bentuk komunikasi pengajar dan murid dalam...
TRANSCRIPT
BENTUK KOMUNIKASI PENGAJAR DAN MURID
DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN
INTELEKTUAL ANAK TUNAGRAHITA DI
SEKOLAH LUAR BIASA NUSANTARA BEJI DEPOK
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk memenuhi persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Penyiaran Islam (S.Kom.I)
Oleh:
SITI RUPAEDAH
NIM. 108051000115
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1433 H / 2013
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana (S1) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini, saya telah
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari karya ini merupakan hasil plagiat atau hasil jiplakan
karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 15 Januari 2013
Siti Rupaedah
ABSTRAK
Siti Rupaedah
Bentuk Komunikasi Pengajar dan Murid dalam Meningkatkan Kemampuan
Intelektual Anak Tunagrahita di Sekolah Luar Biasa Nusantara Beji Depok
Tunagrahita merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang
mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Intelektual atau
kecerdasan memiliki tujuh komponen yaitu kecerdasan linguistik-verbal, logis-
matematis, spasial-visual, ritmik-musik, kinestetik, kecerdasan interpersonal dan
intrapersonal. Salah satu permasalahan yang dihadapi tunagrahita adalah mereka
mengalami kesulitan dalam mengingat apa yang dilihat dan didengar sehingga
menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Hal tersebut dapat menjadi tantangan
tersendiri bagi para pengajar dalam menyampaikan materi belajar. Sekarang ini
sudah banyak ditemui sekolah atau tempat terapi bagi anak-anak yang menderita
tunagrahita. Salah satunya adalah Sekolah Luar Biasa Nusantara berasrama di
Beji, Depok.
Untuk itu pertanyaan penelitiannya adalah bagaimana bentuk komunikasi
yang digunakan pengajar di Sekolah Luar Biasa Nusantara dalam meningkatkan
kemampuan intelektual (dalam hal ini kecerdasan berbahasa) anak tunagrahita
tingkat SD kelas 1 dan 2? Serta bagaimana kemampuan berbahasa anak-anak
tunagrahita?
Menurut Joseph A. Devito komunikasi antarpribadi adalah proses
pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara
sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik
seketika. Komunikasi ini berlangsung secara dialogis sehingga terjadi interaksi
antara pemberi pesan dan penerima, bahkan keduanya dapat saling bertukar
posisi.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu metode
penelitian yang ditujukan untuk mengumpulkan data aktual dan rinci mengenai
gejala yang terjadi, kemudian mengidentifikasi masalah dan cara orang lain
menghadapi kondisi tertentu, dan selanjutnya mempelajari pengalaman mereka.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan cara observasi, wawancara
serta dokumentasi.
Hasilnya diketahui bahwa bentuk komunikasi yang digunakan oleh
pengajar untuk meningkatkan kemampuan membaca, menulis, berbicara adalah
bentuk komunikasi antarpribadi. Yaitu suatu bentuk komunikasi, dimana antara
guru dan murid atau sebaliknya, dapat saling berinteraksi, berkomunikasi dan
mempengaruhi satu sama lain. Komunikasi antarpribadi ini terjadi karena guru
memberikan materi belajar tidak secara umum, tetapi kepada individu (murid)
sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing. Anak tunagrahita ini juga
masih dapat belajar menulis, membaca meskipun sederhana, dan berbicara
meskipun ada yang terbata-bata.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Segala puji bagi Allah atas rahmat dan magfirah-Nya yang senantiasa
tercurahkan kepada hamba-hambanya. Serta shalawat dan salam kucurahkan
untuk Nabiku tercinta yakni Nabi Muhammad SAW semoga kita mendapatkan
syafaatnya kelak di yaumil akhir.
Penulis bersyukur bahwasanya skripsi ini dapat terselesaikan. Dalam
penulisan ini banyak menyita waktu, tenaga dan pikiran. Meski demikian, penulis
berharap proses tersebut dapat memberikan pelajaran dan pengalaman tersendiri
untuk masa depan. Dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
penulis dan bagi para pembaca.
Terwujudnya skripsi ini pada hakekatnya adalah berkat pertolongan Allah
SWT, namun tidak terlepas pula bantuan dari berbagai pihak yang telah
memberikan dorongan, semangat, dan bimbingan yang sabar dan tak ternilai
harganya. Untuk itu penulis menghanturkan terima kasih yang tiada terhingga
kepada:
1. Dr. Arief Subhan, M.A, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan
Komunikasi, Drs. Wahidin Saputra, M.A, selaku Pembantu Dekan
Bidang Akademik, Drs. Mahmud Djalal, M.A, selaku Pembantu Dekan
Bidang Administrasi dan Keuangan, dan Drs. Study Rizal, L.K, M.A,
selaku Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan.
2. Drs. Djumroni, M.Si, selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam (KPI). Dra. Umi Musyarofah, M.A, selaku Sekretaris Jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI).
3. Nasichah, M.A, selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan dan arahan praskripsi.
4. Rubiyanah, MA. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
berkenan meluangkan waktu dan dengan sabar memberikan
pengarahan.
5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang
selama ini telah memberikan ilmu pengetahuan. Semoga ilmu yang
diberikan bermanfaat.
6. Segenap pimpinan dan karyawan Perpustakaan Utama dan
Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Yang telah melayani penulis
dalam mempergunakan buku-buku dan literatur yang penulis butuhkan
selama penyusunan skripsi ini.
7. Kedua orang tua tercinta, atas segala kasih sayang, perhatian,
dorongan, yang tak pernah lelah dan bosan dalam membiayai kuliah
serta do’a yang selalu dipanjatkan untuk anak-anaknya
8. Seluruh keluarga besar, kakak tercinta, bibi, dan paman yang telah
banyak memotivasi untuk cepat lulus.
9. Untuk Bapak Sujono (ketua yayasan), Bapak Kusnaeni (kepala
sekolah), Ibu Rita Maryana (guru kelas) di Sekolah Luar Biasa
Nusantara yang telah mengizinkan saya untuk dapat melakukan
penelitian. Dan dengan terbuka melayani setiap pertanyaan.
10. Seluruh teman-teman KPI D 2008, yang selalu memotivasi, menemami
sepanjang menuntut ilmu di bangku kuliah, baik dalam keadaan suka
dan duka.
11. Dan untuk orang-orang yang tidak bisa disebutkan satu persatu, tapi
turut serta memberikan suntikan semangat untuk segera menyelesaikan
kuliah ini.
Akhirnya hanya kepada Allah jualah penulis serahkan, semoga mendapat
imbalan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Mungkin skripsi ini masih terdapat
banyak kekurangan dalam penulisan. Meski begitu besar harapan penulis skripsi
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Jakarta, 15 Januari 2013
Penulis
Siti Rupaedah
DAFTAR ISI
ABSTRAK …………………………………………………………………… ii
KATA PENGANTAR ………………………………………………………. iii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………. vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah …………………………. 4
C. Tujuan Penelitian …………………………………………….... 5
D. Manfaat Penelitian ……………………………………………. 5
E. Metodologi Penelitian ……………………………………….... 5
F. Tinjauan Pustaka …………………………………………….... 9
G. Sistematika Penulisan ………………………………………..... 10
BAB II LANDASAN TEORI
A. Ruang Lingkup Komunikasi …………………………………... 12
1. Definisi Komunikasi …………………………..................... 12
2. Unsur-unsur Komunikasi ………………………………….. 14
3. Karakteristik Komunikasi ………………………………..... 16
4. Bentuk Komunikasi ……………………………………….. 17
5. Hambatan Komunikasi ……………………………………. 21
B. Kecerdasan Linguistik Verbal ……………………………….... 24
C. Tunagrahita …………………………………………………..... 26
1. Definisi Tunagrahita ……………………………………..... 26
2. Klasifikasi Tunagrahita ………………………………….... 27
3. Hambatan dan Karakteristik Tunagrahita ………………..... 38
BAB III GAMBARAN UMUM SEKOLAH LUAR BIASA NUSANTARA
A. Sejarah dan Profil Sekolah ……………………………………. 31
B. Struktur Pengurus ……………………………………………... 34
C. Program atau Kegiatan yang Tersedia ……………………….... 35
D. Keadaan Guru dan Murid ……………………………………... 35
BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN
A. Bentuk Komunikasi Pengajar dengan Anak Tunagrahita ……... 38
B. Kemampuan berbahasa anak-anak tunagrahita ………………... 48
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………………. 58
B. Saran-saran ……………………………………………………. 59
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan pilar yang sangat penting dalam kehidupan.
Dengan pengetahuan yang diperoleh, seseorang dapat merubah jalan hidupnya ke
arah yang lebih baik. Atau paling tidak dengan pengetahuan yang dimiliki,
seseorang dapat membedakan mana yang baik dan tidak untuk dirinya sendiri.
Untuk itu sudah menjadi tugas bagi setiap orang tua dan mereka yang peduli, agar
memberikan pendidikan bagi anak-anak sejak usia dini. Tak terkecuali untuk
anak-anak berkebutuhan khusus.
Sekolah Luar Biasa atau Sekolah Khusus adalah suatu usaha pembelajaran
untuk mengembangkan semua potensi kemanusiaan peserta didik luar biasa baik
yang menyandang ketunaan maupun yang dikaruniai keunggulan (berkebutuhan
khusus) secara optimal agar dapat bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga dan
masyarakat.
Pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus (student with special
needs) membutuhkan suatu strategi tersendiri sesuai dengan kebutuhan masing-
masing. Salah satu Sekolah Luar Biasa yang memberikan pembelajaran kepada
anak-anak berkebutuhan khusus adalah SLB Nusantara di Beji, Depok. Sekolah
ini menampung penderita tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, dan autis untuk dapat
menimba ilmu. Berbeda dengan sekolah pada umumnya, setiap kelas di SLB ini
hanya terdiri dari 5-10 orang murid.
