bonus demografi

Upload: bilian-sahiga-james-ikhsan

Post on 09-Oct-2015

93 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

materi tentang bonus demografi

TRANSCRIPT

BONUS DEMOGRAFI: Pentingnya Melihat Persoalan Migrasi Penduduk | Oleh: Agus H. Hadna07 Mar, 2014596 View

Yogyakarta, PSKK UGM- Isu kependudukan menjadi sorotan banyak pihak belakangan ini. Pemerintah, pengamat, akademisi, serta media massa ramai membincangkan soal laju pertumbuhan penduduk, masih tersentralnya jumlah penduduk di Pulau Jawa hingga peluang Indonesia dalam memanfaatkan bonus demografi.Akhir Januari lalu, bertempat di Istana Negara, pemerintah meluncurkan buku Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035. Buku ini disusun mengingat pentingnya informasi tentang kependudukan dalam penyusunan rencana pembangunan. Informasi tersebut, antara lain proyeksi jumlah penduduk baik saat ini maupun yang akan datang, dan proyeksi parameter kependudukan seperti struktur umur penduduk, angka kelahiran total (TFR), serta angka harapan hidup penduduk.Proyeksi dalam buku ini menunjukkan, jumlah penduduk Indonesia dalam kurun waktu 25 tahun mendatang akan terus meningkat. Jumlah penduduk sebanyak 238,5 juta pada 2010 akan naik menjadi 305,6 juta pada 2035. Meski begitu, pertumbuhan rata-rata per tahun penduduk Indonesia selama periode tersebut cenderung menurun. Di saat yang sama, Indonesia juga disebut sedang menikmati bonus demografi, masa dimana jumlah dan proporsi penduduk usia produktifterus meningkat. Namun, situasi ini dinilai kurang dipersiapkan oleh pemerintah.Kepala Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada, Dr. Agus Heruanto Hadna menilai, pemerintah memang agak terlambat dalam mempersiapkan prasyarat demi memanfaatkan bonus demografi. Bukan hanya investasi di bidang kesehatan, pendidikan, tenaga kerja, dan laju pertumbuhan penduduk, bagi Hadna, pemerintah perlu juga melihat persoalan migrasi penduduk. Selengkapnya, berikut kutipan wawancaranya dengan Radio Idola FM Semarang, Selasa (4/3) dalam program Panggung Civil Society.Menkokesra RI, Agung Laksono mengatakan, besarnya penduduk usia produktif merupakan potensi bagi pembangunan. Tapi di pihak lain, ada pendapat bahwa pemerintah terlambat menyiapkan prasyarat untuk bonus demografi. Kalau menurut Anda, apa sebetulnya prasyarat yang harus kita persiapkan?Jadi ada empat prasyarat utama agar bonus demografi itu bisa diwujudkan. Pertama, kualitas pendidikan. Kedua, kualitas kesehatan. Lalu ketiga adalah tersedianya lapangan kerja, dan keempat adalah pengendalian laju pertumbuhan penduduk. Saya sendiri menambahkan lagi satu prasyarat ya, yakni migrasi. Migrasi yang merata karena Indonesia mempunyai wilayah yang luas ya, ada begitu banyak pulau. Kelima prasyarat ini perlu dipersiapkan dari sekarang. Jangan sampai terjadi bencana demografi ya melainkan bonus demografi yang kita harapkan.Tadi Anda sempat menyebutkan salah satu prasyarat, yakni migrasi. Itu konkretnya seperti apa ya?Saya melihat persebaran penduduk di Indonesia itu tidak merata. Fokusnya masih berada di Pulau Jawa, bahkan proyeksi sampai 2035 masih menunjukkan konsentrasi penduduk masih di Pulau Jawa. Nah, kondisi ini terlalu berat bagi Jawa. Daya dukung lingkungannya terus menurun. Sementara untuk daerah lain, implikasinya pada pemerataan pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Selalu saja tertinggal. Ini tidak baik bagi terwujudnya bonus demografi. Soal bonus demografi, kita bicara tentang Indonesia, bukan bicara tentang Jawa atau satu provinsi saja.Kita mengharapkan migrasi sukarela, begitu saya lebih suka mengatakannya. Jika ini bisa terwujud maka pembangunan tidak hanya terfokus di Jawa tetapi juga di wilayah luar Jawa. Harapannya, akan ada titik-titik pertumbuhan ekonomi yang merata di seluruh Indonesia. Baru saya kira, masyarakat akan sukarela misalnya pergi ke Kalimantan, ke Sulawesi, bahkan mungkin ke Papua, dan lain sebagainya.Baik, lalu mengenai tingkat pendidikan serta keterampilan sumber daya manusia. Seberapa cepat menurut Anda, upaya pemerintah dalam menyiapkan tenaga kerja terdidik yang memiliki keterampilan tinggi?Saya menghargai, pemerintah sudah berupaya keras untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Kita bisa lihat angka partisipasi pendidikan itu semakin naik. Namun, di satu sisi saya merasa ragu, apakah target-target yang telah ditetapkan pemerintah itu bisa tercapai. Ada persoalan pemerataan di sini yang nampaknya menjadi masalah besar bagi Indonesia. Pemerintah sudah berupaya keras tapi ini tidak diimbangi dengan aspek pemerataan. Saya kira ini masih terlalu berat.Lalu bagaimana dengan usia produktif? Jika terjadi ledakan jumlah angkatan kerja, idealnya kan berbanding lurus dengan ketersediaan lapangan kerja. Dalam pandangan Anda, langkah apa yang perlu dilakukan pemerintah untuk mengonversi bonus demografi agar menjadi pengungkit kemakmuran kita?Iya, ini salah satu variabel yang juga masih memprihatinkan. Saya bicara data berdasarkan Sakernas dulu ya. Angka pengangguran terbuka per Agustus 2013 adalah 6,25 persen ya. Lalu diprediksi pada 2035 akan naik menjadi 11,2 persen.Kokmalah naik? Harapan kita kan angka pengangguran bisa ditekan, jangan sampai di atas 6 persen. Hitung-hitungan kasar kita, pemerintah paling tidak harus menyediakan lapangan kerja 50 persen dari yang ada sekarang. Itu minimal ya, baru angka 11 persen itu akan turun.Sekarang saya akan melangkah ke soal infrastruktur. Kita memahami, infrastruktur adalah salah satu faktor kunci bagi pembangunan ekonomi. Akan tetapi, justifikasi yang kita dengar selama ini, dari pemerintah ya, minim anggaran, terbatasnya kemampuan kita, dan masih banyak alasan ainnya. Kira-kira terobosan politik anggaran seperti apa yang mungkin dilakukan agar persoalan infrastruktur bisa segera teratasi?Jika pemerintah mengatakan ketersediaan anggaran tidak cukup, kurang, dan sebagainya, ya mari kita berbicara dalam konteks lima tahun ke depan ini. Ini pikiran nakal saya ya, jika benar-benar kurang, bisa tidak sekian persennya dialokasikan hanya untuk infrastruktur, dan mengorbankan sektor yang lain? Saya sebenarnya tidak percaya dengan hal itu. Saya memang bukan ahli keuangan tapi pada umumnya saya melihat kapasitas. Kita mampu kok misalnya, bikin jalan di Papua, jalan yang bisa menghubungkan dari Jayapura ke Wamena, lalu ke Merauke. Saya kira bisa. Tapi, kembali lagi kepolitical willpemerintah yang dalam kacamatanya melihat alokasi anggaran itu harus diratakan untuk semua sektor. Bagi saya, dalam politik anggaran kita tidak selalu bisa bicara tentang pemerataan. Kita bicara tentang visi ke depan.Baik, lalu kira-kira persiapan lain apa saja yang perlu segara dilakukan agar kita tidak sampai kehilangan momentum bonus demografi?Salah satu yang utama adalah laju pertumbuhan penduduk. Saya mengharapkan, rezim pemerintah ke depan mampu menekan laju pertumbuhan penduduk seminimal mungkin. Prediksi pemerintahtotal fertility rateatau TFR capai 1,9 dan itu angka yang optimis. Saya sendiri termasuk yang pesimis terhadap angka prediksi tersebut. Bisa saja naik menjadi 2 sekian persen. Nah, itu yang menurut saya harus ditekan karena kunci dari semua sektor-sektor tadi, baik itu pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, dan sebagainya, ada pada laju pertumbuhan penduduk. Misalnya, ada sekian puluh juta kelahiran maka ada sekian puluh juta pula yang perlu diberi pendidikan, makanan, kesehatan, pekerjaan. Implikasinya bisa saja pada masalah sosial, bahkan lingkungan.- See more at: http://www.cpps.or.id/content/bonus-demografi-pentingnya-melihat-persoalan-migrasi-penduduk-oleh-agus-h-hadna#sthash.aDzLiG2v.dpufManfaatkan Bonus Demografi : Pilar Produktivitas dan Pertumbuhan Ekonomi

