biogenetika dari kunang
DESCRIPTION
dsadsfdggTRANSCRIPT
BIOGENETIKA DARI KUNANG-KUNANG (TRANSFER
ENERGI MENJADI CAHAYA)
PENDAHULUAN
Kunang-kunang merupakan serangga yang unik, karena kemampuannya untuk
menghasilkan cahaya dan sangat berpotensi untuk objek wisata. Di Malaysia tepatnya di
“Kampong Kuantan” Selangor, populasi kunang-kunang telah dijadikan sebagai objek wisata,
“Firefly Park”.
http://www.firefly-selangor-msia.com
Di Indonesia objek wisata kunang-kunang (Firefly Tour) terdapat di daerah Lagoi, Pulau
Bintan, Kepulauan Riau. Daerah ini dikenal dengan Bintan Beach International Resort (BBIR).
Dalam tahun 2004 “Firefly Tour” di BBIR ini, mampu menarik pengunjung hingga 1000 orang
setiap bulannya. Satu orang wisatawan harus membayar S$30 untuk satu kali perjalanan. Lama
perjalanan lebih kurang 45 menit dengan menggunakan “speed boat”. Lebih dari 2000 spesies
kunang-kunang tersebar di daerah tropis dan temperata Jumlah terbesar dan paling tinggi
keragamannya ditemukan di Asia Tropical dan Amerika Utara dan Tengah dan sekitar 170
spesies ditemukan di Amerika Serikat. Di Malaysia ada empat kelompok besar dari kunang-
kunang ditemukan penyebarannya negara ini yaitu Pteroptyx, Luciola, Colophotia dan
Lychnuris. Di Indonesia di sepanjang aliran Sungai Kecil, daerah Lagoi, Kepulauan Riau
ditemukan dua jenis kunang-kunang. Salah satu dari spesies tersebut termasuk Genus Pteroptyx
sedangkan yang lainnya belum teridentifikasi. Populasi kunang-kunang semakin hari semakin
berkurang jumlahnya. Beberapa waktu yang lalu kunang-kunang sangat mudah ditemukan
terutama di desa-desa tetapi sekarang sangat jarang dapat dilihat. Untuk beberapa tempat,
menurut laporan dari penduduk desa telah terjadi penurunan populasi kunang-kunang yang
sangat tajam, bahkan tidak pernah lagi terlihat keberadaanya. Kemungkinan kehadirannya sudah
terancam karena pembukaaan lahan dan hutan. Kunang-kunang adalah nama umum untuk
serangga yang bercahaya dan termasuk ke dalam famili Lampyridae, aktif pada malam hari
(Nocturnal). Kunang-kunang juga dikenal dengan firefly, lightning bugs, glowworms. Kunang-
kunang memiliki organ dan sel khusus (Photocytes) yang mampu menghasilkan cahaya, terdapat
pada segmen 2 pertama atau kedua terakhir dari abdomen. Larva dan telur juga dilaporkan
menghasilkan cahaya. Kunang-kunang menghasilkan cahaya melalui serangkaian proses.
Adenosin Tripospat merupakan sumber bahan bakar bagi energi cahaya bioluminescent.
Luciferin menjadi aktif oleh adanya enzim luciferase (Williams, 1917; Lloyd 1971; Sivinski,
1981; Carlson et. al., 1982; Underwood et. al., 1997; Cock and Mattthysen, 2003). Luciferin
yang aktif ini kemudian bereaksi dengan oksigen. Hasil reaksi ini adalah energi dalam bentuk
cahaya kunang-kunang. Keseluruhan reaksi berlangsung di dalam sel fotosit (McElroy, 1951;
Burger, 2005). Sedangkan menurut Trimmer (2001) bahwa proses kimia pada mekanisme kedap-
kedip cahaya kunang-kunang kuncinya adalah pada molekul sederhana gas nitrogen monooksida
(NO) yang berfungsi sebagai pengantar sinyal flash. Gas NO mampu berdifusi melalui membran
sel karena ukurannya yang sangat kecil, bahkan mampu berfungsi untuk menghantarkan sinya
biokimia. Secara sistematik klasifikasi kunang-kunang sebagai berikut: Filum: Animalia, Kelas:
Hexapoda, Ordo: Coleptera, Famili: Lampyridae. Karakteristik identifikasi famili Lampyridae,
Bentuk memanjang, panjang berkisar 4.5-20 mm, tubuh lunak, pronotum meluas kearah depan di
atas kepala, sehingga kepala nampak melebar dilihat dari atas, mata tersembunyi bila dilihat dari
atas, beberapa abdomen terakhir tarsi 5-5-5. Lebih dari 2000 spesies kunang-kunang tersebar di
daerah tropis dan temperat (Burger, 2005). Ada sekitar 170 spesies ditemukan di Amerika
Serikat (Bongiovanni, 2001). Jumlah terbesar dan paling tinggi keragamannya ditemukan di Asia
Tropical dan Amerika Utara dan Tengah (Branham, 1998). Penelitian yang dilakukan di Brazil
ditemukan sebanyak 26 spesies kunang-kunang. Dua puluh enam spesies itu termasuk kedalam
genus Cratomorphus, Aspisoma. Photinus, Macrolampis, Bicellonychia, Pyrogaster, Photuris,
Amydetes, Lamprocera dan Lucidota yang ditemui di bagian timur daerah Sao Paulo State.