2
Tunagrahita sendiri merujuk pada keterbatasan fungsi intelektual umum
dan keterbatasan pada keterampilan adaptif. Keterampilan adaptif ini mencakup
area komunikasi, merawat diri, keterampilan sosial, bermasyarakat, mengontrol
diri, serta pemanfaatan waktu luang dan kerja. Karena itulah, jika anak kelas 1 SD
di sekolah umum berkisar antara usia 6 atau 7 tahun, maka tidak demikian dengan
di Sekolah Luar Biasa. Disini usia tidak bisa menjadi patokan, bisa saja usia SMP
atau SMA tetapi masih harus belajar di tingkat SD.
Anak dengan handaya perkembangan kemampuan (tunagrahita), memiliki
problema belajar yang disebabkan adanya hambatan perkembangan intelegensi,
mental, emosi, sosial dan fisik. Untuk itu prinsip pembelajaran yang diperlukan
yaitu prinsip kebutuhan dan keaktifan, kebebasan yang mengarah, pemanfaatan
waktu luang dan kompensasi, kekeluargaan dan kepatuhan kepada orang tua, setia
kawan, perlindungan, minat dan kemampuan, disiplin, serta kasih sayang.1
Salah satu permasalahn yang dihadapi tunagrahita adalah mereka
mengalami kesulitan dalam mengingat apa yang dilihat, didengar sehingga
menyebabkan kesulitan dalam berbicara.
Padahal manusia adalah mahluk sosial yang berkomunikasi dan
berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan sekitarnya, baik itu lingkungan
tempat tinggal, sekolah maupun lingkungan kerja. Komunikasi menjadi penting
untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri, kelangsungan hidup, untuk
memperoleh kebahagiaan, memupuk hubungan dengan orang lain, serta terhindar
dari tekanan dan ketegangan. Untuk itu, pengajaran baca tulis menjadi penting
pula sebagai dasar atau pondasi untuk berbicara.
1 Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Tunagrahita, (Bandung: Refika Aditama, 2006),
h.45
3
Pembelajaran di kelas belum tentu dapat berjalan sesuai dengan keinginan
pengajar. Seringkali guru atau pengajar harus mengikuti keinginan muridnya
masing-masing, dengan memberi kebebasan melakukan hal yang mereka suka.
Setelah mereka merasa nyaman barulah pengajar dapat memberikan materi belajar
yang telah disiapkan. Setiap pengajar harus dapat mengetahui karakteristik murid-
muridnya. Saat seorang anak tidak mau belajar, pengajar juga harus memberikan
perhatian dan pendekatan untuk dapat mengetahui alasannya.
Proses pembelajaran di kelas merupakan suatu interaksi antara guru
dengan siswa dan suatu komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam suasana
edukatif untuk pencapaian suatu tujuan belajar. Dalam proses pembelajaran ini,
kedua komponen tersebut yaitu interaksi dan komunikasi harus saling menunjang
agar hasil belajar siswa dapat tercapai secara optimal.
Namun demikian, tujuan pembelajaran disini bukan hanya untuk
meningkatkan pengetahuannya, tetapi juga untuk mempersiapkan para siswa
dengan hendaya perkembangan kemampuan (tunagrahita) agar dapat hidup secara
mandiri, dapat menghidupi diri sendiri, dan mungkin keluarganya, setelah yang
bersangkutan keluar dari sekolah. Atau minimal mereka dapat bersosialisasi
dengan baik di masyarakat serta bersikap sopan santun.
Tidak seperti SLB yang lain, SLB Nusantara ini menyediakan asrama
bagi siswanya yang berasal dari luar daerah. Selain itu bagi mereka yang telah
lulus tingkat SMA disediakan pula fasilitas keterampilan seperti komputer, untuk
mendesain pin dan gelas, atau keterampilan menjahit.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirasa penting untuk meneliti
bagaimana para pengajar di Sekolah Luar Biasa berkomunikasi dengan anak-anak
4
tunagrahita dalam membantu mengembangkan dan meningkatkan kemampuan
mereka terutama kemampuan bahasa secara optimal. Untuk itu penelitian ini
diberi judul “Bentuk Komunikasi Pengajar Dan Murid Dalam Meningkatkan
Kemampuan Intelektual Anak Tunagrahita Di Sekolah Luar Biasa
Nusantara Beji Depok”
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar pembahasannya tidak meluas, maka penelitian ini dibatasi hanya
pada pola komunikasi pengajar anak-anak yang menderita tunagrahita ringan
di tingkat SD (sekolah dasar) kelas 1 dan 2 Sekolah Luar Biasa Nusantara.
Kemampuan intelektual (kecerdasan) juga dibatasi hanya pada kecerdasan
linguistik-verbal.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan
masalahnya adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana bentuk komunikasi yang digunakan pengajar Sekolah
Luar Biasa Nusantara dalam meningkatkan kemampuan berbahasa
anak-anak tunagrahita?
b. Bagaimana kemampuan berbahasa anak-anak tunagrahita?
5
C. Tujuan Penelitian
Setelah mengetahui judul serta latar belakang masalah, maka penelitian ini
bertujuan untuk:
1. Mengetahui bentuk komunikasi yang digunakan pengajar Sekolah Luar
Biasa Nusantara dalam meningkatkan kemampuan berbahasa anak-anak
tunagrahita
2. Mengetahui kemampuan berbahasa anak tunagrahita
3. Mengetahui faktor yang mendukung dan menghambat peningkatan
kemampuan berbahasa anak tunagrahita.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis. Diharapkan penelitian ini dapat memperkaya kajian ilmu
komunikasi, terutama dalam upaya komunikasi yang efektif
2. Manfaat praktis. Hasil penelitian diharapkan dapat memberi informasi
bagi mahasiswa dan masyarakat pada umumnya untuk lebih peduli dengan
anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus. Dan sebagai masukan bagi
lembaga-lembaga lainnya yang bergerak dibidang yang sama.
E. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
6
lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati.2 Dengan metode
penelitian deskriptif kualitatif, yaitu metode penelitian yang ditujukan untuk
mengumpulkan data aktual dan rinci mengenai gejala yang terjadi, untuk
kemudian mengidentifikasi masalah dan cara orang lain menghadapi kondisi
tertentu, dan selanjutnya mempelajari pengalaman mereka untuk menetapkan
rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.3
Disini peneliti akan berinteraksi secara langsung dengan subjek
penelitian untuk mengamati kegiatan sehari-hari terutama yang berkaitan
dengan apa yang diteliti, agar mendapatkan gambaran yang nyata.
2. Subjek dan Objek Penelitian
Yang menjadi subjek penelitian ini yaitu pengajar atau guru SD di
Sekolah Luar Biasa Nusantara. Sedangkan objek penelitiannya adalah pola
komunikasi yang digunakan oleh pengajar Sekolah Luar Biasa Nusantara di
kelas dalam meningkatkan kemampuan intelektual (kecerdasan bahasa) anak-
anak tunagrahita.
3. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan mulai September-November 2012. Di
Sekolah Luar Biasa Nusantara, Jalan Sempu I Rt 06 Rw 04, Kelurahan Beji,
Kecamatan Beji, Kota Depok.
2Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2009), h. 4 3 Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2007), h. 25
7
4. Tahapan Penelitian
a. Teknik Pengumpulan Data
1) Observasi
Observasi adalah proses pencatatan pola perilaku subjek
(orang), objek (benda-benda) atau kejadian yang sistematik tanpa
adanya pertanyaan atau komunikasi dengan individu-individu yang
diteliti.4 Selain itu observasi juga dapat diartikan sebagai kegiatan
pemilihan, pengubahan, dan pengodean serangkaian perilaku dan
suasana yang diamati.5
Observasi ini akan dilakukan di sekolah, terutama di dalam
kelas, yaitu tentang bagaimana komunikasi antara pengajar dengan
anak-anak tunagrahita tersebut terjalin. Secara jelasnya adalah tentang
cara penyampaian pesannya, alat-alat pendukung yang digunakan, cara
pengajar mengatasi suatu masalah, dan tanggapan dari setiap murid.
2) Wawancara
Wawancara adalah pertemuan antara dua orang dengan maksud
bertukar informasi atau ide melalui tanya jawab.6 Dalam hal ini
peneliti melakukan wawancara langsung kepada kepala sekolah dan
pengajar tunagrahita ringan kelas 1 dan 2 SD di Sekolah Luar Biasa
Nusantara. Tentang bagaimana cara pengajar menyampaikan materi
belajar untuk meningkatkan kemampuan murid dalam berbahasa.
4 Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2003), h. 34 5 Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, h. 83
6 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. (Bandung: Alfabeta,
2009), h. 231
8
3) Dokumentasi
Dokumentasi merupakan sumber data yang diambil dari
dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian ini, baik dari
pihak yayasan ataupun pihak lainnya seperti dari buku, majalah, artikel
dan lain-lain.
b. Pengolahan Data
Data-data yang diperoleh akan diolah dan disusun berdasarkan
pedoman penulisan karya ilmiah yaitu buku CeQda yang diterbitkan oleh
Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008, yang berjudul “Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Dan Disertasi)”
c. Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik analisis data kualitatif. Menurut Bogdan, analisis data kualitatif
merupakan proses mencari dan menyusun data-data yang diperoleh
melalui wawancara, catatan lapangan atau observasi, dan bahan-bahan lain
secara sistematis, dengan mendeskripsikan atau menggambarkannya
secara tertulis. Sehingga dapat dengan mudah dipahami dan hasilnya dapat
diinformasikan kepada orang lain.7 Dan agar lebih mempermudah
penyusunannya, hasil penelitian ini akan dijabarkan secara jelas sesuai
dengan perumusan masalahnya.
