blog.ub.ac.idblog.ub.ac.id/.../files/2013/03/tugas-terstruktur-maes.docx · web viewpada...
TRANSCRIPT
TUGAS TERSTRUKTUR 1
MANAJEMEN AGROEKOSISTEM-ASPEK HPT
OLEH :
1. Anisa Rosida 115040200111029
2. Anindita Kusumaningtyas 115040200111072
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
TUGAS 1
PENJELASAN :
1. Produksi bersih
Produksi bersih dari Agroekosistem lebih tinggi dibandingkan dengan
ekosistem alami. Hal ini dikarenakan dalam suatu lahan agroekosistem
terdapat satu jenis tanaman (misalnya tanaman A), sedangkan pada
ekosistem alami terdapat beberapa jenis tanaman (misalnya tanaman A, B,
dan C). Sehingga produksi bersih agroekosistem lebih tinggi daripada
ekosistem alami.
A
A B
A A A
A A A
A A A
A B A
C C A
Contoh:
Pada 1 ha lahan agroekosistem ditanami pohon jati (A), sedangkan pada 1
ha ekosistem alami ada pohon jati (A), trembesi (B), anggrek (C).
Sehingga produksi bersih pohon jati pada agroekosistem lebih tinggi
daripada ekosistem alami.
2. Rantai tropic
Rantai tropic pada agroekosistem tergolong sederhana dan linier,
sedangkan pada ekositem alami tergolong kompleks. Hal ini dikarenakan
pada agroekosistem jenis tanamannya tertentu, hewan yang mengkonsumsi
dan saling ketergantungan juga tertentu, sehingga rantai makanan yang
terbentuk sederhana dan cenderung linier. Sedangkan pada ekosistem
alami memiliki beberapa jenis tanaman, hewan yang mengkonsumsi juga
banyak dan beberapa diantaranya saling ketergantungan satu sama lain,
sehingga dapat dikatakan rantai makanan yang terbentuk bersifat
kompleks.
Contoh :
Agroekosistem Ekosistem Alami
Agroekosistem Ekosistem Alami
Pada agroekosistem hanya terdapat satu jenis tanaman, misalnya tanaman
padi, maka rantai tropic yang terbentuk adalah padi dimakan oleh tikus,
tikus dimakan ular, ular dimakan burung pemangsa (elang), elang mati
akan didekomposisi oleh bakteri pengurai. Akan tetapi, jika pemangsa ular
(elang) tidak ada, maka ular yang mati akan diuraikan bakteri pengurai.
selain melalui rantai makanan yanag demikian, padi ini sengaja ditanam
untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia (sebagai konsumsi). Jadi padi
akan dikonsumsi manusia. Sedangkan pada ekosisitem alami terdapat
beberapa jenis tanaman, misalnya tanaman kopi, semak dan jati, maka
rantai makanan yang terbentuk adalah produsen (tanaman) akan dimakan
oleh beberapa konsumen yang berbeda dan satu sama lain akan saling
ketergantungan. Dan konsumen terakhir akan diuraikan oleh bakteri
pengurai. Pada intinya konsumen terakhir jika mati akan diuraikan oleh
bakteri pengurai.
3. Keragaman spesies
Keragaman spesies agroekosistem tergolong rendah, dibanding dengan
ekosistem alami yang tergolong tinggi. Hal ini dikarenakan pada
agroekosistem hanya terdapat satu jenis tanaman, rantai makanannya
sederhana dan cenderung linier, sehingga keragaman spesiesnya rendah.
Sedangkan pada ekosistem alami terdapat beberapa jenis tanaman, rantai
makanannya kompleks, sehingga keragaman spesiesnya tinggi.
Contoh :
Pada agroekosistem sawah dengan tanaman padi, keragaman spesiesnya
sedikit/rendah, misalnya tikus, ular, dan pemangsa ular (elang). Sedangkan
pada ekosistem alami hutan dengan beberapa jenis tumbuhan keragaman
spesiesnya banyak/tinggi, misalnya belalang, rusa, tikus, burung hantu,
ular, dsb.
