blok 18 ppok
DESCRIPTION
PPOKTRANSCRIPT
Pasien dengan Keluhan Sesak Napas Secara Terus Menerus
disertai Batuk dan Riwayat Merokok
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA)
Jl.Arjuna Utara no.6, Jakarta 11510
Marco
10-2010-095
Kelompok B3
Semester 4, Blok 18
3 Juli 2012
PENDAHULUAN
Dalam tinjauan pustaka ini akan membahas seorang laki-laki berusia 57 tahun, datang
ke UGD RS dengan keluhan sesak nafas yang memberat dan terus menerus sejak 5 jam yang
lalu. Keluhan disertai batuk berdahak warna putih sejak 3 hari yang lalu. Keluhan seperti ini
sudah beberapa kali timbul,sejak 3 tahun terakhir pasien sudah merasa nafasnya terasa berat
jika beraktivitas berat dan bila sedang demam dan batuk. Riwayat merokok sejak usia 30
tahun sebanyak ± 1-2 bungkus/hari Dari kasus tersebut akan dibahas secara mendetail
sehingga diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis maupun pembaca tentang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang menjadi salah satu topik perkuliahan di blok 18.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit obstruksi jalan napas
karena bronkitis kronik atau emfisema. Obstruktif tersebut umumnya bersifat progresif, bisa
disertai hiperaktivitas bronkus dan sebagian bersifat reversibel
ANAMNESIS
1. Identifikasi pasien
- Mengidentifikasi data seperti usia, jenis kelamin, pekerjaan, status pernikahan.
Sumber riwayat biasanya pasien, tetapi dapat juga dari anggota keluarga, teman,
surat rujukan atau rekam medis.
2. Keluhan utama
1
- Satu atau lebih gejala atau kekhawatiran pasien yang menyebabkan pasien
mencari perawatan
- Skenario : 3 tahun terakhir , nafas berat terutama aktivitas berat dan jika bila
sedang demam dan batuk.
3. Penyakit saat ini
- Menjelaskan keluhan utama, gambarkan bagaimana perkembangan setiap gejala,
tunjukan tujuh gambaran dari setiap gejala yaitu lokasi (di mana, apakah menyebar),
kualitas (seperti apa rasanya), kuantitas atau keparahan (seberapa parah), waktu
terjadinya gejala (kapan mulai dirasakan, sudah berapa lama, seberapa sering gejala
muncul), kondisi saat gejala terjadi (meliputi faktor lingkungan, aktivitas individu,
reaksi emosi, atau keadaan lain yang berperan terhadap timbulnya penyakit), faktor
yang meredakan atau memperburuk penyakit, manifestasi terkait (apakah anda
mengenali hal-hal lain yang menyertai gejala tersebut). Kemudian juga termasuk
pikiran dan perasaan klien mengenai penyakitnya. Poin pengkajian dapat mencakup
medikasi, alergi, kebiasaan merokok, alkohol, karena kerap kali terkait dengan
penyakit yang sedang diderita.
- Skenario : batuk berdahak, warna putih, sejak 3 hari yang lalu.
4. Riwayat kesehatan masa lalu
Penyakit yang diderita pada masa kanak-kanak, penyakit yang dialami saat
dewasa lengkap dengan waktunya yang sedikitnya mencakup empat kategori
berikut: medis, pembedahan; obstetrik/ginekologik dan psikiatrik, termasuk
praktik mempertahankan kesehatan seperti imunisasi, uji skrining, masalah gaya
hidup, dan keamanan rumah.
5. Riwayat keluarga
Gambaran atau diagram usia dan keadaan kesehatan atau usia dan penyebab
kematian, apakah bersumber dari saudara kandung, orangtua, dan kakek nenek.
Dokumen yang menunjukan ada atau tidak adanya penyakit khusus dalam
keluarga, seperti hipertensi, penyakit arteri koroner, dan sebagainya.
6. Riwayat pribadi dan sosial
Jelaskan tentang tingkat pendidikan, suku bangsa keluarga, keadaan rumah
tangga saat ini, minat individu, dan gaya hidup.1
2
PEMERIKSAAN FISIK
Inspeksi.
Melihat kulit thorax (warna), apakah ada benjolan, pelebaran kapiler/tidak.
Bentuk thorax, apakah ada barrel chest. Mengamati dada pasien ketika inspirasi dan
ekspirasi, apakahsimetris/tidak. Mengamati sela iga, apakah ad retraksi/tidak..2
Palpasi.
Meraba permukaan thorax dan sela iga pasien, apakah ada nyeri/tidak.
Memeriksafremitus paru pasien. Meletakkan tangan pada thorax pasien, kemudian
merasakan saat pasien bernapas, apakah ada bagian paru yang tertinggal/tidak.2
Perkusi.
Perkusi normal adalah sonor. Jika pada perkusi paru terdapat suara pekak di salah
satu bagian paru artinya jaringan paru terisi dengan cairan. Namun jika suara perkusi
hipersonor,artinya paru-paru dalam keadaan dipenuhi oleh udara.1,2
Auskultasi.
Melakukan pemeriksaan paru dengan menggunakan stetoskop. Bunyi paru normal
adalah vesikuler. Sedangkan suara paru yang patologis adalah vesikuler
melemah/memanjang, bronkial karena alveoli terisi dengan eksudat, bronko-vesikuler,
ronkhi kering (whezzing),ronkhi basah karena adanya udara yang melalui cairan.