7 Ibid., h. 274
9
F. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan tinjauan terhadap beberapa tulisan, buku, dan skripsi tentang
pola komunikasi, diantaranya skripsi dari:
Herman Setiawan, dengan metode analisis deskriptif, dalam skripsinya
menemukan pola komunikasi yang digunakan pengasuh dalam pembinaan akhlak
adalah komunikasi yang bersifat kelompok. Selain itu ada juga pola komunikasi
antar pribadi yang lebih sering digunakan pada saat diluar proses belajar
mengajar, seperti pada waktu istirahat.8
Nurhasanah, dengan metode deskriptif analisis, dalam skripsinya
menemukan pola komunikasi yang digunakan guru-guru agama dalam
menerapkan nilai-nilai keislaman adalah dengan komunikasi antar pribadi yaitu
pada saat murid menghafal Al-Qur’an atau hadits, dan komunikasi kelompok pada
saat belajar mengajar di dalam kelas. Teori yang digunakan adalah teori Wibur
Scramm bahwa komunikasi didasarkan atas hubungan antar satu sama lain yang
fokus pada informasi yang sama, dan berada dalam komunikasi tatap muka.9
Heldawati, dengan metode deskriptif, dalam skripsinya menemukan pola
komunikasi yang digunakan Pembina dalam program pembinaan muallaf adalah
pola roda yaitu pada saat Pembina memberikan materi kepada muallaf dalam
8 Herman Setiawan, Pola Komunikasi Antara Pengasuh dengan Anak Asuh dalam
Pembinaan Akhlak di Panti Asuhan Al-Ikhsan Vila Tomang Tangerang (Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam, 2010) 9 Nurhasanah, Pola Komunikasi Guru dan Murid dalam Penerapan Nilai-nilai Keislaman
di MAN 7 Jakarta (Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, 2010)
10
jumlah yang besar, dan pola bintang pada saat pemberian materi rukun iman dan
islam, dimana semua anggota saling berkomunikasi.10
Dari ketiga tinjauan pustaka diatas yang membedakannya dengan
penelitian ini yaitu terletak pada tempat, subjek dan objek penelitiannya,
penelitian ini bertempat di Sekolah Luar Biasa Nusantara Beji, Depok, subjeknya
adalah Pengajar di kelas 1 dan 2 SD, dan objeknya yaitu bentuk komunikasi yang
digunakan guru kepada murid.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini bersifat sistematis, untuk itu penulis membaginya
menjadi lima bab yang tiap-tiap babnya terdiri dari beberapa sub bab. Adapun
sistematikanya adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Di dalamnya berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian,
tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Menguraikan tentang difinisi komunikasi, unsur-unsur komunikasi,
karakteristik komunikasi, bentuk komunikasi, hambatan komunikasi, kecerdasan
linguistik-verbal, dan pengertian, klasifikasi serta karakteristik tunagrahita.
10
Heldawati, Pola Komunikasi Antara Pembina dan Muallaf Pada Program Pembinaan
Muallaf di Masjid Sunda Kelapa Jakarta, (Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, 2011)
11
BAB III GAMBARAN UMUM SEKOLAH LUAR BIASA NUSANTARA
Gambaran umum ini berisi tentang sejarah dan profil sekolah, struktur
kepengurusan, kegiatan atau program-program yang disediakan sekolah, serta
keadaan guru dan murid-murid.
BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN
Berisi tentang bentuk komunikasi yang terjadi antara pengajar dengan
anak tunagrahita di dalam kelas, kemampuan berbahasa yang dimiliki tunagrahita,
serta faktor pendukung dan penghambat komunikasi tersebut.
BAB V PENUTUP
Berisikan kesimpulan yang berkaiatan dengan bentuk komunikasi yang
digunakan oleh pengajar dalam meningkatkan kemampuan intelektual anak-anak
penderita tunagrahita, dan saran bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan anak
tunagrahita.
12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Ruang Lingkup Komunikasi
1. Definisi Komunikasi
Secara etimologi (bahasa), komunikasi berasal dari bahasa Latin
communicatio yang bersumber dari kata communis yang berarti sama.
Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, makna atau pesan dianut
secara sama.1 Namun secara umum banyak definisi mengenai komunikasi,
tergantung paradigma atau perspektif yang digunakan para ahli
komunikasi dalam menjelaskan fenomena komunikasi yang mereka
temukan. Secara terminologi (istilah) ada beberapa definisi mengenai
komunikasi, definisi tersebut diantaranya yaitu:
a. Menurut Theodore M. Newcomb, “setiap tindakan komunikasi
dipandang sebagai suatu transmisi informasi, terdiri dari
rangsangan yang diskriminatif, dari sumber kepada penerima”
b. Gerald R. Miller menyatakan “komunikasi terjadi ketika suatu
sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat
yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima”
1 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h. 46
13
c. Pernyataan yang senada di katakan oleh Everett M. Rogers (1981),
“komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber
kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah
tingkah laku mereka”.
d. Sedangkan menurut Harold Laswell, “Who Says What in Which
Channel To Whom With What Effect?” atau Siapa Mengatakan
Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh yang
Bagaimana?2
Pada definisi yang diungkapkan Everett M. Rogers, baik
komunikator atau komunikan sebagai partisipan sama-sama aktif dalam
merumuskan isi pesan yang dapat dimengerti dan disetujui oleh kedua
belah pihak. Ini merupakan cirri komunikasi dua arah, yakni isi pesan
bukan hanya dimengerti oleh satu pihak saja tetapi kedua-duanya. Dengan
demikian efek komunikasi yang diharapkan dapat dicapai dengan baik.3
Tidak ada yang salah atau benar dalam definisi-definisi diatas.
Tergantung dalam konteks apa komunikasi itu digunakan. Dalam hal ini
menurut penulis, secara singkat komunikasi dapat dikatakan sebagai upaya
penyampaian pesan atau informasi dari sumber kepada penerima, dengan
atau tanpa media, dengan harapan terjadi perubahan atau efek ke arah yang
lebih baik.
2 Ibid., h. 69
3 M. Budyatna dan Nina Mutmainah, Komunikasi Antarpribadi, (Jakarta: universitas
Terbuka, 1994), h. 25
14
Pada hakikatnya komunikasi adalah sebuah proses penyampaian
pesan dari komunikator kepada komunikan. Pesan ini dapat berupa pesan
verbal atau non verbal. Pesan verbal adalah pesan yang berupa kata-kata
lisan atau tulisan, sedangkan non verbal adalah pesan yang berupa isyarat
badan atau gerakan.
2. Unsur-unsur Komunikasi
Komunikasi merupakan suatu proses kegiatan yang terdiri dari
beberapa unsur, yaitu:
a. Komunikator
Yaitu unsur yang pertama kali menyampaikan pesan4 atau
menghubungkan pesan kepada seseorang atau beberapa orang.
b. Pesan
Adalah seperangkat lambang, baik berupa ide atau
informasi bermakna yang disampaikan oleh komunikator kepada
pendengarnya.5
Pesan sendiri dapat dibagi menjadi beberapa bentuk, yaitu:
1) Informatif adalah komunikasi yang memberikan
keterangan-keterangan, kemudian mengambil kesimpulan
4 Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h. 46
5 Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009),
h. 59
15
dan keputusan sendiri. Dalam situasi tertentu komunikasi
informatif justru berhasil dan persuasif.
2) Persuasif adalah komunikasi yang berisikan bujukan, yaitu
membangkitkan pengertian dan kesadaran manusia bahwa
apa yang kita sampaikan akan memberikan perubahan
sikap, dan perubahan ini diterima atas kesadaran sendiri.
3) Koersif adalah komunikasi dengan menggunakan sanksi-
sanksi. Bentuknya dikenal dengan agitasi, yaitu penekanan-
penekanan yang menimbulkan tekanan batin diantara
sesama dan dikalangan publik.
c. Media
Yaitu sarana atau saluran yang mendukung pesan jika
penerima (komunikan) jauh tempatnya atau banyak jumlahnya.
d. Komunikan
Yaitu orang yang menerima pesan dari komunikator.6 Saat
komunikasi terjadi dua arah, maka komunikan dapat berperan
sebagai komunikator.
e. Efek
Yaitu pengaruh yang ditimbulkan dari pesan yang
disampaikan. Yang terpenting dalam sebuah proses komunikasi
adalah bagaimana caranya agar suatu pesan yang disampaikan oleh
6 Ibid, h. 59
16
komunikator dapat memberikan dampak atau efek kepada
komunikan. Dampak tersebut dapat diklasifikasikan menjadi:
1) Dampak kognitif. Yaitu dampak yang timbul pada
komunikan yang menyebabkan menjadi tahu atau
meningkat intelektualitasnya
2) Dampak afektif. Yaitu dampak yang tidak hanya sekedar
komunikan menjadi tahu, tetapi juga tergerak hatinya.
Menimbulkan perasaan tertentu, misalnya iba, terharu,
sedih, gembira, marah dan lain-lain
3) Dampak behavioral. Yaitu dampak yang timbul berupa
perilaku, tindakan atau kegiatan. Misalnya berbuat seperti
apa yang disarankan atau berbuat yang tidak disarankan
(menentang).7
3. Karakteristik Komunikasi
a. Komunikasi adalah suatu proses
Artinya bahwa komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau
peristiwa yang terjadi secara berurutan serta berkaitan satu sama
lainnya dalam waktu tertentu.
b. Komunikasi adalah upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan
tertentu
7 Onong U. Effendy, Dinamika Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), h. 7
17
Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar,
disengaja sesuai dengan kemauannya, serta sesuai dengan tujuan
yaitu hasil atau akibat yang ingin dicapai.
c. Komunikasi menuntut adanya patisipasi dan kerja sama dari para
pelaku yang terlibat
Komunikasi akan berlangsung dengan baik jika pihak-pihak yang
melakukan komunikasi sama-sama terlibat dan mempunyai
perhatian yang sama pada pesan yang dikomunikasikan.
d. Komunikasi bersifat simbolis
Komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan
dengan menggunakan lambang-lambang, misalnya bahasa.
e. Komunikasi bersifat transaksional
Pada dasarnya komunikasi menuntut adanya tindakan yaitu
memberi dan menerima. Dua tindakan tersebut perlu dilakukan
secara seimbang oleh pelaku yang terlibat dalam komunikasi.
f. Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu
Para peserta atau pelaku yang terlibat komunikasi tidak perlu lagi
hadir dalam ruang dan waktu yang sama. Karena dengan kemajuan
teknologi seperti sekarang ini (telepon, email, dan sebagainya)
18
kedua faktor tersebut bukan menjadi persoalan dalam
berkomunikasi.8
4. Bentuk Komunikasi
Onong U. Effendi menyebutkan dalam bukunya Dimensi-
Dimensi komunikasi, berdasarkan sifat komunikasi dan jumlah
komunikan, komunikasi dapat diklasifikasikan menjadi 3 bentuk:
komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi massa.
a. Komunikasi antarpribadi
Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antara dua
orang dimana terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan.
