cerebral infarction

92
BAB I PENDAHULUAN Penyakit serebrovaskular (CVD) atau stroke adalah setiap kelainan otak akibat proses patologi pada sistem pembuluh darah otak. Proses ini dapat berupa penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis atau emboli, pecahnya dinding pembuluh darah otak, perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah dan perubahan viskositas maupun kualitas darah itu sendiri. Perubahan dinding pembuluh darah otak serta komponen lainnya dapat bersifat primer karena kelainan kongenital maupun degeneratif atau sekunder akibat proses lain, seperti peradangan, hipertensi, arteriosklerosis dan diabetes mellitus. [1] Di negara-negara maju maupun berkembang seperti Indonesia, stroke merupakan penyakit neurologis yang serius dan paling banyak dijumpai serta angka kematian cukup tinggi. Di Amerika Serikat, stroke merupakan penyakit yang menyebabkan kematian nomor 3 setelah 1

Upload: muhammad-harris-zainal

Post on 08-Jul-2016

32 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

cerebrak infark

TRANSCRIPT

Page 1: Cerebral Infarction

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit serebrovaskular (CVD) atau stroke adalah setiap kelainan otak

akibat proses patologi pada sistem pembuluh darah otak. Proses ini dapat berupa

penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis atau emboli, pecahnya

dinding pembuluh darah otak, perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah

dan perubahan viskositas maupun kualitas darah itu sendiri. Perubahan dinding

pembuluh darah otak serta komponen lainnya dapat bersifat primer karena

kelainan kongenital maupun degeneratif atau sekunder akibat proses lain, seperti

peradangan, hipertensi, arteriosklerosis dan diabetes mellitus.[1]

Di negara-negara maju maupun berkembang seperti Indonesia, stroke

merupakan penyakit neurologis yang serius dan paling banyak dijumpai serta

angka kematian cukup tinggi. Di Amerika Serikat, stroke merupakan penyakit

yang menyebabkan kematian nomor 3 setelah penyakit jantung dan kanker. Setiap

tahun, lebih dari 700.000 orang Amerika mengalami stroke, 25% di antaranya

berusia di bawah 65 tahun dan 150.000 orang meninggal akibat stroke atau

komplikasi segera setelah stroke. Berdasarkan penelitian Riskesdas Departemen

Kesehatan tahun 2008, stroke di Indonesia merupakan penyebab nomor satu

kematian, baik di perkotaan maupun pedesaan, khususnya pada kelompok umur

55-64 tahun.[1]

Proses primer yang terjadi mungkin tidak menimbulkan gejala (silent) dan

akan muncul secara klinis jika aliran darah ke otak turun sampai ke tingkat

melampaui batas toleransi jaringan otak yang disebut ambang aktivitas fungsi otak

1

Page 2: Cerebral Infarction

(treshold of brain functional activity). Keadaan ini menyebabkan sindrom klinik

stroke. Stroke infark merupakan jenis stroke yang paling banyak ditemui

dibanding jenis stroke lainnya. Berdasarkan data di RS Cipto Mangunkusumo

pada tahun 2002, terdapat sebanyak 543 kasus stroke terdiri dari 62% stroke

iskemik dan 38% stroke perdarahan.[1]

2

Page 3: Cerebral Infarction

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Cerebral infarction (infark cerebri) merupakan keadaan iskemia otak yang

mengakibatkan kematian jaringan lokal dan biasanya disertai defisit neurologis

fokal yang menetap pada area distribusi dari salah satu arteri cerebral, disebut

juga cerebral ischemia (iskemia cerebri). Cerebral infarction dapat juga

didefinisikan sebagai kematian sel otak atau sel retina akibat dari iskemia yang

berkepanjangan. Keadaan ini tidak dapat lepas dari kumpulan gejala yang lebih

dikenal dengan stroke. [2]

Stroke ditandai dengan hilangnya aliran darah ke area tertentu dari otak

yang mengakibatkan hilangnya fungsi neurologis bersangkutan. Secara umum,

stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu hemorrhagic dan ischemic. Keadaan

infak cerebri sendiri lebih umum dijumpai pada stroke iskemik. Acute ischemic

stroke mengacu pada stroke yang disebabkan oleh thrombosis atau emboli. Angka

kejadian stroke jenis ini lebih umum dibandingkan hemorrhagic stroke. [3]

Anatomi dan Vaskularisasi Otak

Otak merupakan organ yang memiliki tingkat metabolisme paling aktif

diantara organ lain di seluruh tubuh. Walaupun hanya 2% dari massa tubuh, otak

membutuhkan 15-20% dari total cardiac output untuk memenuhi kebutuhan

glukosa dan oksigen bagi metabolismenya. [3]

Otak mendapatkan suplai darahnya melalui dua pasang arteri, yaitu arteri

carotis interna dan arteri vertebralis. Arteri carotis interna merupakan percabangan

dari arteri carotis communis yang menuju ke arah permukaan otak sampai muncul

3

Page 4: Cerebral Infarction

di sisi lateral dari chiasma opticum. Arteri vertebralis berjalan keatas dan

bergabung membentuk arteri basilaris, yang berjalan sepanjang pons. Sepanjang

perjalanannya arteri basilaris juga memiliki beberapa cabang yang memperdarahi

pons dan arteri inferior anterior cerebelli, yang memperdarahi bagian inferior dan

anterior dari cerebellum. Arteri basillaris juga mempercabangkan arteri labyrinthi,

yang berjalan ke meatus akustik internus untuk memperdarahi telinga bagian

dalam. Cabang utama dari arteri basilaris adalah arteri cerebri posterior, yang

berjalan ke lobus oksipital dari hemisfer otak, dan arteri superior cerebelli, yang

memperdarahi bagian superior dari cerebellum. [4]

Arteri carotis interna memberikan cabang ke arteri cerebri anterior dan

arteri cerebri media. Arteri cerebri anterior berjalan di medial bagian atas chiasma

opticum, dan kemudian diantara lobus frontalis pada fissura longitudinal. Arteri

ini memperdarahi permukaan medial dari lobus parietalis dan frontalis, dan

memberi makan kepada kedua korteks motorik dan sensorik. Kedua arteri cerebri

anterior, kiri dan kanan, dihubungkan oleh arteri communicans anterior. Arteri

cerebri media, yang merupakan arteri cerebral terbesar, terbagi-bagi dan

bercabang memperdarahi sebagian besar permukaan lateral dari lobus frontalis,

parietal, dan temporal, termasuk korteks motorik dan sensorik, korteks insula dan

auditory [4]

Arteri vertebralis merupakan arteri yang muncul dari arteri subclavia dan

memasuki cavitas cranium melalui foramen magnum. Cabang terbesarnya adalah

arteri inferior posterior cerebelli, yang memperdarahi bagian inferior dari

cerebellum. [4]

4

Page 5: Cerebral Infarction

Kedua suplai arteri utama ini dinamakan sistem karotis interna dan

vertebrobasilar, dimana kedua sistem ini dihubungkan oelh arteri communicans

posterior. Anastomosis ini membentuk pembuluh darah yang berbentuk seperti

lingkaran pada dasar otak, yang disebut juga Circulus Willis atau circulus

arteriosus cerebri. Circulus Willis ini menutupi dasar hypothalamus dan chiasma

opticum. [4]

Gambar 1. Circulus Willis

Dikutip dari Buku Netter FH, Machade CAG. Interactive atlas of human anatomy [Electronic Atlas].:

Saunders/Elsevier; 2006.

5

Page 6: Cerebral Infarction

Epidemiologi

Setiap tahunnya, sekitar 795.000 orang di dunia terkena stroke, baik

merupakan stroke baru maupun stroke berulang. Sekitar 610.000 dari jumlah

tersebut merupakan kasus baru, sedangkan 185.000 sisanya merupakan serangan

berulang. Dari semua kasus stroke, 87% diantaranya merupakan kasus ischemic

stroke, 10% kasus intracerebral hemorrhage dan 3% merupakan kasus

subarachnoid hemorrhage stroke. [6]

Angka prevalensi stroke penduduk Amerika yang berusia diatas 20 tahun

diperkiraan sebanyak 7.000.000 orang. Secara keseluruhan prevalensi stroke di

dunia diperkirakan mencapai 3.0% dan berdasarkan data dari BRFSS (CDC)

sebanyak 2,7% laki-laki dan 2,5% perempuan yang berusia diatas 18 tahun

memiliki riwayat pernah mengalami stroke. [6]

Jika dirata-rata, dapat dikatakan bahwa setiap 4 menit, 1 orang di dunia

meninggal akibat stroke. Stroke adalah penyebab kematian ketiga terbanyak

diantara semua penyebab kematian. Walaupun stroke seringkali dihubungkan

dengan penyakit orang tua, ternyata sepertiga kejadian stroke terjadi pada orang

yang berusia dibawah 65 tahun. [6]

Etiologi

Cerebral infarction dapat disebabkan oleh berbagai keadaan yang

menyebabkan terhambatnya aliran darah yang memasok darah ke daerah otak

tertentu, sehingga terjadi kerusakan secara permanen.

Berbagai macam kelainan darah, pembuluh darah, dan jantung dapat

mengarah kepada cerebral infarction. (tabel 1)

6

Page 7: Cerebral Infarction

Tabel 1. Etiologi Infark Cerebri

Vascular Disorder Kelainan Jantung

Atherosclerosis Mural Thrombus

Fibromuscular Dysplasia Rheumatic heart disease

Kelainan Inflamasi Aritmia

Giant cell arteritis Endocarditis

Systemic lupus erythematosus Mitral valve prolapsed

Polyarteritis nodosa Paradoxic embolus

Granulomatous angitis Atrial myxoma

Syphilitic arteritis Prosthetic hearts valve

AIDS Kelainan darah

Diseksi arteri carotis atau vertebralis Thrombositosis

Infark Policytemia

Lacunar Infarction Sicle cell disease

Drug Abuse Leukocytosis

Multiple Progressive Intracranial Occlusion

(Moyamoya Syndrome)

Hypercoagulable states

Migraine

Thrombosis Vena atau Sinus

Dikutip dari Buku Goldszmidt AJ, Caplan LR. Esensial Stroke. Jakarta: EGC. 2009.

7

Page 8: Cerebral Infarction

Kelainan Pembuluh Darah

a. Atherosclerosis

Pada kebanyakan kasus,

penyebab utama dari iskemia otak

fokal merupakan atherosclerosis arteri

ekstracranial yang terletak di bagian

leher dan dasar otak. Atherosclerosis

dapat mempengaruhi arteri yang elastis

dan berotot dengan ukuran besar

maupun sedang. Pada peredaran darah

otak, tempat predileksi yang paling

sering adalah arteri carotis komunis

bagian hulu, arteri carotis interna tepat

di atas percabangan carotis komunis

dan dalam sinus cavernous, arteri

cerebri media bagian hulu, arteri

vertebralis bagian hulu dan tepat di

atas tempat masuk ke tengkorak, dan

arteri basilaris. [7]

Sampai saat ini patogenesis dari

atherosclerosis belum sepenuhnya

dipahami, tetapi diduga bahwa kerusakan dan disfungsi dari sel endothel

merupakan tahap awal dari terbentuknya atherosclerosis. Sel endothel ini dapat

mengalami kerusakan oleh karena low-density lipoprotein, radikal bebas,

8

Gambar 2. Proses atherosclerosis

Dikutip dari Buku Goldszmidt AJ,Caplan LR.

