biofisik 2
TRANSCRIPT
Laporan Praktikum Hari, Tanggal : Jumat, 20 September 2013
Struktur dan Fungsi Biomolekul Waktu : 08.00 – 11.00
PJP : Inda Setyawati, S.Tp, M.Si
Asisten : Ahmad Ajruddin M.
Tria Wulan
Syahrul Mustopa
BIOFISIK 2
(KOLOID, BUFFER, DAN TEKANAN OSMOTIK)
Kelompok 6C
Yoana Puspita Sari (G84110066)
Widadi Try Rizeky (G84110017)
Mustika Permatasari (G84110041)
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Pendahuluan
Sistem campuran dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu
molekuler (ion dalam pelarut), sistem heterogen, dan koloid. Koloid merupakan
campuran heterogen, namun sukar dibedakan antara zat pelarut dan zat terlarut
dengan ukuran partikel 10-7
sampai 10-4
cm. Koloid dapat dibedakan menjadi dua
jenis berdasarkan sifat adsorpsinya terhadap medium pendispersinya, yakni koloid
liofil dan koloid liofob (Petrucci 1985). Koloid liofil adalah koloid yang memiliki
kemampuan untuk menarik pelarut karena terdapat gaya tarik menarik cukup
besar antara fase terdispersi dengan medium pendispersi, contohnya kanji protein
dan agar-agar. Koloid liofob adalah koloid yang dapat membentuk endapan di
dalam air karena gaya tarik antara fase dispersi dan medium pendispersi yang
lemah, contohnya dispersi emas dan belerang dalam air.
Buffer atau yang biasa disebut larutan penyangga dapat mempertahankan
derajat keasaman suatu larutan apabila ditambahkan sedikit asam atau basa,
hasilnya berupa asam lemah dengan garamnya atau basa lemah dengan garamnya.
Larutan buffer berperan sangat penting dalam proses biokimia di dalam tubuh
(Samik 2000). Sistem buffer yang bekerja di dalam tubuh ada dua, yaitu buffer
karbonat yang bekerja di dalam plasma darah dan buffer fosfat yang penting
dalam cairan intraseluler.
Buffer fosfat merupakan buffer netral dengan kisaran pH 7. Buffer fosfat
dapat dibuat dengan menggunakan monosodium fosfat (NaH2PO4) dan basa
konjugasinya disodium fosfat (Na2HPO4). Buffer fosfat terutama
mempertahankan pH fluida intraseluler dari tubulus ginjal sehingga tidak akan
mempertahankan pH darah, namun merupakan buffer yang penting untuk urin.
Buffer karbonat berperan penting dalam mengontrol pH darah sekitar 7.35 sampai
7.45. Penyangga karbonat berperan mencegah terjadinya kondisi asidosis, yaitu
penurunan pH darah yang disebabkan metabolisme tinggi sehingga meningkatkan
produksi ion bikarbonat.
Tekanan osmotik adalah tekanan yang diberikan pada proses pergerakan
molekul zat pelarut dari larutan yang konsentrasi pelarutnya tinggi menuju
konsentrasi rendah melalui membran selektif permeabel. Tekanan osmotik
bergantung pada banyaknya partikel zat terlarut per satuan volume larutan,
sehingga tekanan osmotik tidak bergantung pada jenis zat terlarut. Besarnya
tekanan osmotik berbanding lurus terhadap konsentrasi larutan. Tekanan osmotik
yang cukup besar dapat memecahkan membran (Ahmad 2000). Tekanan osmotik
erat hubungannya dengan larutan isotonik, hipertonik, dan hipotonik yang
memberi pengaruh terhadap bentuk sel. Contoh fenomena tekanan osmotik adalah
prinsip kerja infus.
Praktikum ini bertujuan membuat dan mengamati koloid liofil dan koloid
liofob serta pengendapannya oleh garam, membuat buffer asetat dan fosfat dengan
campuran volume yang berbeda untuk mengetahui tingkatan pH, serta mengamati
tekanan osmotik cairan sel darah merah segar.
