bronchial thermoplasty pd asma

Upload: gunawan-samosir

Post on 10-Oct-2015

13 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Pd Asma

TRANSCRIPT

  • 1

    PENDAHULUAN

    Asma merupakan kondisi yang sering terjadi pada orang dewasa dan anak.

    Prevalens asma semakin meningkat dengan memberikan dampak buruk bagi

    kehidupan jutaan orang. Semakin berat penyakit asma maka akan semakin tinggi

    pula morbiditas, mortalitas dan pembiayaan pengobatan yang dibutuhkan.1-3

    Di

    Amerika Serikat pada tahun 2005, 15,7 juta dewasa (7,2%) dan 6,5 juta anak

    (8,9%) menderita asma. Di Kanada tahun 2004, asma menyebabkan 1,8 juta

    kunjungan ke instalasi gawat darurat (IGD) dengan 10% - 25% membutuhkan

    perawatan dan 3.780 kematian. Asma bertanggung jawab terhadap jutaan anak

    tidak masuk sekolah setiap tahunnya.4 Di kota besar di Indonesia prevalens

    recent asthma berkisar antara 6,2% (Semarang) hingga 7,7% (Surabaya).5

    Asma tidak terkontrol menimbulkan efek pada kualitas hidup, peningkatan

    kunjungan ke fasilitas kesehatan, peningkatan angka morbiditas dan mortalitas

    yang berakibat pada masalah sosial dan beban ekonomi. Sekitar 5-10% pasien

    menderita asma refrakter berat dengan gejala yang menetap, penurunan fungsi faal

    paru dan eksaserbasi berulang meskipun telah mendapat obat yang sesuai dengan

    panduan terapi. 6,7

    Asma berat berhubungan dengan proses inflamasi kronik dan

    airway remodeling berupa penebalan dinding bronkus, hiperplasia kelenjar,

    peningkatan sekresi mukosa, peningkatan vaskularisasi dan hipertrofi otot polos

    saluran napas. Peningkatan massa otot dan potensiasi kontraktilitas otot polos

    saluran napas akibat respon stimulus memainkan peranan penting pada

    patofisiologi asma.7

    Berkurangnya kontraktilitas atau kuantitas otot polos saluran napas atau

    kombinasi keduanya dianggap dapat mengurangi gejala dan angka eksserbasi

    pada pasien asma.7 Bronchial thermoplasty (BT) merupakan terapi inovatif untuk

    mengurangi respons bronkokonstriksi pada asma.1 Terapi BT memberikan

    keuntungan dengan mengurangi sejumlah kelebihan otot polos pada saluran napas

    mengakibatkan efek resultans mengurangi bronkokonstriksi.6 Terapi BT tidak

    mengobati asma dengan menghilangkan semua gejala namun pasien asma berat

    tidak terkontrol dengan pengobatan adekuat yang menjalani prosedur BT

    memiliki gejala yang lebih sedikit, menikmati kualitas hidup yang lebih baik dan

  • 2

    kunjungan ke fasilitas kesehatan lebih sedikit dibandingkan pasien yang tidak

    menjalani prosedur.8 Tinjauan pustaka ini akan membahas tentang terapi BT pada

    pasien asma berat.

    ASMA

    Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan

    berbagai sel inflamasi dan elemennya yang berhubungan dengan hipereaktivitas

    bronkus, sehingga menyebabkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak

    napas, rasa berat di dada dan batuk terutama malam atau dini hari; episodik

    perburukan tersebut berkaitan dengan luasnya peradangan, variabilitas, beratnya

    obstruksi saluran napas yang bersifat reversibel baik spontan ataupun dengan

    pengobatan. Obstruksi saluran napas dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain

    bronkokonstriksi (kontraksi otot polos bronkus), edema dinding saluran napas

    sebagai akibat inflamasi kronik, penebalan dinding saluran napas akibat penebalan

    membran basal dan hipersekresi mukus yang menyebabkan sumbatan lumen

    saluran napas.3,5

    Proses inflamasi kronik pada asma akan menimbulkan kerusakan jaringan

    yang secara fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan yang menghasilkan