Essensial Stroke. Jakarta. EGC:2009.

Page 9: Cerebral Infarction

hipertensi, diabetes, homosistein, ataupun agen infeksius lain. Kemudian monosit

dan limfosit T akan menempel pada lokasi yang mengalami kerusakan dan

bermigrasi ke lapisan subendothelial, dimana monosit dan makrofag turunan

monosit berubah menjadi foam cell. Lesi yang terbentuk ini disebut juga fatty

streak. Pelepasan growth factor dan chemotactic factor dari sel endothel dan

makrofag ini akan menstimulasi proliferasi dan migrasi otot polos intima, yang

menyebabkan pembentukan plak fibrous. Platelet yang menempel pada lokasi

endothel yang mengalami kerusakan juga ikut melepaskan growth factor dan

chemotactic factor. Hasilnya, lesi atheroma akan semakin membesar dan dapat

ruptur sehingga menyebabkan oklusi pada lumen pembuluh darah, atau dapat

menjadi penyebab emboli artheromatous atau emboli platelet. [7]

b. Kelainan inflamasi lain

Giant Cell Arteritis

Disebut juga temporal arteritis, menimbulkan perubahan inflamasi yang

memberikan efek pada cabang dari arteri karotis eksterna, arteri carotis interna

cervicalis, arteri ciliaris posterior, arteri vertebralis extracranial, dan arteri

intracranial. Adanya perubahan inflamasi pada arteri akan menstimulasi adhesi

dan agregasi platelet pada permukaan yang mengalami kerusakan. [8]

Systemic Lupus Erythematosus

Dihubungkan dengan vasculopathy yang melibatkan pembuluh darah kecil

otak sehingga menimbulkan multiple microinfarctions. [8]

Polyarteritis Nodosa

Merupakan vaskulitis segmental arteri berukuran kecil sampai sedang

yang mempengaruhi berbagai organ. [8]

9

Page 10: Cerebral Infarction

Kelainan Jantung

a. Mural Thrombus

Mural thrombus dengan komplikasi infark myocard atau cardiomyopathy

diakui sebagai sumber dari emboli cerebral. Risiko stroke pada minggu pertama

setelah infark myocard berhubungan dengan ukuran lesi. Semakin besar

kerusakan myocard dapat meningkatkan tendesi pembentukan mural thrombus. [8]

b. Rheumatic Heart Disease

Insidens iskemia cerebri meningkat pada pasien dengan rheumatic heart

disease, terutama pada keadaan stenosis mitral ataupun fibrilasi atrium. Pada

kasus lain, gejala yang ditimbulkan hanya bersifat sementara dan berkaitan

dengan kelelahan, sehingga muncul dugaan penyebabnya adalah hipoperfusi. [8]

c. Aritmia

Fibrilasi atrium (terutama yang berkaitan dengan rheumatic heart disease)

dan bradycardia-tachycardia (sick sinus) syndrome diakui sebagai penyebab

stroke emboli. Kelainan aritmia jantung lainnya lebih mungkin menyebabkan

hipoperfusi pancerebral dengan gejala difus, kecuali jika terjadi stenosis arteri

carotis yang cukup berat. [8]

Kelainan Darah

a. Thrombocytosis

Thrombocytosis dapat menyebabkan iskemia cerebri fokal ketika jumlah

platelet mencapai 1.000.000/µL [8]

10

Page 11: Cerebral Infarction

b. Polycytemia

Hematokrit diatas 46% dihubungkan dengan penurunan aliran darah otak

dan merupakan salah satu risiko stroke. Risiko tersebut meningkat pada keadaan

dimana hematokrit mencapai diatas 50% dan meningkat secara tajam pada

hematokrit >60% [8]

c. Sickle Cell Disease

Sickle cell (hemoglobin S) disease disebabkan oleh substitusi asam animo

tunggal pada lokus beta hemoglobin pada kromosom 11 (11p15.1) sehingga

menghasilkan rantai beta hemoglobin yang abnormal. Mutasi tersebut

menyebabkan deformasi eritrosit berbentuk sabit ketika tekanan parsial oksigen

pada darah berkurang sehingga menyebabkan anemia hemolitik dan oklusi

pembuluh darah. Komplikasi neurologis yang paling sering terjadi adalah stroke,

yang biasanya mempengaruhi arteri karotis interna intracranial, arteri cerebri

proximal medius atau anterior. [8]

Klasifikasi

Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke. Semuanya berdasarkan atas

gambaran klinik, patologi anatomi, sistem pembuluh darah dan stadiumnya. Dasar

klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap stroke mempunyai cara

pengobatan, preventif dan prognosis yang berbeda walaupun patogenesisnya

serupa.

Klasifikasi modifikasi Marshall. [1,6]

1) Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya

Stroke Iskemik

o Transient Ischemic Attack (TIA)

11

Page 12: Cerebral Infarction

o Trombosis Serebri

o Emboli Serebri

Stroke Hemoragik

o Perdarahan Intraserebral

o Perdarahan Subarakhnoid

2) Berdasarkan stadiumpertimbangan waktu

Transient Ischemic Attack (TIA)

Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)

Stroke in Evolution

Completed Stroke

3) Berdasarkan sistem pembuluh darah

Sistem Karotis

Sistem Vertebro-basilar

Klasifikasi stroke iskemik dari Trial of Org 10172 in Acute Stroke

Treatment (TOAST) membagi stroke iskemik berdasarkan mekanisme

patofisiologi yang bersumber dari penemuan klinis dan pemeriksaan penunjang

(CT-Scan dan MRI).[1,6]

1. Large-artery atherosclerosis (embolus/thrombosis)

2. Cardioembolism (high risk/medium risk)

3. Small-vessel occlusion

4. Stroke of other determined etiology

5. Stroke of undetermined etiology

12

Page 13: Cerebral Infarction

Klasifikasi dari Oxfordshire Community Stroke Project Classification

membagi stroke iskemik berdasarkan gambaran klinis pada waktu onset stroke

muncul.[1,6]

1. Total Anterior Circulation Syndrome (TACS)

2. Partial Anterior Circulation Syndrome (PACS)

3. Lacunar Syndrome (LACS)

4. Posterior Circulation Syndrome (POCS)

Patofisiologi

Terputusnya aliran darah otak secara total dapat menyebabkan hilangnya

kesadaran hanya dalam 15 sampai 20 detik dan kerusakan otak secara permanen

setelah 7 sampai 10 menit. Oklusi dari arteri yang berdiri sendiri menyebabkan

defisit pada daerah otak secara terbatas. Mekanisme dasar dari kerusakan tersebut

merupakan kekurangan energi karena iskemia (misal: atherosclerosis, emboli).

Perdarahan (karena trauma, aneurisma pembuluh darah, hipertensi) juga dapat

menyebabkan iskemia akibat proses penekanan terhadap pembuluh darah yang

berdekatan. [9]

Dengan penghambatan Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan

akumulasi Na+ dan Ca2+ dalam sel dan disertai dengan peningkatan konsentrasi K+

di luar sel serta depolarisasi. Hal ini menyebabkan akumulasi Cl- seluler,

pembengkakan sel, dan kematian sel. Hal ini juga menyebabkan pelepasan

glutamat yang mempercepat kematian sel melalui jalur masuk Na+ dan Ca2+.

Walaupun penyebab utamanya telah dihilangkan, proses pemulihan perfusi

jaringan kadang dihambat oleh adanya pembengkakan sel, pelepasan mediator

vasokonstriksi, dan oklusi dari pembuluh darah lumina oleh granulosit. Kematian

13

Page 14: Cerebral Infarction

sel menyebabkan inflamasi yang juga menyebabkan kerusakan sel pada daerah

sekitar area iskemik (penumbra). [9]

Gambar 3. Efek dari Perfusi Otak Abnormal

Dikutip dari Buku Aminoff MJ, Greenberg DA, Simon RP. Clinical neurology. Ed ke-6. New York: Lange

Medical Books/McGraw-Hill; 2008.

Gejala yang ditimbulkan ditentukan dari letak kelainan perfusi, misalkan

pada area yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.

Gambar 4. Oklusi Pembuluh Darah sebagai Penyebab Iskemia

14

Page 15: Cerebral Infarction

Dikutip dari Buku Aminoff MJ, Greenberg DA, Simon RP. Clinical neurology. Ed ke-6. New York: Lange

Medical Books/McGraw-Hill; 2008.

Patofisiologi infark otak

Aliran darah otak merupakan patokan utama dalam menilai vaskularisasi

regional di otak. Aliran darah otak bersifat dinamis, artinya dalam keadaann

istirahat nilainya stabil tetapi pada saat melakukan kegiatan fisik maupun psikik,

aliran darah regional pada daerah yang bersangkutan akan meningkat sesuai

dengan aktivitasnya. Derajat ambang batas aliran darah otak yang secara langsung

berhubungan dengan fungsi otak, yaitu[3,7]

a. Ambang fungsional adalah batas aliran darah otak (50-60 cc/100

gram/menit) yang bila tidak terpenuhi akan menyebabkan terhentinya

fungsi neuronal tetapi integritas sel-sel saraf masih utuh.

b. Ambang aktivitas listrik otak adalah batas aliran darah otak (15 cc/100

gram/menit) yang bila tidak tercapai akan menyebabkan aktivitas listrik

15

Page 16: Cerebral Infarction

neuronal berhenti, berarti sebagian besar struktur intrasel telah berada

dalam proses disintegrasi.

c. Ambang kematian sel adalah batas aliran darah otak yang bila tidak

terpenuhi akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak (CBF <15

cc/100/menit/gram).

Pengurangan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan atau sebab lain,

akan menyebabkan iskemia di suatu daerah otak. Terdapatnya kolateral di daerah

sekitarnya disertai mekanisme kompensasi fokal berupa vasodilatasi

memungkinkan terjadinya beberapa keadaan berikut ini.[3,7]

a. Pada sumbatan kecil terjadi daerah iskemia yang dalam waktu singkat

dapat dikompensasi dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal.

Secara klinis gejala yang timbul adalah transient ischemic attack (TIA)

yang timbul dapat berupa hemiparesis sepintas atau amnesia umum

sepintas, yaitu selama ≤ 24 jam.

b. Bila sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas. Penurunan CBF

regional lebih besar tetapi dengan mekanisme kompensasi masih mampu

memulihkan fungsi neurologik dalam waktu beberapa hari sampai dengan

2 minggu. Mungkin pada pemeriksaan klinis ada sedikit gangguan.

Keadaan ini secara klinis disebut RIND (Reversible Ischemic Neurologic

Deficit)

c. Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas

sehingga mekanisme kolateral dan kompensasi tidak dapat mengatasinya.

