berita dan kekerasan negara (analisis wacana kritis teun ......berita adalah suatu peristiwa luar...
TRANSCRIPT
-
BAB IILANDASAN TEORITIS
2.1 Media Massa
Perkembangan media massa tidak terlepas dari seluk beluk ilmu
komunikasi yang pada hakekatnya bertujuan untuk menyampaikan pesan,
dan akan menjadi komunikasi yang efektif apabila hingga ketahap
merubah perilaku, ada beberapa pakar psikologi memandang bahwa
pesan-pesan yang diterima pancaindera manusia selanjutnya diproses
dalam pikiran manusia untuk mengontrol dan menentukan sikapnya
terhadap sesuatu, sebelum dinyatakan dalam tindakan (Cangara
2012:122). Media massa juga merupakan institusi yang berperan sebagai
agent of change, yaitu sebagai institusi pelopor perubahan (Bungin 2008:
85), dan media massa dalam kinerjanya menggunakan peralatan teknis
atau mekanis/mekanik seperti radio, televisi, surat kabar dan lain – lain
(Cangara:134). Media massa merupakan sumber kekuatan, alat kontrol,
manajemen dan inovasi dalam masyarakat yang dapat digunakan sebagai
pengganti kekuatan atau sumber daya lainnya. Dan juga media kerap
menjadi sumber yang cukup dominan bahkan sumber yang akurat bukan
saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial,
tetapi juga bagi masyarakat secara kolektif (Mcquail 2011:27). Kemudian
dari hal tersebut dapat terlihat media massamampuuntuk memberikan
dampak kedalam ranah kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya
(Wiryanto:2005:15).
Setelah itu media massa dalam setiap penyampaian pesannya,
melalui sebuah proses komunikasi, sehingga membuatnya lazim disebut
sebagai komunikasi massa. Komunikasi massa adalah penyebaran pesan
dengan menggunakan media yang ditujukan kepada massa yang abstrak,
yakni sejumlah orang yang tidak tampak oleh si penyampai pesan.
Semisal, penikmat informasi melalui media cetak surat kabar tidak tampak
oleh si komunikator. Dengan demikian bisa ditekankan mengenai
-
komunikasi massa, bahwa komunikasi melalui media massa sifatnya “satu
arah” (one way trafic) (Efendy 2005:22-25). Serta McQuail menyebutkan
pula komunikator dalam komunikasi massa bukanlah satu orang
melainkan sebuah organisasi formal. Komunikasi massa menciptakan
pengaruh secara luas dalam waktu singkat kepada banyak orang serentak
(Mcquail 2011:32). Secara umum, media massa bisa disimpulkan sebagai
perangkat komunikasi yang bisa menyebarkan pesan secara serempak,
luas dan cepat kepada khalayak yang dilatar belakangi dengan sebuah
kepentingan ataupun agenda tertentu sehingga dapat menimbulkan
dampak tertentu dalam ranah politik,ekonomi, sosial dan budaya di dalam
sebuah masyarakat. Adapun bentuk media massa antara lain media
elektronik, media cetak dan internet . Secara lebih spesifik media massa
dalam konteks jurnalistik pada dasarnya terbatas pada tiga jenis media,
pertama media cetak, yang terdiri dari surat kabar, tabloid, majalah,
buletin/jurnal dan sebagainya. Kedua media elektronik, yang terdiri dari
radio dan televisi. Ketiga media online, yaitu media internet seperti
website, blog dan lain sebagainya (Yunus, 2010: 27).
2.2 Berita
Dalam pandangan Maeseneer, berita didefinisikan sebagai sebuah
informasi baru tentang kejadian yang baru, penting dan bermakna (significant),
yang berpengaruh pada para pendengarnya serta relevan/penting dan layak
dinikmati oleh mereka, dengan mengandung beberapa unsur seperti, bermakna
dan berpengaruh, menyangkut hidup orang banyak, dan menarik (Olii, 2007: 27).
Walter Lippman memfokuskan hakikat suatu berita pada proses pengumpulan
berita, yang dipandang sebagai upaya menemukan isyarat jelas yang objektif yang
memberikan arti pada suatu peristiwa (McQuail, 2011: 190). Setelah itu bagi
Assegaf berita berkaitan dengan sebuah informasi yang menarik perhatian
masyarakat yang disusun sedemikian rupa dan disebarluaskan secepatnya, sesuai
periode yang ditentukan oleh media yang bersangkutan (Assegaf dalam
Mondry,2008:83). Dengan adanya media massa yang menyebarkan berita kepada
masyarakat secara cepat, media secara tidak langsung juga mengajarkan kepada
-
khalayak tentang apa yang mereka butuhkan melalui informasi tersebut . Hampir
senada dengan pernyatan Spencer bahwa berita merupakan kenyataan atau ide
yang benar dan dapat menarik perhatian sebagian besar pembaca . Dalam kerja
media, peristiwa tidak dapat langsung disebut sebagai berita, tetapi dia harus
dinilai terlebih dahulu apakah peristiwa tersebut mempunyai nilai berita. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi nilai sebuah berita, meliputi : (Lihat dalam
Sumadiria, 2005:80-84)
Keluarbiasaan (unusualness), dalam pandangan jurnalistik, berita bukanlah
suatu peristiwa biasa. Berita adalah suatu peristiwa luar biasa (news is
unusual). Lord menegaskan (Mot, 1958 dalam Sumadiria, 2005:81),
apabila ada orang digigit anjing maka itu bukanlah berita, tetapi
sebaliknya apabila orang menggigit anjing maka itulah berita. Prinsip
seperti itu hingga kini masih berlaku dan dijadikan acuan para reporter dan
editor.
