buku minyak bumi dan produk migas

217
I. PENDAHULUAN Dalam kehidupan kita sehari-hari, peranan minyak adalah penting sekali. Yang mana semua kegiatan, baik itu yang dipakai langsung seperti bahan bakar kendaraan dan kebutuhan rumah tangga, maupun yang dipakai tidak langsung seperti untuk bahan bakar industri. Indonesia sebagai negara berkembang mempunyai beberapa sumber minyak bumi yang cukup memadai, disamping untuk kebutuhan dalam negeri, ada juga yang diekspor dan menghasilkan devisa yang cukup besar bagi negara, walaupun untuk jenis-jenis minyak tertentu masih harus diimpor. Minyak bumi atau Crude oil adalah suatu persenyawaan hidrokarbon dan turunannya yang dapat berupa fase gas, cair atau padatan. Bagaimana sebenarnya minyak bumi itu tercipta, dan di mana pasti sumbernya. Kedua hal tersebut hingga kini masih merupakan rahasia bagi manusia. Berbagai usaha dan penelitian terus dilakukan oleh para ahli untuk menyingkapkan tabir rahasia tersebut. Kegiatan dalam rangkaian pencarian minyak adalah membuat peta topografi, penyelidikan geologi permukaan bumi dan geofisika, pengambilan sampel batu-batuan, penetapan lokasi pemboran, pemboran dan produksi. Kegiatan pemboran memerlukan biaya yang sangat tinggi / mahal untuk biaya peralatan dan pembangunan prasarana lainnya. 1

Upload: ebenezerskl

Post on 07-Feb-2016

175 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

Minyak bumi atau Crude oil adalah suatu persenyawaan hidrokarbon dan turunannya yang dapat berupa fase gas, cair atau padatan.Bagaimana sebenarnya minyak bumi itu tercipta, dan di mana pasti sumbernya. Kedua hal tersebut hingga kini masih merupakan rahasia bagi manusia. Berbagai usaha dan penelitian terus dilakukan oleh para ahli untuk menyingkapkan tabir rahasia tersebut.Kegiatan dalam rangkaian pencarian minyak adalah membuat peta topografi, penyelidikan geologi permukaan bumi dan geofisika, pengambilan sampel batu-batuan, penetapan lokasi pemboran, pemboran dan produksi. Kegiatan pemboran memerlukan biaya yang sangat tinggi / mahal untuk biaya peralatan dan pembangunan prasarana lainnya.

TRANSCRIPT

I. PENDAHULUAN

Dalam kehidupan kita sehari-hari, peranan minyak adalah penting sekali. Yang mana

semua kegiatan, baik itu yang dipakai langsung seperti bahan bakar kendaraan dan

kebutuhan rumah tangga, maupun yang dipakai tidak langsung seperti untuk bahan

bakar industri.

Indonesia sebagai negara berkembang mempunyai beberapa sumber minyak bumi yang

cukup memadai, disamping untuk kebutuhan dalam negeri, ada juga yang diekspor dan

menghasilkan devisa yang cukup besar bagi negara, walaupun untuk jenis-jenis minyak

tertentu masih harus diimpor.

Minyak bumi atau Crude oil adalah suatu persenyawaan hidrokarbon dan turunannya

yang dapat berupa fase gas, cair atau padatan.

Bagaimana sebenarnya minyak bumi itu tercipta, dan di mana pasti sumbernya. Kedua

hal tersebut hingga kini masih merupakan rahasia bagi manusia. Berbagai usaha dan

penelitian terus dilakukan oleh para ahli untuk menyingkapkan tabir rahasia tersebut.

Kegiatan dalam rangkaian pencarian minyak adalah membuat peta topografi,

penyelidikan geologi permukaan bumi dan geofisika, pengambilan sampel batu-batuan,

penetapan lokasi pemboran, pemboran dan produksi.

Kegiatan pemboran memerlukan biaya yang sangat tinggi / mahal untuk biaya peralatan

dan pembangunan prasarana lainnya.

Minyak bumi atau minyak mentah (Crude Oil) yang diperoleh dari sumur eksplorasi

tidak bisa langsung dipakai sebagai bahan bakar atau sumber energi lainnya sebelum

diolah terlebih dahulu.

Pertama-tama minyak bumi dikumpulkan dalam tangki penyimpanan sambil

memisahkan gas dan air yang terbawa dari sumur. Kemudian minyak tersebut

dipindahkan dengan melalui jaringan pipa atau dengan kapal tanker ke unit pengolahan.

Kita sering mendengar nama-nama produk seperti minyak tanah, bensin, solar, LPG, oli

atau pelumas dan lain-lainnya yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari.

Minyak bumi diproses di unit pengolahan untuk mendapat bermacam-macam produk

yang sesuai dengan syarat-syarat penggunaannya.

Pada tahap pengolahan pertama, minyak mentah tersebut dipisahkan sesuai dengan titik

didih dalam pabrik penyulingan (Distilation Unit). Fraksi yang paling ringan adalah gas,

1

yang dapat dipakai sebagai bahan bakar, atau untuk diolah lebih lanjut. Fraksi kedua

adalah nafta yang dapat dijadikan bahan dasar untuk bensin atau premium, atau bisa

dipakai untuk bahan dasar industri petrokimia.

Fraksi ketiga, yang termasuk fraksi tengah (middle distilate), dapat dipakai sebagai

bahan dasar untuk kerosine, bahan bakar pesawat jet, dan solar. Fraksi berikutnya

adalah fraksi yang terberat, yang dinamakan residu, dapat dijadikan bahan dasar bahan

bakar ketel uap atau untuk diolah lebih lanjut.

Pada umumnya pengolahan tahap pertama dianggap belum mencukupi syarat-syarat

pemakaian, oleh karena itu perlu diolah lebih lanjut. Proses selanjutnya adalah distilasi

hampa untuk residu, proses konversi (perengkahan, reformasi, alkilasi, polimerisasi),

treating dan pencampuran (blending).

Proses pengolahan minyak bumi terdapat diberbagai negara maju atau negara

berkembang. Di Indonesia, unit pengolahan minyak bumi yang dikelola oleh PT

Pertamina adalah di Pangkalan Brandan, Dumai, Plaju/Sungai Gerong, Balongan,

Cilacap, Balikpapan dan Sorong.

2

BAB II : MINYAK BUMI

2.1 Sejarah dan Terdapatnya Minyak

Minyak bumi atau minyak mentah, untuk selanjutnya disebut “crude oil” adalah suatu

cairan emas hitam yang terdapat dalam perut bumi pada lapisan-lapisan tanah dari

beberapa meter sampai ribuan meter.

Crude oil adalah suatu persenyawaan hidrokarbon yang dapat berupa fase gas, cair atau

padatan.

Bagaimana sebenarnya minyak bumi itu tercipta, dan di mana pasti sumbernya. Kedua

hal tersebut hingga kini masih merupakan rahasia bagi manusia. Berbagai usaha dan

penelitian terus dilakukan oleh para ahli untuk menyingkapkan tabir rahasia tersebut,

baik berdasarkan ilmu kimia, aktivitas radio maupun ilmu bakteri.

Menurut salah satu teori dari ahli geologi, terbentuknya crude oil adalah karena adanya

plankton-plankton atau organisme kecil yang hidup di laut. Fosil-fosil yang mengendap

di dasar laut dan tertimbun lapisan tanah secara terus-menerus. Karena proses alami

dalam waktu ribuan tahun, plankton-plankton tersebut membentuk senyawa

hidrokarbon.

Adanya perobahan geologi atau lapisan tanah mengakibatkan persenyawaan

hidrokarbon tersebut sering berpindah atau bergeser, bahkan terjadi perembesan ke

permukaan bumi.

Kegiatan dalam rangkaian pencarian minyak, pertama-tama didahului dengan membuat

peta topografi dari wilayah yang akan diselidiki. Kemudian penyelidikan geologi

permukaan bumi dan geofisika terhadap keadaan bumi di bawah tanah (penyelidikan

seismik). Selanjutnya pengambilan sampel batu-batuan, dan penetapan lokasi

pemboran.

Kegiatan pemboran memerlukan biaya yang sangat tinggi / mahal untuk biaya peralatan

dan pembangunan prasarana lainnya.

Suatu usaha pemboran dikatakan berhasil bila terdapat indikasi –indikasi minyak berupa

kepingan-kepingan batu atau tanah yang terbawa oleh lumpur dari dalam sumur ke atas

permukaan.

Tahap pekerjaan selanjutnya adalah produksi. Minyak dan gas dialirkan atau

dipompakan ke atas disalurkan ke pipa untuk ditampung di tempat yang sudah

disediakan.

3

Di Sumatera Selatan, perembesan minyak pertama kali diketemukan di suatu tempat

kira-kira 75 km dari Prabumulih pada tahun 1893. Dan baru pada tahun 1905 dilakukan

eksploitasi oleh BPM. Selanjutnya diketemukan sumur minyak lainnya di daerah Riau,

Sumatera Utara, Kalimantan Timur dan lain-lainnya.

Dengan adanya perkembangan teknologi, bukan saja di daratan, tetapi di lautanpun

crude oil bisa diproduksi, seperti di lepas pantai Laut Jawa, Kalimantan Timur dan lain-

lainnya.

Crude oil didapatkan dari perut bumi dengan jalan dipompakan atau keluar sendiri

karena adanya tekanan gas yang besar di dalamnya.

Crude oil yang didapat dari sumur-sumur masih bercampur dengan air, garam-garaman,

dan lumpur-sedimen. Banyaknya air dan zat lain tersebut biasanya tergantung dari

sumur mana minyak tersebut diproduksi.

2.2 Pengertian dasar

a. Definisi, menurut ASTM D 4175 :

Crude Oil atau Crude Petroleum atau Minyak Bumi adalah suatu campuran

hidrokarbon yang terbentuk secara alamiah, pada umumnya dalam fasa cair,

termasuk di dalamnya ada kandungan senyawa sulfur, nitrogen, oksigen, logam dan

elemen lainnya.

b. Sifat visual :

- Crude Oil yang keluar dari berbagai sumur biasanya mempunyai sifat yang

berbeda. Pada umumnya crude berwarna mulai dari kehijauan, hijau-coklat,

coklat tua, sampai hitam gelap.

- Konsistensi crude pada suhu kamar adalah mulai dari cairan yang mudah

mengalir sampai yang sangat kental, dan sampai berbentuk semi solid atau solid

(padatan).

- Crude mempunyai bau yang kharakteristik, ada yang aromatis dan ada yang

berbau tidak enak (merangsang).

2.3 Komposisi Crude Oil

Perbedaan appearance dan sifat-sifat crude karena adanya perbedaan komponen atau

struktur molekul dan senyawa kimia yang terkandung di dalamnya.

4

Persenyawaan kimia dalam Minyak Bumi :

• Senyawa yang dikehendaki adalah senyawa hidrokarbon ( HC, C1 - C60) : Parafin,

Naften dan Aromat.

• Senyawa yang tidak dikehendaki adalah senyawa non hidrokarbon, seperti senyawa

sulfur, nitrogen, oksigen, logam dan garam-garaman.

Senyawa non hidrokarbon dikatakan sebagai senyawa pengganggu (impurities), oleh

sebab itu harus dihilangkan atau diturunkan kadarnya.

Proses untuk menghilangkan impurities disebut proses treating.

Susunan kimia dari crude terdiri dari unsur-unsur :

- Karbon (C) : 83 – 87 %

- Hidrogen (H) : 10 – 14 %

- Sulfur (S) : 0.05 – 6.0 %

- Oksigen (O) : 0.05 – 1.5 %

- Nitrogen (N) : 0.01 – 1.0 %

Sedangkan logam-logam yaitu Vanadium (V), Nikel (Ni), Besi, (Fe), Chrom (Cr), dan

lain-lainnya, yang jumlahnya < 0.02 %.

Di dalam crude terdapat juga garam-garaman, pada umumnya bisa larut dalam air

seperti NaCl, MgCl2, CaCl2 dan lain-lainnya yang disebut Salt Water.

Untuk mengetahui unsur-unsur tersebut di atas, crude harus dianalisa dan dievaluasi di

laboratorium perminyakan.

Perbedaan struktur molekul dari senyawa hidrokarbon antara lain disebabkan oleh :

a. ukuran molekul : perbandingan banyaknya karbon dan hydrogen

b. tipe molekulnya : susunan unsur karbon dan hydrogen

Menurut susunan molekulnya, golongan senyawa hidrokarbon dikelompokkan sbb :

a. Parafinik (Alkana) : CnH2n+2

Adalah persenyawaan hidrokarbon jenuh dengan rantai atom C terbuka, contohnya :

CH4 = metana C9H20 = nonana

C2H6 = etana C10H22 = dekana

C3H8 = propana C11 H24 = undekana

C4H10 = butana C16 H34 = heksadekana (setana)

C5H12 = pentana C20 H42 = eikosana

C6H14 = heksana C31 H64 = hentriakontana

5

C7H16 = heptana C60 H122 = heksakontana

C8H18 = oktana C61 H124 = doheksakontana

Terdiri dari normal parafin dan parafin cabang (isomer)

b. Naftenik (Sikloparafin) : CnH2n

Adalah persenyawaan hidrokarbon jenuh dengan rantai atom C tertutup, contohnya :

C3H6 = siklo propana C5H10 = siklo pentana

C4H8 = siklo butana C6H12 = siklo heksana

Terdiri dari normal naften (mononaften dan polinaften) dan naften cabang

c. Aromatik : CnH2n-6

Adalah persenyawaan hidrokarbon jenuh dengan satu inti benzena atau lebih,

contohnya :

C6H6 = benzena

C8H10 = naftalena

C6H5CH3 = metil benzena

C6H5CH2CH3 = etil benzena

Terdiri dari normal benzena (monobenzena, monoaromat dan polibenzena,

poliaromat) dan benzena cabang.

d. Olefin : CnH2n

Adalah persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh dengan rantai atom C terbuka yang

dalam struktur molekulnya terdapat ikatan rangkap dua diantara dua atom C yang

berdekatan. Contohnya :

C2H4 = etilena

C3H6 = propilena

C4H8 = butilena

Hidrokarbon tidak jenuh terdiri dari normal olefin dan olefin cabang alkil.

Senyawa olefin biasanya tidak ada dalam minyak bumi, karena susunan komponen

tersebut tidak stabil.

Sifat, susunan atau komposisi kimia dalam crude memegang peranan untuk

merencanakan tipe unit pengolahan yang dipersiapkan serta produk apa saja yang dapat

dihasilkan.

a. Paraffinic Crude :

- Mempunyai berat jenis yang rendah

6

- Susunan hidrokarbonnya bersifat parafinik, mengandung kadar parafin wax yang

tinggi dan sedikit mengandung komponen asphaltic.

- Menghasilkan bensin dengan kualitas kurang baik karena mempunyai angka

oktan yang rendah

- Menghasilkan kerosine, solar dan wax yang bermutu baik.

b. Naphthenic Crude :

- Mempunyai berat jenis yang tinggi

- Susunan hidrokarbonnya bersifat naftenik, sedikit sekali mengandung kadar

parafin dan mengandung komponen asphaltic.

- Menghasilkan bensin dengan kualitas baik karena mempunyai angka oktan yang

tinggi

- Menghasilkan kerosine yang kurang baik, solar bersifat medium sampai kurang

baik.

- Dapat diproses untuk pembuatan asphalt dan fuel oil

c. Mixed base :

- Mempunyai berat jenis diantara kedua jenis tersebut diatas

- Susunan hidrokarbonnya mengandung parafinik, naftenik dan aromatik.

- Tipe minyak ini dapat diproses menjadi berbagai jenis produk minyak,

tergantung dari tipe unit pengolahannya.

Fraksi-fraksi dalam crude sering mengandung komponen-komponen dari tipe campuran,

antara lain sebagai naften atau aromatik dengan rantai samping parafin yang panjang.

Beberapa crude mengandung aromatik dalam fraksi ringannya, tetapi banyak

mengandung parafin dalam fraksi beratnya.

Selain mengandung fraksi-fraksi yang bisa didistilasi untuk mendapatkan bahan bakar,

di dalam crude terdapat fraksi yang tidak bisa didistilasi walaupun dengan proses pada

tekanan rendah.

Fraksi yang tidak bisa didistilasi ini memiliki berat molekul > 2000, dan dibedakan

berdasarkan kelarutan terhadap pelarut tertentu, yaitu :

Maltenes :

- senyawa ini larut dalam normal Heptane

- memiliki struktur parafinik.

Asphaltenes :

- Senyawa ini tidak larut dalam n-Heptane, tetapi larut dalam Benzene

7

- memiliki struktur aromatik dengan kadar carbon tinggi dan hidrogen rendah

- menyebabkan crude dan produk residu berwarna gelap

2.4 Impurities

Impurities adalah merupakan kandungan yang tidak diinginkan, yang dapat merusak

atau meracuni unit proses pengolahan maupun dalam penggunaan BBM.

Impurities dalam crude seperti S, N, O, logam dan garam-garaman terdapat dalam

seluruh fraksi minyak, tetapi konsentrasinya meningkat ke arah fraksi berat.

Walaupun kandungan impurities dalam minyak relatif kecil, tetapi pengaruhnya cukup

berarti. Kandungan asam dan merkaptan bersifat korosif.

Adanya sodium, vanadium dan nickel dapat merusak katalis dalam proses pengolahan.

Dan pada finish products adanya impurities dapat menyebabkan off spec produk

tersebut.

Senyawa Sulfur (Sulphur, belerang) :

Senyawa sulfur terdapat dalam semua fraksi minyak, meskipun konsentrasinya

berbeda. Umumnya minyak dengan berat jenis lebih besar mengandung senyawa

sulfur yang lebuh besar pula.

Senyawa sulfur bersifat korosif dan baunya tidak sedap.

Contohnya :

- H2S (Hydrogen Sulphide) berbentuk gas

- CH3SH (Methantiol) berbentuk gas

- Mercaptane Sulphur : R-SH, dari C2 sampai C5 terdapat dalam fraksi gasoline

sampai solar.

- Thiofan dan Thiofen : sulfur yang terikat senyawa siklo dengan C5

- Disulfide RSR, Disulphide RSSR, dan lain-lainnya.

Senyawa Nitrogen, N :

Senyawa Nitrogen biasanya terdapat dalam struktur aromatik, yang makin besar

konsentrasinya dengan semakin beratnya fraksi dalam crude.

Senyawa nitrogen menyebabkan warna gelap kehijauan pada crude, merupakan

racun terhadap katalis, dan mengakibatkan warna yang tidak stabil pada produk

kerosine atau avtur, walaupun dapat menaikkan angka oktan pada produk gasoline.

Contoh : senyawa pyridine dan Quinoline

Senyawa Oksigen, O :

8

Di dalam minyak senyawa oksigen biasa berbentuk resin, phenol dan asam organik.

Resin menyebabkan ductility asphalt yang baik, tetapi tidak diinginkan dalam

produk medium distilat.

Sedangkan asam organik / phenol mempunyai sifat korosif dan bau yang tidak

sedap. Asam organik biasanya dalam bentuk senyawa asam naftenik. Phenol dapat

juga sebagai anti oksidan.

Salah satu contoh hasil analisa minyak mentah dari suatu lapangan di daerah Sumatra

Selatan.

9

KARAKTERISTIK MINYAK MENTAH TAP

NAMA CONTOH : MINYAK MENTAH TAP LOKASI ASAL CONTOH : RUMAH POMPA KM.3 PLAJU PENERIMAAN CONTOH TGL. EVALUASI DIMULAI TGL. EVALUASI SELESAI TGL.

1 Specific Gravity at 60/60 °F ASTM D-1298 0.8425

Gravity °API at 60 °F ASTM D-287 36.5

2 Distillation :

Initial Boiling Point, °C ASTM D-285 50

10 % vol.rec., °C 124

20 % vol.rec., °C 160

30 % vol.rec., °C 204

40 % vol.rec., °C 246

50 % vol.rec., °C 288

60 % vol.rec., °C > 300

70 % vol.rec., °C -

80 % vol.rec., °C -

90 % vol.rec., °C -

Recovered at 100 °C, %vol 4.0

Recovered at 150 °C, %vol 17.3

Recovered at 200 °C, %vol 29.0

Recovered at 250 °C, %vol 41.0

Recovered at 300 °C, %vol 53.3

Kinematic Viscosity at 100 °F, cSt ASTM D-445 4.751

Kinematic Viscosity at 122 °F, cSt ASTM D-445 3.743

4 Sulfur Content, %wt ASTM D-4294 0.06

5 Water Content, %vol ASTM D-4006 0.20

6 Water & Sediment, %vol ASTM D-4007 0.30

7 Pour Point, °F ASTM D-97 80

8 Salt Content, ptb ASTM D-3230 4

9 Ash Content, %wt ASTM D-482 0.02

10 Flash Point by TAG Closed Tester, °F ASTM D-56 < 32

11 Conradson Carbon Residue, % wt ASTM D-189 2.43

12 Reid Vapour Pressure at 100 °F kPa ASTM D-323 24

13 Asphaltenes Content, %wt I P - 143 0.70

14 UOP Characterization Factor UOP-375 12.1

15 Wax Content, %wt SMS-1769 21.8

16 Congealing Point of Petroleum Waxes, %wt ASTM D-938 52.2

17 Metal Content : V, ppm A A S 0.72

: Ni, ppm A A S 1.24

: Na, ppm A A S 2.10

: Fe, ppm A A S 1.85

3

: 10 MARET 2005: 12 MARET 2005: 02 MEI 2005

10

2.5 Klasifikasi Minyak Bumi

Sifat atau kharakteristik minyak bumi yang didapat dari berbagai sumur produksi di

setiap daerah atau negara tidak sama. Hal ini tergantung dari berat jenis, komposisi dan

kandungan yang tidak diinginkan.

Tujuan klasifikasi minyak bumi :

untuk mengetahui komponen hidrokarbon dalam minyak bumi

untuk menentukan nilai transaksi

untuk perencanaan dalam proses pengolahan minyak.

Jenis klasifikasi minyak bumi dikelompokkan berdasarkan :

1. Specific Gravity

2. Sifat penguapan

3. Kadar belerang

4. Faktor KUOP

5. Bureau of Mines

6. Indeks Korelasi

7. Viscosity Gravity Constant

2.5.1 Klasifikasi minyak bumi menurut berat jenis (Specific Gravity)

Specific Gravity 60/60 °F atau Density (berat jenis) dari crude adalah salah satu sifat

yang penting. Specific gravity dipakai untuk konversi berat – volume yang dipakai

untuk menentukan nilai transaksi.

Umumnya semakin ringan suatu crude, atau specific gravity kecil, semakin banyak

mengandung fraksi ringannya, dan harganya semakin mahal.

Klasifikasi crude berdasarkan specific gravity adalah sebagai berikut :

a. Light Crude oil (m. bumi ringan) SG < 0.830

b. Light Medium Crude oil (m. bumi medium ringan) SG 0.830 – 0.850

c. Heavy Medium Crude oil (m. bumi medium berat) SG 0.850 – 0.865

d. Heavy Crude oil (minyak bumi berat) SG 0.865 – 0.905

e. Very Heavy Crude oil (m. bumi sangat berat) SG > 0.905

2.5.2 Klasifikasi minyak bumi menurut sifat penguapan

11

Sebagai ukuran klasifikasi ini adalah jumlah komponen fraksi ringan dalam crude, yaitu

volume fraksi minyak yang dihasilkan dari distilasi sampai suhu uap 300 °C.

Dari ketentuan ini crude digolongkan sebagai berikut :

a. Light Oil (Crude ringan) : komponen ringan > 50 % volume

b. Medium Oil (Crude sedang) : komponen ringan 20 - 50 % volume

c. Heavy Oil (Crude berat) : komponen ringan < 20 % volume

2.5.3 Klasifikasi minyak bumi menurut kandungan Belerang

Kadar belerang (Sulphur, sulfur) dalam crude adalah suatu sifat yang penting, karena

belerang dan persenyawaanya bersifat korosif. Keberadaannya sulfur dalam minyak

tidak dikehendaki, maka harus dibebaskan dalam proses pengolahannya, seperti proses

treating untuk mendapatkan produk BBM yang low sulfur .

Klasifikasi crude berdasarkan kadar sulfur (ASTM D 1552) sebagai berikut :

a. Low Sulphur Oil (Sweet Crude) : kadar belerang < 0.1 % berat

b. Medium Sulphur Oil : kadar belerang 0.1 – 2 % berat

c. High Sulphur Oil (Sour Crude) : kadar belerang > 2 % berat

2.5.4 Klasifikasi minyak bumi berdasarkan faktor kharakteristik KUOP

Pada tahun 1935 Watson, Nelson dan Murphy dari Lembaga Penelitian Universal Oil

Products Co (UOP) telah menganalisa bermacam-macam crude dari lapangan di

Amerika.

Dari hasil penelitian :

- Melakukan pengujian distilasi ASTM D 86

- Melakukan pengujian SG 60/60 °F

- Menghitung KUOP (Characterization Factor KUOP) dengan rumus :

KUOP = 3√Tb / ρ atau

Di mana :

KUOP = Characteristic function

Tb = Titik didih rata-rata dari ASTM Distilasi pada 10., 30, 50, 70 dan 90 %

volume distilat dalam derajat Rankine (°R = °C + 460)

ρ = Specific Gravity @ 60/60 °F

12

Klasifikasi crude berdasarkan KUOP adalah sebagai berikut :

a. Paraffinic : KUOP = 12.1 – 13.0

b. Intermediate : KUOP = 11.5 – 12.1

c. Naphtenic : KUOP = 10.5 – 11.5

d. Aromatic : KUOP = 10.0 – 10.5

2.5.5 Klasifikasi minyak bumi menurut US Bureau of Mines

Pada tahun 1937 Lane dan Garton dari Departemen Pertambangan Amerika (US Bureau

of Mines) menyatakan bahwa kurang tepat jika menetapkan klasifikasi minyak bumi

dengan satu macam chemical group, seperti paraffinic atau naphthenic saja. Karena

pada hakekatnya dalam crude terdapat beberapa persenyawaan kimia dari hidrokarbon.

US Bureau of Mines menggolongkan crude menurut perbandingan kadar komponen

paraffin, naphthen atau aromat pada fraksi-fraksi destilat.

Penetapannya sebagai berikut : crude didistilasi (Hempel Distillation) pada tekanan

atmosfer sampai suhu 275 °C, kemudian diteruskan dengan distilasi vakum pada

tekanan 40 mm Hg hingga mencapai suhu 300 °C.

Klasifikasi berdasarkan berat jenis °API Gravity @ 60 °F dari dua fraksi kunci, yaitu :

- Key Fraction I adalah fraksi destilat 250 – 275 °C pada distilasi tekanan atmosfer

- Key Fraction II adalah fraksi destilat 275 – 300 °C pada dist. tek vakum 40 mm Hg.

Berat jenis dari Key fraction I mengindikasikan kharakteristik dari fraksi ringan, dan

berat jenis dari Key fraction II mengindikasikan kharakteristik dari fraksi beratnya.

Tipe Hidrokarbon KF-I, °API Gravity 60°F KF-II, °API Gravity 60°F

Paraffinic – Paraffinic ≥ 40 ≥ 30

Paraffinic – Intermediate ≥ 40 20 - 30

Paraffinic – Naphthenic ≥ 40 ≤ 20

Intermediate – Paraffinic 33 - 40 ≥ 30

Intermediate – Intermediate 33 - 40 20 - 30

Intermediate – Naphthenic 33 - 40 ≤ 20

Naphthenic – Paraffinic ≤ 33 ≥ 30

Naphthenic – Intermediate ≤ 33 20 - 30

Naphthenic – Naphthenic ≤ 33 ≤ 20

13

2.5.6 Klasifikasi minyak bumi berdasarkan Indeks Korelasi

Cara penetapan :

- Melakukan pengujian SG 60/60 °F minyak bumi

- Melakukan distilasi ASTM D 86, kemudian hitung rata-rata titik didihnya

- Menghitung Indeks Korelasi dengan rumusan :

CI = (473,7 G – 456,8) + (48.640 / T)

dimana

G = SG 60/60 °F

T = rata-rata titik didih, °Kelvin

Hasil pengujian diklasifikasikan atas :

Correlation Index Klasifikasi

CI = 0 HC seri normal parafin

CI = 100 HC benzena

CI = 0 – 15 HC dominan dalam fraksi : parafinik

CI = 15 – 50 HC dominan dalam fraksi : naftenik atau campuran para-

finik, naftenik dan aromatik

CI > 50 HC dominan dalam fraksi : aromatik

2.5.7 Klasifikasi minyak bumi berdasarkan Viscosity Gravity Constant (VGC)

Cara penetapan :

- Melakukan pengujian SG 60/60 °F minyak bumi

- Melakukan pengujian viscosity Saybolt

- Menghitung VGC dengan rumusan :

VGC =

dimana : G = SG 60/60 °F

V = viscosity pada 200 °F (99 °C), SSU

Hasil pengujian diklasifikasikan atas :

VGC Klasifikasi

0,800 – 0,840 Hidrokarbon Parafinik

0,840 – 0,876 Hidrokarbon Naftenik

0,876 – 1,000 Hidrokarbon Aromatik

14

2.6 Evaluasi Minyak Bumi

Tujuan :

Menentukan potensi minyak bumi sebagai bahan baku kilang minyak untuk

menghasilkan fraksi yang dikehendaki.

Potensi ditunjukkan oleh jumlah fraksi terbanyak yang dinyatakan sebagai %

volume perolehan (% vol. recovery) yang dihasilkan dari suatu distilasi Hempel

atau distilasi TBP (True Boilling point).

Cakupan evaluasi meliputi :

1. Pengujian/analisis sifat umum minyak bumi, yaitu sesuai dengan tipe analisis

(A, B, C, D)

2. Distilasi TBP (True Boiling Point), yaitu pemotongan suhu untuk memperoleh

fraksi

3. Kurva distilasi, yaitu kurva yang digunakan untuk mengetahui potensi minyak

bumi dalam menghasilkan fraksi yang dikehendaki

4. Prediksi sifat fraksi (SG, flash point, viskositas, pour point, kadar sulfur, dll)

2.6.1 Distilasi TBP (True Boiling Point)

Umum :

1. Biasa disebut peralatan distilasi TBP (± 4 m) , jumlah sampel : 4 – 30 liter.

2. Alat ini bekerja pada 2 (dua) tekanan, yaitu :

tekanan atmosfir, sampai suhu 300 °C, untuk fraksi ringan yaitu gas sampai

fraksi kerosene

tekanan vakum (10 atau 40 mm Hg), suhu di atas 300 °C, untuk fraksi berat

yaitu fraksi minyak solar

Prinsip kerja :

Memisahkan komponen – komponen hidrokarbon dalam minyak bumi

berdasarkan atas perbedaan titik didih

Komponen yang tergabung dalam suatu trayek titik didih (range boiling point)

disebut fraksi minyak bumi

Kegunaan :

Untuk menentukan kondisi operasi kilang (variabel proses, yaitu kecepatan alir,

suhu, tekanan, karakteristik umpan)

Jumlah yield (% volume) fraksi

Mutu produk yang dihasilkan

15

2.6.2 Tipe analisis evaluasi minyak bumi

Terdapat 4 (empat) jenis tipe analisis evaluasi minyak bumi :

1. Tipe A (tipe analisis cepat)

2. Tipe B (tipe analisis sederhana)

3. Tipe C (tipe analisis sedang)

4. Tipe D (tipe analisis lengkap)

Tipe A (tipe analisis cepat)

Tujuan :

Memberikan informasi sehubungan dengan minyak bumi yang baru diketemukan.

