case perawatan icu post craniotomy
TRANSCRIPT
CASE REPORT
PERWATAN ICU PASIEN POST-CRANIOTOMY
Oleh :
Andreas Kurniawan 030.08.026
Ahmad Musa 030.08.0
Izzul Akmal 030.08.274
Pembimbing :
dr. Abubakar, Sp. An K
Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Periode 6 Mei 2013 – 8 Juni 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Jakarta
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya kami
dapat menyelesaikan tugas laporan kasus ini tepat pada waktunya, dalam rangka memenuhi
salah satu persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati, yaitu laporan kasus ‘Perawatan ICU Pasien Post-Craniotomy’.
Pelaporan kasus ini akan mencakup preesentasi pasien icu post-craniotomy selama
sebelas hari perawatan dengan menampilkan status pasien pre op, post op dan perawatan hari
pertama, kelainan selama perawatan di ICU serta penanganan yang dilakukan. Presentasi
akan dilanjutkan dengan pembahasan kasus secara khusus dan tinjauan pustaka mengenai
definisi, indikasi dan syarat pemindahan pasien ICU secara umum serta pembahasan
kelaianan asam basa.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya
kepada: dr. Abubakar, Sp.An K selaku pembimbing laporan kasus, atas bimbingan serta
dukungan dari teman – teman dan staf pendidikan dan pelayanan di bagian anestesi yang
telah banyak membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini.
Akhir kata, kami sadari bahwa penyajian laporan kasus ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga laporan
kasus ini dapat bermanfaat untuk semua pihak, khusus nya di bagian Ilmu Anestesi.
Jakarta, Oktober 2012
Penyusun
2
PENDAHULUAN
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Bp. S
Jenis Kelamin : laki-laki
Usia : 30 tahun
Pekerjaan : Pedagang
Pendidikan : SMA
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Kp. Kavling Pegadungan RT 02/09
ANAMNESIS
Aloanamnesis dilakukan pada tanggal 10 Mei 2013, pukul 09.00 WIB di ICU RSUP
Fatmawati, Jakarta Selatan.
Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati pada tanggal 4 Mei 2013 pukul 03:00 pagi WIB
dengan keluhan luka tumpul pada kepala akibat kecelakaan motor.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD pada tanggal 4 Oktober 2012 dengan luka robek pada kaki kanan
karena tertabrak oleh motor lain dari sebelah kanan saat pasien sedang membonceng motor
sekitar jam 3:00 pagi WIB. Kejadian tersebut terjadi secara tiba-tiba saat mengendarai di
persimpangan jalan tanpa memakai helem tiba-tiba tertabrak dari depan oleh motor lain 3
sampai motor membelok dengan tajam dan pasien terjatoh ke jalan beraspal. Bagian pertama
yang terkena jalan adalah bagian kepala dan tangan kiri. Pada saat itu pasien tidak mengingat
kejadian. Pasien terjatuh di jalan beraspal dengan posisi terlentang. Saat itu kaki terdapat luka
lecet pada kepala tangan kiri dan memar pada siku lengan kiri. Pasien mengalami banyak
perdarahan dari luka-lukanya. Setelah jatuh pasien dibawa langsung ke IGD RSUP
Fatmawati, di sana pasien dipasang infus di 3 tempat dan di balut lukanya serta diberi
penyangga leher dan direncanakan operasi cito. Pasien mengaku sadar selama kejadian dari
tertabrak sampai ke ruang IGD. Saat di IGD pasien mengalami muntah selama perjalanan
sebanyak 1 kali. Kemudian pasien dibawa ke IBS sekitar pukul 08:00 pagiWIB dan dipasang
CVC dan loading cairan RL sebanyak 1000 ml dan di tambah 1000ml NaCl 0.9% serta
1000ml RL selama operasi. Tidak dilakukan transfusi atau koloid. Perdarahan selama operasi
berjumlah kurang lebih 1000 ml.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak ada riwayat penyakit yang menyebabkan pasien dirawat di rumah sakit.
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat-obatan dan alergi makanan.
Tidak mengalami demam, pusing, mudah lelah dalam 2 minggu terakhir.
Pasien menyangkal riwayat sesak nafas disertai nafas berbunyi, dan alergi makanan.
Pasien menyangkal memiliki riwayat darah tinggi, riwayat sakit jantung, dan riwayat
kencing manis.