Kebaruan (newness), Suatu berita akan menarik perhatian apabila
informasi yang dijadikan berita itu merupakan sesuatu yang baru. Semua
media akan berusaha memberitakan informasi tersebut secepatnya, sesuai
dengan periodesasinya.
Memiliki akibat (impact), berita merupakan segala sesuatu yang
berdampak luas. Suatu peristiwa tidak jarang menimbulkan dampak besar
dalam kehidupan masyarakat. Sebagai contoh ialah berita kenaikan BBM
yang akan berakibat pada kenaikan harga sembako dan kecenderungannya
akan diikuti oleh kenaikan harga yang lain-lain.
Aktual (timeliness), berita merupakan peristiwa yang sedang atau baru
terjadi. Secara sederhana aktual berarti menunjuk pada peristiwa yang baru
atau yang sedang terjadi. Sesuai dengan definisi jurnalistik, media massa
haruslah memuat atau menyiarkan berita-berita aktual yang sangat
dibutuhkan oleh masyarakat.
Kedekatan (proximity), kedekatan yang mengandung dua arti yaitu
kedekatan geogarfis dan kedekatan psikologis. Kedekatan geografis
-
menunjuk pada suatu peristiwa yang terjadi di sekitar tempat tinggal
khalayak. Semakin dekat suatu peristiwa yang terjadi dengan domisili
suatu khalayak, maka akan semakin tertarik khalayak itu untuk menyimak
dan mengikutinya, semisal, khalyak/orang-orang yang berada di sekeliling
kota Solo (Sragen, Karanganyar, Sukoharjo, Kartosuro) akan lebih tertarik
untuk menikmati berita yang berkaitan dengan peristiwa besar dikota Solo
ketimbang menikmati berita peristiwa dari daerah lain. Sedangkan
kedekatan psikologis lebih banyak ditentukan oleh tingkat keterikatan
pikiran, perasaan, atau kejiwaan seseorang dengan suatu objek peristiwa
atau berita.
Informasi (information)
Menurut Wilbur Schramm, informasi adalah segala yang bisa
menghilangkan ketidakpastian. Tidak setiap informasi mengandung dan
memiliki nilai berita. Setiap informasi yang tidak memiliki nilai berita,
menurut pandangan jurnalistik tidak layak untuk dimuat, disiarkan atau
ditayangkan media massa. Hanya informasi yang memiliki nilai berita atau
memberi banyak manfaat kepada publik yang patut mendapat perhatian
media.
Konflik (conflict), konflik atau segala sesuatu yang mengandung hal yang
sarat dengan dimensi pertentangan. Konflik atau pertentangan merupakan
sumber berita yang tak pernah kering dan tak akan pernah habis. Selama
orang menyukai dan menganggap penting olah raga, perbedaan pendapat
dihalalkan, demokrasi dijadikan acuan, kebenaran masih diperdebatkan,
peperangan masih terus berkecambuk di berbagai belahan bumi, dan
perdamaian masih sebatas perbincangan, selama itu pula konflik masih
akan tetap menghiasi halaman surat kabar, radio dan televisi maupun
berita online.
Orang Penting (news maker, prominence),berita sangat identik dengan
orang penting, orang-orang ternama, pesohor, selebriti, publik figur. Baik
ucapan ataupun tingkah lakunya bisa menjadi berita, bahkan hanya
namanya saja bisa dijadikan berita. Nama dari orang penting bisa untuk
-
menciptakan berita (names makes news). Di Indonesia, apa saja yang
dikatakan dan dilakukan bintang film, bintang sinetron, penyanyi,
pembawa acara, pejabat, dan bahkan para koruptor sekalipun, selalu
dikutip pers. Kehidupan para publik figur memang dijadikan ladang emas
bagi pers dan media massa terutama televisi.
Kejutan (suprising), kejutan berkaitan terhadap sesuatu yang datangnya
tiba-tiba di luar dugaan, tidak direncanakan, di luar perhitungan, tidak
diketahui sebelumnya. Kejutan bisa menunjuk pada ucapan dan perbuatan
manusia. Bisa juga menyangkut binatang dan perubahan yang terjadi pada
lingkungan alam, benda-benda mati,semuanya bisa mengundang dan
menciptakan informasi.
Ketertarikan manusiawi (human interest), terkadang sebuah peristiwa yang
diberitakan tak menimbulkan efek berarti pada seseorang, sekelompok
orang, atau bahkan lebih jauh lagi pada suatu masyarakat tetapi telah
menimbulkan getaran pada suasana hati, suasana kejiwaan, dan alam
perasaannya. Hanya karena naluri, nurani dan suasana hati kita merasa
tersentuh, maka peristiwa itu tetap mengandung nilai berita.
Seks (sex), hal yang berkaitan dengan kaum Hawa memiliki fetisisme
tersendiri sehingga membuatnya menarik dan menjadi sumber berita. Di
berbagai belahan dunia, perempuan dengan segala aktifitasnya selalu layak
muat, layak siar, layak tayang. Segala macam berita tentang perempuan,
tentang seks, memiliki banyak peminat, dinanti dan bahkan dicari.
Kemudian didalam sebuah informasi yang memiliki nilai-nilai berita dan
siap untuk disebarkan/pemberitaan biasanya terdapat unsur-unsuryang terkait
(Mondry, 2008: 141) :
Keakuratan/akurat, Suatu berita harus ditulis dengan cermat, baik data
seperti angka dan nama maupun pernyataan.