Pengujian meliputi :

1. Pengujian sifat umum minyak bumi

2. Klasifikasi minyak bumi

Tipe B (tipe analisis sederhana)

Tujuan :

Memberikan informasi tentang potensi minyak bumi sehubungan dengan minyak

bumi yang baru diketemukan.

Pengujian meliputi :

1. Pengujian sifat umum minyak bumi

2. Klasifikasi minyak bumi

3. Distilasi TBP narrow cut (hanya sampai fraksi kerosene)

Tipe C (tipe analisis sedang)

Tujuan :

Memberikan informasi tentang potensi minyak bumi sehubungan dengan minyak

bumi yang sedang diproduksi maupun yang dipasarkan.

Pengujian meliputi :

1. Pengujian sifat umum minyak bumi

2. Klasifikasi minyak bumi Distilasi TBP narrow cut (hanya sampai fraksi

kerosene) dan wide cut (sampai fraksi minyak solar)

3. Analisis fraksi – fraksi dari TBP

16

Tipe D (tipe analisis lengkap)

Tujuan :

Memberikan informasi tentang potensi minyak bumi sehubungan dengan minyak

bumi akan diolah.

Pengujian meliputi :

1. Pengujian sifat umum minyak bumi

2. Klasifikasi minyak bumi

3. Distilasi TBP narrow cut (hanya sampai fraksi Kerosene) dan wide cut (sampai

fraksi minyak solar)

4. Analisis fraksi – fraksi dari TBP

5. Analisis logam (V, Pb, Ni, Cu, Na, dan lain – lain)

17

Persenyawaan Sulfur dalam minyak

18

Persenyawaan Oksigen dalam minyak :

19

Persenyawaan Nitrogen dalam minyak :

20

Logam dalam minyak :

21

BAB III : PRODUK HASIL MINYAK

3.1 Produk Hasil Minyak Bumi

Minyak bumi atau minyak mentah (Crude Oil) yang diperoleh dari sumur eksplorasi

tidak bisa langsung dipakai sebagai bahan bakar atau sumber energi lainnya, tetapi

harus diproses dahulu melalui suatu unit pengolahan untuk mendapat bermacam-macam

produk yang sesuai dengan syarat-syarat penggunaannya.

Di Indonesia, unit pengolahan minyak yang dikelola oleh PT Pertamina (Persero) ada di

Pangkalan Brandan, Dumai, Plaju/Sungai Gerong, Balongan, Cilacap, Balikpapan dan

Sorong.

Produk minyak bumi selain untuk bahan bakar, ada juga untuk keperluan lainnya,

seperti minyak pelumas, asphalt, refrigeran, dan solvent.

Secara umum produk minyak yang dihasilkan oleh PT Pertamina (Persero) digolongkan

sebagai berikut :

- Bahan Bakar Minyak

- Bahan Bakar Khusus

- Non BBM dan Petrokimia

- Gas dan Produk lain

I. Bahan Bakar Minyak :

1. Premium / Bensin

2. Kerosine / M. Tanah

3. Solar / HSD dan Pertamina Bio Solar

4. Minyak Diesel / IDF

5. M. Bakar / Fuel Oil

II. Bahan Bakar Khusus :

1. Aviation Gasoline (Avgas)

2. Aviation Turbin Fuel (Avtur)

3. Pertamax RON 92

4. Pertamax Plus RON 95

5. Pertamina Dex

22

III. Non BBM :

1. Green Cokes

2. Solvent : SBP, LAWS, Minarex

3. Minyak Pelumas : Mesran, Prima XP, Fastron, Enduro, dll.

4. Wax

IV. Petrokimia

1. Polytam

2. PTA

3. Paraxylene

4. Benzene

V. Produk Gas

1. LPG

2. LNG

3. Musicool

VI. Lain-lain :

1. Medium Naphtha, LOMC

2. LSWR, Residue, Decant Oil, HVGO

3. Sulphur.

3.2 Spesifikasi Produk Bahan Bakar

Spesifikasi adalah seperangkat ketentuan persyaratan, batasan mengenai sifat-sifat fisika

dan kimia suatu bahan, yang diukur dari parameter tertentu dengan metoda uji dan

peralatan baku (standar), dengan memuat batasan minimum dan maksimumnya.

Spesifikasi biasanya dituangkan dalam SK atau issue yang dibuat oleh Pemerintah atau

badan – badan seprofesi, atau kesepakatan antara produsen dan konsumen. Di Indonesia

yang berwenang mengeluarkan spesifikasi untuk produk yang berkaitan dengan migas

adalah Pemerintah melalui Dirjen Migas.

Tujuan utama adanya spesifikasi ini adalah untuk melindungi keselamatan konsumen

baik terhadap orang, pengguna maupun peralatan yang digunakan.

23

Contoh Diagram Sederhana Kilang Unit Pengolahan III :

24

3.3 KEROSINE

Salah satu bahan bakar yang dipakai oleh sebagian masyarakat adalah minyak tanah

atau kerosine. Produk ini banyak dipakai sebagai bahan bakar rumah tangga dan juga

sebagai lampu penerangan di daerah tertentu.

Dalam penggunaannya kerosine harus aman dan tidak menimbulkan bahaya keracunan

akibat hasil pembakarannya.

Untuk melindungi konsumen agar kerosine yang dipakai sesuai dengan kebutuhan,

maka pemerintah melalui Dirjen Migas mengeluarkan Surat Keputusan No.

17.K/72/DJM/1999 tanggal 16 April 1999 tentang spesifikasi dari bahan bakar jenis

Minyak Tanah.

3.3.1 Proses pembuatan Kerosine

Kerosine terutama dihasilkan melalui proses pemisahan fisik (primary process) yaitu

fraksinasi minyak bumi di unit. Di unit crude distiller fraksi kerosine dihasilkan berupa

produk LKD (Light Kerosine Distillate) dan HKD (Heavy Kerosine Distillate), yang

kemudian crude distiller diblending untuk mendapatkan produk jadi berupa kerosine.

Melalui proses konversi kimia (secondary process), kerosine dihasikan dari unit

hydrocracker.

3.3.2 Proses Treating pada Produk Kerosine

Di dalam minyak bumi terdapat persenyawaan kimia lain yang sangat berpengaruh

terhadap mutu dari hasil-hasil minyak bumi itu, sehingga merugikan dalam proses

pemasaran maupun pemakaiannya. Senyawa-senyawa yang merugikan properti tersebut

yang disebut dengan impurities, harus diminimalisir atau mungkin dihilangkan dari

produk olahan minyak bumi.

Impuritis yang terdapat pada produk kerosine biasanya dalam bentuk persenyawaan

sulfur yang dapat dihilangkan dengan cara pencucian dengan soda kaustik, selain itu

kandungan senyawa hidrokarbon aromatik juga harus dibatasi.

Senyawa sulfur dalam produk kerosine dapat menyebabkan kandungan jelaga yang

berlebihan yang dihasilkan dari proses pembakaran, sedangkan persenyawaan aromatik

menyebabkan turunnya nilai smoke point dan hasil pembakaran sebagai bahan bakar

rumah tangga ataupun bahan bakar lampu penerangan menjadi jelek (menimbulkan

asap).

25

3.3.3 Sifat Kritikal pada Produk Kerosine

Kerosine adalah fraksi minyak yang lebih berat dari motor gasoline dan lebih ringan

dari fraksi solar, mempunyai trayek didih antara 150 – 300 ºC.

Dalam pemakaiannya sebagai bahan bakar rumah tangga atau minyak lampu, sifat-sifat

yang harus dipenuhi antara lain :

a. Sifat Umum :

Sifat umum bahan bakar kerosine sangat erat hubungannya dengan pemuatan,

kontaminasi, material balance, dan transaksi jual beli.

Sifat umum kerosine sesuai spesifikasi, ditunjukkan dalam pengujian :

- Specific Gravity 60/60 ºC, ASTM D 1298

- Density at 15 ºC, ASTM D 1298

b. Sifat Pembakaran :

Pada pembakaran dengan sumbu, kerosine harus memberi api yang baik dan tidak

memberi asap, yang sebetulnya hasil pembakaran yang tidak sempurna dan terdiri

dari butir-butir arang yang halus. Jadi kerosine tidak boleh mengandung bahan yang

sulit terbakar sempurna. Sifat mutu pembakaran Kerosine sesuai spesifikasi,

ditunjukkan pada pengujian :

- Smoke Point, ASTM D 1322

- Char Value, IP-10

c. Sifat Penguapan :

Daya menguap termasuk sifat penting dalam penggunaan kerosine, kerosine harus

cukup mudah menguap sehingga mudah dinyalakan di waktu dingin. Kerosine

harus stabil dan tidak mudah rengkah dalam penguapan sehingga tidak

menimbulkan endapan yang menyebabkan kebuntuan. Sifat penguapan dari kerosine

sesuai spesifikasi, ditunjukkan pada pengujian :

- Distilasi, ASTM D 86

- Flash Point, IP-170

d. Sifat Pengkaratan :

Kerosine sebagai bahan bakar tidak boleh bersifat korosif. Unsur-unsur dalam

kerosine sebagai penyebab terjadinya karat antara lain senyawa sulfur, dapat berupa

hirogen sulfida, merkaptan, dan tiofena. Terdapatnya persenyawaan sulfur dalam

kerosine, disamping bersifat korosif juga menyebabkan menurunnya nilai panas

pembakaran (nilai kalori).

26

Sifat pengkaratan kerosine sesuai spesifikasi, ditunjukkan pada pengujian:

- Sulfur Content, ASTM D 1266

- Copper Strip Corrosion, ASTM D 130

e. Sifat Kebersihan

Sifat kebersihan kerosine berhubungan dengan ada atau tidaknya kotoran dalam

kerosine, sebab kotoran ini akan berpengaruh terhadap pembakaran. Kerosine

sebagai bahan bakar diharapkan tidak mengeluarkan banyak asap, tidak

membahayakan atau mengakibatkan pencemaran.

Sifat kebersihan kerosine sesuai spesifikasi, ditunjukkan pada pengujian :

- Sulfur Content, ASTM D 1266

f. Sifat Keselamatan :

Sifat keselamatan kerosine meliputi keselamatan di dalam pengangkutan,

penyimpanan, dan penggunaan. Kerosine harus memiliki salah satu sifat

keselamatan, yaitu bahwa kerosine tidak terbakar akibat terjadi loncatan api. Bila

kerosine terlalu mudah menguap, akan menaikkan tekanan sehingga menyebabkan

terjadinya ledakan. Di samping itu, kemudahan menguap akan menurunkan titik

nyala.

Sifat keselamatan kerosine sesuai spesifikasi, ditunjukkan pada pengujian:

- Flash Point Abel, IP-170

3.3.4 Parameter dan interpretasi analisis Kerosine

1. Density, ASTM D 1298/ IP-160

a. Pengertian :

- Density adalah perbandingan dari berat persatuan volume suatu bahan pada

suhu tertentu, contohnya kg/m3 pada suhu 15/4 C.

- Specific Gravity adalah perbandingan berat contoh minyak dengan berat air

pada volume yang sama dan pada kondisi suhu tertentu, misalnya pada 60 F.

Specific gravity tidak mempunyai satuan.

b. Garis besar metode :

- Sebuah hidrometer yang sesuai dicelupkan kedalam sampel minyak dalam

silinder.

- Kemudian baca skala pada hidrometer dan ukur suhu minyak dengan

termometer. Catat sebagai observed.

27

- Selanjutnya density/specific gravity dapat dikoreksi pada suhu standar

dengan tabel (ASTM D1250)

c. Tujuan pemeriksaan Density :

Untuk mencari hubungan berat-volume, yang berguna untuk penentuan nilai

transaksi/harga.

d. Interpretasi hasil pengujian :

Bila diperoleh hasil uji lebih besar dari spesifikasinya, kerosine tersebut :

- Terkontaminasi oleh fraksi yang lebih berat, misalnya solar.

- Mengandung senyawa naften dan aromat tinggi, sehingga pada

pembakaran menyebabkan timbulnya asap yang berlebih.

2. Bila hasil pengujian lebih rendah dari spesifikasinya, kerosine tersebut :

- Terkontaminasi oleh produk yang lebih ringan, misalnya bensin.

- Mengandung senyawa parafin dan iso parafin tinggi, berarti kerosine

tersebut mudah menguap sehingga dapat mengakibatkan terjadinya

ledakan.

2. Flash Point, IP-170 / ASTM D 56, D 3828

a. Pengertian :

Titik nyala adalah suhu terendah dimana bahan bakar apabila dipanaskan telah

memberikan campuran uapnya yang cukup perbandingan dengan udara,

sehingga akan menyala sekejap bila diberi api kecil.

b. Garis besar metode :

- Sample dalam jumlah tertentu dipanaskan perlahan-lahan dalam mangkok

tertutup pada alat.

- Secara periodik buka jendela mangkok dan diberi api kecil

- Catat suhu dimana terjadi nyala sekejap pada uap minyak.

c. Kegunaan :

- Untuk mengetahui kecenderungan bahan bakar mudah menguap dan

kemudahan terbakar

- merupakan indikasi adanya kontaminasi

- merupakan sifat penting untuk keselamatan pada saat penyimpanan dan

penanganan bahan bakar (storage & handling).

d. Interpretasi hasil pengujian :

28

Pada spesifikasi kerosine, titik nyala Abel minimum 38 °C. Bila pada hasil

pengujian diperoleh nilai lebih kecil, menunjukkan bahwa kerosine

terkontaminasi oleh fraksi yang lebih ringan sehingga mempunyai nilai flash

point yang rendah.

3. Smoke Point, ASTM D 1322 / IP-57

a. Pengertian :

Smoke point adalah tinggi nyala api maksimum dari bahan bakar tanpa

menimbulkan asap pada kondisi tertentu.

b. Garis besar metode :

- Sejumlah sample dinyalakan dalam sistem lampu khusus (smoke point).

- Kemudian tinggi nyala api maksimum dapat diukur pada skala (mm).

c. Kegunaan :

- Sebagai gambaran banyaknya aromat yang terkandung dalam minyak

- Memberikan indikasi kecenderungan membentuk asap sewaktu dibakar.

d. Interpretasi hasil pengujian :

Pada spesifikasi Kerosine, nilai titik asap adalah minimum 15 mm. Bila titik

asap di bawah nilai minimum, ini berarti bahan bakar kerosine tersebut

mengeluarkan banyak asap akibat hasil pembakarannya, yang menunjukkan

bahwa nilai kalori bahan bakar ini rendah, dan juga cenderung mengakibatkan

terjadinya pencemaran.

4. Distilasi, ASTM D 86 / IP-12

a. Pengertian :

- Titik didih awal (Initial Boiling Point, IBP), adalah suhu uap minyak dimana

terjadinya tetesan pertama hasil penyulingan

- Titik di dih akhir (End Point, Final Boiling Point, FBP) adalah suhu tertinggi

uap minyak pada proses penyulingan.

b. Garis besar metode :

- Sejumlah contoh dididihkan dalam labu dan disuling pada kondisi

operasional tertentu

- Pengamatan yang sistematis dilakukan terhadap pembacaan suhu dan

volume kondensat hasil penyulingan, mulai dari IBP, 5 %, 10 % dan

seterusnya volume kondensat tertampung sampai End point.

29

c. Kegunaan :

- Sifat distilasi menunjukkan sifat penguapan secara keseluruhan

- Sifat distilasi dapat menunjukkan bagaimana kira-kira komposisi bahan

bakar

d. Interpretasi hasil pengujian :

Pada spesifikasi kerosine, distilasi recovered pada 200 °C minimum 18 % vol.

Bila hasil pengujian di bawah nilai minimum, ini berarti kerosine mengandung

fraksi yang lebih berat.

Sedangkan spesifikasi End point adalah maksimum 310 °C. Bila hasil pengujian

di atas nilai maksimumnya, ini berarti banyak mengandung fraksi yang lebih

berat, akibatnya dalam pembakaran timbul asap yang lebih tebal.

5. Copper Strip Corrosion, ASTM D 130

a. Tujuan Analisis :

Untuk menentukan tingkat korosivitas mogas pada lempeng bilah tembaga yang

dibandingkan dengan warna standar.

b. Ringkasan Metode :

Bilah tembaga yang telah digosok dimasukkan dalam tabung test yang berisi

contoh, kemudian dipanaskan pada suhu 50 °C selama 3 jam. Setelah pemanasan

selesai, lempeng tembaga tersebut dicuci dengan iso oktan dan di bandingkan

dengan Copper strip corrosion standard.

Pada spesifikasi, uji korosi bilah tembaga 3 jam pada 50 0C adalah maksimum

ASTM No.1, bila lebih tinggi, maka kemungkinan kerosine bersifat korosif.

6. Kandungan Sulfur, ASTM D 1266

a. Tujuan Analisis :

Untuk menetapkan jumlah kandungan sulfur dalam minyak dengan metode

nyala lampu dan ditetapkan secara volumetri.

b. Ringkasan Metode :

Contoh dibakar dalam suatu sistem tertutup dengan menggunakan lampu yang

sesuai dan didorong dengan udara. Oksida sulfur yang terbentuk diserap oleh

H2O2 membentuk H2SO4, kemudian asam sulfat yang terbentuk dititrasi dengan

larutan standard NaOH dengan indicator methyl purple.

30

Pada spesifikasi kerosine, nilai kandungan sulfur maksimum 0.20 % wt. Bila dari

hasil pengujian diperoleh kandungan sulfur lebih besar dari spesifikasi, akan

menyebabkan pencemaran udara, menaikkan sifat korosifitas pada gas hasil

pembakaran dan penurunan nilai kalor bahan bakar.

7. Char Value, IP-10

a. Tujuan Analisis :

Untuk menetapkan jumlah carbon sisa pembakaran yang terjadi dalam kerosine

dengan menggunakan lampu khusus dan ditetapkan secara gravimetri.

b. Ringkasan Metode :

Sejumlah contoh didalam lampu khusus. Lampu dihidupkan selama 24 jam.

Carbon sisa pembakaran pada sumbu diambil dan ditimbang.

Pada spesifikasi kerosine nilai jelaga (Char value) maksimum adalah 40 mg/Kg.

Bila hasil dari pengujian diperoleh lebih besar dari spec, menunjukkan bahwa bahan

bakar kerosine terkontaminasi oleh fraksi yang lebih berat, dan mungkin juga

disebabkan oleh lamanya penyimpanan.

Untuk pengujian mutu lainnya seperti warna dan bau yang tercakup dalam

parameter analisis, memberikan gambaran identitas pada suatu produk.

31

32

3.4 PREMIUM

Salah satu bahan bakar yang dipakai oleh seluruh lapisan masyarakat adalah bensin

Premium dengan angka Oktan 88. Untuk melindungi konsumen agar bensin yang

dipakai sesuai dengan kebutuhan mesin, maka pemerintah melalui Dirjen Migas

mengeluarkan Surat Keputusan No.74 K/72/DDJM/2001 tanggal 21 Juni 2001 tentang

spesifikasi dari bahan bakar jenis Bensin Premium Tanpa Timbal yang biasa disebut

bensin Premium saja.

3.4.1 Proses pembuatan Premium

Komponen nafta (naphtha) merupakan komponen utama dari bensin-Premium atau

Motor Gasoline (Mogas) merupakan produk olahan minyak bumi dengan trayek didih

antara 30 – 200 ºC. Dalam prosesnya didapat melalui dua tahapan proses yaitu Proses

utama (primary process ) dan Proses Lanjutan (secondary process).

Komponen tersebut di atas mempunyai mutu pembakaran yang berbeda-beda. Tabel

berikut menunjukkan secara umum gambaran mutu pembakaran suatu produk

komponen mogas yang dihasilkan oleh proses pengolahan yang ditunjukkan dari hasil

analisis angka oktan (RON) masing-masing produk.

Table Kualitas Mutu Pembakaran Komponen Mogas

Nama

Komponen Mogas

Asal Proses

Produk

Angka Oktan

(RON)

Straight Run Gasoline

Catalytic Naphtha

Isomer

Polymer

Alkylate

Crude Oil Distillation

Catalytic Cracked

Isomerization

Polymerization

Alkylation

65 – 80

92 – 98

90 – 95

97 - 100

95 - 105

1. Proses Utama (Primary Process)

Dalam proses pengolahan minyak bumi untuk menghasilkan suatu produk, pada

umumnya selalu didahului dengan proses utama yaitu mengolah bahan baku

utamanya berupa minyak mentah dijadikan produk setengah jadi atau produk jadi.

33

Yang termasuk primary process dalam proses pengolahan minyak adalah unit

Distilasi Minyak Mentah (Crude distillation Unit, CDU).

Proses distilasi ini merupakan proses pemisahan secara fisika, yang bertujuan

memisahkan minyak bumi menjadi fraksi-fraksinya berdasarkan perbedaan titik

didih masing-masing komponen penyusunnya pada kondisi tekanan atmosferik.

Bahan baku dari proses ini adalah minyak mentah, yang dialirkan dengan pompa

melalui alat pertukaran panas dan menguapkan komponen-komponen ringannya.

Dalam kolom fraksinasi uap akan naik ke atas dan cairan turun ke bawah, kemudian

uap minyak yang terbentuk dipisahkan berdasarkan trayek didih dari komponen-

komponen minyak tersebut.

Komponen mogas yang dihasilkan dari proses ini dapat langsung dijadikan

komponen Premium, tetapi mutu pembakaran berupa nilai angka oktan masih

relative rendah.

Komponen mogas dari proses ini dapat juga dijadikan umpan / bahan baku proses

selanjutnya (secondary process).

2. Proses Lanjutan (Secondary Process)

Secondary Process adalah suatu proses lanjutan bertujuan untuk mendapatkan

produk komponen mogas yang mempunyai nilai oktan lebih tinggi dibandingkan

dengan oktan dari mogas hasil CDU.

Selain itu juga untuk mengefisiensikan produk hasil CDU menjadi produk yang

mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi.

Yang termasuk proses-poses lanjutan untuk mendapatkan suatu produk komponen

mogas adalah : Perengkahan dengan bantuan panas atau dengan bantuan katalis,

Isomerisasi, Alkilasi, dan Polimerisasi.

Disamping unit-unit proses tersebut di atas untuk memperbaiki dan meningkatkan

mutu dari suatu produk dilakukan suatu proses : Pemurnian (Treating) dan

Pencampuran (Blending).

a. Perengkahan dengan bantuan panas (Thermal Cracking) :

Proses ini dilakukan dengan pemanasan yang tinggi untuk merengkah

hidrokarbon rantai panjang yang mempunyai titik didih tinggi sehingga di

peroleh fraksi hidrokarbon yang mempunyai titik didih lebih rendah.

b. Perengkahan dengan bantuan katalis (Catalytic cracking) :

34

Proses ini dilakukan dengan menggunakan bantuan katalis sehingga reaksi yang

ditimbulkan akan lebih baik dari pada proses perengkahan dengan bantuan

panas.

c. Isomerisasi (Isomerization) :

Proses isomerisasi adalah proses mengubah hidrokarbon rantai lurus menjadi

hidrokarbon rantai cabang dengan berat molekul yang sama.

Pada proses ini terjadi perubahan normal parafin menjadi iso parafin untuk

meningkatkan mutu mogas karena memiliki angka oktan yang lebih tinggi.

d. Alkilasi ( Alkylation )

Proses alkilasi ini bertujuan untuk menghasilkan mogas berangka oktan tinggi

dengan cara menggabungkan hidrokarbon parafinik dengan olefinik yang

berbentuk gas menjadi cairan komponen mogas. Sebagai bahan baku parafinik

dipakai iso butana dan bahan baku olefin dipakai iso butilena , yang

menghasilkan komponen mogas rantai cabang iso oktan (2,2,4 Trimethyl

Pentane)

Reaksi : iC4 + iC4= → iC8

e. Polimerisasi ( Polymerization )

Proses Polimerisasi adalah proses penggabungan antara dua molekul yang sama

menjadi molekul-molekul hidrokarbon yang lebih besar. Pada proses ini sebagai

bahan baku yang digunakan gas-gas olefin, karena olefin merupakan

hidrokarbon tidak jenuh yang mempunyai sifat mudah bergabung satu dengan

lainnya. Proses polimerisasi ini dapat dilakukan menggunakan katalisator

menghasilkan polymer gasoline oktan tinggi.

Reaksi : C4= + C4

= → C8=

f. Pemurnian ( Treating )

Produk-produk yang diperoleh biasanya masih mengandung senyawa-senyawa

tertentu yang merugikan dan tidak dapat dihilangkan sama sekali. Tetapi dapat

diperkecil kandunganya dengan cara pemurnian dengan Caustic Treating atau

Hydrotreating sehingga produk tersebut dapat digunakan secara aman.

Tujuan dari proses pemurnian adalah perbaikan mutu produk meliputi

menghilangkan bau, menghilangkan impurities dan zat-zat yang bersifat korosif.

g. Pencampuran ( Blending )

35

Yang dimaksud dengan blending adalah mencampur dua komponen produk atau

lebih kedalam suatu sistem sehingga menghasilkan suatu produk yang

memenuhi spesifikasi.

Tujuan dari blending adalah :

Memperbaiki mutu produk yang rusak, yaitu produk-produk yang

menyimpang dari spesifikasinya.

Mengubah produk yang mempunyai mutu rendah menjadikan produk yang

bermutu tinggi.

Mendapatkan produk baru dari produk-produk yang ada.

3.4.2 Spesifikasi Bahan Bakar Jenis Bensin Premium

Pemerintah melalui Dirjen Migas telah mengeluarkan Surat Keputusan nomor 74 K / 72

/ DDJM / 2001 tanggal 21 Juni 2001 tentang spesifikasi bahan bakar Premium Tanpa

Timbal, seperti tabel berikut.

36

37

3.4.3 Sifat - sifat Khusus Premium

Premium bila digunakan harus aman, tidak membahayakan manusia dan lingkungan,

tidak merusak mesin, dan efisien didalam penggunaanya.

Agar tujuan tersebut tercapai, premium yang akan digunakan harus memenuhi

spesifikasi yang telah ditetapkan dengan batasan-batasan tertentu dan diperiksa sesuai

dengan standar yang ada.

Adapun sifat-sifat penting dari premium sebagai bahan bakar adalah :

Sifat Pembakaran

Sifat Penguapan

Sifat Pengkaratan

Sifat Stabilitas

1. Sifat Pembakaran

Sifat penting produk bahan bakar premium adalah pembakaran, yaitu dalam proses

pembakaran di ruang bakar, diharapkan campuran uap bensin dan udara harus dapat

menyala dan terbakar seluruhnya secara teratur. Dalam operasinya campuran

tersebut ditekan dalam silinder lalu dibakar dengan bunga api dari busi.

Pembakaran yang baik berlangsung merata dan lancar, namun pada kondisi tertentu

temperatur dalam silinder mungkin terlalu tinggi, sehingga menyebabkan terjadi

pembakaran sendiri (self ignition) dari campuran selain dari pembakaran yang diatur

busi. Keadaan ini sering dialami waktu kendaraan dipakai dan dapat diketahui dari

bunyi ketukan (knocking) yang di keluarkan mesin.

Sifat pembakaran bensin biasanya diukur dengan angka oktan. Angka oktan ini

menunjukkan ukuran kecenderungan bensin untuk mengalami knocking.

Kecenderungan knocking ini berhubungan dengan perbandingan kompresi mesin.

Makin tinggi angka oktan suatu bahan bakar makin kurang kecenderungannya

mengalami ketukan. Angka Oktan premium diukur dengan mesin uji standar yaitu

CFR (Cooperative Fuel Research) F 1 sesuai dengan standar ASTM D 2699.

2. Sifat Penguapan

Sifat penting produk premium adalah sifat penguapan, yaitu ukuran kemampuan

suatu bahan bakar untuk mengubah fasa cair ke fasa gas di bawah kondisi

temperatur dan tekanan tertentu.

38

Suatu bahan bakar bensin dapat terbakar sempurna dalam ruang bakar, harus dapat

menguap dengan teratur sesuai dengan laju yang dikehendaki dan dapat terdistribusi

merata dalam ruang bakar. Sehingga memudahkan starting pada mesin, waktu

pemanasan mesin, akselerasi. Juga sebaliknya tidak terlalu mudah menguap

sehingga dapat menyebabkan vapour lock pada saluran dari tanki ke karburator dan

pembentukan butir-butir es dalam karburator.

Sedangkan bensin yang sukar menguap akan menyebabkan penyebarannya tidak

seimbang dan pembakaran tidak sempurna, juga dapat mengakibatkan terjadi

crancase dilution, serta menimbulkan karbon deposit.

Sifat penguapan produk premium dapat diketahui dari dua macam parameter yaitu :

Distilasi, ASTM D 86

Reid Vapour Pressure, ASTM D 323

3 Sifat Pengkaratan

Premium mengandung senyawa sulfur (belerang). Senyawa sulfur tersebut berasal

dari minyak bumi yang telah terakumulasi dalam jebakan di bawah tanah bercampur

dengan lumpur dan air.

Senyawa sulfur ini ikut terbakar dalam mesin dan menghasilkan senyawa oksida

asam yang bersifat korosif, reaksinya adalah :

S + O2 SO2

SO2 + ½ O2 SO3

SO3 + H2O H2SO4

Selain itu senyawa sulfur yang terkandung dalam produk juga berpengaruh terhadap

pengkaratan pada elemen mesin, oleh karena itu kandungan sulfur dalam premium

dibatasi oleh spesifikasi yang telah ditentukan.

Untuk mengetahui sifat pengkaratan premium, dapat dianalisis dengan :

Sulfur Content, ASTM D 1266

Doctor Test, IP 30

Copper Strip Corrosion, ASTM D 130

4. Sifat Stabilitas

Premium harus bersih dan stabil selama pemakaian dan penyimpanannya. Karena

selama pemakaian bensin yang diuapkan biasanya meninggalkan sisa yang

berbentuk getah padat (gum) yang melekat pada permukaan saluran bahan bakar.

39

Apabila pegendapan getah ini terlalu banyak, kemulusan operasi mesin dapat

terganggu. Karena itu kandungan gum dalam bensin dibatasi oleh spesifikasinya.

Analisis yang bertujuan untuk mengukur kandungan gum dalam bensin adalah

metode ASTM D 381.

Selain dari gum yang keberadaanya sudah terdapat sejak dari proses pembuatan,

gum juga dapat terbentuk karena komponen-komponen bensin bereaksi dengan

udara selama penyimpanan. Hidrokarbon tidak jenuh berupa olefin mempunyai

kecenderungan untuk mengalami pembetukan gum akibat oksidasi. Ketahanan

bensin dalam penyimpanan, diukur dengan analisis Induction Period ASTM D 525.

3.4.4 Parameter analisis Bahan Bakar jenis Premium

1. Analisis Research Octane Number ASTM D 2699

a. Tujuan Analisis :

Untuk menentukan ukuran dari ketahanan suatu bahan bakar yang menggunakan

busi sebagai sumber pengapiannya terhadap ketukan (knocking) yang diberikan

kepadanya. Hal ini didasarkan atas operasi dalam suatu knock testing unit pada

knock intensity yang sama dengan primary reference fuels blend yang

merupakan campuran dalam volume tertentu antara iso oktan dengan normal

heptan.

b. Ringkasan Metode :

Ada dua metode analisis untuk Research Octane Number ASTM D 2699 dua

metode tersebut adalah :

1. Prosedur Bracketing :

Prosedur ini adalah membandingkan tendensi ketukan dengan suatu bahan

bakar pembanding. Pembacaan Knock Meter dari contoh diapit pada

pembanding kompresi yang konstan diantara dua pembacaan Knock Meter

dari dua campuran bahan bakar pembanding.

