case report session appendicitis

36
CASE REPORT SESSION APPENDICITIS PRESEPTOR : Andriana Purnama, dr., SpB-KBD DISUSUN OLEH: Adhitya Purnama Putra 1301-1211-0513 Claudia Vallerine 1301-1211-0531 Herdinda Erudite Rizkinya 1301-1211-0561 SUBBAGIAN BEDAH DIGESTIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN BANDUNG

Upload: claudiavallerinetasman

Post on 07-Aug-2015

109 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Contoh Kasus Appendisitis

TRANSCRIPT

Page 1: Case Report Session Appendicitis

CASE REPORT SESSION

APPENDICITIS

PRESEPTOR :

Andriana Purnama, dr., SpB-KBD

DISUSUN OLEH:

Adhitya Purnama Putra 1301-1211-0513

Claudia Vallerine 1301-1211-0531

Herdinda Erudite Rizkinya 1301-1211-0561

SUBBAGIAN BEDAH DIGESTIF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN

BANDUNG

2012

Page 2: Case Report Session Appendicitis

STATUS PASIEN

I. Identitas

Nama : Ny. M

Usia : 50 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : IRT

Agama : Islam

Status Pernikahan : Menikah

Alamat : Cisitu Indah, Dago, Bandung

Tanggal Masuk RS : 21 Desember 2012

II. Anamnesis

Keluhan Utama : Nyeri pada perut kanan bawah

Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluhkan nyeri pada perut

kanan bawah. Keluhan nyeri terjadi tiba-tiba, dirasakan semakin lama semakin bertambah,

terus-menerus dan nyeri terlokalisasi pada perut kanan bawah. Awalnya, nyeri diperparah

saat aktivitas, namun sekarang nyeri tidak mereda dengan perubahan posisi dan dirasakan

semakin bertambah saat penderita batuk. Riwayat nyeri pada bagian ulu hati yang terjadi

beberapa jam kemudian nyeri berpindah ke perut kanan bawah diakui. Keluhan hilang nafsu

makan dan panas badan diakui oleh penderita. Riwayat adanya mual tanpa disertai muntah

diakui oleh penderita. Keluhan BAB / BAK disangkal oleh penderita. Riwayat menstruasi

teratur setiap 1 bulan sekali.

Keluhan ini terjadi pertama kalinya. Riwayat berobat ke dokter umum diakui dan

diberikan obat (penderita tidak mengetahui nama obatnya) namun keluhan semakin

memberat. Karena keluhannya, penderita berobat ke Rumah Sakit Sariningsih dan dirujuk ke

RSHS.

III. Pemeriksaan Fisik

Kesadaran : Kompos mentis

Page 3: Case Report Session Appendicitis

Keadaan umum : Sakit sedang

Status Gizi : Cukup

Tanda vital : Tensi : 120/70 mmHg Respirasi : 20 x/menit

Nadi : 90 x/menit Suhu : afebris

Kepala & Leher : anemis konjungtiva (-), ikterik sklera (-)

pupil bulat, isokor, diameter 0,3 cm, refleks cahaya +/+

KGB tidak teraba membesar

Thorax : Bentuk dan gerak dada simetris

Cor : Bunyi jantung S1, S2, murni reguler

Pulmo : VBS kanan = kiri, Rh -/-, Wh -/-, sonor

Abdomen : Inspeksi datar, lembut, jejas (-)

Auskultasi BU (+) normal

Palpasi DM (+), NT (+), NL (+) pada perut kanan bawah

Rovsing Sign (+) Psoas Sign (+)

Hepatosplenomegali (-) Massa (-)

Perkusi timpani pada seluruh area abdomen

Eksterimitas : dalam batas normal, CRT < 2 detik

RT : Nyeri tekan seluruh lumen, tonus spinchter ani normal, mukosa licin, ampulla tidak kolaps, massa (-)

ST : Feses (+), darah (-)

Status Neurologis : refleks fisiologis (+/+)

refleks patologis (-/-)

IV. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan SatuanPT 14.1 9.9-13.9 detikINR 1.18 0.83-1.17APTT 30 16.3-36.3 detikHb 11.9 12-16 g/dLHt 33 35-47 %Leukosit 24.100 4.400-11.300 /mm3

Page 4: Case Report Session Appendicitis

Eritrosit 4.03 3.6-5.8 Juta/uLtrombosit 411.000 150.000-450.000 /mm3MCV 82.8 80-100 fLMCHMCHC

