buku ajar mata kuliah hukum perjanjian kredit dan jaminan
DESCRIPTION
RecommendedTRANSCRIPT
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
BAB I
PENGERTIAN PERJANJIAN KREDIT
1. Pengertian Perjanjian Kredit
Menurut Pasal 1233 BW, suatu perikatan dapat lahir dari suatu persetujuan
(perjanjian) atau dari undang-undang. Perikatan oleh Buku III BW diartikan
sebagai : suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua
orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari
yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan
itu. Perikatan mempunyai arti yang lebih luas dari pada perjanjian, perikatan
merupakan suatu pengertian abstrak, sedangkan suatu perjanjian adalah suatu
peristiwa hukum yang kongkrit 1.
Arti Perjanjian menurut Pasal 1313 BW adalah : Suatu perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang lain atau lebih.
Perjanjian yang telah disetujui tersebut akan menimbulkan hak dan kewajiban
bagi kedua belah pihak (Twee Zijdig) dari perbuatan-perbuatan yang telah
dilakukan, dan kedua belah pihak tersebut dalam istilah hukum sehari-hari
disebut : Kreditor, yaitu pihak yang memiliki hak, dan Debitor sebagai pihak
yang mempunyai kewajiban.
1 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, Cetakan XXVI, 1994, hal 122.
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
1
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Kredit berasal dari kata “Credere” (Romawi) dan “Vertrouwen” (Belanda),
dalam bahasa Inggris adalah Trust of Confidence yang artinya adalah percaya.
Kepercayaan menjadi unsur yang sangat penting dalam pergaulan hidup
manusia pada umumnya, terliebih lagi pada hubungan hukum dalam bentuk
perjanjian kredit. Dalam dunia perkreditan baik dalam bentuk kredit uang atau
barang, dalam konteks ini kepercayaan yang diberikan Kreditor (baik lembaga
Bank maupun lembaga non-Bank) hanya diberikan kepada orang-orang
(Debitor) yang dapat dipercaya2. Penilaian kepercayaan tersebut secara umum
dapat dilihat dari kemampuan dari Debitor untuk mengembalikan pinjaman
tepat pada waktunya, dengan jumlah yang sesuai beserta bunganya (bagi
hasil), dan menggunakan uang pinjaman tersebut sesuai dengan tujuan. Jika
Debitor tiak mampu memenuhi ketentuan tersebut maka Debitor tidak akan
dipercaya lagi untuk memperoleh pinjaman (kredit).
Pengertian kredit menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan : Kredit ialah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga.
2 Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Bandung, Cetakan II, 2004, hal 92.
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
2
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Dari pengertian diatas dapat diambil beberapa unsur-unsur penting di dalam
pengertian Perjanjian Kredit, yaitu :
a. Adanya subyek hukum yang terdiri dari para pihak (2 orang atau
lebih) yang berposisi sebagai Kreditur (yang memberikan kredit)
dan Debitur (yang menerima kredit)
Jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang
Perbankan pihak Kreditor sebagai pemberi kredit merupakan lembaga
Bank (Badan Usaha), baik dalam bentuk Bank Konvensional (Bank Umum),
maupun Bank yang berdasarkan prinsip syari’ah, serta Bank Perkreditian
Rakyat. Sedangkan pihak Debitor adalah nasabah dari Bank bersangkutan
yang telah memperoleh kredit. Namun jika mengacu pada konsep
hubungan hukum pinjam meminjam, maka para pihaknya dapat berbentuk
individu-individu, maupun berbentuk badan usaha yang memiliki posisi
yang sama baik sebagai Kreditor (yang memberi pinjaman) dan Debitor
(yang mendapat pinjaman).
b. Obyek hukumnya berupa uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan
Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan yang
menjadi obyek dari perjanjian kredit adalah uang sebagai alat pembayaran
yang sah yang harus dikembalikan oleh Debitur, atau dalam bentuk
tagihan yang didasarkan pada hak tagih (vorderingsrecht).
c. Berdasarkan kesepakatan pinjam-meminjam
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
3
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Perjanjian pinjam-meminjam menurut Pasal 1754 BW sebagai acuan dari
perjanjian kredit adalah : perjanjian dengan mana pihak yang satu
memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang
yang habis karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang
belakangan ini akan mengembalikan jumlah yang sama dari macam dan
keadaan yang sama pula. Pinjam-meminjam menurut BW tersebut
mengandung pengertian yang luas, yaitu meliputi perjanjian pinjam-
meminjam benda atau barang yang habis dipakai dan pinjam uang.
Berdasarkan perjanjian pinjam-meminjam uang maka si peminjam uang
(Debitor) dikemudian hari harus mengembalikan uang tersebut.
d. Dalam bentuk Utang
Utang menurut ketentuan Pasal angka 6 Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
adalah : Kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah
uang, baik dalam mata uang Indonesia atau mata uang asing, baik secara
langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontijen, yang
timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi
oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk
mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.
e. Dalam jangka waktu tertentu
Yaitu adanya periode waktu tertentu yang ditetapkan dan disepakati oleh
para pihak dalam perjanjian kredit untuk melakukan pelunasan hutangnya
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
4
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
atau periode waktu untuk melakukan pembayaran kredit (cicilan) utang
kepada kreditur.
f. Mengenal sistem bunga/bagi hasil
Suatu mekanisme jasa keuntungan dalam sistem perbankan konvensional
(umum) atau bagi hasil dalam sistem perbankan syariah.
2. Kategori Perjanjian Kredit
Dalam lingkup hukum perjanjian dikenal 2 (dua) kategori perjanjian, yaitu :
a. Perjanjian Bernama (Benoemde Overeenkomst)
Yaitu perjanjian yang namanya / titelnya diatur di dalam BW, khususnya Buku III
title V – XVIII. Adapun macam-macamnya adalah :
- Perjanjian Jual Beli (Pasal 1457 – 1540 BW)
- Perjanjian Tukar Menukar (Pasal 1541 – 1546 BW)
- Perjanjian Sewa Menyewa (Pasal 1547 – 1600 BW)
- Perjanjian Melakukan Pekerjaan (Pasal 1601 – 1617 BW)
- Perjanjian Persekutuan (Pasal 1618 – 1652 BW)
- Perjanjian Perkumpulan (Pasal 1653 – 1665 BW)
- Perjanjian Hibah (Pasal 1666 – 1693 BW)
- Perjanjian Penitipan Barang (Pasal 1694 – 1739 BW)
- Perjanjian Pinjam Pakai (Pasal 1740 – 1753 BW)
- Perjanjian Pinjam Meminjam (Pasal 1754 – 1769 BW)
- Perjanjian Bungan Tetap / Bunga Abadi (Pasal 1770 – 1773 BW)
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
5
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
- Perjanjian Untung Untungan (Pasal 1774 – 1791 BW)
- Perjanjian Pemberian Kuasa (Pasal 1792 – 1819 BW)
- Perjanjian Penanggungan Utang (Pasal 1820 – 1850 BW)
- Perjanjian Perdamaian (Pasal 1851 – Pasal 1864 BW)
b. Perjanjian tak Bernama (Onbenoemde Overeenkomst)
Yaitu perjanjian yang namanya tidak diatur dalam Buku III BW, dimana
nama dan bentuknya selain dari ketentuan yang diatur dalam title V – XVIII
BW, namun eksistensi dan keberadaanya diakui di masyarakat.
Keberadaan perjanjian tak bernama merupakan tuntutan dari
perkembangan zaman dan biasanya diatur dalam peraturan perundang-
undangan sendiri, seperti : Perjanjian Kredit.
Pasal 1319 BW:
Semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak
dikenal dengan nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum yang
termuat di dalam BW.
Dilihat dari 2 kategori perjanjian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
Perjanjian Kredit masuk pada ketegori Perjanjian tak Bernama atau
Onbenoemde Overeenkomst. Dalam mengartikan sifat dari Perjanjian Kredit
secara teoritis terdapat 2 (dua) paham yang mencoba menggolongkan
keberadaan dari Perjanjian Kredit tersebut, yaitu :
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
6
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
a. Pendapat para doktriner
Menyatakan bahwa Perjanjian Kredit bersifat Obligatoir Overeenkomst(en),
yaitu:
Obligatoir berasal dari kata Obligatio yang artinya kewajiban.
Perjanjian Kredit bersifat Obligatoir Overeenkomst mengandung
pengertian bahwa perjanjian kredit menimbulkan adanya hak dan kewajiban
secara timbal balik, tetapi belum menyentuh kepemilikan barang bergerak
(hak kebendaan) dan penyerahannya secara nyata.
Mengenai hak kebendaan, selama belum ada levering (penyerahan
secara fisik dari orang yang memegang kekuasaan secara fisik atas barang
kepada orang lain), maka benda tetap menjadi milik si pemilik barang.
Jika timbul wanprestasi, maka timbul persoonlijk recht yaitu hak untuk
menuntut satu sama lain (misalnya : nasabah menunggak, maka bank bisa
menuntut bayaran angsuran kepada nasabah).
Jika nasabah dituntut padahal belum menerima dana, maka dapat
diselesaikan melalui lembaga Exceptio Non Adempleti Contractus
(menangkis / menolak karena bank belum melaksanakan kewajiban).
b. Pendapat lain
Menyatakan bahwa Perjanjian Kredit bersifat “Riil”, yaitu :
Perjanjian Kredit bersifat Riil mengandung pengertian bahwa
perjanjian kredit tidak mempunyai arti jika tidak ada penyerahan sejumlah
dana kepada pihak debitur.
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
7
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Jadi, perjanjian kredit hanya merupakan perjanjian permulaan yang
tidak ada artinya jika tidak disertai dengan levering (penyerahan barang).
Dari dua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Perjanjian Kredit
merupakan perjanjian yang bersifat “obligatoir overeenkomst” dengan dasar
argumentasi yuridis bahwa dalam pasal 1233 BW disebutkan “perjanjian
melahirkan perikatan”, sehingga obligatoir / kewajiban sudah menimbulkan
perjanjian yang mengikat para pihaknya untuk memenuhi hak dan kewajiban.
Adanya hak dan kewajiban diantara para pihak tersebut menimbulkan
“persoonlijk recht”, jika ada salah satu pihak yang tidak memenuhi kewajiban,
maka salah satu pihak tersebut dapat mengajukan tuntutan.
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
8
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
BAB II
ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK3
1. Ruang Lingkup Asas Kebebasan Berkontrak Dalam BW
Berlakunya asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian Indonesia
antara lain dapat disimpulkan dari beberapa pasal, yaitu :
a. Pasal 1329 BW, Menentukan bahwa setiap orang cakap untuk membuat
perjanjian, kecuali jika ia ditentukan tidak cakap oleh undang-undang;
b. Pasal 1332 BW, Dapat disimpulkan bahwa asalkan menyangkut barang-
barang yang bernilai ekonomis, maka setiap orang bebas untuk
memperjanjikannya;
c. Pasal 1320 ayat (4) BW jo 1337 BW, Dapat disimpulkan bahwa
asalkan bukan mengenai kausa yang dilarang oleh undang-undang atau
bertentangan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum, maka setiap
orang bebas untuk memperjanjikannya;
d. Pasal 1330 BW, Menyimpulkan bahwa ketentuan peraturan perundang-
undangan tidak memberikan larangan kepada seseorang untuk membuat
perjanjian dalam bentuk tertentu yang dikehendakinya, seperti : dalam
bentuk lisan maupun tertulis (baik dibawah tangan maupun akta otentik).
3 Disimpulkan dari bukunya Sutan Remy Sjahdaeni, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal. 45-49.
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
9
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Ketentuan yang ada adalah bahwa untuk perjanjian tertentu harus dibuat
dalam bentuk yang ditentukan, misalnya dalam akta otentik.
Sebagaimana diketahui bahwa hukum perjanjian di Indonesia yang diatur
dalam Buku III BW mengandung ketentuan yang memaksa (dwingend,
mandatory) dan yang opsional (aanvullend, optional) sifatnya. Untuk
ketentuan-ketentuan memaksa para pihak tidak mungkin menyimpanginya
dengan membuat syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang lain dalam
perjanjian yang mereka buat. Namun dalam ketentuan undang-undang yang
bersifat opsional para pihak bebas untuk menyimpanginya dengan
mengadakan sendiri syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan lain sesuai dengan
kehendak para pihak.
Maksud dari adanya ketentuan yang opsional tersebut adalah hanya untuk
memberikan aturan yang berlaku bagi perjanjian yang dibuat oleh para pihak
bila memang para pihak belum mengatur atau tidak mengatur secara
tersendiri, agar tidak terjadi kekosongan pengaturan mengenai hal atau materi
yang dimaksud. Namun apabila masih adanya kekosongan aturan, maka adalah
kewajiban hakim untuk mengisi kekosongan itu dengan memberikan aturan
yang diciptakannya untuk menjadi acuan yang mengikat para pihak dalam
menyelesaikan permasalahan.
Dari apa yang telah dijelaskan di atas, maka asas kebebasan berkontrak
menurut hukum perjanjian Indonesia meliputi ruang lingkup sebagai berikut:
(1) Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian;
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
10
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
(2) Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat
perjanjian;
(3) Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari perjanjian
yang akan diabutnya;
(4) Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian;
(5) Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian;
(6) Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-
undang yang bersifat opsional (aanvullend, optional).
2. Batasan-Batasan Asas Kebebasan Berkontrak Yang Di Atur Dalam
BW
Beberapa ketentuan dalam BW melihat asas kebebasan berkontrak tidak
bekerja secara bebas mutlak, karena ada beberapa pembatasan yang diberikan
oleh pasal-pasal di dalam BW yang membuat asas kebebasan berkontrak
merupakan asas yang tidak tak terbatas, yaitu:
a. Pasal 1320 ayat (1) menentukan bahwa perjanjian atau kontrak tidak sah
apabila dibuat tanpa adanya konsensus atau sepakat dari para pihak yang
membuatnya. Ketentuan tersebut memberikan petunjuk bahwa hukum
perjanjian dikuasai oleh “asas konsensualisme”. Hal tersebut mengandung
pengertian bahwa kebebasan suatu pihak untuk menentukan suatu isi
perjanjian dibatasi oleh sepakat pihak lain, dengan kata lain asas kebebasan
berkontrak dibatasi oleh asas konsensualisme.
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
11
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
b. Pasal 1320 ayat (2) dapat pula disimpulkan bahwa kebebasan orang
untuk membuat perjanjian dibatasi oleh kecakapannya untuk membuat
perjanjian. Bagi seseorang yang menurut ketentuan undang-undang tidak
cakap untuk membuat perjanjian sama sekali tidak mempunyai kebebasan
untuk membuat perjanjian. Menurut Pasal 1330, orang yang belum dewasa
atau orang yang dibawah pengampuan tidak mempunyai kecakapan untuk
membuat perjanjian.
c. Pasal 1320 ayat (4) jo 1337 menentukan bahwa para pihak tidak bebas
untuk membuat perjanjian yang menyangkut causa yang dilarang oleh
undang-undang atau bertentangan dengan kesusilaan atau bertentangan
dengan ketertiban umum. Perjanjian yang dibuat untuk causa yang dilarang
oleh undang-undang atau bertentangan dengan kesusilaan atau
bertentangan dengan ketertiban umum adalah tidak sah.
d. Pasal 1332 memberikan arah mengenai kebebasan para pihak untuk
membuat perjanjian sepanjang yang menyangkut obyek perjanjian. Menurut
Pasal 1332 tersebut adalah tidak bebas untuk memperjanjikan setiap barang
apapun, sehingga menurut pasal tersebut hanya barang-barang yang
mempunyai nilai ekonomis saja yang dapat dijadikan obyek perjanjian.
e. Pasal 1338 ayat (3) menentukan tentang berlakunya “asas iktikad baik”
dalam melaksanakan perjanjian. Berlakunya asas iktikad baik ini bukan saja
mempunyai daya kerja pada waktu perjanjian dilaksanakan, tetapi juga
sudah mulai bekerja pada waktu perjanjian itu dibuat. Artinya bahwa
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
12
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
perjanjian yang dibuat dengan berlandaskan iktikad buruk (misalnya
penipuan), maka perjanjian itu tidak sah. Dengan demikian asas iktikad baik
mengandung pengertian bahwa kebebasan suatu pihak dalam membuat
perjanjian tidak dapat diwujudkan sekehendaknya (sesuka hatinya) tetapi
dibatasi oleh iktikad baiknya.
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
13
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
BAB III
PRINSIP-PRINSIP PENYALURAN KREDIT
Bank sebagai kreditor sebelum menyetujui permohonan calon nasabah
debitor untuk mendapatkan fasilitas kredit, pihak bank akan menganalisis calon
nasabah debitor untuk menentukan kemauan dan kemampuan calon nasabah
debitor tersebut untuk membayar kembali fasilitas kredit yang akan
dinikmatinya. Dengan kata lain, bank dengan analisisnya itu menetukan kadar
creditworthiness dari calon nasabah debitor4.
Ada dua fundamental dari analisis kredit modern, yaitu :
Pertama, penelitian terhadap sifat bisnis nasabah debitor dalam kaitannya
dengan sektor industri yang bersangkutan. Tujuannya adalah :
a. Untuk mengetahui comparative market position dari perusahaan
nasabah debitor ;
b. Tekanan-tekanan yang datang dari persaingan ;
c. Struktur resiko dan imbalan yang dapat diharapkan dari sektor industri
yang bersangkutan ;
d. The barriers to entry yaitu hambatan-hambatan untuk dapat masuk
sektor dan pasar industri ;
e. Tingkat perubahan teknologi yang mungkin terjadi5.
4 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal 176
5 Ibid.
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
14
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Kedua, adalah analisis terhadap cash flow perusahaan, yaitu untuk
mengetahui gerakan-gerakan dari uang tunai perusahaan dilihat dari segi
sumber-sumber dan segi pengunaan-penggunaannya berdasarkan data
keuangan perusahaan yang lalu. Sekali sumber-sumber dan penggunaan-
penggunaan uang tunai tersebut telah diketahui, maka perkiraan mengenai
sumber-sumber dan penggunaan-penggunaan uang tunai yang akan datang
akan dapat diperkirakan dengan baik6. Secara tradisional (yang berlaku pada
umumnya) analisis bank terhadap calon nasabah debitor dilakukan terhadap
aspek-aspek yang dikenal dalam dunia perbankan sebagai the five of credit
atau 5 C, yaitu : Character (Watak), Capital (Modal), Capacity (Kemampuan),
Collateral (Jaminan), dan Condition of Economy (Kondisi Ekonomi).
Character dan Collateral menentukan hal yang menyangkut pertanyaan :
Will he pay ? yaitu menyangkut penilaian mengenai kemauan / iktikad nasabah
debitor untuk membayar kembali kreditnya. Sedangkan Capital, Capacity dan
Condition of Economy menentukan hal yang menyangkut pertanyaan : Can he
pay ? yaitu menyangkut kemampuan nasabah debitor untuk membayar
kembali kreditnya7.
Prinsip-prinsip diatas juga diakomodasi dalam Pasal 8 Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan, yaitu : Dalam memberikan kredit atau pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan
6 Ibid.7 Ibid. hal 177
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
15
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
berdasarkan analisis yang mendalam atas iktikad dan kemampuan serta
kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi utangnya atau mengembalikan
pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.
Penjelasan dari Pasal 8 tersebut adalah :
Kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh
bank mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus
memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah yang sehat. Untuk mengurangi resiko tersebut jaminan pemberian
kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dalam arti keyakinan
atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi
kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting
yang harus diperhatikan oleh bank.
Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit,
bank harus melakukan penilaian yang sesama terhadap watak, kemampuan,
modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah debitor.
Adapun prinsip-prinsip yang terdapat pada the five of credit atau 5C,
adalah sebagai berikut :
a. Character (Watak)
Character dalam analisis kredit dijadikan dasar pertimbangan untuk
mengetahui resiko. Penilaian terhadap character dilakukan dengan cara
melakukan penyelidikan atau mencari informasi terhadap kepribadian,
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
16
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
moralitas, dan kejujuran dari seorang calon nasabah debitor. Jika informasi
mengenai character tersebut hasilnya tidak baik, maka pertimbangan untuk
menerima permohonan kredit akan semakin sulit untuk diterima oleh pihak
kreditor.
b. Capital (Modal)
Calon nasabah debitor yang akan mengajukan permohonan kredit setidaknya
harus memiliki modal untuk menjadi dasar pertimbangan kemampuan debitor
dalam mengembalikan kredit nantinya. Modal tidak saja diartikan dalam bentuk
ketersediaan uang tunai, namun dapat juga dalam bentuk aset-aset maupun
hak-hak tagih dari calon nasabah debitor.
c. Capacity (Kemampuan)
Capacity merupakan sebuah ukuran kemampuan bagi calon nasabah debitor
untuk dapat membayar / mengembalikan kredit. Ukuran kemampuan dapat
dilihat dari beberapa faktor yang relevan, diantaranya seperti : pendapatan /
income, jaminan, aset, dan sebagainya.
d. Collateral (Jaminan)
Jaminan digunakan sebagai cara untuk mengikat harta kekayaan milik calon
nasabah debitor guna menjamin kepastian pelunasan hutang jika kemudian
hari debitor tidak mampu untuk melunasinya, dengan cara mencairkan jaminan
tersebut, baik melalui pelelangan, jual-beli, maupun diambil alih oleh kreditor.
Penjaminan dapat dilakukan melalui lembaga-lembaga jaminan yang ada,
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
17
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
seperti : Gadai, Hipotik, Hak Tanggungan, Fidusia, Borgtoch, maupun Bank
Garansi.
e. Condition of Economy (Kondisi Ekonomi)
Adalah situasi ekonomi pada waktu dan jangka waktu tertentu dimana kredit itu
diberikan oleh kreditor kepada debitor, dalam hal ini apakah kondisi ekonomi
pada kurun waktu kredit dapat mempengaruhi usaha dan pendapatan
pemohon kredit untuk melunasi hutangnya. Bermacam-macam kondisi
perekonomian negara maupun dunia diluar pengetahuan kreditor dan debitor
biasanya sangat sulit untuk diprediksi, terlebih lagi dalam era globalisasi
ekonomi saat ini dimana tiap-tiap negara saling ketergantungan satu dengan
yang lainnya. Kondisi ekonomi negara/dunia yang buruk sudah pasti akan
mempengaruhi dunia perekonomian khususnya dunia usaha, yang nantinya
akan mengakibatkan terganggunya pendapatan, sehingga secara langsung
maupun tidak langsung juga akan mempengaruhi tingkat kemampuan debitor
untuk membayar hutangnya dan melunasi kreditnya. Sebagai contoh adalah
kasus krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997-1998 sebelum
era reformasi.