Hasil dari pembacaan Knock Meter ini kemudian dihitung secara interpolasi.

2. Prosedur Compression Ratio :

Penentuan angka oktan melalui prosedur ini adalah dengan menentukan

Cylinder Height ( Compression Ratio ) dari contoh, sehingga menunjukkan

angka pada detonation meter dalam kondisi yang berdasarkan primary

40

reference fuel blend dengan Octane Number tertentu dan Cylinder Height

sesuai dengan nilai pada guide table yang ditentukan.

Pembacaan Cylinder Height melalui Micrometer Reading dari contoh

tersebut dikonversikan ke tabel ASTM D 2699 sehingga didapatkan angka

oktan RON dari contoh yang dianalisis.

2. Analisis Density ASTM D 1298

a. Tujuan Analisis :

Untuk mencari hubungan berat ke volume pada suhu standar 15 °C .

b. Ringkasan Metode :

Sejumlah contoh ditempatkan dalam gelas cylinder yang transparan. Sebuah

hydrometer yang sesuai dicelupkan kedalam contoh, setelah suhu contoh

konstan, skala hydrometer dan suhu contoh di catat. Selanjutnya density dapat

dikonversi ke suhu standar dengan tabel (ASTM D 1250).

3. Analisis Distillation ASTM D 86

a. Tujuan Analisis :

Untuk mengetahui karakteristik kemudahan menguap dari produk minyak bumi

yang erat berhubungan dengan unjuk kerja dalam pemakaian.

b. Ringkasan metode :

100 ml contoh yang telah didinginkan, diuapkan dalam labu distilasi dengan

pemanasan di bawah kondisi yang telah ditentukan sesuai dengan jenis produk

yang akan dianalisis.

Uap minyak yang terbentuk akibat pemanasan, didinginkan dengan media

pendingin berupa kondensor yang berfungsi mengubah dari fasa gas menjadi

fasa cair. Hasil dari perubahan fasa tersebut, ditampung dengan gelas

penampung yang berskala, dan di baca temperatur uapnya terhadap IBP dan

kenaikan % volume kondensat ( 10 %, 20 % sampai 90 % ) dan End Point .

4. Analisis Reid Vapour Pressure ASTM D 323

a. Tujuan Analisis :

Untuk menentukan tekanan uap absolute dari suatu mogas.

b. Ringkasan Metode :

41

Contoh mogas yang telah didinginkan, dimasukan dalam tabung contoh

(Gasoline Chamber). Kemudian dihubungkan dengan tabung udara (Air

Chamber). Lalu dimasukan dalam bak air yang mempunyai suhu 37.8°C

dan dikocok pada periode waktu tertentu sampai didapat penunjukan tekanan

yang tetap.

5. Analisis Existent Gum ASTM D 381

a. Tujuan Analisis :

Untuk menentukan getah (gum) yang terbentuk dari sisa penguapan yang tidak

larut dalam normal heptan.

b. Ringkasan Metode :

50 ml contoh dimasukkan dalam gelas beaker. Kemudian dioksidasi dengan

udara panas dengan kecepatan alir 1000 ml/detik dan suhu 160 -165 °C selama

30 menit. Gum yang terbentuk dicuci dengan normal heptane, lalu gum tersebut

ditimbang, dihitung dan dilaporkan dalam mg/100 ml.

6. Analisis Induction Period ASTM D 525

a. Tujuan Analsis

Untuk menentukan kestabilan suatu produk mogas terhadap kondisi tekanan dan

suhu yang dipercepat.

b. Ringkasan Metode

50 ml contoh mogas dalam sistem yang tertutup diisi oksigen sampai tekanan

100 psi, lalu dipanaskan pada suhu 98 - 102 °C, dan diamati lamanya waktu

stabil dari mogas tersebut terhadap pengaruh tekanan oksigen dan terhadap suhu

tertentu dalam satuan menit.

7. Analisis Lead Content ASTM D 3237

a. Tujuan Analisis :

Untuk penetapan kandungan Total Lead dalam gasoline dengan rentang

konsentrasi 2.5 – 25 mg/L.

b. Ringkasan Metode :

Sejumlah tertentu contoh gasoline diencerkan dengan Methyl Isobuthyl Keton

(MIBK), dan senyawa-senyawa Pb-alkil bereaksi dengan iodine dan garam

amonium kuartener.

42

Kandungan Pb ditetapkan menggunakan peralatan Atomic Absorption

Spectrofotometry (AAS) pada panjang gelombang 283.3 nm, dengan standar

PbCl2.

8. Analisis Sulfur Content ASTM D 1266

a. Tujuan Analisis :

Untuk menetapkan jumlah kandungan sulfur dalam mogas dengan metode nyala

lampu dan ditetapkan secara volumetri.

b. Ringkasan Metode :

Contoh mogas dibakar dalam suatu sistem tertutup dengan menggunakan lampu

yang sesuai dan didorong dengan udara. Oksida sulfur yang terbentuk diserap

oleh H2O2 membentuk H2SO4, kemudian asam sulfat yang terbentuk dititrasi

dengan larutan standard NaOH dengan indicator methyl purple.

9. Analisis Copper Strip Corrosion ASTM D 130

a. Tujuan Analisis :

Untuk menentukan tingkat korosivitas mogas pada lempeng bilah tembaga yang

dibandingkan dengan warna standar.

b. Ringkasan Metode :

Bilah tembaga yang telah digosok dimasukkan dalam tabung test yang berisi

contoh mogas, kemudian dipanaskan pada suhu 50 °C selama 3 jam. Setelah

pemanasan selesai, lempeng tembaga tersebut dicuci dengan iso oktan dan di

bandingkan dengan Copper strip corrosion standard.

10. Analisis Doctor Test IP 30

a. Tujuan Analisis :

Untuk menentukan adanya kandungan senyawa sulfur-mercaptan dalam mogas

secara kualitatif.

b. Ringkasan Metode :

10 ml contoh dicampur dengan 5 ml larutan doctor, dikocok dan ditambah sulfur

bebas lalu dikocok lagi, kemudian diamati perubahan yang terjadi pada sulfur

bebas. Jika terjadi perubahan warna pada sulfur yang ditambah, dilaporkan

positif, dan jika tidak terjadi perubahan warna dilaporkan negative.

43

11. Analisis Mercaptan Sulfur ASTM D 3227

a. Tujuan Analisis :

Untuk menentukan Mercaptan Sulfur pada rentang 0.0003 – 0.01 % wt dengan

cara titrasi potensiometri.

b. Ringkasan Metode :

Sejumlah sample yang telah bebas dari H2S dilarutkan dalam pelarut titrasi dari

Natrium asetat alkoholat, kemudian dititrasi secara potensiometri dengan larutan

standar perak nitrat memakai electrode acuan gelas.

Pada kondisi pengujian ini, Mercaptane Sulfur diendapkan sebagai perak

mercaptida, dan titik akhir titrasi ditunjukan oleh terjadinya penyimpangan

potensial yang besar yang terjadi dalam sel potensial.

44

3.5 MINYAK SOLAR

Salah satu bahan bakar yang dipakai oleh masyarakat dan industri adalah minyak Solar.

Untuk melindungi konsumen agar minyak yang dipakai sesuai dengan kebutuhan mesin,

maka pemerintah melalui Dirjen Migas mengeluarkan Surat Keputusan No.3675

K/24/DDJM/2006 tanggal 17 Maret 2006 tentang Spesifikasi dari bahan bakar jenis

Solar 48 yang biasa disebut Minyak Solar saja.

3.5.1. Proses pembuatan Minyak Solar

Minyak Solar atau High Speed Diesel (HSD) adalah jenis distilat yang dihasilkan dari

proses pengolahan minyak bumi berwarna coklat jernih dan mempunyai trayek titik

didih antara 160 – 370 OC serta mempunyai kandungan senyawa hidrokarbon antara C12

sampai dengan C18. Minyak Solar diperoleh melalui proses pengolahan minyak bumi,

proses tersebut antara lain:

- Proses Distilasi Atmosferik

- Proses Distilasi Hampa

- Proses Perengkahan (Cracking)

- Proses Pencampuran (Blending)

1. Proses Distilasi Atmosferik

Distilasi Atmosferik adalah proses pemisahan fraksi-fraksi minyak bumi berdasarkan

perbedaan titik didihnya, pada tekanan ± 1 Atmosfir dan temperature maksimum 370 OC. Proses distilasi mencakup dua kegiatan yaitu penguapan dan pengembunan. Pada

penguapan memerlukan panas untuk menaikkan suhu, sebaliknya pengembunan dapat

dilakukan dengan mengambil panas dari penguapan Produk yang dihasilkan dari

distilasi atmosferik adalah :

a. Gas

b. Naphta

c. Kerosine

d. Gas Oil (Minyak Solar)

e. Long residue

2. Proses Distilasi Hampa

45

Pada dasarnya distilasi hampa hampir sama dengan distilasi atmosferik, yang

membedakannya yaitu pada distilasi hampa tekanan didalam kolom fraksinasi

diturunkan sampai dibawah satu atmosfir (10 s.d. 40 mmHg)

Proses distilasi hampa dilakukan untuk memproses lebih lanjut long residue yang

merupakan sisa dari proses distilasi atmosfir. Hal ini disebabkan jika suhu pada distilasi

atmosfir dinaikkan lebih dari suhu maksimumnya maka akan terjadi perengkahan

(Cracking) dan akan merusak mutu produk. Hasil dari proses distilasi Hampa antara

lain:

a. Vacuum Gas Oil (Komponen Minyak Solar)

b. Parafinic Oil Distilate (POD)

c. Short Residue

3. Proses Perengkahan (Cracking)

Secara sederhana dapatlah dikatakan bahwa proses perengkahan adalah suatu proses

pemisahan hidrokarbon dengan berat molekul yang berat menjadi komponen dengan

berat molekul yang berat menjadi komponen dengan berat molekul yang lebih ringan.

Proses perengkahan dibedakan menjadi tiga, yaitu :

- Thermal Cracking

- Catalytic Cracking

- Hydro Cracking

4. Proses Pencampuran (Blending)

Proses Blending ini dilakukan dengan cara mencampurkan komponen-komponen

komponen minyak Solar lainnya yang lebih baik dengan komponen minyak Solar

lainnya, sehingga diharapkan mendapatkan produk solar yang memenuhi Spesifikasi.

Proses pencampuran dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:

a. Metode Batch Blending

b. Metode Partial In Line Blending

c. Metode Continuous In Line Blending

3.5.2. Proses produksi minyak solar di kilang UP III

Minyak solar yang dihasilkan oleh UP III Plaju diolah dari beberapa unit yaitu:

a. Crude Distillation II, III, IV, V Plaju

46

Pada Unit produksi ini, dilakukan distilasi atmosferik terhadap crude oil, sehingga

pada trayek titik didih 200 – 350 OC, didapatkan komponen Solar, yaitu:

- CD II : LCT

- CD III : HKD, LCT, HCT

- CD IV : HKD, LCT, HCT

- CD V : LCT, HCT

b. Crude Distillation VI Sungai Gerong

Pada Unit produksi ini, sama dengan unit produksi di Crude Distillation Sungai

Gerong, produk yang dihasilkan sebagai komponen Solar, terkadang langsung

produk jadi tanpa melalui proses blending lagi.

c. High Vacuum Unit (HVU) Sungai Gerong

Pada unit Produksi ini, dilakukan distilasi hampa terhadap long residue, sehingga

didapatkan komponen Solar, yaitu : Light Vacum Gas Oil (LVGO).

Komponen minyak Solar yang dihasilkan dari unit-unit ini kemudian dicampur menjadi

satu di tangki-tangki penampungan yang merupakan produk akhir minyak solar dan jika

memenuhi persyaratan, maka minyak Solar ini siap untuk dipasarkan.

47

Gambar 3.1 Diagram Proses Blending Pembuatan Minyak Solar di UP III

3.5.3. Sifat-sifat minyak Solar.

Minyak solar dikenal juga dengan sebutan High Speed Diesel (HSD) atau Automotive

Diesel Oil (ADO) atau Gas Oil diperuntukkan untuk mesin diesel dengan :

Klasifikasi : putaran tinggi diatas 1000 rpm

Kondisi : kecepatan putaran mesin bervariasi

Aplikasi : kendaraan angkut mesin diesel seperti kendaraan bermotor.

Sesuai dengan aplikasinya maka diperlukan suatu mutu bahan bakar minyak solar yang

memenuhi Spesifikasi sesuai peruntukannya. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi

minyak solar agar mendapatkan daya guna yang optimal sebagai bahan bakar mesin

diesel antara lain :

- Memiliki kemampuan start up mesin dalam keadaan dingin

- Terhindar dari “ignition delay” yang dapat menimbulkan ketukan dan menghambat

tenaga yang optimal.

48

- Mampu memberikan daya pengkabutan yang sempurna sesuai viskositasnya

- Sedikit mengandung unsur karbon dan logam yang dapat menyebabkan

pembentukan deposit.

- Tidak mengandung komponen-komponen yang dapat merusak mesin dan

mencemari lingkungan, seperti misalnya CO, SO2, dsb.

Agar produk minyak Solar dapat dipergunakan sesuai dengan fungsinya secara baik dan

tanpa menimbulkan kerugian pada mesin, maka dipandang perlu untuk memperhatikan

sifat-sifat utama dari minyak minyak solar tersebut, yang meliputi

1. sifat umum

2. sifat pembakaran

3. sifat penguapan

4. sifat kemudahan mengalir

5. sifat pengkaratan

6. sifat keselamatan

7. sifat kebersihan.

1. Sifat Umum :

Yang dimaksud sifat umum adalah sifat yang menunjukkan klasifikasi (jenis) minyak

tersebut. Sifat umum minyak solar sangat erat hubungannya dengan pemuatan,

kontaminasi, material balance, dan transaksi jual beli. Sifat umum ditunjukkan dengan

pengujian :

Density at 15 OC, Specific Gravity 60/60 OF atau API Gravity ASTM D 1298 / D 4052

2. Sifat Pembakaran :

Sifat pembakaran adalah salah satu ukuran dari mutu pembakaran dari minyak Solar.

Minyak Solar dapat memberikan kerja mesin yang memuaskan apabila dapat

menghasilkan pembakaran yang sempurna dalam ruang bakar. Minyak Solar bermutu

rendah mempunyai waktu tunda (ignition delay) lebih lama. Sifat ini ditunjukkan oleh

besar kecilnya angka setana (cetane number). Pemeriksaan Angka Setana dimaksudkan

untuk memberikan gambaran :

a. Mudah tidaknya mesin dihidupkan

b. Kemungkinan timbulnya diesel knock akibat dari ignition delay yang panjang.

c. Tebalnya tipisnya gas buang (asap)

49

Ketiga hal tersebut akan menyebabkan berkurangnya tenaga yang ditimbulkan dan

kerusakan pada bagian-bagian mesin.

Sifat Pembakaran ini ditunjukkan dengan pengujian :

a. Cetane Number ASTM D 613

b. Calculated Cetane Index by Four Variable Equation ASTM D 4737

3. Sifat Penguapan

Sifat penguapan merupakan sifat yang banyak mempengaruhi daya kerja bahan bakar

mengingat pada saat pembakaran terjadi fase uap, sehingga perlu diketahui sifat

penguapannya. Berdasarkan sifat penguapan ini dapat diketahui jumlah fraksi ringan

yang ada dan mudah untuk dikabutkan. Apabila terlalu rendah penguapan dapat

mengakibatkan timbulnya deposit sehingga pembakaran tidak sempurna dan akan

mempengaruhi kemudahan start mesin serta akselerasi mesin. Sifat penguapan ini

ditunjukkan dengan pengujian Distillation ASTM D 86.

4. Sifat kemudahan mengalir

Sifat kemudahan mengalir minyak solar adalah merupakan ukuran mudah atau tidaknya

bahan bakar mengalir dan dipompakan. Sifat alir atau kekentalan penting diketahui

karena mempengaruhi terhadap pemompaan dan dalam mekanisme pengabutan atau

atomisasi bahan bakar sesaat setelah keluar dari nozzle menuju ruang bakar. Selain itu

bahan bakar juga harus mampu melumasi fuel pump plungers, maka penggunaan bahan

bakar yang terlalu rendah viskositasnya dan kurangnya sifat-sifat pelumasan dapat

menyebabkan keausan pada bagian-bagian pompa bahan bakarnya. Apabila bahan bakar

terlalu kental, maka dapat mengganggu fungsi pompa dan injector, di sisi lain apabila

viskositas terlalu tinggi, selain susah dipompakan juga mempengaruhi atomisasi dan

penetrasi oleh injector.

Sifat kemudahan mengalir ditunjukkan oleh dua pengujian yaitu :

a. Viscosity Kinematic ASTM D 445

b. Pour Point ASTM D 97

5. Sifat Pengkaratan

Unsur-unsur dalam minyak Solar disamping hidrokarbon, terdapat pula unsur-unsur

sulfur, oksigen, halogen dan logam. Diantara senyawa-senyawa tersebut ada yang

50

bersifat korosif, yaitu senyawa sulfur (belerang). Senyawa-senyawa Sulfur dalam

minyak Solar yang korosif dapat berupa hydrogen sulfide, merkaptan, dan tiofena.

Untuk mengetahui sifat pengkaratan dalam minyak solar ada beberapa metode

pengujian yang digunakan yaitu :

a. Copper Strips Corrosion ASTM D 130

b. Sulphur Content ASTM D 1552/ ASTM D 2622

c. Strong Acid Number ASTM D 974 / D 664

d. Total Acid Number ASTM D 974 / D 664

6. Sifat Keselamatan

Sifat keselamatan minyak Solar meliputi keselamatan didalam pengangkutan,

penyimpanan dan penggunaan. Minyak Solar harus memiliki salah satu sifat

keselamatan yaitu bahwa minyak Solar tidak terbakar akibat terjadi loncatan api. Untuk

mengetahui sifat keselamatan Minyak Solar dapat dilakukan pengujian Flash Point

Pensky Martens ASTM D 93.

7. Sifat Kebersihan

Sifat kebersihan ini ditentukan dengan ada atau tidak adanya kotoran yang terdapat

didalam minyak solar, sebab kotoran ini akan berpengaruh terhadap mutu karena dapat

mengakibatkan kegagalan dalam suatu operasi mesin. Kotoran itu biasanya berupa air,

lumpur atau endapan atau sisa hasil pembakaran yang berupa abu dan carbon. Untuk itu

makin kecil adanya kotoran didalam suatu bahan bakar maka makin baik mutu bahan

bakar tersebut.

Sifat kebersihan pada minyak minyak Solar dibatasi keberadaannya dengan beberapa

pengujian, yaitu:

a. Color ASTM D 1500

b. Water Content ASTM D 95 / ASTM D 1744

c. Conradson Carbon Residue (CCR) ASTM D 189 / ASTM D 4530

d. Sediment by Extraction ASTM D 473

e. Ash Content ASTM D 482

f. Particulate Contaminant ASTM D 2276

8. Sifat-sifat lainnya

51

Ada beberapa sifat-sifat lain dari minyak Solar-48 bila minyak Solar tersebut

mengandung biodiesel, sesuai dengan Spesifikasi SK Dirjen Migas No. 3675

K/24/DJM/2006, tanggal 17 Maret 2006 maka sifat-sifat tersebut antara lain:

1. Biological Growth

2. Kandungan FAME

3. Kandungan Metanol & Etanol ASTM D 4815

3.5.4 Penanganan Solar

Untuk menjamin mutu Solar agar tetap memenuhi Spesifikasi yang telah ditentukan

sampai saat digunakan, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu :

a. Pada saat penimbunan

b. Pada saat penyaluran

c. Pada saat pengangkutan

Dengan melakukan pengawasan mutu yang ketat terhadap Solar mulai saat

pembuatannya sampai ketangan konsumen maka mutu Solar akan terjaga dengan baik

sesuai Spesifikasi.

3.5.5. Spesifikasi Minyak Solar

Spesifikasi adalah suatu batasan minimum dan maksimum dari suatu produk yang

dibuat berdasarkan undang-undang dengan mempertimbangkan kepentingan konsumen

pemakai BBM atau tipe-tipe mesin yang akan menggunakan serta kepentingan /

kemampuan industri pengolah minyak yang membuatnya.

Spesifikasi juga bertujuan untuk melindungi keselamatan konsumen baik orangnya

maupun alatnya, efisien dalam pemakaian dan tidak menimbulkan pencemaran

lingkungan. Karena Solar digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermesin diesel

maka Spesifikasinya dibuat sesuai dengan kondisi yang cocok untuk mesin diesel dan

tetap ramah lingkungan.

Pada awalnya Spesifikasi minyak Solar di Indonesia mengacu pada surat keputusan

DIRJEN MIGAS No. 113.K/72/DJM/1999 tanggal 27 Oktober 1999. Lalu setelah

munculnya isu biodiesel dan perkembangan teknologi mesin diesel Spesifikasi tersebut

berubah melalui Surat Keputusan DIRJEN MIGAS No. 3675 K/24/DJM/2006 tanggal

17 Maret 2006.

52

Spesifikasi melalui surat keputusan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Minyak

dan Gas tersebut biasanya mengikuti Spesifikasi Ineternasional, seperti dari ASTM

(Diesel Fuel Oils ASTM D 975 grade 2D) atau WWFC grade.

Spesifikasi BBM Jenis Solar 48                 

No. 

Karakteristik SatuanBatasan Metoda Uji

  Min Max ASTM Others

1   Bilangan Cetana     -    

    - Angka Cetana, atau 48   D 613  

    - Indek Cetana 45   D 4737  

2   Berat jenis@ 15 °C kg/m3 815 870D

4052/1298 

3   Viskositas @ 40 °C mm2/Sec 2.0 5.0 D 445  

4   Kandungan Sulfur % m/m - 0.35 D 2622  

5   Distilasi :       D 86  

    T 95   °C - 370    

6   Titik Nyala   °C 60   D 93  

7   Titik Tuang   °C   18 D 97  

8   Residu Karbon   % m/m   0.1 D 4530  

9   Kandungan Air   mg/kg   500 D 1744  

10   Biological Growth *) Nihil *)    

11   Kandungan FAME *) % v/v   10    

12   Kandungan Metanol & Etanol *) % v/v Tidak terdeteksi

D 4815  

13   Korosi bilah tembaga   Kelas 1 D 130  

14   Kandungan Abu   % m/m - 0.01 D 482  

15   Kandungan Sedimen   % m/m - 0.01 D 473  

16   Bilangan Asam Kuat mg KOH/L - 0.0 D 664  

17   Bilangan Asam Total mg KOH/L - 0.6 D 664  

18   Partikulat   - - D 2276  

19   Penampilan visual Jernih & terang

   

20   Warna   No ASTM - 3.0 D 1500

Note : Dasar SK Dirjen Migas No. 3675 K/24/DJM/2006, tanggal 17 Maret 2006

Catatan *) : Khusus untuk minyak solar yang mengandung Bio Diesel, jenis dan spec. Bio Dieselnya mengacu ketetapan Pemerintah

3.5.6. Pengujian Solar

53

1. Density at 15 OC ASTM D 1298

a. Tujuan Pengujian

Metode uji ini digunakan untuk menentukan Density, Specific Gravity dan API

Gravity dari Solar dengan menggunakan hydrometer gelas, nilai yang terbaca pada

hydrometer pada temperatur tertentu diubah ke temperatur standar digunakan tabel

konversi.

b. Garis Besar Pengujian

Sejumlah contoh dituangkan ke dalam gelas silinder 1000 mL, kemudian hidrometer

yang sesuai dimasukkan dan dibiarkan mengapung dengan bebas, Setelah

temperatur setimbang, skala hydrometer dibaca dan temperatur contoh dicatat,

sebaiknya gelas dan silinder contoh ditempatkan pada temperatur yang konstan

untuk menghindari terjadinya variasi temperatur selama pengujian.

2. Cetane Number ASTM D 613

a. Tujuan Pengujian

Metode uji ini digunakan untuk menentukan sebuah ukuran unjuk kerja penyalaan

(waktu kelambatan penyalaan) dari bahan bakar minyak Solar yang diperoleh

dengan membandingkannya terhadap bahan bakar acuan (reference fuels) didalam

mesin uji yang telah distandarisasi.

b. Garis Besar Pengujian

Metode uji ini dilakukan dengan menggunakan mesin CFR F-5, prinsipnya dengan

membandingkan karakteristik pembakaran didalam mesin uji dengan menggunakan

bahan bakar standar (campuran n-Cetane dan Heptametil Nonana) dengan contoh

minyak Solar. Dalam Spesifikasi ditetapkan Cetane Number minimum 48.

3. Calculated Cetane Index by Four Variable Equation ASTM D 4737

a. Tujuan Pengujian

Calculated Cetane Index adalah merupakan suatu cara untuk memperkirakan nilai

cetane number dari minyak Solar. Hal ini dilakukan jika jumlah contoh yang

tersedia relative sedikit atau tidak menggunakan (memiliki) fasilitas mesin penguji

angka setana CFR F-5.

b. Garis Besar Pengujian

54

Untuk menghitung besarnya nilai CCI dapat dilakukan dengan perhitungan

matematis berdasarkan data Density at 15 °C ASTM D 1298 dan 10%, 50% ,90%

boiling point distilasi ASTM D-86 dari contoh tersebut dengan menggunakan rumus

berikut :

CCI = 45.2 + (0.0892)(T10N) + [0.131 + (0.901)(B)][ T50N ]

+ [0.0523 - (0.420)(B)][ T90N ] + [0.00049] [ (T10N)2 - (T90N)2]

+ (107)(B) + (60)(B)2

Keterangan :

CCI = Perhitungan Cetane Index dengan 4 variabel

D = Density at 15 °C, dengan metode ASTM D 1298

DN = D – 0.85

B = [e (-3.5)(DN) ] – 1

T10 = Temperatur Distilasi ASTM D 86 pada 10% Recovery

T10N = T10 - 215

T50 = Temperatur Distilasi ASTM D 86 pada 50% Recovery

T50N = T50 - 260

T90 = Temperatur Distilasi ASTM D 86 pada 90% Recovery

T90N = T90 - 310

Batasan CCI untuk minyak Solar adalah minimum 45.

4. Distillation ASTM D 86

a. Tujuan Pengujian

Maksud pengujian distilasi adalah untuk mengetahui sifat penguapan atau rentang

didih dari minyak Solar dengan menggunakan peralatan distilasi dan metode uji

ASTM D 86.

b. Garis Besar Pengujian

Contoh minyak Solar sebanyak 100 cc didistilasi pada kondisi standar pengujian.

Pembacaan temperatur dilakukan pada saat initial boiling point dan setiap

penambahan 10 % volume kondesat. Data temperatur 95 % Vol juga dibaca.

Berdasarkan Spesifikasi SK Dirjen Migas No. 3675 K/24/DJM/2006, tanggal 17

Maret 2006 maka batasan 95 % Volume Recovery maksimal 370 OC.

5. Viscosity Kinematic ASTM D 445

55

a. Tujuan Pengujian

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kinematic viscosity dari bahan

bakar minyak Solar. Kinematik viscosity sendiri merupakan kemampuan sejumlah

cairan untuk mengalir dengan gaya berat melalui suatu viscometer kapiler gelas

yang telah dikalibrasi.

b. Garis Besar Pengujian

Sejumlah volume contoh yang terukur dalam kapiler gelas Viscometer yang sesuai

kemudian direndam dalam bath viscosity dengan suhu konstan 40 °C selama 30

menit, kemudian diukur waktu alirnya.

Perhitungan Viskositas :

VK = t x C

Keterangan :

VK = Viskositas Kinematik (cSt)

t = Waktu alir (detik)

C = Faktor kalibrasi kapiler.

Batasan Spesifikasi Viscosity Kinematik untuk minyak Solar yaitu minimal 2,0 dan

maksimum 5,0 cSt.

6. Pour Point ASTM D 97

a. Tujuan Pengujian

Pour point adalah temperatur yang terendah dimana suatu fluida minyak masih

dapat mengalir dengan sendirinya pada kondisi pengujian.

b. Garis Besar Pengujian

Sejumlah volume contoh dalam jartest dipanaskan dalam pemanas sampai 115 °F,

kemudian dibiarkan diudara terbuka sampai suhunya 90 °F.

Selanjutnya didinginkan dalam alat pendingin dan setiap penurunan suhu 5 °F (3

°C) diangkat dan dilihat sifat pengalirannya. Jika sudah tidak mengalir lagi maka

suhunya dicatat dan ditambahkan 5 °F (3 °C) dan dilaporkan sebagai pour point.

Batasan maksimal Pour Point minyak Solar adalah 65 °F (18 °C).

7. Copper Strips Corrosion ASTM D 130

a. Tujuan Pengujian

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk pengenalan pengkaratan pada tembaga (Cu),

yang disebabkan oleh petroleum products termasuk minyak Solar.

56

b. Garis Besar Pengujian

Kepingan tembaga yang telah digosok dicelupkan dalam sejumlah contoh dan

dipanaskan dalam suatu suhu tertentu serta pada waktu tertentu sesuai dengan sifat

dari minyak yang diperiksa. Pada akhir pemeriksaan kepingan tembaga diambil,

dicuci lalu dibandingkan dengan standar corrosion ASTM D 130. Batasan maksimal

dari korosi bilah tembaga untuk minyak solar adalah ASTM No.1.

8. Sulfur Content ASTM D 1552

a. Tujuan Pengujian

Maksud pengujian sulfur content untuk menentukan kandungan total sulfur (S)

dengan sistem deteksi iodat dalam produk minyak bumi termasuk minyak Solar.

b. Garis Besar Pengujian

Sejumlah contoh dibakar dan dialirkan oksigen pada temperature tinggi untuk

mengubah sekitar 97 % sulfur menjadi sulfur dioksida (SO2). Yang selanjutnya akan

dilewatkan dalam absorber yang berisi larutan asam potassium iodide (KI) dan

indicator Amylum (tepung kanji). Dengan ditambahkan larutan potassium iodate

(KIO3), larutan akan menjadi berwarna biru tambahkan lagi larutan KIO3 warna biru

menjadi pucat, dan jumlah larutan yang dibutuhkan selama pembakaran adalah

sebanding dengan kandungan sulfur dalam contoh.

Perhitungan kandungan sulphur adalah sebagai berikut :

Keterangan :

V = Larutan Standar KIO3 yang digunakan pada titrasi sample

VB = Larutan Standar KIO3 yang digunakan pada titrasi blangko

F = Faktor standarisasi

C = Kesetaraan Sulphur dari larutan standar KIO3

W = Berat sample yang dianalisis, (mg)

Batasan Maksimal Kandungan Sulphur untuk Minyak Solar adalah 0,35 % berat.

9. Strong Acid Number, Total Acid Number ASTM D 974

a. Tujuan Pengujian

57

Analisis angka netralisasi TAN (Total Acid Number) dan SAN (Strong Acid

Number) dimaksudkan untuk menetapkan jumlah konstituen keasaman didalam

suatu produk minyak bumi termasuk minyak solar. Angka netralisasi ini dapat juga

digunakan untuk menunjukkan perubahan terjadi akibat oksidasi minyak solar

selama pemakaian.

b. Garis Besar Pengujian Strong Acid Number ASTM D 974

Sejumlah berat contoh dimasukkan ke dalam separating fuel (corong pemisah) dan

tambahkan akuades mendidih, kemudian kocok dengan kuat. Setelah itu keluarkan

lapisan airnya yang sudah terpisah dengan minyak dan tampung ke dalam

Erlenmeyer. Tambahkan beberapa tetes indicator Methyl Orange ke dalam ekstrak.

