buku kesehatan gratis
TRANSCRIPT
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 1
KESEHATAN GRATIS
Konsep dan Implementasi di Kabupaten
Sumbawa Barat
Penulis Syahrul Mustofa Dwi Arie Santo Deni Wanputra
Design Lay-out Cak-Lan
Diterbitkan oleh :
LEGITIMID atas dukungan TIFA
FOUNDATION
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 2
KATA PENGANTAR
Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah merupakan Kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Sumbawa. Kabupaten Sumbawa Barat atau dikenal dengan KSB, terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Sumbawa Barat. Pada tahun 2005 untuk pertama kali, dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung dan untuk pertama kali pula terpilih pasangan KH.Zulkifli Muhadli, SH.,MM dan Drs.Malarahman sebagai Bupati dan Wakil Bupati periode 2005-2010.
Pada akhir tahun 2005, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih meluncurkan gagasan program kesehatan gratis. Gagasan ini ditanggapi beragam dikalangan masyarakat ada yang pro dan kontra. Sebagian kelompok masyarakat yang kontra terhadap rencana kebijakan tersebut beralasan kemampuan keuangan daerah, sumberdaya manusia, sarana dan prasarana yang serta terbatas sebagai Kabupaten baru sisisilain kebutuhan serta persoalan dan tantangan yang dihadapi begitu kompleks sehingga sulit bagi daerah untuk dapat menyelenggarakan program kesehatan gratis1. Oleh karena itu mereka bersikap skeptis bahkan sinis menilai rencana kebijakan penyelenggaraan program kesehatan gratis—dipandang sebagai sebuah kebijakan yang dinilai “ambisius”, tidak rasional dan keliru bahkan dinilai hanya sebuah program “pencitraan politik belaka” untuk mendongkrak popularitas politik Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih.
Sebaliknya, bagi sebagian masyarakat lainnya yang pro atas rencana program kesehatan gratis menyambutnya dengan sikap penuh gembira (euphoria) dan penuh optimis. Program kesehatan gratis dinilai sebagai bentuk kebijakan yang dinilai tepat dan perlu untuk memperoleh dukungan dari seluruh lapisan masyarakat karena melalui program tersebut diyakini derajat kesehatan masyarakat dapat meningkat, termasuk Indeks Pembangunan Manusia yang pada akhirnya dapat meningkatkan pula tingkat kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat pinggiran yang selama ini mengalami kesulitan dalam mengakses dan meningkatkan derajat kualitas kesehatan yang lebih baik.
Meskipun pada awal rencana program kesehatan gratis banyak menuai kritik bahkan “penolakan” dari sebagian besar anggota DPRD Kabupaten sumbawa Barat, namun Pemerintah Daerah KSB tetap bertekad menetapkan kebijakan program kesehatan gratis sekalipun ketika itu muncul ancaman pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Tekad untuk menetapkan kebijakan penyelenggaraan program kesehatan gratis tidak terlepas dari komitmen atas visi dan misi Bupati dan Wakil Bupati terpilih dalam rangka memenuhi hak asasi manusia, meningkatkan derajat pembangunan pendidikan dan kesehatan yang berkualitas sebagai wujud nyata dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan penyelenggaraan program kesehatan gratis di Kabupaten Sumbawa Barat ditetapkan melalui Peraturan Bupati Nomor 9 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan/Pengobatan Gratis di Puskesmas dan Jaringannya Yang Dijamin Oleh Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat. Pada awalnya, pemerintah daerah telah mengajukan ke DPRD
1 Kabupaten Sumbawa Barat terbentuk pada tahun 2003 berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Sumbawa Barat di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 3
dalam bentuk Rancangan Peraturan Daerah, namun Rancangan Peraturan Daerah tersebut mendapat penolakan dari DPRD. Akhirnya, Pemerintah Daerah KSB menempuh dalam bentuk Peraturan Bupati.
Pemerintah Daerah menyadari bahwa dari aspek hierarki peraturan perundang-undangan, kedudukan Peraturan Bupati relative lebih rendah dan lemah dibandingkan dengan Peraturan Daerah. Disamping itu, dari aspek substansi Pemerintah Daerah KSB juga menyadari bahwa substansi Peraturan Bupati yang ada saat ini memiliki banyak kelemahan karena disusun dalam situasi politik yang tidak kondusif. Oleh karena dalam bentuk Peraturan Bupati, maka jaminan keberlangsungan program kesehatan gratis pun terancam akan berakhir seiring dengan akan berakhirnya masa jabatan Bupati dan Wakil Bupati pada periode masa jabatan kedua yang akan berakhir pada tahun 2015. Padahal, disisilain program kesehatan gratis saat ini telah memperoleh dukungan luas dari masyarakat dan masyarakat telah merasakan dampak dan manfaat langsung atas program tersebut karena melalui program kesehatan gratis tingkat derajat kesehatan masyarakat mulai meningkat.
Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika masyarakat yang sebelumnya kontra terhadap kebijakan kesehatan gratis kini menginginkan program kesehatan gratis untuk tetap dipertahankan dan dilanjutkan dimasa yang akan datang. Harapan tersebut dibarengi pula dengan harapan adanya perbaikan atas pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis yang lebih berkualitas.
Dalam rangka merespon kebutuhan dan tuntutan masyarakat, Lembaga Penelitian dan Advokasi Masyarakat Desa (LEGITIMID) atas dukungan TIFA Foundation berinisiatif untuk mendorong adanya perubahan kebijakan (scalling-up) program penyelenggaraan kesehatan gratis di Kabupaten Sumbawa Barat yang bermutu/berkualitas serta berkelanjutan. Program ini dimaksudkan untuk mendorong adanya perbaikan baik dari sisi konsep maupun implementasi atas kebijakan program kesehatan gratis yang berlangsung di KSB. Upaya perbaikan konsep dan implementasi program kesehatan gratis tersebut dilakukan dengan cara membangun kemitraan strategis dengan para stakeholders strategis terkait bidang kesehatan gratis. Serangkaian kegiatan telah dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut diantaranya adalah melakukan survey kepuasaan warga atas layanan kesehatan, serial diskusi, seminar, loby-loby dan negoisasi serta kegiatan lainnya.
LEGITIMID atas dukungan TIFA foundation telah berhasil melakukan evaluasi dan mendokumentasikan salah satu hasil dari kegiatan program, yakni berupa naskah akademik dan rancangan peraturan daerah tentang kesehatan gratis yang berkualitas. Pada awalnya, naskah akademik dan rancangan peraturan daerah ini dihajatkan hanya sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dan DPRD untuk merumuskan perubahan kebijakan program kesehatan gratis. Namun, sebagian stakeholders di daerah menilai naskah akademik dan rancangan peraturan daerah yang telah disusun dipandang perlu untuk didokumentasikan dan dipublikasikan secara luas kepada para stakeholders, khususnya didaerah agar masyarakat secara luas dapat memahami program kesehatan gratis di KSB disamping sebagai bahan referensi sekaligus bahan untuk dapat turut berpartisipasi dalam rangka mendorong agenda perubahan kebijakan tentang kesehatan gratis di Kabupaten Sumbawa Barat.
Naskah akademik dan rancangan peraturan daerah yang diterbitkan ini
selain merespons tuntutan diatas, dimaksukan pula sebagai bahan dokumentasi dan sharing pembelajaran bersama atas hasil evaluasi kebijakan program kesehatan gratis yang dilakukan secara partisispatif di Kabupaten Sumbawa Barat. Kedua, untuk mendokumentasikan praktek best practices penyelenggaran program kesehatan gratis yang telah berlangsung di Kabupaten Sumbawa Barat.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 4
Ketiga, sharing informasi dan pembelajaran bersama bagi semua pihak yang berkeinginan untuk melakukan replikasi kebijakan dan advokasi kebijakan program kesehatan gratis di daerah.
Penulis menyadari bahwa buku naskah akademik dan raperda yang dipublikasikan ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu masukan, saran atau krtikan bahkan caci-makian sekalipun untuk penyempurnaan buku ini akan kami terima dengan senang hati.
Dalam kesempatan ini, kami juga ingin mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada TIFA Foundation yang telah memberikan dukungan untuk penerbitan buku ini, kepada pemerintah daerah KSB yang telah bersedia menjalin kemitraan atas program serta semua pihak yang telah berkonstribusi atas terbitnya buku ini. Besar harapan, semoga buku yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Sumbawa Barat, 2 Januari 2012
Team Penulis
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Untuk mewujudkan tujuan tersebut,
Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa Barat telah menargetkan KSB Sehat
20102. Dalam rangka itu, maka pada tahun 2006 pemerintah daerah kabupaten
Sumbawa Barat, telah mengeluarkan dan menetapkan Perbup Nomor 9 Tahun
2008 Tentang Pelayanan Kesehatan dan Pengobatan Gratis di Puskesmas dan
Jaringannya yang dijamin oleh Pemerintah Daerah KSB.
Program pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis3 dimaksudkan untuk
meringankan beban/biaya kesehatan masyarakat yang selama ini tinggi,
memperluas akses pelayanan kesehatan masyarakat, khususnya bagi masyarakat
yang belum memiliki jaminan asuransi kesehatan, sekaligus sebagai upaya nyata
pemerintah daerah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat KSB.
Penerapan kebijakan ini, pada awalnya telah diusulkan oleh Pemerintah Daerah
dalam bentuk Peraturan Daerah, namun DPRD KSB periode 2004-2009,
menolak Rancangan Peraturan Daerah tersebut, sehingga Pemerintah Daerah
KSB kemudian menempuh “jalan pintas” dengan Perbup.
Sejauh ini, pemahaman masyarakat terhadap program pelayanan kesehatan dan
pengobatan gratis masih begitu beragam, keberagaman pemehaman tersebut,
bukan semata-mata karena minimnya sosialiasi secara komperhensif terhadap
Perbup, melainkan pula karena ketidakjelasan materi dalam perbup, serta masih
banyaknya materi yang belum diatur dalam perbup, ditambah dengan minimnya
regulasi teknis yang menerangkan mengenai pelayanan kesehatan dan
pengobatan gratis. Dampak dari lemahnya, materi perbup tersebut, bukan hanya
menimbulkan adanya “kebingungan” dari masyarakat, melainkan pula terhadap
para pelaksana kesehatan di Puskesmas dan jaringannya yang melaksanakan
perbup tersebut, bahkan banyak diantara para petugas kesehatan yang tidak tahu
bagaimana bertindak dihadapan perbup tersebut.
Sejauh ini implementasi pelaksanaan program pelayanan kesehatan telah dapat
berjalan, namun dari sisi dampak pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis
yang dirasakan bermanfaat masih sebatas kalangan masyarakat, khususnya
masyarakat fakir miskin. Rendahnya mutu atau kualitas pelayanan kesehatan
selama ini, telah menjadi sorotan banyak kalangan dan merupakan issue sangat
strategis yang perlu untuk segera direspons oleh pemerintah daerah KSB,
begitupun terkait dengan ketersediaan obat-obatan yang berkualitas, buruknya
pelayanan petugas kesehatan, terbatasanya sarana dan prasarana kesehatan,
2 Visi dan target ini sejalan dengan visi, Indonesia Sehat 2010 yang merupakan kebijakan Pemerintah
Pusat. 3 Program pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis di Puskesmas dan jaringannya untuk pertama
kali ditetapkan/diberlakukan di KSB, setelah itu beberapa daerah Kabupaten lainnya di NTB, seperti Dompu pada tahun 2009 menetapkan Perbup tentang Pelayanan dan Pengobatan Gratis, di tingkat Provinsi, Pemprov NTB menerbitkan perbup mengenai bantuan pelayanan kesehatan bagi warga miskin.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 6
ketiadaan standar dalam pelayanan kesehatan hingga persoalan tingginya biaya
sewa ambulance.
Namun demikian, program pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis
diharapkan terus dipertahankan dan dilanjutkan di masa mendatang dengan
adanya upaya perbaikan/penyempurnaan, khususnya terkait dengan perbup yang
sudah tidak relevan lagi dengan situasi dan kebutuhan masyarakat. Jaminan atas
pelayanan kesehatan gratis yang bermutu dan berkelanjutan, diharapkan dapat
dibangun oleh pemerintah daerah di masa mendatang. Dalam rangka itulah,
maka perlu disusun naskah akademik raperda kesehatan gratis sebagai usaha
untuk melakukan perbaikan/penyempurnaan (Revisi) perbup tentang pelayanan
kesehatan dan pengobatan gratis di KSB sebagai acuan penyelanggaraan
pelayanan kesehatan secara gratis di masa mendatang.
1.2 Maksud dan Tujuan
Revisi Peraturan Bupati Nomor 9 tahun 2006 dilakukan dengan tujuan untuk
memperbaiki berbagai kelemahan dari Perbup Nomor 9 tahun 2006 terkait
dengan konsep kebijakan pelayanan dan pengobatan gratis di puskesmas dan
jaringannya, ketidakjelasan pengaturan dalam berbagai aspek
penyelenggaraan pelayanan dan pengobatan gratis, mutu atau kualitas
pelayanan kesehatan gratis dan berbagai kelemahan lainnya.
Praktek penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis sejauh ini sesungguhnya
belum sepenuhnya dapat menjamin terwujudnya derajat kesehatan masyarakat
dan mampu mewujudkan visi dan misi pembangunan kesehatan di Kabupaten
Sumbawa Barat. Dalam pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis, misalnya,
ketersediaan dan mutu obat yang berkualitas selama ini masih sangat terbatas,
pengguna layanan kesehatan gratis masih ditemukan penduduk KSB yang
memiliki jaminan asuransi kesehatan, belum adanya kejelasan mengenai standar
pelayanan kesehatan gratis di puskesmas maupun jaringannya, begitupun
pengaturan mengenai prosedur dan mekanisme komplain masyarakat yang
diatur dalam perbup masih sangat kabur, termasuk cakupan pelayanan
kesehatan yang masih beragam, dan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan
gratis ditemukan pula kecendrungan meningkatnya praktek rujukan, tingginya
angka rujukan pasien ini dikarenakan bukan sekedar ketidakmampuan
puskesmas dalam memberikan pelayanan, namun ditemukan pula karena motif
untuk memperoleh hasil pendapat yang “lebih” dari biaya klaim rujukan,
disamping rendahnya kualitas petugas pelayan kesehatan, rendahnya motivasi
kerja petugas pelayanan kesehatan, dan berbagai permasalahan lainnya, berbagai
persoalan tersebut masih seringkali menyelimuti perjalanan pelaksanaan
program pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis yang berlangsung hingga
saat ini.
Akibat dari berbagai persoalan tersebut, tidaklah mengherankan, jika muncul
berbagai keluhan dan kekecewaan masyarakat terhadap program pelayanan
kesehatan dan pengobatan gratis, bahkan sebagian masyarakat memandang
program pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis masih jauh dari tujuan dan
sasarannya. Tingginya biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien/keluarganya
akibat banyaknya pasien yang dirujuk ke RSUD Sumbawa maupun RSUD
Mataram, menimbulkan beban biaya kesehatan di RSUD Sumbawa dan atau
RSUD Mataran jauh lebih tinggi, diwali dai pembayaran ambulance, hingga
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 7
biaya tambahan akomodasi dan transportasi yang tinggi, karena jarak atau
jangkauan pelayanan kesehatan yang sangat jauh.
Tingginya biaya kesehatan (rujuk) menyebabkan masyarakat miskin, justeru
semakin jauh untuk mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang murah dan
terjangkau. bahkan, sebagian mereka terpaksa harus pasrah dengan keadaan,
tidak mengobati sakit yang diderita, karena ketidakmampuan untuk membiaya
kesehatan (rujuk). Tentu keadan ini menjadi konstradiktif dengan tujuan dari
program pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis itu sendiri, yakni
memberikan akses bagi masyarakat miskin, dan jika berbagai kelemahan ini
tidak segera dilakukan perbaikan, maka tentu upaya Pemerintah Daerah
Kabupaten Sumbawa Barat untuk mewujudkan perbaikan kesejahteraan rakyat
KSB melalui peningkatan pelayanan dan derajat kesehatan masyarakat akan
semakin sulit. Bahkan, visi KSB sehat akan semakin menjauh dari kenyataan.
Secara prinsipil sesungguhnya program pelayanan kesehatan dan pengobatan
gratis di Kabupaten Sumbawa Barat, pada awal pelaksanaan program telah
banyak mendapatkan apresiasi yang tinggi dari berbagai kalangan masyarakat,
khususnya adalah masyarakat miskin, karena program ini dirasakan akan
membantu mereka untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Meski, saat ini
program pelayanan kesehatan gratis, dikeluhkan oleh sebagian kalangan,
khususnya masyarakat yang mampu, namun bagi sebagian besar masyarakat
miskin berharap program pelayanan kesehatan gratis dimasa mendatang harus
tetap dipertahankan dan dilanjutkan, harapan ini sesungguhnya sejalan pula
dengan harapan masyarakat lainnya, yang mensyaratkan agar program
pelayanan kesehatan gratis perlu untuk diperbaiki atau disempurnakan, bukan
hanya sekedar akses, melainkan adalah mutu/kualitas pelayanan dan jaminan
keberlanjutan program.
Revisi perbup dibutuhkan untuk memperbaiki berbagai kelemahan dalam
pengaturan sebelumnya, memperjelas konsep mengenai pelayanan dan
pengobatan gratis. Disamping itu, revisi juga harus dilakukan untuk memperjelas
berbagai aspek penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis yang selama ini
belum diatur dengan jelas dalam Perbup Nomor 9 tahun 2006. Misalnya terkait
dengan persyaratan penerima program pelayanan kesehatan gratis, ataupun
mengenai standar pelayanan kesehatan gratis. Tentu saja, Revisi juga dilakukan
untuk menambahkan beberapa pengaturan baru yang selama ini belum
tercakup dalam Perbup, namun diarasakan sangat penting untuk
mempercepat keberhasilan program.
Beberapa pengaturan terkait dengan hubungan antara pemerintah daerah,
khususnya petugas pelayanan kesehatan gratis dengan warganya atau penerima
layanan seperti pengaturan tentang hak-hak warga/pasien untuk menerima
pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis sesuai standar pelayanan minimal
kesehatan, kewajiban daerah untuk menjamin hak-hak penerima program
pelayanan kesehatan gratis, danhak-hak warga menyampaikan keluhan serta
mekanisme penyelesaian sengketa antara warga dan penyelenggara pelayanan
ksehatan gratis ternyata belum diatur secara komprehensig dalam Perbup.
Disamping itu, materi perbup juga masih banyak yang menimbulkan multitafsir
karena ktidakjelasan kalimat dalam perbup tersebut.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 8
Revisi perbup ini juga dimaksudkan untuk menata tata urutan peraturan daerah
yang lebih baik, agar sejalan dengan UU No.10 tahun 2000 tentang pembentukan
peraturan perundangan-undangan, karena program pelayanan kesehatan gratis
bersifat publik dan menagtur masyarakat, maka sudah sepatutnya diatur dalam
Perda, sebagai landasan hukum dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan
gratis, bukan dalam bentuk peraturan bupati.
Disamping itu, perubahan perbup ini juga dimaksudkan untuk mengakomir
dinamkia kebutuhan daerah untuk mendorong inovasi dalam penyelenggaraan
pelayanan kesehatan gratis. Karena kemajuan dalam pelayanan kesehatan gratis,
tidak semata-mata karena ketersediaan anggaran, komitmen politik, melainkan
pula adalah dari sejauhmanakah seluruh stakeholders terkait dalam pelayanan
kesehatan gratis mampu berkreativitas untuk selalu mencari alternatif dalam
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Pemda KSB, sebagai pembuat
kebijakan dan petugas pelayanan kesehatan sesungguhnya untuk dapat
mencapau kemajuan yang diinginkan perlu untuk melakukan terobosan-
terobosan pemikiran untuk meningkatkan kinerjanya melalui peningkatan
kreativitas dan inovasi dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Untuk itu diperlukan payung hukum untuk mendorong dan melindungi
pemda KSB yang telah melakukan kegiatan-kegiatan inovatif dalam pelayanan
kesehatan dan pengobatan gratis, tanpa dihantui oleh tuntutan hukum. Jangan
sampai kegiatan yang inovatif yang selama ini telah berjalan, bermuara pada
kriminalisasi. Adanya revisi Perbup ini diharapkan dapat memberi kesempatan
untuk membangun kerangka hukum penyelenggaraan penyalanan kesehatan dan
pengobatan gratis yang menyeluruh, visioner, dan efektif merespon berbagai
masalah yang sekarang dan mungkin terjadi di masa mendatang di dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis di KSB.
1.2. Metodologi
Revisi Perbup ini dirancang sedemikian rupa agar bersifat problem-based,
partisipatif, dan berbasis pada pemikiran yang secara akademik dan politik dapat
diterima. Bersifat problem-based karena inisiatif dan dasar untuk melakukan
revisi adalah masalah yang dihadapi baik oleh pemerintah daerah, para petugas
kesehatan, dan para pemangku kepentingan lainya terkait dengan
penyelenggarakan program pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis di
Puskesmas dan jaringannya. Berbagai masalah yang dihadapi oleh penyelenggara
pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis dan pemangku kepentingan setelah
dikaji secara akademik ternyata bersumber dari ketidak-jelasan
pengaturan dari Perbup Nomor 9 Tahun 2006 dan ketidakharmonisan antara
Perbup Nomor 9 Tahun 2006 dengan peraturan perundangan lainnya.
Berbagai masalah yang dihadapi oleh banyak pemangku kepentingan ini menjadi
dasar dan mendorong upaya untuk merevisi perbup Nomor 9 tahun 2006.
Dorongan untuk melakukan revisi juga muncul dari masalah yang dihadapi
dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis yang
mekanisme pengelolaannya belum diatur dalam Perbup Nomor 9 Tahun 2006.
Misalnya, mengenai standar pelayanan kesehatan gratis. Standar Pelayanan
Kesehatan Gratis adalah hal yang sangat strategis dan menjadi isu yang sangat
penting karena terkait secara langsung dengan pelayanan kesehatan yang
diterima oleh masyarakat dan menyangkut pula derajat kesehatan masyarakat.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 9
Untuk itu diperlukan revisi Perbup Nomor 9 Tahun 2006 untuk mengakomodasi
kebutuhan adanya pengaturan yang diperlukan untuk menjawab tantangan yang
sekarang dan dimasa mendatang dihadapi oleh pemerintah daerah KSB.
Dengan demikian, diharapkan Perbup yang dihasilkan nanti benar-benar
mampu menjawab berbagai masalah yang sekarang dihadapi ataupun tantangan
yang mungkin terjadi di masa mendatang dalam penyelenggaraan kesehatan dan
pengobatan gratis di KSB.
Metoda partisipatori digunakan dalam keseluruhan proses revisi Perbup
Nomor 9 tahun 2006. Didalam menentukan agenda revisi, yaitu menentukan hal
apa dari Perbup Nomor 9 tahun 2006 yang perlu direvisi, tim revisi melakukan
serangkaian FGD (focusssed- group discussion) di berbagai tingkat, desa (8
desa), 8 kecamatan dan kabupaten dengan multi-stakeholders, termasuk dengan
penerima layanan kesehatan (pasien). Tim juga melakukan uji publik dengan
berbagai kalangan seperti Akademisi, Pers, Dinas kesehatan, Petugas kesehatan
dan lain-lain. Tim revisi telah memperoleh berbagai masukan dari berbagai
kalangan dan masukan-masukan tersebut sepanjang bermanfaat serta layak
dipertimbangkan telah dipergunakan Tim Revisi untuk menyempurnakan
konsep yang secara terus menerus dibangun dan disempurnakan. Dengan
melibatkan multi-stakeholders di berbagai tingkatan (desa/kelurahan,
kecamatan dan kabupaten) diharapkan agenda revisi dapat mencakup masalah
dan kebutuhan yang dirasakan oleh banyak pihak yang mewakili kepentingan
yang berbeda-beda.
Proses revisi juga dilakukan secara terbuka dan partisipatif dimana tim
revisi yang terdiri dari pakar berbagai bidang keilmuan yang relevan dengan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis bersama-sama dengan tim hukum
dari berbagai komponen mendiskusikan berbagai masalah yang terjadi dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis di KSB dan merumuskan norma
yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dalam membahas
berbagai isu, perdebatan yang intens dilakukan bukan hanya dengan Tim Pakar,
melainkan pula pihak diluar tim, seperti: pakar dari universitas dan lembaga
lainnya, unsur-unsur dari Dinas dan perwakilan dari berbagai pers, NGO, dan
pemangku kepentingan lainnya. Dengan melibatkan proses yang terbuka
dan partisipatif diharapkan pemikiran yang berkembang dalam revisi
menggambarkan pemikiran yang terkini, relevan, dan efektif untuk menjawab
masalah dan tantangan yang dihadapi dalam penyelenggaraan pelayanan
kesehatan gratis di KSB.
Dengan konsultasi publik yang luas dengan berbagai pihak dan pemangku
kepentingan diharapkan dapat mendorong terjadi perdebatan yang terbuka
tentang berbagai aspek penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis yang selama
ini menjadi perhatian masyarakat luas. Dinas kesehatan akan menjadikan
masukan dan pemikiran yang berkembang dalam konsultasi publik menjadi
informasi dan bahan yang penting untuk menjadikan Peraturan Daerah hasil
revisi benar- benar menjadi milik masyarakat dan semua pemangku kepentingan.
Revisi juga dilakukan dengan mengkombinasikan pendekatan keilmuan dan
politik. Pendekatan keilmuan dilakukan untuk mencari solusi yang tepat
terhadap berbagai masalah yang terjadi dalam penyelenggaraan pelayanan
kesehatan gratis di KSB. Dengan melibatkan para pakar dari berbagai
universitas dan lembaga penelitian yang berbeda diharapkan revisi dapat
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 10
menghasilkan pengaturan baru yang secara akademik kuat dan secara politik
fisibel. Pengaturan baru tentunya harus memiliki landasan konsepsual yang
kuat didukung oleh hasil riset dan pengalaman yang memadai. Untuk itu
maka para pakar diminta melakukan kajian tentang berbagai isu yang dianggap
penting dan menuliskan hasilnya sehingga dapat menjadi bahan untuk
pembuatan naskah akademik dan masukan yang penting dalam revisi Perbup
Pelayanan Kesehatan Gratis. Namun, pengaturan yang secara akademik sound
harus juga dapat diimplementasikan dengan mudah, sederhana, dan efektif.
Karena itu, pemikiran dari para pakar dan anggota Tim Revisi dikonsultasikan
dengan para pihak yang berkepentingan sehingga pengaturan yang diusulkan
bukan hanya tepat secara konsepsual, tetapi juga secara politik fisibel, dan
akseptabel dimata berbagai pemangku kepentingan.
1.4. Struktur Penulisan
Naskah akademik ini terdiri dari 6 Bab. Bab I menjelaskan tentang pendahuluan
yang mencakup latar belakang, tujuan dari revisi, metodologi, dan struktur
penulisan. Bab II berisi tentang gambaran umum pelaksanaan pelayanan
kesehatan gratis dan landasan untuk melakukan scalling-up perbup menjadi
perda. Bab III menjelaskan inventarisasi peraturan perundang-undangan terkait
dengan pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis, termasuk jaminan sosial
bagi masyarakat miskin. Inventarisasi ini dilakukan untuk melakukan
singkronisasi dan harminsiasi perda yang akan dibentuk dengan peraturan
perundang-undangan lainnya, termasuk memastikan bahwa peraturan daerah
yang akan ditetapkan nantinya tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih
tinnggi dan ketentuan asas-asas lainnya. Bab IV menjelaskan kerangka pemikiran
atau konseptual yang menjelaskan konsep pelayanan kesehatan gratis dan
konstruksi pemikiranya. Adanya konsep yang jelas tentang pelayanan
kesehatan gratis diharapkan dapat membantu para pembentuk Peraturan
daerah dan pemangku kepentingan dalam menentukan arah dari Perbup. Bab V
menjelaskan tentang landasan pembentukan peraturan daerah, secara filosofis,
landasan sosio politik dan lansan yuridis pembentukan perda. Bab VI memuat
materi dari revisi Perbup. Semua masalah strategis yang memerlukan
perubahan pengaturan dalam Perbup dan keterkaitannya dengan peraturan
perundangan lainnya dijelaskan disini. Disamping memuat masalah yang
menuntut perubahan, Bab ini juga mengidentifikasi masalah yang
memerlukan pengaturan baru dalam Perda hasil revisi, seperti ; standar
pelayanan minimal kesehatan, pemberian reward dan beberapa materi lainnya.
Dan diakhir tulisan, dilampirkan rancangan peraturan daerah.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 11
BAB II
GAMBARAN UMUM PELAYANAN KESEHATAN
GRATIS DI SUMBAWA BARAT
Hasil penelitian berikut ini memberikan gambaran mengenai efektivitas dan berbagai
permasalahan yang muncul dalam impelementasi Perbup Nomor 9 Tahun 2006 tentang
pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis di Puskesmas dan Jaringannya yang dijamin
oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa Barat. Fakta ini sekaligus menjadi dasar
pemikiran awal untuk mendorong lahirnya agenda untuk melakukan scalling-up perbup
menjadi Peraturan Daerah, berikut temuan permasalahan dan harapan perubahan yang
diiiginkan di masa mendatang :
2.1. Penduduk KSB yang belum memiliki asuransi kesehatan sebagai
penerima program pelayanan kesehatan gratis.
Persyaratan penerima program layanan kesehatan gratis adalah masyarakat yang
belum memiliki jaminan asuransi kesehatan. Hal ini tercantum dalam
Peraturan Bupati Nomor 9 Tahun 2006, Pasal 3 ayat (1) menyebutkan bahwa
“sasaran pelayanan kesehatan/pengobatan gratis di Kabupaten Sumbawa
Barat adalah semua penduduk Kabupaten Sumbawa Barat yang belum
memiliki Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) yakni masyarakat yang
tidak ditanggung oleh PJPK-MM, PT. ASKES, JAMSOSTEK, dan Jaminan
Asuransi lainnya”.
Beranjak dari ketentuan di atas, maka jelas bahwa sasaran penerima layanan
kesehatan gratis yang dijamin oleh pemerintah daerah adalah terbatas untuk
penduduk KSB yang tidak/belum memiliki asuransi kesehatan, oleh karena itu,
maka tanggung jawab pembiayaan kesehatan gratis pun terbatas, yakni ; hanya
untuk penduduk KSB yang belum memiliki asuransi kesehatan..
Agar sasaran penerima program pelayanan kesehatan gratis tersebut menjadi
tepat sasaran, maka, pemerintah daerah, khususnya masing-masing Puskemas
dan jaringannya, haruslah memiliki sistem informasi dan database untuk dapat
memastikan serta menjamin siapa dan berapa jumlah penduduk KSB yang belum
memiliki asuransi kesehatan, maupun yang telah memiliki asuransi kesehatan.
Informasi dan data iniah yang tidak tersedia di pemerintah daerah, khususnya
dinas terkait (Dinas Kesehatan), Puskemas dan jaringannya sehingga para
petugas medis di masing-masing puskesmas dan jaringannya, memberlakukan
pelayanan kesehatan gratis kepada seluruh penduduk KSB, termasuk penduduk
KSB yang telah memiliki asuransi kesehatan.
Beranjak dari permasalahan di atas, maka, kedepan apabila pemerintah daerah
tetap memberlakukan pelayanan kesehatan gratis, hanya untuk penduduk KSB
yang belum memiliki asuransi kesehatan, maka ; pertama, pemerintah daerah
perlu melakukan pendataan penduduk dan membangun sistem informasi tentang
data warga yang belum memiliki asuransi, pemerintah daerah untuk itu dapat
menjalin kerjasama dengan Pemerintahan Desa/Kelurahan setempat melalui
program SIOS (Sistem Infomrasi Orang Susah) dalam PBRT (Pembangunan
Berbasis Rukun Tetangga) Pemerintah Daerah dapat memasukkan atau
mengintegrasikan kegiatan tersebut kedalam PBRT.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 12
Kedua, pemerintah daerah perlu melakukan koordinasi dan kerjasama kepada
perusahaan swasta/negara asuransi atau dinas terkait yang telah menyediakan
jasa asuransi, atau kepada perusahaan-perusahaan yang menjalankan program
Jamsostek. Data dan informasi dari perusahaan tersebut menjadi data dan
informasi yang dapat digunakan oleh pemerintah daerah, khususnya para
petugas medis di masing-masing puskesmas dan jaringannya untuk melakukan
pengecekan dan validasi data pemegang asuransi yang berkunjung ke masing-
masing puskesmas dan jaringannya.
Ketiga, untuk menghindari terjadinya tumpang tindih, dan memudahkan
pengawasan, puskesmas dan jaringannya yang memberikan program pelayanan
kesehatan gratis mengumumkan secara terbuka, misalnya memasang daftar
nama pemegang asuransi di papan informasi yang ada di masing-masing
puskemas, sehingga publik dapat mengetahui pula, siapa sajakah yang telah
memiliki asuransi.
Keempat, untuk mencegah dan mengurangi terjadinya manipulasi data yang
dikarenakan perilaku “nakal” atau penyalahgunaan kekuasaan para petugas
medis di puskesmas dan jaringannya dan atau instansi terkait lainnya, maka
pemerintah daerah dapat memberilakukan adanya sanksi administratif maupun
sanksi pidana kepada para petugas medis yang tidak menjalankan aturan
tersebut. Disisilain, harus pula dibarengi dengan adanya pemberian reward bagi
mereka yang berperilaku dan berprestasi kerja baik.
Persoalan pendataan dan validasi data, memang tidak semudah yang
dibayangkan, untuk mendukung program ini, maka pemerintah daerah perlu
melibatkan para stakeholders, khususnyaadalah mereka yang ada di
desa/kelurahan, lebih khusus adalah para Ketua RT. Peran pemerintah adalah
pas aspek supervisi, seperti ; menyusun pedoman pelaksanaan dan pedoman
teknis, melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap para ketua RT dan para
petugas pendata dan lain sebagainya.
Data-data yang telah terkumpul dari masing-masing desa (RT) wajib diolah oleh
Pemerintah Daerah, instansi terkait, sebagai bahan untuk sistem informasi dan
database penerima layanan kesehatan gratis. Apabila data dan informasi ini
sudah dimiliki dan dikembangkan oleh pemerintah daerah, maka pemerintah
daerah dapat dengan mudah untuk menghitung, misalnya berapa jumlah
penduduk KSB yang belum memiliki asuransi kesehatan, berapa kali rata-rata
mereka ke Puskesmas dan jaringannya, dan pada akhirnya pemerintah daerah
dapat menghitung berapa jumlah pembiayaan ideal untuk pelayanan kesehatan
gratis/orang bagi penduduk KSB yang belum memiliki asuransi.
2.2. Persyaratan untuk menerima pelayanan kesehatan gratis di
Puskesmas dan jaringanyya di KSB dengan bukti KTPG.
Untuk dapat memperoleh pelayanan program kesehatan gratis tersebut, maka
Penduduk KSB yang belum memiliki asuransi kesehatan, diberikan Kartu Tanda
Pengobatan Gratis atau disingkat dengan KTPG. Kartu tersebut diterbitkan oleh
Dinas Kesehatan, dan selama ini baru dua kali diterbitkan, yakni pada tahun
2006-20074. Setelah itu, tidak ada lagi dan setiap orang kemudian dapat
memperoleh pelayanan kesehatan gratis, karena untuk memperoleh pelayanan
4 Dinas kesehatan tidak lagi meneribitkan KTPG setelah terjadi banjir tahun 2007
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 13
kesehatan gratis di Puskesmas dan jaringannya hanya dengan bukti KTP KSB,
bahkan di sejumlah Puskesmas dan jaringannya, beberapa petugas medis, tidak
melakukan pendataan dan pengecekan pasien yang berkunjung di puskesmas
dan jaringannya.
Kelemahan dari Perbup Nomor 9 Tahun 2006, terkait dengan persyaratan ini
adalah karena di dalam Perbup tersebut tidak diatur secara jelas dan rinci,
apasajakah syarat-syarat yang harus dipenuhi setiap penduduk KSB yang belum
memiliki asuransi kesehatan untuk dapat memperoleh KTPG. Permasalahan
lainnya adalah mengenai kartu yang dijadikan dasar untuk dapat memberikan
pelayanan kesehatan gratis yang simpang siur, tidak tegas dan inkonsisten. Jika
memang, pemerintah daerah memberlakukan KTPG sebagai basis untuk
memberikan pelayanan kesehatan gratis di puskesmas dan jaringannya, maka
terhadap penduduk yang tidak memiliki KTPG, seyogyanya tidak diberikan
layanan kesehatan gratis.
Beranjak dari permasalahan di atas, maka ada beberapa materi perbup yang
perlu disempurnakan. Pertama, pemerintah daerah perlu untuk memperjelas
dan merinci, mengenai persyaratan untuk dapat menerima KTPG, karena dalam
Perbup tidak diatur, rujukan untuk dapat diterbitkannya KTPG hanya terbatas
pada lingkup persyaratan Penduduk KSB dan belum memiliki asuransi
kesehatan. Kedua, perlu diatur mengenai jenis dan bentuk KTPG, termasuk
masa berlakunya KTPG. Ketiga, mekanisme pengelolaan KTPG, termasuk
instansi yang memiliki otoritas untuk menerbitkan KTPG. Keempat, untuk
memberikan kepastian terhadap pelayanan kesehatan, maka pemerintah daerah
untuk memastikan dan memutuskan identitas persyaratan manakah yang
digunakan bagi setiap penduduk yang akan menerima pelayanan kesehatan
gratis. Dalam konteks inipula, penting untuk memastikan masa transisi, berapa
lama penggunaan KTP, Sertifikat GSP, dan identitas lainnya dapat digunakan
sepanjang belum diterbitkannya KTPG, termasuk mempertegas, apabila KTPG
telah diterbitkan, maka identitas lainnya untuk dinyatakan tidak berlaku atau
digunakan untuk memperoleh pelayanan kesehatan gratis.
2.3. Peningkatan mutu/kualitas dan keberlanjutan pelayanan kesehatan
gratis.
Secara umum tujuan pelayanan kesehatan/pengobatan gratis adalah untuk
meningkatkan derajat kesehatan perorangan pada seluruh masyarakat
Kabupaten Sumbawa Barat. Sedangkan secara khusus adalah ; pertama,
meningkatkan akses kepada seluruh masyarakat Kabupaten Sumbawa Barat
untuk pelayanan kesehatan dasar; kedua, meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan dasar; ketiga, mengurangi keterlambatan rujukan dari desa ke
Puskesmas5.
Dalam perbup No.9 Tahun 2006, titik tekan dari tujuan program pelayanan
kesehatan gratis adalah peningkatan akses pelayanan kesehatan dasar serta
mengurangi keterlambatan rujukan dari desa ke Puskesmas. Meskipun
dicantumkan pula mengenai peningkatan mutu pelayanan kesehatan dasar. Akan
tetapi, selama kurun waktu 2006 s.d. 2011, alokasi anggaran kesehatan dalam
APBD masih terbatas pada bagaimana masyarakat dapat memperoleh akses.
5 Pasal 2
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 14
Tujuan penyelenggaraan kesehatan gratis jika merujuk pada pencapain akses
semata, maka dapat dikatakan pemerintah daerah berhasil.
