candi hindu di

Upload: muchamad-taufik

Post on 16-Oct-2015

58 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

candi

TRANSCRIPT

TUGAS MANDIRI IPS

Disusun Oleh : Nama : Sela Febiola Kelas : VII

SMP AL FURQAN KAMBALAN KUTOWINANGUN KEBUMEN TAHUN PELAJARAN 2013 / 2014

Candi Hindu diIndonesia 1. Candi Cetho

Candi Cetho merupakan sebuah candi bercorak agama Hindu peninggalan masa akhir pemerintahan Majapahit (abad ke-15). Laporan ilmiah pertama mengenainya dibuat oleh Van de Vlies pada 1842. A.J. Bernet Kempers juga melakukan penelitian mengenainya. Ekskavasi (penggalian) untuk kepentingan rekonstruksi dilakukan pertama kali pada tahun 1928 oleh Dinas Purbakala Hindia Belanda. Berdasarkan keadaannya ketika reruntuhannya mulai diteliti, candi ini memiliki usia yang tidak jauh dengan Candi Sukuh. Lokasi candi berada di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, pada ketinggian 1400m di atas permukaan laut.Ciri-cirinya:Pada keadaannya yang sekarang, Candi Cetho terdiri dari sembilan tingkatan berundak. Sebelum gapura besar berbentuk candi bentar, pengunjung mendapati dua pasang arca penjaga. Aras pertama setelah gapura masuk merupakan halaman candi. Aras kedua masih berupa halaman dan di sini terdapat petilasan Ki Ageng Krincingwesi, leluhur masyarakat Dusun Cetho.2. Candi Asu

Candi Asu adalah nama sebuah candi peninggalan budaya Hindu yang terletak di Desa Candi Pos, kelurahan Sengi, kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, provinsi Jawa Tengah (kira-kira 10 km di sebelah timur laut dari candi Ngawen). Di dekatnya juga terdapat 2 buah candi Hindu lainnya, yaitu candi Pendem dan candi Lumbung (Magelang). Nama candi tersebut merupakan nama baru yang diberikan oleh masyarakat sekitarnya.Ciri-cirinya :Disebut Candi Asu karena didekat candi itu terdapat arca Lembu Nandi, wahana dewa Siwa yang diperkirakan penduduk sebagai arca asu anjing. Disebut Candi Lumbung karena diduga oleh penduduk setempat dahulu tempat menyimpan padi (candi Lumbung yang lain ada di kompleks Taman Wisata candi Prambanan). Ketiga candi tersebut terletak di pinggir Sungai Pabelan, dilereng barat Gunung Merapi, di daerah bertemunya (tempuran) Sungai Pabelan dan Sungai Tlingsing. Ketiganya menghadap ke barat. Candi Asu berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 7,94 meter. Tinggi kaki candi 2,5 meter, tinggi tubuh candi 3,35 meter. Tinggi bagian atap candi tidak diketahui karena telah runtuh dan sebagian besar batu hilang. Melihat ketiga candi tersebut dapat diperkirakan bahwa candi-candi itu termasuk bangunan kecil. Di dekat Candi Asu telah diketemukan dua buah prasati batu berbentuk tugu (lingga), yaitu prasasti Sri Manggala I ( 874 M ) dan Sri Manggala II ( 874 M ).3. Candi Gunung Wukir

Candi Gunung Wukir atau Candi Canggal adalah candi Hindu yang berada di dusun Canggal, kalurahan Kadiluwih, kecamatan Salam, Magelang, Jawa Tengah. Candi ini tepatnya berada di atas bukit Gunung Wukir dari lereng gunung Merapi pada perbatasan wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Menurut perkiraan, candi ini merupakan candi tertua yang dibangun pada saat pemerintahan raja Sanjaya dari zaman Kerajaan Mataram Kuno, yaitu pada tahun 732 M (654 tahun Saka).Ciri-cirinya:Kompleks dari reruntuhan candi ini mempunyai ukuran 50 m x 50 m terbuat dari jenis batu andesit, dan di sini pada tahun 1879 ditemukan prasasti Canggal yang banyak kita kenal sekarang ini. Selain prasasti Canggal, dalam candi ini dulu juga ditemukan altar yoni, patung lingga (lambang dewa Siwa), dan arca lembu betina atau Andini.4. Candi Gunung Sari

Candi Gunung Sari adalah salah satu candi Hindu Siwa yang ada di Jawa. Lokasi candi ini berdekatan dengan Candi Gunung Wukir tempat ditemukannya Prasasti Canggal.Ciri-cirinya:Candi Gunung Sari dilihat dari ornamen, bentuk, dan arsitekturnya kemungkinan lebih tua daripada Candi Gunung Wukir. Di Puncak Gunung Sari kita bisa melihat pemandangan yang sangat mempesona dan menakjubkan. Candi Gunung Sari terletak di Desa Gulon, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Semoga di masa depan Candi Gunung Sari semakin dikenal oleh banyak orang untuk dapat menemukan inspirasi dan keindahanny.5. Arca Gupolo

