bisinosis
DESCRIPTION
Blok ParuTRANSCRIPT
Kesehatan dan Keselamatan Kerja :Penyakit Akibat Kerja (Byssinosis)
Nelwan Filipus Tando / 10.2008.051 / A-3Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA Semester VII
Fakultas Kedokteran UKRIDA Jakarta 2011Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan sektor industri di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun,
peningkatan ini sejalan dengan peningkatan taraf ekonomi negara. Dengan majunya
industri maka terbukalah lapangan kerja buat masyarakat, daerah di sekitar perindustrian
juga berkembang dalam bidang sarana transportasi, komunikasi, perdagangan dan bidang
lain. Semua hal ini akan meningkatkan taraf ekonomi dan sosial masyarakat. Di lain
pihak kemajuan ekonomi perangsang timbulnya industri baru yang mempunyai ruang
lingkup yang lebih luas.
Meskipun perkembangan industri yang pesat dapat meningkatkan taraf hidup,
tetapi berbagai dampak negatif juga bisa terjadi pada masyarakat. Salah satu dampak
negatif adalah terhadap paru para pekerja dan masyarakat di sekitar daerah perindustrian.
Hal ini disebabkan pencemaran udara akibat proses pengolahan atau hasil industri
tersebut. Berbagai zat dapat mencemari udara seperti debu silica, batubara, semen, kapas,
asbes, zat-zat kimia, gas beracun, dan lain-lain.
Tergantung dari jenis paparan yang terhisap, berbagai penyakit paru dapat timbul
pada para pekerja, salah satunya adalah pneumokoniosis. Pneumoconiosis adalah suatu
kelainan yang terjadi akibat penumpukan debu dalam paru dan timbulnya readksi
jaringan terhadap debu tersebut. Kelainan akibat pajanan debu silica (silikosis), asbes
(asbestosis), timah (stanosis), penumokoniosis batu bara, debu organic (bissinosis).
Pengetahuan yang cukup tentang dampak debu terhadap paru diperlukan untuk
dapat mengenali kelainan yang terjadi dan melakukan usaha pencegahan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi inti penulisan makalah ini adalah
pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) bagi pekerja pabrik terutama pada
pekerja pabrik garmen atau tekstil dimana dalam bekerja sering terpapar debu organic
(kapas) yang dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti sesak nafas, asma,
demam dan sebagainya.
a. Apa itu kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) ditinjau dari kesehatan okupasi?
b. Bagaimana langkah diagnosis penyakit akibat kerja?
c. Bagaimana cara yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
a. Kesehatan Kerja
Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial
seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga
menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya.
Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan
bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau
penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama dibidang kesehatan lebih ditujukan ke arah
pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan
seoptimal mungkin. 1-3
Status kesehatan seseorang, menurut blum (1981) ditentukan oleh empat faktor yakni : 1,2
1. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan) kimia (organik / anorganik,
logam berat, debu), biologik (virus, bakteri, microorganisme) dan sosial budaya
(ekonomi, pendidikan, pekerjaan).
2. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.
3. pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan kecacatan,
rehabilitasi, dan
4. genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.
b. Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari sering disebut
dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada
khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan
diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. 1,3,6
Pengertian Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak
diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap
proses. 3
Pengertian Hampir Celaka, yang dalam istilah safety disebut dengan insiden (incident),
ada juga yang menyebutkan dengan istilah “near-miss” atau “near-accident”, adalah suatu
kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan dimana dengan keadaan yang sedikit berbeda
akan mengakibatkan bahaya terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap
proses. 6
c. Faktor Risiko di Tempat Kerja
Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatan kerja, seperti disebutkan
diatas, dalam melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi bahaya serta
resiko yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan
serta lingkungan disamping faktor manusianya. 1,2
Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang potensial untuk
mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau kerugian yang dapat dialami oleh tenaga
kerja atau instansi. Sedang kemungkinan potensi bahaya menjadi manifest, sering disebut
resiko. Baik “hazard” maupun “resiko” tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan upaya
pengendaliannya dilaksanakan dengan baik.1,3
Ditempat kerja, kesehatan dan kinerja seseorang pekerja sangat dipengaruhi oleh:3,5
1 Beban Kerja berupa beban fisik, mental dan sosial sehingga upaya penempatan
pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan
2 Kapasitas Kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan, kesegaran
jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya.