    perbaikan dan pergantian sel-sel mati/ rusak dengan sel-sel baru. Proses

    penyembuhan tersebut melibatkan regenerasi jaringan yang rusak dengan jenis sel

    parenkim yang sama dan pergantian jaringan yang rusak dengan jaringan

    penyambung yang menghasilkan skar. Pada asma, kedua proses tersebut

    berkontribusi dalam proses penyembuhan dan inflamasi yang kemudian akan

    menghasilkan perubahan struktur dengan mekanisme sangat kompleks dikenal

    dengan airway remodeling. Pada asma terdapat saling ketergantungan antara

    proses inflamasi dan remodeling. Perubahan struktur yang terjadi antara lain

    hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran napas, hipertrofi dan hiperplasia

    kelenjar mukus, penebalan membran retikular basal, pembuluh darah meningkat,

    peningkatan fungsi matriks ekstra seluler, perubahan struktur parenkim dan

    peningkatan fibrogenic growth factor menjadikan fibrosis. Konsekuensi klinis

    airway remodeling adalah peningkatan gejala dan tanda asma.9

  • 3

    Sebagian besar pasien mampu mengontrol gejala asma dengan terapi anti

    inflamasi dan menghindari faktor pencetus. Sekitar 5-10% pasien menderita asma

    refrakter berat dan menghabiskan banyak biaya perawatan di rumah sakit setiap

    tahunnya.8 American Thoracic Society (ATS) menjelaskan tentang kriteria asma

    refrakter berat, yaitu salah satu dari kriteria mayor berikut:2

    Penggunaan kortikosteroid oral terus menerus atau >50% dalam setahun

    Penggunaan kortikosteroid inhalasi dosis tinggi

    Ditambah dengan dua kriteria minor:

    Pemakaian kontroler seperti beta agonis kerja lama, teofilin, atau

    leukotrien antagonis setiap hari

    Pemakaian beta agonis kerja cepat setiap hari atau hampir setiap hari

    Obstruksi saluran napas refrakter yaitu volume ekspirasi paksa detik

    pertama (VEP1) kurang dari 80% prediksi atau variasi diurnal APE lebih

    dari 20%

    Kunjungan ke IGD karena serangan asma lebih dari sekali pertahun

    Menggunakan kortikosteroid oral ekstra tiga kali atau lebih per tahun

    Terjadi perburukan jika dosis kortikosteroid inhalasi dikurangi 25% atau

    kurang

    Riwayat serangan asma mengancam jiwa

    Otot polos saluran napas sebagai target terapi

    Salah satu gejala asma adalah hiperreaktivitas saluran napas akibat

    peradangan saluran napas kronik dan kelainan otot polos saluran napas.

    Peningkatan massa otot polos saluran napas sering terjadi pada pasien asma dan

    peningkatan ini berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit asma. Kontraksi

    otot polos, baik akibat alergen, iritan, stres psikologis atau aktivasi saraf yang lain,

    akan menimbulkan penyempitan saluran napas dan obstruksi saluran napas.10

    Otot polos saluran napas normal berfungsi sebagai jaringan penyokong,

    membantu mengatur pertukaran gas dan membantu bersihan saluran napas,

    mekanisme pertahanan diri dan batuk. Otot polos pada asma dapat mengalami

  • 4

    bronkokonstriksi akibat hiperresponsif saluran napas.11

    Gambar 1 menunjukkan

    perbedaan gambaran otot polos pada saluran napas normal dan asma.

    Semua saluran napas di atas bronkiolus respiratorius memiliki otot polos

    yang kontraktilitasnya dapat mengurangi diameter saluran napas bahkan menutupi

    saluran napas. Otot polos saluran napas pasien asma tampak hiperplasi atau

    hipertrofi atau kombinasi keduanya dan hal ini merupakan stimulus

    hiperreaktivitas bronkus dan kontraksi saluran napas. Otot polos diduga

    berhubungan dengan proses inflamasi dan mempunyai kontribusi penting terhadap

    remodeling bronkus. Terapi dengan 2 agonis bertujuan merelaksasi otot polos

    saluran napas dan sebagian besar pasien berkurang keluhannya setelah pemberian

    obat ini. Pasien yang refrakter terhadap pengobatan ini membutuhkan terapi baru

    untuk mencegah bronkospasme.7

    Gambar 1. Otot polos saluran napas normal dan saluran napas pasien asma

    dikutip dari (7)