Arca Gupolo adalah kumpulan dari 7 buah arca berciri agama Hindu yang terletak di dekat candi Ijo dan candi Barong, di wilayah kelurahan Sambirejo, kecamatan Prambanan, Yogyakarta. Gupolo adalah nama panggilan dari penduduk setempat terhadap patung Agastya yang ditemukan pada area situs. Walaupun bentuk arca Agastya setinggi 2 meter ini sudah tidak begitu jelas, namun senjata Trisula sebagai lambang dari dewa Siwa yang dipegangnya masih kelihatan jelas. Beberapa arca yang lain, kebanyakan adalah arca dewa Hindu dengan posisi duduk.Ciri-cirinya:Di dekat arca Gupolo terdapat mata air jernih berupa sumur yang dipakai oleh penduduk setempat untuk mengambil air, dan meskipun di musim kemarau panjang sumur ini tidak pernah kering. Menurut legenda rakyat setempat, Gupolo adalah nama patih (perdana menteri) dari raja Ratu Boko yang diabadikan sebagai nama candi Ratu Boko (ayah dari dewi Loro Jonggrang dalam legenda candi Prambanan).6. Candi Cangkuang

Candi Cangkuang adalah sebuah candi Hindu yang terdapat di Kampung Pulo, wilayah Cangkuang, Kecamatan Leles, Garut, Jawa Barat. Candi inilah juga yang pertama kali ditemukan di Tatar Sunda serta merupakan satu-satunya candi Hindu di Tatar Sunda.Cirri-ciri nya:Bangunan Candi Cangkuang yang sekarang dapat kita saksikan merupakan hasil pemugaran yang diresmikan pada tahun 1978. Candi ini berdiri pada sebuah lahan persegi empat yang berukuran 4,7 x 4,7 m dengan tinggi 30 cm. Kaki bangunan yang menyokong pelipit padma, pelipit kumuda, dan pelipit pasagi ukurannya 4,5 x 4,5 m dengan tinggi 1,37 m. Di sisi timur terdapat penampil tempat tangga naik yang panjangnya 1,5 m dan lbar 1,26 m.

7. Candi Gedong Songo

Candi Gedong Songo adalah nama sebuah komplek bangunan candi peninggalan budaya Hindu yang terletak di Desa Candi, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Indonesia tepatnya di lereng Gunung Ungaran. Di kompleks candi ini terdapat lima buah candi.Candi ini diketemukan oleh Raffles pada tahun 1804 dan merupakan peninggalan budaya Hindu dari zaman Wangsa Syailendra abad ke-9 (tahun 927 masehi).Ciri-cirinya:Candi ini memiliki persamaan dengan kompleks Candi Dieng di Wonosobo. Candi ini terletak pada ketinggian sekitar 1.200 m di atas permukaan laut sehingga suhu udara disini cukup dingin (berkisar antara 19-27C)Lokasi 9 candi yang tersebar di lereng Gunung Ungaran ini memiliki pemandangan alam yang indah. Di sekitar lokasi juga terdapat hutan pinus yang tertata rapi serta mata air yang mengandung belerang.8. Candi Pringapus

Candi Pringapus adalah candi di desa Pringapus, Ngadirejo, Temanggung 22 Km arah barat laut ibu kota kabupaten Temanggung. Arca-arca berartistik Hindu yang erat kaitanya dengan Dewa Siwa menandakan bahwa Candi Pringapus bersifat Hindu Sekte Siwaistis. Candi tersebut dibangun pada tahun tahun 772 C atau 850 Masehi menurut prasasti yang ditemukan di sekitar candi ketika diadakan restorasi pada tahun 1932.Ciri-cirinya:Candi ini merupakan Replika Mahameru, nama sebuah gunung tempat tinggal para dewata. Hal ini terbukti dengan adanya adanya hiasan Antefiq dan Relief Hapsara-hapsari yang menggambarkan makhluk setengah dewa. Candi Pringapus bersifat Hindu Sekte Siwaistis9. Candi Sukuh

Candi Sukuh adalah sebuah kompleks candi agama Hindu yang terletak di Kabupaten Karanganyar, eks Karesidenan Surakarta, Jawa Tengah. Candi ini dikategorikan sebagai candi Hindu karena ditemukannya obyek pujaan lingga dan yoni. Candi ini digolongkan kontroversial karena bentuknya yang kurang lazim dan karena banyaknya obyek-obyek lingga dan yoni yang melambangkan seksualitas.Cirri-cirinya:Bangunan candi Sukuh memberikan kesan kesederhanaan yang mencolok pada para pengunjung. Kesan yang didapatkan dari candi ini sungguh berbeda dengan yang didapatkan dari candi-candi besar di Jawa Tengah lainnya yaitu Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Bentuk bangunan candi Sukuh cenderung mirip dengan peninggalan budaya Maya di Meksiko atau peninggalan budaya Inca di Peru. Struktur ini juga mengingatkan para pengunjung akan bentuk-bentuk piramida di Mesir.Candi Budha diIndonesia1. Candi Mendut

Ciri-Ciri nya: Hiasan yang terdapat pada candi Mendut berupa hiasan yang berselang-seling. Dihiasi dengan ukiran makhluk-makhluk kahyangan berupa bidadara dan bidadari, dua ekor kera dan seekor garuda.Candi Mendut adalah sebuah candi berlatar belakang agama Buddha. Candi ini terletak di desa Mendut, kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, beberapa kilometer dari candi Borobudur.Candi Mendut didirikan semasa pemerintahan Raja Indra dari dinasti Syailendra. Di dalam prasasti Karangtengah yang bertarikh 824 Masehi, disebutkan bahwa raja Indra telah membangun bangunan suci bernama veluvana yang artinya adalah hutan bambu. Oleh seorang ahli arkeologi Belanda bernama J.G. de Casparis, kata ini dihubungkan dengan Candi Mendut.