Bila setelah ditambahkan Methyl Orange warna larutan berwarna pink atau merah,

titrasi dengan larutan Kalium Hidroksida (KOH) sampai terbentuk warna kuning

emas. Bila setelah ditambah Methyl Orange. warna larutan tidak berubah pink atau

merah maka laporkan SAN sebagai NIL. Batasan maksimal dari Strong Acid

Number ASTM D 974 adalah nol.

c. Garis Besar Pengujian Total Acid Number ASTM D 974

sejumlah berat sample dilarutkan dalam solvent titrasi (campuran Toluene + IPA +

air), dan indicator Phenol Napthal-benzen. Selanjutnya campuran tersebut dikocok

sampai contoh melarut. Selanjutnya campuran tersebut dikocok sampai contoh

melarut. Setelah itu titrasi segera pada temperature kamar dengan menggunakan

larutan Kalium Hidroksida (KOH). Titik ekivalen ditunjukkan oleh tepat terjadinya

perubahan warna menjadi hijau kecoklatan yang tetap selama 15 detik. Batasan

TAN untuk minyak Solar, diperoleh maksimum 0.6 mg KOH/gr.

10. Flash Point Pensky Martens ASTM D 93.

a. Tujuan Pengujian

Flash point adalah suhu terendah dimana sejumlah uap minyak bercampur dengan

udara, dan akan tersambar api pencoba dalam sekejap pada kondisi pengujian.

b. Garis Besar Pengujian

Contoh dimasukkan dalam mangkok dari alat standar flash point, kemudian

dipanaskan dengan kenaikan suhu tertentu sambil diaduk-aduk dengan kecepatan

tertentu selanjutnya api kecil pencoba dicobakan secara periodic. Pengetesan

dilakukan pada tiap kenaikan temperatur 2 °F (1 °C), temperature tepat pada saat

58

terjadinya sambaran api dicatat sebagai flash point. Batasan flash point untuk

minyak solar adalah minimal 60 °C.

11. Color ASTM D 1500

a. Tujuan Pengujian

Metode analisis ini dimaksudkan untuk pengujian warna secara visual dari hasil

minyak seperti lube oil, heating oil, petroleum oil, petroleum wax dan termasuk juga

minyak solar. Hasil pengujian dapat memberikan adanya kontaminasi.

b. Garis Besar Pengujian

Sejumlah contoh dimasukkan ke dalam jar test, kemudian tempatkan pada alat

colorimeter yang referensi warna telah terpasang. Selanjutnya warna contoh

dibandingkan dengan standar warna pada alat. Apabila diperoleh warna yang sesuai

dengan contoh maka baca angka penunjukkan pada skala dan laporkan sebagai

warna dari contoh.

Batasan warna dari minyak solar No ASTM adalah maksimal 3.0.

12. Water Content ASTM D 95

a. Tujuan Pengujian

Water content adalah kandungan air dalam % vol yang terdapat didalam contoh

yang diperoleh pada kondisi pengujian.

b. Garis Besar Pengujian

Sejumlah contoh dengan pelarutnya dipanaskan pada unit peralatannya. Air yang

terkandung didalam contoh akan teruapkan dibawa oleh pelarut dan dilewatkan

melalui kondensor. Setelah terjadi pengembunan, air akan masuk kedalam

penampung berskala (trap), sedang pelarutnya akan disirkulasikan kembali masuk

kedalam labu distilasi.

Proses distilasi dilakukan secara kontinu hingga semua air yang terkandung didalam

contoh habis teruapkan dan tertampung di dalam trap. Batasan kandungan air yang

diperbolehkan didalam minyak Solar maksimum 0,05 % volume.

Perhitungan :

59

13. Conradson Carbon Residue (CCR) ASTM D 189

a. Tujuan Pengujian

pemeriksaan CCR pada minyak solar diperlukan untuk memperkirakan

kemungkinan adanya arang yang berasal dari minyak solar tersebut. Deposit karbon

yang terbentuk harus dihindari sekecil mungkin karena arang atau karbon tersebut

akan tetap membara meskipun mesin sudah dimatikan dan akan membentuk deposit.

Deposit akan menjadi keras dan akan mempercepat proses pengausan. Deposit

karbon juga dapat menyumbat lubang penyemprotan atau injector pada mesin diesel.

b. Garis Besar Pengujian

Contoh minyak-minyak solar diperiksa CCR-nya, maka harus didistilasi terlebih

dahulu untuk diambil 10 % residue atau sisa penguapan distilasi. Kemudian

ditimbang sejumlah contoh (sisa penguapan) dan ditempatkan pada crucible dan

dibakar pada alat CCR dengan dibatasi jumlah oksigen untuk pembakaran.

Selanjutnya contoh akan mengalami perengkahan dan pembentukan karbon.

Pada akhir pembakaran, crucible yang berisi carbon residue tersebut didinginkan

didalam desikator kemudian ditimbang beratnya. Dan residue yang tertinggal

dihitung dalam prosen berat, dilaporkan sebagai CCR % berat. Batasan CCR

minyak solar adalah 0,1 % berat.

Perhitungan :

14. Sediment by Extraction ASTM D 473

a. Tujuan Pengujian

Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan kandungan sediment yang terdapat

dalam minyak solar dan produk minyak bumi yang lainnya. Sedimen merupakan zat

yang tidak larut dan dianggap sebagai kontaminan. Apabila suatu produk minyak

Solar diprediksi memiliki kandungan sediment yang tinggi maka hal ini akan dapat

mempengaruhi kelancaran distribusi bahan baker pada saluran diluar ruang bakar.

b. Garis Besar Pengujian

60

Sejumlah berat contoh ditimbang dimasukkan kedalam thimble yang telah diketahui

beratnya, kemudian dipanaskan pada alat ekstraksi dan diekstaksi dengan pelarut

toluene panas sampai tetesan toluene yang masuk kedalam thimble, sama jernihnya

dengan toluene yang menetes keluar dari thimble.

Kemudian thimble dikeringkan didalam oven dengan temperature 112 °C s.d. 120 °-

C selama 1 jam, lalu didinginkan didalam desikator dan timbang beratnya hingga

konstan. Berat sediment adalah selisih berat akhir thimble dikurangi dengan berat

awal thimble, dan dihitung dalam persen berat, laporkan sebagai sediment by

Extraction dengan batasan maksimalnya 0,01 % Berat.

Perhitungan :

15. Ash Content ASTM D 482

a. Tujuan Pengujian

Ash content atau kadar abu yaitu berupa residue yang masih tertinggal setelah

semua zat-zat yang dapat terbakar dari minyak minyak Solar, dapat terbakar

sempurna, atau disebut juga sebagai persentase dari mineral.

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kandungan abu (adrasive sand dan

logam-logam berat), yang dapat menyebabkan keausan pada peralatan mesin.

b. Garis Besar Pengujian

Sejumlah berat contoh ditimbang dan dimasukkan dalam crucible (mangkok),

kemudian dibakar hingga yang tersisa hanya karbonnya saja. Kemudian dipanaskan

dalam muffle furnace pada temperature 775 °C ± 25 °C hingga tinggal ashnya saja.

Setelah itu dinginkan dalam desikator dan setelah beratnya konstan dilakukan

penimbangan. Ash yang tinggal dihitung dalam persen berat dan dilaporkan sebagai

Ash content.

Batasan untuk minyak Solar, maksimal 0,01 %Berat.

Perhitungan :

61

16. Particulate Contaminant ASTM D 2276

a. Tujuan Pengujian

Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan banyaknya partikel-partikel atau

kotoran (particulate content) yang terkandung dalam bahan bakar minyak Solar.

b. Garis Besar Pengujian

Dua lembar membran filter 0.8 m ditempatkan dalam Petri dish dipanaskan dalam

oven temperatur 90 ± 5 °C selama 30 menit, dinginkan lalu timbang. Letakkan

membran filter 1 (control membran filter) setelah itu diatasnya letakkan membrane

filter 2 (test membran filter), pasangkan corong penyaring beserta jepitannya

(clamp), bilasi dengan IPA lalu saring contoh sebanyak 500 mL tuangkan kedalam

corong, jalankan vacuum. Setelah contoh habis, bilasi lagi dengan IPA lalu ambil

kedua membran filter tadi masukkan kedalam Petri dish lalu oven, timbang dan

lakukan perhitungan.

Perhitungan :

Keterangan :

P = Particulate Content

W1 = Berat test membran filter sebelum penyaringan (dalam mg)

W2 = Berat test membran filter sesudah penyaringan (dalam mg)

W3 = Berat control membran filter sebelum penyaringan (dalam mg)

W4 = Berat control membran filter sesudah penyaringan (dalam mg)

V = Volume contoh (dalam L)

62

3.6 MINYAK DIESEL

Salah satu BBM yang dipakai oleh industri dan transportasi adalah minyak diesel.

Motor Diesel menurut kecepatan putarannya, dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu :

• Motor diesel putaran tinggi ( > 1000 rpm ) dengan BBM Solar

• Motor diesel putaran sedang ( 300 – 1000 rpm ), dan

• Motor diesel putaran rendah ( < 300 rpm ) menggunakan BBM minyak diesel.

Untuk melindungi konsumen agar minyak yang dipakai sesuai dengan kebutuhan mesin,

maka pemerintah melalui Dirjen Migas mengeluarkan Surat Keputusan

No.002/P/DM/1979 tanggal 25 Mei 1979 tentang Spesifikasi dari bahan bakar jenis

Minyak Diesel Industri.

3.6.1. Proses pembuatan Minyak Diesel

Nama lain minyak Diesel adalah Industrial Diesel Fuel (IDF) atau Industrial Diesel Oil

(IDO) adalah jenis distilat yang dihasilkan dari proses pengolahan yang berwarna coklat

tua sampai hitam, yang merupakan fraksi lebih berat dari minyak solar.

Proses pembuatan minyak diesel yang sering dilakukan komponen solar (berat) yang off

spec (color) atau solar ditambah residue.

Disebut juga solar hitam yang proses pembakarannya menggunakan burner, dan

dipergunakan pada pembakaran pada dapur-dapur industri, pembangkit tenaga listrik,

ketel uap dan untuk bunker kapal laut.

3.6.2 Karakteristik Industrial Diesel Oil

• Sifat Umum

• Sifat Pembakaran

• Sifat Pengaliran

• Sifat Korosivitas

• Sifat Kebersihan

• Sifat Keamanan

63

Spesifikasi BBM jenis I.D.F

No.   Properties     Min Max ASTM Others

1 Specific Gravity at 60/60 °F   0.840 0.920 D1298  

2   Viscosity Redwood I at 100°F sec   35 45 D 445  

3   Pour Point   °F     65 D 97  

4   Flash Point P.M. CC °F   150   D 93  

5   Sulphur Content % wt     1.5 D 1552  

6   Conradson Carbon Residue % wt     1.0 D 189  

7   Ash Content   % wt     0.02 D 482  

8   Water Content   % vol     0.25 D 95  

9   Sediment by Extraction % wt     0.02 D 473  

10   Strong acid Numbermg

KOH/g     Nil D 974  

11   Color ASTM       6   D 1500  

Ref : SK. Peraturan Dirjen MIGAS No. 002/P/DM/1979 tanggal 25 Mei 1979.

1. Sifat umum :

Sifat umum ditunjukkan oleh pemeriksaan Specific Gravity, ASTM D 1298

Tujuan pemeriksaan Specific Gravity / Density :

• Untuk perhitungan penjualan

• Mengetahui secara cepat terjadinya kontaminasi

• Perhitungan material balance dalam pengolahan

• Menghitung nilai kalori secara kasar

Semakin berat Specific Gravity, biasanya kekentalannya semakin tinggi, dan

Specific Gravity dibatasi min. 0,84 dan max. 0,92

2. Sifat Pembakaran :

• Untuk mengetahui jumlah panas yang dihasilkan sejumlah bahan bakar. Dari

nilai kalorinya dapat diperkirakan jumlah bahan bakar yang diperlukan.

• Nilai kalori dipengaruhi oleh jenis senyawa hidrokarbon.

Pengujian sifat pembakaran dilakukan melalui :

64

• Heat of Combustion ASTM D 240 yaitu menggunakan Bomb Calorimeter, atau

• Calculation Heating Value ASTM D 4868, merupakan perhitungan dengan basis

density, kadar air, sulfur dan ash content.

Ada 2 macam panas pembakaran, yaitu :

▪ Gross Heating Value :

Gross panas pembakaran adalah panas yang dihasilkan pada pembakaan

sejumlah tertentu bahan bakar dalam volume tetap dimana semua air

dikondensasikan dalam bentuk cair

▪ Net Heating Value :

Net panas pembakaran adalah panas yang dihasilkan pada pembakaran sejumlah

berat tertentu bahan bakar pada tekanan 1 atm semua air dalam bentuk uap.

3. Sifat Pengaliran

Untuk mengetahui sifat mengalirnya dilakukan melalui pemeriksaan :

• Viskositas

• Pour point

Viskositas, ASTM D 445 / Redwood I:

- Viskositas sangat menentukan dalam pengkabutan.

- Apabila viskositas terlalu encer maka pengkabutan akan sukar terjadi

- Viskositas dibatasi min 35 dan max 45

Pour Point, ASTM D 97 :

- Pemeriksaan pour point, untuk menentukan temperatur terendah IDO dapat

disimpan dan dipompa tanpa terjadi pembekuan pada tanki atau pipa

- Pour point dibatasi max. 65 °F

4. Sifat Korosivitas

Sifat korosivitas untuk mengetahui kemungkinan dapat menimbulkan kerusakan

pada alat, karena proses pengkaratan dalam penyimpanan dan transportasi.

Pemeriksaan korosivitas dilakukan melalui :

• Sulfur Content

• Strong Acid Number

Sulfur Content, ASTM D 1552 :

- Sulfur content, untuk mengetahui kandungan sulfur.

65

- Semakin tinggi kandungan sulfur, maka semakin besar pula kecenderungan

terbentuknya SO2 dan SO3

- Kandungan sulfur dibatasi max. 1,5 % wt.

Strong Acid Number, ASTM D 974 :

- Pemeriksaan Strong Acid Number untuk menentukan asam kuat

- Strong Acid Number dibatasi max. nil, karena adanya asam kuat sangat

berperan dalam aktivitas korosi

5. Sifat Kebersihan

Kandungan kotoran selain dapat menimbulkan kerusakan pada peralatan juga dapat

menimbulkan kebuntuan pada burner sehingga akan menganggu proses

pembakaran.

Sifat kebersihan dilakukan dengan pengujian :

• Kadar air

• Residue Carbon Conradson

• Kadar endapan

Kadar air, ASTM D 95 :

- Dapat menyebabkan menurunnya kualitas pembakaran, dan

- mempercepat proses pengkaratan, karena selalu diikuti garam-garam yang

dengan proses hidrolisa menyebabkan pengkaratan

- Kandungan air dibatasi max. 0,25 % vol.

Residue Carbon Conradson, ASTM D 189 :

- Uji CCR dilakukan untuk memperkirakan kecenderungan terbentuknya deposit

selama proses pembakaran, yang jika berlebihan akan menyebabkan kebuntuan

pada burner.

- Kandungan CCR dibatasi max. 1 % wt.

Kadar endapan / sediment, ASTM D 473 :

- Endapan yang terjadi berupa sejumlah garam yang terlarut dan lumpur asphaltik.

- Endapan ini mengakibatkan korosi dan kebuntuan pada burner

- Kadar endapan dibatasi max. 0,02 % wt.

66

6. Sifat Keamanan

- Pengujian sifat keamanan dilakukan untuk mengetahui kecenderungan

timbulnya kebakaran, sehingga dalam penanganannya tidak akan terjadi

kebakaran pada keadaan dan kondisi tertentu.

- Sifat keamanan dilakukan dengan pengujian : Flash point, ASTM D 93.

- Titik nyala ( Flash point ) dibatasi minimum 150 °F.

67

3.7 MINYAK BAKAR

Salah satu bahan bakar yang dipakai oleh industri dan transportasi adalah minyak bakar

atau Fuel Oil.

Minyak bakar merupakan produk terakhir suatu operasi kilang, yang untuk :

• Industri : sebagai bahan bakar pada dapur-dapur, ketel uap dan pembangkit listrik

tenaga uap

• Transportasi : sebagai Marine Fuel Oil (MFO) yaitu bahan bakar kapal laut atau

motor diesel putaran rendah <300 rpm

• Pertanian : sebagai pemanas/pengering biji-bijian

• Pemanas ruangan : sebagai pengganti kayu bakar terutama didaerah musim dingin.

Untuk melindungi konsumen agar minyak yang dipakai sesuai dengan kebutuhan mesin,

maka pemerintah melalui Dirjen Migas mengeluarkan Surat Keputusan

No.03/P/DM/1986 tanggal 14 April 1986 tentang Spesifikasi dari BBM jenis Minyak

Bakar.

Ada 2 jenis spesifikasi Minyak Bakar / Fuel Oil, yaitu :

• Spesifikasi 1

• Spesifikasi 2

Kedua jenis tersebut berbeda pada titik tuang dan viskositasnya.

3.7.1. Proses pembuatan Minyak Bakar

Komponen minyak bakar berasal dari Unit :

a. Distilasi Atmosferik : Long residu yang dihasilkan dari dasar kolom dan dipisahkan

berdasarkan tekanan atmosfir.

b. Distilasi Vakum : Short residu yang dihasilkan dari dasar kolom dan dipisahkan

berdasarkan tekanan hampa.

c. Cracking Unit : Residu atau slurry yang dihasilkan dari dasar kolom dan dipisahkan

dengan proses cracking.

d. Blending :

Proses pencampuran antara produk residu dari berbagai macam proses atau

mencampur residu dengan produk kilang yang lain untuk mendapatkan sifat-sifat

yang memenuhi persyaratan spesifikasi minyak Bakar selain pertimbangan nilai

ekonomis.

68

Spesifikasi BBM jenis Fuel Oil-1

No.   Properties     Min Max ASTM Others

1   Specific Gravity at 60/60 °F   0.990 D1298  

2   Viscosity Redwood I at 100 °F sec   400 1,250 D 445  

3   Pour Point   °F     80 D 97  

4   Flash Point P.M. CC °F   150   D 93  

5   Sulphur Content % wt     3.5 D 1552  

6   Conradson Carbon Residue % wt     14 D 189  

7   Calorific Value   BTU/lb   18.000   D 240  

8   Water Content   % vol     0.75 D 95  

9   Sediment by Extraction % wt     0.15 D 473  

10   Strong acid Numbermg

KOH/g     Nil D 974  

Refer : SK. Peraturan Dirjen MIGAS No. 03/P/DM/1986 Tanggal 14 April 1986

Note : Spesifikasi BBM jenis Fuel Oil-2

Sama seperti Fuel Oil 1, kecuali untuk Visco dan Pour Point :

- Visco Redwood-I @ 100 °F : 400 - 1500 sec

- Pour Point : max. 90 °F.

3.7.2 Karakteristik Industrial Fuel Oil

• Sifat Umum

• Sifat Pembakaran

• Sifat Pengaliran

• Sifat Kebersihan

• Sifat Korosivitas

• Sifat Keamanan

1. Sifat Umum

Specific Gravity pada 60/60 °F, ASTM D 1298 :

69

- Semakin tinggi Specific Gravity, maka nilai pembakaran fuel oil cenderung

menurun.

- Untuk perhitungan dari basis berat ke volume

- Specific Gravity pada 60/60 °F untuk fuel oil dibatasi max. 0,990

2. Sifat Pembakaran

Pengujian sifat pembakaran dilakukan dengan Bomb Calorimeter ASTM D 240,

atau dengan perhitungan ASTM D 4868 :

- Untuk mengetahui jumlah panas yang dihasilkan dari sejumlah bahan bakar

sehingga dapat diperkirakan jumlah bahan bakar yang diperlukan

- Nilai kalori untuk fuel oil dibatasi minimum 18.000 Btu/lb.

3. Sifat Pengaliran

• Pour point

• Viskositas

Hasil analisis berguna untuk penanganannya (handling), transportasi dan dalam

penggunaannya di pabrik atau dapur pembakaran.

Pengujian Pour Point, ASTM D 97 :

- Untuk menentukan temperatur terendah suatu produk dapat disimpan atau

dipompa tanpa terjadi pembekuan pada tanki atau pipa

- Pada umumnya minyak Bakar mempunyai titik tuang lebih rendah dari suhu

minimum dari motor yang beroperasi.

Pour point untuk fuel oil dibatasi :

- Spesifikasi 1, Max. 80°F

- Spesifikasi 2, Max. 90°F

Supaya tidak mengalami kesulitan pengaliran selama transportasi dan pemakaiannya

karena penurunan suhu luar, maka penurunan suhu minyak bakar harus dijaga

sampai suhu (5–10) °C di atas Pour Pointnya.

Pengujian viskositas, ASTM D 445

- Berpengaruh terhadap kemampuan pengabutan (atomisasi) dari burner

Viskositas rendah → terjadi pengkabutan setempat

70

Viskositas tinggi → pengkabutan akan sukar terbentuk dan beban pemompaan

akan bertambah berat, sehingga hasil pembakaran

tidak optimal

- Viskositas dipengaruhi oleh perubahan suhu, oleh sebab itu maka dianjurkan

sebelum atomisasi minyak bakar dapat dipanaskan sampai (60-100)oC. Sesuai

kebutuhan (Spraying in Burner or Injecting from Nozzle).

- Viskositas dinyatakan sebagai viskositas Redwood (Redwood Viscosity)

Viskositas Redwood batasan minimum → menghindari kebocoran Minyak

Bakar pada pompa injeksi.

Viskositas Redwood maksimum → memenuhi karakter sistem pompa, ukuran

dan disain motor/dapur/tanur.

- Spesifikasi 1 viskositas Redwood min. 400 detik dan maks. 1250 detik.

Spesifikasi 2 viskositas Redwood min. 400 detik dan maks. 1500 detik.

4. Sifat Korosivitas

• Untuk mengetahui kemungkinan fuel oil dapat menimbulkan kerusakan pada

peralatan karena proses pengkaratan dalam penyimpanan, transportasi dan pada

cerobong-cerobong industri.

• Uji sifat pengkaratan dilakukan dengan :

- Sulfur Content

- Strong Acid Number

Sulfur Content, ASTM D 1552

- Untuk mengetahui kandungan sulfur dalam fuel oil, yang cenderung

membentuk SO2 dan SO3 yang selanjutnya menjadi asam belerang ( H2SO4 )

- Asam belerang dapat menimbulkan korosivitas

- Kandungan Sulfur dalam fuel oil dibatasi max. 3,5 % wt

Ringkasan metode Sulfur content, ASTM D 1552

- Sejumlah contoh dalam perahu porselin + 100 mg V2O5 dan tutupi dengan

alundum secara merata.

- Masukkan perahu kedalam bagian dingin dari tabung pembakar, sorong

pelan-pelan kebagian yang panas. Teteskan KIO3 kedalam absorber yang

sebelumnya diisi dengan 65 ml HCl ( 3 +197 ) dan 2 ml Amilum jodida,

71

sampai warna biru. Warna biru ini dipertahankan sampai semua contoh habis

terbakar, dengan cara penambahan KIO3 sesuai kebutuhan. Pembakaran

selesai bila warna biru tetap, minimal 1 menit tidak ada perubahan

- Perhitungan :

Sulfur, % berat = (100 ( V – Vb ) x Fs x C) / W

Dimana :

V = juml. KIO3 Yang diperlukan untuk titrasi sampel

Vb = juml. KIO3 Yang diperlukan untuk titrasi blanko

Fs = Faktor standarisasi

C = Ekivalen sulfur terhadap KIO3

W = Berat sample, mg

Strong Acid Number, ASTM D 974 :

- Untuk mendeteksi asam kuat dalam fuel oil, karena asam kuat bersifat sangat

korosif terhadap peralatan

- Strong Acid Number dalam fuel oil dibatasi max. Nil

5. Sifat Kebersihan

• Untuk menentukan ada tidaknya kotoran dalam fuel oil yang berupa : air,

Lumpur/ endapan atau sisa hasil pembakaran yang berupa karbon atau abu.

• Kotoran tersebut selain akan mengakibatkan kegagalan dalam operasi juga

merusak alat.

Uji sifat kebersihan dilakukan dengan :

• Water Content

• Condrason Carbon Residue

• Sediment By Extraction

Water Content, ASTM D 95:

- Akan menurunkan mutu bakar dan akan merugikan karena selalu diikuti garam-

garam yang dengan proses hidrolisa dapat menyebabkan pengkaratan.

- Water Content dalam fuel oil dibatasi max. 0,75 % vol.

72

Condrason Carbon Residue, ASTM D 189 :

- Untuk memperkirakan kecenderungan terbentuknya deposit atau cokes selama

proses pembakaran yang dapat mengakibatkan kebuntuan pada burner.

- Condrason Carbon Residue dalam fuel oil dibatasi max. 14 % Wt

Sediment by Extraction, ASTM D 473 :

- Untuk memperkirakan kemungkinan terdapatnya sejumlah garam dan endapan

serta lumpur yang terlarut dalam fuel oil yang dapat mengakibatkan kebuntuan

pada burner serta menganggu sistem atomisasi.

- Sediment dalam fuel oil dibatasi max. 0,15 % Wt.

6. Sifat Keamanan

• Untuk mengetahui kecenderungan timbulnya kebakaran pada saat penanganan,

transportasi maupun penyimpanan

• Uji sifat keamanan dilakukan dengan : Flash point, ASTM D 93

• Flash point dalam fuel oil dibatasi min. 150°F.

73

3.8 PERTAMAX

Salah satu bahan bakar yang dipakai oleh sebagian lapisan masyarakat adalah bensin

tanpa timbal Pertamax dan Pertamax Plus.

Pertamax dan Pertamax Plus merupakan inovasi produk bahan bakar ramah lingkungan

dari Pertamina yang mempunyai oktan tinggi, yang dipergunakan untuk mobil yang

mempunyai mesin dengan rasio kompresi tinggi (mobil mewah), dengan persyaratan

mengarah ke spesifikasi WWFC yang merupakan standar BBM di beberapa negara di

benua Eropa.

Pertamax mempunyai angka oktan / RON 92 dan Pertamax Plus dengan karakteristik

istimewa mempunyai angka oktan / RON 95.

3.8.1 Proses pembuatan Pertamax

Nafta merupakan komponen utama dari bensin-Pertamax merupakan produk olahan

minyak bumi dengan trayek didih antara 30 – 200 ºC, yang diperoleh dari Proses

Lanjutan (secondary process).

Komponen tersebut mempunyai mutu pembakaran yang berbeda-beda. Tabel berikut

menunjukkan secara umum gambaran mutu pembakaran suatu produk komponen mogas

Table Kualitas Mutu Pembakaran Komponen Mogas

Nama

Komponen Mogas

Asal Proses

Produk

Angka Oktan

(RON)

Catalytic Naphtha

Isomer

Polymer

Alkylate

Catalytic Cracked

Isomerization

Polymerization

Alkylation

92 – 98

90 – 95

97 - 100

95 - 105

Proses Lanjutan (Secondary Process) :

Secondary Process adalah suatu proses lanjutan bertujuan untuk mendapatkan produk

komponen mogas yang mempunyai nilai oktan lebih tinggi dibandingkan dengan oktan

dari mogas hasil CDU.

Yang termasuk proses-poses lanjutan untuk mendapatkan suatu produk komponen

Pertamax adalah :

74

a. Perengkahan dengan bantuan katalis (Catalytic cracking) :

b. Isomerisasi (Isomerization) :

c. Alkylasi ( Alkylation )

d. Polimerisasi ( Polymerization )

g. Pencampuran ( Blending )

3.8.2 Spesifikasi Bahan Bakar Jenis Bensin Pertamax

Untuk melindungi konsumen agar bensin yang dipakai sesuai dengan kebutuhan

konsumen, maka pemerintah melalui Dirjen Migas mengeluarkan Surat Keputusan

Dirjen Migas No. 940/34/DJM/2002 tanggal 2 Desember 2002, yang kemudian

implentasikan Pertamina sesuai dengan Facs. Man. Evalkin Ops BBM/P. No.

15/E10130/2003, tanggal 23 Mei 2003.

3.8.3 Sifat - sifat Khusus Pertamax

Pertamax bila digunakan harus aman, tidak membahayakan manusia dan lingkungan,

tidak merusak mesin, dan efisien didalam penggunaannya.

Agar tujuan tersebut tercapai, Pertamax yang akan digunakan harus memenuhi

spesifikasi yang telah ditetapkan dengan batasan-batasan tertentu dan diperiksa sesuai

dengan standar yang ada.

Adapun sifat-sifat penting dari Pertamax sebagai bahan bakar sama dengan sifat

Premium yaitu :

- Sifat Pembakaran

- Sifat Penguapan

- Sifat Pengkaratan

- Sifat Stabilitas

Kharakteristik yang membedakan Pertamax dari Premium adalah :

a. Angka Oktan :

Dengan angka Oktan yang lebih tinggi, Pertamax dengan RON 92 dan Pertamax

Plus RON 95 akan memberikan kualitas pembakaran dan tenaga yang lebih baik /

tinggi dibandingkan Premium RON 88.

b. Distilasi recovery dan End Point :

75

Recovery 10 % , 50 % volume pada Pertamax / Pertamax Plus lebih rendah dari

Premium memberikan keleluasaan banyaknya kandungan yang lebih ringan yang

akan penghasilkan pembakaran lebih sempurna, serta batasan End Point membatasi

fraksi berat yang akan mengurangi sisa pembakaran.

c. Batasan Vapor pressure :

Batasan minimum untuk RVP untuk membatasi fraksi berat, dan batasan maksimum

RVP untuk menghindari vapor lock.

d. Induction Period :

Induction perid yang lebih lama memberikan sifat stabilitas yang lebih baik.

e. Kandungan Gum :

Kandungan gum yang lebih kecil memberikan sifat kebersihan yang labih baik.

f. Aromatic Content :

Adanya pembatasan kandungan Aromatik memberikan efek lingkungan yang lebih

baik.

76

Spesifikasi BBM Jenis PERTAMAX

No.   Properties   Min Max ASTM Others

1 Density at 15 °C kg/m3 715 780 D 1298 D 4052

2 Doctor Test, or - Negative IP-30

Mercaptant Sulphur % wt - 0.0020 D 3227

3 Sulphur Content % wt - 0.1 D 1266 D 2622

4 Existent Gum mg/100 ml - 4.0 D 381

5 Induction Period Minutes 480 - D 525

6 Copper Strip Corrosion, 3hrs/122°F - ASTM

No.1 D 130

7 Reid Vapour Pressure at 100°F kPa 45 60 D 323

8 Knock Rating F-1 RON 92 - D 2699

9 Lead Content, Pb g/L - 0.013 *) D 3237 D 5059

10 Distillation : - - D 86

IBP °C - -

10 % Vol. Evaporated °C - 70

50 % Vol. Evaporated °C 77 110

90 % Vol. Evaporated °C - 180

End Point °C - 205

Residue % v/v - 2.0

11 Oksigenate Content % v/v 10

12 C o l o u r Blue Visual

13 Aromatic Content % v/v - 50.0 D 1319

14 Dye Content g/100L to be report

Dasar : Facs. Man. Evalkin Ops BBM Bid P. No. 15/E10130/2003, tanggal 23 Mei 2003, sesuai

dengan Keputusan Dirjen Migas No. 940/34/DJM/2002, tanggal 2 Desember 2002.

