biokim saliva amilase
DESCRIPTION
hyjTRANSCRIPT
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KERJA ENZIM ( PENGARUH SUHU DAN pH TERHADAP AKTIVITAS ENZIM)
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan : Untuk mengetahu aktivitas enzim ( pengaruh suhudan pH )2. Hari, tanggal : selasa, 18 Mei 20103. Tempat : Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UNRAM
1. A. LANDASAN TEORI
Saliva adalah cairan yang lebih kental daripada air biasa. Tiap hari sekitar 1-1,5 liter saliva dikeluarkan oleh kelenjar saliva. Kelenjar saliva yang utama adalah kelenjar parotis, submandibularis, dan sublingualis. Selain itu juga ada beberapa kelenjar bukalis yang kecil (Ganong, 1995).
Saliva juga merupakan sarana untuk mengekskresikan obat-obat tertentu (misalnya etanol dan morfin), ion-ion organik seperti K+, Ca2+, HCO3-, tiosianat (SCN-) serta yodium dan imunoglobin (IgA). (Murray, Granner, 1999).Nilai pH saliva biasanya berkisar sekitar 6,8, kendati dapat bervariasi pada salah satu dari kedua sisi netralitas tersebut. (Murray, Granner, 1999 )
Seperti protein pada umumnya, struktur ion enzim tergantung pada pH lingkungannya. Enzim dapat berbentuk ion positif, ion negatif atau ion bermuatan ganda ( zwitter ion ). Dengan demikian perubahan pH lingkungan akan berpengaruh terhadap efektivitas bagian aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim substrat. Disamping pengaruh terhadap struktur ion pada enzim, pH rendah atau tinggi dapat pula menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan mengakibatkan aktivitas enzim ( poedjadi,1994 )
Katalisator mempercepat reaksi kimia, mengalami perubahan selama reaksi, tetapi berubah kembali kepada keadaan semula setelah reaksi-reaksi selesai. Enzim merupakan biokatalisator yang bekerja spesifik. Aktivitas katalis yang dimiliki enzim merupakan alat ukur yang selektif dan sensitif terhadap aktivitas enzim. Aktivitas enzim dapat diamati dari sisa substrat, pH, suhu, dan indikator. Aktivitas enzim dapat diamati dari sisa substrat atau produk yang terbentuk. Faktor yang mempengaruhi pengukuran aktivitas enzim antara lain konsentrasi enzim dan substrat, suhu, pH, dan indikator. Aktivitas enzim meningkat bersamaan dengan peningkatan suhu, laju berbagai proses metabolisme akan naik sampai batasan suhu maksimal. Prinsip biologis utama adalah homeostatis, yaitu keadaan dalam tubuh yang selalu mempertahankan keadaan normalnya. Perubahan relatif kecil saja dapat mempengaruhi aktivitas banyak enzim. Adanya inhibitor non kompetitif irreversibel dan antiseptik dapat menurunkan aktivitas enzim ( Hawab,2003 )
C. ALAT DAN BAHANA. Alat
Spektrofotometer Tabung reaksi dan rak Beaker glass Erlenmeyer Pipet volume Termometer Penangas air Pipet tetes Air es
Bahan:
Saliva Larutan pati Larutan Iodium Larutan dengan pH 3, 5, 9, dan 11
1. D. SKEMA KERJA 1. Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim
Air liur
Encerkan
Air liur encer
4 pasang tabung (0o, suhu ruang, 60o, 100o)
Tabung uji blangko
+ larutan pati 1 ml + larutan pati 1 ml
+ liur encer 100X + liur encer 200X
Keram 1 menit Keram 1 menit
+ 1 ml larutan iodine + 1 ml larutan iodin
+ 8 ml aquades + 8 ml aquades
Hasil Hasil
1. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim
Air liur
Encerkan
Air liur encer
4 pasang tabung pH (3, 5, 9, 11)
Tabung uji
+ larutan pati 1 ml dalam berbagai pH
Keram pada suhu 37oC 5 menit
+ 200 ml liur encer
+ 1 ml larutan iodine
+ 8 ml aquades
Hasil
Tabung uji
+ larutan pati 1 ml dalam berbagai pH
Keram pada suhu 37oC 5 menit
Keram 1 menit
+ 1 ml larutan iodine
+ 8 ml aquades
Hasil
Baca absorban pada λ 680 nm
1. E. HASIL PENGAMATAN
1. 1. Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim
No Cara kerja Hasil pengamatanA
1
2
3
4
5
Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim
Liur diencerkan 100x
Tabung 1: 0oC
Tabung B
Tabung U
Tabung 2: suhu kamar
Tabung B
Tabung U
Tabung 3: 60oC
Tabung B
Tabung U
Tabung 4: 100oC
Tabung B + iodium
Tabung U + iodium
Liur encer
Kurang bening dan endapan lebih sedikit
Lebih bening dan endapan lebih banyak
Keruh putih, ada endapan putih didasar tabung
Lebih jernih, ada endapan putih didasar tabung
Endapan putih, larutan ungu kehitaman
Larutan bening kekuningan
Biru tua pekat
Biru jernih
Suhu A uji A blangko0oC
Suhu ruang
60oC
100oC
0,07
0,082
0,1
1,064
0,104
0.209
0,279
2,500
1. 2. Penagruh pH terhadap aktivitas enzim
No Cara kerja Hasil pengamatanA
1
2
Ph 3
Tabung B
ü Panaskan 37oc
ü + Iodium
ü + Air Suling
Tabung U
ü Panaskan 37oc
ü + air liur
ü + Iodium
ü + Air Suling
Terbentuk 2 fase: atas larutan bening, bawah endapan putih
Larutannya berubah dari bening menjadi biru tua
Tidak terjadi perubahan
Terbentuk 2 fase: atas larutan bening, bawah endapan putih
Pada larutan ada endapan yang melayang
Larutan berubah menjadi biru tua, ada endapan putih melayang
Terdapat 3 lapisan, atas biru muda, tengah biru tua, dan bawah endapan.