Komunikasi ini dapat berlangsung secara tatap muka atau melalui
medium seperti telepon. Ciri khas komunikasi antar pribadi ialah
sifatnya yang dua arah atau timbal balik (two way traffic
communication). Efektifnya komunikasi antar pribadi ini ialah
karena adanya arus balik langsung, sehingga komunikator dapat
melihat seketika tanggapan komunikan. Pengertian efektif dalam
komunikasi antar pribadi ini yaitu hubungannya dengan perubahan
sikap (attitude change).9
Komunikasi antar pribadi menurut Joseph A. Devito dalam
bukunya “The Interpersonal Communication Book” (Devito, 1989)
“proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang
8 Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, h. 33
9 Onong U. Effendy, Dimensi-dimensi Komunikasi, (Bandung: Alumni, 1981),. h. 48
19
atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek
dan beberapa umpan balik seketika”10
Keuntungan dari situasi komunikasi antarpribadi ialah
karena prosesnya yang berlangsung secara dialogis. Dialog adalah
bentuk komunikasi antarpribadi yang menunjukan adanya
interaksi. Mereka yang terlibat dalam komunikasi ini dapat
berfungsi ganda, masing-masing menjadi pembicara dan pendengar
secara bergantian.
Dalam proses komunikasi ini juga nampak adanya upaya
dari para pelaku agar terjadinya pengertian bersama (mutual
understanding) dan empati. Disinilah terjadinya saling
menghormati, bukan karena status sosial ekonomi, melainkan
karena didasarkan anggapan bahwa masing-masing memang wajib,
berhak, pantas dan wajar dihargai dan dihormati sebagai manusia.11
Jika dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi yang
lain, komunikasi antarpribadi dinilai yang paling berpengaruh
dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku
komunikan. Karena itulah komunikasi antar pribadi sering
digunakan untuk melancarkan komunikasi persuasive, yaitu suatu
teknik komunikasi secara psikologis yang sifatnya halus, berupa
ajakan, bujukan atau rayuan.12
10
Onong U. Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2003), h. 59 11
Ibid., h. 60 12
Ibid., h.62
20
b. Komunikasi kelompok
Komunikasi kelompok (group communication) adalah
komunikasi antara seseorang dengan sejumlah orang yang
berkumpul bersama-sama secara sengaja dalam bentuk kelompok.
Kelompok tersebut bisa kecil (small group) bisa juga besar (large
group), tetapi jumlah orang dalam anggota kelompok itu tidak
dapat ditentukan dengan eksak.
1) Kelompok kecil atau kadang disebut micro group adalah
kelompok yang dalam situasi komunikasinya terdapat
kesempatan untuk memberikan tanggapan secara verbal.
Dengan kata lain komunikator dapat melakukan
komunikasi antar pribadi dengan salah seorang anggota
kelompok.
2) Kelompok besar atau disebut juga macro group. Dalam
komunikasi ini kontak pribadi antara komunikator dengan
komunikan jauh lebih kurang dibandingkan dengan situasi
kelompok kecil. Apabila anggota kelompok besar
memberikan tanggapan kepada komunikator maka
tanggapan itu lebih bersifat emosional. 13
c. Komunikasi massa
Komunikasi masa (mass communication) ialah komunikasi
melalui media masa modern dengan jangkauan yang luas, seperti
surat kabar, siaran radio dan televisi serta film. Namun menurut
13
Onong U. Effendy, Dimensi-dimensi Komunikasi, h. 55
21
Everett M. Rogers, selain media masa modern ada juga media
masa tradisonal seperti teater rakyat, juru dongeng keliling, juru
pantun dan lain-lain.
Umumnya media masa modern menunjukan seluruh sistem
dimana pesan-pesan diproduksikan, dipilih, disiarkan, diterima dan
ditanggapi. Komunikasi massa menyiarkan informasi, gagasan dan
sikap kepada komunikan yang beragam dan dalam jumlah yang
banyak dengan menggunakan media.14
5. Hambatan Komunikasi
Ada beberapa hal yang seringkali menjadi hambatan dalam
komunikasi, diantara yang harus diperhatikan yaitu:
a. Gangguan
Menurut sifatnya, ada dua jenis gangguan terhadap jalannya
komunikasi:
1) Gangguan mekanik. Gangguan ini disebabkan oleh saluran atau
media yang digunakan dalam komunikasi yang berbentu fisik.
Seperti gangguan suara pada pesawat radio.
2) Gangguan semantik. Gangguan jenis ini bersangkutan dengan
bahasa yang digunakan komunikator untuk menyampaikan
pesan kepada komunikan.
14
Onong U. Effendy, Ilmu,Teori dan Filsafat Komunikasi, h.79
22
b. Kepentingan
Interest atau kepentingan akan membuat seseorang selektif
dalam menanggapi atau menghayati suatu pesan. Orang hanya akan
memperhatikan perangsang yang ada hubungannya dengan
kepentingannya. Kepentingan tidak hanya mempengaruhi perhatian
saja tetapi juga menentukan daya tanggap, perasaan, pikiran dan
tingkah laku.
c. Motivasi terpendam
Motivasi akan membuat seseorang berbuat sesuatu yang sesuai
dengan keinginan, kebutuhan dan kekurangannya. Semakin sesuai
komunikasi dengan motivasi seseorang semakin besar pula
kemungkinan komunikasi itu dapat diterima dengan baik oleh
komunikan.15
d. Hambatan Psikologis dan Sosial
Hambatan psikologis dan sosial kadang-kadang mengganggu
komunikasi. Misalnya, bencana yang menimbulkan trauma pada
komunikan sehingga sulit diajak komunikasi.
Selain itu faktor prasangka juga merupakan hambatan yang
berat bagi suatu komunikasi, karena orang yang mempunyai
prasangka, terlebih yang tidak baik, akan cepat bersikap curiga dan
menentang komunikator yang hendak melakukan komunikasi. Dalam
15
Onong U. Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, h. 45-48
23
prasangka, emosi memaksa kita untuk menarik kesimpulan tanpa
menggunakan pikiran yang rasional.16
Hambatan-hambatan komunikasi yang seringkali ditemui dalam
proses belajar mengajar antara lain:
a. Verbalisme. Dimana guru menerangkan pelajaran hanya melalui
kata-kata atau secara lisan. Disini yang aktif hanya guru,
sedangkan murid lebih banyak bersifat pasif, dan komunikasi
bersifat satu arah.
b. Perhatian yang bercabang. Yaitu perhatian murid tidak terpusat
pada informasi yang disampaikan guru, tetapi bercabang perhatian
lainnya.
c. Kekacauan penafsiran. Terjadi disebabkan berbedanya daya
tangkap murid, sehingga sering terjadi istilah-istilah yang sama
namun diartikan berbeda-beda.
d. Tidak adanya tanggapan. Yaitu murid-murid tidak merespon secara
aktif apa yang disampaikan oleh guru, sehingga tidak terbentuk
sikap yang diperlukan. Disini proses pemikiran tidak terbentuk
sebagaimana mestinya.
e. Kurang perhatian. Hal ini disebabkan karena prosedur dan metode
pengajaran kurang bervariasi, sehingga penyampaian informasi
yang monoton menyebabkan timbulnya kebosanan murid.
16
Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik, h. 64
24
f. Keadaan fisik dan lingkungan yang mengganggu. Misalnya objek
yang terlalu besar atau kecil, gerakan yang terlalu cepat atau
lambat, dan objek yang terlalu kompleks serta konsep yang terlalu
luas, sehingga menyebabkan tanggapan murid menjadi
mengambang.
g. Sikap pasif anak didik. Yaitu tidak bergairahnya siswa dalam
mengikuti pelajaran disebabkan kesalahan memilih teknik
komunikasi.17
B. Kecerdasan Linguistik Verbal
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Intelektual berarti cerdas,
berakal, dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan. (Depdiknas,
2005:437)18
Howard Gardner dalam bukunya, Frames of Mind: The Theory of
Multiple Intelligences (1983) mengusulkan bahwa kecerdasan memiliki tujuh
komponen. Yaitu kecerdasan linguistik-verbal, kecerdasan logis-matematis,
spasial-visual, ritmik-musik, kinestetik, kecerdasan interpersonal dan
kecerdasan intrapersonal.19
Kecerdasan linguistik-verbal mengacu pada kemampuan menyusun
pikiran dengan jelas dan mampu menggunakannya secara kompeten melalui
17
Basyirudin Usman dan Asnawir, Media Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Pres, 2002),
h.6 18
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 437 19
May Lwin, dkk., Cara Mengembangkan Berbagai Komponen Kecerdasan, (T.tp.:PT.
Indeks, 2008), h. 2
25
kata-kata untuk mengungkapkan pikiran dalam bentuk berbicara, membaca
dan menulis.20
Kecerdasan berbahasa mencakup kemampuan seseorang untuk
menggunakan bahasa atau kata-kata, baik secara tertulis maupun lisan, dalam
berbagai bentuk yang berbeda untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya.21
Keterampilan membaca dan menulis merupakan keterampilan dasar
dalam komunikasi. Cerdas dalam kata-kata juga merupakan kemampuan yang
memungkinkan manusia untuk dapat berkomunikasi satu sama lain dalam
tataran sosial. Dan komunikasi yang efektif memungkinkan seseorang untuk
memahami orang lain, mempengaruhi orang lain, belajar dari orang lain, dan
belajar lebih tentang diri sendiri.