Skenario :
- Kesadaran compos mentis
- TTV : Tekanan darah 120/70 mmHg, denyut nadi 100x/menit, frekuensi napas 30
x/menit, suhu : 36 derajat Celcius
- Thorak pulmol : simetris dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi intercostalis
(+), taktil fremitus simetris
- Perkusi : sonor pada kedua lapang paru.
- Suara nafas wheezing +/+, ronkhi basah minimal +/+.2
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologi
- Foto toraks pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow
berupa bayangan garis-garis paralel keluar dari hilus menuju apeks paru
dan corakan paru yang bertambah.
3
- Pada emfisema paru, foto toraks menunjukan adanya overinflasi dengan
gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah
pulmonal, dan penambahan corakan ke distal.
2. Pemeriksaan fungsi paru
Menunjukan obstruksi aliran napas dan menurunnya pertukaran udara akibat
destruksi jaringan paru. Kapasitas total paru bisa normal atau meningkat
akibat udara yang terperangkap. Dilakukan pemeriksaan reversibilitas karena
20% pasien negalami perbaikan dengan pemberian bronkodilator.
3. Pemeriksaan gas darah
4. Analisa gas darah harus dilakukan jika ada kecurigaan gagal napas. Pada
hipoksemia kronis kadar hemoglobin bisa meningkat.3
DIAGNOSIS KERJA
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
Penyakit Paru Obstruktif Kronii ( PPOK ) ditujukan untuk mengelompokan penyakit
yang mempunyai gejala berupa terhambatnya arus udara pernapasan. Istilah ini mulai dikenal
pada akhir 1950-an dan permulaan tahun 1960-am. Masalah yang menyebabkan
terhambatnya arus udara tersebut bisa terletak pada saluran pernapasan maupun pada
parenkim paru. Kelompok penyakit yang dimaksud adalah bronkitis kronik ( masalah pada
saluran pernapasan), emfisema ( masalah pada parenkim ). Ada beberapa ahli yang
menambahkan ke dalam kelompok ini, yaitu asma bronkiale kronik, fibrosis kistik, dan
bronkiektaksis. Secara logika penyakit asma bronkiale seharusnya dapat digolongkan ke
dalam golongan arus napas yang terhambat, tetapi pada kenyataanya tidak dimasukan ke
dalam golongan PPOK.
Suatu kasus obstruksi aliran udara ekspirasi dapat digolongkan sebagai PPOK jika
osbtruksi aliran udara ekspirasi tersebut cenderung progresid. Kedua penyakit tadi ( bronkitis
kronik, dan emfisema) hanya dapat dimasukkan ke dalam PPOK jika keparahan penyakitnya
telah berlanjut dan osbtruksinya bersifat progresif. Pada fase awal, kedua penyakit ini belum
dapat digolongkan ke dalam PPOK.
Jika dilakukan pemeriksaan patologik pada pasien yang mengalami obsruksi saluran
napas, diagnosis patologiknya ternayata sering berbeda satu sama lain. Diagnosis patologik
4
tersebut dapat berupa emfisema sebesar 68%, bronkitis 66% sedangkan bronkiolotis sebesar
41%. Jadi dapat disimpulkan bawah kelainan patologik yang berbeda menghasilkan gejala
klinik yang serupa.4
Emfisema
Definisi
Keadaan paru yang ditandai oleh pembesaran abnormal menetap ruang udara di
sebelah distal bronkiolus terminal disertai kerusakan dinding dindingnya tanpa fibrosis yang
nyata.
Jenis-jenis emfisema ( diklasifikikasikan berdasarkan distribusi anatomisnya di dalam
lobulus ) :
1) Emfisema sentriasinus
- Keterlibatan lobulus bagian sentral atau proksimal asinus yang dibentuk oleh
bronkiolus respiratorik terkena sedangkan alveolus distal tidak. Oleh sebab itu, di
dalam asinus dan lobulus yang sama, terutama di segmen apikal dapat ditemukan
baik ruang udara yang emfisematosa maupun yang abnromal.
- Lesi lebih sering dan biasanya lebih parah di lobus atas, terutama di segmen
apikal.
- Dinding ruang udara yang emfisematosa sering mengandung banyak pigmen
hitam.
- Sering terjadi peradangan di sekitar bronkus dan bronkiolus
- Terjadi pada perokok berat, sering disertai bronkitis kronik.
2) Emfisema parasinus
- Asinus yang secara merata membesar dari tingkat bronkiolus respiratorik hingga
ke alveolus terminal.
- Cenderung terjadi di zona bawah dan di batas anterior paru dan biasanya paling
parah di basal.
- Karena defisiensi α1-antitripsin.
3) Emfisema asinus distal
- Bagian proksimal asinus normal dan kelainan terutama mengenai bagian distal
- Temuan khas, ruang udara yang membesar, bersambungan, dengan garis tengah
kurang dari 0,5 cm-2cm kadang-kadang membentuk struktur mirip kista.
5
- Penyebab banyak kasus pneumotoraks spontan pada dewasa muda.