Masalah yang berkembang saat ini dan mendatang adalah bagaimana pelayanan
kesehatan gratis, tidak sekedar untuk dapat memenuhi akses pelayanan
kesehatan bagi masyarakat, tetapi bagaimana pemerintah daerah dan instansi
terkait yang memberikan layanan kesehatan gratis dapat menjamin adanya
pelayanan yang bermutu dan berkualitas, serta berkelanjutan. Oleh karena itu,
perlu ada perubahan, yakni; pertama, orientasi tujuan penyelenggaran
pelayananan kesehatan gratis, dari penyediaan akses menuju pada akses yang
bermutu/berkualitas serta berkelanjutan. Kedua, untuk menjamin adanya
keberlanjutan program pelayanan kesehatan gratis, maka dibutuhkan adanya
komitmen politik dari lembaga legislatif dan eksekutif yang dituangkan dalam
peraturan daerah. Saat ini, secara politik dan hukum, keberlanjutan
penyelenggaraan kesehatan gratis, kondisi masih berada dalam “ancaman”
karena dasar penyelenggaraan program yang hanya didasarkan pada peraturan
bupati. Sehingga dikhawatirkan, setelah masa jabatan bupati berakhir, berakhir
pula program pelayanan kesehatan gratis. Hadirnya peraturan daerah tentang
pelayanan kesehatan gratis, selain menyempurnakan berbagai materi yang ada
dalam Perbup No.9 tahun 2006, juga dimaksudkan untuk memperkokoh
landasan pelaksanaan program pelayanan kesehatan gratis di masa mendatang.
Terlepas dari berbagai kelemahan yang ada saat ini, program pelayanan
kesehatan gratis, dirasakan sangat bermanfaat bagi masyarakat, khususnya
masyarakat kurang mampu.
2.4. Lingkup dan jenis pelayanan kesehatan gratis
Lingkup pelayanan kesehatan gratis adalah pelayanan kesehatan dasar yang
berada di Puskesmas, Induk, Puskesmas Pembantu, Polindes, maupun Posyandu.
Pelayanan kesehatan dasar tersebut, meliputi :
a. Pelayanan gawat darurat dan operasi minor, meliputi:
1. Pemeriksaan dan pemeriksaan.
2. Tindakan medis sedang – berat.
3. Tindakan medis ringan.
4. Pelayanan KB operatif.
b. Rawat jalan tingkat Pertama meliputi:
1. Pelayanan pemeriksaan pisik dan konseling oleh dokter dan perawat.
2. Pelayanan kesehatan gigi dan mulut.
3. Pelayanan perawatan ibu hamil dan ibu nifas.
4. Pelayanan KB non operatif.
5. Pelayanan pemberi obat.
6. Pelayanan laboratorium sederhana.
7. Pelayana uji kesehatan.
8. Tindakan medis ringan.
9. Pemeriksaan luar dalam rangka visum et reperentum.
10. Pelayanan penunjang medis lainnya. c. Rapat Inap tingkat pertama, meliputi:
1. Pemeriksaan dan pengobatan.
2. Perawatan.
3. Pemberi obat obatan.
4. Pertolongan persalinan dan pasca persalinan.
5. Pertolongan penyakit kandungan dan efek samping keluarga
berencana.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 15
6. Tindakan medis ringan – sedang.
Ruang lingkup pelayanan dasar di Puskesmas terdiri dari:
a. Pelayanan pemeriksaan dan pengobatan dan tindakan medis ringan oleh
paramedik.
b. Konseling kesehatan umum oleh perawat atau bidan.
c. Melaksanakan rujukan.
Permasalah dan keluhan yang dihadapi :
a. Keterbatasan obat-obatan dan rendahnya kualitas obat
Persoalan keterbatasan ketersediaan obat dan mutu obat yang berkualitas
adalah perosalan yang paling banyak disoroti dan dikeluhkan masyarakat,
mutu kualitas obat dinilai masyarakat masih sangat rendah. Sementara
disisi lain, jika, masyarakat ingin mendapatkan obat yang
bermutu/berkualitas, dapat diperoleh dari resep dokter atau apotik yang
ditunjuk dokter, dan untuk mendapatkan obat tersebut, meraka harus
membayar mahal. Oleh karena tidak mampu, terpaksa mereka tetap
bertahan dengan obat generik yang telah disediakan oleh pemerintah daerah
secara gratis, meskipun obat tersebut tidak mujarab, untuk menyebuhkan
penyakit yang dideritanya. Daripada membeli obat yang berkualitas namun
mahal, lebih baik menggunakan obat generik gratis yang diberikan meskipun
tidak memiliki dampak atau pengaruh atas kesembuhan pasien.
Atas dasar itu, maka, dimasa mendatang Pemerintah Daerah perlu untuk
memberikan subsidi untuk penyediaan obat-obatan yang
bermutu/berkalitas, khususnya bagi pasien warga miskin.
b. Pelayanan Gawat Darurat dan Operasi Minor
Pertama; sebagian besar masyarakat menilai unit pelayanan gawat darurat
yang diberikan petugas medis di masing-masing kecamatan masih rendah,
beberapa kasus yang membutuhkan penanganan cepat, seperti korban
kecelakaan lalu lintas lamban untuk direspons. Salah satu penyebabnya
adalah karena terbatasnya jumlah dokter di masing-masing kecamatan, dan
terkadang dokter atau petugas medis di Puskesmas tersebut pada saat
penanganan korban kecelakaan tidak berada di tempat.
Kedua; terbatasnya sarana dan prasarana pendukung, termasuk kendaraan
operasional untuk pasien (ambulance) ditambah dengan kelakuakn sejumlah
“oknum” di puskesmas yang menggunakan kendaraan dinas operasional
ambulance untuk kegiatan lainnya. Ketiga, keterbatasan SDM, di beberapa
Puskesmas, seperti Puskesmas Taliwang sarana dan prasarana, khsusunya
alat-alat kesehatan yang bertekhnologi tinggi yang disediakan Pemda ,
ternyata tidak mampu untuk dioperasionalisasikan secara optimal, sehingga
penanganan pasien tetap melalui rujuk ke RSUD Sumbawa atau RSUD
Mataram dan atau Rumah sakit lainnya.
c. Pelayanan Rawat Jalan dan Rawat Inap Tingkat Pertama
Permasalahan yang dihadapi atau dikeluhkan masyarakat, khususnya
pasien/keluarga yang mendampingi pasien, adalah menyangkut ketersediaan
petugas media yang sangat terbatas, khususnya adalah dokter yang merawat
pasien, umumnya adalah Dokter umum, dan seringkali mereka tidak berada
ditempat,
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 16
Beberapa fakta lapangan ditemukan, antara lain ; pelayanan kesehatan pada
pasien rawat inap umumnya dilakukan oleh perawat, sementara dokter yang
memiliki kompetensi, tidak berada ditempat, karena sejumlah Dokter yang
bertugas di Puskesmas, jua membuka praktek di rumah atau tempat praktek,
sebagian besar praktek tersebut dilakukan pada malam hari, sehingga pasien
yang membutuhkan pertolongan, tidak langsung dapat memperoleh
pelayanan, mereka harus menunggu hingga praktek dokter selesai.
Oleh karena pelayanan kesehatan/pengobatan diberikan oleh Perawat, yang
belum memiliki kompetensi atau kapasitas memadai, maka potensi untuk
terjadinya mal-praktek pun potensial terjadi. Sejumlah kasus, terjadi pasien
meninggal dalam perjalanan menuju RSUD, salah satunya adalah kasus Ibu
melahirkan yang terjadi di Puskesmas Taliwang. Diduga, kasus ini terjadi
karena kesalam perawat dalam melakukan diagnosis penyangkit dan
keterlambatan dalam penanganan pasien. Disamping itu, terkait dengan
pelayanan rawat inap, tantangan yang dihadapi adalah menyangkut
keterbatasan keresediaan ruangan untuk rawat inap pasien yang terjadi
dibeberapa puskesmas.
Beranjak dari permasalahan di atas, maka ada 4 (empat) agenda utama yang
perlu dilakukan perbaikan terkait dengan perbaikan pelayanan kesehatan
bagi pasien rawat inap. Pertama, pemerintah daerah perlu melakukan
menyediaan dan penambahan jumlah dokter, khususnya dokter sepesialis di
masing-masing kecamatan. Kedua, perlu ada upaya peningkatan
kapasitas,khususnya bagi para perawat puskesmas yang menangani pasien
rawat inap. Ketiga, perlu adanya sanksi yang tegas terhadap para dokter
yang membolos atai meninggalkan jadwal waktu pekerjaannya di Puskesmas.
Perlu, dibutuhkan adanya upaya peningkatan sarana dan prasarana,
khususnya adalah ruang wawat inap di masing-masing puskesmas.
d. Pelayanan Rujukan dari Puskesmas ke RSUD mendorong biaya
kesehatan yang tinggi
Rujuk Pasien ke RSUD Sumbawa, RSUD Mataram dan Rumah Sakit lainnya
sebagai “lahan” bisnis. Praktek rujuk merujuk, banyak sekali terjadi dan terus
meningkat, alasan rujuk dari masing-masing puskesmas sangat beragam,
mulai dari persoalan ketersediaan, dokter, peralatan kesehatan, hingga
alasan di puskemas A lebih baik daripada puskemas B.
Jika merujuk pada semangat dan tujuan rujuk, adalah untuk memudahkan
pasien. Pelayanan rujuk, antara lain meliputi; rujuk dari Desa ke Puskesmas,
dan antar Puskesmas dalam wilayah Kabupaten Sumbawa Barat. Sedangkan,
rujuk ke RSUD Sumbawa, seperti; RSUD Mataram atau RSUD Sumbawa,
atau Rumah Sakit lainnya tidak diatur dalam Perbup, dan biasanya
dibebankan atau ditanggung sendiri oleh pasien.
Persoalan sekaligus tantangan sekarang adalah tingginya angkat rujuk ke
RSUD mataram dan Sumbawa, karena daerah KSB belum memiliki RSUD
sendiri. Tingginya jumlah pasie yang dirujuk, telah menimbulkan reaksi dari
masyarakat, biaya tinggi, waktu, jarak tempuh dan sebagainya menjadi
pemicu utamanya. Kondisi ini sangat memberatkan masyarakat, khususnya
mereka yang tidak mampu. Misalnya saja, biaya pengangkutan pasien dari
Puskesmas Induk ke RSUD Sumbawa atau RSUD Mataram, untuk biaya sewa
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 17
ambulance, jika dari Puskesmas Sekongkang ke Sumbawa mencapai
Rp.1.000.000,00 s/d Rp.1.500.000,-. Belum lagi biaya di RSUD,
penginapan, dan sebagainya. Sehingga jauh lebih tinggi biaya yang harus
dikeluarkan oleh pasien dan keluarganya.
e. Dukungan untuk pasien yang tidak mampu yang di rujuk ke RSUD
Mataram atau RSUD Sumbawa tidak berjalan optimal
Untuk mengatasi masalah kesulitan biaya kesehatan yang dialami oleh
pasien yang tidak mampu, maka Pemerintah Daerah telah mengambil
kebijaksanaan dengan menyediakan alokasi anggaran khusus atau bantuan
sosial kesehatan bagi warga miskin yang tidak mampu yang dirujuk ke RSUD
Mataram maupun RSUD Sumbawa, namun, sejauh ini langkah tersebut
belum cukup efektif dalam mengatasi masalah yang dihadapi penduduk
miskin KSB.
Beberapa warga (pasien) yang pernah dirujuk ke RSUD Sumbawa, khususnya
pasien warga miskin, ternyata belum mendapat perlakuan pelayanan yang
optimal, terlebih lagi yang berkualitas. Warga miskin yang menggunakan
Jamkesda, akses untuk mendapatkan obat secara gratis, ternyata dibatasi,
hanya memperoleh jenis obat-obatan tertentu saja, disamping itu pelayanan
yang diberikan para medis pun sangat buruk.
Bantuan keluarga miskin, yang dihajatkan untuk membantu para pasien
kurang mampu, ternyata belum mampu dikelola Pemerintah Daerah c.q.
melalui Setda-Kesra KSB, ternyata banyak bantuan sosial tersebut yang tidak
sesuai sasaran. Hal ini dikarenakan kurangnya transparansi dan
akuntabilitas, khususnya mengenai sosialiasi atau informasi bantuan sosial,
kepada para keluarga miskin.
kelemahan : (a) kurangnya ketersediaan informasi/akses informasi warga
miskin, khususnya terkait dengan mekanisme pengajuan dan pencairan dana
bantuan sosial; (b) proses pengajuan dan pencairan bantuan memerlukan
waktu yang relative lama dan prosesnya terkesan masih birokratif. Disisilain,
pada tingkat masyarakat—ada pula masyarakat yang memanfaatkan dana ini
untuk kepentingan lainnya atau melakukan manipulasi data, misalnya, dana
yang seyogya untuk biaya kesehatan tetapi digunakan untuk
keperluan/kebutuhan yang lain.
2.5. Lemahnya Sistem Manajemen Pengelolaan Program Pelayanan
Kesehatan.
Dari aspek perencaan program dan kegiatan pelayanan kesehatan, keterlibatan
stakeholders dalam perencanaan program sangat minim, bahkan Puskesmas dan
jaringannya yang merupakan unsur terdepan dalam pelayanan kesehatan gratis
tidak dilibatkan Dinas Kesehatan dalam penyusunan program/kegiatan dan
anggaran tahunan daerah. Pada aspek Pengendalian dan Pengawasan, program
pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis dilakukan oleh Tim Pengawasan
yang terdiri dari; unsur inspektorat dan dinas yang meliputi Kepala BAPPEDA,
Kepala Dinas Kesehatan, Kepala BPM, Tim di ketuai langsung oleh Sekretaris
Daerah. Tugas utama Tim Pengawasan adalah ; Pertama, menerima laporan
dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat. Kedua, melakukan penngawasan
terhadap pelaksanaan pelayanan kesehatan gratis kepada para petugas medis
Puskesmas dan jaringannya.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 18
Tim Pengawasan, ternyata belum dapat berjalan efektif, karena masing-masing
personil maupun dinas/instansi terkait memiliki tupoksi dan beban masing-
masing, keberadaan Tim Pengawasan tidak diketahui masyarakat, termasuk
peran dan tugas Tim tersebut. Sementara disisilain, Tim Pengawasan bersifat
pasif, hanya menunggu laporan keluhan dari Petugas Puskesmas. Meskipun,
dalam rangka pengawasan tersebut, para petugas telah diwajibkan untuk
membuat laporan dan menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan
pelayanan kesehatan gratis, sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 3 (tiga)
bulan, laporan dan evaluasi tersebut meliputi; (a) Laporan pelaksanaan. (b)
Laporan pengawasan, dan (c) Laporan pengaduan. Namun kegiatan tersebut
memiliki banyak kelemahan seperti dalam evaluasi, proses evaluasi pelayanan
kesehatan/pengobatan gratis tidak melibatkan partisipasi masyarakat, sehingga
pemerintah daerah kurang memperoleh feedback langsung dari pengguna
layanan kesehatan masyarakat. Padahal, masukan, saran maupun ktitik dari
pengguna layanan kepada pemda sangat diperlukan untuk mengetahui dan
memastikan permasalahan yang berkembang dilapangan sekaligus bahan untuk
melakukan perbaikan kebijakan dimasa mendatang.
Begitupun dengan pelaporan pelaksanaan pelayanan kesehatan gratis, selama ini
tidak pernah dipublikasikan secara kepada publik. Laporan program dibuat oleh
masing-masing Puskesmas dan jaringannya dan dilaporkan ke Dinas Kesehatan
setiap bulan sebagai bahan evaluasi, laporan tersebut, meliputi antara lain;
laporan jumlah dan jenis pelayanan kesehatan, jenis penyakit, Laporan tentang
Kesehatan Ibu dan Anak, Laporan pemakaian obat, laporan jumlah rujukan dan
kebutuhan peralatan kesehatan.
Publikasi laporan kesehatan penting bagi masyarakat, misalnya terkait dengan
laporan mengenai jumlah dan jenis penyakit, jika dapat diketahui oleh
masyarakat, dapat memahami ancaman penyakit yang berada dilingkungganya,
diharapkan kemudian masyarakat dapat tergugah dan berpartisipasi untuk
melakukan pencegahan dan pengobatan penyakit tersebut.
2.6. Sistem Manajemen Informasi Kesehatan Daerah belum berjalan
optimal.
Sistem Informasi Kesehatan Daerah bertujuan untuk meningkatkan akses
informasi dan peningkatan pelayanan kesehatan, khususnya terkait ketersediaan
database penerima layanan kesehatan gratis, melalui sistem informasi
diharapkan Puskemas dan jaringannya dapat mempercepat pelayanan,
memperbaiki validitas peserta layanan kesehatan dan sebagainya.
Namun, sistem informasi manajemen kesehatan daerah disingkat SIM belum
dapat berjalan optimal, beberapa kendala yang dihadapi ; tidak tersedianya
sarana dan prasarana pendukung, seperti ; hardware perangkat computer, SDM
pengelola, dan sebagian besar Puskesmas dan jaringannya belum memiliki
jaringan koneksi yang dapat menghubungan pelayanan antar Puskesmas dan
jaringannya (networking internet). SIM baru dapat dilaksanakan di di
Puskesmas Taliwang, sedangkan 7 Puskesmas lainnya masih mengunakan sistem
manual.
2.7. Mekanisme komplain pelayanan kesehatan gratis dan
penyelesaiannya.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 19
Dari sisi semangat dalam Perbup Nomor 9 tahun 2006 telah mengatur
mekanisme pengaduan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan gratis. Tujuan
diaturnya mekanisme ini adalah sebagai umpan balik (feedback) bagi semua
pihak yang terkait dalam upaya mensukseskan kegiatan Pelayanan
Kesehatan/Pengobatan Gratis, sehingga pelaksanaan kegiatan ini dapat
mencapai tujuan dan memberikan manfaat sebaik-baiknya. Namun,
pengaturannya belum dijabarkan secara terperinci, dintaranya misalnya ; materi
pengaduan, lembaga yang menangani pengaduan, dan sebagainya.Meskipun,
dalam Perbup mengharuskan setiap pengaduan masyarakat harus memperoleh
penanganan dan penyelesaian secara memadai dan dalam waktu yang secepatnya
diselesaikan, namun, dalam impelementasinya penanganan pengaduan berlarut-
larut, dan tidak adan batas waktu penyelesainnya .
Dalam rangka menerima dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat, sesuai
pasal Perbup No.9 Tahun 2006, dibentuk Unit/Forum penyelesaian pengaduan,
keberadaanya mulai dari Tingkat Desa, Kecamatan dan Kabupaten dengan tugas
sebagai berikut;
a. Mengumpulkan, menerima dan mencatat pengaduan;
b. Mempublikasikan alamat penyampaian pengaduan, atau cara-cara
penyampaian pengaduan;
c. Pengumpulan dilakukan secara pasif maupun proaktif;
d. Pengaduan dicatat secara tertib, mencakup seluruh informasi; dan
e. Menyelesaikan pengaduan.
Sedangkan Mekanisme penyelesaian pengaduan sebagaimana dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
a. Penyelesaian dilakukan sesegera mungkin, sejak diketahui terjadinya keluhan;
b. Pengaduan diselesaikan atau ditangani terlebih dahulu oleh unit/Forum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang terdekat dengan sumber
pengaduan;
c. Jika ditemui kesulitan menangani dan menyelesaikan pengaduan pada tingkat terdekat, masalah yang dikeluhkan dapat dirujuk ke tingkat yang
lebih tinggi;
d. Pengaduan akan disampaikan kepada pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat melalui Sekretariat Tim Program Pengobatan Gratis.
Forum di atas sifatnya ad-hoc, sejak diberlakukannya Perbup ternyata forum
ini belum terbentuk, dan tidak ada tidak ada petunjuk pelaksana maupun
pentunjuk teknis sebagai pedoman untuk menyelesaikan pengaduan, rencana
kerja dan sebagainya.
Beranjak dari permasalahan di atas, maka kedepan perlu ada penyempurnaan
peraturan terkait dengan forum/unit penyelesaian pengaduan masyarakat,
antara lain adalah meliputi ; (1) pengaturan kelembagaan dan tata kerja forum.
(2) penetapan keanggotaan anggota forum. (3). Penyusunan standar
operasional prosedur penanganan pengaduan masyarakat. (4). Tatacara
pengaduan masyarakat dan lainnya. Keberadaan forum ini harus
dipublikasikan secara luas kepada masyarakat agar masyarakat dapat
mengentahuinya. Pemerintah daerah berkewajiban untuk melakukan supervisi
kepada forum, termasuk menyediakan anggaran khusus untuk penanganan
pengaduan masyarakat.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 20
2.8. Tingkat Kepuasaan/Indeks Kepuasaan Masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan gratis
Dari hasil penelitian terakhir, LEGITIMID tahun 2011, tentang Indeks
Kepuasaan Masyarakat (IKM) terhadap pelayanan kesehatan gratis yang
dilakukan pada 8 Puskemas Kecamatan di Sumbawa Barat6, ditemukan hasil
sebagai berikut :
a. Prosedur Pelayanan.
Nilai rata rata dari unsur Prosedur layanan adalah:
Prosedur Pelayanan Unit Gawat Darurat: 2,92 ( Mutu Pelayanan C )
Prosedur Pelayanan Unit Rawat jalan: 2,9 ( Mutu Pelayanan C )
Prosedur Pelayanan Unit Rawat Inap: 2,92 ( Mutu Pelayanan C )
artinya secara umum responden menyatakan bahwa prosedur pelayanan
pada Puskesmas di Kabupaten Sumbawa Barat pada ketiga unit layanan ialah
Prosedurnya mudah (jawaban C).
b. Persyaratan Pelayanan
Nilai rata rata dari unsur persyaratan pelayanan adalah:
Prosedur Pelayanan Unit Gawat Darurat: 2,82 ( Mutu Pelayanan C )
Prosedur Pelayanan Unit Rawat jalan: 3,00 ( Mutu Pelayanan C )
Prosedur Pelayanan Unit Rawat Inap: 2,94. ( Mutu Pelayanan C )
Jadi Nilai yang diberikan oleh responden pada ketiga unit layanan adalah
Secara umum responden menilai bahwa terdapat kesesuaian antara
persyaratan pelayanan yang ditetapkan puskesmas di Kabupaten Sumbawa
Barat terhadap masing-masing jenis pelayanan dengan persyaratan yang
harus di berikan oleh para pasien kepada petugas layanan.
c. Kejelasan Petugas Pelayanan
Nilai rata-rata dari unsur kejelasan petugas layanan adalah:
Prosedur Pelayanan Unit Gawat Darurat: 2,8 ( Mutu Pelayanan C )
Prosedur Pelayanan Unit Rawat jalan: 2,9 ( Mutu Pelayanan C )
Prosedur Pelayanan Unit Rawat Inap: 2,93.( Mutu Pelayanan C )
Para responden secara umum menyatakan bahwa mereka dapat secara jelas
dalam mengetahui identitas para karyawan pada Puskesmas di kabupaten
Sumbawa Barat, baik nama maupun jabatan mereka sebagai dokter, bidan,
perawat ataupun yang lainnya (Jawaban C). .
d. Kedisiplinan Petugas Pelayanan
Berkaitan dengan kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan yaitu
kedisplinan petugas layanan, nilainya adalah:
Prosedur Pelayanan Unit Gawat Darurat : 2,9 ( Mutu Pelayanan C )
Prosedur Pelayanan Unit Rawat jalan: 2,9 ( Mutu Pelayanan C )
Prosedur Pelayanan Unit Rawat Inap: 2,93( Mutu Pelayanan C )
Berdasarkan nilai IKM diatas, dapat kita lihat pada tiga unit layanan terkait
penilaian yang berkaitan dengan konsistensi waktu kerja apakah sesuai
ketentuan yang berlaku yang menjadi point dalam melihat kedisiplinan
petugas pelayanan, para responden memberikan nilai rata rata menyatakan
6 jumlah responden keseluruhan penelitian sebanyak 390 responden, 130 orang
responden untuk unit layanan rawat jalan, 130 responden untuk unit layanan gawat darurat dan 130 responden untuk unit layanan rawat inap, dengan komposisi responden 200 orang perempuan dan 190 laki-laki. Penentuan jumlah sampel dan pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat mengacu pada KEPMENPAN NO: KEP/25/2/M.PAN/2004. Komponen pembiayaan/biaya tidak dimasukkan dalam survey ini karena pelayanan kesehatan tidak dipungut biaya (gratis). Pada athun 2010, LEGITIMI telah melakukan IKM dan hasil IKM tahun 2011, tidak mengalami perubahan yang signifikan dengan hasil sebelumnya.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 21
bahwa kedisplinan petugas layanan sesuai dengan ketentuan waktu yang
berlaku pada Puskesmas di Kabupaten Sumbawa Barat (jawaban C).
e. Tanggung Jawab Petugas Pelayanan
Nilai rata-rata unsur tanggung jawab petugas layanan yang diberikan
responden adalah :
Prosedur Pelayanan Unit Gawat Darurat : 2,9 ( Mutu Pelayanan C )
Prosedur Pelayanan Unit Rawat jalan: 2,9 ( Mutu Pelayanan C )
Prosedur Pelayanan Unit Rawat Inap: 2,98.( Mutu Pelayanan C )
yang berarti mereka melihat adanya kejelasan wewenang dan tanggung jawab
petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan pada ketiga unit
layanan (jawaban C).
f. Kemampuan Petugas Pelayanan
Nilai rata rata unsur kemampuan petugas layanan yang berkaitan tingkat
keahlian dan keterampilan yang dimiliki petugas dalam
memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat yang diberikan
responden adalah :
Prosedur Pelayanan Unit Gawat Darurat : 2,8 ( Mutu Pelayanan C )
Prosedur Pelayanan Unit Rawat jalan: 2,9 ( Mutu Pelayanan C )
Prosedur Pelayanan Unit Rawat Inap: 2,9.( Mutu Pelayanan C )
g. Kecepatan Pelayanan
Nilai rata rata unsur kecepatan pelayanan yang berkaitan target waktu
pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit
penyelenggaraan pelayanan adalah :
Prosedur Pelayanan Unit Gawat Darurat : 2,7 ( Mutu Pelayanan C )
Prosedur Pelayanan Unit Rawat jalan : 2,8 ( Mutu Pelayanan C )
Prosedur Pelayanan Unit Rawat Inap : 2,8.( Mutu Pelayanan C )
Para responden secara umum di tiga unit pelayanan menyatakan bahwa
pelayanan dilaksanakan dengan cepat (Jawaban C). .
h. Keadilan Mendapatkan Pelayanan
Nilai rata rata unsur keadilan mendapatkan pelayanan yaitu yang berkenaan
dengan pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status
masyarakat yang dilayani pada tiga unit layanan adalah:
Prosedur Pelayanan Unit Gawat Darurat : 2,9 ( Mutu Pelayanan C )
Prosedur Pelayanan Unit Rawat jalan : 2,9 ( Mutu Pelayanan C )
Prosedur Pelayanan Unit Rawat Inap : 3,0.( Mutu Pelayanan C )
Para responden secara umum menjawab bahwa pelayanan kesehatan pada
Puskesmas di Kabupeten Sumbawa Barat berjalan dengan adil (Jawaban C).
i. Kesopanan dan Keramahan Petugas
Nilai rata rata unsur kesopanan dan keramahan petugas pelayanan kesehatan
pada Puskesmas di Kabupaten Sumbawa Barat pada ketiga unit layanan
adalah:
Prosedur Pelayanan Unit Gawat Darurat : 2,9 ( Mutu Pelayanan C )
Prosedur Pelayanan Unit Rawat jalan: 3,0 ( Mutu Pelayanan C )
Prosedur Pelayanan Unit Rawat Inap: 3,05.( Mutu Pelayanan C )
Unsur yang berkaitan dengan sikap dan perilaku petugas dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling
menghargai dan menghormati tersebut pada ketiga unit layanan dijawab
dengan pernyataan responden bahwa petugas pelayanan melayani dengan
sopan dan ramah (Jawaban C).
j. Kepastian Jadwal Pelayanan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 22
Nilai rata rata unsur Kepastian jadwal pelayanan yaitu yang berkenaan
dengan pelaksanaan waktu pelayanan sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan adalah:
Prosedur Pelayanan Unit Gawat Darurat : 2,8 ( Mutu Pelayanan C )
Prosedur Pelayanan Unit Rawat jalan: 2,7 ( Mutu Pelayanan C )
Prosedur Pelayanan Unit Rawat Inap: 2,8.( Mutu Pelayanan C )
dimana para responden lebih banyak menjawab bahwa jadwal pelayanan
sering tepat (Jawaban C)
k. Kenyamanan Lingkungan
Nilai rata rata unsur kenyamanan lingkungan pada Puskesmas di kabupaten
Sumbawa Barat adalah
Prosedur Pelayanan Unit Gawat Darurat: 2,65 ( Mutu Pelayanan C )
Prosedur Pelayanan Unit Rawat jalan: 3,0 ( Mutu Pelayanan C )
Prosedur Pelayanan Unit Rawat Inap: 2,8.( Mutu Pelayanan C )
rata rata responden menjawab dengan nilai C pada ketiga unit layanan.
l. Keamanan Pelayanan
Nilai rata rata unsur keamanan pelayanan adalah pada ketiga unit layanan
adalah:
Prosedur Pelayanan Unit Gawat Darurat : 3,0 ( Mutu Pelayanan C )
Prosedur Pelayanan Unit Rawat jalan: 3,0 ( Mutu Pelayanan C )
Prosedur Pelayanan Unit Rawat Inap: 3,0.( Mutu Pelayanan C )
Pada ketiga unit layanan rata rata responden menjawab dengan jawaban C
dimana mereka menyatakan bahwa pelayanan kesehatan pada Puskesmas di
kabupaten Sumbawa Barat berjalan dalam kondisi aman.
2.9. Tingkat Utilisasi Pelayanan Dasar di KSB
Tingkat utilisasi pelayanan kesehatan/pengobatan gratis pada tahun pertama
(2006) program kesehatan gratis dilaksanakan, pasie yang berkunjung sebanyak
82,042 atau 6,837/bulan, sebelumnya pada tahun 2005, ketika pelayanan
kesehatan masih membayar, jumlah kunjungan pasien 41.861 atau 3.488/bulan7.
Namun, ketika pelayanan kesehatan gratis diberlakukan pada tahun 2006 jumlah
pasien meningkat dua kali lipat.
Tahun 2007, jumlah pasien yang berkunjung 74,595 atau 6,216/bulan,
mengalami penurunan 7.477 atau turun 10% dari sebelumnya. Tahun 2008,
jumlah kunjungan 62,218 atau 5,185/bulan atau mengalami penurunan sebanyak
20%. Penurunan jumlah pasien terutama pada unit pelayanan rawat jalan
puskesmas dan unit pelayanan rawat jalan Pustu. Sedangkan unit pelayanan
rawat jalan Puskel, Rawat Inap dan Poskesdes, mengalami peningkatan jumlah
kunjungan.
Pertanyaannya kemudian adalah apakah penurunan jumlah mengindikasikan
perbaikan kualitas/derajat kesehatan masyarakat akibat dari program pelayanan
kesehatan/pengobatan gratis ataukah karena adanya “kekecewaan” masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan gratis.
7 Pasien dimaksud adalah pasien yang menerima pelayanan dasar ; Rawat Jalan Puskesmas, Rawat Jalan Pustu, Rawat Jalan Puskel, Rawat Inap dan Poskesdes.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 23
2.10. Menurunnya motivasi dan kinerja pelayanan kesehatan yang
berkualitas dari para petugas medis di Puskesmas dan jaringannya
karena minimnya tingkat kesejahteraan petugas medis
Sejak diberlakukannya pelayanan kesehatan gratis, jumlah pasien meningkat bila
dibandingkan dengan jumlah pasien sebelum diberlakukannya pelayanan
kesehatan gratis, beban kerja petugas medis meningkat, karena jumlah pasien
meningkat 2-3 kali lipat dari sebelumnya. Sementara itu, jumlah petugas medis
masih sangat terbatas, dan jumlah pendapatan atau tingkat kesejahteraan bagi
para petugas kesehatan mengalami penurunan, sebelum pelayanan kesehatan
digratiskan, para petugas kesehatan menerima honorarium (uang jasa layanan)
langsung dari pasien (cash), setelah pelayanan kesehatan gratis uang tersebut
tidak lagi diteroma. Motivasi kerja dan prestasi kerja para petugas medis
cenderung menurun, karena rendahnya penghargaan atas jasa layanan yang
diberikan.
Harapan petugas kesehatan, kompensasi jasa layanan medis, sesungguhnya
bukan hanya dalam bentuk finansial, dapat pula kompensasi non finansial yaitu
berupa, misalnya rumah dinas, kendaraan dinas , peluang melanjutkan
pendidikan atas biaya pemerintah, peluang mengikuti diklat, peluang mendapat
kenaikan pangkat istimewa untuk PNS, peluang untuk diangkat menjadi pegawai
negeri bagi PTT dan sebagainya. Karena pada dasarnya seseorang yang bekerja,
mengharapkan imbalan yang sesuai dengan jenis pekerjaannya, karena adanya
upah yang sesuai dengan pekerjaannya, maka timbul pula rasa gairah kerja yang
semakin baik.
Selama ini, kompensasi yang diterima kurang sebanding dengan beban kerja
petugas medis, dan uang kompensasi dari pelayanan kesehatan gratis diberikan
pemda diberikan, setiap tiga bulan sekali, karena itu bagi petugas medis
kebijakan pelayanan kesehatan dasar ungguh tidak menyenangkan. Oleh karena
itu, pemerintah daerah perlu melakukan perubahan kebijakan terkait dengan
perbaikan kesejahteraan petugas medis di Puskesmas dan jaringannya. Beberapa
alasan perbaikan kebijakan ini ; pertama, setelah kebijakan pelayanan
kesehatan gratis, pasien yang dirawat mengalami peningkatan dua kali lipat,
dibandingkan sebelumnya. Kedua, motivasi kerja petugas puskesmas, khsusnya
pelayanan dasar rawat inap menurun, karena rendahnya pemberian insentif dan
kompensasi atas jasa layanan yang diberikan, hanya sebesar Rp.3500/malam,
uang tersebut hanya dapat untuk membeli “obat nyamuk”.
Pemerintah daerah KSB, khususnya kepada petugas puskesmas rawat inap
hendaknya di berikan kompensasi material dan non material dalam hal ini
diberikan kesempatan meningkatkan SDM dengan bantuan tunjangan tugas
belajar, diberikan kemudahan dalam kenaikan pangkat, serta bagi pegawai yang
masih berstatus PTT/honorer agar di prioritaskan untuk dapat diangkat menjadi
pegawai negeri sipil penuh. Kebijakan Bupati tentang Pelayanan/Pengobata
gratis di KSB bisa diteruskan dengan membuat suatu modifikasi kebijakan yaitu
bagi masyarakat miskin dan yang kurang mampu silahkan untuk diberikan
pelayanan gratis tetapi bagi masyarakat yang mampu di sediakan jenis pelayanan
yang berbeda sesuai dengan keinginan dan kemampuan yang mereka miliki yaitu
dengan pola pelayanan prabayar.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 24
2.11. Orang kaya harus membantu orang miskin untuk memperoleh
kesehatan gratis yang bermutu dan berkelanjutan
Diberlakukanya kebijakan pelayanan kesehatan dasar gratis pada seluruh warga
Kabupaten Sumbawa Barat, sesungguhnya merugikan hak-hak fakir miskin,
mereka yang semestinya dapat menerima layanan kesehatan dasar gratis yang
berkualitas dan berkelanjutan, akhirnya menerima pelayanan dasar kesehatan
yang serba terbatas, karena anggaran atau pembiayaan pelayanan kesehatan
tersebut dinimkati pula oleh warga yang mampu atau mapan (ekonomi atas),
yang seharusnya membayar pelayanan kesehatan, jika masyarakat ekonomi atas
membayar kesehatan dasar, maka mereka sesungguhnya membantu masyarakat
miskin untuk memperoleh pelayanan kesehatan gratis yang bermutu dan
berkelanjutan, karena anggaran yang dipakai oleh kelompok masyarakat atas dari
biaya kesehatan gratis tersebut dapat direlokasi untuk dialokasikan pada
penambahan mutu atau kualitas pelayanan bagi warga miskin.
Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu melakukan penyempurnaan terhadap
Perbup terkait dengan kelompok sasaran penerima pelayanan kesehatan gratis
untuk difokuskan atau diarahkan pada kelompok masyarakat miskin, agar ; (1).
Beban pembiayaan anggaran pelayanan kesehatan gratis tidak terlalu besar bagi
daerah (2). Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan gratis yang berkualitas
bagi warga miskin. (3) adanya keadilan pembangunan dengan adanya sistem
subsidi silang antara di kaya dan dimiskin. (4). mencegah berkurangnya porsi
pembangunan kesehatan bagi masyarakat miskin di masa mendatang.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 25
BAB III
PERUBAHAN KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN
KESEHATAN GRATIS
“ Sungguh aneh banyak orang yang perhatian dalam mengasuransikan harta
bendanya seperti mobil, rumah dan barang dagangan, namun mereka lalai
mengasuransikan jiwanya yang paling berharga bagi keluarga mereka dan berpotensi
menimbulkan kerugian besar” Benjamin Franklin ( 1706-1790 ).
4.1. Scalling Up Perbup Menjadi Perda Sebagai Upaya Untuk Menjamin
HAM, dan Memastikan Keberlangsung Program Pelayanan Kesehatan
dan Pengobatan Gratis yang bermutu dan berkelanjutan di KSB
Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak
dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang
bermutu seperti diamanatkan dalam UUD 1945 dan dipertegas di dalam pasal
28 bahwa kesehatan adalah hak asasi manusia dan dinyatakan juga bahwa
setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, memperoleh pelayanan
kesehatan, mendapat pendidikan, memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan
dan teknologi (Iptek), seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidup dan
kesejahteraannya. Secara umum, prinsip-prinsip Pembangunan kesehatan di
Indonesia diselenggarakan dengan dasar-dasar, yaitu ; 1) perikemanusiaan, 2)
pemberdayaan dan kemandirian, 3) adil dan merata, serta 4) pengutamaan dan
manfaat. Sebagaimana yang telah diketahui bersama bahwa Visi Pembangunan
Kesehatan sampai tahun 2025 adalah Indonesia Sehat 2025, yaitu keadaan masa
depan masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang
hidup dalam lingkungan dan dengan berperilaku hidup sehat, baik jasmani,
rohani maupun sosial, dan memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya.
Pembangunan kesehatan pada prinsipnya adalah merupakan upaya pemenuhan
HAM di bidang kesehatan. sebagaimana dalam Deklarasi Universal HAM PBB
dalam Pasal 25 menjamin hak mendapatkan suatu standar kehidupan yang
memadai untuk kesehatan. Hak Asasi Manusia itu sendiri bersifat universal dan
menurut Deklarasi Wina (1993) negara memiliki kewajiban menegakkan hak
asasi manusia dan menganjurkan setiap negara untuk menggabungkan standar-
standar yang terdapat dalam instrumen-instrumen hak asasi manusia
internasional ke dalam hukum nasional. Negara Repebulik Indonesia telah
menjamin hak atas kesehatan sesuai ketentuan Pasal 28 H Ayat (1) UUD 1945
(pasca perubahan). Konstitusional tersebut diperkuat dengan ditetapkannya
UndangUndang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan berbagai
aturan lainnya, seperti The International Covenant on Economic, Social and
Cultural Rights PBB (1966) yang telah diratifikasi dan dituangkan dalam
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International
Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights (Kovenan Internasional
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 26
tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya) (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4557), maka dengan demikian ada kewajiban bagi negara
melakukan sejumlah upaya pemenuhan hak atas kesehatan.