Widal

Kimia klinikAlbuminSGOTSGPTProtein totalUreumKreatininGDSNatriumKalium

29.535.7

Non reaktif

3.314147.3190.44

113134

3.8

26-3432-36

Non reaktif

3.4-4.8<350-35

6.6-8.715-500.5-0.9<140

135-1453.6-5.5

Pg%

g/dLU/L 37oCU/L 37oC

g/dLmg/dLmg/dLmg/dLmEq/LmEq/L

2. Rontgen Thorax

Kesan : - Kardiomegali tanpa bendungan paru

- Tidak tampak TB paru aktif

3. Urin

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan SatuanTes Pack HCG

Makroskopis UrinWarna UrinKejernihan Urin

Kimia UrinBlood UrinBerat Jenis UrinpHNitritProteinGlukosaKetonUrobilinogenBilirubin

Mikroskopis UrinEritrositLeukositSel epitelBakteri

Negatif

KuningJernih

250/ul1.0255

Negatif75/+

Negatif150/++++

<1Negatif

Banyak34

Negatif

Kuning Jernih

Negatif1.003-1.0295-8

NegatifNegatifNegatifNegatif

<1Negatif

<1<6

Negatif

/uL

mg/dLmg/dLmg/dLmg/dLmg/dL

/lpb/lpb/lpk/lpk

Page 5: Case Report Session Appendicitis

KristalSilinder

NegatifNegatif

NegatifNegatif

/lpk/lpk

V. Diagnosis Kerja

Peritonitis lokal e.c Suspek Perforasi Appendicitis

VI. Tata Laksana

IVFD RL 20 gtt/menit

Observasi tanda dehidrasi

Rencana LE ( Laparotomi Eksplorasi) (puasa preoperasi)

Antibiotik (Ceftriaxone i.v, Metronidazole i.v)

VII. Laporan Operasi (10 Desember 2012)

Ditemukan pus kurang lebih 200cc di sekitar appendix

Ditemukan walling off omentum pada hepar lobus kanan bawah

Ditemukan rupture abses hepar pada lobus kanan bawah

Ditemukan jaringan nekrotik

Ditemukan appendix letak antecaecal panjang 10 cm, diameter 1 cm, hiperemis, oedematous,

fecalith 1/3 distal

VIII. Diagnosis Pasca Operasi

Peritonitis Difus e.c Ruptur Abses Hepar Lobus Kanan + Appendisitis Akut

IX. Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : ad malam

Quo ad sanationam : ad bonam

Page 6: Case Report Session Appendicitis

APPENDICITIS

1. ANATOMI, FISIOLOGI, DAN EMBRIOLOGI APPENDIX

Appendix merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum dan

Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan Appendix terlihat pada

minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada Caecum. Awalnya Appendix berada

pada apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih medial dekat dengan Plica

ileocaecalis. Dalam proses perkembangannya, usus mengalami rotasi. Caecum berakhir pada

kuadran kanan bawah perut. Appendix selalu berhubungan dengan Taenia caecalis. Oleh

karena itu, lokasi akhir Appendix ditentukan oleh lokasi Caecum.1,2,3

Gambar 1. Appendix vermicularis4)

Vaskularisasi Appendix berasal dari percabangan A. ileocolica. Gambaran histologis

Appendix menunjukkan adanya sejumlah folikel limfoid pada submukosanya. Pada usia 15

tahun didapatkan sekitar 200 atau lebih nodul limfoid. Lumen Appendix biasanya mengalami

obliterasi pada orang dewasa. 1,3

Panjang Appendix pada orang dewasa bervariasi antara 2-22 cm, dengan rata-rata panjang

6-9 cm. Meskipun dasar Appendix berhubungan dengan Taenia caealis pada dasar Caecum,

ujung Appendix memiliki variasi lokasi seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.

Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi lokasi nyeri perut yang terjadi apabila Appendix

mengalami peradangan. 1,2

Page 7: Case Report Session Appendicitis

Gambar 2. Variasi lokasi Appendix vermicularis1

Awalnya, Appendix dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini,

Appendix dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan

Imunoglobulin terutama Imunoglobulin A (IgA). Walaupun Appendix merupakan komponen

integral dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT), fungsinya tidak penting dan

Appendectomy tidak akan menjadi suatu predisposisi sepsis atau penyakit imunodefisiensi

lainnya.2

2. INSIDENSI

Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur. Namun jarang pada anak kurang dari

satu tahun. Rasio pria : wanita = 1,2-1,3 : 1. 2

3. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Obstruksi

Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta. Fecalith merupakan

penyebab umum obstruksi Appendix, yaitu sekitar 20% pada anak dengan Appendicitis akut

dan 30-40% pada anak dengan perforasi Appendix. Penyebab yang lebih jarang adalah

hiperplasia jaringan limfoid di sub mukosa Appendix, barium yang mengering pada

pemeriksaan sinar X, biji-bijian, gallstone, cacing usus terutama Oxyuris vermicularis. Reaksi

jaringan limfatik, baik lokal maupun generalisata, dapat disebabkan oleh infeksi Yersinia,

Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba, Strongyloides,

Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris. Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh

infeksi virus enterik atau sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus.