4) Emfisema iregular
- Asinus terkena berbentuk iregular dan hampir disertai dengan pembentukan
jaringan ikat
Epidemiologi
Penyebab tertinggi keempat morbiditas dan mortalitas di Amerika Serikat dan
diperkirakan mencapai peringkat kelima pada tahun 2020 di seluruh dunia. Dalam sebuah
penelitian, ditemukan emfisema kombinasi parasinus dan sentriasinus pada 50% kasus saat
autpsi dan penyakit paru dianggap menjadi penyebab kematian pada 6,5% pasien-pasien ini.
Terdapat hubungan yang jelas antara merokok berat dan emfisema, dan tipe emfisema paling
parah terjadipada pria perokok berat.
Manifestasi Klinis
Belum terlihat sampai paling sepertiga parenkim paru fungsional rusak. Dispnea
adalah gejala awal, sesak nafas ini mucul secara perlahan tetapi terus progresif. Pada
sebagian pasien, batuk dadan mengi merupakan keluhan utama sehingga mudah disangka
asma. Batuk dan pengeluaran dahak sangat bervarisi. Penurunan berat badan sering terjadi
dan dapat sedemikaian hebat sehingga seperti menandakan adanya tumor ganas tersembunyi.
Pasien tampak memiliki dada berbentuk tong dan sesak dengan ekspirasi yang jelas
memanjang, duduk condong ke depan dengan posisi membungkug dan bernapas melalui bibir
yang mengerut.
Pada pasien emfisema berat batuk sering hanya sedikit tetapi distensinya sangat parah,
kapasitas difusinya rendah dan nilai-nilai gas darah relatif normal saat istirahat.5
Bronkitis Kronik
Definisi
Sebagai adanya sekresi mukus yang berlebihan pada saluran pernapasan secara terus
menerus ( kronik ) dengan disertai batuk. Pengertian terus menerus adalah terjadi sepanjang
hari selama tidak kurang dari tiga bulan dalam setahun dan telah berlangsung selama 2 tahun
berturut-turut.
6
Gambaran histologinya berupa kelenjar mukosa bronkial dan peradangan peribronkial
yang menyebabkan kerusakan lumen bronkus berupa metapalsia skuamsa, silia menjadi
abnormal, hiperplasia otot polos pada saluran pernapasan, peradangan dan penebalan mukosa
bronkus.
Epidemiologi
Kedua jenis kelamin dan usia dapat terkena, tetapi bronkitis kronik paling sering
dijumpai pria pada usia pertengahan. Bronktis kronik 4-10 kali lebih sering pada perokok
berat tanpa memandang jenis kelamin, usia, pekerjaan atau tempat tinggal.
Manifestasi Klinis
Batuk terus menerus yang disertai dahak dalam jumlah banyak dan batuk terbanyak
pada pagi hari. Sebagian besar penderita bronkitis kronik tdk mengalami obstruksi aliran
pernapasan, namun 1-15% perokok merupakan golongan yang mengalami penurunan aliran
napas. Penderita batuk produktif kronik yang mempunyai aliran napas normal disebut
penderita bronkitis kronik simpleks, sedangkan yang disertai dengan penurunan aliran napas
yang progresid disebut penderita bronkitis kronik obstruktif.
Pemeriksaan fisik tidak sensitif untuk bronkitis kronik yang ringan sampai sedang,
tetapi pada penderita yang mengalami obstruksi napas, gejalanya telah tampak pada saat
inspeksi yaitu digunakannya otot pernapasan tambahan.4
DIAGNOSIS BANDING
Asma Bronkial
Epidemiologi
Asma adalah penyebab tunggal terpenting untuk morbiditas penyakit pernapasan dan
menyebabkan 2000 kematian/tahun. Prevalensinya, sekarang sekitar 10-15%, semakin
meningkat di masyarakat Barat. Insidensi mengi tertinggi pada anak-anak (satu dari tiga anak
mengalami mengi dan satu dari tujuh anak sekolah terdiagnosis asma).3
Patofisiologi
Asma adalah penyakit yang didasari oleh hiperaktivitas bronkus, yaitu kepekaan
saluran napas yang berlebihan terhadap berbagai rangsangan baik dari dalam maupun dari
7
luar dengan manifestasi penyempitan saluran napas yang menyeluruh dengan derajat yang
berubah-ubah secara spontan atau dengan pengobatan
Komponen penyempitan saluran napas pada asama ada 2, yaitu :
1. Bronkospasme yg disebabkan oleh konstrksi otot polsa bronkus menimbulkan
perubahan kaliber jalan napas dengan akibat pengingkataan tahanan jalan napas.
2. Inflamsi menimbulkan edema lapisan membran mukosa saluran napas dan
meningkatkan sekresi mukus. Keadaan ini juga menyebabkan obstruksi aliran
udara.
Bronkokonstriksi yang timbul segera setelah paparan alergen merupakan reaksi
hipersensitivitas tipe cepat. Sel mast akan mengeluarkan berbagai mediator antara lain
histamin, prostaglandin, leukotrine, dan platelet activating (PAF). Mediator ini merupakan
bronkokonstriktor dan mediator peradangan yang poten. Perangsangan non imunologik
seperti beban kerja, pendinginan saluran napas, asap rokok, debu akan merangsang saluran
napas secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung zat-zat ini merangsang otot polos
bronkus dengan akibat timbul bronkokonstriksi karena penglepasan mediator seperti
histamin. Secara tidak langsung yaitu melalui aktivitas sarah eferen parasimpatis dan
selanjutnya melepaskan substansi bronkokonstriktor, dari ujung saraf substansi ini akan
merangsang otot polos yang mengandung reseptor muskarinik.