Anak-anak yang mengetahui kata-kata akan belajar memahami dan
menggunakan bahasa, khususnya bahasa lisan dan tulis. Hal ini yang
kemudian akan membantu mereka bersosialisasi dengan lingkungan dan
membuka pintu untuk menguasai berbagai pelajaran mulai dari sains,
matematika, sejarah dan lain-lain.
Bahasa menurut Myklebust (1955) didefinisikan sebagai perilaku
simbolik yang mencakup kemampuan seseorang dalam mengikhtisarkan,
mengikatkan kata-kata dengan arti, dan menggunakannya sebagai simbol
untuk berpikir dan mengekspresikan ide, maksud dan perasaan.22
20
May Lwin, h. 11 21
Hamzah B. Uno dan Masri Kuadrat, Mengelola Kecerdasan Dalam Pembelajaran,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 12 22
T. Sutjihati Soemantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: Refika Aditama, 2006),
h. 113
26
Beberapa hal dibawah ini merupakan kegiatan yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan kemampuan berbahasa, diantaranya:
Keterampilan verbal
1. Berbicara dalam kalimat
2. Memahami dan mengikuti perintah
3. Menirukan dan memainkan peran
4. Merangkai kata-kata untuk berkomunikasi
Keterampilan membaca dan menulis
1. Berusaha untuk menulis abjad dasar
2. Mulai membaca kata-kata sederhana
3. Mengenal abjad dengan baik
4. Memperlihatkan minat pada buku-buku23
C. Tunagrahita
1. Definisi Tunagrahita
Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak
yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Dalam
bahasa asing istilah yang digunakan seperti mental retardation, mentally
retarded, mental deficiency.24
Definisi dari American Association of Mental Retardation/AAMR
(Luckasson, 1992), dengan menitikberatkan pada tiga dimensi utama
penilaian yakni kemampuan (capabilities), lingkungan tempat ia
23
May Lwin, dkk., Cara Mengembangkan Berbagai Komponen Kecerdasan, h. 22 24
Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN, 2009), h. 136
27
melakukan fungsi kegiatan (environment), dan kebutuhan bantuan dengan
berbagai tingkat keperluan (functioning dan support), hasilnya yaitu:
“Anak dengan hendaya perkembangan, mengacu pada adanya
keterbatasan dalam perkembangan fungsional. Hal ini menunjukan
adanya signifikansi karakteristik fungsi intelektual yang berada
dibawah normal, bersamaan dengan kemunculan dua atau lebih
ketidaksesuaian dalam aspek keterampilan penyesuaian diri
(adaptif) meliputi: komunikasi, bina diri, kehidupan di rumah,
keterampilan sosial, penggunaan fasilitas lingkungan, mengatur
diri, kesehatan dan keselamatan diri, keberfungsian akademik,
mengatur waktu luang, dan bekerja. Keadaan seperti itu secara
nyata berlangsung sebelum usia 18 tahun”.25
Seseorang dikategorikan berkelainanan mental subnormal atau
tunagrahita jika ia memiliki tingkat kecerdasan di bawah normal, sehingga
untuk meningkatkan kemampuannya memerlukan bantuan atau layanan
spesifik, termasuk dalam program pendidikannya (Bratanata, 1979).26
2. Klasifikasi Tunagrahita
a. Tunagrahita Ringan
Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil. Mereka
masih dapat membaca, menulis dan berhitung sederhana. Dengan
bimbingan dan pendidikan yang baik, anak terbelakang mental ringan
pada saatnya dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri.
Karena mereka dapat dididik menjadi tenaga kerja seperti pekerjaan
laundry, pertanian, peternakan, dan pekerjaan tumah tangga.
Pada umumnya anak tunagrahita ringan tidak mengalami
gangguan fisik. Mereka tampak seperti anak normal. Hanya saja
25
Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Tunagrahita, (Bandung: Refika Aditama, 2006),
h.62 26
Bratanata, “Pendidikan Anak Terbelakang Mental ” dalam Mohammad Effendi
Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 88
28
mereka tidak mampu melakukan penyesuaian sosial secara
independen.
b. Tunagrahita Sedang
Anak tunagrahita sedang disbut juga imbesil. Mereka sangat
sulit bahkan tidak dapat belajar secara akademik seperti belajar
menulis, membaca dan berhitung. Tetapi mereka masih dapat dididik
untuk mengurus diri seperti mandi, berpakaian, makan minum,
mengerjakan pekerjaan rumah dan sebagainya. Namun dalam
kehidupan sehari-hari mereka membutuhkan pengawasan yang terus
menerus.
c. Tunagrahita Berat
Anak tunagrahita berat sering disebut idiot. Mereka
memerlukan bantuan perawatan total dalam hal merawat diri, makan
dan lainnya. Bahkan mereka memerlukan perlindungan dari bahaya
sepanjang hidupnya.27
3. Hambatan dan Karakteristik Tunagrahita
Pada dasarnya tunagrahita menunjukan kecenderungan
kemampuan yang rendah pada fungsi umum kecerdasannya, karena
keterbatasan fungsi kognitif. Fungsi kognitif sendiri merupakan
kemampuan seseorang untuk mengenal atau memperoleh pengetahuan.
27
Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, h. 139-
141
29
Beberapa hambatan yang tampak pada anak tunagrahita dari segi
kognitif yang juga menjadi karakteristiknya yaitu:
a. Cenderung memiliki kemampuan berpikir konkret
b. Mengalami kesulitan dalam konsentrasi
c. Kemampuan sosialisasinya terbatas
d. Tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit
e. Kurang mampu menganalisis dan menilai kejadian yang dihadapi
f. Pada tunagrahita mampu didik, prestasi tertinggi bidang baca, tulis
dan hitung tidak lebih dari anak normal setingkat kelas III-IV SD.28
Menurut Hallahan, terdapat empat bidang hambatan kognisi pada
anak yang tergolong kategori retardasi mental. Empat bidang tersebut
adalah hambatan perhatian, ingatan, bahasa, dan prestasi akademik.
a. Hambatan Perhatian. Biasanya mereka kesulitan mencurahkan
perhatiannya kepada aspek yang bermacam-macam
b. Hambatan Ingatan. Mereka sulit mengingat suatu benda atau
proses yang telah dialaminya
c. Hambatan Bahasa. Karena mengalami kesulitan dalam mengingat
apa yang dilihat dan didengar sehingga menyebabkan kesulitan
dalam berbicara
28
Mohammad Effendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, h. 98
30
d. Prestasi Akademik. Karena terlambat dalam perkembangan mental,
tunagrahita mengalami masalah dalam keterampilan akademik di
banding kelompok usia sebaya.29
Sementara itu, Bandi Delphie dalam bukunya menyebutkan bahwa
karakteristik anak tunagrahita, meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Mempunyai dasar secara fisiologis, sosial dan emosional sama
seperti anak-anak yang tidak menyandang tunagrahita
b. Selalu bersifat eksternal locus of control sehingga mudah sekali
melakukan kesalahan (expectancy for failure)
c. Suka meniru perilaku yang benar dari orang lain dalam upaya
mengatasi kesalahan-kesalahan yang mungkin ia lakukan
(outerdirectedness)
d. Mempunyai perilaku yang tidak dapat mengatur diri sendiri
e. Mempunyai permasalahan dengan perilaku sosial (social
behavioral)
f. Mempunyai masalah dengan karakteristik belajar
g. Mempunyai masalah dalam bahasa dan pengucapan
h. Mempunyai masalah dalam kesehatan fisik
i. Kurang mampu untuk berkomunikasi
j. Mempunyai kelainan pada sensori dan gerak30
29
Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, h. 155 30
Bandi Delphi, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: Refika Aditama,
2006), h. 17
31
BAB III
GAMBARAN UMUM SEKOLAH LUAR BIASA NUSANTARA
A. Sejarah Dan Profil Sekolah
1. Sejarah
Berawal dari rasa prihatin terhadap adik kelas sewaktu kuliah di
Pendidkan Luar Biasa, Bapak Sujono (saat ini menjabat sebagai ketua
yayasan) menampung dua belas orang adik kelasnya tersebut di dua tempat
yaitu di Depok dan Jakarta Selatan. Mereka mulai mencari murid, hingga
muridnya terus bertambah banyak. Karena para guru (yang juga adik
kelasnya) tinggal dan makan di sekolah, maka dibuatlah sekolah berasrama.
Akhirnya pada tahun 1989 beliau membeli tanah di daerah Beji, Depok dari
uang pribadi hasil penjualan rumah.
Saat ini beliau telah membangun dua Sekolah Luar Biasa di dua daerah
yaitu di Beji, Depok dan Srengseng Sawah, Jakarta Selatan.1 Sekolah Luar
Biasa Nusantara Ber-asrama tidak hanya menerima siswa-siswi ABCD
(Tunanetra, Tunarungu, tunagrahita, Tunadaksa), tetapi juga Hiperaktif, Down
Syndrom, Autis dan Epilepsi, mulai dari usia dini sampai usia lanjut. Motto
sekolah adalah PAIKEM GEMBROT yang artinya Pendidikan Aktif Inovatif
Kreatif Efektif Menyenangkan Gembira Berbobot.
Selain pendidikan formal, sekolah ini juga menyediakan beberapa
program umum seperti:
1Wawancara dengan Bapak Sujono pada Rabu, 24 Oktober 2012
32
a. Lembaga pendidikan komputer nusantara untuk Anak berbakat usia
sekolah, SMKLB, alumni SMALB
b. Paket wisata alam nusantara, diadakan setiap minggu, maksimal 15
peserta di wilayah jabodetabek, waktunya satu hari. Kegiatan ini
ditujukan untuk menghilangkan kejenuhan dari rutinitas sehari-hari
c. Klinik tumbuh kembang ”Bunga Nusantara”, yaitu layanan terapi
untuk anak berkebutuhan khusus seperti terapi air, terapi perilaku,
terapi okupasi, terapi wicara, terapi sensor integrasi, konsultasi anak
dan tes psikologi.2
2. Profil
Nama Sekolah : SLB BCD NUSANTARA BER-ASRAMA
Status Sekolah : Swasta
NSS : 802026605001
Alamat Sekolah : Jl. Sempu Raya No. 120 Rt. 03 Rw. 04 Kel.
