cbd ayuq.docx
TRANSCRIPT
ANATOMI MULUT
Mulut adalah suatu rongga terbuka yang merupakan jalan masuk sistem pencernaan
berisi organ asesoris berfungsi dalam proses awal pencernaan.
Gbr. Rongga mulut
Bagian-bagian yang terdapat pada mulut:
1. Bibir
Tersusun dari otot rangka (orbikularis mulut) dan jaringan ikat. Permukaan luar bibir
yang dilapisi kulit dan mengandung folikel rambut, kelenjar keringat serta kelenjar
subasea. Sedangkan permukaan dalam bibir adalah membran mukosa.
Gbr. Anatomi bibir
1
2. Gigi (dens)
Gbr. Anatomi gigi
Bagian-bagian gigi:
Mahkota gigi atau corona, merupakan bagian yang tampak di atas gusi. Terdiri atas:
Lapisan email, merupakan lapisan yang paling keras.
Tulang gigi (dentin), di dalamnya terdapat saraf dan pembuluh darah.
Rongga gigi (pulpa), merupakan bagian antara corona dan radiks.
Leher gigi atau kolum, merupakan bagian yang berada di dalam gusi.
Akar gigi atau radiks, merupakan bagian yang tertanam pada tulang rahang. Akar
gigi melekat pada tulang rahang dengan perantaraan semen gigi.
Semen gigi melapisi akar gigi dan membantu menahan gigi agar tetap melekat
pada gusi. Terdiri atas:
o Lapisan semen, merupakan pelindung akar gigi dalam gusi.
o Gusi, merupakan tempat tumbuh gigi.
3. Lidah
Lidah dilekatkan pada dasar mulut oleh frenulum lingua yang berfungsi untuk
menggerakkan makanan saat dikunyah atau ditelan, atau untuk pengecapan dan
produksi bicara.
2
Gbr. Anatomi lidah
4. Kelenjar ludah (glandula salivatorius)
Kelenjar saliva dibagi atas 2 kelompok, yaitu: kelenjar saliva mayor dan kelenjar
saliva minor. Kelenjar saliva mayor merupakan struktur berpasangan yang terdiri atas
kelenjar parotis, kelenjar submandibular, dan kelenjar sublingual. Sedangkan kelenjar
saliva minor terdiri atas kelenjar labialis, kelenjar bukalis, kelenjar palatinus (kelenjar
Weber), kelenjar retromolar (kelenjar Carmalat), dan kelenjar lingualis. Kelenjar
lingualis dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu: inferior apical (kelenjar Blandin
Nuhn),taste buds (kelenjar Ebner), dan kelenjar lubrikasi posterior.
Gbr. Anatomi glandula salivatorius
3
KELAINAN JARINGAN LUNAK RONGGA MULUT
I. ORAL CANDIDIASIS
Candidiasis atau candidosis merupakan bentuk paling umum dari mikosis oral
superficial (George Laskaris, 2000) Candidiasis oral merupakan infeksi oportunistik yang
paling umum mempengaruhi mukosa oral. Pada sebagian besar kasus, lesi tersebut
disebabkan oleh jamur Candida albicans (Martin S et al, 2008).
ETIOLOGI
Candidiasis utamanya disebabkan oleh Candida albicans, dan jarang karena spesies
candida lainnya (George Laskaris, 2000). Candida albicans, Candida tropicalis, Candida
glabratabersama terdiri lebih dari 80% dari spesies yang terisolasi dari infeksi Candida
pada manusia (Martin S et al, 2008).
PATOGENESIS
Delapan puluh persen orang normal menunjukkan kolonisasi C.albicans pada
orofaring, traktus gastrointestinalis dan vagina. Perkembangan penyakit karena spesies
Candida bergantung pada interaksi kompleks antara organisme yang patogen dengan
mekanisme pertahanan tubuh pejamu. Infeksi kandida merupakan infeksi oportunistik
yang dimungkinkan karena menurunnya pertahanan tubuh pejamu (Wolff et al, 2008).
Terdapat hubungan yang jelas antara kandidiasis oral dan pengaruh faktor
predisposisi lokal dan umum. Faktor predisposisi lokal yang mampu untuk
mempromosikan pertumbuhan candida atau mempengaruhi respon imun oral mucosa.
Faktor predisposisi umum biasanya berhubungan dengan status imun dan endokrin pasien
(Martin S et al, 2008).
FAKTOR PREDISPOSISI
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya candidiasis. Faktor-
faktor tersebut adalah faktor predisposisi dan terbagi menjadi faktor predisposisi lokal dan
umum.
Status kekebalan tubuh dapat dipengaruhi oleh obat-obatan juga penyakit, yang
menekan sistem imun bawaan. Candidiasis pseudomembranous juga berhubungan dengan
infeksi jamur pada anak-anak, yang tidak memiliki sistem imun yang berkembang
sempurna.
4
Denture stomatitis, angular cheilitis, dan median rhomboid glossitis disebut
sebagai infeksi yang berhubungan dengan candida, dan lesi ini dapat, selain karena
candida, disebabkan oleh bakteri.
Faktor Predisposisi lokal untuk oral candidiasis dan lesi lain yang berhubungan
dengan Candida :
1. Pemakaian gigi tiruan
2. Merokok
3. Berhubungan dengan atopik
4. Inhalasi steroid
5. Steorid topikal
6. Hyperkeratosis
7. Tidak seimbangnya mikroflora mulut
8. Kualitas dan kuantitas saliva
Faktor Predisposisi umum untuk oral candidiasis dan lesi lain yang berhubungan
dengan Candida :
1. Penyakit yang menekan sistem imun
2. Status kesehatan yang terganggu
3. Obat yang menekan sistem imun
4. Kemotrapi
5. Kelainan endokrin
6. Kekurangan hematin
KLASIFIKASI ORAL CAMDIDIASIS
1. Kandidiasis oral primer (Samaranayahe LP et al, 2002)
1.1. Bentuk akut
1.1.1. Pseudomembranous (Kandidiasis pseudomembranous)
1.1.2. Eritematous (Kandidiasis atrofi akut)
1.2. Bentuk Kronis
1.2.1. Hiperplastik : a. Nodular, b. Plak
1.2.2. Eritematous
1.3. Lesi berhubungan Candida
1.3.1. Denture Stomatitis (Kandidiasis atrofi kronis)
1.3.2. Angular Cheilitis (Kheilosis Kandida)
5
2. Kandidiasis Oral Sekunder
2.1 Glositis romboid median
2.2 Linear gingival erythema
(Burket’s Oral Medicine, 2008)
GEJALA KLINIS 1. Pseudomembranous Candidiasis.
Bentuk akut dari
pseudomembran candidiasis (thrush)
dikelompokkan ke primary oral
candidiasis dan dikenal sebagai
infeksi candida yang klasik. Infeksi
biasanya mempengaruhi pasien yang
mengkonsumsi antibiotic, obat
imunosupresan, atau penyakit yang
menekan sistem imun.
Infeksi ini biasanya menampilkan membrane yang melekat longgar yang terdiri
dari organism jamur dan debris cellular yang meninggalkan sebuah peradangan,
terkadang area perdarahan jika pseudomembran dihilangkan.
Gejala klinis kandidiasis pseudomembran akut dan kronis dapat dibedakan.
Bentuk kronis terjadi sebagai akibat infeksi HIV dimana pasien dengan penyakit ini
6
dapat terkena infeksi candida pseudomembran untuk waktu yang lama. Pasien yang
dirawat dengan inhaler steroidjuga dapat terkena lesi pseudomembran yang kronis.
Pasien jarang melaporkan lesi mereka, walau beberapa ketidaknyamanan dirasakan saat
adanya pseudomembran.
2. Erythematous Candidiasis.
Dulu dikenal sebagai atrophic
oral candidiasis. Permukaan eritema
menunjukkan atrofi dan peningkatan
vaskularisasi. Lesi ini memiliki tepi yang
difus, yang membantu membedakannya
dari erythroplakia, yang mempunyai
demarkasi yang lebih tajam. Candidiasis
ini dianggap penerus candidiasis
pseudomembran namun juga dapat
muncul sendiri.
Biasanya ditemui pada palatum dan dorsum lidah pada pasien yang menggunakan
inhaler steroid. Faktor predisposisi lain adalah merokok dan perawatan dengan antibiotic
spectrum luas. Bentuk akut dan kronisnya hadir dengan tampilan klinis yang identik.