Kelengkapan/lengkap,penulisan berita sudah seharusnya lengkap, utuh,
serta tidak meninggalkanfaktor penting dalam sebuah peristiwa sehingga
-
pihak lain dapat memahami tentang informasi yang disampaikan dengan
sahih.
Kronologis/runtut, suatu berita sebaiknya ditulis berdasarkan waktu
peristiwa agar urutannya jelas dan lancar, tidak membingungkan penikmat
berita.
Magnitude(daya tarik), berita lazim ditulis dengan mempertimbangkan
unsur daya tariknya. Bila daya tarik informasi yang diperoleh sedikit,
makan kecenderungannya ialah informasi itu tidak layak dijadikan sebuah
berita.
Balance (berimbang), penulisan berita dalam konten isi biasanya dituntut
untuk tetapseimbang. Artinya, dalam penyajian berita tidak ada unsur
keberpihakan pada satu pihak tertentu. Sehingga berkaitan dengan
keobjektifitasan sebuah media massa dalam memberitakan suatu hal.
Dari beberapa penjabaran diatas mengenai berita, memungkin untuk
disimpulkan secara umum bahwa berita merupakan sebuah bagian dari media
massa yang telah disusun secara sistematis yang disebarkan dengan cepat dalam
periode waktu tertentu baik dalam bentuk surat kabar, radio, televisi maupun
online. Yang didalamnya memiliki informasi penting mengenai sebuah peristiwa
ataupun kejadian, dengan bentuk penyajian secara aktual, menarik, dan akurat,
serta berita mampu untuk memberikan arti/maknaterhadap suatu peristiwatertentu,
sehingga dapat memberikan pengaruh terhadap para penikmatnya.
2.3 Bahasa
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang dipergunakan oleh para anggota
suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri
(Kridalaksana,2008:24). Serta menurut pernyataan Spradley, (dalam Sobur,
2006:273), bahasa juga dapat menjadi alat untuk menyusun realitas. Sehingga
dalam proses konstruksi realitas, bahasa adalahunsur utama, bagi Berger dan
Luckmann realitas sosial dapat dibentuk melalui sebuah kata-kata, atau konsep,
-
atau bahasa sertakonstruksi sosial dan tidak berlangsung dalam ruang hampa,
namun sarat dengan kepentingan-kepentingan (Sobur,2009:91). Selanjutnya
bahasa dipandang sebagai alat konseptualitas, terutama dalam media massa,dan
membuat bahasa yang digunakan dalam media massa bukan lagi sebagai alat
untuk menggambarkan sebuah realitas semata, melainkan bisa menentukan
gambaran (citra) yang akan muncul di dalam di benak/persepsi khalayak
(Sudibyo, 2001:70). Pembuatan berita di media pada dasarnya tak lebih dari
penyusunan realitas-realitas hingga membentuk sebuah "cerita". Sebuah media
massa juga mempunyai peluang untuk mempengaruhi makna dan gambaran yang
dihasilkan dari realitas yang dikonstruksikannya . Selain itu dalam mengkonstruksi
sebuah realitas, media sesungguhnya memainkan peran khusus dalam
mempengaruhi budaya tertentu melalui penyebaran informasi. Peran media sangat
penting karena menampilkan sebuah cara dalam memandang realitas (Fiske, 1990
dalam Sobur, 2009 : 93).
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan secara ringkas bahwa didalam
sebuah sistem komunikasi,bahasa merupakan instrumen yang signifikan, dimana
bahasa memiliki peran sentral pada di setiap tahapan antara komunikator dan
komunikan, atau antara pengirim pesan dan penerima pesan sehingga sebuah
proses komunikasi bisa terjalin. Dan bahasa dalam konteks kemediaan bisa
dipandang sebagai sebuah alat untuk menggambarkan realitas, menentukan citra
yang mungkin muncul di masyarakat sehingga membentuk kontruksi realitas.
Serta konstruksi realitas yang muncul, semisal dalam berita, pada tahap prosesnya
itu merupakan sebuah upaya “menceritakan” (konseptualisasi) dari sebuah
peristiwa, atau keadaan yang bisa memberikan efek berkaitan dengan politik,
ekonomi, sosial maupun budaya terhadap masyarakat. Sehingga hal tersebut
membuat berita yang disampaikan oleh media dapat membentuk sebuah cerita
atau wacana yang bermakna. Jadi dengan demikian isi media adalah realitas yang
dikonstruksikan dalam bentuk wacana yang memiliki makna.
2.4. Kekerasan
Dari masa ke masa, perubahan-perubahan masyarakat yang berkaitan
dengan peristiwa-peristiwa kekerasan sering kali pula tidak mudah diidentifikasi
-
karena mungkin ada struktur organisasi penggeraknya yang bermain di belakang
layar. Dalam kata lain, kekuatan penggeraknya tidak berada di lapangan sehingga
kekerasan yang terjad tampak seperti spontan belaka. Biasanya, sebabnya selalu
didominasi oleh faktor konflik atau persaingan kepentingan di sektor politik
(kekuasaan) dan ekonomi, selain karena ditimbulkan juga dari faktor ketidak
mampuan negara menegakkan keadilan sosial. Kekerasan seakan sudah mengakar,
bahkan kadang kekerasan dipandang sebagai sebuah alternatif terbaik untuk
menyelesaikan berbagai persoalan yang ada. Tanpa menyadari bahwa satu
kekerasan, akan memunculkan kekerasan yang lain (Camara 2000:30-38).
