biogas purification of hydrogen sulphide using naoh cuso4 in packed column continually
TRANSCRIPT
PROPOSAL PENELITIAN
PEMURNIAN BIOGAS DARI KANDUNGAN HIDROGEN SULFIDA (H2S)
DENGAN METODE ABSORPSI KIMIA
Oleh :
1. Kusuma Aditya L2C008134
2. Pricilia Melisa L2C008144
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2011
ii
Halaman Pengesahan
Proposal Penelitian
Nama /NIM : Kusuma Aditya /L2C008134
Nama /NIM : Pricilia Melisa /L2C008144
Judul Penelitian : Pemurnian Biogas dari Hidrogen Sulfida (H2S) dengan
Metode Absorbsi Kimia
Dosen Pembimbing : Ir. Agus Hadiarto, M.T
Semarang, Juli 2011
Telah menyetujui
Dosen Pembimbing
Ir. Agus Hadiyarto, M.T
NIP. 19550821 198303 1 002
iii
RINGKASAN
Harga minyak bumi yang terus melambung tinggi memaksa terus
dilakukannya upaya pencarian dan penelitian sumber energi alternatif baru.Hal
ini pun juga terjadi di Indonesia. Cadangan minyak yang semakin sedikit
Diperkirakan akan habis dalam dua dekade mendatang apabila terus dikonsumsi
tanpa ditemukannya cadangan minyak baru. Salah satu sumber energi alternatif
yang paling menjanjikan adalah biogas. Hal ini dikarenakan bahan baku yang
dapat diperbaharui dan tersedia melimpah. Akan tetapi kandungan H2S yang
cukup besar dapat berpotensi mencemari lingkungan sehingga biogas perlu
dimurnikan terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan bakar. Penelitian
sebelumnya mengenai pemurnian biogas dari kandungan H2S menggunakan
larutan CuSO4 menemui kendala dalam hal regenerasi absorben dan penggunaan
kembali sulfur yang dipisahkan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
menggunakan penyerap Ferri dimana penyerap dapat diregenerasi dan sulfur
yang terpisahkan berwujud padatan. Paremeter operasi yang akan dipelajari
adalah perbedaan laju alir dan jenis penyerap serta pengaruhnya terhadap yield
H2S. Operasi pemurnian biogas ini meliputi pembuatan biogas, analisa
kandungan biogas sebelum dan sesudah diabsorpsi, preparasi penyerap, operasi
absorbsi H2S dan regenerasi penyerap. Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam)
bulan dengan beberapa tahapan yang dimulai dengan studi pustaka, pencarian
dan preparasi bahan, percobaan pendahuluan, pengamatan pengaruh variabel
proses serta pembuatan laporan hasil penelitian.
iv
SUMMARY
The price of oil continues to bounce higher forces continue to undertake
efforts to search and research new alternative energy sources. this also has
happened in Indonesia. Oil reserve is estimated that fewer and fewer will be
exhausted within the next two decades if it continues to be consumed without the
discovery of new oil reserves. One source of the most promising alternative
energy is biogas. This is because the raw materials that can be updated and
available in abundance. However, a substantial content of H2S can potentially
pollute the environment so that the biogas needs to be purified before use as fuel.
Previous research about the purification of biogas from the content of H2S using
CuSO4 solution meet the constraints in terms of regenerating the absorbent and
reusing the separated sulfur. Therefore, in this study using absorbent Ferri where
the absorbent can be regenerated and sulfur are separated in solids. Operating
parameter to be studied is the difference in flow rate, type of absorbent and its
influence on yield H2S. Biogas purification operations include the manufacture of
biogas, biogas analysis before and after the contents are absorbed, the absorbent
preparation, operation and absorbent regeneration of H2S absorption. This
research is conducted for six months with several stages that begin with the
literature study, search and preparation materials, a preliminary experiment,
observation variables influence the process and making research reports.
v
PRAKATA
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan berkat dan anugerahNya, maka kami dapat menyelesaikan proposal
penelitian dengan judul “Pemurnian Biogas dari Kandungan Hidrogen Sulfida
(H2S) dengan Metode Absorpsi Kimia”.
Proposal Penelitian merupakan mata kuliah wajib di Teknik Kimia
Universitas Diponegoro dengan bobot 1 SKS. Proposal penelitian merupakan
tahap awal mahasiswa sebelum melakukan penelitian. Mahasiswa diharapkan
mampu menyusun proposal penelitian sesuai dengan kaidah usulan penelitian.
Saran, bantuan, dan bimbingan senantiasa datang secara moril maupun
materiil, secara langsung maupun tidak langsung selama penyusunan proposal
penelitian. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini kami mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Ir. Abdullah, M.S., Ph.D. selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia Universitas
Diponegoro
2. Ir. Agus Hadiyarto, M.T selaku Dosen Pembimbing Penelitian
3. Semua pihak yang telah membantu menyusun proposal penelitian.
Kami menyadari adanya keterbatasan kemampuan dan pengetahuan dalam
menyusun proposal penelitian ini. Kritik dan saran yang membangun senantiasa
kami harapkan untuk perbaikan dan pengembangan di masa mendatang.
Besar harapan kami, semoga proposal penelitian ini dapat bermanfaat bagi
kami khususnya dan pembaca sekalian pada umumnya.