3. Chronic Plaque-Type and Nodular Candidiasis
Dulu disebut candidal leukoplakia.
Gejala bervariasi dari bercak putih, yang
hampir tidak teraba sampai plak kasar yang
melekat erat pada lidah, palatum atau mukosa
bukal (Wolff et al, 2008). Keluhan umumnya
rasa kasar atau pedih di daerah yang terkena.
Tidak seperti pada kandidiasis
pseudomembran, plak disini tidak dapat
dikerok. Harus dibedakan dengan leukoplakia
oral oleh sebab lain yang sering dihubungkan dengan rokok sigaret dan keganasan.
Terbanyak pada pria, umumnya di atas usia 30 tahun dan perokok (Hay RJ, 2010).
7
4. Denture Stomatitis.Area yang paling sering terkena adalah mukosa palatal yang tertutupi gigi tiruan,
Tidak sering terjadi di mandibula. Denture stomatitis diklasifikasikan menjadi 3 tipe, Tipe
I terletak di area eritema minor yang disebebkan oleh trauma dari gigi tiruan. Tipe II
mempengaruhi sebagian besar mukosa yang tertutupi gigi tiruan. Tipe III memiliki
mukosa granular pada bagian tengah palatum. Gigi tiruan berfungsi sebagai tempat yang
melindungi mikroorganisme dari pengaruh fisik seperti saliva. Microflora yang terlibat
adalah kompleks dan selain candida, juga mengandung bakteri
seperti Streptococcus, Veillonella, Lactobacillus, Prevotella, dan Actinomyces. Tidak
diketahui sampai mana peran bakteri terhadap pathogenesis denture stomatitis.
5. Angular Cheilitis.
Merupakan fissure yang terinfeksi
dari komisura mulut, sering dikelilingi oleh
eritema. Lesi ini sering terinfeksi
oleh Candida dan Staphylococcus aureus,
kekurangan vitamin B12, kekurangan zat
besi, dan hilangnya dimensi vertikal
dikaitkan berhubungan dengan kelainan
ini. Atopi juga dikaitkan degnan angular
cheilitis. Kulit kering dapat mempercepat
perkembangan fissure di komisura,
memungkinkan invasi mikroorganisme. Tiga puluh persen pasien denture stomatitis juga
mengalami angular cheilitis, yang hanya mempengaruhi pasien pemakai gigi tiruan tanpa
denture stomatitis.
8
6. Median Rhomboid Glossitis
Dikarakteristikkan dengan lesi eritema pada tengah bagian posterior dorsal lidah.
Lesi ini memiliki konfigurasi oval. Area eritema ini dihasilkan dari atrofi papilla filiform
dan permukaan dapat menjadi lobulated. Etiologinya belum diklarifikasi, namun lesi
sering menunjukkan campuran microflora bakteri/fungal. Biopsi menunjukkan Candida
hypnea pada lebih dari 85% lesi. Perokok dan pemakai gigi tiruan meningkatkan
terjadinya median rhomboid glossitis, juga pada pasien yang menggunakan inhalasi
steroid. Terkadang lesi eritema bersamaan dapat dilihat pada mukosa palatal. Media
rhomboid glossitis asimtomatik, dan manajemennya dibatasai untuk mengurangi faktor
predisposisi. Lesi tidak menyebabkan risiko transformasi ganas.
7. Oral Candidiasis Associated with HIVLebih dari 90% pasien AIDS terkana oral oral candidiasis selama infeksi HIV
mereka, dan infeksi dianggap sebagai pertanda perkembangan AIDS. Bentuk paling umum yang berhubungan dengan HIV adalah candidiasis pseudomembran, candidiasis eritema, angular cheilitis, dan chronic hyperplastic candidiasis.
(Burket’s Oral Medicine, 2008)
9
8. Secondary Oral CandidiasisDisertai dengan candidiasis mucocutan sistemik dan kekurangan imun lainnya.
CMC (Chronic Mucocutanous Candidiasis) mencakup sekelompok gangguan heterogen
yang selain oral candidiasis, juga mempengaruhi kulit, kuku dan lapisan mukosa lain
seperti mukosa genital. Wajah dan kulit kepala dapat terlibat massa granuloma terdapat
pada area ini. Sekita 90% pasien CMC terkena oral candidiasis. Keterlibatan mulut pada
lidah, dan lesi hiperplastik putih terlihat pada perhubungan fisura. CMC dapat terjadi
karena kelainan endokrin sebagai hipertiroid dan penyakit Addison. Gangguan fungsi
fagositosis oleh neutrofil granulosit dan makrofag disebabkan oleh kekurangan
myeloperoxidase yang juga dengan CMC. Baik kekebalan tubuh bawaan dan adaptif
sangat penting untuk mencegah perkembangan CMC. Klasifikasi kandidiasi oral
sekunder dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Glositis romboid median
Merupakan bentuk lanjutan atau varian kandidiasis hiperplastik kronis. Pada bagian
tengah permukaan dorsal lidah terjadi atrofi papila (Hay RJ, 2010)
b. Linear gingival erythema :
- Bentuk terbaru dijumpai pada pasien HIV
- Lesinya berupa garis merah minimal 2 mm meluas antara papilla gingiva yang
berdekatan/ mengitari tepi gingiva.
- Dapat lokalisata pada tepi gingiva satu atau dua gigi atau generalisata
- Ini dapat karena infeksi campuran bakteri dan jamur karena dasarnya defisiensi
imun generalisata (Samaranayahe LP et al, 2002).
10
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
(Burket’s Oral Medicine, 2008)
PENATALAKSAANSebelum memulai medikasi antifungal, penting untuk mengidentifikasi faktor
predisposisi. Faktor lokal biasanya diidentifikasi namun kadang tidak mungkin
dikurangi. Disitulah terdapat peran penting obat antifungal. Obat antifungal yang paling
sering digunakan adalah golongan polyenes atau azoles. Polien seperti nystatin dan
amphotericin B adalah alternative pertama pada perawatan candidiasis oral primer dan
ditoleransi dengan baik. Polien tidak diserap pada saluran pencernaan dan tidak terkait
dengan perkembangan resisten. Mereka mengerahkan tindakan melalui efek negatif pada
produksi ergosterol, yang sangan penting untuk integritas membrane sel candida.
Walaupun kurang realistic, pelepasan permanen gigi tiruan merupakan perawatan
efektif untuk denture stomatitis. Bagaimanapun, pengurangan atau penghilangan faktor
predisposisi adalah tujuan utama perawatan denture stomatitis serta infeksi oportunistik
lain. Hal ini termasuk permbaikan kebersihan gigi tiruan dan rekomendasi untuk tidak
memakai gigi tiruan saat tidur. Bersihkan gigi tiruan juga berguna untuk mengganggu
kematangan lingkungan mikroma dibawah gigi tiruan. Gigi tiruan disimpan pada cairan
antimicrobial.
11
Perawatan topical dengan azoles seperti miconazol adalah pilihan perawatan
untuk angular cheilitis yang terinfeksi oleh S.aureus dan candidiasis. Asam fusidic dapat
digunakan sebagai pelengkap obat-obatan. Jika angular cheilits terdiri dari eritema
disekitar fisura, salep steroid mungkin diperlukan untuk menekan inflamasi. Untuk
mencegah kambuh, pasien harus mengoles krim pelembab, yang akan mencegah
pembentukan fisura baru.
Azoles sistemik digunakan pada candidiasis primer yang terletak dalam, seperti
candidiasis hyperplastic kronis, denture stomatitis, median rhomboid glossitis dengan
tampilan granular, dan untuk infeksi resisten terapi, kebanyakan terkait dengan
ketidakpatuhan. Ada beberapa kerugian azoles, mereka berinteraksi dengan warfarin,
menyebabkan peningkatan kecenderungan perdarahan. Efek merugikan juga terdapat
pada aplikasi topical azoles atau yang sebagian teresorpsi saluran pencernaan.
Azoles juga digunakan dalam pengobatan candidiasis oral sekunder terkait
dengan faktor predisposisi sistemik dan untuk candidiasis sistemik.