Spesifikasi BBM Jenis PERTAMAX PLUS

77

No.   Properties   Min Max ASTM Others

1 Density at 15 °C kg/m3 715 780 D 1298 D 4052

2 Doctor Test, or - Negative IP-30

Mercaptant Sulphur % wt - 0.0020 D 3227

3 Sulphur Content % wt - 0.1 D 1266 D 2622

4 Existent Gum mg/100 ml - 4.0 D 381

5 Induction Period Minutes 480 - D 525

6 Copper Strip Corrosion, 3hrs/122°F - ASTM

No.1 D 130

7 Reid Vapour Pressure at 100°F kPa 45 60 D 323

8 Knock Rating F-1 RON 95 - D 2699

9 Lead Content, Pb g/L - 0.013 D 3237 D 5059

10 Distillation : - - D 86

IBP °C - -

10 % Vol. Evaporated °C - 70

50 % Vol. Evaporated °C 77 110

90 % Vol. Evaporated °C - 180

End Point °C - 205

Residue % vol - 2.0

11 Oksigenate Content % vol 10

12 Color Red Visual

13 Aromatic Content % vol - 50.0 D 1319

Olefine Content % vol -

14 Dye Content g/100L Report

Dasar : Facs. Man. Evalkin Ops BBM Bid P. No. 15/E10130/2003, tanggal 23 Mei 2003, sesuai

dengan Keputusan Dirjen Migas No. 940/34/DJM/2002, tanggal 2 Desember 2002.

Spesifikasi BBM Jenis Bensin 91                 

78

No. 

Karakteristik SatuanBatasan Metoda Uji

  Min Max ASTM Others

1   Bilangan Oktana Riset RON 91.0 - D 2699  

2  Stabilitas Oksidasi (Perioda Induksi) menit 480 - D 525  

3   Kandungan Sulfur % m/m - 0.05 D 2622  

4   Kandungan Timbal (Pb) g/L - 0.013 D 3237  

5   Kandungan Phosphor mg/L     D 3231  

6  Kandungan Logam (Mn, Fe, dll) mg/L     D 3831  

7   Kandungan Silikon mg/kg    ICP-AES

***) 

8   Kandungan Oksigen % m/m   2.7 *) D 4815  

9   Kandungan Olefin % v/v   **) D 1319  

10   Kandungan Aromatik % v/v   50.0 D 1319  

11   Kandungan Benzena % v/v   5.0 D 4420  

12   Distilasi :   -   D 86  

    10 % Vol. Penguapan °C - 70    

    50 % Vol. Penguapan °C 77 110    

    90 % Vol. Penguapan °C 130 180    

    Titik Didih Akhir °C - 215    

    Residu   % vol - 2.0    

13   Sedimen   mg/L - 1.0 D 5452  

14   Unwashed Gum   mg/100 ml - 70 D 381  

15   Washed Gum   mg/100 ml - 5 D 381  

16   Tekanan Uap   kPa 45 60D 5191

/323 

17   Berat jenis@ 15 °C kg/m3 715 770D 4052 /1298

 

18   Korosi Bilah Tembaga Kelas 1 D 130  

19   Uji Doctor   Negative   IP-30

20   Sulfur Mercaptan % m/m - 0.002 D 3227  

21   Penampilan visual Jernih & terang    

22   Warna   Biru  

23   Kandungan Pewarna gr/100 ltr   0.13    

24   Bau   Dapat dipasarkan    

Note : Dasar SK Dirjen Migas No. 3674 K/24/DJM/2006, tanggal 17 Maret 2006 *) Apabila kandungan Olefin > 20 %, hasil pengujian Sytabilitas oksidasi ≥ 1000 menit. **) Penambahan Ethanol ≤ 10 %, Alkohol (C>2)≤ o.1 %, Methanol tidak diperbolehkan.***) Merujuk pada metode inhouse dengan batasan deteksi 1 mg/kg.

Spesifikasi BBM Jenis Bensin 95                 

No.   Karakteristik Satuan Batasan Metoda Uji

79

  Min Max ASTM Others

1   Bilangan Oktana Riset RON 95.0 - D 2699  

2  Stabilitas Oksidasi (Perioda Induksi) menit 480 - D 525  

3   Kandungan Sulfur % m/m - 0.05 D 2622  

4   Kandungan Timbal (Pb) g/L - 0.013 D 3237  

5   Kandungan Phosphor mg/L Tidak terdeteksi D 3231  

6  Kandungan Logam (Mn, Fe) mg/L Tidak terdeteksi D 3831  

7   Kandungan Silikon mg/kg Tidak terdeteksiICP-AES

***) 

8   Kandungan Oksigen % v/v   2.7 *) D 4815  

9   Kandungan Olefin % v/v   **) D 1319  

10   Kandungan Aromatik % v/v   40.0 D 1319  

11   Kandungan Benzena % v/v   5.0 D 4420  

12   Distilasi :   -   D 86  

    10 % Vol. Penguapan °C - 70    

    50 % Vol. Penguapan °C 77 110    

    90 % Vol. Penguapan °C 130 180    

    Titik Didih Akhir °C - 205    

    Residu   % vol - 2.0    

13   Sedimen   mg/L - 1.0 D 5452  

14   Unwashed Gum   mg/100 ml - 70 D 381  

15   Washed Gum   mg/100 ml - 5 D 381  

16   Tekanan Uap   kPa 45 60 D 5191/323  

17   Berat jenis@ 15 °C kg/m3 715 770 D 4052/1298  

18   Korosi Bilah Tembaga Kelas 1 D 130  

19   Uji Doctor   Negative   IP-30

20   Sulfur Mercaptan % m/m - 0.002 D 3227  

21   Penampilan visual Jernih & terang    

22   Warna   Kuning  

23   Kandungan Pewarna gr/100 ltr   0.13    

24   Bau   Dapat dipasarkan    

Note : Dasar SK Dirjen Migas No. 3674 K/24/DJM/2006, tanggal 17 Maret 2006 *) Apabila kandungan Olefin > 20 %, hasil pengujian Sytabilitas oksidasi ≥ 1000 menit. **) Penambahan Ethanol ≤ 10 %, Alkohol (C>2)≤ o.1 %, Methanol tidak diperbolehkan.***) Merujuk pada metode inhouse dengan batasan deteksi 1 mg/kg.

3.9 PERTAMINA DEX

Pertamina Dex (Diesel Environment Extra) merupakan inovasi produk bahan bakar

Pertamina terbaru untuk mesin diesel yang ramah lingkungan, mempunyai angka setana

(Cetane Number) yang tinggi yaitu minimal 53 CN dan kandungan belerang (Sulfur)

80

yang sangat rendah yakni 300 ppm, maka bahan bakar ini cocok untuk teknologi mesin

common rail dan high compression.

Pada awalnya Pertamina Dex dinamakan Solar Plus, mempunyai persyaratan yang

mengarah ke spesifikasi WWFC dengan katagori di antara 2 dan 3, yang merupakan

standar BBM di beberapa negara di benua Eropa.

3.8.1 Proses pembuatan Pertamina Dex

Karena kebutuhan Pertamina Dex masih terbatas, yang mana saat ini hanya dipasarkan

di wilayah Jabodetabek, Pertamina Dex hanya diproduksi dari Unit Pengolahan VI

Balongan, walaupun bisa dibuat di Unit lainnya.

Komponen Pertamina Dex merupakan produk stream dari Unit 14 GO-HTU.

3.8.2 Spesifikasi Pertamina Dex

Spesifikasi Pertamina Dex mengacu pada spesifikasi Solar 51 yang diterbitkan oleh

Dirjen Migas mengeluarkan Surat Keputusan No. 3675 K/24/DJM/2006 tanggal 17

Maret 2006, yang kemudian implentasikan oleh Pertamina dan memberikan nilai lebih

pada Cetane Numbernya.

Spesifikasi BBM Jenis Solar PERTAMINA DEX

No.   Properties         Min Max ASTM Others

1 Cetane Number, or 53 - D 613 -

81

2   Calculated Cetane Index   50 - D 976

3   Density at 15°C     kg/m3   820.0 850.0 D 1298

4   Viscosity Kinematic at 40°C cSt   2.0 4.0 D 445

5   Sulphur Content    ppm

wt   - 300 D 2622

6   Distillation :           D 86

    90 % Rec. or     °C     340

    95 % Rec.     °C     355

    End point     °C     365

7   Flash Point P.M. CC     °C   55 - D 93

8   Pour Point     % wt   - 18 D 97

9   Conradson Carbon Residue 10 % % wt   - 0.30 D 4530

10   Water Content    ppm

wt     200 E 203

11   Total Acid Number    mg

KOH/g     0.08 D 974

12   Copper Corrosion         Class 1 D 130

13   Ash Content     % wt     0.01 D 482

14   Sediment Content     % wt     0.01 D 473

15   Appearance       C & B Visual

16   Lubricity (HFRR scar dia @ 60°C) micron     400 D 6079

Note : Spesifikasi Pertamina Dex mengikuti spesifikasi Solar 51 sesuai S.K Dirjen Migas No.

3675 K/24/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006

Spesifikasi BBM Jenis Solar 51                 

No. 

Karakteristik SatuanBatasan Metoda Uji

  Min Max ASTM Others1   Bilangan Cetana     -    

    - Angka Cetana, atau 51   D 613  

82

    - Indek Cetana 48   D 4737  

2   Berat jenis@ 15 °C kg/m3 820 **) 860D

4052/1298 

3   Viskositas @ 40 °C mm2/Sec 2.0 4.5 D 445  

4   Kandungan Sulfur % m/m - 0.05 D 2622  

5   Distilasi :       D 86  

    T 90, atau   °C - 340    

    T 95   °C - 360    

    Titik didih akhir °C - 370    

6   Titik Nyala   °C 55   D 93  

7   Titik Tuang   °C   18 D 97  

8   Residu Karbon   % m/m   0.30 D 4530  

9   Kandungan Air   mg/kg   500 D 1744  

10   Stabilitas Oksidasi g/m3   25 D 2274  

11   Biological Growth *) nihil    

12   Kandungan FAME *) % v/v   10.0    

13   Kand Metanol & Etanol *) % v/v Tidak terdeteksi D 4815  

14   Korosi bilah tembaga   Kelas 1 D 130  

15   Kandungan Abu   % m/m - 0.01 D 482  

16   Kandungan Sedimen   % m/m - 0.01 D 473  

17   Bilangan Asam Kuat mg KOH/L - 0.0 D 664  

18   Bilangan Asam Total mg KOH/L - 0.3 D 664  

19   Partikulat   - 10 D 2276  

20  Lubrisitas (HFRRwea4scar @ 60°C mikron   460 D 6079 CEC F-

08-A-96

21   Penampilan visual Jernih & terang    

22   Warna   No ASTM - 1.0 D 1500

Dasar : spesifikasi Dirjen Migas No. 3675 K/24/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006.Catatan : *) Khusus untuk minyak solar yang mengandung Biodiesel, jenis dan spec.Bio

Dieselnya mengacu ketatan Pemerintah**) Untuk kepentingan lindungan lingkungan, berta jenis 815 kg/m3 dapat digunakan.

3.10 AVTUR

3.10.1 Pengertian

Avtur (Aviation Turbin Fuel) adalah bahan bakar minyak pesawat terbang jenis

kerosene untuk pesawat terbang bermesin turbin.

83

Jenis avtur yang diproduksi PT. Pertamina (persero) adalah tipe Jet A-1 yang umumnya

digunakan untuk pesawat udara komersial.

Avtur adalah bahan bakar yang diperoleh dari hasil pengolahan minyak bumi yang

memiliki trayek didih 150 s.d. 300°C yang terdiri dari molekul hidrokarbon C10-C14.

Hidrokarbon berupa senyawa parafin (terbanyak), naften, dan sedikit aromat. Di dalam

avtur juga terdapat senyawa-senyawa impurities dalam jumlah kecil serta additive.

3.10.2 Proses Pembuatan Avtur

Avtur dibuat melalui beberapa proses pengolahan minyak bumi. Pengolahan ini sangat

bergantung pada persyaratan avtur yang dikehendaki dan jenis minyak bumi yang

diolah. Proses pengolahan ini dapat dibagi atas tiga kategori dasar yaitu proses

pemisahan, proses konversi, dan proses peningkatan kualitas. Kemudian ke dalam avtur

sebelum digunakan perlu ditambah beberapa aditif antara lain anti oksidan, metal

deactivator, icing inhibitor, static dissipator additives, dan lubricity improver.

a. Proses Pemisahan :

Proses pengolahan ini disebut distilasi atmosferik, yaitu proses pemisahan secara

fisika dari crude oil menjadi kelompok-kelompok fraksi cairan minyak tertentu,

yang masing-masing terdiri dari bermacam-macam ikatan senyawa hidrokarbon

yang memenuhi persyaratan, dan yang memiliki daerah titik didih tertentu.

b. Proses Konversi

Proses konversi yaitu pengubahan secara mendasar struktur molekul dari feedstock.

Proses ini umumnya dengan pemecahan molekul besar menjadi lebih kecil,

contohnya thermal cracking, catalytic cracking dan hydrocracking.

c. Proses Peningkatan Kualitas:

Proses ini memperbaiki kualitas suatu material menggunakan reaksi kimia untuk

menghilangkan adanya sejumlah kecil senyawa yang tidak dikehendaki (misal

senyawa belerang) tanpa adanya perubahan dari bulk properties. Proses perbaikan

untuk avtur misalnya dengan sweetening, hydrotreating, dan clay treatment.

3.10.3 Aplikasi Avtur

Dalam aplikasinya avtur digunakan sebagai bahan bakar minyak pesawat terbang

bermesin turbin. Pembakaran pada mesin turbin yaitu sebuah rangkaian reaksi oksidasi

cepat yang melepaskan panas.

84

Udara dari air compressor dan avtur yang telah diatomisasi oleh nozzle dibakar di ruang

pembakaran. Sumber energi dibutuhkankan untuk memulai pembakaran pada saat start

up. Setelah itu, pembakaran ditopang oleh injeksi bahan bakar yang berlanjut ke dalam

nyala api. Gas panas hasil pembakaran digunakan untuk menggerakkan turbine.

Gambar : Skema Mesin Turbin

3.10.4 Spesifikasi Avtur

Spesifikasi yaitu batasan-batasan yang harus dipenuhi oleh bahan bakar minyak, dengan

tujuan untuk melindungi peralatan dan mesin, keselamatan pemakai, dan akrab dengan

lingkungan dalam pemakaiannya. Spesifikasi merupakan batasan maksimum atau

minimum sifat-sifat fisika atau kimia yang diukur dengan menggunakan metode dan

peralatan standar.

Avtur digunakan oleh pesawat terbang bermesin turbin yang memiliki resiko bahaya

tinggi, karena itu spesifikasi yang digunakan sangat ketat sesuai dengan standar

internasional. Avtur di Indonesia digunakan juga oleh airliner luar negeri yang

menginginkan spesifikasi yang digunakan memenuhi standar internasional.

Spesifikasi Avtur mengikuti SK. Dirjen Migas No.10668K/72/DJM/2005 tanggal 7

September 2005 sesuai dengan DEF. STAN 91-91 issue 5 (DERD 2494) tanggal 8

Pebruari 2005 tentang Turbin Fuel, Aviation Kerosine Type, Jet A-1.

Spesifikasi BBM Jenis AVTUR

No.   Properties     Min Max ASTM Others1   Appearance Visually clear, bright and free from solid matter     and undissolved matter at normal ambient

85

temperatur.2   Color   Report D 156  

3   Total Acidity mg

KOH/g   - 0.015 D 3242 IP-3544   Aromatic % vol   - 25.0 D 1319 IP-1565   Sulphur Total % mass   - 0.30 D 1266 IP-1076   Sulphur Mercaptane, or % mass   - 0.0030 D 3227 IP-342    Doctor Test   Negative   - IP-307   Distillation : IBP °C   Report   D 86 IP-123

    10% Recovery °C   - 205.0    

    50% Recovery °C   Report      

    90% Recovery °C   Report      

    End Point °C   - 300.0    

    Residue % vol   - 1.5        Loss % vol   - 1.5    8   Flash Point °C   38.0 -   IP-1709   Density at 15 °C kg/m3   775.0 840.0 D 1298 IP-160

10   Freezing Point °C   -Minus 47.0 D 2386 IP-16

11   Viscosity at minus 20 °C mm2/s   - 8.000 D 445 IP-7112   Smoke Point, or mm   25.0 - D 1322 IP-57

   Smoke Point , and mm   19.0 - D 1322 IP-57

    Napthalene % vol   - 3.00 D 1840  13   Specific Energy MJ/kg   42.80 - D 4529  

14  Copper Strip Corr. at 100 °C / 2 hrs Class  

ASTM No.1   D 130 IP-154

15   Thermal Stability, JFTOT at 260 °C :       D 3241 IP-323

    - Tube Rating Visual  <3, no P or A

deposite        - Pressure differential mmHg   - 25    

16   Existent Gum mg/100ml   - 7 D 381 IP-13117   Particulate Contaminant mg/l   - 1.0    

18   Microseparometer :without SDA   85 - D 3948  

    with SDA   70 -    19   Electrical Conductivity pS/m   50 *) 450 D 2624 IP-274

Dasar : SK. Dirjen Migas No.10668.K/72/DJM/2005 Tanggal 04-10-2005Sesuai dengan DEF.STAN 91-91 / Issue 5 tanggal 8-02-2005

3.10.5 Sifat-kharakteristik Avtur

Avtur harus memiliki persyaratan-persyaratan penting yang harus dimiliki suatu Bahan

Bakar Minyak (BBM), diantaranya : sifat pembakaran, sifat penguapan, sifat

pengaliran, sifat pengkaratan, sifat kestabilan, sifat kontaminasi, dan sifat daya hantar

listrik.

86

a. Sifat Pembakaran

Sifat pembakaran ditunjukkan dengan pengujian :

1. Specific Energy, ASTM D-3338

Pengujian Specific Energy bertujuan untuk mengetahui panas pembakaran yang

dihasilkan oleh avtur. Panas pembakaran yaitu ukuran tenaga yang dimiliki

bahan bakar. Harga ini berhubungan dengan efisiensi panas peralatan untuk

menghasilkan tenaga atau panas

2. Smoke Point, ASTM D-1322

Pengujian Smoke Point bertujuan untuk mengetahui smoke point avtur yang

memberikan indikasi kecenderungan bahan bakar membentuk asap waktu

dibakar. Avtur memiliki sifat pembakaran yang sempurna jika smoke point

tinggi. Tinggi rendahnya smoke point berkaitan langsung dengan komposisi

kimia dari avtur

3. Naphthalenes, ASTM D-1840.

Avtur tidak diperbolehkan mengandung senyawa yang sulit terbakar dalam

jumlah besar yaitu senyawa hidrokarbon jenis aromatik berupa naphthalene.

Karena itu dilakukan pengujian Naphthalene bila smoke point di bawah 25.0

mm.

b. Sifat Penguapan

Sifat penguapan ditunjukkan oleh pengujian :

1. Distilasi, ASTM D-86

Pada pengujian Distilasi, 10 % recovery volume dibatasi maksimum 205 °C

untuk menjaga kemudahan menghidupkan mesin. Sedangkan end point dibatasi

maksimum 300 °C untuk mendeteksi ada tidaknya kontaminasi fraksi berat

2. Flash point, IP 170

Pengujian Flash Point Abel bertujuan untuk mengetahui kecenderungan bahan

bakar mudah menguap dan kemudahan terbakar. Hal ini merupakan sifat penting

untuk keselamatan pada saat penyimpanan dan penanganan bahan bakar.

3. Density, ASTM D-4052

Pengujian Density bertujuan mencari hubungan antara berat dan volume yang

berguna untuk transaksi jual beli, penentuan harga, dan pencegahan terjadinya

kelebihan beban pada saat pesawat tinggal landas atau mendarat.

87

Pengujian ini juga digunakan untuk komponen perhitungan panas pembakaran

c. Sifat Pengaliran

Sifat pengaliran ditunjukkan oleh pengujian :

1. Freezing Point, ASTM D-2386

Pengujian Freezing Point untuk menjamin bahwa avtur tidak akan membeku

atau menimbulkan kesulitan pada sistem filter karena timbulnya kristal-kristal

pada suhu rendah atau pada ketinggian terbang.

2. Kinematic Viscosity at minus 20 °C, ASTM D-445.

Sedangkan pengujian Kinematic Viscosity at minus 20 °C untuk menjamin avtur

dalam bentuk cairan sempurna pada operasi pesawat pada suhu yang sangat

rendah.

d. Sifat Pengkaratan

Sifat pengkaratan akan menimbulkan kerusakan-kerusakan pada sistem distribusi

bahan bakar maupun pada bagian-bagian lain dari mesin pesawat

Sifat pengkaratan ditunjukkan oleh pengujian :

1. Copperstrip Corrosion, ASTM D-130

Untuk mengetahui sifat korosif dari avtur dapat dilakukan melalui pengujian

Copperstrip Corrosion.

2. Sulfur Total, ASTM D-1266.

Kandungan sulfur dalam avtur dapat merusak logam-logam tembaga, bronze,

dan perak. Sulfur juga dapat menimbulkan pencemaran dari gas buang dan

bersifat korosif. Kandungan sulfur diketahui dengan melakukan pengujian

Sulfur Total.

e.

f.

g. Sifat Kestabilan

Kestabilan avtur dalam pemakaian sangat diperlukan. Hal ini dikarenakan adanya

perbedaan suhu yang cukup tinggi pada pemakaian avtur yang cenderung dapat

menimbulkan deposit dari hasil dekomposisi hidrokarbon pada sistem pembakaran

selama mesin beroperasi. Sifat kestabilan dapat diketahui dari hasil pemeriksaan

Thermal Stability ASTM D 3241.

88

f. Sifat Kontaminasi

Sifat kontaminasi ditunjukkan oleh pengujian :

1. Existent Gum, ASTM D-381

Kontaminasi adalah adanya zat-zat atau senyawa-senyawa pengotor yang

keberadaannya tidak dinginkan. Kontaminasi diantaranya butiran padat (gum)

dan air yang teremulsi dalam minyak. Pengujian Existent Gum bertujuan untuk

mengetahui kandungan gum yang terbentuk apabila terjadi oksidasi pada bahan

bakar. Gum dibatasi karena dapat menimbulkan deposit pada saringan bahan

bakar dan meningkatkan pemakaian pompa bahan bakar.

2. Microseparometer (MSEP/WSIM), ASTM D-3948.

Air yang teremulsi dalam minyak dibatasi karena air dalam mesin tidak dapat

terbakar dan membeku pada temperatur rendah saat penerbangan ketinggian

atas. Pengujian MSEP bertujuan untuk mengetahui sifat pemisahan air pada

minyak. Nilai MSEP yang tinggi menunjukkan air mudah terpisah, sedangkan

nilai yang rendah menunjukkan air tidak mudah terpisah yang disebabkan oleh

adanya surfactant dan kontaminan lainnya.

g. Sifat Daya Hantar Listrik

Penyaringan atau pemompaan yang cepat dari avtur dapat mengakibatkan muatan

listrik statis. Jika muatan ini terakumulasi dapat menyebabkan keluarnya spark dari

avtur. Energi dari spark dapat menyebabkan ledakan dari avtur.

Sifat daya hantar listrik diketahui dengan melakukan pengujian Electrical

Conductivity ASTM D 2624.

3.11 AVGAS

3.11.1 Pengertian :

89

Aviation Gasoline atau yang dikenal dengan Avgas adalah bahan bakar pesawat

terbang dengan mesin jenis piston yang penyalaannya menggunakan spark plug

(internal combustion engine).

Di Indonesia tersedia dua jenis Avgas yaitu Avgas 100/130 produk kilang PT

PERTAMINA (PERSERO) UP III Plaju berwarna hijau sering disebut dengan

Avgas 100, dan Avgas 100/130 Low Lead, berwarna biru sering disebut dengan

Avgas 100 LL yang diimpor apabila produksi dalam negeri kurang.

3.11.2 Proses pembuatan Avgas :

a. Unit Alkylasi :

Komponen utama Avgas adalah Alkylate yang merupakan produk dari Unit

Alkylasi dengan dominan senyawa parafin Iso Oktan mempunyai trayek didih 35-

170°C.

Alkylasi adalah suatu reaksi penambahan gugus alkil pada suatu senyawa

hidrokarbon, yang biasanya diartikan sebagai reaksi antara Olefin dengan iso-

Parafin untuk membentuk iso-Parafin yang lebih besar. Bahan baku unit Alkylasi

merupakan campuran iso-Butane dan Butylene.

b. Blending :

Proses blending umumnya dilaksanakan di dalam tangki khusus yang

dilengkapi dengan fasilitas untuk pelaksanaan blending. Sejumlah komponen dan

additive yang akan di blending dihitung dengan perbandingan tertentu, kemudian

komponen-komponen tersebut dipompakan ke dalam tangki.

Additive yang diberikan antara lain pengungkit angka oktan, anti oksidan dan

pewarna.

• Tetra Ethyl Lead (TEL) tipe B

TEL digunakan sebagai bahan anti knocking dan mengandung Ethylene

Dibromide 35,72%, berfungsi untuk mengubah PbO menjadi PbBr2 yaitu untuk

menghindari deposit diruang bakar, selain itu TEL juga berfungsi untuk

melumasi dudukan katup (valve seat) pada mesin.

• Dye (warna)

Warna Avgas adalah hijau, yaitu campuran antara warna biru dan warna kuning,

untuk jenis pewarna biru yang sering digunakan adalah 1,4-p-dialkylamino-

90

anhraquinone, sedangkan untuk jenis pewarna kuning yang sering digunakan

adalah p-diethylaminoazobenzene.

• Antioxidant (anti oksidan)

Anti oksidan yang digunakan adalah 2,4-dimethyl-6-tertiary-butyl-phenol atau

yang sejenis, dengan injeksi maksimum 24 mg/L.

3.11.3 Spesifikasi Avgas

Spesifikasi adalah batas minimum atau maksimum dari sifat-sifat produk yang

diperbolehkan bagi suatu produk untuk dapat digunakan. Spesifikasi ini dibuat

dengan tujuan untuk melindungi peralatan atau mesin, keselamatan pemakai serta

akrab dengan lingkungan, karena Avgas digunakan sebagai bahan bakar

penerbangan yang mempunyai resiko keselamatan tinggi, maka spesifikasi Avgas

dibuat sangat ketat sesuai dengan standar internasional.

Spesifikasi Avgas di Indonesia ditentukan berdasarkan Surat Keputusan Direktur

Jenderal Minyak dan Gas No.27.K/72/DDJM/1999 tanggal 05 Mei 1999.

Spesifikasi ini mengikuti issue dari Ministry of Defence United Kingdom, Directory

of Engine Research and Development (DERD 2485), Directorate of Standardization

Defence standard DEF STAN 91-90 Issue 1 tgl. 08-05-1996, spesifikasi ini

equivalent dengan ASTM D 910 dan MIL-G 5572 di Amerika Serikat, Nato-F18,

serta Gost 1012 di Rusia.

Spesifikasi Aviation Gasoline 100

No.   Properties       Min Max ASTM Others

91

1   Appearance   Visually clear,bright and free from solid matter

            and undissolved matter at normal ambient temperature

2   Density at 15 °C     report D 1298 IP-160

3   Color       Green Visual

4   Color Lovibond : - Blue     1.7 2.9   IP-17

      - Yellow     1.5 2.5    

5   Knock Rating : - Lean Mixture, F2 MON   99.5 - D 2700 IP-236

      - Rich Mixture, F4 PN   130 - D 909 IP-119

6   Lead Content gr Pb/ltr   - 1.12 D 3341 IP-138

7   Specific Energy MJ/kg   43.5 - D 4529 IP-12

8   Distillation :       D 86 IP-123

    I B P °C   - -    

    Fuel evaporated : 10 % vol °C   - 75    

    Fuel evaporated : 40 % vol °C   75 -    

    Fuel evaporated : 50 % vol °C   - 105    

    Fuel evaporated : 90 % vol °C   - 135    

    End Point °C   - 170    

    Sum of 10 + 50 % vol. evap. °C   135 -    

    Residue % vol   - 1.5    

    Loss % vol   - 1.5    

9   RVP at 100 °F KPa   38 49 D 323 IP-69

10   Total Sulphur % wt   - 0.05 D 1266 IP-107

11   Coverstrip Corrosion, 2hr/100 °C   ASTM No.1 D 130 IP-154

12   Existent Gum mg/100 ml   - 3 D 381 IP-131

13   Oxidation Stability : - Potential Gum mg/100 ml   - 6 D 873 IP-138

    (16 hrs) - Gum Precipitate mg/100 ml   - 2 D 873 IP-138

14   Freezing Point   - Minus 60 D 2386 IP-16

15   Water Reaction : - Change in volume ml   - 2 D 1094 IP-289

      - Interface Rating   - 2    

16   Electrical Conductivity *) pS/m   50 600 D 2624 IP-274

Surat Keputusan Dirjen Migas No. 27K/34/DDJM/1999 tanggal 05-05-1999,sesuai dengan Def. Stan .91-90 / Issue 1 (DERD 2485) tgl. 08-05-1996Note : *) Bila ditambahkan Static DissipatorAdditive.

3.11.4 Sifat-sifat Avgas

Secara umum sifat-sifat Avgas yang diharuskan di dalam spesifikasi dan harus

dimiliki antara lain:

92

1. Avgas harus dapat memberikan unjuk kerja yang optimum, yaitu dapat terbakar

dengan sempurna di dalam mesin sehingga dapat menghasilkan energi kinetik

yang maksimum.

2. Avgas harus tetap stabil dalam kondisi suhu yang bervariasi, yaitu tetap

berbentuk cairan pada suhu rendah (maksimal minus 60°C), sehingga

mengurangi kemungkinan terjadinya kegagalan mesin akibat kebuntuan saluran

bahan bakar. Dan tidak mudah menguap pada suhu tinggi, sehingga mengurangi

loss bahan bakar akibat penguapan selama penerbangan

3. Avgas diharapkan tidak merusak peralatan atau komponen-komponen yang ada

di dalam mesin, juga pada saat penimbunan, penyaluran, pengangkutan dan

penggunaannya

Aviation Gasoline digunakan untuk bahan bakar penerbangan, maka Avgas harus

memiliki sifat atau persyaratan yang sangat baik, karena menyangkut keselamatan

manusia. Beberapa sifat penting yang harus dimiliki Avgas meliputi :

a. Sifat Kenampakan dan Warna,

b. Sifat Pembakaran,

c. Sifat Penguapan,

d. Sifat Kestabilan,

e. Sifat Kemudahan Berkarat

f. Sifat-sifat lainnya.

a. Sifat Kenampakan dan Warna

Yang dimaksud dengan kenampakan dari Avgas adalah apabila dilihat dengan

mata telanjang Avgas tampak jernih, tembus sinar, bebas dari air yang tidak

terlarut, serta partikel padat pada suhu sekeliling yang normal. Avgas jenis 100

berwarna visual hijau dari pemberian bahan pewarna biru dan kuning.

Sifat Kenampakan dan Warna ditunjukkan dengan pengujian :

- Appearance,

- Color (visual),

- Color Lovibond (IP-17).

b. Sifat Pembakaran

93

Sifat pembakaran penting untuk mengetahui nilai kalori yang dihasilkan dalam

pembakaran yang sempurna dan untuk mencegah terjadinya knocking. Untuk

mengurangi knocking tersebut Avgas ditambahkan bahan anti knock yaitu TEL

(Tetra Ethyl Lead).

Sifat Pembakaran atau penyalaan ditunjukkan dengan pengujian :

- Specific Energy, ASTM D 3338/4529, IP 12,

Specific Energy minimum 43,5 MJ/Kg, agar kandungan energi Avgas dapat

mencukupi kebutuhan mesin untuk menghasilkan energi mekanik, agar

mesin dapat menghasilkan daya dorong (thrust) sehingga pesawat dapat

terbang.