Sensus penduduk tahun 2010, dalam sepuluh tahun terakhir penduduk Indonesia bertambah 32,5 juta jiwa dengan rata-rata anka Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) sebesar 1,49% per tahun. Jika LPP tetap sebesar 1,49% maka jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2035 diperkirakan akan mencapai 450 juta jiwa.

Jumlah penduduk yang besar ini akan menjadi beban pemerintah dalam pemenuhan hak-hak kependudukan. Sementara daya dukung serta daya tamping alam dan lingkungan juga semakin tidak ideal, yang akan menimbulkan banyak masalah antara lain banjir dan tanah longsor di musim hujan, serta kekeringan,gagal panen dan kesulitan air bersih pada musim kemarau sampai isu perubahan iklim hingga berbagai bencana akibat perusakan alam. Dalam sambutan tertulis Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat H.R Agung Laksono yang dibacakan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armina Alisyahbana pada Pertemuan Koordinasi Nasional dalam rangka Menyambut dan Memanfaatkan Bonus Demografi di Hotel Garden Palace Surabaya, 14 Juni 2013, mengatakan,apabila jumlah penduduk yang besar ini,utamanya penduduk usia kerja/produktif (15-64 tahun) mempunyai pendidikan dan ketrampilan yang memadai serta ketersediaan lapangan kerja yang diperlukan, akan membuka peluang untuk memperoleh suatu bonus demografi, yakni suatu kondisi dimana rasio ketergantungan kelompok usia non produktif (anak-anak dan lansia) dengan kelompok usia non produktif (usia 15-64 tahun) mencapai angka terendah. Rasio ini sekaligus menggambarkan berapa banyak penduduk usia non produktif yang hidupnya harus ditanggung oleh kelompok penduduk usia produktif. Semakin rendah angka rasio ketergantungan suatu Negara, maka Negara tersebut semakin berpeluang mendapatkan bonus demografi.

Hadir dalam pertemuan ini dan memberikan sambutan selamat dating adalah Sekda Provinsi Jatim, Dr.Rasiyo,MSi. Pertemuan diikuti oleh Bupati dan Walikota se-Provinsi Jawa Timur, Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur, Ketua DPRD kab/kota se Jatim, Asda Kesra Provinsi seIndonesia, Kepala Perwakilan BKKBN se Indonesia, Kepala SKPD KB Provinsi se Indonesia. Sebagai nara sumber dalam pertemuan ini selain Menteri PPN/Kepala Bappenas juga Deputi KS PK BKKBN, Kepala Badan Latbang Kemenakertrans,Gubernur Jatim,Wakil ketua Apindo,Ketua Lembaga Demografi Falkutas Ekonomi UI.