Dalam keadaan ini, timbul defisit neurologis yang berlanjut.

16

Page 17: Cerebral Infarction

Pada iskemia otak yang luas, tampak daerah yang tidak homogen akibat

perbedaan tingkat iskemia yang terdiri dari 3 lapisan (area) yang berbeda: [3,7]

a. Lapisan inti yang sangat iskemik (ischemic-core) terlihat sangat pucat

karena CBF-nya paling rendah. Tampak degenerasi neuron, pelebaran

pembuluh darah tanpa adanya aliran darah. Kadar asam laktat di daerah ini

tinggi dengan PO2 yang rendah. Daerah ini akan mengalami nekrosis.

b. Daerah di sekitar ischemic-core yang CBF-nya juga rendah tetapi masih

lebih tinggi daripada CBF di ischemic core. Walaupun sel-sel neuron tidak

sampai mati, fungsi sel terhenti dan terjadi functional paralysis. Pada

daerah ini PO2 rendah, PCO2 tinggi dan asam laktatmeningkat. Terjadi

kerusakan neuron dalam berbagai tingkat, edema jaringan akibat

bendungan dengan dilatasi pembuluh darah dan jaringan berwarna pucat.

Astrup menyebutnya sebagai ischemic penumbra. Daerah ini masih

mungkin diselamatkan dengan resusitasi dan manajemen yang tepat.

c. Daerah disekeliling penumbra tampak bewarna kemerahan dan edema.

Pembuluh darah mengalami dilatasi maksimal, PCO2 dan PO2 tinggi serta

kolateral maksimal. Pada daerah ini, CBF sangat meninggu sehingga

disebut sebagai daerah dengan perfusi berlebihan (luxury perfusion).

Pada proses iskemia fokal terjadi juga perubahan penting di daerah

penumbra pada sel-sel neuron tergantung dari luas dan lama iskemia, yaitu[3]

a) Kerusakan membran sel

b) Aliran masuk Ca++ ke dalam sel melalui kerusakan reseptor Ca++.

17

Page 18: Cerebral Infarction

c) Meningkatnya asam arakhidonat dalam jaringan diikuti oleh naiknya kadar

prostaglandin yang menyebabkan vasokonstriksi dan menungkatnya

agregasi trombosit.

d) Lepasnya neurotransmiter asam amino eksitatorik di daerah otak tetrtentu

yang mempunyai kepekaan selektif terhadap iskemia, yaitu di daerah

talamus, area CA di hipotalamus, sel-sel granuler dan Purkinje di

serebelum serta lapisan 3,5,6 korteks piramidalis.

e) Lepasnya radikal bebas, yaitu unsu yang mempunyai elektron pada lingkar

paling luarmya tidak berpasangan sehingga sangat labil dan reaktif.

Besarnya peran radikal bebas dalam kerusakan sel-sel saraf dan jaringan

iskemik masih dalam penelitian.

Patofisiologi perdarahan otak

Perdarahan otak merupakan penyebab stroke kedua terbanyak setelah

infark otak. Pecahnya pembuluh darah di otak dibedakan menurut anatominya

atas perdarahan intraserebral dan perdarahan subarakhnoid. Pada perdarahan

intraserebral, pembuluh darah yang pecah terdapat di dalam otak atau pada massa

otak. Sedangkan perdarahan subarakhnoid, pembuluh yang pecah terdapat di

ruang subarakhnoid di sekitar sirkulus arteriosus Willisi. Pecahnya pembuluh

darah disebabkan oleh kerusakan dinding pembuluh arah (arteriosklerosis) atau

karena kelainan kongenital, misalnya malformasi arteri-vena, infeksi (sifilis) dan

trauma.[3,7]

a. Perdarahan Intraserebral

18

Page 19: Cerebral Infarction

Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma

(Berry aneurism) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah

subkortikal, serebelum, pons dan batang otak. Perdarahan di daerah korteks lebih

sering disebabkan oleh sebab lain, misalnya tumor otak yang berdarah,

malformasi pembuluh darah otak yang pecah atau penyakit pada dinding

pembuluh darah (Congophilic Angiopathy) tetapi dapat juga akibat hipertensi

maligna dengan frekuensi lebih kecil daripada perdarahan subkortikal.[3,7]

Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang

menyebabkan nekrosis. Pada fase awal perdarahan, ekstravasasi darah mendesak

jaringan otak tanpa merusaknya karena saat itu difusi darah ke jaringan belum

terjadi. Pada keadaan ini harus dipertimbangkan tindakan pembedahan untuk

mengeluarkan darah agar dapat dicegah gejala sisa yang lebih parah. Absorbsi

darah terjadi dalam waktu 3-4 minggu. [3,7]

b. Perdarahan Subarakhnoid

Perdarahan terjadi biasanya akibat pecahnya aneurisma kongenital yang

sering terjadi di arteri komunikans anterior, arteri serebri media, arteri serebri

posterior dan arteri komunikans posterior. Gejala timbul sangat mendadak, berupa

sakit kepala hebat dan munta-muntah. Darah yang masuk ke ruang subarakhnoid

dapat menyebabkan komplikasi hidrosefalus karena gangguan absorbsi cairan

otak di Granulatio Pacchioni. Perdarahan subarakhnoid sering bersifat residif

selama 24-72 jam pertama dan dapat menimbulkan vasospasme serebral hebat

disertai infark otak. [3,7]

Manifestasi Klinis

19

Page 20: Cerebral Infarction

Gejala-gejala neurologis yang timbul tergantung berat ringannya gangguan

pembuluh darah dan lokasinya. Manifestasi klinis stroke akut, berupa:[6,7,8]

Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang

timbul mendadak.

Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan

hemihipestesi).

Perubahan mendadak status mental (somnolen, delirium, letargi, sopor

atau koma).

Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan atau kesulitan memahami

ucapan).

Disartria (bicara pelo/cadel).

Gangguan penglihatan (hemianopia/monokuler) atau diplopia.

Ataksia (trunkal atau anggota badan).

Vertigo, mual dan muntah atau nyeri kepala.

Sindroma klinik yang terjadi pada TIA gangguan sirkulasi anterior dapat

menimbulkan gejala klinik:

Amourosis fugax (fleeting blindness).

Afasia atau problem gangguan berbahasa lainnya seperti dislexia atau

disgrafia.

Sindroma klinik yang terjadi pada TIA gangguan sirkulasi posterior dapat

menimbulkan gejala klinik:

Gangguan lapang pandang sesisi

Kombinasi gejala-gejala gangguan batang otak seperti vertigo, diplopia

dan disfagia.

20

Page 21: Cerebral Infarction

Bilateral hemiparesis atau hemihipestesia.

Gambar 6. manifestasi klinis stroke

Dikutip dari Buku

Aminoff MJ,

Greenberg DA,

Simon RP.

Clinical

neurology. Ed ke-6. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill; 2005

Sindroma klinik yang terjadi pada TIA gangguan sirkulasi anterior atau

posterior dapat menimbulkan gejala klinik:

Kelemahan pada otot wajah, lengan atau tungkai, baik tersendiri maupun

kombinasi.

Gangguan sensoris pada wajah, lengan atau tungkai tersendiri ataupun

kombinasi.

Gambaran gejala klinik stroke berdasarkan vaskularisasi pembuluh darah

otak yang mengalami gangguan. Berikut ini penggolongan sindroma klinik oklusi

berdasarkan lokasinya:[6,7,8]

a. Arteri serebri anterior

Sindroma klinis oklusi arteri serebri anterior atau stroke arteri serebri

anterior jarang terjadi. Gejala yang timbul adalah paralisis (kelemahan)

dan hilangnya sensasi pada kaki kontralateral. Pengendalian miksi

mungkin akan terganggu karena kegagalan untuk menghambat kontraksi

21

Page 22: Cerebral Infarction

refleks kandung kemih sehingga menimbulkan gangguan precipitate

micturition.[6,7,8]

b. Arteri serebri media

Sindroma klinis oklusi arteri serebri media atau stroke arteri serebri media

paling sering terjadi. Hal ini karena arteri serebri media merupakan

pembuluh darah yang sering terlibat dalam stroke iskemik. Tergantung

pada lokasi yang terkena, beberapa sindroma klinis yang mungkin timbul

adalah

- Stroke belahan superior

Mengakibatkan hemiparesis kontralateral yang mengenai wajah, tangan

dan lengan tetapi kaki tidak terpengaruh; defisit hemisensorik kontralateral

dengan distribusi yang sama; tidak timbul hemianopia homonim. Jika

hemisfer yang dominan terkena, disertai afasia Broca (gangguan ekspresi

bahasa dengan pemahaman yang masih utuh).[6,8]

- Stroke belahan inferior

Lebih jarang terjadi, biasanya mengakibatkan hemianopia homonim

kontralateral yang mungkin lebih buruk pada sisi inferior; gangguan nyata

fungsi sensorik; gangguan pemikiran spasial. Jika hemisfer yang dominan

terlibat, disertai afasia Wernicke (gangguan pemahaman dan bicara yang

lancar tetapi sering tidak bermakna). [6,8]

- Oklusi pada bifurcatio arteri serebri media

Sindrom stroke ini menggabungkan gambaran hemiparesis dan defisit

hemisensorik kontralateral yang melibatkan wajah dan lengan jauh lebih

22

Page 23: Cerebral Infarction

berat dari kaki, hemianopia homonim dan jika hemisfer dominan terlibat

disertai afasia global (gabungan ekspresif dan reseptif). [6,8]

- Oklusi batang arteri serebri media

Sindrom klinis stroke arteri cerebri media ini yang paling berat.

Mengakibatkan hemiplegia dan hilangnya sensasi kontralateral yang

mempengaruhi wajah, lengan dan kaki. [6,8]

c. Arteri karotis interna

Sindroma klinis oklusi arteri karotis interna meliputi oklusi arteri karotis

interna ekstrakranialis dan intrakranialis yang bertanggung jawab atas

seperlima kasus stroke iskemik. Dapat asimptomatik dan simptomatik.

Akan menimbulkan gejala yang hampir sama dengan stoke arteri serebri

media (hemiplegia, defisit hemisensori kontralateral dan hemianopia

homonim, afasia juga dapat muncul pada keterlibatan hemisfer dominan).

[6,8]

d. Arteri serebri posterior

Mengakibatkan hemianopia homonim yang mempengaruhi lapang

pandang kontralateral. Dengan oklusi yang berdekatan terhadap sumber

arteri serebri posterior pada tingkat midbrain, abnormalitas okuler yang

timbul, antara lain vertical gaze palsy, oculomotor nerve palsy,

internuclear opthalmoplegia dan penyimpangan mata ke arah vertikal.

Infark arteri cerebri posterior dapat menyebabkan kortikal blindness,

gangguan memori atau ketidakmampuan memngenali wajah yang familier.