2. Candi Ngawen

Ciri-Ciri nya :Candi ini terdiri dari 5 buah candi kecil, dua di antaranya mempunyai bentuk yang berbeda dengan dihiasi oleh patung singa pada keempat sudutnya. Sebuah patung Buddha dengan posisi duduk Ratnasambawa yang sudah tidak ada kepalanya nampak berada pada salah satu candi lainnya. Beberapa relief pada sisi candi masih nampak cukup jelas, di antaranya adalah ukiran Kinnara, Kinnari, dan kala-makara.Candi Ngawen adalah candi Buddha yang berada kira-kira 5 km sebelum candi Mendut dari arah Yogyakarta, yaitu di desa Ngawen, kecamatan Muntilan, Magelang. Menurut perkiraan, candi ini dibangun oleh wangsa Syailendra pada abad ke-8 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Keberadaan candi Ngawen ini kemungkinan besar adalah yang tersebut dalam prasasti Karang Tengah pada tahun 824 M.

3. Candi Lumbung

Candi Lumbung adalah candi Buddha yang berada di dalam kompleks Taman Wisata Candi Prambanan, yaitu di sebelah candi Bubrah. Menurut perkiraan, candi ini dibangun pada abad ke-9 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Candi ini merupakan kumpulan dari satu candi utama (bertema bangunan candi Buddha)Ciri-cirinya :Dikelilingi oleh 16 buah candi kecil yang keadaannya masih relatif cukup bagus.4. Candi Banyunibo

Candi Banyunibo yang berarti air jatuh-menetes (dalam bahasa Jawa) adalah candi Buddha yang berada tidak jauh dari Candi Ratu Boko, yaitu di bagian sebelah timur dari kota Yogyakarta ke arah kota Wonosari. Candi ini dibangun pada sekitar abad ke-9 pada saat zaman Kerajaan Mataram Kuno. Pada bagian atas candi ini terdapat sebuah stupa yang merupakan ciri khas agama Buddha.Ciri-cirinya:Keadaan dari candi ini terlihat masih cukup kokoh dan utuh dengan ukiran relief kala-makara dan bentuk relief lainnya yang masih nampak sangat jelas. Candi yang mempunyai bagian ruangan tengah ini pertama kali ditemukan dan diperbaiki kembali pada tahun 1940-an, dan sekarang berada di tengah wilayah persawahan.5. Kompleks Percandian Batujaya

Kompleks Percandian Batujaya adalah sebuah suatu kompleks sisa-sisa percandian Buddha kuna yang terletak di Kecamatan Batujaya dan Kecamatan Pakisjaya, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Situs ini disebut percandian karena terdiri dari sekumpulan candi yang tersebar di beberapa titik.Cirri-cirinya:Dari segi kualitas, candi di situs Batujaya tidaklah utuh secara umum sebagaimana layaknya sebagian besar bangunan candi. Bangunan-bangunan candi tersebut ditemukan hanya di bagian kaki atau dasar bangunan, kecuali sisa bangunan di situs Candi Blandongan.Candi-candi yang sebagian besar masih berada di dalam tanah berbentuk gundukan bukit (juga disebut sebagai unur dalam bahasa Sunda dan bahasa Jawa). Ternyata candi-candi ini tidak memperlihatkan ukuran atau ketinggian bangunan yang sama.6. Candi Muara Takus

Candi Muara Takus adalah sebuah candi Buddha yang terletak di Riau, Indonesia. Kompleks candi ini tepatnya terletak di desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar atau jaraknya kurang lebih 135 kilometer dari Kota Pekanbaru, Riau. Jarak antara kompleks candi ini dengan pusat desa Muara Takus sekitar 2,5 kilometer dan tak jauh dari pinggir Sungai Kampar Kanan.Ciri-cirinya:Kompleks candi ini dikelilingi tembok berukuran 74 x 74 meter diluar arealnya terdapat pula tembok tanah berukuran 1,5 x 1,5 kilometer yang mengelilingi kompleks ini sampal ke pinggir sungai Kampar Kanan. Di dalam kompleks ini terdapat pula bangunan Candi Tua, Candi Bungsu dan Mahligai Stupa serta Palangka. Bahan bangunan candi terdiri dari batu pasir, batu sungai dan batu bata. Menurut sumber tempatan, batu bata untuk bangunan ini dibuat di desa Pongkai, sebuah desa yang terletak di sebelah hilir kompleks candi. Bekas galian tanah untuk batu bata itu sampai saat ini dianggap sebagai tempat yang sangat dihormati penduduk. Untuk membawa batu bata ke tempat candi, dilakukan secara beranting dari tangan ke tangan. Cerita ini walaupun belum pasti kebenarannya memberikan gambaran bahwa pembangunan candi itu secara bergotong royong dan dilakukan oleh orang ramai.7. Candi Sumberawan

Candi Sumberawan hanya berupa sebuah stupa, berlokasi di Kecamatan Singosari, Malang. Dengan jarak sekitar 6 km dari Candi Singosari. Candi ini Merupakan peninggalan Kerajaan Singhasari dan digunakan oleh umat Buddha pada masa itu.Candi Sumberawan terletak di desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, +/- 6 Km, di sebelah Barat Laut Candi Singosari, candi ini dibuat dari batu andesit dengan ukuran P. 6,25m L. 6,25m T. 5,23m dibangun pada ketinggian 650 mDPL, di kaki bukit Gunung Arjuna. Pemandangan di sekitar candi ini sangat indah karena terletak di dekat sebuah telaga yang sangat bening airnya. Keadaan inilah yang memberi nama Candi Rawan.Cirri-cirinya:Candi ini terdiri dari kaki dan badan yang berbentuk stupa. Pada batur candi yang tinggi terdapat selasar, kaki candi memiliki penampil pada keempat sisinya. Di atas kaki candi berdiri stupa yang terdiri atas lapik bujur sangkar, dan lapik berbentuk segi delapan dengan bantalan Padma, sedang bagian atas berbentuk genta (stupa) yang puncaknya telah hilang.8. Candi Brahu