12
(Burket’s Oral Medicine, 2008)
(Burket’s Oral Medicine, 2008)
13
Indikasi pengobatan sistemik:
- Risiko tinggi terjadinya diseminasi (kandidiasis sistemik) yaitu pada pasien
granulositopenia/imunokompromais, dan pasien yang mendapat terapi
imunosupresif.
- Dengan terapi topikal tidak berhasil atau tidak sembuh.
- Bila terjadi reinfeksi (Wolff et al, 2008)
- Pada pasien AIDS : terbaik dengan kapsul Flukonazol dari pada kapsul
Itrakonazol (Hay RJ, 2010) Sebaiknya tablet ketokonazol tidak digunakan
(Samaranayahe LP, 2002).
14
II. GLOSSITIS
Anatomi Lidah
Lidah merupakan massa jaringan ikat yang tersusun otot lurik yang diliputi oleh
membran mukosa. Membran mukosa melekat erat pada otot karena jaringan penyambung
lamina propia menembus ke dalam ruang-ruang antar berkas-berkas otot.Struktur lainnya
yang berhubungan dengan lidah sering disebut lingual. Lidah merupakan bagian tubuh
penting untuk indra pengecap yang terdapat kemoreseptor untuk merasakan respon rasa
asin, asam, pahit dan rasa manis. Tiap rasa pada zat yang masuk ke dalam rongga mulut
akan direspon oleh lidah di tempat yang berbeda-beda. Lidah sebagian besar terdiri dari
dua kelompok otot yaitu otot intrinsik dan ektrinsik. Otot intrinsik lidah melakukan
semua gerakan halus,sementara otot ektrinsik mengaitkan lidah pada bagian-bagian
sekitarnya serta melaksanakan gerakan-gerakan kasar yang sangat penting pada saat
mengunyah dan menelan. Lidah mengaduk makanan, menekannya pada langit-langit dan
gigi dan akhirnya mendorongnya masuk faring. Lidah terletak pada dasar mulut,
sementara pembuluh darah dan urat saraf masuk dan keluar pada akarnya.Ujung serta
pinggiran lidah bersentuhan dengan gigi-gigi bawah, sementara dorsum merupakan
permukaan melengkung pada bagian atas lidah.
15
GLOSSITIS
Glositis merupakan suatu kondisi peradangan yang terjadi pada lidah yang ditandai
dengan terjadinya deskuamasi papila filiformis sehingga menghasilkan daerah
kemerahan yang halus dan mengkilat.Glositis bisa terjadi akut atau kronis.Penyakit ini
dapat mencerminkan kondisi dari lidah itu sendiri atau merupakan cerminan dari
penyakit tubuh yang gejalanya muncul pada lidah. Keadaan ini dapat menyerang pada
semua tingkatan usia.
ETIOLOGI GLOSITIS
Penyebab glositis bermacam-macam, baik lokal dan sistemik. Penyebab glositis bisa
diuraikan sebagai berikut:
a. Sistemik:
1. Malnutrisi (kurang asupan vitamin B12, niasin, riboflavin, asam folat)
2. Anemia (kekurangan Fe)
3. Penyakit kulit (lichenplanus, erythema multiforme, syphilis, lesi apthous)
4. HIV (candidiasis, HSV, kehilangan papillae)
5. Obat lanzoprazole, amoxicillin, metronidazole.
b. Lokal:
1. Infeksi (streptococcal, candidiasis, Tb, HSV, EBV)
2. Trauma (luka bakar)
3. Iritan primer (alkohol, tembakau, makanan pedas, permen berlebihan)
Faktor resiko:
1. Nutrisi yang kurang bagus
2. Merokok
3. Mengkomsumsi alcohol
16
4. Usia
5. Stres, gelisah, depresi
TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala dari glositis bervariasi oleh karena penyebab yang bervariasi
pula.Tanda dasar kelainan ini adalah perubahan warna lidah dan rasa nyeri.Warna yang
dihasilkan bervariasi dari gelap merah sampai dengan merah terang.Kondisi ini
menyebabkan kesulitan mengunyah, menelan atau berbicara. Lidah yang mempunyai
kelainan ini permukaannya akan terlihat halus.Terdapat beberapa ulserasi yang terlihat
pada glositis.Perawatan dari glositis tergantung pada penyakit yang mendasari.Apabila
glositis terjadi pada anemia pernisiosa maka lidah akan tampak merah dan terasa panas.
DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis dimulai dari anamnesis. Dari anamnesis, dapat ditemukan
keluhan nyeri lidah, ada massa atau pembengkakan (massa fokal; fibroma, lipoma.
Massa difus; sengatan tawon, kista mukosa, erythema bollusum).
Pada pemeriksaan fisik, dilihat nodul ataupapilla lidahyang menghilang. Selain itu
juga dapat dilakukan pemeriksaan tambahan seperti biopsi, kikisan KOH, CBC, tes
serologi untuk sifilis, tes untuk defisiensi vitamin B12, tes glukosa postprandial, profil
kimia darah, kultur lesi dan smear bila terdapat indikasi.
JENIS GLOSITIS
a. Atrofi Glositis
Glositis atrofi atau hunter glossitis adalah suatu kondisi yang ditandai oleh
lidah mengkilap halus dan nyeri yang disebabkan oleh atrofi dari papila lingual
(depapillation). Permukaan lidah dorsal mungkin akan terasa panas, nyeri dan/atau
eritema. Atrophic glossitismemiliki banyak penyebab, biasanya terkait dengan
kekurangan nutrisi atau faktor lain seperti xerostomia (mulut kering) atau anemia.
b.Benign Migratory Glossitis( Geografis Lidah)
Lidah Geografis atau Benign Migratory Glossitisadalah kondisi
peradangan selaput lendir dari lidah, biasanya terjadi pada permukaan lidah. Hal ini
ditandai dengan lidah yang halus, depapillation dengan warna merah
(hilangnya papila lingual ) yang berpindah atau meluas dari waktu ke waktu. Istilah
migratory berasal dari gambaran lidah yang berubah menjadi seperti peta, dengan
17
patch menyerupai gambaran pulau-pulau. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi
kondisi ini sepenuhnya jinakdan tidak ada pengobatan kuratif.
Daerah yang mengalami depapillation biasanya sedikit terangkat, berwarna
putih, kuning atau abu-abu. Sebuah lesi lidah geografis biasanyadimulai sebagai
patch putih Pada awal terjadinya penyakit, biasanya hanya terdapat satu lesi, tapi ini
jarang terjadi dan biasanya lesi dapat berada di beberapa lokasi yang berbeda di
lidah, dan kemudian seiring waktu, lesi-lesi tersebut meluas dan menyatu untuk
membentuk gambaran khas seperti peta. Lesi biasanya berubah bentuk, ukuran dan
berpindah ke bagian lidah lain. Kondisi ini dapat mempengaruhi hanya sebagian dari
lidah, dengan kecenderungan dimulai pada ujung dan sisi lidah, yang akan
berkembang ke seluruh permukaan lidah.Glositis geografis seringkali tidak
menimbulkan gejala, tetapi dalam beberapa kasus, pasien dapat mengalami rasa sakit
atau terbakar misalnya ketika makan panas, asam, pedas atau lainnya jenis makanan
(misalnya keju, tomat, buah).
Beberapa penelitian melaporkan hubungan penyakit ini dengan
beberapa antigen pada leukosit manusia , seperti peningkatan insiden dengan HLA-
DR5 , HLA-DRW6 dan HLA-Cw6 dan penurunan insiden di HLA-B51. Kekurangan
vitamin B2 (ariboflavinosis) dapat menyebabkan beberapa tanda-tanda di mulut,
termasuk lidah geografis. Lidah pecah-pecah sering terjadi bersamaan dengan lidah
geografis dan beberapa menganggap lidah pecah-pecah menjadi tahap akhir geografis
lidah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lidah geografis dikaitkan
dengan diabetes , dermatitis seboroik dan atopi.
18
c. Median Rhomboid Glositis
Median rhomboid glossitis atau atrofi papila sentral adalah suatu kondisi yang
ditandai oleh daerah kemerahan dan kehilangan papilla lidah, terletak didorsum lidah
dalam garis tengah di depan papila sirkumvalata. Median rhomboid glossitis diduga
diakibatkan oleh infeksi jamur kronis, dan biasanya adalah jenis kandidiasis oral.