Wwarna ungu kehitaman dan
1
2
1
2
1
2
pH 5
Tabung B
Tabung U
pH 9
Tabung B
Tabung U
pH 11
Tabung B
Tabung U
terdapat endapan putih
Endapan putih dan larutan bening sedikit kekuningandan terdapat warna ungu diantaranya
Terdapat 2 lapisan : atasnya larutan ungu kehitaman, bwahnya endapan putih
Terdapat 2 lapisan: atasnya bening keunguan, bawah endapan putih
Terdapat 2 lapisan : atasnya larutan ungu kehitaman, bwahnya endapan putih
Terdapat 3 lapisan: dari atas samapi bawah berturut- turut yaitu: bening keunguan, biru keunguan, endapan putih
pH A uji A blangko3
5
9
11
2,470
0,165
0,107
0,087
1,363
2,500
0,161
0,101
1. a. ANALISIS DATA2. 1. Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim
Suhu A uji A blangko ∆A/menit (v)
0oC
Suhu ruang
60oC
100oC
0,169
0,448
2,096
2,5
0,122
0,363
1,009
1,736
0,047
0,085
0,997
0,764
1. 2. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim
pH A uji A blangko ∆A/menit (v)3
5
9
11
2,5
2,5
2,5
0,14
2,5
1,06
0,23
0,09
0
0,144
2,27
0,05
Kurva hbungan antara kecepatan reaksi enzim dengan suhu
Kurva hubungan antara kecepatan reaksi enzim dengan pH
G. PEMBAHASAN
Sumber enzim -amilase yang digunakan dalam penelitian ini adalah saliva. Secara umum enzim -amilase terdapat pada tanaman, jaringan mamalia, dan mikroba (Winarno, 1986)..sumber enzim tersebut memiliki karakteristik dan lingkungan kerja yang berbeda sehingga berbeda pula kemampuannya dalam menghidrolisis pati.
Faktor – faktor yang sangat penting dalam menentukan aktivitas enzimatik adalah suhu dan pH. suhu optimum enzim biasanya hampir sama dengan suhu organisme asal enzim tersebut.Yazid dkk (2006). Pada mamalia dan unggas, suhu tersebut berada di sekitar 37oC. Proses hidrolisis pati dengan sumber enzim -amilase dari pankreon juga dilakukan pada suhu 37-38o C, menyesuaikan suhu tubuh manusia. Sedangkan Pengaruh pH pada aktivitas enzim, Secara umum enzim -amilase bekerja optimal pada pH 6,6 (Guyton, 1997). Sebagai produk makhluk hidup, secara teori selalu ada kemungkinan dari pengaruh pH terhadap aktivitas biologis dari enzim Sadikin (2002).
percobaan yang pertama kami lakukan adalah pegaruh suhu terhadap aktaivitas enzim. Sebelumnya kami mengumpulkan air ludah atau liur terlebih dahulu. Penambahan air liur pada pati di awal sebelum proses ini berfungsi sebagai enzim yang akan mengkatalisis proses hidrolisa
senyawa pati, karena pada air liur terdapat enzim amylase yang akan mengubah amilum menjadi maltosa, dan pati merupakan amilum. Amylase pada air ludah ini juga sering disebut dengan enzim ptialin. Proses perubahan amilum menjadi maltosa merupakan hidrolisis. Bila amilum ditambahkan air liur (amilase) maka molekul-molekulnya akan terhidrolisis manjadi maltosa dengan BM 360 dan glukosa. Amilosa merupakan suatu polimer linear yang terdiri dari unit-unit D-glukosa dalam ikatan 1,4 glukosida. Berbeda dengan amilopektin, amilosa merupakan suatu polisakarida yang bercabang dan terdiri dari unit-unit D-glukosa dalam ikatan.
Dari hasil percobaan pada suhu 0o C tejadi aktivitas enzim,yaitu ditandai dengan perubahan warna pada tabung uji dengan terbentuknya 3 warna,pada suhu ini seharusnya enzim berada dalam keadaan tidak aktif,sehingga keja enzim disini seharusnya sama sekali tidak ada. Hal ini juga sebenarnya dipengaruhi oleha faktior pengenceran,karena semakin tinggi pengenceran maka semakin menurun pula aktivitas enzim ( kecepatan reaksi enzim ). Selanjutnya dilakukan uji pada suhu ruang,aktivitas enzim pada suhu ini dapat dikatakan normal atau tidak terjadi perubahan warna,hal yang dapat mempengaruhi adalah kondisi lingkungan yang kadang tidak sesuai dengan suhu ruang ( 28o C ), kemudian pada suhu 60o c,sama halnya dengan suhu ruang tidak terjadi perubahan pada larutan. Pada kondisi ini sebagian enzim terdenaturasi. apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim akan berkurang dan kecepatan reaksinya pun akan menurun. Ini berarti pada suhu 60o C bukanlah temperatur yang optimal untuk membuat enzim amylase bekerja dengan baik dalam membantu reaksi hidrolisis
Pada suhu yang lebih tinggi ( 100o C ), gerak termodinamik akan lebih meningkat sehingga benturan antar molekul akan lebih sering. Namun molekul protein juga mengalami denaturasi, sehingga bangun tiga dimensinya berubah secara bertahap. Akibatnya kompleks ES akan sukar terbentuk sehingga produk juga makin sedikit. Kecepatan reaksi enzimatik akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu sampai batas optimum. Setelah melewati suhu optimum, maka kecepatan reaksi enzimatik akan kembali menurun. Suhu optimum enzim amilase yang terdapat pada saliva adalah 37oC, sama dengan suhu normal tubuh.
Suhu penangas air selama proses uji sebenarnya perlu dijaga agar tetap stabil pada kisaran 37-38o C.,sebab berpengaruh terhadap laju reaksi. Diluar suhu optimum laju reaksi enzimatis selalu lebih rendah, Makin besar perbedaan suhu reaksi dengan suhu optimum, makin rendah laju reaksi.
