cerebral infarction
DESCRIPTION
cerebrak infarkTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit serebrovaskular (CVD) atau stroke adalah setiap kelainan otak
akibat proses patologi pada sistem pembuluh darah otak. Proses ini dapat berupa
penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis atau emboli, pecahnya
dinding pembuluh darah otak, perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah
dan perubahan viskositas maupun kualitas darah itu sendiri. Perubahan dinding
pembuluh darah otak serta komponen lainnya dapat bersifat primer karena
kelainan kongenital maupun degeneratif atau sekunder akibat proses lain, seperti
peradangan, hipertensi, arteriosklerosis dan diabetes mellitus.[1]
Di negara-negara maju maupun berkembang seperti Indonesia, stroke
merupakan penyakit neurologis yang serius dan paling banyak dijumpai serta
angka kematian cukup tinggi. Di Amerika Serikat, stroke merupakan penyakit
yang menyebabkan kematian nomor 3 setelah penyakit jantung dan kanker. Setiap
tahun, lebih dari 700.000 orang Amerika mengalami stroke, 25% di antaranya
berusia di bawah 65 tahun dan 150.000 orang meninggal akibat stroke atau
komplikasi segera setelah stroke. Berdasarkan penelitian Riskesdas Departemen
Kesehatan tahun 2008, stroke di Indonesia merupakan penyebab nomor satu
kematian, baik di perkotaan maupun pedesaan, khususnya pada kelompok umur
55-64 tahun.[1]
Proses primer yang terjadi mungkin tidak menimbulkan gejala (silent) dan
akan muncul secara klinis jika aliran darah ke otak turun sampai ke tingkat
melampaui batas toleransi jaringan otak yang disebut ambang aktivitas fungsi otak
1
(treshold of brain functional activity). Keadaan ini menyebabkan sindrom klinik
stroke. Stroke infark merupakan jenis stroke yang paling banyak ditemui
dibanding jenis stroke lainnya. Berdasarkan data di RS Cipto Mangunkusumo
pada tahun 2002, terdapat sebanyak 543 kasus stroke terdiri dari 62% stroke
iskemik dan 38% stroke perdarahan.[1]
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Cerebral infarction (infark cerebri) merupakan keadaan iskemia otak yang
mengakibatkan kematian jaringan lokal dan biasanya disertai defisit neurologis
fokal yang menetap pada area distribusi dari salah satu arteri cerebral, disebut
juga cerebral ischemia (iskemia cerebri). Cerebral infarction dapat juga
didefinisikan sebagai kematian sel otak atau sel retina akibat dari iskemia yang
berkepanjangan. Keadaan ini tidak dapat lepas dari kumpulan gejala yang lebih
dikenal dengan stroke. [2]
Stroke ditandai dengan hilangnya aliran darah ke area tertentu dari otak
yang mengakibatkan hilangnya fungsi neurologis bersangkutan. Secara umum,
stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu hemorrhagic dan ischemic. Keadaan
infak cerebri sendiri lebih umum dijumpai pada stroke iskemik. Acute ischemic
stroke mengacu pada stroke yang disebabkan oleh thrombosis atau emboli. Angka
kejadian stroke jenis ini lebih umum dibandingkan hemorrhagic stroke. [3]
Anatomi dan Vaskularisasi Otak
Otak merupakan organ yang memiliki tingkat metabolisme paling aktif
diantara organ lain di seluruh tubuh. Walaupun hanya 2% dari massa tubuh, otak
membutuhkan 15-20% dari total cardiac output untuk memenuhi kebutuhan
glukosa dan oksigen bagi metabolismenya. [3]
Otak mendapatkan suplai darahnya melalui dua pasang arteri, yaitu arteri
carotis interna dan arteri vertebralis. Arteri carotis interna merupakan percabangan
dari arteri carotis communis yang menuju ke arah permukaan otak sampai muncul
3
di sisi lateral dari chiasma opticum. Arteri vertebralis berjalan keatas dan
bergabung membentuk arteri basilaris, yang berjalan sepanjang pons. Sepanjang
perjalanannya arteri basilaris juga memiliki beberapa cabang yang memperdarahi
pons dan arteri inferior anterior cerebelli, yang memperdarahi bagian inferior dan
anterior dari cerebellum. Arteri basillaris juga mempercabangkan arteri labyrinthi,
yang berjalan ke meatus akustik internus untuk memperdarahi telinga bagian
dalam. Cabang utama dari arteri basilaris adalah arteri cerebri posterior, yang
berjalan ke lobus oksipital dari hemisfer otak, dan arteri superior cerebelli, yang
memperdarahi bagian superior dari cerebellum. [4]
Arteri carotis interna memberikan cabang ke arteri cerebri anterior dan
arteri cerebri media. Arteri cerebri anterior berjalan di medial bagian atas chiasma
opticum, dan kemudian diantara lobus frontalis pada fissura longitudinal. Arteri
ini memperdarahi permukaan medial dari lobus parietalis dan frontalis, dan
memberi makan kepada kedua korteks motorik dan sensorik. Kedua arteri cerebri
anterior, kiri dan kanan, dihubungkan oleh arteri communicans anterior. Arteri
cerebri media, yang merupakan arteri cerebral terbesar, terbagi-bagi dan
bercabang memperdarahi sebagian besar permukaan lateral dari lobus frontalis,
parietal, dan temporal, termasuk korteks motorik dan sensorik, korteks insula dan
auditory [4]
Arteri vertebralis merupakan arteri yang muncul dari arteri subclavia dan
memasuki cavitas cranium melalui foramen magnum. Cabang terbesarnya adalah
arteri inferior posterior cerebelli, yang memperdarahi bagian inferior dari
cerebellum. [4]
4
Kedua suplai arteri utama ini dinamakan sistem karotis interna dan
vertebrobasilar, dimana kedua sistem ini dihubungkan oelh arteri communicans
posterior. Anastomosis ini membentuk pembuluh darah yang berbentuk seperti
lingkaran pada dasar otak, yang disebut juga Circulus Willis atau circulus
arteriosus cerebri. Circulus Willis ini menutupi dasar hypothalamus dan chiasma
opticum. [4]
Gambar 1. Circulus Willis
Dikutip dari Buku Netter FH, Machade CAG. Interactive atlas of human anatomy [Electronic Atlas].:
Saunders/Elsevier; 2006.
5
Epidemiologi
Setiap tahunnya, sekitar 795.000 orang di dunia terkena stroke, baik
merupakan stroke baru maupun stroke berulang. Sekitar 610.000 dari jumlah
tersebut merupakan kasus baru, sedangkan 185.000 sisanya merupakan serangan
berulang. Dari semua kasus stroke, 87% diantaranya merupakan kasus ischemic
stroke, 10% kasus intracerebral hemorrhage dan 3% merupakan kasus
subarachnoid hemorrhage stroke. [6]
Angka prevalensi stroke penduduk Amerika yang berusia diatas 20 tahun
diperkiraan sebanyak 7.000.000 orang. Secara keseluruhan prevalensi stroke di
dunia diperkirakan mencapai 3.0% dan berdasarkan data dari BRFSS (CDC)
sebanyak 2,7% laki-laki dan 2,5% perempuan yang berusia diatas 18 tahun
memiliki riwayat pernah mengalami stroke. [6]
Jika dirata-rata, dapat dikatakan bahwa setiap 4 menit, 1 orang di dunia
meninggal akibat stroke. Stroke adalah penyebab kematian ketiga terbanyak
diantara semua penyebab kematian. Walaupun stroke seringkali dihubungkan
dengan penyakit orang tua, ternyata sepertiga kejadian stroke terjadi pada orang
yang berusia dibawah 65 tahun. [6]
Etiologi
Cerebral infarction dapat disebabkan oleh berbagai keadaan yang
menyebabkan terhambatnya aliran darah yang memasok darah ke daerah otak
tertentu, sehingga terjadi kerusakan secara permanen.
Berbagai macam kelainan darah, pembuluh darah, dan jantung dapat
mengarah kepada cerebral infarction. (tabel 1)
6
Tabel 1. Etiologi Infark Cerebri
Vascular Disorder Kelainan Jantung
Atherosclerosis Mural Thrombus
Fibromuscular Dysplasia Rheumatic heart disease
Kelainan Inflamasi Aritmia
Giant cell arteritis Endocarditis
Systemic lupus erythematosus Mitral valve prolapsed
Polyarteritis nodosa Paradoxic embolus
Granulomatous angitis Atrial myxoma
Syphilitic arteritis Prosthetic hearts valve
AIDS Kelainan darah
Diseksi arteri carotis atau vertebralis Thrombositosis
Infark Policytemia
Lacunar Infarction Sicle cell disease
Drug Abuse Leukocytosis
Multiple Progressive Intracranial Occlusion
(Moyamoya Syndrome)
Hypercoagulable states
Migraine
Thrombosis Vena atau Sinus
Dikutip dari Buku Goldszmidt AJ, Caplan LR. Esensial Stroke. Jakarta: EGC. 2009.
7
Kelainan Pembuluh Darah
a. Atherosclerosis
Pada kebanyakan kasus,
penyebab utama dari iskemia otak
fokal merupakan atherosclerosis arteri
ekstracranial yang terletak di bagian
leher dan dasar otak. Atherosclerosis
dapat mempengaruhi arteri yang elastis
dan berotot dengan ukuran besar
maupun sedang. Pada peredaran darah
otak, tempat predileksi yang paling
sering adalah arteri carotis komunis
bagian hulu, arteri carotis interna tepat
di atas percabangan carotis komunis
dan dalam sinus cavernous, arteri
cerebri media bagian hulu, arteri
vertebralis bagian hulu dan tepat di
atas tempat masuk ke tengkorak, dan
arteri basilaris. [7]
Sampai saat ini patogenesis dari
atherosclerosis belum sepenuhnya
dipahami, tetapi diduga bahwa kerusakan dan disfungsi dari sel endothel
merupakan tahap awal dari terbentuknya atherosclerosis. Sel endothel ini dapat
mengalami kerusakan oleh karena low-density lipoprotein, radikal bebas,
8
Gambar 2. Proses atherosclerosis
Dikutip dari Buku Goldszmidt AJ,Caplan LR.