Pilar Pertumbuhan Ekonomi

Bonus Demografi akan menjadi pilar peningkatan produktifitas suatu Negara dan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi melalui pemanfaatan SDM yang produktif. Di Indonesia, fenomena ini terjadi karena proses transisi demografi yang berkembang sejak beberapa tahun yang lalu, yang dipercepat oleh keberhasilan kita dalam menurunkan tingkat fertilitas, meningkatkan kualitas di bidang pendidikan dan kesehatan serta suksesnya program-program pembangunan sejak era Orde Baru hingga sekarang.

Ketika angka fertilitas menurun, pertumbuhan per kapita untuk memenuhi kebutuhan penduduk usia anak-anak dapat dialihkan untuk peningkatan mutu manusia. Pada saat yang sama,jumlah anak yang sedikit membuka peluang perempuan untuk masuk ke pasar kerja yang akanmeningkatkan produktifitas keluarga. Dari struktur penduduk yang ada, rasio ketergantungan ini mulai menurun sejak tahun 1990 dan puncaknya akan dicapai sekitar tahun 2020, dimana rasio ketergantungan ini ada pada angka terendah yaitu 43,7. Angka ini akan mulai dengan cepat pada tahun-tahun setelah tahun 2030, dengan makin bertambahnya penduduk lansia akibat makin tingginya angka harapan hidup penduduk Indonesia karena makin tinggi tingkat kesejahteraan mereka.

Pertanyaannya, apakah Bonus Demografi yang sudah Nampak di depan mata, kita biarkan berlalu tanpa melakukan upaya-upaya yang kongkrit untuk mendapatkannya? Apakah penduduk usia produktif yang besar ini kita biarkan bermalas-malasan? Atau mereka hanyalah SDM yang berkualitas rendah karena hanya berpendidikan SD atau SLTP yang tidak mempunyai ketrampilan? Sekarang, tinggal bagaimana kita mempersiapkan diri guna menyambut dan memanfaatkan bonus demografi yang akan kita peroleh. Masih tersedia waktu untuk kita menyiapkan penduduk usia produktif kita dengan meningkatkan kualitas mereka melalui peningkatan pendidikan,ketrampilan dan kesehatan mereka serta yang tidak kalah pentingnya adalah kemampuan kita dalam menyiapkan lapangan pekerjaan bagi tenaga-tenaga kerja tersebut,sesuai dengan kemampuan,pendidikan dan ketrampilan angkatan kerja kita,sehingga mereka mampu memperoleh pendapatan yang dapat menopang kehidupan dirinya dan keluarganya,utamanya yang masuk dalam kelompok usia non produktif, tandas Menkokesra Agung Laksono.

Usai membacakan sambutan Menkokestra, Armida S Alisyahbana menambahkan bahwa datangnya bonus demografi di Indonesia yang diperkirakan akan datangnya bonus demografi di Indonesia yang diperkirakan akan datang mulai tahun 2020, utnuk menyambut dan memanfaatkan harus disiapkan dari sekarang,agar kita bisa memanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemajuan bangsa kita dimasa mendatang. Bonus demografi merupakan transisi demografi yang bisa digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan memanfaatkan jumlah usia produktif yang lebih tinggi ujar Menteri PPN.

Dicontohkan beberapa Negara yang berhasil memanfaatkan bonus demografi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya, yakni Cina yang pertumbuhan ekonominya sebelum bonus demografi menjadi 9,2 persen,Korsel dari 7,3 menjadi 13,2, singapura dari 8,2 meningkat menjadi 13,6 dan Thailand dari 6,6 meningkat tajam menjadi 15,5.

Untuk Indonesia yang sekarang pertumbuhan ekonominya sekitar 6 persen bisa meningkat lebih tinggi lagi, apabila mampu memanfaatkan bonus demografi yang diperkirakan datang mulai tahun 2020. Sudah barang tentu ada prasyarat untuk bisa memanfaatkan bonus demografi tersebut antara lain bidang kesehatan masyarakat harus bagus, penanganan kependudukan dan KB harus optimal, pendidikan harus baik dan ekonomi terkait dengan tenaga kerja harus tersedia dengan cukup. Dan tidak kalah penting adalah masalah pendidikan yang sudah taka ada isu dana, karena sudah tersedia 20 persen dari APBN, harus benar-benar mengangkat kualitas tenaga kerja,karena sekarang ini tenaga kerja yang ada setengahnya hanya lulusan SDimbuhnya.

Sementara itu ketua penyelenggara Deputi III Menko Kesra Dr.Emil Agustino, dalam laporannya mengatakan latar belakang diadakan pertemuan ini mengingat berbagai kalangan berpendapat Indonesia dapat menjadi Negara dengan perekonomian terbesar ketujuh di dunia, jika dapat memanfaatkan potensi bonus demografi dengan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia,penyiapan,lapangan pekerjaan,menjaga stabilitas ekonomi makro dan keamanan,serta mempercepat pertumbuhan ekonomi.Laporan McKinsey Global Institutute yang dirilis September 2012 memprdiksi ekonomi Indonesia akan mengalahkan Jerman dan Inggris pada 2030. Prediksi McKinsey berpatokan pada pemetaan demografi bahwa penduduk Indonesia dalam usai produktif dengan daya beli lebih tinggi ditambah kenaikan jumlah penduduk kelas menengah pada 2040, mencapai 80 persen dari jumlah penduduk.

Bonus Demografi di Indonesia dengan proporsi penduduk usia produktif sekitar 69 persen,sedangkan rasio angka ketergantungan mencapai titik terendah. Artinya jumlah angkatan kerja sangat besar namun menanggung beban kelompok usia anak dan lansia sangat kecil. Dengan demikian, bonus Demografi menjadi kesempatan jika usia produktif tidak hanya potensial tapi actual, jika adanya ketersediaan lapangan kerja seimbang dengan pertumbuhan pencari kerja.Mereka yang memiliki ketrampilan,pengetahuan,kesehatan serta etos kerja akan mampu mengelola produktivitas.sehingga terbentuk tabungan yang dapat dimanfaatkan untuk investasi selanjutnya.