Percobaan 2, yaitu Pengaruh pH pada aktivitas enzim, Secara umum enzim -amilase bekerja optimal pada pH 6,6 (Guyton, 1997). Sebagai produk makhluk hidup, secara teori selalu ada kemungkinan dari pengaruh pH terhadap aktivitas biologis dari enzim Sadikin (2002).Dalam lingkungan pH optimum, protein enzim mengambil struktur tiga dimensi yang sangat tepat sehingga ia dapat mengikat dan mengolah substrat dengan kecepatan yang setinggi-tingginya. Di luar pH optimum tersebut, struktur tiga dimensi enzim mulai berubah, sehingga substrat tidak dapat lagi duduk dengan tepat di bagian molekul enzim yang mengolah substrat. Akibatnya proses katalisis berjalan tidak optimum.
Dapat dilihat bahwa enzim amilase saliva memiliki pH optimal pada pH 7, Namun Pada kurva yang diperoleh melalui percobaan didapat pada pH 9, karena pada pH ini diperoleh aktivitas
enzim yang tinggi (kecepatan reaksi enzimatik tinggi). Umumnya, kecepatan reaksi enzimatik meningkat hingga mencapai pH optimal dan menurun setelah pH lebih besar dari pH optimal. 3 dan 5, aktivitas enzim masih ada, tetapi kecil (ditunjukkan oleh kecepatan reaksi enzimatik yang kecil pula). Hal ini disebabkan pada pH kurang dari 4, enzim amilase saliva menjadi tidak aktif. Pada pH 9 dan 11, aktivitas enzim menurun karena telah terlewati pH optimal dari enzim tersebut.
H. KESIMPULAN
Kecepatan reaksi enzimatik akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu sampai batas optimum. Setelah melewati suhu optimum, maka kecepatan reaksi enzimatik akan kembali menurun. Suhu optimum enzim amilase salivarius adalah 37OC, sama dengan suhu normal tubuh.
Kecepatan reaksi enzimatik akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu sampai batas optimum. Setelah melewati suhu optimum, maka kecepatan reaksi enzimatik akan kembali menurun. Suhu optimum enzim amilase yang terdapat pada saliva adalah 37 oC, sama dengan suhu normal tubuh.
Enzim memiliki aktivitas maksimal pada pH optimumnya (pH optimum enzim amilase saliva adalah 7. Penurunan atau kenaikan pH akan mempengaruhi aktivitas enzim.
Berdasarkan kurva Enzim memiliki aktivitas maksimal pada suhu 60o C Berdasarkan kurva Enzim memiliki aktivitas maksimal pada ph 9
Laporan praktikum Aktivitas Enzim
1. TUJUAN PRAKTIKUM
Mahasiswa diharapkan mampu :
1. Menganalisa aktivitas enzim amilase liur.
2. Menganalisa pengaruh suhu dan pH terhadap aktivitas enzim amilase liur.
3. Menganalisa pengaruh jumlah enzim dan jumlah substrat terhadap aktivitas kerja enzim amilase liur.
2. DASAR TEORI
Enzim atau fermen adalah suatu protein yang berfungsi sebagai biokatalisator reaksi-reaksi biokimia pada mahkluk biologi. Zat-zat yang diuraikan oleh reaksi disebut substrat, dan yang baru terbentuk dari reaksi disebut produk. Spesifisitas enzim sangat tinggi terhadap substratnya, dan enzim mempercepat reaksi kimia spesifik tanpa pembentukan produk samping. Enzim ini bekerja dalam cairan larutan encer, suhu, dan pH yang sesuai dengan kondisi fisiologis biologis. Melalui aktivitasnya, sistem enzim terkoordinasi dengan baik sehingga menghasilkan hubungan yang harmonis di antara sejumlah aktivitas metabolik yang berbeda, semuanya mengacu untuk menunjang kehidupan. Enzim merupakan suatu protein, maka sintesisnya dalam tubuh diatur dan dikendalikan oleh sistem genetik, seperti halnya dengan sintesis protein pada umumnya.
Aktivitas enzim disebut juga sebagai kinetik enzim. Kinetik enzim adalah kemampuan enzim dalam membantu reaksi kimia. Kemampuan enzim ini dapat dihitung dengan mengukur jumlah produk yang terbentuk, atau dengan menghitung kurangnya substrat dalam satuan waktu tertentu. Selain itu, dapat juga dihitung dengan peningkatan atau penurunan koenzim. Menghitung jumlah substrat, produk, atau koenzim di laboratorium tidak mudah karena jumlahnya yang sangat sedikit. Oleh karena itu, praktik menghitung aktivitas enzim adalah dengan mengukur perubahan absorbans dalam satuan waktu, pH, dan suhu tertentu sewaktu reaksi berjalan. Aktivitas enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu suhu, pH, kadar substrat, kadar enzim, inhibitor, dan toksik enzim.
Tubuh manusia menghasilkan berbagai macam enzim yang tersebar di berbagai bagian dan memiliki fungsi tertentu. Salah satu enzim yang penting dalam sistem pencernaan manusia adalah enzim amilase. Enzim ini terdapat dalam saliva atau air liur manusia. Saliva yang disekresikan oleh kelenjar liur selain mengandung enzim amilase juga mengandung 99,5% air, glikoprotein, dan musin yang bekerja sebagai pelumas pada waktu mengunyah dan menelan makanan. Amilase yang terdapat dalam saliva adalah α-amilase liur yang mampu membuat polisakarida (pati) dan glikogen
dihidrolisis menjadi maltosa dan oligosakarida lain dengan menyerang ikatan glikosodat α(1 4). Amilase liur akan segera terinaktivasi pada pH 4,0 atau kurang sehingga kerja pencernaan makanan dalam mulut akan terhenti apabila lingkungan lambung yang asam menembus partikel makanan.
3. BAHAN DAN ALAT PRAKTIKUM
NO BAHAN ALAT1. Saliva saring Tabung Reaksi2. Air Beaker glass 25 ml3. Es batu Beaker glass 550 ml4. Pati 0,5% Pipet tetes5. Pati 1% Pipet volume6. Iodium Water batch7. HCl Rak tabung8. Na2CO3 Stopwatch9. Termometer
4. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
a. Pengaruh Temperatur terhadap Aktivitas Amilase Liur
1. Dengan suhu 15 C
Masukkan 0,25 ml saliva saring ke dalam tabung 1 dan segera masukkan ke dalam beaker glass berisi air bersuhu 15 C.