[6,8]

e. Arteri basilar

23

Page 24: Cerebral Infarction

Sindroma klinis oklusi arteri basiler, antara lain:

- Trombosis (oklusi trombotik pada arteri basilaris)

Trombosis basilar biasanya mempengaruhi bagian proksimal arteri

basilaris yang mensuplai pons. Keterlibatan bagian dorsal pons

mengakibatkan paresis nervus abducens unilateral atau bialteral, gangguan

gerakan mata horizontal tetapi nistagmus vertikal dan occular bobbing

mungkin muncul. Hemiplegia atau quadriplegia biasanya muncul dan

koma adalah hal yang sering terjadi. [6,8]

- Emboli

Emboli cukup kecil untuk dapat melewati arteri vertebralis menuju ke

arteri basilaris yang lebih besar dan biasanya tertahan pada bagian puncak

arteri basilaris, di mana terdapat bifurcatio ke dalam arteri serebri

posterior. Hasilnya adalah berkurangnya aliran darah menuju formasio

retikularis ascending midbrain dan thalamus yang menyebabkan hilangnya

atau gangguan kesadaran yang muncul dengan segera. Paresis nervus

okulomotorius unilateral atau bilateral menjadi ciri yang khas. Hemiplegia

atau quadriplegia dengan postur deserebrasi atau dekortikasi terjadi karena

keterlibatan pedunkulus serebri dalam midbrain. [6,8]

f. Arteri sirkumferensial rami longus

Sindrom klinis arteri sirkumferensial rami longus merupakan suatu oklusi

pada salah satu percabangan sirkumferensial yang menghasilkan infark

pada daerah dorsolateral medulla atau pons.

24

Page 25: Cerebral Infarction

Oklusi arteri serebelli inferior posterior yang mengakibatkan lateral

medullary syndrome. Sindrom ini memiliki gambaran ataksia

serebelum ipsilateral, Horner’ syndrome dan defisit sensorik fasialis;

gangguan sensoris nyeri dan temperatur kontralateral; nistagmus,

vertigo, muntah, disfagia, disartria dan cegukan.

Oklusi arteri serebelli inferior anterior mengakibatkan infark pada

bagian lateral kaudal pons dan menyebabkan disfagia, Horner’

syndrome, disartria, gaze palsy, tinnitus, tuli dan cegukan.

Sindroma infark pons bagian rostral sisi lateral mengakibatkan

gangguan sensorik kontralateral (sensasi sentuhan, getaran, posisi,

nyeri dan temperatur).

g. Arteri vertebrobasilar rami brevis

Menyebabkan hemiparesis kontralateral yang disebabkan karena

keterlibatan traktus kortikospinal dalam pedunkulus serebri atau basis

pontis. Nervus kranialis juga mungkin terpengaruh (N. III,IV,VII)

sehingga menyebabkan paresis nervus kranialis ipsilateral. [6,8]

h. Infark lakunar

Arteri kecil yang terletak di kedalaman otak mungkin mengalami

oklusi karena perubahan di dalam dinding pembuluh darah yang dipicu

oleh hipertensi kronis. Infark lakunar paling sering terjadi di deep nuclei

otak (putamen, thalamus, pons, nukleus kaudatus dan bagian posterior dari

kapsula interna. Ada 4 sindroma lakunar klasik, antara lain stroke dengan

hemiparesis motorik murni, stroke dengan gangguan sensoris murni,

ataksia hemiparesis dan dysarthria-clumsy hand syndrome. [6,8]

25

Page 26: Cerebral Infarction

Diagnosis

Anamnesis

Faktor Predisposisi

Pada pasien dengan kelainan cerebrovascular, penting untuk mengetahui

faktor risiko yang memungkinan seperti TIA, hipertensi, dan diabetes. Untuk

perempuan, penggunaan kontrasepsi oral diduga berhubungan dengan penyakit

oklusi arteri dan vena cerebral, terutama pada keadaan dimana disertai dengan

hipertensi dan kebiasaan merokok. Keberadaan kondisi medis seperti penyakit

jantung iskemik, penyakit katup jantung, atau aritmia jantung ada baiknya

ditelusuri. Berbagai kelainan sistemik yang meliputi kelainan darah dan pembuluh

darah juga dapat meningkatkan risiko stroke. Obat antihipertensi dapat

menyebabkan gejala cerebrovascular jika tekanan darah diturunkan secara drastis

pada pasien dengan okluasi cerebrovascular yang mendekati total disertai sirkulasi

kolateral yang tidak memadahi. [8]

Kejadian dan perlangsungan

Anamnesis harus ditujukan untuk mengetahui apakah gambaran klinis tersebut

merupakan TIA, stroke in evolution, atau complete stroke. Pada beberapa kasus,

dapat juga dievaluasi apakah stroke tersebut merupakan stroke thrombotik

ataupun embolik. [8]

a. Ciri-ciri yang mengarah pada stroke thrombotik

Pasien dengan oklusi vaskuler thrombosis biasanya memberikan gejala

penambahan secara bertahap defisit neurologis. Kejadian oklusi biasanya

didahului oleh beberapa kali TIA. [8]

26

Page 27: Cerebral Infarction

b. Ciri-ciri yang mengarah pada stroke emboli

Emboli cerebri umumnya menyebabkan defisit neurologis yang terjadi

tiba-tiba dan maksimal pada saat kejadian. Pada banyak pasien, emboli

yang berasal dari jantung biasanya dicurigai dengan adanya tanda inferk

cerebri multifokal, penyakit katup jantung, cardiomegali, aritmia, atau

endocarditis. [8]

Gejala yang berhubungan

a. Kejang

Jarang menyertai kejadian stroke, tetapi pada keadaan lain, kejang dapat

menyertai stroke berminggu-minggu sampai bertahun-tahun. Kehadiran

kejang tidak dapat membedakan secara pasti stroke embolik dari thmbotik,

tetapi kejang yang terjadi bersamaan dengan kejadian stroke lebih umum

ditemui pada kasus stroke embolik. [8]

b. Sakit kepala

Terjadi pada sekitar 25% pasien dengan stroke iskemik, biasanya

disebabkan oleh dilatasi akut dari pembuluh darah kolateral [8]

Pemeriksaan Fisis

Pemeriksaan Fisis Umum

Pemeriksaan fisis umum pada pasien dengan kelainan cerebrovascular sebaiknya

berfokus kepada pencarian penyebab sistemik, terutama yang dapat ditangani. [8]

a. Tekanan darah harus diukur untuk mengetahui apakah terdapat hipertensi

yang merupakan faktor risiko stroke. [8]

27

Page 28: Cerebral Infarction

b. Perbandingan tekanan darah dan denyut nadi di kedua sisi dapat

memberikan gambaran perbedaan yang berhubungan dengan penyakit

artherosclerosis dari arkus aorta atau coarctation aorta. [8]

c. Pemeriksaan ophtalmoskopik retina dapat memberikan bukti embolisasi

dari sirkulasi anterior dalam bentuk material emboli yang terlihat pada

pembuluh darah retina. [8]

d. Pemeriksaan leher dapat mengungkapkan denyut nadi karotis yang hilang

atau adanya carotids bruits. Namun menurunnya pulsasi arteri carotis pada

leher bukan merupakan indikator yang baik atas kelainan arteri carotis

interna. Walaupun carotid bruits telah dihubungkan dengan penyakit

cerebrovascular, penyempitan carotid dapat terjadi tanpa terdengarnya

bruit; sebaliknya bruit yang terdengar jelas dapat terjadi tanpa stenosis. [8]

e. Pemeriksaan jantung yang cermat sangat penting untuk mendeteksi adanya

aritmia atau murmur yang berhubungan dengan penyakit katup, dimana

keduanya dapat menyebabkan embolisasi dari jantung ke otak. [8]

f. Palpasi dari arteri temporal sangat berguna dalam diagnosis giant cell

arteritis, dimana ciri lainnya adalah pembuluh darah yang nyeri, nodular,

dan tidak berdenyut. [8]

Pemeriksaan Neurologis

Ketika ditemukan defisit neurologis, tujuan dari pemeriksana neurologis adalah

untuk menentukan lokasi anatomis dari lesi, yang dapat memberikan gambaran

penyebab atau penatalaksanaan stroke secara optimal. Walaupun demikian, bukti

jelas akan keterlibatan sirkulasi anterior tetap membutuhkan evaluasi angiografi

dengan kemungkinan pembedahan untuk memperbaiki lesi pada carotis interna.

28

Page 29: Cerebral Infarction

Penetapan bahwa gejala yang terjadi disebabkan oleh kelainan pada sirkulasi

vertebrobasilar atau lacunar infarction turut menentukan penatalaksanaan yang

berbeda. [8]

a. Defisit kognitif yang mengindikasikan lesi kortikal pada sirkulasi anterior

harus dicari. Sebagai contoh, jika terdapat aphasia, kelainan yang

mendasari tidak mungkin pada sirkulasi posterior dan jarang mewakili

lacunar infarction. [8]

b. Adanya abnormalitas lapangan pandang secara langsung menyingkirkan

diagnosis lacunar infarction. Hemianopia dapat terjadi, namun, dengan

keterlibatan baik arteri cerebri anterior maupun posterior. Isolated

hemianopsia memberikan kesan infark arteri cerebri posterior. [8]

c. Ocular palsy, nystagmus, atau internuclear ophtalmoplegia memberikan

kesan bahwa lesi terdapat di batang otak dengan demikian kelainannya

kemungkinan besar terdapat pada sirkulasi posterior. [8]

d. Hemiparesis dapat disebabkan oleh lesi pada daerah korteks cerebri yang

diperdarahi oleh sirkulasi anterior, lesi pada jalur motoris descending yang

diperdarahi oleh sistem vertebrobasiler atau lacunae pada subcorteks

(corona radiata, kapsula interna), atau daerah batang otak. [8]

e. Defisit sensoris korteks seperti astereogenesis dan agraphesthesia dengan

modalitas sensorik primer yang tetap baik mengimpilkasikan defisit

korteks cerebri dalam daerah arteri cerebri media. Defisit hemisensoris

terisolasi tanpa adanya keterlibatan motoris biasanya berasal dari lacunar.

Defisit sensoris menyilang merupakan hasil dari lesi batang otak pada

29

Page 30: Cerebral Infarction

medulla, seperti yang terlihat pada lateral medullary syndrome

(wallenberg syndrome) [8]

f. Hemiataxia biasanya mengarah kepada lesi pada batang otak atau

cerebellum ipsilateral, tetapi dapat juga merupakan hasil dari lacunae

kapsula interna. [8]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan ini harus dilakukan secara rutin untuk mendeteksi penyebab stroke

yang dapat diobati serta untuk menyingkirkan kondisi lain yang menyerupi stroke.

