bukti eksistensi tuhan dan tauhid sebagai konsep dasar

Upload: achmad-fathul-khairi

Post on 08-Mar-2016

255 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

makalah PAI

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

I.ILatar BelakangPada dasarnya fitrah manusia telah mengakui tentang adanya Tuhan, walaupun ia sendiri telah menyatakan diri sebagai seorang atheis atau komunis. Seorang atheis dan komunis mengatakan tidak ada Tuhan yang berarti, dibalik ucapanya itu ia mengatakan ada Tuhan tetapi dalam ketiadaanya. Ketika pecah perang dunia kedua ada suatu ungkapan yang popular bahwa didalam lubanglubang perlindungan tidak ada penganut atheism. Ungkapan ini berarti bahwa jika manusia terjebak dalam situasi yang membahayakan jiwanya, tentu ia mengakui adanya Tuhan.Beriman bahwa Tuhan itu ada adalah iman yang paling utama. Jika seseorang sebagai seorang manusia sudah tidak percaya bahwa Tuhan itu benar- benar ada, maka sesungguhnya orang itu dalam kesesatan yang nyata. Namun sering kita bertanya benarkah Tuhan itu ada? Padahal kita tidak pernah sama sekali melihat Tuhan. Kita juga tidak pernah sama sekali bercakap-cakap dengan Tuhan. Karena itu, tidak heran jika orang-orang atheist menganggap Tuhan itu tidak ada. Cuma khayalan orang-orangbelaka.Munculnya berbagai pertanyaan tentang Tuhan merupakan pencerminan kebutuhan manusia kepada Tuhan, kelemahan manusia dalam mengatasi persoalanya sendiri, dan juga ketidakmampuan manusia dalam mempersepsi dirinya sendiri. Untuk itu dalam makalah ini penulis mencoba menjelaskan tentang pengertian Tuhan dan bukti-bukti adanya Tuhan.Pada makalah ini juga dibahas mengenai Tauhid sebagai konsep dasar ketuhanan islam. Tauhid adalah mengesakan Allah dalam hal-hal yang menjadi kekhususan diri-Nya. Kekhususan itu meliputi perkara Rububiyah, Uluhiyah, dan Asma wa sifat. Tauhid sendiri berasal dari Bahasa Arab wahhada-yuwahhidu-tauhiidan, artinya mengesakan atau menunggalkan dari sekian banyak yang ada. Adapun ilmu tauhid adalah ilmu yang mempelajari mengenai kepercayaan tentang Tuhan dengan segala segi-seginya, yang berarti termasuk didalamnya soal wujud-Nya, ke-Esaan-Nya, dan sifat-sifat-Nya. Syeh M. Abduh mengatakan bahwa, ilmu tauhid (ilmu kalam) adalah ilmu yang membicarakan wujud Tuhan, sifat-sifat yang mesti ada pada-Nya, sifat-sifat yang boleh ada pada-Nya, sifat-sifat yang tidak mungkin ada pada-Nya; membicarakan tentang Rosul, untuk menetapkan keutusan mereka, sifat-sifat yang boleh dipertautkankepada mereka, dan sifat-sifat yang tidak mungkin terdapat pada mereka.II.IIRumusan Masalah Makalah ini akan berfokus pada rumusan masalah sebagai berkut:1. Bagaimana konsep Tuhan dan bukti eksistensi-Nya dalam islam dan kefilsafatan?2. Apa dalil yang mendukung eksistensi Tuhan?3. Mengapa tauhid menjadi dasar dalam konsep ketuhanan islam?

II.IIITujuan Penulisan makalah ini dengan bertujuan untuk: 1. Menelaah dan mencermati eksistensi Tuhan demi meningkatkan iman2. Mengetahui dalil-dalil tentang eksistensi Tuhan3. Mengetahui arti tauhid dalam agama islam