Tetapi usia produktif ini akan menjadi boomerang ketika usia produktif tidak dibekali kemampuan untuk bisa bertahan hidup dan mengembangkan diri yang pada akhirnya hanya akan menjadi beban pemerintah dalam menyediakan lapangan kerja dan terciptanya angka pengangguran yang tinggi.

Kondisi saat ini jumlah penduduk Indonesia sesuai dengan sensus penduduktahun 2010 adalah sebanyak 237,6 juta jiwa,yang mencakup mereka yang bertempat tinggal di daerah perkotaan sebanyak 118,3 jiwa dan di daerah perdesaan sebanyak 119,7 juta jiwa. Sedang penduduk Indonesia usia produktif (usia 15 sampai 64 tahun) menunjukan tren semakin meningkat,yaitu 53,5%(1980),59,6%(1990),65%(2000).(AT).

8 Rekomendasi Menyambut Bonus Demografi

Menindaklanjuti arahan Bapak Menko Kesra dan Ibu Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Ka. Bappenas,serta memperhatikan paparan dari para Nara Sumber dan hasil Diskusi para peserta,disampaikan Rumusan/Rekomendasi Hasil Pertemuan Koordinasi Nasional dalam rangka Menyambut dan Memanfaatkan Bonus Demografi,sebagai berikut :1. Bonus Demografi tidak serta merta datang dengan sendirinya,tetapi untuk menjadikan potensi nasional,perlu dipersiapkan dan selanjutnya dimanfaatkan bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.2. Syarat agar Bonus Demografi dapat dimanfaatkan dengan baik,adalah dengan mempersiapkannya sejak perencanaan sampai dengan implementasinya di tingkat lapangan. Persiapan ini antara lain melalui :1. Peningkatan Pelayanan Kesehatan Masyarakat;2. Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Pendidikan;3. Pengendalian Jumlah Penduduk;4. Kebijakan Ekonomi yang mendukung fleksibilitas tenaga kerja dan pasar,keterbukaan perdagangan dan saving nasional.3. Besarnya anggaran bidang Pendidikan yang mencapai 20% dari nilai APBN,agar dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk peningkatan kulitas SDM,utamanya SDM yang akan masuk dalam bursa kerja dengan memperbanyak cakupan pendidikan kejuruan dan ketrampilan serta melalui Balai-balai Latihan Kerja terutama di pusat-pusat pertumbuhan (koridor MP3EI) melalui pelibatan pihak Swasta (Industri,perkebunan,pertambangan,dll) dengan system pemagangan.4. Dalam Bidang Keluarga Berencana,upaya penurunan TFR tidak boleh terlalu rendah sehingga akan mengurangi jumlah penduduk di masa depan,utamanya penduduk usia kerja/prduktif. Untuk itu TFR agar dikendalikan dan dipertahankan pada angka 2,1.5. Di samping menyiapkan pemanfaatan Bonus Demografi, juga sudah harus mulai dipikirkan permasalahan-permasalahan yang timbul pasca berakhirnya masa Bonus Demografi,dimana jumlah lansia meningkat.6. Diperlukan kebijakan revitalisasi pendidikan dunia kerja,guna memenuhi tantangan ketenagakerjaan dalam menghadapi keterbukaan pasar kerja ASEAN 2015, dimana tenaga kerja asal Negara ASEAN dari luar bebas bekerja di Indonesia.7. Untuk menggairahkan masuknya investor dari luar ke daerah-daerah di seluruh wilayah Indonesia,dipandang perlu dilakukan penyederhanaan perijinan (kepastian hokum,permasalahan birokrasi,reformasi pertanahan) dan jaminan keamanan asset investor baik berupa asset fisik maupun SDMnya,sehingga diperoleh iklim usaha yang kondusif.8. Untuk memanfaatkan bonus demogarfi,dipandang perlu kebijakan guna mendorong menculnya wirausaha muda,dan memberdayakannya untuk mendukung pembangunan nasional.

*) Sumber : Warta kependudukan Agustus 2013

Bonus Demografi Berpotensi Tumbuhkan EkonomiHarus dipersiapkan dengan kebijakan yang concern di bidang kesehatan, pendidikan dan ketenagakerjaan.

Jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Bahkan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memproyeksikan bahwa jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2035 mendatang berjumlah 305,6 juta jiwa. Jumlah ini meningkat 28,6 persen dari tahun 2010 yang sebesar 237,6 juta jiwa.Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Kepala Bappenas Armida S Alisjahbana mengatakan, meningkatnya jumlah penduduk pada tahun 2035 tersebut menyebabkan Indonesia menjadi negara kelima dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia.Meski begitu, peningkatan jumlah penduduk Indonesia tersebut dibarengi dengan meningkatnya penduduk berusia produktif (usia 15 tahun sampai 65 tahun). Menurut Armida, Indonesia telah memasuki bonus demografi (rasio ketergantungan terhadap penduduk tak produktif) sejak tahun 2012, yakni 49,6 persen. Atas dasar itu, penduduk Indonesia yang produktif lebih banyak daripada penduduk yang tak produktif.Pada tahun 2010, proporsi penduduk usia produktif adalah sebesar 66,5 persen. Proporsi ini terus meningkat mencapai 68,1 persen pada tahun 2028 sampai tahun 2031. Meningkatnya jumlah penduduk usia produktif menyebabkan menurunnya angka ketergantungan, yaitu jumlah penduduk usia tidak produktif yang ditanggung oleh 100 orang penduduk usia produktif dari 50,5 persen pada tahun 2010 menjadi 46,9 persen pada periode 2028-2031. Tetapi angka ketergantungan ini mulai naik kembali menjadi 47,3 persen pada tahun 2035.Armida mengatakan, kontribusi penduduk berusia produktif ini telah terlihat dari peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang stabil. Fenomena ini terlihat juga di beberapa negara yang jumlah penduduknya turut meningkat dan kondisi ekonominya sama seperti Brazil, Rusia dan India. Bahkan di sejumlah negara lain, bonus demografi telah berkontribusi menumbuhkan ekonomi.Thailand, Tiongkok, Taiwan dan Korea bonus demografi di sana berkontribusi dengan pertumbuhan ekonomi antara 10-15 persen, kata Armida di Jakarta, Jumat (7/2).Ia berharap, bonus demografi ini dapat dimanfaatkan secara baik oleh pemerintah baik di pusat maupun di daerah. Manfaat bisa dilakukan dengan adanya kesiapan kebijakan seperti memperkuat investasi di bidang kesehatan, pendidikan maupun ketenagakerjaan. Ini (bonus demografi) tidak otomatis untungkan kita, harus ada syaratnya, katanya.Misalnya dalam bidang pendidikan, Armida menyarankan agar wajib belajar terus diperpanjang menjadi 12 tahun. Lalu, jumlah drop out (DO) pelajar yang keluarganya berpenghasilan rendah harus dikurangi dan kurikulum juga harus direvisi. Sekolah Dasar (SD) betul-betul diubah supaya dari kecil diajarkan cara berpikir lebih kreatif, katanya.Dari sisi kesehatan, lanjut Armida, juga harus dimulai nutrisi 1000 hari pertama sejak kelahiran. Menurutnya, dalam jangka waktu tersebut masa-masa untuk perkembangan otak. Sedangkan dari sisi ketenagakerjaan, bila perlu pemerintah terus menggenjot industri padat karya, pertanian, industri kreatif serta industri mikro, kecil dan menengah.Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meluncurkan Buku Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035. Dalam kesempatan tersebut, Presiden menyatakan bahwa kependudukan merupakan topik yang sangat penting dalam pembangunan, karena pembangunan manusia pada dasarnya ditujukan kepada manusia atau people-centered development.Menurutnya, pembangunan dilakukan pada saat manusia menjadi pelaku utama dari pembangunan itu sendiri yang diukur dari human resource development atau kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, pembangunan manusia harus menjadi prioritas dalam pembangunan. Presiden juga berharap pentingnya proyeksi penduduk sebagai prasyarat untuk merumuskan perencanaan pembangunan di masa depan secara lebih efektif dan efisien.

Pengembangan Energi Terbarukan Sebagai Energi Aditif di Indonesia-PendahuluanMerupakan suatu kenyataan bahwa kebutuhan akan energi, khususnya energi listrik di Indonesia, makin berkembang menjadi bagian tak terpisahkan dari kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari seiring dengan pesatnya peningkatan pembangunan di bidang teknologi, industri dan informasi. Namun pelaksanaan penyediaan energi listrik yang dilakukan oleh PT.PLN (Persero), selaku lembaga resmi yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mengelola masalah kelistrikan di Indonesia, sampai saat ini masih belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan energi listrik secara keseluruhan. Kondisi geografis negara Indonesia yang terdiri atas ribuan pulau dan kepulauan, tersebar dan tidak meratanya pusat-pusat beban listrik, rendahnya tingkat permintaan listrik di beberapa wilayah, tingginya biaya marginal pembangunan sistem suplai energi listrik (Ramani,K.V,1992), serta terbatasnya kemampuan finansial, merupakan faktor-faktor penghambat penyediaan energi listrik dalam skala nasional.Selain itu, makin berkurangnya ketersediaan sumber daya energi fosil, khususnya minyak bumi, yang sampai saat ini masih merupakan tulang punggung dan komponen utama penghasil energi listrik di Indonesia, serta makin meningkatnya kesadaran akan usaha untuk melestarikan lingkungan, menyebabkan kita harus berpikir untuk mencari altematif penyediaan energi listrik yang memiliki karakter;1. dapat mengurangi ketergantungan terhadap pemakaian energi fosil, khususnya minyak bumi2. dapat menyediakan energilistrik dalam skala lokal regional3. mampu memanfaatkan potensi sumber daya energi setempat, serta4. cinta lingkungan, dalam artian proses produksi dan pembuangan hasil produksinya tidak merusak lingkungan hidup disekitarnya.Sistem penyediaan energi listrik yang dapat memenuhi kriteria di atas adalah sistem konversi energi yang memanfaatkan sumber daya energi terbarukan, seperti: matahari, angin, air, biomas dan lain sebagainya (Djojonegoro,1992). Tak bisa dipungkiri bahwa kecenderungan untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi sumber-sumber daya energi terbarukan dewasa ini telah meningkat dengan pesat, khususnya di negara-negara sudah berkembang, yang telah menguasai rekayasa dan teknologinya, serta mempunyai dukungan finansial yang kuat. Oleh sebab itu, merupakan hal yang menarik untuk disimak lebih lanjut, bagaimana peluang dan kendala pemanfaatan sumber-sumber daya energi terbarukan ini di negara-negara sedang berkembang, khususnya di Indonesia.Ramalan Kebutuhan dan Ketersediaan Energi Listrik di IndonesiaDengan memperhatikan pertumbuhan ekonomi dalam sepuluh tahun terakhir, skenario "export-import" dan pertumbuhan penduduk, pada tahun 1990 diramalkan bahwa tingkat pertumbuhan kebutuhan energi listrik nasional dapat mencapai 8,2 persen rata-rata per tahun, seperti ditunjukkan dalam tabel-1 berikut.Tabel-1Ramalan Kebutuhan Energi Listrik