Kekerasan diartikan sebagai “suatu sifat atau hal yang keras; kekerasan
diartikan; paksaan,”. Sedangkan “paksaan” berarti suatau tekanan, desakan yang
amat keras . Moore dan Fine (lihat dalam Koeswara, 1988:5), menjelaskan
kekerasan sebagai tindakan sengaja untuk mencederai secara fisik ataupun secara
verbal.Ruang lingkup kekerasan nonfisik tidak mempunyai batasan yang jelas
seperti kekerasan fisik yang bisa kita lihat secara visual. Nitibaskara mengartikan
kekerasan (violence) sebagai serangan secara fisik terhadap seseorang atau
binatang; atau serangan, penghancuran, pengerusakan yang sangat keras, kasar,
kejam dan ganas atas milik atau sesuatu yang berpotensi menjadi milik seseorang.
Selain itu menurut Nitibaskara, selain kekerasan fisik, juga ada kekerasan
psikologis; salah satunya melalui rekayasa bahasa berbentuk stigma-stigma
(Nitibaskara, 2001:90-91). Mungkin sebagai contoh ialah semisal pelaku A
berbicara dengan kata yang mengandung makna tertentu yang mungkin
menyakitkan kepada B, dan B kemudian merasa tersakiti perasaanya, maka A
dapat dikatakan telah melakukan kekerasan nonfisik, walaupun A tidak merasa
telah melakukan kekerasan atau menyakiti B.
Kemudian apabila melihat penyebab kekerasan menurut bahasa Erich
Fromm, kekerasan memilki akar utama yang erletak pada manusia secara
individual. Kekerasan tidak berakar dari sebuah insting selayaknya yang terdapat
pada hewan. Kekerasan identik dengan agresi, Berkowitz (1987), berpendapat
bahwa agresi adalah suatu bentuk perilaku yang mempunyai niat tertentu untuk
melukai secara fisik atau psikologis pada diri orang lain (dalam Koeswara
-
1988:1). Lalu Fromm mengungkapkan tentang agresi yang merupakan segala
tindakan yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan kerugian
pada orang lain, binatang, atau benda mati yang bertujuan untuk mempertahankan
hidup. Agresi tersebut dapat muncul akibat frustasi, yang dimaksudkan frustasi
disini ialah penolakan atau bentuk penolakan yang terjadi terhadap situasi tertentu
(Fromm 2010: 82-84). Dengan contoh, misalnya seorang yang rakus, dia akan
marah bila dia tidak mendapat semua makanan yang dia inginkan. Kemudian
setelah itu agresi dibedakan menjadi dua, berdasarkan faktor pendorongnya,
antara lain ialah agresi lunak dan agresi jahat (Fromm 2010 : 260-385).
1. Agresi lunak bersifat adaptif biologis, merupakan respon terhadap bahaya
yang mengancam kepentingan hayati, terprogram secara filogenetik , tidak
bersifat spontan namun reaktif dan defensif bertujuan menghilangkan
ancaman, baik dengan menghindari maupun dengan menghancurkan
sumbernya. Dengan beberapa sifat dan pengaruh kondisi yaitu :
Agresi semu, merupakan wujud tindakan-tindakan yang dapat,
namun tidak dimaksudkan untuk, menimbulkan kerugian bagi
pihak lain.
Agresi permainan, bertujuan mempraktekan kemahiran, tidak
bertujuan menghancurkan/melukai, serta tidak didorong oleh faktor
kebencian. Seperti permainan memanah atau pertarungan pedang
yang dulunya beresensi untuk membinasakan musuh, kini hanya
sebatas sebuah olahraga dan seni.
Agresi penegasan diri, berkaitan dengan tindakan-tindakan yang
dilakukan tanpa perasaan segan, ragu ataupun takut berkaitan
dengan eksistensi. Dan konsep agresi ini didukung dengan
pengamatan kaitan antara hormon jantan dengan agresi yang mana
hormon jantan memiliki stimulasi kuat untuk berkelahi, namun
bukan syarat mutlak untuk timbulnya perilaku ini.
Agresi defensif, berkaitan dengan stimulus mempertahankan diri,
dengan tujuan menghilangkan bahaya untuk tetap menjaga
kelangsungan hidup dan tidak untuk menghancurkan. Bila tujuan
-
ini dicapai, agresi tersebut berserta emosinya akan lenyap. Semisal,
terkait di dalam hasrat untuk mencari makan atau tempat tinggal.
Dalam prakteknya, agresi ini bertanggung jawab atas sebagian
besar dorongan agesif manusia. Serta agresi ini memiliki beberapa
sumber yang mempengaruhi yaitu :
Kebebasan, ancaman terhadap kebebasan dianggap penting
dan paling membahayakan baik secara individu ataupun
sosial. Dan ada banyak bukti bahwa hasrat akan kebebasan
merupakan reaksi biologis dari organisme manusia.
Narsisme, terlukainya perasaan narsistik. Konsep yang
dirumuskan Freud berdasarkan teori libido, narsisme
berkaitan dengan libido yang tidak berhasil diarah ke dunia
luar telah diarahkan balik kepada ego, sehingga muncul
sikap narsisme. Atau segala hal yang diorientasikan ke
dalam diri sendiri. Sebagai contoh dikalangan pemuka
politik, narsisme kerap dijumpai, sikap ini boleh dianggap
sebagai kelemahan atapun kelebihan bagi mereka yang
mendapatkan atau memperoleh kekuasaan berdasarkan
kharismanya di mata khalayak ramai.