Rasa sakit jarang terdapat pada kondisi tersebut. Penampilan khas lesi adalah
daerah berbentuk oval atau belah ketupat yang terletak di garis tengah permukaan
dorsal lidah, hanya anterior (depan) dari terminalis sulkus . Lesi biasanya simetris,
batas jelas, eritematosa dan depapillated. Biasanya dapat ditemukan pula lesi kandida
di tempat lain di mulut.
Faktor predisposisi, yaitu merokok, penggunaan gigi tiruan,
kortikosteroid semprotan atau inhaler danhuman immunodeficiency
virus (HIV). Kultur mikrobiologi dari lesi biasanya menunjukkan Candida yang
bercampur dengan bakteri.
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkangambaran klinis, dan biopsi
jaringan, tetpai biasanya tidak diperlukan. Pengobatan dilakukan bersamaan dengan
penghentian konsumsi rokok dan pengobatan topikal atau obat antijamur oral.
d. Geometric Glossitis
Glossitis geometris, juga disebut geometrisherpetic glossitis adalah istilah
yang digunakan untuk lesi kronis yang berhubungan dengan infeksi virus herpes
simpleks (HSV) tipe I, dimana ditemukan celah (fissure) yang bercabang di garis
tengah lidah. Lesi biasanya sangat menyakitkan, dan terdapat erosi di kedalaman
celah. Istilah geometric glossitis ini berasal dari pola geometris pada celah yang
19
membujur, menyeberang atau bercabang.Hubungan antara herpes simpleks dan
glossitis geometris ini dibantah oleh beberapa peneliti dan klinisi, karena belum ada
gold standard untuk diagnosis lesi herpes intraoral.
TERAPI GLOSITIS
Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi peradangan.Perawatan biasanya tidak
memerlukan rawat inap kecuali lidah bengkak sangat parah.Kebersihan mulut sangat perlu,
termasuk menyikat gigi menyeluruh setidaknya dua kali sehari dan flossing sedikitnya setiap
hari.Kortikosteroid seperti prednisone dapat diberikan untuk mengurangi peradangan
glositis.Untuk kasus ringan, aplikasi topis (seperti berkumur prednisone yang tidak ditelan)
dapat disarankan untuk menghindari efek samping dari kortikosteroid yang ditelan atau
disuntik.Antibiotik, obat anti jamur, atau anti mikroba lainnya mungkin diberikan jika
penyebab glositis adalah infeksi.Anemia dan kekurangan gizi harus diperlukan, sering dengan
perubahan pola makan atau suplemen lainnya. Hindari iritasi (seperti makan panas atau
pedas, alkohol, dan tembakau) untuk meminimalkan ketidaknyamanan.
KOMPLIKASI
Komplikasi pada glositis antara lain bisa terjadi kegelisahan pada penderita,
penghambatan jalan nafas, kesulitan berbicara, kesulitan mengunyah atau menelan,
bahkan pada kondisi yang berat bisa terjadi peradangan lidah yang kronis.
PENCEGAHAN
Pencegahan pada glositis bisa dilakukan dengan cara;
Menjaga kesehatan mulut dengan baik (sikat gigi yang baik dan benar)
Flossing, pembersihan teratur oleh profesional dan pemeriksaan yang rutin
Minimalkan iritasi atau cedera mulut bila memungkinkan
Hindari penggunaan berlebihan makanan atau zat yang mengganggu mulut atau lidah
PROGNOSA
Dalam beberapa kasus, glositis bisa menyebabkan lidah bengkak yang dapat
menghambat jalan nafas.Namun dengan penanganan yang tepat dan adekuat, gangguan
pada lidah ini dapat teratasi dan dicegah kekambuhannya.
20
III. LEUKOPLAKIA
Menurut World Health Organization (WHO), Leukoplakia merupakan lesi putih
keratosis berupa bercak atau plak pada mukosa mulut yang tidak dapat diangkat dari
mukosa mulut secara usapan atau kikisan dan secara klinis maupun histopatologis
berbeda dengan penyakit lain di dalam mulut serta tidak dapat dihubungkan dengan
sebab fisik atau kimia kecuali penggunaan tembakau (Neville WB, 2002).
ETIOLOGI
Etiologi leukoplakia belum diketahui dengan pasti sampai saat ini. Menurut beberapa
ahli klinik, predisposisi leukoplakia terdiri atas beberapa faktor yang multipel yiatu:
faktor lokal, faktor sistemik, dam malnutrisi vitamin (Martin S et al, 2008).
1. Faktor Lokal
Biasanya merupakan segala macam bentuk iritasi kronis, antara lain:
a. Trauma
Trauma karena gigitan tepi atau akar gigi yang tajam
Iritasi dari gigi yang malposisi
Pemakaian protesa yang kurang baik sehingga menyebabkan iritasi
Adanya kebiasaan menggigit jaringan mulut, pipi dan lidah
b. Kemikal atau termal
Tembakau
Terjadinya iritasi pada jaringan mukosa mulut tidak hanya disebabkan oleh
asap rokok dan panas yang terjadi pada waktu merokok, tetapi dapat juga
disebabkan oleh zat-zat yang terdapat di dalam tembakau yang ikut terkunyah.
Banyak peneliti yang berpendapat bahwa pipa rokok juga merupakan benda
yang berbahaya, sebab dapat menyebabkan lesi yang spesifik pada palatum
yang disebut "Stomatitis Nicotine". Pada lesi ini, dijumpai adanya warna
kemerahan dan timbul pembengkakan pada palatum. Selanjutnya, palatum
akan berwarna putih kepucatan, serta terjadi penebalan yang sifatnya merata.
Ditemukan pula adanya "multinodular" dengan bintik-bintik kemerahan pada
pusat noduli. Kelenjar saliva yang membengkak dan terjadi perubahan di
daerah sekitarnya. Banyak penelitian yang kemudian berpendapat bahwa lesi
ini merupakan salah satu bentuk dari leukoplakia.
21
Alkohol
Telah banyak diketahui bahwa alkohol merupakan salah satu faktor yang
memudahkan terjadinya leukoplakia, karena pemakaian alkohol dapat
menimbulkan iritasi pada mukosa.
Bakteri
Leukoplakia dapat terjadi karena adanya infeksi bakteri, penyakit periodontal
yang disertai kebersihan mulut yang kurang baik.
2. Faktor Sistemik
Selain dari faktor yang terjadi secara lokal di atas, kondisi dari membran mukosa
mulut yang dipengaruhi oleh penyakit lokal maupun sistemik berperan penting dalam
meningkatkan efektifitas yang bekerja secara lokal.
a. Penyakit sistemik, penyakit sistemik yang behubungan dengan leukoplakia antara
lain adalah sifilis tertier, anemia sidrofenik, dan xeroftalmia yang disebabkan pleh
penyakit kelenjar saliva.
b. Bahan-bahan yang diberikan secara sistemik seperti alkohol, obat-obat
antimetabollit, dan serum antilimfosit spesifik (Martin S et al, 2008).
3. Faktor Malnutrisi Vitamin
Defisiensi vitamin A diperkirakan dapat mengakibatkan metaplasia dan keratinisasi
dari susunan epitel, terutama epitel kelenjar dan epitel mukosa respiratorius. Beberapa
ahli menyatakan bahwa leukoplakia di uvula merupakan manifestasi dari pemasukkan
vitamin A yang tidak cukup. Apabila kelainan tersebut parah, gambarannya mirip
dengan leukoplakia. Selain itu, pada percobaan dengan menggunakan binatang tikus,
dapat diketahui bahwa kekurangan vitamin B kompleks akan menimbulkan perubahan
hiperkeratotik (Martin S et al, 2008).
PATOFISIOLOGI
Pasien dengan idiopatik leukoplakia memiliki resiko tinggi untuk berkembang
menjadi kanker. Penelitian yang dilakukan oleh Downer dan kawan-kawan pada
sejumlah pasien leukoplakia, 4% -17% lesi bertransformasi menjadi tumor maligna
pada kurun waktu 20 tahun.
Dasar perubahan molekular pada leukoplakia sampai saat ini masih belum
diketahui. Namun, beberapa data dari hasil penelitian pada pre-maligna leukoplakia
membuktikan bahwa perubahan epitel pada penyakit ini disebabkan oleh transformasi
displastik. Perubahan patologi yang utama pada leukoplakia diperlihatkan oleh
22
diferensiasi epitel yang abnormal dengan peningkatan permukaan keratinisasi
menghasilkan penampakan mukosa yang putih. Hal ini diikuti pula oleh penebalan
pada epitelium, bahkan epitel bisa menjadi atrofi atau akantosis (perubahan lapisan
tanduk).