Essensial Stroke. Jakarta. EGC:2009.
hipertensi, diabetes, homosistein, ataupun agen infeksius lain. Kemudian monosit
dan limfosit T akan menempel pada lokasi yang mengalami kerusakan dan
bermigrasi ke lapisan subendothelial, dimana monosit dan makrofag turunan
monosit berubah menjadi foam cell. Lesi yang terbentuk ini disebut juga fatty
streak. Pelepasan growth factor dan chemotactic factor dari sel endothel dan
makrofag ini akan menstimulasi proliferasi dan migrasi otot polos intima, yang
menyebabkan pembentukan plak fibrous. Platelet yang menempel pada lokasi
endothel yang mengalami kerusakan juga ikut melepaskan growth factor dan
chemotactic factor. Hasilnya, lesi atheroma akan semakin membesar dan dapat
ruptur sehingga menyebabkan oklusi pada lumen pembuluh darah, atau dapat
menjadi penyebab emboli artheromatous atau emboli platelet. [7]
b. Kelainan inflamasi lain
Giant Cell Arteritis
Disebut juga temporal arteritis, menimbulkan perubahan inflamasi yang
memberikan efek pada cabang dari arteri karotis eksterna, arteri carotis interna
cervicalis, arteri ciliaris posterior, arteri vertebralis extracranial, dan arteri
intracranial. Adanya perubahan inflamasi pada arteri akan menstimulasi adhesi
dan agregasi platelet pada permukaan yang mengalami kerusakan. [8]
Systemic Lupus Erythematosus
Dihubungkan dengan vasculopathy yang melibatkan pembuluh darah kecil
otak sehingga menimbulkan multiple microinfarctions. [8]
Polyarteritis Nodosa
Merupakan vaskulitis segmental arteri berukuran kecil sampai sedang
yang mempengaruhi berbagai organ. [8]
9
Kelainan Jantung
a. Mural Thrombus
Mural thrombus dengan komplikasi infark myocard atau cardiomyopathy
diakui sebagai sumber dari emboli cerebral. Risiko stroke pada minggu pertama
setelah infark myocard berhubungan dengan ukuran lesi. Semakin besar
kerusakan myocard dapat meningkatkan tendesi pembentukan mural thrombus. [8]
b. Rheumatic Heart Disease
Insidens iskemia cerebri meningkat pada pasien dengan rheumatic heart
disease, terutama pada keadaan stenosis mitral ataupun fibrilasi atrium. Pada
kasus lain, gejala yang ditimbulkan hanya bersifat sementara dan berkaitan
dengan kelelahan, sehingga muncul dugaan penyebabnya adalah hipoperfusi. [8]
c. Aritmia
Fibrilasi atrium (terutama yang berkaitan dengan rheumatic heart disease)
dan bradycardia-tachycardia (sick sinus) syndrome diakui sebagai penyebab
stroke emboli. Kelainan aritmia jantung lainnya lebih mungkin menyebabkan
hipoperfusi pancerebral dengan gejala difus, kecuali jika terjadi stenosis arteri
carotis yang cukup berat. [8]
Kelainan Darah
a. Thrombocytosis
Thrombocytosis dapat menyebabkan iskemia cerebri fokal ketika jumlah
platelet mencapai 1.000.000/µL [8]
10
b. Polycytemia
Hematokrit diatas 46% dihubungkan dengan penurunan aliran darah otak
dan merupakan salah satu risiko stroke. Risiko tersebut meningkat pada keadaan
dimana hematokrit mencapai diatas 50% dan meningkat secara tajam pada
hematokrit >60% [8]
c. Sickle Cell Disease
Sickle cell (hemoglobin S) disease disebabkan oleh substitusi asam animo
tunggal pada lokus beta hemoglobin pada kromosom 11 (11p15.1) sehingga
menghasilkan rantai beta hemoglobin yang abnormal. Mutasi tersebut
menyebabkan deformasi eritrosit berbentuk sabit ketika tekanan parsial oksigen
pada darah berkurang sehingga menyebabkan anemia hemolitik dan oklusi
pembuluh darah. Komplikasi neurologis yang paling sering terjadi adalah stroke,
yang biasanya mempengaruhi arteri karotis interna intracranial, arteri cerebri
proximal medius atau anterior. [8]
Klasifikasi
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke. Semuanya berdasarkan atas
gambaran klinik, patologi anatomi, sistem pembuluh darah dan stadiumnya. Dasar
klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap stroke mempunyai cara
pengobatan, preventif dan prognosis yang berbeda walaupun patogenesisnya
serupa.
Klasifikasi modifikasi Marshall. [1,6]
1) Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
Stroke Iskemik
o Transient Ischemic Attack (TIA)
11
o Trombosis Serebri
o Emboli Serebri
Stroke Hemoragik
o Perdarahan Intraserebral
o Perdarahan Subarakhnoid
2) Berdasarkan stadiumpertimbangan waktu
Transient Ischemic Attack (TIA)
Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
Stroke in Evolution
Completed Stroke
3) Berdasarkan sistem pembuluh darah
Sistem Karotis
Sistem Vertebro-basilar
Klasifikasi stroke iskemik dari Trial of Org 10172 in Acute Stroke
Treatment (TOAST) membagi stroke iskemik berdasarkan mekanisme
patofisiologi yang bersumber dari penemuan klinis dan pemeriksaan penunjang
(CT-Scan dan MRI).[1,6]
1. Large-artery atherosclerosis (embolus/thrombosis)
2. Cardioembolism (high risk/medium risk)
3. Small-vessel occlusion
4. Stroke of other determined etiology
5. Stroke of undetermined etiology
12
Klasifikasi dari Oxfordshire Community Stroke Project Classification
membagi stroke iskemik berdasarkan gambaran klinis pada waktu onset stroke
muncul.[1,6]
1. Total Anterior Circulation Syndrome (TACS)
2. Partial Anterior Circulation Syndrome (PACS)
3. Lacunar Syndrome (LACS)
4. Posterior Circulation Syndrome (POCS)
Patofisiologi
Terputusnya aliran darah otak secara total dapat menyebabkan hilangnya
kesadaran hanya dalam 15 sampai 20 detik dan kerusakan otak secara permanen
setelah 7 sampai 10 menit. Oklusi dari arteri yang berdiri sendiri menyebabkan
defisit pada daerah otak secara terbatas. Mekanisme dasar dari kerusakan tersebut
merupakan kekurangan energi karena iskemia (misal: atherosclerosis, emboli).
Perdarahan (karena trauma, aneurisma pembuluh darah, hipertensi) juga dapat
menyebabkan iskemia akibat proses penekanan terhadap pembuluh darah yang
berdekatan. [9]
Dengan penghambatan Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan
akumulasi Na+ dan Ca2+ dalam sel dan disertai dengan peningkatan konsentrasi K+
di luar sel serta depolarisasi. Hal ini menyebabkan akumulasi Cl- seluler,
pembengkakan sel, dan kematian sel. Hal ini juga menyebabkan pelepasan
glutamat yang mempercepat kematian sel melalui jalur masuk Na+ dan Ca2+.
Walaupun penyebab utamanya telah dihilangkan, proses pemulihan perfusi
jaringan kadang dihambat oleh adanya pembengkakan sel, pelepasan mediator
vasokonstriksi, dan oklusi dari pembuluh darah lumina oleh granulosit. Kematian
13
sel menyebabkan inflamasi yang juga menyebabkan kerusakan sel pada daerah
sekitar area iskemik (penumbra). [9]
Gambar 3. Efek dari Perfusi Otak Abnormal
Dikutip dari Buku Aminoff MJ, Greenberg DA, Simon RP. Clinical neurology. Ed ke-6. New York: Lange
Medical Books/McGraw-Hill; 2008.
Gejala yang ditimbulkan ditentukan dari letak kelainan perfusi, misalkan
pada area yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.
Gambar 4. Oklusi Pembuluh Darah sebagai Penyebab Iskemia
14
Dikutip dari Buku Aminoff MJ, Greenberg DA, Simon RP. Clinical neurology. Ed ke-6. New York: Lange
Medical Books/McGraw-Hill; 2008.
Patofisiologi infark otak
Aliran darah otak merupakan patokan utama dalam menilai vaskularisasi
regional di otak. Aliran darah otak bersifat dinamis, artinya dalam keadaann
istirahat nilainya stabil tetapi pada saat melakukan kegiatan fisik maupun psikik,
aliran darah regional pada daerah yang bersangkutan akan meningkat sesuai
dengan aktivitasnya. Derajat ambang batas aliran darah otak yang secara langsung
berhubungan dengan fungsi otak, yaitu[3,7]
a. Ambang fungsional adalah batas aliran darah otak (50-60 cc/100
gram/menit) yang bila tidak terpenuhi akan menyebabkan terhentinya
fungsi neuronal tetapi integritas sel-sel saraf masih utuh.
b. Ambang aktivitas listrik otak adalah batas aliran darah otak (15 cc/100
gram/menit) yang bila tidak tercapai akan menyebabkan aktivitas listrik
15
neuronal berhenti, berarti sebagian besar struktur intrasel telah berada
dalam proses disintegrasi.
c. Ambang kematian sel adalah batas aliran darah otak yang bila tidak
terpenuhi akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak (CBF <15
cc/100/menit/gram).
Pengurangan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan atau sebab lain,
akan menyebabkan iskemia di suatu daerah otak. Terdapatnya kolateral di daerah
sekitarnya disertai mekanisme kompensasi fokal berupa vasodilatasi
memungkinkan terjadinya beberapa keadaan berikut ini.[3,7]
a. Pada sumbatan kecil terjadi daerah iskemia yang dalam waktu singkat
dapat dikompensasi dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal.
Secara klinis gejala yang timbul adalah transient ischemic attack (TIA)
yang timbul dapat berupa hemiparesis sepintas atau amnesia umum
sepintas, yaitu selama ≤ 24 jam.
b. Bila sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas. Penurunan CBF
regional lebih besar tetapi dengan mekanisme kompensasi masih mampu
memulihkan fungsi neurologik dalam waktu beberapa hari sampai dengan
2 minggu. Mungkin pada pemeriksaan klinis ada sedikit gangguan.
Keadaan ini secara klinis disebut RIND (Reversible Ischemic Neurologic
Deficit)
c. Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas
sehingga mekanisme kolateral dan kompensasi tidak dapat mengatasinya.
Dalam keadaan ini, timbul defisit neurologis yang berlanjut.
16
Pada iskemia otak yang luas, tampak daerah yang tidak homogen akibat
perbedaan tingkat iskemia yang terdiri dari 3 lapisan (area) yang berbeda: [3,7]
a. Lapisan inti yang sangat iskemik (ischemic-core) terlihat sangat pucat
karena CBF-nya paling rendah. Tampak degenerasi neuron, pelebaran
pembuluh darah tanpa adanya aliran darah. Kadar asam laktat di daerah ini
tinggi dengan PO2 yang rendah. Daerah ini akan mengalami nekrosis.
b. Daerah di sekitar ischemic-core yang CBF-nya juga rendah tetapi masih
lebih tinggi daripada CBF di ischemic core. Walaupun sel-sel neuron tidak
sampai mati, fungsi sel terhenti dan terjadi functional paralysis. Pada
daerah ini PO2 rendah, PCO2 tinggi dan asam laktatmeningkat. Terjadi
kerusakan neuron dalam berbagai tingkat, edema jaringan akibat
bendungan dengan dilatasi pembuluh darah dan jaringan berwarna pucat.