Siapkan tabung 2 yang telah diisi dengan 5 ml pati 1%.
Gabungkanlah larutan pada tabung 1 dan tabung 2.
Teteskan iodium sebanyak 3 tetes ke dalam campuran larutan tabung 1 dan tabung 2.
Pertahankan suhunya agar tetap konstan.
Aduk, amati, dan catat perubahan yang terjadi per 30 detik (dengan menggunakan stopwatch), serta catat pula waktu akromiknya.
2. Dengan suhu 60 C
Masukkan 0,25 ml saliva saring ke dalam tabung 1 dan segera masukkan ke dalam beaker glass berisi air bersuhu 60 C.
Siapkan tabung 2 yang telah diisi dengan 5 ml pati 1%.
Gabungkanlah larutan pada tabung 1 dan tabung 2.
Teteskan iodium sebanyak 3 tetes ke dalam campuran larutan tabung 1 dan tabung 2.
Pertahankan suhunya agar tetap konstan.
Aduk, amati, dan catat perubahan yang terjadi per 30 detik (dengan menggunakan stopwatch), serta catat pula waktu akromiknya.
b. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim Amilase Liur
1. Menggunakan HCl (pH Asam)
Masukkan 5 ml pati 1% dan 5 ml HCL 0,5% serta tambahkan 0,25 ml saliva saring ke dalam tabung reaksi.
Segera masukkan tabung reaksi tersebut ke dalam penangas dengan suhu 40 C dan berikan 3 tetes iodium.
Pertahankan suhunya agar tetap konstan.
Aduk, amati, dan catat perubahan yang terjadi per 30 detik (dengan menggunakan stopwatch), serta catat pula waktu akromiknya.
2. Menggunakan Basa Na2CO3 (pH Basa)
Masukkan 5 ml pati 1% dan 5 ml Na2CO3 serta tambahkan 0,25 ml saliva saring ke dalam tabung reaksi.
Segera masukkan tabung reaksi tersebut ke dalam penangas dengan suhu 40 C dan berikan 3 tetes iodium.
Pertahankan suhunya agar tetap konstan.
Aduk, amati, dan catat perubahan yang terjadi per 30 detik (dengan menggunakan stopwatch), serta catat pula waktu akromiknya.
c. Pengaruh Jumlah Enzim terhadap Aktivitas Kerja Enzim Amilase Liur
1. Menggunakan 0,25 ml saliva saring
Masukkan 5 ml pati 1% dan tambahkan 0,25 ml saliva saring ke dalam tabung reaksi.
Lalu masukkan tabung reaksi tersebut ke dalam water batch yang berisi air bersuhu 37 C dan tambahkan 3 tetes iodium.
Pertahankan suhunya agar tetap konstan .
Aduk, amati, dan catat perubahan yang terjadi per 30 detik (dengan menggunakan stopwatch), serta catat pula waktu akromiknya.
2. Menggunakan 0,5 ml saliva saring
Masukkan 5 ml pati 1% dan tambahkan 0,5 ml saliva saring ke dalam tabung reaksi.
Lalu masukkan tabung reaksi tersebut ke dalam water batch yang berisi air bersuhu 37 C dan tambahkan 3 tetes iodium.
Pertahankan suhunya agar tetap konstan.
Aduk, amati, dan catat perubahan yang terjadi per 30 detik (dengan menggunakan stopwatch), serta catat pula waktu akromiknya.
d. Pengaruh Jumlah Substrat terhadap aktivitas Kerja Enzim Amilase Liur
1. Menggunakan 5 ml pati 0,5%
Masukkan 5 ml pati 0,5% dan 0,25 ml saliva saring ke dalam tabung reaksi.
Lalu masukkan tabung reaksi tersebut ke dalam beaker glass yang berisi air dengan suhu 37 C dan tambahkan 3 tetes iodium.
Pertahankan suhunya agar tetap konstan.
Aduk, amati, dan catat perubahan yang terjadi per 30 detik (dengan menggunakan stopwatch), serta catat pula waktu akromiknya.
2. Menggunakan 5 ml pati 1%
Masukkan 5 ml pati 1% dan 0,25 ml saliva saring ke dalam tabung reaksi.
Lalu masukkan tabung reaksi tersebut ke dalam beaker glass yang berisi air dengan suhu 37 C dan tambahkan 3 tetes iodium.
Pertahankan suhunya agar tetap konstan.
Aduk, amati, dan catat perubahan yang terjadi per 30 detik (dengan menggunakan stopwatch), serta catat pula waktu akromiknya.
5. DATA PENGAMATAN
a. Pengaruh Temperatur terhadap Aktivitas Amilase Liur
Suhu 15 C Suhu 60 CJadi, titik akromiknya pada waktu 1350 detik (22 menit 30 detik).
30 detik pertama, campuran berwarna ungu.
30 detik kedua, campuran berwarna putih susu.
30 detik ketiga, campuran berwarna putih susu.
30 detik keempat, campuran berwarna putih susu.
30 detik kelima, campuran berwarna putih netral,
30 detik keenam, campuran bening.
Jadi, titik akromiknya pada waktu 180 detik (3 menit)
b. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim Amilase Liur
HCl 0,5% (pH Asam) Na2CO3 (pH Basa)Jadi, titik akromiknya pada waktu 900 detik (15 menit).
30 detik pertama, campuran berwarna ungu tua.
30 detik kedua, tidak ada perubahan.
30 detik ketiga, warna ungu mulai sedikit memudar.
30 detik keempat, warna ungu semakin memudar.
30 detik kelima, warna ungu
terus memudar.
30 detik keenam, larutan bening.
Jadi, titik akromiknya pada waktu 180 detik (3 menit).
c. Pengaruh Jumlah Enzim terhadap Aktivitas Kerja Enzim Amilase Liur
0,25 ml saliva saring 0,5 ml saliva saringCampuran yang awalnya berwarna ungu, berubah warna menjadi putih, dengan membutuhkan waktu 1 menit 36 detik.
Jadi, titik akromiknya, pada waktu 1 menit 36 detik.
Campuran yang awalnya berwarna ungu, berubah warna menjadi putih, dengan membutuhkan waktu 63 detik.