Semarang, Juli 2011
Penyusun
vi
DAFTAR ISI
Halaman Judul .................................................................................................. i
Halaman Pengesahan ....................................................................................... ii
Ringkasan ......................................................................................................... iii
Summary .......................................................................................................... iv
Prakata .............................................................................................................. v
Daftar Isi........................................................................................................... vi
Daftar Tabel ..................................................................................................... vii
Daftar Gambar .................................................................................................. viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ............................................................................ 3
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Biogas ................................................................................................ 5
II.1.1. Pembuatan Biogas ................................................................... 5
II.1. 2. Komposisi Biogas .................................................................. 7
II.2. Gas Hidrogen Sulfida (H2S) .............................................................. 8
II.2.1. Sifat Fisik dan Kimia Gas H2S ................................................ 9
II.2.2. Karakteristik gas H2S .............................................................. 9
II.2.3. Efek Fisik gas H2S terhadap Manusia ..................................... 9
II.3. Absorbsi............................................................................................. 11
II.3. 1. Absorbsi Fisik ........................................................................ 12
II.3. 2. Absorbsi dengan Reaksi Kimia .............................................. 13
BAB III METODE PENELITIAN
III.1. Bahan Penelitian .............................................................................. 15
III.2. Alat yang dipakai ............................................................................. 15
III.3. Rancangan Penelitian ....................................................................... 16
III.3.1. Variabel Operasi .................................................................... 16
III.3.2. Respon.................................................................................... 17
III.4. Prosedur Penelitian .......................................................................... 17
III.5. Analisa Hasil dan Data ..................................................................... 19
III.6. Jadwal Penelitian…………………………………………………...19
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Produksi biogas dan potensi energi yang dapat dihasilkan....................5
Tabel 2.2. Berbagai Macam Bakteri penghasil Metana dan Substratnya...............6
Tabel 2.3. Komponen Utama Biogas......................................................................7
Tabel 2.4. Kesetaraan biogas..................................................................................8
Tabel 2.5. Tingkat konsentrasi H2S dan efek fisik gas H2S…………………..….9
Tabel 3.1 Rancangan factorial design 2 level penelitian absorpsi kandungan
H2S dalam biogas…………………………………………………..….18
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Teori lapisan dua film........................................................................12
Gambar 2.2. Penyerapan H2S dengan reaksi kimia dengan katalis Fe3+
EDTA.....14
Gambar 3.1. Alat pemurnian Biogas……………………………………………..16
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Beberapa tahun terakhir ini energi merupakan persoalan yang krusial
didunia. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan
populasi penduduk dan menipisnya sumber cadangan minyak dunia serta
permasalahan emisi dari bahan bakar fosil memberikan tekanan kepada setiap
negara untuk segera memproduksi dan menggunakan energi terbaharukan.
Peningkatan harga minyak dunia hingga mencapai 100 U$ per barel juga menjadi
alasan yang serius yang menimpa banyak negara di dunia terutama Indonesia.
Lonjakan harga minyak dunia akan memberikan dampak yang besar bagi
pembangunan bangsa Indonesia. Konsumsi BBM yang mencapai 1,3 juta/barel
tidak seimbang dengan produksinya yang nilainya sekitar 1 juta/barel sehingga
terdapat defisit yang harus dipenuhi melalui impor(Arief, 2010). Menurut data
ESDM (2006) cadangan minyak Indonesia hanya tersisa sekitar 9 milliar barel.
Diperkirakan cadangan minyak ini akan habis dalam dua dekade mendatang
apabila terus dikonsumsi tanpa ditemukannya cadangan minyak baru. Untuk
mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak pemerintah telah
menerbitkan Peraturan presiden republik Indonesia nomor 5 tahun 2006 tentang
kebijakan energi nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai
pengganti bahan bakar minyak. Kebijakan tersebut menekankan pada sumber
daya yang dapat diperbaharui sebagai altenatif pengganti.
Biogas merupakan salah satu bahan bakar non fosil bersifat renewable
(dapat diperbaharui) yang dapat dijadikan bioenergi alternatif. Biogas
diperoleh dari proses fermentasi biomassa yang mengandung karbohidrat dengan
bantuan mikroorganisme. Biogas sangat potensial sebagai bahan bakar karena
kandungan metana yang tinggi yaitu sekitar 55-65% (Kismurtono, 2011). Biogas
juga sudah mulai dikembangkan dan dimanfaatkan oleh beberapa industri sebagai
bahan bakar alternatif pengganti minyak. Kandungan biogas tidak hanya CH4 dan
2
CO2, Biogas juga mengandung H2S yang tinggi sekitar 10-40 ppmv yang
berpotensi mencemari lingkungan(Mary Elisabeth, 2010) sehingga biogas perlu
dimurnikan terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan bakar.
Secara umum, upaya penghilangan (pengurangan) H2S dari biogas telah
banyak dilakukan, salah satunya dengan menggunakan metode absorpsi. Untuk
absorbsi secara fisika maupun kimia, efektif untuk laju alir gas yang rendah
dimana biogas dioperasikan pada keadaan normal. Absorben yang biasa
digunakan untuk penyerapan dengan metode absorpsi kimia adalah H2S adalah
NaOH (N. Tippayawong, 2010), dan CuSO4(H. Ter Maat dkk, 2006). Penyerapan
dengan absorben tersebut memang tidak memerlukan biaya operasi yang tinggi
dalam skala kecil akan tetapi absorben tersebut tidak bisa di regenerasi dan juga
sulfur yang terpisahkan dari biogas tidak bisa dimanfaatkan kembali. Hal tersebut
sangatlah krusial dikarenakan residu yang dibuang dapat mencemari lingkungan.
Penelitian penelitian terus dikembangkan untuk mengatasi masalah tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Frare, dkk (2005) yaitu menentukan rasio optimum
laju alir cairan dan gas. Laju alir larutan katalis yang digunakan bervariasi dengan
rentang 22-250 mL/min dan laju alir biogas yang digunakan konstan 265 mL/min.