Pasien mengaku tidak pernah operasi
Pasien memiliki riwayat TB paru
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak memiliki riwayat kencing manis, darah tinggi, penyakit jantung,
alergi makanan, obat-obatan, sesak nafas disertai nafas berbunyi.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan Umum : tampak sakit berat
4
Kesadaran : sopor
GCS : 6 (E3,M2,V1)
Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/66 mmHg
Nadi : 112 x/menit
Suhu : 36,80 C
Pernapasan : 20 x/menit
Kepala
Bentuk : Normocephali
Mata : Konjuntiva anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-), odema(-)
Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-)
Mulut : Bibir kering (-), dinding faring hiperemis (-), odema(-), sianosis(-)
Telinga : Normotia, tanda radang (-)
Leher : deviasi (-), pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax
Inspeksi : Bentuk normal, gerak nafas kedua dada simetris
Palpasi : Vokal fremitus +/+ simetris, turgor kulit <2 detik
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi :
Jantung: BJ I-II reguler,murmur (-), gallop (-)
Paru : SN vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen :
Inspeksi : Datar
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+), menurun
Ekstremitas : Akral hangat, oedem (-), sianosis (-), tampak lesi kulit
5
Genitalia : OUE hiperemis (-),discharge (-).
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 4 Oktober 2012
Hb 11,9
Lekosit 11.400
Hematokrit 34
Trombosit 179000
Glukosa sewaktu 134
Tanggal 5 Oktober 2012
Elektrolit
Na 138
K 3,73
Cl 114
Tanggal 6 Oktober 2012
SGOT 33
SGPT 31
Kreatinin 0,9
Ureum 25
Pemeriksaan CT-Scan
Terdapat subdural hematome
RESUME
Seorang laki-laki berumur 30 tahun, menikah, agama Islam, tinggal di Kp. Kavling
Pegadungan RT 02/09 datang ke RSUP Fatmawati tanggal 10 Mei 2013 dengan keluhan luka
tumpul pada kepala akibat kecelakaan motor. Tanda vital terdapat tachycardi dan tachypnoe.
Dilakukan pembukaan jalan nafas dengan memasang orofaringeal airway, infus RL 20 tpm
pada 3 line di kedua tangan dan kaki kiri serta dilakukan monitoring saturasi O2, tekanan
darah, dan nadi. Dari hasil anamnesis didapatkan keterangan bahwa pasien mengalami 6
kecelakaan lalu lintas, dan megalami trauma pada bagian kepala akibat terjatuh saat
membonceng motor dengan bagian kepala terbentur jalan aspal saat terjatuh. Dari hasil
pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran sopor dengan GCS 6 (E3,M2,V1), tanda vital dalam
batas normal. Dari hasil pemeriksaan laboratorium di dapatkan peningkatan leukosit (11400),
anemia ( Hb=11,9) , suspek toleransi glukosa terganggu (GDS 134). Diagnosis pada pasien
ini adalah subdural hematome.
DIAGNOSIS PASTI
Subdural Hematome
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Cefepime 2 x 1 gram
Netilmicin sulphate 2 x 200 mg
Ketorolac tromethamine 2 x 1mg
Non-medikamentosa
Debridement Luka
ORIF K-wire
PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fungtionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Follow up
Tanggal 8 Oktober 2012
S : Nyeri pada pedis dextra
O : CM, HD stabil
A : Fraktur metatarsal 1, 2, 3 pedisdextra
P : Cefepime 2 x 1 gram
Netilmicin sulphate 2 x 200 mg
Ketorolac tromethamine 3 x 30 mg
Ranitidin 2 x 1 ampul
7
Tanggal 9 Oktober 2012
S : Nyeri pada pedis dextra
O : CM, HD stabil
Status lokalis :
Look : Tampak luka terbalut kassa dan elastic bandage, rembesan (-), darah (-)
Feel : Tendiness (+), akral hangat
Movement : Limited due to pain
A : Fraktur metatarsal 1, 2, 3 pedisdextra
P : Cefepime 2 x 1 gram
Netilmicin sulphate 2 x 200 mg
Ketorolac tromethamine 3 x 30 mg
Ranitidin 2 x 1 ampul