    Penelitian menunjukkan bahwa tahanan jalan napas pada pasien asma

    berhubungan dengan konstriksi saluran napas lebih dari 2mm. Konsep ini menjadi

    dasar penelitian terapi asma dengan metode ablasi otot polos saluran napas.7

    Terapi yang dapat mencegah atau mengurangi kemampuan otot polos saluran

    napas berkontraksi sangat potensial mengurangi hiperresponsif saluran napas,

    keparahan dan frekuensi gejala asma, pemakaian obat-obatan dan mungkin

    Saluran napas normal Saluran napas asma

    kapiler

    Sel otot polos fibroblas

    Peningkatan jumlah & ukuran

    sel otot polos

    Peran otot polos: Membantu pertukaran udara Bersihan mukus Pertahanan tubuh Batuk vestigial

    Peran otot polos pada asma: Bronkokontriksi Hiperresponsif Inflamasi Remodeling Interaksi dengan epitel dan syaraf

  • 5

    meningkatkan fungsi faal paru. BT merupakan terapi yang didesain untuk

    mengurangi kemampuan kontraktilitas otot polos saluran napas.10

    Penelitian

    terbaru menunjukkan bahwa aplikasi energi panas pada dinding saluran napas

    dengan BT dapat merusak kemampuan menyempitkan saluran napas pada

    rangsangan methacholine chloride (Mch). Efek yang diharapkan dari terapi ini

    adalah terjadi peningkatan hari bebas gejala asma dan nilai APE, mengurangi

    kejadian eksaserbasi berat dan kunjungan ke IGD. Teknik pengobatan ini

    diharapkan bisa menjadi terapi inovatif untuk mengurangi penyempitan saluran

    napas pada asma.7,12,13

    BRONCHIAL THERMOPLASTY

    Bronchial thermoplasty merupakan terapi yang didesain untuk mengurangi

    kemampuan kontraktilitas otot polos saluran napas. Terapi BT bekerja dengan

    mengirimkan energi frekuensi radio ke dinding saluran napas sehingga terjadi

    pemanasan jaringan secara terkontrol dan bertujuan mengurangi massa otot polos.

    Konsekuensinya terjadi penurunan secara potensial bronkokonstriksi dan mungkin

    frekuensi serta keparahan gejala asma. Target BT sebagai terapi intraparenkim di

    distal saluran napas ke bronkus utama, turun hingga ke saluran napas diameter 3

    mm. Meskipun kontribusi relatif saluran napas sentral dan perifer terhadap

    obstruksi aliran udara pada asma belum jelas, terapi BT potensial memberikan

    efek terapi terhadap saluran napas sentral. Sumber utama tahanan aliran udara

    pada pohon bronkus normal adalah pada saluran napas generasi keempat.

    Selanjutnya, karena tahanan aliran udara di paru merupakan tambahan,

    mengurangi obstruksi di saluran napas sentral akan mengurangi seluruh tahanan

    aliran udara sehingga terapi pada saluran napas sentral diharapkan akan

    memberikan keuntungan klinis.8

    Penelitian awal pada mekanisme obstruksi aliran udara dan tahanan

    saluran napas menemukan bahwa 75% dari tahanan post nasal muncul pada

    generasi keenam hingga kedelapan awal saluran napas, mengindikasikan

    keterlibatan saluran napas besar. Tugas lapisan otot polos saluran napas adalah

    mendukung saluran napas, memungkinkan pertukaran gas, mendorong lendir

  • 6

    untuk pembersihan, pertahanan saluran napas, meningkatkan reflek batuk dan

    mendukung aliran limfatik. Pada asma, otot polos saluran napas meningkatkan

    bronkokonstriksi dan hiperresponsif serta memiliki peranan pada proses inflamasi

    dan remodeling saluran napas.7,8

    Penelitan pada otot polos sapi menunjukkan bahwa temperatur tinggi akan

    langsung mengganggu interaksi actin-myosin melalui denaturasi motor protein.