Spesies-spesies ini teradaptasi di daerah hutan tropis mesofil, berpayau dan areal terbuka. Seperti
Photurinae menyenangi habitat berpayau dan lingkungan lembab (Viviani, 2001). Di Malaysia
ada empat kelompok besar dari kunang-kunang ditemukan di negara ini yaitu Pteroptyx, Luciola,
Colophotia dan Lychnuris (Nallakumar, 2002). Di Indonesia tepatnya Sungai Kecil, Kepulauan
Riau ditemukan dua jenis kunang-kunang. Salah satu 3 dari spesies tersebut termasuk Genus
Pteroptyx sedangkan yang lainnya belum teridentifikasi (Rahayu dan Siong, 2003). Kunang-
kunang dewasa, secara umum ditemui pada habitat yang sama dengan larva. Kebanyakkan
spesies kunang-kunang ditemukan di daerah dengan kelembaban tinggi dan hangat seperti
kolam, sungai, payau, lembah, parit dan padang rumput. Yang mungkin disebabkan kelembaban
di daerah tersebut lebih lama dibanding daerah sekitarnya. Meskipun demikian beberapa spesies
ditemukan di daerah yang sangat kersang dan kering. Di daerah kersang ini dewasa dan larva
dapat dengan mudah/cepat ditemukan setelah hujan (Branham, 1998). Kunang-kunang dewasa
memiliki waktu hidup yang pendek. Informasi tentang jenis makanan kunang-kunang ini belum
jelas. Sebagian informasi mengatakan bahwa kunang-kunang memakan serbuk sari dan nektar
dan hanya makan sedikit atau tidak makan. Di daerah empat musim, selama musim panas
kunang-kunang akan beristirahat di atas pohon atau ranting di tempat yang sejuk dan lembab
sepanjang hari dan akan aktif pada senja hingga tengah malam (Burger, 2005). Kunang-kunang
menghasilkan cahaya dengan beberapa alasan, diantaranya: untuk mencari pasangannya/kawin,
sebagai tanda untuk memperingatkan ada bahaya kepada yang lain dan melindungi diri dari
predator (Branham, 1998; Bongiovanni, 2001). Masing-masing spesies kunang-kunang memiliki
cahaya yang berbeda, yang membedakan mereka berkomunikasi dengan yang lainnya. Warna
yang dihasilkan kehijauan, kuning atau oranye tergantung spesies. Betina akan meletakan telur
sekitar seratus butir atau lebih di tanah, didasar pohon. Telur akan menetas dalam 2-4 minggu
(Smith and Mann, 1945). Kebanyakkan larva kunang-kunang ditemukan di kayu-kayu yang telah
membusuk atau serasah hutan atau di daerah lembab ditepi sungai dan kolam pada malam hari.
Beberapa spesies asia hidup dalam air (sehubungan ditemukanya insang trakeal ) yang hidup di
bawah air. Larva instar tiga sampai instar enam Luciola substiata berenang dan hidup di dalam
air. Kecepatan berenang larva tersebut lebih kurang 0,9 m/jam (Fu et. al., 2005). Larva bersifat
karnifora, memakan serangga lain, siput dan “slug”. Seperti hal larva aquatik dari spesies
Cratomorphus sp2 dan Aspisoma sp2 merupakan pemangsa siput Biomphalaria tenagophila dan
Stenophisa colummella (Viviani, 2003). Larva dari 4 spesies tropical genus Pyractomena bersifa
arboreal, memakan siput arboreal dan pupanya mengantung di bawah daun seperti hal kupu-kupu
chrysalis (Lloyd,1991). Larva akan hidup setara satu atau dua tahun (Smith and Mann, 1945).