Sektor199020002010

GWhpersenGWhpersenGWhpersen

Industri35.30568,084.82269,0183.38970,0

Rumah tangga9.86519.0022.239218.040.78916.0

Fasilitas umum3.6347,06.7316.012.7035.5

Komersial3.1156.08.8117,021.8698.5

Total51.919100.0122.603100.0258.747100.0

Sumber: Djojonegoro, 1992Kebutuhan energi listrik tersebut diharapkan dapat dipenuhi oleh pusat-pusat pembangkit listrik, baik yang dibangun oleh pemerintah maupun non-pemerintah. Sebagai ilustrasi, pada tahun 1990 kebutuhan energi listrik sebesar 51.919 GWh telah dipenuhi oleh seluruh pusat pembangkit listrik yang ada dengan kapasitas daya terpasang sekitar 22.000 MW. Sehingga pada tahun 2010 dari kebutuhan energi listrik, yang diramalkan mencapai 258.747 GWh per tahun, diharapkan dapat dipenuhi oleh sistem suplai energi listrik dengan kapasitas total sebesar 68.760 MW, yang komposisi sumber daya energinya seperti diperlihatkan dalam tabel-2Tabel-2Prakiraan Penyedian Energi Listri di Indonesia

Sumber Energi199020002010

MWpersenMWpersenMWpersen

BatubaraGasMinyakSolarPanas BumiAirBiomassLain-lain(Surya Angin)1.9303.5302.21011.0201702.850270208.816.010.050.10.813.01.20.110.7507.0801.9509.4105007.72029016028.418.75.224.81.320.40.80.428.05014.7603204.06043010.31046037035.321.50.55.90.615.00.70.5