3 lingkungan Kerja sebagai beban tambahan, baik berupa faktor fisik, kimia, biologik,
ergonomik, maupun aspek psikososial.
Langkah Manajerial Keperawatan Kerja
Dalam pelaksanaan kesehatan kerja memerlukan langkah- langkah manajerial untuk menjamin
kesehatan dan keselamatan pekerja. Langkah-langkah Usaha Kesehatan Kerja (UKK) merupakan
langkah utama dalam manajemen keperawatan okupasi. 3,5
UKK yang dapat dilakukan di perusahaan adalah : 1,3
a. Pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaan-kecelakaan akibat
kerja
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan tenaga kerja
c. Perawatan dan mempertinggi efisiensi dan daya produktivitas tenaga kerja
d. Pemberantasan kelelahan tenaga kerja
e. Meningkatkan kegairahan serta kenikmatan kerja
f. Perlindungan masyarakat sekitar perusahaan dari bahaya-bahaya pencemaran yang
berasal dari perusahaan
g. Perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh
produk-produk industry
h. Pemeliharaan dan peningkatan higiene dan sanitasi perusahaan seperti kebersihan,
pembuangan limbah, sumber air bersih dan sebagainya
2.2 PENYAKIT AKIBAT KERJA
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses
maupun lingkungan kerja.Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja merupakan penyakit yang
artifisial atau man made disease. 3,6
WHO membedakan empat kategori Penyakit Akibat Kerja: 1,5
1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis
2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya Karsinoma
Bronkhogenik.
3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-faktor
penyebab lainnya, misalnya Bronkhitis khronis.
4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya, misalnya asma
Penyebab penyakit akibat kerja 1,3,5,6
1 Golongan Fisik
Suara: ketulian
Radiasi, Rontgen:
penyakit darah. Kelainan kulit. Infra merah: katarak. Ultraviolet: konjungtivitis
fotoelektrik
Suhu, Panas: heat stroke, heat cramps. Dingin: frostbite
Tekanan udara : tinggi (caisson disease)
Cahaya : silau, asthenopia, myopia
2 Golongan kimia
Debu: silikosis, pneumoconosis, asbestosis
Uap: metal fume fever, dermatitis
Gas: H2S, CO
Larutan: dermatitis
Awan/kabut: insektisida, racun jamur
3 Golongan biologis
anthrax
brucella (kulit), dll
4 Golongan fisiologis (ergonomi)
konstruksi mesin / tata letak / tata ruang
sikap badan, dll
5 Golongan mental psikologis
monotoni
hubungan kerja (stress psikis), organisasi, dll
2.3 DIAGNOSIS PENYAKIT AKIBAT KERJA
Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja (PAK) pada individu perlu dilakukan
suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan
menginterpretasikannya dengan tepat. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah
yang dapat digunakan sebagai pedoman : 5,6
1. Diagnosis Klinis
a. Anamnesis
Wawancara harus jelas, teliti dan cermat mengenai:
Riwayat penyakit paru dan kesehatan umum 3,5
- Ada keluhan: sesak napas, batuk, batuk berdahak, mengi, kesulitan bernapas
- Ada riwayat merokok
- Masalah pernapasan sebelumnya dan obat yang dikonsumsi
- Apakah ada hari-hari tidak dapat masuk kerja dan alasannya
- Kapan keluhan-keluhan mulai dan apakah ada hubungannya dengan pekerjaan
Riwayat penyakit terdahulu 1,3
- Apakah sebelumnya pernah menderita: sesak nafas, asma, atopi, penyakit kardiorespirasi