BAB II
2.1 IDENTIFIKASI KUNANG - KUNANG
Di bawah ini ada beberapa ciri-ciri kunang-kunang yang dapat kita pelajari:
A. Subfamili Lampyrinae Latreille (1817). Ciri-ciri subfamili Lampyrinae, memiliki bentuk
tubuh pipih memanjang, agak cembung, bagian dorsal tubuh ditumbuhi oleh rambut-rambut
halus, setae atau duri-duri kecil, dengan panjang tubuh 5-20 mm. Perbandingan panjang kepala
dengan lebar kepala adalah 1 atau kurang dari 1. Kepala seluruhnya tertutup oleh pronotum jika
dilihat dari atas. Mata terdiri dari mata majemuk (faset) dengan ommatidium tipe exocone, tanpa
mata tunggal (ocelli), diameter horizontal mata dua kali diameter vertikal mata. Antena 8-15
ruas, panjangnya kurang dari atau bisa mencapai pertengahan prothoraks. Tipe antena yaitu
filiformis, moniliformis, serrate, pectinate, flabellate atau plumosa. Bagian anterolateral
pronotum tidak mengeras. Perbandingan panjang elitra dengan lebar elitra yaitu 2,52-3,37. Elitra
memiliki lubang atau rongga yang membentuk garis vertikal dan panjang elitra melebihi panjang
tubuh. Epipleuron ada, tidak lengkap, atau menyempit. Sayap belakang sudah berkembang, ada
yang tereduksi menjadi pendek dan ada juga yang tidak memiliki sayap belakang. Abdomen
dengan ventrit abdominal 7-8 ruas. Tergit dan sternit ke-7 dipisahkan oleh sutura. Ruas abdomen
terakhir bercahaya, tetapi ada juga tidak menghasilkan cahaya. Lampyrinae tersebar hampir
diseluruh wilayah di dunia, tetapi tidak ditemukan di Australia dan New Zealand. Daerah
biogegografi yaitu Nearctic, Palearctic, Neotropical, Afrotropical, dan Oriental. (Lawrence et al,
2000).
Pyractonema angulata Say (1825). Tanda-tanda: Bentuk tubuh pipih memanjang, bagian tengah
agak melebar. Panjang tubuh jantan 13,25 mm dan lebar tubuh 5,37 mm, sedangkan panjang
tubuh betina 11,87-12,74 mm (12,31±0,62 mm) dan lebar tubuh 4,26-6,89 mm (5,58±1,86 mm).
Perbandingan panjang tubuh dengan lebar tubuh betina 1,85-2,79 (2,32±0,64). Ukuran jantan
lebih kecil dari ukuran betina. Perbandingan panjang kepala dengan lebar kepala kurang dari 1.
Antena 9 ruas, panjangnya mencapai pertengahan prothorak. Panjang antena pada jantan 3,00
mm, sedangkan panjang antena pada betina 3,00-3,12 mm (3,04±0,08 mm). Tipe antena yaitu
serrate. Pronotum berwarna 5 coklat keemasan dengan variasi merah, bagian tengah pronotum
berbentuk segitiga berwarna coklat. Panjang elitra jantan 12,04 mm dan lebar elitra 4,73 mm.
Perbandingan panjang elitra dengan lebar elitra jantan 2,55, sedangkan panjang elitra betina
10,30-11,17 mm (10,74±0,62 mm) dan lebar elitra 3,41-3,50 mm (3,46±0,06 mm). Perbandingan
panjang elitra dan lebar elitra betina 3,02-3,19 (3,11±0,17). Elitra berwarna hitam, lateral coklat
keemasan, permukaan atas elitra ditumbuhi rambut-rambut halus, sedangkan permukan bawah
elitra licin, tidak ditumbuhi rambut. Epipleuron ada. Sayap belakang berwarna hitam, hampir
sama panjang dengan elitra. Abdomen berwarna coklat, ditumbuhi oleh rambut-rambut halusm,
memiliki ventrit abdominal 7 ruas, ruas abdomen bercahaya pada jantan yaitu ruas 6 dan 7
sedangkan ruas abdomen bercahaya pada betina yaitu ruas 5 dan 6. Cahaya yang dipancarkan
berwarna hijau.
B. Subfamili Luciolinae Lacordaire (1857). Ciri-ciri subfamili Luciolinae, memiliki bentuk
tubuh pipih memanjang, terlihat agak cembung, bagian dorsal tubuh ditumbuhi oleh rambut-
rambut halus, setae atau duri-duri kecil, dengan panjang tubuh 4-18 mm. Perbandingan panjang
kepala dengan lebar kepala adalah 1 atau kurang dari 1. Kepala tidak seluruhnya tertutup oleh
pronotum jika dilihat dari atas. Mata terdiri dari mata majemuk (faset) dengan ommatidium tipe
exocone, tanpa mata tunggal (ocelli), diameter horizontal mata dua kali diameter vertikal mata.
Antena berjumlah 11 ruas, panjangnya kurang dari atau bisa mencapai pertengahan prothoraks.
Tipe antena yaitu filiformis atau clavate. Anterolateral pronotum tidak mengeras. Perbandingan
panjang elitra dengan lebar elitra yaitu 2,56-6,54. Elitra memiliki lubang atau rongga yang
membentuk garis vertikal, ada juga kelompok dari subfamili ini yang tidak berongga pada bagian
elitra. Panjang elitra melebihi panjang tubuh. Epipleuron lengkap, tidak menyempit. Sayap
belakang sudah berkembang. Abdomen dengan ventrit abdominal 5-6 ruas. Tergit dan sternit ke-
7 dipisahkan oleh sutura. Luciolinae tersebar di Eropa, Asia, dan Australia. Daerah biogeografi
yaitu Palearktik, Afrotropikal, Oriental, dan Australia (Lawrence et al, 2000).