Jadi, titik akromiknya, pada waktu 63 detik.
d. Pengaruh Jumlah Substrat terhadap aktivitas Kerja Enzim
Amilase Liur
5 ml pati 0,5 % 5 ml pati 1 %Campuran yang awalnya berwarna ungu, berubah warna menjadi putih, dengan membutuhkan waktu 54 detik.
Jadi, titik akromiknya, pada waktu 54 detik.
Campuran yang awalnya berwarna ungu, berubah warna menjadi putih, dengan membutuhkan waktu 20 detik.
Jadi, titik akromiknya, pada waktu 20 detik.
6. PEMBAHASAN
Percobaan ini adalah suatu bentuk analisa aktivitas enzim amilase liur, yang ditujukan untuk mengetahui pengaruh temperatur, pH, jumlah enzim dan jumlah substrat terhadap aktivitas enzim amilase liur. Amilase adalah sebuah enzim yang berfungsi untuk memecahkan ikatan glikosidik yang dimiliki oleh poliskarida. Ikatan glikosidik yaitu ikatan khas yang terdapat pada karbohidrat (monosakarida, disakarida , dan polisakarida). Dengan perombakan oleh amilase, suatu bentuk polisakarida dapat diubah menjadi bentuk intermedietnya, yaitu disakarida. Amilase dapat dihasilkan di beberapa kelenjar eksokrin didalam tubuh, diantranya pankeras, dll.
Prinsip kerja praktikum analisa aktivitas enzim ini adalah dengan menganalisa :
a. Pengaruh temperatur terhadap aktivitas kerja enzim amilase liur
Hasil yang didapat dari percobaan yang pertama ini adalah :
Pada tabung pertama (suhu 15 C), titik akromiknya pada waktu 1350 detik (22 menit 30 detik).
Pada tabung kedua (suhu 60 C), titik akromiknya pada waktu 180 detik (3 menit).
Jika suhu naik, maka benturan antara molekul bertambah, sehingga reaksi kimia akan meningkat, dan sebaliknya. Enzim amilase bekerja pada suhu kompartemen ± 37˚C. Pemanasan yang dilakukan (meningkatkan suhu), mengakibatkan enzim amilase menjadi inaktif. Bahkan bila diberi perlakuan termal berlebihan dapat menyebabkan denaturasi koenzim (kompenen enzim yang berupa protein). Denaturasi adalah kerusakan sturuktural dari sebuah makromolekul ( enzim amilase) yang disebabkan beberapa faktor sehingga tidak dapat mengubah amilum menjadi maltosa dengan produk antara berupa dekstrin. Akibatnya, amilum yang bereaksi dengan indikator warna, larutan iodium, tetap menghasilkan warna ungu meskipun didiamkan dalam waktu yang lama. Pada suhu 45˚C aktivitas enzim masih menunjukkan kenaikan, jika suhu > 45˚C, akan timbul efek yang berlawanan dan menjelang suhu 55˚C fungsi katalitik enzim akan musnah. Dalam saliva yang tidak dipanaskan, dihasilkan warna ungu yang makin lama makin jernih. Hal ini menunjukkan bahwa pada suhu optimum, enzim amilase dapat menjalankan fungsinya, mengubah amilum menjadi maltosa. Amilum dan dekstrin yang molekulnya masih besar dengan iodium memberi warna biru, dekstrin-dekstrin antaranya (eritrodekstrin) memberi warna coklat kemerah-merahan. Sedangkan dekstrin-dekstrin yang molekulnya sudah kecil lagi (akhrodekstrin) dan maltosa tidak memberi warna dengan iodium. Titik saat campuran tidak memberi warna lagi (jernih) disebut titik akromatik.
b. Pengaruh pH terhadap aktivitas kerja enzim amilase liur
Hasil yang diperoleh dari percobaan yang kedua ini adalah :
Pada tabung pertama [menggunakan HCl (pH asam)], titik akromiknya pada waktu 900 detik (15 menit).
Pada tabung kedua [menggunakan Na2CO3 (pH basa)], titik akromiknya pada waktu 180 detik (3 menit).
Enzim bekerja pada pH tertentu, umumnya pada pH netral. Namun, beberapa jenis enzim yang bekerja pada suasana netral, jika ditempatkan pada suasana basa atau asam, maka enzim tersebut tidak akan bekerja atau rusak.
c. Pengaruh jumlah enzim terhadap aktivitas kerja enzim amilase liur
Hasil yang diperoleh dari percobaan yang ketiga ini adalah :
Pada tabung pertama (menggunakan 0,25 ml saliva saring), titik akromiknya, pada waktu 1 menit 36 detik.
Pada tabung kedua (menggunakan 0,5 ml saliva saring), titik akromiknya, pada waktu 63 detik.
Kecepatan reaksi akan bertambah seiring bertambahnya jumlah enzim, sehingga tercapai suatu keadaan yang enzimnya dikatakan jenuh oleh substrat. Jika jumlah enzimnya sedikit, kecepatan kerja enzim juga rendah. Sebaliknya, jika jumlah enzim yang tersedia banyak, kerja enzim menjadi cepat. Pada keadaan berlebih, kerja enzim tidak sampai menurun tetapi konstan.
d. Pengaruh jumlah substrat terhadap aktivitas kerja enzim amilase liur
Hasil yang diperoleh dari percobaan yang keempat ini adalah :
Pada tabung pertama (menggunakan 5 ml pati 0,5 %), titik akromiknya, pada waktu 54 detik.
Pada tabung kedua (menggunakan 5 ml pati 1 %), titik akromiknya, pada waktu 20 detik.
Percobaan ini menghasilkan hasil yang tidak biasa. Seharusnya, jika jumlah substrat lebih besar, kecepatan reaksi akan semakin lambat, dan sebaliknya. Tetapi hasil yang diperoleh dari percobaan ini, dengan jumlah substrat yang lebih besar, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai titik akromik, lebih cepat jika dibandingkan dengan jumlah substrat yang sedikit. Banyak kemungkinan yang menyebabkan hal ini bisa terjadi. Salah satunya adalah saliva yang berasal dari individu yang berbeda.