- Paparan bahan-bahan yang pernah diterimanya: kebisingan, getaran, radiasi, zat kimiawi,
debu organic dan fibrogenik
Riwayat pekerjaan 3
- Daftar pekerjaan yang pernah dilakukan sejak awal
- Aktifitas kerja dan material yang digunakan
- Barang yang diproduksi/dihasilkan
- Lama dan intensitas paparan
- APD yang digunakan
- Kecukupan ventilasi ruang kerja
- Apakah ada pekerja-pekerja lain yang juga terkena paparan dan berefek pada
kesehatannya
- Tugas tambahan lainnya
- Paparan lain diluar tempat kerja
- Penyakit-penyakit yang ada hubungannya dengan paparan bahan ditempat kerja atau
lingkungan
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik tergantung dari stadium penyakit tersebut. Didapati gejala sesak napas dan
demam terutama timbul pada hari pertama setelah masuk kerja atau hari Senin. 1,3
1. INSPEKSI 2,4,5
Bentuk dada
- Normal : diameter Anterior Posterior – transversal = 1:2
- Pigeont Chest / dada burung : sternum menonjol kedepan, diameter Anterior Posterior >
transversal
- Barrel Chest / dada tong : Anterior Posterior : transversal = 1:1
- Funnel Chest : anterior Posterior mengecil, sternum menonjol ke dalam
Sifat pernafasan : pernafasan dada dan perut
Frekuensi pernafasan :
- Normal : 16 – 20 x/menit
- >20x/menit : tachypnea
- <16x/menit : bradipnea
Ritme pernafasan
- Eupnea : irama normal
- Kusmaul : cepat dan dalam
- Hiperventilasi : pernafasan dalam, kecepatan normal
- Cheyne stoke : bertahap dangkal – lebih cepat dan dalam – lambat –apnea (kerusakan
saraf)
2. PALPASI 2,5
Nyeri dada tekan :kemungkinan fraktur iga
Taktil fremitus
Caranya : - letakkan tangan sama dengan cara pemeriksaan ekspansi dada
- anjurkan pasien menyebut tujuh-tujuh / enem-enam, rasakan getaran
Kurang bergetar : pleura effusion, pneumothoraks
3. PERKUSI 2,5
- Paru normal : sonor/resonan
- Pneumothoraks : hipersonor
- Jaringan padat (jantung, hati) : pekak/datar
- Daerah yang berongga : tympani
4. AUSKULTASI 2,5
Suara / bunyi nafas vesikuler
- Terdengar disemua lapang paru normal
- Bersifat halus, nada rendah
- Inspirasi lebih panjang dari ekspirasi
Bronchovesikuler
- Ruang interkostal pertama dan kedua area interskapula
- Nada sedang, lebih kasar dari vesikuler
- Inspirasi sama dengan ekspiras
Bronchial
- Terdengar di atas manubarium,
- Bersifat kasar, nada tinggi
- Inspirasi lebih pendek dari ekspirasi]
Suara tambahan
Ronchi (ronchi kering)
- Suara yang tidak terputus, akibat adanya getaran dalam lumen saluran pernafasan karena
penyempitan : ada sekret kental/lengket
Rales (ronchi basah)
- Suara yang terputus, akibat aliran udara melewati cairan dan terdengar pada saat inspirasi
Wheezes – wheezing (mengi)
- Suara terdengar akibat obstruksi jalan napas, terjadi penyempitan sehingga ekspirasi dan
inspirasi terganggu, sangat jelas terdengar saat ekspirasi
C. Pemeriksaan Penunjang
a. X – ray dada
Tes ini dilakukan di rumah sakit radiologi departemen atau di kantor perawatan kesehatan
penyedia oleh teknisi x-ray. Dua pandangan ini biasanya diambil: satu di mana sinar-x
melewati dada dari belakang (posterior-anterior melihat), dan satu di mana sinar-x melewati
dada dari satu sisi ke sisi lain ( lateralis tampilan). Anda berdiri di depan mesin dan harus