    Hilangnya fungsi sel otot bukan karena apoptosis, autofagi, nekrosis atau

    dimediasi oleh heat-shock protein, mengingat respon otot relatif cepat dan

    kurangnya perubahan progresif. Respon jaringan secara substansial berkurang

    beberapa detik setelah pemberian panas 60C dan selanjutnya hilang dalam waktu

    5 menit setelah pengobatan. Respons terhadap rangsangan kolinergik berkurang

    oleh perlakuan dan efek yang diinginkan terlihat dalam hitungan detik.8,14

    Penelitian tentang bronchial thermoplasty

    Penelitian pada anjing bukan asma oleh Danek dan kawan-kawan

    menunjukkan bahwa thermoplasty pada suhu 65oC atau 75

    oC (149

    oF atau 167

    oF)

    mampu mengurangi respons saluran napas terhadap rangsang metakolin hingga 3

    tahun setelah terapi. Satu minggu awal setelah terapi, otot polos saluran napas

    tampak degenerasi atau menghilang dan efeknya berbanding terbalik dengan

    respons saluran napas. Efek samping dari terapi ini adalah batuk, edema

    peradangan dinding saluran napas, retensi mukus dan dinding saluran napas yang

    bersentuhan dengan kateter tampak lebih pucat. Tiga tahun kemudian tidak

    ditemukan regenerasi otot polos.dikutip dari 8

    Penelitian pertama BT pada pasien asma ringan hingga sedang dilakukan

    oleh Cox dan kawan-kawan,10

    berupa penelitian observasi prospektif terhadap 16

    pasien dengan rata-rata usia 39 tahun (rentang 24-58 tahun). Mereka mendapat

    prednison 30-50mg sehari sebelum dan saat prosedur. Dilakukan tiga kali

    prosedur terapi dengan jarak tiga minggu. Pasien mampu mentolerir prosedur ini

    dengan bagus dan efek sampingnya cukup jarang dan khas pada pasien pasca

    bronkoskopi. Semua subjek menunjukkan perbaikan terhadap respons saluran

    napas. Dua tahun setelah prosedur, tercatat 312 keluhan yang berhubungan

    dengan saluran napas, sebagian besar ringan. Tiga (1%) mempunyai keluhan

  • 7

    berat, tetapi ternyata keluhan tersebut tidak berhubungan dengan prosedur.

    Pemeriksaan CT scan toraks tidak menunjukkan perubahan struktur parenkim.

    Volume ekspirasi paksa detik pertama lebih tinggi pada minggu ke 12 dan

    satu tahun setelah BT jika dibandingkan dengan nilai awal. Pada data awal pasien

    melaporkan 50% dari hari-harinya bebas gejala dan meningkat 72% pada minggu

    ke 12 (p=0,015). Hiperresponsif saluran napas menurun secara signifikan dan

    bertahan hingga 2 tahun. Konsentrasi metakolin yang menyebabkan penurunan

    20% VEP1 adalah:

    o 0,92 mg/ml saat awal ( CI 95% 0,42-1,99)

    o 4,75 mg/ml setelah 12 minggu (CI 95% 2,51-8,85)

    o 5,45 mg/ml setelah 1 tahun ( CI 95% 1,54-19,32)

    o 3,40 mg/ml setelah 2 tahun (CI 95% 1,35-8,52)

    Keterbatasan penelitian ini adalah jumlah pasien yang sedikit dan mereka

    menderita asma yang relatif stabil.

    Penelitian multisenter pertama tentang BT dilakukan oleh Asthma

    Intervention Research (AIR)15

    bersifat prospektif dan acak tetapi tidak tertutup.

    Tujuan penelitian adalah mengetahui apakah BT akan meningkatkan asma

    terkontrol setelah pemberian beta-2 agonis kerja lama (LABA) dihentikan.