Disamping prinsip-prinsip diatas ada juga beberapa prinsip-prinsip secara
teoritis berkembang dan dijadikan acuan untuk menilai kemampuan debitor
dalam memperoleh kredit, yaitu :
a. Prinsip Kepercayaan
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
18
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Timbul dari pihak kreditur, pihak kreditur percaya bahwa dana (kredit) yang
akan diberikan akan bermanfaat bagi pihak debitur, dan percaya bahwa debitur
dapat mengembalikan dana (kredit) yang diberikan sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan
b. Prinsip Kehati-hatian
Timbul dari pihak kreditur, bahwa pihak kreditur harus dengan tepat
menganalisis dan mempertimbangkan semua faktor yang relevan terhadap
kredit yang akan diberikan kepada pihak debitur. Faktor relevan yang dimaksud
adalah nilai jaminan, bentuk jaminan, dan status jaminan.
c. Prinsip Sinkronisasi antara jumlah pinjaman dan income
Harus ada sinkronisasi antara jumlah pinjaman dan income (pendapatan) dari
debitur.
d. Prinsip Kesamaan Valuta
Bila dilakukan pinjam-meminjam dengan menggunakan mata uang dollar, maka
pengembaliannya harus dengan mata uang dollar juga. Pengembalian
tergantung pada fluktuasi valuta asing / mata uang asing
e. Prinsip Perbandingan yang Wajar antara nilai Pinjaman dengan
Modal
Harus ada perbandingan yang wajar (rasional) antara nilai pinjaman dan modal
f. Prinsip Perbandingan yang wajar antara nilai Pinjaman dengan
Asset
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
19
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Harus ada perbandingan yang seimbang antara pinjaman yang diminta dengan
asset yang dimiliki. Untuk peminjaman modal, yang perlu diperhatikan :
Asset dari calon peminjam (aktifa maupun pasiva)
Kepemilikan asset (Misalnya : jika mempunyai asset US$
100 juta, maka pinjaman modal yang diminta maximal US$ 60 juta).
Asset merupakan jaminan bagi kreditur. Sehingga bila debitur tidak
melunasi pinjamannya, maka asset dapat dilelang untuk membayar hutang
debitur dan untuk biaya pelelangan.
g. Prinsip 5 P
Party (para pihak) : debitur harus merupakan pihak yang sangat
dipercaya oleh kreditur
Purpose (tujuan) : tujuan penggunaan dana harus dengan alasan
atau tujuan yang jelas, praktis dan ekonomis, jangan sampai terjadi
penyalahgunaan tujuan
Payment (kemampuan membayar) : kemampuan membayar
kembali dari pihak debitur harus baik
Profitability (perolehan laba) : usaha yang dilakukan harus
profitable / menghasilkan laba
Protection (Perlindungan) : jika debitur tidak dapat membayar,
maka kreditur dapat melakukan :
- Pelelangan jaminan
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
20
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
- Gugatan berdasarkan pasal 1131 BW (Pasal 1131 BW tersebut
biasanya termuat sebagai sanksi bagi pihak debitur dalam klausula
perjanjian untuk perlindungan pihak kreditur).
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
21
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
BAB IV
BENTUK & FUNGSI PERJANJIAN KREDIT
1. Bentuk Perjanjian Kredit
Menurut ketentuan hukum yang terdapat pada Pasal 1320 BW bahwa perjanjian
kredit itu dapat dibuat dalam bentuk lisan maupun tertulis, namun dalam
membuat perjanjian kredit harus dilakukan dalam bentuk tertulis, hal ini
memiliki beberapa alasan, yaitu :
a. Kompleksnya perumusan terhadap hak dan kewajiban dari para pihak,
dimana rumusan hak dan kewajiban tersebut harus didokumentasikan
secara tertulis agar para pihak dapat melihat dan mengkoreksi secara jelas
dan nyata akan apa-apa saja yang menjadi hak dan kewajibannya.
b. Perjanjian yang dibuat secara lisan sangat sulit untuk dijadikan sebagai
alat bukti dalam pembuktian jika dikemudian hari menimbulkan sengketa
diantara para pihak, sehingga esensi dari perjanjian yang harus dibuat
secara tertulis adalah sebagai alat bukti bagi para pihak yang membuatnya.
c. Keberadaan Instruksi Presidium Kabinet Nomor : 15/EK/IN/10/1966
tanggal 10 Oktober 1966, dimana ditegaskan “dilarang untuk melakukan
pemberian kredit tanpa adanya perjanjian kredit yang jelas antara Bank dan
Debitur atau antara Bank Sentral dan Bank-Bank lainnya”. Surat Bank
Indonesia yang ditujukan kepada segenap Bank Devisa Nomor :
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
22
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
03/1093/UPK/KPD tanggal 29 Desember 1970, khususnya butir 4 yang
berbunyi :”untuk pemberian kredit harus dibuat surat perjanjian kredit”.
Dengan keputusan-keputusan tersebut diatas, maka pemberian kredit oleh
Bank kepada debiturnya menjadi pasti bahwa:
1. Perjanjian diberi nama Perjanjian Kredit;
2. Perjanjian kredit harus dibuat secara tertulis.
Dalam praktek ada 2 (dua) bentuk perjanjian kredit, yaitu8 :
a. Perjanjian kredit yang dibuat dibawah tangan, yaitu yang
dinamakan akta dibawah tangan. Artinya perjanjian yang dibuat dan
disiapkan sendiri oleh kreditor yang kemudian ditawarkan kepada debitor
untuk disepakati. Untuk efektifitas dan efisiensi biasanya kreditor sudah
menyiapkan formulir perjanjian dalam bentuk standard form yang isi, syarat-
syarat dan ketentuannya sudah disiapkan terlebih dahulu secara lengkap.
b. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris yang
dinamakan akta otentik atau akta notariil. Yang menyiapkan dan membuat
perjanjian ini adalah seorang Notaris, namun dalam praktek semua syarat
dan ketentuan perjanjian kredit disiapkan oleh Bank kemudian diberikan
kepada Notari untuk dirumuskan dalam akta notariil.
Menurut Prof. R. Subekti. SH, akta diartikan sebagai surat atau tulisan yang
sengaja dibuat dan ditanda tangani, memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi 8 Sutarno. Op.Cit. hal 100
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
23
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
dasar dari pada suatu hak untuk dijadikan alat bukti. Dengan demikian unsur
yang penting untuk suatu akta adalah:
Adanya kesengajaan;
Dibuat untuk dijadikan alat bukti tentang suatu
peristiwa yang ditandatangani.
Akta dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu :
a. Akta Otentik
Menurut Pasal 1868 BW akta otentik adalah akta yang di dalam bentuk yang
ditentukan oleh undang-undang yang dibuat oleh atau dihadapan pegawai yang
berkuasa (pegawai umum) untuk itu, ditempat dimana akta dibuatnya. Dari
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa disebut akta otentik apabila
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Akta yang dibuat oleh atau akta yang dibuat dihadapan
pegawai umum, yang ditunjuk oleh undang-undang;
Bentuk akta yang ditentukan undang-undang dan cara
membuatnya akta harus menurut ketentuan yang ditetapkan oleh undang-
undang;
Di tempat di mana pejabat berwenang membuat akta
tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa akta otentik itu adalah:
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
24
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
1. Bentuk akta ditentukan undang-undang. Contoh : Akta Jual Beli Tanah
yang dibuat PPAT, Akta Kelahiran, Akta Perkawinan, Anggaran Dasar
Perseroan Terbatas, Keputusan Hakim, dan sebagainya;
2. Dibuat oleh pejabat umum seperti Notaris, PPAT, Pejabat Catatan Sipil,
Pejabar KUA, Ketua Pengadilan, Hakim Pengadilan, dan sebagainya;
3. Kekuatan pembuktian akta otentik sempurna, artinya akta otentik itu
dianggap sah dan benar tanpa perlu pembuktian atau menyelidiki
keabsahan tanda tangan pihak-pihak tersebut;
4. akta otentik mempunyai kekauatan formal, artinya akta otentik
membuktikan kebenaran dari pada yang dilihat, didengar, dan dilakukan
para pihak tersebut. Jadi dapat menjamin kebenaran identitas para pihak,
tanda tangan para pihak, tempat akta dibuat, dan para pihak menjamin
keterangan yang diuraikan dalam akta;
5. Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian materiil, artinya akta
otentik isinya mempunyai kepastian sebagai alat bukti yang sah diantara
para pihak, para ahli waris, dan orang-orang yang memperoleh hak dari akta
tersebut. Dengan diajukannya akta otentik, hakim terikat dan tidak
diperkenankan meminta alat bukti tambahan, kecuali ada pembuktian
sebaliknya yang menyanggah isi akta tersebut;
6. Apabila akat otentik diajukan sebagai alat bukti di depan hakim,
kemudian pihak lawan membantah akta otentik tersebut, maka pihak
pembantah yang harus membuktikan bantahannya.
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
25
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
b. Akta Dibawah Tangan
Menurut Pasal 1874 BW yang dimaksud akta dibawah tangan adalah surat atau
tulisan yang dibuat oleh para pihak tidak melalui perantaraan pejabat yang
berwenang (pejabat umum). Jadi semata-mata dibuat antara para pihak yang
berkepentingan. Sehingga akta dibawah tangan dapat dibuat oleh siapa saja,
bentuknya bebas, terserah bagi para pihak yang membuat dan tempat
membuatnya dimana saja diperbolehkan. Yang terpenting bagi akta dibawah
tangan itu terletak pada tanda tangan para pihak, hal ini sesuai ketentuan
Pasal 1876 BW yang menyebutkan : “Barang siapa yang terhadapnya
dimajukan suatu tulisan (akta) di bawah tangan, diwajibkan secara tegas
mengakui atau memungkiri tanda tangannya. Kalau tanda tangan sudah diakui,
maka akta dibawah tangan berlaku sebagai bukti sempurna seperti akta otentik
bagi para pihak yang membuatnya. Sebaliknya jika tanda tangan itu dipungkiri
oleh para pihak yang telah membubuhkan tanda tangan itu harus berusaha
mencari alat-alat bukti lain yang membenarkan bahwa tanda tangan tadi
dibubuhkan oleh pihak yang memungkiri. Selama tanda tangan terhadap akta
dibawah tangan masih dipersengketakan kebenarannya, maka tidak
mempunyai manfaat yang diperoleh para pihak yang mengajukan akta dibawah
tangan sebagai alat bukti.
Dapat disimpulkan bahwa akta dibawah tangan itu adalah:
1. Bentuk akta dibawah tangan bebas, artinya para pihak yang membuat
akta dibawah tangan tersebut bebas untuk menentukan bentuknya;
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
26
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
2. Akta dibawah tangan dibuat sendiri oleh para pihak yang membuat akta
tersebut;
3. Akta dibawah tangan mempunyai kekuatan hukum pembuktian seperti
halnya akta otentik jika tanda tangan yang ada dalam akta dibawah tangan
tersebut diakui oleh para pihak yang membuatnya;
4. Akta dibawah tangan baru mempunyai kekuatan materiil jika tanda
tangannya itu diakui oleh yang menandatagani akta tersebut;
5. Untuk pembuktian di depan hakim, jika salah satu pihak mengajukan
bukti akta dibawah tangan dan akta tersebut dibantah oleh pihak lawannya,
maka pihak yang mengajukan akta tersebut yang mencari bukti tambahan
(misalnya: saksi-saksi) untuk membuktikan bahwa akta dibawah tangan
yang diajukan sebagai alat bukti tersebut benar-benar ditandatangani oleh
pihak yang membantah.
2. Fungsi Perjanjian Kredit
Perjanjian kredit yang telah ditandatangani oleh para pihak, baik yang
berbentuk akta dibawah tangan atau dalam bentuk akta otentik mempunyai
fungsi sebagai berikut:
a. Perjanjian kredit sebagai alat bukti bagi kreditur dan debitur yang
membuktikan adanya hak dan kewajiban timbal balik antara Bank sebagai
kreditur dan debitur, hak debitur adalah menerima pinjaman dan
menggunakan sesuai tujuannya dan kewajiban debitur mengembalikan
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
27
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
hutang tersebut baik pokok maupun bunganya sesuai dengan waktu yang
ditentukan. Hak kreditur untuk mendapatkan pembayaran bunga dan
kewajiban kreditur adalah meminjamkan sejumlah uang kepada debitur, dan
kreditur berhak menerima pembayaran kembali pokok dan bunga;
b. Perjanjian kredit dapat digunakan sebagai alat atau sarana pemantauan
atau pengawasan kredit yang sudah diberikan, karena perjanjian kredit
berisi syarat dan ketentuan dalam pemberian kredit dan pengembalian
kredit. Untuk mencairkan kredit dan penggunaan kredit dapat dipantau dari
ketentuan perjanjian kredit;
c. Perjanjian kredit merupakan perjanjian pokok yang menjadi dasar dari
perjanjian ikutannya yaitu perjanjian jaminan. Pemberian kredit pada
umumnya diikat dengan perjanjian jaminan atas barang bergerak maupun
tidak bergerak milik debitur atau pihak ketiga;
d. Perjanjian kredit hanya sebagai alat bukti biasa yang membuktikan
adanya hutang debitur, artinya perjanjian kredit tidak mempunyai kekuatan
eksekutorial atau tidak memberikan kekuasaan langsung kepada Bank atau
kreditur untuk mengeksekusi barang jaminan apabila debitur tidak mampu
melunasi hutangnya (wanprestasi).
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
28
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
BAB V
PERJANJIAN JAMINAN
1. Arti Pentingnya Lembaga Jaminan
Didalam aktifitas perekonomian & perdagangan dibutuhkan adanya
ketersediaan uang (modal) yang dapat diperoleh dengan cepat dalam
rangka untuk melakukan transaksi-transaksi perdagangan,
pengembangan usaha, penambahan modal, investasi, dan sebagainya.
Oleh sebab itu salah satu instrumen untuk memperoleh modal (dalam
bentuk uang tunai) dengan cepat adalah dengan kebijakan penyaluran
kredit di masyarakat. Pihak pemberi kredit (Kreditor) dalam memberikan
kredit ke penerima kredit (Debitor) harus mensyaratkan adanya jaminan
bagi pemberian kredit tersebut demi keamanan modal dan kepastian
hukum, sehingga keamanan modal dan kepastian hukum menjadi arti
penting keberadaan lembaga jaminan di masyarakat.
Jaminan kredit adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai mudah untuk
diuangkan yang diikat dengan janji sebagai jaminan untuk pembayaran
dari hutang debitur berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat kreditur
dan debitur. Kredit yang diberikan selalu diamankan dengan jaminan
kredit dengan tujuan untuk menghindarkan adanya resiko debitur tidak
mampu melunasi hutangnya. Apabila debitur karena suatu sebab tidak
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
29
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
mampu melunasi hutangnya, maka kreditur dengan bebas dapat menjual
dan menutup hutang dari hasil penjualan jaminan tersebut.9
Jadi fungsi jaminan adalah memberikan hak dan kekuasaan kepada kreditur
untuk mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan barang-barang jaminan
tersebut bila debitur tidak melunasi hutangnya pada waktu yang telah
ditentukan. Di masyarakat kredit yang didukung dengan jaminan disebut
dengan istilah Secured Loans, sedangkan kredit yang tidak didukung dengan
jaminan di masyarakat dikenal dengan istilah Unsecured Loans.10
Menurut Prof. R. Subekti. SH, jaminan yang baik atau ideal adalah jaminan-
jaminan yang memenuhi persyaratan11:
1. Yang dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak
yang memerlukan;
2. Yang tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk
melakukan (meneruskan) usahanya;
3. Yang memberikan kepastian kepada si pemberi kredit (kreditur) dalam
arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, bila perlu
dapat mudah diuangkan untuk melunasi hutangnya si penerima kredit
(debitur).
9 Sutarno. Op. Cit. hal 14210 Ibid.11 R. Subekti. Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Bandung, Citra
Aditya Bakti, 1996.
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
30
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
2. Sifat Perjanjian Jaminan
Perjanjian Jaminan merupakan perjanjian pelengkap yang sifatnya
accesoir, yaitu perjanjian tambahan yang senantiasa dikaitkan dengan
perjanjian pokok. Tujuan Perjanjian Jaminan: Melengkapi Perjanjian Pokok dan
untuk menjamin kepastian debitur dalam melunasi hutangnya kepada kreditur.
Kedudukan perjanjian jaminan yang dikonstruksikan sebagai perjanjian
accessoir (perjanjian tambahan) itu menjamin kuatnya perjanjian jaminan
tersebut bagi keamanan pemberian kredit oleh kreditur, karena kedudukan
perjanjian jamian yang bersifat accessoir tersebut memiliki beberapa akibat-
akibat hukum, yaitu:
Perjanjian Accessoir tergantung pada Perjanjian Pokok
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
31
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Hapusnya Perjanjian Accessoir tergantung pada Perjanjian Pokok
Jika Perjanjian Pokok batal, maka Perjanjian Accessoir juga ikut batal
Perjanjian Accessoir ikut beralih dengan beralihnya Perjanjian Pokok
Jika Perutangan Pokok beralih karena ; Cessi, Subrogasi, maka Perjanjian
Accessoir beralih juga tanpa adanya penyerahan khusus
3. Penggolongan Dari Lembaga-Lembaga Jaminan
Ada beberapa penggolongan dari lembaga-lembaga jaminan yang dikenal
di dalam tata hukum Indonesia, berikut ini akan dijelaskan penggolongan dari
lembaga-lembaga jaminan tersebut.
a. Menurut Cara Terjadinya
Menurut cara terjadinya jaminan itu terbagi 2 (dua) yaitu: Jaminan yang lahir
karena Undang-Undang dan Jamian yang lahir karena Perjanjian.
Jaminan yang lahir karena Undang-Undang
Adalah jaminan yang adanya ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan
tanpa adanya perjanjian daripara pihak. Contohnya : Hak Privilegi, Hak Retensi.
Jaminan yang lahir karena Perjanjian
Yaitu adalah jaminan yang timbul karena sebelumnya sudah diperjanjikan dulu
oleh para pihak. Contohnya : Hipotik, Gadai, Credietverband, Fidusia, Borgtoch,
Perjanjian Garansi, Perutangan Tanggung-menanggung
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
32
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
b. Menurut Penggolongannya
Menurut penggolongannya jaminan terbagi 2 (dua), yaitu: Jaminan Umum dan
Jaminan Khusus.
Jaminan Umum:
Jaminan diberikan bagi kepentingan semua kreditur, dan menyangkut
semua harta kekayaan debitur
Hasil penjualan jaminan dibagi-bagi secara “Ponds-Ponds Gelijk” (dibagi
seimbang dengan besar kecilnya piutang masing-masing)
Jaminan umum timbulnya dari Undang-Undang
Jaminan Khusus:
Diberikan secara khusus untuk para kreditur yang sebelumnya telah
memperjanjikan dengan debitur terlebih dahulu
Dapat berupa jaminan yang bersifat kebendaan, yaitu hanya benda-
benda tertentu yang dapat digunakan sebagai jaminan
Dapat berupa jaminan yang bersifat perorangan, yaitu adanya orang-
orang tertentu yang sanggup memenuhi / membayar prestasi manakal
debitur wanprestasi
c. Menurut Sifatnya
Menurut sifatnya jaminan terbagi 2 (dua), yaitu: Jaminan Kebendaan dan
Jaminan Perorangan
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
33
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Jaminan Kebendaan:
Hak kebendaan memberikan kekuasaan yang langsung terhadap
bendanya
Tujuannya bermaksud untuk memberikan Hak Verhaal (hak untuk
meminta pemenuhan piutang) kepada kreditur terhadap hasil penjualan
benda-benda tertentu dari debitur untuk pemenuhan piutangnya
Ciri khasnya adalah dapat dipertahankan (dimintakan pemenuhan)
terhadap siapapun juga, yaitu terhadap mereka yang memperoleh hak, baik
berdasarkan hak yang umum maupun yang khusus, juga terhadap para
kreditur dan pihak lawannya
Hak kebendaan selalu mengikuti bendanya (droit de suite /
zaaksgevolg), dalam arti bahwa yang mengikuti bendanya itu tidak hanya
haknya tetapi juga kewenangan untuk menjual bendanya dan hak eksekusi
Dikenal Azas Prioritas, yaitu bahwa hak kebendaan yang lebih dulu
terjadi lebih diutamakan dari pada hak kebandaan yang terjadi kemudian
Yang tergolong jaminan bersifat kebendaan adalah :
- Hipotik
- Credietverband
- Gadai
- Fidusia
Jaminan Perorangan:
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
34
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Hak perorangan menimbulkan hubungan langsung
antara perorangan yang satu dengan yang lainnya
Jaminan yang bersifat perorangan memberikan Hak
Verhaal kepada kreditur, terhadap benda keseluruhan dari debitur untuk
memperoleh pemenuhan dari piutangnya
Hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu,
terhadap harta kekayaan debitur seumumnya
Dikenal Azas Persamaan (Pasal 1131 & 1132 BW), yaitu
bahwa tidak membedakan mana piutang yang lebih dulu terjadi dan piutang
yang terjadi kemudian, semuanya mempunyai kedudukan yang sama
terhadap harta kekayaan debitur
Yang tergolong jaminan bersifat perorangan adalah:
- Borgtoch
- Perutangan Tanggung-menanggung
- Perjanjian Garansi
d. Menurut Obyeknya
Menurut obyeknya jaminan terbagi 2 (dua), yaitu : Jaminan Benda Bergerak dan
Jaminan Benda Tidak Bergerak. Didalam sistem Hukum Perdata pembedaan
benda bergerak dan tidak bergerak mempunyai hubungan penting dalam hal:
Penyerahan, Daluwarsa (Verjaring), Kedudukan Berkuasa (Bezit), dan Lembaga
Jaminan.