Waktu dan Tempat
Praktikum biofisik 2 mengenai larutan koloid, buffer, dan tekanan osmotik
dilaksanakan di Laboratorium Departemen Biokimia pada hari Jumat, 20
September 2013 pukul 08.00 sampai dengan 11.00.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah beberapa gelas piala 250
ml, batang pengaduk, beberapa tabung reaksi, pipet Mohr berukuran 5 ml, Ph
meter, pH indikator universal, pipet volumetrik, pipet tetes, bulb hitam,
mikroskop, water bath, dan kaca preparat.
Bahan yang digunakan adalah cairan gelatin, cairan pati, akuades, biru
berlin, ferihidroksida, NaCl 10%, MgSO4, koloid yang sudah jadi (giemsa,
CuSO4, biru berlin, eosin), asam asetat 0.1 N, Na-asetat 0.1 N, Na2HPO4 1/15 M,
KH2PO4 1/15 M, NaCl 0.3%, NaCl 0.9%, NaCl 5%, dan darah segar.
Prosedur Percobaan
Larutan koloid liofil dan liofob. Larutan gelatin dan larutan pati telah
disiapkan oleh asisten praktikum untuk koloid liofil. Larutan biru berlin dan
ferihidroksida juga telah disipkan asisten untuk para praktikan sebagai koloid
liofob.
Pengendapan koloid liofil dengan larutan NaCl 10%. Sebanyak 3 ml
NaCl 10% dan 3 ml larutan pati dicampurkan ke dalam tabung reaksi kosong. Jika
endapan bersifat jenuh, maka ditambahkan akuades. Jika tidak menemukan
endapan, maka campuran tersebut ditambahkan MgSO4.
Pengendapan koloid liofob dengan larutan garam. Larutan biru berlin
sebanyak 3 ml dicampurkan dengan 3 ml NaCl 10%, kemudian warna endapan
diamati. Larutan ferihidroksida sebanyak 3 ml dicampurkan juga dengan 3 ml
NaCl 10% dan warna endapan juga diamati.
Sifat larutan koloid. Larutan koloid yang akan diamati telah disiapkan
oleh asisten, berupa larutan giemsa, CuSO4, biru berlin, dan eosin. Sifat-sifat
koloid tersebut diamati jika terjadi difusi atau tidak.
Buffer standar asetat. Asam asetat dengan konsentrasi 0.1 N disiapkan,
pindahkan ke dalam 5 tabung reaksi berbeda dengan volume masing-masing 9.25,
8.2, 6.3, 10, dan 5.25 ml. Buffer Na-asetat juga disiapkan dengan volume masing-
masing 0.75, 1.8, 3.7, 15, dan 9.75 ml. Keduanya yang sudah diurutkan, kemudian
dicampur. Ukuran pH ditentukan pertama kali dengan pH indikator universal, lalu
dihitung lagi menggunakan pH meter untuk mencari besar pH sebenarnya.
Buffer standar fosfat. Larutan Na2HPO4 dengan konsentrasi 1/15 M
disiapkan ke dalam 5 tabung dengan volum 0.5, 3, 6.625, 12.5, dan 17. 875 ml.
Larutan KH2PO4 konsentrasi 1/15 M disiapkan dengan volum 9.5, 22, 18.375,
12.5, dan 7.125 ml. Keduanya yang sudah diurutkan, kemudian dicampur. Ukuran
pH ditentukan pertama kali dengan pH indikator universal, lalu dihitung lagi
menggunakan pH meter untuk mencari besar pH sebenarnya.
Hasil dan pembahasan
Koloid adalah campuran heterogen yang sukar dibedakan antara zat
pelarut dan terlarutnya. Jika cahaya melewati larutan sejati, pengamat yang
melihatnya dari arah tegak lurus terhadap sinar tidak melihat sinar. Tetapi dalam
suspensi koloid cahaya dibaurkan ke segala arah dan dapat dilihat dengan mudah.