Banyak penelitian memperlihatkan adanya perubahan genetika akan
mempengaruhi perubahan pada ekspresi gen keratin, perubahan siklus sel, dan
peningkatan ekspresi sel yang kehilangan sifat heterozigotnya. Stres oksidatif dan
kerusakan DNA akibat produk nitrogen reaktif, seperti induksi nitrit oksida dan
mekanisme inflamasi, juga memiliki implikasi pada leukoplakia dan transformasinya
dari displasia menjadi karsinoma. Penelitian pada penanda molekular
memperlihatkan bahwa lesi jinak meningkat pada sel yang telah mengalami cacat
pada sel p53 dan pada antigen proliferation marker proliferating cell nuclear (Martin
S et al, 2008).
TANDA DAN GEJALA
Leukoplakia ditandai dengan adanya plak putih yang tidak bisa digolongkan
secara klinis atau patologis ke dalam penyakit lainnya (Anne Field, 2003).
Leukoplakia merupakan lesi prakanker yang paling banyak, yaitu sekitar 85% dari
semua lesi prakanker.
Lesi ini sering ditemukan pada daerah alveolar, mukosa lidah, bibir, palatum,
daerah dasar mulut, gingival, mukosa lipatan bukal, serta mandibular alveolar ridge.
Bermacam-macam bentuk lesi dan daerah terjadinya lesi tergantung dari awal
terjadinya lesi tersebut, dan setiap individu akan berbeda.
Lesi awal dapat berupa warna kelabu atau sedikit putih yang agak transparan,
berfisura atau keriput dan secara khas lunak dan datar. Biasanya batasnya tegas tetapi
dapat juga berbatas tidak tegas. Lesi dapat berkembang dalam minggu sampai bulan
menjadi tebal, sedikit meninggi dengan tekstur kasar dan keras. Lesi ini biasanya
tidak sakit, tetapi sensitif terhadap sentuhan, panas, makanan pedas dan iritan lainnya.
Selanjutnya leukoplakia dapat berkembang menjadi granular atau nodular
leukoplakia. Leukoplakia juga dapat berkembang dan berubah bentuk menjadi
eritroplakia.
Terdapat dua tipe klinis leukoplakia, yaitu homogen dan non- homogen (Soukos
N, 2002).
23
1. Leukoplakia Homogen.
Dalam perkembangannya, leukoplakia dapat menjadi semakin meluas, menebal,
disebut leukoplakia homogen. Pada tipe ini, terutama berupa lesi putih yang datar dan
tipis. Lesi ini dapat terlihat sebagai retakan yang dangkal dengan permukaan yang
halus atau berkerut. Teksturnya konsisten. Tipe ini biasanya asimptomatik.
Gb.leukoplakia homogen
2. Leukoplakia non-homogen, terutama berupa lesi putih atau putih disertai merah
(eritroplakia). Permukaan lesi ireguler, bisa rata, nodular (speckled leukoplakia) atau
exophytic (exophytic atau verrucous leukoplakia). Pada verrucous leukoplakia,
permukaan lesi tampak sudah menonjol, berwarna putih, tetapi tidak mengkilat. Tipe
leukoplakia ini biasanya disertai dengan keluhan ringan berupa ketidaknyamanan atau
nyeri yang terlokalisir
Gb. Verrucous leukoplakia Gb. Eritroplakia
3. Proliferative verrucous leukoplakia merupakan tipe leukoplakia yang agresif yang
hampir selalu berkembang menjadi malignansi. Tipe ini ditandai dengan manifestasi
multifokal dan menyebar luas, sering terjadi pada pasien dengan faktor risiko yang
tidak diketahui. Secara umum, leukoplakia non-homogen memiliki risiko yang lebih
tinggi untuk bertransformasi menjadi malignan, tetapi oral carcinoma dapat
berkembang dari berbagai jenis leukoplakia (Hasibuan S, 2004)
24
KLASIFIKASI
Ward dan Hendrick mendeskripsikan klasifikasi leukoplakia secara klinis menjadi:
1. Acute leukoplakia
Onsetnya mulai dari hari, minggu hingga bulan. Lesi ini berkembang dengan cepat,
terdapat penebalan berupa kerucut, beberapa kasus menunjukkan adanya ulserasi atau
pembentukan papilloma. Leukoplakia jenis ini memiliki kemungkinan lebih besar
untuk menjadi malignan dibandingkan dengan chronic leukoplakia.
2. Chronic leukoplakia
Onsetnya dapat terjadi selama sepuluh, lima belas, atau dua puluh tahun. Leukoplakia
tipe ini memiliki penampakan yang menyebar dan tipis, seperti selaput putih pada
permukaan dari membrane mucus. Pada palatum mungkin didapatkan lesi merah kecil
seukuran kepala peniti seperti kawah kecil. Di bagian tengahnya terdapat tumpukan
kapiler yang akan mengalami perdarahan walau dengan trauma yang ringan.
Leukoplakia jenis ini jarang menjadi ganas.
3. Tipe intermediate
Dapat dikatakan juga sebagai leukoplakia sub akut. Kemungkinan merupakan bentuk
awal dari leukoplakia kronik dan berada antara tipe akut dan kronik (Kai HL, 2009)
DIAGNOSIS
25
Penegakan diagnosis leukoplakia masih sering mengalami kendala. Hal ini
disebabkan oleh beberapa hal seperti etiologi leukoplakia yang belum jelas serta
perkembangan yang agresif dari leukoplakia yang mula-mula hanya sebagai
hiperkeratosis ringan namun dapat menjadi karsinoma sel skuamosa dengan angka
kematian yang tinggi.
Berdasarkan konsep yang diterima oleh World Health Organization maka batasan
leukoplakia adalah lesi yang tidak ada konotasi histologinya dan dipakai hanya sebagai
deskripsi klinis. Jadi definisinya adalah suatu penebalan putih yang tidak dapat digosok
sampai hilang dan tidak dapat digolongkan secara klinis atau histologi sebagai penyakit-
penyakit spesifik lainnya (contoh: seperti likhen planus, lupus eritematosus, kandidiasis,
white sponge naevus) (Neville WB, 2008).
Leukoplakia di diagnosis banding dengan lesi putih lain seperti likhen planus,
jamur, sifilis, leukoplakia berambut, atau karsinoma. Untuk menyingkirkan diagnosis
banding, maka pemeriksaan penunjang dapat dilakukan. Pemeriksaan yang teliti pada
seluruh rongga mulut dan nodus limfa pada leher diperlukan untuk membuat diagnose
yang akurat dari leukoplakia mulut. Tes serological deperlukan untuk mengeksklusi
sifilis sebagai factor etiologi. Jika lesi mengandung nodul keras, atau terdapat ulserasi
atau papillomatous, atau terfixasi dengan jaringan dasarnya, maka diperlukan biopsy
untuk mengeksklusi bahwa lesi tersebut disebabkan oleh kanker. Terdapat juga lesi lain
dengan etiologi yang tidak diketahui yang mungkin akan menyulitkan penegakan
diagnosis. Psoriasis merupakan salah satunya, lesi ini memiliki gambaran seperti renda
(lacelike), mengkilat dan lebih superficial dibandingkan dengan leukoplakia. Yang kedua
26
adalah lichen planus, biasanya tampak sebagai spot putih kecil hingga besar dapat juga
berbentuk gelang (annular) atau papular (Neville WB, 2008).
PENATALAKSANAAN
Penanganan leukoplakia dapat dibagi menjadi 2 tindakan, yaitu:
1. Penanganan medis
Tujuan dari penanganan ini adalah untuk mendeteksi dan mencegah perubahan
leukoplakia menjadi sel ganas. Bila leukoplakia masih berupa plak putih saja, tidak
diperlukan tindakan khusus untuk menanganinya. Terdapat beberapa tindakan yang
disarankan untuk dilakukan, akan tetapi hingga saat ini belum ditemukan pengobatan
definitif untuk penyakit ini.