    Penelitian dilakukan terhadap 112 pasien asma yang mendapat kortikosteroid dan

    LABA inhalasi setiap hari dengan status asma sedang atau refrakter. Nilai VEP1

    60% - 85% dari prediksi dan hiperreaktif saluran napas dengan PC20 < 8mg/ml,

    serta asmanya stabil selama 6 minggu. Sebagai dasar kriteria akhir adalah asma

    mereka akan semakin buruk jika LABA dihentikan sementara. Secara acak, pasien

    dibagi dua yaitu yang menerima BT dan terapi medis serta yang hanya menerima

    terapi medis saja. Dilakukan BT dalam 3 tahapan selama 9 minggu, diikuti

    penghentian LABA pada bulan ke 3, 6 dan 9 setelah prosedur.15

    Hasil evaluasi setelah satu tahun terapi, kejadian eksaserbasi ringan pasien

    dengan BT turun, sedangkan pada kontrol tetap (p= 0,005). Arus puncak ekspirasi

    pagi hari pasien dengan BT mengalami perbaikan secara signifikan 39,3 48,7 vs

    8,5 44,2 L/m) nilai Asthma Quality of Life Questionnaire /AQLQ (1,3 1,0 vs

    0,61,1) dan Asthma Control Questionnaire/ACQ (reduksi 1,21,0 vs 0,51,0),

    persentase hari bebas serangan ( 40,639,7 vs 17,037,9) dan nilai derajat

  • 8

    serangan (reduksi, 1,92,1 vs 0,72,5) ketika dosis obat diturunkan. Tidak ada

    perbedaan bermakna pada nilai VEP1 dan derajat responsif saluran napas.

    Sehingga dapat disimpulkan bahwa BT memberikan hasil lebih baik pada pasien

    asma sedang dan asma berat.15

    Penelitian Research in Severe Asthma (RISA)1 pada pasien asma berat

    dilakukan untuk melihat keamanan dan efikasi BT pada pasien asma berat

    simtomatik. Kriteria inklusi penelitian ini adalah pasien mendapatkan

    kortikosteroid inhalasi dosis tinggi, prednison oral 30mg/hari, VEP1 minimal

    50% prediksi tanpa bronkodilator dan uji metakolin positif. Pada saat periode

    terapi kejadian ikutan lebih banyak terjadi pada pasien dengan BT termasuk 7

    pasien masuk RS karena eksaserbasi dan kolaps sebagian lobus bawah kiri.

    Terdapat perbedaan signifikan antara pasien BT dan pasien terapi medis terhadap

    kejadian ikutan sampai 6 minggu setelah terapi terakhir. Pada fase pemberian

    steroid stabil, pasien BT menggunakan inhalasi bronkodilator lebih sedikit secara

    signifikan jika dibandingkan kontrol dan nilai VEP1 pre-bronkodilator, nilai

    AQLQ serta ACQ juga lebih baik. Perbedaan tersebut juga tetap signifikan setelah

    1 tahun terapi sehingga dapat disimpulkan bahwa pada pasien asma refrakter berat

    yang mendapat BT menunjukkan perbaikan klinis signifikan jika dibandingkan

    dengan terapi medis saja.

    Penelitian AIR2 merupakan penelitian terbaru tentang BT pada asma berat.

    Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah pasien kontrol mendapat terapi

    sham thermoplasty dan double-blinded. Hasil yang dinilai adalah nilai AQLQ

    awal dibandingkan dengan 6, 9 dan 12 bulan pasca terapi, perubahan nilai asma

    control, gejala, APE, pemakaian obat pelega dan VEP1. Subjek penelitian ini

    memenuhi kriteria American Thoracic Society (ATS) untuk asma refrakter berat.

    Grup BT mempunyai nilai AQLQ lebih tinggi secara signifikan jika

    dibandiingkan dengan grup sham thermoplasty dan juga mengalami peningkatan

    signifikan pada evaluasi bulan ke 6, 9 dan 12. Grup BT mengalami eksaserbasi

    lebih sedikit secara signifikan setelah lebih dari 6 minggu terapi jika dibandingkan

    grup sham terapi yaitu 0,48 vs 0,70 eksaserbasi per pasien per tahun. Selama fase

    terapi 16 pasien dari grup BT masuk RS karena terdapat gejala respirasi, seperti

    asma akut, atelektasis, infeksi saluran napas atas, penurunan nilai VEP1 dan

  • 9

    aspirasi gigi. Sedangkan pada grup sham terapi hanya dua pasien yang masuk RS.