BAB IIPEMBAHASANII.I Eksistensi TuhanMenurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tuhan adalah sesuatu yang di yakini, di puja , di sembah oleh manusia , sebagai yang Maha Kuasa, Maha Perkasa dan lain sebagai nya. Kalimat Tuhan dapat di pergunakan untuk apa saja yang dipuja dan disembah oleh manusia. baik persembahan yang benar atau yang salah. Dalam Al-Qur'an Allah Berfirman:" Artinya: "Maka pernahkah kamu melihat, orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilahnya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya, dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya, dan meletakkan tutupan atas penglihatannya. Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk, sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran." (Q.S Al-Jaatsiyah 45:23)Dalam QS 28 (Al-Qashash):38, perkataan ilah dipakai oleh Firaun untuk dirinya sendiri: Dan Firaun berkata: Wahai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku.Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi maupun benda nyata (Firaun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam Al-Quran juga dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna:ilaahaini), dan banyak (jama: aalihatun). Bertuhan nol atau atheisme tidak mungkin. Untuk dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan logika Al-Quran sebagai berikut:Tuhan (Ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Selanjutnya, kalimat" Tuhan" itu dapat di artikan dan di pergunakan untuk menamakan persembahan yang sebenarnya. Iyalah Tuhan pencipta alam semesta, ini tercantum dalam Al-Qur'an. Firman Allah :

Artinya: Maka ketahuilah!! bahwasanya " tidak ada Tuhan selain dari Allah". dan mohonlah ampunan (dari-Nya) semua kesalahanmu dan kesalahan orang-orang yang beriman baik pria maupun wanita ! Allah Maha Mengetahui tempat bekerjamu dan tempat istirahatmu" (Q.S. Muhammad : 19 )" Dalam upaya kita mengetahui hakikat keberadaan Tuhan, yang harus kita ketahui bukanlah apa yang seyogyanya merupakan benda semata, akan tetapi apa yang sesungguhnya ada. Tuhan itu Maha Ada. Dia ada dari diri-Nya sendiri, Self Existent. Tuhan tidak bergantung pada sesuatu yang lain demi menjadi Tuhan. Sementara kita berada karena Tuhan telah menciptakan kita. Tuhan berada karena Ia ada.Tuhan bersifat abadi, tanpa awal dan akhir. Tuhan selalu berada di mana-mana. Kemanapun dan dimanapun kita berada, Tuhan akan selalu menyertai kita. Tiada sedikit pun ruang tanpa kehadiran-Nya. Kita juga tidak perlu mencari dimana Dia berada, yang diperlukan hanyalah kesadaran kita akan hakikat keberadaan-Nya dan bukti-bukti Kekuasaan-Nya. Menurut para agamawan, apabila kita masih belum juga menyadari kehadiran-Nya, mungkin mata hati kita yang masih tertutup, sehingga kita tidak menyadari kehadiran-Nya. Padahal Tuhan itu sangat dekat dengan kita, bahkan lebih dekat dari pada urat leher kita!Dengan demikian, tanpa melihat dzat-Nya yang Maha Agung, kita telah dapat mengungkap hakikat keberadaan-Nya melalui segala ciptaan-Nya yang ada, tidak terkecuali pada diri kita sendiri. Begitu banyak hal yang dapat kita jadikan bukti akan hakikat keberadaan-Nya. Apa yang ada pada diri kita sendiri dan semua yang ada di alam semesta ini, tanpa kecuali, dapat dijadikan bukti akan hakikat keberadaan-Nya.Tuhan telah memberikan bekal kepada manusia berupa akal, dan dengan akal itu manusia dapat memikirkan segala hal yang ada di dalam kehidupannya, sampai akhirnya dia dapat mengetahui tentang hakikat adanya Tuhan dan sifat-sifat-Nya? Kemudian Tuhan melengkapinya dengan menurunkan wahyu-wahyu-Nya kepada beberapa manusia pilihan-Nya (rasul), untuk kemudian disampaikan kepada umat manusia lainnya sebagai petunjuk jalan yang benar. Jadi melalui keduanya, baik akal maupun agama, kita akan dapat mengetahui hakikat keberadaan-Nya.Seorang filsuf, Al-Ghazali, juga telah mengemukakan hubungan saling keterkaitan antara agama dan akal. Menurutnya, agama dan akal bagaikan cahaya dan mata. Cahaya tak akan banyak berguna bila dilihat dengan mata tertutup, sebaliknya mata akan tertipu dan tak berdaya bila melihat tanpa cahaya. Jadi, Tuhan memberikan akal agar manusia dapat memahami agama dengan benar dan menghadirkan agama sebagai petunjuk jalan yang benar bagi manusia dalam menggunakan akalnya.Oleh karena itu, bagi kita yang telah percaya akan keberadaan-Nya sebagai Sang Pencipta alam semesta yang maha luas ini, maka tidaklah cukup bagi kita dengan hanya percaya bahwa Tuhan itu sesungguhnya memang ada. Akan tetapi kita juga meyakini-Nya sebagai satu-satunya yang dapat dipertuhankan, serta tidak memandang adanya kualitas serupa kepada sesuatu apapun yang lain.Atas segala nikmat dan anugerah-Nya pula, sudah sepantasnya kita bersyukur, berserah diri, dan melaksanakan segala perintah-Nya dengan penuh cinta dan keikhlasan hanya kepada-Nya. Kita pun wajib menjauhi segala larangan-Nya dengan penuh ketaatan.Kita menyembah-Nya bukan karena mengharapkan pahala seperti para pedagang yang selalu melakukan sesuatu atas dasar untung-rugi. Kita menjauhi segala larangan-Nya, juga bukan karena rasa takut akan neraka seperti para budak yang melakukan sesuatu agar tidak dimarahi majikannya, akan tetapi kita melakukannya semata-mata karena rasa syukur dan cinta kita kepada-Nya.Sebagaimana yang telah kita pahami, salah satu penghayatan doktrin agama adalah bahwa Tuhan itu Omnipresent, Maha Dekat, sehingga segala tindakan yang tidak terpuji, tidak akan pernah kita lakukan, apabila kita telah menyadari bahwa Tuhan itu Maha Dekat, mengawasi, dan bersama kita setiap saat, di manapun kita berada.Adanya Allah swt adalah sesuatu yang bersifat aksiomatik (sesuatu yang kebenarannya telah diakui, tanpa perlu pembuktian yang bertele-tele). Namun, di sini akan dikemukakan dalil-dalil yang menyatakan wujud (adanya) Allah swt, untuk memberikan pengertian secara rasional. Mengimani Wujud Allah Subhanahu wa Taala Wujud Allah telah dibuktikan oleh fitrah,akal,syara,dan indera.1. Dalil FitrahManusia diciptakan dengan fitrah bertuhan, sehingga kadangkala disadari atau tidak, disertai belajar ataupun tidak naluri berketuhanannya itu akan bangkit. Firman Allah