Tanggal 10 Oktober 2012
S : Nyeri pada pedis dextra
O : CM, HD stabil
Status lokalis :
Look : Tampak luka terbalut kassa dan elastic bandage, rembesan (-), darah (-)
Feel : Tendiness (+), akral hangat
Movement : Limited due to pain
A : Fraktur metatarsal 1, 2, 3 pedisdextra
P : Cefepime 2 x 1 gram
Netilmicin sulphate 2 x 200 mg
Ketorolac tromethamine 3 x 30 mg
Ranitidin 2 x 1 ampul
Pro Op
Tanggal 11 Oktober 2012
S : Nyeri pada pedis dextra
O : CM, HD stabil
Status lokalis :
Look : Tampak luka terbalut kassa dan elastic bandage, rembesan (-), darah (-)
Feel : Tendiness (+), akral hangat
Movement : Limited due to pain
A : Post-op ORIF K-wire
8
P : Awasi TNSP
Injeksi cefepime 2 x 1 gram
Injeksi Ketorolac tromethamine 3 x 30 mg
Injeksi Ranitidin 2 x 1 ampul
Diet MBKTKTP
Transfusi PRC 1 bag
Proses Pembedahan
1. Pasien posisi supine dengan GA Spinal
2. Asepsis dan Antisepsis daerah operasi
3. Dilakukan debridement dengan NaCl steril sebanyak 4 liter
4. Identifikasi : tampak fraktur site pada shelf metacarpal 1 (severe comminutive), shelf
metatarsal 2 (severe communitive), metatarsal 3 (comminutive)
5. Dilakukan reduksi dan pemasangan criss cross K-wire pada metatarsal 1 dan 2 dan
sing wire pada metatarsal 3 secara retrograde
6. Tendon-tendon ADL di approximasi
7. Luka operasi dirawat dan ditutup secara situasi
8. Operasi selesai
9
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat
ditegakkan diagnosis pasti Communitive Open fracture of the 1st, 2nd, and 3rd metaphysis
metatarsal pedis dextra. Pada pasien ditemukan hasil anamnesis riwayat trauma tumpul
dengan kekuatan tinggi pada pedis dextra yang berasal dari lateral yang kemudian tertransfer
bagian medial pedis. Menurut anamnesis yang telah dilakukan, tidak terdapat kelainan lain
yang bermakna. Pada pemeriksaan fisik tampak adanya vunus laseratum yang dalam pada
pedis dextra dimana terlihat ada rupture tendon dan ke tidak mampuan menggerakan jari 1, 2,
3 pedis dextra. Pada pemeriksaan radiologi ditemukan kelainan struktu os. metatarsal 1, 2, 3
pedis dextra dimana terdapat beberapa pecahan tulang metatarsal 1, 2 dan 3 pada bagian
metafisis. Pada penatalaksanaan dilakukan reposisi dan fiksasi terbuka dengan menggunakan
Kirschner wire dengan metode criss cross. Indikasi dilakukan tindakan tersebut adalah
sebagai fiksasi permanen atau definitife fixation dimana dapat di indikasikan bila fraktur yang
bersangkutan terpadat pada tulang yang kecil atau tidak terlalu panjang atau fragmen fraktur
cukup kecil seperti fraktur pada ost. palanx dan ost. metatarsal. Metode fiksasi yang dipilih
merupakan metode yang menghasilkan fiksasi yang paling stabil. K-wire tersebut juga
ditekuk pada ujungnya supaya menghindari adanya migrasi atau pergerakan dari K-wire.
Diberikan medikamentosa antibiotic cefepime injeksi untuk mengurangi resiko infeksi pasca
operasi dari bakteri Gram positif dan Gram negative. Ketorolac untuk mengatasi nyeri pasca
operasi. Ranitidine digunakan untuk mengatasi efeksamping dyspepsia dari ketorolac. Diet
tinggi karbohidrat dan tinggi protein untuk member dukungan gizi untuk mempercepat
penyembuhan serta diberkan transfuse PRC 1 bag karena Hb < 10,5 g/dl.
Prognosis ad vitam adalah bonam karena luka tidak mengancam nyawa. Prognosis ad
fungtionam dubia ad malam karena fungsi pedis tidak dapat digunakan bila hanya
menggunakan fiksasi K-wire. Prognosis ad sanationam dubia ad bonam karena faktor usia,
jarak antar fragmen tulang yang cukup jauh sehingga union membutuhkan waktu cukup lama
10
dan kemungkinan malunion dan non union cukup tinggi, namun luka tidak terinfeksi dan
fiksasi baik.