Sifat ini mula-mula dipelajari oleh Tyndall pada tahun 1869, dan dikenal dengan
efek Tyndall. Koloid mempunyai berbagai macam sifat umum, di antaranya
ukuran partikel (10-7
-10-4
cm), filtrabilitas (kemampuan melewati saringan),
difusibilitas (daya difusi koloid kecil karena ukuran partikelnya sangat besar
dibandingkan partikel sejati), sifat penampakan (sistem koloid sering jernih
sejernih larutan sejati, bila dibiarkan menjadi tidak transparan), luas permukaan
(perbandingan luas terhadap volume sangat besar sehingga memegang peranan
dalam penentuan siat-sifat fisik sistem koloid), muatan partikel (karena ada
muatan + dan – pada permukaan), efek Tyndall, fleksibilitas (karena rotasi sekitar
ikatan C-C dan ikatan lain dalam larutan sehingga bentuk molekul terus berubah
di bawah pengaruh gerakan termal), solvasi (koloid yang terlarut sering berada
pada satu lapisan molekuler sehingga dengan kuat mengikat pelarut sebagai
bagian dari partikel), kecepatan sedimentasi, adsorpsi (penempelan partikel pada
permukaan zat padat), dan gerak Brown (gerak yang tidak teratur).
Koloid liofil merupakan koloid yang suka terhadap air karena akan saling
tarik menarik dengan pelarutnya. Ciri-ciri koloid liofil yaitu terdiri atas senyawa
organik, afinitas terhadap pelarut bear, muatannya berasal dari ionisasi, dan dapat
diendapkan dengan cara menghilangkan muatan dan mantel air. Sedangkan koloid
liofob merupakan sol yang benci terhadap pelarut dan mempunyai ciri-ciri di
antaranya tersusun atas senyawa-senyawa anorganik, afinitas terhadap pelarut
kecil, muatannya berasal dari adsorpsi yang dipilih, dan dapat diendapkan dengan
ion yang berlawanan. Cara pembuatan koloid hidrofob ada 2 yaitu cara dispersi
dan kondensasi. Cara dispersi yaitu pemecahan partikel besar menjadi koloid.
Dispersi dapat dilakukan dengan cara disintegrasi mekanik, disintegrasi elektrolit,
dan peptisasi. Sedangkan cara kondensasi yaitu pembuatan koloid dari partikel
kecil. Kondensasi dapat ditempuh dengan dua cara yaitu dengan proses AC dan
dengan cara dengan reaksi kimia dalam larutan. Stabilitas larutan koloid hidrofil
berbeda dengan koloid hidrofob. Koloid hidrofil mempunyai afinitas yang besar
terhadap pelarutnya sehingga partikel mendapatkan ’’mantel air’’ yang dapat
menahan koagulasi koloid di samping muatan listriknya. Untuk mengendapkan
muatan koloid hidrofil dari ionisasi gugus tertentu dalam molekulnya misalnya
pada protein dari gugus –NH2 dan –COOH dibutuhkan elektrolit muatan
berlawanan dan alat dehidratasi (misalnya alkohol). Fenomena ’’salting out’’
merupakan peristiwa tertariknya mantel air koloid hidrofil oleh elektrolit yang
berkonsentrasi tinggi. Selanjutnya pada koloid hidrofob terdapat gaya tarik-
menarik di antar partikel sejenis. Gaya tarik-menaik tersebut diatasi oleh gaya
tolak-menolak sehingga larutan koloidal tetap berada dalam bentuk larutan.
Apabila koloid hidrofob ditambah elektrolit ( K+ Cl
- ) pada koloid yang bermuatan
+, maka ion Cl- ditarik oleh partikel koloid sehingga menekan lapisan rangkap.