Pada waktu serangan asma, terjadi obsturksi saluran napas sehingga meningkatkan
tahanan jalan napas dengan akibat terjadi perlamabatan aliran udara. Keadaan ini dapat
diketahui secara subjektif maupun objektif.
Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat hiperaktivitas bronkus.
Obstruksi jalan napas dapat reversibel secara spontan maupun dengan pengobatan. Gejala-
gejala asma antara lain:
1. Dispnea yang bermakna.
2. Batuk, terutama di malam hari.
3. Pernapasan yang dangkal dan cepat.
4. Mengi yang dapat terdengar pada auskultasi paru. Biasanya mengi terdengar hanya
saat ekspirasi, kecuali kondisi pasien parah.
5. Peningkatan usaha bernapas, ditandai dengan retraksi dada, disertai perburukan
kondisi, napas cuping hidung.
8
6. Kecemasan, yang berhubungan dengan ketidakmampuan mendapat udara yang cukup.
7. Udara terperangkap karena obstruksi aliran udara, terutama terlihat selama ekspirasi
pada pasien asma. Kondisi ini terlihat denganmemanjangnya waktu ekspirasi.
8. Di antara serangan asmatik, individu biasanya asimtomatik. Akan tetapi, dalam
pemeriksaan perubahan fungsi paru mungkin terlihat bahkan di antara serangan pada
pasien yang memiliki asma persisten.
Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
asma bronkhial.
a. Faktor predisposisi
Genetik
Pada pasien yang mempunyai komponen alergi, jika ditelusuri ternyata sering terdapat
riwayat asma atau alergi pada keluarganya. Faktor genetik yang diturunkan
kecendrungan memproduksi antibodi jenis IgE berlebihan. Seseorang yang
mempunyai predisposisi memproduksi IgE berlebihan disebut mempunyai sifat
atopik, sedankgan keadaannya disebut atopi.4
b. Faktor presipitasi
Alergen
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.
Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim
kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan
debu.
Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan
asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas
tersebut.
9
Stress
Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul
harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu
diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium
hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu
libur atau cuti.6
Penatalaksanaan
Tindakan pengobatan dilakukan pada keadaan serangan, dapat dilakukan dengan atau
tanpa pengobatan. Usaha pencegahan bertujuan agar serangan yang berikut menjadi
berkurang atau hilang sama sekali.
Medika mentosa
1. Bronkodilator
Obat utama yang mengatasi obstruksi saluran nafas, tiga golongan : xanthin,
simpatomimetik dan antikolinergik.
- Teofilin :
o Derivat yang paling kuat efek bronkodilatornya > derivat xanthin yang
lain.
o Dapat menurunkan bronkospasme dan mengurangi hipereaktivitas
bronkhus non spesifik
o Menghambat degranulasi sel mast dengan akibat mencegah pelepeasan
mediator yg dapat menimbulkan bronkospasme dan inflamasi saluran
napas.
o Pemakaian teofilin dgn bronkodilator lain bersifat aditif.
o Dosis : 10-20 mcg/ml. Dosis toksis dpt menimbulkan gejala-gejala : mual,
muntah, gelisah, kejang, dan penurunan kesaran.
10
- Golongan simpatomimetik : bronkodilator utama oleh karfena mempunyai efek
bronkodilatasi yang kuat dan disamping itu juga meningkaykan kecepatan aliran
lendir di saluran napas.
Beta-2 agonis :
o Bekerja relatif selektif
o Fenoterol, terbutaaline, metaproterenol, salbutamol.
o Paling baik diberikan secara inhalasi karena memberikan efek terapeutik
yang cepat dan efek samping seperti tremor dan palpitasi yang minimal.
2. Kortikosteroid
- Mempunyai efek secara langsung terhadap komponen inflamasi saluran napas.
- Manfaat anti asma terjadi melalui penekanan inflamsi dan menghambat
penglepasan mediator dari sel mast.
- Sangat efektif untuk mengontrol asma kronik dan obatg ini harus diperikan pada
asma akut berat.
*. Antibiotika, mukolitk dan ekspektorans diberikan atas indikasi.
*. Pemberian obat penenang tidak dianjurkan karena dapat menekan pusa pernapasan.
*. Anti histamin akan mengentalkan sekret, sebaiknya tidak diberikan kecuali bila
jelas ada tanda-tanda alergi.7
Komplikasi
1. Status asmatikus adalah keadaan spasme bronkiolus berkepanjangan yang
mengancam jiwa yang tidak dapat dipulihkan dengan pengobatan dapat terjadi pada
beberapa individu.
2. Menyebabkan kerja pernapasan seseorang meningkat sehingga menyebabkan
kebutuhan O2 juga meningkat dan tidak dapat memenuhi kebutuan O2 ny secara
normal, sehingga dapat menyebabkan spasme bronkiolus, pembengkakan bronkiolus,
dan mukus yang kental.