Artinya: "Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab: Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. (Al-Araf:172) Artinya: Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, dan sesungguhnya kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi (HR. Al Bukhari)Ayat dan hadis tersebut menjelaskan kondisi fitrah manusia yang bertuhan. Ketuhanan ini bisa difahami sebagai ketuhanan Islam, karena pengakuannya bahwa Allah swt adalah Tuhan. Selain itu adanya pernyataan kedua orang tua yang menjadikannya sebagai Nasrani, Yahudi atau Majusi, tanpa menunjukkan kata menjadikan Islam terkandung maksud bahwa menjadi Islam adalah tuntutan fitrah. Dari sini bisa disimpulkan bahwa secara fitrah, tidak ada manusia yang menolak adanya Allah sebagai Tuhan yang hakiki, hanya kadang-kadang faktor luar bisa membelokkan dari Tuhan yang hakiki menjadi tuhan-tuhan lain yang menyimpang.2. Dalil AkalAkal yang digunakan untuk merenungkan keadaan diri manusia, alam semesta dia dapat membuktikan adanya Tuhan. Di antara langkah yang bisa ditempuh untuk membuktikan adanya Tuhan melalui akal adalah dengan beberapa teori, antara lain;a. Teori Sebab.Segala sesuatu pasti ada sebab yang melatar belakanginya. Adanya sesuatu pasti ada yang mengadakan, dan adanya perubahan pasti ada yang mengubahnya. Mustahil sesuatu ada dengan sendirinya. Mustahil pula sesuatu ada dari ketiadaan. Pemikiran tentang sebab ini akan berakhir dengan teori sebab yang utama (causa prima), dia adalah Tuhan.b. Teori Keteraturan.Alam semesta dengan seluruh isinya, termasuk matahari, bumi, bulan dan bintang-bintang bergerak dengan sangat teratur. Keteraturan ini mustahil berjalan dengan sendirinya, tanpa ada yang mengatur. Siapakah yang mempu mengatur alam semesta ini selain dari Tuhan?c. Teori Kemungkinan (Problabyitas)Adakah kemungkinan sebuah komputer ditinggalkan oleh pemiliknya dalam keadaan menyala. Tiba-tiba datang dua ekor tikus bermain-main di atas tuts keyboard, dan setelah beberapa saat di monitor muncul bait-bait puisi yang indah dan penuh makna?Dalam pelajaran matematika, bila sebuah dadu dilempar kemungkinan muncul angka 6 adalah 1/6. Dan bila dua dadu dilempar kemungkinan munculnya angka 5 dan 5 adalah 1/36. Bila ada satu set huruf dari a sampai z diambil secara acak, kemungkinan muncul huruf a adalah 1/26. Bila ada lima set huruf diambil secara acak, kemungkinan terbentuknya sebuah kata T-U-H-A-N adalah 1/265 (satu per duapuluh enam pangkat lima) =1/11881376. Andaikata puisi di layar komputer itu terdiri dari 100 huruf saja, maka kemungkinannya adalah 1/26100. Dengan angka kemungkinan sedemikian orang akan menyatakan tidak mungkin, lalu bagaimanakah alam raya yang terdiri dari sekian jenis atom, sekian banyak unsur, sekian banyak benda, berapa kemungkinan dunia ini terjadi secara kebetulan? Kemungkinannya adalah 1/~ (satu per tak terhingga), atau dengan kata lain tidak mungkin. Jika alam ini tidak mungkin terjadi dengan kebetulan maka tentunya alam ini ada yang menciptakannya, yaitu Allah.3. Dalil NaqliMeskipun secara fitrah dan akal manusia telah mampu menangkap adanya Tuhan, namun manusia tetap membutuhkan informasi dari Allah swt untuk mengenal dzat-Nya. Sebab akal dan fitrah tidak bisa menjelaskan siapa Tuhan yang sebenarnya.Allah menjelaskan tentang jati diri-Nya di dalam Al-Quran;