[7]

a. Hitung darah lengkap untuk menyelidiki kemungkinan penyebab stroke

seperti thrombocytosis, thrombocytopenia, polycytopenia, anemia

(termasuk sickle cell anemia), dan leukocytosis (misalnya leukemia). [7]

b. Laju endap darah untuk mendeteksi adanya peningkatan yang

mengindikasikan giant cell arteritis atau vasculitis lain. [7]

c. Glukosa serum untuk mendokumentasikan adanya hypoglycemia atau

hyperosmolar non ketotic hyperglycemia, yang dapat memberikan tanda

neurologis fokal dan mirip dengan stroke. [7]

d. Kolesterol dan lipid serum utnuk medeteksi adanya peningkatan yang

dapat mewakili faktor risiko stroke. [7]

Rekomendasi Pemeriksaan Diagnostik Pencitraan

1. Pada pasien dengan kecurigaan stroke, segera lakukan CT scan otak atau

pilihan altematif dengan MRI otak. Jika ada fasilitas MRI >1.5 T gunakan

30

Page 31: Cerebral Infarction

sekuens diffusion weighted imaging (DWI) and T2-weighted gradient. Pasien

dengan TIA dan stroke minor direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan

diagnostik, termasuk pencitraan vaskular (ultrasonografi, CT angiografi, atau MR

angiografi).[9]

2. Pasien yang dirawat dalam waktu <3 jam setelah awitan stroke mungkin dapat

menjadi kandidat untuk trombolisis intravena. CT scan biasanya cukup digunakan

sebagai panduan untuk trombolisis rutin. CT scan kranial tersedia secara Was dan

dapat dipercaya untuk mengidentifikasi gejala-gejaia yang menyerupai stroke, dan

membedakan stroke iskemik -akut dan stroke hemoragik pada saat awitan. [9]

3. Studi diagnostik yang dianjurkan segera dilakukan pada setiap penderita stroke

akut di ruang gawat darurat meliputi pemeriksaan CT scan (atau MR1) tanpa

kontras, kadar gula darah, elektrolit serum, tes fungsi ginjal, elektrokardiografi

(EKG), petanda iskemia jantung, hitung darah iengkap (termasuk trombosit), PT/

INR, aPTT, saturasi oksigen. Pada penderita tertentu, diperlukan pemeriksaan tes

fungsi hati, toksikologi, kadar alkohol dalam darah, tes kehamilan, analisis gas

darah, foto rontgen dada, walaupun sebagian besar pasien stroke tidak

memerlukan foto rontgen toraks pada evaluasi, pungsi lumbal (bila ada dugaan

perdarahan subaraknoid dan CT scan tidak menunjukkan adanya perdarahan),

walaupun sebagian besar pasien stroke tak memerlukan Iumbal pungsi, elektro-

ensefalografi (EEG) bila ditemukan kejang, pemeriksaan kemampuan menelan. [9]

4. Pencitraan otak pada stroke iskemik dianjurkan sebelum melakukan terapi

spesifik. Interpretasi gambaran pencitraan dilakukan oleh dokter pakar di bidang

pembacaan CT/ MRI. CT dan MRI multimodal sangat membantu dalam diagnosis

31

Page 32: Cerebral Infarction

stroke iskemik, tetapi pencitraan multimodal tidak boleh mengakibatkan

penundaan terapi emergensi. [9]

5. Pencitraan vaskular diperiukan untuk persiapan pemberian obat infra-arterial,

tindakan bedah atau intervensi endovascular, tetapi pencitraan ini tidak boleh

mengakibatkan ditundanya terapi pada pasien stroke iskemik akut yang datang

dalam waktu 3 jam setelah awitan. [9]

6. Pemeriksaan CT scan merupakan strategi utama yang efektif pada pencitraan

pasien stroke akut tetapi tidak sensitif untuk perdarahan lama. Secara umum, CT

kurang sensitif dibanding MRI, tetapi keduanya sama-sama spesifik untuk

mendeteksi adanya perdarahan atau tidak. [9]

7. Beberapa dokter kadangkala lebih cenderung menggunakan MRI sebagai

investigasi rutin utama untuk stroke akut. MRI dengan DWI mempunyai

keuntungan yaitu sensitifitas yang lebih tinggi untuk perubahan iskemik dini

daripada CT. Keterbatasan difusi pada DWI, mengukur apparent diffusion

coefficient (ADC), tidak 100% spesifik untuk kerusakan otak iskemik. MRI

sangat penting pada stroke akut dengan manifestasi yang tidak lazim, variasi

stroke dan etiologi yang tidak umum, atau pada pasien yang menyerupai stroke

yang sulit diklarifikasi dengan CT. Jika dicurigai diseksi arterial, MRI leher

dengan sekuens supresi lemak 7-1-weighted diwajibkan untuk mendeteksi

hematoma intramural. [9]

8. Rekomendasi persyaratan untuk Pencitraan CT kepala pada stroke akut

a. CT (computed tomography).kepala tanpa kontas

b. Peralatan generasi ketiga atau keempat

c. Ketebalan potongan 540 mm, dengan irisan yang terputus-putus

32

Page 33: Cerebral Infarction

d. Potongan harus dibuat pada bidang oblik untuk mencegah radiasi ke

mata

9. Kriteria diagnostik pada pencitraan CT kepala pada stroke akut

a. infark: area hipodens fokal, pada kortkal, subkortikaii atau sustantia alba

atau grisea yang dalam, diikuti aoble: teritoral vaskular, atau distribusi

watershed, adanya kontras antara substansia alba dan grisea yang k dan

hilangnya sulkus atau pita insular. [9]

b. Perdarahan: adanya gambaran hiperdens pada sustansia alba atau grisea,

dengan atau tanpa terkenanya permukaan kortikal (40-90 Hounsfield

Units.). Petekial adalah titik hiperdens yang terletak secara acak, dan

berbentuk irregular. Hematoma adalah gambaran hiperdens yang solid dan

homogen. [9]

c. Gambaran hiperdens dari arteri intrakranial yang besar: memberi kesan

adanya material embolik vaskular.

d. Kalsifikasi: gambaran hiperdens dalam atau menempel pada dinding

pembuluh darah (>120 HU).

e. Insidentil: silent infarct, subdural, tumor, aneurisme besar, malformasi

arteriovena.

10. Rekomendasi protokol untuk MRI otak pada stroke akut

a. Densitas proton dan akuisisi Tl-weighted and T2- weighted. Densitas

proton dan gambaran T2 didapatkan dengan serial putaran echo cepat. Jika

gadopentetate dimegiumine diberikan, maka MRA harus dilakukan dengan

kontras.

33

Page 34: Cerebral Infarction

b. Potongan ketebalan adalah 5 mm

11. Kriteria diagnostik infark pada MRI otak pada stroke akut

a. Akut: adanya sinyal yang rendah (hipointens) pada Ti, kadangkala sulit

dilihat pada fase ini, dan adanya sinyal tinggi (hiperintens) pada densitas

putaran clan/ atau T2 weighted dan densitas proton-weighted images

dimulai saat 8 jam setelah awitan, dan harus mengikuti distribusi vaskular.

Efek massa maksimal pada saat 24 jam, kadang dimulai 2 jam setelah

awitan. Tidak ada perubahan sinyal pada parenkimal. Adanya penyangatan

saat diberikan kontras pada daerah hiperakut infark saat 48 jam. [9]

b. subakut (1minggu atau lebih): adanya sinyal rendah pada T1, sinyal

tinggi pada T2 weighted yang mengikuti distribusi vaskular.

Revaskularisasi dan rusaknya sawar darah otak menyebabkan adanya

penyangatan pada parenkim otak dengan agen kontras. [9]

c. Infark lama (beberapa minggu sampai tahun); adanya sinyal rendah

pada T1, sinyal tinggi pada T2. Efek massa hilang sampai 1 bulan.

Hilangnya jaringan pada infark besar. Penyangatan parenkim hilang

setelah beberapa bulan. [9]

12. pencitraan vaskular

Pencitraan vaskular harus dilakukan secara cepat untuk

mengidentifikasikan pasien dengan stenosis arterial simptomatik yang

mungkin bisa mendapatkan keuntungan dari endarterektomi atau

angiopasti. Pemeriksaan non invasif dengan pencitraan colour coded

duplex dari arteri ekstrakranial dan intrakranial, CT angiografi (CTA),

34

Page 35: Cerebral Infarction

atau MR angiografi kontras (CE-MRA) sudah tersedia secara luas.

Pendekatan ini mempunyai resiko yang lebih rendah, sedangkan

angiografi intraarterial mempunyai 1-3% menyebabkan stroke pada pasien

dengan lesi karotis simpatomatis. Digital substraction angiography (DSA)

mungkin diperlukan jika tes lannya diatas tidak dapat memberikan

petunjuk. [9]

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Farmakologis

Terapi thrombolitik IV

Tissue plasminogen activator (t-PA) mempu mengkatalis perubahan

plasminogen menjadi plasmin, sehingga memiliki kemampuan untuk melisiskan

sumbatan yang mengandung fibrin seperti yang ditemukan pada lesi

cerebrovascular thrombotik. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa

pemberian recombinant t-PA (rt-PA) IV (intra vena) dalam waktu 3 jam setelah

munculnya gejala dapat menurunkan tingkat kecacatan dan kematian akibat stroke

iskemik. Dosis pemberian adalah 0,9 mg/kg berat badan, dengan dosis maksimal

90 mg. 10% dosis diberikan secara bolus IV dan sisanya melalui drips selama 60

menit. Efektivitas dari pemberian rt-PA setelah 3 jam terhadap stroke dari onset

stroke jika dibandingkan dengan pemberian obat thrombolitik lain seperti

urokinase, atau pemberian secara intraarterial dari obat ini belum diketahui. [9]

Komplikasi terbanyak dari pemberian rt-PA adalah perdarahan, yang dapat

mempengaruhi otak atau jaringan lain. Kurangnya bukti keuntungan pemberian rt-

PA yang diberikan setelah 3 jam dari munculnya gejala, risiko terjadinya

35

Page 36: Cerebral Infarction

perdarahan, dan pentingnya diagnosis yang benar ketika pengobatan yang

diberikan cukup berbahaya, menyebabkan rt-PA tidak dapat diberikan pada

beberapa keadaan, misalnya adanya gambaran CT scan stroke iskemik luas atau

perdarahan. Rt-PA juga tidak boleh diberikan kepada pasien dengan fungsi

koagulasi yang terganggu, baik akibat pemberian warfarin, heparin atau oleh

karena thrombocytopenia (thrombosit < 100.000/mm3), juga jika ditemukan

tanda-tanda yang mengindikasikan peningkatan risiko perdarahan, misalnya

kejang pada saat onset gejala akibat perdarahan intracranial, kelainan intracranial

lain (termasuk stroke dan trauma) dalam 3 bulan terakhir, operasi besar dalam 14

hari terakhir, perdarahan traktur digestivus atau traktur urinarius dalam 21 hari

terakhir, atau hipertensi berat (sistol >185 mmHg atau diastol >110 mmHg).

Untuk menghindari mengobati TIA yang telah memasuki masa pemulihan, pada

kondisi lain yang tidak memberikan respon terhadap rt-PA, atau pada kondisi

dimana risiko yang mungkin terjadi lebih besar daripada keuntungan yang akan

diperoleh, pasien dengan perbaikan defisit neurologis yang cepat atau spontan,

pasien dengan defisit ringan atau terisolasi, pasien dengan glukosa darah yang

konsisten hipo- atau hiperglikema (<50 mg/dl atau >400 mg/dl), harus dieksklusi.