- Knock Rating, ASTM D 2700,

ON Lean Mixture minimum 99,5 agar Avgas yang digunakan untuk

penerbangan dengan kondisi campuran miskin (lean mixture) tidak akan

mengalami ketukan.

- Knock Rating, ASTM D 909,

ON Rich Mixture minimum 130, artinya mesin akan memperoleh tenaga

maksimal sehingga pesawat dapat take off.

- TEL content, ASTM D 3341.

c. Sifat Penguapan

Avgas harus dapat cepat menguap untuk mencapai kondisi mudah menyala di

dalam ruang bakar. Sifat penguapan Avgas tidak boleh terlalu rendah dan terlalu

tinggi, apabila sifat penguapan Avgas terlalu rendah, maka bahan bakar cair

akan masuk ke dalam silinder dan mencuci minyak pelumas pada dinding

silinder dan piston, dan jika sifat penguapan Avgas terlalu tinggi dapat

mengakibatkan vapour lock.

Sifat Penguapan ditunjukkan dengan pengujian :

- Distillation, ASTM D 86 / IP 123,

Kriteria persyaratan distilasi Avgas adalah sebagai berikut :

o 10% volume evaporated maksimum 75°C digunakan pada kondisi start

awal (cold start), atau suhu terendah motor dapat dinyalakan.

o 40% volume evaporated minimum 75°C digunakan untuk kontrol uap

bahan bakar berlebihan (vapor lock), pembentukan es pada karburator

94

(carburetor icing) dan kehilangan bahan bakar akibat penguapan pada

sistim bahan bakar (fuel system losses).

o Pada 50% volume evaporated maksimum 105°C digunakan untuk

kondisi pemanasan mesin (engine warming-up), kondisi mesin idle yaitu

putaran mesin berkisar 600-700 rpm (stabilization of slow running

condition).

o Pada 10% + 50% volume evaporated minimum 135°C merupakan suhu

yang memberikan indikasi dari carburetor icing dan vapor lock

o Pada 90% volume evaporated maksimum 135°C untuk kondisi mesin

pada putaran yang optimum dan pendistribusian bahan bakar ke seluruh

silinder.

o End Point / FBP maksimum 170 °C untuk kontrol adanya fraksi berat

yang akan sangat merugikan karena bagian yang tidak terbakar akan

mengalir melalui cincin piston secara kumulatif akan merusak sifat

pelumasan (crankcase dilution).

- Reid Vapour Pressure, ASTM D 323 / IP 69 .

Spesifikasi Reid Vapour Pressure (RVP) adalah minimum 38,0 kPa dan

maksimum 49,0 kPa, artinya semua bahan bakar untuk mesin pembakaran

dalam (internal combustion engine) harus mudah diubah dari bentuk cair ke

bentuk uap di dalam mesin.

o Apabila RVP terlalu rendah maka Avgas akan masuk ke dalam silinder

dan mencuci minyak pelumas pada dinding silinder dan piston, hal ini

akan menaikkan keausan mesin dan menyebabkan terjadinya

pengenceran minyak pelumas pada karter atau crankcase dilution.

o Jika RVP terlalu tinggi maka akan menimbulkan vapour lock dan

carburetor icing, yang tentunya akan berakibat fatal yaitu kegagalan

mesin.

d. Sifat Kestabilan.

Avgas yang diproduksi dari kilang tidak semuanya langsung digunakan,

terkadang harus disimpan terlebih dahulu dalam waktu yang relatif lama. Hal ini

memungkinkan terjadinya reaksi oksidasi atau polimerisasi dari senyawa-

senyawa yang stabil dalam bahan bakar, dan membentuk gum.

95

Gum yang terbentuk dapat mengakibatkan terjadinya deposit yang mengendap

dan lengket, terutama pada sistem fuel filter yang mengakibatkan kebuntuan

pada saluran masuk bahan bakar, katup dan pada karburator /spuyer.

Sifat Kestabilan dalam penyimpanan ditunjukkan dengan pengujian :

- Existent Gum, ASTM D 381 / IP 131,

Existent Gum maksimum 3 mg/100 ml Avgas, artinya Avgas harus tahan di

simpan dalam jangka waktu lama pada kondisi cuaca yang berubah-ubah.

Bagian terbesar dari gum adalah senyawaan Pb dari penguraian TEL.

Terbentuknya gum dapat dipercepat jika Avgas mengandung logam besi dan

tembaga

- Oxidation Stability, ASTM D 873 / IP138.

Sifat stabilitas oksidasi ditunjukkan Potential Gum maksimum 6 mg/100 ml

Avgas dan Gum precipitate adalah maksimum 2 mg/100 ml Avgas, artinya

kemungkinan untuk terjadinya pembentukan gum selama penyimpanan atau

penimbunan.

e. Sifat Kemudahan Berkarat.

Sifat kemudahan berkarat / korosivitas dapat mempercepat kerusakan mesin,

senyawa belerang akan mengakibatkan korosi terhadap beberapa logam dalam

sistem mesin.

Sifat korosivitas ditunjukkan dengan pengujian :

- Copper Strip Corrosion, ASTM D 130 / IP 154.

Spesifikasi Copper Strip Corrosion maksimum No.1, artinya tidak akan

menimbulkan korosif pada peralatan dan mesin, sehingga usia mesin (life

time) dapat tercapai maksimum sesuai dengan desainnya.

- Total Sulfur, ASTM D 1266 / ASTM D 4294 / IP 119.

Spesifikasi Total Sulfur maksimum 0,05 %wt, artinya Avgas tersebut aman

untuk digunakan dalam mesin pesawat dan tidak akan menimbulkan

pencemaran.

f. Sifat lainnya

Sifat lain dari Avgas adalah beberapa persyaratan yang juga harus dipenuhi,

meskipun tidak mempunyai dampak langsung terhadap kinerja mesin, antara-

lain :

96

- Freezing Point, ASTM D 2386 / IP 16,

Freezing point tercapai di mana partikel-partikel hidrokarbon padat mulai

timbul karena suhu rendah, biasanya didahului dengan pengabutan yang

disebabkan adanya partikel air.

- Density, ASTM D 1298 / ASTM D 4294 / IP 160 :

Density diperlukan untuk mengontrol berat dengan volume tanki bahan

bakar, dan jika dihubungkan dengan panas pembakaran dapat menghitung

jarak terbang.

- Water Reaction, ASTM D 1094 / IP 289 :

Untuk mengetahui adanya sifat komponen yang dapat bercampur dengan air.

3.12 BIO FUEL

97

Bio Fuel atau Bahan Bakar Nabati adalah suatu bahan bakar yang proses pembuatannya

bukan berasal dari minyak bumi, tetapi dari hasil pertanian atau peternakan.

Yang termasuk katagori Bio Fuel adalah :

Jenis Penggunaan Bahan baku

1. Biodiesel Solar minyak nabati (kelapa sawit, jarak pagar)

2. Bioetanol Bensin tebu, singkong, sagu, sorgum

3. Bio oil minyak tanah minyak nabati

minyak bakar bio mass dengan proses pirolisa

4. Biogas minyak tanah limbah cair dan limbah kotoran ternak

3.12.1. Spesifikasi Bio Fuel

a. Biodiesel dirumuskan dalam SNI 04-7182-2006

- Merupakan standar dari syarat mutu biodiesel

- Digunakan sebagai acuan untuk biodiesel 100%

- Syarat mutu biodiesel berlaku untuk semua jenis bahan baku; tidak tergantung

pada bahan baku biodiesel

- Setelah dicampur dengan solar, spesifikasi/ syarat mutu mengikuti ketentuan

spesifikasi BBM jenis Solar.

b. RSNI Bioethanol masih proses penyusunan / rancangan SNI

c. Standar biooil sudah mulai dilakukan pengkajian

d. Kandungan biodiesel yang boleh dicampur ke dalam solar maksimum 10 % volume.

Pertamina Biosolar

Pertamina Biosolar merupakan inovasi produk bahan bakar Pertamina terbaru, yang

merupakan konstribusi positif dalam rangka mengurangi konsumsi bahan bakar solar

yang disubsidi, serta mengurangi pencemaran udara.

Komposisi Pertamina Biosolar adalah 5 % Fatty Acid Methyl Ester dan 95 % Solar.

Spesifikasi Pertamina Biosolar mengacu pada spesifikasi Solar yang diterbitkan oleh

Dirjen Migas mengeluarkan Surat Keputusan No. 3675 K/24/DJM/2006 tanggal 17

Maret 2006, yang kemudian implentasikan oleh Pertamina dan memberikan nilai lebih

pada Cetane numbernya.

Syarat Mutu Biodiesel

98

No.   Parameter         Min Maks Metoda uji

1 Massa jenis pada 40°C kg/m3 850 890 D 1298

2 Viscositas Kinematik pada 40°C cSt 2,3 6,0 D 445

3 Angka Setana 51 - D 613

4 Titik Nyala °C 100 - D 93

5 Titik Kabut °C - 18 D 2500

6 Korosi lempeng tembaga No. 3 D 130

7 Residu Karbon : contoh asli % massa 0,05 D 4530

Res. 10 % % massa - 0,30

8 Air & Sedimen % vol 0,05 *) D 2709 / 1796

9 Temp. Distilasi : 90 % Rec °C 360 D 86

10 Abu tersulfatkan % massa 0,02 D 874

11 Belerang mg / kg - 100 D 5453 / 1266

12 Fosfor mg / kg - 10 AOCS Ca 12-55

13 Angka Asam mg KOH/g 0,80 D 664 / AOCS Cd 3d-63

14 Gliserol Bebas % massa 0,02 D 6584 / AOCS Ca 14-56

15 Glycerol Total % massa 0,24 D 6584 / AOCS Ca 14-56

16 Ester Alkil % massa 96,5 Calc

17 Iodium g I2 / 100mg

115 AOCS Cd 1-25

18 Uji Halphen Negatif AOCS Cd 1-25

Note : Standar spesifikasi Biodiesel mengikuti SNI 04-7182-2006, sesuai dengan Keputusan Ketua BSN No. 73/KEP/BSN/2/2006 tanggal 22 Februari 2006.

*) Dapat diuji terpisah dengan ketentuan kandungan Sediment maksimum 0.01 % vol

Calc. Kadar Ester, % massa = 100 ( As - Aa - 4,57 Gt ) / AsAs = angka penyabunan yg ditentukan dengan metoda AOCS Cd 3-25, mg KOH/g

biodieselAa = angka asam yg ditentukan dengan metoda AOCS Cd 3-63 atau ASTM D 664,

mg KOH/g biodieselGt = kadar glycerol total dalam Biodiesel yang ditentukan dengan metoda AOCS

Ca14-56, % massa

3.13 SOLVENT

99

Solvent adalah suatu fraksi minyak bumi yang doperoleh dari unit pengolahan yang

dipergunakan sebagai pelarut untuk keperluan industri tertentu, seperti industri cat,

kosmetik, pabrik ban dan lain-lainnya.

Beberapa sifat / properties analisis pada solvent antara lain :

- Sifat Penguapan / distilasi - Sifat pengkaratan / copper corrosion

- Refractive Index - Aniline Point / Kandungan Aromat

- Flash Point - Color dan odor

- Drying time - Specific gravity

Di lingkungan PT. Pertamina, produk solvent dikelompokkan sebagai berikut :

1. Kelompok Special Boiling Point

2. Kelompok White Spirit

3. Kelompok Minasol

4. Kelompok Pertasol

5. Kelompok Khusus

3.13.1 Kelompok Special Boiling Point (SBP)

Ada 2 (dua) jenis yang diproduksi PT. Pertamina, yaitu :

1. SBP-1 disebut juga Solvena yang dihasilkan dari UP-I Pangkalan Brandan

2. SBP-2 disebut juga SBPX yang dihasilkan dari UP-III Plaju

Aplikasi : Merupakan cairan hidrokarbon yang jernih, stabil dan tidak korosif.

Penggunaan :

- Pelarut cat dan varnish

- Pelarut untuk pewarna tinta cetak

- Sebagai komponen dalam preparasi larutan untuk ban, karet dan perekat

- Sebagai pelarut dalam industri farmasi, kosmetik dan lain-lain

3.13.2 Kelompok White Spirit

Ada 4 (empat) jenis yang diproduksi PT. Pertamina, yaitu :

1. LAWS-1 disebut juga Ligasol yang dihasilkan dari UP-I Pangkalan Brandan

2. LAWS-2 disebut juga LAWS saja, yang dihasilkan dari UP-III Plaju

3. LAWS-3 disebut juga Pertasol CB yang dihasilkan dari Cepu

4. LAWS-4 disebut juga Pertasol CC yang dihasilkan dari Cepu

Aplikasi :

100

Merupakan cairan hidrokarbon yang jernih, stabil dan tidak korosif.

Penggunaan :

- Pelarut cat dan varnish

- Pelarut untuk pewarna tinta

- Sebagai komponen dalam preparasi industri kayu mebel, sepatu dan pemoles lantai

- Sebagai pelarut dalam industri kimia

- Sebagai pelarut untuk industri insektisida, pestisida dan lain-lain

3.13.3 Kelompok Minasol

Ada 3 (tiga) jenis yang diproduksi PT. Pertamina, yaitu :

1. Minasol-1 disebut juga Bransol yang dihasilkan dari UP-I Pangkalan Brandan

2. Minasol-2 disebut juga Musisol yang dihasilkan dari UP-III Plaju

3. Minasol-3 disebut juga Minasol yang dihasilkan dari UP-VI Mundu

Aplikasi :

Merupakan cairan hidrokarbon yang jernih, stabil dan tidak korosif.

Penggunaan :

- Pelarut cat dan varnish

- Pelarut untuk pewarna tinta

- Sebagai komponen dalam preparasi industri kayu mebel, sepatu dan pemoles lantai

- Sebagai pelarut dalam industri kimia

- untuk industrial cleaning dan lain-lain

3.13.4 Kelompok Pertasol

Ada 2 (dua) jenis yang diproduksi PT. Pertamina, yaitu :

1. Pertasol-1 disebut juga Plasol yang dihasilkan dari UP- III Plaju

2. Pertasol-2 disebut juga Pertasol CA yang dihasilkan dari UP Cepu

Aplikasi :

Merupakan cairan hidrokarbon yang jernih, stabil dan tidak korosif.

Penggunaan :

- Pelarut cat dan varnish

- Pelarut untuk pewarna tinta cetak

- Sebagai komponen dalam preparasi industri kayu mebel, sepatu dan pemoles lantai

- Sebagai pelarut dalam industri kimia

101

- untuk industrial cleaning dan lain-lain

3.13.5 Kelompok Khusus

Ada 5 (lima) jenis yang diproduksi PT. Pertamina UP IV Cilacap, yaitu :

1. Heavy Aromate :

Penggunaan :

- untuk tinta cetak

- sebagai pelarut dalam industri kimia

- industrial cleaning

2. Minarex-B

Penggunaan :

- Sebagai processing oil untuk industriikaret dan ban

- sebagai secondary plasticizer pada industri PVC

3. Minarex-H

Penggunaan :

- Sebagai processing oil untuk industriikaret dan ban

- sebagai secondary plasticizer pada industri PVC

4. Minarex-A :

Penggunaan :

- Sebagai processing oil untuk industriikaret dan ban

- sebagai secondary plasticizer pada industri PVC

5. Solvar-T

Penggunaan :

- Sebagai thinner cat dan coating

- sebagai pembersih logam

SBP CHARACTERISTIC TYPICAL PROPERTIES

102

PRODUK SBP-1 SBP-2 METODEASTMNo.   Properties       Min Max Min Max

1 Specific Gravity 60/60 °F 0.678 0.700 - 0.700 D 12982 Distillation : D 86 - IBP °C 34 - 45 - - End Point °C - 140 - 115 3 Color Saybolt +25 - +25 - D 1564 Copperstrip corrosion ASTM No.1 ASTM No.1 D 1305 Doctor Test Negative Negative D 4952

PERTASOL CHARACTERISTIC TYPICAL PROPERTIES

PRODUK PERTASOL-1 PERTASOL-2 METODE

No.   Properties       Min Max Min Max ASTM

1 Specific Gravity 60/60 °F 0.736 0.743 0.720 0.735 D 12982 Distillation : D 86 IBP °C 51 - 45 - End Point °C - 162 - 140 3 Color Saybolt +28 - +25 - D 1564 Copperstrip corrosion ASTM No.1 ASTM No.1 D 1305 Doctor Test Negative Negative D 4952

MINASOL CHARACTERISTIC TYPICAL PROPERTIES

PRODUK MINASOL-1 MINASOL-2 MINASOL-3 METODE

No.   Properties       Min Max Min Max Min Max ASTM

1 Specific Gravity 60/60 °F 0.650 0.700 0.689 0.691 0.670 0.705 D 1298

2 Distillation : D 86

IBP °C 34 36 40 - 35

End Point °C - 150 - 115 - 145

3 Color Saybolt +30 - 28 - +25 - D 156

4 Copperstrip corr. ASTM No.1 ASTM No.1 ASTM No.1 D 130

5 Doctor Test Negative Negative Negative D 4952

LAWS CHARACTERISTIC TYPICAL PROPERTIES

103

PRODUK LAWS-1 LAWS-2 METODE

No.   Properties       Min Max Min Max ASTM

1 Specific Gravity 60/60 °F 0.780 0.795 0.770 0.810 D 1298

2 Distillation : D 86

IBP °C 137 - 143 -

End Point °C - 225 - 200

3 Color Saybolt +24 - +25 - D 156

4 Copperstrip corrosion ASTM No.1 ASTM No.1 D 130

5 Doctor Test Negative Negative D 4952

6 Aromatic Content - 15 30 D 1319

7 Flash Point 32 - 32 - IP 170

LAWS CHARACTERISTIC TYPICAL PROPERTIES, lanjutan

PRODUK LAWS-3 LAWS-4 METODE

No.   Properties       Min Max Min Max ASTM

1 Specific Gravity 60/60 °F 0.768 0.777 0.782 0.796 D 1298

2 Distillation : D 86

IBP °C 104 - 124 -

End Point °C - 185 - 245

3 Color Saybolt +18 - +18 - D 156

4 Copperstrip corrosion ASTM No.1 ASTM No.1 D 130

5 Doctor Test Negative Negative D 4952

6 Aromatic Content 30 30 D 1319

7 Flash Point - - IP 170

3.14 M.PELUMAS

3.14.1 Pendahuluan

104

Minyak pelumas atau dalam bahasa sehari-hari disebut “oli” adalah suatu produk yang

banyak dipergunakan dalam otomotif dan industri.

Pelumas adalah bahan penting untuk kendaraan bermotor. Memilih dan menggunakan

pelumas yang baik dan benar merupakan langkah yang tepat untuk merawat mesin dan

peralatan agar tidak cepat rusak dan mencegah pemborosan.

Banyaknya pilihan dari jenis dan merk minyak pelumas yang ada di pasaran saat ini,

seperti : Mesran, Mediteran, Fastron, Enduro, Enviro, Shell Helix, Top One dan lain-

lainnya tidak semestinya membuat bingung, yang penting klasifikasi atau spesifikasinya

sesuai dengan kebutuhan.

Ada beberapa jenis minyak pelumas sesuai penggunaannya, yaitu :

a. pelumas untuk mesin (crankcase oil)

b. pelumas transmisi (gear) dan gemuk

3.14.2 Sistem pelumasan

Sistim pelumasan ada 3 macam :

• Pelumasan Hidrodinamika

• Pelumasan Lapisan Selaput

• Pelumasan Batas

Pelumasan Hidrodinamika

- Sistem pelumasan dimana logam-logam yang dilumasi dipisahkan secara utuh oleh

cairan pelumas.

- Pelumas dapat mengalir secara laminair diantara dua logam yang dilumasi, terjadi

pada kondisi kerja dengan beban rendah dan kecepatan tinggi.

- Contoh : journal bearing

Pelumasan Lapisan Selaput

- Aliran laminair pelumas terganggu tetapi masih dapat mengalir. Didaerah tertentu

terjadi kontak antara dua permukaan logam yang dilumasi, terjadi pada kondisi kerja

dengan beban berat dan kecepatan rendah.

- Contoh : piston ring dari mesin kendaraan

Pelumasan Batas

- Permukaan logam satu dengan yang lain saling bersentuhan tetapi tidak

mengakibatkan keausan pada kedua permukaan yang dilumasi dengan membuat

105

sentuhan antara kedua permukaan logam sebagai tumbukan lenting sempurna,

terjadi pada kondisi kerja dengan beban sangat berat dan kecepatan sangat rendah.

- Contoh : pelumasan roda gigi gardan kendaraan

3.14.3 Fungsi minyak Pelumas

Fungsi dari minyak pelumas adalah :

- untuk pelumasan yaitu : mencegah kontak langsung antara metal ke metal dan

mengurangi pergesekan antara permukaan metal

- sebagai pendingin : menurunkan temperatur, mengurangi panas

- pelindung dari karat : mengurangi korosi

- pembersih : mencegah timbulnya deposit, mensuspensi kotoran (kontaminan)

- penutup celah pada dinding mesin

3.14.4 Sifat minyak Pelumas

Beberapa sifat penting yang diperlukan untuk mencapai unjuk kerja minyak pelumas

adalah :

a. Volatilitas rendah pada suhu operasi. Sifat ini secara esensial melekat dalam base oil

untuk mencapai unjuk kerja tertentu dan tidak dapat diperbaiki dengan penggunaan

aditif.

b. Sifat alir yang memuaskan dalam kisaran penggunaan, biasanya dapat diperbaiki

dengan penambahan aditif depresan titik tuang dan pemodifikasi viskositas.

c. Stabilitas yang unggul atau kemampuan untuk menahan sifat yang diinginkan dalam

jangka pemakaian yang layak. Sifat ini dapat diperbaiki dengan aditif anti oksidan,

anti korosi dan lain-lainnya.

d. Kompabilitas dengan bahan lain di dalam sistem, seperti pengaruh terhadap seal,

bearing, plat kopling dan lain-lainnya.

3.14.5 Klasifikasi minyak Pelumas Mesin

Ada beberapa hal yang bisa dipakai sebagai acuan, yaitu karakter kendaraan (spesifikasi

mesin) dan kondisi lingkungan (suhu dan kelembaban) setempat.

- Tingkat kekentalan oli yang juga disebut “Viscosity grade” adalah ukuran

kekentalan dan kemampuan pelumas untuk mengalir pada suhu tertentu, menjadi

priorotas terpenting dalam memilih oli.

- Kode pengenal oli berupa huruf SAE (Society of Automotive Engineers).

106

- Selanjutnya angka yang mengikuti di belakangnya, menunjukkan tingkat kekentalan

oli tersebut. Semakin besar angka yang mengikuti kode oli semakin kental oli

tersebut.

Spesifikasi dan klasifikasi minyak Pelumas ditentukan berdasarkan :

• Kekentalan

• Kemampuan kerja API Service

a. Klasifikasi berdasarkan kekentalan menurut SAE , nilai Viscositas (cst ) pada 100

°C, ASTM D 445 .

SAE Minimum Maximum

0 W 3,8 -

5 W 3,8 -

10 W 4,1 -

15 W 5,6 -

20 W 5,6 -

25 W 9,3 -

20 5,6 9,3

30 9,3 12,5

40 12,5 16,3

50 16,3 21,9

60 21,9 26,1

Dari SAE-nya dibedakan menjadi :

• SAE monograde ( m. Pelumas berderajat tunggal )

• SAE multigrade ( m. Pelumas berderajat ganda )

SAE Monograde :

Pelumas yang mempunyai sifat memenuhi salah satu jangkauan viscositas

berdasarkan klasifikasi SAE, pada nomornya tidak diikuti W, misal : SAE 20,

dipakai pada daerah beriklim tropis. Sedang yang nomor SAE-nya diikuti W, misal :

SAE 5W, dipakai pada daerah beriklim dingin.

SAE Multigrade :

107

Pelumas yang mempunyai sifat memenuhi beberapa jangkauan viscositas

berdasarkan klasifikasi SAE, yaitu : pada temperatur tinggi mempunyai viscositas

tinggi, pada temperatur rendah tetap mempunyai kemampuan alir.

Sedangkan huruf “W” yang terdapat di belakang angka awal, merupakan singkatan

winter. Misalnya : Mesran Super SAE 20W-50 API SG, berarti oli tersebut memiliki

kekentalan SAE 20 untuk kondisi suhu dingin dan SAE 50 pada kondisi suhu panas.

Dengan kondisi seperti ini, oli akan memberikan perlindungan optimal saat mesin

start pada kondisi ekstrim sekalipun. Sementara pada kondisi normal, idealnya oli

ini akan bekeja pada kisaran angka kekentalan 40 menurut standar SAE.

Jadi minyak pelumas ini mempunyai VI (Viscosity Index) yang tinggi.

b. Klasifikasi berdasarkan kemampuan kerja API Service, :

• Untuk Mesin Bensin

• Untuk Mesin Diesel

Klasifikasi untuk Mesin Bensin:

Kinerja minyak lumas mesin bensin oleh API (American Petroleum Institute)

ditunjukkan dengan huruf awal S (Service station/Spark ignition Engine) yang

diikuti dengan huruf alphabet, seperti : SA, SB, SC, SD, SE, SF, SG, SH, SJ dan SL.

Klasifikasi ini berhubungan dengan teknologi dari tahun produksi mesin/kendaraan,

misalnya :

- seri SE dipakai untuk mesin tahun 1972 - 1980

- seri SF/SG/SH untuk mesin tahun 1980 – 1996

- seri SJ untuk tahun mesin 1996 – 2001

- seri SL untuk tahun 2001 dan seterusnya.

Klasifikasi untuk Mesin Diesel :

Kinerja minyak lumas mesin diesel oleh API ditunjukkan dengan huruf awal C

(Commercial) yang diikuti dengan huruf alphabet, seperti : CA, CB, CC, CD, CE,

CF, CF-2, CF-4, CG-4, CH-4 dan CI-4.

Untuk melindungi kepentingan konsumen atas mutu minyak pelumas diatur dengan SK

Keputusaqn Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 1693.K/34/MEM/2001

tanggal 21 Juni 2001, bahwa pelumas yang dipasarkan harus memiliki dan

mencantumkan Nomor Pelumas Terdaftar (NPT), dengan identifikasi dengan 12 digit

huruf atau angka. Pelumas yang memiliki NPT adalah pelumas yang telah memenuhi

108

persyaratan administratif dan teknis, serta lulus uji laboratorium terakreditasi yang

ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Migas. Contohnya :

a. Mesran Super 20W-50 :

- API Service SG/CD, JASO MA

- NPT 9910 1111 4928

b. Mesran XP 20W-50 :

- API Service SJ/CF, ACEA A-2 / B-2 dan D.Chrysler MB 226.1

- NPT 9910 1111 9831

c. Fastron Semi Sintetis 20W-50 :

- API Service SJ (Bensin) / CF (Diesel), ACEA A-2, VW 501.01

- NPT 9910 1111 4926

d. Mediteran SX 15W-40 :

- API Service CH4/SJ, D.Chrysler MB 228.1/229.1, Volvo VDS-2, ACEA E-3

- NPT AB14E4043101

3.14.6 Pelumas Gear

Fungsi utama pelumas gear adalah sama dengan semua pelumas. Namun tekanan

tertentu diberikan pada pengurangan friksi dan pendingin.

Pelumas gear dipakai untuk untuk transmisi manual /gardan penggerak roda belakang,

untuk kendaraan penumpang, truk dan bus.

Spesifikasi pelumas gear harus memenuhi persyaratan API dan grade viscositas SAE,

misalnya API GL-5, API MT-1, API PG-2.

Klasifikasi berdasarkan kekentalan menurut SAE , nilai Viscositas (cst ) pada 100 °C,

ASTM D 445 .

SAE Minimum Maximum

75 W 4,1 -

80 W 7,0 -

85 W 11,0 -

90 13,0 24,0

140 24,0 41,0

250 41,0 -

3.14.7 Pelumas Transmisi Otomatis

Fungsi utama fluida transmisi otomatis (Automaic Transmission Fluid, ATF) adalah :

109

- transmisi tenaga dalam fluida, pengubah tenaga putaran

- media pengendali hidraulik

- media pemindah panas

- melumasi bagian transmisi seperti kopling, gear, bearing dan seal

- modifikasi friksi

3.14.8 Jenis minyak minyak pelumas berdasarkan bahan baku

Jenis pelumas berdasarkan bahan baku :

• Pelumas mineral, bahan dasarnya minyak bumi

• Pelumas sintetis, bahan dasarnya gas bumi yang diolah melalui proses sintesa,

seperti : Polyglycol, polyester dll.

• Pelumas yang dibuat dari tumbuh-tumbuhan (Vegetable oil), contoh : minyak bunga

matahari, minyak zaitun.

Dalam memilih minyak pelumas yang harus diperhatikan adalah peruntukannya, apakah

untuk mesin bensin atau mesin diesel, 2 tak atau 4 tak, peralatan industri dan

sebagainya.

Untuk memilih kualitas minyak yang cocok, dapat mengacu pada lembaga independen

industri internasional seperti :

- API Service (American Petroleum Institute)

- JASO (Japan Automotive Standard Association)

- ACEA (Association Des Constructeurs Europeens d’Automobiles)

- DIN (Deutche Industrie Norm).

Pelumas / Oli sintetis

Semua pelumas, baik mineral maupun sintetis sama-sama ada standar API-nya.

Oli mineral biasanya dibuat dari hasil penyulingan minyak, seperti di UP-IV Cilacap.

Sedangkan oli sintetis dari campuran bahan kimia, biasanya dengan bahan dasar

senyawa PAO (Poly Alpha Olefin).

Oli sintetis disarankan untuk mesin-mesin dengan teknologi terbaru (seperti turbo,

supercharger, dohc, vvti, dan lain-lainnya) yang membutuhkan pelumasan yang lebih

baik (racing), di mana ada bagian celah antar part-logam lebih kecil/sempit/presisi yang

hanya oli sintetis yang bisa melapisi (lapisan film tipis) dan mengalir sempurna.

Oli sintetis tidak disarankan untuk mesin yang berteknologi lama, di mana celah antar

part biasanya besar/renggang, sehingga bila menggunakan oli sintetis biasanya menjadi

110

lebih boros, karena oli ikut masuk ke ruang pembakaran, ikut terbakar dan knalpot

berasap (pembakaran tidak sempurna).

Beberapa keunggulan oli sintetis dibandingkan oli mineral :

- lebih stabil pada temperatur tinggi

- mencegah terjadinya endapan karbon pada mesin

- sirkulasi lebih lancar pada waktu start pagi hari atau cuaca dingin

- melumasi dan melapisi metal lebih baik dan mencegah terjadi gesekan antar logam

yanga berakibat kerusakan mesin

- tahan terhadap perubahan/oksidasi sehingga lebih tahan lama dan efesien

- mengurangi terjadinya gesekan, meningkatkan tenaga dan mesin lebih dingin

3.14.9 Proses pembuatan minyak Pelumas (mineral)

Proses pembuatan minyak pelumas

- Distilasi atmosfir

- Distilasi hampa

- Deasphalting

- Solvent extraction

- Dewaxing

- Blending dan Packaging

a. Distilasi atmosfir

Proses pemisahan minyak bumi menjadi fraksi2-nya (gas, nafta, kerosine, solar dan

long residu) berdasar titik didih pada kondisi atmosfir, suhu 350 °C.

b. Distilasi hampa

Long residu akan dipisahkan menjadi distilat2-nya (SPO, LMO, MMO dan SR atau

BO) pada kondisi vakum (25-40 mmHg), suhu 400 °C

c. Deasphalting ( Propane Deasphalting Unit )

Short residu akan dipisahkan dari kandungan asphaltnya dengan cara ekstraksi

menggunakan pelarut propana. Komponen asphalt tidak larut, sedangkan minyak larut

dalam propana. Berdasarkan perbedaan berat jenisnya maka asphalt dan minyak dapat

dipisahkan, untuk mengambil propana dari minyak dengan penguapan.