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan diantaranya:
Tunggu dan amati
Pemberian obat, misalnya agen antiinflamasi, vitamin, agen sitotoksik
Tindakan operasi, misalnya laser, scapel, cryosurgery, electrocautery, terapi
photodynamic
Pasien juga harus menghindari faktor-faktor yang menyebabkan leukoplakia seperti
rokok dan alkohol. Penyakit ini dapat dapat sembuh dengan sendirinya atau malah
bertambah buruk dengan mengalami displasia. Displasia pada lesi yang terdapat di
daerah dengan resiko tinggi kanker harus ditangani secara serius dan lesi harus segera
diangkat.
2. Penanganan operasi
Tindakan operasi masih menjadi penanganan pilihan untuk leukoplakia kecil.
Electrocautery, cryosurgery dan laser sama-sama efektif, dimana proses ini sangat
tergantung kepada kemampuan patologis untuk mengevaluasi luas serta derajat
displasia yang terjadi. Pasien juga harus diperiksa secara berkala, kira-kira setiap 2-3
bulan sekali karena tingkat kekambuhan penyakit yang sangat tinggi. Pasien yang
tidak mengalami kekambuhan selama 3 tahun tidak perlu melakukan pemeriksaan
berkala lagi, tapi pasien dengan residual leukoplakia harus melakukan pemeriksaan
berkala seumur hidup.
PROGNOSIS
Prognosis leukoplakia sangat bagus dan deformitas akibat operasi juga bisa
diminimalkan bila penyakit ditemukan pada stadium awal. Selain itu, kanker pada
27
mukosa mulut yang diasosiasikan dengan leukoplakia sebagai lesi prakankernya juga
menunjukkan prognosis yang sangat bagus.
IV. STOMATITIS
Stomatitis merupakan istilah untuk menerangkan berbagai macam lesi yang timbul di
rongga mulut. Gejalanya berupa rasa sakit atau rasa terbakar satu sampai dua hari yang
kemudian bisa timbul luka (ulser) di rongga mulut. Rasa sakit dan rasa panas pada stomatitis
ini membuat kita susah makan dan minum. Sehingga pasien dengan stomatitis datang ke
dokter gigi dalam keadaan lemas. Stomatitis biasanya berupa bercak putih kekuningan
dengan permukaan agak cekung, dapat berupa bercak tunggal maupun bercak kelompok.
Walaupun stomatitis memang bukan penyakit yang mematikan, namun jika penyakit
ini terjadi di dalam mulut, maka akan sangat menyiksa penderitanya. Mulut terasa nyeri, tidak
nyaman dan di dalamnya muncul luka-luka yang terbuka, sehingga sangat tidak nyaman jika
luka tersebut disentuh oleh makanan atau benda asing yang masuk ke dalam mulut. Kondisi
tersebut menyebabkan penderita sulit makan dan bicara. Apalagi, bila penyakit di rongga
mulut ini menimbulkan komplikasi berupa selulitis (radang sel) mulut akibat infeksi bakteri
sekunder sariawan, infeksi dental (abses gigi) dan kanker mulut.4 Stomatitis dikatakan sering
kambuh jika dalam sebulan 2-3 kali. Proses penyembuhannya juga cukup lama, rata-rata 7-9
hari atau sampai 2 minggu.
Masyarakat awam kebanyakan menganggap bahwa stomatitis diakibatkan karena
kekurangan vitamin C. Maka dari itu, ketika penyakit tersebut menyerang, banyak yang
langsung berusaha menyembuhkannya dengan mengkonsumsi vitamin C. Baik vitamin C
dalam bentuk tablet, hisap, telan, effervescent (tablet yang dilarutkan), dan lain sebagainya
dalam takar berlebih. Pemahaman semacam ini tidak selamanya benar, sebab stomatitis bisa
terjadi akibat beberapa faktor, misalnya trauma. Trauma bisa terjadi pada saat makan, di
mana proses pengunyahan bahan makanan yang padat atau keras berikbat pada rusaknya
jaringan lunak rungga mulut. Stomatitis yang disebabkan karena trauma biasanya sembuh
sendiri tanpa pengobatan. Selain trauma, beberapa infeksi bisa menjadi penyebab timbulnya
stomatitis seperti herpes simpleks, tuberculosis (TBC), hingga infeksi karena HIV/AIDS.
Selain itu, stomatitis dapat juga diakibatkan munculnya penyakit sistemik.
JENIS-JENIS STOMATITIS
28
Setelah kita membahas pengertia dari stomatitis, selanjutnya kita akan membahas
tentang pembagian dari stomatitis. Secara garis besar stomatitis terbagi atas:
1. Stomatitis Apthous
Yaitu sariawan yang terjadi akibat tergigit atau luka akibat benturan dengan sikat gigi.
Bila kuman masuk dan daya tahan tubuh anak sedang turun, maka bisa terjadi infeksi, timbul
peradangan dan melahirkan rasa sakit atau nyeri. Stomatitis jenis ini dibagi atas dua jenis
yaitu akut dan kronis.
- Stomatitis akut
Stomatitis akut adalah stomatitis yang disebabkan oleh trauma akibat sikat gigi,
tergigit, dan sebagainya. Bila dibiarkan saja stomatitis ini akan sembuh dengan
sednirinya dalam beberapa hari.
- Stomatitis kronis
Stomatitis kronis adalah stomatitis yang disebabkan xerostomia (mulut kering). Jenis
ini jika dibiarkan akan sulit sembuh.
Stomatitis apthous yang sifatnya rekuren dapat diklasifikasikan berdasarkan
karakteristik klinis yaitu ulser minor, ulser mayor, dan ulser hipertiform:
-Rekuren Apthous Stomatitis Minor
Sebagian besar pasien (80%) yang menderita bentuk minor (MIRAS, ditandai dengan
ulser berbentuk bulat atau oval dan dangkal dengan diameter yang kurang daro 5 mm serta
pada bagian tepinya terdiri dari eritematous. Ulserasi bisa tunggal ataupun merupakan
kelompok yang terdiri atas empat atau lima.
29
Gambar 1: Recurrent Apthous Stomatitis Minor
Sumber : http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/564/resources/image/bp/1.html
Frekuensi RAS lebih sering pada laki-laki daripada wanita dan mayoritas penyakit
terjadi pada usia antara 10 dan 30 tahun. Pasien dengan MIRAS mengalami ulserasu yang
berulang dan lesi individual dpapat terjadi dalam jangka waktu yang pendek dibandingkan
dengan tiga jenis yang lain. Ulser ini sering muncul pada mukosa non-keratin. Lesi ini
didahului dengan rasa terbakar, gatal, atau rasa pedih dan adanya pertumbuhan macula
eritematous. Klasiknya, ulserasi berdiameter 3 sampai 10 mm dan sembuh tanpa luka dalam 7
sampai 14 hari (Causon RA, 2002)
- Rekuren Apthous Stomatitis Major
Rekuren aphtous stomatitis major (MARAS), yang diderita kira-kira 10% dari
penderita RAS dan lebih hebat dari MIRAS. Secara klasik, ulser ini berdiameter kira-kira 1-3
cm dan berlangsung 4 minggu termasuk daerah-daerah yang berkeratin. Tanda adanya ulser
seringkali dilihat pada MARAS. Jaringan parut terbentukkarena keparahan dan lamanya lesi
terjadi.
Gambar 2: Recurrent Apthous Stomatitis Mayor
Sumber : http://dentosca.wordpress.com/2011/04/08/recurrent-aphthous-stomatitis-ras/
Rekuren apthous stomatitis major lebih besar disbanding MIRAS dan terjadi dalam
jangkan waktu yang panjang. Awal dari MARAS terjadi setelah masa puberty dan akan terus
menerus hingga 20 tahun atau lebih.
- Hipertiformis Apthous Stomatitis
30
Istilah herpertiformis digunakan karena bentuk klinis HU (yang dapat terdiri dari atas
100 ulser kecil pada satu waktu) mirip dengan gingivostomatitis herpetic primer tetapi virus-
virus herpes tidak mempunyai peranan dalam etioologi HU atau dalam setiap bentuk ulserasi
aptosa.
Gambar 3: Herpertiformis Apthous Stomatitis
Sumber : http://dentosca.wordpress.com/2011/04/08/recurrent-aphthous-stomatitis-ras/
Herpertiformis apthous stomatitis menunjukkan lesi yang besar dan frekuensi
terjadinya berulang. Pada beberapa individu, lesi berbentuk kecil dan berdiameter rata-rata 1
sampai 3 mm.