Perlawanan, ialah sumber lain agresi defensif yang
diaangap penting ialah agresi sebagai reaksi terhadap segala
upaya untuk memunculkan perlawanan dan cita-cita
terpendam ke dalam kesadaran.
Agresi kompromis, terdiri dari berbagai tindakan agresi, tindakan
agresi yang dilakukan oleh si pelaku bukan terdorong oleh nafsu
destruktif melainkan karena si pelaku diperintah untuk
melakukannya serta ia merasa wajib menaati perintah itu. Sebagai
contoh, perilaku para geng motor ataupun tentara dalam kesatuan
militer banyak didapati tindak destruktif yang dilakukan demi
menaati perintah.
-
Agresi instrumental, tentang agresi yang berkaitan dengan
mendapatkan segala sesuatu yang diperlukan atau yang diinginkan,
dan yang menjadi tujuan bukanlah penghancuran karena
penghancuran itu sendiri hanya menjadi sarana (instrumen) untuk
mencapai tujuan yang sebenarnya.
2. Agresi Jahat bersifat non adaptif biologis, yakni kedestruktifan dan
kekejaman, bukan merupakan pertahanan terhadap suatu ancaman, tidak
terprogram secara filogenetik, ia menjadi hanya menjadi ciri khas
manusia, dan secara biologis merugikan karena dapat mengacaukan
tatanan sosial; perwujudan utamanya ialah pembunuhan dan penyiksaan,
dalam prakteknya cenderung bisa dinikmati dan tanpa membutuhkan
tujuan tertentu. Serta agresi jahat, meskipun bukan insting merupakan
kecenderungan manusia yang berakar dari kehidupan sosialnya. Fromm
juga menyatakan bahwa kedestruktifan manusia meningkat seiring dengan
meningkatnya perkembangan peradaban, dan bukan sebaliknya.
Selanjutnya apabila dilihat dalam tingkatan yang lebih luas dan lebih
sistematis mengenai kekerassan, terjadinya berbagai tindak kekerasan di tengah
suatu masyarakat tidak bisa melepaskan diri dari peran negara didalamnya karena
memahami definisi negara serperti yang diungkap Miriam Budiarjo, bahwan egara
adalah suatu daerah territorial yang rakyatnya diperintah (governed) oleh sejumlah
pejabat dan yang berhasil menuntut dari warga negaranya ketaatan pada peraturan
perundang-undangan melalui penguasaan (kontrol) yang dimonopoli dari
kekuasaan yang sah . Berkaitan dengan negara yang memiliki peran dalam sebuah
praktik kekerasan negara tokoh yang membenarkan akan adanya kekerasan negara
ialah Thomas Hobbes (1588-1679) yang menganjurkan negara harus tampil
sebagai kekuatan raksasa yang bersikap keras terhadap warganya. Negara
Hobbesian menjelmakan diri sebagai Sang Leviathan yang hanya dengan
pengerahan teknik teror yang sistematis, negara bisa menundukkan
warga,berkaitan dengan menjaga ketertiban sosial yang ada (dalam Windhu, 1992:
31).Dan Max Weber negara adalah komunitas manusia yang (sukses) mengklaim
memonopoli penggunaan kekerasan fisik yang sah dalam wilayah tertentu. Weber
-
mengutip pernyataan yang dikemukakan Leon Trotsky (1879-1940): “Setiap
negara didirikan di atas paksaan”. Apabila tidak ada lembaga-lembaga sosial
yang bereksistensi tanpa kekerasan, maka konsep negara tereliminasi (dalam
Windhu, 1992: 32). Lalu setelah itu masih mengenai kekerasan negara, Johan
Galtung membagi tipologi kekerasan menjadi 3 (tiga) yaitu :(Galtung 2003:435)
Kekerasan langsung, kekerasan langsung cenderung mewujud dalam
perilaku (misal : permbunuhan, penyiksaan, intimidasi).
Kekerasan struktural, kekerasan struktur atau kekerasan yang melembaga
mewujud dalam sebuah konteks, sistem, dan struktur, misalnya
diskriminasi dalam pendidikan, pekerjaan, pelayanan kesehatan.
Kekerasan kultural, kekerasan kultural mewujud dalam sikap, perasaan,
nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat misalnya, perspektif akan
kebencian, ketakutan, rasisme, ketidak toleranan.
Yang dimana ketiga kekerasan tersebut bisa saling berkaitan antara kekerasan
langsung menjadi sebuah peristiwa, kekerasan struktural adalah sebuah proses,
sedangkan kekerasan kultural adalah sebuah sesuatu yang bersifat permanen.
Serta Johan Galtung juga membagi kekerasan berdasarkan sifatnya, Menurut
sifatnya kekerasan ada dua yaitu kekerasan personal dan kekerasan struktural.
Kekerasan personal memiliki atau bersifat dinamis, mudah diamati,
memperlihatkan fluktuasi yang hebat yang dapat menimbulkan perubahan
sedangkan kekerasan struktural sifatnya statis, memperlihatkan stabilitas tertentu
dan tidak tampak. Kekerasan struktural mengambil bentuk-bentuk seperti
eksploitasi, fragmentasi masyarakat, rusaknya solidaritas, penetrasi kekuatan luar
yang menghilangkan otonomi masyarakat, dan marjinalisasi masyarakat sehingga
meniadakan partisipasi masyarakat dalam mengambil keputusan nasib mereka
sendiri. Kekerasan struktural ini juga menimbulkan kemiskinan, ketidakmerataan
pendapatan dan kekayaan, ketidakadilan sosial, dan alienasi atau peniadaan
individual karena proses penyeragaman warga negara (Galtung 2003:438)
Dan dari penjabaran diatas, teori yang akan digunakan dalam penelitian ini
ialah teori milik Erich Fromm mengeai akar kekerasan berkaitan dengan agresi
-
lunak dan agresi jahat. Serta teori tipologi kekerasan milik Johan Galtung yang
didalamnya ada istilah kekerasan struktural supaya dapat menjelaskan mengenai
kekerasan negara dalam penelitian ini.