4. Keragaman genetic
Keragaman genetic agroekosistem tergolong rendah, sedangkan ekosistem
alami tergolong tinggi. Hal ini dikarenakan keragaman spesies
agroekosistem rendah, sehingga keragaman genetiknya juga rendah.
Sedangkan keragaman spesies ekosistem alami tinggi, maka keragaman
genetiknya juga tinggi.
Contoh :
Satu spesies dapat memiliki banyak keragaman genetic. Misalnya
perbedaan warna pada bunga mawar, ada yang merah dan putih. Hal ini
dikarenakan adanya keragaman genetic. Dapat dikatakan bahwa
keragaman spesies yang tinggi (ekosistem alami) akan menyebabkan
keragaman genetic yang tinggi pula. Begitu sebaliknya, jika keragaman
spesies rendah (agroekosistem), maka keragaman genetiknya juga rendah.
5. Siklus mineral
Siklus mineral pada agroekosistem terbuka, sedangkan pada ekosistem
alami tertutup. Hal ini berkaitan dengan rantai makanan. Pada
agroekosistem, ada campur tangan manusia, tanaman yang ditanam
sebagian dikonsumsi manusia karena memang dibudidayakan untuk
memenuhui kehidupan manusia dan sebagian lain dikonsumsi oleh hewan
herbivore yang juga akan dikonsumsi manusia. Jadi dengan kata lain, pada
agroekosistem hasil produksi yang diperoleh baik itu tanaman maupun
herbivore akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sehingga
siklus mineralnya terputus pada tingkatan konsumsi manusia (siklus
terbuka). Sedangkan pada ekosistem alami, tidak ada campur tangan
manusia, tanaman yang ada akan dikonsumsi oleh herbivora, herbivora
dikonsumsi oleh karnivora dan seterusnya hingga membentuk rantai
makanan (siklus tertutup).
Contoh :
Seperti yang telah dicontohkan pada rantai tropic, kegiatan makan-
memakan(siklus mineral) pada agroekosistem berlagsung melalui dua
cara, yaitu hasil produksinya dikonsumsi manusia (mineral hilang) dan
dikonsumsi herbivora karnivora bakteri pengurai, sehingga dapat
dikatakan siklus mineralnya terbuka. Sedangkan pada ekosistem alami,
karena kegiatan makan-memakan ini tidak terputus, tanaman herbivore
karnivora bakteri pengurai, maka dapat dikatakan siklus mineralnya
tertutup.
6. Stabilitas
Stabilitas pada agroekosistem rendah, sedangkan pada ekosistem alami
tergolong tinggi. Hal ini dikarenakan pada agroekosistem ada campur
tangan manusia seringkali dilakukan pengendalian hama dan penyakit
dengan cara memusnahkannya, sehingga rantai makanan terputus. Oleh
sebab itu, dapat dikatakan stabilitasnya rendah. Berbeda dengan ekosistem
alami yang tanpa campur tangan manusia, rantai makanannya tidak
terputus, sehingga stabilitasnya dapat dikatakan tinggi.
Contoh :
Pada agroekosistem sawah, tikus merupakan salah satu musuh petani.
Apabila tikus diburu dan dimusnahkan, maka jumlah ular akan meningkat.
Karena jumlah ular meningkat, ular ini akan memakan katak yang ada di
sawah. Padahal, katak ini merupakan musuh alami bagi belalang. Apabila
jumlah katak semakin sedikit, maka jumlah belalang semakin banyak dan
terjadilah ledakan hama pada agroekoosistem tersebut. Hal inilah yang
menyebabkan agroekosistem ini tidak stabil. Sedangkan pada ekosistem
alami, karena tidak ada campur tangan manusia, maka rantai makanan
tetap berjalan dengan stabil. Tidak ada yang dirugikan dan tidak pula
terjadi ledakan hama yang sering kali terjadi pada agroekosistem.