Oleh karena, kesehatan merupakan dasar dari diakuinya derajat kemanusiaan.,
tanpa kesehatan, maka seseorang tidak akan mampu memperoleh hak-hak
lainnya. Maka, kesehatan menjadi salah satu ukuran selain tingkat pendidikan
dan ekonomi, yang menentukan mutu dari sumber daya manusia (Human
Development Index).
Pelayanan kesehatan gratis yang bermutu atau berkualitas dan berkelanjutan
adalah merupakan inisiatif inovatif pemerintah daerah kabupaten Sumbawa
Barat untuk melindungi dan menjamin warganya untuk memperoleh pelayanan
kesehatan dan pengobatan gratis, dan telah ditetapkan dalam bentuk Peraturan
Bupati Nomor 9 Tahun 2006 Tentang Pelayanan Kesehatan/pengobatan gartis di
Puskesmas dan jaringannya yang dijamin Pemerintah Daerah Kabupaten
Sumbawa Barat. Komitmen Pemerintah Daerah KSB untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat dengan cara memberikan jaminan pelayanan kesehatan
dan pengobatan secara gratis, merupakan wujud nyata dari pemerintah daerah
terhadap perlindungan hak-hak pelayanan dasar masyarakat dibidang kesehatan
yang perlu untuk terus dipertahakan dan ditingkatkan keberlangsungannya di
masa mendatang.
Upaya untuk melakukan scalling up perbup pelayanan dan pengobatan gratis
kedalam bentuk peraturan daerah ini dimaksudkan untuk;, pertama,
meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan kesehatan gratis. Kedua, menjaga
keberlangsungan program pelayanan kesehatan gratis di masa mendatang.
Ketiga, memperkuat regulasi atau kebijakan daerah tentang pelayanan
kesehatan dan pengobatan gratis. Keempat, menyempurnakan materi dalam
peraturan Bupati Nomor 9 Tahun 2006, kelima, di harapkan dima masa
mendatang program pelayanan kesehatan dan pengobatan grtais yang bermutu
dan berkualitas serta berkelanjutan dapat tetap dilaksanakan dan berjalan lebih
baik.
Instrumen kebijakan di daerah ini (Peraturan Daerah) memiliki peran yang
sangat strategis dalam upaya mewujudkan cita-cita pembangunan nasional.
Khususnya, terkait dengan pembangunan kesehatan di daerah. Keberadaan,
Peraturan Daerah yang akan dibentuk sebagai landasan pembangunan kesehatan
di KSB merupakan indikator penting untuk menilai sejauhmanakah,
keberpihakan maupun upaya pemerintah daerah dalam menegakkan dan
memajukan HAM di daerah.
Konstruksi Peraturan daerah yang mengatur tentang pelayanan kesehatan dan
pengobatan gratis ini, beranjak dari berbagai landasan hukum yang mengatur
khusunya menyangkut HAM di bidang kesehatan. Peraturan tersebut adalah ;
pertama, UUD 1945, selain ketentuan yang diatur dalam pasal 28 H, konstitusi
kita juga mengatur tentang jaminan perlindungan bagi warga miskin dan
terlantar, sebagaimana tertuang dalam pasal Pasal 34 UUD 1945 menyatakan
bahwa :
(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh
negara.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 27
(2) Negara mengembangkan sistem jaringan sosial bagi seluruh
rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan
tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan
(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang
layak.
Kedua adalah TAP Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusi. Dalam
ketetapan MPR ini, HAM masyarakat dibidang kesehatan telah diatur
diantaranya pada:
Pasal 3 ; Setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasar untuk
tumbuh dan berkembang secara layak. Pasal 27; Setiap orang berhak
untuk hidup sejahtera lahir dan batin. Pasal 28, Setiap orang berhak
atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pasal 29 : Setiap orang
berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak. Pasal
30 : Setiap orang berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan
khusus di masa kanak-kanak, di hari tua, dan apabila menyandang
cacat. Pasal 31 : Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang
memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia
yang bermartabat, dan Pasal 40 : Kelompok masyarakat yang rentan,
seperti anak-anak dan fakir miskin, berhak mendapatkan perlindungan
lebih terhadap hak asasinya.
Komitmen legislative (MPR) ditingkat pusat untuk memajukan HAM ini, tentu
harus pula didukung dan diikuti oleh para anggota DPRD di daerah. Pada
awalnya, (tahun 2006) pemerintah daerah melalui Bagian Hukum, mengajukan
kebijakan pelayanan kesehatan dna pengobatan gratis dalam bentuk Peraturan
Daerah, akan tetapi mendapat penolakan dari DPRD periode 2004-2009,
sehingga langkah pemda akhirnya membuat kebijakan tersebut dalam bentuk
Peraturan Bupati. Dan sejalan tuntutan masyarakat saat ini, bahwa program
pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis harus tetap dipertahankan dan
dilanjutkan di masa mendatang, dan oleh karena itu diharapkan DPRD KSB
dapat segera mendorong upaya perubahan Perbup Pelayanan kesehatan dan
pengobatan gratis menjadi Perda.
Ketiga, landasan hukum yang menjamin HAM dibidang kesehatan adalah
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Azasi Manusia. Undang-
Undang HAM lahir sebagai respons atas tuntutan reformasi dan ini merupakan
undang-undang HAM pertama yang lahir di Indonesia. Dalam Undang-undang
ini, mengatur pula tentang HAM bidang kesehatan, yakni dalam :
Pasal 9 ayat (3) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik
dan sehat. Pasal 11, Setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan
dasarnya untuk tumbuh dan berkembang secara layak. Pasal 41 ayat
(1) (1) Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang
dibutuhkan untuk hidup layak serta untuk perkembangan pribadinya
secara utuh. Ayat (2) Setiap penyandang cacat, orang yang berusia
lanjut, wanita hamil, dan anak-anak, berhak memperoleh
kemudahan dan perlakuan khusus . Pasal 42 : Setiap warga negara
yang berusia lanjut, cacat fisik dan atau cacat mental berhak
memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus
atas biaya negara, untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai
dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa percaya
diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 28
bennasyarakat, berbangsa, dan bemegara. Dan Pasal 62 ; Setiap anak
berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial
secara layak, sesuai dengan kebutuhan fisik dan mentap spiritualnya.
Dan dalam undang-undang ini negara diperintahkan untuk melindungi,
menegakkan dan memajukan HAM. Ketentuan ini tercantum dalam :
Pasal 71 Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati,
melindungi, menegakan, dan memajukan hak asasi manusia yang
diatur dalam Undang-undang ini, peraturan perundang-undangan
lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia
yang.diterima oleh negara Republik Indonesia.
Keempat, menyadari bahwa untuk mencapai atau mewujudkan cita-cita bangsa,
dan sebagai tanggung jawab negara untuk dapat mensejahterakan seluruh
masyarakatnya, maka, Pemerintah RI bersama dengan DPR RI kemudian
menetapkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Jaminan Sosial.
Undang-undang ini semakin mengkokohkan konsep negara kesejahteraan serta
jaminan perlindungan sosial negara terhadap masyarakatnya, termasuk adalah
jaminan masyarakat dalam bidang kesehatan, tercantum antara lain adalah
dalam :
Pasal 3 Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan
jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap
peserta dan/atau anggota keluarganya. Pasal 18 huruf a, tentangjenis
program jaminan sosial meliputi (a). jaminan kesehatan; dan
ketentuan dalam Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) yang mengatakan
bahwa (1) Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. (2) Jaminan
kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan
dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
Jaminan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah daerah KSB dalam bentuk
pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis merupakan salah satu bentuk dari
perlindungan pemerintah daerah terhadap warganya dan kebijakan tersebut
sejalan dengan semangat pembukaan UUD 1945 maupun Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Jaminan Sosial.
Kelima, pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis sebagai upaya
pembangunan kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah diperkuat
dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
yang merubah UU Nomor 23 Tahun Tahun 1992 tentang Kesehatan. Dalam
Undang-undang ini, menekankan tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk
mewujudkan cita-cita bangsa dan tujuan nasional, yakni ; melindungi segenap
bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan seterusnya. Disamping itu, Undang-undnag ini juga memperokoh
landasan bahwa kesehatan adalah sebagai hak asasi manusia dan salah satu
unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan. Beranjak dari tujuan di atas, maka
tujuan pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis di Kabupaten Sumbawa Barat
merupakan bentuk upaya Pemerintah Daerah untuk mencapai cita-cita bangsa
maupun tujuan nasional, oleh sebab itu, maka kehadiran peraturan daerah untuk
memperkokoh kebijakan yang telah ada sebelumnya perlu untuk dilakukan.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 29
Program pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis yang perlu dikembangkan
bukan hanya pada upaya sebatas atau sekedar upaya untuk melakukan
penyembuhan penyakit semata, tetapi pembangunan kesehatan di KSB harus
dibangun pula upaya untuk menumbuhkan tingkat kesadaran dan partisipasi
masyarakat yang luas dalam bidang kesehatan, dan perlu dikembangkan bahwa
cakupan upaya kesehatan di masa mendatang dilakukan secara menyeluruh,
terpadu dan berkesinambungan, cakupn pelayanan tersebut, meliputi; upaya
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Makna kesehatan, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 36
tahun 2009 tentang Kesehatan
Pasal 1 angka 1 mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kesehatan
adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial
dan ekonomis. Pasal 2 ; Pembangunan kesehatan diselenggarakan
dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat,
pelindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan,
gender dan nondiskriminatif dan norma-norma agama. Pasal 3
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,
sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang
produktif secara sosial dan ekonomis.
Dalam Undang-uang tersebut telah diatur pula mengenai hak-hak masyarakat
dalam kesehatan, yakni ;
Pasal 4 Setiap orang berhak atas kesehatan. Pasal 5 ayat (1) Setiap
orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas
sumber daya di bidang kesehatan. ayat (1) Setiap orang mempunyai
hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan
terjangkau. Pasal 6 Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan
yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan. Pasal 7 Setiap orang
berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan
yang seimbang dan bertanggung jawab. Pasal 8 Setiap orang berhak
memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk
tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya
dari tenaga kesehatan.
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, negara memiliki tanggung
jawab, yakni sebagai berikut ;
Pasal 19 Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala
bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau.
Pasal 50 ayat (1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung
jawab meningkatkan dan mengembangkan upaya kesehatan. ayat (2)
Upaya kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-
kurangnya memenuhi kebutuhan kesehatan dasar masyarakat. Pasal
54 ayat (1) Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilaksanakan
secara bertanggung jawab, aman, bermutu, serta merata dan
nondiskriminatif. (2) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung
jawab atas penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1). Pasal 62 ayat (3) Pemerintah dan pemerintah
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 30
daerah menjamin dan menyediakan fasilitas untuk kelangsungan
upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit.
Sejalan dengan semangat pembangunan kesehatan, maka dalam konteks
pembiayaan kesehatan bertujuan untuk penyediaan pembiayaan kesehatan yang
berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan
termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna untuk menjamin
terselenggaranya pembangunan kesehatan agar meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat setinggi-tingginya. Dan oleh karena itu, maka untuk alokasi anggaran
kesehatan, pasal 170 memerintakan kepada Pemerintah pusat untuk
mengalokasikan anggaran kesehatan minimal sebesar 5% (lima persen) dari
anggaran pendapatan dan belanja negara di luar gaji. Sedangkan untuk
Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten adalah dialokasikan minimal 10%
(sepuluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja daerah di luar gaji.
Dan Besaran anggaran kesehatan tersebut diprioritaskan untuk kepentingan
pelayanan publik yang besarannya sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari
anggaran kesehatan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan
anggaran pendapatan dan belanja daerah. Sasaran anggaran ditujukan untuk
pelayanan kesehatan di bidang pelayanan publik, terutama bagi penduduk
miskin, kelompok lanjut usia, dan anak terlantar.
Dari materi yang terkandung dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, jelas bahwa komitmen pemerintah daerah untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan kesehatan, bukan hanya sebatas
melahirkan kebijakan, program dan kegiatan, melainkan pula harus didukung
dengan mengalokasikan pembiayaan kesehatan, khususnya bagi masyarakat
miskin. Peraturan Bupati Nomor 9 Tahun 2006, sejauh ini belum mengatur
tentang alokasi biaya minimal kesehatan, meskipun anggaran kesehatan selama
kurun waktu 2006-2011 telah mencapai persentase 10% dari total APBD KSB,
namun anggaran tersebut bukan sepenuhnya untuk pelayanan publik, karena
termasuk biaya gaji dan peraltan kantor dinas. Sejauh ini, dari hasil penelitian
yang dilakukan oleh LEGITIMID tentang pembiayaan kesehatan gratis di
Kabupaten Sumbawa Barat, anggaran kesehatan untuk program pelayanan
kesehatan dan pengobatan gratis realisasinya adalah berjumlah Rp 700 juta
sampai dengan Rp. 1 milliar/tahun. Sementara, alokasi anggaran kesleuruhan
kesehatan adalah sebesar Rp. 12 s.d. 15 milliar/tahun, anggaran tersebut belum
termasuk dengan anggaran dari Dana Alokasi Khusus maupun Dana Pembantuan
dari Pemerintah pusat, sehingga rata-rata keseluruhan anggaran kesehatan untuk
Dinas kesehatan KSM mencapai antara Rp. 20 Miliiar s.d. Rp.25 milliar/tahun.
Artinya, program pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis sesungguhnya
tidak “menyedot” APBD daerah, atau menjadi beban daerah yang berlebihan.
Bahkan, sesungguhnya dengan ketersediaan anggaran kesehatan selama ini,
sesungguhhnya dapat meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan kesehatan dan
pengobatan gratis di KSB. Bahwa langkah Pemerintah Daerah untuk melakukan
scalling-up perbup menjadi perda adalah sebuah langkah yang tepat dan mesti
didukung oleh semua kalangan, termasuk DPRD KSB. Tidak ada alasan bagi
Pemda maupun DPRD untuk mencabut program pelayanan kesehatan dan
pengobatan gratis dengan alasan kemampuan atau keterbatasan fiskal daerah.
Karena fakta menunjukkan tidak banyak anggaran yang dihabiskan untuk
membiayai program pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis, kendati peserta
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 31
penerima program pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis tersebut
diperlakukan untuk seluruh penduduk KSB.
Keenam, Kebijakan pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis yang dijamin
Pemda KSB, sejalan dengan semangat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009
Tentang Kesejahteraan Sosial. Dalam Undang-undang tentang kesejahteraan
sosial telah ditegaskan secara eksplitit, bahwa tujuan dari adanya
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial adalah untuk nmeningkatkan taraf
kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup, dan negara bertanggungjawab
atas penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Adapun sasaran utama atau prioritas
penerima program kesejahteraan sosial adalah terhadap warga negara yang tidak
layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial antara lain;
kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial dan
penyimpangan perilaku, korban bencana; dan/atau korban tindak kekerasan,
eksploitasi dan diskriminasi.
Negara memberikan jaminan sosial kepada mereka yang fakir fakir miskin, anak
yatim piatu terlantar, lanjut usia terlantar, penyandang cacat fisik, cacat mental,
cacat fisik dan mental, eks penderita penyakit kronis yang mengalami masalah
ketidakmampuan sosial-ekonomi agar kebutuhan dasarnya terpenuhi. Dan oleh
sebab itu, maka dalam Jaminan sosial tersebut diberikan dalam bentuk asuransi
kesejahteraan sosial dan bantuan langsung berkelanjutan. Dalam konteks
kesehatan, pemerintah memberikan asuransi kesejahteraan sosial dengan
asuransi kesehatan, asuransi kesejahteraan sosial ini diselenggarakan untuk
melindungi warga negara yang tidak mampu membayar premi agar mampu
memelihara dan mempertahankan taraf kesejahteraan sosialnya, termasuk
penyediaan akses pelayanan kesehatan dasar.
Pemerintah Daerah KSB menyadari bahwa Pembangunan Kesehatan telah
mengalami pergeseran, yang disebabkan berbagai faktor baik ekternal maupun
internal, termasuk perkembangan globalisasi dan tekhnologi kesehatan maupun
tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Oleh sebab itu, dalam
rangka pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis, terdapat kerangka pemikiran
atau Paradigma Baru Pembangunan Kesehatan di KSB, khususnya terkait dengan
bagaimana adanya perubahan sikap dan orientasi atau mindset para stakeholders
didaerah dalam memahami pembangunan kesehatan.
Perubahan baru dari paradigma pembangunan kesehatan yang akan dibangun
oleh Pemerintah Daerah KSB, sebagaimana di maksud di atas adalah bagaimana
Pemerintah Daerah dapat melakukan perubahan terhadap; pertama, adalah
pola pikir beberapa kalangan yang masih memandang kesehatan sebagai
kebutuhan yang bersifat pasif, padahal sesungguhnya kesehatan adalah
kebutuhan yang bersifat aktif, yang mau tidak mau harus diupayakan atau
diusahakan, karena kesehatan merupakan keperluan dan bagaian dari HAM.
Jadi, bagaimana menjadikan kesehatan yang selama ini sebagai kebutuhan
(need) menjadi sebuah keperluan (demand). Kedua, mendorong adanya
perubahan pemahaman bahwa kesehatan bukannya sesuatu yang bersifat
konsumtif, melainkan adalah sebuah investasi, karena kesehatan tersebut
menjamin adanya SDM yang produktif secara sosial, ekonomi maupun politik.
Jadi, pembangunan kesehatan, bukan pembangunan yang hanya akan
menghabiskan uang daerah (APBD), melainkan adalah sebagai bentuk dari
penanaman investasi bagi daerah KSB, karena jika kondisi masyarakat sehat,
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 32
maka di masa mendatang masyarakat KSB dapat membangun dari berbagai
aspek atau segala bidang, sebaliknya jika masyarakat KSB sakit, maka akan
sangat sulit untuk dapat membangun KSB. Perubahan ini tidak hanya berlaku
pada level pemda dan DPRD, melainkan pula diharapkan dapat terjadi
dikalangan masyarakat, sehingga masyarakat dapat melakukan berbagai upaya
pencegahan penyakit. Dan dapat mensisihkan sebagian hasilnya untuk
peningkatan kesehatan mereka. Ketiga, pembangunan kesehatan bukan hanya
bersifat sementara dan bersifat jangka pendek, misalnya hanya sebatas
mengobati warga yang sakit, melainkan dalam paradigma baru pembangunan
kesehatan di KSB di masa mendatang diarahkan pada upaya bagaimana ke
depan kesehatan adalah bagian dari pengembangan SDM yang berjangka
panjang, sistematik dan komprehensif serta dilakukan secara terpadu.
Keempat, bahwa perubahan lainnya adalah terhdap pelayanan kesehatan,
bukan hanya pelayanan medis, yang melihat bagian-bagian yang sakit saja, tetapi
adalah pelayanan kesehatan paripurna yang memandang manusia sebagai
manusia seutuhnya (pelayanan medis→pelayanan kesehatan). Kelima, dalam
pembangunan kesehatan dimasa mendatang, tidak boleh lagi dilakukan
pelayanan kesehatan yang terpecah-pecah atau terfragmentasi, melainkan
pelayanan kesehatan yang lebih bersifat sistemik dan terpadu. Keenam,
perubahan terhadap makna kesehatan, bahwa kesehatan bukan hanya jasmani
atau fisik, tetapi mencakup pula kesehatan mental dan sosial dan urusan
kesehatan, bukan hanya menjadi urusan pemerintah, melainkan pula adalah
urusan swasta. Ketujuh, pelayanan kesehatan bukan lagi pelayanan yang
bersifat birokratis (kaku dan tidak responsif) tetapi harus berjiwa
entrepreneur(perencanaan kesehatan harus inovatif dan responsif terhadap
lingkungan). Kedelapan, merubah paradigma partisipasi masyarakat, dari
sekedar bernuansa mengajak masyarakat untuk menyetujui dan melaksanakan
program kesehatan yang disusun oleh pemerintah, kearah bagaimana
terbangunnya kemitraan, dimana ruang partisipasi masyarakat dibuka secara
seluas-luasnyadalam semua langkah kegiatan dan program kesehatan sejak
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, sampai evaluasi program kesehatan
(partisipasi→partnership).
Beberapa paradima baru tersebut perlu dibangun dan dimasukkan
kedalam konstruksi perubahan kebijakan scalling-up perbup menjadi
perda atau dalam bentuk regulasi yang lainnya untuk mendukung
tercapainya tujuan pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis.
4.2. Tantangan Pembangunan Kesehatan di Kabupaten Sumbawa
Barat
Permasalahan utama dalam pembangunan kesehatan di Kabupaten sumbawa
barat yang dihadapi saat ini adalah masih terjadinya disparitas status kesehatan,
beban ganda penyakit, kinerja dan kualitas pelayanan kesehatan yang rendah,
perilaku masyarakat yang kurang mendukung pola hidup bersih dan sehat
(PHBS). Disamping itu masih rendahnya kondisi kesehatan lingkungan,
kurangnya pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan, terbatasnya
tenaga kesehatan, tidak meratanya distribusi tenaga kesehatan, rendahnya status
kesehatan penduduk miskin, serta kendala ketersediaan dan keterjangkauan
bahan baku obat, sediaan obat, perbekalan farmasi dan alat kesehatan.
a. Disparitas status kesehatan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 33
Meskipun secara umum kualitas kesehatan masyarakat di KSB telah
meningkat, namun disparitas status kesehatan antar tingkat sosial ekonomi,
antar kawasan, dan antar pedesaan masih tinggi. Angka kematian bayi dan
balita pada golongan miskin hampir empat kali lebih tinggi dari golongan
kaya. Selain itu, angka kematian bayi dan angka kematian ibu melahirkan
lebih tinggi di daerah pedesaan (terpencil), umumnya terjadi pada penduduk
dengan tingkat pendidikan rendah. Persentase anak balita yang berstatus gizi
kurang dan buruk di daerah pedesaan masih lebih tinggi, teruma di daerah-
daerah yang jauh dari akses pelayanan kesehatan gratis. Pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih dan cakupan imunisasi pada
golongan miskin lebih rendah dibanding dengan golongan kaya.
b. Beban ganda penyakit
Pola penyakit yang diderita masyarakat sebagian besar adalah penyakit
menular seperti tuberkulosis paru, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA),
malaria, demam berdarah dengue (DBD), diare, dan penyakit kulit. Selain itu
masih ada beberapa penyakit yang terabaikan (neglected diseases) seperti
frambusia, dan taeniasis-cysticercosis. Pemerintah KSB, juga menghadapi
penyakit menular seperti HIV AIDS yang relative cukup tinggi, khususnya di
daerah lingkar tambang (Kecamatan Maluk). Pada waktu yang bersamaan
terjadi peningkatan penyakit tidak menular kronik dan degeneratif seperti
penyakit jantung dan pembuluh darah, diabetes mellitus dan kanker.
Terjadinya beban ganda yang disertai dengan meningkatnya jumlah
penduduk, mobilisasi penduduk yang tinggi serta perubahan struktur umur
penduduk yang ditandai dengan meningkatnya penduduk usia produktif
dan usia lanjut, akan berpengaruh terhadap jumlah dan jenis pelayanan
kesehatan yang dibutuhkan masyarakat di masa datang.
c. Kinerja pelayanan kesehatan yang rendah
Kinerja pelayanan kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam
upaya peningkatan kualitas kesehatan masyarakat. Masih rendahnya kinerja
pelayanan kesehatan dapat dilihat dari beberapa indikator, seperti proporsi
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, proporsi bayi yang
mendapatkan imunisasi, dan angka penemuan kasus tuberkulosis paru
belum mencapai target yang diharapkan, termasuk pelayanan rawat inap
yang diberikan di puskesmas masing-masing kecamatan di KSB.
d. Perilaku masyarakat yang kurang mendukung pola hidup
bersih dan sehat
Perilaku masyarakat yang tidak sehat dapat dilihat dari kebiasaan merokok,
jumlah penduduk yang merokok di KSB terus meningkat dari tahun ketahun,
dan kebiasaan merokok masyarakat disembarangan tempat, termasuk kantor
pemerintahan daerah, rendahnya pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif,
tingginya prevalensi gizi kurang dan gizi lebih pada anak balita, serta
kecenderungan meningkatnya jumlah penderita malaria, HIV/AIDS,
penderita penyalahgunaan narkotik, psikotropik, zat adiktif (NAPZA) dan
kematian akibat kecelakaan.
e. Rendahnya kondisi kesehatan lingkungan
Kondisi lingkungan yang rendah tercermin antara lain dari masih rendahnya
akses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi dasar. Upaya peningkatan
kesehatan lingkungan yang merupakan kegiatan lintas sektor belum dikelola
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 34
dengan baik dalam suatu sistem kesehatan kewilayahan. Hal ini terlihat dari
tingginya angka kematian akibat penyakit Demam Berdarah Dengue, malaria
dan penyakit yang di sebabkan oleh leptospira.
f. Rendahnya kualitas, pemerataan dan keterjangkauan
pelayanan kesehatan
Selain jumlahnya yang kurang, juga kualitas, pemerataan dan keterjangkauan
pelayanan kesehatan di puskesmas juga masih menjadi kendala. Ditambah
lagi dengan belum dibanggunnya Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD),
sebagian besar kualitas pelayanan di Puskemas maupun RSUD yang
ditunjuk untuk rujuk pemerintah daerah KSB, seperti RSUD Sumbawa RSUD
Mataram pada umumnya masih di bawah standar. Pelayanan kesehatan
rujukan belum optimal dan belum memenuhi harapan masyarakat.
Masyarakat merasa kurang puas dengan mutu pelayanan RSUD tersebut dan
puskesmas, karena lambatnya pelayanan, kesulitan urusan administrasi dan
lamanya waktu tunggu, bahkan dalam beberapa kasus, masyarakat miskin
yang dijamin memperoleh pelayanan dan pengobatan gratis tidak diberikan
pelayanan oleh RSUD dengan asalan yang beragam. Perlindungan
masyarakat di bidang obat dan makanan pun masih rendah. Di era
perdagangan bebas, serta dengan semakin terbuka KSB sebagai daerah
industri pertambangan, kondisi kesehatan masyarakat semakin rentan akibat
meningkatnya kemungkinan konsumsi obat dan makanan yang tidak
memenuhi persyaratan mutu dan keamanan.
g. Terbatasnya tenaga kesehatan dan distribusi tidak merata
Pemerintah KSB masih mengalami kekurangan pada hampir semua jenis
tenaga kesehatan yang diperlukan. Bukan hanya tenaga pelayanan medik
tetapi juga tenaga-tenaga ahli di bidang peralatan kesehatan misalnya tenaga
ahli Medico Enginering. Banyak puskesmas belum memiliki dokter dan
tenaga kesehatan lainnya, keterbatasan ini diperburuk oleh distribusi tenaga
kesehatan yang tidak merata.
h. Rendahnya status kesehatan penduduk miskin
Angka kematian bayi pada kelompok miskin masih relatif tinggi bila
dibandingkan dengan masyarakat pada kelompok kaya. Penyakit infeksi yang
merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak balita, seperti
ISPA, diare, tetanus neonatorum dan penyulit kelahiran, lebih sering terjadi
pada penduduk miskin. Penyakit lain yang banyak diderita penduduk miskin
adalah penyakit tuberkulosis paru dan malaria. Rendahnya status kesehatan
penduduk miskin terutama disebabkan oleh terbatasnya akses terhadap
pelayanan kesehatan karena kendala geografis dan kendala biaya. Utilisasi
Puskesmas dan RSUD yang berada di luar KSB masih didominasi oleh
golongan mampu, sedangkan masyarakat miskin cenderung memanfaatkan
pelayanan di puskesmas. Persalinan oleh tenaga kesehatan pada penduduk
miskin lebih rendah daripada penduduk kaya. Penduduk miskin belum
terjangkau oleh sistem jaminan/asuransi kesehatan. Walaupun Undang-
Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) telah ditetapkan,
pengalaman di berbagai kecamatan dan desa menunjukkan bahwa
keterjangkauan penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan belum
cukup terjamin.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 35
i. Ketersediaan dan keterjangkauan bahan baku obat, sediaan obat,
perbekalan farmasi dan alat kesehatan (OPA).
Kendala akses terhadap OPA yang berkualitas merupakan permasalahan
kesehatan di KSB yang perlu mendapat perhatian. Oleh karena sebagian
besar obat adalah dari impor bahan baku obat (95%) adalah penyebab utama
mahalnya obat, ditambah dengan jarak kondisi geogarfis distribusi obat ke
sejumlah kecamatan/desa di KSB yang sulit. Sementara itu, pemerintah
pusat belum secara optimal melakukan pengembangan obat herbal dengan
target obat herbal terstandar (OHT) dan fitofarmaka, meskipun kekayaan
sumberdaya alam Indonesia besar, terbesar kedua dunia setelah Brazil.
Selain itu, dengan kemajuan spektakuler dalam bidang bioteknologi
pascagenomik, terjadi perubahan arah secara besar-besaran dalam bidang
industri farmasi, dari industri berbasis sintesis kimia kearah industri
berbasis bioteknologi. Melalui teknologi ini, obat dan sediaan farmasi
berbasis protein rekombinan berupa vaksin, diagnostik, antibodi, hormon
dan enzim yang merupakan senyawa yang mempunyai nilai tinggi dengan
volume kecil dapat diproduksi dan sejauh ini pemerintah belum
memprioritaskan aplikasi bioteknologi untuk memenuhi kebutuhan obat dan
sediaan farmasi yang rata-rata nilai dan harganya sangat tinggi.
Tantangan pembangunan kesehatan sebagaimana yang telah diuraikan diatas
tersebut tentu tidak mungkin dapat diselesaikan hanya dengan melakukan
upaya scalling-up perbup kesehatan pelayanan dan pengobatan gratis,
melainkan harus didukung dengan berbagai program dan kegiatan serta
kebijakan lainnya, termasuk adalah pembiayaan. Rencana strategis (Renstra)
Dinas Kesehatan perlu untuk segera disusun dan ditetapkan oleh Dinas
Kesehatan sebagai kerangka rencana kerja pembangunan kesehatan KSB.
4.3. Jaminan Kesehatan Masyarakat Sumbawa Barat8 Program Jaminan Kesehatan Masyarakat atau dikenal dengan Jamkesmas adalah
sebuah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat
miskin dan tidak mampu. Program ini diselenggarakan secara nasional agar
terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang
menyeluruh bagi masyarakat miskin. Pelayanan kesehatan terhadap masyarakat
miskin itu sendiri adalah merupakan tanggung jawab dan dilaksanakan bersama
oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Tujuan dari program Jamkesmas
ini adalah untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan bagi
seluruh penduduk miskin agar tercapai derajat kesehatan yang optimal secara
efektif dan efisien. Program Jaminan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin
(Jamkesmas) ini dibiayai oleh Pemerintah dari sumber dana yang berasal
dari APBN untuk dan kontribusi APBD. PT. Askes (Persero) dalam hal
ini hanya mengelola kepesertaan saja. Dalam program jamkesmas telah diatur
bahwa setiap Peserta Jamkesmas berhak Peserta berhak untuk tidak dibebani
biaya sedikitpun dalam memperoleh pelayanan kesehatan.
Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa Barat telah melakukan sinkronisasi dan
sinegisitas atas kebijakan di atas, dengan cara mendorong lahirnya Peraturan
Bupati Nomor 9 Tahun 2006. Kebijakan ini sesungguhnya dilatarbelakangi pula
8 Jamkesmas sesungguhnya adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan
bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Program ini diselenggarakan secara nasional agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 36
dengan keadaan kesehatan masyarakat KSB, dimana derajat kesehatan
masyarakat miskin berdasarkan indikator Angka Kematian Bayi (AKB) dan
Angka Kematian Ibu (AKI) pada tahun 2004 atau sebelum diberlakukannya
program pelayanan kesehatan gratis tergolong tinggi. Indeks Angka Harapan
Hidup pada akhir tahun 2004 hanya 56,0 dan setelah adanya program
pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis, meningkat menjadi 66,0 pada tahun
2010 (atau meningkat minimal 2 % per tahun). Derajat kesehatan masyarakat
, khususnya miskin tersebut diakibatkan karena pada saat itu (sebelum adanya
pelayanan kesehatan gratis), masyarakat sulit untuk dapat mengakses pelayanan
kesehatan. Kesulitan akses pelayanan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor salah
satunya adalah ketidakmampuan kemampuan secara ekonomi, sementara
biaya kesehatan relative mahal.
Pemberian pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis ini adalah merupakan
bentuk dari asuransi sosial kesehatan, yang dimaksudkan untuk memberikan
jaminan sosial bagi masyarakat khususnya bagi masyarakat miskin. Karena
dengan pertumbuhan penduduk KSB yang semakin meningkat, tentu akan
banyak muncul berbagai permasalahan sosial yang melahirkan risiko-risiko, baik
itu risiko sosial maupun risiko ekonomi. Seluruh rrisiko yang dapat
mendatangkan kerugian bagi masyarakat tersebut, tentu adalah ssesuatu yang
tidak kita inginkan, untuk itu maka agar risiko tersebut tidak menjadi beban
secara personal, maka perlu dilakukan upaya, salah satunya adalah dengan jalan
memeindahkan risiko tersebut dengan jalan mengasuransikan, khususnya
asuransi kesehatan bagi masyarakat agar peluang masyarakat untuk dapat hidup
sehat dan sejahtera tetap terjaga.
Tujuannya adalah pertama, untuk mewujudkan ketentraman jasmaniah,
rohaniah dan sosial. kedua, memperoleh jaminan dalam mengurangi
ketidakpastian dimasa mendatang. Ketiga, membangun stabilitas sosial dan
ekonomi dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Keempat,
menyediakan program- program untuk menjamin kesejahteraan sosial baik
masyarakat umum, terutama bagi masyarakat yang tidak diuntungkan. Dapat
dikatakan bahwa dengan adanya asuransi kesehatan bagi warga miskin
diharapkan agar masyarakat miskin (golongan tidak mampu) dapat mengakses
dan memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu dan berkelanjutan Asuransi
sosial kesehatan merupakan program pemeliharaan kesejahteraan dan
pendapatan dengan cara redistribusi kekayaan dari segmen masyarakat yang
lebih mampu kepada segmen masyarakat yang kurang mampu melalui subsidi
pembiayaan kesehatan9.
Kebijakan asuransi kesehatan masyarakat bagi masyarakat fakir miskin
dilakukan dalam bentuk program Jamkesmas atau Jaminan Kesehatan
Masyarakat. Program ini pada hakekatnya dimaksudkan untuk ; pertama,
menjamin akses penduduk miskin ke pelayanan kesehatan. kedua,
meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat
miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang
optimal secara efektif dan efisien. Ketiga, secara khusus, adalah untuk
meningkatkan cakupan masyarakat miskin dan tidak mampu yang mendapat
pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan di rumah sakit,
meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin, dan
9 Lihat pula R. Ali Ridho, 1992, tentang Prinsip dan Fungsi Asuransi dalam Lembaga Keuangan, Pasar Modal dan Asuransi Haji, PT. Alumni, Bandung, halaman 375
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 37
terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel. Sesuai
dengan tujuan di atas, maka dari sisi kepesertaan, Peserta Penerima Program
Jamkesmas adalah difokuskan pada setiap orang fakir miskin yang tidak
mampu, termasuk adalah para gelandangan, pengemis, anak terlantar, dan bagi
bayi yang terlahir dari keluarga peserta Jamkesmas yang tidak mampu, langsung
menjadi peserta baru Jamkesmas. Secara teoritis, ada beberapa konsep asuransi
kesehatan10:
a. Konsep Tripartite (tiga pihak)
Dimaksud dengan tripartite (tiga pihak) adalah pihak perusahaan asuransi
(insurance company) sebagai pengelola dana, pihak pemberi jasa pelayanan
kesehatan (health provider) dan pihak peserta (consumer). Ketiga pihak
harus saling bekerjasama terutama dalam hal pengawasan pelaksanaan
pelayanan kesehatan kepada peserta sehingga dapat dilaksanakan secara
efisien dan efektif.
b. Konsep Pelayanan Menyeluruh
Bentuk pelayanan asuransi meliputi semua jenis pelayanan kesehatan
meliputi semua jenis pelayanan kesehatan mulai dari yang bersifat preventif,
promotif, kuratif sampai bersifat rehabilitasi. Di dalam pelaksanaannya, ada
jaminan untuk pelayanan rawat jalan tingkat pertama, pelayanan rawat jalan
tingkat lanjutan dan pelayanan rawat inap serta pelayanan obat.
c. Konsep Wilayah (dokter keluarga/puskesmas)
Peserta asuransi dikelompokkan dalam satu wilayah tertentu. Pelayanan
kesehatan dasar diberikan oleh dokter umum atau dokter keluarga.
Dengan cara seperti ini, RS akan melaksanakan program penyuluhan dan
pencegahan untuk masyarakat di wilayahnya sehingga masyarakat akan tetap
sehat.
d. Konsep Rujukan
Konsep ini diterapkan dengan surat pernyataan rujukan dari institusi
pemberi pelayanan kesehatan (misalnya pukesmas) ke pemberi
pelayanan kesehatan rujukan ( misalnya rumah sakit).
Dalam Perbup Nomor 9 tahun 2006 tentang Pelayanan Kesehatan dan
Pengobatan gratis di Puskemas dan Jaringannya yang dijamin oleh Pemerintah
Daerah KSB. Sasaran penerima program adalah kepada seluruh penduduk KSB
yang belum memiliki jaminan asuransi kesehatan11. Oleh sebab itu memang,
kemungkinan terjadinya sasaran penerima program adalah kelompok
masyarakat yang kaya yang tidak memiliki asuransi kesehatan dapat saja
menerima program pelayanan kesehatan gratis, sebaliknya, masyarakat miskin
yang sudah memiliki asuransi kesehatan gratis, meskipun asuransi yang
dimilikinya tersebut tidaklah mempuni, dapat pula pada akhirnya tidak
menerima pelayanan dan pengobatan gratis. Karena memang indikator dan
persyaratan yang digunakan untuk menentukan apakah seseorang berhak untuk
menerima pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis, bukan didasarkan atas
tingkat kemiskinan, melainkan adalah kepemilikan asuransi kesehatan. Indikator
dan persyaratan ini perlu ditinjau, karena dapat merugikan kepentingan
masyarakat fakir miskin. Mereka yang seharusnya dapat menerima pelayanan
10 A.A. Gde Muninjaya, 2004, Manajemen Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta halaman 122
11 Pelayanan kesehatan terhadap masyarakat miskin menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan bersama oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 38
kesehatan dan pengobatan gratis yang bermutu dan berkualitas, dapat berkurang
karena hak kepesertaaan asuransi orang miskin telah diambil oleh masyarakat
yang mampu.