3. Pneumotoraks akibat besarnya tekanan untuk melakukan ventilasi.
4. Apabila individu kelelahan, dapat terjadi asidosis respiratorik, gagal napas, dan
kematian.8
11
Prognosis
Sejalan dengan bertambahnya usia anak, sebagian besar anak akan mengalami
perbaikan. Pada anak-anak prasekolah yang mengalami mengi hanya pada saat pilek,
mungkin gejala akan menghilang setelah usia 5-8 tahun. Secara umum, semakin berat suatu
asma maka perbaikan akan tercapai pada usia yang lebih tua. Asma mungkin berulang pada
masa dewasa, dan remaja sebaiknya tidak merokok dan menghindari alergen potensial di
tempat bekerja.9
Pencegahan
1. Penyuluhan pasien penting untuk keberhasilan penatalaksanaan, khususnya penjelasan
mengenai pemicu, penggunaan dan peran obat-obatan dan bagaimana mendeteksi dan
bereaksi terhadap perburukan.
2. Menghindari pemicu lingkungan atau alergen penting, terutama menghindari asap
rokok3
Bronkietaksis
Bronkietaksis adalah dilatasi bronkus lokal dan permanen sebagai akibat dari
kerusakan struktur dindingnya. Bronkietaksis merupakan kelainan saluran napas yang
seringkali tidak berdiri sendiri, akan tetapi bisa merupakan sebagian kelainan dari suatu
sindrom atau sebagai akibat atau komplikasi dari kelainan paru yang lain.
Epidemiologi
Merupakan penyebab utama kematian pada negara yang kurang berkembang.
Terutama pada negara yang kurang berkembang. Terutama pada negara yang sarana medis
dan terapi antibiotika terbatas. Bronkiektasis umumnya terjadi pada penderita dengan umur
rata-rata 39 tahun, terbanyak pada usia 60-80 tahun. Sebab kematian yang terbanyak pada
bronkiektaksi adalah karena gagal napas. Lebih sering terjai pada perempuan daripada laki-
laki dan yang bukan perokok.
Patofisiologi
1. Faktor radang dan nekrosis :
- Radang menyebabkan silia tidak berfungsi.
12
- Epitel columnar degenerasi diganti menjadi epitel bertatah nekrosis
elemen kartilago muscularis dan jaringan elsatis yang berakibat dinding bronkus
melebar tak teratur dan permanen.
2. Faktor mekanik :
- Distensi mekanis sebagai akibat adanya sekret yang menumpuk dalam bronkus
atau adanya tumor atau pembesaran kelenjar limfe.
- Meningkatnya tekanan intra bronkial akibat batuk.
- Penarikan dinding bronkus oleh karena fibrosis jaring paru.
Sebagai akibatnya timbul pelebaran lokal yang permanen lokal dari dinding bronkus.
Pelebarannya bisa berbentuk : sakuler, tubuler, dan varikose.
Manifestasi Klinis
Gejala sering dimulai pada saat anak-anak, 60% gejala timbul sejak pasien berusia 10
tahun. Gejala yang timbul tergantung dari luas, berat, lokasi, serta ada atau tidaknya
komplikasi. Gejala tersering adalah batuk kronik dengan sputum yang banyak. Batuk dan
pengeluaran sputum dialami paling sering pada pagi hari, setelah tiduran atau berbaring pada
posisi yang berlawanan dengan sisi yang mengandung kelainan bronkektasis.
Pada bronkektasis ringan atau yang hanya mengenai satu lobus saja, mungkin tidak
terdapat gejala. Kalaupun ada biasanya batuk bersputum yang menyertai batuk-pilek selama
1-2 minggu. Komplikasi pneumonia jarang dan progresivitasnya lambat.
Pada bronkiektasis berat, pasien mengalami batuk terus-menerus dengan sputum yang
banyak (200-300 ml) yang bertambah berat bila terjadi infeksi saluran napas atas. Biasanya
dapat diikuti dengan demam, nafsu makan berkurang, berat badan turun, anemia, nyeri
pleura, malaise. Sesak napas dan sianosis timbul pada kelainan yang luas. Hemoptisis
mungkin merupakan satu-satunya gejala, sebab itu bronkiektasis harus dipikirkan bila
terdapat hemoptisis yang tidak jelas sebabnya.
Pada pemeriksaan fisik yang terpenting adalah terdapat rongki basah sedang sampai
kasar pada daerah yang terkena dan menetap pada pemeriksaan yang berulang. Kadang-
kadang dapat ditemukan rongki kering dan bising mengi. Ditemukan perkusi yang redup dan
suara napas yang melemah bila terdapat komplikasi empiema. Clubbing Finger didapatkan
13
pada 30-50% kasus. Pada kasus yang berat mungkin terdapat sianosis dan tanda kor
pulmonal.
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium : tidak khas, Hb bisa rendah ( anemia ) bisa pula tinggi bila ada
polycthemia sekunder sbg akibat dari insufisiensi paru. Leukositosis dengan lanju
endap darah yang tinggi bila ada infeksi sekunder.
Sputum : hapusan dengan pengecetan ZN/TTH dan gram.
2. Radiologi :
- Foto thorak PA dan lateral : tampak infiltrat pada paru bagian basal dengan daerah
radiolucent yang multiple menyerupai sarang lebah ( Honey com appearance).
3. Bronkografi : merupakan sarana diagnosa pasti untuk bronkietaksis, karena dengan
bahan kontras yang dimasukkan ke saluran napas akan tampak kelainan ektasinya.