Curtos costipennis Gorham (1880). Tanda-tanda: Bentuk tubuh oval memanjang. Panjang tubuh
jantan 7,19-10,20 mm (9,41±12,54 mm) dan lebar tubuh 2,27-3,50 mm 6 (2,88±0,50 mm).
Perbandingan panjang tubuh dan lebar tubuh jantan 2,91-3,88 (3,29±0,37), sedangkan panjang
tubuh betina 9,15-12,30 mm (10,72±1,09 mm) dan lebar tubuh 2,45-4,30 mm (3,48±0,66 mm).
Perbandingan panjang tubuh dan lebar tubuh betina 2,76-3,73 (3,12±0,31). Ukuran jantan lebih
kecil dari ukuran betina. Perbandingan panjang kepala dengan lebar kepala kurang dari 1. Antena
11 ruas, panjangnya mencapai pertengahan prothoraks. Panjang antena pada jantan 2,00-2,50
mm (2,23±0,26 mm), sedangkan panjang antena pada betina 1,75-3,08 mm (2,47±0,41 mm).
Tipe antena yaitu filiformis. Pronotum berwarna coklat pucat. Panjang elitra jantan 6,84-9,65
mm (8,24±1,08 mm) dan lebar elitra 1,75-3,25 mm (2,53±0,70 mm). Perbandingan panjang elitra
dan lebar elitra jantan 2,77-4,31 (3,38±0,62) (Lampiran 2), sedangkan panjang elitra betina 9,59-
10,70 mm (9,54±0,84 mm) dan lebar elitra 2,20-3,45 mm (2,95±0,41 mm). Perbandingan
panjang elitra dan lebar elitra betina 2,87-3,70 (3,25±0,32). Elitra berwarna coklat kekuningan,
berongga dan membentuk garis vertikal, permukaan atas elitra ditumbuhi rambut-rambut halus,
sedangkan permukaan bawah elitra licin, tidak ditumbuhi rambut. Sayap belakang berwarna
hitam, hampir sama panjang dengan elitra. Abdomen berwarna coklat, ditumbuhi oleh rambut-
rambut halus, memiliki ventrit abdominal 5 ruas, ruas abdomen bercahaya pada jantan yaitu ruas
4 dan 5 sedangkan ruas abdomen bercahaya pada betina yaitu ruas 4. Cahaya yang dipancarkan
berwarna kuning.
Pteroptyx tener Olivier (1902). Tanda-tanda: Bentuk tubuh oval, gemuk. Panjang tubuh jantan
3,55-5,69 mm (4,32±0,57 mm) dan lebar tubuh 0,94-1,98 mm (1,45±0,29 mm). Perbandingan
panjang tubuh dan lebar tubuh jantan 1,99-5,42 (3,12±0,97). Sedangkan panjang tubuh betina
4,56 mm dan lebar tubuh 1,49 mm. Perbandingan panjang tubuh dengan lebar tubuh betina 3,06.
Ukuran jantan lebih besar dari ukuran betina. Perbandingan panjang kepala dengan lebar kepala
adalah kurang dari 1. Antena 11 ruas, panjangnya tidak mencapai pertengahan prothoraks.
Panjang antena pada jantan 0,38- 2,00 mm (0,86±0,37 mm), sedangkan panjang antena pada
betina 1,12 mm. Tipe antena yaitu filiformis. Pronotum berwarna coklat. Panjang elitra jantan
2,96-3,90 mm (3,52±0,27 mm) dan lebar elitra 0,63-1,08 mm (0,86±0,15 mm). Perbandingan
panjang elitra dengan lebar elitra jantan 3,51-6,33 (4,34±0,82) , sedangkan panjang elitra betina
3,79 mm dan lebar elitra 1,13 mm. 7 Perbandingan panjang elitra dengan lebar elitra betina 3,35
(Lampiran 2.). Pertengahan elitra sampai pangkal sayap berwarna coklat, pertengahan elitra
sampai ujung sayap berwarna hitam, permukaan atas elitra ditumbuhi rambut-rambut halus,
sedangkan permukaan bawah elitra licin, tidak ditumbuhi rambut. Sayap belakang berwarna
hitam lebih pendek dari elitra. Abdomen berwarna coklat, ditumbuhi oleh rambut-rambut halus,
memiliki ventrit abdominal 5 ruas, ruas abdomen bercahaya pada jantan yaitu ruas 4 dan 5
sedangkan ruas abdomen bercahaya pada betina yaitu ruas 4. Cahaya yang dipancarkan berwarna
hijau.