7. Energi hilang sebagai panas (Entropi)
Energi hilang sebagai panas atau biasa disebut dengan entropi yang terjadi
pada agroekosistem tinggi, sedangkan pada ekosistem alami rendah.
Entropi berkaitan dengan stabilitas dan sifatnya berbanding terbalik. Jika
pada agroekosistem memiliki stabilitas yang rendah, maka entropinya
tinggi. Sebaliknya dengan ekosistem alami, karena ekosistem alami
memiliki stabilitas tinggi, maka entropinya rendah.
Contoh :
Pada agroekosistem tanaman cenderung dibudidayakan untuk pemenuhan
kebutuhan hidup manusia dan jumlah yang sangat sedikit dikonsumsi
hewan lain. Oleh karena itu, hasil produksi tanaman dalam jumlah besar
akan dikonsumsi manusia. Setelah energinya diserap oleh tubuh dan
digunakan untuk bekerja, maka akan menghasilkan entropi seperti keringat
dan tinja. Hasil dari entropi ini tidak dapat diolah lagi oleh bakteri
pengurai. sehingga, dapat dikatakan bahwa entropi yang dihasilkan tinggi.
Sedangkan pada ekosistem alami, karena tanaman ini dikonsumsi oleh
herbivora, herbivora ini akan beraktivitas dan menghasilkan entropi. Akan
tetapi herbivora ini akan dikonsumsi oleh karnivora, karnivora pun akan
beraktivitas dan menghasilkan entropi. Setelah karnivora mati, dia akan
diuraikan oleh bakteri pengurai. oleh karena itu dapat dikatakan entropi
pada ekosistem alami rendah.
8. Kendali manusia
Seperti yang telah kita tahu dan telah dijelaskan pada beberapa bahasan di
atas bahwa kendali manusia pada agroekosistem tinggi, sedangkan pada
ekosistem alami rendah. Hal ini dikarenakan pada agrooekosistem,
tanaman yang ada sengaja dibudidayakan untuk konsumsi manusia,
jumlah manusia di muka bumi ini semakin banyak, sehingga diperlukan
hasil produksi yang banyak pula. Untuk mendapatkan hasil produksi yang
banyak ini, manusia melakukan kegiatan budidaya dengan cara
pengolahan, pemeliharaan, pengendalian dan pemanenan. Jadi dapat
dikatakan bahwa kendali manusia pada agroekosistem ini tinggi.
Sedangkan pada ekosistem alami, tidak ada pengolahan, pemeliharaan,
pengendalian yang dilakukan oleh manusia. Jika ada, kenadali manusia
hanya sebatas untuk pemanenan. Karena pada ekosistem alami, semua
yang berhubungan dengan kegiatan budidaya terjadi secara alami. Jadi
dapat dikatakan, kendali manusia pada ekosistem alami ini tergolong
rendah.
Contoh :
Pada agroekosistem kebun pisang, semua kegiatan budidaya dikendalikan
oleh manusia seperti pengolahan tanah, perawatan, pengendalian hama &
penyakit, serta pemanenan. Semua kegiatan tersebut semata-mata
dilakukan untuk mendapatkan produksi yang banyak dan terbaik, serta
diminati pasar. Sedangkan ekosistem alami, semua kegiatan budidaya
terjadi secara alami. Pisang yang tumbuh tidak karena ditanam oleh
manusia karena sudah ada di alam. Jadi dapat dikatakan kendali manusia
dalam hal ini rendah.
9. Kepermanenan temporal
Kepermanenan temporal pada agroekosistem menunjukkan pendek,
sedangkan ekosistem alami menunjukkan kepermanenan temporal yang
panjang. Hal ini dimungkinkan masih berhubungan dengan waktu. Pada
agroekosistem waktu yang diperlukan dalam menjalani rantai tropic
singkat, karena keragaman spesiesnya rendah. Selain itu, umur tanaman
yang dibudidayakan juga pendek, karena rata-rata adalah tanaman
musiman. Sedangkan pada ekosistem alami, waktu yang diperlukan dalam
menjalani rantai tropic panjang, karena keragaman spesiesnya tinggi.