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
35
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Jaminan Benda Bergerak:
Penyerahannya dapat dilakukan dengan penyerahan nyata /
penyerahan secara simbolis.
Tidak mengenal daluwarsa
Kedudukan Berkuasanya berlaku azas sebagaimana tercantum
dalam Pasal 1977 BW (Bezit atas benda bergerak berlaku sebagai alas hak
yang sempurna)
Bentuk lembaga jaminannya adalah: Gadai, Fiducia, Hipotek
Jaminan Benda Tidak Bergerak:
Penyerahannya dilakukan secara yuridis yang bermasuk
memperalihkan hak tersebut yang dibuat dengan akte otentik dan
didaftarkan.
Mengenal daluwarsa
Untuk kedudukan berkuasanya tidak berlaku azas yang tercantum
pada Pasal 1977 BW.
Bentuk lembaga jaminannya adalah: Hak Tanggungan,
Credietverband.
e. Menurut Kewenangan Menguasainya,
Menurut kewenangan menguasainya jaminan terbagi 2 (dua), yaitu: Jaminan
yang menguasai bendanya dan Jaminan yang tanpa menguasai bendanya.
Jaminan yang menguasai bendanya:
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
36
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Obyek jaminannya dikuasai oleh kreditur
Memiliki Hak Preferensi (hak didahulukan) dalam pemenuhan piutang
Memiliki Hak Droit de Suite (hak yang senantiasa mengikuit bendanya)
Contohnya : Gadai, Hak Retensi
Jaminan yang tanpa menguasai bendanya:
Obyek jaminannya dikuasai dan dapat dimanfaatkan / dinikmati oleh
debitur
Tidak memiliki Hak Droit de Suite (hak yang senantiasa mengikuit
bendanya)
Contohnya : Hipotik, Fidusia
4. Hak-Hak Jaminan Yang Lain
Selain penggolongan lembaga jaminan ; Gadai, Hipotek, Fiducia, dan Hak
Tanggungan, dalam tata hukum Indonesia juga dikenal hak-hak yang bersifat
memberikan jaminan. Hak-hak tersebut ada yang timbul dari Undang-Undang
(contoh ; Hak Privilegi dan Hak Retensi) dan ada yang diperjanjikan terlebih
dahulu (Garansi, Perutangan Tanggung-menanggung, dan Cessi sebagai
jaminan)
a. Hak Privilegi
Adalah suatu hak yang diberikan Undang-Undang kepada kreditur
yang satu diatas kreditur yang lainnya semata-mata berdasarkan sifat
piutangnya (1134 ayat (1) BW)
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
37
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Hak Privilegi bukan merupakan jaminan yang bersifat kebendaan dan
perorangan, tetapi merupakan hak untuk lebih didahulukan dalam
pelunasan / pembayaran piutang terhadap benda si debitur.
Hak Privilegi dibedakan menjadi dua, yaitu :
- Privilegi Umum, yaitu yang tertuju terhadap seluruh benda debitur &
terdiri atas 7 macam hak yang ditentukan secara berurutan (Pasal
1149 BW)
- Privilegi Khusus, yaitu yang tertuju terhadap benda-benda khusus
debitur & terdiri atas 9 macam hak tapi tidak ditentukan urutannya
(Pasal 1139 BW)
b. Hak Retentie
Adalah hak untuk menahan sesuatu benda sampai suatu piutang yang
bertalian dengan benda itu dilunasi
Pengaturan dasar hukum Hak Retentie tersebar didalam beberapa
pasal di BW, yaitu : Pasal 567, 575, 576, 579, 834, 715, 725, 1159, 1756,
1616, 1729, 1812.
Sifat Hak Retentie tidak dapat dibagi-bagi, dimana jika sebagian saja
dari hutang itu telah dibayar, maka tidak berarti pula harus
mengembalikan sebagian dari barang yang ditahan. Hutang secara
keseluruhan harus dibayar terlebih dahulu, baru kemudian barang yang
ditahan dikembalikan.
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
38
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Hak Retentie hanya mengandung hak untuk menolak terhadap
tuntutan untuk penyerahan barang, tidak mempunyai hak untuk
didahulukan (voorang) pemenuhannya terhadap barangnya, tidak
mempunyai hak pemenuhan terhadap hasil eksekusi dari barangnya yang
ditahan (kewenangannya tidak mengandung hak untuk eksekusi)
Hak Retentie hanya tertuju pada barang dan tidak pada hak-hak, jika
barang tersebut terlepas dari kekuasaan pemegang hak retentie
(retentor) maka berakhirlah hak retenti itu
c. Cessie
Adalah penyerahan piutang atas nama yang dilakukan dengan cara
membuatkan akte otentik atau akta dibawah tangan, kemudian dilakukan
pemberitahuan mengenai adanya penyerahan itu oleh juru sita kepada
debitur dari piutang tersebut
Cessie harus dilakukan berdasarkan alas hak tertentu yaitu karena
adanya perjanjian jual beli, tukar menukar, dan penghadiahan.
d. Perutangan Tanggung Menanggung / Tanggung Renteng
Pada Perutangan Tanggung Renteng dimana ada beberapa debitur
yang wajib membayar untuk seluruh prestasi kreditur merasa terjamin
pemenuhan piutangnya
Perutangan tanggung renteng timbul karena diperjanjikan atau karena
ketentuan undang-undang.
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
39
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Yang dimaksud tanggung renteng yang bersifat memberi jaminan
ialah tanggung renteng yang pasif, yaitu dalam perutangan tersebut
terdapat beberapa orang debitur yang wajib berprestasi.
Kebalikannya adalah tanggung renteng aktif, dimana dalam
perutangan tersebut terdapat beberapa kreditur yang berhak atas
prestasi
e. Perjanjian Garansi
Merupakan perjanjian dimana pihak pertama berjanji kepada pihak
kedua untuk menanggung bahwa pihak ketiga akan berbuat sesuatu
(1316 BW), ini yang dinamakan menanggung atau menjamin pihak
ketiga.
Contoh dari perjanjian yang menimbulkan garansi adalah dalam
hukum wesel (108 KUHD), dan dapat ditemui dalam perjanjian
pengangkutan (455 KUHD)
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
40
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
BAB VI
KREDITUR & HAK EKSEKUSI
1. Pengertian & Macam-Macam Kreditur
Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-
undang yang dapat ditagih dimuka pengadilan (Pasal 1 angka (2) Undang-
Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang)
Dari definisi kreditur diatas dapat dianalisis unsur-unsur utamanya, yaitu:
a. Orang yang mempunyai piutang
b. Piutang terjadi karena perjanjian atau undang-undang
c. Dapat ditagih dimuka pengadilan
Dilihat dari macam-macamnya kreditur terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu:
a. Kreditur Konkuren
Menurut ketentuan undang-undang para kreditur mempunyai hak penuntutan
pemenuhan utang terhadap seluruh harta kekayaan debitur, baik yang
berwujud benda bergerak maupun benda tidak bergerak, dan juga baik benda
yang telah ada maupun yang masih akan ada (Pasal 1131 BW). Jika hasil
penjualan benda-benda tersebut ternyata tidak mencukupi bagi pembayaran
piutang para kreditur, maka hasil tersebut dibagi-bagi antara para kreditur
seimbang dengan besarnya piutang masing-masing/ponds-ponds gelijk (Pasal
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
41
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
1132 BW). Hak pemenuhan dari para kreditur yang seperti itu adalah sama
sederajat satu dengan yang lainnya, tidak ada yang lebih diutamakan. Kreditur
mempunyai hak bersama-sama terhadap seluruh harta kekayaan debitur, dan
seluruh harta kekayaan tersebut berlaku sebagai jaminan bagi seluruh
perutangan debitur, sehingga menjadi jaminan bagi semua kreditur. Kreditur-
kreditur yang mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat untuk
memperoleh pemenuhan piutangnya terhadap harta kekayaan debitur disebut
Kreditur Konkuren. Sedangka seluruh harta kekayaan debitur yang dipakai
sebagai jaminan bagi semua kreditur tersebut merupakan jaminan umum.
Jaminan umum yang demikian keberadaanya diberikan oleh undang-undang,
sehingga keberadaanya tidak karena diperjanjikan.
Asas persamaan hak dari para kreditur itu tidak mengenal kedudukan yang
diutamakan atau preferensi (voorrang), tidak ada yang didahulukan satu
dengan yang lainnya, juga tidak mengenal hak yang lebih tua dan hak yang
lebih muda (asas prioriteit), hak yang lebih dulu terjadi sama saja
kedudukannya dengan hak yang terjadi kemudian. Hak dari kreditur atas
benda-benda dari debitur di sini merupakan hak yang bersifat perorangan
(persoonlijk).
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kreditur konkuren itu memiliki
ciri-ciri, yaitu:
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
42
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Mempunyai kedudukan yang lebih rendah/dikalahkan dengan para
kreditur preferen
Hanya mempunyai hak yang bersifat hak perorangan (personlijk) yang
mempunyai tingkat yang sama satu dengan yang lainnya
Tidak mempunyai kedudukan untuk didahulukan (voorrang)
pemenuhannya, baik karena adanya lebih dulu ataupun karena dapat ditagih
lebih dulu (opeisbaar)
Jaminannya bersifat umum karena tidak ada perjanjian jaminan
sebelumnya, sehingga obyek jaminan berupa semua harta kekayaan debitur
Yang dijadikan jaminan adalah seluruh harta kekayaan debitur
b. Kreditur Preferen
Kreditur preferen pemenuhan piutangnya didahulukan (voorrang) dari pada
piutang-piutang lainnya. Menurut ketentuan undang-undang ditentukan bahwa
para kreditur pemegang hipotik, gadai, privelegi mempunyai kedudukan yang
lebih tinggi (diutamakan) dari piutang-piutang lainnya (Pasal 1133 BW).
Kreditur preferen pemenuhan piutangnya harus diutamakan dari pada kreditur
yang lain, terhadap hasil penjualan dari benda yang dipakai sebagai jaminan.
Kreditur preferen memiliki hak bersifat zakelijk (kebendaan) yang mengenal
asas prioriteit.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kreditur preferen itu:
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
43
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Pemenuhan piutangnya didahulukan (voorrang) dari pada piutang-
piutang lainnya karena mempunyai hak preferensi (hak didahulukan)
Dalam ketentuan UU ditentukan bahwa kreditur pemegang Hipotik,
Gadai, Hak Tanggungan, Fidusia, dan Privilegi mempunyai kedudukan yang
lebih tinggi (diutamakan) dari piutang-piutang lainnya
Jaminannya bersifat khusus, karena sebelumnya ada perjanjian jaminan,
sehingga obyek jaminan jelas seperti yang tercantum dalam perjanjian
jaminan.
Yang dijadikan jaminan tergantung dari pilihan lembaga jaminan yang
diperjanjikan oleh para pihak sebelumnya, seperti: Gadai, Borgtoch, Fidusia,
Hipotik, dan Hak Tanggungan
Hak untuk didahulukan dalam pemenuhan itu timbul karena 2 (dua) jalan,
Pertama, karena memang sengaja diperjanjikan lebih dulu bahwa piutang-
piutang kreditur itu akan didahulukan pemenuhannya dari pada piutang-
piutang lainnya. Kedua, kemungkinan untuk pemenuhan yang didahulukan itu
timbul karena memang telah ditentukan oleh undang-undang.
Hak untuk didahulukan dalam pemenuhan piutang timbul karena 2 hal, yaitu:
Pertama : Karena dari awal memang sengaja diperjanjikan lebih dulu bahwa
piutang-piutang kreditur itu akan didahulukan pemenuhannya dari
pada piutang-piutang yang lain
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
44
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Kedua : Kemungkinan untuk pemenuhan yang didahulukan itu timbul karena
memang telah ditentukan oleh UU
Untuk lebih jelas perbedaan antara Kreditur Konkuren dengan Kreditur Preferen
dapat dilihat dari tabel berikut ini:
2. Arti Pentingnya Hak Eksekusi Pada Lembaga Jaminan
a. Eksekusi
Hukum eksekusi adalah hukum yang mengatur tentang pelaksanaan hak-
hak kreditur dalam perutangan yang tertuju terhadap harta kekayaan debitur,
manakala perutangan itu tidak dipenuhi secara sukarela oleh debitur. Dalam
hubungan perutangan yang sudah dapat ditagih (opiesbaar) jika debitur tidak
dapat memenuhi prestasi secara sukarela, kreditur mempunyai hak untuk
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
45
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
menuntut pemenuhan piutangnya (hak verhaal ; hak eksekusi) terhadap harta
kekayaan tertentu debitur yang dipakai sebagai jaminan.
Hak pemenuhan dari kreditur itu dilakukan dengan cara penjualan /
mencairkan benda-benda jaminan dari debitur dimana hasilnya untuk
pemenuhan hutang debitur. Penjualan dari benda-benda tersebut dapat terjadi
melalui penjualan dimuka umum karena adanya janji / beding lebih dulu (parate
executie) terhadap benda-benda tertentu yang dijadikan jaminan. Untuk
melaksanakan akan pemenuhan haknya melalui eksekusi, kreditur harus
mempunyai alas hak untuk melakukan eksekusi melalui pensitaan eksekutorial
(executorial beslag) yang timbul karena berdasarkan putusan hakim yang
dibuat dalam bentuk Titel Eksekutorial (yang sebelumnya harus tercantum irah-
irah : “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”) atau grosse
akta notaris yang sengaja dibuat dalam bentuk eksekutorial.
b. Parate Eksekusi
Sebagai pengecualian eksekusi dapat juga dilakukan tanpa mempunyai titel
eksekutorial, yaitu dengan cara parate eksekusi (eksekusi langsung). Dengan
adanya janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri dapat melaksanakan haknya
secara langsung tanpa melalui adanya putusan hakim atau grosse akta notaris.
Dapat disimpulkan bahwa hak parate eksekusi menguntungkan karena:
Tidak membutuhkan titek eksekutorial dalam melaksanakan haknya
/ eksekusi
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
46
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Dapat melaksanakan eksekusi sendiri secara langsung (mandiri)
tanpa perduli adanya kepailitan dari debitur
c. Kepailitan
Jika pensitaan pada eksekusi dan parate eksekusi tertuju pada harta
kekayaan tertentu dari debitur dan untuk kepentingan kreditur tertentu, maka
pada kepailitan pensitaan tertuju pada harta kekayaan debitur seluruhnya
untuk kepentingan para kreditur bersama. Kepailitan adalah sita umum atas
nama semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya
dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagai mana
diatur dalam undang-undang kepailitan (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang).
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
47
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
BAB VII
KLAUSULA-KLAUSULA YANG ADA DALAM
PERJANJIAN KREDIT & JAMINAN
1. Klausula Yang Umum Ada Dalam Perjanjian Kredit & Jaminan
Klausula-klausula yang ada dalam Perjanjian Kredit & Jaminan dimaksudkan
untuk perlindungan hukum bagi para pihak. Beberapa klausula yg lazim ada
dalam Perjanjian Kredit & Jaminan, yaitu:
a. Janji yang membatasi kewenangan pemberi jaminan (kreditur)
untuk tidak menyewakan obyek jaminan
Dalam hukum gadai, penyewa gadai berfungsi sebagai
inbezitstelling (kreditur atau yang menguasai barang gadai) tidak boleh
memanfaatkan barang gadai
Pihak debitur membatasi pihak kreditur dalam menggunakan
barang gadai yang menyebabkan nilai barang menjadi menurun
Jika kreditur menyewakan barang gadai, harus ada ijin tertulis dari
debitur
Pada jaminan fidusia (fiduciaire eigendoms) dimana barang jaminan
tetap dibawa oleh debitur, kreditur juga dapat melarang debitur untuk
menyewakan barang gadai
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
48
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
b. Janji yang membatasi kewenangan pemberi jaminan (debitur)
untuk mengubah bentuk atau susunan obyek jaminan kecuali ada
ijin tertulis dari pemegang jaminan (kreditur)
Jika jaminan berupa rumah, berdasarkan UU No 1 Thn 1996
(tentang jaminan tanah dan benda-benda diatasnya), maka rumah
tersebut tidak boleh disewakan, dijual atau di renovasi yang
mengakibatkan terjadinya perubahan struktur pada rumah tersebut
Jika rumah dibangun ulang oleh debitur dengan pelaksanaan oleh
pihak ketiga, maka harus ada ijin tertulis dari kreditur. Jika tidak ada ijin
tertulis, maka perjanjian dinyatakan vernietigbaar (dapat dibatalkan)
c. Janji yang memberikan kewenangan pada pemegang jaminan
(kreditur) untuk mengelola obyek jaminan
Tetap harus diatur karena kreditur hanya memegang obyek
jaminan, bukan pemilik.
Dalam kasus gadai tanah dalam hukum adat, pembeli gadai tanah
(kreditur) dapat mengelola tanah yang digadaikan dalam waktu tertentu.
Jika penjual gadai (debitur) menggadaikan tanahnya sebesar Rp. 50 juta,
maka pembeli gadai (kreditur) tidak perlu membayar gadai tersebut jika
tanah gadai yang dikelolanya memberikan hasil lebih dari Rp. 50 juta.
d. Janji yang memberikan kewenangan pada pemegang jaminan
(kreditur) untuk menyelamatkan obyek jaminan
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
49
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Misal : menyelamatkan obyek jaminan dari bencana alam, kebakaran,
dll
Pemegang obyek jaminan (kreditur) dapat meminta uang kepada pihak
debitur dalam melindungi obyek jaminan yang dapat menurunkan nilai
dari obyek jaminan
e. Janji bahwa pemegang jaminan yang pertama mempunyai hak
untuk menjual atas kekuasaannya sendiri (eigenmacht)
Contoh : A menjaminkan rumahnya (senilai Rp. 500 juta) untuk jumlah
kredit yang lebih kecil (senilai Rp. 100 juta). Jika A masih kekurangan
modal, maka A dapat mencari kreditur lain dengan obyek jaminan yang
sama. Dalam perjanjian tersebut biasanya kreditur pertama dapat
menjual obyek jaminan jika ternyata A bermasalah untuk membayar
kembali kreditnya. Sehingga kreditur pertama kemudian dapat
menyelesaikan urusan hutang dengan kreditur yang lain.
Kreditur pertama mempunyai hak istimewa (hak previlege) untuk
menjual obyek jaminan.
f. Janji yang diberikan kepada pemegang hak jaminan pertama
bahwa obyek jaminan tidak akan dibersihkan dari hak jaminan.
Rp.100 jt A meminjam uang dari B sebesar Rp. 100 juta dengan
menjaminkan obyek senilai Rp. 500 juta. Karena dana
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
50
A
B
B
500jt
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
masih kurang, A meminjam uang dari C dengan obyek
jaminan yang sama.
g. Janji bahwa pemberi jaminan tidak akan melepaskan haknya atas
obyek jaminan tanpa adanya persetujuan tertulis dari kreditur.
Dalam hal ini adalah pemberi jaminan tidak boleh melakukan pelepasan hak
(baik karena jual beli, pewarisan, dll) tanpa sebelumnya diketahui dan
disetujui oleh kreditur dan mendapat ijin dari kreditur.
h. Janji bahwa pemberi jaminan akan mengosongkan obyek jaminan
pada waktu eksekusi.
Pada kalusula ini apabila debitur cidera janji dan obyek jaminan akan
dieksekusi untuk pelunasan utang debitur tersebut kepada kreditur, maka
debitur yang menguasai obyek jaminan secara sukarela dan setiap saat
harus dapat mengosongkan benda yang menjadi obyek jaminan.
Penerapan klausula-klausula tersebut diatas dalam praktek penerapannya tidak
bersifat kumulatif, tetapi lebih bersifat individualistis, yaitu dengan melihat
beberapa ketentuan berikut, yaitu:
- lembaga jaminan yang dipakai dalam perjanjian kredit.
- hubungan hukumnya.
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
51
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
2. Klausula-Klausula Dalam Perjanjian Kredit Yang Memberatkan
Nasabah Debitur
Dari penelitian yang dilakukan oleh Sutan Remy Sjahdaeni terhadap formulir-
formulir perjanjian kredit ditemui beberapa klausul di dalam perjanjian-
perjanjian tersebut yang memberatkan nasabah debitur, yaitu:
a. Kewenangan Bank untuk sewaktu-waktu tanpa alasan apapun
dan tanpa pemberitahuan sebelumnya secara sepihak
menghentikan izin tarik kredit.
Ada dijumpai dalam perjanjian kredit bahwa Bank secara sepihak menolak
penarikan kredit dengan atau tanpa diikuti tindakan menghentikan
perjanjian kredit sebelum jangka waktu berakhir, tanpa pemberitahuan
terlebih dahulu kepada nasabah debitur. Klausul demikian memperlihatkan
Bank selaku kreditur berada dalam posisi yang kuat. Pencantuman klausula
tersebut dan pelaksanaannya oleh Bank dapat saja digugat oleh nasabah
debitur.
b. Bank berwenang secara sepihak menentukan harga jual dari
barang agunan dalam hal penjualan barang agunan karena kredit
nasabah debitur macet.
Idealnya sesuai dengan asas kepatutan dan iktikad baik Bank tidak
menentukan sendiri harga jual atas barang-barang agunan dalam rangka
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
52
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
penyelesaian kredit macet nasabah debitur. Seharusnya penafsiran harga
dilakukan oleh suatu appraisal company yang independen dan telah
mempunyai reputasi baik. Disamping itu juga undang-undang telah
menentukan cara untuk menjual barang-barang agunan berdasarkan bentuk
pengikatan jaminannya.
c. Kewajiban nasabah debitur untuk tunduk kepada segala petunjuk
dan peraturan Bank yang telah ada dan yang masih ada akan
ditetapkan kemudian oleh Bank.