Total22.000100.037.860100.068.760100.0

Sumber: Djojonegoro, 1992 & Wibawa, 1996.Dari tabel-2 ini tampak jelas terlihat, bahwa penggunaan minyak bumi, termasuk solar/minyak disel, sebagai bahan bakar produksi energi listrik akan sangat berkurang, sebaliknya pemanfaatan sumber-sumber daya energi baru dan terbarukan, seperti air, matahari, angin dan biomas, mengalami peningkatan yang cukup tajam. Kecenderungan ini tentu akan terus bertahan seiring dengan makin berkurangnya cadangan minyak bumi serta batubara, yang pada saat ini masih merupakan primadona banan bakar bagi pembangkit listrik di Indonesia.Akan tetapi sejak tahun 1992 kebutuhan energi listrik nasional meningkat mencapai 18 persen rata-rata per tahun, atau sekitar dua kali lebih tinggi dari skenario yang dibuat pada tahun 1990. Hal ini disebabkan oleh tingginya pertumbuhan ekonomi nasional kaitannya dengan pertumbuhan industri dan jasa konstruksi. Jika keadaan ini terus bertahan, berarti diperlukan pula pengadaan sistem pembangkit energi listrik tambahan guna mengantisipasi peningkatan kebutuhan tersebut. Dilema yang timbul adalah bahwa di satu sisi, pusat-pusat pembangkit energi listrik yang besar tentu akan diorientasikan untuk mencukupi kebutuhan beban besar, seperti industri dan komersial. Di sisi lain perlu juga dipikirkan agar beban kecil, seperti perumahan dan wilayah terpencil, dapat dipenuhi kebutuhannya akan energi listrik. Salah satu alternatif yang dapat diupayakan adalah dengan membangun pusat-pusat pembangkit kecil sampai sedang yang memanfaatkan potensi sumber daya energi setempat, khususnya sumber daya energi baru dan terbarukan.Peluang Pengembangan Energi Terbarukan di Indonesiaa. Menipisnya cadangan minyak bumiSetelah terjadinya krisis energi yang mencapai puncak pada dekade 1970, dunia menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak bumi, sebagai salah satu tulang punggung produksi energi terus berkurangBahkan beberapa ahli berpendapat, bahwa dengan pola konsumsi seperti sekarang, maka dalam waktu 50 tahun cadangan minyak bumi dunia akan habis. Keadaan ini bisa diamati dengan kecenderungan meningkatnya harga minyak di pasar dalam negeri, serta ketidak stabilan harga tersebut di pasar internasional, karena beberapa negara maju sebagai konsumen minyak terbesar mulai melepaskan diri dari ketergantungannya kepada minyak bumi sekaligus berusaha mengendalikan harga, agar tidak meningkat. Sebagai contoh; pada tahun 1970 negara Jerman mengkonsumsi minyak bumi sekitar 75 persen dari total konsumsi energinya, namun pada tahun 1990 konsumsi tersebut menurun hingga tinggal 50 persen (Pinske, 1993).Jika dikaitkan dengan penggunaan minyak bumi sebagai bahan bakar sistem pembangkit listrik, maka kecenderungan tersebut berarti akan meningkatkan pula biaya operasional pembangkitan yang berpengaruh langsung terhadap biaya satuan produksi energi listriknya. Di lain pihak biaya satuan produksi energi listrik dari sistem pembangkit listrik yang memanfaatkan sumber daya energi terbarukan menunjukkan tendensi menurun, sehingga banyak ilmuwan percaya, bahwa pada suatu saat biaya satuan produksi tersebut akan lebih rendah dari biaya satuan produksi dengan minyak bumi atau energi fosil lainnya.b. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pelestarian lingkunganDalam sepuluh tahun terakhir ini, pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pelestarian lingkungan hidup menunjukkan gejala yang positif. Masyarakat makin peduli akan upaya penanggulangan segala bentuk potusi, mulai dari sekedar menjaga kebersihan lingkungan sampai dengan mengontrol limbah buangan dan sisa produksi. Banyak pembangunan proyek fisik yang memperhatikan faktor pelestarian lingkungan, sehingga perusakan ataupun pengotoran yang merugikan lingkungan sekitar dapat dihindari, minimal dikurangi. Setiap bentuk produksi energi dan pemakaian energi secara prinsip dapat menimbulkan bahaya bagi manusia, karena pencemaran udara, air dan tanah, akibat pembakaran energi fosil, seperti batubara, minyak dan gas di industri, pusat pembangkit maupun kendaraan bermotor. Limbah produksi energi listrik konvensional, dari sumber daya energi fosil, sebagian besar memberi kontribusi terhadap polusi udara, khususnya berpengaruh terhadap kondisi klima.Pembakaran energi fosil akan membebaskan Karbondioksida (CO2) dan beberapa gas yang merugikan lainnya ke atmosfir. Pembebasan ini merubah komposisi kimia lapisan udara dan mengakibatkan terbentuknya efek rumah kaca (treibhouse effect), yang memberi kontribusi pada peningkatan suhu bumi. Guna mengurangi pengaruh negatif tersebut, sudah sepantasnya dikembangkan pemanfaatan sumber daya energi terbarukan dalam produksi energi listrik. Sebagai ilustrasi, setiap kWh energi listrik yang diproduksi dari energi terbarukan dapat menghindarkan pembebasan 974 gr CO2, 962 mg SO2dan 700 mg NOx ke udara, dari pada Jlka diproduksi dari energi fosil. Bisa dihitung, jika pada tahun 1990 yang lalu 85 persen dari produksi energi listrik di Indonesia (sekitar 43.200 GWh) dihasilkan oleh energi fosil, berarti terjadi pembebasan 42 juta ton CO2, 41,5 ribu ton SO2serta 30 ribu ton NOx. Kita tahu bahwa CO2merupakan salah satu penyebab terjadinya efek rumah kaca, SO2mengganggu proses fotosintesis pada pohon, karena merusak zat hijau daunnya, serta menjadi penyebab terjadinya hujan asam bersama-sama dengan NOx. Sedangkan NOx sendiri secara umum dapat menumbuhkan sel-sel beracun dalam tubuh mahluk hidup, serta meningkatkan derajat keasaman tanah dan air jika bereaksi dengan SO2.Kendala pengembangan Energi terbarukan di IndonesiaPemanfaatan sumber daya energi terbarukan sebagai bahan baku produksi energi listrik mempunyai kelebihan antara lain;1. relatif mudah didapat,2. dapat diperoleh dengan gratis, berarti biaya operasional sangat rendah,3. tidak mengenal problem limbah,4. proses produksinya tidak menyebabkan kenaikan temperatur bumi, dan5. tidak terpengaruh kenaikkan harga bahan bakar (Jarass,1980).Akan tetapi bukan berarti pengembangan pemanfaatan sumber daya energi terbarukan ini terbebas dari segala kendala. Khususnya di Indonesia ada beberapa kendala yang menghambat pengembangan energi terbarukan bagi produksi energi listrik, seperti:1. harga jual energi fosil, misal; minyak bumi, solar dan batubara, di Indonesia masih sangat rendah. Sebagai perbandingan, harga solar/minyak disel di Indonesia Rp.380,-/liter sementara di Jerman mencapai Rp.2200,-/liter, atau sekitar enam kali lebih tinggi.2. rekayasa dan teknologi pembuatan sebagian besar komponen utamanya belum dapat dilaksanakan di Indonesia, jadi masih harus mengimport dari luar negeri.3. biaya investasi pembangunan yang tinggi menimbulkan masalah finansial pada penyediaan modal awal.4. belum tersedianya data potensi sumber daya yang lengkap, karena masih terbatasnya studi dan penelitian yang dilkakukan.5. secara ekonomis belum dapat bersaing dengan pemakaian energi fosil.6. kontinuitas penyediaan energi listrik rendah, karena sumber daya energinya sangat bergantung pada kondisi alam yang perubahannya tidak tentu.Potensi sumber daya energi terbarukan, seperti; matahari, angin dan air, ini secara prinsip memang dapat diperbarui, karena selalu tersedia di alam. Namun pada kenyataannya potensi yang dapat dimanfaatkan adalah terbatas. Tidak di setiap daerah dan setiap waktu; matahari bersinar cerah air jatuh dari ketinggan dan mengailr deras serta angin bertiup dengan kencang Di sebabkan oleh keterbatasan-keterbatasan tersebut, nilaii sumber daya energi sampal saat ini belum dapat begitu menggantikan kedudukan sumber daya energi fosil sebagai bahan baku produksi energi listrik. Oleh sebab itu energi terbarukan ini lebih tepat disebut sebagai energi aditif, yaitu sumber daya energi tambahan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi listrik, serta menghambat atau mengurangi peranan sumber daya energi fosil.Strategi Pengembangan Energi Terbarukan di IndonesiaBerdasar atas kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya mengembangkan dan meningkatkan peran energi terbarukan pada produksi energi listrik khususnya, maka beberapa strategi yang mungkin diterapkan, antara lain:1. meningkatkan kegiatan studi dan penelitian yang berkaitan dengan; pelaksanaan identifikasi setiap jenis potensi sumber daya energi terbarukan secara lengkap di setiap wilayah; upaya perumusan spesifikasi dasar dan standar rekayasa sistem konversi energinya yang sesuai dengan kondisi di Indonesia; pembuatan "prototype" yang sesuai dengan spesifikasi dasar dan standar rekayasanya; perbaikan kontinuitas penyediaan energi listrik; pengumpulan pendapat dan tanggapan masyarakat tentang pemanfaatan energi terbarukan tersebut.2. menekan biaya investasi dengan menjajagi kemungkinan produksi massal sistem pembangkitannya, dan mengupayakan agar sebagian komponennya dapat diproduksi di dalam negeri, sehingga tidak semua komponen harus diimport dari luar negeri. Penurunan biaya investasi ini akan berdampak langsung terhadap biaya produksi.3. memasyarakatkan pemanfaatan energi terbarukan sekaligus mengadakan analisis dan evaluasi lebih mendalam tentang kelayakan operasi sistem di lapangan dengan pembangunan beberapa proyek percontohan .4. meningkatkan promosi yang berkaitan dengan pemanfaatan energi dan upaya pelestarian lingkungan.5. memberi prioritas pembangunan pada daerah yang meliki potensi sangat tinggi, baik teknis maupun sosio-ekonomisnya.6. memberikan subsidi silang guna meringankan beban finansial pada tahap pembangunan. Subsidi yang diberikan, dikembalikan oleh konsumen berupa rekening yang harus dibayarkan pada setiap periode waktu tertentu. Dana yang terkumpul dari rekening tersebut digunakan untuk mensubsidi pembangunan sistem pembangkit energi listrik di wilayah lain.Pembangunan sistem pembangkit energi listrik yang memanfaatkan sumber daya energi terbarukan, terutama air, sudah banyak dilaksanakan di Indonesia. Pemanfaatan energi angin banyak diterapkan di daerah pantai, seperti di Jepara, pulau Lombok, Sulawesi dan Bali. Sementara energi matahari telah dimanfaatkan di beberapa wilayah di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan wlayah timur Indonesia. Sebagian besar dari pembangunan tersebut berupa proyea-proyek percontohan.Daftar Pustaka Djojonegoro,W., 1992, Pengembangan dan penerapan energi baru dan terbarukan, Lokakarya "Bio Mature Unit" (BMU) untuk pengembangan masyarakat pedesaan, BPPT, Jakarta. Fritzler,M., 1993, Stichwort-Umweltgiffe, Wilhelm Heyne Verlag, Moenchen, Germany. Jarass, 1980, Strom aus Wind - Integration einer regenerativen EnergieQuelle, Springer-Verlag, Berlin. Pinske,J.D., 1993, Elektrische Energieerzeugung, 2.vollst. ueberarb. Aufl., BG.Teubner, Stuttgart Ramani,K.V., 1992, Rural electnEcation and rural development, Rural electrification guide book for Asia & Pacific, Bangkok. Soetendro,H.,Soedirman,S.,Sudja,N., 1992, Rural Electnfication in Indonesia, Rural Electrification Guide book for Asia & the Pacific, Bangkok. Schleswag (Hrsg.), 1993, Additive Energien-intelligent genutzt, Flensburg, Germany. Wibawa,U., 1996, Effahrung mit dem Betneb Kleinwindhybrid Eanlage in Ciparanti-Ciamis, ARTES-lnstitu, Flensburg Zuhal,1995, Policy & Development Programs on Rural ElectriScation for next 10 years, Ditjen.Listrik & Pengembangan Energi, Departemen Pertambangan dan Energi, Jakarta. 10 Potensi energi terbarukan di Indonesia Posted bycinta indonesiaMinggu, 08 Desember 20130komentar