Astrup menyebutnya sebagai ischemic penumbra. Daerah ini masih
mungkin diselamatkan dengan resusitasi dan manajemen yang tepat.
c. Daerah disekeliling penumbra tampak bewarna kemerahan dan edema.
Pembuluh darah mengalami dilatasi maksimal, PCO2 dan PO2 tinggi serta
kolateral maksimal. Pada daerah ini, CBF sangat meninggu sehingga
disebut sebagai daerah dengan perfusi berlebihan (luxury perfusion).
Pada proses iskemia fokal terjadi juga perubahan penting di daerah
penumbra pada sel-sel neuron tergantung dari luas dan lama iskemia, yaitu[3]
a) Kerusakan membran sel
b) Aliran masuk Ca++ ke dalam sel melalui kerusakan reseptor Ca++.
17
c) Meningkatnya asam arakhidonat dalam jaringan diikuti oleh naiknya kadar
prostaglandin yang menyebabkan vasokonstriksi dan menungkatnya
agregasi trombosit.
d) Lepasnya neurotransmiter asam amino eksitatorik di daerah otak tetrtentu
yang mempunyai kepekaan selektif terhadap iskemia, yaitu di daerah
talamus, area CA di hipotalamus, sel-sel granuler dan Purkinje di
serebelum serta lapisan 3,5,6 korteks piramidalis.
e) Lepasnya radikal bebas, yaitu unsu yang mempunyai elektron pada lingkar
paling luarmya tidak berpasangan sehingga sangat labil dan reaktif.
Besarnya peran radikal bebas dalam kerusakan sel-sel saraf dan jaringan
iskemik masih dalam penelitian.
Patofisiologi perdarahan otak
Perdarahan otak merupakan penyebab stroke kedua terbanyak setelah
infark otak. Pecahnya pembuluh darah di otak dibedakan menurut anatominya
atas perdarahan intraserebral dan perdarahan subarakhnoid. Pada perdarahan
intraserebral, pembuluh darah yang pecah terdapat di dalam otak atau pada massa
otak. Sedangkan perdarahan subarakhnoid, pembuluh yang pecah terdapat di
ruang subarakhnoid di sekitar sirkulus arteriosus Willisi. Pecahnya pembuluh
darah disebabkan oleh kerusakan dinding pembuluh arah (arteriosklerosis) atau
karena kelainan kongenital, misalnya malformasi arteri-vena, infeksi (sifilis) dan
trauma.[3,7]
a. Perdarahan Intraserebral
18
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma
(Berry aneurism) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah
subkortikal, serebelum, pons dan batang otak. Perdarahan di daerah korteks lebih
sering disebabkan oleh sebab lain, misalnya tumor otak yang berdarah,
malformasi pembuluh darah otak yang pecah atau penyakit pada dinding
pembuluh darah (Congophilic Angiopathy) tetapi dapat juga akibat hipertensi
maligna dengan frekuensi lebih kecil daripada perdarahan subkortikal.[3,7]
Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang
menyebabkan nekrosis. Pada fase awal perdarahan, ekstravasasi darah mendesak
jaringan otak tanpa merusaknya karena saat itu difusi darah ke jaringan belum
terjadi. Pada keadaan ini harus dipertimbangkan tindakan pembedahan untuk
mengeluarkan darah agar dapat dicegah gejala sisa yang lebih parah. Absorbsi
darah terjadi dalam waktu 3-4 minggu. [3,7]
b. Perdarahan Subarakhnoid
Perdarahan terjadi biasanya akibat pecahnya aneurisma kongenital yang
sering terjadi di arteri komunikans anterior, arteri serebri media, arteri serebri
posterior dan arteri komunikans posterior. Gejala timbul sangat mendadak, berupa
sakit kepala hebat dan munta-muntah. Darah yang masuk ke ruang subarakhnoid
dapat menyebabkan komplikasi hidrosefalus karena gangguan absorbsi cairan
otak di Granulatio Pacchioni. Perdarahan subarakhnoid sering bersifat residif
selama 24-72 jam pertama dan dapat menimbulkan vasospasme serebral hebat
disertai infark otak. [3,7]
Manifestasi Klinis
19
Gejala-gejala neurologis yang timbul tergantung berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasinya. Manifestasi klinis stroke akut, berupa:[6,7,8]
Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang
timbul mendadak.
Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan
hemihipestesi).
Perubahan mendadak status mental (somnolen, delirium, letargi, sopor
atau koma).
Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan atau kesulitan memahami
ucapan).
Disartria (bicara pelo/cadel).
Gangguan penglihatan (hemianopia/monokuler) atau diplopia.
Ataksia (trunkal atau anggota badan).
Vertigo, mual dan muntah atau nyeri kepala.
Sindroma klinik yang terjadi pada TIA gangguan sirkulasi anterior dapat
menimbulkan gejala klinik:
Amourosis fugax (fleeting blindness).
Afasia atau problem gangguan berbahasa lainnya seperti dislexia atau
disgrafia.
Sindroma klinik yang terjadi pada TIA gangguan sirkulasi posterior dapat
menimbulkan gejala klinik:
Gangguan lapang pandang sesisi
Kombinasi gejala-gejala gangguan batang otak seperti vertigo, diplopia
dan disfagia.
20
Bilateral hemiparesis atau hemihipestesia.
Gambar 6. manifestasi klinis stroke
Dikutip dari Buku
Aminoff MJ,
Greenberg DA,
Simon RP.
Clinical
neurology. Ed ke-6. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill; 2005
Sindroma klinik yang terjadi pada TIA gangguan sirkulasi anterior atau
posterior dapat menimbulkan gejala klinik:
Kelemahan pada otot wajah, lengan atau tungkai, baik tersendiri maupun
kombinasi.
Gangguan sensoris pada wajah, lengan atau tungkai tersendiri ataupun
kombinasi.
Gambaran gejala klinik stroke berdasarkan vaskularisasi pembuluh darah
otak yang mengalami gangguan. Berikut ini penggolongan sindroma klinik oklusi
berdasarkan lokasinya:[6,7,8]
a. Arteri serebri anterior
Sindroma klinis oklusi arteri serebri anterior atau stroke arteri serebri
anterior jarang terjadi. Gejala yang timbul adalah paralisis (kelemahan)
dan hilangnya sensasi pada kaki kontralateral. Pengendalian miksi
mungkin akan terganggu karena kegagalan untuk menghambat kontraksi
21
refleks kandung kemih sehingga menimbulkan gangguan precipitate
micturition.[6,7,8]
b. Arteri serebri media
Sindroma klinis oklusi arteri serebri media atau stroke arteri serebri media
paling sering terjadi. Hal ini karena arteri serebri media merupakan
pembuluh darah yang sering terlibat dalam stroke iskemik. Tergantung
pada lokasi yang terkena, beberapa sindroma klinis yang mungkin timbul
adalah
- Stroke belahan superior
Mengakibatkan hemiparesis kontralateral yang mengenai wajah, tangan
dan lengan tetapi kaki tidak terpengaruh; defisit hemisensorik kontralateral
dengan distribusi yang sama; tidak timbul hemianopia homonim. Jika
hemisfer yang dominan terkena, disertai afasia Broca (gangguan ekspresi
bahasa dengan pemahaman yang masih utuh).[6,8]
- Stroke belahan inferior
Lebih jarang terjadi, biasanya mengakibatkan hemianopia homonim
kontralateral yang mungkin lebih buruk pada sisi inferior; gangguan nyata
fungsi sensorik; gangguan pemikiran spasial. Jika hemisfer yang dominan
terlibat, disertai afasia Wernicke (gangguan pemahaman dan bicara yang
lancar tetapi sering tidak bermakna). [6,8]
- Oklusi pada bifurcatio arteri serebri media
Sindrom stroke ini menggabungkan gambaran hemiparesis dan defisit
hemisensorik kontralateral yang melibatkan wajah dan lengan jauh lebih
22
berat dari kaki, hemianopia homonim dan jika hemisfer dominan terlibat
disertai afasia global (gabungan ekspresif dan reseptif). [6,8]
- Oklusi batang arteri serebri media
Sindrom klinis stroke arteri cerebri media ini yang paling berat.
Mengakibatkan hemiplegia dan hilangnya sensasi kontralateral yang
mempengaruhi wajah, lengan dan kaki. [6,8]
c. Arteri karotis interna
Sindroma klinis oklusi arteri karotis interna meliputi oklusi arteri karotis
interna ekstrakranialis dan intrakranialis yang bertanggung jawab atas
seperlima kasus stroke iskemik. Dapat asimptomatik dan simptomatik.
Akan menimbulkan gejala yang hampir sama dengan stoke arteri serebri
media (hemiplegia, defisit hemisensori kontralateral dan hemianopia
homonim, afasia juga dapat muncul pada keterlibatan hemisfer dominan).
[6,8]
d. Arteri serebri posterior
Mengakibatkan hemianopia homonim yang mempengaruhi lapang
pandang kontralateral. Dengan oklusi yang berdekatan terhadap sumber
arteri serebri posterior pada tingkat midbrain, abnormalitas okuler yang
timbul, antara lain vertical gaze palsy, oculomotor nerve palsy,
internuclear opthalmoplegia dan penyimpangan mata ke arah vertikal.
Infark arteri cerebri posterior dapat menyebabkan kortikal blindness,
gangguan memori atau ketidakmampuan memngenali wajah yang familier.