Beji Kec. Beji Kota Depok 16421
Telp (021)7761131
Tahun Berdiri : 1989
Ijin Oprasional : No. 421.9/3124 – DISDIK/2003
Status Akreditasi : C
Waktu Penyelengaraan : Siang Hari
Nama Kepala Sekolah : Kusnaeni, S.Pd
Nama Yayasan : YPLB NUSANTARA
2 Brosur Sekolah
33
Alamat Yayasan : Jl. Sempu Raya No. 120 Rt. 03 Rw. 04 Kel.
Beji Kec. Beji Kota Depok 16421
Tlp./ Hp. (021) 7761131 / 08174948901
No Akte Notaris / Tahun : 117 / 2001
Nama Ketua Yayasan : Drs. Sujono, MM
Nama Komite : -
Visi :
Mewujudkan SLB BCD Nusantara Berasrama kota Depok sebagai
salah satu sekolah unggulan dan terbaik di jawa barat.
Misi :
1. Meningkatkan kinerja aparatur sekolah yang efektif, efisien dan
profesional
2. Meningkatkan segala potensi sumber daya sekolah
3. Mengembangkan wawasan keunggulan kreatif dan inovatif dibidang
pendidikan
4. Membangguan komitmen kebersamaan dan keteladanan warga
sekolah yang harmonis, religius yang dilandasi Iman dan Taqwa.3
3 Dokumentasi sekolah
34
B. Struktur Pengurus 4
4 Hasil wawancara dengan Bapak Kusnaeni pada Selasa, 20 November 2012
Kepala Sekolah
Kusnaeni, S.Pd
Ketua Yayasan
Drs. Sujono, MM
Wakil Kepala Sekolah
Ani Riani
Olahraga
Kusnaeni
Keterampilan
Tuti Purwani
Bina Diri
Miftah
Bendahara
Neni
Bimbingan Konseling
Neni
Keagamaan
Sulistiani
Kesenian
Elis
Tata Usaha
Syahbani
Irfan
Pembelajaran
Eka
Program
35
C. Program atau Kegiatan yang Tersedia
Beberapa program atau kegiatan yang menjadi unggulan di sekolah ini
yaitu:
1. Keterampilan. Sablon elektrik seperti membuat gelas, pin, topi dan
kaos bergambar, serta menyulam dan memasang manik-manik
2. Bina Diri. Kegiatan dalam bina diri ini yaitu keterampilan dalam
mengerjakan pekerjaan sehari-hari, mulai dari makan, minum, bersih-
bersih, ke toilet, ganti baju dan lain-lain
3. Seni. Seperti memainkan alat musik dan tarian
4. Olahraga. Kegiatan olahraga ini yaitu renang, badminton, fitness5
D. Keadaan Guru dan Murid
Jumlah guru yang ada di sekolah ini yaitu 16 orang. Dengan status
kepegawaian 1 orang pegawai negeri dan 15 lainnya pegawai swasta. Pendidikan
terakhir masing-masing guru yaitu: 1 orang tamatan S2, 5 orang tamatan S1/D4, 3
orang tamatan SGPLB/D3/SARMUD/POLITEKNIK, dan 7 orang tamatan
SMA/SMK/MA/MAK. Sedangkan jumlah muridnya yaitu 93 orang, 63
perempuan dan 35 laki-laki.6
Untuk kelas 1 dan 2 SD ini terdapat 7 orang murid, 6 laki-laki dan 1
perempuan. 4 orang termasuk tunagrahita ringan yaitu Ridwan, Shendi, Krist
Hansen dan Naufal. 3 lainnya yaitu Raihan, Aldi dan Nina termasuk down
syndrome dan tunagrahita. Yang menjadi fokus penelitian pada skripi ini adalah
5 Hasil wawancara dengan Bapak Kusnaeni pada Selasa, 20 November 2012
6 Dokumentasi sekolah
36
tunagrahita ringan, maka yang akan dibahas pada bab selanjutnya hanya 4 anak
tersebut saja.
Jam belajar di sekolah yaitu mulai dari pukul 07.30-11.30, dengan jam
istirahat pada pukul 09.30-10.00. Pada jam istirahat anak-anak akan tetap berada
di dalam kelas untuk makan bekal yang dibawa masing-masing. Sementara guru
mengawasi mereka, karena makan merupakan salah satu pelajaran bina diri bagi
anak-anak tunagrahita, yang memang diharapkan setelah keluar dari sekolah
mereka dapat mengurus dirinya sendiri. Waktu istirahat ini bisa dimanfaatkan oleh
guru untuk lebih mendekatkan diri kepada muridnya dan menilai kemandiriannya.
Guru kelas 1 dan 2 SD ini merasa sudah sangat sayang dengan muridnya,
hal tersebut dirasakan jika ada salah seorang murid yang tidak masuk maka beliau
merasa kangen.7 Beliau berharap dengan rasa sayang yang diberikan dalam
mengajar, murid-muridnya dapat mematuhi beliau karena sayang dan bukan takut.
Bahasa yang biasa digunakan oleh Ibu Rita (Guru kelas 1 dan 2 SD) dalam
berbicara kepada muridnya cenderung bahasa yang baik, dikatakan baik karena
sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia seperti: “tidak boleh bicara seperti itu”,
“minta maaf kepada temannya”, “kalau tidak selesai, tidak boleh pulang”,
“bersihkan sampahnya”, “nanti ibu kasih tau ayah ya kalau kamu nakal”.8
Selain bertanggung jawab terhadap pelajaran atau akademiknya, guru juga
bertanggung jawab dengan keadaan muridnya. Anak tunagrahita cenderung
mempunyai perilaku yang tidak dapat mengatur diri sendiri9 termasuk saat mereka
7 Wawancara dengan Ibu Rita Maryana
8 Observasi
9 Bandi Delphi, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus,(Bandung: Refika Aditama,
2006), h. 17
37
ingin buang air kecil atau besar. Jadi jika ada yang buang air kecil dicelana maka
guru yang harus membantunya ke kamar mandi dan menggantikan celananya.
Identitas guru dan murid yang menjadi subjek penelitian:
1. Guru
Nama : Rita Maryana
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 27 Oktober 1986
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : PGTK
Alamat : Kp. Sindangkarsa Rt 01 Rw 09 No.39,
Sukamaju, Tapos
2. Murid
Nama Tempat/Tanggal
lahir Agama Alamat
M. Ridwan
(11 thn)
Cianjur
6 Agustus 2001
Islam Jl. KH. Ahmad Dahlan, Beji
Timur, Depok
Shendi Freno
Pratama (10 thn)
Jakarta,
20 Agustus 2002
Islam Jl. Temulawak, Citayam,
Depok
Krist Hansen
Lamliembert (7 thn)
Belitung,
15 Mei 2005
Kristen Jl. Bioskop Surya No.164,
Manggar, Belitung Timur
Naufal Rizky
Pratama (7 thn)
Jakarta,
27 Juli 2005
Islam Jl. KH. Ahmad Dahlan VI,
Beji, Depok
38
BAB IV
ANALISA HASIL PENELITIAN
A. Bentuk Komunikasi yang Terjadi Antara Pengajar Dengan Anak
Tunagrahita
Dalam teorinya, tunagrahita diklasifikasi menjadi tiga. Dan yang termasuk
dalam penelitian ini adalah tunagrahita ringan, seperti dalam buku Psikologi
Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus tunagrahita ringan adalah mereka yang
masih dapat membaca, menulis dan berhitung sederhana.1 Meskipun dengan
usaha yang lebih dibandingkan anak lain seusianya. Karena mereka membutuhkan
berkali-kali pengulangan agar dapat mengingat apa yang telah diajarkan dalam
jangka waktu yang cukup lama.
Dalam penyampaian materi, di sekolah umum biasanya murid akan
mengikuti apa saja yang diberikan oleh guru. Tetapi di Sekolah Luar Biasa,
khususnya pada anak tunagrahita tingkat SD kelas 1 dan 2 ini, bisa saja guru yang
mengikuti keinginan dari murid-murid, yang penting materi pada hari itu tetap
tersampaikan. Hal ini dilakukan karena kepribadian anak tunagrahita berbeda
dengan yang lain, seperti yang dikatakan Ibu Rita “…beberapa diantaranya
cenderung tempramen, sulit membedakan yang benar dan salah, dan lebih suka
bermain”.2
Di sekolah ini, kelas 1 dan 2 SD digabung dalam satu ruangan. Selain
karena ruang kelas yang terbatas, hal ini dilakukan karena jumlah muridnya tidak
1 Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN, 2009), h. 139 2 Wawancara dengan Ibu Rita Maryana pada Selasa, 20 November 2012
39
sebanyak dengan di sekolah umum. Selain itu pelajaran untuk anak kelas 1 dan 2
cenderung sama, yaitu belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana.
Di bawah ini beberapa hasil kegiatan harian di dalam kelas:
Hari/Tanggal Senin, 1 Oktober 2012 (10.30-11.30)
Mata Pelajaran IPA
Subjek Kegiatan
Guru Memberikan materi belajar IPA
Ridwan, Krist Hansen, Shendy menyalin tulisan KACANG
HIJAU yang diberikan guru di buku masing-masing siswa.
Naufal tidak ada di dalam ruangan.
Ridwan dan
Shendi
Mengerjakan tugas yang diberikan
Krist Hansen Mengerjakan tugas yang diberikan, kemudian dia meminta
guru untuk melihat kacang hijau atau kecambah yang
sebelumnya sudah ditanam.