Artinya: "Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas `Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam".(al-Araf:54)Ayat ini menjelaskan bahwa Allah swt adalah pencipta semesta alam dan seisinya, dan Dia pulalah yang mengaturnya.4. Dalil InderawiBukti inderawi tentang wujud Allah swt dapat dijelaskan melalui dua fenomena:a) Fenomena Pengabulan doaKita dapat mendengar dan menyaksikan terkabulnya doa orang-orang yang berdoa serta memohon pertolongan-Nya yang diberikan kepada orang-orang yang mendapatkan musibah. Hal ini menunjukkan secara pasti tentang wujud Allah Swt. Allah berfirman: Artinya:Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika dia berdoa, dan Kami memperkenankan doanya, lalu Kami selamatkan dia beserta keluarganya dari bencana yang besar. (Al-Anbiya: 76) Artinya: (Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut" (Al Anfaal: 9)b) Fenomena MukjizatKadang-kadang para nabi diutus dengan disertai tanda-tanda adanya Allah secara inderawi yang disebut mukjizat. Mukjizat ini dapat disaksikan atau didengar banyak orang merupakan bukti yang jelas tentang wujud Yang Mengurus para nabi tersebut, yaitu Allah swt. Karena hal-hal itu berada di luar kemampuan manusia, Allah melakukannya sebagai pemerkuat dan penolong bagi para rasul. Ketika Allah memerintahkan Nabi Musa as. Agar memukul laut dengan tongkatnya, Musa memukulkannya, lalu terbelahlah laut itu menjadi dua belas jalur yang kering, sementara air di antara jalur-jalur itu menjadi seperti gunung-gunung yang bergulung. Allah berfirman, Artinya: "Lalu Kami wahyukan kepada Musa: Pukullah lautan itu dengan tongkatmu,Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar. (Asy Syuaraa: 63)Contoh kedua adalah mukjizat Nabi Isa as. ketika menghidupkan orang-orang yang sudah mati; lalu mengeluarkannya dari kubur dengan ijin Allah. Allah swt berfirman: Artinya: Allah mengutuskan sebagai Rasul kepada Bani Israil seraya berkata kepada mereka, Sesungguhnya aku datang kepada kalian membawa mukjizat dari Rabb kalian, sesungguhnya aku membuat burung dari tanah liat untuk kalian lalu aku meniup padanya dan ia menjadi burung hidup dengan izin Allah, aku menyembuhkan orang buta dan orang sopak, aku menghidupkan orang mati dengan izin Allah, aku memberitahu kalian tentang apa yang kalian makan dan kalian simpan di rumah kalian. Sesungguhnya dalam semua itu mengandung tanda bagi kekuasaan Allah bila kalian beriman. (Ali Imran: 49) Tanda-tanda yang diberikan Allah, yang dapat dirasakan oleh indera kita itu adalah bukti pasti wujud-Nya.Bukti lainnya tentang adanya Allah berdasarkan teori kefilsafatan antara lain:a. Dalil cosmological, yang sering dikemukakan erhubungan dengan ide tentang sebab (causality). Plato dalam bukunya Timeaus mengatakan bahwa tiap-tiap benda yang terjadi mesti ada yang menjadikan. Dalam dunia kita tiap-tiap kejadian mesti didahului oleh sebab-sebab dalam benda-benda yang terbatas (finite) rangkaian sebab adalah terus menerus, akan tetapi dalam logika rangkaian yang terus menerus itu mustahil.b. Dalil moral, argument ini sering dihubungkan dengan nama Immanuel Kant. Menurut Kant, manusia mempunyai perasaan moral yang tertanam dalam hati sanubarinya. Orang merasa bahwa ia mempunyai kewajiban untuk menjauhi perbuatan yang buruk dan melaksanakan perbuatan yang baik. Manusia melakukan hal itu hanya semata-mata karena perintah yang timbul dari dalam lubuk hati nuraninya. Perintah ini bersifat universal dan absolute. Dorongan seperti ini tidak diperoleh dari pengalaman, akan tetapi manusia lahir dengan perasaan itu.II.IITauhid Sebagai Konsep Dasar Ketuhanan IslamII.II.IPengertian TauhidIstilah tauhid berasal dari a-ha-da artinya satu, tunggal. Dilihat dari arti bahasa tauhid bermakna menunggalkan atau mengesakan. Sedangkan kalau dilihat dari arti istilah yang dimaksud dengan tauhid ialah mengesakan Allah swt, baik dari segi zat, nama, sifat