menahan nafas Anda ketika x-ray diambil. 1,4,5
Dokter mungkin memesan x-ray dada jika memiliki salah satu dari gejala berikut: 4
batuk terus-menerus
Dada cedera
Nyeri dada
Batuk darah
Kesulitan bernapas
Hal ini juga dapat dilakukan jika Anda memiliki tanda-tanda tuberkulosis , kanker paru-paru ,
atau dada atau penyakit paru-paru .4
Sebuah dada x-ray seri (diulang) dapat digunakan untuk mengevaluasi atau memantau perubahan
ditemukan pada dada x-ray sebelumnya. 5
b. Test Spirometri
Dalam tes spirometri, Anda bernapas ke dalam mulut yang terhubung ke sebuah alat yang
disebut spirometer.Spirometer mencatat jumlah dan laju udara yang Anda hirup masuk dan
keluar selama periode waktu. 1,4
Untuk beberapa pengukuran pengujian, Anda dapat bernafas dengan normal dan tenang. Tes
lainnya memerlukan inhalasi paksa atau pernafasan setelah napas dalam-dalam 4,5
Tes fungsi paru dilakukan untuk: 6,8
Diagnosa jenis tertentu dari penyakit paru-paru (terutama asma , bronkitis , dan
emfisema)
Menemukan penyebab sesak napas
Mengukur apakah paparan kontaminan di tempat kerja mempengaruhi fungsi paru-paru
Spirometri mengukur aliran udara. Dengan mengukur berapa banyak udara Anda mengeluarkan
napas, dan seberapa cepat, spirometri dapat mengevaluasi berbagai penyakit paru-paru. 8
Volume paru-paru mengukur jumlah udara di paru-paru tanpa paksa meniup. Beberapa penyakit
paru-paru (seperti emfisema dan bronkitis kronis) dapat membuat paru-paru berisi udara terlalu
banyak. Penyakit paru-paru lainnya (seperti fibrosis paru-paru, bisinosis dan asbestosis )
membuat paru-paru terluka dan lebih kecil sehingga mereka berisi udara terlalu sedikit. 8
Pengujian kapasitas difusi memungkinkan dokter untuk memperkirakan seberapa baik paru-paru
memindahkan oksigen dari udara ke dalam aliran darah 1,8
2. Pajanan yang Dialami
Secara umum pajanan yang dialami oleh pekerja pabrik garmen atau tekstil yaitu secara langsung
terpapar debu kapas yang termasuk debu organic. Pencemaran debu kapas atau serat kapas di
udara yang kemudian terhisap ke dalam paru-paru banyak dijumpai pada pabrik pemintalan
kapas, pabrik tekstil, perusahaan dan pergudangan kapas serta pabrik atau bekerja lain yang
menggunakan kapas atau tekstil; seperti tempat pembuatan kasur, pembuatan jok kursi dan lain
sebagainya. Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun. Tanda-tanda
awal penyakit bisinosis ini berupa sesak napas, terasa berat pada dada, terutama pada hari Senin
(yaitu hari awal kerja pada setiap minggu). Secara psikis setiap hari Senin bekerja yang
menderita penyakit bisinosis merasakan beban berat pada dada serta sesak nafas. Reaksi alergi
akibat adanya kapas yang masuk ke dalam saluran pernapasan juga merupakan gejala awal
bisinosis. 4-7,9
Selain itu perlu diketahui juga berapa lama pasien bekerja di pabrik garmen tersebut, lalu apakah
memakai Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker. Hal – hal tersebut dapat menjadi factor
meningkatnya resiko terpajan debu kapas yang akhirnya mengakibatkan penyakit Bisinosis 7-9
3. Hubungan Pajanan Dengan Penyakit
Debu kapas adalah debu yang dihasilkan selama kegiatan pembuatan kasur dengan
menggunakan bahan baku kapas dan kapas yang digunakan berasal dari sisa hasil industri tekstil.