Candi Brahu dibangun dengan gaya dan kultur Buddha, didirikan abad 15 Masehi. Pendapat lain, candi ini berusia jauh lebih tua ketimbang candi lain di sekitar Trowulan. Menurut buku Bagus Arwana, kata Brahu berasal dari kata Wanaru atau Warahu. Nama ini didapat dari sebutan sebuah bangunan suci seperti disebutkan dalam prasasti Alasantan, yang ditemukan tak jauh dari candi brahu. Dalam prasasti yang ditulis Mpu Sendok pada tahun 861 Saka atau 9 September 939,Cirri-cirinya:Candi Brahu merupakan tempat pembakaran (krematorium) jenazah raja-raja Brawijaya. Anehnya dalam penelitian, tak ada satu pakarpun yang berhasil menemukan bekas abu mayat dalam bilik candi. Lebih lebih setelah ada pemugaran candi yang dilakukan pada tahun 1990 hingga 1995.9. Candi Sewu

Candi Sewu adalah candi Buddha yang berada di dalam kompleks candi Prambanan (hanya beberapa ratus meter dari candi utama Roro Jonggrang). Candi Sewu (seribu) ini diperkirakandibangun pada saat kerajaan Mataram Kuno oleh raja Rakai Panangkaran (746 784). Candi Sewu merupakan komplek candi Buddha terbesar setelah candi Borobudur, sementara candi Roro Jonggrang merupakan candi bercorak Hindu.Menurut legenda rakyat setempat, seluruh candi ini berjumlah 999 dan dibuat oleh seorang tokoh sakti bernama, Bandung Bondowoso hanya dalam waktu satu malam saja, sebagai prasyarat untuk bisa memperistri dewi Roro Jonggrang. Namun keinginannya itu gagal karena pada saat fajar menyingsing, jumlahnya masih kurang satu.

ADAT ISTIADAT DI LUAR SYARIAT ISLAM1. Perlombaan Hewan (Jago, Burung Berkicau, Burung Merpati)a. Landasan hukum Al- Quran Kuda, keledai, dan Himar adalah supaya kamu naiki dan sebagai perhiasan.(QS. Al-Nahl:8)[footnoteRef:2][1] [2: ]

Al- HaditsDiriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dari Ibnu Abbas r.a berkata: Rasulullah SAW melarang mengadu diantara binatang-binatang.[footnoteRef:3][2] [3: ]

Kuda itu diikat jambulnya untuk kebaikan. (HR. Bukhari)[footnoteRef:4][3] [4: ]

Pandangan UlamaSyekhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, Sesuatu yang melalaikan dan memalingkan seseorang dari apa yang diperintahkan Allah adalah dilarang, walaupun jenisnya secara umum tidak diharamkan, seperti berjualan dan berniaga. Sedangkan semua yang dipraktikan para pengangguran yang tidak mendukung hal-hal yang dibenarkan syara adalah haram.Imam Qurthubi berkata, tidak ada perbedaan tentang kebolehan berlomba dalam mengadu kecepatan mengendarai kuda dan binatang-binatang tunggangan lainnya serta berlari. Demikan juga tentang kebolehan berlomba melempar panah dan menggunakan senjata-senjata lainnya, karena hal itu merupakan salah satu bentuk latihan untuk berperang.[footnoteRef:5][4] [5: ]

b. AnalisisManusia diharamkan menyiksa binatang dan membebaninya diluar kemampuannya. Apabila seseorang membebani binatang dengan beban di luar kemampuannya, maka hakim boleh mencegahnya dari pembebanan di luar batas itu.Apabila binatang itu binatang yang diperah susunya, sedang ia mempunyai anak, maka tidak diperbolehkan mengambil susu darinya kecuali menurut kadar yang tidak membahayakan anaknya, sebab di dalam Islam itu tidak ada yang dirugikan dan tidak ada yang merugikan, baik bagi manusia maupun binatang.[footnoteRef:6][5] [6: ]

Pada hakikatnya Islam mengajarkan pada umatnya untuk menyayangi binatang dan melestarikan kehidupannya. Di dalam Al- Quran, Allah SWT menekankan bahwa telah menganugrahi manusia wilayah kekuasaan yang mencakup segala sesuatu di dunia ini, namun tidak menunjukkan bahwa manusia memiliki kekuasaan mutlak untuk berbuat sesuka hatinya dan tidak pula memiliki hak tanpa batas untuk menggunakan alam sehingga sampai merusaknya.Manusia dilarang menyalahgunakan binatang dengan tujuan olahraga maupun untuk menjadikan binatang sebagai objek eksperimen yang sembarangan. Manusia harusingat bahwa Sang Pencipta telah menjadikan semua yang ada di alam ini sebagai amanah yang harus mereka jaga.Para ulama mengharamkan memukul muka dan menatonya, baik muka manusia ataupun muka binatang, sebab muka itu dimuliakan oleh Allah dan tempat terkumpulnya kebaikan. Untuk bagian selain muka diperbolehkan menato binatang di mana pun bagian badannya.[footnoteRef:7] [7: ]