Komponen minyak yang sudah bebas dari propana disebut : DAO ( Deasphalted Oil )

akan diproses lebih lanjut menjadi bahan dasar pelumas.

111

d. Solvent extraction ( Furfural Extraction Unit )

SPO, LMO, MMO dari distilasi vakum dan DAO dari Deasphalting dipisahkan dari

kandungan senyawa aromat (viskositas index rendah) secara ekstraksi menggunakan

pelarut furfural. Aromat larut dalam furfural (sebagai ekstrak) akan dibuang, dan yang

tidak larut sebagai rafinat diproses lebih lanjut. Tujuan dari proses ini selain menaikkan

VI juga mutu dan kestabilan terhadap oksidasi sekaligus mengurangi pembentukan

lumpur (sludge), deposit karbon dan varnish.

e. Dewaxing

Rafinat dari proses solvent extraction dipisahkan dari kandungan parafin wax yang

tinggi dengan proses kristalisasi dalam pelarut MEK (Methyl Ethyl Keton) pada suhu 0

sampai -20°C. Parafin mengkristal dan dipisahkan dengan disaring dengan filter.

Filtrat yang diperoleh adalah base oil dengan klasifikasi HVI 60, HVI 95, HVI160 dan

HVI 650

f. Blending dan Packaging

Pencampuran base oil dengan aditif supaya diperoleh mutu baik dan sesuai kebutuhan

mesin. Supaya mutu tetap terjamin dalam pemasaran harus dikemas dengan tempat

yang memenuhi syarat.

3.14.10 Jenis dan sifat base oil

Jenis dan sifat base oil :

a. Parafinik :

- Viskositas index tinggi

- Stabil terhadap panas dan oksidasi

- Sifat alir pada temperatur rendah tidak baik

b. Naftenik :

- Viskositas index rendah

- Kurang stabil

- Sifat lumas pada kondisi boundary baik

- Sifat alir pada temperatur rendah baik

- Sifat pelarutan baik

c. Aromatik :

- Sifat melarutkan dan pelumasan pada daerah boundary baik

112

- Kestabilan viskositas rendah

- Mudah teroksidasi dan membentuk asam dan lumpur

Klasifikasi Base Oil, berdasarkan indeks viskositas (viscisity index, VI) yaitu :

• High Viscosity Index ( HVI ), nilai VI > 85

• Medium Viscosity Index ( MVI ) , nilai VI 70 - 85

• Low Viscosity Index ( LVI ), nilai VI < 70

Pelumas mesin bermutu baik dibuat dari base oil + aditif dalam jumlah yang optimal

sesuai dengan formula yang telah teruji pada mesin-2 penguji kinerja pelumas, sehingga

dalam penggunaannya tidak perlu ditambah aditif lagi.

3.14.11 Aditif minyak pelumas

Aditif yang digunakan pelumas mesin

a. Anti Oxidant : Memperlambat terjadinya oksidasi pada molekul pelumas.

b. Detergent : Menjaga permukaan metal bebas dari kotoran.

c. Dispersant : Mengendalikan kotoran/kontaminan agar terdispersi secara

merata dalam pelumas.

d. Anti Corrosion : Mencegah terjadinya korosi pada bagian metal yang

berhubungan dengan pelumas.

e. Anti Wear : Mencegah gesekan & keausan bagian mesin yang dalam kondisi

“ boundary lubrication “ ( lap. minyak tipis ).

f. Pour Point depressant : Menekan titik beku pelumas agar mudah mengalir pada suhu

rendah.

g. Friction Modifier : Meningkatkan tingkat kelicinan dari film pelumas.

h. Anti Foam : Mencegah pembentukan busa yang stabil.

i. Metal Deactivator : Mengurangi efek “ katalis “ dan partikel keausan mesin dalam

mencegah akselerasi proses oksidasi pelumas.

3.14.12 Sifat minyak pelumas

Beberapa sifat minyak pelumas adalah :

- Viskositas - Viskosity Index

- Pour point - Oxidation Stability

113

- Total Base Number - Warna

- Flash point dan Volatility - Anti karat

- Demulsibility - Copper Strip Corrosion

Viskositas, ASTM D 445

Merupakan ukuran besarnya tahanan yang diberikan minyak pelumas saat mengalir.

Makin besar kekentalan maka makin besar pula tahanan untuk mengalir. Viskositas

mempengaruhi fluid film diantara permukaan bearing, bearing friction dan heat

generation.

Viskosity Index, ASTM D 2270

Merupakan ukuran kestabilan viskositas karena perubahan temperatur. Minyak pelumas

dengan Viskositas Index tinggi, berarti sedikit mengalami perubahan viskositas dengan

adanya perubahan temperatur.

Pour point, ASTM D 97

Merupakan sifat kritis, sebab minyak pelumas harus tetap encer dan dapat memenuhi

fungsinya pada suhu rendah selama suhu operasi maupun suhu lingkungan. Sehingga

pour point pelumas harus lebih rendah dari suhu tersebut agar tetap dapat mengalir.

Oxidation Stability, ASTM D 315

- Kemampuan minyak pelumas menghadapi oksidasi pada waktu pemakaian.

- Oksidasi akan menyebabkan minyak pelumas semakin kental, terbentuk emulsi,

sludge maupun endapan lainnya.

- Untuk mengetahui daya tahan minyak pelumas terhadap oksidasi, yaitu : pada suhu

± 200 – 400 °F selama waktu tertentu minyak pelumas berhubungan dengan udara

atau oksigen, kemudian diukur jumlah sludge, emulsi yang terbentuk dan kenaikan

viskositasnya.

Total Base Number, ASTM D 2896

Menyatakan kemampuan pelumas menetralkan asam hasil oksidasi, kemampuan

detergency dan dispersancy guna membersihkan mesin dari deposit yang terbentuk dari

hasil pembakaran bahan bakar maupun oksidasi pelumas.

114

Warna, ASTM D 1500

- Untuk mengetahui secara kasar tingkat kemurnian dalam memproses minyak

pelumas tersebut.

- Untuk memperbaiki warna pelumas, dapat dilakukan dengan proses acid treating,

clay treating maupun solvent extraction.

- Perubahan warna minyak pelumas selama pemakaian biasanya disebabkan proses

oksidasi atau proses lain akibat suhu tinggi, menyebabkan warna gelap dan hitam.

Flash point dan Volatility, ASTM D 92

Pelumas yang banyak mengandung komponen yang volatil, maka flash pointnya rendah

sehingga banyak terjadi penguapan minyak pelumas selama pemakaian. Minyak

pelumas dengan flash point diatas 410 °F dianggap cukup baik ditinjau dari konsumsi

pelumas dan volatility selama pemakaian.

Anti karat, ASTM D 665

Sifat ini penting jika pelumas terkontaminasi air dalam sistem peralatan. Partikel karat

dalam pelumas berfungsi sebagai katalis untuk mempercepat oksidasi pelumas, bersama

kontaminan lain karat dapat menyumbat filter.

Demulsibility, ASTM D 1401

Sifat kemudahan untuk terpisah dari air

Copper Strip Corrosion, ASTM D 130

Untuk mengevaluasi pengaruh korosi pelumas terhadap tembaga karena umumnya

mesin atau peralatan mengandung bagian metal tembaga.

3.14.13 Oksidasi dan penggantian Pelumas

a. Oksidasi

Oksidasi merupakan faktor utama yang membatasi umur pemakaian pelumas

Faktor yang mempengaruhi Oksidasi :

- Temperatur

- Masa pemakaian

- Adanya katalis

- Komposisi pelumas

- Kontaminasi

115

Oksidasi menghasilkan :

• Asam → korosi, bila ketahanan aditif sudah habis

• Lumpur Oksidasi → naiknya viscositas turunnya V.I.

• Laquer → menghalangi pendinginan mesin

b. Kapan Pelumas mesin harus diganti :

- Bila mengandung emulsi air lebih besar 0,2 % volume, akan merusak lapisan

pelumas dan mengakibatkan keausan mesin.

- Bila telah teroksidasi lebih besar 0,5 % Wt, hasil oksidasi berupa jelaga dan

lumpur akan menyumbat saluran pelumas.

- Bila viskositas telah meningkat atau menurun ± 25 %

- Bila total base number telah menurun ( min. 0,5 mg KOH/gr )

- Bila debu, partikel keausan mesin & produk oksidasi (pentane insolubles max. 3 % Wt )

- Fuel dilution 5 – 10 % volume

3.14.14 Spesifikasi Minyak Pelumas

Dalam rangka memenuhi tuntutan dan perkembangan teknologi permesinan dan

peralatan, serta memberikan perlindungan konsumen terhadap pemakaian pelumas,

perlu adanya penyesuaian dan penyempurnaan mutu pelumas yang beredar di dalam

negeri.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, untuk pengaturanmutu pelumas diatur dengan

suatu Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi No. 85 K/34/DDJM/1998

tanggal 24 Agustus 1998 : Tentang Mutu dan Pengujian Minyak Pelumas yang beredar

di Dalam Negeri.

Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan :

a. Mutu Pelumas, adalah kualitas pelumas yang dinyatakan dalam Spesifikasi Unjuk

Kerja dan Spesifikasi Fisika Kimia;

b. Spesifikasi Unjuk Kerja Pelumas, adalah batasan tingkat Mutu Pelumas yang

ditetapkan oleh lembaga berwenang, seperti American Petroleum Institute (API)

atau lembaga lain yang diakui secara internasional;

c. Spesifikasi Fisika-Kimia Pelumas, adalah batasan nilai kharakteristik fisika-kimia

termasuk kekentalan (viskositas) pelumas;

116

d. Klasifikasi kekentalan (viskositas) Pelumas, adalah penggolongan tingkat

kekentalan yang ditetapkan oleh lembaga berwenang, seperti Society of Automotive

Engineer (SAE) atau International Organization for Standardization (ISO);

e. Klasifikasi Penetrasi Gemuk Lumas, adalah penggolongan tingkat kekerasan gemuk

lumas yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang, seperti National Lubricating

Grease Institute (NLGI);

f. Klasifikasi Unjuk Kerja Pelumas, adalah penggolongan tingkat mutu pelumas yang

diklasifikasikan oleh lembaga yang berwenang, seperti American Petroleum

Institute atau lembaga lain yang diakui secara internasional.

Pengaturan produk pelumas dalam SK Dirjen Migas tersebut diatas adalah :

I. Persyaratan Mutu Pelumas yang boleh beredar di dalam negeri

A. Minyak lumas Motor Bensin :

1. Minyak lumas motor bensin empat langkah.

2. Minyak lumas motor bensin dua langkah :

a. Minyak lumas motor bensin dua langkah berpendingan udara

b. Minyak lumas motor bensin dua langkah berpendingin air

B. Minyak lumas Motor Diesel :

1. Minyak lumas motor diesel putaran tinggi untuk kendaraan dan industri

2. Minyak lumas motor diesel putaran menengah untuk industri dan kapal

3. Minyak lumas motor diesel putaran rendah untuk industri dan kapal

C. Minyak lumas Roda Gigi Kendaraan :

1. Minyak lumas Roda gigi kendaraan Transmisi Manual dan Gardan

2. Minyak lumas Roda gigi kendaraan Transmisi Otomatis (ATF)

D. Minyak lumas Roda Gigi Industri :

1. Minyak lumas Roda Gigi Tertutup

2. Minyak lumas Roda Gigi Terbuka

E. Minyak lumas Hidrolik

F. Minyak lumas Transformator

II. Klasifikasi Viskositas Minyak Lumas Mesin menurut SAE

III. Klasifikasi Viskositas Minyak Lumas Roda Gigi / Transmisi Manual

IV. Klasifikasi Viskositas Minyak Lumas Industri

V. Klasifikasi Penetrasi Gemuk Lumas

VI. Klasifikasi Unjuk Kerja menurut API untuk Minyak Lumas Motor Bensin

117

VII. Klasifikasi Unjuk Kerja menurut API untuk Minyak Lumas Motor Diesel

Klasifikasi Penetrasi Gemuk Lumas :

Kelas NLGI Penetrasi ASTM @ 25 °C; 0,1 mm

000 445 - 475

00 400 - 430

0 355 - 385

1 310 - 340

2 265 - 295

3 220 - 250

4 175 - 205

5 130 - 160

6 85 - 115

Beberapa contoh spesifikasi minyak pelumas terlampir.

Spesifikasi M.Lumas Motor Bensin 4 langkah

No. 

Karakteristik SatuanBatasan Metoda Uji

  Min Max ASTM

1   Viskositas Kin.@ 100 °C   cSt Sesuai SAE D 445

2   Index Viskositas 90   D 2270

118

3   Viskositas pada suhu rendah cP Sesuai SAE D 5293

4   Viskositas pada suhu tinggi cSt Sesuai SAE D 4683

5   Titik Nyala COC °C 200,0   D 92

6   Angka Basa Total mgKOH/g 5,0   D 2896

7   Kandungan Abu Sulfat % wt 0,6   D 874

8   Kandungan metal -    

    Ca, Mg % wt   *) AAS/D811

    Zn % wt   0,080 -"-

9   Tendensi/stabilitas pembusaan     D 892

    Seq.I ml   10/0  

    Seq.II ml   50/0  

    Seq.III ml   10/0  

Dasar : SK Dirjen Migas No. 85 K/34/DDJM/1998 tanggal 24 Agustus 1998, Perihal

persyaratan mutu Pelumas yang boleh beredar di dalam negeri.

Catatan : *) Sesuai dengan spesifikasi produsen.

Spesifikasi M.Lumas Motor Diesel Putaran Tinggi

Untuk Kendaraan dan Industri

No. 

Karakteristik SatuanBatasan Metoda Uji

  Min Max ASTM

1   Viskositas Kin.@ 100 °C   cSt Sesuai SAE D 445

119

2   Index Viskositas 90   D 2270

3   Viskositas pada suhu rendah cP Sesuai SAE D 5293

4   Viskositas pada suhu tinggi cSt Sesuai SAE D 4683

5   Titik Nyala COC °C 200,0   D 92

6   Angka Basa Total mgKOH/g 4,0   D 2896

7   Kandungan Abu Sulfat % wt 0,5   D 874

8   Kandungan metal -    

    Ca, Mg, Zn % wt   *) AAS/D811

9   Tendensi/stabilitas pembusaan     D 892

    Seq.I ml   50/0  

    Seq.II ml   100/0  

    Seq.III ml   50/0  

Spesifikasi M.Lumas Roda Gigi Kendaraan

Transmisi Manual dan Gardan

No. 

Karakteristik SatuanBatasan Metoda Uji

  Min Max ASTM

1 Viskositas Kin.@ 100 °C cSt Sesuai SAE D 445

120

2 Index Viskositas 90 D 2270

3 Titik Nyala COC °C 200,0 D 92

4 Kandungan metal -

S % wt *) IP 242

P % wt *) D 4047

5 Tendensi/stabilitas pembusaan D 892

Seq.I ml 20/0

Seq.II ml 50/0

Seq.III ml 20/0

Spesifikasi M.Lumas Roda Gigi Kendaraan Transmisi Otomatis

No. 

Karakteristik SatuanBatasan Metoda Uji

  Min Max ASTM

1 Viskositas Kin.@ 100 °C cSt *) D 445

2 Index Viskositas 130 D 2270

3 Titik Nyala COC °C 160 D 92

4 Tendensi/stabilitas pembusaan D 892

Seq.I ml 20/0

Seq.II ml 50/0

Seq.III ml 20/0

3.15 LPG

3.15.1 Pendahuluan

LPG adalah singkatan dari Liquified Petroleum Gas :

- merupakan bahan bakar gas yang dicairkan, mempunyai berat jenis lebih besar

daripada udara

121

- LPG dipasarkan dengan merek dagang Elpiji, dikemas dalam tabung besi baja yang

dilengkapi suatu pengatur tekanan.

- Sebagai alasan keamanan dalam pemakaiannya, diberi bau, yaitu : butyl atau etil

mercaptan.

3.15.2 Penggunaan

LPG digunakan untuk :

a. Bahan bakar :

– Sektor rumah tangga

– Sektor industri

b. Bukan sebagai bahan bakar :

Karena LPG bertekanan tinggi (LPG propana 210 psig, LPG butana 70 psig dan

LPG campuran 120 psig ), maka LPG digunakan sebagai bahan pada produk aerosol

seperti : Aerosol obat nyamuk, kosmetik dll.

3.15.3 Macam / jenis LPG

Ada 3 macam LPG :

- LPG Propana (min 95 % vol terdiri dari C3H8 )

- LPG Butana (min 97,5 % vol terdiri dari C4H10 )

- LPG Campuran ( min 97,5 % vol C3H8+C4H10)

Komposisi hidrokarbon LPG :

- N-parafin : C2, C3, n-C4 dan n-C5

- Iso parafin

- Olefin : C3 = (propilena), C4 = (butilena 1, butilena 2, butadiena 1,3, cis-butilena dan

trans- butilena). Berada dalam keadaan cair pada suhu kamar dan dibawah tekanan

tinggi.

3.15.4 Proses pembuatan LPG

Bahan dasar ( feed ) LPG

- Gas alam

- Gas hasil kilang minyak

Bila berasal dari gas alam umumnya terdiri dari : ikatan tunggal sedang bila berasal dari

gas refineri selain ikatan tunggal akan mengandung olefin.

122

Proses pembuatan LPG :

Distilasi bertekanan, dimana fraksi gas yang berasal dari gas alam atau kilang minyak

bumi yang mengandung fraksi LPG diembunkan dan dicairkan pada kondisi tertentu.

Keuntungan LPG sebagai bahan bakar :

- LPG merupakan energi yang bersih, tidak berbau dan tidak berasap

- Mengurangi pencemaran udara

- Mempunyai tekanan uap yang tinggi sehingga tidak perlu pompa dalam

mengalirkannya

- Lebih hemat dalam penggunaannya karena mudah diatur

3.15.5 Spesifikasi LPG

Spesifikasi ELPIJI CAMPURAN

No.   Properties     Min Max Method

1   Specific Gravity at 60/60 °F to be report D-1657

2   Vapour Pressure at 100 °F psig   - 120 D-1267

3   Total Sulphur grains/100 Cuft   - 15 D-1266

4   Copper Strip Corrosion, 1 hr/100 °F   ASTM No.1 D-1838

5   Weathering test at 36 °F % vol   95 - D-1837

6   Hydrocarbon Analysis (GC) :       D-2163

    C2 % vol     0.2  

    C3 + C4 % vol   97.5    

    C5 and Heavier % vol   - 2.0  

7  Ethyl or Buthyl Mercaptan added ml/1000 AG   - 50  

7   Free Water Content     No free water visual

 Dasar : SK. Dirjen Migas No. 25K/36/DDJM/1990, tanggal 14 Mei 1990, lampiran-1.

Spesifikasi LPG Propane

No.   Properties     Min Max Method

1 Specific Gravity at 60/60 °F to be report D-1657

2 Vapour Pressure at 100 °F psig - 210 D-1267

123

3 Weathering test at 36 °F % vol 95 - D-1837

4 Copper Strip Corrosion, 1 hr/100 °F ASTM No.1 D-1838

5 Total Sulphur grains/100 Cuft - 15 D-1266

6 Hydrocarbon Analysis (GC) : D-2163

C3 total % vol 95,0

C4 and Heavier % vol - 2,5

7 Ethyl or Buthyl Mercaptan added ml/1000 AG 50

Dasar : SK. Dirjen Migas No. 25K/36/DDJM/1990, tanggal 14 Mei 1990, lampiran-2.

Spesifikasi LPG Butane

No.   Properties       Min Max Method

1 Specific Gravity at 60/60 °F to be report D-1657

2 Vapour Pressure at 100 °F psig - 70 D-1267

3 Weathering test at 36 °F % vol 95 - D-1837

4 Copper Strip Corrosion, 1 hr/100 °F ASTM No.1 D-1838

5 Total Sulphur grains/100 Cuft - 15 D-1266

6 Hydrocarbon Analysis (GC) : D-2163

C4 % vol 97,5

C5 % vol - 2,5

C6 and Heavier % vol - Nil

8 Ethyl or Buthyl Mercaptan added ml/1000 AG 50

Dasar : SK. Dirjen Migas No. 25K/36/DDJM/1990, tanggal 14 Mei 1990, lampiran-3.

3.15.6 Kharakteristik LPG

Karakteristik Khusus LPG

- Sifat penguapan - Sifat pengkaratan

- Sifat kebersihan - Sifat pembakaran dan komposisi

- Spesific gravity

a. Sifat penguapan

124

Dinyatakan dengan : Tekanan uap & Volatility.

Tekanan uap → besarnya tek. uap ( psig ) pada 100 °F dgn metode ASTM D 1267

Volatility → besarnya % komponen hidrokarbon dalam elpiji yang menguap

pada 36 °F dengan metode ASTM D 1837

Elpiji memiliki batasan :

- Tekanan uap max. 120 psig

- Min 95 % volume teruapkan pada 36 °F

Tujuan pemeriksaan tekanan uap :

- Menjamin keselamatan dalam penyimpaman, penyaluran dan pengangkutan

terutama untuk daerah yang mempunyai iklim berubah-ubah.

- Untuk menentukan kondisi & design tempat penyimpanan, container

pengapalan.

Tujuan pemeriksaan volatility :

- Untuk mengetahui tingkat efisiensi pembakaran dari elpiji.

b. Sifat pengkaratan

- Kemampuan elpiji untuk menimbulkan pengkaratan pada alat yang digunakan

disebabkan sulfur.

- Sifat pengkaratan → Membandingkan warna standar ASTM dengan

metode ASTM D 1838

- Elpiji memiliki batasan : Max. No. 1 pada warna standar

c. Sifat kebersihan

Ada tidaknya senyawa impurities yang merugikan dalam penggunaan elpiji.

Sifat kebersihan :

- Kandungan sulfur dalam elpiji dengan metode ASTM D 2784

- Kadar air dalam elpiji ditetapkan secara visual

(berbentuk hidrat atau uap air dalam fasa gas)

- Senyawa sulfur yang merupakan penyebab utama korosi adalah hydrogen

sulfida, karbonil sulfida dan kadang-kadang elemen sulfur.

- Kadar sulfur LPG selalu lebih rendah dari kadar sulfur produk minyak bumi

yang lain.

- Maksimum kadar sulfur memberikan gambaran mutu LPG yang lebih lengkap.

Kandungan sulfur yang besar dapat menimbulkan :

125

- Korosi pada metal

- Pencemaran udara

- Turunnya nilai kalori

Elpiji memiliki batasan : Kandungan sulfur max. 15 grains /100 cuft

Adanya kaandungan air yang besar dapat menimbulkan :

- Turunnya nilai kalori

- Kebuntuan pada sistem penyaluran elpiji

d. Sifat pembakaran dan komposisi

- Sifat pembakaran → Nilai kalori

- Komposisi → % komp. hidrokarbon, ASTM D 2163

- Nilai kalori tergantung pada komposisi hidrokarbon.

- Dengan membatasi jumlah hidro karbon yang lebih ringa dari komponen utama

maka pengendalian tekanan uap diperbaiki, sedang pembatasan jumlah

komponen yang lebih berat memperbaiki sifat penguapan.

- Jumlah etilena dibatasi karena, untuk mencegah deposit yang terbentuk karena

polimerasi dan ketentuan yang membatasi penambahan volatitlitas. Etilena lebih

mudah menguap dibandinng dengan etana, jadi produk C2 yang semuanya

terdiri dari etilena akan mempunyai tekanan uap yang lebih tinggi dari produk

C2 yang hanya terdiri dari etana.

e. Spesific gravity

Perbandingan berat dan volume elpiji dengan perbandingan berat dan volume yang

sama dari air pada temperatur 60 °F, ditetapkan dengan metode ASTM D 1657.

Spesifik gravity tergantung pada % komponen hidrokarbon dalam elpiji

% komponen penthana yang besar → Spec. Gravity besar

Karena komposisi elpiji juga berhubungan dengan tekanan uap & volatility, maka

batasan dari sifat-sifat tersebut merupakan batasan bagi spesifik gravity.

Tujuan pemeriksaan spec.gravity :

- Perhitungan berat elpiji yang ditampung dalam tempat penimbunan, berdasarkan

volume yang telah diketahui.

- Perhitungan material balance.

126

f. Perbandingan daya pemanasan bahan bakar

Jenis bahan bakar Daya pemanasan

Listrik 860 kcal/kWh

Kayu bakar 4000 kcal/kg

Gas kota 4500 kcal/kg

Kerosine 11000 kcal/kg

LPG 11900 kcal/kg

3.16 ASPHALT

Aspal (asphalt) adalah suatu material cementious berwarna coklat gelap hingga hitam

berbentuk padat atau setengah padat dengan komponen utama bitumen, mempunyai

berat molekul tinggi dan merupakan senyawa hidrokarbon aromatic dan naftenik.

3.16.1. Jenis Asphalt

127

Berdasarkan cara terjadinya, asphalt dibedakan :

a. Asphalt alam :

Semacam bitumen yang mengandung butir-butir mineral kecil. Untuk menurunkan

viskositasnya dilakukan proses pencairan dan hasilnya dinamakan buthas-flux.

Contoh : asphlat yang terdapat di P. Buton

b. Petroleum asphalt :

Diperoleh dari proses pengolahan crude oil jenis naphtenik atau asphaltik

(aromatik).

Aspal produk kilang minyak : aspal keras dan aspal cair.

1. Aspal keras (aspal semen) :

Aspal keras adalah aspal yang dibuat di unit pengolahan minyak bumi,

mempunyai bentuk fisik sangat kental dan mendekati keras.

Ada beberapa jenis aspal keras, yang dibedakan berdasarkan nilai penetrasinya,

yaitu :

- aspal 40 Pen

- aspal 60 Pen

- aspal 80 Pen

2. Aspal cair (cutback asphalt) :

Aspal cair adalah aspal yang dibuat di unit pengolahan minyak bumi,

mempunyai bentuk fisik encer sampai sangat kental.

Ada beberapa jenis aspal cair, yang dibedakan berdasarkan nilai viskositasnya,

yaitu :

- Rapid Curing : RC-70, RC-250, RC-800

- Medium Curing : MC-70, MC-250, MC-800

- Slow Curing : SC-70, SC-250, SC-800

3. Aspal emulsi :

Terdiri dari sedikit asphalt yang tersuspensi dalam air, asphalt berada dalam

ukuran koloid.

Asphalt emulsi terdiri dari :

• 45-75 % asphalt

• 25-55 % air

• 1-10 % emulsigator ( Soap atau Clay )

Berdasarkan cepat lambatnya emulsi tersebut pecah, maka asphalt ini dibagi

menjadi :

128

- Rapid setting

- Medium setting

- Slow setting

3.16.2. Spesifikasi

Spesifikasi adalah batasan maksimum atau minimum sifat-sifat fisika dan kimia yang

disyaratkan, yang diukur dengan menggunakan metode dan peralatan baku.

Spesifikasi aspal dituangkan dalam Keputusan dari Direktorat Jendral Bina Marga

Direktur Lembaga Masalah Jalan No. KPTS/II/3/1973 tanggal 10 April 1973, sesuai

dengan ASTM D946 Specification for Penetration Grade Asphalt Cement for Use in

Pavement Construction dan ASTM D2026, D2027, D2028 Specification for Cutback

Asphalt (Slow, Medium, Rapid-Curing Type).

Aspal yang diproduksi Unit Kilang harus memenuhi spesifikasi yang berlaku.

3.16.3. Sifat Aspal

Sifat atau kharakteristik aspal dianalisa di laboratorium, apakah memenuhi syarat sesuai

dengan spesifikasi yang berlaku.

Sifat-sifat tersebut antara lain :

- Berat jenis (Specific Gravity)

- Penetrasi (Penetration)

- Kelembekan (Softening Point Ring & Ball)

- Titik nyala (Flash Point)

- Kehilangan berat (Loss on Heating)

- Kelarutan (Solubility)

- Daktilitas (Ductility)

3.16.4. Proses pembuatan asphalt

Proses pembuatan asphalt :

• Distilasi atmosfir

• Distilasi hampa

• Deasphalting

• Pencampuran

Deasphalting

129

Bertujuan memisahkan komponen pelumas dan asphalt yang terkandung dalam short

residu, proses dilakukan di unit Propane Deasphalting Unit, yang prinsipnya adalah

proses ekstraksi dan pengambilan pelarut.

Short residu pada suhu ektraksi dimasukkan ke Rotating Disc Contactor (RDC)

berlawanan arah dengan propana cair, propana cair lewat dasar kolom dan short residu

lewat bagian atas kolom, fraksi ringan terbawa propana sebagai Deasphalting Oil Mix

keluar melalui bagian atas RDC, fraksi berat akan keluar melalui bottom RDC sebagai

asphalt mix.

Asphalt mix yang keluar dari bagian bottom RDC dipanaskan melalui asphalt heater,

kemudian masuk ke asphalt flash tower. Untuk membersihkan sisa propana maka

dialirkan ke asphalt stripper, sehingga setelah keluar dari asphalt stripper, asphalt

sudah bebas dari propana yg memiliki penetrasi 9 - 10

Proses Pencampuran

Untuk membuat asphalt sesuai kualitas pemasaran (penetrasi 60/70), dilakukan dengan

cara mencampur asphalt dari PDU dengan short residu dari HVU, dengan perbandingan

65 % asphalt dan 35 % short residu. Bila asphalt dari PDU mempunyai penetrasi < 9,

maka akan membutuhkan short residu yg lebih banyak.

3.16.5. Unsur Pokok Asphalt

Unsur Pokok Asphalt :

a. Mineral Oil : komponen asphalt yang larut dalam standar naphtha

b. Resins : komponen asphalt yang larut dalam normal pentane dan tidak larut dalam

propane cair

c. Asphaltenes : komponen asphalt yang larut dalam benzene, carbon disulfide dan

chloroform, tidak larut dalam alkohol, parafin dengan berat molekul rendah

d. Carbenes dan Carboids : komponen asphalt yang larut dalam carbon disulfide dan

chloroform, tidak larut dalam n-pentane.

3.16.5. Penggunaan Asphalt

Penggunaan Asphalt :

• Pembangunan jalan raya

• Runway (landasan lapangan udara)

• Pencegah erosi (pengairan)

130

• Cat tahan karat pada kapal atau perahu

3.16.5. Beberapa Metode Pengujian Asphalt

1. Penetration, ASTM D 5

- Kegunaan : menentukan ukuran kekerasan asphalt.

- Prinsipnya adalah :

Berapa dalamnya jarum dengan pemberat 100 gram, dapat masuk dalam asphalt

pada 25 °C selama 5 detik diukur dalam 10 -1 mm.

2. Softening point ( kelembekan ), ASTM D 36

- Kegunaan : sebagai petunjuk tentang kemudahan sifat alir Bitumen sehubungan

dengan temperatur.

- Prinsipnya adalah :

Brass ring diisi dengan asphalt cair dan didinginkan pada temperatur kamar.

Steel ball berat 55 gram diletakkan diatas asphalt, kemudian dipanaskan dalam

water bath dengan kecepatan 5 °C/min. Temperatur dimana steel ball jatuh dan

menyinggung water bath dinamakan softening point.

3. Ductility, ASTM D 113

- Kegunaan : menunjukkan sifat elastisitas asphalt.