Debu kapas dapat menyebabkan penyakit akibat kerja yaitu byssinosis. Apabila debu kapas
dihisap oleh tenaga kerja dapat menyebabkan gangguan fungsi paru ditandai dengan menurunnya
fungsi paru(vc, fvc dan fev1).Pada stadium lanjut dapat menyebabkan fibrosis paru yang
menurunkan elastisitasnya sehingga mengurangi dalam menampung volume udara. Menurut
penelitian yang digunakan sebagai referensi dijelaskan penelitian bertujuan untuk mengetahui
hubungan pemaparan debu kapas dengan penurunan fungsi paru (VC,FVC dan FEV1) dan
menggunakan metode analitik yang bersifat explanatory dengan pendekatan cross sectional. 7
Pengambilan sampel menggunakan purposive random sampling yaitu pengambilan
sampel dengan menggunakan kriteria-kriteria tertentu.Didapatkan sampel sebanyak 31 orang
wanita yang bekerja sebagai pembuat kasur.Data penelitian diperoleh melalui pengukuran dan
dengan menggunakan kuesioner. Analisa bivariat dengan menggunakan korelasi product moment
dan dilanjutkan regresi linear tunggal sedangkn analisa multivariat dengan menggunakan regresi
ganda.Dari analisa bivariat diketahui bahwa ada hubungan yang kuat antara kadar debu kapas
dengan penurunan fungsi paru(VC,FVC dan FEV1) dan juga ada hubungan yang sedang antara
lama pemaparan dengan penurunan fungsi paru(VC,FVC dan FEV1). Sedangkan dari analisa
multivariat diketahui ada hubungan yang kuat antara kadar debu dan lama pemaparan dengan
penurunan fungsi paru(VC,FVC dan FEV1). Untuk mengurangi kejadian byssinosis pada
pembuat kasur hendaknya pemilik industri pembuatan kasur dapat mencari alternatif bahan dasar
kapas dengan bahan lain dan menyediakan exhaust fan pada ruangan kerja. 7
4. Jumlah Pajanan Cukup Besar dapat mengakibatkan Penyakit
a. Working Diagnosis (Byssinosis)
Byssinosis adalah bentuk penyakit saluran udara reaktif ditandai dengan bronkokonstriksi di
kapas, rami, dan pekerja rami. Agen etiologi tidak diketahui. Gejala sesak dada dan dispnea
yang memperburuk pada hari pertama dari minggu kerja dan mereda seperti minggu
berlangsung. Diagnosa didasarkan pada sejarah dan hasil tes fungsi paru. Perawatan
termasuk menghindari paparan dan penggunaan obat asma. 2,6-9
Penyebab
Byssinosis hampir seluruhnya terjadi pada pekerja yang kontak dengan, kapas mentah yang
belum diproses terutama mereka yang ditempatkan di bal terbuka atau yang bekerja di
pemintalan kapas atau di ruang kartu. Byssinosis dapat terjadi setelah paparan akut tetapi
biasanya terjadi pada pekerja dengan riwayat paparan kronis. Bukti menunjukkan bahwa
beberapa agen di penampungan kapas menyebabkan bronkokonstriksi. Meskipun endotoksin
bakteri merupakan penyebab kemungkinan, tidak adanya gejala yang sama dalam pengaturan
lain di mana para pekerja terekspos pada endotoksin meninggalkan beberapa
ketidakpastian. Kontak yang terlalu lama debu kapas pernah diduga menyebabkan emfisema,
tetapi teori tersebut sekarang dibantah. Gejala bronkitis kronis adalah umum di antara orang-
orang yang terkena debu kapas. 8-9
Epidemiologi
Meskipun menghirup debu kapas diidentifikasi sebagai sumber penyakit pernapasan lebih
dari 300 tahun yang lalu, byssinosis telah diakui sebagai risiko pekerjaan bagi pekerja tekstil
untuk kurang dari 50 tahun. Lebih dari 800.000 pekerja di kapas, rami, dan tali-membuat
industri yang terkena di tempat kerja untuk partikel udara yang dapat menyebabkan
byssinosis. Hanya pekerja di pabrik yang memproduksi benang, benang, atau kain memiliki
risiko yang signifikan kematian dari penyakit ini. 9
Di Amerika Serikat, byssinosis hampir sepenuhnya terbatas pada pekerja yang menangani
kapas yang belum diolah. Lebih dari 35.000 pekerja tekstil telah dinonaktifkan oleh
byssinosis dan 183 meninggal antara tahun 1979 dan 1992.Sebagian besar orang yang
kematian akibat byssinosis tinggal di daerah penghasil tekstil-Utara dan Selatan Carolina. 10
Gejala Klinis 8,10
- Timbul rasa berat di dada atau napas pendek pada hari pertama kembali bekerja
- Penurunan kapasitas ventilasi pada pertama kali bekerja
- Meningkatnya prevalensi bronchitis : batuk menetap dan sputum
- Terdapat ‘Mill Fever Syndrome’, yang terjadi pada hari pertama bekerja atau ketika
kembali dari liburan yang lama. Gejala demam disertai linu dan nyeri yang mirip dengan
demam akibat endotoksin bakteri Gram Negatif
Patofisiologi
Debu yang masuk ke dalam saluan napas, menyebabkan timbulnya reaksi mekanisme pertahanan
nonspesifik berupa batuk, bersin, gangguan transport mukosilier dan fagositosis oleh makrofag.