Manusia harus memanfaatkan segala sesuatu menurut cara yang bisa dipertanggungjawabkan. Menyangkut hewan atau satwa peliharaan, Al- Quran dala surat al- Nahl menyebutkan beberapa jalan dimana hewan-hewan tersebut memberi manfaat kepada manusia :a. Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untukmu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai manfaat lainnya dan sebagiannya kamu makan. (QS. Al- Nahl [16] :5)b. Dan mereka membawakan muatan milikmu yang berat menuju tanah yang tidak dapat kau capai dengan selamat kecuali dengan upaya yang sangat kuat; karena sesungguhnya Tuhan-mu benar-benar Maha Pengasih dan Penyayang.( Al- Nahl [16] : 7)c. Dan Dia telah menciptakan kuda, bagal, keledai untukmu baik sebgai hiasan; dan Dia telah menciptakan makhluk-makhluk lainnya yang belum kamu ketahui.( Al- Nahl [16] : 8)[footnoteRef:8][7] [8: ]

Mengadu binatang itu dilarang sebab merupakan penyiksaan bagi binatang, merusak dirinya, menghilangkan nilainya, dan meninggalkan penyembelihannya bila binatang itu binatang yang perlu disembelih, serta meninggalkan manfaatnya bila binatang itu bukan binatang yang boleh disembelih.[footnoteRef:9][8] [9: ]

Dan ketika dalam perlombaan itu terdapat unsur perjudian jelas hukumnya haram. Pengertian judi itu sendiri adalah dua orang atau lebih saling berlomba dan setiap orang yang mengikuti perlombaan itu harus mengeluarkan sejumlah uang (atau barang) sebagai ganti atau biaya pendaftaran.Perjudian dapat berarti bahwa jika ada dua orang atau lebih yang saling berlomba, lalu setiap peserta lomba tersebut mengeluarkan sesuatu sebagai gantinya. Judi, juga dapat berarti semua permainan yang tidak terlepas dari untung dan rugi bagi pemainnya.[footnoteRef:10][9] [10: ]

Binatang diharamkan untuk dianiaya, seperti disiksa dan dibebani di luar kemampuannya. Termasuk kategori yang menganiaya binatang adalah mengadukan binatang, seperti mengadu domba, mengadu ayam, mengadu kerbau, dan lain-lainnya.Rasulullah SAW. pun melarang mengadu binatang dan membangkitkannya agar bertarung dengan sesamanya. Demikian pula beliau melarang menjadikan sebagian dari binatang itu sebagai sasaran (objek).Dapat ditarik benang merah dari penjelasan-penjelasan sebelumnya dengan berbagi rujukan dasar hukum bahwa sudah jelas hukum dari sabung ayam adalah haram karena didalamnya terdapat unsur judi. Dan ini termasuk perkara yang batil dan dapat melalaikan ibadah kepada Allah SWT.Sedangkan untuk hukum dari lomba burung berkicau masih dibolehkan asal tidak ada unsur judi di dalamnya. Dan tidak ada penganiayaan terhadap binatang yang diperlombakan. Sudah umum bahwa pada dasarnya burung ditakdirkan memiliki kemampuan berkicau yang indah. Semua itu boleh dilakukan tetapi dengan tidak melupakan kewajiban untuk beribadah kepada Allah.Islam tidak akan mempersulit manusia ketika manusia dapat berjalan beriringan sesuai syariat-Nya. Hiburan hanya akan menjadi sekedar hiburan untuk me-refresh diri dari segala kepenatan setelah beraktifitas seharian. Islam bukanlah agama yang kaku.

2. SekatenMenurut sejarahnya, perayaan Sekaten bermula sejak kerajaan Islam Demak. Meski sebelumnya, ketika jaman pemerintahan Raja Hayam Wuruk di Majapahit, perayaan semacam Sekaten yang disebut Srada Agung itu sudah ada. Perayaan yang menjadi tradisi kerajaan Majapahit tersebut berupa persembahan sesaji kepada para dewa, disertai dengan mantra-mantra, sekaligus untuk menghormati arwah para leluhur. Namun ketika Majapahit runtuh, dan kemudian berdiri kerajaan Demak, oleh Raden Patah (Raja Demak pertama) dengan disertai dukungan para wali, perayaan tersebut selanjutnya dialihkan menjadi kegiatan yang bersifat Islami. Serta menjadi sarana pengembangan (syiar) Islam yang dilakukan para wali dengan membunyikan gamelan yang bernama Kyai Sekati pada setiap bulan Mulud (Jawa), dalam rangka perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Perayaan itu kemudian disebut Sekaten dari kata Sekati. Pendapat lainnya menyatakan, kata Sekaten berasal dari bahasa Arab, yaitu syahadatain, yang berarti dua kalimat syahadat. Inti dari acara perayaan ini adalah berupa peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW sekaligus sebagai wahana dakwah agama Islam di Jawa, terutama Yogyakarta.