Selain itu umur tanaman yang ada pada ekosistem alami panjang, karena
kebanyakan tanaman yang ada adalah tanaman tahunan.
10. Heterogenitas habitat
Heterogenitas habitat adalah keragaman pada tempat hidup spesies. Pada
agroekosistem, heterogenitas habitat dapat dikatakan sederhana karena
pada agroekosistem ragam spesiesnya rendah. Sedangkan pada ekosistem
alami, heterogenitas habitat kompleks karena ragam spesiesnya tinggi.
11. Fenologi
Fenologi adalah ilmu yang mempelajari pengaruh iklim atau lingkungan
sekitar terhadap penampilan suatu organisme atau populasi. Pada
agroekosistem, fenologinya terjadi sinkronisasi yang berarti terjadinya
secara serentak. Hal ini dapat terjadi karena jenis tanaman yang sedang
dibudidayakan adalah tunggal, sehingga fenologinya terjadi secara
sinkronisasi atau serentak. Sedangkan pada ekosistem alami fenologinya
terjadi secara musiman. Hal ini dikarenakan tanaman yang tumbuh
bermacam-macam jenisnya sehingga fenologinya musiman, sesuai musim
tanaman masing-masing.
12. Kematangan
Tingkat kematangan dari agroekosistem tidak matang, karena terkadang
kita ketahui tanaman belum matang sudah dipanen, hal ini biasanya
dilakukan untuk tanaman yang akan diperjual-belikan dengan jarak yang
jauh. Sedangkan pada ekosistem alami, tingkat kematangannya matang,
klimaks. Terkadang hasil produksi tanaman hingga waktunya masak tidak
ada yang memanen, karena tempat tanamannya berada di hutan.
TUGAS 2
PENJELASAN :
1. Keanekaragaman vegetasi
Dalam agroekosistem hutan tropis sudah pasti memiliki vegetasi yang
paling beragam, karena hutan meskipun sudah dimodifikasi tetapi masih
memiliki sifat heterogen. Hutan tropis merupakan hutan alami, modifikasinya
pun dilakukan oleh pemerintah dengan pengawasan dan tujuannya tepat agar
tidak dilakukan perusakan hutan dan pendudukan hutan secara sewenang-
wenang. Oleh karena itu modifikasi hutn hampir tidak merusak ekosistem
alaminya.
Berbeda dengan pertanian subsisten yang hasil produksinya digunakan
untuk kebutuhan sehari-hari. Dalam tipe agroekosistem ini, petani tentu saja
menghasilkan tanaman (pangan dan holtikultura) yang beragam agar
kebutuhan pangannya tercukupi. Dalam agroekosistem ini tidak terjadi proses
jual beli.
Keanekaragaman vegetasi tanaman di agroekosistem area pertanian (area
pertanian yang telah berkembang dan area pertanian beririgasi) adalah sama.
Dalam hal ini area pertanian berisi lebih dari satu macam tanaman
(tumpangsari). Untuk tanaman semusim monokultur, dapat dilihat dari
namanya (monokultur) berarti hanya ada satu macam tanaman. Sedangkan
untuk produk simpanan dan rumah kaca juga hanya terdapat satu macam
tanaman.
Contoh :
Hutan tropis yang telah dimodifikasi terdapat bermacam-macam pohon,
semak dan lumut.
Pertanian subsisten terdapat tanaman padi, kubis, cabai pada lahan yang
sama.
Area pertanian jagung tumpangsari dengan kacang.
Tanaman semusim monokultur dalam satu lahan ditanami padi seluruhnya.