2.5Analisis Wacana Kritis
Menurut Douglas dalam Mulyana (2005:3), istilah wacana berasal dari
bahasa Sansekerta wac/wak/vak, yang artinya berkata, berucap. Kata tersebut
kemudian mengalami perubahan bentuk menjadi wacana. Hampir serupa dengan
pendapat Douglas, menurut KBBI kata wacana berasal dari kata vacana ‘bacaan’
dalam bahasa Sansekerta. Kata vacana itu kemudian masuk ke dalam bahasa Jawa
Kuna dan bahasa Jawa Baru wacana atau vacana atau’ bicara, kata, ucapan’. Serta
Analisis wacana berkaitan erat dengan isi pesan komunikasi. Analisis wacana
berfungsi untuk melacak variasi cara yang digunakan oleh komunikator dalam
upaya mencapai tujuan atau maksud tertentu melalui pesan berisi wacana tertentu
yang disampaikan. Hal ini mencakup berbagai hal misalnya, bagaimana proses
simbolik digunakan khususnya terkait dengan kekuasaan, ideologi dan lambang-
lambang bahasa serta apa fungsinya (Pawito, 2007: 175). Analisis wacana dipakai
untuk membongkar kuasa yang ada di dalam setiap proses bahasa; batasan-
batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang mesti dipakai,
topik apa yang dibicarakan. Wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam
hubungan kekuasaan, karena menggunakan paradigma kritis, analisis wacana
kategori ini disebut juga dengan analisis wacana kritis (AWK) (Eriyanto, 2001:7).
Serta terdapat lima karakteristik penting dari analisis wacana kritis (Eriyanto,
2001:8-14)
Tindakan, prinsip pertama, wacana dipahami sebagai sebuah tidakan
(action). Dengan pemahaman semacam ini wacana ditempatkan sebagai
bentuk interaksi, wacana bukan ditempatkan seperti dalam ruang tertutup
internal. Bahwa seseorang berbicara atau menulis mempunyai maksud
tertentu, baik besar maupun kecil. Selain itu wacana dipahami sebagai
sesuatu bentuk ekspresi sadar dan terkontrol, bukan sesuatu diluar kendali
ataupun ekspresi diluar kesadaran.
-
Konteks, analasis wacana kritis memperhatikan konteks dari wacana,
seperti latar, situasi, peristiwa, dan kondisi. Lalu wacana dipandang,
diproduksi, dimengerti, dan dianalisis pada suatu konteks tertentu. Wacana
dianggap dibentuk sehingga harus ditafsirkan dalam situasi dan kondisi
yang khusus. Wacana kritis mendefinisikan teks dan percakapan pada
situasi tertentu, bahwa wacana berada dalam situasi sosial tertentu.
Historis, menempatkan wacana dalam konteks sosial tertentu, berarti
wacana diproduksi dalam konteks tertentu dan tidak dapat dimengerti
tanpa menyertakan konteks yang menyertainya. Salah satu aspek penting
untuk bisa mengerti teks adalah dengan menempatkan wacana dalam
konteks historis tertentu.
Kekuasaan, analisis wacana kritis juga mempertimbangkan elemen
kekuasaan (power) dalam analisisnya. Bahwa setiap wacana yang muncul,
dalam bentuk teks, percakapan, atau apa pun, tidak dipandang sebagai
sesuatu yang alamiah, wajar dan netral, tetapi merupakan bentuk
pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah salah satu kunci
hubungan antara wacana dengan masyarakat.
Ideologi, ideologi juga konsep yang penting dalam analisis wacana yang
bersifat kritis. Hal ini karena teks, percakapan, dan lainnya adalah bentuk
dari praktik ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu. Teori-teori
klasik tentang ideologi di antaranya mengatakan bahwa ideologi dibangun
oleh kelompok yang dominan dengan tujuan untuk mereproduksi dan
melegitimasi dominasi mereka.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa analisis
wacana kritis adalah sebuah upaya atau proses (penguraian) untuk memberi
penjelasan dari sebuah teks yang mencerminkan suatu pandangan akan realitas
sosial. Serta AWK memiliki agenda untuk mengungkap ‘yang tersembunyi’ di
balik sebuah wacana/diskursus tertentu.
2.5.1 Analisis Wacana Kritis Model Teun Van Djik
-
Analisis wacana model Van Dijk merupakan salah satu analisis wacana
kritis yang menggabungkan elemen-elemen wacana sehingga bisa dimanfaatkan
secara praktis. Model Van Dijk ini sering disebut sebagai kognisi sosial. Menurut
Van Dijk penelitian analisis wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis
teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi (Sobur 2009: 75).
Pemahaman akan produksi teks pada akhirnya akan memperoleh pengetahuan
berkaitan dengan sebab sebuah teks bisa demikian, disini Van Dijk juga melihat
bagaimana tatanan sosial, dominasi dan kelompok kekuasaan yang ada dalam
masyarakat dan bagaimana kognisi/pikiran dan kesadaran yang membentukdan
berpengaruh terhadap teks-teks tertentu (Eriyanto 2001 : 220-222).