7. KESIMPULAN
Aktivitas enzim dipengaruhi oleh temperatur, pH, jumlah enzim, dan jumlah substrat. Suatu enzim dapat bekerja dengan baik bila faktor tersebut berada dalam keadaan optimum.
Enzim amilase tidak dapat bekerja sebagai enzim yang menghidrolisis amilum menjadi maltosa dengan produk antara dekstrin apabila diberi perlakuan termal berlebihan.
Untuk membandingkan kecepatan reaksi kimia antara perlakuan campuran (pada tabung 1 dan tabung 2) dengan temperatur yang berbeda, pH yang berbeda, jumlah enzim yang berbeda, dan jumlah substrat yang berbeda, maka lebih baik
menggunakan saliva dari satu individu, sehingga hasil perbandingan waktu untuk mencapai titik akromiknya bisa sangat valid.
Enzim amilase tidak bekerja karena mengalami denaturasi (rusak) pada bagian apoenzimnya.
Pada suhu yang optimum (level optimum), menghasilkan maltosa dan dekstrin sebagai produk samping, yang dapat terlihat pada warna campuran larutan yang didiamkan dalam jangka waktu tertentu akan menjadi jernih.
Keadaan optimum berbeda-beda untuk tiap enzim.
Warna jernih dapat terbentuk disebabkan amilum yang berikatan dengan iod sehingga warna ungu telah mengalami proses hidrolisis menjadi maltosa dan dekstrin yang tidak menimbulkan warna apabila berada dalam larutan iodium.
8. DAFTAR PUSTAKA
Panil, Zulbadar. 2004. Memahami Teori dan Praktek Biokimia Dasar Medis. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
http://teguhsetiawanto.blogspot.com/2007/10/enzim.html
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Enzim adalah sekelompok protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk berbagai
reaksi kimia dalam sistem biologis. Hampir tiap reaksi kimia dalam sistem biologis dikatalisis
oleh enzim. Sintesis enzim terjadi di dalam sel dan sebagian besar enzim dapat diekstraksi dari
sel tanpa merusak fungsinya.
Seluruh reaksi kimia yang berlangsung di dalam sel memerlukan jasa enzim, enzim
disintesis di dalam sel, namun aktivitasnya tidak selalu di dalam sel. Berbagai reaksi kimia yang
dikendalikan oleh enzim antara lain respiasi, pertumbuhan, perkembangan, kontraksi otot,
fotosintesis, pencernaan, fiksasi nitrogen, pembentukan urin, dan lain-lain.
Seperti molekul protein lainnya, sifat biologis enzim sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor fisika-kimia. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim antara lain suhu Di samping
itu, kecepatan reaksi enzimatik dipengaruhi pula oleh konsentrasi enzim maupun substratnya.
Enzim bekerja pada kisaran suhu tertentu. Suhu rendah mendekati titik beku tidak
merusak enzim, namun enzim tidak dapat bekerja. Dengan kenaikan suhu lingkungan, enzim
mulai bekerja sebagian dan mencapai suhu maksimum pada suhu tertentu. Bila suhu ditingkatkan
terus, jumlah enzim yang aktif akan berkurang karena mengalami denaturasi. Kecepatan reaksi
enzimatik mencapai puncaknya pada suhu optimum. Berdasarkan teori tersebut, maka
dilakukanlah percobaan ini untuk mengaplikasikan, membuktikan dan menguji kebenaran dari
teori tersebut agar dapat lebih mudah untuk dipahami dan dipelajari.
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud Percobaan
Untuk mengetahui dan mempelajari pengaruh temperatur terhadap aktivitas enzim
amilase.
1.2.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah menentukan suhu optimum dari enzim amilase.
1.3 Prinsip Percobaan
Menentukan keaktifan dari enzim amilase berdasarkan waktu penguraian amilum menjadi
glukosa pada berbagai temperatur dan diuji dengan iodin pada interval waktu tertentu sampai
warna biru yang terbentuk berubah menjadi bening.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Enzim adalah protein yang pada hakekatnya mengkatalisis semua reaksi biokimia.
Enzim ini berubah menjadi sangat khas, seperti misalnya terhadap jenis reaksi yang
dikatalisisnya dan bahkan tempat pada substrat khusus dimana enzim itu dapat berfungsi. Enzim
memulai kegiatan dengan membentuk suatu kompleks dengan substratnya. Kompleks enzima-
substrat dapat digabung menjadi satu oleh tarikan van der Waals dan tarikan elektrostatik oleh
ikatan hidrogen, atau yang kurang umum oleh pembentukan ikatan kovalen. Kompleks terbentuk
pada sisi aktif dari enzim. Tempat ini juga merupakan daerah enzim yang memacu reaksi yang
khas. Sisi aktif itu harus memiliki atom dan konfigurasi yang tepat, baik untuk mengikat maupun
untuk mengkatalisis (Pine, dkk., 1988).
Enzim, seperti protein lain, mempunyai berat molekul yang berkisar dari kira-kira 12.000 sampai lebih dari 1 juta. Oleh karena itu, enzim berukuran amat besar dibandingkan dengan substrat atau gugus fungsional targetnya. Beberapa enzim hanya terdiri dari polipeptida dan tidak mengandung gugus kimiawi selain residu asam amino. Akan tetapi enzim lain memerlukan tambahan komponen kimia bagi aktivitasnya komponen ini disebut kofaktor. Kofaktor mungkin suatu molekul anorganik seperti ion Fe2+, Mn2+ atau Zn2+ atau mungkin juga suatu molekul anorganik kompleks yang disebut koenzim. Beberapa enzim membutuhkan baik koenzim maupun satu atau lebih ion logam bagi aktivitasnya. Pada beberapa enzim, koenzim atau ion logam hanya terikat secara lemah atau dalam waktu sementara pada protein, tetapi pada enzim lain senyawa ini terikat kuat, atau terikat secara permanen yang dalam hal ini disebut gugus prostetik. Enzim yang strukturnya sempurna dan aktif mengkatalisis, bersama-sama dengan koenzim atau gugus logamnya disebut holoenzim. Koenzim dan ion logam bersifat stabil sewaktu pemanasan, sedangkan bagian protein enzim akan terdenaturasi oleh pemanasan (Lehninger, 1997).
