui Ki Malik,

    pande besi istana. CW

    membuat keonaran di

    istana. Baginda

    mengakui sebagai

    putranya

    CW membuat penjara

  • besi dan raja dipenjarakan. Kelak

    penjara itu ditendang

    sampai ke daerah

    Kandang wesi.

    besi, raja

    dipenjarakan.

    besi, raja dipenjarakan

    CW naik tahta sebagai

    Raja Pajajaran. Raja

    tewas karena

    penjaranya

    ditenggelamkan di

    Sungai Kerawang C. Pertempuran

    Aria Bangah marah

    terjadi pertempuran

    selama 15 tahun.

    Pertempuran baru

    berhenti karena

    terhalang sungai yang

    disebut sungai

    Cipamali.

    Raden Tanduran

    marah dan terjadi

    pertempuran dengan

    CW selama 18 tahun.

    Raden Tanduran kalah

    dan pergi melarikan

    diri kearah Timur.

    Tidak ada perang,

    antar saudara, karena

    ketika raja dipenjara

    dan dibunuh, Jaka

    Susuruh tidak tahu,

    karena ia sedang

    bertapa di luar

    kerajaan Setelah

    melihat adiknya

    menjadi Raja

    Pajajaran, Raden

    Tanduran pergi ke

    arah timur dan

    mendirikan kerajaan

    Majapahit.

    D. Akhir Cerita

    Terjadi kesepakatan,

    negara dipecah dua.

    Wilayah di sebelah

    timur sungai Cipamali

    menjadi kekuasaan

    Aria Banga, disebut

    tanah Jawa, Keprabon

    dan wilayah di sebelah

    barat disebut

    Pasundan.

    CW naik tahta dan

    mendirikan kerajaan

    Pajajaran, sedangkan

    Raden Tanduran

    dalam pelariannya

    kelak tiba di desa Maja

    dan mendirikan

    kerajaan Majapahit

    Siyungwanara iri pada

    kebesaran Majapahit,

    ia menyerang tetapi

    kalah. Kemudian

    bersama istrinya Dewi

    Kitiran ia bertapa dan

    akhirnya menjadi

    burung perkutut

    bernama Martengsari

    dan Kitiran.

    Kedua burung itu

    kemudian tiba di

    Majapahit. Perkutut

    Martengsari berhasil

    ditangkap, sedangkan

    Kitiran terbang

    sampai di Bojonegoro,

    ia menajdi cikal bakal

    burung perkutut

    Bajanegara yang

    terkenal dengan

    sebutan Nyai Blawong.

    Adapun perkutut

    Martengsari kemudian

    dibunuh karena

    ketahuan menghamili

    putri raja bernama

    Putri Sekar kemuning.

    Putri melahirkan

    seekor burung perkutut

    yang dinamakan Jaka

    Mangu.

  • IV Kesimpulan

    Dari ringkasan dan tabel di atas terlihat bahwa inti cerita ketiga versi teks CW memang

    tampak sama yaitu menceritakan kisah CW dari masa masih di dalam kandungan

    sampai menjadi Raja Pajajaran, tetapi juga terlihat jelas perbedaan-perbedaannya.

    Perbedaan ketiga versi cerita CW tersebut bukan saja terletak pada nama-nama tokoh

    pendukungnya, melainkan juga cara yang ditempuh CW dalam mewujudkan balas

    dendamnya dan akhir cerita dari masing-masing versinya.

    Kepustakaan

    Djajengwiardja,

    t.t Kiai Djaka Mangoe. Yogyakarta

    Eringa, F.S

    1949 Loetoeng Kasaroeng: Een Mythologisch Verhaal uit West Java.

    SGravenhage: Martinus Nijhoff

    Hermansoemantri, Emuch

    1977 Struktur Literer Cerita Pantun Ciung Wanara (edisi Ayip Rosidi),

    dalam Bunga Rampai Ilmu Sastra, 2 Bandung: Fakultas Sastra

    Universitas Padjadjaran.

    Kartini, Tini et al

    1984 Struktur Cerita Pantun Sunda: Alur.

    Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

    Pleyte, CM

    1910 De Lotgevallen van Tjioeng Wanara Naderhand Vorst van Pakoean

    Padjadjaran dalam Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap

    van Kunsten en Wetenschappen, deel LVIII, 2de stuk

    Batavia/sHage: Albrecht & co/ Martinus Nijhoff

    Pudentia, MPSS

    1992 Transformasi Sastra Analisis atas Cerita Rakyat Lutung Kasarung.

    Jakarta: Balai Pustaka

  • Pudjiastuti, Titik

    2000 Sajarah Banten: Suntingan Teks dan Terjemahan disertasi Tinjauan

    Aksara dan Amanat. Disertasi (belum diterbitkan)

    Depok: Fakultas Sastra UI

    Rosidi, Ayip

    1958 Lutung Kasarung: Sebuah Cerita Pantun Sunda

    Jakarta: Pembangunan