2. Kepermanenan Tanaman
Kepermanenan tanaman dalam hal ini dimaksudkan dengan keberadaan
suatu individu tanaman di lahan tersebut. Di hutan tentu saja tanaman tersebut
berada di lahan tersebut selama berpuluh-puluh tahun bahkan ada yang hingga
beratus-ratus tahun. Pertanian subsisten kepermanenan tanamannya cukup
lama, misalnya seperti cabai untuk konsumsi sendiri bisa dipanen berkali-kali
per tanaman. Area pertanian yang berkembang kepermanenan tanamannya
lebih dari pada area pertanian yang beririgasi, karena dengan adanya irigasi
yang tepat tanaman akan memiliki umur yang lebih singkat dibandingkan
yang tidak beririgasi. Untuk tanaman semusim monokultur sudah jelas dari
namanya, tanaman ini hanya semusim maka tanaman hanya dilakukan panen
satu kali begitu juga produk simpanan yang sangat rentan dengan kontaminasi
penyakit maka harus segera dikeluarkan dari penyimpanan. Dan yang terakhir
di rumah kaca, kepermanenan tanamannya cukup tinggi.
3. Stabilitas Iklim
Stabilitas iklim keterkaitannya dengan faktor abiotik yang akan
dipengaruhi oleh agroekosistem itu sendiri, oleh karena itu stabilitas iklim di
setiap tipe agroekosestem berbeda-beda. Dari keseluruhan agroekosistem yang
ada, stabilitas iklim yang paling tinggi adalah di hutan tropis yang telah
dimodifikasi dan rumah kaca. Di hutan tropis karena tanamannya hampir tidak
pernah berganti sehingga tidak ada perubahan kanopi tanaman yang akan
merusak stabilitas iklim sehingga stabilitas iklim di hutan sangat tinggi. Di
rumah kaca terdapat tanaman yang di letakkan di tempat yang tidak
seharusnya di beri tanaman, untuk itu menjaga keadaan iklim di sekitar
tanaman sangan penting dilakukan di rumah kaca. Oleh karena itu biasanya di
rumah kaca menggunakan alat-alat canggih agar stabilitas iklim terus terjaga.
Berturut-turut pertanian subsisten, produk simpanan dan area pertanian (yang
telah berkembang dan beririgasi) hal ini dikarenakan pada pertanian subsisten
tanaman bertahan cukup lama, sehingga kondisi iklim stabil sedangkan di area
pertanian terjadi panen yang cukup sering sehingga kestabilan di sekitar lahan
akan rendah. Tanaman semusim monokultur adalah yang memiliki kestabilan
iklim paling rendah, hal ini dikarenakan tanaman semusim waktu panennya
begitu cepat, sehingga lahan sring dibuka dan diolah dengan jangka waktu
yang tidak terlalu lama.
4. Tingkat Isolasi
Tingkat isolasi keterkaitannya dengan usaha manusia untuk membuat
agroekosistem tersebut terjaga dari hal-hal yang sifatnya merusak. Semakin
tinggi usaha manusia untuk menjauhkan sumber kerusakan itu, maka tingkat
isolasi semakin tinggi pula.
Yang pertama kita bahas adalah hutan tropis yang telah dimodifikasi yang
tingkat isolasinya rendah karena di hutan dengan lahan yang sangat luas akan
sangat suliat bagi pengelola untuk menjaga agroekosistem ini. Selanjutnya
pertanian subsisten yang tanamannya beragam, membuat pengawasan oleh
petani terlalu sulit. Untuk area pertanian yang telah berkembang tingkat
isolasinya lebih tinggi lagi, karena area pertanian ini lahannya lebih sempit
sehingga proses isolasi lebih intensif. Area pertanian beririgasi lebih tinggi
lagi karena proses irigasi yang dilakukan oleh petani merupakan salah satu
proses isolasi. Untuk tanaman semusim monokultur tingkat isolasi cukup
tinggi karena pada sistem seperti ini penggunaan bahan kimia ditekankan,
pengawasan juga dilakukan di lahan sempit yang setiap saat bisa dijangkau
untuk dijaga. Yang terakhir adalah produk simpanan dan rumah kaca, karena
di kedua sistem ini keadaan steril sangat dibutuhkan dan pengawasan harus
intensif.