Etiologi yang utama dari RAS adalah faktor keturunan. Faktor ini mempunyai
pengaruh yang cukup besar, karena itu bila dalam satu keluarga ada yang memiliki sariwan
maka anggota lainnya biasanya juga terkena. Adanya peningkatan terjadinya RAS pada anak
dengan orang tua yang positif RAS (Causon RA, 2002)
2. Oral thrush/moniliasis
Yaitu Sariawan yang disebabkan jamur candidas albican, biasanya banyak
dijumpai di lidah. Pada keadaan normal, jamur memang terdapat dalam mulut. Namun,
saat daya tahan tubuh anak menurun, ditambah penggunaan obat antibiotika yang
berlangsung lama atau melebihi jangka waktu pemakaian, jamur Candida Albican
tumbuh lebih banyak lagi (Causon RA, 2002)
3. Stomatitis herpetic
Yaitu sariawan yang disebabkan virus herpes simplek dan berlokasi di bagian
belakang tenggorokan. Sariawan di tenggorokan boasanya langsung terjadi jika ada virus
31
yang sedang mewabah dan pada saat itu daya tahan tubuh sedang rendah, sehingga
system imun tidak dapat mentralisir / mengatasi virus yang masuk sehingga terjadilah
ulser (Causon RA, 2002)
FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA STOMATITIS
Sampai saat ini penyebab utama dari Sariawan belum diketahui. Namun para ahli
telah menduga banyak hal yang menjadi penyebab timbulnya sariawan ini, diantaranya
adalah :
1. Faktor General antara lain :
- Hormonal maupun penyakit sistemik
- Stres
2. Faktor Lokal antara lain :
- Overhang tambalan atau karies, protesa (gigi tiruan)
- Luka pada bibir akibat tergigit/benturan
- Defisiensi (kekurangan) vitamin B12 dan zat besi
Infeksi virus dan bkteri juga diduga sebagai pencetus timbulnya stomatitis ini. Ada
pula yang mengatakan bahwa stomatitis merupakan reakasi imunologik abnormal pada
rongga mulut. Sedangkan yang cukup sering terjadi pada kita, terutama warga kota yang
sibuk, adalah stres. Faktor psikologis ini (stres) telah diselidiki berhubungan dengan
timbulnya stomatitis (Greenberg MS, 2003).
Selain itu, faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya stomatitis adalah sebagai
berikut :
1. Trauma
Terdapat beberapa fakta yang menunjukkan bahwa trauma pada bagian dalam rongga
mulut dapat menyebabkan RAS. Dalam banyak kasus, trauma ini disebabkan masalah-
masalah yang sangat sederhana. Trauma merupakan salah satu faktor yang dapat
menyebabkan ulser teruatama pada pasien yang mempunyai kelainan tetapi kebanyakan RAS
mempunyai daya perlindungan yang rlatif dan mukosa mastikasi adalah salah satu proteksi
yang paling umum (Greenberg MS et al, 2003).
32
Faktor lain yang dapat menyebabkan trauma di dalam rongga mulut meliputi :
- Pemakaian gigi tiruan
Rekuren apthous stomatitis disebabkan oleh pemasangan gigi palsu. Seringkali,
gigitiruan yang dipasang secara tidak tepat dapat mengiritasi dan melukai jaringan
yang ada di dalam rongga mulut. Masalah yang sama sering pula dialami oleh porang-
orang yang menggunakan gigitiruan kerangka logam. Logam dapat melukai bagian
dalam rongga mulut.
- Trauma sikat gigi
Beberapa pasien berpikir bahwa ulser terjadi karena trauma pada mukosa rongga
mulut yang disebabkan oleh cara penggunaan dari sikat gigi yang berlebihan dan cara
menyikat gigi yang salah dapat merusak gigi dan jaringan yang ada di dalam rongga
mulut.
- Trauma makanan
Banyak jenis makanan yang kita makan dapat menorah, menggores atau melukai
jaringan-jaringan yang ada di dalam rongga mulut dan menyebabkan terjadinya RAS.
Contohnya adalah keripik kentang, kue kering yang keras, apel dan setelah mengunya
permen keras.
- Prosedur Dental
Prosedur dental dapat mengiritasi jaringan lunak mulut yang tipis dan menyebabkan
RAS. Terdapat informasi bahwa hanya dengan injeksi novacaine dengan jarum dapat
menyebabkan timbulnya RAS beberapa hari setelah dilakukan penyuntikan.
- Menggigit bagian dalam mulut
Banyak orang menderita luka di daam mulutnya karena menggigit bibir dan jaringan
lunak yang ada di dalam rongga mulut secara tidak sengaja. Sering kali, hal ini dapat
menjadi sebuah kebiasaan yang tidak disadari atau dapat terjadi selama tidur dan luka
juga disebabkan oleh tergigitnya mukosa ketika makan dan tertusuk kawat gigi
sehingga dapat menimbulkan ulser yang mengakibatkan RAS. Luka gigit pada bibir
atau lidah akibat susunan gigi yang tidak teratur (Greenberg MS et al, 2003)
2. Infeksi
Tidak terdapat fakta yang menunjukkan bahwa stomatitis secara langsung disebabkan
oleh mikroba karena hanya sebagian kecil yang disebabkan oleh infeksi silang dari
33
Streptococci. Biasanya, untuk mencegah infeksi rongga mulut dapat digunakan providone-
iodine (obat kumur) (Lewis et al, 1998).
Namun pada dasarnya, providone-iodine merupakan iodine kompleks yang berfungsi
sebagai antiseptic. Povidone-iodine mapu membunuh mikroorganisme seperti jamur, bakteri,
virus, protozoa, dan spora bakteri. Tak heran agen ini berguna untuk terapi infeksi yang
berkaitan dengan makhluk-makhluk renik tesebut. Selain sebagai obat kumur (mouthwash)
yang digunakan setelah gosok gigi, povidone-iodine gargle memang digunakan untuk
mengatasi infeksi-infeksi mulut dan tenggorokan, seperti gingivitis (inflamasi di gusi) dan
tukak mulut (sariawan) (Lewis et al. 1998)
3. Abnormalitas Imunologi
Abnormalitas imonologi kemungkinan juga dapat menybabkan ulser. Sirkulasi
antibody diduga berhubungan dengan keadaan mukosa dari rongga mulut. Dimana antibody
tersebut bergantung pada mekanisme sitoksik atau proses penetralisir racun yang masuk ke
dalam tubuh. Sehingga jika system immunologi mengalami abnormalitas, maka dengan
mudah bakteri ataupun virus menginfeksi jaringan lunak disekitar mulut (Lewis et al. 1998).
4. Penyakit Gastrointestinal
Walaupun diketahui bahwa ulser dapat menyebabakn penderitan sukar mencerna
makanan, namun hal tersebut jarang dihubungkan dengan penyakit gastrointestinal. Tetapi
lebih sering dihubungkan dengan defisiensi vitamin B12. Akan tetapi, ditemukan bahwa 5%
psien dengan penyakit tersebut disebabkan oleh penyakit gastrointestinal (Lewis et al. 1998).
5. Defisiensi Hematologi
Pasien dengan RAS yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12, folat atau besi
mencapai 20%. Seperti frekuensi defisiensi pada pasien awalnya akan menjadi lebih buruk
pada pertengahan usia. Banyak pasien yang defisiensinya tersembunyi, hemoglobin dengan
batasan normal dan cirri utama adalah mikrositosis atau makrositosis pada sel darah merah.
Defisiensi hematologi juga dapat disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 atau folat (Lewis et
al. 1998).
6. Faktor Hormonal
Pada umumnya penyakit stomatitis banyak menyerang wanita, khususnya terjadi pada
fase stres dengan sirkulasi menstruasi. Dalam sebuah penlitian, ditemukan kadar hormone
34
progesterone yang lebih rendah dari normal pada penderita RAS. Sementara kadar hormone
Estradiol, LH, Prolaktin, FSH pada kedua group adalah normal. Pada wawancara didapat
adanya riwayat anggota keluarga yang mengalami RAS pada kelompok penderita
dibandingkan bukan penderita RAS (5% versus 10%, p=0,002). Dari penelitian tersebut dapat
disimpukan bahwa penderita RAS pada umumnya mempunyai kadar hormone progesterone
yang lebih rendah dari normal dan ada salah satu keluarganya yang menderita RAS (Lewis et
al. 1998).