Menyadari pentingnya kesehatan, karena kesehatan adalah merupakan
prasayarat untuk menuju kesejahteraan hidup, sehingga berbagai upaya dan
usaha, pemerintah berusaha untuk menyediakan dana bagi pelaksanaan kegiatan
pelayanan kesehatan secara “gratis” bagi setiap penduduk. Salah satu upaya
pelayanan kesehatan tersebut adalah dengan melaksanakan asuransi
kesehatan.12”. Secara teoritik, ada tiga jenis asuransi kesehatan, yakni : (1)
Asuransi kesehatan sosial (ASKES) yang diperuntukkan untuk PNS dan para
pensiun. (2) Asuransi kesesehatan (ASKES) komersial yang diperuntukkan
kepada pihak Swasta dan BUMN dan (3) Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas) yang diperuntukkan bagi masyarakat miskin atau dikenal dengan
sebutan PJPK- MM (Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
Miskin). Penyelenggaraan asuransi kesehatan, berprinsi pada asas-asas bahwa
kesehatan adalah sebuah pelayanan sosial, karena pelayanan kesehatan, oleh
sebab itu dalam penyelenggaraan asuransi kesehatan tidak boleh semata-mata
untuk mencari keuntungan dan diberikan hanya pada masyarakat tertentu saja,
melainkan harus diberikan kepada semua lapisan masyarakat yang berhak untuk
memperoleh jaminan pelayanan kesehatan dan karena itupula, maka dalam
penyelanggaraan asuransi kesehatan didasarkan atas usaha bersama berdasarkan
kekeluargaan, asas adil dan merata, asas percaya diri, asas kepentingan dan
keseimbangan, asas musyawarah dan mufakat dan asas tidak mencari
keuntungan semata.
4.4. Sejarah dan Perkembangan Kebijakan Asuransi Sosial-Kesehatan.
Asuransi sosial sesungguhnya adalah alat untuk menghimpun risiko dengan
memindahkan kepada organisasi yang biasanya adalah organisasi pemerintah
yang diharuskan oleh Undang-Undang untuk memberikan manfaat atau
pelayanan kesehatan kepada atau atas nama orang-orang yang diasuransikan itu
pada waktu terjadinya kerugian-kerugian tertentu yang telah ditetapkan
sebelumnya13. Asuransi Sosial memberikan perlindungan yang dari segi objeknya
diutamakan pada benda immaterial dan umumnya tidak dapat dinilai dengan
uang14
Asuransi sosial timbul karena kebutuhan akan terselenggaranya suatu jaminan
sosial (social security) bagi masyarakat sehingga jaminan sosial merupakan suatu
hal yang mendesak dan tidak dapat ditunda. Setiap jaminan sosial selalu
mempunyai tujuan dan fungsi ganda yaitu sosial dan ekonomis. Tujuan dan
fungsi sosial diwujudkan dalam bentuk perlindungan terhadap risiko yang
mengakibatkan hilangnya pendapatan seseorang yang mendapat kecelakaan
seperti jaminan hari tua, sakit dan kematian. Dengan demikian korban akan
memperoleh bantuan pada saat yang benar-benar dibutuhkannya yang mana
akan membantu tercapainya ketenangan kerja dan produktivitas meningkat.
12 Wirjono Prodjodikoro, 1986, Hukum Asuransi di Indonesia, PT. Intermasa, Jakarta,
halaman 12 memberikan definisi mengenai pengertian Asuransi Kesehatan : “Suatu sistem pengelolaan dana yang diperoleh dari uang iuran anggota secara teratur kepada suatu organisasi guna membiayai pelayanan kesehatan yang dibutuhkan
13 A. Hasymi Ali, 1999, Bidang Usaha Asuransi, PT. Bumi Aksara, Jakarta halaman 14 R. Ali Ridho, 1984, Aspek-Aspek Hukum dalam Asuransi Udara dan Perkembangan
Perseroan Terbatas, CV. Remadja Karya, halaman 279
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 39
Pemerintah berkewajiban untuk melindungi kesejahteraan umum bagi warga
negaranya, asuransi sosial sendiri bertitik tolak pada upaya perlindungan
bagi golongan lemah, baik kondisi sosialnya maupun posisi keuangan
perseorangannya. Ciri dari asuransi sosial adalah15: asuransi tersebut ditujukan
untuk kepentingan umum, bersifat wajib, harus ada hukum yang bersifat publik,
dikelola oleh Perusahaan Negara.
Dalam kesejarahannya, sesungguhnya Pemerintah Indonesia telah mulai
mengembangkan konsep asuransi sejak tahun 1947, tetapi berbagai kondisi
politik dan perekonomian yang kurang menguntungkan regulasi yang
dimunculkan lebih banyak mentah di tengah jalan. Jalan terang mulai terlihat
pada tahun 1968 ketika Menteri Tenaga Kerja Awaludin Djanin mengupayakan
asuransi kesehatan bagi pegawai negeri dan keluarganya. Pada tahun
1968 dikeluarkan Keppres No. 230 tahun 1968 tentang Peraturan
Pemeliharaan Pegawai Negeri Sipil dengan peserta yang masih terbatas yaitu
Pegawai Negeri Sipil dan militer termasuk pensiunannya. Pemerintah
membentuk suatu organisasi penyelenggara tingkat pusat yang disebut dengan
Badan Penyelenggara dan Pemelihara Kesehatan Pegawai Negeri Sipil, penerima
Pensiun beserta keluarganya. Upaya ini merupakan pengembangan asuransi
kesehatan sosial pertama di Indonesia.
Setelah dikeluarkan Keppres No. 230 Tahun 1968, kemudian diubah dengan
Keppres No. 13 Tahun 1981 yang berisi tentang perubahan atas Keppres No.
230 Tahun 1968, tetapi kedua keppres tersebut dicabut serta diganti dengan
peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1984 tentang Asuransi Kesehatan Pegawai
Negeri Sipil dan Peraturan Pemerintah N0. 23 Tahun 1984 Kesehatan Pegawai
Negeri sipil yang dikelola PERUM Husada, dimana menurut Peraturan
Pemerintah pengelolaannya diserahkan kepada suatu badan hukum yang
berbentuk Perusahaan Umum (PERUM) Husada Bakti16. Pada awalnya, program
asuransi kesehatan pegawai negeri ini semula dikelola oleh suatu badan di
tubuh Departemen Kesehatan (Depkes) yang dikenal dengan Badan
Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK). Akibat birokrasi dan
adminsitrasi yang kurang efisien BPDPK kemudian dikonversi secara
korporat menjadi Perusahaan Umum (Perum) yang dikenal dengan Perusahaan
Umum Husada Bakti (PUHB) di tahun 1984. Dalam rangka meningkatkan
efisiensi dan efektifitas usaha, maka PERUM Husada Bakti dialihkan bentuknya
menjadi Perusahaan Persero (PERSERO) dengan dikeluarkan PP No. 6
Tahun 1992 tentang pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Husada Bakti
menjadi Perusahaan Perseroan (PERSERO).
Kemudian pada tahun 1992 PUHB dirubah menjadi PT (Persero) Asuransi
Kesehatan (PT Askes). Kebijakan ini sebenarnya merupakan sesuatu yang
membingungkan karena sesuai dengan tujuannya asuransi kesehatan sosial
tidak bersifat for profit, melainkan not for profit. Bentuk PT merupakan suatu
keabnormalan mengingat PT biasanya bertujuan for profit dan wajib
menyetorkan deviden ke pemegang sahamnya dalam kasus ini adalah
pemerintah. Istilah not for profit sendiri bukan berarti tidak boleh mencari
untung melainkan keuntungan yang diperoleh harus dikembalikan untuk
15 Ibid, halaman 374 16 Tarsis Tarmudi, 1990, Wawasan Perasuransian, IKIP, Semarang-Press, halaman 124
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 40
meningkatkan mutu pelayanan oleh pengelola asuransi dan pemberi pelayanan
kesehatan.
Bagi pegawai swasta, pemerintah mulai mengembangkan asuransi sosial pada
tahun 1971, ditandai dengan dibentuknya Perusahaan Asuransi Sosial Tenaga
Kerja (Astek). Astek pada awalnya hanya menangani asuransi kecelakaan kerja,
kemudian setelah uji coba selama 5 tahun yang dimulai pada tahun 1985
program ini diperluas sebagai program jaminan sosial. Di bulan Februari
1992, undang- undang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) disetujui DPR
dan diundangkan. Jaminan sosial tenaga kerja mencakup jaminan
pemeliharaan kesehatan (JPK), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari
Tua (JHT), dan Jaminan Kematian. Dalam perkembangannya Jamsostek
ternyata tidak sepenuhnya diwajibkan, karena jika perusahaan bersedia
memberikan jaminan dengan manfaat yang lebih baik dapat tidak
mendaftarkan karyawannya dalam kepesertaan Jamsostek. Hal inilah yang
menyebabkan cakupan Jamsostek kurang optimal.
Upaya pengembangan asuransi/jaminan sosial yang sifatnya mencakup
seluruh rakyat Indonesia mendapat angin segar ketika Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengeluarkan Ketetapan MPR No. X/2001
yang menugaskan Presiden Megawati untuk mengembangkan Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN). Ketetapan ini ditindaklanjuti Presiden dengan
menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 20/2002 yang membentuk tim
penyusun rancangan UU SJSN. Setelah usaha yang keras untuk merumuskan
suatu reformasi sistem jaminan sosial, akhirnya UU SJSN disetujui DPR dan
kemudian diundangkan dalam lembar negara pada tanggal 19 Oktober 2004 oleh
Presiden Megawati dengan dihadiri oleh lima menteri terkait. Komitmen
pemerintahan Presiden Megawati tetap dipertahankan oleh pemerintahan
berikutnya, terbukti dengan diluncurkannya program jaminan kesehatan bagi
masyarakat miskin (Askeskin). Saat ini pemerintah sedang menggodok
Peraturan Pemerintah untuk mengimplementasikan UU SJSN dan merancang
pembentukan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Setelah DJSN dan PP
pelaksana UU SJSN terbentuk diharapkan asuransi kesehatan sosial dalam
SJSN dapat segera meluas kepada penduduk yang bukan miskin.
Namun demikian, harus diakui bahwa perkembangan asuransi kesehatan di
Indonesia bisa dikatakan lebih lambat dibandingkan negara lainnya di wilayah
Asia. Keterlambatan tersebut muncul karena ; pertama, penduduk Indonesia
pada umumnya adalah risk taker dalam hal kesakitan dan kematian. Sakit
dan mati dalam kehidupan bangsa Indonesia yang religius adalah takdir
sehingga membeli asuransi kesehatan dianggap sebagai tindakan mencegah
sesuatu yang bersifat takdir. Kedua, keadaan sosial ekonomi masyarakat yang
belum memungkinkan mereka untuk menyisihkan uang guna membayar
premi asuransi. Dari sisi suplay, yang juga dipengaruhi oleh demand, belum
banyak perusahaan asuransi yang beroperasi di Indonesia. Selain itu fasilitas
kesehatan yang mendukung terlaksananya asuransi kesehatan juga tidak
berkembang dengan baik dan merata. Dari sisi regulasi, pemerintah terlambat
memperkenalkan konsep asuransi kepada masyarakat melalui kemudahan
perijinan dan kepastian hukum dalam bisnis asuransi, atau mengembangkan
asuransi kesehatan sosial bagi masyarakat luas. Beikut ini adalah jenis-
jenis asuransi sosial, yang berkembang yakni :
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 41
a. Tabungan Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (TASPEN) Adalah merupakan
asuransi wajib dalam rangka memberikan jaminan kesejahteraan bagi
pegawai negeri. Usaha Tabungan Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil
(TASPEN) adalah merupakan usaha asuransi sosial yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan pegawai negeri dengan memberikan sejumlah
modal pada saat mereka mengakhiri masa pengabdiannya kepada pemerintah
(pensiun) atau memberikan sejumlah modal kepada keluarga apabila pegawai
negeri tersebut meninggal dunia dalam masa aktif. Berdasarkan hal tersebut
diatas maka jelaslah tujuan dari program Tabungan Asuransi Sosial Pegawai
Negeri Sipil (TASPEN) adalah sesuai dengan tujuan asuransi sosial pada
umumnya yaitu memberikan kesejahteraan. Tabungan Asuransi Sosial Pegawai
negeri Sipil (TASPEN) diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 10 tahun
1963, yang kemudian dicabut dan diganti dengan Peraturan Pemerintah No.
25 Tahun 1981
b. Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) Asuransi
Angkatan Bersenjata RI (ASABRI) pada permulaannya dijadikan satu
dengan TASPEN ( Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1963), tetapi karena
tidak begitu lancar sehingga perlu diadakan pemisahan yang diwujudkan
pada tahun 1971 dengan Lembaran Negara No. 50 Tahun 1971. Adapun yang
menjadi pesertanya adalah Anggota TNI dan Pegawai sipil Departemen
Pertahanan dan Keamanan diwajibkan menjadi peserta mulai dari tanggal
pengangkatannya
c. Asuransi Kesehatan ( ASKES).
Asuransi kesehatan yang berada di tingkat pusat, penyelenggaraannya
diserahkan pada badan penyelenggara dan pemeliharaan kesehatan pusat,
sedangkan pada tingkat propinsi diselenggarakan oleh kepala dinas kesehatan
dan kotamadya. Dana yang dipakai oleh pemerintah untuk membiayai
pemeliharaan kesehatan dibentuk dengan cara memotong prosentase tertentu
dari gaji pegawai negeri setiap bulan dan potongan ini bersifat wajib. Dari dana
yang terkumpul inilah pemerintah membiayai atau membayar tuntutan atau
klaim dari setiap pegawai negeri bilamana mereka harus mengeluarkan biaya
untuk kesehatannya. Jadi sebenarnya dana tersebut dibentuk dengan cara
gotong royong membantu mereka jika dalam keadaan sakit dan memerlukan
biaya. Walaupun seorang pegawai negeri dipotong gajinya setiap bulan, kalau
dia tidak sakit maka ia tidak mendapatkan apa-apa tetapi dari uangnya yang
terkumpul bersama-sama dengan peserta lain akan dipakai untuk membiayai
perawatan atau obat kepada peserta lain yang sedang sakit. Dasar hukumnya
adalah Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1991.
d. Asuransi Tenaga Kerja (ASTEK). Asuransi Tenaga Kerja (ASTEK) didirikan
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1977 dan Surat Keputusan
Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi No. 116/Men/1977
tentang peraturan, tata cara, persyaratan, pembayaran iuran dan pembayaran
jaminan sosial tenaga kerja. Jenis program yang diselenggarakan oleh ASTEK
antara lain program asuransi kecelakaan kerja dan Program tabungan hari tua
yang dikaitkan dengan asuransi kematian.
Sedangkan dalam Upaya Pengembangan Kesehatan bagi masyarakat miskin
dilaksanakan Melalui Jaminan kesehatan penduduk miskin, salah satunya dilakukan
melalui Program Dana Sehat adalah salah satu upaya penghimpunan dana
masyarakat untuk kepentingan pengobatan dalam bentuk yang paling sederhana.
Di awal tahun 1970 mulai berkembang konsep dana sehat di berbagai wilayah
kabupaten bahkan provinsi di Indonesia. Upaya pengembangan ini didorong
oleh pemerintah dengan harapan yang begitu besar agar masyarakat memiliki
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 42
kesadaran untuk membiayai dirinya sendiri melalui mekanisme transfer resiko.
Namun demikian upaya ini akhirnya tidak berhasil.
Hingga saat ini tidak ada dana sehat yang bertahan hidup, apalagi berkembang.
Setelah mengembangkan konsep dana sehat, pemerintah berupaya
mengembangkan konsep Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM)
yang diambil dari konsep Health Maintenance Organisation (HMO) di Amerika
dengan dukungan struktural yang lebih kuat, diantaranya dengan dicantumkannya
konsep JPKM dalam UU No.23 tentang kesehatan sebagaiman telah diubah dengan
UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Upaya mengembangkan JPKM dimulai dengan merangsang dana sehat menjadi
JPKM, sayangnya upaya ini tidak banyak membuahkan hasil. Di daerah banyak
pejabat di lingkungan Dinas Kesehatan (Dinkes) yang tidak bisa membedakan
konsep dana sehat dengan JPKM. Pengembangan JPKM menjadi lebih stagnan
ketika JPKM dibuat dalam kerangka pikir dana sehat, sehingga sasaran program ini
kebanyakan adalah kelompok ekonomi lemah. Kenyataan tersebut diperburuk
dengan kurangnya dukungan kemampuan pengelolaan yang diakibatkan oleh
rendahnya keterlibatan profesional asuransi kesehatan. Kekurangan dukungan
profesional asuransi dihambat oleh adanya anggapan bahwa JPKM bukan asuransi.
Upaya pengembangan JPKM memasuki babak baru ketika Indonesia
mengalami krisis ekonomi pada tahun 1997. Pemerintah yang khawatir dengan
penurunan akses masyarakat ke fasilitas pelayanan kesehatan dengan didukung oleh
pihak internasional mengembangkan program Jaring Pengaman Sosial untuk bidang
kesehatan (JKJBK) yang ditumpangi keinginan untuk lebih mengembangkan JPKM.
Upaya JKJBK didanai pinjaman Asian Development Bank (ADB) sebesar 300 juta US
dolar untuk masa lima tahun. Dana dibayarkan ke Puskesmas dan Bidan Desa
melalui suatu badan yang disebut pra bapel JPKM. Lagi-lagi upaya ini tidak banyak
membuahkan hasil bagi upaya memperluas cakupan JPKM menuju universal
coverage. Berbagai kontroversi tentang pengembangan JPKM yang
didomplengkan pada program jaring pengaman sosial dan sesungguhnya
menerapkan konsep asuransi kesehatan komersial dengan produk managed care,
berlangsung cukup lama.
Pada tahun 2002 akhirnya program tersebut diganti dengan memberikan dana
secara langsung kepada Puskemas dan RS. Dana yang digunakan untuk
mensubsidi kelompok miskin ini kemudian berasal dari pengalihan subsidi
bahan bakar minyak (BBM). Setelah mengalami berbagai macam kebuntuan
dalam pengembangan konsep dana sehat, JKJ, dan JPKM akhirnya
Pemerintah RI menyadari pentingnya pengembangan asuransi kesehatan sosial
yang lebih terstruktur melalui pengembangan SJSN yang didalamnya mencakup
pengembangan asuransi kesehatan sosial. Adapun prinsip-prinsip Asuransi
Kesehatan Nasional, meliputi ;
a. Prinsip solidaritas sosial atau kegotongroyongan. Asuransi kesehatan nasional
diselenggarakan berdasarkan mekanisme asuransi sosial yang wajib untuk
mencapai cakupan universal yang akan dicapai secara bertahap.
b. Prinsip efisiensi. Manfaat terutama diberikan dalam bentuk pelayanan
yang terkendali, baik utilisasi maupun biayanya.
c. Prinsip ekuitas. Program AKN diselenggarakan berdasarkan prinsip
keadilan dimana setiap penduduk, tanpa memandang suku, ras, agama, aliran
politik, dan status ekonomi, harus memperoleh pelayanan kesehatan sesuai
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 43
dengan kebutuhan dasar medisnya dan membayar iuran sesuai dengan
kemampuan ekonominya.
d. Prinsip portabilitas. Seseorang tidak boleh kehilangan haknya untuk
memperoleh jaminan apabila ia pindah tempat tinggal, pindah kerja, atau
sementara tidak bekerja.
e. Prinsip nirlaba (not for profit). Pengelolaan program AKN diselenggarakan atas
dasar tidak mencari laba untuk sekelompok orang atau pemerintah, akan tetapi
memaksimalkan pelayanan. Bapel dibebaskan dari pajak dan tidak memiliki
kewajiban untuk menyetorkan deviden yang diperolehnya. Sisa dana
digunakan untuk dana cadangan atau dikembalikan lagi ke dalam bentuk
upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang dijamin.
f. Prinsip responsif. Penyelenggaraan AKN harus responsif terhadap tuntutan
peserta sesuai dengan perubahan standar hidup para peserta yang mungkin
berbeda dan terus berkembang di berbagai daerah.
g. Prinsip koordinasi manfaat. Tidak boleh terjadi duplikasi jaminan atau
pembayaran kepada PPK antara program AKN dengan program asuransi
atau jaminan lainnya. Koordinasi ini belum diatur dalam UU SJSN. Prinsip
koordinasi ini menjadi penting ketika Pemda membuat jaminan sosial lokal.
4.5. Pelayanan Kesehatan dan Pengobatan di Puskesmas dan
Jaringannya
a. Pengertian Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksana pembangunan kesehatan diwilayah kerjanya.')
Yang dimaksud dengan unit pelaksana adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas yang
selanjutnya disebut UPTD, yakni unit organisasi di lingkungan Dinas Kesehatan
Kabupaten / Kota yang melaksanakan tugas teknis operasional. Pembangunan
kesehatan oleh Puskesmas adalah penyelenggaraan upaya kesehatan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
penduduk di kecamatan agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
Pembangunan kesehatan tersebut meliputi pembangunan yang berwawasan
kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan keluarga serta pelayanan kesehatan
tingkat pertama yang bermutu.
b. Tujuan, Fungsi dan Program Kegiatan Puskesmas
Puskesmas didirikan untuk memberikan pelayanan kesehatan dasar,
menyeluruh, paripurna, dan terpadu bagi seluruh penduduk yang tinggal di
wilayah kerja Puskesmas. Program dan upaya kesehatan yang diselenggarakan
oleh Puskesmas merupakan program pokok (public health essential) yang wajib
dilaksanakan oleh Pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah
mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas, agar tewujud
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia
Sehat (Khususnya KSB sehat)17. Puskesmas sebagai unit pelaksana
pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya mempunyai fungsi:
17Kesejahteraan menurut UNDP (United Nation Development Program) diukur dengan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) melalui pengukuran 3 (tiga) sektor pembangunan yaitu pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Indikator pendidikan ditentukan oleh 2 (dua) indikator yaitu Angka Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Angka Melek Hurup (AMH). Indikator kesehatan ditentukan oleh Angka Harapan Hidup (AHH) yaitu rata-rata lama hidup yang mungkin dicapai oleh penduduk sejak usia satu tahun yang dihitung dari AKB. Sedangkan indikator ekonomi ditentukan oleh daya beli
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 44
1) Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan.
Puskesmas harus selalu berupaya menggerakkan dan memantau
penyelenggaraan pembangunan lintas sektoral termasuk oleh masyarakat
dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung
pembangunan kesehatan. Di samping itu Puskesmas aktif memantau dan
melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program
pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan,
upaya yang dilakukan Puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan
kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan.
2) Pusat Pemberdayaan Masyarakat. Puskesmas harus selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka
masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki
kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat
untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan
kesehatan termasuk sumber pembiayaannya, serta ikut menetapkan,
menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan.
Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan
dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya
masyarakat setempat.
3) Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan
tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab
Puskesmas meliputi:
(1) Pelayanan Kesehatan Perorangan, yaitu pelayanan yang bersifat pribadi (private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit
dan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan
pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan
perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk Puskesmas tertentu
ditambah dengan rawat inap.
(2) Pelayanan Kesehatan Masyarakat, yaitu pelayanan yang bersifat publik (publik goods) dengan tujuan utama memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan
kesehatan masyarakat tersebut antara lain adalah promosi kesehatan,
pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi,
peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa
masyarakat serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.
Sebagai pusat pelayanan tingkat pertama di wilayah kerjanya Puskesmas
merupakan sarana kesehatan pemerintah yang wajib menyelenggarakan
pelayanan kesehatan secara bermutu, terjangkau adil dan merata. Upaya
pelayanan yang diselenggarakan meliputi:
a. Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat public
goods dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan
serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit
dan pemulihan. Dengan pendekatan kelompok masyarakat serta
(puschasing power) masyarakat. IPM Indonesia berdasarkan hasil penelitian UNDP pada tahun 2004 menduduki ranking ke-111 dari 117 negara, dengan angka indeks sebesar 0,682, tahun 2005 menduduki ranking ke-117 dari 175 negara, dengan angka indeks sebesar 0,692, dan pada tahun 2006 menduduki ranking ke-107 dari 177 negara, sedangkan pada tahun 2008 menduduki ranking ke-109 dari 179 negara.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 45
sebagian besar diselenggarakan bersama masyarakat melalui upaya
pelayanan dalam dan luar gedung di wilayah kerja Puskesmas.
b. Pelayanan medik dasar yang lebih mengutamakan pelayanan
kuratif dan rehabilitatif dengan pendekatan individu dan keluarga
pada umumnya melalui upaya rawat jalan dan rujukan
Program Puskesmas merupakan wujud dari pelaksanaan ke tiga fungsi
Puskesmas di atas, program tersebut dikelompokan menjadi :
1) Upaya Kesehatan Dasar
Upaya kesehatan wajib Puskesmas yang ditetapkan berdasarkan
kebutuhan sebagian besar masyarakat serta mernpunyai daya ungkit
yang tinggi dalam mengatasi permasalahan kesehatan nasional dan
intemasional yang berkaitan dengan kesakitan, kecacatan dan kematian.
Upaya kesehatan dasar tersebut adalah :
a) Upaya Promosi Kesehatan
b) Upaya Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular
c) Upaya Kesehatan Ibu dan Anak termasuk KB.
d) Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat e) Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular ; dan
f) Upaya Pengobatan.
2). Upaya Kesehatan Pengembangan
Upaya kesehatan pengembangan Puskesmas adalah upaya yang
ditetapkan berdasarkan permasalahan yang ditemukan di masyarakat
serta disesuaikan dengan kemampuan Puskesmas. Upaya kesehatan
pengembangan di pilih dari daftar upaya kesehatan pokok di Puskesmas
yang telah ada yang termasuk upaya kesehatan pengembangan yaitu :
a) Upaya Kesehatan Sekolah,
b) Upaya Kesehatan Olah Raga, c) Upaya Kesehatan Kerja,
d) Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat, e) Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut,
f) Upaya Kesehatan Jiwa
c. Sejarah Keberadaan dan Perkembangan Puskesmas
Sejarah perkembangan Puskesmas di Indonesia dimulai dari didirikannya
berbagai institusi dan sarana kesehatan seperti Balai Pengobatan, Balai
Kesehatan Ibu dan Anak, serta diselenggarakannya berbagai upaya
kesehatan seperti usaha hygiene dan sanitasi lingkungan yang masing-masing
berjalan sendiri-sendiri. Pada pertemuan Bandung Plan (1951), dicetuskan
pertama kali pemikiran untuk mengintegrasikan berbagai institusi dan upaya
kesehatan tersebut di bawah satu pimpinan agar lebih efektif dan efisien.
Selanjutnya konsep pelayanan kesehatan yang terintegrasi lebih berkembang
dengan pembentukan Team Work dan Team Approach dalam pelayanan
kesehatan tahun 1956. Penggunaan istilah Puskesmas pertama kali dimuat pada
Master Plan of Operation for Strengthening National Health Service in
Indonesia tahun 1969.
Dalam dokumen tersebut Puskesmas terdiri atas 3 (tiga) tipe Puskesmas (Tipe A,
Tipe B, Tipe C). Kemudian dalam Rapat Kerja Kesehatan Nasional ke-3 tahun
1970 ditetapkan hanya ada satu tipe Puskesmas dengan 6 (enam) kegiatan pokok
Puskesmas. Perkembangan selanjutnya lebih mengarah pada penambahan
kegiatan pokok Puskesmas seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 46
teknologi, kemampuan pemerintah, serta keinginan program di tingkat pusat,
sehingga kegiatan pokok Puskesmas berkembang menjadi 18 (delapan belas)
kegiatan pokok Puskesmas bahkan Daerah Khusus Ibukota Jakarta misalnya
mengembangkan menjadi 21 (dua puluh satu) program pokok Puskesmas
(Departemen Kesehatan, 2004)
Sejak diperkenalkannya konsep Puskesmas, berbagai hasil telah banyak
dicapai. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)
menurun, begitupun dengan angka gizi kurang pada Balita menurun. Sementara
itu Angka Harapan Hidup (AHH) mengalami peningkatan (Departemen
Kesehatan, 2007).
Pada saat ini Puskesmas telah didirikan di hampir seluruh pelosok tanah air.
Untuk menjangkau seluruh wilayah kerjanya, Puskesmas diperkuat dengan
Puskesmas Pembantu serta Puskesmas Keliling. Kecuali itu untuk daerah yang
jauh dari sarana pelayanan rujukan, Puskesmas dilengkapi dengan fasilitas rawat
inap. Jumlah Puskesmas pada tahun 2002 tercatat sebanyak 7.277 unit,
Puskesmas Pembantu 21.587 unit, Puskesmas Keliling 5.084 unit (Perahu
716 unit, Ambulance 1.302 unit). Sedangkan Puskesmas yang telah
dilengkapi dengan fasilitas rawat inap tercatat sebanyak 1.818 unit (Departemen
Kesehatan, 2004). Secara kuantitatif jumlah Puskesmas sudah mencukupi
dan tersebar merata di seluruh pelosok tanah air, namun secara kualitatif
masih jauh dari harapan. Hal ini disebabkan antara lain lemahnya organisasi
dan manajemen Puskesmas serta dukungan sumber dayanya.
Krisis ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, tidak saja menambah jumlah
penduduk miskin, tetapi juga menurunkan kemampuan pemerintah dalam
menyediakan alokasi anggaran untuk pembangunan kesehatan, disamping itu
masih adanya anggapan bahwa pembangunan bidang kesehatan bersifat
konsumtif dan belum dipandang sebagai investasi pada peningkatan mutu
Sumber Daya Manusia (SDM), sehingga anggaran yang dialokasikan tidak
memadai. Hal tersebut berdampak pada menurunnya dukungan sumber daya
Puskesmas. Dana operasional Puskesmas saat ini hanya bersumber dari
pengembalian retribusi Puskesmas dengan besaran yang bervariasi di masing-
masing daerah kabupaten/ kota, sedangkan dana program hanya bersumber dari
Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak Bidang
Kesehatan (PKPS-BBM Bidkes) yang kemudian menjadi Program Jaminan
Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) bagi keluarga miskin.
Partisipasi dan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan saat
ini belum juga tumbuh sebagaimana yang diharapkan, apalagi selama 32
tahun Orde Baru, pembangunannya bersifat sentralistis dengan pola seragam dan
bersifat instruktif dari atas yang harus dilaksanakan sesuai dengan petunjuk
pelaksanaan dan petunjuk teknis. Masyarakat dalam hal ini lebih sebagai obyek
pembangunan dan pelaksana program yang telah dirancang sebelumnya oleh
Pemerintah. Strategi pembangunan yang seragam dari Sabang sampai Merauke
tanpa memperhatikan keanekaragaman sistem sosial budaya Indonesia
hasilnya semu dan kurang menunjukan kondisi nyata yang sebenarnya
terjadi di masyarakat dan keberhasilan pembangunan penuh dengan manipulasi
data untuk menyenangkan pihak pemrakarsa program dari Pemerintah
(Adimihardja, 2004).
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 47
Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan saat ini dilakukan melalui
pembentukan dan pengembangan Desa Siaga sebagai upaya merekonstruksi atau
membangun kembali berbagai Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyakarat
(UKBM). Pengembangan Desa Siaga merupakan revitalisasi Pembangunan
Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) sebagai pendekatan edukatif yang perlu
dihidupkan kembali, dipertahankan, dan ditingkatkan. Pengembangan Desa
Siaga juga merupakan pengembangan dari konsep Siap-Antar-Jaga, yaitu Siap
yakni memberikan perlindungan terhadap semua ibu dan anak serta masyarakat
lainnya dari terjadinya kesakitan dan kematian, Antar yakni antarkan semua ibu,
anak, dan masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan ke tempat
pelayanan kesehatan yang tepat, dan Jaga yakni galang upaya penyelamatan ibu
dan anak serta tingkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pengembangan Desa Siaga merupakan upaya untuk lebih mendekatkan
pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat Desa, menyiapsiagakan
masyarakat menghadapi masalah-masalah kesehatan, memandirikan masyarakat
dalam pembiayaan kesehatan, serta mengembangkan perilaku hidup bersih
dan sehat. Dengan mewujudkan Desa Siaga, akan tercipta Desa Sehat
yang merupakan basis bagi terwujudnya Indonesia Sehat. Inti kegiatan
Desa Siaga adalah memberdayakan masyarakat agar mau dan mampu untuk
hidup sehat. Oleh karena itu dalam pengembangannya diperlukan langkah-
langkah pendekatan edukatif yaitu upaya mendampingi (memfasilitasi)
masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran yang berupa proses
pemecahan masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya. SKN (2004) telah
menetapkan pendekatan Pelayanan Kesehatan Primer (PKP)/Primary Health
Care dengan metode pendekatan PKMD, yang secara global telah diakui
sebagai pendekatan yang tepat dalam mencapai kesehatan bagi semua, yang
untuk Indonesia diformulasikan sebagai visi Indonesia Sehat (Departemen
Kesehatan, 2004).
Indonesia Sehat 2010 (IS’10) telah dicanangkan sejak tahun 1999 oleh
Presiden RI dan di beberapa daerah sudah dilaksanakan. Sejalan dengan gerakan
IS’10, semua Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota perlu merumuskan Rencana Strategis yang memaparkan
tentang visi, misi, kebijakan, strategi, tujuan, program, dan kegiatan
pembangunan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lokal sehingga gerakan
Provinsi Sehat, Kabupaten/Kota Sehat sampai Desa/ Kelurahan Sehat akan
sejalan dengan IS’10 dengan Program Desa Siaga sebagai fondasinya. Untuk
menunjang maksud tersebut Pemda Kabupaten/Kota harus memiliki vital
registration dan based line data tentang derajat kesehatan masyarakat
(mortalitas, morbiditas, dan status gizi), kesehatan lingkungan, perilaku hidup
masyarakat, serta akses dan mutu pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya
masing-masing dengan mengembangkan Sistem Informasi Kesehatan (SIK)
Daerah. Vital registration dan based line data masing-masing wilayah (Provinsi
dan Kabupaten/Kota) akan membantu Pemda setempat dalam menyusun
Rencana Strategis dan Rencana Operasional Reformasi kesehatan di wilayah
kerjanya masing-masing disesuaikan dengan indikator- indikator IS’10
(Muninjaya, 2004).
d. Manajemen dan Kinerja Puskesmas
Menurut kebijakan dasar Puskesmas, yang dimaksud dengan manajemen
Puskesmas adalah rangkaian kegiatan yang bekerja secara sistematik untuk
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 48
menghasilkan keluaran Puskesmas yang efektif dan efesien. Untuk dapat
melaksanakan usaha pokok Puskesmas secara efisien, efektif, produktif, dan
berkualitas, pimpinan Puskesmas harus memahami dan menerapkan prinsip-
prinsip manajemen. Dalam upaya menunjang pengembangan program pokok
Puskesmas, mempunyai enam subsistem manajemen yaitu :
1) Subsistem pelayanan kesehatan (promosi, pencegahan, pengobatan,
rehabilitasi medis dan sosial).
2) Subsistem keuangan 3) Subsistem logistik 4) Subsistem personalia (pengembangan staf) 5) Subsistem pencatatan dan pelaporan
6) Subsistem pengembangan peran serta masyarakat ( PKMD) Kinerja manajemen Puskesmas diukur oleh 2 (dua) konsepsi utama yaitu
efisiensi dan efektivitas. Menurut Drucker (1954), efisiensi adalah melakukan
pekerjaan dengan benar (doing the job right), sedangkan efektivitas adalah
melakukan pekerjaan yang benar (doing the right job). Efisiensi (daya guna)
Puskesmas adalah proses pemanfaatan, penghematan, dan pemberdayaan
sumber daya Puskesmas dengan cara melakukan pekerjaan dengan benar,
sedangkan efektivitas (hasil guna) Puskesmas adalah tingkat keberhasilan
pencapaian tujuan Puskesmas dengan cara melakukan pekerjaan yang benar.
Efektivitas Puskesmas juga berarti mampu mencapai tujuan Puskesmas dengan
baik. Jika efisiensi lebih memfokuskan diri pada proses pemanfaatan,
penghematan, dan pemberdayaan masukan (input) sumber daya , maka
efektivitas lebih memfokuskan pada output dan outcome atau hasil kinerja
Puskesmas yang diharapkan. Efisiensi terkait dengan hubungan antara output
pelayanan kesehatan dengan sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan
output dan outcome (Handoko, 2003).
Asas manajemen penyelenggaraan Puskesmas di era desentralisasi berpedoman
pada 4 (empat) asas, yaitu: (1) Asas Petanggungjawaban Wilayah : Artinya
Puskesmas bertanggungjawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
yang bertempat tingal di wilayah kerjanya. Program Puskesmas yang
dilaksanakan selain menunggu kunjungan masyarakat ke Puskesmas
(kegiatan dalam gedung Puskesmas/kegiatan pasif), juga memberikan pelayanan
kesehatan sedekat mungkin ke masyarakat melalui kegiatan di luar gedung
(kegiatan aktif/ outreach activities), (2) Asas Pemberdayaan masyarakat :
Artinya Puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga dan
masyarakat, agar beperan serta aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya
Puskesmas. Untuk itu, berbagai potensi masyarakat perlu dihimpun melalui
pembentukan dan pendayagunaan Badan Penyantun Puskesmas (BPP). Bentuk
peran serta masyarakat dalam pelayanan kesehatan, antara lain Pos Pelayanan
Terpadu Keluarga Berencana-Kesehatan (Posyandu), Pos Kesehatan Desa
(Poskesdes), Bina Keluarga Balita (BKB), Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi), Pos
Kesehatan Pesantren (Poskestrena), Warung Obat Desa, Dana Sehat dan lain-
lain, (3) Asas Keterpaduan: Untuk mengatasi keterbatasan sumberdaya serta
diperolehnya hasil yang optimal, penyelenggaan setiap upaya Puskesmas harus
diselenggarakan secara terpadu. Ada dua macam keterpaduan, yakni: (a)
Keterpaduan Lintas Program, yaitu upaya memadukan penyelenggaraan
berbagai upaya kesehatan yang menjadi tanggungjawab Puskesmas, dan (b)
Keterpaduan Lintas Sektor, yaitu upaya memadukan penyelenggaraan upaya
Puskesmas (wajib, pengembangan dan inovasi) dengan berbagai program dari
sektor terkait tingkat kecamatan, termasuk organisasi kemasyarakatan dan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 49
dunia usaha, serta (4) Asas Rujukan: Sebagai sarana pelayanan kesehatan
tingkat pertama, kemampuan yang dimiliki oleh Puskesmas terbatas. Padahal
Puskesmas berhadapan langsung dengan masyarakat dengan berbagai
permasalahan kesehatannnya. Untuk membantu Puskesmas menyelesaikan
berbagai masalah kesehatan tersebut dan juga untuk meningkatkan efisiensi,
maka penyelenggaraan setiap upaya kesehatan Puskesmas harus ditopang
oleh asas rujukan. Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggungjawab
atas kasus penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal
balik, baik secara vertikal dalam arti dari satu strata sarana pelayanan
kesehatan ke strata sarana pelayanan kesehatan lainnya, maupun secara
horizontal dalam arti antar strata sarana pelayanan kesehatan yang
sama (Departemen Kesehatan, 2004).