Insidensi Appendicitis juga meningkat pada pasien dengan cystic fibrosis. Hal tersebut terjadi

Page 8: Case Report Session Appendicitis

karena perubahan pada kelenjar yang mensekresi mukus. Obstruksi Appendix juga dapat

terjadi akibat tumor carcinoid, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih

dari 200 tahun, corpus alienum seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam

terjadinya Appendicitis. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya Appendicitis adalah

trauma, stress psikologis, dan herediter.6

Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi. Fecalith

ditemukan pada 40% kasus Appendicitis acuta sederhana, sekitar 65% pada kasus

Appendicitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus Appendicitis acuta gangrenosa

dengan perforasi. 1,2,6,7

Gambar 3. Appendicitis (dengan fecalith) 8

Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi normal

mukosa Appendix segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada Appendix normal 0,1

mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan meningkatkan tekanan intraluminal sekitar

60 cmH2O. Distensi merangsang akhiran serabut saraf aferen nyeri visceral, mengakibatkan

nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada perut tengah atau di bawah epigastrium. 2

Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari pertumbuhan bakteri

yang cepat di Appendix. Sejalan dengan peningkatan tekanan organ melebihi tekanan vena,

aliran kapiler dan vena terhambat menyebabkan kongesti vaskular. Akan tetapi aliran arteriol

tidak terhambat. Distensi biasanya menimbulkan refleks mual, muntah, dan nyeri yang lebih

nyata. Proses inflamasi segera melibatkan serosa Appendix dan peritoneum parietal pada

regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke RLQ. 2,6,7

Mukosa gastrointestinal termasuk Appendix, sangat rentan terhadap kekurangan suplai

darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui tekanan arteriol, daerah dengan suplai

darah yang paling sedikit akan mengalami kerusakan paling parah. Dengan adanya distensi,

Page 9: Case Report Session Appendicitis

invasi bakteri, gangguan vaskuler, infark jaringan, terjadi perforasi biasanya pada salah satu

daerah infark di batas antemesenterik. 1,2,6,7

Di awal proses peradangan Appendix, pasien akan mengalami gejala gangguan

gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB, dan

kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis Appendicitis, khususnya

pada anak-anak.6

Distensi Appendix menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral yang

dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri tumpul di

dermatom Th 10. Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual dan muntah dalam

beberapa jam setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah timbul mendahului nyeri perut,

dapat dipikirkan diagnosis lain.6

Appendix yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik bagi

perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi

gangguan aliran limfatik sehingga terjadi oedem yang lebih hebat. Hal-hal tersebut semakin

meningkatan tekanan intraluminal Appendix. Akhirnya, peningkatan tekanan ini

menyebabkan gangguan aliran sistem vaskularisasi Appendix yang menyebabkan iskhemia

jaringan intraluminal Appendix, infark, dan gangren. Setelah itu, bakteri melakukan invasi ke

dinding Appendix; diikuti demam, takikardia, dan leukositosis akibat pelepasan mediator

inflamasi karena iskhemia jaringan. Ketika eksudat inflamasi yang berasal dari dinding

Appendix berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatik akan teraktivasi

dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi Appendix, khususnya di titik Mc Burney’s. Jarang

terjadi nyeri somatik pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya.

Pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal atau di pelvis, nyeri somatik biasanya tertunda

karena eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sebelum terjadi perforasi

Appendix dan penyebaran infeksi. Nyeri pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal dapat

timbul di punggung atau pinggang. Appendix yang berlokasi di pelvis, yang terletak dekat

ureter atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri

pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau Vesica urinaria akibat penyebaran infeksi

Appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine.

Perforasi appendiks akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau peritonitis difus.

Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan kemampuan tubuh

pasien berespon terhadap perforasi tersebut. Tanda perforasi Appendix mencakup

peningkatan suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada

Page 10: Case Report Session Appendicitis

pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat

menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi

karena bayi tidak memiliki jaringan lemak omentum, sehingga tidak ada jaringan yang

melokalisir penyebaran infeksi akibat perforasi. Perforasi yang terjadi pada anak yang lebih

tua atau remaja, lebih memungkinkan untuk terjadi abscess. Abscess tersebut dapat diketahui

dari adanya massa pada palpasi abdomen pada saat pemeriksaan fisik.6

Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare sering dijumpai

pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek, akibat iritasi Ileum terminalis

atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess pelvis.6

Bakteriologi

Flora pada Appendix yang meradang berbeda dengan flora Appendix normal. Sekitar

60% cairan aspirasi yang didapatkan dari Appendicitis didapatkan bakteri jenis anaerob,

dibandingkan yang didapatkan dari 25% cairan aspirasi Appendix yang normal. Diduga

lumen merupakan sumber organisme yang menginvasi mukosa ketika pertahanan mukosa

terganggu oleh peningkatan tekanan lumen dan iskemik dinding lumen. Flora normal Colon

memainkan peranan penting pada perubahan Appendicitis acuta ke Appendicitis gangrenosa

dan Appendicitis perforata. 1,2,7)

Appendicitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus didapatkan lebih

dari 14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang mengalami perforasi. 2) Flora

normal pada Appendix sama dengan bakteri pada Colon normal. Flora pada Appendix akan

tetap konstan seumur hidup kecuali Porphyomonas gingivalis. Bakteri ini hanya terlihat pada

orang dewasa. Bakteri yang umumnya terdapat di Appendix, Appendicitis acuta dan

Appendicitis perforasi adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis. Namun berbagai

variasi dan bakteri fakultatif dan anaerob dan Mycobacteria dapat ditemukan. 1,2,7

Page 11: Case Report Session Appendicitis

Tabel 1. Organisme yang ditemukan pada Appendicitis acuta 2)

Bakteri Aerob dan Fakultatif Bakteri Anaerob

Batang Gram (-)

Eschericia coli

Pseudomonas aeruginosa

Klebsiella sp.

Coccus Gr (+)

Streptococcus anginosus

Streptococcus sp.

Enteococcus sp.

Batang Gram (-)

Bacteroides fragilis

Bacteroides sp.

Fusobacterium sp.

Batang Gram (-)

Clostridium sp.

Coccus Gram (+)

Peptostreptococcus sp.

Kultur intraperitonal rutin yang dilakukan pada pasien Appendicitis perforata dan non

perforata masih dipertanyakan kegunaannya. Saat hasil kultur selesai, seringkali pasien telah

mengalami perbaikan. Apalagi, organisme yang dikultur dan kemampuan laboratorium untuk

mengkultur organisme anaerob secara spesifik sangat bervariasi. Kultur peritoneal harus

dilakukan pada pasien dengan keadaan imunosupresi, sebagai akibat dari obat-obatan atau

penyakit lain, dan pasien yang mengalami abscess setelah terapi Appendicitis. Perlindungan

antibiotik terbatas 24-48 jam pada kasus Appendicitis non perforata. Pada Appendicitis

perforata, antibiotik diberikan 7-10 hari secara intravena hingga leukosit normal atau pasien

tidak demam dalam 24 jam. Penggunaan irigasi antibiotik pada drainage rongga peritoneal

dan transperitoneal masih kontroversi. 2,6)

Peranan lingkungan: diet dan higiene 7)

Di awal tahun 1970an, Burkitt mengemukakan bahwa diet orang Barat dengan kandungan

serat rendah, lebih banyak lemak, dan gula buatan berhubungan dengan kondisi tertentu pada

pencernaan. Appendicitis, penyakit Divertikel, carcinoma Colorectal lebih sering pada orang

dengan diet seperti di atas dan lebih jarang diantara orang yang memakan makanan dengan

kandungan serta lebih tinggi. Burkitt mengemukakan bahwa diet rendah serat berperan pada

perubahan motilitas, flora normal, dan keadaan lumen yang mempunyai kecenderungan untuk

timbul fecalith.

Page 12: Case Report Session Appendicitis

4. MANIFESTASI KLINIS

4.1 Gejala Klinis

Gejala Appendicitis acuta umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai dengan nyeri

perut yang didahului anoreksia.12,13 Gejala utama Appendicitis acuta adalah nyeri perut.

Awalnya, nyeri dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu menetap, kadang disertai kram

yang hilang timbul. Durasi nyeri berkisar antara 1-12 jam, dengan rata-rata 4-6 jam. Nyeri

yang menetap ini umumnya terlokalisasi di RLQ. Variasi dari lokasi anatomi Appendix

berpengaruh terhadap lokasi nyeri, sebagai contoh; Appendix yang panjang dengan ujungnya

yang inflamasi di LLQ menyebabkan nyeri di daerah tersebut, Appendix di daerah pelvis

menyebabkan nyeri suprapubis, retroileal Appendix dapat menyebabkan nyeri testicular. 1,2,3,7,8

Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi Appendix, biasanya suhu

naik hingga 38oC. Tetapi pada keadaan perforasi, suhu tubuh meningkat hingga > 39oC.

Anoreksia hampir selalu menyertai Appendicitis. Pada 75% pasien dijumpai muntah yang

umumnya hanya terjadi satu atau dua kali saja. Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan

ileus. Umumnya, urutan munculnya gejala Appendicitis adalah anoreksia, diikuti nyeri perut

dan muntah. Bila muntah mendahului nyeri perut, maka diagnosis Appendicitis diragukan. 2,8

Muntah yang timbul sebelum nyeri abdomen mengarah pada diagnosis gastroenteritis.

Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak pasien

yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada beberapa pasien

terutama anak-anak. 2,3,8 Diare dapat timbul setelah terjadinya perforasi Appendix.12,13

Tabel 2. Gejala Appendicitis acuta 9)

Gejala* Frekuensi (%)

Nyeri perut 100

Anorexia 100

Mual 90

Muntah 75

Nyeri berpindah 50

Gejala sisa klasik (nyeri periumbilikal kemudian anorexia/mual/muntah kemudian nyeri 50

Page 13: Case Report Session Appendicitis

berpindah ke RLQ kemudian demam yang tidak terlalu tinggi)

*-- Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam

Skor Alvarado

Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan

diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya ditentukan

apakah akan dilakukan Appendectomy. Setelah Appendectomy, dilakukan pemeriksaan PA

terhadap jaringan Appendix dan hasil PA diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu radang

akut dan bukan radang akut.11

Tabel 3. Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis.2

Gejala Klinik ValueGejala Adanya migrasi nyeri 1

Anoreksia 1Mual/muntah 1

Tanda Nyeri RLQ 2Nyeri lepas 1Febris 1

Lab Leukositosis 2Shift to the left 1

Total poin

10

Keterangan:

0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil

5-6 : bukan diagnosis Appendicitis

7-8 : kemungkinan besar Appendicitis

9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis

Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah

sebaiknya dilakukan.2

Gejala Appendicitis yang terjadi pada anak dapat bervariasi, mulai dari yang

menunjukkan kesan sakit ringan hingga anak yang tampak lesu, dehidrasi, nyeri lokal pada

perut kanan bawah, bayi yang tampak sepsis. Pasien dengan peritonitis difus biasanya

bernafas mengorok. Pada beberapa kasus yang meragukan, pasien dapat diobservasi dulu

selama 6 jam. Pada penderita Appendicitis biasanya menunjukkan peningkatan nyeri dan

tanda inflamasi yang khas.12,13

Page 14: Case Report Session Appendicitis

Pada pemeriksaan fisik, perubahan suara bising usus berhubungan dengan tingkat

inflamasi pada Appendix. Hampir semua pasien merasa nyeri pada nyeri lokal di titik Mc

Burney’s. Tetapi pasien dengan Appendix retrocaecal menunjukkan gejala lokal yang

minimal. Adanya psoas sign, obturator sign, dan Rovsing’s sign bersifat konfirmasi

dibanding diagnostik. Pemeriksaan rectal toucher juga bersifat konfirmasi dibanding

diagnostik, khususnya pada pasien dengan pelvis abscess karena ruptur Appendix.12

Diagnosis Appendicitis sulit dilakukan pada pasien yang terlalu muda atau terlalu tua.

Pada kedua kelompok tersebut, diagnosis biasanya sering terlambat sehingga Appendicitisnya

telah mengalami perforasi. Pada awal perjalanan penyakit pada bayi, hanya dijumpai gejala

letargi, irritabilitas, dan anoreksia. Selanjutnya, muncul gejala muntah, demam, dan nyeri.13

4.2 Tanda Klinis

Anak-anak dengan Appendicitis biasanya lebih tenang jika berbaring dengan gerakan

yang minimal. Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak, pada akhirnya jarang didiagnosis

sebagai Appendicitis, kecuali pada anak dengan Appendicitis letak retrocaecal. Pada

Appendicitis letak retrocaecal, terjadi perangsangan ureter sehingga nyeri yang timbul

menyerupai nyeri pada kolik renal.6

Penderita Appendicitis umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada paha kanan, karena

pada sikap itu Caecum tertekan sehingga isi Caecum berkurang. Hal tersebut akan

mengurangi tekanan ke arah Appendix sehingga nyeri perut berkurang. 6

Gambar 4. Posisi yang dilakukan untuk mengurangi nyeri perut10

Appendix umumnya terletak di sekitar McBurney. Namun perlu diingat bahwa letak

anatomis Appendix sebenarnya dapat pada semua titik, 360o mengelilingi pangkal Caecum.

Page 15: Case Report Session Appendicitis

Appendicitis letak retrocaecal dapat diketahui dari adanya nyeri di antara costa 12 dan spina

iliaca posterior superior. Appendicitis letak pelvis dapat menyebabkan nyeri rectal.6

Secara teori, peradangan akut Appendix dapat dicurigai dengan adanya nyeri pada

pemeriksaan rektum (Rectal toucher). Namun, pemeriksaan ini tidak spesifik untuk

Appendicitis. Jika tanda-tanda Appendicitis lain telah positif, maka pemeriksaan rectal

toucher tidak diperlukan lagi.6

Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik: 10

Rovsing’s sign

Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan iritasi peritoneum.