    Penelitian ini menunjukkan bahwa pasien asma berat yang mendapat terapi BT

    memiliki peningkatan kualitas hidup lebih bagus dan kebutuhan untuk ke RS lebih

    sedikit.16

    Dari beberapa penelitian di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa BT

    layak dan relatif aman digunakan sebagai terapi alternatif untuk pasien asma berat

    yang sudah tidak dapat mengontrol gejalanya dengan terapi medis. Seleksi ketat

    pasien yang akan dilakukan BT harus dilakukan. Pertanyaan yang harus dijawab

    adalah apakah pasien benar-benar menderita asma refrakter berat atau karena

    tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat. Pasien harus dilakukan observasi

    dan pengawasan ketat selama dan setelah periode terapi, menilai komplikasi

    saluran napas dan eksaserbasi asma setidaknya selama 6 minggu pasca terapi.8

    Protokol bronchial thermoplasty

    Pasien dievaluasi sebelum dan pada hari akan dilakukan prosedur BT

    untuk memastikan pasien dalam kondisi stabil (misalnya VEP1 sekitar 15% nilai

    dasar dan tidak ada eksaserbasi asma ataupun infeksi akut).8 Penting untuk

    diketahui beberapa rekomendasi pada proses seleksi pasien, persiapan prosedur

    pelaksanaan dan follow-up setelah thermoplasty. Indikasi BT adalah pasien asma

    persisten berat usia 18 tahun ke atas yang tidak terkontrol baik dengan

    kortikosteroid inhalasi dan beta agonis kerja lama. Kontra indikasi terapi BT

    antara lain:7

    Pasien dengan alat pacu jantung atau neurostimulator

    Pasien dengan alergi obat-obatan untuk bronkoskopi, seperti lidokain,

    atropin dan benzodiazepin

    Pasien sudah pernah mendapatkan terapi BT

    Infeksi saluran napas akut

    Eksaserbasi asma dalam 2 minggu terakhir

    Perubahan dosis terapi kortikosteroid dalam 14 hari terakhir

    Gangguan koagulasi atau perdarahan

  • 10

    Pasien dalam terapi antikoagulan, antiplatelet, dan non steroid anti

    inflamation drugs (NSAID)

    Beberapa hal penting yang harus diperhatikan untuk kesuksesan dan

    keamanan prosedur BT:7

    Pasien asma dewasa dengan dokumentasi lengkap, meliputi reversibilitas

    VEP1, hipereaktivitas bronkus.

    Bukan perokok atau bekas perokok kurang dari 10 pak per tahun yang

    sudah tidak merokok 1 tahun

    Masih merasakan gejala meskipun sudah mendapatkan terapi medis

    adekuat sesuai guideline

    VEP1 pre bronkodilator 60%

    Pasien dinyatakan sehat dan layak dilakukan bronkoskopi sesuai standar

    pelayanan bronkoskopi

    Tidak ada komorbid tak stabil yang memicu risiko bronkoskopi, seperti

    penyakit kardiovaskuler, epilepsi, DM, sleep apnea, keganasan dan lain-

    lain

    Pasien diberikan 50 mg prednison 3 hari sebelum dan pada hari

    pelaksanaan BT. Nebulizer albuterol (2,5-5 mg) diberikan sebelum penapisan

    dengan spirometri dan sebelum prosedur BT. Jika VEP1 pre-prosedur dibawah

    15% dari nilai dasar, prosedur ditunda pada hari lain. BT dilakukan dengan pasien