Klausula ini bertentangan dengan aturan dasar yang harus diperhatikan bagi
mengikatnya syarat-syarat suatu perjanjian baku. Dan perjanjian yang
mengandung klausula ini tidak sah berdasarkan Pasal 1320 ayat (2) BW dan
Pasal 1333 BW.
d. Keharusan nasabah debitur untuk tunduk kepada syarat-syarat
dan ketentuan-ketentuan umum hubungan rekening koran dari
bank yang bersangkutan namun tanpa sebelumnya nasabah debitur
diberi kesempatan untuk mengetahui dan memahami syarat-syarat
dan ketentuan-ketentuan umum hubungan rekening koran tersebut.
Pada umumnya Bank memberikan kredit dalam bentuk rekening koran,
artinya bahwa untuk pemberian kredit itu Bank membuka suatu rekening
koran bagi nasabah debitur, rekening koran tersebut dinamakan rekening
pinjaman. Dengan dibukanya rekening pinjaman tersebut maka penarikan
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
53
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
kredit dilakukan oleh nasabah debitur dengan cara menerbitkan cek atau
giro bilyet atas beban rekening pinjaman tersebut. Karena rekening
pinjaman adalah rekening koran seperti yang telah dijelaskan, hanya saja
rekening koran untuk kredit dan bukan untuk giro, maka terhadap rekening
pinjaman diinginkan oleh Bank berlaku pula syarat-syarat dan ketentuan-
ketentuan dari perjanjian rekening koran yang berlaku bagi Bank yang
bersangkutan. Untuk keperluan itu maka perlu diperjanjikan di dalam
perjanjian kredit bahwa syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan perjanjian
rekening koran yang berlaku di Bank tersebut berlaku pula bagi rekening
pinjaman nasabah debitur. Atau dengan kata lain bahwa syarat-syarat dan
ketentuan-ketentuan perjanjian rekening koran yang berlaku pada Bank itu
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian kredit tersebut.
e. Kuasa nasabah debitur yang tidak dapat dicabut kembali kepada
Bank untuk dapat melakukan segala tindakan yang dipandang perlu
oleh Bank.
Pasal 1796 BW menentukan bahwa pemberian kuasa yang dirumuskan
dalam kata-kata umum, hanya meliputi perbuatan-perbuatan pengurusan.
Perumusan klausul tersebut di atas sangat umum, oleh karena itu sesuai
dengan ketentuan Pasal 1796 BW pemberian kuasa tersebut hanya terbatas
pada tindakan-tindakan pengurusan saja. Karena perumusan klausul
tersebut bukan saja sangat umum tetapi juga tidak menyebutkan dalam
bidang apa Bank itu diberi kuasa, maka tidak jelas kuasa tersebut mengenai
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
54
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
perbuatan-perbuatan pengurusan mengenai hal atau dalam bidang apa.
Bilamana yang dikehendaki oleh Bank agar Bank dapat melakukan tindakan
apapun dalam segala bidang (yang oleh Pasal 1796 BW dibatasi hanya untuk
melakukan tindakan-tindakan pengurusan saja), antara lain bidang
kepengurusan (manajemen), keuangan, dan harta tetap nasabah debitur,
maka Bank akan menjadi terlalu jauh mencampuri urusan nasabah debitur.
f. Kuasa nasabah debitur kepada Bank untuk mewakili dan
melaksanakan hak-hak nasabah debitur dalam setiap Rapat Umum
Pemegang Saham.
Dalam salah satu perjanjian kredit autau Bank pemerintah dijumpai klausul
yang isinya merupakan pemberian kuasa dengan hak substitusi yang tidak
dapat dicabut kembali oleh nasabah debitur kepada Bank untuk mewakili,
dan oleh karena itu untuk dan atas nama nasabah debitur dapat melakukan
segala hal yang dianggap perlu dalam melaksanakan hak-hak nasabah
debitur sebagai pemegang saham dalam setiap rapat umum pemegang
saham dan perusahaan nasabah debitur.
g. Pencantuman klausula-klausula eksemsi yang membebaskan
Bank dari tuntutan ganti kerugian oleh nasabah debitur atas
terjadinya kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat tindakan
Bank.
Klausul ini tidak dapat serta merta mengikat nasabah debitur sekalipun
nasabah debitur telah menandatangani perjanjian kredit. Asas kepatutan
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
55
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
dalam BW menghendaki agar hakim tetap mempertimbangkan masalahnya
secara kasus perkasus. Dengan kata lain pencantuman klausul tersebut bila
harus dihadapkan asas kepatutan dan pasal-pasal lain dari BW misalnya
Pasal 1267 dan Pasal 1365, tidak mempunyai arti.
h. Pencantuman Klausul eksemsi mengenai tidak adanya hak
nasabah debitur untuk dapat menyatakan keberatan atas
pembebanan Bank terhadap rekening.
Sekalipun pembukuan Bank merupakan bukti yang kuat untuk menentukan
jumlah-jumlah yang dipertikaikan (dipermasalahkan), tetapi mengingat
pembukuan Bank bukan merupakan bukti otentik, maka apabila nasabah
debitur berkeberatan mengenai jumlah-jumlah dari pembukuan tersebut
hendaknya nasabah debitur harus tetap mempunyai peluang untuk dapat
membuktikan kebenaran sebaliknya. Dari maksud Pasal 1881 BW maka
pembukuan Bank itu tidak memberikan pembuktian untuk keuntungan Bank
sebagai pembuat pembukuan tersebut. Demikian pula jika mengambil jiwa
dan tujuan dari Pasal 1872 dan Pasal 1875 BW.
Hak nasabah debitur untuk dapat membuktikan kebenaran sebaliknya dari
catatan-catatan pembukuan Bank adalah karena memang sudah sering
terjadi kesalahan dalam pembukuan Bank, juga sudah sering diketahui
mengenai terjadinya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh petugas
Bank yang merugikan nasabah debitur.
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
56
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
i. Pembuktian kelalaian nasabah debitur secara sepihak oleh pihak
Bank semata
Asas hukum pembuktian sebagaimana menurut BW dan Hukum Acara
Perdat menghendaki agar pihak yang dirugikan karena terjadinya kelalaian
oleh pihak lainnya membuktikan tentang telah dilakukannya kelalaian oleh
pihak lain tersebut. Dengan demikan bila Bank merasa bahwa nasabah
debitur memang telah lalai dan sebagai akibat kelalaian tersebut Bank
dirugikan, maka Bank harus membuktikan kelalaian tersebut. Ketentuan ini
bersifat memaksa (dwingend) dan apabila disimpangi dengan
memperjanjikannya dalam perjanjian kredit, maka klausul tersebut batal
demi hukum.
j. Penetapan dan perhitungan bunga Bank secara merugikan
nasabah debitur
Sampai saat ini penghasilan utama dari Bank-Bank adalah berasal dari
kredit. Penetapan besarnya bunga kredit oleh Bank haruslah dilakukan
sedemikian rupa sehingga lebih tinggi dari biaya dana rata-rata yang harus
dibayarkan oleh Bank kepada para nasabah dananya. Selisih antara bunga
kredit dan rata-rata biaya dana (giro, deposito, dan tabungan), atau yang
dikenal dengan istilah spread atau margin, harus pula cukup untuk dapat
menutup overhead cost dari Bank yang bersangkutan di samping masih
harus mampu menghasilkan laba untuk yang bersangkutan.
k. Denda keterlambatan merupakan bunga terselubung
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
57
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Mahkamah Agung dalam putusannya No.2027 K/Pdt./1984 tanggal 23 April
1986 telah memutuskan bahwa denda (penalty) yang telah diperjanjikan
oleh para pihak atas keterlambatan pembayaran pokok peinjaman
hakikatnya merupakan suatu bunga terselubung, maka berdasarkan asas
keadilan hal tersebut tidak dapat dibenarkan, karena itu tuntutan tentang
pembayaran denda tersebut harus ditolak.
l. Perhitungan bunga berganda menurut praktek perbankan
bertentangan dengan Pasal 1251 BW
Sudah menjadi kebiasaan dalam praktik perbankan di Indonesia untuk
membebankan bunga berganda atau bunga majemuk atau bunga berbunga,
yang tidak lain adalah bunga yang dibebankan terhadap bunga yang
tertunggak (dalam istilah disebut compound interest). Yang diterapkan oleh
Bank adalah membebankan bunga tunggakan terhadap bunga yang
tertunggak selama sebulan.
Dengan kata lain apabila nasabah debitur tidak membayar bunga dan pada
perhitungan bunga bulanan berikutnya tunggakan bunga itu belum juga
dibayar, maka terhadap bunga yang belum dibayar itu (yang tertunggak)
ditambahkan kedalam jumlah pinjaman pokok, dan terhadapnya dikenai
juga bunga. Apabila bunga tertunggak (yang telah menjadi pinjaman pokok)
yang telah berbunga itu belum juga dibayar pada perhitungan bunga bulan
berikutnya lagi, maka bunga yang telah berbunga itu dibebankan lagi
bunga, begitu seterusnya.
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
58
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
m. Pengabaian Pasal 1266 BW dan 1267 BW berkenaan dengan
klausul Events of Default
Ada yang mendalihkan bahwa klausul mengenai syarat-syarat batal atau
events of default bertentangan dengan Pasal 1266 dan 1267 BW, karena
menurut pasal-pasal tersebut pembatal perjanjian kredit dalam halnya
terjadinya syarat batal (events of default) harus dimintakan kepada hakim
dan tidak dapat dilakukan secara sepihak. Pencantuman klausul events of
default merupakan salah satu klausul yang sangat penting bagi
perlindungan Bank. Demikian pentingnya, seandainya klausul tersebut tidak
ada di dalam perjanjian kredit atau seandainya klausul itu di dalam
perjanjian kredit pelaksanaan pembatalan perjanjian hanya dapat dilakukan
berdasarkan putusan hakim di pengadilan yang melalui proses litigasi yang
panjang dan lama, maka Bank akan sangat enggan untuk bersedia
memberikan kredit tersebut.
Surat Edaran Mahkamah Agung No.3/1963 perihal “Gagasan Menganggap
Burgerlijk Wetboek Tidak Sebagai Undang-Undang” yang ditujukan kepada
Ketua Pengadilan Negeri dan Ketua Pengadilan Tinggi seluruh Indonesia,
menentukan bahwa pasal-pasal dalam BW (termasuk Pasal 1266 dan Pasal
1267) tidak lagi merupakan ketentuan undang-undang yang mengikat. Surat
Edaran tersebut memberikan keleluasaan hakim untuk mengesampingkan
pasal-pasal dari BW apabila tidak sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan
masyarakat. Sehingga penerapan syarat batal (events of default) dalam
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
59
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
perjanjian kredit dapat diterima oleh pengadilan dengan mengesampingkan
Pasal 1266 dan Pasal 1267 BW oleh hakim berdasarkan Surat Edaran
Mahkamah Agung tersebut.
Namun ketentuan hukum Surat Edaran tersebut untuk dapat
mengesampingkan peraturan perundang-undangan sangat diragukan. Asas
hukum menyatakan bahwa suatu peraturan perundang-undangan hanya
dapat dikesampingkan oleh suatu peraturan perundang-undangan lainnya
yang sederajat atau sama tinggi tingakatannya, sedangkan Surat Edaran
tersebut jelas berkedudukan lebih rendah dari BW, dengan demikian Surat
Edaran Mahkamah Agung tersebut tidak berkekuatan hukum untuk dapat
memberikan kewenangan kepada hakim untuk menyimpangkan
keberlakukan Pasal 1266 dan Pasal 1267 BW.
n. Kewajiban pelunasan bunga terlebih dahulu adalah sesuai
dengan Pasal 1397 BW, tetapi sangat memberatkan nasabah
Bila seoran nasabah debitur mengalami kredit macet dan ia bermaksud
mengangsur kreditnya itu, maka selalu Bank akan memperhitungkan
angsurannya itu terlebih dahulu untuk melunasi bunga yang tertunggak dan
bukan untuk mengangsur pokoknya. Hal ini menimbulkan keadaan di mana
setelah sekian lama nasabah debitur mengangsur pinjaman itu dapat terjadi
bahwa pokoknya tetap tidak terangsur sedikit pun dan sementara itu
mungkin bunganya tetap tertunggak. Keadaan yang demikian ini tidak
mengherankan dapat terjadi karena angsuran tersebut oleh Bank dipakai
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
60
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
untuk melunasi bunganya terlebih dahulu dan sementara itu bunga tersebut
berkembang sebagai akibat bunga terhadap pinjaman pokok ditambah
bunga terhadap bunga yang masih tertunggak terus bertambah sebagai
hasil dari perhitungan bunga berganda.
Praktek perbankan tersebut dirasakan sangat kejam oleh mereka yang
mengalami kemacetan kredit, dan mempertanyakan apakah praktek
sedemikian itu dibenarkan menurut hukum. Untuk perjanjian pinjaman uang
berlaku ketentuan Pasal 1397 BW. Menurut hemat beberapa pakar hukum
ketentuan Pasal 1397 BW sekalipun merupakan ketentuan undang-undang
tetapi dirasakan tidak sesuai dengan rasa keadilan dan kepatutan yang berlaku
di masyarakat.
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
61
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
BAB VIII
TINDAKAN HUKUM PENYELAMATAN & PENYELESAIAN
KREDIT BERMASALAH
Setiap Bank dalam menjalankan operasionalnya menginginkan dan
berusaha keras agar kualitas kreditnya dalam keadaan sehat, dalam arti
produktif dan collectable. Namun dalam kenyataannya kredit yang diberikan
kepada debitur selalu ada resiko berupa kredit yang tidak dikembalikan tepat
pada waktunya, atau yang dinamakan kredit bermasalah (Non Performing
Loan/NPL). Dalam praktek perkreditan Bank tidak bisa menghindari dari adanya
kredit bermasalah, Bank hanya berusaha menekan seminimal mungkin
besarnya kredit bermasalah agar tidak melebihi ketentuan yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia sebagai pengawas perbankan. Bank Indonesia melalui
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor : 31/147/KEP/DIR tanggal 12
November 1998 memberikan penggolongan mengenai kualitas kredit, yaitu:
a. Lancar
Kredit digolongkan lancar jika pembayaran tepat waktu, perkembangan
rekening baik, dan tidak ada tunggakan serta sesuai dengan perjanjian
kredit yang dibuat.
b. Dalam Perhatian Khusus
Kredit digolongkan dalam perhatian khusus jika terdapat tunggakan
pembayaran pokok dan/atau bunga sampai dengan 90 hari (3 bulan).
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
62
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
c. Kurang Lancar
Kredit digolongkan kurang lancar jika terdapat tunggakan pembayaran
pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 hari sampai dengan 180
hari (6 bulan)
d. Diragukan
Kredit digolongkan diragukan jika terdapat tunggakan pembayaran pokok
dan/atau bunga yang telah melampaui 180 hari sampai dengan 270 hari (9
bulan)
e. Macet
Kredit digolongkan macet jika terdapat tunggakan pokok dan/atau bunga
yang telah melampaui 270 hari (9 bulan) lebih.
Kredit yang masuk dalam golongan Lancar dan Dalam Perhatian Khusus
dinilai sebagai kredit yang Performing Loan (kredit lancar), sedangkan kredit
yang masuk golongan Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet dinilai sebagai
kredit Non Performing Loan (kredit macet). Untuk menentukan suatu kualitas
kredit masuk dalam golongan lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar,
diragukan, dan macet dapat dinilai dari 3 (tiga) aspek, yaitu:
a. Prospek usaha
b. Kondisi keuangan dengan penekanan arus kas
c. Kemampuan membayar
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
63
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Tiga aspek penilaian tersebut merupakan satu kesatuan untuk menilai kualitas
kredit, tidak secara parsial (terpisah), misalnya hanya dari kemampuan
membayar saja, meskipun kemampuan membayar lancar tetapi kalau prospek
usaha tidak ada maka kredit tersebut dapat dinilai Non Performing Loan. Untuk
menghindarkan kredit bermasalah, Bank sebenarnya sudah melakukan
pengamanan preventif dengan melakukan analisa yang mendalam terhadap
usaha dan penghasilan serta kemampuan debitur. Analisa dari apsek hukum
juga dilakukan, misalnya:
a. Legalitas debitur;
b. Legalitas usaha debitur;
c. Kewenangan orang bertindak mewakili perusahaan;
d. Keabsahan hukum dari barang yang dijadikan agunan;
e. Penjaminan/Borgtoch;
f. Mekanisme pemantauan dan pengawasan secara terus menerus.
Adanya kredit macet akan menjadi beban Bank karena kredit macet menjadi
salah satu faktor dan indikator penentu kinerja sebuah Bank, oleh karena itu
adanya kredit bermasalah terlebih lagi dalam golongan macet menuntut
adanya penyelesaian, yaitu:
a. Penyelesaian yang cepat, tepat, dan akurat dan segera mengambil
tindakan hukum jika sudah tidak ada jalan lain peneyelsaian melalui
restrukturisasi. Untuk menjaga agar kredit yang telah diberikan kepada para
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
64
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
debitur memiliki kualitas performing loan, maka harus dilakukan
pemantauan dan pengawasan untuk mengetahui secara dini bila terjadi
deviasi (penyimpangan) dan langkah-langkah memperbaikinya.
b. Dilakukan penilaian ulang (review) secara periodik agar dapat diketahui
sedini mungkin baik actual loan problem, maupun potensial problem,
sehingga Bank dapat mengambil langkah-langkah pengamanannya (action
program).
c. Dilakukan penyelamatan dan penyelesaian segera, bila kredit
menunjukan bermasalah (non performing loan).
Untuk menyelesaikan kredit bermasalah (non performing loan) ada dua strategi
yang dapat ditempuh, yaitu:
1. Penyelamatan Kredit
Penyelematan adalah suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui
perundingan kembali antara kreditur dan debitur dengan memperingan syarat-
syarat pengembalian kredit sehingga dengan demikian diharapkan debitur
memiliki kemampuan kembali untuk menyelesaikan kredit tersebut. Jadi tahap
penyelamatan kredit ini belum memanfaatkan lembaga hukum karena debitur
masih kooperatif dan prospek usaha masih dapat dilaksanakan dengan baik
(feasible). Penyelesaian kredit melalui tahap penyelamatan kredit ini
dinamakan penyelesaian melalui restrukturisasi kredit. Restrukturisasi adalah
upaya yang dilakukan Bank dalam usaha perkreditan agar debitur dapat
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
65
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
memenuhi kewajibannya. Langkah restrukturisasi ini diperlukan syarat paling
utama yaitu adanya kemauan dan iktikad baik dan kooperatif dari debitur serta
bersedia mengikuti syarat-syarat yang ditentukan Bank, karena dalam
restrukturisasi lebih banyak melakukan negosiasi dan solusi yang ditawarkan
Bank untuk menentukan syarat dan ketentuan restrukturisasi.
Dalam hal pelaksanaan restrukturisasi, Bank Indonesia mengeluarkan
petunjuk dan pedoman tentang tata cara penyelamatan kredit melalui
restrukturisasi kredit bermasalah dengan surat Direksi Bank Indonesia Nomor:
31/150/KEP/DIR tanggal 12 November 1998. Adapun tujuan restrukturisasi
adalah:
1. Untuk menghindarkan kerugian bagi Bank karena Bank harus menjaga
kualitas kredit yang telah diberikan;
2. Untuk membantu memperingan kewajiban debitur sehingga keringan ini
debitur mempunyai kemampuan untuk melanjutkan kembali usahanya dan
melaksanakan pembayaran kewajiban kreditnya;
3. Dengan restrukturisasi maka penyelesaian kredit melalui lembaga-
lembaga hukum dapat dihindarkan karena penyelesaian melalui lembaga
hukum dalam prakteknya memerlukan waktu yang lama, biaya, dan tenaga
yang banyak.
Kebijakan yang dapat digunakan untuk melakukan restrukturisasi kredit
bermasalah menurut keputusan Direksi Bank Indonesia tersebut diatas antara
lain melalui :
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
66
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
a. Penurunan Suku Bunga Kredit
b. Pengurangan Tunggakan Bunga Kredit
c. Pengurangan Tunggakan Pokok Kredit
d. Perpanjangan Jangka Waktu Kredit
e. Penambahan Fasilitas Kredit
f. Pengambilalihan Agunan/Aset Debitur
g. Jaminan Kredit Dibeli oleh Bank
h. Konversi Kredit Menjadi Modal Sementara dan Pemilikan Saham
i. Alih Manajemen
j. Pengambilalihan Pengelolaan Proyek
k. Novasi (Pembaharuan Hutang)
l. Subrogasi
m. Cessie
n. Debitur Menjual Sendiri Barang Jaminan
o. Bank Menjual Barang-Barang Jaminan Dibawah Tangan Berdasarkan Surat
Kuasa
p. Penghapusan Piutang
q. Cegah Tangkal (CEKAL) Debitur Macet
2. Penyelesaian Kredit
Penyelesaian kredit adalah langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui
lembaga hukum seperti Pengadilan atau Direktorat Jenderal Piutang dan
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
67
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Lelalng Negara atau badan lainnya. Hal ini dilakukan karena langkah
penyelamatan sudah tidak mungkin dilakukan. Tujuan penyelesaian kredit
melalui lembaga hukum ini adalah untuk menjual atau mengeksekusi benda
jaminan.
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
68
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
BAB IX
GADAI
1. Pengertian & Unsur-Unsur Gadai
Kata “Gadai” dalam undang-undang digunakan dalam 2 (dua) arti, yaitu:
Pertama, untuk menunjuk kepada bendanya (benda gadai, vide Pasal 1152
BW). Kedua, tertuju kepada haknya (hak gadai, seperti pada Pasal 1150 BW).
Menurut Pasal 1150 BW, rumusan definisi gadai adalah : “Suatu hak yang
diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak yang diserahkan
kepadanya oleh seorang berhutang atau orang lain atas namanya dan yang
memberikan kekuasaan kepada si berpiutang untuk mengambil pelunasan dari
barang tersebut secara didahulukan dari pada orang berpiutang lainnya,
dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang
telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan,
biaya-biaya mana yang harus didahulukan”.