C. Subfamili Ototretinae McDermott (1964). Ciri-ciri subfamili Ototretinae, memiliki bentuk
tubuh pipih memanjang, terlihat agak cembung, bagian dorsal tubuh ditumbuhi oleh rambut-
rambut halus, setae atau duri-duri kecil, dengan panjang tubuh 3-10 mm. Perbandingan panjang
kepala dengan lebar kepala adalah 1 atau kurang dari 1. Kepala tidak seluruhnya tertutup oleh
pronotum jika dilihat dari atas. Mata terdiri dari mata majemuk (faset) dengan ommatidium tipe
exocone, tanpa mata tunggal (ocelli), diameter horizontal mata dua kali diameter vertikal mata.
Antena 11 ruas, panjangnya kurang dari atau bisa mencapai pertengahan prothoraks. Tipe antena
yaitu filiformis, moniliformis, serrate, pectinate, atau flabellate. Bagian anterolateral pronotum
tidak mengeras. Perbandingan panjang elitra dengan lebar elitra yaitu 2,52-6,11. Elitra memiliki
lubang atau rongga yang membentuk garis vertikal, ukuran elitra ada yang lebih panjang dan ada
yang lebih pendek dari ukuran tubuh. Epipleuron tidak ada atau tidak lengkap. Sayap belakang
sudah berkembang, ada yang tereduksi menjadi pendek dan ada juga yang tidak memiliki sayap
belakang. Abdomen dengan ventrit abdominal 5-7 ruas. Tergit dan sternit ke-7 dipisahkan oleh
sutura. Ruas abdomen terakhir bercahaya. Subfamili Ototretinae ditemukan di Amerika dan
daerah Oriental seperti Jepang dan China, kemudian menyebar ke India, dan Asia Tenggara
(Lawrence et al, 2000).
Ototretinae sp. Tanda-tanda: Bentuk tubuh pipih memanjang. Panjang tubuh jantan 4,13-7,20
mm (4,84±4,49 mm) dan lebar tubuh 1,12-1,95 mm (1,41±0,21 mm). Perbandingan panjang
tubuh dan lebar tubuh jantan 2,71-4,28 (3,45±0,50), sedangkan panjang tubuh betina 5,12-6,60
mm (5,80±0,74 mm) dan lebar tubuh 1,93-2,25 mm 8 (2,14±0,18 mm). Perbandingan panjang
tubuh dan lebar tubuh betina 2,55-2,93 (2,71±0,20). Ukuran jantan lebih besar dari ukuran
betina. Antena 11 ruas, panjangnya tidak mencapai pertengahan prothoraks. Panjang antena pada
jantan 0,50-1,45 mm (0,90±0,26 mm), sedangkan panjang antena pada betina 0,75-1,12 mm
(0,96±0,19 mm). Tipe antena yaitu moniliformis. Pronotum berwarna hitam. Panjang elitra
melebihi panjang tubuh. Panjang elitra jantan 3,25-6,40 mm (4,28±0,98 mm) dan lebar elitra
0,65-1,45 mm (0,94±0,24 mm). Perbandingan panjang elitra dengan lebar elitra jantan 3,70-5,61
(4,60±0,74), sedangkan panjang elitra betina 4,50-4,71 mm (4,62±0,11 mm) dan lebar elitra
1,07-1,25 mm (2,58±0,09 mm). Perbandingan panjang elitra dan lebar elitra betina 3,73-4,40
(4,09±0,34). Elitra berwarna hitam, permukaan atas elitra ditumbuhi rambut-rambut halus,
sedangkan permukaan bawah elitra licin, tidak ditumbuhi rambut. Epipleuron ada. Sayap
belakang berwarna hitam lebih pendek dari elitra. Abdomen berwarna hitam, ditumbuhi oleh
rambut-rambut halus, memiliki ventrit abdominal 5 ruas, ruas abdomen bercahaya pada jantan
yaitu ruas 4 dan 5 sedangkan ruas abdomen bercahaya pada betina yaitu ruas 4. Cahaya yang
dipancarkan berwarna hijau. Llyod (1991) melaporkan di Florida bahwa kelompok Ototretinae
pada umumnya aktif pada bulan Maret-April. Kunang-kunang Ototretinae sp. mirip dengan
kunang-kunang Phausis reticulata yang memiliki tubuh kecil, dan panjangnya 3,00-8,50 mm.
Warna tubuh hitam, disebut “tiny black firefly”. Di Amerika dikenal dengan nama “blue ghost”
karena memancarkan cahaya berwarna hijau, ditemukan di Eropa, Amerika (Mayor, 2006), dan
Asia (Babu, 2002). Jenis lainnya yang juga mirip dengan kunang-kunang Ototretinae sp. yaitu
Lamprohiza splendidula yang memiliki warna tubuh hitam, antena moniliformis, tetapi ukuran
sayap ada yang lebih panjang dan ada yang lebih pendek dari ukuran tubuh. Jenis ini ditemukan
di Jepang (Ohba , 1997).
2.2 ASAL USUL CAHAYA KUNANG – KUNANG
Kunang-kunang adalah serangga dari keluarga Lampiridae, hewan yang menghasilkan cahaya.