Pada run pertama dan kedua digunakan laju alir sebesar 22 mL/min dan 48
mL/min. Setelah 15 menit diamati H2S yang keluar dari kolom mulai terlihat ini
dikarenakan deaktivasi katalis. Pada run ketiga, empat , dan kelima digunakan laju
alir 61, 70, 80 mL/min dan H2S mulai terjadi deaktivasi katalis pada menit ke-35.
Pada run keenam digunakan laju alir sebesar 122 mL/min dan tidak terjadi
deaktivasi katalis. Dan dari penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa L/G
optimum adalah 0,46.
Penelitian yang dilakukan oleh Horikawa,dkk (2004) yaitu membandingkan
penyerapan H2S menggunakan larutan katalis FeEDTA dengan penyerapan
menggunakan air murni. Pada percobaan pertama dilakukan secara batch untuk
mengetahui deaktivasi katalis. Laju alir gas yang digunakan sebesar 1000 mL/min
dan tekanan biogas sebesar 2,2 kgf/cm2. Dari hasil percobaan terlihat larutan
katalis kehilangan effisiensi setelah menit ke-4 dan deaktivasi terjadi setelah
menit ke-35. Estimasi laju alir larutan katalis sebesar 83 dan 68 mL/min.
3
Pada percobaan selanjutnya dibandingkan laju alir cairan dan H2S yang
terpisahkan. Dan hasilnya adalah laju alir 83,61 mL/min lebih baik dalam
menghilangkan gas H2S. Pada percobaan membandingkan tekanan biogas dengan
H2S yang terpisahkan. Tekanan yang digunakan adalah 2,2 kgf/cm2 dan 1,2
kgf/cm2. Dari hasil terlihat bahwa tekanan 1,2 kgf/cm
2 lebih dapat menghilangkan
H2S lebih banyak. Pada percobaan dilakukan penyerapan CO2 dan H2S dengan air
murni dan telihat bahwa H2S lebih banyak terserap dari pada CO2. Percobaan
membandingkan penyerapan H2S dengan menggunakan air dan larutan FeEDTA
dengan laju alir gas sebesar 1000 mL/min, tekanan 2,2 kgf/cm2, laju alir air 88
mL/min, laju alir larutan katalis sebesar 83 mL/min. Dari hasil didapat bahwa
larutan katalis lebih baik dalam menghilangkan H2S dalam biogas. Dengan
berlandaskan penelitian terdahulu diatas, maka dibuatlah penelitian pemurnian
biogas dari kandungan Hidrogen Sulfida dengan menggunakan garam garam ferri
sebagai penyerap.
I. 2 Rumusan Masalah
Krisis energi yang terjadi saat ini, menuntut adanya inovasi dalam mencari
sumber energi terbarukan. Salah satu sumber energi terbarukan yaitu biogas.
Kendala dalam mengaplikasikan biogas sebagai bahan bakar non fosil adalah
tingginya kandungan gas H2S dalam biogas yang dapat mencemari lingkungan
sehingga diperlukan proses pemurnian. Banyak penelitian yang dilakukan untuk
penyerapan H2S secara kimia salah satunya dengan menggunakan metode
absorpsi. Metode absorpsi dinilai efektif untuk laju alir gas yang rendah dimana
biogas dioperasikan pada kondisi normal (W. Hadi, 2010). Absorben yang biasa
digunakan adalah NaOH, CuSO4, dan Hidrogen bertekanan namun, residu dengan
kandungan sulfur tidak bisa dimanfaatkan kembali sehingga dapat mencemari
lingkungan. Dimungkinkan untuk menyerap H2S dengan absorben garam-garam
ferri yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan tersebut sehingga diperlukan
penelitian lebih lanjut.
4
I. 3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian pemurnian biogas dari kandungan Hidrogen Sulfida (H2S)
dengan Teori Absorpsi Kimia ini adalah sebagai berikut :
1. Mempelajari pengaruh laju alir penyerap terhadap yield H2S.
2. Mempelajari pengaruh jenis penyerap Fe-EDTA dan FeCl3 terhadap yield
H2S.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Biogas
Biogas merupakan gas yang dihasilkan secara fermentasi anaerob dari bahan
organik dengan bantuan bakteri. Bahan yang dapat digunakan sebagai bahan baku
pembuatan biogas yaitu bahan biodegradable seperti biomassa (bahan organik
bukan fosil), kotoran, sampah padat hasil aktivitas perkotaan dan lain-lain. Tetapi,
biogas biasanya dibuat dari kotoran ternak seperti kerbau, sapi, kambing, kuda
dan lain – lain. Tabel 2.1. berikut menunjukkan produksi biogas dan potensi
energi yang dihasilkan dari berbagai sumber.
Tabel 2.1. Produksi biogas dan potensi energi yang dapat dihasilkan
Bahan Biogas yield
(m3/ton bahan)
Jumlah energi
(MJ/m3 biogas)
Kotoran sapi 25 23-25
Kotoran ayam 90-150 23-27
Limbah makanan 46 21-25
Sumber : Ken Dann, 2000
Kandungan yang terdapat biogas adalah gas metana (CH4),gas karbon dioksida
(CO2), gas hidrogen (H2), gas nitrogen (N2), gas karbon monoksida (CO) dan gas
hidrogen sulfida (H2S). Gas dalam biogas yang dapat berperan sebagai bahan
bakar yaitu gas metana (CH4), gas hidrogen (H2) dan gas CO (Price dan
Cheremisinoff, 1981).