dan perbuatan-Nya (afal).Pengertian tauhid oleh Yusuf Qardhawiy dibedakan antara tauhid Itiqadi ilmi (keyakinan yang bersifat teoritis) dan tauhid Itiqadi amali suluki (keyakinan yang bersifat praktis, tingkah laku). Adapun wujud atau bentuk tauhid yang bersifat teoritis berupa marifat (pengetahuan), Itiqadi (keyakinan), dan itsbat (pernyataan). Sedangkan wujud tauhid yang bersifat praktis berupa at-thalab (permohonan), al-qashdu (tujuan) dan al-iradah (kehendak). Menurut al-Qardhawiy keimanan sesorang tidak dapat diterima disisi allah selama tidak mentauhidkan Allah secara teoritis dan secara praktis (Yusuf Qardhawy, Tauhid dan Fenomena Kemusyrikan; 19).Meyakini terhadap eksistensi Allah haruslah mengandung pengertian mengakui terhadap apapun yang menjadi kemauan Allah yang seluruhnya telah dijelaskan lewat firman-Nya yang terdapat dalam al-quran al-karim. Oleh karena itu kalau dalam mentauhidkan Allah hanya sekedar berhenti pada keyakinan dan pengakuan tanpa diikuti dengan perbuatan yang sejalan dengan kemauan Allah, pengakuan seperti itu dapat dikatakan sebagai pengakuan yang tidak ada buktinya, atau sering disebut sebagai iman yang tidak sempurna (naqish). Iman atau pengakuan yang sempurna (tammah) kalau di dalamnya terdapatv tiga unsure yang bulat dan padu, yaitu meyakini dalam hati (tashdiqun bi al-qalbi), diikrarkan dengan ucapannya (iqrarrun bi al-lisani), serta diamalkan dengan tindakan yang konkret dan real (amalun bi al-arkani).II.II.II Paradigma Keyakinan TauhidPara ulama telah sepakat bahwa dengan memahami pengertian tauhid secara obyektif dan proporsional, maka di dalam makna tersebut terkandung empat unsur mutlak adanya, yaitu: tauhid rububiyah, tauhid mulkiyah, tauhid uluhiyah, dan tauhid sifatiyah (al-asma was-shifat).a. Tauhid RububiyahIstilah rabb dilihat dari arti pokoknya mengandung arti yang majemuk. Menurut Abul Ala al-Maududi ia dapat bearti antara lain mendidik, membimbing, membesarkan, mengasuh, menjaga, mengawasi, menghimpun, memperbaiki, memimpin, mengepalai dan memiliki (Maududi, Pengertian Agama, Ibadah: 37-40). Sedangkan Qardhawy mengartikan bahwa tauhid rububuyah adalah suatu keyakinan bahwa Allah adalah Tuhan pencipta langit dan bumi, pencipta semua makhluk dan penguasa seleuruh alam semesta. Dari sekian banyak arti tersebut dapat disimpulkan bahwa kata-kata rabb mencakup semua pengertia sebagaimana di bawah ini:1) Pencipta alam semesta beserta dengan segala isinya.2) Pembimbing yang menjamin tersedianya segala kebutuhan dan yang bertugas mengurus soal pendidikan dan pertumbuhan.3) Pengasuh, penjaga, dan yang bertanggungjawab dalam mengajar dan memperbaiki keadaan.4) Pemimpin yang dijadikan kepala, yang bagi anak buahnya tak ubah sebagi pusat tempat mereka berhimpun di sekelilingnya.5) Pemuka yang ditaati, kepala dan pemilik kekuasaan mutlak, yang putusanya dipatuhi dan kedudukan serta ketinggianya diakui serta berwenang untuk memilih dan menentukan kebijaksanaan.6) Raja yang dipertuan.Dengan mengacu pada pengertian rabb sebagaimana di atas, maka yang dimaksud dengan tauhid rububuiyah ialah kesadaran dan keyakinan bahwa Allah-lah satu-satunya zat yang menciptakan serta mengatur alam semesta dengan seluruh isinya (rabbul alamain). Allah adalah satu-satunya zat yang mencipta, mengasuh, memelihara dan mendidik umat manusia (rabbun nas), Allah satu-satunya Zat yang mencipta semua makhluk yang ada di jagad raya ini. Dia ciptakan segala sesuatu yang ada di alam semesta dengan penuh perencanaan (QS Ali Imron (3): 191), dan diciptakan dari sesuatu yang belum ada menjadi ada (cretio ex nihilo) dengan kemauan (iradah) dan kekuasan (qudrat)-Nya semata-mata.b. Tauhid MulkiyahKata malik yang berarti raja dan malik yang berarti memilki berakar dari akar kata yang sama yaitu, ma-la-ka. Keduanya memang mempunyai relevansi makna yang kuat. Si pemilik sesuatu pada hakekatnya adalah raja dari sesuatu yang