3. GrebegGrebeg adalah upacara adat di Keraton Yogyakarta yang diselenggarakan tiga kali dalam seahun untuk memperingati hari besar Islam. Mengenai istilah Grebeg ini berasal dari bahasa Jawa Grebeg yang berarti diiringi para pengikut. Karena perjalanan Sultan keluar dari istana itu memang selalu diikuti banyak orang, sehingga disebut Grebebg. Pengertian Grebeg lain mengatakan bahwa karena gunungan itu diperebutkan warga masyarakat yang berarti digrebeg.Pelaksanaan upcara tersebut bertepatan dengan hari-hari besar Islam seperti:a. Grebeg Syawal, dilaksanakan pada hari pertama bulan Syawal untuk memperingati hari raya Idul Fitri.b. Grebeg Besar, dilaksanakan pada hari kesepuluh bulan Besar (Dzulhijjah) untuk memperingati hari raya Idul Adha (Qurban).c. Grebeg Maulud, dilaksanakan pada hari keduabelas bulan Mulud (Rabiul Awal) untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.Pada setiap upacara grebeg, Sultan berkenan memberi sedekah berupa gunungan kepada rakyatnya. Gunungan tersebut berisi makanan yang dibuat dari ketan, telur ayam, buah-buahan, serta sayuran yang semuanya dibentuk seperti gunung (tumpeng besar) sehingga desebut gunungan. Gunungan ini sebagai simbol kemakmuran dan kesejahteraan kerajaan Mataram. Selanjutnya gunungan tersebut dibawa menuju halaman Masjid Agung untuk dibacakan doa terlebih dahulu oleh Abdi Dalem Penghulu Kraton. Setelah itu gunungan tersebut diperebutkan oleh masyarakat yang ingin mendapatkan berkah dari gunungan itu.

4. LabuhanLabuhan berasal dari kata labuh yang artinya sama dengan larung yaitu membuang sesuatu ke dalam air (sungai atau laut). Dalam hal yang ini yang dibicarakan adalah labuhan dalam arti memberi sesaji kepada roh halus yang berkuasa di suatu tempat.Upacara Labuhan yaitu upacara melempar sesaji dan benda-benda keraton ke laut, untuk dipersembahkan kepada Penguasa Laut Selatan atau Kanjeng Ratu Kidul, dengan maksud sebagai wujud rasa syukur kepada Sang Pencipta atas segala kemurahan yang telah diberikan kepada seluruh pimpinan dan rakyat Yogyakarta, serta berharap semoga Keraton Mataram Yogyakarta tetap lestari dan rakyatnya selalu dapat hidup dengan damai sejahtera.Di samping itu adanya kepercayaan bahwa setiap raja mempunyai kewajiban untuk memberikan sesaji kepada roh halus yang menunggui tempat-tempat yang mempunyai peranan penting (misalnya tempat bertapa) dari raja-raja sebelumnya terutama raja pendiri dinasti Mataram (Panembahan Senapati), karena roh-roh halus itu dianggap membantu pendiri dinasti itu dalam menegakkan kerajaan. Dengan demikian maksud dan tujuan diadakannya upacara labuhan ialah untuk keselamatan pribadi Sri Sultan, Kraton Yogyakarta dan rakyat Yogyakarta.

5. SlametanSlametan berasal dari kata slamet (Arab: salamah) yang berarti selamat, bahagia, sentausa. Selamat dapat dimaknai sebagai keadaan lepas dari insiden-insiden yang tidak dikehendaki. Menurut Cliord Geertz, slamet berarti gak ana apa-apa (tidak ada apa-apa), atau lebih tepat tidak akan terjadi apa-apa (pada siapa pun). Konsep tersebut dimanifestasikan melalui praktik-praktik slametan. Slametan adalah kegiatan-kegiatan komunal Jawa yang biasanya digambarkan oleh ethnografer sebagai pesta ritual, baik upacara di rumah maupun di desa, bahkan memiliki skala yang lebih besar, mulai dari tedak siti (upacara menginjak tanah yang pertama), mantu (perkawinan), hingga upacara tahunan untuk memperingati ruh penjaga. Dengan demikian, slametan merupakan memiliki tujuan akan penegasan dan penguatan kembali tatanan kultur umum. Di samping itu juga untuk menahan kekuatan kekacauan (talak balak). Dalam tradisi slametan, unsur yang dicari bukanlah makan bersama di tempat si empunya hajat, melainkan oleh-oleh berupa berkat (berkah) yang diyakini sebagai makanan bertuah.Selain itu, slametan juga dilakukan apabila mereka mempunyai niat atau hajat tertentu, ketika akan membangun rumah, pindah rumah, menyelenggarakan pesta perkawinan, kehamilan anak pertama. Di samping itu juga untuk memperingati keluarga yang meninggal. Slametan untuk memperingati keluarga yang meninggal ini dilakukan untuk memperingati 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1 tahun, dan 1000 harinya. Slametan untuk memperingati orang yang meninggal biasanya disertai membaca dzikir dan bacaan thoyyibah tahlil, sehingga slametan ini biasa juga disebut tahlilan.Dengan pernyataan senada, Nurcholish Madjid mengatakan, kaum santri menolak banyak sekali unsur-unsur adat Jawa, tetapi mempertahankan sebagian lain yang kemudian diberi warna Islam. Adat Jawa yang masih dipertahankan kaum santri dan yang paling banyak menjadi target kutukan kaum reformis adalah sekitar selamatan. Yang dinamakan selamatan di sini adalah acara makan-makan untuk mendoakan orang mati, baik pada saat meninggalnya maupun sesudahnya, seperti selamatan tiga hari, tujuh hari, empat puluh hari, setahun (pendak), dan seribu hari setelah meninggal. Selain selamatan-selamatan tersebut pada saat yang dirasa perlu keluarga yang meninggal ini bisa menyelenggarakan haul. Dalam selamatan itu biasanya dibacakan tahlil, suatu ritus dengan bahasa Arab yang intinya adalah membaca kalimat laa ilaaha illallah, dengan maksud berdoa untuk kebahagiaan yang meninggal, atau yang lebih controversial lagi (di mata kaum reformis) adalah mengirimkan pahala wirid itu kepada arwah yang meninggal.Tetap lestarinya slametan ini memberikan makna bahwa hubungan sosial masyarakat tetap kokoh. Masyarakat merasa diperlakukan sama satu dengan lainnya. Kalau mereka sudah duduk bersama, tidak dibedakan satu dengan lainnya, tidak ada yang lebih rendah dan tidak ada yang lebih tinggi. Slametan menimbulkan efek psikologi dalam bentuk keseimbangan emosional dan mereka meyakini bakal selamat, tidak terkena musibah atau tertimpa malapetaka setelah mereka melakukan kegiatan ini.