Cahaya dari kunang-kunang dikeluarkan oleh organ khusus yang tersusun atas sel-sel penghasil
cahaya yang disebut fotosit. Organ ini terletak pada ruas keempat atau kelima dari tubuhnya.
Berdasarkan siklus hidupnya, kunang-kunang merupakan salah satu hewan yang mengalami
metamorfosis sempurna (holometabolism).
Source picture: http://bioteaching.files.wordpress.com/2012/01/lifecycle.jpg
Darimana cahaya kunang-kunang berasal? Kerlipan cahaya kunang-kunang merupakan hasil
reaksi kimia yang melibatkan zat kimia bernama luciferin yang dihasilkan sel-sel penghasil
cahaya. Melalui serangkaian tahapan reaksi kimia, luciferin dengan bantuan enzim luciferase dan
beberapa zat tertentu bereaksi membentuk sejumlah zat kimia baru dengan melepaskan hampir
100% energi dalam bentuk cahaya. Berbeda dengan lampu pijar temuan Edison ataupun bola
lampu gas yang banyak dipakai saat ini, sangat sedikit sekali energi yang terbuang sebagai panas
dalam tubuh kunang-kunang. Ini merupakan fenomena yang unik dimana energi cahaya dari
suatu benda tidak berubah menjadi energi panas. Bayangkan jika cahaya kunang-kunang panas
seperti cahaya lampu pijar, kunang-kunang akan terbakar dan mati oleh cahayanya sendiri.
Source picture: http://mitochondrialdiseases.org/wp-content/uploads/2012/08/firefly-research-
graphic.jpg
Kunang-kunang tidak memancarkan cahayanya secara terus-menerus, melainkan berkerlap-
kerlip atau bergantian antara menyala dan padam. Ini berarti ada “saklar” di dalam tubuh
kunang-kunang. Beberapa tahun lalu, Barry Trimmer dan timnya dari Tufts Univeristy, Amerika
Serikat, mempublikasikan temuan mengenai saklar kunang-kunang.
“Kita telah mengetahui aspek kimia yang menjadikan kunang-kunang bercahaya, tapi kini kami
mendapatkan jawaban dari teka-teki yang selama ini tak terjawab yang menjelaskan bagaimana
mereka mampu menghidupkan dan mematikan saklarnya.” (Barry Trimmer dalam BBC News,
SciTech, 28 Juni 2001)
Saklar berukuran molekul ini ternyata adalah zat kimia Nitrogen Oksida (NO) yang dihasilkan
dari dalam tubuh kunang-kunang. Dalam penelitian tersebut, kunang-kunang yang ditempatkan
di dalam kotak kecil tertutup dan diberi zat NO ternyata memancarkan cahaya terus-menerus.
NO juga dihasilkan dalam tubuh manusia. NO dalam tubuh manusia berperan menjaga tekanan
darah dengan melebarkan pembuluh darah, membantu sistem kekebalan tubuh dalam memerangi
mikroorganisme patogen (penyebab penyakit), serta menghantarkan sinyal-sinyal antarsel saraf
otak.
Teknologi Pemanfaatan Kunang-Kunang
Cahaya kunang-kunang dipakai dalam teknologi pendeteksian makhluk hidup berukuran sangat
kecil (mikroorganisme) yang bersifat patogen (penyebab penyakit) seperti E. coli ata Legionella.
E. coli adalah bakteri yang secara alami ada dalam usus besar manusia yang membantu
pembentukan vitamin K. Meski bermanfaat bagi manusia, dalam jumlah berlebihan E. coli justru
menyebabkan gangguan pencernaan, seperti diare. Sementara Legionella merupakan bakteri
penyebab penyakit paru-paru (sejenis pneumonia) dengan tingkat kematian penderita mencapai
5-15%. Para pakar dari Biotrace Internasional berhasil membuat suatu alat untuk mendeteksi
keberadaan mikroorganisme tersebut dengan memanfaatkan enzim luciferase kunang-kunang.
Enzim luciferase akan menghasilkan cahaya ketika mengenai kedua bakteri tersebut. Jumlah
bakteri ditentukan berdasarkan kekuatan cahaya yang dihasilkan. Penggunaan alat ini telah
merambah industri makanan, dan sekitar 15 juta paket alat tersebut telah terjual, seperti yang
diberitakan BBC News, 9 Mei 2003.
https://ipahollic.wordpress.com/2014/03/21/keajaiban-penciptaan-kunang-kunang-bercahaya-
tanpa-kepanasan/#more-138
Kunang – kunang dikenal sebagai makhluk bercahaya dingin karena serangga ini mempunyai
kemampuan mengeluarkan cahaya yang dapat terlihat jelas pada malam hari. Sekarang ini jarang
sekali menjumpai binatang bercahaya ini apalagi di kota-kota besar. Disini akan dibahas lebih
jauh dalam mengenal ciri dari kunang-kunang secara spesifik dengan mengetahui karakteristik
kehidupannya.