II.1.1. Pembuatan Biogas
Proses pembuatan biogas dilakukan secara fermentasi yaitu proses
terbentuknya gas metana dalam kondisi anaerob dengan bantuan bakteri anaerob
di dalam suatu digester sehingga akan dihasilkan gas metana (CH4) dan gas
lainnya seperti gas karbon dioksida (CO2), gas hidrogen (H2), gas nitrogen (N2)
dan asam sulfida (H2S). Pada proses pembentukan biogas dengan bahan yang
banyak mengandung selulosa seperti kotoran sapi, tahap pertama adalah tahap
6
hidrolisa/pelarutan dimana selulosa diubah menjadi glukosa, tetapi pembuatan
biogas menggunakan vinase yang lebih banyak mengandung glukosa, reaksi
kimia pembentukan biogas terdapat dua tahap, yaitu:
1. Reaksi Asidogenik / Tahap pengasaman
Pada tahap ini, bakteri asam menghasilkan asam asetat dalam suasana
anaerob. Tahap ini berlangsung pada suhu 25o C di digester (Price dan
Cheremisinoff, 1981). Reaksi:
a) n (C6H12O6) 2n (C2H5OH) + 2n CO2 + kalor
glukosa etanol karbondioksida
b) 2n (C2H5OH) + n CO2 2n (CH3COOH) + n CH4
etanol karbondioksida asam asetat metana
2. Reaksi Metanogenik / Tahap gasifikasi
2n (CH3COOH) 2n CH4(g) + 2n CO2
asam asetat gas metana gas karbondioksida
Pada tahap ini, bakteri metana membentuk gas metana secara perlahan secara
anaerob. Proses ini berlangsung selama 14 hari dengan suhu 25o C di dalam
digester. Pada proses ini akan dihasilkan 70% CH4, 30 % CO2, sedikit H2 dan
H2S (Price dan Cheremisinoff, 1981). Berbagai jenis bakteri yang digunakan
untuk menghasilkan gas metana ditunjukkan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Berbagai Macam Bakteri Penghasil Metana dan Substratnya
Bakteri Substrat Produk
Methanobacterium
formicum
CO
H2 + CO2
Formate
CH4
Methanobacterium mobilis H2 + CO2
Formate CH4
Methanobacterium
propionicum
Propionate CO2 + Acetate
7
Bakteri Substrat Produk
Methanobacterium
ruminantium
Formate
H2 + CO2 CH4
Methanobacterium
sohngenii Acetate butyrate CH4 + CO2
Methanobacterium
suboxydans Caproate dan butyrate Propionate dan Acetate
Methanococcus mazei Acetate dan Butyrate CH4 + CO2
Methanobacterium vannielii H2 + CO2
Formate CH4
Methanosarcina barkeri
H2 + CO2
Methanol
Acetate
CH4
CH4
CH4 + CO2
Methanobacterium
methanica Acetate Butyrate CH4 + CO2
Sumber : Khandelwal, 1978
II.1.2. Komposisi Biogas
komposisi biogas yang dihasilkan sangat tergantung pada jenis bahan baku
yang digunakan (Wellinger and Lindenberg,2000). Tetapi komposisi biogas yang
utama adalah gas metana (CH4) dan gas karbon dioksida (CO2) dengan sedikit
hidrogen sulfida (H2S). Komponen lainnya yang ditemukan dalam kisaran
konsentrasi kecil (trace element). Komposisi utama yang terdapat dalam biogas
ditunjukkan pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Komponen Utama Biogas
No. Komponen Satuan Komposisi
(1) (2)
1 Methan (CH4) %vol 50-75 54-70
2 Karbon Dioksida (CO2) %vol 24-40 27-45
3 Nitrogen (N2) %vol <2 0-1
8
No. Komponen Satuan Komposisi
(1) (2)
4 Hidrogen (H2) %vol <1 0-1
5 Karbon Monoksida
(CO) %vol 0,1
6 Oksigen (O2) Ppm <2 0,1
7 Hidrogen Sulfida (H2S) Ppm <2 sedikit
Sumber : (1) Hambali, 2007. (2) Widarto, 1997
Biogas yang mempunyai kandungan methana murni memiliki nilai kalor
minimal sekitar 912 Btu/ft3. Sedangkan biogas yang mengandung 65 % methan
memiliki nilai kalor 600 Btu/ft3. Untuk kesetaraan kandungan panas dari berbagai
bahan bakar dapat dilihat dalam Tabel 2.4. berikut.
Tabel 2.4. Kesetaraan biogas
1000 ft3 biogas
600 ft3 gas alam
6.6 gal propana
5,9 gal butana
4,7 gal of gasoline
4,3 gal of fuel oil
44 lb of bitominous coal
100 lb of medium dry wood
Sumber : James L. Walsh Jr., 1988
II.2. Gas Hidrogen Sulfida (H2S)
Gas H2S adalah rumus kimia dari gas Hidrogen Sulfida yang terbentuk
dari 2 unsur Hidrogen dan 1 unsur Sulfur. Satuan ukur gas H2S adalah ppm (part
per milion). Gas H2S disebut juga gas telur busuk, gas asam, asam belerang atau
uap bau. Gas H2S terbentuk akibat adanya penguraian zat-zat organik oleh
bakteri. Oleh karena itu gas ini dapat ditemukan di dalam operasi pengeboran
minyak / gas dan panas bumi, lokasi pembuangan limbah industri, peternakan
atau pada lokasi pembuangan sampah.