Otot polos di sekitar jalan napas dapat terangsang sehingga menimbulkan penyempitan. Keadaan
ini terjadi biasanya bila kadar debu melebihi nilai ambang batas.
Sistem mukosilier juga mengalami gangguan dan menyebabkan produksi lendir bertambah. Bila
lendir makin banyak atau mekanisme pengeluarannya tidak sempurna terjadi obstruksi saluran
napas sehingga resistensi jalan napas meningkat. 11
- Teori Alergi atau imunologi
- Teori pelepasan histamine dan mediator lainnya
- Aktivasi Endotoksin bakteri Gram Negatif
- Teori Enzim :
o Enzim berperan sebagai allergen dan menghasilkan dan mengakibatkan
pembentukan IgE yang dapat menimbulkan gejala asma bronkial dan rhinitis
o Enzim yang berasal dari Bacillus subtilis dan Aspergillus oryzae dalam debu
kapas melepas histamine secara nonspesifik
o Enzim dapat merusak jaringan secara langsung 10,11
Diagnosa
Diagnosa didasarkan pada sejarah dan tes fungsi paru yang menunjukkan obstruksi aliran udara
yang khas dan pengurangan kapasitas ventilasi, terutama jika diukur pada awal dan akhir shift
kerja yang pertama. Hyperresponsiveness untuk metakolin juga sering diamati.Surveillance
tindakan, termasuk pelaporan gejala dan spirometri pada pekerja tekstil, dapat membantu dalam
deteksi dini. 8,11
b. Observasi Tempat/Lingkungan Kerja
Untuk menegakan diagnosis penyakit akibat kerja, harus ditinjau dari tempat atau
lingkungan pasien bekerja. Pada penyakit byssinosis dapat dilihat bagaimana pekerja
pabrik garmen mendapatkan pajanan berupa debu kapas yang terhirup/terhisap selama
durasi jam bekerja. Akumulasi pajanan tersebut dapat mengakibatkan terganggunya
system pernapasan, gejala akut yang sering terjadi yaitu sesak nafas, berat di dada,
demam terutama pada hari pertama kerja. 5,6,8
c. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)
Pada umumnya di pabrik garmen/tekstil, para pekerja diwajibkan memakai alat pelindung
diri dari pajanan berupa debu kapas seperti masker. Pabrik garmen tersebut seharusnya
menyediakan masker kepada para pekerjanya. Terjadinya byssinosis dapat terjadi jika
pabrik tidak memberikan masker atau juga akibat kelalaian para pekerja yang tidak
memakai masker. Pemakaian masker pada pekerja pabrik garmen dapat menurunkan
resiko terkena penyakit Byssinosis 6,8
5. Faktor Individu 4-6
Status kesehatan fisik :
- Apakah ada penyakit alergi yang diderita?
- Bagaimana gizi pasien?serta pola makannya?
- Adakah kebiasaan berolah raga?