Sering positif pada Appendicitis namun tidak spesifik.

Psoas sign

Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut pasien dan

tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien digerakkan dalam

arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menggambarkan kekakuan musculus psoas

kanan akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal dari peradangan Appendix.

Manuver ini tidak bermanfaat bila telah terjadi rigiditas abdomen.

Gambar 5. Dasar anatomis terjadinya Psoas sign 10

Obturator sign

Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki kanan pasien

sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa memposisikan sendi lutut

Page 16: Case Report Session Appendicitis

pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam posisi endorotasi kemudian

eksorotasi. Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri

pada manuver ini menunjukkan adanya perforasi Appendix, abscess lokal, iritasi M.

Obturatorius oleh Appendicitis letak retrocaecal, atau adanya hernia obturatoria.

Gambar 6. Cara melakukan Obturator sign10)

Gambar 7. Dasar anatomis Obturator sign10)

Blumberg’s sign (nyeri lepas kontralateral)

Pemeriksa menekan di LLQ kemudian melepaskannya. Manuver ini dikatakan positif bila

pada saat dilepaskan, pasien merasakan nyeri di RLQ.

Wahl’s sign

Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat dilakukan perkusi di

RLQ, dan terdapat penurunan peristaltik di segitiga Scherren pada auskultasi.

Baldwin’s test

Page 17: Case Report Session Appendicitis

Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat tungkai kanannya

ditekuk.

Defence musculare

Defence musculare bersifat lokal sesuai letak Appendix.

Nyeri pada daerah cavum Douglasi

Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abscess di cavum Douglasi atau

Appendicitis letak pelvis.

Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral

Dunphy’s sign (nyeri ketika batuk)

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

5.1 Laboratorium2,3,6,7

Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm3, biasanya didapatkan pada

keadaan akut, Appendicitis tanpa komplikasi dan sering disertai predominan

polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal tidak ditemukan shift to the

left pergeseran ke kiri, diagnosis Appendicitis acuta harus dipertimbangkan. Jarang hitung

jenis sel darah putih lebih dari 18.000/ mm3 pada Appendicitis tanpa komplikasi. Hitung jenis

sel darah putih di atas jumlah tersebut meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi

Appendix dengan atau tanpa abscess.

CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis oleh hati sebagai

respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai meningkat antara 6-12 jam

inflamasi jaringan.

Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP ≥ 8 mcg/mL, hitung leukosit ≥ 11000,

dan persentase neutrofil ≥ 75% memiliki sensitivitas 86%, dan spesifisitas 90.7%.

Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari saluran kemih.

Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari iritasi Urethra atau Vesica

urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi Appendix, pada Appendicitis acuta dalam

sample urine catheter tidak akan ditemukan bakteriuria.

5.2.Ultrasonografi1,2,6,7

Page 18: Case Report Session Appendicitis

Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis Appendicitis. Appendix

diidentifikasi/ dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur, bagian usus yang nonperistaltik

yang berasal dari Caecum. Dengan penekanan yang maksimal, Appendix diukur dalam

diameter anterior-posterior. Penilaian dikatakan positif bila tanpa kompresi ukuran anterior-

posterior Appendix 6 mm atau lebih. Ditemukannya appendicolith akan mendukung

diagnosis. Gambaran USG dari Appendix normal, yang dengan tekanan ringan merupakan

struktur akhiran tubuler yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan menyingkirkan

diagnosis Appendicitis acuta. Penilaian dikatakan negatif bila Appendix tidak terlihat dan

tidak tampak adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis Appendicitis acuta

tersingkir dengan USG, pengamatan singkat dari organ lain dalam rongga abdomen harus

dilakukan untuk mencari diagnosis lain. Pada wanita-wanita usia reproduktif, organ-organ

panggul harus dilihat baik dengan pemeriksaan transabdominal maupun endovagina agar

dapat menyingkirkan penyakit ginekologi yang mungkin menyebabkan nyeri akut abdomen.

Diagnosis Appendicitis acuta dengan USG telah dilaporkan sensitifitasnya sebesar 78%-96%

dan spesifitasnya sebesar 85%-98%. USG sama efektifnya pada anak-anak dan wanita hamil,

walaupun penerapannya terbatas pada kehamilan lanjut.

USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada pemakai. Penilaian

positif palsu dapat terjadi dengan ditemukannya periappendicitis dari peradangan sekitarnya,

dilatasi Tuba fallopi, benda asing (inspissated stool) yang dapat menyerupai appendicolith,

dan pasien obesitas Appendix mungkin tidak tertekan karena proses inflamasi Appendix yang

akut melainkan karena terlalu banyak lemak. USG negatif palsu dapat terjadi bila

Appendicitis terbatas hanya pada ujung Appendix, letak retrocaecal, Appendix dinilai

membesar dan dikelirukan oleh usus kecil, atau bila Appendix mengalami perforasi oleh

karena tekanan.