6. RuwatanRuwatan merupakan upacara adat yang bertujuan membebaskan seseorang, komunitas, atau wilayah dari ancaman bahaya. Inti upacara ini sebenarnya adalah doa, memohon perlindungan dari ancaman bahaya seperti bencana alam, juga doa memohon pengampunan, dosa-dosa dan kesalahan yang telah dilakukan yang dapat menyebabkan bencana. Upacara ini berasal dari ajaran budaya Jawa kuno yang bersifat sinkretis, namun sekarang diadaptasikan dengan ajaran agama. Ruwatan bermakna mengembalikan ke keadaan sebelumnya, maksudnya keadaan sekarang yang kurang baik dikembalikan ke keadaan sebelumnya yang baik. Makna lain ruwatan adalah membebaskan orang atau barang atau desa dari ancaman bencana yang kemungkinan akan terjadi, jadi bisa dianggap upacara ini sebenarnya untuk tolak bala. Upacara ini berasal dari cerita Batara Kala, yaitu raksasa yang suka makan manusia. Menurut kepustakaan Pakem Ruwatan Murwa KalaJavanologi gabungan dari beberapa sumber, antara lain dari Serat Centhini (Sri Paku Buwana V), bahwa orang yang harus diruwat.Lebih lanjut menurut Baedhowi, dalam ruwatan harus dilengkapi dengan berbagai sesajen yang dulunya masih sederhana dan hanya terdiri dari beberapa macam sesajen saja, namun sekarang sesajen itu sudah banyak macamnya. Sesajen-sesajen ini terdiri dari berbagai macam makanan, lauk pauk kemasan hasil bumi dalam bentuk kecil yang diikat dan digantungkan sepanjang batang bamboo melintang di atas panggung bagian depan dan dengan layar di sisi atas. Sesajen ini sebenarnya merupakan perlambang antara harapan dan rasa syukur. Dari berbagai ragam ruwatan yang dilakukan orang Jawa tampak sekali pusaran tradisi pada pembebasan sukerta dari mangsa Batara Kala.

7. NyadranRitual ini merupakan cara untuk mengagungkan, menghormati, dan memperingati roh leluhur yang dilaksanakan pada bulan Ruwah atau Syaban sesudah tanggal 15 hingga menjelang ibadah puasa di bukan Ramadhan. Dalam ritual Nyadran ada dua tahap yaitu tahap slametan dan tahap ziarah. Pada tahap slemetan biasanya orang membakar sesajen baik berupa kemenyan atau menyajikan kembang setaman. Setelah selesai orang melakukan sesajen baru orang melakukan tahap ke dua yaitu ziarah ke makam.Menghormati leluhur sebagai inti dari ritual nyadran, menurut Karkono Kamajaya, telah ada sebelum Islam datang ke Indonesia. Kebiasaan menghormati para arwah leluhur juga merupakan tradisi yang ada pada suku-suku lain di luar Jawa. Modus mereka untuk menghormati ini juga beragam. Dalam tradisi Jawa kebiasaan ini telah disebutkan dalam kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca, yaitu perayaan sradda untuk memperingati Tribuwana atau Rajapatni, yang dipimpin para bikshu budha.Dengan demikian ada kemungkinan bahwa kata nyadran berasal dari kata sradda. Waktu upacara sradda adalah dimulai bulan Srawana (Juli-Agustus) dan bulan Bhadrawada (Agustus-September).Pada waktu nyadran makam-makam biasanya dibersihkan dan ditaburi bunga-bunga, yang disusul dengan pembacaan doa sambil membakar dupa. Bila dalam tradisi Jawa Kuno upacara sradda dipimpin para bikhsu, maka dalam ritual nyadran biasanya dipimpin seorang modin atau kaum. Dan waktu pelaksanaan mengalami pergeseran, yaitu pada bulan Ruwah atau Syaban.