Untuk mempercepat perubahan kinerja Puskesmas sesuai dengan perubahan
manajemen Puskesmas di era desentralisasi, Pemda kabupaten/kota perlu
merumuskan kebijakan strategis untuk meningkatkan efektivitas sistem dan
manajemen pelayanan kesehatan untuk mengatasi masalah kesehatan
masyarakat yang potensial berkembang di wilayah kerja Puskesmas. Konsep
pengembangan Puskesmas di era desentralisasi harus dikaji oleh DPRD
Kabupaten/Kota sehingga dapat dihasilkan Perda tentang manajemen
Puskesmas yang baru. LSM dan pakar pemerhati masalah kesehatan perlu
melakukan advokasi ke DPRD Kabupaten/ Kota untuk mempercepat lahirnya
Perda Puskesmas di era desentralisasi sehingga kinerja Puskesmas yang efisien
dan efektif, merata, bermutu, terjangkau dan memenuhi kebutuhan masyarakat
di wilayah kerjanya dapat terwujud.
Saat ini dikembangkan konsep Puskesmas efektif dan responsif.
Puskesmas efektif adalah Puskesmas yang keberadaannya dirasakan manfaatnya
oleh masyarakat serta memberi kepuasan kepada pelanggan dan masyarakat
sesuai dengan mutu pelayanan dan profesionalisme. Puskesmas efektif
berarti Puskesmas mampu mengubah perilaku masyarakat sejalan dengan
paradigma sehat, mampu menangani semua masalah kesehatan di wilayah
kerjanya sejalan dengan kewenangan dan sesuai dengan desentralisasi, serta
mampu mempertanggung jawabkan setiap biaya yang dikeluarkan kepada
masyarakat dalam bentuk hasil kegiatan Puskesmas dan dirasakan
dampaknya oleh masyarakat dalam bentuk peningkatan derajat kesehatan
masyarakat di wilayah kerjanya. Sedangkan Puskesmas responsif adalah
Puskesmas yang senantiasa melindungi seluruh penduduk dari kemungkinan
gangguan kesehatan serta tanggap dan mampu menjawab berbagai masalah
kesehatan di wilayah kerjanya. Puskesmas responsif juga berarti sekecil apapun
masalah yang ada harus segera terdeteksi dan segera ditanggulangi dan
dikoordinasikan dengan sarana rujukan kesehatan dan kedokteran, masyarakat
terlindung dari berbagai bencana penyakit dan masalah kesehatan lainnya,
serta tanggap terhadap potensi yang ada di wilayah kerjanya yang dapat
membantu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Departemen
Kesehatan, 2002).
Peningkatan mutu Puskesmas merupakan tuntutan nyata masyarakat
karena jumlah kunjungan Puskesmas sejak tahun 1997 semakin
menurun. Penetapan prioritas oleh masing-masing Puskesmas merupakan
langkah awal untuk pengembangan program menjaga Mutu Pelayanan
Kesehatan Puskesmas. Peningkatan komitmen dan dukungan pegawai
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 50
Puskesmas perlu terus dikembangkan agar dapat meningkatkan proses kerja
dengan menyusun Standar Pelayanan Kesehatan Puskesmas yang realistis dan
sesuai dengan kebutuhan lokal dan kemudian memantau kemajuannya.
Dengan kata lain, Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan Puskesmas dilakukan
melalui pendekatan siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) serta
mata rantai peningkatan mutu dengan penilaian kinerja yang
berkesinambungan.
Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan Puskesmas dimulai dengan membentuk
Gugus Kendali Mutu Pelayanan Kesehatan Puskesmas yang akan
melakukan Identifikasi Masalah, kemudian mencari Penyebab Masalah dan
pada saat yang sama melakukan pemantauan pelaksanaan untuk memenuhi
Standar Pelayanan Kesehatan dan akhirnya akan tersusun suatu Standar
kinerja berdasarkan informasi terkini, teknologi dan harapan pasien.
Kegiatan ini akan berulang terus, menemukan masalah, menentukan
penyebab masalah dan melaksanakan tindakan perbaikan danmemantau
hasil, sehingga tercipta upaya peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan
Puskesmas yang berkesinambungan (Pohan, 2003).
Untuk terselenggaranya berbagai upaya kesehatan Puskesmas, perlu ditunjang
dengan tersedianya pembiayaan yang cukup. Pada saat ini ada beberapa sumber
pembiayaan Puskesmas yakni: (1) Pemerintah: Sesuai dengan asas desentralisasi,
sumber pembiayaan yang berasal dari pemerintah terutama adalah pemerintah
kabupaten/kota. Disamping itu Puskesmas masih menerima dana yang berasal
dari pemerintah provinsi dan pemerintah pusat, (2) Pendapatan Puskesmas:
Sesuai dengan kebijakan Pemerintah, masyarakat dikenakan kewajiban
membiayai upaya kesehatan perorangan yang dimanfaatkannya, yang besarannya
ditentukan oleh peraturan daerah masing-masing (retribusi). Pada saat ini ada
beberapa kebijakan yang terkait dengan pemanfaatan dana yang diperoleh
dari retribusi Puskesmas yakni: (a) Seluruhnya disetor ke Kas Daerah, (b)
Sebagian dimanfaatkan secara langsung oleh Puskesmas, dengan besaran
berkisar antara 25– 50 % dari total dana retribusi yang diterima, dan (c)
Seluruhnya dimanfaatkan secara langsung oleh Puskesmas, serta (3) Sumber
lain: Seperti dari PT ASKES dan PT Jamsostek sebagai imbalan jasa pelayanan
dan JPSBK/PKPSBBM- Jamkesmas untuk membantu masyarakat miskin yang
disalurkan secara langsung ke Puskesmas yang pengelolalaannya mengacu pada
pedoman yang berlaku.
4.6. Pelayanan Kesehatan Yang Bermutu, Dasar Hukum dan Standar
Pelayanan Minimal Kesehatan
a. Pelayanan Kesehatan Yang Bermutu
Pelayanan kesehatan ialah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri
atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan/ataupun
masyarakat18. Syarat utama pelaksanaan pelayanan kesehatan adalah19;
1) Tersedia dan berkesinambungan
Pelayanan kesehatan harus tersedia di masyarakat (available) serta
bersifat berkesinambungan (continous). Artinya semua jenis
18 Azwar, A. Pengantar Administrasi Kesehatan, Binarupa Aksara, Jakarta, 1996. 19 ibid
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 51
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit
ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat adalah pada
setiap saat yang dibutukan
2) Dapat diterima dan wajar Pelayanan kesehatan dapat diterima oleh masyarakat (acceptable)
serta bersifat wajar (appropriate), artinya pelayanan kesehatan
tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan
masyarakat
3) Mudah dicapai Pelayanan kesehatan tersebut hendaknya mudah dicapai masyarakat
(accesible), pengertian ketercapaian disini adalah terutama dari sudut
lokasi, sehingga pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi
sangatlah penting
4) Mudah dijangkau Pelayanan kesehatan tersebut hendaknya mudah dijangkau oleh
masyarakat (affordable) keterjangkauan disini adalah dari sudut biaya
5) Bermutu
Pelayanan kesehatan tersebut hendaknya mudah dicapai masyarakat
(accesible), pengertian ketercapaian disini adalah terutama dari sudut
lokasi, sehingga pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi
sangatlah penting
Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan dengan baik, maka setidaknya
selain memenuhi 7 (tujuh) syarat sebagaimana diatas, harus pula memenuhi;
pelayanan kesehatan hendaknya bersifat menyeluruh (comprehensive),
terpadu (integrated), bersifat adil/merata (equity) dan mandiri (sustainable),
efektif (effective), efisien (efficient), dan bermutu (quality)20. Pelayanan
kesehatan harus diarahkan agar dapat meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat di wilayah tersebut21,. Oleh karena pelayanan kesehatan sebagai
bagian dari pelayanan publik, maka, pelayanan kesehatan bersifat:
1) Pelayanan bersifat komprehensif yaitu untuk seluruh masyarakat
yang ada disuatu wilayah (availability)
2) Dilaksanankan secara wajar, tidak melebihi kebutuhan dan daya jangkau masyarakat (appropriateness)
3) Dilakukan secara berkesinambungan (continuity) 4) Dapat diterima oleh masyarakat setempat (acceptability) 5) Terjangkau oleh masyarakat pada umumnya (affordable)
6) Manajemennya harus efisien (efficient) 7) Selalu terjaga mutunya (quality)
Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu banyak
upaya yang dapat dilaksanakan. Upaya tersebut jika dilaksanakan secara
terarah dan terencana, dalam ilmu administrasi kesehatan dikenal dengan
istilah Program Menjaga Mutu (Quality Assurance Program). Program
Menjaga Mutu adalah suatu proses yang dilaksanakan secara
berkesinambungan, sistematis, obyektif dan terpadu dalam menetapkan
masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan berdasarkan
standar yang telah ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara
penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, serta
menilai hasil yang dicapai guna menyusun saran tindak lanjut untuk lebih
20 Saifuddin, AB. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan
Bina Pustaka, Jakarta, 2001 21 Muninjaya Gde.A.A. Manajemen Kesehatan, Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta, 2004.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 52
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan22.Mutu pelayanan kesehatan
menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan. Untuk dapat
menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, maka
ditetapkanlah standarisasi (standarization).
b. Standar Pelayanan Minimal Kesehatan
1) Dasar Hukum
Undang-undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
telah menetapkan bidang kesehatan merupakan salah satu kewenangan
wajib yang harus dilaksanakan oleh Kabupaen/Kota. Penyelenggaraan
Kewenangan Wajib oleh Daerah adalah merupakan perwujudan
otonomi yang bertanggung jawab, yang pada intinya merupakan
pengakuan/pemberiaan hak dan kewenangan Daerah dalam wujud tugas
dan kewajiban yang harus dipikul oleh Daerah. Tanpa mengurangi arti
serta pentingnya prakarsa Daerah dalam penyelenggaraan otonominya dan
untuk menghindari terjadinya kekosongan penyelenggaraan pelayanan
dasar kepada masyarakat, Daerah Kabupaten/Kota wajib melaksanakan
kewenangan dalam bidang tertentu termasuk di dalamnya kewenangan
bidang kesehatan.
Untuk menyamakan persepsi dan pemahaman dalam pengaktualisasian
kewenangan wajib bidang kesehatan di Kabupaten/Kota seiring dengan
Lampiran Surat Edaran Menteri Dalam Negeri
No.100/756/OTDA/tanggal 8 Juli 2002 tentang Konsep Dasar
Penentuan Kewajiban Wajib dan Standar Pelayanan Minimal, maka
dalam rangka memberikan panduan untuk melaksanakan pelayanan
dasar dibidang kesehatan kepada masyarakat di Daerah, telah
ditetapkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1457/Menkes/SK/X/2003
tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di
Kabupaten/Kota.
2) Pengertian Standar Pelayanan Minimal
Yang dimaksud dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah suatu
standar dengan batas-batas tertentu untuk mengukur kinerja
penyelenggaraan kewenangan wajib daerah yang berkaitan dengan
pelayanan dasar kepada masyarakat yang mencakup jenis pelayanan,
indikator, dan nilai (benchmark). Pelayanan dasar kepada masyarakat
adalah fungsi Pemerintah dalam memberikan dan mengurus keperluan
kebutuhan dasar masyarakat untuk meningkatkan taraf kesejahteraan
rakyat.
SPM Bidang Kesehatan pada hakekatnya merupakan bentuk-bentuk
pelayanan kesehatan yang selama ini telah dilaksanakan oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota. Namun demikian mengingat kondisi masing-masing
daerah yang terkait dengan keterbatasan sumber daya yang tidak merata,
maka diperlukan pentahapan pelaksanaannya dalam mencapai pelayanan
minimal.
Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Kesehatan
Kabupaten/Kota berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas
22
ibid
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 53
teknis operasional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan
unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan
kesehatan di Indonesia sehingga mempunyai tugas dan tanggung jawab
untuk melaksanakan SPM bidang kesehatan.
3) Pelayanan Kesehatan yang wajib dilaksanakan oleh semua
Puskesmas
Pelayanan kesehatan yang wajib dilaksanakan oleh Puskesmas mengacu
pada SPM yang ditetapkan oleh pemerintah Pusat adalah meliputi;
(1) Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi
(2) Pelayanan Kesehatan Anak Pra Sekolah dan Usia Sekolah (3) Pelayanan Keluarga Berencana (Cakupan Peserta KB Aktif) (4) Pelayanan Imunisasi Desa/Kelurahan (Universal Child
Immunization/ UCI)
(5) Pelayanan Pengobatan/Perawatan (6) Cakupan Rawat Jalan (7) Cakupan Rawat Inap (8) Pelayanan Kesehatan Jiwa (Pelayanan Gangguan Jiwa di
Sarana Pelayanan Umum)
(9) Pemantauan Pertumbuhan Balita (10) Pelayanan Gizi (11) Pelayanan Kesehatan Rujukan dan Penunjang (12) Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergesi Dasar dan
Komperhensif (PONED dan PONEK)
(13) Pelayanan Gawat Darurat (14) Penyelenggaraan Penyelidikan Epidemiologi dan
Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan Gizi Buruk
(15) Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Polio (16) Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit TB Paru (17) Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit ISPA Cakupan Balita
dengan Pneumonia yang ditangani
(18) Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit HIV/AIDS (19) Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah
Dangue (DBD) Penderita DBD yang ditangani
(20) Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Diare Balita dengan diare yang ditangani
(21) Pelayanan Kesehatan Lingkungan (22) Pelayanan Pengendalian Vektor Rumah/Bangunan Bebas Jentik
Nyamuk Aedes
(23) Pelayanan Higiene Sanitasi di Tempat Umum Tempat Umum yang Memenuhi Syarat
(24) Penyuluhan Perilaku Sehat (25) Penyuluhan Pencegahan dan Penaggulangan Penyalahgunaan
Narkoba, Psikotropika dan Zat Adiktif (P3NAPZA) Berbasis
Masyarakat
(26) Pelayanan Penyediaan Obat dan Perbekalan Kesehatan (27) Pelayanan Penggunaan Obat Generik (28) Penyelenggaraan Pembiayaan Untuk Pelayanan Kesehatan
Perorangan.
(29) Penyelenggaraan Pembiayaan Untuk Keluarga Miskin dan Masyarakat Rentan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 54
Pelayanan kesehatan yang wajib dilaksanakan oleh puskesmas tertentu sebagai
UPTD kesehatan kabupaten/kota, meliputi ; Pelayanan Kesehatan Kerja,
Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut, Pelayanan Gizi dan Rujukan.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 55
BAB IV
RELEVANSI KEBIJAKAN KESEHATAN GRATIS DI KSB
DENGAN KEBIJAKAN NASIONAL
3.1. Inventarisasi Peraturan Perundang-Undangan
Kesehatan pada hakikatnya merupakan salah satu bagian dari hak asasi manusia.
Deklarasi Universal HAM PBB dalam Pasal 25 menjamin hak mendapatkan suatu
standar kehidupan yang memadai untuk kesehatan. Dalam implementasinya, negara
masing-masing anggota PBB dapat menjabarkannya dalam ketentuan hukum positif.
Hak asasi manusia itu sendiri bersifat universal dan menurut Deklarasi Wina (1993)
negara memiliki kewajiban menegakkan hak asasi manusia dan menganjurkan
pemerintah-pemerintah untuk menggabungkan standar-standar yang terdapat dalam
instrumen-instrumen hak asasi manusia internasional ke dalam hukum nasional.
Di Indonesia, negara memiliki kewajiban menjamin hak atas kesehatan sesuai
ketentuan Pasal 28 H Ayat (1) UUD 1945 (pasca perubahan). Ketentuan
konstitusional di atas kemudian dijabarkan ke dalam UndangUndang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan yang kemudian di rubah dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan. Selain itu, dengan diratifikasinya The International
Covenant on Economic, Social and Cultural Rights PBB (1966) oleh Indonesia,
sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang
Pengesahan International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights
(Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya) (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4557), maka dengan demikian ada kewajiban bagi negara
melakukan sejumlah upaya pemenuhan hak atas kesehatan. Beberapa hukum
internasional yang mengatur tentang HAM terkait kesehatan, yakni ;
1) Pasal 25 Universal Declaration of Human Rights (UDHR). Pasal 6 dan 7
International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR)
2) Pasal 12 International Covenant on Economic, Social and Cultural Right (ICESCR)
3) Pasal 5 International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (ICERD).
4) Pasal 11, 12 dan 14 Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (Women’s Convention).
5) Pasal 1 Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading
Treatment or Punishment (Torture Convention, or CAT).
6) Pasal 24 Convention on the Rights of the Child (Children’s Convention, or CRC) Oleh karena kesehatan merupakan dasar dari diakuinya derajat kemanusiaan., tanpa
kesehatan, maka seseorang tidak akan mampu memperoleh hak-hak lainnya. Maka,
kesehatan menjadi salah satu ukuran selain tingkat pendidikan dan ekonomi, yang
menentukan mutu dari sumber daya manusia (Human Development Index).
Pelayanan kesehatan gratis yang bermutu atau berkualitas dan berkelanjutan adalah
merupakan inisiatif invatif pemerintah daerah kabupaten Sumbawa Barat yang telah
dituangkan dalam bentuk Peraturan Bupati Nomor 9 Tahun 2006 Tentang Pelayanan
Kesehatan/pengobatan gartis di Puskesmas dan jaringannya yang dijamin
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 56
Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa Barat. Dan dalam rangka mewujudkan
pelayanan kesehatan gratis yang bermutu/berkualitas dan berkelanjutan pemerintah
daerah KSB bermaksud untuk melakukan scalling-up dari perbup menjadi perda
dengan melakukan penyempurnaan sejumlah materi yang ada dalam perbup. Untuk
mewujudkan peraturan daerah yang efektif, dan dalam rangka sinkronisasi dan
harmonisasi dengan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya dilakukan
inventarisasi peraturan perundang-undangan.
a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai konstitusi
negara, dalam pembukaan Undang-Undang Dasar alinea keempat dijelaskan
tugas negara adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, serta mencerdaskan
kehidupan bangsa. Dalam rangka itu, negara kemudian membangun sistem
jaminan sosial, untuk mensejahterakan bangsa, salah satu bentuk upaya tersebut
adalah dalam bentuk peraturan, dan secara konstitusional, hak-hak masyarakat
dijamin dan dilindungi. Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa:
(a) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
(b) Negara mengembangkan sistem jaringan sosial bagi seluruh rakyat
dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai
dengan martabat kemanusiaan
(c) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak
(d) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
undang-undang”.
Pasal 28 A :
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya.
Pasal 28H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,
dan medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
(2) Setiap orang mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai
persamaan dan keadilan.
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartaba
t.
Pasal 28I
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak
asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
(5) Untuk menegakan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan pri
n-sip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi
manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan
perundangan undangan.
b. TAP Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusi
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 57
Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Aasi Manusia mengatur dan
menjamin hak setiap warga negara untuk dapat memperoleh pemenuhan
kebutuhan dasar, khususnya kesehatan dan hidup sejahtera, yakni tertuang
dalam :
a. Pasal 3 ; Setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasar untuk
tumbuh dan berkembang secara layak.
b. Pasal 27; Setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir dan batin.
c. Pasal 28 : Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat.
d. Pasal 29 : Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta
berkehidupan yang layak.
e. Pasal 30 : Setiap orang berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan
khusus di masa kanak-kanak, di hari tua, dan apabila menyandang
cacat.
f. Pasal 31 : Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang
memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia
yang bermartabat.
g. Pasal 33 : Setiap orang berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan.
h. Pasal 40 : Kelompok masyarakat yang rentan, seperti anak-anak dan
fakir miskin, berhak mendapatkan perlindungan lebih terhadap hak
asasinya.
c. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Azasi Manusia
Undang-undang ini merupakan undang-undang HAM pertama yang lahir di
Indonesia, dalam Undang-undang ini diatur tentang HAM terkait bidang
kesehatan, sebagai berikut ;
1) Pasal 9 ayat (3) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat.
2) Pasal 11, Setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk
tumbuh dan berkembang secara layak.
3) Pasal 41 ayat (1) (1) Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial
yang dibutuhkan untuk hidup layak serta untuk perkembangan
priadinya secara utuh. Ayat (2) Setiap penyandang cacat, orang yang
berusia lanjut, wanita hamil, dan anak-anak, berhak memperoleh
kemudahan dan perlakuan khusus.
4) Pasal 42 : Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik dan
atau cacat mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan,
pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin
kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya,
meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi
dalam kehidupan bennasyarakat, berbangsa, dan bemegara.
5) Pasal 62 ; Setiap anak berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan
dan jaminan sosial secara layak, sesuai dengan kebutuhan fisik dan
mentap spiritualnya.
6) Pasal 71 Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati,
melindungi, menegakan, dan memajukan hak asasi manusia yang
diatur dalam Undang-undang ini, peraturan perundang-undangan
lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia
yang.diterima oleh negara Republik Indonesia.
d. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Jaminan Sosial
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 58
Dalam rangka mwujudkan cita-cita bangsa, dan sebagai tanggung jawab negara
untuk mensejahterakan seluruh masyarakat, ditetapkan Undang-undang No.40
Tahun 2004 tentang Jaminan Sosial. Undang-undang ini secara ekplisit
menjelaskan jaminan sosial negara terhadap warganya, termasuk jaminan sosial
kesehatan antara lain tercantum dalam pasal :
1) Pasal 1 angka 1 yang dimaksud dengan Jaminan sosial adalah salah satu
bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
2) Pasal 2 Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan
asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
3) Pasal 3 Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan
jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap
peserta dan/atau anggota keluarganya.
4) Pasal 18 Jenis program jaminan sosial meliputi :
a. jaminan kesehatan;
b. jaminan kecelakaan kerja;
c. jaminan hari tua;
d. jaminan pensiun; dan
e. jaminan kematian.
5) Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) :
(1) Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan
prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas.
(2) Jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar
peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
e. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang-undang ini menggantikan UU Nomor 23 Tahun Tahun 1992 tentang
Kesehatan, terdiri dari 22 bab dengan jumlah pasal sebanyak 205 pasal,
mengatur tentang Ketentuan umum, Asas dan tujuan, Hak dan kewajiban,
Tanggung jawab pemerintah, Sumber daya di bidang kesehatan, Upaya
kesehatan, Kesehatan ibu, bayi, anak, Remaja, lanjut usia, dan penyandang cacat,
Kesehatan jiwa, Penyakit menular dan tidak menular, Kesehatan lingkungan,
Kesehatan kerja, Pengelolaan kesehatan, Informasi kesehatan, Pembiayaan
kesehatan, Peran serta masyarakat, Badan pertimbangan kesehatan, Pembinaan
dan pengawasan, Penyidikan, Ketentuan pidana, Ketentuan peralihan, Ketentuan
penutup.
Dalam Undang-undang ini, menekankan tujuan pembangunan kesehatan adalah
untuk mewujudkan cita-cita bangsa dan tujuan nasional, yakni ; melindungi
segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan seterusnya. Dalam UU Nomor 36 Tahun 2009, secara
tegas menekankan bahwa kesehatan adalah sebagai hak asasi manusia dan salah
satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan.
Undang-undang ini, meletakkan pembangunan kesehatan, bukan sebatas
pemerintah, dan pembangunan kesehatan bukan sekedar upaya penyembuhan
penyakit semata, tetapi dalam pembangunan kesehatan membutuhkan adanya
partisipasi masyarakat yang luas, dan cakupan upaya kesehatan dilkukan secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan, meliputi; upaya promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 59
1) Tentang Pengertian Kesehatan, Asas dan Tujuan diatur dalam Pasal 1 angka
1; yang dimaksud dengan kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara
fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pasal 2 dan Pasal 3
tentang asas dan tujuan. Pasal 2 ; Pembangunan kesehatan
diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan,
manfaat, pelindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban,
keadilan, gender dan nondiskriminatif dan norma-norma agama. Pasal 3
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi
bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial
dan ekonomis.
2) Tentang hak-hak masyarakat dalam kesehatan diatur dalam Pasal 4 Setiap
orang berhak atas kesehatan. Pasal 5 ayat (1) Setiap orang mempunyai
hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang
kesehatan. ayat (1) Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. ayat (3) Setiap
orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri
pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya. Pasal 6 Setiap orang
berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat
kesehatan. Pasal 7 Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan
edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab. Pasal
8 Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan
dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan
diterimanya dari tenaga kesehatan.
3) Tentang Tanggung jawab pemerintah diatur dalam Pasal 19 Pemerintah
bertanggung jawab atas ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang
bermutu, aman, efisien, dan terjangkau. Pasal 50 ayat (1) Pemerintah
dan pemerintah daerah bertanggung jawab meningkatkan dan
mengembangkan upaya kesehatan. ayat (2) Upaya kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memenuhi
kebutuhan kesehatan dasar masyarakat. Pasal 54 ayat (1)
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara
bertanggung jawab, aman, bermutu, serta merata dan nondiskriminatif.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas
penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1). Pasal 62 ayat (3) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin dan
menyediakan fasilitas untuk kelangsungan upaya peningkatan kesehatan
dan pencegahan penyakit.
4) Tentang pembiayaan kesehatan diatur dalam Pasal 170, pasal 171 dan pasal
172. Pasal 170 :
(1) Pembiayaan kesehatan bertujuan untuk penyediaan pembiayaan
kesehatan yang berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi,
teralokasi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan
berdaya guna untuk menjamin terselenggaranya pembangunan
kesehatan agar meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
setinggi-tingginya.
(2) Unsur-unsur pembiayaan kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas sumber pembiayaan, alokasi, dan pemanfaatan.
(3) Sumber pembiayaan kesehatan berasal dari Pemerintah, pemerintah
daerah, masyarakat, swasta dan sumber lain.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 60
Pasal 171 :
(1) Besar anggaran kesehatan Pemerintah dialokasikan minimal sebesar
5% (lima persen) dari anggaran pendapatan dan belanja negara di
luar gaji.
(2) Besar anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi,
kabupaten/kota dialokasikan minimal 10% (sepuluh persen) dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah di luar gaji.
(3) Besaran anggaran kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diprioritaskan untuk kepentingan pelayanan publik yang
besarannya sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari anggaran
kesehatan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan
anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pasal 172
(1) Alokasi pembiayaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 171
ayat (3) ditujukan untuk pelayanan kesehatan di bidang pelayanan
publik, terutama bagi penduduk miskin, kelompok lanjut usia, dan anak
terlantar.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara alokasi pembiayaan
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
f. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
Undang-undang ini terdiri dari 15 Bab, sebanyak 66 pasal, mengatur tentang
ketentuan umum, asas dan tujuan, tugas dan fungsi tanggung jawab pemerintah
dan pemerintah daerah, Persyaratan, jenis dan klasifikasi, perizinan, kewajiban
dan hak, penyelenggaraan, pembiayaan, pencatatan dan pelaporan, pembinaan
dan pengawasan, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009, diatur tentang :
1) Pasal 2 Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan
didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat,
keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan
dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.
2) Pasal 3 Pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan:
a. mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan;
b. memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien,
masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia
di rumah sakit;
c. meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan
rumah sakit; dan
d. memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat,
sumber daya manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit.
3) Bab IV Tanggung Jawab Pemerintah Dan Pemerintah Daerah, diatur
dalam Pasal 6 ayat (1) point a s.d.e sebagai berikut :
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk :
a. menyediakan Rumah Sakit berdasarkan kebutuhan masyarakat;
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 61
b. menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit bagi
fakir miskin, atau orang tidak mampu sesuai ketentuan
peraturan perundangundangan;
c. membina dan mengawasi penyelenggaraan Rumah Sakit;
d. memberikan perlindungan kepada Rumah Sakit agar dapat
memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dan
bertanggung jawab;
e. memberikan perlindungan kepada masyarakat pengguna jasa
pelayanan Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan;
4) Bab VIII Kewajiban Dan Hak, tentang Kewajiban Pasal 29 : (1) Setiap
Rumah Sakit mempunyai kewajiban :
a. memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah
Sakit kepada masyarakat;
b. memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan
pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit;
c. memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai
dengan kemampuan pelayanannya;
d. berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada
bencana, sesuai dengan kemampuan pelayanannya;
e. menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak
mampu atau miskin;
f. melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan
fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan
gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan
korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi
misi kemanusiaan;
g. membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien;
g. Undang-Undang Republik Indonesianomor 11 Tahun 2009
Tentang Kesejahteraan Sosial
1) Bab I Ketentuan, pasal 1 point 1 : Dalam Undang-Undang ini yang
dimaksudkan dengan: Kesejahteraan Sosial adalah kondisi
terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga
negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri,
sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
2) Bab II Asas dan Tujuan, pasal 3 butir a Penyelenggaraan kesejahteraan sosial bertujuan meningkatkan taraf kesejahteraan,
kualitas, dan kelangsungan hidup;
3) Bab III, Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial
Pasal 4 Negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan
kesejahteraan sosial. Pasal 5 ayat (2 Penyelenggaraan
kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diprioritaskan kepada mereka yang memiliki kehidupan yang tidak
layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial:
a. kemiskinan;
b. ketelantaran;
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 62
c. kecacatan;
d. keterpencilan;
e. ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku;
f. korban bencana; dan/atau
g. korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.
Pasal 9 ayat (1) huruf a Jaminan sosial dimaksudkan untuk:
menjamin fakir miskin, anak yatim piatu terlantar, lanjut usia
terlantar, penyandang cacat fisik, cacat mental, cacat fisik dan
mental, eks penderita penyakit kronis yang mengalami masalah
ketidakmampuan sosial-ekonomi agar kebutuhan dasarnya
terpenuhi. Ayat (2) Jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a diberikan dalam bentuk asuransi kesejahteraan
sosial dan bantuan langsung berkelanjutan.
Pasal 10 ayat (1) Asuransi kesejahteraan sosial diselenggarakan
untuk melindungi warga negara yang tidak mampu membayar
premi agar mampu memelihara dan mempertahankan taraf
kesejahteraan sosialnya ayat (2) Asuransi kesejahteraan sosial
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk
bantuan iuran oleh Pemerintah.
4) Bab IV Penanggulangan Kemiskinan, pasal Pasal 19
Penanggulangan kemiskinan merupakan kebijakan, program, dan
kegiatan yang dilakukan terhadap orang, keluarga, kelompok
dan/atau masyarakat yang tidak mempunyai atau mempunyai
sumber mata pencaharian dan tidak dapat memenuhi kebutuhan
yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 21 Penanggulangan
kemiskinan dilaksanakan dalam bentuk point d adalah penyediaan
akses pelayanan kesehatan dasar.
5) Bab V Tanggung Jawab Dan Wewenang, Pasal 29Tanggung jawab
pemerintah kabupaten/kota dalam menyelenggarakan
kesejahteraan sosial meliputi:
a. mengalokasikan anggaran untuk penyelenggaraan
kesejahteraan sosial dalam anggaran pendapatan dan
belanja daerah;
b. melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial di
wilayahnya/bersifat lokal, termasuk tugas pembantuan;
c. memberikan bantuan sosial sebagai stimulan kepada
masyarakat yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial;
h. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009
Tentang Pelayanan Publik
Undang-Undang pelayanan publik mengatur tentang pelayanan
pengadaan barang dan jasa, termasuk adalah pelayanan bidang
kesehatan, sebagaimana tertuang dalam :
1) Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 1 : Pelayanan publik adalah
kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 63
undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang,
jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik.
2) Bab II Maksud, Tujuan, Asas, Dan Ruang Lingkup, pasal 4 :
Penyelenggaraan pelayanan publik berasaskan:
a. kepentingan umum;
b. kepastian hukum;
c. kesamaan hak;
d. keseimbangan hak dan kewajiban;
e. keprofesionalan; f. partisipatif;
g. persamaan perlakuan/tidak diskriminatif;
h. keterbukaan; i. akuntabilitas;
j. fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan;
k. ketepatan waktu; dan
l. kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
Pasal 5
(1) Ruang lingkup pelayanan publik meliputi pelayanan barang publik
dan jasa publik serta pelayanan administratif yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
(2) Ruang lingkup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal,
komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan
sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam,
pariwisata, dan sektor lain yang terkait.
3) Bab IV Hak, Kewajiban, Dan Larangan. Pasal 14 Penyelenggara memiliki hak:
a. memberikan pelayanan tanpa dihambat pihak lain yang bukan
tugasnya;
b. melakukan kerja sama;
c. mempunyai anggaran pembiayaan penyelenggaraan pelayanan
publik;
d. melakukan pembelaan terhadap pengaduan dan tuntutan yang
tidak sesuai dengan kenyataan dalam penyelenggaraan
pelayanan publik; dan
e. menolak permintaan pelayanan yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 15 Penyelenggara berkewajiban:
a. menyusun dan menetapkan standar pelayanan;
b. menyusun, menetapkan, dan memublikasikan maklumat
pelayanan;
c. menempatkan pelaksana yang kompeten;
d. menyediakan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan
publik yang mendukung terciptanya iklim pelayanan yang
memadai;
e. memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas
penyelenggaraan pelayanan publik;
f. melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan;
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 64
g. berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan
publik;
h. memberikan pertanggungjawaban terhadap pelayanan yang
diselenggarakan;
i. membantu masyarakat dalam memahami hak dan tanggung
jawabnya;
j. bertanggung jawab dalam pengelolaan organisasi
penyelenggara pelayanan publik;
k. memberikan pertanggungjawaban sesuai dengan hukum yang
berlaku apabila mengundurkan diri atau melepaskan tanggung
jawab atas posisi atau jabatan; dan
l. memenuhi panggilan atau mewakili organisasi untuk hadir atau
melaksanakan perintah suatu tindakan hukum atas permintaan
pejabat yang berwenang dari lembaga negara atau instansi
pemerintah yang berhak, berwenang, dan sah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 16 Pelaksana berkewajiban:
a. melakukan kegiatan pelayanan sesuai dengan penugasan yang
diberikan oleh Penyelenggara;
b. memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan pelayanan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
Pasal 17 Pelaksana dilarang:
a. merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha
bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi
pemerintah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik
daerah;
b. meninggalkan tugas dan kewajiban, kecuali mempunyai alasan
yang jelas, rasional, dan sah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
c. menambah Pelaksana tanpa persetujuan Penyelenggara;
d. membuat perjanjian kerja sama dengan pihak lain tanpa
persetujuan Penyelenggara; dan
e. melanggar asas penyelenggaraan pelayanan publik.
Pasal 18 Masyarakat berhak:
a. mengetahui kebenaran isi standar pelayanan;
b. mengawasi pelaksanaan standar pelayanan;
c. mendapat tanggapan terhadap pengaduan yang diajukan;
d. mendapat advokasi, perlindungan, dan/atau pemenuhan
pelayanan;
e. memberitahukan kepada pimpinan penyelenggara untuk
memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak
sesuai dengan standar pelayanan;
f. memberitahukan kepada Pelaksana untuk memperbaiki
pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai
dengan standar pelayanan;
g. mengadukan Pelaksana yang melakukan penyimpangan standar
pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kepada
Penyelenggara dan ombudsman;
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 65
h. mengadukan Penyelenggara yang melakukan penyimpangan
standar pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan
kepada pembina Penyelenggara dan ombudsman; dan
i. mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan
tujuan pelayanan.
4) Penyelenggaraan pelayanan publik. Pelayanan Khusus Pasal 29 :
(1) Penyelenggara berkewajiban memberikan pelayanan dengan
perlakuan khusus kepada anggota masyarakat tertentu sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik dengan
perlakuan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang
digunakan oleh orang yang tidak berhak.
5) Perilaku Pelaksana dalam Pelayanan . Pasal 34 Pelaksana dalam
menyelenggarakan pelayanan publik harus berperilaku sebagai
berikut:
a. adil dan tidak diskriminatif;
b. cermat;
c. santun dan ramah;
d. tegas, andal, dan tidak memberikan putusan yang berlarut-larut;
e. profesional;
f. tidak mempersulit;
g. patuh pada perintah atasan yang sah dan wajar;
h. menjunjung tinggi nilai-nilai akuntabilitas dan integritas
institusi penyelenggara;
i. tidak membocorkan informasi atau dokumen yang wajib
dirahasiakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
j. terbuka dan mengambil langkah yang tepat untuk menghindari
benturan kepentingan;
k. tidak menyalahgunakan sarana dan prasarana serta fasilitas
pelayanan publik;
l. tidak memberikan informasi yang salah atau menyesatkan
dalam menanggapi permintaan informasi serta proaktif dalam
memenuhi kepentingan masyarakat;
m. tidak menyalahgunakan informasi, jabatan, dan/atau
kewenangan yang dimiliki;
n. sesuai dengan kepantasan; dan o. tidak menyimpang dari prosedur.
i. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
hk.02.02/menkes/095/1/2010 Tentang Penyelenggaraan
Jaminan kesehatan
1) BAB I, Ketentuan Umum Pasal 1 yang dimaksud dengan jaminan kesehatan
adalah salah satu bentuk perlindungan sosial di bidang kesehatan untuk
menjamin agar memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang layak, bersifat
pelayanan kesehatan menyeluruh (komprehensif) mencakup pelayanan
promotif, preventif, serta kuratif dan rehabilitatif yang diberikan secara
berjenjang dan dengan mutu yang terjamin serta pembayaran secara pra
upaya, diselenggarakan dalam mekanisme asuransi sosial.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 66
2) Bab II, Tujuan, Prinsip dan Ruang Lingkup. Pasal 2 : jaminan kesehatan
diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta dan atau
keluarganya memperoleh manfaat jaminan kesehatan dan perlindungan
dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
3) Bab III, Kepesertaan. Pasal 5 ayat (1) setiap orang dapat menjadi peserta
jaminan kesehatan (2) peserta jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri dari :
a. Kelompok masyarakat miskin dan tidak mampu
b. Kelompok pekerja formal ; dan
c. Kelompok pekerja non formal.
Pasal 7 ayat (1) pemerintah daerah kabupaten/kota menetapkan
masyarakat miskin dan orang yang tidak mampu menjadi peserta jaminan
kesehatan berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik.
Ayat (5) Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah daerah
Kabupaten/Kota dapat memperluas kepesertaan dengan menetapkan
daftar kepesertaan Penerima Bantuan Iuran Pemerintah Daerah Provinsi
dan Penerima Bantuan Iuran Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
4) Bab IV Pelayanan Kesehatan. Pasal 10 ayat (1) Pelayanan kesehatan bagi peserta dilakukan secara berjenjang dan terstruktur di PPK milik
pemerintah dan atau swasta yang menjalin kerjasama dengan Badan
Penyelenggara. Ayat (2) PPK sebagaimana dimaksud ayat (1) antara lain
Puskesmas, dokter praktek swasta, dokter gigi praktek swasta, dokter
keluarga, dokter gigi keluarga, dokter spesialis, dokter gigi spesialis, klinik,
rumah sakit pemerintah, rumah sakit swasta dan balai kesehatan. Ayat (3)
PPK dilarang menolak peserta yang ingin mendapatkan pelayanan
kesehatan. Ayat (4) PPK wajib melayani peserta dengan menerapkan
kendali mutu dan kendali biaya.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 67
BAB V
URGENSI DAN LANDASAN PERUBAHAN KEBIJAKAN KESEHATAN GRATIS
Pada bab dua telah dijelaskan alasan-alasan mengapa perlu dilakukan scalling up untuk
perubahan perbup nomor 9 tahun 2006 tentang pelayanan kesehatan dan pengobatan
gratis di puskesmas dan jaringannya yang dijamin oleh Pemerintah Daerah KSB, untuk
memperkuat alasan tersebut pada bagian kelima ini akan dijabarkan mengenai landasan
pembentukan peraturan daerah tentang pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis di
Kabupaten Sumbawa Barat. Landasan tersebut meliputi landasan filosofis, soiopolitik
dan landasan yuridis.