[6,8]
e. Arteri basilar
23
Sindroma klinis oklusi arteri basiler, antara lain:
- Trombosis (oklusi trombotik pada arteri basilaris)
Trombosis basilar biasanya mempengaruhi bagian proksimal arteri
basilaris yang mensuplai pons. Keterlibatan bagian dorsal pons
mengakibatkan paresis nervus abducens unilateral atau bialteral, gangguan
gerakan mata horizontal tetapi nistagmus vertikal dan occular bobbing
mungkin muncul. Hemiplegia atau quadriplegia biasanya muncul dan
koma adalah hal yang sering terjadi. [6,8]
- Emboli
Emboli cukup kecil untuk dapat melewati arteri vertebralis menuju ke
arteri basilaris yang lebih besar dan biasanya tertahan pada bagian puncak
arteri basilaris, di mana terdapat bifurcatio ke dalam arteri serebri
posterior. Hasilnya adalah berkurangnya aliran darah menuju formasio
retikularis ascending midbrain dan thalamus yang menyebabkan hilangnya
atau gangguan kesadaran yang muncul dengan segera. Paresis nervus
okulomotorius unilateral atau bilateral menjadi ciri yang khas. Hemiplegia
atau quadriplegia dengan postur deserebrasi atau dekortikasi terjadi karena
keterlibatan pedunkulus serebri dalam midbrain. [6,8]
f. Arteri sirkumferensial rami longus
Sindrom klinis arteri sirkumferensial rami longus merupakan suatu oklusi
pada salah satu percabangan sirkumferensial yang menghasilkan infark
pada daerah dorsolateral medulla atau pons.
24
Oklusi arteri serebelli inferior posterior yang mengakibatkan lateral
medullary syndrome. Sindrom ini memiliki gambaran ataksia
serebelum ipsilateral, Horner’ syndrome dan defisit sensorik fasialis;
gangguan sensoris nyeri dan temperatur kontralateral; nistagmus,
vertigo, muntah, disfagia, disartria dan cegukan.
Oklusi arteri serebelli inferior anterior mengakibatkan infark pada
bagian lateral kaudal pons dan menyebabkan disfagia, Horner’
syndrome, disartria, gaze palsy, tinnitus, tuli dan cegukan.
Sindroma infark pons bagian rostral sisi lateral mengakibatkan
gangguan sensorik kontralateral (sensasi sentuhan, getaran, posisi,
nyeri dan temperatur).
g. Arteri vertebrobasilar rami brevis
Menyebabkan hemiparesis kontralateral yang disebabkan karena
keterlibatan traktus kortikospinal dalam pedunkulus serebri atau basis
pontis. Nervus kranialis juga mungkin terpengaruh (N. III,IV,VII)
sehingga menyebabkan paresis nervus kranialis ipsilateral. [6,8]
h. Infark lakunar
Arteri kecil yang terletak di kedalaman otak mungkin mengalami
oklusi karena perubahan di dalam dinding pembuluh darah yang dipicu
oleh hipertensi kronis. Infark lakunar paling sering terjadi di deep nuclei
otak (putamen, thalamus, pons, nukleus kaudatus dan bagian posterior dari
kapsula interna. Ada 4 sindroma lakunar klasik, antara lain stroke dengan
hemiparesis motorik murni, stroke dengan gangguan sensoris murni,
ataksia hemiparesis dan dysarthria-clumsy hand syndrome. [6,8]
25
Diagnosis
Anamnesis
Faktor Predisposisi
Pada pasien dengan kelainan cerebrovascular, penting untuk mengetahui
faktor risiko yang memungkinan seperti TIA, hipertensi, dan diabetes. Untuk
perempuan, penggunaan kontrasepsi oral diduga berhubungan dengan penyakit
oklusi arteri dan vena cerebral, terutama pada keadaan dimana disertai dengan
hipertensi dan kebiasaan merokok. Keberadaan kondisi medis seperti penyakit
jantung iskemik, penyakit katup jantung, atau aritmia jantung ada baiknya
ditelusuri. Berbagai kelainan sistemik yang meliputi kelainan darah dan pembuluh
darah juga dapat meningkatkan risiko stroke. Obat antihipertensi dapat
menyebabkan gejala cerebrovascular jika tekanan darah diturunkan secara drastis
pada pasien dengan okluasi cerebrovascular yang mendekati total disertai sirkulasi
kolateral yang tidak memadahi. [8]
Kejadian dan perlangsungan
Anamnesis harus ditujukan untuk mengetahui apakah gambaran klinis tersebut
merupakan TIA, stroke in evolution, atau complete stroke. Pada beberapa kasus,
dapat juga dievaluasi apakah stroke tersebut merupakan stroke thrombotik
ataupun embolik. [8]
a. Ciri-ciri yang mengarah pada stroke thrombotik
Pasien dengan oklusi vaskuler thrombosis biasanya memberikan gejala
penambahan secara bertahap defisit neurologis. Kejadian oklusi biasanya
didahului oleh beberapa kali TIA. [8]
26
b. Ciri-ciri yang mengarah pada stroke emboli
Emboli cerebri umumnya menyebabkan defisit neurologis yang terjadi
tiba-tiba dan maksimal pada saat kejadian. Pada banyak pasien, emboli
yang berasal dari jantung biasanya dicurigai dengan adanya tanda inferk
cerebri multifokal, penyakit katup jantung, cardiomegali, aritmia, atau
endocarditis. [8]
Gejala yang berhubungan
a. Kejang
Jarang menyertai kejadian stroke, tetapi pada keadaan lain, kejang dapat
menyertai stroke berminggu-minggu sampai bertahun-tahun. Kehadiran
kejang tidak dapat membedakan secara pasti stroke embolik dari thmbotik,
tetapi kejang yang terjadi bersamaan dengan kejadian stroke lebih umum
ditemui pada kasus stroke embolik. [8]
b. Sakit kepala
Terjadi pada sekitar 25% pasien dengan stroke iskemik, biasanya
disebabkan oleh dilatasi akut dari pembuluh darah kolateral [8]
Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan Fisis Umum
Pemeriksaan fisis umum pada pasien dengan kelainan cerebrovascular sebaiknya
berfokus kepada pencarian penyebab sistemik, terutama yang dapat ditangani. [8]
a. Tekanan darah harus diukur untuk mengetahui apakah terdapat hipertensi
yang merupakan faktor risiko stroke. [8]
27
b. Perbandingan tekanan darah dan denyut nadi di kedua sisi dapat
memberikan gambaran perbedaan yang berhubungan dengan penyakit
artherosclerosis dari arkus aorta atau coarctation aorta. [8]
c. Pemeriksaan ophtalmoskopik retina dapat memberikan bukti embolisasi
dari sirkulasi anterior dalam bentuk material emboli yang terlihat pada
pembuluh darah retina. [8]
d. Pemeriksaan leher dapat mengungkapkan denyut nadi karotis yang hilang
atau adanya carotids bruits. Namun menurunnya pulsasi arteri carotis pada
leher bukan merupakan indikator yang baik atas kelainan arteri carotis
interna. Walaupun carotid bruits telah dihubungkan dengan penyakit
cerebrovascular, penyempitan carotid dapat terjadi tanpa terdengarnya
bruit; sebaliknya bruit yang terdengar jelas dapat terjadi tanpa stenosis. [8]
e. Pemeriksaan jantung yang cermat sangat penting untuk mendeteksi adanya
aritmia atau murmur yang berhubungan dengan penyakit katup, dimana
keduanya dapat menyebabkan embolisasi dari jantung ke otak. [8]
f. Palpasi dari arteri temporal sangat berguna dalam diagnosis giant cell
arteritis, dimana ciri lainnya adalah pembuluh darah yang nyeri, nodular,
dan tidak berdenyut. [8]
Pemeriksaan Neurologis
Ketika ditemukan defisit neurologis, tujuan dari pemeriksana neurologis adalah
untuk menentukan lokasi anatomis dari lesi, yang dapat memberikan gambaran
penyebab atau penatalaksanaan stroke secara optimal. Walaupun demikian, bukti
jelas akan keterlibatan sirkulasi anterior tetap membutuhkan evaluasi angiografi
dengan kemungkinan pembedahan untuk memperbaiki lesi pada carotis interna.
28
Penetapan bahwa gejala yang terjadi disebabkan oleh kelainan pada sirkulasi
vertebrobasilar atau lacunar infarction turut menentukan penatalaksanaan yang
berbeda. [8]
a. Defisit kognitif yang mengindikasikan lesi kortikal pada sirkulasi anterior
harus dicari. Sebagai contoh, jika terdapat aphasia, kelainan yang
mendasari tidak mungkin pada sirkulasi posterior dan jarang mewakili
lacunar infarction. [8]
b. Adanya abnormalitas lapangan pandang secara langsung menyingkirkan
diagnosis lacunar infarction. Hemianopia dapat terjadi, namun, dengan
keterlibatan baik arteri cerebri anterior maupun posterior. Isolated
hemianopsia memberikan kesan infark arteri cerebri posterior. [8]
c. Ocular palsy, nystagmus, atau internuclear ophtalmoplegia memberikan
kesan bahwa lesi terdapat di batang otak dengan demikian kelainannya
kemungkinan besar terdapat pada sirkulasi posterior. [8]
d. Hemiparesis dapat disebabkan oleh lesi pada daerah korteks cerebri yang
diperdarahi oleh sirkulasi anterior, lesi pada jalur motoris descending yang
diperdarahi oleh sistem vertebrobasiler atau lacunae pada subcorteks
(corona radiata, kapsula interna), atau daerah batang otak. [8]
e. Defisit sensoris korteks seperti astereogenesis dan agraphesthesia dengan
modalitas sensorik primer yang tetap baik mengimpilkasikan defisit
korteks cerebri dalam daerah arteri cerebri media. Defisit hemisensoris
terisolasi tanpa adanya keterlibatan motoris biasanya berasal dari lacunar.
Defisit sensoris menyilang merupakan hasil dari lesi batang otak pada
29
medulla, seperti yang terlihat pada lateral medullary syndrome
(wallenberg syndrome) [8]
f. Hemiataxia biasanya mengarah kepada lesi pada batang otak atau
cerebellum ipsilateral, tetapi dapat juga merupakan hasil dari lacunae
kapsula interna. [8]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan ini harus dilakukan secara rutin untuk mendeteksi penyebab stroke
yang dapat diobati serta untuk menyingkirkan kondisi lain yang menyerupi stroke.