Enzim menyusun sebagian besar dari protein total dalam sel. Suatu sel dapat memuat
3.000 jenis molekul enzim dan sejumlah besar molekul dari tiap jenis. Enzim dapat mempercepat
reaksi kimia, sedangkan protein lain tak dapat. Oleh karena itu, enzim adalah katalis. Selain
mampu meningkatkan reaksi, enzim memiliki dua sifat lain sebagai katalis sejati. Pertama, enzim
tak berubah oleh reaksi yang dikatalisnya. Kedua (dan yang penting), walaupun dapat
mempercepat reaksi, enzim tidak mengubah kedudukan normal dari kesetimbangan kimia.
Dengan kata lain, enzim dapat membantu mempercepat pembentukan produk, tetapi akhirnya
jumlah produk tetap sama dengan produk yang diperoleh tanpa enzim (Lehninger, 1997).
Untuk aktifitas biologis, beberapa enzim memerlukan gugus–gugus prostetik atau
kofaktor. Kofaktor ini merupakan bagian nonprotein dari enzim itu. Suatu kofaktor dapat berupa
ion logam sederhana, ion tembaga misalnya merupakan kofaktor bagi enzim asam askorbat
oksidase. Enzim lain mengandung molekul organik nonprotein sebagai kofaktor. Gugus prostetik
organik seringkali dirujuk sebagai suatu koenzim (Fessenden & Fessenden, 1994).
Suatu enzim bekerja secara khas terhadap suatu substrat tertentu. Kekhasan inilah ciri
suatu enzim. Ini sangat berbeda dengan katalis lain (bukan enzim) yang dapat bekerja terhadap
berbagai macam reaksi. Enzim urase hanya bekerja terhadap urea sebagai substratnya namun
enziim tersebut mempunyai kekhasan tertentu. Misalnya enzim esterase dapat menghidrolisis
beberapa ester asam lemak, tetapi tidak dapat menghidrolisis substral lain yang bukan ester.
Kekhasan enzim terhadap suatu reaksi disebut kekhasan reaksi (Poedjiadi, 1994).
Untuk dapat bekerja terhadap suatu zat atau substrat harus ada hubungannya atau kontak
antara enzim dengan substratnya suatu enzim mempunyai ukuran lebih besar daripada
substratnya. Oleh karena itu tidak seluruh bagian enzim dapat berhubungan dengan substrat.
Hubungan antara substrat dengan enzim hanya terjadi pada bagian tertentu saja. Tempat atau
bagian enzim yang mengadakan hubungan atau kontak dengan substrat dinamai bagian aktif
(active site). Hubungan hanya mungkin terjadi apabila bagian aktif mempunyai ruang yang tepat
dapat menampung substrat. Hubungan atau kontak antara enzim dengan substrat menyebabkan
terjadinya kompleks enzim–substrat, kompleks ini merupakan kompleks yang aktif, yang bersifat
sementara dan akan terurai lagi apabila reaksi yang diinginkan telah terjadi (Poedjiadi, 1994).
Faktor – faktor yang mempengaruhi kerja enzim (Poedjiaji, 1994):
Konsentrasi Enzim
Seperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung
pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksi
bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim.
Konsentrasi Substrat
Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi enzim yang tetap, maka
pertambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi. Akan tetapi pada batas
konsentrasi tertentu, tidak terjadi kenaikan kecepatan reaksi walaupun konsentrasi substrat
diperbesar. Keadaan ini telah diterangkan oleh Michaelis–Menten dengan hipotesis mereka
tentang terjadinya kompleks enzim substrat.
Suhu
Pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat, sedangkan pada suhu yang lebih
tinggi reaksi berlangsung lebih cepat. Disamping itu, karena enzim adalah suatu protein, maka
kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi. Apabila terjadi proses
denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif
enzim menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya pun akan menurun. Kenaikan suhu sebelum
terjadinya proses denaturasi dapat menaikkan kecepatan reaksi.
Pengaruh pH
Enzim dapat berbentuk ion positif, ion negatif atau ion bermuatan ganda (zwitter ion).
Dengan demikian perubahan pH lingkungan akan berpengaruh terhadap efektivitas bagian aktif
enzim dalam membentuk kompleks enzim substrat. Disamping pengaruh terhadap struktur ion
pada enzim, pH rendah atau pH tinggi dapat pula menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan
ini akan mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim.
Pengaruh Inhibitor
Hambatan yang dilakukan oleh inhibitor dapat berupa hambatan tidak reversibel.
Hambatan tidak reversibel pada umumnya disebabkan oleh terjadinya proses destruksi atau
modifikasi sebuah gugus fungsi atau lebih yang terdapat pada molekul enzim. Hambatan
reversibel dapat berupa hambatan bersaing atau hambatan tidak bersaing.
Pati tersusun dari unit-unit glukosa yang bergabung terutama lewat ikatan 1,4 α-
glikosidik, meskipun rantainya dapat mempunyai sejumlah cabang yang melewati ikatan 1,6 α-
glikosidik. Hidrolisis parsial dari pati menghasilkan maltosa, dan hidrolisis sempurna hanya
menghasilkan D-glukosa. Pati dapat dipisahkan dengan berbagai teknik menjadi dua fraksi, yaitu
amilosa dan amilopeptida. Amilosa adalah polimer linear dari α–D–glukosa, sekitar 50 sampai
300 unit-unit glukosa yang dihubungkan antara satu dengan yang lainnya melalui ikatan 1,4–α–
glikosida. Dalam larutan rantai amilosa berbentuk heliks menyerupai kumparan, karena adanya
ikatan dengan konfigurasi s pada setiap unit glukosa. Kumparan berbentuk tabung ini
memungkinkan terbentuknya senyawa kompleks dengan molekul lain, terutama molekul-
molekul kecil yang dapat masuk ke dalam kumparannya. Warna biru tua yang ditimbulkan pada
penambahan yodium pada pati adalah contoh pembentukan kompleks tersebut (Tim Dosen
Kimia, 2007).