Photuris lucicrescens merupakan satu dari sekitar 2000 spesies kunang-kunang yang tersebar di
daerah tropis di seluruh dunia. Photuris lucicrescens termasuk dalam famili Lampyridae dari
ordo Coeloptera. Kunang-kunang merupakan hewan yang tergolong dalam kelas Insecta.
Kunang-kunang mempunyai kemampuan menghasilkan cahaya dalam tubuhnya untuk bertahan
hidup dan bereproduksi secara efektif di lingkungannya.
Serangga ini termasuk dalam filum Arthropoda. Kunang-kunang merupakan hewan triploblastik
selomata, artinya hewan ini sudah memiliki selom atau rongga tubuh yang sebenarnya. Hewan
ini tergolong organisme multiseluler, yaitu terdiri atas banyak sel.
Serangga ini sudah mempunyai alat-alat pernapasan, pencernaan, transportasi, maupun ekskresi
yang cukup lengkap. Alat pernapasan pada kunang-kunang berupa sistem trakea. Trakea atau
tabung udara, berhubungan dengan lubang kecil (stigma / spirakel) yang terdapat pada
permukaan tubuh dan berguna untuk keluar masuknya udara pernapasan Alat pencernaannya
mulai dari mulut sampai anus, yang terdiri atas mulut, kerongkongan, tembolok, perut otot
daging, usus, rektum, dan anus. Alat transportasi pada kunang-kunang ini berupa peredaran
darah terbuka, artinya darah tidak selalu beredar pada pembuluh darah. Darah pada kunang-
kunang tidak berwarna (jernih) karena tidak mengandung pigmen respirasi baik hemoglobin
maupun hemosianin. Sehingga darahnya berfungsi untuk mengangkut sari makanan dan bukan
untuk mengangkut gas pernapasan. Pada alat ekskresi kunang-kunang ini berupa tabung-tabung
halus yang disebut tubulus Malpighi (buluh Malpighi). Cairan tubuh yang mengandung zat-zat
metabolisme akan masuk ke dalam buluh tersebut. Sementara di dalam buluh, zat-zat yang masih
diperlukan dan air akan dikembalikan ke dalam cairan tubuh. Ekskret terakhir akan dibuang
keluar tubuh bersama-sama dengan feses.
Kunang-kunang merupakan serangga yang mampu menghasilkan cahaya dalam tubuhnya.
Cahaya pada tubuh kunang-kunang ini berfungsi untuk memberi peringatan tanda bahaya. Ini
merupakan salah satu daya tanggap (respon) kunang-kunang terhadap bahaya. Ketika dalam
bentuk larva, kunang-kunang ini sudah mampu untuk menghasilkan cahaya dalam tubuhnya
sebagai tanda peringatan agar hewan lain yang akan memangsanya untuk tidak mendekat.
Karena jika dimakan akan terasa pahit. Hal ini disebabkan oleh zat pemicu pembentukan cahaya
pada kunang-kunang yang berasa pahit. Cahaya ini merupakan ‘sinar dingin’ yang tidak
meengandung ultraviolet maupun inframerah dan mempunyai panjang gelombang 510 sampai
670 nanometer dengan warna merah pucat, kuning, atau hijau dengan efesiensi sinar sampai
96%.
Jenis kelamin pada kunang-kunang ini merupakan gonokoristik, yaitu jenis kelaminnya sudah
terpisah yang berarti ada individu yang betina dan ada individu yang jantan. Reproduksi
seksualnya, yaitu oogami dan partenogenesis.
Dalam adaptasinya dengan lingungan, kunang-kunag yang mampu menghasilkan cahaya pada
tubuhnya dengan baik dan terang yang akan mempunyai kemungkinan paling besar untuk
mampu bertahan hidup dan bereproduksi.
Pada struktur tubuh, seluruh permukaannya tertutup oleh zat kitin yang bersifat kaku dan
berguna sebagai kerangka luar tubuh (eksoskeleton). Tubuh pada kunang-kunang merupakan
simetri bilateral dan bersegmen, yaitu segmentasi metamerik tetapi hanya pada bagian luarnya
saja, tidak sampai pada alat-alat dalam. Larva berbentuk seperti cacing. Tubuh pada kunang-
kunang dewasa dapat dibedakan menjadi tiga bagian :
1. Kepala
Pada kepala tersusun dari satu segmen, terdapat :
1. Mata majemuk (faset) dan mata tunggal (oselus)
2. Antenna yang berfungsi untuk menerima rangsang bau (reseptor)
3. Rahang atas (mandibula) dan rahang bawah (maksila), istilah ‘rahang atas’ dan ‘rahang
bawah’ hanya berlaku untuk kelompok Arthropoda.
Saraf berupa sistem atau susunan saraf tangga tali yang terdiri atas saraf ganda yang terletak di
bawah saluran pencernaan dan berhubungan dengan ganglion otak. Alat indera yang berkembang
baik adalah mata dan reseptor pada antena, alat indera lain berupa alat pendengaran
(Tympanum). Alat mulut untuk menggigit.