    dalam sedasi kesadaran sedang, biasanya menggunakan fentanyl, midazolam dan

    lidokain topikal pada lingkungan yang termonitor. Termoplasti dilakukan dengan

    sistem Alair (Asthmatx, Inc., Sunnyvale, CA) yang mengirimkan sejumlah energi

    gelombang radio panas melalui kateter. Kateter mencapai saluran napas paling

    distal yang dapat dicapai melalui bronkoskopi. Keranjang pada kateter kemudian

    diregangkan sehingga keempat elektroda bersentuhan dengan dinding saluran

    napas (gambar2). Generator mengirimkan 480 kHz energi frekuensi radio

    monopolar sehingga membangkitkan dan mengirimkan panas melalui elektroda

    selama 10 detik. Setelah aktivasi keranjang ditarik dan kateter bergeser 5 mm ke

    proksimal kemudian dilakukan aktivasi kembali secara hati-hati dan jangan

    sampai mengenai dinding yang telah teraktivasi sebelumnya (gambar 3). Proses

    ini dilakukan secara sekuensial pada semua saluran napas hingga ke bronkus

  • 11

    utama lobus. Bagian yang diterapi dicatat dengan sangat teliti pada peta saluran

    napas bronkus untuk memastikan lokasi terapi tidak ada yang terlewat atau

    berulang.7,8

    Susunan empat elektroda ditambahkan secara manual untuk membuat

    kontak dengan dinding saluran napas; tiap elektrode terdapat kawat terbuka

    berukuran 5 mm. Ketika energi dialirkan, unit pengontrol mengukur tahanan

    elektrik yang diubah menjadi energi panas dan mematikan aliran listrik ketika

    dosis yang dibutuhkan telah diperoleh. Energi panas ini yang bertanggung jawab

    pada perubahan otot polos saluran napas. Satu paket terapi terbagi menjadi 3 kali

    prosedur bronkoskopi dengan pelaksanaan masing-masing prosedur berjarak 2-3

    minggu. Lobus bawah kiri dan lobus bawah kanan diterapi dengan prosedur

    terpisah, kemudian kedua lobus atas diterapi pada prosedur ketiga untuk

    meminimalkan gejala respirasi. Lobus tengah kanan tidak diterapi karena bronkus

    menuju ke sana relatif panjang dan sempit sehingga ditakutkan akan merusak

    bronkus (gambar 4).Tiap prosedur biasanya membutuhkan 50-75 aktivasi alat dan

    membutuhkan waktu sekitar 60 menit. Setiap selesai satu prosedur pasien

    diobservasi selama 3-4 jam dan dilakukan pemeriksaan spirometri ulang untuk

    meyakinkan bahwa VEP1 (persen prediksi) dalam 20% nilai normal. Pasien

    diberikan prednison 50mg sehari setelah prosedur.8 Komplikasi yang dapat

    muncul pada terapi BT relatif sama dengan komplikasi pada bronkoskopi, keluhan

    yang paling sering muncul adalah batuk, mengi dan sesak napas. Keluhan ini bisa

    dikurangi dengan pemberian kortikosteroid sebelum dan setelah tindakan.7

    Gambar 2. Kateter bronchial thermoplasty dengan elektroda diregangkan

    Dikutip dari (7)

  • 12

    Gambar 3. Prosedur bronchial thermoplasty A, kateter dimasukkan sampai ke distal

    saluran napas, elektroda diregangkan dan pembangkit energi diaktifkan. B, elektroda

    dikolapskan sebagian dan ditarik 5 mm ke proksimal. C,elektroda diregangkan lagi,

    mepet lokasi sebelumnya tapi jangan sampai overlap. D, elektroda dikolapskan dan

    ditarik 5 mm ke proksimal. E, proses ini diulang-ulang terus hingga bronkus utama lobus.

    Dikutip dari (7)

    Gambar 4. Prosedur bronchial thermoplasty

    Dikutip dari (8)

    Prosedur 3: lobus atas

    Prosedur 1: lobus

    bawah kanan

    Prosedur 2: lobus

    bawah kiri

    Lobus tengah kanan tidak diterapi

    Elektroda yang terbuka di dalam saluran napas

  • 13

    KESIMPULAN

    1. Asma tidak terkontrol mengganggu kualitas hidup, meningkatkan

    pemakaian fasilitas kesehatan, meningkatkan angka morbiditas dan

    mortalitas.

    2. Proses inflamasi kronik pada asma akan menimbulkan kerusakan jaringan

    yang akan diikuti oleh proses penyembuhan yang menghasilkan perbaikan

    dan pergantian sel-sel mati/ rusak dengan sel-sel baru.