4. Bronkoskopi : tidak bisa digunakan untuk melihat ektasisnya akan tetapi bisa untuk
mengetahui adanya tumor atau benda asing, sumer hemoptoe atau asal sputumnya
5. Pemeriksaan faal paru : untuk melihat akibatnya yaitu restriktif dan obstruktif
Etiologi
1. Sebagai gejala sisa dari infeksi paru: pertusis pada anak, pneumonia, tuberkulosa..
2. Obstruksi bronkus oleh benda asing atau tmor
3. Atelektaksis
4. Kelainan kongenital :
Kartegener sindroma yang terdiri dari trias : bronkiektaksis, sinusitis, dekstro
kardi/situs inversus.
Penatalaksanaan
Konservatif :
a. Memberantas penyakit dasarnya.
b. Drainase postural.
c. Penggunaan antibiotika yang tepat dan segera.
d. Mukolitik dan ekspektorans.
14
Supportif :
a. Memperbaiki keadaan umum
b. Psikoterapi agar tidak menarik diri dari lingkungan.
Pembedahan :
Paling ideal direseksi pada bagian yang sakit. Indikasi : hemoptoe berulang, proses ektasis yg
lokal atau soliter. Kontra indikasi : pada bronkietaksis yang difus, faal paru yang jelek.
Prognosis
-Tergantung penyebab, lokasi , luas proses, derajat gangguan faal paru, dan adanya
komplikasi.
-Penggunaan antibiotika yg tepat dan tindakan bedah sangat berpengaruh terhadap
prognosa. Tanpa pengobatan penderita ektasis jarang bisa hidup melewati 10-15 thun.
Kebanyakan penderita meninggap pada umur kurang dari 40 tahun karena adanya
komplikasi.
Pencegahan
1. Vaksinasi terhadap pertusis dan morbili.
2. Bila ada obstruksi bronkus harus segera diberantas.
3. Higiene saluran napas : udara pernapasan bebas polusi termasuk rokok.
Congesti Heart Failure
Keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu
memompa darah secara adekuat ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan
oksigen dan nutrisi atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume
diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau
terjadi gagal jantung sisi kiri. Apa bila tekanan pengisian ini meningkat, dapat mengakibatkan
edema paru dan bendungan pada sistem vena.
Karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru.
Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru.
Manifestasi dapat dilihat seperti dipsnoe, batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat dengan
bunyi jantung 3, kulit lembab, dan pada saat ekspirasi terdengar bunyi mengi akibat edema
bronkus.
15
Pemeriksaan Penunjang
-Pemeriksaan foto toraks dapat mengarah ke kardiomegali, corakan vaskular paru
menggambarkan kranialisas, infiltrate precordial kedua paru dan efusi pleura.
-Fungsi elektrokardiografi (EKG) untuk melihat penyakit yang mendasari seperti
infark miocard dan aritmia.5
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi PPOK yang tepat dari seluruh dunia sebagian besar tidak diketahui,
tapi perkiraan bervariasi 7-19%. Beban Penyakit Paru-Paru (BOLD) studi menemukan
prevalensi global 10,1%. Pria ditemukan memiliki prevalensi 11,8% dikumpulkan dari
dan perempuan 8,5%. Angka bervariasi di berbagai wilayah dunia. Cape Town, Afrika
Selatan, memiliki prevalensi tertinggi, yang mempengaruhi 22,2% pria dan 16,7%
perempuan.
Hannover, Jerman, di sisi lain, memiliki prevalensi terendah, sebesar 8,6% untuk
pria dan 3,7% untuk perempuan. Perbedaan dapat dijelaskan sebagian oleh situs dan
seks perbedaan dalam prevalensi merokok. Seperti dicatat di atas, laporan-laporan ini
secara luas diyakini meremehkan karena COPD adalah dikenal terdiagnosis dan
undertreated. Selain itu, prevalensi pada wanita diyakini meningkat.
Meskipun tingkat saat ini dari COPD pada pria lebih tinggi dari tingkat pada
wanita, tingkat pada perempuan telah meningkat. PPOK terjadi terutama pada orang tua
dari usia 40 tahun.
Sebuah studi oleh Mintz dkk memperkirakan prevalensi PPOK tak dikenal.
Menggunakan Fungsi Paru Kuesioner (LFQ) dan hasil spirometri, studi menetapkan
bahwa sekitar 1 dari 5 pasien (21%) berusia 30 tahun atau lebih tua dengan riwayat
merokok selama 10 tahun atau lebih terlihat di sebuah pusat perawatan primer
kemungkinan memiliki PPOK.10
PATOFISIOLOGI
Pada bronkitis kronik maupun emfisema terjadi penyempitan saluran napas.
Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan napas dan menimbulkan sesak. pada
bronkitis kronik, saluran pernapasan kecil yang berdiameter kurang dari 2 mm menjadi lebih
16
sempit, berkelok-kelok, dan berobliterasi. Penyempitan ini terjadi karena metaplasia sel
goblet. Saluran napas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus.