dimilkinya itu. Misalnya pemilik rumah, dia bebas mendiami, menyewakan atau bahkan menjualnya kepada orang lain. Berbeda dengan penghuni yang cuma mendapatkan hak pakai, tidak diizinkan menyewakanya kepada orang lain, apalagi menjualnya. Dalam pengertian bahasa seperti ini, Allah swt sebagai rabb yang memilki alam semesta tersebut, Dia bisa dan bebas melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya terhadap alam semesta tersebut. Dalam hal ini allah swt adalah malik (raja) dan alam semesta adalah mamluk (yang dimiliki atau hamba). Kita banyak menemukan ayat-ayat al-quran yang menjelaskan bahwa allah swt adalah pemilik dan raja langit dan bumi dan seluruh isinya. Misalnya QS al-Baqarah (2): 107, Al-Maidah (5): 120, dan sebagainya.Pada hakekatnya tauhid mulkiyah merupakan kelanjutan dari tauihid rububiyah. Adanya keyakinan bahwa segala sesuatu di alam semesta ini merupakan ciptaan Allah semata, diciptakan atas kemauan (iradah) dan kekuasaan-Nya, dan sama sekali bukan atas kemauan atau pesanan dari pihak lain, maka sudah barang tentu apabila seluruh hasil ciptaan-Nya tersebut adalah mutlah milik-Nya. Oleh karena itu, bila kita mengimani bahwa Allah swt adalah satu-satunya raja yang menguasai alam semesta (bumi, langit dan seluruh isinya), maka kita harus mengakui bahwa Allah swt adalah pemimpin (wali), penguasa yang menentukan (hakim) dan yang menjadi tujuan (ghayah).a) Tidak ada Wali(Pemimpin) yang pantas Memimpin kecuali hanya Allah (La Waliya Illallah)Ini adalah konsekuensi dari pengakuan kita bahwa Allah swt adalah raja. Bukanlah raja kalau tidak memimpin, bukanlah pemimpin kalau tidak punya wewenang menentukan sesuatu. Kalau kita analogkan logika ini kepada manusia, maka raja yang tidak mempunyai kekuasaan apa-apa adalah raja symbol atau raja boneka yang hanya ditampilkan untuk upacara-upacara (ceremonial) belaka yang sangat tidak menentukan system kehidupan atau system pemerintahan. Seorang raja baru akan fungsional sebagai raja bukan karena mahkota telah dipasangkan di kepalanya, bukan karena dia sudah duduk di atas kursi kerajaan singgasana atau karena sudah tinggal di istana, bukan. Dia baru akan fungsional sebagai raja apabila berfungsi sebagai pemimpin dalam arti sebenarnya. Yaitu apabila kata-katanya didengar, perintahnya diikuti dan laranganya dihentikan. Dan apabila terjadi perselisihan dia yang akan menyelesaikan. b) Tidak ada Penguasa Yang Menentukan (Hakim) kecuali hanya Allah (La Hakima Illallah)Sebagaimana yang sudah disebutkan di atas, bahwa Allah swt baru fungsional sebagai pemimpin bila dia berfungsi sebagai hakim (yang menentukan hukum, yang berkuasa, yang memutuskan perkara), maka seorang yang beriman kepada Allah sebagai wali haruslah mengimani Allah swt sebagai hakim yang menentukan hukum dan segala aturan lainya.Allah swt menegaskan berkali-kali dalam kitab suci al-quran bahwa hak yang menentukan hukum itu hanya ada di tangan Allah swt. Ini dapat dilihat dalam QS al-Anam (6): 57, 62. Dan Allah swt memberi predikat fasiqun, zalimun, dan kafirun kepada orang-orang yang tidak mau berhukum dengan hukum Allah swt. Ini dapat dilihat dalam QS Al-maidah (5): 44, 45, 47. Orang yang tidak mau berhukum dengan hukum Allah karena benci, ingkar, dan tidak meyakini hukum itu maka dia menjadi kafir. Bila masih meyakini tetapi melanggar atau tidak melaksanakanya, karena menuruti hawa nafsunya maka orang tersebut disebut fasiq bila hanya merugikan dirinya sendiri, dan disebut zalim manakala merugikan oran lain.c) Tidak ada Yang Pantas Menjadi Tujuan (Ghayah) kecuali hanya Allah (La Ghayata Illallah)Bila Allah swt adalah wali (pemimpin) dan hakim (penguasa yang menentukan), maka kita akan melakukan apa saja yang diridhai-Nya. Atau dengan kata lain apa saja yang kita lakukan adalah dalam rangka mencari ridha Allah. Allah-lah yang menjadi ghayah (tujuan, orientasi, kiblat atau fokus) kita (QS al-Anam (6): 162).