“Ibu katanya mau belajar kacang hijau, yang kemarin udah
ditanam itu bu”
Ridwan Ridwan juga mengiyakan kata-kata Krist Hansen
“Iya bu”
Guru “Iya, setelah ini. Selesaikan dulu tugasnya”
Shendi “Lima aja ya bu”
Shendi minta tugasnya dikurangi dari delapan menjadi lima
Guru “Yaudah sampai lima aja ya ngerjainnya
Kalau sudah selesai boleh ambil kacang hijaunya”
Setelah semuanya selesai, guru menjelaskan bagian-bagian dari kecambah dan
kegunaan dari kacang hijau.
Kegiatan belajar ini tidak dilakukan didalam kelas yang terdapat kursi dan
meja tulis, tetapi di ruangan kosong sehingga anak-anak bisa bebas bergerak. Dari
kegiatan tersebut penulis melihat hasil tulisan Shendi, kata KACANG HIJAU
yang ditulis sebanyak lima kali tidak semuanya lengkap. Ada yang kurang huruf I,
ada juga yang kurang huruf J. Menurut bu Rita, anak tunagrahita memang seperti
40
itu, meskipun sudah bisa menulis tetapi ada saja huruf yang kurang dalam
tulisannya.
Hari/Tanggal Senin, 26 November 2012 (10.00-11.30)
Pembahasan Pra Ujian Semester
Subjek Kegiatan
Guru Memberikan materi pra ujian semester yang berbeda-beda
Ridwan: Diberikan soal Matematika, penjumlahan satu dan dua
angka.
Krist hansen: Diberikan soal PKN berupa sebuah paragraf
tentang hidup rukun antar sesama anggota keluarga dan
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan bacaan tersebut.
Shendi: Diberikan soal IPS, mengikuti tulisan “Rumah Adat”,
“Pakaian Adat” yang sudah tersedia di lembar soal masing-
masing lima kali.
Naufal: Tidak ada di ruangan
Krist Hansen “Ibu, saya ko soalnya susah. Shendi dikasih yang gampang”
Guru “Katanya pintar… masa soal seperti itu tidak bisa. Baca dulu
setelah itu jawab pertanyaannya”
Krist Hansen “Saya maunya yang kaya Shendi aja bu, gampang”
Guru “Iya, selesaikan dulu, nanti dikasih yang gampang. Ridwan
sudah mau selesai… kalah sama Ridwan, ya Ridwan ya…”
Ridwan dan
Shendi
Tetap mengerjakan tugasnya tanpa banyak protes
Karena kesal dengan tugas yang dirasa sulit, Krist Hansen mulai bermalas-
malasan, pindah dari kursi ke lantai. Dia juga menjawab soal tanpa
memperhatikan bacaan dalam paragraf. Guru tidak melarang Krist duduk di lantai,
karena jika dilarang dia bisa semakin kesal. Sementara itu, Ridwan sudah selesai
mengerjakan tugas matematikanya, Shendi masih tetap mengerjakan soal IPSnya,
sampai waktu belajar habis.
41
Krist Hansen merasa tugas yang diberikan padanya berupa menjawab
pertanyaan dengan menyesuaikannya pada bacaan adalah sulit. Dia mengatakan
bahwa tugas Shendi menyalin tulisan Rumah Adat dan Pakaian Adat sebanyak
lima kali lebih mudah dari tugasnya. Padahal yang diberikan oleh guru tersebut
sudah disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Jika demikian Krist
Hansen bukan kesulitan tetapi dia malas dan merasa iri pada Shendi.
Hari/Tanggal Selasa, 29 Januari 2013 (10.00 – 11.30)
Mata Pelajaran PKN dan IPA
Subjek Kegiatan
Sebelum mulai belajar anak-anak dibimbing untuk mengangkat kedua tangan
sambil membaca do’a (al-fatihah). Tetapi yang terdengar suaranya hanya
beberapa orang saja, itupun hanya sepenggal-sepenggal seperti Ridwan, Krist
Hansen dan Shendi.
Guru Menyiapkan materi belajar yang akan diberikan
Shendi: Diberi tugas untuk menyalin tulisan dari buku bacaan
IPA
Ridwan: Diberi tugas untuk menyalin tulisan dari buku bacaan
PKN
Naufal: Diberi tugas IPA dari lembar soal yang telah dibuat
oleh guru
Krist Hansen: Diberi tugas untuk menyalin tulisan dan
menjawab soal dari buku bacaan IPA
Naufal Di lembar tugas pertama Naufal dibimbing oleh guru (sambil
dibantu memegang pensil) untuk mencari gambar yang sama
antara bagian yang kiri dan kanan, sambil menyebutkan nama
bendanya. Dilembar kedua menyalin tulisan AYAM dan
IKAN, awalnya masih dibantu setelah itu guru memintanya
menulis sendiri tetapi naufal tidak mengerjakan. Kemudian
guru membimbingnya lagi sambil mengingatkan bagaimana
42
membuat huruf A (kecil) dengan mengatakan “ayo naufal tulis,
angka satu…bulat di depan”. Huruf Y (kecil) “lengkungan..
lengkungan”. Huruf M (kecil) “kakinya tiga”.
Shendi Karena tugas yang diberikan kepada Shendi tidak dikerjakan,
kemudian guru mengganti tugasnya dengan menyalin tulisan
guru BEL SEKOLAH BERBUNYI di buku tulis sebanyak
sepuluh kali
Guru “Kerjakan tugasnya… ayo tulis…” Melihat Ridwan, Krist
Hansen dan Shendi berbicara dan berhenti mengerjakan
tugasnya
Krist Hansen “Ibu, ini banyak banget. Dua aja ya bu…”
Guru “Sampai selesai”
Krist Hansen “Tapi kalau udah selesai saya minta origami satu untuk bikin
burung ya bu…”
Guru “Iya”
Shendi “Bukannya sampe lima bu… Bu Rita, bukannya sampe lima?”
Shendi meminta tugasnya dikurangi
Guru “Sampe enam deh, sampe enam”
Selama kegiatan tersebut Krist Hansen terus meminta tugasnya dikurangi.
Ridwan memarahi Shendi hanya karena Shendi melihat tulisannya, dan berkata
“ah… nyontek mulu, kerjain sendiri apa”.
Naufal tiba-tiba berteriak dan menangis cukup lama, sehingga murid lain berhenti
menulis dan berbalik melihat kearahnya. Bu Rita mencoba mengalihkan
perhatiaanya dan meminta Naufal untuk bernyanyi saja tetapi naufal tetap
berteriak. Guru juga berpura-pura menelpon ibunya Naufal dengan berkata “ibu,
Naufal tidak usah dijemput ya…”, sebagai sebuah konsekuensi kalau tidak
berhenti berteriak. Tetapi Naufal tetap teriak, hingga akhirnya guru mengajak
Naufal duduk dilantai menghadap pintu. Akhirnya Naufal berhenti berteriak.
Sampai pukul 11.30, tugas yang diberikan guru tidak semuanya dapat
diselesaikan, hanya sebagian-sebagian saja.
Naufal sudah mulai diam, kemudian anak-anak diminta duduk rapi dan membaca
43
do’a selesai belajar (surat Al-Asr).
Sepanjang kegiatan belajar tersebut yang lebih sering berbicara dan
meminta sesuatu seperti minta tugasnya dikurangi adalah Krist Hansen. Padahal
tugasnya hanya tiga nomor dengan lima pertanyaan.
Tugas tersebut yaitu:
1. Sebutkan tanda-tanda terjadinya waktu
Pagi siang dan malam
2. Pada hari apa saja kamu libur sekolah
Pada hari apa kamu belajar matematika di sekolah
3. Pukul berapa kamu masuk sekolah
Pukul berapa kamu pulang sekolah
Ridwan terlihat murung, sesekali marah-marah kepada shendi karena hal
kecil. Tetapi Shendi hanya senyum-senyum saja melihat temannya marah.
Awalnya Naufal antusias dengan lembar yang diberikan guru, dia menyebutkan
nama gambar dihadapannya itu AYAM, IKAN dengan jelas tetapi dia tidak mau
menulisnya.
Di luar kegiatan yang penulis observasi tersebut, ada beberapa metode
belajar yang dijelaskan oleh guru kepada penulis “…metode tematik yaitu
mengajarkan satu pelajaran tetapi mencakup beberapa kemampuan. Misalnya
saat belajar mengenal angka satu, maka yang dipelajari bisa mengucap huruf-
hurufnya, membaca dan menulis. Ada juga metode bermain peran, saya
membacakan cerita lalu mengajak anak-anak bermain peran…”.3
3 Wawancara dengan Ibu Rita Maryana
44
Meskipun berada dalam kelas tetapi guru menggunakan pendekatan
komunikasi antarpribadi dalam mengajar, karena materi yang diberikan
disesuaikan dengan kemampuan masing-masing anak, sehingga komunikasi yang
terjadi antara guru dan murid sesuai dengan materi belajar tersebut.
Komunikasi antarpribadi menurut Joseph A. Devito adalah proses
pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara
sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik
seketika.4
Dalam proses komunikasi antarpribadi akan terjadi interaksi antara
pemberi pesan dan penerima, karena ciri khas komunikasi ini adalah sifatnya yang
dua arah atau timbal balik. Komunikasi antarpribadi juga dianggap efektif karena
adanya arus balik langsung. Pada kasus ini arus balik yang diterima guru sebagai
tanggapan yang diberikan murid misalnya terjadi pada Shendi yang meminta
tugas menulis atau menyalin tulisan “Kacang Hijau” dikurangi dari delapan
menjadi lima pada pelajaran IPA. Atau Krist Hansen yang meminta tugas yang
lebih mudah pada saat Pra Ujian Semester. Itu artinya mereka merasa keberatan
dengan tugas yang diberikan oleh guru.
Pendekatan antarpribadi juga terlihat pada saat guru mengajarkan Naufal
menulis, dengan sabar guru memegang tangan Naufal dan membantunya memilih
gambar yang sama kemudian membantu menulis kata Ayam dan Ikan sambil
mengatakan bagaimana penulisannya. Atau pada saat guru melihat Shendi tidak
nyaman dengan tugasnya, tidak dikerjakan, hanya membolak-balik bukunya,
hingga akhirnya guru mengganti tugas tersebut.