Dari definisi diatas, maka dapat diuraikan unsur-unsur pokok yang terdapat
dalam gadai, yaitu:
a. Gadai adalah jaminan untuk pelunasan utang
b. Gadai memberikan hak didahulukan atau hak preferent pelunasan utang
kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lainnya
c. Obyek gadai adalah barang-barang bergerak
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
69
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
d. Barang bergerak yang menjadi objek gadai tersebut diserahkan kepada
kreditur (dalam kekuasaan kreditur)
2. Sifat-Sifat Gadai
Jaminan gadai yang diatur dalam Buku II titel 20 BW mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut:
a. Jaminan gadai mempunyai sifat accessoir (perjanjian tambahan)
Artinya jaminan gadai bukan hak yang berdiri sendiri tetapi keberadaannya
bergantung pada perjanjian pokok, yaitu perjanjian kredit/perjanjian utang-
piutang.
b. Jaminan gadai memberikan hak preferent
Kreditur sebagai penerima gadai mempunyai hak yang didahulukan (hak
preferent) terhadap kreditur lainnya, artinya bila debitur cidera janji atau lalai
maka kreditur penerima gadai mempunyai hak untuk menjual jaminan gadai
tersebut, dan hasil penjualannya digunakan untuk melunasi hutang debitur.
c. Hak gadai sebagai hak kebendaan
Dalam Pasal 1152 ayat (3) BW mengatakan bahwa kalau barang-barang gadai
berpindah atau hilang atau dicuri dari pemegang gadai, maka pemegang gadai
berhak menuntutnya kembali. Dalam hal ini berarti bahwa pemegang gadai
mempunyai Droit de Suite, yaitu hak gadai mengikuti bendanya di tangan
siapapun benda gadai berada.
d. Jaminan gadai mempunyai hak eksekutorial
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
70
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
e. Pemegang gadai (kreditur) atas kekuasaan sendiri (eigen machtige
verkoop) mempunyai hak untuk menjual benda yang digadaikan untuk
pelunasan utang si debitur apabila debitur cidera janji. Penjualan harus
dilakukan dimuka umum dengan cara pelelangan, dan bila hasil penjualan
sudah mencukupi untuk membayar utang namun masih terdapat kelebihan
maka kelebihan tersebut wajib dikembalikan kepada debitur.
f. Hak gadai tidak dapat dibagi-bagi
Hak gadai tidak menindih bagian-bagian dari benda gadai/benda jaminan
berdasarkan perimbangan hutangnya, tetapi menindih seluruh utang dan
setiap bagian dari utang menindih semua benda gadai/setiap bagian dari benda
jaminan sebagai suatu keseluruhan. Artinya dengan dilunasinya sebagian utang
maka tidak menghapus sebagian hak gadai, melainkan hak gadai tetap melekat
untuk seluruh bendanya.
g. Benda gadai dalam kekuasaan debitur
Benda yang digadaikan harus berada diluar atau ditarik dari kekuasaan
debitur/pemberi gadai, yang disebut dengan Inbezzitstelling, dengan kata lain
benda yang digadaikan tersebut harus berada dalam kekuasaan si kreditur
sebagai penerima gadai.
h. Hak gadai berisi hak untuk melunasi utang dari hasil penjualan
benda gadai
Sifat ini sesuai sifat jaminan pada umumnya yaitu hak yang bersifat
memberikan jaminan untuk pelunasan utang apabila debitur cidera janji
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
71
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
dengan mengambil pelunasan dari hasil penjualan benda jaminan, bukan hak
memiliki benda yang dijaminkan. Segala janji yang memberikan hak kepada
kreditur untuk memiliki benda gadai adalah batal demi hukum.
3. Obyek Gadai
Dari ketentuan Pasal 1150 BW dan Pasal 1152 BW menyimpulkan bahwa benda
gadai dapat berupa benda bergerak bertubuh maupun benda bergerak tidak
bertubuh yang wujudnya adalah hak.
4. Para Pihak Dalam Gadai
Dari perumusan Pasal 1150 BW diketahui bahwa para pihak yang terlibat dalam
perjanjian gadai ada 2 (dua), yaitu :
a. Pihak yang memberikan jaminan gadai yang disebut sebagai
Pemberi Gadai atau Debitur.
b. Pihak yang menerima hak gadai atau yang menerima jaminan
gadai atau Penerima Gadai atau Kreditur.
Karena umumnya jaminan gadai itu dipegang oleh kreditur maka ia disebut
juga kreditur penerima gadai, akan tetapi tidak tertutup kemungkinan bahwa
atas persetujuan para pihak (kreditur dan debitur) benda gadai dipegang pihak
ketiga (Pasal 1152 ayat (1) BW), kalau barang gadai dipegang oleh pihak ketiga
maka pihak ketiga tersebut disebut sebagai Pihak Ketiga Pemegang Gadai.
5. Kewajiban pemegang gadai
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
72
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Pemegang gadai, baik kreditur maupun pihak ketiga berkewajiban untuk
merawat benda gadai yang ada di dalam tangannya. Ia bertanggung jawab atas
kehilangan atau kemerosotan benda gadai kalau hal itu terjadi karena
kesalahan/kelalaian kreditur/pihak ketiga. Sebagai imbalan terhadap kewajiban
tersebut ia berhak untuk memperhitungkan ongkos terhadap pemilik benda.
6. Hapusnya gadai
Hak gadai dapat hapus karena beberapa hal, yaitu:
a. Dengan hapusnya perikatan pokok yang dijamin dengan gadai. Ini
sesuai dengan sifat accessoir pada gadai, yang mana nasibnya bergantung
pada perikatan pokoknya.
Perikatan pokoknya hapus karena : Pelunasan, Kompensasi, Novasi, dan
Penghapusan Hutang.
b. Dengan terlepasnya benda jaminan dari kekuasaan pemegang
gadai.
Tetapi pemegang gadai/kreditur masih mempunyai hak untuk menuntutnya
kembali, dan kalau berhasil maka undang-undang mengganggap perjanjian
gadai itu tidak pernah putus (Pasal 1152 ayat (3) BW)
c. Dengan hapusnya/musnahnya benda jaminan
d. Dengan dilepasnya benda gadai secara sukarela
e. Dengan percampuran, yaitu dalam hal [emegang gadai menjadi
pemilik barang gadai tersebut.
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
73
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
f. Kalau ada penyalahgunaan benda gadai oleh pemegang gadai
(Pasal 1159 BW).
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
74
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
BAB X
HIPOTIK
1. Pengertian & Unsur-Unsur Hipotik
Menurut sistematika dalam Burgerlijk Wetboek (BW) / Kitab Undang Undang
Hukum Perdata (KUHPer), ketentuan-ketentuan tengan Hipotik termasuk bagian
hukum benda yang diatur dalam Buku II BW, dari Pasal 1162 hingga Pasal
1232. Pengertian Hipotik sendiri menurut Pasal 1162 BW adalah : ”Suatu hak
kebendaan atas barang-barang tidak bergerak, untuk mengambil penggantian
dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan”.
Dari perumusan Pasal 1162 BW diatas menurut perumusan para sarjana bahwa
rumusan pengertian tentang Hipotik diatas kurang lengkap, sehingga
perumusannya disempurnakan sebagai berikut12 :
“Hipotik adalah hak kebendaan atas benda tetap tertentu milik orang lain yang
secara khusus diperikatkan, untuk memberikan kepada suatu tagihan, hak
untuk didahulukan di dalam mengambil pelunasan atas hasil eksekusi barang
tersebut”.
Dari pengertian diatas dapat kita tarik beberapa unsur-unsur / karakteristik
utama dari Hipotik, yaitu :
a. Hak Kebendaan
12 J. Satrio. Op.Cit. hal 186
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
75
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
b. Benda Tetap Tertentu Milik Orang Lain
c. Secara Khusus Diperikatkan
d. Suatu Tagihan
e. Hak Untuk Didahulukan Dalam Mengambil Pelunasan
2. Karakteristik Yuridis Hipotik
Berikut ini akan dijelaskan beberapa karakteristik yuridis yang melekat pada
hipotik.
a. Hipotik sebagai hak kebendaan13
Pasal 1163 BW :
Ayat (1) : Hak tersebut pada hakekatnya tak dapat dibagi-bagi dan terletak di
atas semua benda tidak bergerak yang diikatkan dalam
keseluruhannya, diatas masing-masing dari benda-benda tersebut,
dan diatas tiap bagian dari padanya.
Ayat (2) : Benda-benda itu tetap dibebani dengan hak tersebut, didalam
tangannya siapa pun ia berpindah.
Dari Pasal 1163 BW diatas secara tegas mengatakan bahwa hak hipotik
merupakan hak kebendaan. Salah satu ciri pokok dari hak kebendaan adalah
adanya sifat droit de suite, yaitu bahwa hak tersebut mengikuti bendanya
(yaitu benda yang dibebani hipotik), tidak peduli ditangan siapa benda itu
berada (Pasal 1163 ayat (2) jo Pasal 1198 BW). Dari ketentuan diatas dijelaskan
bahwa perjanjian hipotik merupakan perjanjian yang ditutup antara kreditur 13 Ibid. 186
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
76
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
pemegang hipotik dengan debitur pemberi hipotik. Sebenarnya berdasarkan
asas hukum perjanjian, semua hak dan kewajiban yang muncul dari suatu
perjanjian hanyalah hak dan kewajiban yang relatif saja, yaitu hak tersebut
hanya dapat ditujukan dan mengikat para pihak saja (vide Pasal 1315 jo Pasal
1340 ayat (1) BW). Pada hak kebendaan justru hak tersebut mengikuti
bendanya kedalam tangan siapapun ia berpindah, dengan akibat bahwa hak
kreditur pemegang hipotik dapat juga ditujukan kepada pihak ketiga, yaitu
siapa saja, dalam tangan siapa ia temukan bendanya. Maksud pemberian sifat
hak kebendaan kepada hak hipotik akan tampak lebih jelas bahwa benda
hipotik masih tetap ada dalam tangan pemberi hipotik dan pemberi hipotik
masih tetap mempunyai kewenangan untuk mengambil tindakan pemilikan
(beschikking) atasnya. Dengan pemberian sifat hak kebendaan pada hak
hipotik, maka beralihnya hak milik atas benda jaminan hipotik tidak
mempengaruhi hak (jaminan) yang dipunyai pemegang hipotik. Pemberian sifat
hak kebendaan oleh undang-undang kepada hak hipotik memberikan
pengamanan dan kedudukan yang kuat kepada kreditor penerima hipotik.
Pemberian sifat hak kebendaan (khususnya sifat droit de suite)
mempersangkakan bahwa pemberi hak hipotik sebagai pemilik benda jaminan
tidak kehilangan kewenangannya (kewenangan beheer dan beschikking) atas
benda hipotik, dan dengan demikian sepanjang hutang / kredit yang dijamin
dengan hipotik berjalan, benda jaminan pada asasnya masih dapat diperalihkan
ataupun dibebani lagi oleh pemiliknya (pemberi hipotik). Walaupun demikian
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
77
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
kedudukan kreditur pemegang hipotik tidak banyak berpengaruh, karena kalau
pemberi hipotik menjual atau dengan cara lain memindahtangankan benda
hipotik, maka berdasarkan sifat hak kebendaan yang mengatakan bahwa hak
kebendaan yang lebih tua mempunyai kedudukan yang lebih tinggi, kedudukan
pemegang hipotik yang pertama tetap kuat (Pasal 315 KUHD).
b. Objeknya atas benda tetap tertentu
Perbedaan mendasar dari hipotik sebelum dan sesudah berlakunya Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan adalah terletak pada
obyek apa-apa saja yang dapat dibebankan hak hipotik.
Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 obyek hipotik
adalah benda tetap yang juga meliputi tanah dan berdasarkan asas accessie
(yaitu segala sesuatu yang bersatu atau dipersatukan dengan tanah).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok
Agraria, khususnya pada bagian ”memutuskan”, yaitu : Buku II BW sepanjang
yang mengenai bumi, air, serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya
telah dicabut, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hipotik yang masih
berlaku pada saat mulai berlakunya undang-undang ini. Hal tersebut berarti
bahwa semua ketentuan yang ada diluar apa yang disebutkan dalam bagian
”memutuskan” tersebut diatas (termasuk juga tentang hipotik) masih tetap
berlaku.
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
78
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, maka Undang
Undang Pokok Agraria mempunyai lembaga hak jaminan atas tanah (termasuk
juga segala sesuatu yang berkaitan dengan tanah) tersendiri dan tidak lagi
memakai lembaga jaminan hipotik. Sementara yang menjadi objek hipotik saat
ini adalah :
- Kapal-kapal yang volumenya lebih dari 20 m3 (meter kubik) (Pasal 314
KUHD)
- Pesawat Udara dan Helikopter (Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor
15 Tahun 1992 tentang Penerbangan)
c. Hak Hipotik Didahulukan14
Pasal 1133 BW menyebutkan bahwa hipotik, gadai, dan hak privelege
merupakan hak yang didahulukan, bahkan pada asasnya lebih didahulukan
(lebih tinggi) dari pada hak privelege (Pasal 1134 ayat (2) BW), kecuali undang-
undang menentukan lain. “hak untuk didahulukan” artinya adalah hak untuk
didahulukan di dalam mengambil pelunasan tagihannya atas hasil eksekusi
barang tertentu yang secara khusus dihipotikkan. Pemegang hipotik
didahulukan dibanding dengan kreditur-kreditur lain, akan tetapi ia
didahulukan hanya untuk mengambil pelunasan dari hasil penjualan barang
tertentu yang dihipotikkan saja. Khusus dalam kaitannya dengan hipotik atas
kapal, Pasal 316a ayat (3) KUHD menetapkan : bahwa piutang-piutang yang
diistimewakan didahulukan dari pada hipotik. Adapun yang dimaksud dengan 14 Ibid. hal 211
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
79
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
“piutang yang diistimewakan” adalah piutang-piutang yang disebutkan dalam
Pasal 316 BW.
d. Pemasangan Hipotik Dapat Lebih Dari Sekali15
Atas benda jaminan hipotik dapat dipasang jaminan hipotik lebih dari 1 (satu)
kali. Sesuai dengan ketentuan Pasal 315 KUHD, yaitu : tingkatan di antara
segala hipotik satu sama lain ditantukan oleh hari pembukuannya. Hipotik-
hipotik yang dibukukan pada hari yang sama mempunyai tingkat yang sama
tinggi. Dalam peristiwa ada pemasangan hipotik lebih dari satu kali, maka
hipotik yang didaftarkan lebih awal (sesuai dengan ciri dari hak kebendaan)
lahir lebih dahulu dan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari yang timbul
kemudian, dan disebut hipotik peringkat pertama atau disingkat hipotik
pertama, dan hipotik yang dipasang setelahnya secara berurutan menjadi
hipotik yang kedua, dan seterusnya. Disamping itu jaminan hipotik yang kedua
bisa diberikan baik kepada kreditur yang sama maupun kreditur yang lain.
e. Hipotik Tidak Dapat Dibagi-Bagi16
Arti dari “hipotik tidak dapat dibagi-bagi” adalah, bahwa setiap bagian dari
benda jaminan dapat dijual untuk diambil hasilnya sebagai pelunasan seluruh
tagihan dan setiap rupiah dari tagihan menindih setiap bagian benda jaminan
15 Ibid. hal 21316 Ibid. hal 212
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
80
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
maupun seluruh benda jaminan sebagai satu kesatuan (hak tagihan tidak
menindih menurut perimbangan pada bagian-bagian benda jaminan).
Contoh : Debitur mempunyai hutang sebesar Rp. 10 Juta dengan jaminan
hipotik atas Kapal senilai Rp 20 Juta. Kalau debitur mencicil hutangnya
sehingga tinggal Rp 5 Juta, belum berarti bahwa debitur berhak
menuntut pembebasan jaminan kapal. Sebab tagihan kreditur tidak
menindih menurut perimbangan pada bagian-bagian benda jaminan,
malahan sebaliknya setiap rupiah tagihan kreditur menindih setiap
bagian benda jaminan.
Hal itu membawa konsekwensi bahwa dalam hipotik pada prinsipnya tidak
dikenak roya partiil, dalam arti pemberi hipotik tidak dapat menuntut roya
sebagian dari keseluruhan jaminan hipotik kalau ia melunasi sebagian
hutangnya, walaupun benda jaminannya sendiri bisa dibagi-bagi (deel-baar).
Secara sukarela memang kreditur boleh membebaskan sebagian dari benda
jaminan, asal benda tersebut merupakan benda yang berdiri sendiri, artinya
bukan merupakan bagian yang tidak terbagi dari satu benda tertentu.
f. Hipotik Atas Barang Yang Sudah Ada17
Pasal 1175 BW : hipotik hanya dapat diletakan atas benda-benda yang sudah
ada. Hipotik atas benda-benda yang baru akan ada di kemudian hari adalah
batal. Dengan mengingat pada ketentuan Pasal 314 ayat (3) KUHD jo Pasal 3 17 Ibid. hal 204
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
81
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
S.1933 : 48, maka kapal-kapal yang sedang dalam pembangunan termasuk
dalam kelompok “sudah ada”. Ketentuan yang demikian merupakan
penjabaran lebih lanjut dari asas spesialitas, yang menghendaki adanya suatu
pencatatan mengenai benda jaminan, sehingga pihak ketiga tahu betul benda
mana saja yang telah dibebani hak hipotik, dan ini merupakan mekanisme
perlindungan terhadap pihak ketiga.
g. Hipotik Harus Didaftarkan
Dengan berlakunya prinsip publisitas maka hipotik harus didaftarkan. Dalam
Pasal 1179 BW, Pasal 1180 BW, dan Pasal 1181 BW, jo Pasal 315 KUHD
disebutkan bahwa hipotik lahir pada saat pendaftaran didalam register umum
yang disediakan untuk itu. Dengan demikian karena hipotik lahir pada saat
pendaftarannya, maka saat yang dipakai untuk menentukan hak hipotik mana
yang lebih dahulu adalah saat pendaftarannya. Untuk pada Pesawat Udara /
Helikopter, sesuai dengan Pasal 9 Undang Undang Nomor 15 Tahun 1992, maka
harus didaftarkan ke pemerintah (departemen perhubungan). Dengan
dimilikinya tanda pendaftaran, maka hipotik dapat dikenakan (Pasal 12 ayat
(1), serta pengenaan hipotik sebagaimana dimaksud Pasal 12 ayat (1) tersebut
harus didaftarkan ke Menteri Perhubungan (Pasal 12 ayat (2). Untuk kapal,
apabila sudah didaftar ke Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama (PPPBN),
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
82
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
maka kapal dapat dibebabni hipotik (Pasal 49 Undang-Undang Pelayaran).
Obyek kapal yang bisa didaftarkan adalah dengan ukuran sekurang-kurangnya
20 m3 (meter kubik) atau dinilai sama dengan itu (Pasal 314 KUHD).
3. Lahirnya Hipotik
Perjanjian pembebanan (pemberian) Hipotik terjadi melalui proses, yaitu
melalui 3 fase18 :
a. FASE I : Perjanjian Kredit Dengan Kalusula Janji Untuk Memberi
Hipotik
Perjanjian ini bersifat konsensual obligatoir (pactum de contrahendo).
Pemberi kredit bersama-sama dengan calon penerima kredit membuat
perjanjian kredit,dibawah tangan atau dalam bentuk akta notaris. Perjanjian
kredit ini disertai dengan janji untuk menyerahkan barang / benda yang
dikenakan hak hipotik. Perjanjian ini merupakan perjanjian pokok dan
perjanjian kredit tersebut merupakan perjanjian pendahuluan (voor-
overeenkomst) dari penyerahan kredit.
Perjanjian Kreditdengan jaminan hipotik kapal
b. FASE II : Perjanjian Pembebanan / Pemberian Hipotik
Perjanjian pemberian hipotik adalah awal dari perjanjian kebendaan yang
selesai dengan dilakukannya pendaftaran hipotik. Pada saat hipotik didaftarkan 18 Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit. hal 284. lihat juga J. Satrio, Op.Cit, hal 214-217.
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
83
KREDITUR
DEBITUR
Ada Perjanjian Pokok (Perjanjian Kredit) + Ada Perjanjian Jaminan (Dalam Bentuk Hipotik)
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
lahirlah hak kebendaan dari hipotik pendaftaran, sehingga hipotik sebagai hak
kebendaan terjadi. Sepanjang pendaftaran belum dilakukan, maka karakter
perjanjian pemberian hipotik sebagai perjanjian kebendaan belum sempurna
karena belum final. Adapun perjanjian pembebanan hipotik tersebut adalah
bersifat accessoir.
Untuk setiap Akta Hipotik diterbitkan suatu grosse Akta Hipotik yang diberikan
kepada penerima hipotik. Dalam hal grosse Akta Hipotik hilang dapat
diterbitkan grosse akta pengganti dengan berdasarkan penetapan pengadilan.
Janji dalam pemberian hipotik dilakukan melalui kuasa, maka bentuk surat
kuasa itu harus dengan akta otentik.
Isi Akta Hipotik pada umumnya adalah sebagai berikut (Pasal 1186 BW) :
a. Nama Para Pihak (Kreditor dan Debitor), dan tempat tinggal yang telah
dipilih oleh kreditor untuk wilayah kantor pegawai penyimpanannya
b. Jumlah Kredit
c. tujuan Penggunaan Kredit
d. Bunga Kredit
e. Jangka Waktu Kredit
f. Penyebutan pejabat oleh siapa atau dihadapan siapa akta yang dimaksud
telah dibuat
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
84
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
g. Janji-Janji Hipotik
MengeluarkanAkta Pembebanan Hipotik
c. FASE III : Pendaftaran Hipotik
Dalam Pasal 1179 BW, Pasal 1180 BW, dan Pasal 1181 BW, jo Pasal 315 KUHD
disebutkan bahwa hipotik lahir pada saat pendaftaran didalam register umum
yang disediakan untuk itu. Dengan demikian karena hipotik lahir pada saat
pendaftarannya, maka saat yang dipakai untuk menentukan hak hipotik mana
yang lebih dahulu adalah saat pendaftarannya.