Gambar 8.Ultrasonogram pada potongan longitudinal Appendicitis 10)

Page 19: Case Report Session Appendicitis

5.3. Pemeriksaan radiologi1,2,6,7

Foto polos abdomen jarang membantu diagnosis Appendicitis acuta, tetapi dapat sangat

bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada pasien Appendicitis acuta, kadang

dapat terlihat gambaran abnormal udara dalam usus, hal ini merupakan temuan yang tidak

spesifik. Adanya fecalith jarang terlihat pada foto polos, tapi bila ditemukan sangat

mendukung diagnosis. Foto thorax kadang disarankan untuk menyingkirkan adanya nyeri alih

dari proses pneumoni lobus kanan bawah.

Teknik radiografi tambahan meliputi CT Scan, barium enema, dan radioisotop leukosit.

Meskipun CT Scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat daripada USG, tapi jauh lebih

mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT Scan diperiksa terutama saat dicurigai

adanya Abscess appendix untuk melakukan percutaneous drainage secara tepat.

Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema tergantung pada penemuan yang tidak

spesifik akibat dari masa ekstrinsik pada Caecum dan Appendix yang kosong dan

dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara 50-48 %. Pemeriksaan radiografi dari

pasien suspek Appendicitis harus dipersiapkan untuk pasien yang diagnosisnya diragukan dan

tidak boleh ditunda atau diganti, memerlukan operasi segera saat ada indikasi klinis.

Gambar 9. Gambaran CT Scan abdomen: Appendicitis perforata dengan abscess dan kumpulan cairan di pelvis1)

Page 20: Case Report Session Appendicitis

Gambar 10. Gambaran CT Scan abdomen: Penebalan Appendix (panah) dengan

appendicolith1)

Tabel 4. Perbandingan USG dan CT Scan Appendix pada Appendicitis10)

USG CT Scan Appendix

Sensitivitas 85% 90-100%

Spesifitas 92% 95-97%

Penggunaan Evaluasi pasien pada pasien Appendicitis

Evaluasi pasien pada pasien Appendicitis

Keuntungan AmanRelatif murahDapat menyingkirkan penyakit pelvis pada wanitaLebih baik pada anak-anak

Lebih akuratLebih baik dalam mengidentifikasi Appendix normal, phlegmon dan abscess

Kerugian Tergantung operatorSecara teknik tidak adekuat dalam menilai gasNyeri

MahalRadiasi ionisasiKontras

6. KOMPLIKASI

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas

maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan berupa massa yang

terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.

Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis generalisata.

Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah :

nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen menyeluruh

Suhu tubuh naik tinggi sekali.

Nadi semakin cepat.

Defance Muskular yang menyeluruh

Bising usus berkurang

Page 21: Case Report Session Appendicitis

Perut distended

Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :

1. Pelvic Abscess

2. Subphrenic absess

3. Intra peritoneal abses lokal

Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk kerongga abdomen,

dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian

7. TATALAKSANA

Untuk pasien yang dicurigai Appendicitis :

Puasakan

Berikan analgetik dan antiemetik jika diperlukan untuk mengurangi gejala

Penelitian menunjukkan bahwa pemberian analgetik tidak akan menyamarkan

gejala saat pemeriksaan fisik.

Pertimbangkan DD/ KET terutama pada wanita usia reproduksi.

Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang membutuhkan

Laparotomy

Perawatan appendicitis tanpa operasi Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk

Appendicitis acuta bagi mereka yang sulit mendapat intervensi operasi (misalnya

untuk pekerja di laut lepas), atau bagi mereka yang memilki resiko tinggi untuk

dilakukan operasi

Rujuk ke dokter spesialis bedah. Antibiotika preoperative

Pemberian antibiotika preoperative efektif untuk menurunkan terjadinya

infeksi post operasi.

Diberikan antibiotika broadspectrum dan juga untuk gram negative dan

anaerob

Antibiotika preoperative diberikan dengan order dari ahli bedah.

Page 22: Case Report Session Appendicitis

Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya

digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan Clindamycin, atau

Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri

yang terlibat, termasuk Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa,

Enterococcus, Streptococcus viridans, Klebsiella, dan Bacteroides.

8. PROGNOSIS

Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan tingkat mortalitas dan morbiditas

penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan

mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila appendiks tidak

diangkat.