[9]

Pasien yang mendapatkan pemberian rt-PA untuk stroke harus dirawat

pada fasilitas yang dapat mendiagnosis stroke dengan ketepatan tinggi dan mampu

menangani komplikasi perdarahan. Selama 24 jam pertama setelah pemberian rt-

PA, tidak boleh diberikan antikoagulan dan antiplatelet, tekanan darah harus

dimonitor secara cermat, serta harus dihindari punksi arteri, pemasangan infus

vena sentral, kateter, maupun nasogastric tube. [9]

36

Page 37: Cerebral Infarction

Terapi thrombolytic intraarterial

Pemberian urokinase, prourokinase, atau rt-PA secara intraarterial tengah

diteliti sebagai pengobatan akut stroke. Hasil awal menunjukkan pemberian

urokinase, dan mungkin obat thrombolytic lain, yang diberikan bersamaan dengan

heparin IV dosis rendah, dapat memberikan keuntungan untuk pasien dengan

stroke yang bersesuaian dengan distribusi arteri cerebri medius yang dapat

ditangani dalam waktu 3-6 jam setelah onset gejala. [9]

Obat Antiplatelet

Beberapa penelitian menunjukkan penurunan insidens stroke ketika

diberikan aspirin setelah stroke. [9]

Aspirin, ketika diberikan pada pasien dengan TIA (minor stroke) terbukti

menurunkan insidens TIA berikutnya, stroke, atau kematian. Pemberian aspirin

juga berguna untuk mencegah iskemia cerebri berulang akibat cardiac emboli.

Dosis aspirin antara 80 sampai 1300 mg secara oral setiap hari terbukti efektif. [7]

Ticlopidine (250 mg oral, dua kali sehari), merupakan antiplatelet lain yang lebih

efektif mencegah stroke dan menurunkan angka kematian pada pasien TIA atau

stroke ringan. Tetapi ticlopidine lebih mahal daripada aspirin dan memiliki efek

samping seperti diare, skin rash, dan kadang-kadang neutropenia berat walaupun

reversible. [9]

Clopidogrel (75 mg oral per hari), menghambat agregasi platelet dengan

berikatan ke reseptor adenosine diphosphate (ADP) pada permukaan platelet,

terbukti menurunkan insidens stroke iskemik. Diare dan skin rash lebih sering

dijumpai pada penggunaan obat ini, tetapi neutropenia dan thrombocytopenia

terjadi dalam tingkat yang sama. Pada beberapa pasien pengobatan dengan obat

37

Page 38: Cerebral Infarction

ini menimbulkan komplikasi berupa thrombotic thrombocytopenic purpura

(TTP). [9]

Antikoagulan

Antikoagulan belum terbukti berguna pada kebanyakan kasus stroke.

Pengecualin dimana terdapat sumber cardiac emboli yang menetap. Antikoagulan

diindikasikan untuk mencegah terjadinya stroke embolik, walaupun tidak

memberikan pengaruh kepada perjalanan penyakit stroke yang telah terjadi. [9]

Heparin merupakan drug of choice sebagai antikoagulan akut. Heparin

biasanya digunakan dengan infus IV 1000-2000 unit/jam. aPTT (activated partial

thromboplastin time) harus diukur minimal satu kali sehari dan dosis herparin

disesuaikan untuk menjaga aPTT pada kisaran 1,5-2,5 kali dari nilai sebelum

pengobatan dilaksanakan. [9]

Warfarin (Dosis maintenance 5-15 mg/hari oral), dapat dimulai bersamaan

dengan terapi heparin. Sekitar 2 hari setelah PT (prothrombin time) mencapai 1

sampai 1,5 kali dari nilai sebelum terapi (biasanya sekitar 5 hari) pemberian

heparin dapat dihentikan. PT atau INR (international normalized ratio) harus

diukur sekurang-kurangnya setiap 2 minggu sekali dan dosis warfarin disesuaikan

untuk menjaga PT = 1,5 kali kontrol atau INR 3,0-4,0. [9]

Operasi

Indikasi penatalaksanaan operasi pada stroke komplit sengat terbatas pada

keadaan dimana terjadi stroke yang diikuti peningkatan tekanan intracranial dan

dibutuhkan dekompresi segera. [9]

38

Page 39: Cerebral Infarction

Obat antihipertensi

Walaupun hipertensi berkontribusi atas patogenesis stroke dan banyak

pasien dengan stroke memiliki tekanan darah yang meningkat, usaha untuk

menurunkan tekanan darah pada pasien stroke dapat memberikan hasil yang lebih

buruk, karena suplai darah ke daerah iskemik yang belum infark dapat terganggu.

Sehingga penggunaan obat hipertensi tidak diperbolehkan. Secara normal tekanan

darah akan menurun secara spontan setelah beberapa jam sampai beberapa hari. [9]

Obat antiedema

Obat antiedema seperti manitol dan corticosteroid belum terbukti

memberikan keuntungan untuk cytotoxic edema (pembengkakan seluler) yang

berhubungan dengan infark cerebri. [9]

Obat neuroprotektif

Bermacam-macam obat dengan mekanisme farmakologis yang bervariasi

telah diajukan sebagai obat neuroprotektif yang mampu menurunkan derajat

kerusakan iskemik cerebri dengan menurunkan metabolisme otak atau

mengintervensi mekanisme sitotoksik yang dipicu oleh iskemia. Obat-obat

tersebut meliputi barbiturat, opioid antagonis (nalaxone) voltage-gated calcium

channel antagonist (nimodipine) excitatory amino acid receptor antagonist,

throphic factors, gangliosides, dan lipid peroxidation inhibitor (trilazad),

walaupun begitu, percobaan klinis terhadap obat-obat ini belum menunjukkan

hasil yang memuaskan. [9]

Riwayat TIA atau Stroke

39

Page 40: Cerebral Infarction

a. Penderita dengan stroke iskemik akut aterotrombotik/TIA atau dengan riwayat

stroke iskemik aterotrombotik/TIA sebelumnya pemberian antiplatelet lebih

dianjurkan dibandingkan antikoagulan untuk mengurangi risiko berulangnya

stroke dan kejadian kardiovaskular lain.[10]

b. Pasien stroke dalam terapI antiplatelet sebaiknya dievaluasi kembali untuk

patofisiologi dan faktor risiko.[10]

c. Pasien dengan stroke iskemik atau TIA yang tidak mendapat terapi

antikoagulan harus diberikan antiplatelet seperti aspirin (80-325mg) atau

clopidogrel 75 mg, atau terapi kombinasi aspirin dosis rendah 25 mg dengan

extended release dypiridamole 200 mg.[10]

d. Triofusal memberikan manfaat yang sama dengan aspirin alam pencegahan

stroke berulang, tetapi triofusal mempunyai efek samping lebih sedikit.[10]

e. Pasien yang tidak memerlukan antikoagulan harus diberikan antiplatelet, bila

mungkin kombinasi aspirin dan dipiridamol, atau clopidogrel saja. Sebagai

alternatif bisa diberikan aspirin saja atau ttriofusal saja.[10]

f. Dibandingkan dengan terapi aspirin saja, kombinasi aspirin 25 mg dengan

extended release dypiridamole 200 mg ditegaskan lebih baik dibandingkan aspirin

saja.[10]

g. Penggunaan klopidogrel lebih baik dibandingkan dengan aspirin saja.[10]

h. Kombinasi aspirin dan klopidogrel tidak direkomendasikan pada pasien dengan

stroke iskemik akut, kecuali pada pasien dengan indikasi spesifik (misalnya:

40

Page 41: Cerebral Infarction

angina tidak stabil atau non Q wave MI, atau recent stenting), pengobatan

diberikan sampai 9 bulan setelah kejadian.[10]

i. Penambahan aspirin pada terapi klopidogrel yang diberikan pada populasi risiko

tinggi akan meningkatkan risiko perdarahan bila dibandingkan pemakaian terapi

klopidogrel saja, sehingga pemakaian rutin seperti ini tidak direkomendasikan

untuk stroke iskemik atau TIA.[10]

j. Pemberian aspirin dibandingkan klopidogrel menunjukkan hasil sedikit lebih

baik untuk pencegahan sekunder stroke, tetapi tidak bermakna secara statistik.

Sementara itu, pada kasus stroke iskemik, infark jantung dan kematian akibat

vaskuler, klopidogrel 75 mg lebih baik dibandingkan dengan aspirin 325mg.[10]

k. Pada penderita tidak toleran dengan aspirin, klopidogrel 75 mg atau extended

release dypiridamole 2 x 200 mg dapat digunakan.[10]

l. Cilostazol (100 mg) 2 kali sehari menunjukkan efek yang signifikan terhadap

kejadian stroke berulang dibandingkan plasebo (41,7% p= 0,0150; event rate/year

cilostazol 3,37% vs plasebo 5,78%) dan efektif untuk mencegah lakunar infark

pada differential analysis.[10]

m. Rasio terjadinya stroke serta rasio terjadinya perdarahan pada cilostazol secara

signifikan lebih rendah bila dibandingkan aspirin. Penurunan relatif risiko

terjadinya stroke, cilostazol vs aspirin adalah 25,7% p= 0,0357 (yearly late of

cerebral infarction cilostazol 2,76% vs aspirin 3,37%). Penurunan risiko relative

terjadinya perdarahan pada cilostazol terhadap aspirin sebesar 54,2% (p= 0,0004).

Insiden perdarahan pertahun untuk cilostazol 0,77%, sedangkan aspirin 1,78% .[10]

41

Page 42: Cerebral Infarction

n. Pada stroke iskemik aterotrombotik dan arterial stenosis simtomatik dianjurkan

memakai cilostazol 100mg 2 kali sehari.[10]

Prognosis

Hasil akhir stroke tergantung dari beberapa faktor, yang paling penting adalah

sifat dan derajat keparahan yang menyebabkan defisit neurologis. Umur pasien,

penyebab stroke, dan kelainan medis yang menyertai juga turut mempengaruhi

prognosis. Secara keseluruhan, kurang dari 80% pasien dengan stroke yang

mampu bertahan setidaknya 1 bulan, dan 10-years survival rate berkisar pada

35%. Dari pasien yang mampu bertahan pada periode akut setengah sampai dua

pertiga mampu mendapatkan kembali fungsi independen, sedangkan sekitar 15%

membutuhkan perawatan institusional. [7]

42

Page 43: Cerebral Infarction

BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. MM

Umur : 44 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Wiraswasta

Status : Menikah

No.CM : 131185

Alamat : grong-grong

Tanggal Masuk : 28 Desember 2015

ANAMNESA

Keluhan Utama : Kelemahan anggota gerak atas dan bawah sebelah

kiri

Keluhan Tambahan : kaku anggota gerak kiri, Kejang

Riwayat Penyakit Sekarang : pasien datang dengan keluhan kelemahan anggota

gerak sebelah kiri yang di alami nya kurang lebih 1 jam sebelum masuk rumah

sakit, keluhan ini timbul tiba-tiba saat pasien sedang istirahat. Keluhan ini disertai

dengan anggota gerak kiri yang kaku, rasa tertarik pada lipatan lengan dan lutut

dan juga disertai kejang. Pada saat kejang tangan dan kaki pasien kaku, mata

43

Page 44: Cerebral Infarction

melihat ke atas, lidah tergigit dan juga disertai penurunan kesadaran, setelah

kejang kesadaran pasien kembali normal.

Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi (+), kurang lebih 2 tahun yang lalu,

terkontrol

Stroke 8 bulan yang lalu

Riwayat Penyakit Keluarga : Keluarga tidak ada mengalami keluhan seperti

pasien

Riwayat Pemakaian Obat : obat antihipertensi dari puskesmas

(pasien/keluarga tidak tahu nama obat)

PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Present

Keadaan Umum

Vital Sign

Kesadaran :Compos Mentis

Tekanan Darah : 120/70 mmHg

Nadi : 76 x/menit

Pernapasan : 22 x/menit

Suhu : 36,5 0C

2. Status Internus

a. Kepala

- Rambut : tidak mudah dicabut, distribusi merata

- Wajah : Simetris

- Mata : Pupil isokor (+/+), reflek cahaya (+/+)

44

Page 45: Cerebral Infarction

- Hidung : pernafasan cupping hidung (-)

- Bibir : Simetris (+), sianosis (-)

- Lidah : simetris, Papil (+)Normal

b. Leher

- Kelenjar tiroid : Tidak membesar

- Kelenjar Limfe : Tidak membesar

- Posisi Trakhea : Medial, tidak mengalami deviasi ke kiri

ataupun kekanan

c. Thoraks

- Jantung

Inspeksi : Pulsasi Ictus Cordis tidak terlihat

Palpasi :Pulsasi Ictus Cordis teraba di ICS V linea

Midclavicula Sinistra

Perkusi :

Batas Jantung Atas : sela iga II linea Midclavicula

Sinistra

Batas Jantung kiri :sela iga V linea Midaxillaris anterior

sinistra

Batas Jantung Kanan : sela iga IV linea Parasternalis

dextra

Auskultasi:

Bunyi jantung 1>2 : Trikuspidalis dan Septal

Bunyi jantung 1<2 : Aorta dan Pulmonal

45

Page 46: Cerebral Infarction

Bising Jantung : (-)

d. Paru

Inspeksi : Simetris (+/+), Retraksi intrercosta (-/-)

Palpasi : Stem Fremitus sama kiri dan kanan simetris

Perkusi :

Suara paru : Sonor

Batas Paru Relatif : sela iga V Linea Midclavicula

dextra

Batas Paru Absolut : sela iga VI Linea Midclavicula

dextra

Auskultasi :

Suara Pernafasan : Vesikuler (+/+)

Suara Tambahan : Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)

e. Abdomen

Inspeksi : Simetris (+), Distensi (-)

Auskultasi : Peristaltik Usus (+) normal

Palpasi : Soepel (+), Nyeri tekan (-)

Perkusi : Timpani (+)

f. Ekstremitas

Edema : (-/-)

Sianosis : (-/-)

g. Genetalia : dalam batas normal

h. Anus : dalam batas normal

46

Page 47: Cerebral Infarction

i. Tulang Belakang : nyeri (-)

STATUS NEUROLOGI

1. Kesadaran : compos mentis

2. GCS : E4, V5, M6

3. Tanda Rangsangan Meningeal

a. Kaku kuduk : (-)

b. Kernig sign : (-)

c. Laseque sign : (-)

d. Brudzinski I : (-)

e. Brudzinski II : (-)

4. Peningkatan tekanan intracranial :

a. Muntah : (-)

b. Sakit kepala : (-)

c. Kejang : (-)

5. Nervus Kranial

i. Nervus Olfaktorius (N.I) kanan kiri

Anosmia : - -

Hiposmia : - -

Kakosmia : - -

ii. Nervus Optikus (N.II) kanan kiri

Ketajaman penglihatan: 6/60 6/60

Lapang pandang : + (n) + (n)

Tes warna : + (n) + (n)

47

Page 48: Cerebral Infarction

iii. Nervus Optikus, N. Oculomotorius kanan kiri

Diameter pupil : 2mm 2mm

Tes konvergent : + (n) + (n)

Refleks cahaya langsung : + (n) + (n)

Refleks cahaya tidak langsung : + (n) + (n)

iv. Nervus Oculomotorius, Nervus Abdusen kanan kiri

Gerakan mata kedalam : + (n) + (n)

Gerakan mata keatas : + (n) + (n)

Gerakan mata kebawah : + (n) + (n)

Gerakan mata ke lateral : + (n) + (n)

v. Nervus Trigeminus kanan kiri

Rasa raba : + (n) + (n)

Rasa suhu : + (n) + (n)

Refleks kornea : + (n) + (n)

Test menggigit : + (n) + (n)

Refleks Jaw refleks : + (n) + (n)

vi. Nervus Facialis kanan kiri

Pengecapan 2/3 depan lidah : + (n) + (n)

Mengerut kening : + (n) + (n)

Menutup mata : + (n) + (n)

Menunjukkan gigi : + (n) + (n)

Mengembungkan pipi : + (n) + (n)

vii. Nervus Vestibulokoklearis kanan kiri

48

Page 49: Cerebral Infarction

Menggesek jari : + (n) + (n)

Tes rinne : + (n) + (n)

Tes webber : + (n) + (n)

Tes scwabah : + (n) + (n)

viii. Nervus Glossopharyngeus, Nervus Vagus

Kualitas suara : baik

Refleks muntah : + (normal)

Refleks menelan : + (normal)

ix. Nervus Accesorius kanan kiri

Menggangkat bahu : + (n) + (n)

Memutar kepala : + (n) + (n)

x. Nervus hipoglossus

Atrofi : - -

Fasikulasi : - -

Menjulurkan lidah : simetris

6. Motorik kanan kiri

Pergerakan : 5555 4433

Kekuatan otot : 5555 4433

Tonus : + (n) + (n)

Trofi : normotrofi normotrofi

7. Refleks fisiologis kanan kiri

a. Refleks biceps : +(n) ++

b. Refleks triceps : +(n) ++

49

Page 50: Cerebral Infarction

c. Refleks brachioradialis: +(n) ++

d. Refleks patella : +(n) ++

e. Refleks achiles : +(n) ++

8. Refleks pathologis kanan kiri

a. Refleks hoffman : - -

b. Refleks tromner : - -

c. Refleks babinski : - +

d. Refleks oppen heim : - -

e. Refleks gordon : - -

f. Refleks schaefer : - -

g. Refleks chaddock : - -

h. Refleks gonda : - -

9. Klonus kanan kiri

Klonus paha : - -

Klonus kaki : - -

10. Sensibilitas

Raba : + (n)

Suhu : + (n)

Nyeri : + (n)

11. Vegetatif

Miksi : dalam batas normal

Defekasi : dalam batas normal

12. Tes koordinasi

50

Page 51: Cerebral Infarction

Tes Romberg mata terbuka : sdn

Tes Romberg mata tertutup : sdn

Tes tendem : sdn

Tes jari ke hidung : + (n)

Tes jari ke jari pemeriksa : + (n)

Tes hidung ke jari secara bergantian : + (n)

Pronasi supinasi bergantian : + (n)

Tes tumit lutut : + (n)

Tes tumit tulang kering : + (n)

13. Tes rangsangan radikular

Laseque : -

Cross laseque : -

Lhermitte tes : -

Nafzringer tes : -

14. Gejala-gejala Ekstramidal

Tremor : -

Rigiditas : -

Bradikinesia : -

Siriraj Stroke Score:

(2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 60) – (3 x 0) – 12

0 + 0 + 0 + 6 – 3 – 12 = -9

Planning pemeriksaan :

51

Page 52: Cerebral Infarction

Hasil Nilai rujukan

Hemoglobin 14,0 g/dl 12-18

Eritrosit 5,08 10^6/ µ 4-6

Leukosit 12,0 10^3/ µ 4 – 10

Trombosit 467 10^3/ µ 150-400

Gula Darah sewaktu 96 mg/dl <199

DIAGNOSA

1) Diagnosa Fungsional : Hemiplegia spastik sinistra

Hipertensi

konvulsi

2) Diagnosa Topis : subcortex serebri

3) Diagnosa etiologi : Cerebral infark

4) Diagnosa banding : cerebral infark

5) Diagnosa Kerja : Cerebral infark + hemiplegia spastik

sinistra + hipertensi + konvulsi

PENATALAKSANAAN

1) Planning terapi : IVFD Asering 20 gtt/i

Ij. Citicolin 1 g/12jam

Clopidrogel 1 x 1

Amlodipin 1 x 10 mg

Asam folat 1 x 1

52

Page 53: Cerebral Infarction

2) Planning Edukasi : latihan gerak fleksi dan ekstensi

lengan dan kaki

PROGNOSIS

1) Qua ad vitam : bonam

2) Qua ad fungsionam : bonam

3) Qua ad sonoctionam : bonam

FOLLOW UP

Tanggal Perjalanan PenyakitPerintah dan Pengobatan

yang diberikan

29-12-2015

H-1

S/Lemah dan kaku anggota gerak sebelah

kiri, rasa tertarik pada lipatan siku dan

lutut, Kejang (-), pasien tampak sedih

seperti ingin menangis

O/ Status internus: dalam batas normal

Status neurologi:

- Kesadaran: Compos mentis

- GCS: E4V5M6 = 15

- TD: 140/70 mmHg RR: 17x/m

N: 78x/m T: 36,9 0C

- Mata: pupil isokor (+/+), refleks

cahaya langsung (+/+)

- Tanda rangsangan meningeal: Dalam

Batas Normal

- N. cranial : dbn

- Motorik: 5555 4433

5555 4433

- Sensorik : Dalam batas normal

- Refleks fisiologis : +/++

- IVFD Asering 20 gtt/i

- Inj. Citicolin 500 mg/ 8 jam

- Cilostazol 1 x 100 mg

- Amlodipin 1 x 10 mg

- Asam folat 1 x1

- Fluoxetine Hcl 1 x 20 mg

Edukasi : latihan gerak,

fleksi dan ekstensi pada

anggota gerak

53

Page 54: Cerebral Infarction

- Refleks Babinski (+)

Ass/ Cerebral Infark

Hemiplegia spastic sinistra

hipertensi

Tanggal Perjalanan Penyakit Perintah dan Pengobatan

yang diberikan

30-12-2015

H-2

S/Lemah dan kaku anggota gerak sebelah

kiri, rasa tertarik pada lipatan siku dan

lutut, Kejang (-), pasien tampak sedih

seperti ingin menangis

O/ Status internus: dalam batas normal

Status neurologi:

- Kesadaran: Compos mentis

- GCS: E4V5M6 = 15

- TD: 120/70 mmHg RR: 20x/m

N: 74x/m T: 36,7 0C

- Mata: pupil isokor (+/+), refleks

cahaya langsung (+/+)

- Tanda rangsangan meningeal: Dalam

Batas Normal

- N. cranial : dbn

- Motorik: 5555 4433

5555 4433

- Sensorik : Dalam batas normal

- Refleks fisiologis : +/++

- Refleks Babinski (+)

- Lab Paket stroke

- Asam urat : 7,4 mg/dl

- Kolesterol : 256 mg/dl

- IVFD Asering 20 gtt/i

- Inj. Citicolin 500 mg/ 8 jam

- Cilostazol 1 x 100 mg

- Amlodipin 1 x 10 mg

- Asam folat 1 x1

- Fluoxetine Hcl 1 x 20 mg

- Allopurinol 1 x 300 mg

- Simvastatin 1 x 20 mg

Edukasi : latihan gerak,

fleksi dan ekstensi pada

anggota gerak

54

Page 55: Cerebral Infarction

- LDL kolesterol : 264 mg/dl

Ass/ Cerebral Infark

Hemiplegia spastic sinistra

Hipertensi

Hiperkolesterolemia

hiperurisemia

Tanggal Perjalanan Penyakit Perintah dan Pengobatan

yang diberikan

31-12-2015

H-3

S/ Lemah dan kaku anggota gerak

sebelah kiri, rasa tertarik pada lipatan

siku dan lutut, Kejang (-), BAB (-) 3 hari,

pasien tampak sedih seperti ingin

menangis

O/ Status internus: dalam batas normal

Status neurologi:

- Kesadaran: Compos mentis

- GCS: E4V5M6 = 15

- TD: 110/70 mmHg RR: 20x/m

N: 68x/m T: 36,5 0C

- Mata: pupil isokor (+/+), refleks

cahaya langsung (+/+)

- Tanda rangsangan meningeal: Dalam

Batas Normal

- N. cranial : dalam batas normal

- Motorik: 5555 4433

5555 4433

- Sensorik : Dalam batas normal

- Refleks fisiologis : +/++

- IVFD Asering 20 gtt/i

- Inj. Citicolin 500 mg/ 8 jam

- Cilostazol 1 x 100 mg

- Amlodipin 1 x 10 mg

- Asam folat 1 x1

- Fluoxetine Hcl 1 x 20 mg

- Allopurinol 1 x 300 mg

- Simvastatin 1 x 20 mg

Edukasi : latihan gerak, fleksi

dan ekstensi pada anggota

gerak, makan buah dan

sayuran

55

Page 56: Cerebral Infarction

- Refleks Babinski : (+)

Ass/ Cerebral Infark

Hemiplegia spastic sinistra

Hipertensi

Hiperkolesterolemia

hiperurisemia

Tanggal Perjalanan Penyakit Perintah dan Pengobatan

yang diberikan

01-01-2016

H-4

S/ Lemah dan kaku anggota gerak

sebelah kiri, rasa tertarik pada lipatan

siku dan lutut, Kejang (-), BAB (-) 4 hari,

perasaan cemas pasien sudah berkurang,

sariawan dilidah

O/ Status internus: dalam batas normal

Status neurologi:

- Kesadaran: Compos mentis

- GCS: E4V5M6 = 15

- TD: 110/80 mmHg RR: 20x/m

N: 68x/m T: 36,5 0C

- Mata: pupil isokor (+/+), refleks

cahaya langsung (+/+)

- Tanda rangsangan meningeal: Dalam

Batas Normal

- N. cranial : dalam batas normal

- Motorik: 5555 4433

5555 4433

- Sensorik : Dalam batas normal

- Refleks fisiologis : +/++

- Refleks Babinski : (+)

- IVFD Asering 20 gtt/i

- Inj. Citicolin 500 mg/ 8 jam

- Cilostazol 1 x 100 mg

- Amlodipin 1 x 10 mg

- Asam folat 1 x1

- Fluoxetine Hcl 1 x 20 mg

- Allopurinol 1 x 300 mg

- Simvastatin 1 x 20 mg

- Nistatin drop 3x1

Edukasi : latihan gerak,

fleksi dan ekstensi pada

anggota gerak, makan buah

dan sayuran

56

Page 57: Cerebral Infarction

Ass/ Cerebral Infark

Hemiplegia spastic sinistra

Hipertensi

Hiperkolesterolemia

Hiperurisemia

stomatitis

Tanggal Perjalanan Penyakit Perintah dan Pengobatan

yang diberikan

02-01-2016

H-5

S/ Lemah dan kaku anggota gerak

sebelah kiri, rasa tertarik pada lipatan

siku dan lutut (berkurang), Kejang (-),

BAB (+), perasaan cemas pasien sudah

berkurang, sariawan dilidah

O/ Status internus: dalam batas normal

Status neurologi:

- Kesadaran: Compos mentis

- GCS: E4V5M6 = 15

- TD: 120/80 mmHg RR: 18x/m

N: 78x/m T: 36,5 0C

- Mata: pupil isokor (+/+), refleks

cahaya langsung (+/+)

- Tanda rangsangan meningeal: Dalam

Batas Normal

- N. cranial : dalam batas normal

- Motorik: 5555 4433

5555 4433

- Sensorik : Dalam batas normal

- Refleks fisiologis : +/++

- Refleks Babinski : (+)

Ass/ Cerebral Infark

- IVFD Asering 20 gtt/i

- Inj. Citicolin 500 mg/ 8 jam

- Cilostazol 1 x 100 mg

- Amlodipin 1 x 10 mg

- Asam folat 1 x1

- Fluoxetine Hcl 1 x 20 mg

- Allopurinol 1 x 300 mg

- Simvastatin 1 x 20 mg

- Nistatin drop 3x1

Edukasi : latihan gerak,

fleksi dan ekstensi pada

anggota gerak, makan buah

dan sayuran

57

Page 58: Cerebral Infarction

Hemiplegia spastic sinistra

Hipertensi

Hiperkolesterolemia

Hiperurisemia

Stomatitis

Tanggal Perjalanan Penyakit Perintah dan Pengobatan

yang diberikan

03-01-2016

H-6

S/ Lemah dan kaku anggota gerak

sebelah kiri, rasa tertarik pada lipatan

siku dan lutut (berkurang), Kejang (-),

BAB (+), pasien sudah mulai tersenyum,

sariawan dilidah

O/ Status internus: dalam batas normal

Status neurologi:

- Kesadaran: Compos mentis

- GCS: E4V5M6 = 15

- TD: 110/70 mmHg RR: 20x/m

N: 68x/m T: 36,5 0C

- Mata: pupil isokor (+/+), refleks

cahaya langsung (+/+)

- Tanda rangsangan meningeal: Dalam

Batas Normal

- N. cranial : dalam batas normal

- Motorik: 5555 4433

5555 4433

- Sensorik : Dalam batas normal

- Refleks fisiologis : +/++

- Refleks Babinski : (+)

Ass/ Cerebral Infark

Hemiplegia spastic sinistra

- IVFD Asering 20 gtt/i

- Inj. Citicolin 500 mg/ 8 jam

- Cilostazol 1 x 100 mg

- Amlodipin 1 x 10 mg

- Asam folat 1 x1

- Fluoxetine Hcl 1 x 20 mg

- Allopurinol 1 x 300 mg

- Simvastatin 1 x 20 mg

- Nistatin drop 3x1

Edukasi : latihan gerak,

fleksi dan ekstensi pada

anggota gerak, makan buah

dan sayuran

58

Page 59: Cerebral Infarction

Hipertensi

Hiperkolesterolemia

Hiperurisemia

Stomatitis

Tanggal Perjalanan Penyakit Perintah dan Pengobatan

yang diberikan

04-01-2016

H-7

S/ Lemah dan kaku anggota gerak

sebelah kiri, rasa tertarik pada lipatan

siku dan lutut (berkurang), Kejang (-),

BAB (+), sariawan dilidah

O/ Status internus: dalam batas normal

Status neurologi:

- Kesadaran: Compos mentis

- GCS: E4V5M6 = 15

- TD: 120/70 mmHg RR: 18x/m

N: 68x/m T: 36,5 0C

- Mata: pupil isokor (+/+), refleks

cahaya langsung (+/+)

- Tanda rangsangan meningeal: Dalam

Batas Normal

- N. cranial : dalam batas normal

- Motorik: 5555 4433

5555 4433

- Sensorik : Dalam batas normal

- Refleks fisiologis : +/++

- Refleks Babinski : (+)

Ass/ Cerebral Infark

Hemiplegia spastic sinistra

Hipertensi

- IVFD Asering 20 gtt/i

- Inj. Citicolin 500 mg/ 8 jam

- Cilostazol 1 x 100 mg

- Amlodipin 1 x 10 mg

- Asam folat 1 x1

- Fluoxetine Hcl 1 x 20 mg

- Allopurinol 1 x 300 mg

- Simvastatin 1 x 20 mg

- Nistatin drop 3x1

Pasien rawat jalan

obat pulang :

citicolin 2 x 1000 mg

cilostazol 1 x 100 mg

amlodipin 1 x 10 mg

allopurinol 1 x 300 mg

simvastatin 1 x 20 mg

Fluoxetine Hcl 1 x 20 mg

asam folat 1 x 1

Edukasi : latihan gerak,

fleksi dan ekstensi pada

anggota gerak, minum obat

teratur, kontrol ke poliklinik

59

Page 60: Cerebral Infarction

Hiperkolesterolemia

Hiperurisemia

Stomatitis

saraf

DAFTAR PUSTAKA

1. Gofir A. Manajemen Stroke Evidence Based Medicine. Yogyakarta:

PustakaCendekia Press. 2009.

2. Dorland WAN. Kamus kedokteran dorland. Ed ke-29. Editor: Hartanto H,

Setiawan A, Bani AP, Widjaja AC, Adji AS, Soegiarto B, dkk. Jakarta:

ECG; 2012.

3. Misbach. Stroke Aspekdiagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI Jakarta. 2009.

4. Greenstain B, Greenstain A. Color atlas of neuroscience: neuroanatomy

and neurophysiology Stuttgart: Theime; 2008.

5. Netter FH, Machade CAG. Interactive atlas of human anatomy [Electronic

Atlas].: Saunders/Elsevier; 2006.

6. Rasyid Al. Updates on Neuroemergency 2011. Jakarta: FKUI. 2011.

7. Goldszmidt AJ, Caplan LR. Esensial Stroke. Jakarta: EGC. 2009.

8. Aminoff MJ, Greenberg DA, Simon RP. Clinical neurology. Ed ke-6. New

York: Lange Medical Books/McGraw-Hill; 2008.

9. Misbach J, Tobing SML (ed). Guidelines Stroke 2011. Jakarta: Perdossi.

2011.

60

Page 61: Cerebral Infarction

10. AHA/ASA Guideline. Guideline for the Prevention of Stroke in Patien

with Stroke or Tansient Ischemic Attack. Stroke 2011.

61