TUGAS 3
1. Pertanian Subsisten
Pertanian subsisten merupakan pertanian yang hasil produksinya
dipergunakan untuk memenuhi kehidupan sehari - hari . Dalam mengusahakan
usaha taninya petani hanya memanfaatkan pekarangan rumah yang kurang
dari 1,5 hektar sebagai lahan pertanian untuk ditanami tanaman pamgan dan
holtikultura. Hal ini juga masih terlihat dalam kehidupan petani yang hasil dari
prduksi pertanian mereka sebagian besar untuk memnuhi kecukupan pangan
rumah tangga petani dan hanya sedikit yang dijual untuk memenuhi kebutuhan
tambahan.
2. Pertanian Tradisional
Ketika membicarakan pertanian tradisional, beberapa hal yang sering
muncul dalam pikiran kita adalah seperti petani yang belum menggunakan
teknologi maju, misalnya petani yang masih menggunakan sapi atau kerbau
untuk membajak sawah, atau petani yang masih menggunakan cangkul.
Pertanian tradisional menjadi masalah tersendiri dalam pertanian karena
produktivitas dan tingkat keefesienan dan keefektifan suatu produk pertanian
akan ditentukan dari metode dan alat-alat yang digunakan.
Di Indonesia ini memang ada beberapa petani yang telah menggunakan
teknologi maju seperti penggunaan mesin traktor dan sebagainya, namun tidak
banyak juga petan yang masih menggunakan alat-alat lama. Banyak hal yang
menyebabkan ini semua, antara lain:
1. Petani yang tidak mengetahui informasi mengenai adanya teknologi maju
2. Petani tidak memiliki dana untuk membeli peralatan yang lebih canggih
dikarenakan kurangnya modal
3. Petani tidak bsa menggunakan alat-alat tersebut
3. Pertanian Konvensional
Pertanian konvensional adalah pertanian yang memanfaatkan bahan
agrokimia sintetis di dalam pengolahannya. Bahan agrokimia sintetis ini
adalah bahan-bahan kimia yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
tanaman yang dibudidayakan. Bahan-bahan tersebut merupakan bahan yang
dominan pada pertanian konvensional, antara lain berupa pupuk dan pestisida
sintetis yang sifatnya merusak lahan dan menyebabkan ketergantungan bagi
tanah. Masukan lain yang tidak dapat dihindarkan dari pertanian konvensional
adalah penggunaan mesin pertanian, pertanaman monokultur, varietas unggul.
Akan tetapi, teknologi dan pengetahuan inilah yang memberikan banyak
distribusi pada pertanian di Indonesia menjadi semakin maju.
4. Pertanian Berkelanjutan
Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah pemanfaatan
sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan sumberdaya
tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources) untuk proses produksi
pertanian dengan menekan dampak negatif terhadap lingkungan seminimal
mungkin. Proses produksi pertanian yang berkelanjutan akan lebih mengarah
pada penggunaan produk hayati yang ramah terhadap lingkungan. Ada
beberapa definisi yang menjelaskan batasan pertanian berkelanjutan
(sustainable agriculture). Secara garis besar kriteria sistem pertanian
berkelanjutan, yakni: Keberlanjutan Secara Ekonomi, Pola pertanian yang
dikembangkan bisa menjamin infestasi dalam bentuk tenaga dan biaya yang
telah dikeluarkan petani, dan hasil yang didapat petani mencukupi kebutuhan
keluarganya secara layak. Keberlanjutan ekonomi berarti juga meminimalkan
atau bahkan meniadakan biaya eksternal dalam proses produksi pertanian.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Pertanian berkelanjutan merupakan
tahapan penting dalam menata ulang struktur agraria dan membangun sistem
ekonomi pertanian yang sinergis antara produksi dan distribusi dalam
kerangka pembaruan agraria.