BAB IIIMETODE PERCOBAAN
3. 1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah larutan pati (amilum) 1%, saliva (enzim amilase), iodine 0,01 M, aquadest, tissue roll dan es batu.
3. 2 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini diantaranya ialah tabung reaksi,
rak tabung reaksi, gelas ukur 10 mL, waterbath, oven, pipet tetes, pipet skala 1 mL, stopwatch,
plat tetes, sikat tabung, dan gegep.
3. 3 Metode Kerja
Sebanyak 4 buah tabung reaksi disiapkan dan masing-masing diisi dengan 2,5 mL larutan pati (amilum) 1%. Kemudian disiapkan pula 4 tabung reaksi lain dan masing-masing diisi dengan 1 mL saliva encer. Tabung pertama yang berisi larutan pati dan tabung yang berisi saliva encer dimasukkan dalam air es (0 oC). Tabung kedua yang berisi larutan pati dan tabung yang berisi saliva encer ditempatkan pada suhu kamar (25 oC). Tabung ketiga yang berisi larutan pati dan tabung yang berisi saliva encer dimasukkan dalam oven (38 oC). Tabung keempat yang berisi larutan pati dan tabung yang berisi saliva encer dimasukkan dalam penangas air (100 oC). Semua tabung dibiarkan selama 5 menit dan kemudian pada masing-masing tabung yang berisi larutan pati ditambahkan 5 tetes saliva encer. Pada interval 5 menit, diambil contoh masing-masing larutan dan diteteskan pada plat tetes yang telah berisi iodin 0,01 M sampai larutan menjadi bening.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
IV.1.1 Tabel Pengamatan
Tabel 1. Pengaruh temperatur terhadap aktifitas enzim amilase
Waktu (menit)
Warna
Tabung I
(0ºC)
Tabung II
(Suhu Kamar)
Tabung III
(38ºC)
Tabung IV
(100ºC)
0
5
10
15
20
25
30
++++++
+++++
+++
+++
++++
++
+
+
++
++
+++
++++
+++++
++++++
++++++
+++++
+++++
++++
+++
+++
++
+++++
+++++
++++
+++
++
++
-
Keterangan :
++++++ : biru pekat
+++++ : biru
++++ : biru keunguan
+++ : biru muda
++ : ungu
+ : ungu muda
- : tidak memberikan warna (bening)
Tabel 2. 1/t untuk tiap TemperaturTemperatur (°C) Waktu (t) (Menit) 1/t (Menit)
0
25
38
100
15
15
10
30
0,066
0,066
0,1
0,066
IV.2 Reaksi
Adapun reaksi yang terjadi pada percobaan ini adalah:
IV.3 Pembahasan
Pada percobaan ini akan ditentukan suhu optimum dari enzim amilase. Masing-masing
tabung diisi dengan larutan pati 1% dan saliva encer. Tabung pertama yang berisi larutan pati
dan saliva dicelupkan ke dalam air es (0°C) dan tabung kedua ditempatkan pada suhu kamar
(25°C). Tabung ketiga yang berisi larutan pati dan saliva encer dimasukkan dalam oven (38°C).
Tabung keempat yang berisi larutan pati dan saliva encer dimasukkan dalam penangas air
(100°C). Perlakuan ini dilakukan pada berbagai suhu yang telah ditentukan masing-masing agar
dapat diketahui pada suhu berapa (suhu optimum) enzim amilase bekerja dengan baik. Setelah 5
menit, larutan tersebut diuji pada plat tetes yang telah diisi iodium 0,01M. Pengujian ini
dilakukan pada interval 5 menit selama 40 menit.
Dari tabel pengamatan, terlihat bahwa tidak ada yang mengalami perubahan warna
menjadi bening. Kalaupun berubah, hanya menjadi bening kebiruan yaitu pada temperatur 100°C
pada menit ke-40. Untuk larutan pada tabung reaksi yang dipanaskan terlihat perubahan warna
tapi tidak menjadi bening. Seharusnya pada suhu 100°C tidak terjadi perubahan warna karena
struktur konformasi dari enzim sudah rusak disebabkan karena pemanasan pada suhu yang tinggi
akan mengakibatkan struktur protein mengalami denaturasi.
Berdasarkan grafik, diperoleh suhu optimum yaitu pada suhu 38 °C. Hal ini tentu sesuai
dengan teori yakni enzim amilase bekerja efektif pada suhu 38 °C.
Adanya kesalahan yang terjadi pada percobaan ini, mungkin disebabkan oleh kurang
telitinya praktikan saat mengamati perubahan warna yang terjadi atau karena kualitas alat dan
bahan yang kurang baik.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa suhu
optimum untuk enzim amilase adalah 38 °C.
5. 2 Saran
Menurut saya praktikum ini sudah berjalan dengan baik. Sebaiknya alat-alat yang
digunakan diperiksa terlebih dahulu oleh analis yang bertugas agar diketahui adanya kerusakan
dan bahan yang digunakan diganti kalau sudah rusak agar tidak mempengaruhi hasil percobaan.
DAFTAR PUSTAKA
Ciornea, E., Vasile, G., Cojocaru, D., 2008, On The Influence Of The Temperature And pH Of The Incubation Medium On The Activity Of Total Amylase In Some Spontaneous And Cultivated poaceae, http://www.bio.uaic.ro/publicatii/anale_biochimie/2008_IX_F1/2008_Anale_GBM_IX_F1_l14.pdf, diakses 8 Mei 2009.
Fessenden, R. J. dan Fessenden, J. S., 1994, Kimia Organik, Erlangga, Jakarta.
Lehninger, A.L., 1997, Dasar-dasar Biokimia Jilid 1, Erlangga, Jakarta.
Patong, A. R., 2009, Penuntun Praktikum Biokimia, Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia FMIPA Universitas Hasanuddin, Makassar.
Pine, S.H., Hendrickson, J.B., Cram, D.J., dan Hammond, G.S., 1988, Kimia Organik II, Penerbit ITB, Bandung.
Poedjiadi, A., 1994, Dasar-dasar Biokimia, UI-Press, Jakarta.
Tim Dosen Kimia, 2007, Kimia Dasar II, Universitas Hasanuddin, Makassar.