c. Tauhid UluhiyahUluhiyah berasal dari al-ilahu, artinya al-maluh yakni sesuatu yang disembah dengan penuh kecintaan dan pengagungan (Muhammad Shalih, Prinsip-prinsip dasar Keimanan: 125). Menurut Syaikhul Islam Ibn Taimiyah yang dimaksud dengan tauhid uluhiyah ialah zat yang dipuja dengan penuh kecintaan hati. Tunduk kepada-Nya, takut dan mengharapkan-Nya, kepada-Nya tempat berpasrah diri ketika berada dalam kesulitan, berdoa dan bertawakal kepada-Nya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingat-Nya dan terpaut cinta kepada-Nya. Semua itu hanya ada pada Allah semata (Yusuf Qardhawy, 1987: 26-27). Sementara Yusuf Qardhawy sendiri mendifinisikan tauhid uluhiyah dengan singkat sekali, yaitu pengesaan Allah swt dalam peribadatan, kepatuhan dan ketaatan secara mutlak (Yusuf Qardhawy, 1987: 22).d. Tauhid Sifatiyah (al-Asma wa al-Sifat)Pengertian tauhid sifatiyah adalah penetapan dan pengakuan yang kokoh atas nama-nama dan sifat-sifat Allah yang luhur berdasarkan petunjuk Allah dalam al-Quran dan petunjuk rasulullah saw dalam sunnahnya.Menurut Yunahar Ilyas, ada dua metode keimanan dalam tauhid sifatiyah, yaitu metode itsbat (menetapkan) dan nafyu (mengingkari):1) Metode itsbat maksudnya mengimani bahwa Allah swt memiliki al-asma was-sifat (nama-nama dan sifat-sifat) yang menunjukan ke-Mahasempunaan-Nya, misalnya: Allah swt Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Mengetahui, Maha Bijaksana dan lain-lain.2) Metode nafyu maksudnya menafikan atau menolak segala al-asma was-shifat yang menunjukan ketidaksempurnaan-Nya, misalnya dengan menafikan adanya makhluk yang menyerupai Allah swt, atau menafikan adanya anak dan orang tua dari Allah swt dan lain-lain.Para ulama salaf, yakni para ulama yang kokoh dalam mengikuti sunnah rasulullah, pandangan para sahabat dan tabiin yang salih, menetapkan segala nama dan sifat yang ditetapkan Allah untuk diri-Nya, dan apa-apa yang ditetapkan oleh rasulullah bagi-Nya. Tanpa melakukan tathil (penolakan), tahrif (perubahan dan penyimpangan lafaz dan makna), tamtsil (penyerupaan), dan takyif (menanya terlalu jauh tentang sifat Allah). (QS as-Syura: 11).Sehubungan dengan tauhid sifatiyah ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan secara lebih khusus, yaitu:1) Janganlah memberi nama Allah swt dengan nama-nama yang tidak disebutkan di dalam al-Quran dan Sunnah. Lihat QS al-Araf (7): 180.2) Janganlah menyamakan (tamtsil), atau memiripkan (tasybih) Zat Allah swt, sifat-sifat dan afal (perbuatan)-Nya dengan makhluk manapun. Lihat QS as-Syura (42): 11, al-Ikhlash (112): 1-4.3) Mengimani al-Asma was-shifat bagi Allah harus apa adanya tanpa menanyakan atau mempertanyakan bagaimananya (kaifiyat).4) Dalam satu hadis disebutkan bahwa Allah swt memiliki 99 nama (Hr. Bukhari, Muslim). Sementara dalam riwayat Tirmizi disebutkan ke-99 nama tersebut.5) Di samping istilah al-Asma al-husna ada lagi istilah ismullah al-azam yaitu nama-nama allah swt yang dirangkai dalam doa. Rasulullah saw mengatakan bahwa siapa yang berdoa dengan ismullah al-azam, doanya akan dikabulkan, permintaanya akan diperkenankan (HR. Abu Daud, Tirmizi, Nasai, dan Ibn majah).