4. Berakhirnya Hipotik
Hipotik berakhir karena :
a. Hapusnya perikatan pokok yang disebabkan karena :
- Pembayaran
- Penawaran pembayaran yang diikuti dengan consognatie
- Novasi (pembaruan hutang)
- Percampuran hutang
- Pembebasan hutang
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
85
Kreditor &
Debitor
Pejabat Pendaftar
Memasang hipotik
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
b. Musnahnya benda atau hak yang dihipotikan
c. Berakhirnya hak pemberi hipotik (1169 BW)
d. Berakhirnya jangka waktu pemberian hipotik
e. Terpenuhinya syarat batal dalam akta hipotik
f. Karena pencabutan hak
g. Benda jaminan dicabut haknya demi kepentingan
umum
h. Karena adanya penetapan tingkatan-tingkatan
kedudukan kreditur oleh hakim (rangregeling)
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
86
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
BAB XI
JAMINAN PERORANGAN / PENANGGUNGAN
(BORGTOCHT / GUARANTEE)
Jaminan Perorangan / Penanggungan / Borgtocht / Guarantee secara khusus
diatur dalam Pasal 1820 hingga Pasal 1850 BW.
1. Definisi & Tujuan Penanggungan :
Penanggungan adalah suatu perjanjian dimana pihak ke-3, guna kepentingan
debitur, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur jika debitur tidak
memenuhinya (1820 BW).
Dari definisi di atas dapat diuraikan unsur-unsur pokok Penanggungan, yaitu :
a. Penanggungan merupakan suatu perjanjian ;
b. Adanya pihak ke-3 ;
c. Guna kepentingan debitur, pihak ke-3 tersebut mengikatkan diri untuk
memenuhi perikatan si debitur ;
d. Jika debitur tidak memenuhinya.
Tujuan dan isi dari penanggungan adalah memberikan jaminan untuk
dipenuhinya perutangan dalam perjanjian pokok. Adanya penanggungan itu
dikaitkan dengan perjanjian pokok, mengabdi pada perjanjian pokok, sehingga
perjanjian penanggungan itu bersidat accesoir.
2. Beberapa Alasan Penanggungan Digunakan Sebagai Lemabaga
Jaminan
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
87
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
a. Si penanggung (Borg) mempunyai persamaan kepentingan ekonomi di
dalam usaha dari si peminjam (ada hubungan kepentingan antara penjamin
dengan di peminjam)
b. Bentuk penanggungan dalam praktek banyak berbentuk Bank Garansi,
dimana yang bertindak sebagai penanggung adalah Bank
c. Belakangan ini lembaga-lembaga pemerintah lazim mensyaratkan
adanya penanggungan untuk kepentingan pengusaha-pengusaha kecil
(Institutional Borgtoch)
3. Karakteristik Yuridis Perjanjian Penanggungan
Berikut ini akan dijelaskan beberapa karakteristik yuridis dari Perjanjian
Penanggungan :
a. Jaminan Penanggungan Bersifat Perorangan
Perjanjian Penanggungan tergolong pada jaminan yang bersifat perorangan,
yaitu adanya pihak ke-3 (badan hukum) yang menjamin memenuhi perutangan
manakala debitur wanprestasi. Pada jaminan yang bersifat perorangan
pemenuhan prestasi hanya dapat dipertahankan terhadap orang-orang
tertentu, yaitu si debitur atau penanggungnya.
b. Bentuk Perjanjian Penanggungan
Mengenai bentuknya, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
adalah bersifat bebas, tidak terikat dalam bentuk tertentu, dalam artian dapat
dilakukan secara lisan, tertulis, maupun dituangkan dalam akta. Namun demi
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
88
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
kepentingan pembuktian, dalam praktek lazim terjadi bahwa bentuk perjanjian
penanggungan dibuat dalam bentuk tertulis, baik dalam bentuk model-model
tertentu dari Bank maupun akta notaris.
Perjanjian penanggungan yang dibuat dalam akta mempunyai 2 fungsi utama,
yaitu:
Sebagai alat pembuktian tentang adanya penanggungan tersebut
oleh penanggung;
Memuat ketentuan-ketentuan ataupun janji yang mengatur
perjanjian penanggungan tersebut.
c. Perjanjian Penanggungan Bersifat Accesoir
Adanya perjanjian penanggungan sangat dikaitkan dengan perjanjian pokok,
dan mengabdi pada perjanjian pokok, sehingga :
1. Tidak ada penanggungan tanpa adanya perutangan pokok yang sah ;
2. Besarnya penanggungan tidak akan melebihi besarnya perutangan pokok
;
3. Penanggung berhak mengajukan tangkisan (eksepsi) yang bersangkutan
dengan perutangan pokok ;
4. Beban pembuktian yang tertuju pada si berhutang dalam batas-batas
tertentu mengikat juga si penanggung ;
5. Penanggungan akan hapus dengan hapusnya perutangan pokok.
Dalam kedudukannya sebagai perjanjian Accesoir, maka perjanjian
penanggungan memperoleh akibat-akibat hukum, yaitu :
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
89
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
1. Adanya perjanjian penanggungan tergantung pada perjanjian pokok ;
2. Jika perjanjian pokok batal, maka perjanjian penanggungan ikut batal ;
3. Jika perjanjian pokok hapus, maka perajanjian penanggungan ikut hapus ;
4. Dengan diperalihkannya piutang pada perjanjian pokok, maka semua
perjanjian-perjanjian accesior (accessoria) yang melekat pada piutang
tersebut akan ikut beralih. Accessoria-accessoria yang ikut berlaih itu adalah
:
- Piutang-piutang istimewa (privelegi), hipotik, gadai, dll ;
- Jika peralihan piutang itu terjadi karena adanya cessi dan
subrogasi, maka accessoria-accessoria itu ikut beralih tanpa adanya
penyerahan khusus untuk itu.
Sebagai pengecualian dari sifat accessoir penanggungan ialah bahwa orang
dapat mengadakan perjanjian penanggungan dan akan tetap sah sekalipun
perjanjian pokoknya dibatalkan, sebagai akibat dari eksepsi yang hanya
menyangkut diri pribadi debitur. Jadi dapat diadakan perjanjian penanggungan
terhadap perjanjian pokok yang dapat dimintakan pembatalan (vernietigbaar).
Misalnya : perjanjian yang dilakukan oleh anak yang belum dewasa adalah
vernietigbaar, sedangkan perjanjian penanggungannya tetap sah.
d. Perjanjian Penanggungan Bersifat Subsidair
Sifat subsidair dari perjanjian penanggungan dapat dilihat menurut ketentuan
Pasal 1820 BW, yaitu : “Penanggung mengikatkan diri untuk memenuhi
perutangan debitur, manakala si debitur tidak dapat memenuhinya”.
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
90
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa penanggung hanya terikat secara
subsidair manakala debitur tidak memenuhi perikatannya, dan pada tingkat
yang terakhir hanya debitur yang berkewajiban atas pemenuhan hutang
tersebut. Hal demikian terbukti dari adanya hak regres dari si penanggung
kepada debitur, setelah penanggung memenuhi prestasi.
4. Timbulnya Penanggungan
Ada beberapa bentuk kemungkinan terjadinya penanggungan, yaitu :
a. Sebagai akibat adanya perjanjian pokok yang menyebutkan secara
khusus adanya penanggungan tersebut, dengan cara kreditur ataupun
debitur dapat menunjuk seseorang / badan hukum untuk menjadi
penanggung, atau kreditur dapat menunjuk seorang penanggung untuk
memenuhi perutangan debitur tanpa persetujuan dan tanpa sepengetahuan
debitur.
b. Penanggungan dapat terjadi karena penetapan undang-undang, karena
mewajibkan seseorang penanggung untuk memenuhi kewajiban-kewajiban
tertentu, seperti : keadaan tidak hadir, hak pakai hasil, dan perwarisan.
c. Penanggung juga dapat timbul karena adanya keputusan hakim atau
ketetapan (beschiking) yang memutuskan perlu adanya penanggungan yang
menanggung dipenuhinya perutangan. Si debitur yang diwajibkan tersebut
harus mengajukan seorang penanggung yang memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
Harus mempunyai kecakapan bertindak untuk mengikatkan diri ;
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
91
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Cukup mampu secara ekonomis untuk dapat memenuhi perutangan
yang bersangkutan. Kemampuan ini harus ditinjau secara khusus
menurut keadaannya di mana hakim bebas menentukan pernilaiannya ;
Harus berdiam di wilayah Indonesia.
5. Luasnya Penanggungan
Luasnya penanggungan dapat dilihat dari beberapa ketentuan berikut ini :
a. Si penanggung dapat menanggung pembayaran seluruh perutangan
pokok yang dibuat oleh debitur dan kreditur ;
b. Si penanggung dapat juga menanggung sebagian saja dari perutangan
pokok, atau dengan syarat-syarat yang ringan dari pada yang berlaku pada
perutangan pokok ;
c. Penanggung tidak dapat mengikatkan diri melebihi perutangan pokok
atau dengan syarat yang lebih berat dari perutangan si berhutang ;
d. Jika penanggungan diadakan melebihi atau dengan syarat-syarat yang
lebih berat dari perutangan pokok, maka penanggungan itu tidak sama
sekali batal melainkan hanya sah untuk apa yang diliputi oleh perutangan
pokok (Pasal 1822 BW), sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam
penanggungan berlaku azas bahwa orang hanya memberikan tidak melebihi
apa yang menjadi haknya ;
e. Pada umumnya penanggungan diadakan untuk menanggung dipenuhinya
pembayaran sejumlah uang, jika penanggungan itu diberikan untuk
menaggung suatu prestasi tertentu yang tidak berwujud pembayaran
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
92
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
sejumlah uang, maka dengan memperhatikan ketentuan undang-undang,
prestasi tersebut harus dapat diperhitungkan dengan jumlah uang ;
f. Adakalanya penanggungan itu tidak terbatas hanya pelaksanaan
perjanjian pokok saja, melainkan termasuk semua akibat hutangnya,
bahkan terhitung semua biaya-biaya gugatan yang diajukan terhadap si
berhutang utama. Penanggung demikian disebut penanggung tak terbatas
atau Onbeperkte Borgtocht (Pasal 1825 BW).
6. Penanggungan Yang Dilakukan Lebih Dari Seorang Penanggung
Menurut ketentuan undang-undang dimungkinkan bahwa orang/bank dapat
menjadi penanggung dari si penanggung. Jadi disini penanggung bukan
menanggung agar debitur memenuhi kewajibannya melainkan menanggung
agar si penanggung itu memenuhi kewajibannya. Penanggung disini diberikan
untuk kepentingan kreditur.
Adapun macam-macam penanggungan yang dilakukan lebih dari seorang
penanggung adalah:
a. Penanggung Utama (Hoofdborg) – Penanggung Belakang
(Achterborg; Sub Borg; Sub Guarantor)
Jika Penanggung Belakang (Achterborg) ini telah membayar seluruh hutang,
maka ia mempunyai hak penuntutan kembali pembayaran (hak regres)
terhadap si penanggung utama dan tidak mempunyai hak regres terhadap si
debitur. Sebaliknya jika si penanggung utama telah membayar seluruh hutang
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
93
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
debitur ia tidak mempunyai hak regres terhadap penanggung belakang
melainkan hanya hak regres kepada debitur
b. Penanggung Pertama – Penanggung Kedua
Dimungkinkan juga ada dua orang penanggung sama-sama mengikatkan diri
selaku penanggung dari suatu hutang. Jadi disini terdapat Penanggung Pertama
dan Penanggung Kedua, dengan pengertian bahwa kreditur terlebih dahulu
harus meminta pemenuhan dari Penanggung Pertama, baru jika dari
Penanggung Pertama ini tidak dapat memenuhi pembayaran kembali
piutangnya maka kreditur baru dapat menuntut pembayaran dari Penanggung
Kedua. Jika Penanggung Pertama telah membayar seluruh hutang maka ia tidak
mempunyai hak untuk meminta pemenuhan dari Penanggung Kedua,
melainkan langsung dapat meminta pemenuhan/hak verhaal langsung kepada
si berhutang (debitur).
c. Penanggung Solider
Dalam perjanjian penanggungan dapat terjadi kemungkinan bahwa seorang
penanggung mengikatkan diri untuk suatu hutang bersama-sama dengan si
berhutang (debitur) secara tanggung-menanggung, penanggungan jenis ini
disebut dengan istilah Penanggung Solider (Hoofdelijke Borg). Dalam keadaan
demikian kreditur dapat menuntut pemenuhan piutangnya baik kepada
Penanggung Solider maupun kepada debitur masing-masing untuk seluruh
hutang.
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
94
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
7. Hubungan Dan Akibat-Akibat Hukum Antara Penanggung Dan
Kreditur Serta Penanggung Dan Debitur
a. Hubungan Dan Akibat-Akibat Hukum Antara Penanggung Dan
Kreditur
Dalam melaksanakan kewajibannya oleh undang-undang si penanggung
diberikan hak-hak tertentu yang sifatnya memberikan perlindungan bagi si
penanggung. Hak-hak tersebut adalah :
1) Hak untuk menuntut terlebih dahulu (Voorrecht van Uitwinning)
Dalam hal si debitur lalai memenuhi prestasi, si penanggung baru wajib
membayar hutang kepada kreditur setelah menuntut agar harta benda si
debitur lebih dahulu disita dan dilelang/dijual untuk melunasi hutangnya
(Pasal 1831 BW). Jadi si penanggung baru wajib bertindak sebagai Borg jika
barang-barang debitur telah disita dan dijual lebih dahulu, namun tidak
mencukupi untuk membayar hutang.
2) Hak untuk membagi hutang (Voorrecht van Schuldsplitsing)
Jika dalam perjanjian penanggungan terdapat beberapa orang yang
mengikatkan diri sebagai penanggung untuk suatu hutang dan untuk
seorang debitur yang sama, maka masing-masing penanggung terikat untuk
seluruh hutang (Pasal 1836 BW). Namun ketentuan undang-undang
memberikan hak bagi masing-masing penanggung ini untuk membagi
hutangnya, yaitu pada waktu digugat untuk pemenuhan hutang dapat
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
95
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
menuntut agar si kreditur terlebih dahulu membagi-bagi piutangnya untuk
bagian-bagian dari para penanggung (Pasal 1837 BW).
3) Hak untuk mengajukan tangkisan gugatan (Pasal 1849 & Pasal 1850 BW)
Hak untuk mengajukan tangkisan dari si penanggung lahir dari perjanjian
penanggungan, sehingga merupakan hak dari penanggung sendiri.
Disamping itu juga lahir karena sifat accessoir dari perjanjian
penanggungan. Si penanggung juga dapa mengajukan tangkisan-tangkisan
yang dipakai oleh debitur terhadap kreditur yang lahir dari perjanjian pokok.
Tangkisan yang lahir dari perjanjian penanggungan misalnya : jika perjanjian
terjadi karena kesesatan, jika perjanjian dibuat dengan syarat atau dibuat
dengan ketentuan waktu.
Penanggung pada azasnya dapat mengajukan semua tangkisan yang
bertalian dengan hutang tersebut, namun menurut undang-undang
penanggung tidak dapat mengajukan tangkisan yang terkait mengenai
keadaan pribadi si debitur, yang pada umumnya terkait dengan ketidak
mampuan si debitur, misalnya : tangkisan karena keadaan sursence dari
debitur, tangkisan karena mendapat terme degrace, atau tangkisan karena
keadaan overmacht dari debitur.
Hak dari penanggung untuk mengajukan tangkisan itu pada azasnya adalah
merupakan hak dari si penanggung sendiri, sehingga ia bebas untuk
menggunakan tangkisan itu atau bahkan melepaskan hak atas tangkisan
tersebut.
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
96
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
4) Hak untuk diberhentikan dari penanggungan karena terhalang melakukan
subrogasi akibat kesalahan debitur
Si penanggung berhak untuk diberhentikan dari penanggungan jika karena
perbuatan si kreditur si penanggung menjadi terhalang atau tidak dapat lagi
bertindak terhadap hak-haknya dan hak-hak utama dari kreditur (Pasal 1848
BW). Hak demikian itu timbul sebagai akibat adanya ketentuan bahwa
penanggung yang telah membayar, karena hukum (van Rechtswege) akan
menggantikan semua hak-hak kreditur terhadap deditur. Jika ini tidak
terlaksana karena kesalahan kreditur, maka akibatnya penanggung akan
diberhentikan sebagai penanggung dan perjanjian penanggungannya akan
gugur.
b. Hubungan Dan Akibat-Akibat Hukum Antara Penanggung Dan
Debitur
Dari ketentuan undang-undang dapat dsimpulkan bahwa penanggung yang
telah membayar itu mempunyai dua macam hak menuntut kembali kepad si
berhutang (debitur), yaitu : Pertama, si penanggung mempunyai hak
menuntut kembali yang merupakan haknya sendiri terhadap debitur (Eigen
Verhaalsrecht) (Pasal 1839 BW) atau yang dikenal sebagai Hak Regres. Kedua,
si penanggung yang telah membayar itu karena hukum (Van Rechtwege)
bertindak menggantikan kedudukan kreditur mengenai hak-haknya terhadap si
debitur, dan menggantikan hak-hak kreditur karena subrogasi (Pasal 1840 BW).
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
97
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Dari dua macam hak menuntut diatas terdapat perbedaan mengenai akibat
hukumnya, yaitu :
Pada hak regres yang merupakan hak sendiri dari si penanggung , disini
si penanggung mempunyai hak untuk menuntut kembali tidak hanya
mengenai hutang yang telah dibayarnya melainkan juga berhak menuntut
penggantian kerugian yang timbul karena akibat penjualan ataupun
“uitwinning” terhadap barang si penanggung.
Hak menuntut penggantian kerugian demikian tidak ada pada
penanggung yang menggantikan kedudukan kreditur, sebaliknya pada si
penanggung yang menggantikan hak-hak kreditur karena subrogasi
memperoleh hak-hak kreditur terhadap si berhutang termasuk jaminan-
jaminan accessoria-accessoria yang melekat pada hak kreditur yang
digantikannya. Misalnya jika hutang pokok itu dijamin dengan hipotik, maka
sipenanggung juga memperoleh hak hipotik yang melekat pada hutang
tersebut.
Ada beberapa ketentuan tentang Hak Regres, yaitu:
Jika penanggung telah membayar hutang debitur ia dapat
menuntut kembali pembayaran (hak regres) tersebut dari si debitur, baik
penanggungan itu terjadi dengan pengetahuan ataupun tanpa pengetahuan
debitur;
Hak regres tersebut timbul karena diberikan oleh undang-
undang;
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
98
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Hak regres tetap ada sekalipun tidak tercantum secara
khusus dalam akta penanggungan ataupun surat-surat tanda bukti yang
lainnya;
Hak regres timbul setelah penanggung membayar hutang
debitur, baik pembayaran itu terjadi secara sukarela maupun atas dasar
keputusan hakim yang memutuskan/menghukum penanggung untuk
membayar hutang tersebut;
Hak regres dilakukan baik mengenai hutang pokok, bunga,
maupun biaya-biaya yang timbul. Si penanggung juga berhak menuntut
penggantian kerugian (yang berupa biaya, kerugian, dan bunga) jika ada
alasan untuk itu (Pasal 1839 ayat (4) BW);
Hak menuntut penggantian kerugian yang timbul dari hak regres meliputi
pembayaran yang berupa :
1. Pembayaran ongkos perkara
2. Pembayaran bunga, yaitu bunga terhadap hutang pokok yang telah
dibayar oleh penanggung
3. Pembayaran kerugian yang diderita akibat pemenuhan perutangan
dalam penanggungan.
Sementara hak-hak yang ikut beralih karena adanya subrogasi adalah hak-hak
jaminan yang diadakan untuk menjamin dipenuhinya perutangan pokok, yaitu :
1. Hak hipotik yang diberikan kepada kreditur sebagai jaminan;
2. Hak gadai sebagai jaminan hutang yang diberikan kepada si penanggung;
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
99
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
3. Hak privelegi, ialah piutang yang didahulukan pemenuhannya sesuai
dengan sifat piutangnya.
8. Janji-Janji Dalam Penanggungan
Adapun ketentuan-ketentuan ataupun janji-janji yang biasa
diadakan/dicantumkan dalam akta penanggungan adalah :
a. Janji agar penanggung melepaskan haknya untuk menuntut penjualan
harta benda debitur terlebih dahulu;
b. Janji agar penanggung melepaskan haknya untuk membagi-bagi hutang
(Voorrecht van Schuldsplitsing);
c. Janji agar penanggung melepaskan haknya untuk diberhentikan dari
penanggungan, jika karena perbuatan kreditur mengakibatkan tidak dapat
lagi menggantikan hak-haknya dan hak-hak utama dari kreditur (Afstand van
Bernoep, Pasal 1848 BW).
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
100
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
BAB XII
HAK TANGGUNGAN
Diatur dalam Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah
(UUHT). Sebelum berlakunya Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996 (Undang
Undang Hak Tanggungan) dasar hukum yang digunakan untuk melakukan
pengikatan jaminan atas tanah berikut benda-benda yang berkaitan dengan
tanah menggunakan ketentuan Hipotik (Buku II Bab XXI Pasal 1162-1232 BW)
dan Credietverband (Staatblaad 1908-542 sebagaimana telah diubah dengan
Staatblaad 1937-190). Keberadaan Hipotik dan Credietverband masih tetap
berlaku sebagai dasar hukum untuk mengisi kekosongan hukum dibidang
pembebanan tanah dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah sebagai
jaminan kredit. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 51 dan Pasal 57 Undang Undang
Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Undang
Undang Pokok Agraria / UU PA)
Pasal 51 : Hak Tanggungan yang dapat dibebankan pada tanah dengan Hak
Milik, Hak Guna Bangunan, dan Hak Guna Tanah diatur dengan
undang-undang.
Pasal 57 : Selama undang-undang mengenai Hak Tanggungan tersebut dalam
Pasal 51 belum terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan
mengenai Hipotik tersebut dalam Buku II Bab XXI Pasal 1162-1232
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
101
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
BW dan Credietverband yang diatur dalam Staatblaad 1908-542
sebagaimana telah diubah dengan Staatblaad 1937-190.