[7]
a. Hitung darah lengkap untuk menyelidiki kemungkinan penyebab stroke
seperti thrombocytosis, thrombocytopenia, polycytopenia, anemia
(termasuk sickle cell anemia), dan leukocytosis (misalnya leukemia). [7]
b. Laju endap darah untuk mendeteksi adanya peningkatan yang
mengindikasikan giant cell arteritis atau vasculitis lain. [7]
c. Glukosa serum untuk mendokumentasikan adanya hypoglycemia atau
hyperosmolar non ketotic hyperglycemia, yang dapat memberikan tanda
neurologis fokal dan mirip dengan stroke. [7]
d. Kolesterol dan lipid serum utnuk medeteksi adanya peningkatan yang
dapat mewakili faktor risiko stroke. [7]
Rekomendasi Pemeriksaan Diagnostik Pencitraan
1. Pada pasien dengan kecurigaan stroke, segera lakukan CT scan otak atau
pilihan altematif dengan MRI otak. Jika ada fasilitas MRI >1.5 T gunakan
30
sekuens diffusion weighted imaging (DWI) and T2-weighted gradient. Pasien
dengan TIA dan stroke minor direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan
diagnostik, termasuk pencitraan vaskular (ultrasonografi, CT angiografi, atau MR
angiografi).[9]
2. Pasien yang dirawat dalam waktu <3 jam setelah awitan stroke mungkin dapat
menjadi kandidat untuk trombolisis intravena. CT scan biasanya cukup digunakan
sebagai panduan untuk trombolisis rutin. CT scan kranial tersedia secara Was dan
dapat dipercaya untuk mengidentifikasi gejala-gejaia yang menyerupai stroke, dan
membedakan stroke iskemik -akut dan stroke hemoragik pada saat awitan. [9]
3. Studi diagnostik yang dianjurkan segera dilakukan pada setiap penderita stroke
akut di ruang gawat darurat meliputi pemeriksaan CT scan (atau MR1) tanpa
kontras, kadar gula darah, elektrolit serum, tes fungsi ginjal, elektrokardiografi
(EKG), petanda iskemia jantung, hitung darah iengkap (termasuk trombosit), PT/
INR, aPTT, saturasi oksigen. Pada penderita tertentu, diperlukan pemeriksaan tes
fungsi hati, toksikologi, kadar alkohol dalam darah, tes kehamilan, analisis gas
darah, foto rontgen dada, walaupun sebagian besar pasien stroke tidak
memerlukan foto rontgen toraks pada evaluasi, pungsi lumbal (bila ada dugaan
perdarahan subaraknoid dan CT scan tidak menunjukkan adanya perdarahan),
walaupun sebagian besar pasien stroke tak memerlukan Iumbal pungsi, elektro-
ensefalografi (EEG) bila ditemukan kejang, pemeriksaan kemampuan menelan. [9]
4. Pencitraan otak pada stroke iskemik dianjurkan sebelum melakukan terapi
spesifik. Interpretasi gambaran pencitraan dilakukan oleh dokter pakar di bidang
pembacaan CT/ MRI. CT dan MRI multimodal sangat membantu dalam diagnosis
31
stroke iskemik, tetapi pencitraan multimodal tidak boleh mengakibatkan
penundaan terapi emergensi. [9]
5. Pencitraan vaskular diperiukan untuk persiapan pemberian obat infra-arterial,
tindakan bedah atau intervensi endovascular, tetapi pencitraan ini tidak boleh
mengakibatkan ditundanya terapi pada pasien stroke iskemik akut yang datang
dalam waktu 3 jam setelah awitan. [9]
6. Pemeriksaan CT scan merupakan strategi utama yang efektif pada pencitraan
pasien stroke akut tetapi tidak sensitif untuk perdarahan lama. Secara umum, CT
kurang sensitif dibanding MRI, tetapi keduanya sama-sama spesifik untuk
mendeteksi adanya perdarahan atau tidak. [9]
7. Beberapa dokter kadangkala lebih cenderung menggunakan MRI sebagai
investigasi rutin utama untuk stroke akut. MRI dengan DWI mempunyai
keuntungan yaitu sensitifitas yang lebih tinggi untuk perubahan iskemik dini
daripada CT. Keterbatasan difusi pada DWI, mengukur apparent diffusion
coefficient (ADC), tidak 100% spesifik untuk kerusakan otak iskemik. MRI
sangat penting pada stroke akut dengan manifestasi yang tidak lazim, variasi
stroke dan etiologi yang tidak umum, atau pada pasien yang menyerupai stroke
yang sulit diklarifikasi dengan CT. Jika dicurigai diseksi arterial, MRI leher
dengan sekuens supresi lemak 7-1-weighted diwajibkan untuk mendeteksi
hematoma intramural. [9]
8. Rekomendasi persyaratan untuk Pencitraan CT kepala pada stroke akut
a. CT (computed tomography).kepala tanpa kontas
b. Peralatan generasi ketiga atau keempat
c. Ketebalan potongan 540 mm, dengan irisan yang terputus-putus
32
d. Potongan harus dibuat pada bidang oblik untuk mencegah radiasi ke
mata
9. Kriteria diagnostik pada pencitraan CT kepala pada stroke akut
a. infark: area hipodens fokal, pada kortkal, subkortikaii atau sustantia alba
atau grisea yang dalam, diikuti aoble: teritoral vaskular, atau distribusi
watershed, adanya kontras antara substansia alba dan grisea yang k dan
hilangnya sulkus atau pita insular. [9]
b. Perdarahan: adanya gambaran hiperdens pada sustansia alba atau grisea,
dengan atau tanpa terkenanya permukaan kortikal (40-90 Hounsfield
Units.). Petekial adalah titik hiperdens yang terletak secara acak, dan
berbentuk irregular. Hematoma adalah gambaran hiperdens yang solid dan
homogen. [9]
c. Gambaran hiperdens dari arteri intrakranial yang besar: memberi kesan
adanya material embolik vaskular.
d. Kalsifikasi: gambaran hiperdens dalam atau menempel pada dinding
pembuluh darah (>120 HU).
e. Insidentil: silent infarct, subdural, tumor, aneurisme besar, malformasi
arteriovena.
10. Rekomendasi protokol untuk MRI otak pada stroke akut
a. Densitas proton dan akuisisi Tl-weighted and T2- weighted. Densitas
proton dan gambaran T2 didapatkan dengan serial putaran echo cepat. Jika
gadopentetate dimegiumine diberikan, maka MRA harus dilakukan dengan
kontras.
33
b. Potongan ketebalan adalah 5 mm
11. Kriteria diagnostik infark pada MRI otak pada stroke akut
a. Akut: adanya sinyal yang rendah (hipointens) pada Ti, kadangkala sulit
dilihat pada fase ini, dan adanya sinyal tinggi (hiperintens) pada densitas
putaran clan/ atau T2 weighted dan densitas proton-weighted images
dimulai saat 8 jam setelah awitan, dan harus mengikuti distribusi vaskular.
Efek massa maksimal pada saat 24 jam, kadang dimulai 2 jam setelah
awitan. Tidak ada perubahan sinyal pada parenkimal. Adanya penyangatan
saat diberikan kontras pada daerah hiperakut infark saat 48 jam. [9]
b. subakut (1minggu atau lebih): adanya sinyal rendah pada T1, sinyal
tinggi pada T2 weighted yang mengikuti distribusi vaskular.
Revaskularisasi dan rusaknya sawar darah otak menyebabkan adanya
penyangatan pada parenkim otak dengan agen kontras. [9]
c. Infark lama (beberapa minggu sampai tahun); adanya sinyal rendah
pada T1, sinyal tinggi pada T2. Efek massa hilang sampai 1 bulan.
Hilangnya jaringan pada infark besar. Penyangatan parenkim hilang
setelah beberapa bulan. [9]
12. pencitraan vaskular
Pencitraan vaskular harus dilakukan secara cepat untuk
mengidentifikasikan pasien dengan stenosis arterial simptomatik yang
mungkin bisa mendapatkan keuntungan dari endarterektomi atau
angiopasti. Pemeriksaan non invasif dengan pencitraan colour coded
duplex dari arteri ekstrakranial dan intrakranial, CT angiografi (CTA),
34
atau MR angiografi kontras (CE-MRA) sudah tersedia secara luas.
Pendekatan ini mempunyai resiko yang lebih rendah, sedangkan
angiografi intraarterial mempunyai 1-3% menyebabkan stroke pada pasien
dengan lesi karotis simpatomatis. Digital substraction angiography (DSA)
mungkin diperlukan jika tes lannya diatas tidak dapat memberikan
petunjuk. [9]
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Farmakologis
Terapi thrombolitik IV
Tissue plasminogen activator (t-PA) mempu mengkatalis perubahan
plasminogen menjadi plasmin, sehingga memiliki kemampuan untuk melisiskan
sumbatan yang mengandung fibrin seperti yang ditemukan pada lesi
cerebrovascular thrombotik. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa
pemberian recombinant t-PA (rt-PA) IV (intra vena) dalam waktu 3 jam setelah
munculnya gejala dapat menurunkan tingkat kecacatan dan kematian akibat stroke
iskemik. Dosis pemberian adalah 0,9 mg/kg berat badan, dengan dosis maksimal
90 mg. 10% dosis diberikan secara bolus IV dan sisanya melalui drips selama 60
menit. Efektivitas dari pemberian rt-PA setelah 3 jam terhadap stroke dari onset
stroke jika dibandingkan dengan pemberian obat thrombolitik lain seperti
urokinase, atau pemberian secara intraarterial dari obat ini belum diketahui. [9]
Komplikasi terbanyak dari pemberian rt-PA adalah perdarahan, yang dapat
mempengaruhi otak atau jaringan lain. Kurangnya bukti keuntungan pemberian rt-
PA yang diberikan setelah 3 jam dari munculnya gejala, risiko terjadinya
35
perdarahan, dan pentingnya diagnosis yang benar ketika pengobatan yang
diberikan cukup berbahaya, menyebabkan rt-PA tidak dapat diberikan pada
beberapa keadaan, misalnya adanya gambaran CT scan stroke iskemik luas atau
perdarahan. Rt-PA juga tidak boleh diberikan kepada pasien dengan fungsi
koagulasi yang terganggu, baik akibat pemberian warfarin, heparin atau oleh
karena thrombocytopenia (thrombosit < 100.000/mm3), juga jika ditemukan
tanda-tanda yang mengindikasikan peningkatan risiko perdarahan, misalnya
kejang pada saat onset gejala akibat perdarahan intracranial, kelainan intracranial
lain (termasuk stroke dan trauma) dalam 3 bulan terakhir, operasi besar dalam 14
hari terakhir, perdarahan traktur digestivus atau traktur urinarius dalam 21 hari
terakhir, atau hipertensi berat (sistol >185 mmHg atau diastol >110 mmHg).
Untuk menghindari mengobati TIA yang telah memasuki masa pemulihan, pada
kondisi lain yang tidak memberikan respon terhadap rt-PA, atau pada kondisi
dimana risiko yang mungkin terjadi lebih besar daripada keuntungan yang akan
diperoleh, pasien dengan perbaikan defisit neurologis yang cepat atau spontan,
pasien dengan defisit ringan atau terisolasi, pasien dengan glukosa darah yang
konsisten hipo- atau hiperglikema (<50 mg/dl atau >400 mg/dl), harus dieksklusi.