Dalam analisis wacana yang digambarkan Van Dijk ada tiga dimensi/
bangunan yaitu teks, kognisi sosial dan analisis sosial. Inti analisis Van Dijk
adalah menggabungkan ketiga dimensi tersebut dalam satu kesatuan analisis
(Eriyanto 2001 : 225).
Dimensi teks yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi
wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu atau teks terdiri dari
beberapa struktur atau tingkatan yang masing-masing saling mendukung. Ia
membanginya pada beberapa elemen wacana. Yang didalamnya berkaitan dengan
struktur wacana, merupakan cara yang efektif untuk melihat proses retorika dan
persuasi yang dijalankan ketika seseorang menyampaikan pesan. Kata-kata
tertentu mungkin dipilih untuk tujuan tertentu atau mempertegas pilihan dan
sikap, dan bahkan membentuk kesadaran politik. Berikut uraian lengkap elemen
wacana Van Dijk.
TABEL 2.5.1.1 Elemen Wacana Van Dijk
Struktur wacana Hal Yang Diamati Elemen
Struktur makroTematik
Tema/ topik yang dikedepankan dalam berita
Topik
-
SuperstrukturSkematik
Bagaimana bagian dan
urutan berita diskemakan
dalam teks berita utuh
Skema
Struktur mikro
SemantikMakna yang ingin
ditekankan, misal dengan memberikan
detil pada satu sisi atau membuat eksplisit satu
sisi danmengurangi detil sisi lain.
SintaksisBagaimana kalimat
(bentuk, susunan) yang
dipilih.
StilistikBagaimana pilihan kata
yang dipakai dalam teks
berita
RetorisBagaimana cara
penekanan dilakukan.
Latar, detil, maksud,
pra-anggapan,
nominalisasi
Bentuk kalimat,
koherensi, kata ganti
Leksikon
Grafis, metafora,
ekspresi
(Sumber dari Eriyanto 2001:225)
Dalam pandangan Van Dijk, segala teks bisa dianalisis dengan
menggunakan elemen tersebut. Meski terdiri dari berbagai elemen, semua elemen
tersebut merupakan kesatuan, saling berhubungan dan mendukung satu sama lain.
Menurut Littlejohn (Eriyanto,2001:226) antara bagian teks dalam model
Van Dijk dilihat saling mendukung, dan mengandung arti yang koheren satu sama
-
lain, karena semua teks dipandang Van Dijk mempunyai suatu aturan yang dapat
dilihat sebagai suatu piramida. Prinsip ini untuk mengamati bagaimana suatu teks
terbangun lewat elemen-elemen yang lebih kecil. Berikut akan diuraikan satu
persatu elemen wacana Van Dijk tersebut :
1. Tematik, ialah gagasan inti, ringkasan utama teks dan menggambarkan apa
yang ingin diungkapkan wartawan dalam berita. Topik menunjukkan konsep
dominan, sentral dan paling penting dari teks.
2. Skematik, skema atau alur dari pendahuluan sampai akhir. Bagaimana
bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga terbentuk suatu
kesatuan arti.
3. Latar, bagian yang dapat mempengaruhi arti yang ingin disampaikan. Latar
yang dipilih menentukan ke arah mana pandangan khalayak hendak dibawa
dan bisa menjadi alasan pembenar gagasan yang diajukan dalam teks. Lewat
latar dapat dibongkar apa maksud yang hendak disampaikan dan
menganalisis maksud tersembunyi yang sesungguhnya ingin dikemukakan
dalam teks.
4. Detil, berkaitan dengan kontrol informasi yang disampaikan. Komunikator
atau penulis akan menyampaikan informasi yang menguntungkan pihaknya
dan sebaliknya akan menyembunyikan atau meminimalkan informasi yang
merugikan. Elemen detil merupakan strategi bagaimana wartawan atau
reporter mengeskpresikan sikapnya secara implisit.
5. Maksud, menunjukkan bagaimana kebenaran tertentu ditonjolkan secara
eksplisit dan secara implisit mengaburkan kebenaran yang lain.
6. Koherensi, pertalian atau jalinan antar kata atau antar kalimat dalam teks, dua
fakta yang berbeda dapat dihubungkan sehingga tampak berhubungan.
Koherensi melihat bagaimana sseorang secara strategis menggunakan
wacana untuk menjelaskan suatu fakta atau peristiwa, apakah dipandang
sebagai peristiwa terpisah, berhubungan atau justru sebagai sebab akibat.
7. Koherensi kondisional, antara lain ditandai dengan pemakaian anak kalimat
sebagai penjelas. Kalimat kedua merupakan penjelas dari kalimat pertama
yang dihubungkan dengan kata hubung (konjungsi) seperti “yang” dan
-
“dimana”. Sebagai penjelas, ada tidaknya kalimat kedua sebenarmya tidak
mengurangi arti kalimat. Anak kalimat adalah cermin kepentingan
komunikator sebab bisa memberi keterangan yang baik atau buruk terhadap
suatu pernyataan.
8. Koherensi pembeda, berhubungan dengan bagaimana dua peristiwa atau
fakta hendak dibedakan. Dua buah peristiwa dapat dibuat saling bertentangan
dan berseberangan. Jika koherensi kondisional melihat bagaimana dua
peristiwa dihubungkan, koherensi pembeda melihat bagaimana dua kalimat
dibedakan.
9. Pengingkaran, bagaimana wartawan menyembunyikan apa yang akan
diekspresikan secara implisit. Pengingkaran menunjukkan seolah wartawan
menyetujui sesuatu, padahal ia tidak setuju dengan memberikan argumentasi
atau fakta yang menyangkal persetujuannya tersebut.