Kebutuhan akan undang-undang yang mengatur tentang Hak Tanggungan
sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Pasal 51 UUPA baru bisa terwujud
setelah 36 tahun kemudian, dengan berlakunya Undang Undang Nomor 4
Tahun 1996 yang diundangkan pada tanggal 9 April 1996, yang memiliki
beberapa tujuan pokok, yaitu19 :
a. Mengganti ketentuan Hipotik dan Credietverband dalam hal yang
berkaitan dengan tanah, sementara yang berkaitan dengan pesawat udara /
helikopter dan kapal laut masih menggunakan ketentuan Hipotik.
b. Hipotik dan Credietverband merupakan produk hukum kolonial yang
pelaksanaannya tidak sesuai dengan asas hukum tanah nasional, sehingga
dengan berlakunya Hak Tanggungan telah mewujudkan unifikasi hukum
tanah nasional
c. Asas-asas dan ketentuan pokok dalam Hipotik masih dipergunakan dalam
ketentuan Hak Tanggungan, hanya saja di dalam ketentuan Hak
Tanggungan asas-asas dan ketentuan pokok disempurnakan dan
disesuaikan dengan ketentuan hukum tanah nasional dan perkembangan
perkreditan dan kemajuan ekonomi
d. Hipotik dan Credietverband dalam pelaksanaannya banyak menimbulkan
perbedaan penafsiran yang menimbulkan ketidakpastian hukum, sehingga 19 Sutarno, Op. Cit. hal 152-153.
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
102
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
keberadaan undang Undang Hak Tanggungan menyelesaikan ketidakpastian
dan perbedaan penafsiran tersebut. Beberapa perbedaan penafsiran
tersebut dapat dilihat pada permasalahan berikut ini, yaitu :
- Sejak kapan pemegang jaminan (kreditor) mempunyai hak
preferen, apakah sejak dibuat akta hipotik atau sejak pendaftaran akta
hipotik ?
- Dimana dicantumkan titel eksekutorial, apakah di dalam akta
Hipotik atau di sertifikat Hipotik ?
- Pelaksanaan eksekusi apakah langsung melalui kantor lelang atau
fiat pengadilan ?
e. Undang Undang Hak Tanggungan memperluas objek Hak Tanggungan
sesuai dengan kebutuhan perkreditan dan perkembangan ekonomi,
misalnya : tanah dengan status Hak Pakai, tanah yang buktinya masih
berupa girik dan petuk dapat dibebani Hak Tanggungan
f. Undang Undang Hak Tanggungan diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan pembangunan nasional khususnya dalam dalam bidang ekonomi
yang membutuhkan pendanaan yang besar dan cepat, sehingga
membutuhkan keberadaan lembaga jaminan yang kuat dan mampu
memberikan kepastian hukum bagi para pihak.
Definisi & Unsur-Unsur Hak Tanggungan
Pasal 1 ayat (1) UU No 4 Thn 1996 :
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
103
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Hak Tanggungan adalah jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah seperti
dalam UUPA, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan
kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-
kreditur lain.
Dari pengertian tersebut dapat diuraikan unsur-unsur dari Hak Tanggungan,
yaitu20 :
a. Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan hutang
b. Objek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah sesuai yang diatur dalam
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)
c. Hak Tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya (hak atas tanah) saja,
tetapi dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan
satu kesatuan dengan tanah itu
d. Utang yang dijamin harus suatu hutang tertentu
e. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu
terhadap kreditor-kreditor lain.
1. Asas-Asas Hak Tanggungan21
20 Remy Sjahdaeni, Hak Tanggungan, Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok Dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan, Penerbit Alumni, Bandung, 1999,. hal 11.
21 Dikutip dan Disimpulkan secara langsung dari buku : Remy Sjahdaeni, Hak Tanggungan, Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok Dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan, Penerbit Alumni, Bandung, 1999,. hal 15-47. dan buku : Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Bandung, 2004, hal 154-162.
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
104
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Hak Tanggungan sebagai hak jaminan sebagaimana diatur memiliki beberapa
asas-asas yang membedakannya dengan lembaga jaminan yang lain, yaitu :
a. Hak Tanggungan memberikan Hak Preferent (droit de
preference) atau kedudukan yang diutamakan kepada Kreditor
tertentu terhadap Kreditor yang lain (Pasal 1 ayat (1) UUHT)
Dari definisi Pasal 1 ayat (1) dapat diketahui bahwa :
Hak Tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
“Kreditor tertentu” yang dimaksud yang memperoleh atau yang
menjadi pemegang Hak Tanggungan tersebut.
“Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu
terhadap kreditor-kreditor yang lain” menurut angka 4 Penjelasan Umum
UUHT adalah :
Bahwa jika debitor cidera janji, kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak
menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak
mendahulu dari pada kreditor-kreditor yang lain. Kedudukan diutamakan
tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi preferensi piutang-piutang
negara menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.
Juga hal tersebut dapat diketahui dari ketentuan Pasal 20 ayat (1) UUHT:
Apabila kreditor cidera janji, maka berdasarkan:
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
105
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
a. Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak
Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau ;
b. Titel eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat Hak Tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2)
Objek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara
yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan
piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahului dari pada
kreditor-kreditor yang lain.
b. Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi (Pasal 2 UUHT)
Pasal 2 ayat (1) : Hak Tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi,
kecuali jika diperjanjikan dalam akta pemberian hak tanggungan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2)
Maksud dari ketentuan Pasal 2 ayat (1) diatas ialah, Hak Tanggungan
membebani secara utuh obyek Hak Tanggungan dan setiap bagian dari
padanya. Pelunasan sebagian dari hutang yang dijamin tidak berarti
terbebasnya sebagian objek Hak Tanggungan dari beban Hak Tanggungan,
melainkan Hak Tanggungan itu tetap membebani seluruh obyek Hak
Tanggungan untuk sisa hutang yang belum dilunasi.
Menurut Pasal 2 ayat (1) jo ayat (2) UUHT, sifat tidak dapat dibagi-bagi dapat
disimpangi oleh para pihak apabila para pihak menginginkan dan
memperjanjikannya dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan, dengan syarat :
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
106
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
(2) Hak Tanggungan itu dibebankan kepada beberapa hak atas
tanah.
(3) Pelunasan hutang yang dijamin dilakukan dengan cara
angsuran yang besarnya sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah
yang merupakan bagian dari objek Hak Tanggungan, yang akan
dibebeaskan dari Hak Tanggungan tersebut, sehingga kemudian Hak
Tanggungan itu hanya membebani sisa objek Hak Tanggungan untuk
menjamin sisa hutang yang belum dilunasi.
Penyimpangan/pengecualian dari ketentuan tersebut adalah untuk menampung
kebutuhan perkembangan dunia perkreditan, antara lain untuk mengakomodasi
keperluan pendanaan pembangunan komplek perumahan yang semula
menggunakan kredit untuk pembangunan seluruh komplek dan kemudian akan
dijual kepada pemakai satu-persatu, sedangkan untuk membayarnya pemakai
akhir ini juga menggunakan kredit dengan jaminan rumah bersangkutan.
c. Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan pada hak atas tanah
yang telah ada.
Pasal 8 ayat (2) UUHT menentukan bahwa kewenangan untuk melakukan
perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan (yaitu memberikan Hak
Tanggungan) harus ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran
Hak Tanggungan dilakukan.
Dalam ketentuan ini Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan pada hak atas
tanah yang telah dimiliki oleh pemegang Hak Tanggungan, oleh karena itu hak
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
107
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
atas tanah yang baru akan dipunyai oleh seseorang dikemudian hari tidak
sapat dijaminkan dengan Hak Tanggungan bagi pelunasan suatu hutang. Begitu
juga tidaklah mungkin untuk membebankan Hak Tanggungan pada suatu hak
atas tanah yang baru akan ada dikemudian hari.
d. Hak Tanggungan dapat dibebankan selain atas tanahnya juga
berikut benda-benda yang berkaitan dengan tanah tersebut.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (4) UUHT, Hak Tanggungan dapat dibebankan bukan
saja pada hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan, tetapi juga
benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yaitu : bangunan, tanaman, dan
hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut.
Benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang dapat dibebani dengan Hak
Tanggungan itu bukan saja terbatas kepada benda-benda yang merupakan
milik pemegang hak atas tanah yang bersangkutan (Pasal 4 ayat (4) UUHT),
tetapi juga yang bukan dimiliki oleh pemegang hak atas tanah tersebut (Pasal 4
ayat (5) UUHT).
e. Hak Tanggungan dapat dibebankan juga atas benda-benda yang
berkaitan dengan tanah yang baru akan ada dikemudian hari.
Meskipun Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan atas tanah yang telah ada,
sepanjang Hak Tanggungan itu dibebankan pula atas benda-benda yang
berkaitan dengan tanah, ternyata Pasal 4 ayat (4) UUHT memungkinkan Hak
Tanggungan dapat dibebankan pula atas benda-benda yang berkaitan dengan
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
108
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
tanah tersebut sekalipun benda-benda tersebut belum ada, tetapi baru akan
ada dikemudian hari.
Dalam pengertian “yang baru akan ada” ialah benda-benda yang pada saat
Hak Tanggungan dibebankan belum ada sebagai bagian dari tanah (hak atas
tanah) yang dibebani Hak Tanggungan tersebut. Misalnya karena benda-benda
tersebut baru ditanam (untuk tanaman) atau baru dibangun (untuk bangunan
dan hasil karya) kemudian setelah Hak Tanggungan itu dibebankan atas tanah
(hak atas tanah) tersebut.
f. Perjanjian Hak Tanggungan adalah perjanjian Accessoir
Perjanjian Hak Tanggungan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri,
keberadaannya dikarenakan adanya perjanjian pokok / perjanjian induk.
Perjanjian pokok bagi perjanjian Hak Tanggungan adalah perjanjian hutang
piutang / perjanjian kredit yang menimbulkan hutang yang dijamin. Hal ini
dijelaskan pada butir 8 Penjelasan Umum UUHT, yaitu :
“Oleh karena Hak Tanggungan menurut sifatnya merupakan ikutan atau
accessoir pada suatu piutang tertentu, yang didasarkan pada suatu perjanjian
hutang piutang atau perjanjian lain, maka kelahiran dan keberadaannya
ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin pelunasannya”
Bahwa perjanjian Hak Tanggungan adalah suatu perjanjian accessoir adalah
berdasarkan Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 18 ayat (1) huruf a UUHT, yaitu :
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
109
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Pasal 10 ayat (1) UUHT menentukan bahwa perjanjian untuk
memberikan Hak Tanggungan merupakan bagian tak terpisahkan dari
perjanjian utang-piutang yang bersangkutan
Pasal 18 ayat (1) huruf a menentukan Hak Tanggungan hapus
karena hapusnya hutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan
g. Hak Tanggungan Dapat Dijadikan Jaminan Untuk Utang Yang
Baru akan Ada
Menurut ketentuan Pasal 3 ayat (3) UUHT, Hak Tanggungan dapat dijadikan
untuk:
1. Utang yang telah ada
2. Utang yang baru akan ada, tetapi telah diperjanjikan
sebelumnya dengan jumlah tertentu
3. Utang yang baru akan ada tetapi telah diperjanjikan
sebelumnya dengan jumlah yang pada saat permohonan eksekusi hak
tanggungan diajukan ditentukan berdasarkan perjanjian utang piutang atau
perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang piutang yang
bersangkutan.
Dengan demikian utang yang dijamin dengan hak tanggungan dapat berupa
utang yang sudah ada maupun yang belum ada, yaitu yang baru akan ada
dikemudian hari, tetapi harus sudah diperjanjikan sebelumnya.
Dijadikannya hak tanggungan untuk menjamin utang yang baru akan ada
dikemudian hari adalah untuk menampung kebutuhan dunia perbankan
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
110
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
berkenaan dengan timbulnya utang dari nasabah Bank sebagai akibat
dilakukannya pencairan atas suatu garansi Bank. Juga untuk menampung
timbulnya utang sebagai akibat pembebanan bunga atas pinjaman pokok dan
pembebanan ongkos-ongkos lain yang jumlahnya baru dapat ditentukan
kemudian.
h. Hak Tanggungan Dapat Menjamin Lebih Dari Satu Utang
Pasal 3 ayat (2) UUHT menentukan:
“Hak tanggungan dapat diberikan untuk suatu utang yang berasal dari satu
hubungan hukum atau untuk satu utang atau lebih yang berasal dari beberapa
hubungan hukum”
Dari ketentuan pasal diatas memungkinkan pemberian satu hak tanggungan
untuk:
1. Beberapa kreditor yang memberikan utang kepada satu debitor berdasarkan
satu perjanjian utang piutang
2. Beberapa kreditor yang memberikan utang kepada satu debitor berdasarkan
beberapa perjanjian utang-piutang bilateral antara masing-masing kreditor
dengan debitor yang bersangkutan.
Penjaminan dengan hanya berupa satu hak tanggungan bagi beberapa kreditor
berdasarkan beberapa perjanjian kredit bilateral antara debitor yang sama
dengan masing-masing kreditor itu, hanya mungkin dilakukan apabila
sebelumnya telah disepakati oleh semua kreditor.
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
111
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
i. Hak Tanggungan Mengikuti Objeknya Dalam Tangan Siapapun
Objek Tanggungan Itu Berada
Pasal 7 UUHT menetapkan asas bahwa hak tanggungan tetap mengikuti
objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut berada. Dengan demikian hak
tanggungan tidak akan berakhir sekalipun objek hak tanggungan ini beralih
kepada pihak lain oleh karena sebab apapun juga. Berdasarkan asas ini
pemegang hak tanggungan akan selalu dapat melaksanakan haknya dalam
tangan siapapun obyek tanggungan itu berpindah. Ketentuan ini merupakan
penjelasan dari asas yang disebut Droit de Siute atau Zaakgevolg.
j. Di Atas Hak Tanggungan Tidak Dapat Diletakan Sita Oleh
Pengadilan
Sudah seharusnya menurut hukum terhadap hak tanggungan tidak dapat
diletakan sita. Alasannya adalah karena tujuan dari (diperkenalkannya) hak
jaminan pada umumnya dan khususnya hak tanggungan itu sendiri. Tujuan hak
tanggungan adalah untuk memberikan jaminan yang kuat bagi kreditor yang
menjadi pemegang hak tanggungan itu untuk didahulukan dari kreditor-kreditor
lain. Bila terhadap hak tanggungan itu dimungkinkan sita oleh pengadilan,
maka hal tersebut akan meniadakan kedudukan yang diutamakan dari kreditor
pemegang hak tanggungan.
Hal tersebut sebelumnya sudah sejalan dengan yurisprudensi, yaitu dalam
Putusan Mahkamah Agung No.394K/Pdt/1984 tanggal 31 Mei 1985, yang
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
112
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
berpendirian bahwa barang-barang yang sudah dijadikan jaminan utang tidak
dapat dikenakan sita jaminan.
k. Hak Tanggungan Menganut Asas Spesialitas
Asas spesialitas menghendaki bahwa hak tanggungan hanya dapat dibebankan
atas tanah yang ditentukan secara spesifik. Dianutnya asas spesialitas ini dapat
disimpulkan dari ketentusn Pasal 8 dan Pasal 11 ayat (1) huruf e UUHT.
Pasal 8 UUHT menentukan bahwa pemberi hak tanggungan harus mempunyai
kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak
tanggungan yang bersangkutan (Pasal 8 ayat (1) UUHT) dan kewenangan itu
harus ada pada saat pendaftaran hak tanggungan dilakukan (Pasal 8 ayat (2)
UUHT), ketentuan tersebut hanya mungkin terpenuhi apabila objek hak
tanggungan telah ada dan jelas.
Selanjutnya Pasal 11 ayat (1) huruf e menetukan bahwa di dalam akta
pemberian hak tanggungan wajib dicantumkan uraian yang jelas mengenai
objek hak tanggungan, tidaklah mungkin untuk memberikan uraian yang jelas
sebagaimana yang dimaksud itu apabila objek hak tanggungan belum ada dan
belum diketahui ciri-cirinya. Kata-kata “uraian yang jelas mengenai objek hak
tanggungan” dalam Pasal 11 ayat (1) huruf e menunjukan bahwa objek hak
tanggungan harus secara spesifik dapat ditunjukkan dalam Akta Pemberian Hak
Tanggungan.
l. Hak Tanggungan Menganut Asas Publisitas
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
113
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Terhadap hak tanggungan berlaku asas publisitas atau asas keterbukaan, hal
ditentukan dalam Pasal 13 UUHT, yang menentukan bahwa pemberian hak
tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Pendaftaran pemberian
hak tanggungan merupakan syarat mutlak untuk lahirnya hak tanggungan
tersebut dan mengikatnya hak tanggungan terhadap pihak ketiga (Penjelasan
Pasal 13 ayat (1) UUHT)
Tujuan publisitas pencatatan hak tanggungan adalah untuk memberikan
informasi kepada pihak ketiga dapat mengetahui tentang adanya pembebanan
hak tanggungan atas suatu hak atas tanah.
m. Hak Tanggungan Dapat Diberikan Dengan Disertai Janji-Janji
Tertentu
Menurut Pasal 11 ayat (2) UUHT, hak tanggungan dapat diberikan dengan
disertai janji-janji tertentu. Janji-janji tersebut dicantumkan dalam Akta
Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan. Adapun contoh-contoh dari
janji-janji tersebut dapat dilihat dalam Pasal 11 ayat (2) UUHT.
Janji-janji yang disebutkan dalam pasal tersebut bersifat fakultatif dan tidak
limitatif. Bersifat fakultatif karena janji-janji itu boleh mencantumkan atau tidak
dicantumkan, baik sebagian maupun seluruhnya. Bersifat limitatif karena dapat
pula diperjanjikan janji-janji lain selain dari janji-janji yang telah disebutkan
dalam Pasal 11 ayat (2) UUHT.
n. Objek Hak Tanggungan Tidak Boleh Diperjanjikan Untuk Dimiliki
Sendiri Oleh Pemegang Hak Tanggungan Bila Debitur Cidera Janji
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
114
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Menurut Pasal 12 UUHT janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang
hak tanggungan untuk memiliki objek hak tanggungan apabila debitor cidera
janji batal demi hukum. Larangan pencantuman janji yang demikian
dimaksudkan untuk melindungi debitur agar dalam kedudukan yang lemah
dalam menghadapi kreditor (Bank) karena dalam keadaan sangat
membutuhkan utang (kredit) terpaksa menerima janji dengan persyaratan yang
berat dan merugikan baginya.
o. Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan Mudah Dan Pasti
Menurut Pasal 6 UUHT apabila debitor cidera janji pemegang hak tanggungan
pertama mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan
sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari
hasil penjualan tersebut. Pasal tersebut memberikan hak bagi pemegang hak
tanggungan untuk melakukan parate eksekusi, artinya pemegang hak
tanggungan tidak perlu bukan saja memperoleh persetujuan dari pemberi hak
tanggungan, tetapi juga tidak perlu meminta penetapan dari pengadilan
setempat apabila akan melakukan eksekusi atas hak tanggungan yang menjadi
jaminan utang debitor dalam hal debitor cidera janji, pemegang hak
tanggungan dapat langsung datang dan meminta kepada Kepala Kantor Lelang
untuk melakukan pelelangan atas objek hak tanggungan yang bersangkutan.
Hak Parate Eksekusi (eksekusi langsung) dalam hak tanggungan diberikan oleh
Pasal 6 UUHT dapat dilakukan dengan atau tanpa diperjanjikan terlebih dahulu,
hak tersebut demi hukum dipunyai oleh pemegang hak tanggungan. Sertifikat
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
115
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Hak Tanggungan yang merupakan tanda bukti adanya hak tanggungan yang
diterbitkan oleh Kantor Pertanahan dan yang memuat irah-irah dengan kata-
kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, mempunyai
kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti Grosse Acte
sepanjang mengenai hak atas tanah (Pasal 14 ayat (1), (2), dan (3). Dengan
demikian untuk melakukan eksekusi terhadap hak tanggungan yang telah
dibebankan atas tanah dapat dilakukan tanpa harus melalui proses gugat-
menggugat (proses litigasi/pengadilan) apabila debitor cidera janji.
2. Pemberi Dan Pemegang Hak Tanggungan
Pasal 8 UUHT menentukan bahwa pemberi hak tanggungan adalah orang
perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk
melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan yang
bersangkutan. Dengan demikian karena objek hak tanggungan adalah Hak
Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah Negara.
Sejalan dengan pasal tersebut yang dapat menjadi pemberi hak tanggungan
adalah orang perseorangan atau badan hukum yang dapat mempunyai Hak
Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah Negara.
Menurut Pasal 9 UUHT, pemegang hak tanggungan adalah orang perseorangan
atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang, dengan
demikian yang dapat menjadi pemegang hak tanggungan adalah siapapun juga
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
116
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
yang berwenang melakukan perbuatan perdata untuk memberikan utang, yaitu
baik itu orang perseorangan warga negara Indonesia maupun orang asing.
3. Obyek Hak Tanggungan
Yang menjadi obyek hak tanggungan adalah (Pasal 4 UUHT):
a. Hak-hak atas tanah:
Hak Milik
Hak Guna Usaha
Hak Guna Bangunan
Hak Pakai atas Tanah Negara
Hak Pakai atas Tanah Hak Milik
b. Benda-benda yang berkaitan dengan tanah: Bangunan, (Rumah Susun yang
berdiri diatas tanah Hak Milik, HGB, Hak Pakai atas Tanah Negara),
Tanaman, dan Hasil Karya.
4. Beralihnya Hak Tanggungan
Ada beberapa sebab terjadinya peralihan pada Hak Tanggungan (Pasal 16
UUHT), yaitu:
a. Peralihan karena hukum
b. Peralihan karena Cessie dan Subrogasi
c. Peralihan karena Akuisisi, Merger, dan Konsolidasi
d. Peralihan karena sebab penjualan penyertaan dalam kredit sindikasi
e. Peralihan hak tanggungan sebagai akibat penggantian debitur karena
novasi
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
117
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
f. Peralihan hak tanggungan karena penggantian debitur bukan karena
perjanjian novasi tetapi dengan pembuatan perjanjian pengambilalihan
utang yang tidak mengakhiri perjanjian utang-piutang semula
g. Peralihan hak tanggungan karena peralihan utang debitur yang
meninggal dunia kepada ahli warisnya
Pendaftaran beralihnya hak tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan
dengan mencatatnya pada buku tanah hak tanggungan dan buku tanah hak
atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan serta menyalin catatan
tersebut pada sertifikat-sertifikat hak tanggungan dan sertifikat-sertifikat hak
atas tanah yang bersangkutan (Pasal 16 ayat (3) UUHT).