5.1. Landasan Filosofis
Secara filosofis ada tiga landasan filosofi pembentukan Peraturan Daerah ini.
Pertama, adalah landasan kesehatan sebagai hak azasi manusia dan merupakan
investasi bagi pembangunan daerah KSB di masa mendatang. Landasan ini
didasari pemikiran bahwa kesehatan adalah hak dan investasi bagi KSB. Semua
warga negara, khususnya adalah penduduk KSB berhak atas kesehatan, terutama
adalah penduduk KSB yang berasal atau merupakan keluarga fakir miskin.
Kesehatan yang baik dan prima memungkinkan seseorang hidup lebih produktif
baik secara sosial maupun ekonomi. Oleh karena itu, kesehatan menjadi salah
satu hak dan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi, agar setiap individu dapat
berkarya dan menikmati kehidupan yang bermartabat. Saat ini jasa pelayanan
kesehatan makin lama makin mahal. Tingginya biaya kesehatan yang harus
dikeluarkan oleh perseorangan, menyebabkan tidak semua anggota masyarakat
mampu untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang layak. Selain itu,
kemampuan pemerintah untuk mensubsidi pelayanan kesehatan sangat rendah.
Tanpa sistem yang menjamin pembiayaan kesehatan, maka akan semakin banyak
masyarakat yang tidak mampu yang tidak memperoleh pelayanan kesehatan
sebagaimana yang mereka butuhkan.
Dengan kecenderungan meningkatnya biaya hidup, termasuk biaya pemeliharaan
kesehatan, diperkirakan beban masyarakat terutama penduduk berpenghasilan
rendah akan bertambah berat. Biaya kesehatan yang meningkat akan
menyulitkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang
dibutuhkannya, terutama bila pembiayaannya harus ditanggung sendiri (out of
pocket) dalam sistem fee for services.
Sistem fee for service untuk sistem pelayanan kesehatan menyebabkan
masyarakat sulit menjangkau pelayanan kesehatan yang layak. Namun, apabila
hendak ikut asuransi, tidak banyak masyarakat yang mampu membayar biaya
premi. Sebagai contoh, pada tahun 2003, biaya rawat inap pasien di rumah sakit
selama lima hari menghabiskan 1,4 kali rata-rata pendapatan sebulan penduduk
KSB. Tahun 2004 biaya ini melonjak menjadi 2,7 kali. Apabila biaya tersebut
tidak ditanggung oleh kantor atau asuransi, berarti biaya rumah tangga orang
yang bersangkutan akan tersedot untuk membayar perawatan di rumah sakit.
Pertanyaannya adalah bagaimana dan apa yang terjadi dengan penduduk miskin
apabila mereka sakit, sementara biaya kesehatan makin meningkat dari waktu ke
waktu.
Sehubungan dengan hal tersebut, , keberadaan sistem asuransi kesehatan yang
mencakup seluruh penduduk mendesak untuk diwujudkan. Jika tidak, akan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 68
banyak penduduk terutama penduduk miskin akan mengalami kesulitan untuk
dapat mengakses pelayanan kesehatan, apalagi pada saat perdagangan bebas di
sektor jasa mulai diberlakukan.
Kesehatan menjadi salah satu hak dan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi,
agar setiap individu dapat berkarya dan menikmati kehidupan yang baik dan
bermartabat dan karena itulah Pemerintah Daerah KSB pada tahun 2006 telah
menetapkan program pelayanan kesehatan dan pengobatan secara gratis, dan
dalam rangka pengembangan program di masa mendatang membutuhkan
Peraturan Daerah.
Kedua, adalah landasan filosofi konstitusional. Bahwa dalam Undang-Undang
Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan
dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 34 ayat (1) menyatakan bahwa “Fakir
miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara”. Ayat (2) “Negara
mengembangkan system jaminan social bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai martabat
kemanusiaan”. Ayat (3) “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”.
Landasan konstitusional itupula yang menjadi dasar lahirnya Undang Undang
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan pasal 4 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan menyatakan
bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat
kesehatan yang optimal. Dalam konstitusi kita secara eksplisit telah menegaskan
bahwa kesehatan adalah sebagai hak asasi manusia sebagai tanggung jawab
Pemerintah, dan pemerintah daerah KSB telah melaksanakan tanggung jawab
tersebut dengan telah mengeluarkannya Peraturan bupati Nomor 9 tahun 2006
tentang Pelayanan Kesehatan dan pengobatan gratis yang di puskesmas dan
jaringannya yang dijamin oleh Pemerintah Daerah. Dalam rangka untuk
meningkatkan derajat kesehatan, maka selain memberikan akses pelayanan
kesehatan bagi penduduk KSB, terpenting di masa mendatang adalah bagaimana
pemerintah daerah dapat meningkatkan mutu/kualitas pelayanan kesehatan dan
pengobatan secara gratis agar tujuan pemberian pelayanan kesehatan, bukan
semata-mata untuk menyediakan pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis,
melainkan pula adalah dapat meningkatkan mutu/kualitas pelayanan kesehatan
dan pengobatan gratis, sehingga program pelayanan kesehatan dan pengobatan
gratis pada akhirnya dapat membawa perubahan yang signifikan bagi
peningkatan derajat kesehatan masyarakat KSB, khususnya dan dapat
memberikan konstribusi terhadap pencapaian pembangunan kesehatan secara
nasional.
Menyadari berbagai kelemahan yang ada dalam program pelayanan kesehatan
dan pengobatan gratis yang berlangsung selama ini, maka Pemerintah Daerah
KSB memandang perlu untuk melakukan penyempurnaan terhadap materi
kebijakan, perbaikan ini ditujukan untuk mendorong adanya peningkatan
terhadap mutu atau kualitas pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis,
mendorong adanya keadilan dan pemerataan program dengan memberikan
perhatian khusus kepada penduduk miskin, anak-anak, para ibu dan para lanjut
usia yang terlantar baik di perkotaan maupun di pedesaan. Prioritas diberikan
pula kepada daerah terpencil, pemukiman baru, wilayah perbatasan dan daerah
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 69
kantong-kantong keluarga miskin, melalui program Pembangunan kesehatan
yang berkelanjutan, diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan dan
mensejahteraan masyarakat KSB, yang sesungguhnya merupakan tanggung
pemerintah daerah Kabupaten Sumbawa Barat.
Ketiga, visi bangsa dalam pembangunan kesehatan Indonesia, adalah merupakan
bagian dari visi dan misi pembangunan KSB lima tahun kedepan. Visi ini sejalan
dengan tujuan bangsa Indonesia, sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD
45 alinea IV Pembukaaan UUD 45 yaitu : melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial Agar
tujuan tersebut dapat tercapai, Pemerintah Daerah tentu perlu berusaha untuk
memajukan derajat kesehatan setiap warganya secara intens dan berkelanjutan,
agar tercapai pula kesejahteraan sosial masyarakat KSB. Bertitik tolak dari
gagasan tentang pentingnya kesejahteraan sosial bagi masyarakat KSB dimasa
mendatang sebagai amanah yang tertuang di dalam UUD 1945, maka Pemerintah
Daerah KSB memandang sudah sepatutnya, Pemerintah Daerah KSB dapat
berperan aktif dalam usaha untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang lebih
baik, lebih manusiawi dan bermartabat melalui penyediaan pelayanan kesehatan
dan pengobatan secara gratis.
Langkah konkret yang ditempuh adalah dengan melakukan scalling-up
perubahan perbup menjadi perda pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis
yang berkualitas dan berkelanjutan di Kabupaten Sumbawa Barat sebagai dasar
hukum, sekaligus upaya untuk penyempurnaan program pelayanan kesehatan
dan pengobatan gratis di KSB. Scalling up perbup menjadi perda ini
dimaksudkan agar; Pertama, program pelayanan kesehatan dan pengobatan
gratis memliki landasan hukum yang kuat, dapat memberikan kepastian atas
keberlangsungan program dimasa mendatang, serta mendorong adanya
kepastian upaya untuk peningkatkan perlindungan dan jaminan pelayanan dan
pengobatan gratis yang bermutu/berkualitas bagi masyarakat fakir miskin.
Kedua, scalling-up ini juga dimaksudkan untuk menjamin interkoneksi dan
integrasi pelbagai komponen perundang-undangan di bidang kesehatan yang
terus mengalami perubahan dan perkembangan, dan oleh karena itupula
dibutuhkan adanya penyesuaiakan kebijakan kesehatan di daerah, khususnya
adalah perbup pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis. Integrasi ini untuk
memastikan pula bahwa pelaksanaan Peraturan Daerah ini nantinya, tidak
terkendala dengan pelbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan
diharapkan dengan adanya Perda ini proram pelayanan kesehatan dan
pengobatan gratis dapat lebih baik dan sempurna. Ketiga, melalui scalling-up
ini diharapkan Perda (dasar hukum baru) ini akan memberi orientasi baru
program pembangunan kesehatan di KSB yang lebih komprehensif, serta sejalan
dengan perkembangan paradigma pembangunan kesehatan, perkembangan
kebijakan nasional, iptek dan perkembangan global saat ini, sekaligus untuk
mengantisipasi kecenderungan masalah dan perkembangan kesehatan di daerah.
Keempat, dasar hukum baru ini akan memberi kerangka baru pembangunan
kesehatan di KSB yang tidak semata-mata memberikan pelayanan kesehatan dan
pengobatan gratis, yang bersifat kuratif dan rehabilitatif, melainkan pula bersifat
preventif dan promotif. Peraturan daerah ini memastikan bahwa pembangunan
kesehatan melalui program pemberian pelayanan kesehatan dan pengobatan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 70
secara gratis dilaksanakan dengan tetap menjaga mutu/kualitas pelayanan
kesehatan, sekaligus memastikan keberlangsungan program dimasa mendatang.
Secara garis besar, Peraturan Daerah ini (pelayanan kesehatan dan pengobatan
gratis) ini diarahkan untuk menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan dan
pengobatan secara gratis yang lebih bermutu/berkualitas dan terjamin
berkelanjutannya di masa mendatang sehingga melalui langkah itupula
diharapkan tingkat derajat kesehatan masyarakat KSB semakin meningkat,
khususnya adalah masyarakat fakir miskin, harkat, martabat dan kualitas hidup
masyarakat miskin, mengembangkan prakarsa dan peran aktif masyarakat
miskin, mencegah dan menangani masalah kesehatan warga miskin,
mengembangkan sistem perlindungan dan jaminan kesehatan bagi warga miskin,
serta memperkuat derajat kesehatan bagi setiap warga negara penduduk KSB
yang tergolong fakir dan miskin.
5.2. Landasan Sosiopolitis
Komitmen politik Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih periode 2010-
2015 adalah melanjutkan program pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis di
puskesmas dan jaringannya. Komitmen tersebut telah tertuang dalam RPJMD
KSB 2010-2015, maupun dalam RPJP KSB 2025. Secara sosial, program
pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis yang telah dimulai dilaksanakan
sejak tahun 2006, dinilai masyarakat sebagai program yang sangat baik,
memiliki dampak dan manfaat langsung bagi masyarakat, program ini sekaligus
sebagai bentuk dan wujud nyata atas pemenuhan janji politik Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah terpilih terhadap masyarakat.
Selama ini, Pelaksanaan Program Pelayanan Kesehatan dan Pengobatan gratis
yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah KSB, berlandaskan pada Perbup
Nomor 9 tahun 2006. Secara politis, komitmen pelaksanaan program pelayanan
kesehatan dan pengobatan gratis, belum mencerminkan sebagai komitmen
politik bersama dengan DPRD KSB yang notabennya adalah merupakan para
wakil rakyat di daerah. Kedepan, untuk menjamin dan memastikan program
pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis yang bermutu dan berkelanjutan
dibutuhkan adanya komitmen bersama seluruh stakeholders di daerah,
khususnya antara legislative dan eksekutif, sehingga diharapkan, secara politis
pula agenda program pelayanan dan pengobatan gratis menjadi agenda politik
DPRD yang mesti pula harus diperjuangkan dalam pengembangan kebijakan
maupun program.
Program pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis, berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh LEGITIMID KSB, telah menemukan bahwa
secara sosial-politik, kebijakan penyelenggaraan program pelayanan kesehatan
dan pengobatan gratis, dinilai masyarakat KSB sebagai bentuk kebijakan yang
bersifat populis, mencerminkan kehendak atau keinginan masyarakat, membantu
masyarakat, khususnya masyarakat fakir miskin, meringankan biaya kesehatan
bagi masyarakat, serta dapat merubah pola hidup kesehatan masyarakat, dan
sebagian besar masyarakat KSB menginginkan agar program pelayanan
kesehatan gratis untuk tetap dipertahankan dan dilanjutkan di masa mendatang.
Dari hasil penelitian pula menemukan bahwa adanya apresiasi dukungan publik
atas rencana scalling-up perbup menjad perda yang begitu tinggi, hampir 98%
responden menginginkan adanya keberlanjutan program dan mengharapkan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 71
kedudukan atau status hukum Perbup ditingkatkan menjadi perda. Dan untuk
memastikan keberlangsungan program dimasa mendatang, diharapkan
Pemerintah Daerah KSB bersama dengan DPRD dan para stakeholders lainnya
yang memiliki perhatian terhadap bidang kesehatan untuk segera merespons dan
mengantisipasi pasca berakhirnya Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah saat
ini (2010-2015). Bentuk respons yang diharapkan adalah bagaimana Pemda dan
DPRD serta para stakeholders lainnya untuk segera mendorong perda pelayanan
kesehatan gratis yang berkualitas dan berkelanjutan di masa mendatang.
5.3. Landasan Yuridis
Undang Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan konstitusi WHO
menetapkan bahwa kesehatan adalah hak fundamental setiap individu. Oleh
karena itu, negara bertanggungjawab untuk mengatur agar hak hidup sehat bagi
penduduknya dapat terpenuhi. MPR RI melalui perubahan keempat UUD 1945,
tanggal 10 Agustus 2002, telah melakukan pengubahan dan/atau penambahan
pada Pasal 34 ayat 2 yang menyatakan bahwa “Negara mengembangkan sistem
jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah
dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”. Keputusan MPR RI
tersebut menjadi landasan yang kuat bagi dikembangkannya suatu sistem
jaminan kesehatan bagi keluarga miskin (JPK – Gakin) yang terkait dengan
penyelenggaraan sistem jaminan kesehatan yang selama ini telah dilaksanakan
yaitu Jaminan Kesehatan Nasional (Jamkesnas), yang menjadi bagian dari
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Selanjutnya, juga terdapat Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 527/Menkes/Per/ VII/1993 tentang Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) yang mencantumkan adanya suatu
paket pemeliharaan kesehatan yang berisi kumpulan pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan oleh suatu badan penyelenggara dalam rangka melindungi dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, yang meliputi rawat jalan, rawat
inap, gawat darurat, dan penunjang.
Pemberian pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis, dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat merupakan bentuk pengamalan dila
ke-5 Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 secara jelas
dinyatakan bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menjadi dasar
salah satu filosofis pembangunan bangsa, karenanya setiap warga Negara
Indonesia berhak atas kesejahteraan sosial, khususnya adalah dalam upaya
pemenuhan terhadap kebutuhan dasar (pelayanan kesehatan) yang sebaik-
baiknya. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
mengamanatkan Negara memelihara fakir miskin dan anak-anak yang
telantar, mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan, serta bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesejahteraan sosial yang layak yang diatur dengan undang-
undang.
Untuk memberikan perlindungan sosial dalam bidang kesehatan terhadap fakir
miskin, termasuk anak telantar sebagaimana yang diamanahkan dalam UUD 45,
dibutuhkan upaya dan langkah-langkah perlindungan sosial (protection
measures) sebagai perwujudan pelaksanaan kewajiban negara (state obligation)
dalam menjamin terpenuhinya hak dasar dasar warganya yang tidak mampu,
miskin atau marginal. Pemenuhan kebutuhan dasar, bidang kesehatan telah
diatur dalam UUD 1945 Pasal 28 huruf H ayat (3), Pasal 34 ayat (1) dan (2)
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 72
mengatur mengenai hak-hak warga Negara dalam mewujudkan kesejahteraan
sosial, yaitu :
a. Pasal 27 ayat (2) menyatakan : “ Tiap-tiap warga Negara Indonesia
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
“.
b. Pasal 28 huruf H ayat (2) menyatakan : ”Setiap orang berhak mendapat
kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan
manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”
c. .Pasal 28 huruf H ayat (3) menyatakan : “ Setiap orang berhak atas
Jaminan Sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara
utuh sebagai manusia yang bermartabat “.
d. Pasal 34 ayat (1) menyatakan : “ Fakir miskin dan anak-anak yang
telantar dipelihara oleh negara “.
.Pasal 34 ayat (2) menyatakan : “ Negara mengembangkan sistem
jaminan Sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat
yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan “.
Pasal-pasal dalam amanat konstitusi tersebut memberi penegasan bahwa setiap
warga Negara berhak atas kesejahteraan sosial yang sebaik-baiknya dan
pemerintah wajib melindungi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia dan
berusaha untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi setiap warga Negara
Indonesia. Dengan demikian Kesejahteraan Sosial berasaskan Pancasila dan
berlandaskan UndangUndang Dasar Republik Indonesia 1945
Pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial selama ini diperkuat dengan
Pertama, UndangUndang Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak
Azasi Manusia. Pasal 9 ayat (3) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup
yang baik dan sehat. Pasal 11, Setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan
dasarnya untuk tumbuh dan berkembang secara layak. Pasal 41 ayat (1) Setiap
warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup
layak serta untuk perkembangan priadinya secara utuh. Ayat (2) Setiap
penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil, dan anak-
anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus. Pasal 62 ; Setiap
anak berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial
secara layak, sesuai dengan kebutuhan fisik dan mentap spiritualnya.
Kedua, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Jaminan
Sosial. Dalam undang-undang jaminan sosial, termasuk jaminan sosial
kesehatan antara lain tercantum dalam pasal : Pasal 1 angka 1 yang dimaksud
dengan Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk
menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya
yang layak. Pasal 18 Jenis program jaminan sosial meliputi :
a. jaminan kesehatan;
b. jaminan kecelakaan kerja;
c. jaminan hari tua;
d. jaminan pensiun; dan
e. jaminan kematian.
Pasal 19 ayat (1) Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. (2)(2) Jaminan
kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 73
manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan.
Ketiga, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Dalam Undang-undang ini, menekankan tujuan pembangunan kesehatan adalah
untuk mewujudkan cita-cita bangsa dan tujuan nasional, yakni ; melindungi
segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan seterusnya. Pasal 1 angka 1; yang dimaksud dengan
kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial
dan ekonomis. Pasal 2 ; Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan
berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, pelindungan,
penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan
nondiskriminatif dan norma-norma agama. Pasal 3 Pembangunan kesehatan
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia
yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pasal 4 Setiap orang berhak atas
kesehatan. Pasal 5 ayat (1) Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan. ayat (1) Setiap orang
mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, dan terjangkau. ayat (3) Setiap orang berhak secara mandiri dan
bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan
bagi dirinya. Pasal 6 Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang
sehat bagi pencapaian derajat kesehatan. Pasal 7 Setiap orang berhak untuk
mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan
bertanggung jawab. Pasal 8 Setiap orang berhak memperoleh informasi
tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah
maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan. Sedangkan Tanggung
jawab pemerintah diatur dalam Pasal 19 Pemerintah bertanggung jawab atas
ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan
terjangkau. Pasal 50 ayat (1) Pemerintah dan pemerintah daerah
bertanggung jawab meningkatkan dan mengembangkan upaya kesehatan.
ayat (2) Upaya kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-
kurangnya memenuhi kebutuhan kesehatan dasar masyarakat. Pasal 54 ayat
(1) Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara bertanggung
jawab, aman, bermutu, serta merata dan nondiskriminatif. (2) Pemerintah dan
pemerintah daerah bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 62 ayat (3) Pemerintah
dan pemerintah daerah menjamin dan menyediakan fasilitas untuk
kelangsungan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit.
Ketiga, Undang-Undang Republik Indonesianomor 11 Tahun 2009 Tentang
Kesejahteraan Sosial. Pasal 1 point 1Kesejahteraan Sosial adalah kondisi
terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar
dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat
melaksanakan fungsi sosialnya. Pasal 3 butir a Penyelenggaraan
kesejahteraan sosial bertujuan meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan
kelangsungan hidup. Pasal 10 ayat (1) Asuransi kesejahteraan sosial
diselenggarakan untuk melindungi warga negara yang tidak mampu
membayar premi agar mampu memelihara dan mempertahankan taraf
kesejahteraan sosialnya ayat (2) Asuransi kesejahteraan sosial sebagaimana
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 74
dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk bantuan iuran oleh
Pemerintah.
Keempat, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009
Tentang Pelayanan Publik. Pasal 1 angka 1 : Pelayanan publik adalah kegiatan
atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan
penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang
disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Pasal 18 Masyarakat berhak:
p. mengetahui kebenaran isi standar pelayanan;
q. mengawasi pelaksanaan standar pelayanan;
r. mendapat tanggapan terhadap pengaduan yang diajukan;
s. mendapat advokasi, perlindungan, dan/atau pemenuhan pelayanan;
t. memberitahukan kepada pimpinan penyelenggara untuk
memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak
sesuai dengan standar pelayanan;
u. memberitahukan kepada Pelaksana untuk memperbaiki pelayanan
apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar
pelayanan;
v. mengadukan Pelaksana yang melakukan penyimpangan standar
pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kepada
Penyelenggara dan ombudsman;
w. mengadukan Penyelenggara yang melakukan penyimpangan standar
pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kepada pembina
Penyelenggara dan ombudsman; dan
x. mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan
pelayanan.
Pelayanan Khusus Pasal 29 (1)Penyelenggara berkewajiban memberikan
pelayanan dengan perlakuan khusus kepada anggota masyarakat tertentu
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
.
Kelima, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor hk.02.02/menkes/095/1/2010
Tentang Penyelenggaraan Jaminan kesehatan. Pasal 1 yang dimaksud dengan
jaminan kesehatan adalah salah satu bentuk perlindungan sosial di bidang
kesehatan untuk menjamin agar memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang
layak, bersifat pelayanan kesehatan menyeluruh (komprehensif) mencakup
pelayanan promotif, preventif, serta kuratif dan rehabilitatif yang diberikan
secara berjenjang dan dengan mutu yang terjamin serta pembayaran secara
pra upaya, diselenggarakan dalam mekanisme asuransi sosial. Pasal 2 :
jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta dan
atau keluarganya memperoleh manfaat jaminan kesehatan dan perlindungan
dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Pasal 5 ayat (1) setiap orang
dapat menjadi peserta jaminan kesehatan (2) peserta jaminan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :
d. Kelompok masyarakat miskin dan tidak mampu
e. Kelompok pekerja formal ; dan
f. Kelompok pekerja non formal.
Pasal 7 ayat (1) pemerintah daerah kabupaten/kota menetapkan masyarakat
miskin dan orang yang tidak mampu menjadi peserta jaminan kesehatan
berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik. Ayat (5)
Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah daerah Kabupaten/Kota dapat
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 75
memperluas kepesertaan dengan menetapkan daftar kepesertaan Penerima
Bantuan Iuran Pemerintah Daerah Provinsi dan Penerima Bantuan Iuran
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Atas dasar alasan dan landasan itulah, maka perlu dibentuk perda tentang
pelayanan dan pengobatan gratis di kabupaten Sumbawa Barat.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 76
BAB VI
GAGASAN MATERI
RAPERDA TENTANG KESEHATAN GRATIS
A. MATERI MUATAN RAPERDA
Materi muatan rancangan peraturan daerah yang akan diatur adalah meliputi ;
6.1. Pengertian Umum
Beberapa pengertian pokok dalam rancangan peraturan daerah tentang
pelayanan dan pengobatan gratis, antara lain adalah ;
a. Pelayanan Kesehatan Gratis selanjutnya disebut Pelayanan adalah pelayanan
kesehatan dasar di Puskesmas dan Jaringannya dan pelayanan kesehatan
rujukan tertentu yang biayanya ditanggung Pemerintah Daerah;.
b. Peserta Program Pelayanan Kesehatan adalah seluruh penduduk Kabupaten
Sumbawa Barat yang belum mempunyai jaminan kesehatan yang berasal dari
program lain, yang terdaftar dan memiliki kartu identitas selanjutnya berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan.
c. Unit Pelayanan Kesehatan selanjutnya disingkat UPK adalah unit-unit yang
memberikan pelayanan kesehatan di Kabupaten Sumbawa Barat, yang
meliputi Puskesmas dan jaringannya serta pelayanan kesehatan Rumah Sakit
Umum.
d. Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disebut SPM adalah ketentuan
tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib
daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.
e. Rawat Jalan Tingkat Pertama selanjutnya disebut RJTP adalah kegiatan
fungsional yang dilakukan oleh petugas medik atau petugas kesehatan lain
yang melayani berbagai jenis pelayanan kesehatan rawat jalan yang
dilaksanakan di puskesmas dan jaringannya.
f. Rawat Inap Tingkat Pertama selanjutnya RITP adalah kegiatan
fungsional yang dilakukan oleh petugas medik atau petugas kesehatan lain
yang melayani berbagai jenis pelayanan kesehatan rawat inap yang
dilaksanakan di puskesmas dan jaringanya.
g. Rawat Jalan Tingkat Lanjutan selanjutnya RJTL adalah kegiatan
fungsional yang dilakukan oleh petugas medik atau petugas kesehatan lain
yang melayani berbagai jenis pelayanan kesehatan rawat jalan yang
dilaksanakan di rumah sakit dan jaringannya.
6.2. Asas-Asas Pelayanan Kesehatan Gratis
Pelayanan kesehatan gratis diselenggarakan berdasarkan asas ;
a. Kepentingan Umum
Yang dimaksud dengan asas kepentingan umum adalah Pemberian
pelayanan kesehatan gratis yang memprioritaskan penduduk KSB yang
belum memiliki jaminan asuransi kesehatan, dalam asas ini pelaksana
pelayanan kesehatan tidak dibolehkan untuk mengutamakan kepentingan
pribadi dan atau golongan atau hubungan kedekatan kekeluargaan dalam
pemberian pelayanan kesehatan.
b. Kesamaan hak
Yang dimaksud dengan asas kesamaan hak bahwa dalam pemberian
pelayanan kesehatan tidak dibolehkan untuk membedakan suku, ras,
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 77
agama, golongan, gender, dan atau status ekonomi dan sosial, petugas
pelayanan kesehatan harus memperhatikan dan memprioritaskan kebutuhan
dan akses pelayanan kesehatan gratis bagi fakir miskin.
c. Profesional
Yang dimaksud dengan asas profesional adalah bahwa dalam pengelolaan
program dan pemberian pelayanan kesehatan gratis pelaksana pelayanan
kesehatan memiliki kompetensi atau keahlian yang memadai sesuai dengan
bidang tugas dan fungsinya.
d. Transparansi
Yang dimaksud dengan asas transpransi adalah bahwa dalam pengelolaan
program pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, hingga pertanggungjawaban penyelenggaraan
pelayanan kesehatan gratis dilakukan secara terbuka, baik berkaitan
dengan lingkup pelayanan, prosedur pelayanan, maupun jenis pelayanan
yang diberikan kepada masyarakat.
e. Akuntabilitas Publik
Yang dimaksud dengan asas akuntabilitas publik adalah bahwa dalam
pengelolaan program dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis
yang diberikan dapat dipertanggung jawabkan (akuntabel), baik dari aspek
perencanaan, pelaksanaan, pelayanan maupun aspek kesehatan.
f. Partisipatif
Yang dimaksud dengan asas partisipatif adalah bahwa dalam pengelolaan
program, khususnya perencanaan program pelayanan kesehatan gratis
melibatkan masyarakat dan ada peningkatan peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan,
dan harapan masyarakat
g. Kepastian Hukum
Yang dimaksud dengan asas kepastian hukum bahwa dalam penyelenggaraan
pelayanan kesehatan gratis berdasarkan atas peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan adanya jaminan dan perlindungan terhadap hak dan
kewajiban dalam pelayanan kesehatan, baik bagi penerima layanan maupun
petugas layanan kesehatan
h. Inovatif
Yang dimaksud dengan asas inovatif adalah bahwa dalam pengelolaan
program dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis yang diberikan
kepada masyarakat harus terus ditingkatkan dengan memberikan inovasi
yang baik untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
i. Cepat, cermat dan akurat
Yang dimaksud dengan asas cepat, cermat, akurat adalah bahwa
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang diberikan dilakukan secara
cepat tanpa mengabaikan kecermatan dan akurasi medis.
j. Kendali mutu dan kendali biaya
Yang dimaksud dengan asas kendali mutu dan kendali biaya adalah bahwa
penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis yang dilaksanakan dapat
dipertanggung jawabkan dari segi mutu atau kualitas dengan pengelolaan
dan pembiayaan yang efektiv dan efisien.
k. Ketepatan waktu
Yang dimaksud dengan asas ketepatan waktu adalah penyelesaian setiap
jenis pelayanan dilakukan tepat waktu sesuai dengan standar pelayanan
kesehatan yang ditetapkan.
l. Fasilitas dan perlakukan khusus bagi kelompok rentan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 78
Bahwa yang dimaksud dengan fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok
rentan adalah pemberian kemudahan pelayanan kesehatan gratis bagi
kelompok rentan, seperti fakir miskin, anak terlantar, lanjut usia sehingga
tercipta keadilan dalam pelayanan kesehatan gratis.
6.3. Tujuan Pelayanan Kesehatan Gratis
Tujuan umum dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis adalah untuk
memberikan dan meningkatkan akses, mendorong adanya pemerataan dan
peningkatan mutu pelayanan kesehatan di KSB guna tercapainya derajat
kesehatan masyarakat KSB untuk mencapai peradaban yang fitrah. Yang
dimaksud dengan peradaban yang fitrah adalah suatu peradaban yang
menunjukkan tingkat kemajuan masyarakat, khusus untuk kemajuan masyarakat
di bidang kesehatan ditunjukkan dengan meningkatnya derajat kesehatan
masyarakat.
Secara khusus penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis ini adalah untuk :
a. meningkatkan akses pelayanan kesehatan ;
b. meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal;
c. membantu meringankan beban biaya pelayanan kesehatan;
d. meningkatkan cakupan layanan kesehatan di Puskesmas beserta
jaringannya dan pada Rumah Sakit rujukan milik Pemerintah Kabupaten
Sumbawa Barat dan Rumah Sakit lain yang telah ditunjuk;
e. meningkatnya kualitas serta mutu pelayanan kesehatan masyarakat
Kabupaten Sumbawa Barat;
f. meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat Kabupaten
Sumbawa Barat;
g. menyediakan pembiayaan pelayanan kesehatan dengan pola Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat di Kabupaten Sumbawa barat.
6.4. Sasaran Program Pelayanan Kesehatan Gratis
Sasararan penerima program pelayanan kesehatan gratis ini adalah Warga
Negara Indonesia Penduduk Kabupaten Sumbawa Barat. Prioritas utama dari
penerima program adalah berasal dari masyarakat fakir miskin atau tidak
mampu, anak terlantar, lanjut usia dan kelompok rentan lainnya yang belum
memiliki jaminan asuransi kesehatan masyarakat.
Untuk dapat memperoleh program pelayanan kesehatan gratis, maka Warga
Negara Indonesia Penduduk Kabupaten Sumbawa Barat tersebut harus
memenuhi syarat, adapun syarat tersebut antara lain adalah meliputi;
a. Penduduk Kabupaten Sumbawa Barat ;
Untuk membuktikan bahwa seseorang adalah Penduduk KSB maka harus
dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP)
b. Berpendapatan/penghasilan rendah ;
Setiap Penduduk yang memiliki pendapatan yang rendah atau kurang untuk
memenuhi kebutuhan dasar, adalah prioritas utama penerima program.
Untuk membuktikan jumlah pendapatan yang dihasilkan setiap bulan/hari,
maka ditunjukkan dengan slip gaji/penghasilan dari instansi/perusahaan,
apabila tidak memiliki slip gaji, seperti pekerja buruh tani atau pekerjaan
sektor informal lainnya dapat dengan Surat Pernyataan yang dibuat oleh
yang bersangkutan, dan Surat keterangan penghasilan tersebut kemudian
diketahui atau disetujui oleh Pemerintah Desa/Kelurahan Setempat
c. Tidak memiliki jaminan Asuransi Kesehatan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 79
Penduduk yang bersangkutan membuat Surat Pernyataan yang dibubuhi
tanda tangan diatas materai, dan surat pernyataan tersebut kemudian
disetujui/diketahui oleh pemerintah desa/kelurahan setempat.
6.5. Cakupan Pelayanan Kesehatan Gratis
Apasajakah yang diberikan dalam program pelayanan kesehatan gratis?,
Cakupan dan ruang lingkup pelayanan kesehatan gratis, meliputi ;
a. pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya serta ;
b. pelayanan rujukan spesialistik di Rumah Sakit Daerah Kabupaten Sumbawa
Barat ; dan atau
c. Rumah Sakit Umum Daerah yang ditunjuk oleh Pemerintah Daerah.
Pelayanan rujukan di RSUD Kabupaten Sumbawa Barat memang belum dapat
dilaksanakan saat ini, karena belum ada RSUD KSB, untuk mengantisipasi
keberadaan RSUD KSB nantinya, maka perlu tetap dicantumkan cakupan
pelayanan di RSUD, sehingga apabila nanti proses pembangunan gedung RSUD
KSB selesai dan dapat dioperasionalkan tidak lagi melakukan perubahan
terhadap cakupan pelayanan kesehatan gratis yang telah ditetapkan dalam
Peraturan Daerah ini nantinya.
Adapun jenis-jenis pelayanan kesehatan gratis yang diberikan pemerintah daerah
KSB adalah meliputi;
a. Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP);
Pelayanan rawat jalan tingkat pertama ini berlaku pada Puskesmas dan
jaringannya. Adapun Jenis Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama
(RJTP), meliputi :
- Pendaftaran. - Pemeriksaan dan konsultasi kesehatan, - Pelayanan pengobatan dasar, umum dan gigi, - Tindakan medis sederhana, - Pelayanan kesehatan ibu dan anak, termasuk pemeriksaan ibu hamil dan ibu nifas,
- Imunisasi, - Pelayanan KB, - Pelayanan laboratorium sederhan dan penunjang lainnya,
b. Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP);
Pelayanan rawat inap tingkat pertama ini berlaku pada Puskesmas
Perawatan dan rawat inap tingkat lanjutan kelas III (tiga) pada Rumah Sakit
Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat dan atau Rumah Sakit lain yang
telah ditunjuk oleh Pemerintah Daerah KSB. Adapun jenis Pelayanan Rawat
Inap Tingkat Pertama (RITP) ini meliputi :
- Pelayanan perawatan pasien,
- Persalinan normal dan perawatan nifas,
- Tindakan medis yang dibutuhkan,
- Pemberian obat-obatan (generik),
- Pemeriksaan laboratorium dan penunjang medis lainnya,
- Perawatan perbaikan gizi buruk;
c. Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL);
Pelayanan rawat inap tingkat lanjutan berlaku pada kelas III (tiga)
Rumah Sakit Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat dan atau Rumah
Sakit lain yang telah ditunjuk Pemda KSB. Adapun Jenis Pelayanan Rawat
Inap Tingkat Lanjutan (RITL), meliputi :
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 80
- akomodasi rawat inap kelas III, konsultasi kesehatan, Pemeriksaan fisik
dan penyuluhan kesehatan; penunjang diagnostik : laboratorium
klinik, patologi anatomi, radiologi dan elektromedik;
- operasi sedang dan berat;
- pelayanan rehabilitasi medis;
- perawatan intensif (ICU, ICCU, PICU, NICU, PACU);
- pemberian obat (obat generik);
- pelayanan darah (3 bag/kantong);
- bahan dan alat kesehatan habis pakai;
- persalinan dengan resiko tinggi dan penyulih.
d. Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) melalui poliklinik spesialis;
Pelayanan rawat jalan tingkat lanjutan melalui poliklinik spesialis
sebagaimana berlaku pada Rumah Sakit Pemerintah Kabupaten Sumbawa
Barat dan Rumah Sakil lain yang telah ditunjuk. Adapun jenis pelayanan
rawat jalan tingkat lanjutan (RJTL) melalui poliklinik spesialis, meliputi
:
- konsultasi kesehatan, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan
oleh dokter spesialis atau umum;
- rehabilitas medis;
- penunjang diagnostik, laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik;
- tindakan medis kecil dan sedang;
- pemeriksaan dan pengobatan gigi lanjutan;
- pelayanan KB, termasuk kontap aktif, kontap pasca
persalinan/keguguran, penyembuhan efek samping dan komplikasinya;
- pemberian obat (obat generik);
- pelayanan darah (3 bag/kantong);
- pemeriksaan kehamilan dengan resiko tinggi dan penyulih.
e. Pelayanan Kesehatan Luar Gedung;
Pelayanan kesehatan luar gedung berlaku untuk pemeriksaan dasar
kesehatan pada Puskesmas Keliling, Pos Pelayanan Terpadu (posyandu) /
Pos Kesehatan Desa (poskesdes) dan Pos Kesehatan Pesantren
(poskestren) serta pelayanan kesehatan melalui kunjungan rumah bagi
pasien pasca rawat inap (home care). Adapun jenis pelayanan kesehatan
luar gedung, meliputi;
- perawatan rawat jalan melalui Puskesmas Keliling
- perawatan kesehatan pada posyandu/poskesdes dan poskestren;
- pelayanan kesehatan melalui kunjungan rumah bagi pasien pasca
rawat inap (home care);
- penyuluhan kesehatan;
- imunisasi;
- pelayanan ibu hamil melalui berbagai kegiatan/program;
- surveilans penyakit dan surveilans gizi;
- pelayanan nifas;
- kegiatan sweeping;
- fogging (pengasapan), pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
f. Pelayanan Gawat Darurat.