Status kesehatan mental
Kebersihan perorangan
6. Faktor Lain di Luar Pekerjaan 5
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita
mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit. Meskipun
demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan
penyebab di tempat kerja.
- Hobi : kegiatan seseorang dapat mempengaruhi keadaan kesehatannya. Contoh :
berolahraga
- Kebiasaan : merokok, minum beralkohol, tidur telat
- Pajanan di rumah
- Pajanan pada pekerjaan sambilan
7. Diagnosis Okupasi 1-4
Setelah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan
berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah
disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu
penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada
sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu
pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan
pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut
pada saat ini. Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit
telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi
pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya penyakit.
Dari uraian di atas dapat dimengerti bahwa untuk menegakkan diagnosis Penyakit
Akibat Kerja diperlukan pengetahuan yang spesifik, tersedianya berbagai informasi yang
didapat baik dari pemeriksaan klinis pasien, pemeriksaan lingkungan di tempat kerja (bila
memungkinkan) dan data epidemiologis. Hasilnya diagnosis akibat kerja yang didapatkan
adalah penyakit yang diakibatkan karena pekerjaan Bronkitis et causa Byssinosis.
2.4 PENATALAKSANAAN
A. Terapi Medikamentosa
Obat yang digunakan untuk asma, seperti bronkodilator, biasanya akan memperbaiki gejala.
Terapi juga dapat menggunakan obat Beta 2 Agonis, Disodium chormoglycate, dan anti
histamine. Kortikosteroid dapat diresepkan dalam kasus yang lebih parah. 2,8
Berhenti merokok sangat penting bagi orang dengan kondisi ini. Perawatan pernapasan,
termasuk nebulizers, mungkin diresepkan jika kondisi menjadi jangka panjang. Terapi oksigen
mungkin diperlukan jika tingkat oksigen darah yang rendah. 2
Program latihan fisik, latihan pernapasan, dan program pendidikan pasien seringkali sangat
membantu bagi orang dengan kronis penyakit paru-paru . 8-10
B. Terapi Non Medikamentosa
- Memberikan penyuluhan dan pengetahuan kepada pekerja mengenai bahaya dari debu-
debu organic tersebut serta tentang penggunaan APD yang benar
- Memberi kebijakan untuk pindah bagian kerja selain di pemintalan dan penenunan, atau
pindah shift kerja bila itu berpengaruh pada pasien
- Rehabilitasi (jika perlu) 2,4,8
C. Pencegahan
a. Primer
- Memberi penyuluhan kepada pekerja tentang bahaya dari debu dan pajanan lain di
pabrik tempat mereka bekerja
- Memberi dan memfasilitasi para pekerja pabrik dengan Alat Pelindung Diri (APD)
seperti masker, sarung tangan dan sebagainya
- Mengadakan acara senam/olahraga secara teratur untuk pekerja pabrik dan staff
- Meningkatkan gizi para pekerja dengan membuat kantin sendiri dengan makanan yang
sehat dan bervariasi 2,8
b. Sekunder
- Melalui peraturan dan administrasi yang dibuat pemerintah, menteri, dan perusahaan
sendiri yang menjamin kesehatan dan keselamatan tenaga kerja
- Subsitusi dengan bahan lainnya yang lebih aman bagi kesehatan pekerja
- Penurunan kadar debu di udara tempat kerja, misal memakai exhaust fan
- Ventilasi yang baik baik umum maupun local
Ventilasi umum: mengalirkan udara ke ruang kerja melalui pintu dan jendela
Ventilasi local: pompa ke luar setempat yaitu dengan menghisap debu dari sumber debu
yang dihasilkan dan mengurangi sedapat mungkin debu didaerah kerja para pekerja. Ini
manfaatnya besar dalam melindungi pekerja.
- Perlindungan diri pada pekerja berupa tutup hidung yang paling sederhana terbuat dari
kain kasa. 9,10
c. Tersier
- Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja juga berguna untuk tidak menerima penderita-
penderita dengan sakit paru untuk ditempatkan pada tempat yang penuh debu.