Kaidah Schulze Hardy berisi pernyataan jika elektrolit cukup konsentrasinya,
koloid tidak dapat tolak-menolak lagi sehingga terjadi endapan (hanya tinggal
kohesi). Semakin besar muatan ion yang berlawanan dengan koloid maka makin
kuat ion ditarik oleh partikel koloidal sehingga makin sedikit yang dibutuhkan
untuk pengendapan. Proses pemurniaan larutan koloid dapat dilakukan dengan
penyaringan ultra dan dialisis. Penyaringan ultra merupakan proses pemisahan
suspensi koloid dari pelarut dan terlarut dengan saringan yang permeabel terhadap
semua partikel kecuali partikel koloid (Petrucci 1985). Pada proses ini digunakan
pompa vakum atau pompa tekan dan saringan ”Bechold” atau kertas
nitroselulosa. Sedangkan dialisis merupakan proses pemisahan zat terlarut dari
sistem koloid dengan cara difusi melalui membran yang sesuai. Membran dialisis
bersifat permeabel terhadap ion-ion dan partikel-partikel terlarut lain yang ada
dalam larutan tetapi tidak permeabel terhadap partikel koloid.
Hasil percobaan menunjukkan koloid liofob dari biru berlin dan
ferrihidroksida ternyata terdapat endapan yang lumayan banyak bila dibadingkan
dengan koloid liofil. Hal ini membuktikan bahwa benar koloid liofob dapat
diendapkan dengan ion berlawanan karena dengan penambahan ion dengan
konsentrasi yang cukup tinggi menyebabkan berkurangnya bahkan hilangnya
adhesi antarpartikel koloid. Sedangkan pada percobaan, tabung reaksi yang berisi
koloid liofil (pati) tidak terdapat endapan. Hal ini dikarenakan tidak tersedianya
MgSO4 di laboratorium untuk mengendapkan pati.
Tabel 1 Pengendapan koloid dengan garam Larutan Jenis koloid Hasil pengamatan
Pati Liofil -
Biru berlin Liofob ++
Ferihidroksida Liofob ++
Keterangan : - : tidak ada endapan
+ : ada endapan sedikit
++ : endapan cukup banyak
Menurut Oxtoby (2001), garam dapat mengurangi gugus elektrostatik di
antara partikel tersuspensi sehingga menyebabkan agregasi dan pengendapan. Bila
garam ditambahkan pada dispersi koloid, gaya tolak di antara partikel koloid
berkurang dan terjadi agregasi. Partikel yang teragregasi jatuh ke dasar wadah
sebagai sedimen dengan rapatan rendah
Sifat-sifat larutan koloid diantaranya efek Tyndall (peristiwa
penghamburan cahaya oleh partikel koloid), gerak Brown dari partikel koloid
dalam medium pendispersi, dan adsorpsi penyerapan suatu zat di permukaan zat
lain (Stoker 1991). Beberapa larutan pewarna dapat berdifusi melalui gel koloid
seperti giemsa, eosin, dan CuSO4. Berdasarkan hasil percobaan, larutan giemsa,
eosin, dan CuSO4 berdifusi melalui gel, sedangkan larutan biru berlin tidak
berdifusi. Difusi itu sendiri merupakan suatu distribusi molekul-molekul di dalam
larutan secara merata di seluruh permukaan koloid. Hasil pengamatan dengan
tabel berikut menunjukkan bahwa koloid liofil mudah mengalami difusi,
sedangkan koloid liofob sulit berdifusi.
Tabel 2 Pengamatan sifat-sifat larutan koloid
Koloid Jenis koloid Hasil pengamatan Gambar
Giemsa Liofil Mengalami difusi
Eosin Liofil Mengalami difusi
Biru berlin Liofob Tidak mengalami difusi
CuSO4 Liofil Mengalami difusi
Larutan buffer merupakan larutan yang terdiri dari asam lemah atau basa lemah
beserta dengan garamnya. Buffer mampu melawan perubahan pH ketika terjadi
penambahan asam atau sedikit basa (Boyer 2002). Kapasitas buffer adalah
keefektifan larutan buffer yang bergantung pada jumlah asam dan basa konjugat
yang menyusun buffer tersebut, atau mampu mempertahankan pH sebesar pKa.