9
II. 2.1. Sifat Fisik dan Kimia Gas H2S (HSDB,1999)
Gas H2S merupakan gas yang tidak berwarna yang mempunyai berat
molekul 34,08, berat jenis 1,4 g/L saat suhu 25oC (AHIA, 1991), mempunyai
vapour pressure 1740 kpa saat suhu 20oC, mempunyai kelarutan dalam air 4
g/L saat suhu 20oC.
II. 2.2. Karakteristik gas H2S
Gas H2S karakteristik yaitu tidak berwarna tetapi mempunyai bau khas
seperti telur busuk pada konsentrasi rendah sehingga sering disebut sebagai gas
telur busuk, merupakan jenis gas beracun dapat terbakar dan meledak pada
konsentrasi LEL (Lower Explosive Limit ) 4.3% ( 43000 ppm ) sampai UEL (
Upper Explosive Limite ) 46% ( 460000 ppm ) dengan nyala api berwarna
biru pada temperature 500 0F (260
0C), berat jenis gas H2S lebih berat dari udara
sehingga gas H2S akan cenderung terkumpul di tempat / daerah yang
rendah(Berat jenis gas H2S sekitar 20 % lebih berat dari udara dengan
perbandingan berat jenis H2S : 1.2 atm dan berat jenis udara : 1 atm), H2S dapat
larut (bercampur) dengan air ( daya larut dalam air 437 ml/100 ml air pada 0 0
C; 186 ml/100 ml air pada 40 0C ), dan H2S bersifat korosif sehingga dapat
mengakibatkan karat pada peralatan logam.
II. 2. 3. Efek fisik gas H2S terhadap manusia
Efek fisik gas H2S terhadap manusia tergantung dari beberapa faktor,
diantaranya adalah lamanya seseorang berada di lingkungan paparan H2,
frekuensi seseorang terpapar, besarnya konsentrasi H2S, daya tahan seseorang
terhadap paparan H2S.
Tabel 2.5. Tingkat konsentrasi H2S dan efek fisik gas H2S
Tingkat H2S (ppm) Efek pada manusia
0,13 Bau minimal yang masih terasa
10
4,6 Mudah dideteksi, bau yang sedang
Tingkat H2S (ppm) Efek pada manusia
10 Permulaan iritasi mata dan mulai berair
27 Bau yang tidak enak dan tidak dapat ditoleransi lagi
100 Batuk-batuk , iritasi mata dan indera penciuman sudah tidak berfungsi
200-300 Pembengkakan mata dan rasa kekeringan di tenggorokan
500-700 Kehilangan kesadaran dan bisa mematikan dalam waktu 30 - 1 jam
Lebih dari 700 Kehilangan kesadaran dengan cepat dan berlanjut kematian
Sumber: Hazardous Substance Data Bank, 1999
Menurut ACGIH (American Conference Of Govermental Industrial
Hygienists, 1970) nilai ambang batas (TLV-TWA / Threshold Limit Value-
Time Weighted Average) H2S adalah 10 ppm, yang didefinisikan sebagai
konsentrasi rata-rata yang diperkenankan untuk pemaparan selama 8 jam sehari
atau 40 jam seminggu. Pekerja dapat terpapar secara berulang tanpa
menimbulkan gangguan kesehatan pada konsentrasi 10 ppm (Occupational
Exposure Limit for Chemical Substances). Nilai ambang batas yang
direkomendasikan untuk pekerja tidak boleh terpapar H2S dalam jangka waktu
maksimal 15 menit adalah 20 ppm atau yang disebut dengan TLV – STEL
(Treshold Limit Value – Short Term Exposure Limit ).
Efek fisik gas H2S pada tingkat rendah dapat menyebabkan terjadinya
gejala- gejala sakit kepala atau pusing, badan terasa lesu, hilangnya nafsu
makan, rasa kering pada hidung, tenggorokan dan dada, batuk – batuk, dan
kulit terasa perih.
Pada penelitian ini H2S akan dirubah menjadi S dengan serangkain reaksi
kimia dibawah ini (M.S. Horikawa dkk,2004). H2S terserap kedalam air
mengalami dissosiasi seperti yang terlihat dalam reaksi (1),(2), dan (3)
(O’Brien, 1991).
H2S(g) + H2O ↔ H2S(l) (1)
H2S(l) ↔ H+ + HS
- (2)
HS- ↔ H
+ + S
2- (3)
11
Pembentukan S terjadi karena oksidasi sulfida dengan chelated iron
sesuai dengan reaksi yang ditunjukkan pada reaksi (4).
S2-
+ 2Fe3+
↔ S0 + 2Fe
2+ (4)
Regenerasi larutan katalis dapat dilakukan dengan oxygenation sesuai
dengan reaksi (5) dan konversi pseudo-catalyst menjadi bentuk aktif Fe3+
pada
reaksi (6).
1/2O2(g) + H2O
1/2O2(l) (5)
1/2O2(l) + 2Fe
2+ 2Fe
3+ +2OH (6)
Reaksi keseluruhan dapat ditunjukkan pada persamaan reaksi (7) (O’Brien,
1991).
H2S + 1/2O2(g) S
0 +H2O (7)
II. 3 Absorbsi
Absorbsi adalah kontak antara gas dengan cairan dan transfer massa terjadi
dari gas ke cairan. Pada umumnya, campuran gas yang masuk ke dalam kolom
absorbsi terdiri atas komponen yang dapat diserap dan gas inert (sukar
bereaksi), sedangkan cairan yang digunakan bersifat tidak melarut dalam fasa
gas. Perpindahan massa solut dari gas menuju cairan terjadi dalam tiga langkah
perpindahan yaitu transfer massa dari badan utama gas ke suatu fase
antarmuka, transfer massa melalui bidang antarmuka ke fase kedua dan transfer
massa dari antarmuka ke badan utama cairan. Dari gambar 1 dapat dilihat
bahwa pada kondisi awal, konsentrasi A dalam badan utama gas adalah yA
fraksi mol. Ketika mulai terjadi kontak dengan cairan, konsentrasi A di daerah
interface menurun hingga yAi dan pada cairan (liquid) terjadi penurunan
konsentrasi A, dari xAi pada interface menjadi xA dalam badan utama cairan.