Page 23: Case Report Session Appendicitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. In: Sabiston Texbook of Surgery. 17th

edition. Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Philadelphia:

Elsevier Saunders. 2004: 1381-93

2. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartz’s Principles of Surgery Volume 2. 8th

edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE.

New York: McGraw Hill Companies Inc. 2005:1119-34

3. Way LW. Appendix. In: Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11 edition. Ed:Way

LW. Doherty GM. Boston: McGraw Hill. 2003:668-72

4. Human Anatomy 205. Retrieved at December 18th 2012 From:

http://www.talkorigins.org/faqs/vestiges/vermiform_Appendix.jpg

5. http://www.med.unifi.it/didonline/annoV/clinchirI/Casiclinici/Caso10/Appendicitis1x.jpg

6. Ellis H, Nathanson LK. Appendix and Appendectomy. In : Maingot’s Abdominal

Operations Vol II. 10th edition. Ed: Zinner Mj, Schwartz SI, Ellis H, Ashley SW,

McFadden DW. Singapore: McGraw Hill Co. 2001: 1191-222

7 Soybel DI. Appedix In: Surgery Basic Science and Clinical Evidence Vol 1. Ed: Norton

JA, Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass HI, Thompson RW. New

York: Springer Verlag Inc. 2000: 647-62

8 Prinz RA, Madura JA. Appendicitis and Appendiceal Abscess. In: Mastery of Surgery

Vol II. 4th edition. Ed: Baker RJ, Fiscer JE. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins.

2001: 1466-78

9 Hardin DM. Acute Appendicitis: Review and Update. American Academy of Family

Physician News and Publication. 1999;60: 2027-34. Retrieved at December 18th 2012.

From: http://www.aafp.org/afp/991101ap/2027.html

10. http://www.alkalizeforhealth.net/gifs/naturesplatform.gif

11. Owen TD, Williams H, Stiff G, Jenkinson LR, Rees BI. Evaluation of the Alvarado score

in acute Appendicitis. Retrieved at December 18th 2012. From:

http://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.fcgi?artid=1294889&blobtype=pdf

Page 24: Case Report Session Appendicitis

Mengapa pasien ini didiagnosis Peritonitis lokal e.c Perforasi Appendicitis

Keluhan Utama : Nyeri pada perut kanan bawah

Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluhkan nyeri pada perut kanan bawah. Keluhan nyeri terjadi tiba-tiba, dirasakan semakin lama semakin bertambah, terus-menerus dan nyeri terlokalisasi pada perut kanan bawah. Awalnya, nyeri diperparah saat aktivitas, namun sekarang nyeri tidak mereda dengan perubahan posisi dan dirasakan semakin bertambah saat penderita batuk. Riwayat nyeri pada bagian ulu hati yang terjadi beberapa jam kemudian nyeri berpindah ke perut kanan bawah diakui. Keluhan hilang nafsu makan dan panas badan diakui oleh penderita. Riwayat adanya mual tanpa disertai muntah diakui oleh penderita. Keluhan BAB / BAK disangkal oleh penderita. Riwayat menstruasi teratur setiap 1 bulan sekali.

Pemeriksaan Fisik

Suhu : afebris (37,3oC)

Abdomen : Palpasi DM (+), NT (+), NL (+) pada perut kanan bawah

Rovsing Sign (+) Psoas Sign (+)

RT : Nyeri pada seluruh lumen, tonus spinchter ani kuat, mukosa licin, ampulla tidak kolaps

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium : Leukositosis (24.100/ml)

Alvarado Scale

Gejala Klinik ValueGejala Adanya migrasi nyeri 1

Anoreksia 1Mual/muntah 1

Tanda Nyeri RLQ 2Nyeri lepas 1Febris 0

Lab Leukositosis 2Shift to the left 0

Total poin

8

7-8 : kemungkinan besar Appendicitis

Bagaimana penatalaksanaan pada pasien ini?

IVFD RL 20 gtt/menit

Observasi tanda dehidrasi

Page 25: Case Report Session Appendicitis

Rencana LE ( Laparotomi Eksplorasi) (puasa preoperasi)

Antibiotik (Ceftriaxone i.v, Metronidazole i.v)

Antibiotika preoperatif

Pemberian antibiotika preoperatif efektif untuk menurunkan terjadinya infeksi

post operasi.

Diberikan antibiotika spectrum luas dan juga untuk gram negatif dan anaerob

Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya

digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan Clindamycin, atau

Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri

yang terlibat, termasuk Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa,

Enterococcus, Streptococcus viridans, Klebsiella, dan Bacteroides.

Bagaimana prognosis pada pasien ini?

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : ad malam

Quo ad sanationam : ad bonam

Dengan diagnosis yang cepat dan akurat serta tindakan pembedahan tingkat mortalitas dan

morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas

dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila appendiks tidak

diangkat.