[9]
Pasien yang mendapatkan pemberian rt-PA untuk stroke harus dirawat
pada fasilitas yang dapat mendiagnosis stroke dengan ketepatan tinggi dan mampu
menangani komplikasi perdarahan. Selama 24 jam pertama setelah pemberian rt-
PA, tidak boleh diberikan antikoagulan dan antiplatelet, tekanan darah harus
dimonitor secara cermat, serta harus dihindari punksi arteri, pemasangan infus
vena sentral, kateter, maupun nasogastric tube. [9]
36
Terapi thrombolytic intraarterial
Pemberian urokinase, prourokinase, atau rt-PA secara intraarterial tengah
diteliti sebagai pengobatan akut stroke. Hasil awal menunjukkan pemberian
urokinase, dan mungkin obat thrombolytic lain, yang diberikan bersamaan dengan
heparin IV dosis rendah, dapat memberikan keuntungan untuk pasien dengan
stroke yang bersesuaian dengan distribusi arteri cerebri medius yang dapat
ditangani dalam waktu 3-6 jam setelah onset gejala. [9]
Obat Antiplatelet
Beberapa penelitian menunjukkan penurunan insidens stroke ketika
diberikan aspirin setelah stroke. [9]
Aspirin, ketika diberikan pada pasien dengan TIA (minor stroke) terbukti
menurunkan insidens TIA berikutnya, stroke, atau kematian. Pemberian aspirin
juga berguna untuk mencegah iskemia cerebri berulang akibat cardiac emboli.
Dosis aspirin antara 80 sampai 1300 mg secara oral setiap hari terbukti efektif. [7]
Ticlopidine (250 mg oral, dua kali sehari), merupakan antiplatelet lain yang lebih
efektif mencegah stroke dan menurunkan angka kematian pada pasien TIA atau
stroke ringan. Tetapi ticlopidine lebih mahal daripada aspirin dan memiliki efek
samping seperti diare, skin rash, dan kadang-kadang neutropenia berat walaupun
reversible. [9]
Clopidogrel (75 mg oral per hari), menghambat agregasi platelet dengan
berikatan ke reseptor adenosine diphosphate (ADP) pada permukaan platelet,
terbukti menurunkan insidens stroke iskemik. Diare dan skin rash lebih sering
dijumpai pada penggunaan obat ini, tetapi neutropenia dan thrombocytopenia
terjadi dalam tingkat yang sama. Pada beberapa pasien pengobatan dengan obat
37
ini menimbulkan komplikasi berupa thrombotic thrombocytopenic purpura
(TTP). [9]
Antikoagulan
Antikoagulan belum terbukti berguna pada kebanyakan kasus stroke.
Pengecualin dimana terdapat sumber cardiac emboli yang menetap. Antikoagulan
diindikasikan untuk mencegah terjadinya stroke embolik, walaupun tidak
memberikan pengaruh kepada perjalanan penyakit stroke yang telah terjadi. [9]
Heparin merupakan drug of choice sebagai antikoagulan akut. Heparin
biasanya digunakan dengan infus IV 1000-2000 unit/jam. aPTT (activated partial
thromboplastin time) harus diukur minimal satu kali sehari dan dosis herparin
disesuaikan untuk menjaga aPTT pada kisaran 1,5-2,5 kali dari nilai sebelum
pengobatan dilaksanakan. [9]
Warfarin (Dosis maintenance 5-15 mg/hari oral), dapat dimulai bersamaan
dengan terapi heparin. Sekitar 2 hari setelah PT (prothrombin time) mencapai 1
sampai 1,5 kali dari nilai sebelum terapi (biasanya sekitar 5 hari) pemberian
heparin dapat dihentikan. PT atau INR (international normalized ratio) harus
diukur sekurang-kurangnya setiap 2 minggu sekali dan dosis warfarin disesuaikan
untuk menjaga PT = 1,5 kali kontrol atau INR 3,0-4,0. [9]
Operasi
Indikasi penatalaksanaan operasi pada stroke komplit sengat terbatas pada
keadaan dimana terjadi stroke yang diikuti peningkatan tekanan intracranial dan
dibutuhkan dekompresi segera. [9]
38
Obat antihipertensi
Walaupun hipertensi berkontribusi atas patogenesis stroke dan banyak
pasien dengan stroke memiliki tekanan darah yang meningkat, usaha untuk
menurunkan tekanan darah pada pasien stroke dapat memberikan hasil yang lebih
buruk, karena suplai darah ke daerah iskemik yang belum infark dapat terganggu.
Sehingga penggunaan obat hipertensi tidak diperbolehkan. Secara normal tekanan
darah akan menurun secara spontan setelah beberapa jam sampai beberapa hari. [9]
Obat antiedema
Obat antiedema seperti manitol dan corticosteroid belum terbukti
memberikan keuntungan untuk cytotoxic edema (pembengkakan seluler) yang
berhubungan dengan infark cerebri. [9]
Obat neuroprotektif
Bermacam-macam obat dengan mekanisme farmakologis yang bervariasi
telah diajukan sebagai obat neuroprotektif yang mampu menurunkan derajat
kerusakan iskemik cerebri dengan menurunkan metabolisme otak atau
mengintervensi mekanisme sitotoksik yang dipicu oleh iskemia. Obat-obat
tersebut meliputi barbiturat, opioid antagonis (nalaxone) voltage-gated calcium
channel antagonist (nimodipine) excitatory amino acid receptor antagonist,
throphic factors, gangliosides, dan lipid peroxidation inhibitor (trilazad),
walaupun begitu, percobaan klinis terhadap obat-obat ini belum menunjukkan
hasil yang memuaskan. [9]
Riwayat TIA atau Stroke
39
a. Penderita dengan stroke iskemik akut aterotrombotik/TIA atau dengan riwayat
stroke iskemik aterotrombotik/TIA sebelumnya pemberian antiplatelet lebih
dianjurkan dibandingkan antikoagulan untuk mengurangi risiko berulangnya
stroke dan kejadian kardiovaskular lain.[10]
b. Pasien stroke dalam terapI antiplatelet sebaiknya dievaluasi kembali untuk
patofisiologi dan faktor risiko.[10]
c. Pasien dengan stroke iskemik atau TIA yang tidak mendapat terapi
antikoagulan harus diberikan antiplatelet seperti aspirin (80-325mg) atau
clopidogrel 75 mg, atau terapi kombinasi aspirin dosis rendah 25 mg dengan
extended release dypiridamole 200 mg.[10]
d. Triofusal memberikan manfaat yang sama dengan aspirin alam pencegahan
stroke berulang, tetapi triofusal mempunyai efek samping lebih sedikit.[10]
e. Pasien yang tidak memerlukan antikoagulan harus diberikan antiplatelet, bila
mungkin kombinasi aspirin dan dipiridamol, atau clopidogrel saja. Sebagai
alternatif bisa diberikan aspirin saja atau ttriofusal saja.[10]
f. Dibandingkan dengan terapi aspirin saja, kombinasi aspirin 25 mg dengan
extended release dypiridamole 200 mg ditegaskan lebih baik dibandingkan aspirin
saja.[10]
g. Penggunaan klopidogrel lebih baik dibandingkan dengan aspirin saja.[10]
h. Kombinasi aspirin dan klopidogrel tidak direkomendasikan pada pasien dengan
stroke iskemik akut, kecuali pada pasien dengan indikasi spesifik (misalnya:
40
angina tidak stabil atau non Q wave MI, atau recent stenting), pengobatan
diberikan sampai 9 bulan setelah kejadian.[10]
i. Penambahan aspirin pada terapi klopidogrel yang diberikan pada populasi risiko
tinggi akan meningkatkan risiko perdarahan bila dibandingkan pemakaian terapi
klopidogrel saja, sehingga pemakaian rutin seperti ini tidak direkomendasikan
untuk stroke iskemik atau TIA.[10]
j. Pemberian aspirin dibandingkan klopidogrel menunjukkan hasil sedikit lebih
baik untuk pencegahan sekunder stroke, tetapi tidak bermakna secara statistik.
Sementara itu, pada kasus stroke iskemik, infark jantung dan kematian akibat
vaskuler, klopidogrel 75 mg lebih baik dibandingkan dengan aspirin 325mg.[10]
k. Pada penderita tidak toleran dengan aspirin, klopidogrel 75 mg atau extended
release dypiridamole 2 x 200 mg dapat digunakan.[10]
l. Cilostazol (100 mg) 2 kali sehari menunjukkan efek yang signifikan terhadap
kejadian stroke berulang dibandingkan plasebo (41,7% p= 0,0150; event rate/year
cilostazol 3,37% vs plasebo 5,78%) dan efektif untuk mencegah lakunar infark
pada differential analysis.[10]
m. Rasio terjadinya stroke serta rasio terjadinya perdarahan pada cilostazol secara
signifikan lebih rendah bila dibandingkan aspirin. Penurunan relatif risiko
terjadinya stroke, cilostazol vs aspirin adalah 25,7% p= 0,0357 (yearly late of
cerebral infarction cilostazol 2,76% vs aspirin 3,37%). Penurunan risiko relative
terjadinya perdarahan pada cilostazol terhadap aspirin sebesar 54,2% (p= 0,0004).
Insiden perdarahan pertahun untuk cilostazol 0,77%, sedangkan aspirin 1,78% .[10]
41
n. Pada stroke iskemik aterotrombotik dan arterial stenosis simtomatik dianjurkan
memakai cilostazol 100mg 2 kali sehari.[10]
Prognosis
Hasil akhir stroke tergantung dari beberapa faktor, yang paling penting adalah
sifat dan derajat keparahan yang menyebabkan defisit neurologis. Umur pasien,
penyebab stroke, dan kelainan medis yang menyertai juga turut mempengaruhi
prognosis. Secara keseluruhan, kurang dari 80% pasien dengan stroke yang
mampu bertahan setidaknya 1 bulan, dan 10-years survival rate berkisar pada
35%. Dari pasien yang mampu bertahan pada periode akut setengah sampai dua
pertiga mampu mendapatkan kembali fungsi independen, sedangkan sekitar 15%
membutuhkan perawatan institusional. [7]
42
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. MM
Umur : 44 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Status : Menikah
No.CM : 131185
Alamat : grong-grong
Tanggal Masuk : 28 Desember 2015
ANAMNESA
Keluhan Utama : Kelemahan anggota gerak atas dan bawah sebelah
kiri
Keluhan Tambahan : kaku anggota gerak kiri, Kejang
Riwayat Penyakit Sekarang : pasien datang dengan keluhan kelemahan anggota
gerak sebelah kiri yang di alami nya kurang lebih 1 jam sebelum masuk rumah
sakit, keluhan ini timbul tiba-tiba saat pasien sedang istirahat. Keluhan ini disertai
dengan anggota gerak kiri yang kaku, rasa tertarik pada lipatan lengan dan lutut
dan juga disertai kejang. Pada saat kejang tangan dan kaki pasien kaku, mata
43
melihat ke atas, lidah tergigit dan juga disertai penurunan kesadaran, setelah
kejang kesadaran pasien kembali normal.
Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi (+), kurang lebih 2 tahun yang lalu,
terkontrol
Stroke 8 bulan yang lalu
Riwayat Penyakit Keluarga : Keluarga tidak ada mengalami keluhan seperti
pasien
Riwayat Pemakaian Obat : obat antihipertensi dari puskesmas
(pasien/keluarga tidak tahu nama obat)
PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Present
Keadaan Umum
Vital Sign
Kesadaran :Compos Mentis
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 76 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 36,5 0C
2. Status Internus
a. Kepala
- Rambut : tidak mudah dicabut, distribusi merata
- Wajah : Simetris
- Mata : Pupil isokor (+/+), reflek cahaya (+/+)
44
- Hidung : pernafasan cupping hidung (-)
- Bibir : Simetris (+), sianosis (-)
- Lidah : simetris, Papil (+)Normal
b. Leher
- Kelenjar tiroid : Tidak membesar
- Kelenjar Limfe : Tidak membesar
- Posisi Trakhea : Medial, tidak mengalami deviasi ke kiri
ataupun kekanan
c. Thoraks
- Jantung
Inspeksi : Pulsasi Ictus Cordis tidak terlihat
Palpasi :Pulsasi Ictus Cordis teraba di ICS V linea
Midclavicula Sinistra
Perkusi :
Batas Jantung Atas : sela iga II linea Midclavicula
Sinistra
Batas Jantung kiri :sela iga V linea Midaxillaris anterior
sinistra
Batas Jantung Kanan : sela iga IV linea Parasternalis
dextra
Auskultasi:
Bunyi jantung 1>2 : Trikuspidalis dan Septal
Bunyi jantung 1<2 : Aorta dan Pulmonal
45
Bising Jantung : (-)
d. Paru
Inspeksi : Simetris (+/+), Retraksi intrercosta (-/-)
Palpasi : Stem Fremitus sama kiri dan kanan simetris
Perkusi :
Suara paru : Sonor
Batas Paru Relatif : sela iga V Linea Midclavicula
dextra
Batas Paru Absolut : sela iga VI Linea Midclavicula
dextra
Auskultasi :
Suara Pernafasan : Vesikuler (+/+)
Suara Tambahan : Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)
e. Abdomen
Inspeksi : Simetris (+), Distensi (-)
Auskultasi : Peristaltik Usus (+) normal
Palpasi : Soepel (+), Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani (+)
f. Ekstremitas
Edema : (-/-)
Sianosis : (-/-)
g. Genetalia : dalam batas normal
h. Anus : dalam batas normal
46
i. Tulang Belakang : nyeri (-)
STATUS NEUROLOGI
1. Kesadaran : compos mentis
2. GCS : E4, V5, M6
3. Tanda Rangsangan Meningeal
a. Kaku kuduk : (-)
b. Kernig sign : (-)
c. Laseque sign : (-)
d. Brudzinski I : (-)
e. Brudzinski II : (-)
4. Peningkatan tekanan intracranial :
a. Muntah : (-)
b. Sakit kepala : (-)
c. Kejang : (-)
5. Nervus Kranial
i. Nervus Olfaktorius (N.I) kanan kiri
Anosmia : - -
Hiposmia : - -
Kakosmia : - -
ii. Nervus Optikus (N.II) kanan kiri
Ketajaman penglihatan: 6/60 6/60
Lapang pandang : + (n) + (n)
Tes warna : + (n) + (n)
47
iii. Nervus Optikus, N. Oculomotorius kanan kiri
Diameter pupil : 2mm 2mm
Tes konvergent : + (n) + (n)
Refleks cahaya langsung : + (n) + (n)
Refleks cahaya tidak langsung : + (n) + (n)
iv. Nervus Oculomotorius, Nervus Abdusen kanan kiri
Gerakan mata kedalam : + (n) + (n)
Gerakan mata keatas : + (n) + (n)
Gerakan mata kebawah : + (n) + (n)
Gerakan mata ke lateral : + (n) + (n)
v. Nervus Trigeminus kanan kiri
Rasa raba : + (n) + (n)
Rasa suhu : + (n) + (n)
Refleks kornea : + (n) + (n)
Test menggigit : + (n) + (n)
Refleks Jaw refleks : + (n) + (n)
vi. Nervus Facialis kanan kiri
Pengecapan 2/3 depan lidah : + (n) + (n)
Mengerut kening : + (n) + (n)
Menutup mata : + (n) + (n)
Menunjukkan gigi : + (n) + (n)
Mengembungkan pipi : + (n) + (n)
vii. Nervus Vestibulokoklearis kanan kiri
48
Menggesek jari : + (n) + (n)
Tes rinne : + (n) + (n)
Tes webber : + (n) + (n)
Tes scwabah : + (n) + (n)
viii. Nervus Glossopharyngeus, Nervus Vagus
Kualitas suara : baik
Refleks muntah : + (normal)
Refleks menelan : + (normal)
ix. Nervus Accesorius kanan kiri
Menggangkat bahu : + (n) + (n)
Memutar kepala : + (n) + (n)
x. Nervus hipoglossus
Atrofi : - -
Fasikulasi : - -
Menjulurkan lidah : simetris
6. Motorik kanan kiri
Pergerakan : 5555 4433
Kekuatan otot : 5555 4433
Tonus : + (n) + (n)
Trofi : normotrofi normotrofi
7. Refleks fisiologis kanan kiri
a. Refleks biceps : +(n) ++
b. Refleks triceps : +(n) ++
49
c. Refleks brachioradialis: +(n) ++
d. Refleks patella : +(n) ++
e. Refleks achiles : +(n) ++
8. Refleks pathologis kanan kiri
a. Refleks hoffman : - -
b. Refleks tromner : - -
c. Refleks babinski : - +
d. Refleks oppen heim : - -
e. Refleks gordon : - -
f. Refleks schaefer : - -
g. Refleks chaddock : - -
h. Refleks gonda : - -
9. Klonus kanan kiri
Klonus paha : - -
Klonus kaki : - -
10. Sensibilitas
Raba : + (n)
Suhu : + (n)
Nyeri : + (n)
11. Vegetatif
Miksi : dalam batas normal
Defekasi : dalam batas normal
12. Tes koordinasi
50
Tes Romberg mata terbuka : sdn
Tes Romberg mata tertutup : sdn
Tes tendem : sdn
Tes jari ke hidung : + (n)
Tes jari ke jari pemeriksa : + (n)
Tes hidung ke jari secara bergantian : + (n)
Pronasi supinasi bergantian : + (n)
Tes tumit lutut : + (n)
Tes tumit tulang kering : + (n)
13. Tes rangsangan radikular
Laseque : -
Cross laseque : -
Lhermitte tes : -
Nafzringer tes : -
14. Gejala-gejala Ekstramidal
Tremor : -
Rigiditas : -
Bradikinesia : -
Siriraj Stroke Score:
(2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 60) – (3 x 0) – 12
0 + 0 + 0 + 6 – 3 – 12 = -9
Planning pemeriksaan :
51
Hasil Nilai rujukan
Hemoglobin 14,0 g/dl 12-18
Eritrosit 5,08 10^6/ µ 4-6
Leukosit 12,0 10^3/ µ 4 – 10
Trombosit 467 10^3/ µ 150-400
Gula Darah sewaktu 96 mg/dl <199
DIAGNOSA
1) Diagnosa Fungsional : Hemiplegia spastik sinistra
Hipertensi
konvulsi
2) Diagnosa Topis : subcortex serebri
3) Diagnosa etiologi : Cerebral infark
4) Diagnosa banding : cerebral infark
5) Diagnosa Kerja : Cerebral infark + hemiplegia spastik
sinistra + hipertensi + konvulsi
PENATALAKSANAAN
1) Planning terapi : IVFD Asering 20 gtt/i
Ij. Citicolin 1 g/12jam
Clopidrogel 1 x 1
Amlodipin 1 x 10 mg
Asam folat 1 x 1
52
2) Planning Edukasi : latihan gerak fleksi dan ekstensi
lengan dan kaki
PROGNOSIS
1) Qua ad vitam : bonam
2) Qua ad fungsionam : bonam
3) Qua ad sonoctionam : bonam
FOLLOW UP
Tanggal Perjalanan PenyakitPerintah dan Pengobatan
yang diberikan
29-12-2015
H-1
S/Lemah dan kaku anggota gerak sebelah
kiri, rasa tertarik pada lipatan siku dan
lutut, Kejang (-), pasien tampak sedih
seperti ingin menangis
O/ Status internus: dalam batas normal
Status neurologi:
- Kesadaran: Compos mentis
- GCS: E4V5M6 = 15
- TD: 140/70 mmHg RR: 17x/m
N: 78x/m T: 36,9 0C
- Mata: pupil isokor (+/+), refleks
cahaya langsung (+/+)
- Tanda rangsangan meningeal: Dalam
Batas Normal
- N. cranial : dbn
- Motorik: 5555 4433
5555 4433
- Sensorik : Dalam batas normal
- Refleks fisiologis : +/++
- IVFD Asering 20 gtt/i
- Inj. Citicolin 500 mg/ 8 jam
- Cilostazol 1 x 100 mg
- Amlodipin 1 x 10 mg
- Asam folat 1 x1
- Fluoxetine Hcl 1 x 20 mg
Edukasi : latihan gerak,
fleksi dan ekstensi pada
anggota gerak
53
- Refleks Babinski (+)
Ass/ Cerebral Infark
Hemiplegia spastic sinistra
hipertensi
Tanggal Perjalanan Penyakit Perintah dan Pengobatan
yang diberikan
30-12-2015
H-2
S/Lemah dan kaku anggota gerak sebelah
kiri, rasa tertarik pada lipatan siku dan
lutut, Kejang (-), pasien tampak sedih
seperti ingin menangis
O/ Status internus: dalam batas normal
Status neurologi:
- Kesadaran: Compos mentis
- GCS: E4V5M6 = 15
- TD: 120/70 mmHg RR: 20x/m
N: 74x/m T: 36,7 0C