Syarat terjadinya perpindahan massa, konsentrasi awal yA dan xA tidak berada
dalam keadaan setimbang. Teori Lapisan Dua Film Perpindahan massa terlarut
A dari gas ke cairan akan terjadi bila terdapat cukup kekuatan gerak (driving
force) dari satu fasa ke fasa yang lain yang dikenal dengan nama koefisien
perpindahan massa (mass transfer coefficient). Laju perpindahan massa ini juga
bergantung pada luas permukaan kontak antar fasa.
12
Gambar 2.1. Teori lapisan dua film
Pada absorbsi sendiri ada dua macam proses, yaitu absorbsi fisik dan absorbsi
kimia.
II.3.1 Absorbsi Fisik
Absorbsi fisik merupakan absorbsi dimana gas terlarut dalam cairan
penyerap tidak disertai dengan reaksi kimia. Penyerapan terjadi karena adanya
interaksi fisik. Sedangkan absoebsi kimia merupakan absorbsi dimana gas
terlarut dalam larutan penyerap disertai dengan adanya reaksi kimia.
Menurut Octave Levenspiel, 1972 proses absorbsi dipengaruhi beberapa
hal yaitu laju perpindahan massa (kgl/kga) karena material berada didalam fase
yang berbeda maka material tersebut harus dikontakkan sebelum reaksi dapat
berjalan, laju perpindahan massa kedua material sangat menentukan laju reaksi.
Selanjutnya hal yang berpengaruh adalah kelarutan karena kelarutan akan
membatasi perpindahan komponen reaktan dari fase satu ke fase lain. Faktor
ini juga akan mempengaruhi kecepatan reaksi karena itu akan juga menentukan
dimana reaksi itu akan berjalan disatu fase atau kedua fase. Contacting scheme
13
juga berpengaruh dalam proses absorbsi, seperti dalam sistem semibatch gas-
cair skema countercurrent lebih baik.
II. 3.2 Absorbsi dengan Reaksi Kimia
Beberapa absorbsi adalah absorbsi fisik, tetapi sebagian besar absorbsi
fisik tersebut disertai absorbsi kimia setelah absorbsi fisik. Menurut Wubs and
Beenackers (1994) dan Demmink and Beenackers (1998), langkah-langkah
yang terlibat dalam proses pemisahan H2S dalam aliran gas dapat ditunjukkan
dengan serangkaian reaksi kimia yang digambarkan dalam persamaan reaksi
stoikiometri dibawah ini.
Persamaan reaksi (1) menggambarkan perpindahan fase H2S dari fase gas
ke fase cair. Dengan adanya H2S dalam fase cair, terbentuk sulphur dalam
bentuk tidak terlarut atau padatan S(S) sebagai hasil dari reaksi antara H2S
dengan Fe3+
/EDTA dalam fase cair seperti yang terlihat dalam persamaan
reaksi (2).
H2S(g) H2S(aq) (1)
H2S(aq) + 2Fe3+
EDTA S(s) + 2H+ + 2Fe
2+EDTA (2)
Fe2+
EDTA adalah pseudo-catalyst yang dapat diregenerasi menjadi ferri
Fe3+
EDTA. Ini mendapatkan dengan cara mengoksidasi larutan tersebut
persamaan reaksi (3) dan reaksi dipersamaan (4) menunjukkan regenerasi
larutan katalis FeEDTA.
O2 (g) O2 (aq) (3)
O2 (aq) + 4Fe2+
EDTA + 2H2O 4Fe3+
EDTA + 4OH- (4)
Reaksi antara H2S dengan katalis Fe3+
EDTA yang terlarut dalam fase cair
sangat cepat dan irreversibel. Proses tersebut dapat ditunjukkan dalam gambar
2. Dapat diperhatikan bahwa H2S berdifusi kedalam badan cairan. Jarak
dimana zat terlarut harus menyebar kedalam cairan tergantung pada
ketersediaan pseudo-catalyst.
14
Gambar 2.2. Penyerapan H2S dengan reaksi kimia dengan katalis Fe3+
EDTA
(Caldas and Lacerda, 1988)
15
BAB III
METODA PENELITIAN
III.1 Bahan penelitian
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah biogas yang
dibuat dari limbah cair alkohol yang diperoleh di Desa Bekonang, Sukoharjo
dengan bakteri rumen sapi sebagai biokatalis dalam Bioreaktor Anaerobik.
Absorben yang digunakan adalah Fe3+/
EDTA yang diperoleh dari toko Agrifam,
Bogor dan FeCl3 yang diperoleh dari toko Indrasari, Semarang.
III.2 Alat yang dipakai
Alat utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah absorber berupa
kolom akrilik dengan ketinggian 40 cm dan diameter 5 cm dan regenerator berupa
kolom akrilik dengan ketinggian 40 cm dan diameter 5 cm. Biogas baik umpan
maupun yang keluar absorber ditampung dalam tangki penampung dengan
kapasitas 400 liter. Juga disertai alat alat pendukung seperti pompa, selang dan
separator.