Pelayanan gawat darurat (emergency) berlaku pada seluruh unit pelayanan
kesehatan milik Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat dan Rumah Sakit
lain yang telah ditunjuk, jenis pelayanan yang diberikan adalah meliputi ;
kegiatan puskesmas termasuk penanganan obstetri – neonatal.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 81
6.6. Administrasi kepesertaan, prosedur pelayanan, dan perilaku pelaksana
pelayanan kesehatan gratis
a. Administrasi Kepesertaan
Untuk dapat memperoleh pelayanan kesehatan gratis, maka setiap penduduk
Kabupaten Sumbawa Barat yang memenuhi syarat sebagai peserta program,
berhak dan harus memiliki Kartu Peserta Pelayanan Kesehatan Gratis (KPPK-
Gratis) dari Pemerintah Daerah. Kartu ini sebagai Kartu Asuransi sekaligus bukti
bahwa penduduk yang bersangkutan telah tercatat sebagai peserta penerima
program pelayanan kesehatan gratis dari pemda. Dan untuk mendapatkan kartu
tersebut, maka penduduk yang bersangkutan harus memenuhi persyaratan,
secara administratif syarat tersebut meliputi ;
- memiliki Surat Keterangan Miskin dari Kepala Desa/Kelurahan yang
telah disetujui oleh BPD dan disahkan oleh Pemerintah Kecamatan
Setempat;
- memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Kabupaten Sumbawa Barat
- memiliki Kartu Keluarga (KK) Kabupaten Sumbawa Barat;
- memiliki Surat Keterangan belum/tidak memiliki jaminan kesehatan
asuransi dari Pemerintah Desa/Kelurahan setempat yang disahkan oleh
Pemerintah Kecamatan setempat;
- memiliki Surat Keterangan Penghasilan/Pendapatan dari RT setempat
yang disahkan oleh Pemerintah Desa/Kelurahan setempat dan diketahui
oleh Pemerintah Kecamatan
Apabila didalam pelaksanaan pemberian layanan kesehatan gratis di lapangan
menemukan adanya penduduk yang memenuhi syrarat sebagai peserta, namun
karena sesuatu hal belum memiliki Kartu Asuransi Kesehatan Gratis, maka
Petugas Pelayanan berdasarkan rekomendasi atau keterangan dari pemerintahan
desa/kelurahan setempat, dapat memberikan pelayanan kesehatan gratis,
sepanjang dari hasil verifikasi yang dilakukan membuktikan bahwa memang
benar penduduk yang bersangkutan belum terdata atau tercatat sebagai
penerima program. Untuk kepentingan adminsitrasi, petugas kesehatan dapat
meminta penduduk yang bersangkutan untuk menunjukkan bukti Kartu Tanda
Penduduk (KTP) atau Kartu Keluarga (KK) atau Surat Keterangan Penduduk
sebagai pengganti Kartu Peserta sementara.
b. Prosedur Umum Pelayanan Kesehatan gratis
Prosedur pemberian pelayanan kesehatan gratis, dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut :
- Peserta layanan kesehatan gratis berkunjung ke Puskesmas atau
jaringannya atau Rumah Sakit Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat
atau Rumah Sakit yang telah ditunjuk
- Peserta menunjukkan Kartu Peserta Layanan Kesehatan Gratis kepada
Pelaksana Pelayanan Kesehatan
- Petugas pelaksana pelayanan kesehatan gratis memberikan layanan
kesehatan kepada peserta sesuai dengan standar pelayanan yang
ditetapkan
- khusus pelayanan kesehatan rujukan diberikan sesuai dengan
identitas medis, selanjutnya dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan
rujukan disertai surat rujukan dan kartu identitas yang ditunjukkan
sejak awal sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan;
Apabila peserta tidak dapat menunjukkan Kartu Peserta atau identitas lain
berupa Kartu Tanda Penduduk atau Kartu Keluarga atau Surat Keterangan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 82
penduduk, karena adanya sesuatu hal, maka, peserta yang bersangkutan
diberikan kesempatan waktu paling lama 2 x 24 jam untuk memenuhi
persyaratan tersebut, dan apabila dalam batas waktu tersebut pasien atau
keluarganya/kuasanya tidak dapat juga memenui persyaratan, maka segala
biaya pelayanan kesehatan gratis tersebut ditanggung oleh pasien/keluarga
bersangkutan. Sedangkan terhadap kasus tertentu, seperti dalam penanganan
gawat darurat yang membutuhkan pelayanan/tindakan yang cepat, maka
petugas kesehatan terlebih dahulu harus menangani pasien yang bersangkutan,
dan peserta tidak diwajibkan untuk membawa atau menunjukkan surat rujukan
terlebih dahulu. Hal ini untuk menghindari penanganan gawat darurat menjadi
terhambat lantaran disebabkan ketiadaan Kartu.
c. Perilaku Pelaksana Pelayanan Kesehatan gratis
Perilaku para petugas pelayanan kesehatan gratis perlu diatur dalam peraturan
daerah ini, untuk memastikan dan mengikat para pelaksana pelayanan kesehatan
gratis bertindak sesuai dengan standar pelayanan kesehatan. perilaku yang diatur
dalam perda ini meliputi keharusan untuk;
- adil dan tidak diskriminatif;
- cermat;
- santun dan ramah;
- tegas, andal, dan tidak memberikan putusan yang berlarut-larut;
- profesional;
- tidak mempersulit;
- patuh pada perintah atasan yang sah dan wajar;
- menjunjung tinggi nilai-nilai akuntabilitas dan integritas institusi
penyelenggara;
- terbuka dan mengambil langkah yang tepat untuk menghindari benturan
kepentingan;
- tidak menyalahgunakan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan
kesehatan;
- tidak memberikan informasi yang salah atau menyesatkan dalam menanggapi
permintaan pelayanan kesehatan, informasi serta proaktif dalam memenuhi
kepentingan penerima pelayanan kesehatan;
- tidak menyalahgunakan informasi, jabatan, dan/atau kewenangan yang
dimiliki;
- sesuai dengan kepantasan; dan
- tidak menyimpang dari prosedur yang ditetapkan.
6.7. Standar Pelayanan kesehatan Gratis
Untuk menjaga mutu dan kualitas pelayanan kesehatan gratis, maka perlu
ditetapkan standar pelayanan minimal atau SPM. Standar pelayanan minimal
secara rinci diatur dalam peraturan bupati atau dinas terkait, sebagai kerangka
acuan atau pedoman dalam pemberian pelayanan kesehatan dan pengobatan
gratis yang dilaksanakan di puskesmas dan jaringannya. Materi yang perlu diatur
dalam standar pelayanan minimal tersebut, antara lain meliputi;
- dasar hukum;
- persyaratan;
- sistem, mekanisme, dan prosedur;
- jangka waktu penyelesaian;
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 83
- biaya/tarif (khusus biaya ambulance);
- produk pelayanan;
- sarana, prasarana, dan/atau fasilitas;
- kompetensi Pelaksana;
- pengawasan internal;
- penanganan pengaduan, saran, dan masukan;
- jumlah Pelaksana;
- jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan kesehatan gratis
dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku;
- jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen
untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan risiko keragu-raguan;
dan
- evaluasi kinerja Pelaksana.
6.8. Sistem Informasi Pelayanan Kesehatan Gratis
Sistem Informasi Layanan Kesehatan Gratis perlu dibuat oleh Pemerintah daerah
untuk mengetahui tingkat utilitas pengguna layanan kesehatan gratis, sekaligus
memastikan penerima layanan kesehatan gratis, mengetahui jenis dan jumlah
pasien dan penyakit yang diderita, mengetahui pembiayaan yang dikeluarkan di
masing-masing unit pelayanan dan sebagainya. Secara teknis sistem informasi ini
diatur lebih lanjut dengan peraturan bupati.
6.9. Hak dan Kewajiban
Hak kewajiban yang perlu diatur dalam perda adalah meliputi hak dan kewajiban
peserta penerima program layanan kesehatan gratis dan hak dan kewajiban
pemberi pelayanan kesehatan gratis. Disamping menyangkut maslaah hak dan
kewajiban perda juga perlu mengatur tentang larangan bagi pelaksana pelayanan
kesehatan gratis, misalnya adalah larangan untuk menggunakan fasilitas
kendaraan ambulance untuk keperluan pribadi
6.10. Pendanaan Pelayanan Dan Pengelolaan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Gratis
Pendanaan kesehatan gratis ditanggung atau dijamin oleh Pemerintah Daerah,
dialokasikan dalam APBD. Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
alokasi untuk sekitor kesehatan adalah sebesar 15% dari jumlah APBD, dari
jumlah tersebut, alokasi anggaran kesehatan dialokasikan untuk sektor
penyelenggaraan pelayanan dan pengobatan secara gratis. Untuk mendukung
upaya peningkatan mutu/kualitas pelayanan kesehatan gratis, pemerintah
daerah dapat menjalin kerjasama dengan pihak ketiga dalam pembiayaanya,
pemerintah juga dapat melakukan retribusi terhadap masyarakat yang mampu
untuk membayar biaya kesehatan, sehingga terjadi subsidi silang. Untuk
menjamin masyarakat penerima layanan kesehatan gratis, pemerintah daerah
dapat bekerjasama dengan pihak jasa asuransi, khusus untuk asuransi kesehatan
adalah BUMN/BUMD yang ditunjuk oleh Pemerintah daerah. Kerjsama tersebut
kemudian dituangkan dalam MOU dan secara teknis mengenai MOU tersebut
diatur lebih lanjut dengan Keputusan/Peraturan Bupati.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 84
6.11. Pembina, Penanggung Jawab, Pengawasan Dan Evaluasi Pelayanan Kesehatan
Gratis
Pembina penyelenggaraan kesehatan gratis adalah Bupati Sumbawa Barat, tugas
dari pembina adalah melakukan pembinaan, melakukan pengawasan, dan ;
melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan tugas dari penanggung jawab.
Sedangkan Penanggung Jawab dari program pelayanan kesehatan dan
pengobatan gratis adalah Pimpinan Dinas Kesehatan atau atau pejabat yang
memang ditunjuk Bupati. Tugas dari Penanggung jawab antara lain meliputi ;
mengoordinasikan kelancaran penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis
sesuai dengan standar pelayanan kesehatan, melakukan evaluasi
penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis; dan elaporkan kepada pembina
pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis.Selaku penanggung
jawab pelayanan kesehatan gratis bertugas: merumuskan kebijakan pelayanan
kesehatan gratis, menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam pelayanan
kesehatan gratis; dan melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja pelaksana
pelayanan kesehatan gratis .
Sedangkan untuk pengawasan program pelayanan kesehatan gratis, dilakukan
secara internal dan eksternal. Pengawasan internal penyelenggaraan pelayanan
kesehatan dilakukan oleh atasan langsung sesuai dengan peraturan perundang-
undangan; dan pengawas fungsional sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Sedangkan pengawasan eksternal dilakukan oleh masyarakat berupa
laporan atau pengaduan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan
kesehatan gratis; dan Pengawasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan memastikan program pelayanan
kesehatan berjalan sesuai dengan peraturan daerah dan atau kebijakan yang
telah ditetapkan, maka dilakukan evaluasi. Evaluasi dilaksanakan oleh Dinas
Kesehatan secara berkala yang merupkan leading sektor dari program pelayanan
kesehatan gratis. Dari hasil evaluasi itulah, Dinas kesehatan melakukan
perbaikan/penyempurnaan, termasuk meningkatkan kapasitas pelaksana
pelayanan kesehatan gratis. Hasil laporan dari dinas tersebut kemudian
dilaporkan atau diteruskan kepada Bupati Sumbawa Barat untuk mengambil
langkah dan kebijakan selanjutnya untuk penyempurnaan program/kegiatan.
Secara teknis mengenai tata cara evaluasi dan penyampaian laporan ini diatur
dengan peraturan bupati.
6.12. Pengaduan dan Penyelesaian Pengaduan Masyarakat
Umpan balik (feedback) atas pelayanan kesehatan gratis berupa adanya
mekanisme komplain atau tanggung gugat atas pelayanan publik perlu diatur
dalam Peraturan Daerah. Sebelumnya dalam Perbup pemerintah daerah juga
menyediakan mekanisme komplain, namun tidak jelas pengaturannya. Dalam
peraturan daerah yang perlu diatur antara lain adalah, meliputi; sarana
pengaduan layanan, mekanisme atau prosedur mekanisme komplain, batas
waktu penyelesaian, lembaga yang menangani komplain, dan secara rinci
penjabaran mengenai lembaga komplain di atur lebih lanjut dengan Peraturan
Bupati. Materi yang diatur dalam Perbup tersebut sekurang-kurangnya mengatur
tentang :
- prosedur pengelolaan pengaduan;
- penentuan Pelaksana yang mengelola pengaduan;
- prioritas penyelesaian pengaduan;
- pelaporan proses dan hasil pengelolaan pengaduan kepada atasan pelaksana;
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 85
- rekomendasi pengelolaan pengaduan;
- penyampaian hasil pengelolaan pengaduan kepada pihak terkait;
- pemantauan dan evaluasi pengelolaan pengaduan;
- dokumentasi dan statistik pengelolaan pengaduan; dan
- pencantuman nama dan alamat penanggung jawab serta sarana pengaduan
yang mudah diakses.
6.13. Penyidikan Dan Sanksi Pidana
Penyidikan terhadap pelanggaran atas peraturan daerah ini akan dilakukan oleh
penyidik, penyidik tersebut berasal dari pejabat Polisi Negara Republik Indonesia
; dan pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang, adapun wewenang penyidik antara lain meliputi ;
- menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak
pidana;
- melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
- menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda
pengenal diri tersangka;
- melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan ;
- melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
- mengambil sidik jari dan memotret sesorang;
- memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi; mendatangka orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara;
- mengadakan penghentian penyidikan;
Pelanggaraan atas perda ini diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam)
bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Disamping terdapat sanksi pidana, juga terdapat sanksi administrasi , dapat
diberikan dalam bentuk sanksi kepegawaian atau tuntutan ganti rugi.
6.14. Ketentuan Peralihan
Pada saat diundangkanya Peraturan Daerah ini penyelanggaraan program
kesehatan gratis yang sedang berjalan efektif dengan dasar Peraturan Bupati
Nomor 9 Tahun 2006 tentang Pedoman pnyelenggaraan pelayanaan/pengobatan
gratis di Puskesmas dan jaringannya yang dijamin oleh Pemerintah daerah
dinyatakan tidak berlaku, dan selambat-lambatnya 1 tahun sejak Peraturan
Daerah ditetapkan pelaksana pelayanan kesehatan gratis menyesuaikan dengan
ketentuan perda ini.
6.15. Ketentuan Penutup
Ketentuan lebih lanjut untuk mendukung pelaksanaan program pelayanan
kesehatan gratis akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati dan agar
setiap orang mengetahuinya, pengundangan Peraturan Daerah ditempatkan
dalam Lembaran Daerah Kabupaten Sumbawa Barat
B. SISTEMATIKA RAPERDA
Sistematika Rancangan Peraturan Daerah tentang pelayanan Kesehatan dan
pengobatan gratis, yang perlu diatur meliputi;
Bab I Ketentuan Umum
Bab II Asas dan Tujuan
Bab III Sasaran dan Ruang Lingkup Pelayanan
Bab IV Administrasi Kepesertaan, Prosedur Pelayanan dan perilaku
Pelaksana Pelayanan Kesehatan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 86
Bab V Standar Pelayanan dan Sistem Informasi Pelayanan Kesehatan
Gratis
Bab VI Hak dan Kewajiban
Bab VII Pendanaan Pelayanan Kesehatan Gratis
Bab VIII Pembina, Penanggung Jawab, Pengawasan dan evaluasi
Pelayanan Ksehatan
Bab IX Pengaduan dan Penyelesaian Pengaduan Masyarakat
Bab X Penyidikan dan Sanksi Pidana
Bab XI Ketentuan Peralihan
Bab XII Ketentuan Penutup
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 87
LAMPIRAN
PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT
NOMOR ............ TAHUN 2011
TENTANG
PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN GRATIS
DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KABUPATEN SUMBAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan sosial
masyarakat Sumbawa Barat serta menjamin akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pemerintah Daerah Sumbawa barat perlu untuk menyediakan jaminan kesehatan dan pelayanan kesehatan secara gratis, berkualitas dan berkelanjutan;
b. bahwa penyelenggaraan kesehatan gratis yang berkualitas, dan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilaksanakan dalam bentuk pemberian jaminan asuransi kesehatan dan pelayanan kesehatan secara gratis di Puskesmas dan jaringannya yang peruntukkanya diprioritaskan untuk penduduk yang belum memiliki asuransi kesehatan, khususnya adalah penduduk miskin, usia lanjut, anak terlantar dan masyarakat rentan lainnya ;
c. bahwa program pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis di Puskesmas dan Jaringannya sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Peraturan Bupati Sumbawa Barat Nomor 9 tahun 2006, menemukan kelemahan dan tantangan, serta kurang sesuai dengan dinamika, kebutuhan dan perkembangan masyarakat saat ini dan di masa mendatang;
d. bahwa untuk dapat menyelengggarakan pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis yang berkualitas dan berkelanjutan dimasa mendatang diperlukan Peraturan Daerah sebagai dasar pedoman pelaksanaan program pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis ;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d, dipandang perlu untuk segera membentuk Peraturan Daerah Tentang Penyelenggaraan Kesehatan Gratis di Kabupaten Sumbawa Barat
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 88
Mengingat : 1. Pasal 20, Pasal 28H dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara RepubIik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886);
3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Sumbawa Barat di Propinsi Nusa Tenggara Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 145, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4340);
4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
8. Undang_undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4431)
9. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456);
10. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4557);
11. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038) ;
12. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 89
2009 Tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,1tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063)
13. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072)
14. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesa Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007;
18. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No Per/20/M.PAN/04/2006 tentang Pedoman Penyusunan Standard Pelayanan Masyarakat/Publik
19. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 574/Menkes/SK/IV/2000 tentang Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010;
20. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 131/Menkes/SK/II/2004 tentang Sistem Kesehatan Nasional;
21. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1091/2004 tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT
dan BUPATI SUMBAWA BARAT
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN GRATIS DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 90
3. Kabupaten adalah Kabupaten Sumbawa Barat.
4. Bupati adalah Bupati Sumbawa Barat.
5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sumbawa Barat.
6. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis.
7. Layanan Kesehatan adalah pelayanan yang diberikan oleh Tenaga Kesehatan
8. Tenaga kesehatan selanjutnya disebut Pelaksana Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
9. Penyelanggara pelayanan kesehatan gratis selanjutanya disebut penyelenggara kesehatan adalah Dinas Kesehatan
10. Pelayanan Kesehatan Gratis selanjutnya disebut dengan pelayanan adalah pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan Jaringannya yang pembiayaannya
ditanggung atau dijamin Pemerintah Daerah;.
11. Peyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Gratis adalah pengelolaan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah dan perangkatnya di
Puskesmas dan jaringannya yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi, sinergi,
holistik, berkualitas dan berkelanjutan
12. Peserta Pelayanan Kesehatan Gratis adalah setiap penduduk Kabupaten Sumbawa Barat yang memenuhi syarat sebagai peserta penerima layanan
kesehatan gratis
13. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung
maupun tidak langsung di Rumah Sakit maupun di Puskesmas dan jaringannya
14. Jaminan Kesehatan Masyarakat adalah jaminan asuransi kesehatan yang
diberikan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah kepada penduduk yang
memenuhi syarat sebagai peserta jaminan asuransi kesehatan
15. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif,
kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau masyarakat.
16. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi
dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia.
17. Asuransi kesehatan adalah asuransi yang diberikan oleh pemerintah daerah, pemerintah dan atau pihak swasta
18. Unit Pelayanan Kesehatan selanjutnya disingkat UPK adalah unit-unit yang memberikan pelayanan kesehatan di Kabupaten Sumbawa Barat, yang meliputi
Puskesmas dan jaringannya seta pelayanan kesehatan Rumah Sakit Umum.
19. Pengalokasian Dana adalah pendistribusian dana untuk penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan mulai dari kabupaten, kecamatan, dan desa/kelurahan.
20. Verifikasi adalah kegiatan penilaian adminstrasi klaim dan Tim Pengendali yang diajukan oleh Unit Pelayanan Kesehatan dengan mengacu pada standar penilaian
klaim.
21. Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disebut SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah
yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 91
22. Pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan perorang yang bersifat umum yang meliputi pelayanan rawat jalan tingkat pertama dan rawat
inap tingkat pertama
23. Rawat Jalan Tingkat Pertama selanjutnya disebut RJTP adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat umum yang dilaksanakan pada pemberi
pelayanan kesehatan tingkat pertama untuk keperluan observasi, diagnosis,
pengobatan, dan atau pelayanan kesehatan lainnya.
24. Rawat Inap Tingkat Pertama selanjutnya RITP adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat umum dan dilaksanakan di puskesmas perawatan
untuk keperluan observasi, perawatan, diagnosis, pengobatan, dan atau
pelayanan medis lainnya, dimana peserta dan atau anggota keluarganya dirawat
inap paling singkat 1 (satu) hari.
25. Pelayanan kesehatan tingkat lanjutan adalah upaya pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik yang meliputi rawat
jalan tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan, dan rawat inap di ruang
perawatan khusus.
26. Rawat jalan tingkat lanjutan selanjutnya RJTL adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik dan dilaksanakan pada
pemberi pelayanan kesehatan ttingkat lanjutan sebagai rujukan dari pemberi
pelayanan kesehatan tingkat pertama, untuk keperluan observasi,diagnosis,
pengobatan, rehabilitasi medis, dan atau pelayanan medis lainnya termasuk
konsultansi psikologi tanpa menginap di ruang perawatan
27. Rawat inap tingkat lanjutan selanjutnya di singkat RITL adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik untuk
keperluan observasi, perawatan, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medis dan
atau pelayanan medis lainnya termasuk konsultasi psikologi yang dilaksanakan
pada pemberi pelayanan kesehatan tingkat lanjutan dimana peserta atau anggota
keluarganya dirawat inap di ruang perawatan paling singkat 1 (satu) hari.
28. Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut.
29. Pelayanan di unit gawat darurat adalah pelayanan kesehatan tingkat lanjutan yang harus diberikan secepatnya untuk mengurangi risiko kematian atau cacat,
tanpa memperhitungkan jumlah kunjungan dan pelayanan yang diberikan
kepada peserta atau anggota keluarganya.
30. Tindakan medis adalah tindakan yang bersifat operatif dan non operatif yang dilaksanakan baik untuk tujuan diagnostik maupun pengobatan
31. Rehabilitasi medik adalah pelayanan yang diberikan untuk pemeliharaan kesehatan peserta dalam bentuk fisoterapi, terapi okupasi, terapi wicara dan
bimbingan sosial medik.
32. Rumah Sakit adalah rumah sakit milik pemerintah daerah atau rumah sakit yang menjalin kerjasama dengan pemerintah daerah dalam program pelayanan
kesehatan gratis, yaitu Rumah Sakit Umum Kelas A, Kelas B, Kelas C dan Kelas D
yang memberikan pelayanan kesehatan atau menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan, dan gawat darurat.
33. Puskesmas atau Pusat Kesehatan Masyarakat adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten sumbawa barat yang bertanggungjawab dalam
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau sebagian wilayah.
34. Puskesmas Pembantu Pengertian puskesmas pembantu yaitu Unit pelayanan kesehatan yang sederhana dan berfungsi menunjang dan membantu
melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan puskesmas dalam rung lingkup
wilayah yang lebih kecil
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 92
BAB II ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2 Pelayanan kesehatan gratis diselenggarakan berdasarkan asas :
m. Kepentingan Umum n. Kesamaan hak
o. Profesional
p. Transparansi
q. Akuntabilitas Publik
r. Partisipatif
s. Kepastian Hukum
t. Inovatif
u. Cepat, cermat dan akurat
v. Kendali mutu dan kendali biaya
w. Ketepatan waktu x. Fasilitas dan perlakukan khusus bagi kelompok rentan
Pasal 3
(2) Tujuan umum pelayanan kesehatan gratis bertujuan untuk meningkatkan akses pelayanan kesehatan, meningkatkan pemerataan dan mutu pelayanan kesehatan
yang berkualitas guna tercapainya derajat kesehatan masyarakat serta tercapainya
masyarakat Sumbawa Barat berperadaban fitrah yang maju.
(3) Tujuan khusus penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis adalah: h. meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan kesehatan, khususnya bagi
masyarakat fakir miskin, daerah terpencil, anak terlantar, usia lanjut, dan
kelompok masyarakat rentan lainnya;
i. membantu meringankan atau mengurangi beban biaya pelayanan
kesehatan, khususnya bagi masyarakat fakir miskin, anak terlantar, usia
lanjut dan kelompok masyarakat rentan;
j. meningkatkan cakupan layanan kesehatan di Puskesmas beserta
jaringannya dan pada Rumah Sakit rujukan milik Pemerintah Kabupaten
Sumbawa Barat dan Rumah Sakit lain yang telah ditunjuk;
k. meningkatnya kualitas atau mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat,
khususnya masyarakat fakir miskin, daerah terpencil, anak terlantar, usia
lanjut dan kelompok masyarakat rentan lainnnya di Kabupaten Sumbawa
Barat;
l. meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal untuk
mewujudkan Sumbawa Barat Sehat
Pasal 4
(1) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada pasal 3 ayat (1) dan ayat (2)
pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran atau pembiayaan pelayanan
kesehatan kepada setiap penduduk yang telah memenuhi syarat sebagai peserta
layanan kesehatan gratis.
(2) Pembiayaan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan dalam bentuk program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
(3) Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dalam bentuk jaminan asuransi kesehatan
BAB III
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 93
SASARAN PESERTA LAYANAN Bagian Pertama
Sasaran Pasal 5
(1) Sasararan peserta layanan kesehatan gratis adalah seluruh penduduk Kabupaten
Sumbawa Barat yang belum memiliki asuransi kesehatan.
(2) Sasaran layanan kesehatan gratis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan dan diprioritaskan terlebih dahulu untuk fakir miskin, anak terlantar, usia lanjut,
dan kelompok masyarakat rentan lainnya.
Pasal 6
(1) Syarat untuk memperoleh layanan kesehatan gratis sebagaimana dimaksud dalam
pasal 5, adalah :
a. Penduduk Kabupaten Sumbawa Barat;
b. Berpendapatan/penghasilan rendah;
c. Tidak memiliki jaminan asuransi kesehatan.
(2) Syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga
(3) Syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibuktikan dengan Surat keterangan penghasilan dari instansi atau perusahaan dan diketahui/disetujui oleh
pemerintah desa/kelurahan setempat atau surat pernyataan yang dibuat oleh calon
penerima layanan kesehatan gratis bagi penduduk yang belum bekerja yang
dibubuhi materai dan disetujui oleh pemerintah desa/kelurahan setempat.
(4) Syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dibuktikan dengan surat pernyataan dari yang bersangkutan dan surat keterangan dari pemerintah
desa/kelurahan setempat.
BAB IV
CAKUPAN DAN RUANG LINGKUP PELAYANAN KESEHATAN
Bagian Pertama Jenis Pelayanan
Pasal 6 (1) Cakupan dan ruang lingkup layanan kesehatan gratis, meliputi :
d. pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya serta ;
e. pelayanan rujukan spesialistik di Rumah Sakit Daerah Kabupaten Sumbawa
Barat ; dan atau
f. Rumah Sakit Umum Daerah yang ditunjuk oleh Pemerintah Daerah.
(2) Jenis-jenis pelayanan kesehatan gratis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi ;
g. rawat jalan tingkat pertama (RJTP);
h. rawat inap tingkat pertama (RITP);
i. rawat inap tingkat lanjutan (RITL);
j. rawat jalan tingkat lanjutan (RJTL) melalui poliklinik spesialis;
k. pelayanan kesehatan luar gedung; dan
l. pelayanan gawat darurat.
Pasal 7
(1) Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) sebagimana dimaksud dalam
pasal 6 ayat (2) huruf a, berlaku pada Puskesmas dan jaringannya.
(2) Jenis pelayanan kesehatan gratis yang diberikan pada layanan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP), meliputi :
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 94
a. Pendaftaran;
b. Pemeriksaan dan konsultasi kesehatan;
c. Pelayanan pengobatan dasar, umum dan gigi;
d. Tindakan medis sederhana;
e. Pelayanan kesehatan ibu dan anak, termasuk pemeriksaan ibu hamil dan ibu
nifas;
f. Imunisasi;
g. Pelayanan KB;
h. Pelayanan laboratorium sederhan dan penunjang lainnya.
Pasal 8
(1) Pelayanan Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP) sebagaimana dimaksud dalam
pasal 6 ayat (2) huruf b berlaku pada Puskesmas Perawatan dan Rawat Inap
Tingkat Lanjutan Kelas III (tiga) pada Rumah Sakit Pemerintah Kabupaten
Sumbawa Barat dan atau Rumah Sakit lain yang telah ditunjuk oleh Pemerintah
Daerah.
(2) Jenis pelayanan kesehatan gratis yang diberikan pada Pelayanan Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP), meliputi :
b. Pelayanan perawatan pasien;
c. Persalinan normal dan perawatan nifas;
d. Tindakan medis yang dibutuhkan;
e. Pemberian obat-obatan (generik);
f. Pemeriksaan laboratorium dan penunjang medis lainnya;
g. Perawatan perbaikan gizi buruk.
Pasal 9
(1) Pelayanan Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RJTL) sebagaimana dimaksud dalam
pasal 6 pada ayat (1) huruf c berlaku pada kelas III (tiga) Rumah Sakit
Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat dan Rumah Sakit lain yang telah ditunjuk
Pemerintah Daerah.
(2) Jenis pelayanan kesehatan gratis yang diberikan pada Pelayanan Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RJTL), meliputi ;
a. akomodasi rawat inap kelas III, konsultasi kesehatan, Pemeriksaan fisik dan
penyuluhan kesehatan; penunjang diagnostik : laboratorium klinik, patologi
anatomi, radiologi dan elektromedik;
b. operasi sedang dan berat;
c. pelayanan rehabilitasi medis;
d. perawatan intensif (ICU, ICCU, PICU, NICU, PACU);
e. pemberian obat (obat generik);
f. pelayanan darah (3 bag/kantong);
g. bahan dan alat kesehatan habis pakai;
h. persalinan dengan resiko tinggi dan penyulih.
Pasal 10
(1) Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) melalui poliklinik spesialis
sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf d berlaku pada Rumah Sakit
Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat dan Rumah Sakil lain yang telah ditunjuk
Pemerintah Daerah.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 95
(2) Jenis pelayanan kesehatan gratis yang diberikan pada Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan melalui polikinik spesial, meliputi;
a. konsultasi kesehatan, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan oleh dokter spesialis atau umum;
b. rehabilitas medis; c. penunjang diagnostik, laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik; d. tindakan medis kecil dan sedang; e. pemeriksaan dan pengobatan gigi lanjutan; f. pelayanan KB, termasuk kontap aktif, kontap pasca persalinan/keguguran,
penyembuhan efek samping dan komplikasinya;
g. pemberian obat (obat generik); h. pelayanan darah (3 bag/kantong); i. pemeriksaan kehamilan dengan resiko tinggi dan penyulih.
Pasal 11
(1) Pelayanan kesehatan luar gedung sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (2)
huruf e berlaku untuk pemeriksaan dasar kesehatan pada Puskesmas Keliling, Pos
Pelayanan Terpadu (posyandu) / Pos Kesehatan Desa (poskesdes) dan Pos
Kesehatan Pesantren (poskestren) serta pelayanan kesehatan melalui kunjungan
rumah bagi pasien pasca rawat inap (home care).
(2) Jenis pelayanan gratis pada pelayanan kesehatan luar geduang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi ;
a. perawatan rawat jalan melalui Puskesmas Keliling b. perawatan kesehatan pada posyandu/poskesdes dan poskestren; c. pelayanan kesehatan melalui kunjungan rumah bagi pasien pasca rawat inap
(home care);
d. penyuluhan kesehatan; e. imunisasi; f. pelayanan ibu hamil melalui berbagai kegiatan/program; g. surveilans penyakit dan surveilans gizi; h. pelayanan nifas; i. kegiatan sweeping; j. fogging (pengasapan), pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
Pasal 12
(1) Pelayanan gawat darurat (emergency) sebagaimana dimaksud dalam pasal 6
ayat (1) huruf f, berlaku pada seluruh unit pelayanan kesehatan milik
Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat dan Rumah Sakit lain yang telah
ditunjuk.
(2) Jenis pelayanan gawat darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan puskesmas termasuk penanganan obstetri – neonatal.
Bagian Kedua
Paket Pelayanan Pasal 13
(1) Paket pelayanan kesehatan gratis, sebagaimana dimaksud dalam pasal 6, termasuk meliputi : a. pemeriksaan laboratorium dasar; b. pemeriksaan laboratorium klinik; c. pemeriksaan radio diagnostik; d. pemeriksaan patologi anatomi;
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 96
e. tindakan bedah operatif;
(2) Tindakan bedah operatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, meliputi : a. Bedah umum; b. Bedah urologi; c. Pelayanan kebidanan dan kandungan; d. Gigi dan mulut; e. Penyakit kulit; f. Penyakit mata; g. T H T; h. Onkologi; i. Neurologi; j. Rehabilitasi medis; k. Vasculer.
(3) Ketentuan tentang cakupan atau lingkup, jenis dan paket pelayanan kesehatan
gratis, jumlah biaya masing-masing jenis layanan serta mekanisme pembiayaan
masing-masing jenis pelayanan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.
BAB V
PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGAJUAN PESERTA Bagian Pertama
Persyaratan Peserta Pasal 14
(1) Setiap penduduk Kabupaten Sumbawa Barat yang telah memenuhi syarat berhak
untuk menjadi peserta dan mendapatkan Kartu Peserta Pelayanan Kesehatan Gratis
(KPPK-Gratis) dari Pemerintah Daerah.
(2) Setiap bayi yang lahir dari peserta penerima program pelayanan kesehatan gratis langsung dapat menjadi peserta penerima layanan kesehatan gratis.
Pasal 15
(1) Untuk dapat menjadi peserta, sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (1), harus
melengkapai persyaratan sebagai berikut :
a. memiliki Surat Keterangan Miskin dari Kepala Desa/Kelurahan yang
telah disetujui oleh BPD dan disahkan oleh Pemerintah Kecamatan
setempat ;
b. memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Kabupaten Sumbawa Barat;
c. memiliki Kartu Keluarga (KK) Kabupaten Sumbawa Barat;
d. memiliki Surat Keterangan belum/tidak memiliki jaminan kesehatan
(asuransi) dari Pemerintah Desa/Kelurahan setempat yang disahkan oleh
Pemerintah Kecamatan setempat;
e. memiliki Surat Keterangan Penghasilan/Pendapatan dari RT setempat
yang disahkan oleh Pemerintah Desa/Kelurahan setempat dan diketahui
oleh Pemerintah Kecamatan
(2) Berkas kelangkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam rangkap 3 (tiga) diserahkan kepada masing-masing RT untuk diserahkan ke
pemerintah desa/kelurahan setempat
(3) Pemerintah Desa/Kelurahan setempat melakukan verifikasi calon peserta dan mengumumkan secara terbuka hasil verifikasi kepada masyarakat
(4) Hasil verifikasi yang telah dilakukan oleh Pemerintah Desa/Kelurahan setempat diajukan ke Dinas Kesehatan untuk dilakukan verifikasi ulang dan untuk ditetapkan
sebagai peserta.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 97
(5) Peserta yang telah memenuhi syarat dan ditetapkan wajib diumumkan oleh Dinas Kesehatan di masing-masing desa/kelurahan setempat secara terbuka.
(6) Peserta yang telah ditetapkan sebagai peserta wajib untuk diberikan Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis oleh Dinas Kesehatan atau instansi yang ditunjuk oleh
Pemerintah Daerah.
Pasal 16
Tata cara, bentuk dan prosedur penerbitan Kartu Peserta Layanan Kesehatan Gratis sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 dan pasal 15 diatur lebih lanjut dengan Peraturan/Keputusan Bupati.
BAB VI
PROSEDUR PELAYANAN PELAYANAN KESEHATAN Pasal 17
(1) Prosedur umum pelayanan kesehatan gratis di puskesmas dan jaringannya,
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
b. Peserta layanan kesehatan gratis berkunjung ke Puskesmas atau jaringannya atau Rumah Sakit Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat atau Rumah Sakit yang
telah ditunjuk;
c. Peserta menunjukkan Kartu Peserta Layanan Kesehatan Gratis kepada Pelaksana Pelayanan Kesehatan;
d. Petugas pelaksana pelayanan kesehatan gratis memberikan layanan kesehatan kepada peserta sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan;
e. Khusus pelayanan kesehatan rujukan diberikan sesuai dengan identitas medis, selanjutnya dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan disertai
surat rujukan dan kartu identitas yang ditunjukkan sejak awal sebelum
mendapatkan pelayanan kesehatan;
(2) Bagi peserta yang dirujuk ke RSUD Sumbawa, RSUD Mataram, dan atau RSUD lainnya atau Rumah Sakit Swasta diluar Kabupaten Sumbawa Barat mengikuti prosedur yang berlaku dan ditetapkan masing-masing RSUD atau Rumah Sakit Swasta bersangkutan.
Pasal 18
(1) Setiap peserta yang tidak membawa atau tidak dapat menunjukkan Kartu Peserta
sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) butir b diberi waktu paling lama 2 x
24 jam untuk memenuhi persyaratan.
(2) Apabila dalam batas waktu yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasien atau keluarganya/kuasanya tidak dapat membuktikan memiliki Kartu
Peserta, maka segala biaya pelayanan kesehatan gratis ditanggung oleh
pasien/keluarga bersangkutan.
Pasal 19
(1) Dalam keadaan dan kasus-kasus tertentu seperti pemberian pelayanan pada instalasi
gawat darurat, Tenaga Kesehatan wajib untuk terlebih dahulu menangani dan
menyelamatkan pasien gawat darurat;
(2) Pasien gawat darurat dan atau keluarganya dapat membawa Kartu peserta atau menunjukkan surat rujukan setelah penanganan pasien gawat darurat ditangani
oleh petugas kesehatan.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 98
BAB VII HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu Peserta Pelayanan Kesehatan Gratis
Pasal 20 (1) Setiap peserta layanan kesehatan gratis berhak untuk memperoleh pelayanan
kesehatan gratis yang bermutu dan berkualitas dari tenaga kesehatan Puskesmas
dan jaringannya maupun RSUD yang ditunjuk Pemerintah Daerah.
(2) Peserta penerima layanan kesehatan gratis berhak untuk ; a. mengetahui kebenaran isi standar pelayanan kesehatan gratis;
b. mengawasi pelaksanaan standar pelayanan kesehatan gratis;
c. mendapat tanggapan terhadap pengaduan yang diajukan;
d. mendapat advokasi, perlindungan, dan/atau pemenuhan pelayanan;
e. memberitahukan kepada pimpinan penyelenggara untuk memperbaiki
pelayanan kesehatan gratis apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai
dengan standar pelayanan kesehatan;
f. memberitahukan kepada tenaga kesehatan untuk memperbaiki pelayanan
kesehatan gratis apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan
standar pelayanan kesehatan;
g. mengadukan tenaga kesehatan yang melakukan penyimpangan standar
pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kesehatan gratis kepada
Penyelenggara, Bupati, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan atau Komisi
Pengaduan Pelayanan yang dibentuk oleh daerah
h. mengadukan tenaga kesehatan maupun penyelenggara yang melakukan
penyimpangan standar pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan
kepada pembina Penyelenggara dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; dan
i. mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan
pelayanan kesehatan gratis.
Pasal 21
Setiap peserta layanan kesehatan gratis berkewajiban untuk: a. mematuhi dan memenuhi ketentuan sebagaimana dipersyaratkan dalam standar
pelayanan kesehatan gratis; b. ikut menjaga terpeliharanya sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan
gratis; dan c. berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan yang terkait dengan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan gratis.
Bagian Kedua Hak dan Kewajiban bagi Penyelenggara
Pasal 22 (1) Penyelenggara pelayanan kesehatan gratis adalah Pemerintah Daerah yang
dikuasakan kepada Dinas Kesehatan.