- Prinsipnya adalah :

Asphalt briklet dengan cross section area 1 cm 2, ditarik dalam suatu alat sampai

briklet putus. Jarak dalam cm dimana briklet mulai putus dinamakan ductility.

4. Flash Point , ASTM D 92

- Kegunaan : untuk mendeteksi adanya material yang mudah menguap dan mudah

terbakar

- Prinsipnya adalah :

Asphalt diisikan dalam mangkok contoh sampai tanda batas, kemudian

dipanaskan dengan kecepatan tertentu. Api pencoba dilewatkan di atas

permukaan mangkok dalam waktu satu detik pada setiap kenaikan 2 °C,

temperatur terendah dimana api pencoba menyambar uap di permukaan dicatat

sebagai titik nyala.

131

5. Loss on Heating, ASTM D 6

- Kegunaan : menentukan karakter jenis produk dengan cara menentukan

kehilangan zat saat pemanasan pada kondisi standar.

- Prinsipnya adalah :

Asphalt ditempatkan dalam suatu wadah, dipanaskan dalam suatu udara

bergerak dengan temperatur 163 °C selama 5 jam. Prosen massa yang hilang

ditentukan dengan cara membandingkan massa sebelum dan sesudah pengujian.

Metode ini menyatakan pengukuran relatif terhadap volatilitas material di bawah

kondisi standard

6. Solubility, ASTM D 2042

- Kegunaan : menentukan kemurnian asphalt, asphalt murni akan larut dalam

Trichloroethylene atau Carbon Tetra Chlorida.

- Prinsipnya adalah :

Asphalt dilarutkn dlm 100 ml larutan Trichloroethylene atau Carbon Tetra

Chlorida kmd disaring, zat yang tdk terlarut dicuci, dikeringkan dan ditimbang.

Bagian yg larut mrpkn active cementing constituent.

- Perhitungan :

% zat yang tak terlarut =

% zat yang tak larut =

A = berat crucible & filter

B = berat contoh

C = berat crucible, filter dan zat tak larut

7. Berat Jenis, ASTM D 70

- Kegunaan : untuk mengkonversi satuan volume kesatuan massa seperti yang

dikehendaki dalam transaksi penjualan

- Prinsipnya adalah :

Asphalt dimasukkan dalam picnometer yang terkalibrasi kemudian ditimbang,

isikan air pada volume yang tersisa dari picnometer, dan setelah mencapai

temperatur yang dikehendaki timbang kembali. Densitas dihitung dari massa

asphalt dibandingkan massa air pada volume sama pada picnometer tersebut.

132

- Perhitungan : hitung specific gravity dengan ketelitian 0,001.

SG 25/25 °C =

a = timbangan picnometer kosong

b = timbangan picnometer + air

c = timbangan picnometer + asphalt

d = timbangan picnometer + air + asphalt

3.17 MUSICOOL

Musicool adalah suatu produk Refrigerant Non CFC yang ramah lingkungan dengan

bahan pendingin jenis Hidrokarbon.

Komponen utama dari Musicool adalah Propana, Iso dan normal-Butana, merupakan

senyawa hidrokarbon Parafinik dengan komposisi yang berbeda dalam setiap produk

Musicool, tergantung dari peruntukannya.

Beberapa jenis dari Musicool adalah :

1. MC 12

133

2. MC 22

3. MC 134

4. MC 600

5. MC 600A

Keuntungan dari penggunaan Musicool :

a. Menghemat pemakaian energi listrik hingga 20 %

b. Meringankan kerja kompresor dan memperpanjang umur AC mobil, AC Split, AC

Sentral, dan kulkas.

c. Tidak perlu mengubah komponen AC lama (pakai CFC)

d. Lebih irit,hanya membutuhkan sekitar 30 % dari penggunaan refrigerant

fluorocarbon pada kapasitas mesin pendingin

e. Ramah lingkungan dan nyaman

f. Tidak beracun dan bukan perusak ozon

g. Standar mutu Internasional produk Pertamina.

Spesifikasi Musicool

No.   Properties     Method MC 22 MC 12 MC 134

1 Specific Gravity at 60/60 °F D 1657 0.508 *) 0.527 *) 0.526 *)2 Vapour Pressure at 100 °F psig D 1267 174 *) 123 *) 124 - 1303 Hydrocarbon Analysis D 2163 Ethane % wt max 0.5 Traces Propane % wt min 99.5 min 99.5

min 99.5 Isobutane % wt max 0.3 max 0.3 n-Butane % wt max 0.3 max 0.3 Olefin % wt max 0.03 max 0.03 max 0.03

134

Pentane ppm max 100 max 100 max 100 n-Hexane ppm max 50 max 50 max 504 Water Content ppm Karl Fischer max 10 max 10 max 105 Sulphur content ppm D 6667 max 1 max 1 max 26 Aromatics ppm max 10 max 10 max 107 Copper Corrosion, 1 hr/100 °F D-1838 ASTM No.1 ASTM No.1 ASTM No.18 Hydrogen Sulphide ppm Drager max 0.2 max 0.2 max 0.29 Free Water Visual None None None

10 Residual Matter : D 2158 Residue on evaporation 100 ml ml max 0.05 max 0.05 max 0.05 Oil stain observation pass pass pass

11 Particulated / solid Visual pass pass pass

Dasar :

1. Memo Man Operasi Gas Pengolahan No. 034/E10210/2004-S2 tanggal 10 Mei 2004

2. Memo Man P & L Dit P No. 054/E00240/S-2 tanggal 18 Januari 2006

Spesifikasi Musicool, lanjutan

No.   Properties     Method MC 600A MC 600

1 Specific Gravity at 60/60 °F D 1657 0.564 *) 0.583 *)2 Vapour Pressure at 100 °F psig D 1267 report max 703 Hydrocarbon Analysis D 2163 Ethane % wt Propane % wt max 0.5 Isobutane % wt min 95 balance n-Butane % wt min 95 Olefin % wt Pentane ppm max 0.3 % max 0.3 %

135

n-Hexane ppm max 50 max 504 Water Content ppm Karl Fischer max 10 max 105 Sulphur content ppm D 6667 max 1 max 16 Aromatics ppm max 10 max 107 Copper Corrosion, 1 hr/100 °F D-1838 ASTM No.1 ASTM No.18 Hydrogen Sulphide ppm Drager max 0.2 max 0.29 Free Water Visual None None10 Residual Matter : D 2158 Residue on evaporation 100 ml ml max 0.05 max 0.05 Oil stain observation pass pass

11 Particulated / solid Visual pass pass

3.18 B B G

a. Pengertian :

Bahan bakar gas (BBG) atau Compressed Natural Gas (CNG) adalah gas alam yang

dimampatkan tekanan 125 kg/cm2 digunakan untuk keperluan transportasi.

b. Proses Pembuatan BBG :

Gas alam yang melewati beberapa proses purifikasi untuk mengurangi/menurunkan

komponen yang tidak dikehendaki sehingga memenuhi spesifikasi

c. Komposisi BBG terdiri atas :

136

– Senyawa hidrokarbon

Methane, ethana, propana, butana, isobutana, pentana, isopentana dan heksana

(C6H14 +)

– Senyawa non hidrokarbon

Sebagai impuritis seperti: carbon dioxide, Nitrogen, hidrogen sulfida, uap air

dan logam-logam (Helium dan Mercuri).

Komposisi ini bervariasi dari satu sumur ke sumur yang lain.

d. Spesifikasi BBG

Spesifikasi BBG ditetapkan berdasarkan SK Dirjen Migas No. 10K/34/DDJM/1993

tanggal 01 Pebruari 1993.

Batasan dalam spesifikasi BBG antara lain :

– Kandungan hidrokarbon

– Kandungan nitrogen

– Kandungan karbondioksida

– Kandungan uap air

– Kandungan asam sulfide

– Kandungan energi

– Spesifik gravity

1. Kandungan hidrokarbon, ASTM D 1945

Metana dan etana merupakan komponen utama BBG, dalam ruang bakar akan

terjadi pembakaran, yaitu reaksi antara hidrokarbon dengan oksigen yang

disertai pembebasan kalor.

CH4 + 2 O2 → CO2 + 2 H2O

Hidrokarbon rantai panjang serta oksigen yang tidak cukup akan menjadikan

pembakaran tidak sempurna.

2 CH3CH2CH3 + 7 O2 → 6 CO + 8 H20

CH3CH2CH3 + 2 O2 → 3 C + 4 H20

Pembakaran tidak sempurna → suara ketukan pada mesin kendaraan.

BBG memiliki batasan : C1 + C2 min 62 % vol.

2. Kandungan Nitrogen, ASTM D 1945

137

Kandungan nitrogen akan mempengaruhi kandungan energi dalam gas, range

flamabilitas gas dan kompresibilitas gas.

Semakin tinggi kandungan Nitrogen → mengurangi kecepatan pembakaran

BBG memiliki batasan : max. 2 % vol.

3. Kandungan karbondioksida, ASTM D 1945

Karbondioksida bila bereaksi dengan air akan menimbulkan korosi,

memperlambat laju pembakaran, meningkatkan laju konsumsi bahan bakar atau

menurunkan kandungan energi bahan bakar gas → kendaraan menjadi boros /

tidak efisien.

CO2 + H2O → H2CO3

Fe + H2CO3 → Fe2+ + 2 HCO3 + H2

BBG memiliki batasan : max. 5 % vol.

4. Kandungan uap air

Uap air dalam gas akan terkondensasi, hal ini mengakibatkan :

Kondensasi uap air + CO2 → korosi

Kondensasi uap air + CH4 → sumbatan pada system bahan bakar.

Uap air juga mempengaruhi nilai panas (kandungan energi) BBG.

Untuk mengantisipasi terbentuknya kondensasi uap air → Tanki penyimpanan

BBG bertekanan < 248 atm.

BBG memiliki batasan : max. 0,035 % vol

4. Kandungan asam sulfide, ASTM D 2385

Kandungan asam sulfide dalam gas mengakibatkan :

Produk hasil pembakaran dari asam sulfide → SO2 dan SO3

Asam sulfide + air → korosi pada peralatan

BBG memiliki batasan : max. 14 ppm vol

5. Kandungan energi, ASTM D 3588

Kandungan energi atau nilai kalor, merupakan jumlah energi yang masuk mesin

kendaraan.

Makin tinggi kandungan energi dalam bahan bakar gas → baik unjuk kerja

mesin.

138

Rumus perhitungan Nilai Kalor :

H = x1.H1 + x2.H2 + x3.H3 + ..................... + xn.Hn

Dimana :

x1 , ............ xn = mol fraksi komponen

H1 , ........... Hn = Nilai kalor masing-masing komponen pada 60 °F , 14,7 psia

tabel “ Physical Constant “

BBG memiliki batasan : min. 44000 kJ/kg

6. Spesifik gravity, ASTM D 3588

Perbandingan densitas gas dengan densitas udara pada temperatur dan tekanan

tertentu.

Spesifik gravity ditentukan karena berhubungan dengan kemudahan gas

menguap.

Rumus perhitungan Spesific gravity :

G = x1G1 + x2G2 + x 3 G 3 + ..................+ x n G n

Dimana :

x 1 ,.................x n = mol fraksi komponen

G 1 ,...............G n = Spesific gravity 60/60 °F masing-masing komponen dari

tabel “Physical Constant “

Spesifikasi BBG untuk Kendaraan Bermotor

No.   Properties     Min Max Method

1 Relative Density at 28 °C 0,56 0,89

2 Calorific Value at 15 °C/1 Atm kJ/kg 44.000

3 Hydrocarbon Analysis (GC) :

C1 + C2 % vol 62,0 - D 1945

C3 % vol 8,0 -"-

139

C4 % vol 4,0 -"-

C5 % vol 1,0 -"-

N2 % vol 2,0 -"-

O2 % vol 0,2 -"-

CO2 % vol 5,0 -"-

H2S ppm vol 14,0 D 2385

Hg ppb vol - 9,0 AAS

H2O % vol - 0,035 Gravimetri

Dasar : SK. Dirjen Migas No. 10K/34/DDJM/1993 tanggal 01 Pebruari 1993.

3.19 L N G

a. Pendahuluan :

- LNG (Liquified Natural Gas) adalah merupakan gas alam yang dicairkan dengan

cara pendinginan sampai minus -160 °C dan tekanan 1,25 kg/cm2 absolut

- Kegunaannya : sebagai bahan bakar industri.

b. Gas alam :

140

• Assosiated Gas

Gas yang diperoleh dari sumur gas bersama-sama dengan minyak mentah

• Non Assosiated Gas

Gas yang diperoleh dari sumur gas bersama-sama dengan kondensat, yaitu

fraksi berat ( C5 + ) yang berbentuk cairan.

c. Komposisi LNG :

• Senyawa hidrokarbon :

Methana ( CH4 ), ethana ( C2H6 ), propana ( C3H8 ), butana ( C4H10 ) dan Iso

butana, pentana ( C5H12 ) dan iso pentana, C6H14+

• Senyawa non hidrokarbon :

sebagai impuritis seperti : carbon dioxide ( CO2 ), Nitrogen ( N2 ), hidrogen

sulfida ( H2S ), Merkaptan ( RSH ) dan logam-logam ( Helium dan Mercuri ).

Pembatasan komposisi LNG adalah Persetujuan antara konsumen dan produsen.

LNG sebagai produk pencairan gas alam harus dilakukan pengujian di laboratorium

untuk menentukan mutu produk LNG.

d. Sifat-sifat produk LNG :

Sesuai kegunaannya antara lain :

• Kemurnian hidrokarbon tinggi, untuk menjamin kualitas maupun kuantitas LNG

• Kandungan CH4 tinggi untuk menjamin nilai kalor LNG

• Tidak korosi pada peralatan penyimpanan, pengangkutan maupun distribusi/

penyaluran

• Mempunyai kalor tinggi, tidak mencemari udara

• Tidak membentuk hidrat pada suhu rendah, baik pada saat penyimpanan,

pengangkutan dan distribusi.

e. Analisis Laboratorium produk LNG

1. Komposisi Hidrokarbon, ASTM D 1945, GPA 2261

Dengan peralatan kromatografi gas, komponen-komponen LNG dapat dipisah-

kan berdasarkan titik didihnya, dengan urutan sebagai berikut :

CH4, C2H6, C3H8, i-C4H10, n-C4H10, i-C5H12, n-C5H12 dan C6H14+

* Komponen CH4 :

141

Kandungan CH4 dalam LNG merupakan komponen hidrokarbon dengan

konsentrasi tertinggi.

Bila konsentrasinya kurang dari batasan minimum dalam spesifikasi → LNG

mempunyai nilai kalor rendah.

* Komponen C2H6, C3H8, C4H10 dan C5H12 :

Kandungan komponen C2H6, C3H8, C4H10 dan C5H12 dalam LNG

merupakan komponen hidrokarbon yang harus dibatasi keberadaannya.

Bila konsentrasinya melebihi batas nilai maksimum dalam spesifikasi →

LNG mempunyai nilai kalor rendah.

* Komponen C6H14+ ( hexane and heavier ) :

Bila konsentrasi C6H14+ melebihi nilai batas maksimum dalam spesifikasi

→ LNG mempunyai nilai kalor rendah atau mutu LNG rendah dan akan

menyebabkan kemudahan menguapnya rendah → penyimpanan,

pengangkutan dan distribusi akan menyebabkan terjadinya endapan.

Besarnya kandungan komponen hidrokarbon dalam LNG menentukan mutu

LNG baik kualitas maupun kuantitasnya karena dengan diketahui

komposisinya dapat dihitung sifat-sifat seperti : nilai kalori, tekanan uap dan

spesifik gravity.

2. Nitrogen, ASTM D 1945

• Nitrogen dalam LNG berbentuk gas yang melarut, meskipun nitrogen bersifat

inert tetapi akan menurunkan mutu LNG baik kualitas maupun kuantitas

(nilai kalori rendah).

• Pengujian untuk menentukan kandungan Nitrogen dilakukan bersama-sama

dengan pengujian komponen hidrokarbon.

3. Carbon dioksida, ASTM D 1945

• Kandungan CO2 akan berpengaruh terhadap besarnya nilai kalori LNG.

Bila kandungan gas CO2 tinggi → nilai kalori LNG rendah.

• Kandungan CO2 untuk mengetahui kecenderungan sifat korosifitas produk

LNG.

142

• Pengujiannya dapat dilakukan bersama-sama dengan pengujian komponen

hidrokarbon.

4. Hidrogen Sulfida, ASTM D-2385

• Kandungan H2S akan berpengaruh terhadap besarnya nilai kalori LNG.

Bila kandungan gas H2S tinggi → nilai kalori LNG rendah

• Kandungan H2S untuk mengetahui kecenderungan sifat korosifitas produk

LNG.

5. Merkaptan, ASTM D 2385

• Kandungan gas merkaptan akan berpengaruh terhadap besarnya nilai kalori

LNG. Bila kandungan gas merkaptan tinggi → nilai kalori LNG rendah.

Umumnya konsentrasi merkaptan di Indonesia rendah.

• Jumlah konsentrasi merkaptan akan menentukan jenis dan dosis bahan kimia

yang digunakan pada Purifikasi.

6. Total Sulfur, ASTM D 2784

• Merupakan pengujian sifat kebersihan LNG.

• Merupakan penjumlahan sulfur dari : merkaptan, hidrogen sulfida, karbonil-

sulfida dan carbon disulfide.

• Untuk identifikasi kecenderungan terjadinya :

penurunan nilai kalori, terjadinya korosi dan pencemaran lingkungan.

7. Kandungan Air Bebas, Gravimetri

• Air yang tak terlarut dalam LNG, dinyatakan dalam % wt, ppm atau mg/L.

• Besarnya kandungan air berpengaruh terhadap nilai kalor LNG dan

merupakan katalisator proses pengkaratan logam.

8. Mercuri, AAS

• Mercuri terdapat sebagai gas yang terlarut dalam LNG dan berasosiasi

dengan kondensat, dinyatakan dalam ppb atau μg/100 cuft atau μg/100 Nm3.

• Kandungan Mercuri dalam LNG menyebabkan sifat korosif terhadap

peralatan, khususnya aluminium, bersifat racun terhadap kesehatan manusia.

143

9. Density, ASTM D 1945

• Pengujian density digunakan untuk perhitungan berat LNG → perhitungan

dalam pemasaran.

• Bila dalam pengujian density lebih rendah dari spesifikasi → mengandung

komponen ringan → nilai kalor persatuan berat tinggi.

• Bila dalam pengujian density lebih tinggi dari spesifikasi → mengandung

komponen berat → nilai kalor persatuan berat rendah.

10. Nilai Kalori, GPA 2261

• Nilai kalori ditentukan oleh besarnya % molekul komponen hidrokarbon.

• Dalam transaksi jual beli gas nilai kalori sebagai Gross Heating Value dalam

BTU/SCF.

• Gross Heating Value adalah panas yang dihasilkan dalam pembakaran

sempurna pada tekanan tetap dari satu standar cuft gas dan semua air yang

terbentuk sebagai hasil pembakaran terkondensasi menghasilkan liquid.

• Dari Nilai kalori LNG → mutu dari LNG dapat diketahui.

• Nilai kalori LNG sangat erat hubungannya dalam transaksi penjualan gas.

f. Proses pencairan LNG

Proses pencairan gas alam menjadi LNG meliputi proses :

- Treating / pemurnian gas dari impurities

- Dehidrasi atau penghilangan air dan penghilangan metal

- Proses precooling atau pendinginan pendahuluan

- Proses pencairan dan fraksinasi

1. Treating / pemurnian gas dari impurities

Bertujuan untuk memisahkan impurities, yang nantinya akan mengganggu pada

proses pencairan gas.

Impurities tersebut adalah CO2 dan gas-gas asam seperti : H2S, COS.

• CO2 akan menyebabkan buntunya tube pada main exchanger, karena CO2

membeku pada suhu pencairan - 82,45 °C.

• H2S dan COS akan menyebabkan korosi pada peralatan.

144

• CO2, H2S dan COS dipisahkan dengan menggunakan MDEA (Methyl

Diethanol Amine) sebagai solvent penyerap dalam suatu kolom absorber.

2. Dehidrasi / penghilangan air dan penghilangan metal

• Proses penghilangan uap air dengan menggunakan molecular sieve

adsorbsion, uap air akan membuntukan exchanger tube pada proses

pencairan gas alam.

• Penghilangan metal menggunakan mercury removal bed yang berisi sulfur

impregnated carbon, mercury merusak exchanger tube dengan membentuk

amalgam.

3. Proses precooling

Proses pendinginan pendahuluan menggunakan Propana sampai suhu – 29 °C

atau - 30 °C. Pada suhu ini komponen berat akan dicairkan dan dipisahkan dari

komponen ringannya ( CH4 ).

4. Proses pencairan

• Pencairan gas yang komponen utamanya metana menjadi LNG

menggunakan Mixed Component Refrigerant (MCR) dalam Main Heat

Exchanger dilakukan dengan cara mendinginkan sampai suhu

pengembunannya dan atau dikombinasikan dengan menaikkan tekanan gas

untuk mempermudah pengembunan / pencairannya.

• LNG kemudian ke flash drum untuk memisahkan N2 nya, selanjutnya masuh

ke storage tank.

• Karena suhunya sangat rendah, tanki tersebut diisolasi berlapis-lapis untuk

menghindari kebocoran panas yang bisa menaikkan suhu dan mengubah

cairan LNG menjadi uap / gas.

Spesifikasi LNG

Komponen Satuan Spesifikasi Metode

ASTM OthersKomposisi : D 1945 GPA 2261 C1 % mol ≥ 85 C2 % mol C3 % mol ≤ 12 i-C4 % mol

145

n-C4 % mol ≤ 2,0 i-C5 % mol n-C5 % mol C6 + % mol ≤ 1,0N2 % mol ≤ 1,0CO2 ppm ≤ 50H2S ppm ≤ 1,0 D 2385

grains/100 cuft ≤ 0,25RSHS total grains/100 cuft ≤ 1,3 D 2784Hg μg / Nm 3 AASH2O ppm GravimetriDensity *) kg / m 3 D 1945GHV *) BTU/SCF 1070 – 1165 D 1945

Note : *) Dihitung dari komposisi hidrokarbon

3.20 PETROLEUM WAX

3.2.1 Umum

Petroleum wax atau biasa disebut wax adalah suatu senyawa hidrokarbon parafin, rantai

lurus atau cabang dgn berat molekul cukup tinggi, berbentuk padat pada temperatur

kamar yang merupakan produk olahan dari minyak bumi.

Digunakan wax adalah untuk :

146

• Lilin

• Pelapis kertas/karton

• Batik

3.2.2 Klasifikasi Petroleum Wax

1. Paraffin wax :

- produk macrocrystallin, pada suhu kamar berbentuk padat. Diperoleh dari

petroleum distillates

- Berwarna putih, transparan, tidak berbau, tidak berasa, berbentuk padat, meleleh

pada suhu 47 – 65 °C

- Tidak larut dalam air tetapi larut dalam ether, benzene dan esther

- Parafin dengan berat molekul tinggi dengan C22 – C27

Karakter utama dari macrocrystallin :

- Bersifat kristalinitas

- Bersifat isolasi, tahan terhadap air, lemak dan gas

- Range temperatur peleburannya sangat lebar

2. Microcrystallin wax :

- produk microcrystallin, pada suhu kamar berbentuk padat. Diperoleh dari

petroleum distillates

- Struktur molekul utamanya adalah iso dan siklo parafin, yang berbentuk kecil

dan kristalnya tidak beraturan, mempunyai titik lebur lebih tinggi dari pada

paraffin wax

Karakter dari microcrystallin wax :

- mengandung resin, bersifat fleksibel dan daya rekat tetap dan permukaan area

lebih porous.

- Berwarna antara putih dan yellow. Titik lebur > 65 °C

3. Petrolatum :

- Berbentuk semi padat seperti jelly, yang terdiri dari microcrystallin wax dan

minyak. Diperoleh dari petroleum distillates berat atau residu.

Karakter dari microcrystallin wax :

- Petrolatum disebut juga plastic wax atau soft wax banyak mengandung iso dan

cyclo parafin,

147

- pada suhu kamar bersifat sangat lembek, mempunyai melting point 71 – 88 °C

- Digunakan sebagai bahan dasar pembuatan vaseline.

3.2.3 Jenis-jenis Paraffine Wax

Berdasarkan oil content dan melting pointnya :

Melting point, Max. Oil content,

° F %wt

Match wax, 110 – 115 3,0

Scale wax 122 – 125 2,0

Scale wax 133 – 134 2,0

Semi refined Wax 125 – 130 1,4

Semi refined Wax 135 – 140 1,1

Fully refined Wax 125 – 130 0,5

Fully refined Wax 135 – 140 0,4

Fully refined Wax 140 – 145 0,4

3.2.4 Tahapan proses pembuatan Wax

1. Proses Dewaxing

Proses pemisahan wax dari minyak dengan cara mengkristalkan Paraffine Oil

Distillate melalui pendinginan.

Wax yang terkandung dalam POD akan mengkristal lebih dahulu dibanding minyak.

Kristal wax dipisahkan dari cairan menggunakan Filter Press. Kristal wax dari

proses dewaxing disebut Slack wax

2. Proses Sweating

Proses pemisahan minyak dan wax berdasarkan titik lebur (melting point) dengan

pendinginan sampai mencapai titik beku kemudian dipanaskan secara perlahan dlm

Vertical Tubes Stove. Fraksi minyak yang mempunyai titik lebur lebih rendah akan

mencair lebih dahulu. Pada proses sweating kandungan minyak dapat diturunkan

hingga 1 – 2 % wt, dan disebut Sweat wax.

3. Proses Treating

148

Proses memperbaiki warna dan menghilangkan bau dari produk sweat wax dengan

menghilangkan senyawa hidrokarbon yang tidak diinginkan (cyclo, aromat dan

olefin) dgn menggunakan bhn kimia sbb :

• H2SO4 dgn konsentrasi 98 %, berfungsi melarutkan seny. cyclo, aromat dan

olefin membentuk sulphonate ( - SO2OH ) yg akan mengendap.

• Kapur (CaO), untuk mengikat H2SO4 yg tdk bereaksi/berlebih.

• Clay, sbg adsorbent dan mengikat kelebihan H2SO4.

Selain bhn kimia tersebut diatas, juga menggunakan Polyethylene untuk

memperbaiki elastisitas ready wax dan NaOH untuk menetralkan sludge asam

sebelum dibuang ke sewer.

4. Proses moulding

Proses pencetakan lilin cair menjadi slab, selanjutnya bisa dimasukkan kedalam

plastik dan karung.

3.2.5 Beberapa parameter yang diuji dalam memenuhi syarat spesifikasi wax :

• Appearance Test, JIS K8004

• Color Saybolt, ASTM D 159

• Melting point, ASTM D 87

• Oil Content of Waxes, ASTM D 721

• Needle Penetrasi of Petroleum Wax, ASTM D 1321

• Reaction of Petroleum Wax, ASTM D 1093

• Thermal Stability, Metode Modified

1. Appearance Test, JIS K8004

Tujuan pengujian :

Untuk mengetahui klasifikasi warna lilin.

Garis besar pengujian :

Timbang wax sebanyak 5 gram , iris-iris hingga kecil dan tempelkan dalam gelas

arloji, dibawahnya diberi kertas putih. Bandingkan wax yang sudah diiris dengan

standar warna.

Standar Warna:

No. 1 White

No. 2 Almost white

149

No. 3 Very faint yellow

No. 4 Faint yellow

No. 5 Thinb yellow

2. Color Saybolt, ASTM D 159

Tujuan pengujian :

Menentukan warna dari petroleum product yang belum diberi warna.

Garis besar pengujian :

Tuangkan contoh yang sudah disaring dalam tabung tempat contoh. Cocokan

dengan warna standar yang ada pada tabung yang lain dengan jalan mengubah

ketinggian contoh yang diperiksa. Baca angka yang ditunjukkan oleh skala yang ada

pada tabung contoh

3. Melting point, ASTM D 87

Tujuan pengujian :

Untuk menentukan titik leleh dari petroleum wax

Garis besar pengujian :

Tuang contoh yang sudah dicairkan kedalam tabung percobaan, pasang termometer

ditengah-tengah batas pencelupan 3 ⅛ inch dibawah gabus. Letakkan tabung

percobaan pada penangas udara yang temperaturnya dipertahankan 60 – 80 ° C.

Baca termometer contoh setiap 15 detik dan catat setiap pembacaan sampai 0,1 °F.

4. Oil Content of Waxes, ASTM D 721

Tujuan pengujian :

Untuk menentukan kadar minyak dalam petroleum wax

Garis besar pengujian :

Timbang contoh yang sudah dicairkan ± 1 gram dalam tabung ( B ). Tambah 15 ml

MEK panaskan dan aduk agar homogen, kemudian dinginkan dalam water bath.

Dan saring larutan contoh dan tampung larutan contoh dan timbang ( D ). Uapkan

dalam oven, setelah pelarut menguap dinginkan dalam desikator selama 10 menit

dan timbang sebagai ( A ).

Oil content ( % mass ) =

150

Keterangan :

A = Berat residu, mgr

B = Berat contoh, mgr

C = Berat MEK, mgr

D = Berat filtrat, mgr

0,15 = faktor koreksi

5. Needle Penetrasi of Petroleum Wax, ASTM D 1321

Tujuan pengujian :

Untuk perkiraan empiris derivat wax dari petroleum dengan mengukur dalamnya

penetrasi dari jarum standar

6. Reaction of Petroleum Wax, ASTM D 1093

Tujuan pengujian

Untuk mengetahui derajat keasaman pada produk wax dan mencegah korosif pada

peralatan

Garis besar pengujian :

Contoh wax cair 100 ml ditambah aquadest 30 ml kocok sambil dipanaskan pelan-

pelan. Saring dan filtratnya dibagi dua, Satu diberi Phenol phthaline indikator dan

satunya diberi larutan Methil orange.

• Untuk larutan Phenol phthaline indikator :

Bila warna tidak berubah laporkan sebagai neutral.

Bila warna berubah laporkan Base (Non Neutral ).

• Untuk larutan larutan Methil orange :

Bila warna tidak berubah laporkan sebagai neutral.

Bila warna berubah laporkan ACID (Non Neutral ) .

7. Thermal Stability, Metode - Modified

Tujuan pengujian

Untuk mengetahui perubahan warna pada produk Wax terhadap pengaruh

temperatur

Garis besar pengujian :

Timbang contoh sebanyak 150 gram dan periksa colour sayboltnya. Panaskan dari

80 °C sampai 100 °C pada bath pemanas 100 °C. Kemudian lanjutkan pemanasan

151

dari 100 °C sampai 170 °C. Ditahan pada suhu 170 °C pada bath 170 °C dengan

diaduk pada 100 rpm selama 30 menit. Dinginkan pada bath 100 °C selama 30

menit tanpa diaduk. Masukkan ke lemari pemanas pada suhu 80 °C. Periksa colour

sayboltnya, dan bandingkan dengan se belum dipanaskan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Annual Book of ASTM Standard, Volume 05, 2006.

2. Standard Methods for Analisys and Testing of Petroleum and Related

Products 1988, THE INSTITUTE OF PETROLEUM, LONDON

152

3. Pangarso, Subardjo, Ir., Penentuan Sifat-sifat Minyak Bumi, PPPTMGB

“LEMIGAS”, Jakarta, 1980.

4. Akamigas, Bahan Pengajaran Minyak Bumi dan Produk Minyak, Cepu,

1990.

5. Dirjen Migas, Spesifikasi Produk Minyak dan Gas Bumi, Jakarta.

6. Aviation Fuels : Specification and Test Methods, ASTM Technical &

Profesional Training, 1997.

153