2. Dada
Pada dada tersusun dari tiga segmen. Masing-masing segmen terdapat sepasang kaki, pada
segmen kedua dan ketiga terdapat dua pasang sayap. Dua pasang sayap, yang depan tebal dan
keras mengandung zat tanduk dan disebut dengan elitra, sedangkan yang belakang tipis.
3. Perut
Pada perut terdiri atas enam sampai sebelas segemen. Pada segmen satu terdapat alat
pendengaran (Tympanum).
Pada bagian belakang (posterior) terdapat anus dan khusus pada yang betina terdapat ovipositor
yang berguna untuk membantu meletakkan telur – telurnya.
Pergerakan pada kunang – kunang ini dapat dilakukan dengan kaki dan sayap. Kunang – kunang
termasuk dalam kelas Insecta. Insecta disebut pula dengan Hexapoda (hewan berkaki enam).
Kaki pada kunang – kunang terdapat pada bagian dada di segmen kedua dan ketiga yang terdiri
dari dua pasang sayap. Dua pasang sayap, yang depan tebal dan keras mengandung zat tanduk
yang disebut elitra,sedangkan yang belakang tipis. Hanya kunang – kunang jantan yang
mempunyai sayap, sementara para betina melekat didedaunan dan tanah.
Pada perkembangannya, kunang – kunang merupakan metamorfosis sempurna. Pada masa
kawin, kunang – kunang akan saling menarik perhatian pasangan dengan cahaya mereka. Setelah
terjadi perkawinan kunang – kunang betina akan bertelur. Kemudian kunang – kunang betina
akan meletakkan telur – telurnya di bawah permukaan tanah. Setelah itu, telur – telur tersebut
menetas menjadi larva setelah tiga sampai empat minggu dan akan terus diberi makan hingga
musim panas berakhir. Setelah kira – kira satu sampai dua minggu dari berakhirnya musim
panas, larva tersebut berubah menjadi pupa, kemudian berubah menjadi kunang kunang dewasa.
Semua itu merupakan karakteristik kehidupan pada kunag – kunang. Kunang – kunang
merupakan serangga kecil yang memiliki karakteristik kehidupan yang kompleks. Kunang –
kunang mempunyai keistimewaan yang masih menyimpan misteri bagi para peniliti maupun
ilmuwan hingga saat ini, yaitu sinar dingin yang dihasilkan pada tubuh kunang – kunang bahkan
sejak dalam bentuk larva
Jadi, Kunang-kunang memancarkan cahaya pada bagian belakang tubuhnya sebagai alat
komunikasi, cara yang menyerupai sandi morse. Kunang-kunang jantan menyalakan dan
memadamkan cahayanya untuk mengirim pesan kepada sang betina. Pesan ini berisi kode
tertentu. Dan kunang-kunang betina menggunakan kode yang sama untuk mengirim pesan
balasan kepada sang jantan. Sebagai hasil dari pesan timbal-balik ini, sang jantan dan betina
mendekat satu sama lain. Cahaya yang dipancarkan kunang-kunang berwarna kuning terang dan
pancaran sinarnya senantiasa berkedip. Di dalam kegelapan, serangga ini memancarkan sinarnya
secara bergantian sehingga terlihat indah seperti bintang gemerlap di langit. Apa yang terjadi di
dalam tubuh serangga ini dan proses biokimia seperti apa yang terjadi?
Kunang-kunang mengumpulkan sejumlah ATP dan energi oksidatif hasil metabolisme melalui
serangkaian reaksi untuk diubah menjadi energi cahaya. William McElroy dan koleganya, para
ilmuan dari Universitas John Hopkins, mengumpulkan beberapa kunang-kunang di sekitar
Baltimor dan berhasil mengisolasi komponen senyawa biokimia utama yang berperan dalam
pemancaran sinar pada kunang-kunang. Senyawa tersebut adalah lusiferin, suatu senyawa
kompleks asam karboksilat, dan lusiferase, suatu enzim oksidasi. Proses pembentukan cahaya
diawali dengan pengaktifan lusiferin melalui reaksi enzimatik oleh ATP menghasilkan lusiferil
adenilat. Senyawa ini kemudian bereaksi dengan oksigen dan dikatalisis oleh enzim lusiferase
menyebabkan reaksi dekarboksilasi oksidatif lusiferin menghasilkan oksilusiferin. Reaksi ini,
dengan tahapan-tahapan antaranya diikuti dengan pelepasan cahaya (Gambar 2). Warna sinar
yang dibebaskan sangat unik berdasarkan sepses kunang-kunang dan tergantung struktur
lusiferase. Lusiferin selanjutnya dibentuk kembali dari oksilusiferin.
https://kangipul.wordpress.com/2009/04/13/bioluminesen-pada-kunang-kunang-transfer-energi-
menjadi-cahaya/