Pada emfisema paru penyempitan saluran napas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas
paru-paru.3
Karena obstruksi tersebut terjadilah peradangan pada saluran napas. Pada PPOK yang
stabil, ciri peradangan yang dominan adalah banyaknya sel neutrofilik yang ditarik oleh
interleukin 8. Walaupun jumlah limfosit juga meningkat, namun yang meningkat hanya sel T
CD8 helper tipe 1. Berbeda pada asma, yang dominan adalah eosinofil, sel mast, dan sel
TCD4 helper tipe 2. Ketika terjadi eksaserbasi akut pata PPOK, jumlah eosinofil meningkat
30 kali lipat.4
Merokok menyebabkan hipertrofi kelenjar mukus bronkial dan meningkatkan poduksi
mukus , menyebabkan batuk produktif. Pada bronkitis kronis (‘batuk produktif > 3
bulan/tahun selama > 2 tahun) perubahan awal terjadi pada saluran udara yang kecil. Selain
itu terjadi destruksi jaringan paru disertai dilatasi rongga udara distal (emfisema) yang
menyebabkan hilangnya elastic recoil, hiperinflasi, terperangkapnya udara, dan peningkatan
usaha untuk bernafas, sehingga terjadinya sesak napas.
Dengan berkembangnya penyakit kadar CO2 meningkat dan dorongan respirasi
bergeser dari CO2 ke hipoksemia. Jika oksigen tambahan menghilangkan hipoksemia,
dorongan pernapasan juga mungkin akan hilang, sehingga memicu terjadinya gagal napas.3
MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinisnya antara lain:
Batuk
Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen
Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernapasan tambahan untuk bernafas.
Obstruksi saluran nafas yang progresif
Adanya gejala batuk dan napas pendek yang bersifat progresif lambat dalam
beberapa tahun pada perokok atau mantan perokok cukup untuk menetukan diagnosis.
Beratnya penyakit ditentukan berdasarkan obstruksi saluran napas (volume ekspirasi
paksa I detik [FEV1]:
17
Penyakit ringan: FEV1 60-80% dari perkiraan usia/jenis kelamin-batuk, dispenea
minimal, pemeriksaan fisis paru normal.
Penyakit sedang: FEV1 40-59% - batuk, sesak napas saat aktivitas yang tidak
terlalu berat, mengi, hiperinflasi, dan penurunan udara yang masuk.
Penyakit berat: FEV1 < 40% - batuk, sesak napas saat aktivitas ringan: tanda-tanda
PPOK sedang dan kemungkinan gagal napas serta kor pulmonal.
ETIOLOGI
1. Asap rokok
Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala
respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari pada
orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita COPD bergantung pada “dosis
merokok”nya, seperti umur orang tersebut mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap
per hari dan berapa lama orang tersebut merokok. Enviromental tobacco smoke (ETS)
atau perokok pasif juga dapat mengalami gejala-gejala respiratorik dan COPD
dikarenakan oleh partikel-partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan
paru-paru “terbakar”. Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor
resiko kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru-paru dan
perkembangan janin dalam kandungan, bahkan mungkin juga dapat mengganggu
sistem imun dari janin tersebut.
2. Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)
3. Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan
Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang, kayu bakar
ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untuk memasak,
pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya, sehngga menyebabkan polusi
dalam ruangan.
4. Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan.
5. Infeksi saluran nafas berulang
6. Jenis kelamin Dahulu, COPD lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita.
Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa ini
prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh perubahan
pola dari merokok itu sendiri. Beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok wanita
lebih rentan untuk terkena COPD dibandingkan perokok pria.
7. Status sosio ekonomi dan status nutrisi yang rendah
18
8. Asma
9. Usia (Onset usia dari COPD ini adalah pertengahan)
PENATALAKSANAAN
1. Terapi eksaserbasi akut dilakukan dengan:
a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi.
- Infeksi ini umunya disebakan oleh H. Influenzae dan S. Pneumoniae,
maka digunakan ampisilin 4 x 0,25-0,5 g/hari atau eritromisin 4 x 0,5
g/hari.
- Augmentin (amoksisilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman
penyebab infeksinya adalah H influenzae dan B. Catarhalis yang
memproduksi β-laktamase.
Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada
pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan
dan membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-
10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-
tanda pnemonia, maka dianjurkan antibiotik yang lebih kuat.
b. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapsan karena
hiperkapnea dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.
c. Fisioterapi membantu pasien mengeluarkan sputum dengan baik.
d. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya
golongan adrenergik β dan antikolinergik. Pada pasien dapat diberikan
salbutamol 5 mg atau ipratropium bromida 250 μg diberikan tiap 6 jam dengan
nebulizer atau aminofilin 0,25-0,5 g iv secara perlahan.
2. Terapi jangka panjang dilakukan dengan:
a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4 x
0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap
pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari
fugnsi faal paru.
c. Fisioterapi.
d. Latihan fisik untuk menignkatkan toleransi aktivitas fisik.
e. Mukolitik dan ekspektorant
19
f. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II
dengan PaO2 , 7,3 kPa (55 mmHg).
g. Rehabilitasi pasien cenderung mengalami kesulitan bekerja, emrasa sendiri dan
terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari deperesi.
Rehabilitasi untuk pasien PPOK adalah fisioterapi, rehabilitasi psikis,
rehabilitasi pekerjaan.11
KOMPLIKASI
Eksaserbasi akut PPOK.
Secara sederhana, eksaserbasi dapat didefinisikan sebagai memburuknya gejala
PPOK. Banyak orang dengan PPOK menderita beberapa episode eksaserbasi akut
tahun, sering menyebabkan rawat inap meningkat, kegagalan pernapasan dan
bahkan kematian.
Pneumotoraks.