- Mata: pupil isokor (+/+), refleks
cahaya langsung (+/+)
- Tanda rangsangan meningeal: Dalam
Batas Normal
- N. cranial : dbn
- Motorik: 5555 4433
5555 4433
- Sensorik : Dalam batas normal
- Refleks fisiologis : +/++
- Refleks Babinski (+)
- Lab Paket stroke
- Asam urat : 7,4 mg/dl
- Kolesterol : 256 mg/dl
- IVFD Asering 20 gtt/i
- Inj. Citicolin 500 mg/ 8 jam
- Cilostazol 1 x 100 mg
- Amlodipin 1 x 10 mg
- Asam folat 1 x1
- Fluoxetine Hcl 1 x 20 mg
- Allopurinol 1 x 300 mg
- Simvastatin 1 x 20 mg
Edukasi : latihan gerak,
fleksi dan ekstensi pada
anggota gerak
54
- LDL kolesterol : 264 mg/dl
Ass/ Cerebral Infark
Hemiplegia spastic sinistra
Hipertensi
Hiperkolesterolemia
hiperurisemia
Tanggal Perjalanan Penyakit Perintah dan Pengobatan
yang diberikan
31-12-2015
H-3
S/ Lemah dan kaku anggota gerak
sebelah kiri, rasa tertarik pada lipatan
siku dan lutut, Kejang (-), BAB (-) 3 hari,
pasien tampak sedih seperti ingin
menangis
O/ Status internus: dalam batas normal
Status neurologi:
- Kesadaran: Compos mentis
- GCS: E4V5M6 = 15
- TD: 110/70 mmHg RR: 20x/m
N: 68x/m T: 36,5 0C
- Mata: pupil isokor (+/+), refleks
cahaya langsung (+/+)
- Tanda rangsangan meningeal: Dalam
Batas Normal
- N. cranial : dalam batas normal
- Motorik: 5555 4433
5555 4433
- Sensorik : Dalam batas normal
- Refleks fisiologis : +/++
- IVFD Asering 20 gtt/i
- Inj. Citicolin 500 mg/ 8 jam
- Cilostazol 1 x 100 mg
- Amlodipin 1 x 10 mg
- Asam folat 1 x1
- Fluoxetine Hcl 1 x 20 mg
- Allopurinol 1 x 300 mg
- Simvastatin 1 x 20 mg
Edukasi : latihan gerak, fleksi
dan ekstensi pada anggota
gerak, makan buah dan
sayuran
55
- Refleks Babinski : (+)
Ass/ Cerebral Infark
Hemiplegia spastic sinistra
Hipertensi
Hiperkolesterolemia
hiperurisemia
Tanggal Perjalanan Penyakit Perintah dan Pengobatan
yang diberikan
01-01-2016
H-4
S/ Lemah dan kaku anggota gerak
sebelah kiri, rasa tertarik pada lipatan
siku dan lutut, Kejang (-), BAB (-) 4 hari,
perasaan cemas pasien sudah berkurang,
sariawan dilidah
O/ Status internus: dalam batas normal
Status neurologi:
- Kesadaran: Compos mentis
- GCS: E4V5M6 = 15
- TD: 110/80 mmHg RR: 20x/m
N: 68x/m T: 36,5 0C
- Mata: pupil isokor (+/+), refleks
cahaya langsung (+/+)
- Tanda rangsangan meningeal: Dalam
Batas Normal
- N. cranial : dalam batas normal
- Motorik: 5555 4433
5555 4433
- Sensorik : Dalam batas normal
- Refleks fisiologis : +/++
- Refleks Babinski : (+)
- IVFD Asering 20 gtt/i
- Inj. Citicolin 500 mg/ 8 jam
- Cilostazol 1 x 100 mg
- Amlodipin 1 x 10 mg
- Asam folat 1 x1
- Fluoxetine Hcl 1 x 20 mg
- Allopurinol 1 x 300 mg
- Simvastatin 1 x 20 mg
- Nistatin drop 3x1
Edukasi : latihan gerak,
fleksi dan ekstensi pada
anggota gerak, makan buah
dan sayuran
56
Ass/ Cerebral Infark
Hemiplegia spastic sinistra
Hipertensi
Hiperkolesterolemia
Hiperurisemia
stomatitis
Tanggal Perjalanan Penyakit Perintah dan Pengobatan
yang diberikan
02-01-2016
H-5
S/ Lemah dan kaku anggota gerak
sebelah kiri, rasa tertarik pada lipatan
siku dan lutut (berkurang), Kejang (-),
BAB (+), perasaan cemas pasien sudah
berkurang, sariawan dilidah
O/ Status internus: dalam batas normal
Status neurologi:
- Kesadaran: Compos mentis
- GCS: E4V5M6 = 15
- TD: 120/80 mmHg RR: 18x/m
N: 78x/m T: 36,5 0C
- Mata: pupil isokor (+/+), refleks
cahaya langsung (+/+)
- Tanda rangsangan meningeal: Dalam
Batas Normal
- N. cranial : dalam batas normal
- Motorik: 5555 4433
5555 4433
- Sensorik : Dalam batas normal
- Refleks fisiologis : +/++
- Refleks Babinski : (+)
Ass/ Cerebral Infark
- IVFD Asering 20 gtt/i
- Inj. Citicolin 500 mg/ 8 jam
- Cilostazol 1 x 100 mg
- Amlodipin 1 x 10 mg
- Asam folat 1 x1
- Fluoxetine Hcl 1 x 20 mg
- Allopurinol 1 x 300 mg
- Simvastatin 1 x 20 mg
- Nistatin drop 3x1
Edukasi : latihan gerak,
fleksi dan ekstensi pada
anggota gerak, makan buah
dan sayuran
57
Hemiplegia spastic sinistra
Hipertensi
Hiperkolesterolemia
Hiperurisemia
Stomatitis
Tanggal Perjalanan Penyakit Perintah dan Pengobatan
yang diberikan
03-01-2016
H-6
S/ Lemah dan kaku anggota gerak
sebelah kiri, rasa tertarik pada lipatan
siku dan lutut (berkurang), Kejang (-),
BAB (+), pasien sudah mulai tersenyum,
sariawan dilidah
O/ Status internus: dalam batas normal
Status neurologi:
- Kesadaran: Compos mentis
- GCS: E4V5M6 = 15
- TD: 110/70 mmHg RR: 20x/m
N: 68x/m T: 36,5 0C
- Mata: pupil isokor (+/+), refleks
cahaya langsung (+/+)
- Tanda rangsangan meningeal: Dalam
Batas Normal
- N. cranial : dalam batas normal
- Motorik: 5555 4433
5555 4433
- Sensorik : Dalam batas normal
- Refleks fisiologis : +/++
- Refleks Babinski : (+)
Ass/ Cerebral Infark
Hemiplegia spastic sinistra
- IVFD Asering 20 gtt/i
- Inj. Citicolin 500 mg/ 8 jam
- Cilostazol 1 x 100 mg
- Amlodipin 1 x 10 mg
- Asam folat 1 x1
- Fluoxetine Hcl 1 x 20 mg
- Allopurinol 1 x 300 mg
- Simvastatin 1 x 20 mg
- Nistatin drop 3x1
Edukasi : latihan gerak,
fleksi dan ekstensi pada
anggota gerak, makan buah
dan sayuran
58
Hipertensi
Hiperkolesterolemia
Hiperurisemia
Stomatitis
Tanggal Perjalanan Penyakit Perintah dan Pengobatan
yang diberikan
04-01-2016
H-7
S/ Lemah dan kaku anggota gerak
sebelah kiri, rasa tertarik pada lipatan
siku dan lutut (berkurang), Kejang (-),
BAB (+), sariawan dilidah
O/ Status internus: dalam batas normal
Status neurologi:
- Kesadaran: Compos mentis
- GCS: E4V5M6 = 15
- TD: 120/70 mmHg RR: 18x/m
N: 68x/m T: 36,5 0C
- Mata: pupil isokor (+/+), refleks
cahaya langsung (+/+)
- Tanda rangsangan meningeal: Dalam
Batas Normal
- N. cranial : dalam batas normal
- Motorik: 5555 4433
5555 4433
- Sensorik : Dalam batas normal
- Refleks fisiologis : +/++
- Refleks Babinski : (+)
Ass/ Cerebral Infark
Hemiplegia spastic sinistra
Hipertensi
- IVFD Asering 20 gtt/i
- Inj. Citicolin 500 mg/ 8 jam
- Cilostazol 1 x 100 mg
- Amlodipin 1 x 10 mg
- Asam folat 1 x1
- Fluoxetine Hcl 1 x 20 mg
- Allopurinol 1 x 300 mg
- Simvastatin 1 x 20 mg
- Nistatin drop 3x1
Pasien rawat jalan
obat pulang :
citicolin 2 x 1000 mg
cilostazol 1 x 100 mg
amlodipin 1 x 10 mg
allopurinol 1 x 300 mg
simvastatin 1 x 20 mg
Fluoxetine Hcl 1 x 20 mg
asam folat 1 x 1
Edukasi : latihan gerak,
fleksi dan ekstensi pada
anggota gerak, minum obat
teratur, kontrol ke poliklinik
59
Hiperkolesterolemia
Hiperurisemia
Stomatitis
saraf
DAFTAR PUSTAKA
1. Gofir A. Manajemen Stroke Evidence Based Medicine. Yogyakarta:
PustakaCendekia Press. 2009.
2. Dorland WAN. Kamus kedokteran dorland. Ed ke-29. Editor: Hartanto H,
Setiawan A, Bani AP, Widjaja AC, Adji AS, Soegiarto B, dkk. Jakarta:
ECG; 2012.
3. Misbach. Stroke Aspekdiagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI Jakarta. 2009.
4. Greenstain B, Greenstain A. Color atlas of neuroscience: neuroanatomy
and neurophysiology Stuttgart: Theime; 2008.
5. Netter FH, Machade CAG. Interactive atlas of human anatomy [Electronic
Atlas].: Saunders/Elsevier; 2006.
6. Rasyid Al. Updates on Neuroemergency 2011. Jakarta: FKUI. 2011.
7. Goldszmidt AJ, Caplan LR. Esensial Stroke. Jakarta: EGC. 2009.
8. Aminoff MJ, Greenberg DA, Simon RP. Clinical neurology. Ed ke-6. New
York: Lange Medical Books/McGraw-Hill; 2008.
9. Misbach J, Tobing SML (ed). Guidelines Stroke 2011. Jakarta: Perdossi.
2011.
60
10. AHA/ASA Guideline. Guideline for the Prevention of Stroke in Patien
with Stroke or Tansient Ischemic Attack. Stroke 2011.
61