Perbedaan pH meter dan pH universal tidak terlalu spesifik dalam mengukur pH
karena tidak memperhitungkan konsep nilai di belakang koma. Nilai pada pH
universal berupa bilangan bulat, sedangkan pH meter dapat mendeteksi nilai pH
hingga beberapa angka di belakang koma sehingga lebih akurat dalam mengukur
nilai pH.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa kapasitas buffer asetat semakin
bertambah seiring penambahan garam dengan nilai 0.7689 sampai 1.1197. Nilai
pH teoritis tidak berbeda jauh dengan nilai yang didapat oleh pH meter dan pH
indikator universal, sehingga nilai kapasitas buffernya kecil.
Tabel 3 Buffer standar asetat Volume (ml) pH terukur Kapasitas
buffer CH3COOH
0,1 N
CH3COONa
0,1 N
pH indikator
universal
pH meter pH teoritis
9,250 0,750 3 4,43 3.66 0.7689
8,200 1,800 4 4,44 4.09 0.8529
6,300 3,700 4 4,86 4.52 1.0210
10,00 15,000 5 5,30 4.93 1.0357
5,250 19,750 5 5,92 5.33 1.1197
Contoh perhitungan baris 1:
Mol CH3COOH = M x V = 0.1 x 9.250 = 0.9250 mol
Mol CH3COONa = M x V = 0.1 x 0.750 = 0.0750 mol
Buffer asam [H+] = Ka x
= 1.76 x 10-5
x
= 2.1707 x 10
-4
pH = - log [H+] = - log (2.1707 x 10
-4)
= 3.66
pKa = - log Ka = - log (1.76 x 10-5
)
= 4.76
Kapasitas buffer =
=
= 0.7689
Hasil pengamatan pada data di bawah ini menunjukkan bahwa kapasitas buffer
semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah Na2HPO4 yang ditambahkan,
dengan kisaran 0.77 sampai dengan 0.99. Nilai pH yang terukur juga tidak
berbeda jauh dengan pH teoritis. Perbedaan ini lebih disebabkan tidak spesifiknya
indikator yang digunakan pada pengukuran nilai pH dan kemungkinan kesalahan
pengamatan nilai pH yang tertera pada label indikator
Tabel 4 Buffer standar fosfat Volume (ml) pH terukur Kapasitas
buffer Na2HPO4 KH2PO4 pH indikator
universal
pH meter pH teoritis
0,500 9,500 5 5,88 5.51 0.77
3,000 22,000 6 6,29 5.93 0.82
6,625 18,375 6 6,29 6.35 0.88
12,500 12,500 7 7,32 6.79 0.94
7,150 2,850 7 7,58 7.19 0.99
Contoh perhitungan :
Mol Na2HPO4 = M x V =
x 0.5000 = 0.0333 mol
Mol KH2PO4 = M x V =
x 9.5000 = 0.6333 mol
Buffer basa [OH-] = Ka x
= 6.2 x 10-8
x
= 3.26 x 10
-9
pOH = - log [OH-] = - log (3.26 x 10
-9) = 8.49
pH = 14 – pOH = 14 – 8.49 = 5.51
pKa = - log Ka = - log (6.2 x 10-8
) = 7.21
Kapasitas buffer =
=
= 0.77
.
Percobaan pengamatan biofisika mengenai tekanan osmotik menggunakan sampel
darah segar. Tekanan osmotik di dalam dan di luar sel akan mempengaruhi keluar
masuknya air yang melewati membran semipermeabel. Apabila tekanan osmotik
rendah (hipotonik), maka air akan keluar dari sel. Bila tekanan osmotik tinggi
(hipertonik), maka air akan keluar dari sel. Tidak ada air yang keluar masuk sel
bila tekanan osmotik di luar dan di dalam sel bersifat isotonik (Lehninger 1998).