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan. Trauma yang
menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. Dimana
trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah
tekanan. Trauma tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari
daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada
klavikula, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh (Sjamsuhidajat, 2005).
Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan lingkungan
luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga timbul komplikasi berupa
infeksi. luka pada kulit dapat berupa tusukan tulang yang tajam keluar menembus kulit atau
dari luar oleh karena tertembus misalnya oleh peluru atau trauma langsung (chairuddin
rasjad,2008).
Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang
terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi
penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. beberapa hal yang penting untuk
dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan
segera, secara hati-hati, debrideman yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit
dan bone grafting yang dini serta pemberian antibiotik yang adekuat (chairuddin
rasjad,2008).
Patah tulang terbuka adalah patah tulang dimana fragmen tulang yang bersangkutan
sedang atau pernah berhubungan dunia luar (PDT ortopedi,2008)
Etiologi dan Patofisiologi Fraktur Terbuka11
Penyebab dari Fraktur terbuka adalah Trauma langsung: benturan pada tulang dan
mengakibatkan fraktur pada tempat itu Trauma tidak langsung: bilamana titik tumpul
benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
Sedangkan Hubungan dengan dunia luar dapat terjadi karena
1. Penyebab rudapaksa merusak kulit, jaringan lunak dan tulang.
2. Fragmen tulang merusak jaringan lunak dan menembus kulit.
3.
Klasifikasi Fraktur Terbuka
klasifikasi yang dianut adalah menurut Gustilo, Merkow dan Templeman (1990)
TIPE 1
Luka kecil kurang dr 1cm panjangnya, biasanya karena luka tusukan dari fragmen tulang
yang menembus kulit. terdapat sedikit kerusakan jaringan dan tidak terdapat tanda2 trauma
yang hebat pada jaringan lunak. fraktur yang terjadi biasanya bersifat simple, transversal,
oblik pendek atau sedikit komunitif.
TIPE 2
Laserasi kulit melebihi 1cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi kulit.
terdapat kerusakan yang sedang dari jaringan dengan sedikit kontaminasi fraktur.
TIPE 3
Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot, kulit dan struktur
neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. tipe ini biasanya di sebabkan oleh karena
trauma dengan kecepatan tinggi. tipe 3 di bagi dalam 3 subtipe:
TIPE 3 a
Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun terdapat laserasi yang hebat
ataupun adanya flap. fraktur bersifat segmental atau komunitif yang hebat
TIPE 3 b
Fraktur di sertai dengan trauma yang hebat dengan kerusakan dan kehilangan jaringan,
terdapat pendorongan periost, tulang terbuka, kontaminasi yang hebatserta fraktur komunitif
yang hebat.
12
TIPE 3 c
Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang memerlukan perbaikan tanpa
memperhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak.
Diagnosis Fraktur Terbuka
Anamnesis
-Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik, fraktur), baik yang hebat
maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota
gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di
daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
1. Syok, anemia atau perdarahan
2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-
organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen
3. Fraktur predisposisi, misalnya pada fraktur patologis
Pemeriksaan lokal
1. Inspeksi (Look)
Bandingkan dengan bagian yang sehat
Perhatikan posisi anggota gerak
Keadaan umum penderita secara keseluruhan
Ekspresi wajah karena nyeri
Lidah kering atau basah
Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur
tertutup atau fraktur terbuka
Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari
Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan
13
Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organlain
Perhatikan kondisi mental penderita
Keadaan vaskularisasi
2. Palpasi (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangatnyeri.
Temperatur setempat yang meningkat
Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan
jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri
dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena
Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma ,
temperatur kulit
Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya
perbedaan panjang tungkai
3. Pergerakan (Move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan
pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada pederita dengan
fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh
dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan
lunak seperti pembuluh darah dan saraf.
4. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta gradasi
kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis. Kelaianan saraf
yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan masalah asuransi dan
tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.
5. Pemeriksaan radiologis
14
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur.
Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaliknya kita
mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum
dilakukan pemeriksaan radiologis.
Penatalaksanaan Fraktur Terbuka
Beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur tebuka:
1. Obati fraktur terbuka sebagai satu kegawatan.
2. Adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat menyebabkan
kematian.