Gambar 3.1 Alat Pemurnian Biogas
2
1
3
4
5 6
7
8 9
biogas
udara
biogas
16
Keterangan gambar:
1. Rangka penyangga
2. Kolom absorber
3. Decanter
4. Valve pengatur keluaran sulfur
5. Penampung sulfur
6. Kolom regenerator
7. Penampung katalis
8. Pompa katalis
9. Valve pengatur laju alir katalis
III.3 Rancangan Penelitian
III.3.1 Variabel Operasi
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Faktorial 2 level dimana
susunan lengkap run/ percobaan yang terdiri dari 2 level dengan jumlah variabel
berapapun. Variabel yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Variabel Pengendali
Volume absorber : 440 ml
Laju alir biogas : 265 ml/s
Konsentrasi absorben : 0.4 mol/l
Tekanan biogas (atm) : 2 atm
b. Variabel Bebas (independent variable)
Jenis Absorben : Fe3+
EDTA(-) ; FeCl3(+)
Laju alir absorben : 1 ml/s (-) ;10 ml/s(+)
c. Variabel Terikat : Berat H2S yang terserap
Rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut:
17
Tabel 3.1 Rancangan factorial design 2 level penelitian absorpsi kandungan H2S
dalam biogas
Run ke- Variabel
X1 X2
1 - -
2 + -
3 - +
4 + +
Keterangan:
+ : sebagai batas atas
- : sebagai batas bawah
X1 : pengkodean untuk Jenis Absorben: Fe3+
EDTA(-); FeCl3(+)
X2 : pengkodean untuk persentase katali: 10 ml/s(-); 40 ml/s(+)
Penelitian ini menggunakan metode absorpsi kimia yang akan dilakukan di
Laboratorium Limbah Teknik Kimia Universitas Diponegoro. Secara garis besar
penelitian akan dilakukan sebagaimana tertera pada gambar 3.1 berikut :
III.3.2 Respon
a. Analisa kadar H2S masuk dan keluar kolom absorber.
b. Gas yang keluar ditampung tiap 10 menit selama 1 jam dengan laju alir
biogas konstan 0.265 ml/s.
III.4 Prosedur Penelitian
a. Pembuatan biogas
1. Pembuatan biogas dilakukan dengan menggunakan biodigester
dengan bahan baku limbah cair alkohol dan bakteri rumen sapi
selama 7 hari.
18
2. Biogas yang dihasilkan ditampung didalam tangki
penyimpanan(gas holder).
b. Analisa H2S
1. Analisa kandungan H2S dilakukan dengan menggunakan GC (Gas
Chromatography) dengan kolom Proparak Q.
2. Catat kadar H2S yang didapatkan.
c. Preparasi absorben Fe3+/
EDTA dan FeCl3
1. Absorben berupa Fe3+
/EDTA cair yang dibuat dengan melarutkan
13.63 gram Fe3+
/EDTA solid kedalam 1000 ml air suling didalam
ruangan minim cahaya.
2. Aduk larutan Fe3+
/EDTA solid dan air sampai homogen.
3. Simpan larutan dalam tempat yang terlindung dari cahaya.
4. Untuk absorben FeCl3 berupa larutan yang digunakan dengan
Normalitas 0.4 N.
d. Operasi absorpsi kandungan H2S
1. Mengalirkan umpan biogas ke bawah kolom absorber
2. Mengalirkan absorben dalam kolom absorber dengan mengatur laju
alir sesuai variabel.
3. Biogas yang keluar ditampung kedalam tangki penyimpanan untuk
dianalisa kadar H2S-nya.
4. Larutan absorben yang telah dikontakkan dengan biogas ditampung
untuk kemudian menuju proses selanjutnya.
e. Regenerasi absorben
1. Larutan absorben yang telah digunakan dialirkan ke separator
untuk di pisahkan dari sulfurnya.
2. Larutan absorben dialirkan ke regenerator untuk diregenerasi atau
dioksidasi lalu dialirkan kembali ke dalam kolom absorpsi.
19
III.5 Analisa hasil dan analisa data
a. Analisa hasil
Biogas yang masuk maupun keluar dari absorber dianalisa kandungan
H2S nya dengan menggunakan GC( Gas Chromatography)
b. Analisa data
Hasil percobaan pemurnian biogas dari kandungan H2S dengan
absorpsi kimia masing-masing variabel percobaan didapatkan kadar
masuk dan keluar kolom absorber.
Grafik dibuat berdasarkan hubungan antara % H2S yang terserap
dengan laju alir absorben dan % H2S yang terserap dengan waktu.
Analisis dilakukan secara deskriptif kuantitatif.
III.6 Jadwal Penelitian
No. Kegiatan Bulan
Fe
b
Ma
r
Ap
r
Me
i
Ju
n
Jul
1. Persiapan (studi literatur)
2. Pembuatan proposal
3. Set-up alat absorber dan
regenerator
4. Percobaan di laboratorium
5. Analisis data
6. Penyusunan laporan
7. Seminar proposal
8. Seminar hasil percobaan
9. Seminar tertutup (Pendadaran)
DAFTAR PUSTAKA
AIHA. 1991. American Industrial Hygiene Association. Emergency Response
Planning Guideline for Hydrogen Sulfide. Set 6. Akron, HI: AIHA.
Caldas, J. N., Lacerda, A. I. 1988. Torres Recheadas. JR Editora. Rio de Janeiro.
CRC. 1994. CRC Handbook of Chemistry and Physics, 75th edition. Lide DR, ed.
Boca Raton, FL: CRC Press Inc.