10. Bentuk kalimat, merupakan segi sintaksis yang berhubungan dengan cara
berpikir logis, prisnsip kausalitas. Tidak hanya persoalan teknis di
ketatabahasaan tapi menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat
itu. Dalam kalimat aktif seseorang menjadi subyek pernyataannya, sedang
dalam kalimat pasif seseorang menjadi obyek pernyataannya.
11. Kata ganti, elemen ini untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu
komunitas imajinatif. Kata ganti merupakan alat untuk menunjukan dimana
posisi seseorang dalam wacana. Kata ganti dipakai komunikator untuk
menunjukkan di mana posisi seseorang dalam wacana. Prinsipnya, kata ganti
dipakai untuk merangkul dukungan dan menghilangkan oposisi yang ada.
Misalnya kata ganti “kami” atau “kita” bisa menumbuhkan solidaritas,
aliansi, perhatian publik serta mengurangi kritik dan oposisi kepada diri
sendiri.
12. Leksikon, menandakan bagaimana pemilihan kata dilakukan atas berbagai
kemungkinan kata yang tersedia. Pilihan kata yang dipakai menunjukan
sikap dan ideologi tertentu. Pemilihan kata secara ideologis menunjukkan
bagaimana pemaknaan seseorang terhadap fakta atau realitas.
-
13. Pra-anggapan, merupakan pernyataan yang dipakai untuk mendukung makna
suatu teks. praanggapan merupakan upaya mendukung pendapat dengan
memberikan premis yang dipercaya kebenarannya sehingga tidak perlu
dipertanyakan lagi. Praanggapan umumnya didasarkan pada ide common
sense.
14. Nominalisasi, berkaitan atau berhubungan dengan pertanyaan apakah
wartawan memandang obyek sebagai suatu kelompok.
15. Grafis, elemen untuk memeriksa apa yang ditekankan dan dianggap penting
dalam teks. Grafis biasaya muncul lewat bentuk tulisan yang berbeda dengan
tulisan lain, huruf tebal, tanda petik, tabel, angka, grafik serta gambar. Grafis
menunjukkan bagian mana yang harus mendapat perhatian dan dianggap
penting.
16. Metafora, penyampaian pesan melalui kiasan atau ungkapan atau peribahasa.
Metafora sebagai hiasan dari suatu berita yang sapat menjadi penunjuk utama
untuk mengerti makan suatu teks. Serta alasan pembenaran atas pendapat
atau gagasan tertentu kepada publik.
Setelah itu mengenai dimensi kedua adalah kognisi sosial, yang menganalisis
bagaimana kognisi sang komunikator dalam memahami seseorang atau sebuah
peristiwa tertentu yang akan ditulis kedalam sebuah teks. Dalam pandangan Van
Dijk, kognisi sosial terutama dihubungkan dengan proses produksi berita. Proses
produksi teks tidak hanya bermakna bagaimana suatu teks dibentuk, proses ini
juga memasukan informasi yang digunakan untuk menulis dari suatu bentuk
wacana tertentu (Eriyanto, 2001:266).
Kemudian dimensi ketiga dari analisis van Dijk adalah analisis sosial, yang
menganalisis bagaimana wacana yang berkembang dalam masyarakat. Wacana
adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga untuk
meneliti teks perlu dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti bagaimana
wacana tentang suatu hal tertentu diproduksi dan dikonstruksi dalam masyarakat
(Eriyanto, 2001:271).
Untuk menjawab rumusan masalah yang ada dari penelitian ini, tentang
wacana dari berita Metro Realitas bertema Dilema Petani Di Tanah Sengketa,
-
digunakan analisis struktur teks van Dijk (dimensi pertama) yang terdiri atas
beberapa struktur/tingkatan yang saling mendukung, seperti diuraikan diatas. Lalu
kemudian digunakan kognisi sosial (dimensi kedua) dan analisis sosial (dimensi
ketiga) sehingga wacana dapat muncul. Ketiga dimensi yang digambarkan van
Dijk ini digunakan sebagai alat penelitian yang sesuai dengan rumusan masalah
penelitian yang diuraikan berdasar latar belakang penelitian seperti yang tertulis di
bab pendahuluan. Inti analisis van Dijk adalah menggabungkan ketiga dimensi
diatas dalam satu kesatuan analisis.
2.6Kerangka Pikir Penelitian
METRO TV
Teori AWK Van Djik Dimensi Teks Dimensi Kognisi
Sosial Deimensi Analisis
Sosial
Berita Metro Realitas Edisi 07/07/2014, Bertemakan “Dilema Petani Di Tanah
Sengketa”
-
Pada Tanggal 07/07/2014 media Metro Tv menyiarkan berita mengenai
“Dilema Petani Di tanah Sengketa” yang disiarkan melalui program acara Metro
Realitas. Melalui bingkai analisis wacana kritis Van Djik peneliti akan mencoba
melihat wacana kritis di balik berita tersebut, yang akan dikaitkan dengan teori
agresi Erich Fromm yang kemudian akan dikaitkan kembali menggunakan
tipologi kekerasan Johan Galtung guna melihat keterkaitan wacana berita tersebut
dengan kekerasan negara.
Wacana KritisTeori Akar Kekerasan Erich Fromm Agresi Lunak Agresi Jahat
Teori tipologi kekerasan Johan Galtung
Kekerasan Langsung Kekerasan Struktural Kekerasan Kulrutal