Pneumotoraks didefinisikan sebagai akumulasi udara atau gas di ruang antara paru
dan dinding dada. Pneumotoraks terjadi karena lubang yang berkembang di paru-
paru, yang memungkinkan udara untuk melarikan diri dalam ruang di sekitar paru-
paru, menyebabkan paru-paru untuk sebagian atau seluruhnya runtuh. Orang yang
memiliki PPOK berada pada risiko lebih besar untuk pneumotoraks karena struktur
paru-paru mereka lemah dan rentan terhadap perkembangan spontan dari jenis
lubang.
Kor Pulmonal.
Kor pulmonal disebabkan oleh peningkatan tekanan darah di arteri paru-paru,
pembuluh yang membawa darah dari jantung ke paru-paru. Hal ini menyebabkan
pembesaran dan kegagalan berikutnya dari sisi kanan jantung.
Polisitemia sekunder.
Polisitemia sekunder diperoleh dari kelainan langka yang ditandai oleh kelebihan
produksi sel darah merah dalam darah. Ketika terlalu banyak sel darah merah yang
diproduksi, darah menjadi tebal, menghalangi perjalanan melalui pembuluh darah
20
kecil. Pada pasien dengan COPD, polisitemia sekunder dapat terjadi sebagai tubuh
mencoba untuk mengkompensasi penurunan jumlah oksigen dalam darah.
Pneumotoraks.
Pneumotoraks didefinisikan sebagai akumulasi udara atau gas di ruang antara paru
dan dinding dada. Pneumotoraks terjadi karena lubang yang berkembang di paru-
paru, yang memungkinkan udara untuk melarikan diri dalam ruang di sekitar paru-
paru, menyebabkan paru-paru untuk sebagian atau seluruhnya runtuh. Orang yang
memiliki PPOK berada pada risiko lebih besar untuk pneumotoraks karena struktur
paru-paru mereka lemah dan rentan terhadap perkembangan spontan dari jenis
lubang.
Kegagalan pernafasan.
Kegagalan pernapasan terjadi ketika paru-paru tidak dapat berhasil mengekstrak
oksigen yang cukup dan / atau menghapus karbon dioksida dari tubuh. Kegagalan
pernapasan dapat disebabkan oleh sejumlah alasan, termasuk PPOK atau
pneumonia.12
PROGNOSIS
Tergantung pada :
1. Beratnya obstruksi
2. Adanya kor pulmonale
3. Kegagalan jantung kongestif
4. Derajat ganggunan amalisis gas darah
5. Apakah pasien mau berhenti merokok.
Bila dibuat diagnosa dini dan segera dikelola secara optimal, prognosis adalah baik.
Bila penderita sudah dalam stadium lanjut, dimana sudah terdapat kelainan-kelainan
struktur jalan napas, dapat berakibat invalid dan survival 5 tahun hanya 40%.
21
PENCEGAHAN
1. Cobalah untuk tidak berada di luar ketika tingkat polusi udara tinggi. Jika
tidak dapat menghindari polusi udara, memakai masker polusi udara untuk
meminimalkan paparan Anda.
2. Memiliki ventilasi yang baik di rumah Anda untuk menghindari polusi udara
dalam ruangan. Jauhkan karpet kering dan disedot secara rutin untuk
membantu pengendalian debu.
3. Hindari asap rokok
4. Jika pekerjaan mengharuskan untuk asap kimia atau debu, gunakan peralatan
keselamatan untuk mengurangi jumlah asap dan debu yang dihirup.11
KESIMPULAN
Laki-laki berusia 57 tahun dengan keluhan tersebut menderita Penyakit Paru
Obstruktif Kronik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bickley SL. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Edisi 5.
Jakarta: Kedokteran EGC; 2008. h. 15.
2. Santoso M, Kartadinata H, Yuliani IW, Widjaja WH, Kurnia Y, Rumawas MA.
Bukua panduan keterampialn fisik. Jakarta: Biro Publikasi Fakultas Kedokteran
Ukrida.; 2008. h. 52-6.
3. Davey P. Medicine at glance. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2005. h. 181-3.
4. Djojodibroto RD. Respirologi. Edisi ke-2. Jakarta: Kedokteran EGC; 2009. H
5. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Dasar patologis penyakit. Edisi ke-7. Jakarta:
Kedokteran EGC;2010.h. 737-40.
6. (Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Kumpulan kuliah farmakologi. Edisi ke-2. Jakarta: EGC;2008.h.571-86.
7. Yunus F, Rasmin M, Hudoyo A, Mulawrman A, Swidarmoko B. Pulmonologi klinik.
Jakarta: FKUI Jakarta; 2002. 132-3.
8. Corwin EJ. Patofisiologi: buku saku. Edisi ke-3. Jakarta: Kedokteran EGC;
2009.h.566-71.
9. Hull D, Johnson DI. Dasar-dasr pediatrik. Edisi ke-3. Jakarta: Kedokteran EGC;2008.
H. 126-9.
22
10. Kleinschmidt Paul. Penyakit paru obstruktif kronik dan emfisema di pengobatan
darurat. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/807143-
overview/04/01/2011, 1 juli 2012.
11. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani IW, Seiowulan W. Kapita selekta
kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta: Media Aesculapius FK UI; 2007. h. 476-83.
12. Deborah Leader. Sebuah panduan komprehensif untuk komplikasi PPOK. Diundu
darihttp://copd.about.com/od/complicationsofcopd/tp/copdcomplications.htm/
01/06/2009, 1 Juli 2012
23