5. Proses Terjadinya Hak Tanggungan (Pasal 10-14
UUHT)
Tahap-tahapnya :
1. Perjanjian utang-piutang/perjanjian kredit
2. Perjanjian pemberian Hak Tanggungan
dibuat akta pemberian hak tanggungan oleh PPAT.
3. Pendaftaran Hak Tanggungan oleh kantor pertanahan
Dicatat dalam buku tanah
Hak Tanggungan lahir pada hari pencatatan dalam buku tanah
Sertifikat hak tanggungan diserahkan kepada pemegang saham
6. Hapusnya Hak Tanggungan (Pasal 18 UUHT)
Hak Tanggungan hapus karena:
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
118
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
a. Hapusnya utang yang dijamin
b. Dilepaskan oleh pemegang Hak Tanggungan
c. Pembersihan berdasarkan penetapan peringkat oleh ketua Pengadilan
Negeri
d. Hapusnya Hak atas Tanah (tanah dijadikan fasilitas umum dapat ganti
rugi oleh pemerintah)
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
119
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
BAB XIII
FIDUSIA
Undang-undang yang mengatur pemberian kredit dengan jaminan benda
bergerak melalui Gadai yang diatur buku II Pasal 1150 – 1160 BW, apabila
mencari pinjaman atau kredit akan terbentur pada syarat In Bezit Stelling, yaitu
salah satu syarat yang mengharuskan bahwa benda bergerak yang menjadi
jaminan harus ditarik/berada dalam kekuasaan pemegang gadai/pemberi kredit
(kreditor). Syarat In Bezit Stelling dirasakan sangat berat oleh pemohon kredit
dengan jaminan benda bergerak, karena benda yang dijaminkan tersebut
justeru sangat diperlukan untuk menjalankan usaha atau kehidupan sehari-hari.
Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan demikian dan untuk menyesuaikan
perkembangan dan kebutuhan masyarakat serta untuk menghindari ketentuan
Pasal 1152 BW (yang mengharuskan barang jaminan ditarik dari kekuasaan
pemiliknya) maka yurisprudensi memungkinkan adanya lembaga jaminan
fidusia, yaitu pada Keputusan Mahkamah Agung No. 372K/Sip/1970 tanggal 1
September 1970 yang memutuskan bahwa fiducia hanya berlaku untuk benda
bergerak saja. Jaminan dengan menggunakan lembaga fidusia yang
dipindahkan atau diserahkan adalah hak atas benda (hak kepemilikan) sebagai
jaminan atas dasar kepercayaan, sedangkan bendanya sendiri masih tetap
dalam kekuasaan debitur/pemilik barang, sehingga masih dapat dipergunakan
dan dimanfaatkan untuk kepentingan usaha si debitur/pemilik barang. Melihat
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
120
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
kebutuhan yang cukup besar bagi lalu lintas perkreditan nasional serta untuk
memenuhi aspek perlindungan dan kepastian hukum bagi para pihak, maka
pemerintah mengeluarkan regulasi terkait dengan pengaturan fidusia, yaitu
melalui Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, dasar hukum
pengaturan fidusia diatur oleh yurisprudensi dan beberapa peraturan
perundang-undangan, yaitu:
1. Arrest Hoogerechtshop tanggal 18 Agustus 1932 T, 136 No. 311
2. Keputusan Pengadilan Tinggi Surabaya tanggal 22 Maret 1951 Nomor
158/150 PDT
3. Keputusan Mahkamah Agung No. 372K/Sip/1970 tanggal 1 September
1970
4. Dalam perkembangannya Pasal 15 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992
tentang Perumahan dan Pemukiman, yang menentukan bahwa rumah-
rumah yang dibangun diatas tanah yang dimiliki oleh pihak lain dapat
dibebani jaminan fidusia
5. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun mengatur
mengenai hak milik atas satuan rumah susun yang dapat dijadikan jaminan
utang dengan dibebani fidusia jika tanah hak pakai atas tanah negara
1. Definisi & Unsur-Unsur Fidusia
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
121
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar
kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya
dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda (Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999).
Dari definisi diatas, maka unsur atau elemen pokok dari fidusia adalah:
a. Pengalihan hak kepemilikan suatu benda
b. Atas dasar kepercayaan
c. Benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam
penguasaan pemilik benda
Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud
maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan
yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap
berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan
utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
penerima fidusia terhadap kreditur yang lain.
Dari pengertian tersebut maka unsur atau elemen pokok dari jaminan fidusia,
yaitu:
a. Jaminan fidusia adalah agunan (jaminan) untuk pelunasan utang
b. Utang yang dijamin jumlahnya tertentu
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
122
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
c. Obyek jaminan fidusia adalah benda bergerak baik yang berwujud
maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya
bangunan yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan yang penguasaan
benda jaminan tersebut masih dalam kekuasaan pemberi fidusia
d. Jaminan fidusia memberikan hak preferent atau hak diutamakan kepada
kreditur tertentu terhadap kreditur lain
e. Hak milik atas benda jaminan berpindah kepada kreditur atas dasar
kepercayaan tetapi benda tersebut masih dalam penguasaan pemilik benda.
2. Sifat-Sifat Jaminan Fidusia
Jaminan fidusia yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
mempunyai hak-hak berikut ini:
a. Jaminan Fidusia Mempunyai Sifat Accessoir
Artinya adalah bahwa jaminan fidusia bukan hak yang berdiri sendiri tetapi
lahirnya, eberadaannya, atau hapusnya tergantung pada perjanjian pokok. Sifat
accessoir dari jaminan fidusia ini dapat dilihat pada:
Pasal 4 Undang Undang Nomor 42 Tahun 1999, bahwa jaminan fidusia
merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yangmenimbulkan
kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi prestasi”.
Pasal 25 juga menegaskan bahwa jaminan fidusia hapus karena hapusnya
utang yang dijamin dengan fidusia. Jaminan fidusia yang bersifat ikutan atau
accessoir ini menimbulkan konskwensi dalam hal piutang yang dijamin dengan
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
123
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
jaminan fidusia beralih kepada kreditur lain maka jaminan fidusia yang
menjaminnya demi hukum ikut beralih kepada kreditur baru. Pencatatan
peralihan hak jaminan fidusia didasarkan pada akta beralihnya piutang yang
dijamin, misalnya akta cessie dalam bentuk akta dibawah tangan atau akta
otentik. Terjadinya peralihan piutang perlu didaftarkan oleh kreditur baru
kepada Kantor Pendaftar Fidusia dan juga diberitahukan kepada debitur.
b. Jaminan Fidusia Mempunyai Sifat Droit De Suite
Prinsip Droit De Suite dalam hal ini terkait dengan hak mutlak atas kebendaan,
dimana penerima jaminan fidusia/kreditur mempunyai hak mengikuti benda
yang menjadi obyek jaminan fidusia dalam tangan siapa pun benda itu berada.
Namun sifat ini dikecualikan untuk obyek jaminan fidusia yang berbentuk
benda persediaan (inventory). Obyek jaminan fidusia yang berbentuk benda
persediaan dalam dunia perdagangan dapat dijual setiap saat karena benda
persediaan tersebut merupakan barang-barang dari hasil produksi industri yang
memang untuk diperdagangkan.
c. Jaminan Fidusia Memberikan Hak Preferent
Kreditur sebagai penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan (preferent)
terhadap kreditur lainnya, artinya jika debitur wanprestasi maka penerima
fidusia/kreditur mempunyai hak untuk menjual atau mengeksekusi benda
jaminan fidusia dan kreditur mendapat hak untuk didahulukan untuk mendapat
pelunasan utang dari hasil eksekusi benda jaminan fidusia tersebut.
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
124
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
d. Jaminan Fidusia Untuk Menjamin Utang Yang Telah Ada
Atau Akan Ada
Utang yang dijamin pelunasannya dengan fidusia harus memenuhi syarat
sesuai Pasal 7 Undang Undang Nomor 42 Tahun 1999, yaitu:
1. Utang yang telah ada, artinya besarnya utang yang ditentukan
dalam perjanjian kredit.
2. Utang yang akan timbul dikemudian hari yang telah diperjanjikan
dalam jumlah tertentu, misalnya utang yang timbul dari pembayaran yang
dilakukan oleh kreditur untuk kepentingan debitur dalam rangka
pelaksanaan Bank Garansi.
3. Utang yang pada saat eksekusi dapat ditentukan jumlahnya
berdasarkan perjanjian kredit yang menimbulkan kewajiban memenuhi
suatu prestasi.
e. Jaminan Fidusia Dapat Menjamin Lebih Dari Satu Utang
Pasal 8 Undang Undang Nomor 42 Tahun 1999 menegaskan bahwa jaminan
fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu penerima fidusia atau kepada
kuasa atau wakil dari penerima fidusia tersebut. Dari ketentuan pasal tersebut
maka benda jaminan fidusia dapat dijaminkan oleh debitur kepada beberapa
kreditur.
Dari penjelasan pasal tersebut yang dimaksud lebih dari satu penerima fidusia
atau lebih sari satu kreditur hanya berlaku dalam rangka pembiayaan kredit
secara konsorsium atau sindikasi, artinya seorang kreditur secara bersama-
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
125
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
sama dengan kreditur lain memberikan kredit kepada seorang debitur dalam
satu perjanjian kredit. Jaminan fidusia yang diberikan debitur digunakan untuk
menjamin kepada semua kreditur itu secara bersama. Antara kreditur satu
dengan kreditur lainnya mempunyai kedudukan yang sama atas jaminan
fidusia, tidak ada kreditur yang memiliki peringkat yang lebih tinggi dibanding
kreditur lainnya.
Dari ketentuan Pasal 8 tersebut tidak berlaku ketentuan tentang adanya
peringkat jaminan fidusia dengan peringkat pertama, kedua, dan seterusnya,
hal ini mengacu pada Pasal 17 Undang Undang Nomor 42 Tahun 1999, yaitu
pemberi fidusia/debitur dilarang melakukan fidusia ulang terhadap benda yang
menjadi obyek jaminan fidusia yang sudah terdaftar.
f. Jaminan Fidusia Mempunyai Kekuatan Eksekutorial
Kreditur sebagai penerima fidusia mempunyai hak untuk mengeksekusi benda
jaminan bila debitur cidera janji. Hak untuk mengajukan eksekusi tersebut
berdasarkan Pasal 15 ayat (3) Undang Undang Nomor 42 Tahun 1999 yang
menegaskan bahwa apabila debitur cidera janji, kreditur sebagai penerima
fidusia mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi obyek jaminan
fidusia atas kekuasaan sendiri.
Hak ditegaskan dalam Pasal 15 ayat (1) & (2) yang intinya merupakan
perwujudan dari Sertifikat Jaminan Fidusia yang mempunyai sifat eksekutorial,
ditandai dengan dicantumkannya kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa” yang memiliki kedudukan sama dengan putusan
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
126
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, sehingga hal tersebut
tidak perlu lagi meminta fiat dari pengadilan. Hak kreditur untuk menjual
sendiri benda jaminan dinamakan Parate Eksekusi.
g. Jaminan Fidusia Mempunyai Sifat Spesialitas Dan Publisitas
Sifat spesialitas adalah uraian yang jelas dan rinci mengenai obyek jamina
fidusia. Benda yang menjadi obyek jaminan fidusia harus diuraikan secara jelas
dan rinci dengan cara mengindentifikasi benda jaminan tersebut, dijelaskan
mengenai surat bukti kepemilikannya dalam Akta Jaminan Fidusia. Sifat
publisitas adalah berupa pendaftaran Akta Jaminan Fidusia yang merupakan
akta pembebanan benda yang dibebani jaminan fidusia. Pendaftaran Akta
Jaminan Fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia tempat dimana
pemberi fidusia/debitur berkedudukan. Untuk benda-benda yang dibebani
fidusia tetapi berada diluar wilayah Negara Republik Indonesia tetap
didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia di Indonesia dimana pemberi
fidusia/debitur berkedudukan. Dengan dilaksanakannya pendaftaran benda
yang dibebani jaminan fidusia, maka masyarakat dapat mengetahui bahwa
suatu benda telah dibebani jaminan fidusia, serta memberikan jaminan
kepastian pada kreditur lainnya mengenai benda yang telah dibebani jaminan
fidusia. Hal ini tercantum pada Pasal 11 Undang Undang Nomor 42 Tahun 1999
yang menegaskan bahwa benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib
didaftarkan.
h. Jaminan Fidusia Berisi Hak Untuk Melunasi Utang
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
127
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Pada umumnya sifat ini ada dalam setiap hak jaminan yang menjamin
pelunasan utang. Sifat ini sesuai dengan fungsi setiap jaminan yang
memberikan hak dan kekuasaan kepada kreditur untuk mendapatkan
pelunasan dari hasil penjualan jaminan tersebut bila debitur cidera janji, namun
benda jaminan bukan untuk dimiliki oleh kreditur. Seandainya debitur setuju
mencantumkan janji bahwa benda yang menjadi obyek fidusia akan menjadi
milik kreditur jika debitur cidera janji, maka oleh undang-undang janji semacam
itu batal demi hukum. Batal demi hukum artinya sejak semula dianggap tidak
pernah ada sehingga tidak perlu dilaksanakan (Pasal 33 Undang Undang Nomor
42 Tahun 1999)
i. Jaminan fidusia Meliputi Hasil Benda Yang Meliputi Hasil
Obyek Jaminan Fidusia Dan Klaim Asuransi
Dalam ketentuan sifat ini obyek jaminan fidusia menjadi lebih luas bukan hanya
benda-benda saja tetapi meliputi hasil dari pemanfaatan atau pengelolaan dari
benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, trmasuk klaim asuransi jika benda
yangmenjadi obyek jaminan tersebut di asuransikan (Pasal 10 Undang Undang
Nomor 42 Tahun 1999)
j. Obyek Jaminan Fidusia Berupa Benda-Benda Bergerak
Berwujud Dan Tidak Berwujud Dan Benda Tidak Bergerak Yang
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
128
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Tidak Dapat Dibebani Dengan Hak Tanggungan Serta Benda-Benda
Yang Diperoleh Kemudian Hari
Yang dimaksud obyek jaminan fidusia adalah benda-benda apa yang dapat
dijadikan jaminan utang dengan dibebani jaminan fidusia, yaitu:
1. Benda Bergerak Berwujud, contohnya:
a. Kenderaan bermotor, seperti: Mobil, Sepeda Motor.
b. Mesin-mesin pabrik yang tidak melekat pada tanah/bangunan
pabrik
c. Alat-alat inventaris kantor
d. Perhiasan
e. Persedian barang atau inventory, stock barang
f. Kapal laut yang berukuran dibawah 20 m3
g. Peralatan/perkakas rumah tangga, seperti: TV, Radio, AC, Mebel
h. Alat-alat pertanian, seperti: Traktor Pembajak Sawah, Mesin
Penyedot Air
2. Benda Bergerak Tidak Berwujud, contohnya:
a. Wesel
b. Sertifikat Deposito
c. Saham
d. Obligasi
e. Konosemen
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
129
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
f. Piutang yang diperoleh pada saat jaminan diberikan atau yang
diperoleh kemudian
g. Deposito Berjangka
3. Hasil dari benda yang menjadi obyek jaminan, baik benda bergerak
berwujud atau benda bergerak tidak berwujud atau hasil dari benda tidak
bergerak yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan.
4. Klaim asuransi dalam hal benda yang menjadi obyek jaminan fidusia
diasuransikan.
5. Benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani
Hak Tanggungan, yaitu hak milik satuan rumah susun diatas tanah hak pakai
atas tanah negara (Undang Undang Nomor 16 Tahun 1985) dan bangunan
rumah yang dibangun diatas tanah orang lain sesuai Pasal 15 Undang
Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman.
6. Benda-benda termasuk piutang yang telah ada pada saat jaminan
diberikan maupun piutang yang diperoleh kemudian hari.
3. Tahap-Tahap Pembebanan Fidusia
Yang dimaksud tahap-tahap pembebanan fidusia adaah rangkaian perbuatan
hukum dari dibuatnya perjanjian pokok yangberupa perjanjian kredit atau
perjanjian utang, pembuatan akta jaminan fidusia sampai dilakukan
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
130
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
pendaftaran di Kantor Pendaftaran Fidusia dengan mendapat Sertifikat Jaminan
Fidusia.
Rangkaian perbuatan hukum dalam proses pendaftaran jaminan fidusia akan
dijelaskan dalam tabel berikut ini:
TAHAP PERTAMA
(Tahap Pembuatan Perjanjian Pokok, Yaitu Perjanjian
Kredit Atau Perjanjian Lainnya Dan Perjanjian Ikutan
Atau Accesoir, Yaitu Perjanjian Jaminan Fidusia)
Dalam tahap pertama akan dibuat terlebih dahulu perjanjian
pokoknya, yang berupa perjanjian kredit atau perjanjian utang,
kemudian disepakati adanya jaminan dalam bentuk jaminan
fidusia yang dibuat dalam perjanjian ikutan atau accessoir yang
merupakan ikutan dari perjanjian pokok. Pasal 4 Undang
Undang Nomor 42 Tahun 1999 menegaskan jaminan fidusia
merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang
menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu
prestasi.
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
131
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
TAHAP KEDUA
(Tahap Pembuatan Akta Jaminan Fidusia)
Tahap kedua berupa pembebanan benda dengan jaminan
fidusia yang ditandai dengan pembuatan akta jaminan fidusia
yang ditandatangani kreditur sebagai penerima fidusia dan
debitur sebagai pemberi fidusia. Bentuk akta jaminan fidusia
adalah akta otentik yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris,
dengan harus memuat sekurang-kurangnya:
a. Identitas pemberi dan penerima fidusia
b. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia
c. Uraian mengenai benda yang menjadi obyek
jaminan fidusia
d. Nilai penjaminan, yaitu penetapanjumlah utang
yang dijamin dengan jaminan fidusia yang tercantum dalam
akta jaminan fidusia yang ditetapkan oleh kreditur dengan
memperhitungkan jumlah utang pokok, bunga, denda, dan
biaya lainnya
e. Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia
TAHAP KETIGA
(Tahap Pendaftaran Akta Jaminan Fidusia
Di Kantor Pendaftaran Fidusia)
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
132
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Pada tahap ketiga ini ditandai dengan pendaftaran akta jaminan
fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia di tempat kedudukan
pemberi fidusia/debitur. Hal ini sesuai dengan Pasal 11 jo 12
Undang Undang Nomor 42 Tahun 1999. Dalam melakukan
pendaftaran melampirkan pernyataan pendaftaran yang
memuat:
a. Identitas pemberi dan penerima fidusia
b. Tanggal, nomor akta jaminan fidusia, nama dan
tempat kedudukan notaris yang membuat akta jaminan
fidusia
c. Data perjanjian pokok yang di jamin fidusia
d. Uraian mengenai benda yang menjadi obyek
jaminan fidusia
e. Nilai penjaminan
f. Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia
Jaminan fidusia dinyatakan lahir pada tanggal dicatatkannya jaminan fidusia
dalam Buku Daftar Fidusia. Setelah kantor pendaftaran fidusia menerima
permohonan pendaftaran fidusia, maka akan memuat jaminan fidusia dalam
Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan
permohonan pendaftaran. Hari dan tanggal lahirnya jaminan fidusia ini sangat
penting karena menandai atau membuktikan lahirnya hak preferent atau hak
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
133
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
didahulukan bagi kreditur sebagai penerima fidusia, sehingga kreditur yang
menerima fidusia memiliki kedudukan yang diutamakan atas jaminan fidusia.
4. Hapusnya Jaminan Fidusia
Ada beberapa hal yang mengakibatkan hapusnya jaminan fidusia, yaitu:
a. Hapusnya utang yang dijaminkan dengan fidusia
Kondisi ini sesuai dengan sifat perjanjian fidusia sebagai perjanjian ikutan
atau accessoir. Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia dapat terjadi
dengan:
- pelunasan utang;
- penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan
novasi/pembaruan utang;
- kompensasi/perjumpaan utang;
- pencampuran utang;
- pembebasan utang.
b. Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia/kreditur
Pelepasan hak atas jaminan fidusia tersebut terjadi karena adanya
penggantian jaminan sehingga jaminan lama dihapuskan. Hapusnya jaminan
fidusia karena dilepaskan oleh kreditur dapat dilakukan dengan
keterangan/pernyataan tertulis dari kreditur kepada pemberi fidusia/debitur.
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
134
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
Keterangan tertulis tersebut diperlukan sebagai bukti untuk melakukan roya
jaminan fidusia di kantor pendaftaran fidusia, agar beban jaminan fidusia
pada benda tersebut menjadi bebas kembali.
c. Musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia
Hal ini dapat diakibatkan karena: kebakaran, pencurian, kehilangan, namun
musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia tidak mengakibatkan
utang yang ada menjadi hangus pula. Debitur tetap mempunyai kewajiban
untuk melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian pokok yang telah
disepakati.
5. Ketentuan Pidana Dalam Fidusia
Guna kepentingan kreditur sebagai penerima fidusia maka undangundang
fidusia ini mengatur tentang pemberian sanksi, yaitu:
a. Bagi setiap orang atau debitur yang merugikan kreditur. Tindakan
debitur yang mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan benda yang
menjadi objek jaminan fidusia dikualifikasikan sebagai perbuatan atau tindak
pidana. Sanksi pidana perbuatan mengalihkan, menggadaikan, atau
menyewakan di pidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan di
denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
b. Bagi setiap orang dengan sengaja memalsukan, mengubah,
menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan secara
menyesatkan yang jika hal tersebut diatas diketahui oleh salah satu pihak
(kreditur atau debitur) juga dikualifikasikan sebagai tindak pidana, dengan
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
135
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013
sanksi pidana berupa pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 5 (lima) yahun dan denda paling sedikit Rp. 10.000.000,-
(sepuluh jta rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta
rupiah)
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya
136