3. Berikan antibiotic dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah operasi.
4. Segera dilakukan debrideman dan irigasi yang baik
5. Ulangi debrideman 24-72 jam berikutnya
6. Stabilisasi fraktur.
7. Biarkan luka tebuka antara 5-7 hari
8. Lakukan bone graft autogenous secepatnya
9. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena
TAHAP-TAHAP PENGOBATAN FRAKTUR TERBUKA
1. Pembersihan luka
Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis secara
mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.
2. Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)
Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat pembenihan
bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit, jaringan subkutaneus, lemak,
fascia, otot dan fragmen2 yang lepas
3. Pengobatan fraktur itu sendiri
15
Fraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu fraksi skeletal atau reduksi terbuka dengan
fiksasi eksterna tulang. fraktur grade II dan III sebaiknya difiksasi dengan fiksasi eksterna.
4. Penutupan kulit
Apabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam mulai dari terjadinya
kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. hal ini dilakukan apabila penutupan membuat
kulit sangat tegang. dapat dilakukan split thickness skin-graft serta pemasangan drainase isap
untuk mencegah akumulasi darah dan serum pada luka yang dalam. luka dapat dibiarkan
terbuka setelah beberapa hari tapi tidak lebih dari 10 hari. kulit dapat ditutup kembali disebut
delayed primary closure. yang perlu mendapat perhatian adalah penutupan kulit tidak
dipaksakan yang mengakibatkan sehingga kulit menjadi tegang.
5. Pemberian antibiotic
Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. antibiotik diberikan dalam dosis
yang adekuat sebelum, pada saat dan sesuadah tindakan operasi
6. Pencegahan tetanus
Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus. pada penderita
yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian toksoid tapi bagi yang belum,
dapat diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin (manusia)
Komplikasi Fraktur Terbuka
1. Perdarahan, syok septik sampai kematian
2. Septikemi, toksemia oleh karena infeksi piogenik
3. Tetanus
4. Gangrene
5. Perdarahan sekunder
6. Osteomielitis kronik
7. Delayed union
8. Non union dan malunion
9. Kekakuan sendi
10. Komplikasi lain oleh karena perawatan yang lama
16
Prognosis Fraktur Terbuka
Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat. Dengan terbukanya barier
jaringan lunak, maka patah tulang tersebut terancam untuk terjadinya infeksi. Seperti kita
ketahui bahwa periode 6 jam sejak patah tulang terbuka, luka yang terjadi masih dalam
stadium kontaminasi (golden periode) dan setelah waktu tersebut, luka berubah menjadi luka
infeksi. Oleh karena itu penanganan patah tulang terbuka harus dilakukan sebelumgolden
periode terlampaui agar sasaran akhir penanganan patah tulang terbuka tercapai walaupun
ditinjau dari segi prioritas penanganannya, tulang secara primer menempati urutan prioritas
ke 6.
17
KESIMPULAN
Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan lingkungan
luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga timbul komplikasi berupa
infeksi. luka pada kulit dapat berupa tusukan tulang yang tajam keluar menembus kulit atau
dari luar oleh karena tertembus misalnya oleh peluru atau trauma langsung.
Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang
terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi
penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. beberapa hal yang penting untuk
dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan
segera, secara hati-hati, debrideman yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit
dan bone grafting yang dini serta pemberian antibiotik yang adekuat.
Hubungan dengan dunia luar dapat terjadi karena penyebab rudapaksa merusak kulit,
jaringan lunak dan tulang atau Fragmen tulang merusak jaringan lunak dan menembus kulit.
Klasifikasi yang dianut adalah menurut Gustilo, Merkow dan Templeman (1990)
Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat. Karena itu penanganan patah
tulang terbuka harus dilakukan sebelum golden periode terlampaui agar sasaran akhir
penanganan patah tulang terbuka tercapai
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi,cetakan ke-V. Jakarta: Yarsif
Watampone, 2008. 332-334.
2. Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: EGC, 2005.
840-841.
3. Newton CD. Etiology, Classification, and Diagnosis of Fracture.
http://www.ivis.org [Access on 14 October 2012].
4. Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius, 2000.346-370
5. Brinker. Review Of Orthopaedic Trauma, Pennsylvania: Saunders Company,
2001. 127-135.
19