BAB IIIPENUTUP

III.IKesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari pemaparan materi pada makalah di atas adalah sebagai berikut:1. Tuhan ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Kita sebagai hamba yang telah diciptakan-Nya harus mempercayai dan mengimani akan keberadaan Tuhan itu sendiri sebagai zat yang menciptakan, mengatur, mengabulkan, merencanakan dan yang pantas disembah dan diagung-agungkan.2. Tauhid ialah mengesakan Allah swt, baik dari segi zat, nama, sifat dan perbuatan-Nya (afal). Meyakini terhadap eksistensi Allah haruslah mengandung pengertian mengakui terhadap apapun yang menjadi kemauan Allah yang seluruhnya telah dijelaskan lewat firman-Nya yang terdapat dalam al-quran al-karim. Oleh karena itu kalau dalam mentauhidkan Allah hanya sekedar berhenti pada keyakinan dan pengakuan tanpa diikuti dengan perbuatan yang sejalan dengan kemauan Allah, pengakuan seperti itu dapat dikatakan sebagai pengakuan yang tidak ada buktinya

III.IISaranAdapun dari penyusunan makalah ini, penyusun meminta sebaiknya pembaca dengan luang hati dapat memberikan feedback atau umpan balik, baik berupa saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan kami selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Adiluhur, Taufik.2012.Eksistensi Keberadaan Tuhan dalam Islam. http://towek.mywapblog.com/eksistensi-keberadaan-tuhan-dalam-islam.xhtml. Diakses pada 9 Februari 2016.Miswanto, Agus.2010.Tauhid: Konsep Ketuhanan Dalam Islam. http://agusnotes.blogspot.co.id/2010/01/tauhid-konsep-ketuhanan-dalam-islam.html. Diakses pada 9 Februaru 2016.Usman Salleang, dkk.2013.Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama Islam.Makassar:UPT MKU Universitas Hasanuddin.