8. TirakatSalah satu tradisi atau budaya yang begitu popular di kalangan orang Jawa adalah Tirakat. Tirakat adalah berpuasa pada hari-hari tertentu dengan cara-cara tertentu. Karena dekat dengan ritual puasa dalam ibadah Islam baku, maka orang Agami Jawi biasanya juga melaksanakan puasa, walaupun tidak melaksanakan syariat yang lain secara rutin. Inti dari ritual tirakat adalah latihan untuk menjalani kesukaran-kesukaran hidup untuk mendapatkan keteguhan iman. Jadi tirakat merupakan ritual keagamaan yang disengaja agar seseorang menjalani kesukaran, kesulitan, dan kesengsaraan. Pemeluk Agami Jawi percaya bahwa ritual ini berpahala dan bermanfaat dalam melatih keteguhan pribadi.Tirakat ini memiliki berbagai jenis di antaranya mutih, siyam, nglowong, ngepel, ngebleng dan patigeni. Mutih berarti seseorang berpantang makan selain nasi putih saja pada hari Senin dan Kamis. Siyam artinya menjalani puasa pada bulan Ramadhan sebulan penuh. Nglowong artinya berpuasa selama beberapa hari menjelang hari-hari besar Islam. Ngepel artinya membiasakan makan dalam porsi sedikit, yaitu tidak lebih dari satu genggam tangan selama satu atau dua hari. Ngebleng berarti berpuasa dan menyenderi dalam ruangan tertentu dengan tidak makan atau minum selama tenggang waktu tertentu, seperti 40 hari. Sedangkan patigeni berarti berpuasa di dalam suatu ruangan yang gelap pekat yang tak dapat ditembus cahaya.Jenis ritual ini sangat dekat dengan praktik-praktik yoga dalam Hindu. Praktik yoga ditengarai sebagai benih bagi kemunculan praktik-praktik tapa-brata dan semedi. Tapa brata, seperti disebut di atas merupakan bentuk pendisiplinan diri secara keras dengan berbagai bentuk kegiatan yang sulit seperti puasa, sedangkan semedi merupakan cara pemusatan konsentrasi pada kekuatan adi-kodrati untuk mencapai penyatuan. Pada intinya, tirakat merupakan latihan laku prihatin bagi seseorang untuk terbiasa menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Dengan laku prihatin ini, seseorang berharap semakin dekat pada Tuhan.

9. Ziarah makamKebiasaan datang ke makam-makam tertentu adalah umum sekali di kalangan Islam Santri yang masih terpengaruh dengan kejawen. Hanya saja menurut Nurcholish Madjid, hal ini tidak jelas, apakah kebiasaan ini lebih berakar dalam konsep-konsep sufisme atau jawanisme. Sebab, sebelum Islam datang, agama yang ada adalah Hindu yang tidak mengenal kubur atau makam. Dan makam yang banyak dikunjungi untuk ziarah itu umumnya adalah makam orang-orang yang dinamakan wali atau orang suci yang keramat, sehingga meskipun sudah meninggal akan mampu memberi kesehatan, keselamatan, sukses dalam usaha dan lain-lain. Di Jombang, makam yang paling terkenal ialah yang di Betek, Mojoagung, kurang lebih 10 KM sebelah timur Jombang menuju Surabaya. Setiap malam Jumat beratus orang berziarah, dan pada malam Jumat Legi jumlah itu dapat mencapai ribuan.

10. WayangWayang merupakan salah sastu warisan bangsa Indonesia yang sudah berkembang selama berabad-abad. Sementara pembuatan wayang dari kulit kerbau,dimulai oleh Sunan Kalijaga pada zaman Raden Patah. Sebelumnya lukisan wayang yang menyerupai bentuk manusia sebagaimana yang terdapat pada relief Candi Panataran di daerah Blitar. Lukisan yang mirip manusia oleh sebagian ulama dinilai bertentangan dengan syara. Para wali, terutama Sunan Kalijaga kemudian menyiasatinya dengan mengubah lukisan yang menghadap (Jawa: methok) menjadi miring. Selain itu, atas saran para wali yang lain, Sunan Kalijaga juga membuat tokoh Semar, Petruk, Gareng, dan Bagong sebagai tokoh punakawan yang lucu.Menurut Endraswara seperti yang dikutip oleh Purwadi, bahwa penamaan punakawan tersebut memiliki makna filosofis. Semar dari kata bahasa Arab Simaar atau ismarun artinya paku. Paku itu alat untuk menancapkan suatu barang, agar tegak, kuat, tidak goyah. Semar juga memiliki nama lain, yakni ismaya, yang memiliki makna kemantapan dan keteguhan. Karena itu ibadah harus didasari keyakinan kuat agar ajarannya tertancap sampai mengakar. Tokoh punakawan lain, yakni anak Semar, Nala Gareng dari kata naala qorin yang artinya memperoleh banyak teman. Seuai dengan tujuan dakwah yaitu memperbanyak teman dan sahabat dalam beribadah kepada Allah SWT. Sedangkan Petruk berasal dari kata fatruk yang artinya tinggalkan yang jelek. Dan Bagong berasal dari kata bagho yang berarti pertimbangan makna dan rasa, antara rasa yang baik dan buruk, benar dan salah. Lebih lanjut, sebagai sarana dakwah, dalam wayng terdapat lakon Jimat Kalimasada yang merupakan lambang dari dua kalimah syahadat. Cerita Jimat Kalimasada tidak ada dalam epos asli Mahabarata. Lakon tersebut yang paling sering dipentaskan oleh Sunan Kalijaga. Haparannya untuk mengajak orang-orang Jawa di pedesaan maupun di kota kaprajan daerah mana pun untuk mengucapkan syahadat, dengan kata lain untuk masuk agama Islam.Masih banyak lagi nilai-nilai budaya lokal di Jawa yang tidak dicantumkan dalam makalah ini, namun dari contoh di atas semoga dapat mewakili nilai-nilai budaya lokal yang lain. Keragaman budaya tersebut merupakan bukti bahwa Jawa memiliki banyak budaya lokal. Sebagian tetap bertahan keasliannya dan sebagian telah berintegrasi dengan nilai-nilai keislaman.