- Pemeriksaan berkala untuk menemukan penderita-penderita silikosis sedini mungkin
yang kemudian dapat dipindahkan pekerjaan agar kecacatan dapat dicegah. 2,8-11
2.5 PROGNOSIS
Gejala biasanya membaik setelah menghentikan paparan debu. Paparan terus dapat
menyebabkan fungsi paru-paru berkurang. Di AS, kompensasi pekerja mungkin tersedia untuk
orang dengan byssinosis. 2,8-10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Debu industri di tempat kerja dapat menimbulkan kelainan dan penyakit paru. Berbagai
faktor berperan pada mekanisme timbulnya penyakit, diantaranya adalah jenis, konsentrasi, sifat
kimia debu, lama paparan dan faktor individu pekerja. Untuk menegakkan diagnosis penyakit
paru akibat debu industri perlu dilakukan anamnesis yang teliti mengenai riwayat pekerjaan,
identifikasi debu di tempat kerja, dan pemeriksaan penunjang seperti uji faal paru dan
pemeriksaan radiologis.
Diagnosis kadang-kadang sukar ditegakkan oleh karena sering butuh waktu yang lama
antara terjadinya paparan dan timbulnya penyakit. Di samping itu penyakit paru akibat debu
industri mempunyai gejala yang sama dengan penyakit paru yang tidak disebabkan oleh debu.
Pengobatan penyakit paru akibat debu industri bersifat simptomatis dan suportif. Usaha
pencegahan merupakan langka penatalaksanaan yang penting. Pemeriksaan faal paru dan
radiologis secara berkala perlu pada jenis kerja tertentu. Pekerja yang telah terkena penyakit
akibat debu hendaklah dihindari dari paparan lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Yunus F. Dampak Debu Industri pada Paru Pekerja dan Pengendaliannya. Cermin
Dunia Kedokteran :Jakarta.2007. Hal : 45-50
2. Rahmatullah P. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Pneumonitis dan Penyakit Paru
Lingkungan. Jilid II Edisi keempat.FK UI : Jakarta. 2007. Hal 103-6
3. Suma’mur, PK. Higine Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Sagung Seto : Jakarta .2009.
Hal : 245-59
4. Levy, S. Barry. Wegman, David H. Occupational Health : Regocnizing and Preventing
Work Related Disease and Injury. 4th Edition. Lippincott Williams & Wilkin : USA.
2005. Hal : 477-502
5. Ridley J. Iktisar Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Erlangga : Jakarta. 2006. Hal : 253-6
6. K3 SP ITB. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Edisi Januari 2009. Tersedia
dari URL http://kesehatandankeselamatankerja.blogspot.com/2009/01/pengertian-
kesehatan-dan-keselamatan.html. Diunduh tanggal 26 Oktober 2011
7. Soleh Marsam. Hubungan Pemaparan Debu Kapas dengan Penurunan Fungsi Paru
pada Pembuat Kasur di Desa Banjakerta. Edisi 2003. Skripsi. Tersedia dari URL
http://eprints.undip.ac.id/8335/1/1788.pdf. Diunduh tanggal 26 Oktober 2011
8. MedicaStore. Penyakit Paru dan Saluran Nafas : Byssinosis. Edisi 2008. Tersedia dari
URL http://medicastore.com/penyakit/428/Bissinosis_Byssinosis.html. Diunduh tanggal
26 Oktober 2011
9. MedLinePlus. Byssinosis. Edisi 2011. Tersedia dari URL
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001089.html . Diunduh tanggal 26
Oktober 2011
10. US National Library of Medicine. ADAM Medical Ensyclopedi : Byssinosis. Edisi Juni
2011. Tersedia dari URL http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002080/
Diunduh tanggal 26 Oktober 2011
11. MerckManual. Enviromental Pulmonary Disorders : Byssinosis. Edisi 2008. Tersedia
dari URL
http://www.merckmanuals.com/professional/pulmonary_disorders/environmental_pulmo
nary_diseases/byssinosis.html . Diunduh tanggal 26 Oktober 2011