Demmink, J. F., Beenackers, A. A. C. M. 1998. Gas Desulfurization with Ferric
Chelates of EDTA and HEDTA: New Model for the Oxidative Absorption
of Hydrogen Sulfide. Ind. Eng. Chem. Res., 37, 1444.
Endang Kwartiningsih, Arif Jumari , Eka Pitri W dan Sumarni.2009. Pemodelan
Matematis dan Penyelesaian Numeris pada Absorbsi H2S menggunakan
Larutan Absorben Fe-EDTA dalam Packed Coloumn. Jurusan Teknik
Kimia Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret:Solo.
Fischer ,Mary Elizabeth.2010. Biogas Purification: H2S Removal using
Biofiltration. A thesis
presented to the University of Waterloo : Canada.
Hambali, E, S. Mujdalipah, A. H. Tambunan, A. W. Pattiwiri dan R. Hendroko,
Teknologi Bioenergi, Agro Media Pustaka, 2007, pp. 53.
H. ter Maat, M. Al-Tarazi, J.A. Hogendoorn, J.P.M. Niederer dan G.F.
Versteeg.2006. THEORETICAL AND EXPERIMENTAL STUDY OF
THE ABSORPTION RATE OF H2S IN CuSO4 SOLUTIONS: THE
EFFECT OF ENHANCEMENT OF MASS TRANSFER BY A
PRECIPITATION REACTION. Department of Chemical Engineering,
University of Twente : Netherlands.
HSDB. 1999. Hazardous Substances Data Bank. U.S. National Library of
Medicine, Bethesda, MD 20894.
James L. Walsh Jr., 1988. biogas utilization handbook. institue technology of
georgia : Georgia.
J. de Hullu, J.I.W. Maassen, P.A. van Meel, S. Shazad dan J.M.P. Vaessen.2008.
Comparing different biogas upgrading techniques. Interim Report, Eindhoven University of Technology : Sweden.
Ken Dann. 2000. Anaerobic Digestion of farm and food processing residues
GoodPractice Guidelines. Walford College : Shropshire.
Kang M, Gupta S, Khandelwal N, Shankar S, Gulati M, Suri S. 1999. CT-guided
fine-needle aspiration biopsy of spinal lesions. Acta Radiol; 40:474-478.
Ken Dann. 2000. Anaerobic Digestion of farm and food processing residues
GoodPractice Guidelines. Walford College:Shropshire.
Khandelwal, K.C., Mahdi, S.S., 1986. Biogas Technology – A Practical
Technology. Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited:New
Delhi. p. 128.
Khandelwal, K.C., Mahdi, S.S., 1986. Biogas Technology – A Practical
Technology. Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited:New
Delhi. p. 128.
Levenspiel, O., 1972, Chemical Reaction Engineering. John Wiley and Sons:
New York.
L. M. Frare, R. M. Bortoleto, A. N. Mufalo Jr., N.C. Pereira. M. L. Gimenes.
2005. Optimum Liquid/gas Ratio Determination for Removing H2S from
Biogas Using Fe-EDTA solution. 2nd Mercosur Congress on Chemical
Engineering: Rio de Janerio.
L. widarto dan fx sudarto c. 1997. membuat biogas. Kanisiun : Jogjakarta.
M.S horikawa, F.Rossi, M.L. Gimenes, C.M.M Costa and M.G.C da Silva. 2004.
Chemical absorbtion of H2S for biogas purufication . brazilian jurnal
Vol. 21, No. 03, pp. 415 - 422. Engineering Department of Quimica :
Maringa.
N. Tippayawong ,P. Thanompongchart.2010. Biogas quality upgrade by simultane
ous removal of CO2 and H2S in a packed column reactor. Department of
Mechanical Engineering, Faculty of Engineering, Chiang Mai University
: Thailand.
O’Brien, M. 1991. Catalytic Oxidation of sulfides in biogas, Ventilation air and
wastewater streams from anaerobic digesters. Proceedings 1991 food
industry enviromental conference : USA.
Perry, R. H. 1997. Perry’s Chemical Engineers’ Handbook, 7th Edition, pp. table
2-1 & 2-2. Mc Graw Hill Companies Inc. : New York.
Price,E.C and Cheremisinoff,P.N. 1981. Biogas Production and Utilization. Ann
Arbor Science Publishers, Inc : United States of America.
Q. Zhao, E. Leonhardt, C. MacConnell, C. Frear and S. Chen.2010. Purification
Technologies for Biogas Generated by Anaerobic Digestion. CSANR
Research Report. Washington State University : United States of
America.
Smith, C. L., P. Khandelwal, K. Keliikuli, E. R. Zuiderweg, and M. A. Saper.
2001. Structure of the type III secretion and substrate-binding domain of
Yersinia YopH phosphatase. Mol. Microbiol. 42:967-979.
Svärd, Tove.2004. Adsorption of Hydrogen Sulfide at low temperature.
Department of Chemical Engineering II, Lund University : Sweden.
.
Wellinger, A. and A. Lindeberg. 2000. Biogas Upgrading and Utilization – IEA
Bioenergy, Task 24, International Energy Association:France, pp.20.
Wubs, H.J. and Beenackers, A.A.C.M. 1993. Kinetics of the Oxidation of Ferrous
Chelates of EDTA and HEDTA into Aqueous Solutions, Ind. Eng. Chem.
Res., vol. 32, pp. 2580 – 2594.
Wubs, H.J. and Beenackers, A.A.C.M. 1994. Kinetics of H2S Absorption into
Aqueous Ferric Solutions of EDTA and HEDTA, AICHE Journal, vol. 40
no. 3, pp. 433 – 444.