7. Stres
Faktor stres dapat memicu terjadinya stomatitis sebab stres dapat mengganggu
proses kerja dari tubuh sehingga mengganggu proses metabolism tubuh dan menyebabkan
tubuh rentan terhadap serangan penyakit, tidak hanya kejadian stomatitis bahkan gangguan-
gangguan lainnya dapat dapat dipicu oleh stres.
Biasanya pasien mengalami ulser pada saat stres dan beberapa fakta menunjukkan hal
tersebut. Namun, stres sulit untuk diukur dan beberapa penelitian belum dapat menemukan
hubungan antara sters dengan munculnya ulser. Faktor psikologis (seperti emosi dan stres)
juga merupakan faktor penyebab terjadinya stomatitis (Neville et al, 2009).
8. Infeksi HIV
Stomatitis dapat digunakan sebagai tanda adanya infeksi HIV, dimana stomatitis
memiliki frekuensi yang lebih tinggi pada keadaan defisiensi imun, seperti yang telah dibahas
sebelumnya. Namun infeksi akibat virus HIV biasanya menunjukkan tanda klinis yang sangat
jelas. Dimana jaringan sudah parah.
Infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan infeksi kronik,
yang memiliki 2 pola pada anak, yaitu :
- Pola pertama adalah yang didapati pada bayi dan anak-anak akibat penularan prenatal.
- Pola kedua adalah pada remaja melalui perilaku risiko tinggi seperti orang dewasa
(Lewis et al, 1998)
9. Kebiasaan merokok
Kelainan stomatitis biasanya terjadi pada pasien yang merokok. Bahkan dapat terjadi
ketika kebiasaan merokok dihentikan (Neville et al, 2009).
PENANGANAN STOMATITIS
35
Pada umumnya stomatitis dapat sembuh dengan sendirinya, kecuali stomatitis yang
disebabkan jamur karena harus diobati dengan obat anti jamur. Biasanya butuh waktu
penyembuhan sekitar seminggu. Jika tak diobati, bisa berkelanjutan. Walaupun tidak sampai
menyebar ke seluruh tubuh dan hanya disekitar mulut, akan tetapi stomatitis yang
diakibatkan oleh jamur segera diobati. Sebab jika jamur ikut tertelan, sangat mungkin terjadi
diare (Causon RA et al, 2002).
Pengobatan untuk menyembuhkan stomatitis secara umum ada dua, yaitu :
- Dengan menghilangkan penyebabnya seperti anemia, avitaminosis (kekurangan
vitamin dan mineral) dan infeksi berat.
- Dengan menghindarkan penyebab seperti kebiasaan merokok, bumbu masak yang
merangsang, makan makanan panas, serta selalu menjaga kebersihan gigi dan mulut.
Pengobatan secara local di mulut biasanya dengan memakai obat-obatan yang
diminum atau yang dikumur sehingga mengurangi keluhan penderita. Ada sifat unik dari
jaringa mulut yang memudahkan proses penyembuhan stomatitis tetapi juga rentan untuk
kambuh kembali yakni banyaknya pembuluh darah. Sering terkena trauma/ perlukaan, dan
terdapat sel-sel yang daya regenerasinya cepat (Causon RA et al, 2002).
Dengan mengetahui penyebabnya, diharapkan kita dapat menghindari timbulnya
stomatitis ini, diantaranya dengan menjaga kebersihan rongga mulut serta mengkonsumsi
nutrisi yang cukup, terutama yang mengandung vitamin B12 dan zat besi. Juga selain itu,
menghindari stres. Namun bila ternyata stomatitis timbul, maka dapat mencoba denga kumur-
kumur air garam dan pergi ke dokter gigi untuk meminta obat yang tepat. Hal tersebut untuk
menghindari kita dari mengkonsumsi obat yang salah (Causon RA et al, 2002).
Pengobatan sebaiknya diberika berdasarkan faktor penyebabnya. Dengan tujuan
menghindari efek samping dai obat tersebut, apakah obat tersebut bersifat karsinogenik, atau
merangsang kanker (Causon RA et al, 2002).
Apabila telah diberi obat dan berkumur dengan obat kumur, anak tidak juga sembuh,
maka harus dicari penyebab lain. Mungkin karena jumlah kuman bertambah, dosis
pemakaian obat kurang, atau akibat mengunyah terjadi lagi trauma baru di lidah. Bisa juga
lantaran daya tahan tubuh anak memang randah atau karena kebersihan mulut dan gigi tidak
terjaga (Causon RA et al, 2002).
36
Selain cara penanganan stomatitis yang telah dibahas diatas ada beberapa bentuk
penanganan lain yaitu sebagai berikut (Causon RA et al, 2002) :
- Sebelum tidur, daerah yang mengalami stomatitis diolesi kenalog (sejenis salep untuk
sariawan) ditambah minum suplemen vitamin C cair.
- Olesi bagian yang terkena stomatitis dengan madu, namun hati-hati dalam
mengkonsumsi madu, karena jika kelebihan madu dapat menyebabkan panas dalam.
- Timbulnya sariawan bisa jadi karena pertanda akan sakit flu, oleh karena itu
disarankan mengkonsumsi vitamin C 1000mg agar tidak terkena sakit flu.
- Gunakan pasta gigi yang dapat meringankan sariawan.
- Perbanyaklah minum jus tomat, karena dapat mengurangi pembesaran dari stomatitis
dan mengurangi gejala klinisnya.
- Minum the bunga teratai/chyrantenum, teh ini juga sangat efektif untuk mengobati
panas dalam.
- Hindari gejala stres dan kecapekan, karena dapat menimbulkan dan memperparah
gejala stomatitis.
- Gejala stomatitis dapat juga dihilangkan dengan berkumur air rebusan daun saga.
- Minumlah air kacang hijau setiap pagi. Kacang hijaunya tidak direbus tapi hanya
diseduh dengan air panas sampai airnya warna hijau baru diminum ditambah denga
gula sedikit agar rasanya lebih enak.
- Gunakan obat-obatan yang dapat meredakan gejala stomatitis.
DAFTAR PUSTAKA
37
Anne Field, Lesley Longman. Tyldesley’s Oral Medicine. 5th Ed. New York : Oxford University Press Inc. 2003. P. 111
Causon RA, Odell EW, Porter S. Causons Essentials of Oral Pathology and Oral
Medicine.7th ed.Edinburgh: Churchill Livingstone : 2002.pp.192-193
George Laskaris. Color Atlas of Oral Diseases in Children and Adolescents. New York :
Thieme. 2000. P. 128
Greenberg MS,Michael Glick. Burket’s Oral Medicine Diagnosis and Treatment. 10th
ed.Philadelpia: BC Decker Inc: 2003.pp.63-64
Hasibuan S. Deteksi Dini dan Diagnosis Kanker Rongga Mulut. USU Digital Library. 2004.
Hay RJ and Ashbee HR. Mycology. Dalam : Burns T, Breatnach S, Cox N, Griffith SC,
editors. Rook’s Texbook of Dermatology, edisi ke 8. Oxford : Wiley-Blackwell; 2010.
p. 36.5 – 36.56
Kai HL, Ajith DP. Oral white lesions: pitfalls of diagnosis. MJA volume 190 number 5.
2009; 190: p. 276
Martin S. Greenberg, Michael Glick, Jonathan A. Ship. Burket’s Oral Medicine. 11th Ed.
Ontario : BC Decker Inc. 2008. P. 79, 82
Neville, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. Oral and Maxillofacial Pathology. 3nd
Ed.Philadelpia: WB Saunders Company: 2009.
Neville WB, Day AT. Oral cancer and precancerous lesions. In CA Cancer J Clin. 2002:
52:195
Samaranayahe LP, Cheung LK and Samaranayahe YH. Candidiasis and other fungal disease
of the mouth. Dermatol Ther; 2002. 15 : p. 251-269.
Soukos N. Oral Leukoplakia, Idiopathic. In Medscape Reference. 2008.
Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine 7th ed. New York : Mc Graw Hill; 2008. p. 1822-
1830.
38