(2) Penyelenggara kesehatan gratis memiliki hak: a. menyusun program pelayanan kesehatan gratis;
b. melakukan kerja sama;
c. mempunyai anggaran pembiayaan penyelenggaraan pelayananan kesehatan
gratis;
d. melakukan pembelaan terhadap pengaduan dan tuntutan yang tidak
sesuai dengan kenyataan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan
gratis; dan
e. menolak permintaan pelayanan yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 99
Pasal 23 Penyelenggara berkewajiban:
a. menyusun dan menetapkan standar pelayanan kesehatan gratis; b. menyusun, menetapkan, dan memublikasikan maklumat pelayanan kesehatan
gartis; c. menempatkan pelaksana pelayanan kesehatan gratis yang kompeten; d. menyediakan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan gratis
yang mendukung terciptanya iklim pelayanan yang memadai; e. memberikan pelayanan kesehatan gratis yang berkualitas/bermutu sesuai dengan
asas penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis dan asas pelayanan publik; f. melaksanakan pelayanan kesehatan gratis sesuai dengan standar pelayanan
kesehatan; g. mematuhi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan; h. memberikan pertanggungjawaban terhadap pelayanan kesehatan gratis yang
diselenggarakan; i. membantu masyarakat, khususnya penerima layanan kesehatan gratis dalam
memahami hak dan tanggung jawabnya; j. memberikan pertanggungjawaban sesuai dengan hukum yang berlaku apabila
mengundurkan diri atau melepaskan tanggung jawab atas posisi atau jabatan; dan
k. memenuhi panggilan atau mewakili organisasi untuk hadir atau melaksanakan perintah suatu tindakan hukum atas permintaan pejabat yang berwenang dari instansi pemerintah yang berhak, berwenang, dan sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Pelaksana Layanan Kesehatan
Pasal 24
(1) Pelaksana layanan kesehatan adalah tenaga kesehatan terdiri dari; dokter, perawat, bidan, dan petugas medis lainnya.
(2) Pelaksana layanan kesehatan gratis berhak untuk : a. memperoleh gaji/honorarium atau tunjangan lainnya sesuai dengan jenis jasa
pelayanan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah ; b. memperoleh penghargaan atau reward dari pemerintah daerah atas kinerja dan
prestasi yang dicapai ; c. memperoleh peningkatan kapasitas dari pemerintah daerah d. memberikan masukan dan saran kepada penyelenggara pelayanan ; e. menolak untuk memberikan pelayanan kepada pasien yang tidak memenuhi
syarat dan prosedur pelayanan kesehatan gratis.
Pasal 25
Pelaksana pelayanan kesehatan berkewajiban untuk:
a. melakukan kegiatan pelayanan kesehatan gratis sesuai dengan penugasan yang diberikan oleh Penyelenggara ;
b. memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan pelayanan kesehatan gratis sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
c. memberikan pertanggungjawaban apabila mengundurkan diri atau melepaskan tanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
e. melakukan evaluasi dan membuat laporan keuangan dan kinerja kepada Penyelenggara secara berkala.
Pasal 26
Pelaksana pelayanan kesehatan dilarang untuk :
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 100
a. merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana
yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, badan usaha milik negara,
dan badan usaha milik daerah;
b. meninggalkan tugas dan kewajiban, kecuali mempunyai alasan yang jelas,
rasional, dan sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
c. membuat perjanjian kerja sama dengan pihak lain tanpa persetujuan
Penyelenggara; dan
d. melanggar asas penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis dan asas-asas
dalam pelayanan publik.
e. Menolak pasien yang berasal dari peserta kesehatan layanan gratis.
Pasal 27
Dalam memberikan pelayanan kesehatan gratis, tenaga kesehatan wajib untuk: j. adil dan tidak diskriminatif; k. cermat; l. santun dan ramah; m. tegas, andal, dan tidak memberikan putusan yang berlarut-larut; n. profesional; o. tidak mempersulit; p. menjunjung tinggi nilai-nilai akuntabilitas dan integritas institusi
penyelenggara; y. terbuka dan mengambil langkah yang tepat untuk menghindari benturan
kepentingan; z. tidak menyalahgunakan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan
kesehatan; aa. tidak memberikan informasi yang salah atau menyesatkan dalam menanggapi
permintaan pelayanan kesehatan, informasi serta proaktif dalam memenuhi kepentingan penerima pelayanan kesehatan;
bb. tidak menyalahgunakan informasi, jabatan, dan/atau kewenangan yang dimiliki;
cc. sesuai dengan kepantasan; dan dd. tidak menyimpang dari prosedur yang ditetapkan.
BAB VIII
STANDAR PELAYANAN
DAN SISTEM INFORMASI PELAYANAN KESEHATAN
Bagian Pertama
Standar Pelayanan
Pasal 28
(1) Penyelenggara pelayanan kesehatan wajib menyusun dan menetapkan standar
pelayanan kesehatan gratis dengan memperhatikan kemampuan Penyelenggara dan
pelaksana, kebutuhan masyarakat, kondisi lingkungan serta peraturan perundang-
undangan.
(2) Dalam menyusun dan menetapkan standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Penyelenggara wajib mengikutsertakan masyarakat dan pihak terkait.
(3) Penyelenggara berkewajiban menerapkan standar pelayanan kesehatan gratis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di Puskesmas dan jaringannya.
(4) Pengikutsertaan masyarakat dan pihak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan prinsip tidak diskriminatif, terkait langsung dengan jenis
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 101
pelayanan, memiliki kompetensi dan mengutamakan musyawarah, serta
memperhatikan keberagaman.
Pasal 29 Penyusunan standar pelayanan kesehatan gratis, sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 sekurang-kurangnya meliputi:
a. dasar hukum; b. persyaratan; c. sistem, mekanisme, dan prosedur; d. jangka waktu penyelesaian; e. biaya/tarif (khusus biaya ambulance); f. produk pelayanan; g. sarana, prasarana, dan/atau fasilitas; h. kompetensi Pelaksana; i. pengawasan internal; j. penanganan pengaduan, saran, dan masukan; k. jumlah Pelaksana; l. jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan kesehatan gratis
dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku; m. jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk
memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan risiko keragu-raguan; dan n. evaluasi kinerja Pelaksana.
Pasal 30
(1) Penyelenggara pelayanan kesehatan gratis berkewajiban menyusun dan menetapkan maklumat pelayanan yang merupakan pernyataan kesanggupan Penyelenggara dalam melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan.
(2) Maklumat pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dipublikasikan secara terbuka, jelas dan luas kepada masyarakat serta para pemangku kepentingan lainnya.
Bagian Kedua
Sistem Informasi Pelayanan Kesehatan
Pasal 31
(1) Penyelenggara pelayanan kesehatan gratis wajib untuk menyusun dan menetapkan
Sistem Informasi Layanan Kesehatan.
(2) Sistem Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat terbuka dan dapat
diakses oleh masyarakat.
(3) Sistem Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi informasi pelayanan
kesehatan gratis dalam bentuk informasi elektronik atau nonelektronik, yang
berisikan sekurang-kurangnya meliputi:
a. profil Penyelenggara; b. profil Pelaksana; c. standar pelayanan kesehatan gratis; d. maklumat pelayanan kesehatan gratis; e. pengelolaan pengaduan; f. penilaian kinerja. g. Jumlah pasien dan jenis penyakit, dan ; h. informasi lainnya yang dibutuhkan peserta layanan.
BAB VII PENDANAAN PELAYANAN DAN PENGELOLAAN FASILITAS
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 102
PELAYANAN KESEHATAN GRATIS Bagian Pertama
Pendanaan Pelayanan Kesehatan Gratis Pasal 32
(1) Pemerintah Daerah wajib untuk menjamin tersedianya dana/anggaran pelayanan kesehatan gratis dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ;
(2) Alokasi anggaran untuk bidang kesehatan sekurang-kurangnya mencakup jumlah peserta penerima layanan kesehatan gratis yang telah ditetapkan.
(3) untuk mengantisipasi penambahan jumlah peserta penerima layanan kesehatan gratis pada tahun berjalan, pemerintah daerah dapat mengalokasikan dana cadangan ;
(4) Dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah sebesar 10% dari jumlah peserta penerima layanan kesehatan yang telah terdaftar dan disahkan oleh Pemerintah Daerah
Pasal 33 (1) Dalam rangka meningkatkan akses dan mutu serta kualitas pelayanan kesehatan
gratis, Pemerintah Daerah dapat melakukan kerjasama dan atau menetapkan
kebijaksanaan dengan pihak ketiga/swasta untuk berpartisipasi dalam pembiayaan
pelayanan kesehatan gratis dengan mengacu kepada Sistem Pemeliharaan
Kesehatan Masyarakat.
(2) Pelaksanaan ketentuan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diberlakukan secara bertahap dengan memperhatikan kondisi keuangan daerah.
(3) Tata cara kerjasama, pemanfaatan dan penyaluran dana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan/Keputusan Bupati.
Bagian Kedua
Pengelolaan Sarana,
Prasarana, dan/atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Pasal 34
(1) Penyelenggara dan Pelaksana pelayanan kesehatan gratis berkewajiban mengelola
sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan gratis secara efektif,
efisien, transparan, akuntabel, dan berkesinambungan serta bertanggung jawab
terhadap pemeliharaan dan/atau penggantian sarana, prasarana, dan/atau fasilitas
pelayanan kesehatan.
(2) Penyelenggara dilarang memberikan izin dan/atau membiarkan pihak lain menggunakan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan yang
mengakibatkan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan tidak
berfungsi atau tidak sesuai dengan peruntukannya.
BAB IX
DEWAN KESEHATAN, PEMBINA DAN PENANGGUNG JAWAB, PELAYANAN
KESEHATAN GRATIS
Bagian Pertama
Dewan Kesehatan
Pasal 35
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 103
(1) Dalam rangka pembangunan kesehatan di daerah serta meningkatkan efektivitas penyelenggaraan kesehatan gratis, pemerintah daerah dapat membentuk Dewan Kesehatan Daerah.
(2) Pembentukan Dewan Kesehatan Daerah untuk pertama kali difasilitasi oleh Pemerintah Daerah.
(3) Pembentukan Dewan Kesehatan Daerah ditetapkan melalui Peraturan/Keputusan Bupati
Pasal 36
(1) Dewan Kesehatan Daerah adalah merupakan lembaga mitra pemerintah daerah yang berfungsi sebagai wadah untuk menampung aspirasi masyarakat dalam bidang kesehatan, pengembangan kebijakan kesehatan, perumusan perencanaan kesehatan strategik, monitoring dan evaluasi serta memberikan pertimbangan kepada pemerintah daerah dan DPRD dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis di daerah.
(2) Tugas Pokok Dewan Kesehatan Daerah adalah : a. merumuskan visi dan misi pembangunan kesehatan dan berperan
aktif dalam proses perencanaan program dan kegiatan tahunan kesehatan daerah;
b. menyalurkan dan menjembatani aspirasi kebutuhan dan kepentingan masyarakat kepada lembaga eksekutif dan legislatif daerah;
c. melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan program pembangunan kesehatan daerah serta penyelenggaraan kesehatan gratis ;
d. memantau akuntabilitas dan kinerja pelaksanaan pembangunan kesehatan daerah dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis;
e. memberikan masukan, berupa saran maupun kritik serta rekomendasi untuk perbaikan berbagai kebijakan kabupaten yang mempunyai dampak terhadap persoalan kesehatan masyarakat;
f. Membantu menyelesaikan pengaduan masyarakat atas pelayanan kesehatan gratis.
Pasal 37
(1) Keanggotaan Dewan Kesehatan Daerah, sebanyak 5 orang terdiri dari unsur tokoh masyarakat, tokoh agama, akademisi, profesi, LSM, dan unsur masyarakat lainnya yang memiliki pengetahuan dan kepedulian dalam bidang kesehatan.
(2) Masa jabatan anggota Dewan Kesehatan Daerah adalah selama 5 tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) periode selanjutnya.
Pasal 38
Sumber pendanaan Dewan Kesehatan Daerah bersumber dari :
a. APBN b. APBD c. Sumbangan masyarakat atau sumbangan Pihak ketiga dan d. Sumbangan pihak lainnya yang tidak mengikat
Pasal 39
Tata cara pembentukan, fungsi dan rincian tugas pokok, syarat-syarat keanggotaan,
tatacara pengangkatan dan pemberhentikan, dan pembiayaan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 35, pasal 36, pasal 37 dan pasal 38 akan diatur lebih lanjut dengan
Peraturan/keputusan Bupati.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 104
Bagian Kedua
Pembina dan Penanggung Jawab
Pasal 40
(1) Pembina penyelenggaraan kesehatan gratis adalah Bupati Sumbawa Barat.
(2) Pembina mempunyai tugas ;
a. melakukan pembinaan;
b. melakukan pengawasan, dan ;
c. melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan tugas dari penanggung jawab.
Pasal 41
(1) Penanggung jawab adalah pimpinan Dinas Kesehatan atau atau pejabat yang
ditunjuk Bupati.
(2) Penanggung jawab mempunyai tugas:
a. mengoordinasikan kelancaran penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis sesuai dengan standar pelayanan kesehatan;
b. melakukan evaluasi penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis; dan c. melaporkan kepada pembina pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan
kesehatan gratis.
(3) Dinas Kesehatan selaku penanggung jawab pelayanan kesehatan gratis bertugas:
a. merumuskan kebijakan pelayanan kesehatan gratis; b. menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam pelayanan kesehatan gratis;
dan
c. melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja pelaksana pelayanan kesehatan gratis .
(4) Kepala Dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib:
a. mengumumkan kebijakan tentang pelayanan kesehatan gratis, hasil
pemantauan dan evaluasi kinerja, serta hasil koordinasi;
b. membuat peringkat kinerja pelaksana pelayanan kesehatan gratis secara
berkala; dan
c. memberikan penghargaan kepada pelaksana pelayanan kesehatan gratis
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Dinas Kesehatan wajib melaporkan hasil perkembangan kinerja pelayanan
kesehatan kepada Bupati Sumbawa Barat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Bagian Ketiga
Pengawasan Pelayanan penyelenggaraan kesehatan gratis
Pasal 42
(1) Pengawasan penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilakukan oleh pengawas internal
dan pengawas eksternal.
(2) Pengawasan internal penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilakukan melalui:
a. pengawasan oleh atasan langsung sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
b. pengawasan oleh pengawas fungsional sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Pengawasan eksternal penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis dilakukan melalui:
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 105
a. pengawasan oleh masyarakat berupa laporan atau pengaduan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis;
b. pengawasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Bagian Ketiga
Evaluasi dan Pengelolaan Pelaksana Pelayanan Kesehatan Gratus
Pasal 43
(1) Dinas Kesehatan berkewajiban untuk melaksanakan evaluasi dan penilaian terhadap kinerja Pelaksana di lingkungan organisasi secara berkala dan berkelanjutan.
(2) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dinas Kesehatan wajib untuk membantu melakukan perbaikan dan melakukan upaya peningkatan kapasitas terhadap pelaksana pelayanan kesehatan gratis.
(3) Evaluasi dan penialian terhadap kinerja pelaksana pelayanan kesehatan gratis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan indikator yang jelas dan terukur dengan memperhatikan perbaikan prosedur dan/atau penyempurnaan organisasi sesuai dengan asas pelayanan kesehatan gratis
Pasal 44
(1) Bupati berdasarkan laporan evaluasi dan penilaian kinerja yang diberikan dari Dinas Kesehatan wajib memberikan penghargaan kepada Pelaksana Pelayanan kesehatan gratis yang memiliki prestasi kerja dan wajib memberikan hukuman kepada Pelaksana yang melakukan pelanggaran.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme pemberian penghargaan dan hukuman diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB X
PENGADUAN DAN PENYELESAIAN
PENGADUAN MASYARKAT
Bagian pertama
Pengelolaan Pengaduan
Pasal 45
(1) Penyelenggara pelayanan kesehatan gratis berkewajiban ;
a. menyediakan sarana pengaduan layanan masyarakat dan menugaskan pihak
tertentu yang ditunjuk dan memiliki kompetensi untuk mengelola dan
menangani pengaduan peserta layanan maupun masyarakat.
b. mengelola pengaduan yang berasal dari peserta/penerima layanan, LSM, Pers,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam batas waktu tertentu.
c. menyusun mekanisme pengelolaan pengaduan dari peserta layanan/penerima
pelayanan dengan mengedepankan asas penyelesaian yang cepat dan tuntas.
(2) Dalam rangka efektivitas penanganan dan penyelesaian pengaduan masyarakat,
Penyelenggara wajib bekerjsama dengan Dewan Kesehatan Daerah, Pemerintah
Daerah dan DPRD untuk membentuk Komisi atau unit khusus untuk menangani
pengaduan dan penyelesaian pengaduan masyarakat.
(3) Komisi atau Unit Khusus pengaduan dan penyelesaian pengaduan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat bersifat permanen atau bersifat sementara (ad-hoc).
(4) Tata cara pembentukan dan tata kerja Komisi atau Unit Khusus Pengaduan dan
penanganan pengaduan di atur lebih lanjut dengan Peraturan/Keputusan Bupati
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 106
Pasal 46
(1) Penyelenggara berkewajiban menyusun mekanisme pengelolaan pengaduan dari
penerima pelayanan dengan mengedepankan asas penyelesaian yang cepat dan tuntas.
(2) Materi dan mekanisme pengelolaan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi: a. identitas pengadu; b. prosedur pengelolaan pengaduan; c. penentuan Pelaksana yang mengelola pengaduan; d. prioritas penyelesaian pengaduan; e. pelaporan proses dan hasil pengelolaan pengaduan kepada atasan pelaksana; f. rekomendasi pengelolaan pengaduan; g. penyampaian hasil pengelolaan pengaduan kepada pihak terkait; h. pemantauan dan evaluasi pengelolaan pengaduan; i. dokumentasi dan statistik pengelolaan pengaduan; dan j. pencantuman nama dan alamat penanggung jawab serta sarana pengaduan
yang mudah diakses. Pasal 47
(1) Setiap peserta layanan kesehatan dan atau masyarakat berhak dan dijamin hak-
haknya untuk mengadukan pelayanan kesehatan gratis ke Dewan Kesehatan
Daerah dan atau Komisi/Unit khusus yang telah ditetapkan untuk menangani
Pengaduan dan Penyelesaian Pengaduan dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
(2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
a. Penyelenggara yang tidak melaksanakan kewajiban dan/atau melanggar
larangan; dan
b. Pelaksana yang memberi pelayanan yang tidak sesuai dengan standar
pelayanan.
(3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 30 (tiga
puluh) hari sejak pengadu menerima pelayanan.
(4) Pengaduan disampaikan secara tertulis memuat:
a. nama dan alamat lengkap; b. uraian pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan kesehatan dan
uraian kerugian materiil atau immateriil yang diderita; c. permintaan penyelesaian yang diajukan; dan d. tempat, waktu penyampaian, dan tanda tangan.
(5) Pengadu dapat memasukkan tuntutan ganti rugi dalam surat pengaduannya
(6) dalam keadaan tertentu, nama dan identitas pengadu dapat dirahasiakan.
Pasal 48
(1) Komisi atau Unit Pengaduan Kesehatan wajib menanggapi pengaduan masyarakat
paling lambat 14 (empat belas) hari sejak pengaduan diterima.
(2) Dalam hal materi aduan tidak lengkap, pengadu melengkapi materi aduannya
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak menerima tanggapan dari
Penyelenggara atau Komisi/Unit khusus Pengaduan.
(3) Dalam hal berkas pengaduan tidak dilengkapi dalam waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), pengadu dianggap mencabut pengaduannya.
Pasal 49
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 107
(1) Pengaduan terhadap Pelaksana Penyelenggara Pelayanan kesehatan gratis ditujukan kepada atasan Pelaksana.
(2) Pengaduan terhadap Penyelenggara (Dinas kesehatan) ditujukan kepada atasan satuan kerja Penyelenggara dan atau Bupati.
Pasal 50
(1) Atasan satuan kerja penyelenggara berwenang menjatuhkan sanksi kepada satuan
kerja Penyelenggara yang tidak memenuhi kewajiban dan/atau melanggar larangan yang telah ditetapkan.
(2) Atasan Pelaksana menjatuhkan sanksi kepada Pelaksana yang melakukan pelanggaran.
(3) Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan berdasarkan aduan masyarakat dan/atau berdasarkan kewenangan yang dimiliki atasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Penyelesaian Pengaduan oleh Penyelenggara Pelayanan Kesehatan Gratis
Pasal 51
(1) Penyelenggara wajib memeriksa pengaduan dari masyarakat mengenai pelayanan
kesehatan gratis yang diselenggarakannya.
(2) Proses pemeriksaan untuk memberikan tanggapan pengaduan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
(3) Penyelenggara wajib memutuskan hasil pemeriksaan pengaduan paling lambat 60
(enam puluh) hari sejak berkas pengaduan dinyatakan lengkap.
(4) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan kepada pihak
pengadu paling lambat 14 (empat belas) hari sejak diputuskan.
Pasal 52
(4) Dalam hal Penyelenggara melakukan perbuatan melawan hukum dalam
penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini,
masyarakat dapat mengajukan gugatan terhadap Penyelenggara ke pengadilan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Dalam hal Penyelenggara diduga melakukan tindak pidana dalam penyelenggaraan
pelayanan publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, masyarakat
dapat melaporkan Penyelenggara kepada pihak berwenang.
BAB XI
PENYIDIKAN DAN SANKSI Bagian Pertama
Sanksi Adminsitratif Pasal 53
(1) Penyelenggara yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan tidak melakukan kewajiban sebagaimana diatur pasal 23, pasal 28, pasal 31, pasal 34
dan pasal 38 dikenai sanksi teguran tertulis
(2) Pelaksana yang melanggar pasal 2, dan tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diatur dalam pasal 25, pasal 26, pasal 27 dan pasal 34 dikenai sanksi teguran tertulis.
(3) Penyelenggara atau Pelaksana yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dan atas perbuatan tersebut mengakibatkan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 108
timbulnya luka, cacat tetap, atau hilangnya nyawa bagi pihak lain dikenai sanksi
pidana sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
(4) Pengenaan sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak membebaskan dirinya membayar ganti rugi bagi korban.
(5) Besaran ganti rugi korban ditetapkan berdasarkan putusan pengadilan.
Pasal 54
(1) Penyidik adalah : a. pejabat Polisi Negara Republik Indonesia ;
b. pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
UndangUndang.
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a di atas adalah: a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak
pidana;
b. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka;
d. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan ;
e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. mengambil sidik jari dan memotret sesorang;
g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
mendatangka orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan;
i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.
(3) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b di atas sesuai Undang-Undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik Kepolisian Republik Indonesia.
(4) Dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku.
Bagian Kedua Sanksi Pidana
Pasal 55 (1) Pelanggaraan terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis, diancam
pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
(2) Penyalagunaan dana penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis selain yang dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan kerugian keuangan Negara/daerah dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis dikenakan sanksi berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Sanksi sebagaimana dimasud pada ayat (2) dapat berupa sanksi pidana, perdata dan atau sanksi administrasi.
(4) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan dalam bentuk: a. Sanksi kepegawaian sebagaimana diatur dalam perundang-undangan dalam
bidang kepegawaian
b. Tuntutan perbendaharaan dan ganti rugi, diatur dalam perundang-undangan dalam bidang pengelolaan Keuangan Negaara / Daerah.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN Pasal 56
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 109
(1) Pada saat diundangkanya Peraturan Daerah ini penyelanggaraan program
kesehatan gratis yang sedang berjalan efektif dengan dasar Peraturan Bupati Nomor
9 Tahun 2006 tentang Pedoman penyelenggaraan pelayanaan/pengobatan gratis di
Puskesmas dan jaringannya yang dijamin oleh Pemerintah daerah dinyatakan tidak
berlaku
(2) Terhadap segala kebijaksanaan Pemerintah Daerah yang bersifat pedoman dalam
pelaksanaan program penyelenggaraan kesehatan gratis di Kabupaten Sumbawa
Barat sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini tetap berlaku.
(3) Selambat-lambatnya 1 tahun sejak Peraturan Daerah ini diberlakukan segala
kebijaksanaan penyelenggaraan kesehatan gratis sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP Pasal 57
Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaannya pelayanan kesehatan gratis akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan/Keputusan Bupati. Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan dan agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Sumbawa Barat
Ditetapkan di Taliwang pada tanggal ............... 2011 BUPATI SUMBAWA BARAT, ZULKIFLI MUHADLI Diundangkan di Taliwang pada tanggal Nopember 2011 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT, MUSYAFIRIN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT TAHUN........... NOMOR .............
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR .............. TAHUN 2012
TENTANG
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 110
PELAYANAN KESEHATAN GRATIS I. UMUM
Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. dalam rangka itu, maka kesehatan menjadi salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus diwujudkan. Dan untuk mencapai tujuan tersebut, maka diselenggarakanlah upaya pembangunan kesehatan di sumbawa barat yang dilakukan secara berkesinambungan, menyeluruh terarah dan terpadu. Dalam rangka meningkatkan akses pelayanan kesehatan, meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan serta membantu meringankan biaya kesehatan bagi masyarakat, maka pembangunan kesehatan pemerintah daerah kabupaten Sumbawa Barat sejak tahun 2006 dilaksanakan dengan menetapkan program pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis di Puskesmas dan jaringannya. Kebijakan ini sebagai wujud komitmen pemerintah daerah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, tercapainya cita-cita bangsa dan tujuan pembangunan kesehatan.
Kesehatan itu sendiri sesungguhnyanya merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan, bukan hanya oleh pemerintah, melainkan pula pemerintah daerah Kabupaten Sumbawa Barat sebagaimana amanah konstitusi, Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Oleh sebab itu, dibutuhkan kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya secara terus menerus yang dilandasakan pada prinsip nondiskriminatif, partisipatif, perlindungan, dan berkelanjutan untuk terbentuknya sumber daya manusia di Kabupaten Sumbawa Barat, yang maju dan beradab, memiliki ketahanan dan daya saing yang tinggi, serta dapat memajukan pembangunan daerah maupun nasional.
Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa Barat melalui program pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis di Puskesmas dan jaringannya sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bupati Nomor 9 Tahun 2006. Namun, sejalan dengan berbagai perubahan kebijakan atau peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan, perubahan atas paradigma kesehatan, perkembangan teknologi kesehatan, serta tuntutan dan kebutuhan masyarakat serta dinamika sosial, ekonomi, dan politik terus mengalami perubahan dan perkembangan di daerah, serta banyaknya berbagai kendala dan tantangan yang dihdapi dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis di Kabupaten Sumbawa Barat, maka perlu dilakukan penyesuaian atau penyempurnaan Peraturan Bupati Nomor 9 tahun 2006.
Perubahan kebijakan pelayanan dan pengobatan gratis ini dilakukan dalam rangka untuk menyempurnakan berbagai kelemahan dan tantangan yang dihadapi selama ini dalam pelaksanaan program pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis, sekaligus untuk memperkuat landasan hukum penyelenggaraan program, meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan, serta memastikan adanya peningkatan mutu pelayanan dan keberlanjutan program di masa mendatang. Hal tersebut perlu dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa Barat, selain sebagai upaya untuk memenuhi hak-hak masyarakat juga adalah sebagai upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan akselreasi pencapian visi dan misi pembangunan kesehatan di daerah yang lebih maju dan sejahtera i masa mendatang. Atas dasar itulah, dibentuk peraturan daerah ini.
II. PASAL DEMI PASAL
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 111
Pasal 1
Cukup jelas. Pasal 2
Pelayanan kesehatan gratis adalah merupakan pelayanan publik oleh karena itu dalam pelayanan kesehatan harus harus memperhatikan asas-asas pelayanan publik, meliputi ;
(1) Asas kepentingan umum asas kepentingan umum yang berarti bahwa penyelanggaraan pelayanan kesehatan ditujukan untuk kepentingan umum, berdasarkan perikemanusiaan, adil dan merata kepada semua lapisan masyarakat yang terjangkau.
(2) asas kesamaan hak yang dimaksud dengan asas kesamaan hak bahwa dalam pemberian pelayanan kesehatan tidak dibolehkan untuk membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan atau status ekonomi dan sosial, petugas pelayanan kesehatan harus memperhatikan dan memprioritaskan kebutuhan dan akses pelayanan kesehatan gratis bagi fakir miskin.
(3) asas profesional yang dimaksud dengan asas profesional adalah bahwa dalam pengelolaan program dan pemberian pelayanan kesehatan gratis pelaksana pelayanan kesehatan memiliki kompetensi atau keahlian yang memadai sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya.
(4) asas transparansi yang dimaksud dengan asas transpransi adalah bahwa dalam pengelolaan program pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pertanggungjawaban penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis dilakukan secara terbuka, baik berkaitan dengan lingkup pelayanan, prosedur pelayanan, maupun jenis pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
(5) Akuntabilitas publik yang dimaksud dengan asas akuntabilitas publik adalah bahwa dalam pengelolaan program dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis yang diberikan dapat dipertanggung jawabkan (akuntabel), baik dari aspek perencanaan, pelaksanaan, pelayanan maupun aspek kesehatan.
(6) asas partisipatif yang dimaksud dengan asas partisipatif adalah bahwa dalam pengelolaan program, khususnya perencanaan program pelayanan kesehatan gratis melibatkan masyarakat dan ada peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat
(7) asas Kepastian Hukum yang dimaksud dengan asas kepastian hukum bahwa dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis berdasarkan atas peraturan perundang-undangan yang berlaku dan adanya jaminan dan perlindungan terhadap hak dan kewajiban dalam pelayanan kesehatan, baik bagi penerima layanan maupun petugas layanan kesehatan
(8) asas inovatif yang dimaksud dengan asas inovatif adalah bahwa dalam pengelolaan program dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis yang diberikan kepada masyarakat harus terus ditingkatkan dengan memberikan inovasi yang baik untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
(9) asas cepat, cermat dan akurat yang dimaksud dengan asas cepat, cermat, akurat adalah bahwa penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang diberikan dilakukan secara cepat tanpa mengabaikan kecermatan dan akurasi medis.
(10) asas kendali mutu dan kendali biaya
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 112
yang dimaksud dengan asas kendali mutu dan kendali biaya adalah bahwa penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis yang dilaksanakan dapat dipertanggung jawabkan dari segi mutu atau kualitas dengan pengelolaan dan pembiayaan yang efektiv dan efisien.
(11) Asas ketepatan waktu yang dimaksud dengan asas ketepatan waktu adalah penyelesaian setiap jenis pelayanan dilakukan tepat waktu sesuai dengan standar pelayanan kesehatan yang ditetapkan.
(12) asas fasilitas dan perlakukan khusus bagi kelompok rentan yang dimaksud dengan fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan adalah pemberian kemudahan pelayanan kesehatan gratis bagi kelompok rentan, seperti fakir miskin, anak terlantar, lanjut usia sehingga tercipta keadilan dalam pelayanan kesehatan gratis.
Pasal 3 Yang dimaksud dengan tercapainya derajat kesehatan masyarakat adalah tercapainya suatu keadaan kesehatan masyarakat dimana keadaan tersebut lebih baik dari keadaan sebelumnya sehingga masyarakat dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sedangkan yang dimaksud dengan peradaban fitrah yang maju adalah suatu keadaan diaman peradaban masyarakat sumbawa barat yang secara sosial ekonomi, budaya, politik dan hukum, serta keamanan memiliki kemandirian dan kemajuan yang tinggi dalam mengembangkan berbagai potensi dan peluang pembangunan di Kabupaten Sumbawa Barat, sehingga kesejahteraan sosial di Kabupaten Sumbawa Barat dapat tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan.
Pasal 4 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2) Yang dimaksud dengan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat adalah program jaminan sosial pemerintah daerah di bidang kesehatan yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten sumbawa barat kepada seluruh penduduk kabupaten sumbawa barat yang dijamin kesehatannya oleh pemerintah daerah.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan jaminan asuransi kesehatan adalah asuransi kesehatan yang dibayar oleh pemerintah daerah untuk setiap peserta yang memenuhi syarat sebagai peserta layanan kesehatan dan pengobatan gratis kepada penyelenggara asuransi kesehatan yang ditunjuk/ditetapkan oleh pemerintah daerah sebagai pihak penyelnggara asuransi kesehatan layanan kesehatan gratis di Kabupaten Sumbawa Barat
Pasal 5 Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1) Huruf a Cukup jelas
Huruf b Yang dimaksud dengan penghasilan rendah adalah penghasil yang tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan penghasilan Rp.10.000 atau 1,00 dolar AS perhari.
Huruf c Asuransi dimaksud antaralain adalah asuransi kesehatan (ASKES), Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), dan asuransi lainnya.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 113
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan Kartu Tanda Penduduk adalah identitas resmi Penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan atau instansi resmi yang ditunjuk oleh Pemerintah Daerah untuk menerbitkan Kartu Tanda Penduduk. Sedangkan yang dimaksud dengan Kartu Keluarga adalah kartu identitas keluarga yang memuat data tentang nama, susunan dan hubungan dalam keluarga, serta identitas anggota keluarga.
Ayat (3)
Bagi Pegawai Negeri Sipil atau Pegawai Honorer/Sukarela Daerah atau Pegawai Swasta surat keterangan penghasilan dikeluarkan dari atasan/instansi dimana tempat bekerja, bagi petani, peternak, atau penduduk yang belum bekerja, dibuat surat pernyataan penghasilan oleh yang bersangkutan diatas materai dan disahkan/rekoemndasikan oleh pemerintah desa dan diketahui oleh pemerintah kecamatan setempat.
Pasal 7
Cukup jelas. Pasal 8
Cukup jelas. Pasal 9
Cukup jelas. Pasal 10
Cukup jelas. Pasal 11
Cukup jelas. Pasal 12
Cukup jelas. Pasal 13
Cukup jelas. Pasal 14 Pasal 15
Cukup jelas. Pasal 16
Cukup jelas Pasal 17
Cukup jelas. Pasal 18
Cukup jelas. Pasal 19
Cukup jelas. Pasal 20
Cukup jelas. Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22 Cukup jelas.
Pasal 23 Cukup jelas.
Pasal 24 Cukup jelas.
Pasal 25 Cukup jelas.
Pasal 26 Cukup jelas.
Pasal 27 Ayat (1)
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 114
Cukup jelas. Pasal 28
Ayat (1) Yang dimaksud dengsn standar pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 29 Cukup jelas
Pasal 30 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan maklumat pelayanan adalah pernyataan tertulis yang berisi keseluruhan rincian kewajiban dan janji yang terdapat dalam standar pelayanan.
Ayat (2) Publikasi adalah kegiatan komunikasi melalui penyebaran informasi dan atau pengumuman/pernyataan kepada masyarakat dan para pemangku kepentingan. Publikasi tersebut dapat dilakukan melalui penyebaran informasi di media massa cetak maupun elektornik, pemasangan brosur, spanduk dan media informasi lainnya.
Pasal 31 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Sistem informasi Layanan Kesehatan Gartis adalah rangkaian kegiatan yang meliputi penyimpanan dan pengelolaan informasi tentang data kepesertaan program layanan kesehatan gratis, jenis dan cakupan layanan, data jumlah pasien yang berkunjung, jumlah dan jenis penyakit, jumlah dan jenis obat, dan data serta informasi lainnya, serta mekanisme penyampaian informasi dari penyelenggara kepada masyarakat dan sebaliknya dalam bentuk lisan, tulisan Latin, tulisan dalam huruf Braile, bahasa gambar, dan/atau bahasa lokal, serta disajikan secara manual ataupun elektronik.
Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1) Jaminan sebagaimana dimaksud adalah berupa ketersediaan anggaran khusus untuk alokasi pembiayaan pelayanan dan pengobatan gratis di puskesmas dan jaringannya.
Ayat (2) Cukup jelas
.Ayat (3) Dana cadadangan sebagaimana dimaksud adalah dana taktis yang
dialokasikan oleh Pemerintah Daerah bersama dengan DPRD untuk mengantisipasi penambahan jumlah peserta penerima layanan kesehatan gratis pada tahun anggaran atau program berjalan.
Ayat (4)
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 115
Asumsi dana cadangan 10% didasari jumlah pertumbuhan penduduk dan jumlah peserta pelayanan kesehatan gratis mengalami peningkatan per tahun sebanyak 10%, jika alokasi biaya kesehatan APBD tahun anggaran sekarang 1 milyar, maka alokasi dana cadangan sebesar Rp.100 juta dalam APBD tersebut, jumlah dana cadangan ini disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan perkembangan jumlah layanan kesehatan gratis.
Pasal 33
Cukup jelas. Pasal 34
Ayat (1) yang dimaksud dengan fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan atau masyarakat termasuk swasta.
Ayat (2)
Cukup jelas. Pasal 35
Cukup jelas. Pasal 36
Cukup jelas. Pasal 37
Cukup jelas. Pasal 38
Cukup jelas. Pasal 39
Cukup jelas. Pasal 40
Cukup jelas Pasal 41
Cukup jelas. Pasal 42
Cukup jelas. Pasal 43 Ayat (1)
yang dimaksud dengan evaluasi dan penilaian kinerja kegiatan evaluasi yang dilakukan secara periodik yang dilakukan oleh instansi yang bersangkutan meliputi antara lain kegiatan evaluasi dan penilaian bulanan, evaluasi dan penilaian tengah semester, serta evaluasi dan penilaian tahunan.
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas Pasal 44
Ayat (1) Penghargaan (reward) kepada para pelaksana/tenaga kesehatan yang berprestasi dapat diberikan dalam bentuk pemberian beasiswa, pelatihan atau dalam bentuk lainnya sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan daerah.
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 45 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 116
yang dimaksud dengan unit khusus/Komisi pengaduan adalah kelompok kerja/bidang kerja yang secara khusus menangani pengaduan dan penyelesaian pengadian pelayanan kesehatan masyarakat, unit/komisi khusus ini secara struktural organisasi dapat berada dibawah atau bagian dari Dewan Kesehatan Daerah dan atau dapat dibentuk secara tersendiri, sifatnya dapat adhoc atau permanen sesuai dengan situasi dan kondisi serta kebutuhan daerah.
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas Pasal 46
Cukup jelas. Pasal 47
Ayat (1) Jaminan dimaksud adalah jaminan atas perlindungan hukum atas hak-hak pasien atau hak-hak masyarakat, dimana masyarakat sebagai pelapor/pengadu tidak dibolehkan untuk diberikan ancaman dari penyelenggara atau pelaksana pelayanan kesehatan, baik berupa ancaman fisik maupun psikologis, serta ancaman lainnya seperti ancaman gugatan/pelaporan atau sanksi hukum karena laporannya/pengaduannya atas pelayanan kesehatan yang disampaikan pasien atau masyarakat atas layanan kesehatan yang berikan oleh penyelnggara maupun oleh tenaga kesehatan.
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas
Ayat (5) Cukup jelas Pasal 48
Cukup jelas. Pasal 49
Cukup jelas. Pasal 50
Cukup jelas. Pasal 51
Cukup jelas. Pasal 52
Cukup jelas. Pasal 53
Cukup jelas. Pasal 54
Cukup jelas. Pasal 55
Cukup jelas. Pasal 56
Cukup jelas. Pasal 57
Cukup jelas. Pasal 58
Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR ............5063
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 117