    3. Semua saluran napas di atas bronkiolus respiratorius terdapat otot polos

    yang kontraktilitasnya berpotensi mengurangi diameter saluran napas

    bahkan menutupi saluran napas. Kontraksi otot polos dapat menimbulkan

    penyempitan saluran napas dan obstruksi saluran napas.

    4. Bronchial thermoplasty didesain untuk mengurangi kemampuan

    kontraktilitas otot polos saluran napas dengan memberikan energi

    frekuensi radio ke dinding saluran napas, yang akan memanaskan jaringan

    sehingga mengurangi masa otot polos.

    5. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa BT layak dan relatif aman

    digunakan sebagai terapi alternatif untuk pasien asma berat yang sudah

    tidak terkontrol dengan terapi medis.

    6. Terapi BT membuka fase baru pengobatan asma pada pasien asma tidak

    terkontrol dengan pengobatan medis konvensional yang adekuat.

  • 14

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Pavord ID, Cox G, Thomson NC, Rubin AS, Corris PA, Niven PM, et al.

    Safety and efficacy of bronchial thermoplasty in symptomatic, severe asthma.

    Am J Respir Crit Care Med. 2007;176:1185-91.

    2. American Thoracic Society. Proceedings of the ATS workshop on refractory

    asthma. Am J Respir Crit Care Med. 2000;162:2341-51.

    3. Global Initiative for Asthma. Global strategy for asthma management and

    prevention. Bethesda: National Institutes of Health, National Heart, Lung,

    and Blood Institute; 2010.

    4. Bichara MD, Goldman RD. Magnesium for treatment of asthma in children.

    Canadian Family Physician. 2009;55:887-9.

    5. Dewan Asma Indonesia Pedoman tata laksana asma. Jakarta: Mahkota Dirfan

    CV; 2011. p. 1-56.

    6. Thomson NC, Rubin AS, Niven RM, Corris PA, Siersted HC, Olivenstein R,

    et al. Long-term (5 year) safety of bronchial thermoplasty: Asthma

    Intervention Research (AIR) trial. BMC Pulmonary Medicine. 2011;11:8:1-9.

    7. Rubin AS, Cardoso PFG. Bronchial thermoplasty in asthma. J Bras Pneumol.

    2010;36(4):506-12.

    8. Gildea TR, Khatri SB, Castro M. Bronchial thermoplasty: a new treatment for

    severe refractory asthma. Cleveland Clinic Journal of Medicine.

    2011;78:7:477-85.

    9. PDPI. Asma: pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta:

    PDPI; 2004.

    10. Cox G, Miller JD, McWilliams A, FitzGerald JM, Lam S. Bronchial

    thermoplasty for asthma. Am J Respir Crit Care Med. 2006;173:965-9.

    11. Solway J, Irvin CG. Airway smooth muscle as a target for asthma therapy. N

    Engl J Med. 2007;356;13:1367-9.

    12. Brown RH, Wizeman W, Danek C, Mitzne W. Effect of bronchial

    thermoplasty on airway distensibility. Eur Respir J. 2005;26:277-82.

    13. Cho JY. Recent advances in mechanisms and treatments of airway

    remodeling in asthma: a message from the bench side to the clinic. Korean J

    Intern Med. 2011;26:367-83.

    14. Dyrda P, Tazzeo T, DoHarris L. Acute response of airway muscle to extreme

    temperature includes disruption of actin-myosin interaction. Am J Respir Cell

    Mol Biol. 2011;44:213-21.

    15. Cox G, Thomson NC, Rubin AS, Niven RM, Corris PA, Siersted HC, et al.

    Asthma control during the year after bronchial thermoplasty. N Engl J Med.

    2007;356:1327-37.

    16. Castro M, Rubin AS, Laviolette M. Effectiveness and safety of bronchial

    thermoplasty in the treatment of severe asthma: a multicenter, randomized,

    double-blind, sham-controlled clinical trial. Am J Respir Crit Care Med.

    2010;181:116-24.

    Korektor,

    (dr. Sherly Emilda)