Indonesia adalah negeri yang kaya raya. Sumber daya alamnya sangat melimpah. Beberapa di antaranya bisa dikembangkan menjadi energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak yang terus menurun dan menyusut.

Sejumlah negara masih mengandalkan minyak bumi, batu bara, dan gas alam untuk memenuhi sebagian besar kebutuhan energinya. Padahal, stok bahan bakar fosil sebagai sumber energi saat ini terus berkurang. Dalam banyak studi, Indonesia menyimpan ribuan energi terbarukan (renewable energy).

Berikut 10 energi terbarukan yang dimiliki Indonesia dan berpotensi besar untuk menyediakan sumber energi berlebih.

1. Energi matahari

PT PLN (Persero) memanfaatkan energi ini untuk menerangi 1.000 pulau terpencil pada 2012.

2. Energi biomasa (biomass energy)Sektor perkebunan menyumbang 64 juta ton limbah untuk energi ini.

3. Hydropower (sumber daya air)Sungai-sungai dan air terjun di Indonesia sangat potensial bagi energi ini.

4. Energi dari laut (ocean energy)Masih seputar lautan. Lautan menyediakan energi terbarukan (renewable energy), seperti energi gelombang atau pemanfaatan pasang surut air laut dapat digunakan untuk membangkitkan energi listrik dan energi panas air laut (ocean thermal energy)yang berasal dari panas yang tersimpan dalam air laut.

5. Energi anginSepertiga luas Indonesia adalah lautan. Potensi angin sebagai energi terbarukan dengan menggunakan turbin angin untuk menghasilkan listrik.

6. Energi geothermalDi dalam perut negeri ini, tersimpan 40 persen cadangan panas bumi di dunia. Mayoritas masih tidur di bumi Andalas atau Sumatra. Cadangan panas bumi di Sumatra sebesar 6.645 Megawatt electric (MWe) atau hampir 50 persen dari total cadangan nasional, sebesar 15.882 MWe.

7. HidrogenHidrogen memiliki potensi yang amat besar sebagai bahan bakar dan sumber energi.

8. BiodieselSaat ini, pengembangan biodiesel yang bersumber dari tanaman jarak (Jatropha) terus dilakukan. Sayang, energi ini belum dikembangkan secara maksimal.

9. BioetanolBioetanol merupakan salah satu jenis biofuel (bahan bakar cair dari pengolahan tumbuhan) di samping biodiesel. Bisa berbahan baku dari singkong, jagung, kelapa sawit.

10. Gasifikasi batu bara (gasified coal)Beberapa perusahaan sudah mengembangkan dan memanfaatkan energi ini. - See more at: http://bloggbebass.blogspot.com/2013/12/10-potensi-energi-terbarukan-di.html#sthash.V8nxfrl8.dpuf