Data menunjukkan bahwa sel darah merah akan menggembung (hipotonik) di
dalam larutan NaCl 0.3%, bersifat isotonik di dalam NaCl 0.9%. Penambahan
larutan garam dengan berbagai konsentrasi ke dalam sel dapat mengakibatkan
perubahan tekanan osmotik. Sel hidup yang dipindahkan dalam larutan yang tidak
isotonik dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya dengan cara mengubah
konsentrasi airnya sehingga akhirnya konsentrasi dalam sel sama besar dengan
cairan lingkungannya. Pada percobaan, terlihat sel darah merah tidak terjadi apa-
apa ketika ditambahkan NaCl 5%. Penambahan larutan NaCl 5% membuat
lingkungan di luar sel menjadi hipertonik. Hal ini menyebabkan air dari dalam sel
berdifusi ke lingkungannya sehingga sel terlihat agak mengkerut (Soemartono
1975). Keadaan isotonis pada sel darah merah yang ditambahkan NaCl 5% ini
kemungkinan terjadi karena kurangnya penambahan pelarut tersebut atau kurang
pencarian fokus pada mikroskop oleh praktikan.
Darah memiliki banyak fungsi, yaitu menjaga persediaan air di dalam
sistem pembuluh darah, ruang intraseluler, dan daerah ekstraseluler agar selalu
berada dalam keadaan seimbang (homeostasis) (Koolman 1994). Darah memiliki
nilai pH sekitar 7.4 yang dipertahankan oleh kombinasi sistem bufer karbonat
fosfat dan protein. Bila nilai pH darah berada di bawah 7.0 atau diatas 7.8 dapat
mempercepat kematian (Oxtoby 2001). Sistem bufer molekuler rendah dari darah
yang terpenting dibentuk dari karbon dioksida, air, dan hidrogen karbonat. Sistem
bufer lain di dalam darah terdiri atas dihidrogen fosfat dan hidrogen fosfat. Sistem
ini memiliki nilai pKa yang paling menguntngkan, yaitu 7.2.
Tabel 5 Tekanan osmotik sel darah merah Larutan Hasil pengamatan Keterangan Gambar
NaCl 0,3% Sel menggembung Hipotonik
NaCl 0,9% Sel sama besar Isotonik
NaCl 5% Sel sama besar Isotonik
Simpulan
Pati yang tergolong liofil tidak menghasilkan endapan, sedangkan biru
berlin dan ferihidroksida yang merupakan liofob mudah menghasilkan endapan.
Giemsa, eosin, dan CuSO4 sebagai liofil bersifat mudah mengalami difusi,
sedangkan biru berlin sebagai liofob tidak mudah berdifusi. . Buffer adalah sistem
cairan yang cenderung mempertahankan perubahan pH jika terjadi penambahan
sedikit asam (H+) atau basa (OH
-). Sistem buffer fosfat penting dalam cairan
intraseluler sedangkan sistem buffer yang utama di dalam plasma darah adalah
buffer bikarbonat. Tekanan osmotik adalah tekanan yang ditimbulkan dari dalam
pada membran akibat akumulasi air di dalam sel. Sel darah merah yang
ditempatkan dalam larutan NaCl 0.3% akan menggembung (hipotonik), sel darah
merah yang ditempatkan pada NaCl 0.9% tidak akan mengkerut ataupun
mengembang (isotonik), dan sel darah merah yang dimasukkan ke dalam larutan
NaCl 5% seharusnya mengkerut karena tekanan osmosis larutan di luar sel lebih
besar daripada di dalam sel.
Daftar Pustaka
Ahmad H. 2000. Larutan Asam dan Basa. Bandung: Ganesa.
Boyer R. 2002. Concepts in Biochemistry 2nd
Edition. Toronto: John Wiley and
Sons Inc.
Koolman J, Rohm K. 1994. Atlas Berwarna dan Teks Biokimia. Jakarta:
Hipokrates.
Lehninger AL. 1998. Dasar-Dasar Biokimia 1. Jakarta: Erlangga.
Oxtoby DW. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern Edisi 4 Jilid 1. Jakarta:
Erlangga.
Pettrucci RH. 1985. Kimia Dasar: Prinsip dan Terapan Modern Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
Samik W. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Soemartono SS. 1975. Biologi I. Bogor: Biro Penataran IPB.
Stoker HS, Walker EB. 1991. Fundamentals of Chemistry: General, Organic, and
Biological Second Edition. Boston: Simon and Schuster, Inc.