4 Onong U. Effendy, M.A., Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2003), h. 59
45
Secara umum, mata pelajaran yang diajarkan di sekolah ini sama seperti
sekolah biasa, hanya saja standar pencapaiannya berbeda. Jika disekolah umum
ada buku-buku paket dan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dimiliki setiap anak
untuk belajar. Di sini buku paket atau buku bacaan dipegang oleh guru, bahan
belajar murid diberikan oleh guru dan disesuaikan dengan kemampuan masing-
masing,
Proses belajar menulis, membaca dan pemberian tugas lebih sering
diberikan guru kepada murid langsung di buku bukan di papan tulis. Misalnya:
a. Bagi murid yang sudah bisa membaca dan menulis, diberikan sebuah
bacaan dalam bentuk paragraf, kemudian diberikan pertanyaan sesuai
dengan bacaan tersebut. Baik dari buku bacaan atau guru yang
menulisnya. Seperti yang diberikan pada Ridwan dan Krist Hansen.
b. Untuk yang baru bisa mencontoh atau menyalin, materi yang diberikan
biasanya dalam bentuk satu kalimat singkat yang hanya terdiri dari dua
kata atau lebih, untuk selanjutnya ditiru lima sampai delapan kali.
Seperti yang diberikan kepada Shendi dan Naufal.5
Meskipun begitu, terkadang Ridwan dan Krist Hansen juga diberikan
materi yang sama dengan yang diberikan pada Shendi dan Naufal.
Begitu pentingnya seorang guru untuk dapat mengetahui kemampuan
setiap siswanya, sehingga ibu Rita sendiri harus mengikuti kegiatan observasi
selama tiga bulan di sekolah ini sebelum mulai mengajar. Seperti yang
disampaikannya dalam wawancara “…sebelum mengajar disini saya melakukan
5 Observasi 29 Januari 2013
46
observasi selama tiga bulan, biasanya saya datang tiga kali dalam seminggu
itupun setelah selesai mengajar di sekolah sebelumnya (TK)”.6
Tujuan observasi ini adalah agar guru tersebut dapat terbiasa dengan
keadaan anak tunagrahita dan dengan sendirinya dapat lebih mudah menganalisis
karakter murid-murid yang diajarnya serta mengatasi masalah yang mungkin
terjadi.
Karakter Anak-anak:7
Subjek Karakter
Shendi Patuh dengan apa yang dikatakan oleh guru, mau bertanggung
jawab dengan apa yang dia lakukan
Naufal Mudah ngambek dan jenuh
Ridwan Suka buat onar tetapi masih patuh dengan apa yang dikatakan
oleg guru.
Krist Hansen Sombong, bertanggung jawab
Dari pengamatan penulis, Shendi adalah anak yang suka bertanya karena
setiap kali penulis berkunjung ada saja yang dia tanyakan seperti alamat, “kakak
yang waktu hari senin datang juga ya?”. Tetapi Shendi hanya diam saja dengan
apa yang dikatakan temannya tentang dia, seperti Krist Hansen yang pernah
mengatakan bahwa “Shendi orang miskin”.
Naufal cenderung tempramen, penulis pernah melihat Naufal tiba-tiba
memukul teman disampingnya (Nina) tanpa sebab, sementara pandangan matanya
tetap kedepan.8 Beberapa kali kunjungan penulis, Naufal terlihat berada di ruang
6 Wawancara dengan Ibu Rita Maryana
7 Wawancara dengan Ibu Rita Maryana pada 03 Februari 2013
8 Observasi pada 14 Januari 2013
47
yang sama dengan anak autis. Menurut Ibu Rita, peilaku Naufal yang seperti itu
karena meniru sikap anak autis.
Ridwan adalah anak yang jahil, dia suka mengganggu temannya lewat
kata-kata ataupun perbuatan. Tetapi dia lebih sering terlihat diam jika dihadapan
guru. Ridwan juga termasuk anak yang patuh karena dia akan segera minta maaf
kepada temannya setelah diminta oleh guru.
Krist Hansen adalah anak yang aktif (banyak bicara), dia sering protes
dengan tugas yang diberikan guru, sering memberikan syarat-syarat sebelum
menyelesaikan tugas, dia juga sering mengomentari apa saja. Tetapi dia termasuk
anak yang mau patuh pada perkataan gurunya.
Untuk mengatasi atau menghadapi perilaku anak-anak yang tidak sesuai,
seperti Naufal yang mudah ngambek, Ridwan yang suka bikin onar, Krist Hansen
yang suka membangga-banggakan dirinya, dan Shendi yang malas, guru harus
mencari tahu apa yang ditakuti oleh masing-masing murid. Seperti yang dikatakan
“cari tahu yang mereka takuti, itu yang aku pake agar mereka nurut sama
aku…”.9 Contoh, Ridwan takut pada ayahnya, Naufal tidak suka kalau ibunya
tidak datang menjemput, Krist Hansen takut pada polisi.
Hal-hal demikian dapat diketahui dari cerita anak itu sendiri, dari
temannya atau secara tidak langsung tercermin dari sikapnya. Untuk itu
komunikasi yang baik dan pendekatan guru kepada murid menjadi suatu hal
penting untuk lebih mengetahui kepribadian mereka.
Pada dasarnnya komunikasi adalah sebuah proses, bagaimana suatu
kejadian sengaja dilakukan untuk mencapai tujuan atau hasil yang diinginkan.
9 Wawancara dengan Ibu Rita Maryana pada 03 Februari 2013
48
Menurut Ibu Rita, dalam wawancara, tujuan dari kegiatan belajar ini adalah “yang
penting mereka dapat bersosialisai di masyarakat dan dapat mengenal uang agar
tidak mudah dibohongi”.10
Hal senada juga dikatakan Bapak Kusnaeni bahwa
“harapannya minimal agar anak-anak ini bisa merawat dirinya sendiri tanpa
bantuan orang lain dan mempunyai keterampilan yang dapat digunakan untuk
mencari pekerjaan”.11
Jadi belajar di sekolah bagi anak tunagrahita bukan sekedar menambah
pengetahuannya dari segi akademik tetapi juga untuk mempersiapkan mereka agar
dapat bergaul dengan masyarakat, dan yang paling penting adalah mereka dapat
mengurus diri mereka sendiri (mandiri).
B. Kemampuan Bahasa Anak-Anak Tunagrahita
Kemampuan berbahasa yaitu meliputi kemampuan menulis, membaca dan
berbicara untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya. Dari beberapa kunjungan
penulis dan memperhatikan keadaan di kelas, kemampuan bahasa anak-anak
tunagrahita yang teramati yaitu:
Subjek Kemampuan Bahasa
Ridwan Membaca: Sudah bisa membaca dan mengenal angka satuan dan
belasan
Menulis: Dapat menulis rapi, menyalin sebuah kalimat atau
paragraf
Berbicara: Bisa berkomunikasi dengan orang lain
Krist Hansen Membaca: Sudah bisa membaca dan mengenal angka satuan
Menulis: Dapat menulis rapi, menyalin sebuah kalimat atau
10
Wawancara dengan Ibu Rita Maryana 20 November 2012 11
Wawancara dengan Bapak Kusnaeni pada Selasa, 20 November 2012
49
paragraf, menjawab pertanyaan dari sebuah cerita
Berbicara: Bisa berkomunikasi dengan orang lain. Suka membuat
pernyataan yang aneh (seperti, “nggk apa-apa nggk naik kelas,
yang penting pelajarannya gampang”)
Shendi Membaca: Masih dalam proses belajar membaca
Menulis: Bisa menulis atau menyalin dua kata atau lebih, tetapi
belum rapi, masih ada satu atau dua huruf yang hilang dari satu
kata
Berbicara: Sudah bisa bicara dengan orang lain, tetapi terkadang
suka menyangkut pautkan apa yang diingat dengan yang sedang
dibicarakan
Naufal Membaca: Bisa mengucapkan huruf-huruf
Menulis: Masih harus dibimbing oleh guru
Berbicara: Kata yang diucapkan untuk komunikasi sehari-hari
kurang jelas, tetapi masih bisa menyebut satu benda dengan jelas
seperti Ayam, Ikan, dan Sapi yang gambarnya dia lihat ada
lembar tugas
Anak tunagrahita memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa. Bukan
mengalami kesulitan artikulasi, tetapi karena pusat pengolahan (perbendaharaan
kata) yang kurang berfungsi sebagaimana mestinya. Karena alasan itu mereka
membutuhkan kata-kata konkret yang sering didengarnya dan diajarkan berulang-
ulang.12
Hal senada juga dikatakan oleh Bapak Kusnaeni, kepala sekolah,
“Dengan mengenalkan kata-kata yang dilakukan berulang-ulang, dan kalau perlu
dilengkapi dengan gambar”.13
12
T. Sutjihati Soemantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: Refika Aditama, 2006),
h. 106 13
Wawancara dengan Bapak Kusnaeni
50
May Lwin, dalam bukunya “Cara Mengembangkan Berbagai Komponen
Kecerdasan” menyebutkan beberapa kegiatan yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan berbahasa, diantaranya:
Keterampilan verbal
1. Berbicara dalam kalimat
2. Memahami dan mengikuti perintah
3. Menirukan dan memainkan peran
4. Merangkai kata-kata untuk berkomunikasi
Keterampilan membaca dan menulis
1. Berusaha untuk menulis abjad dasar
2. Mulai membaca kata-kata sederhana
3. Mengenal abjad dengan baik
4. Memperlihatkan minat pada buku-buku.14
Dari hasil observasi, wawancara dan penjelasan guru, beberapa hal yang
telah dilakukan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa seperti dalam buku
May Lwin tersebut, diantaranya meliputi kegiatan:
1. Memahami dan mengikuti perintah. Hal ini dapat dilihat di dalam
kelas, baik berupa perintah guru untuk mengerjakan tugas, membuang
sampah pada tempatnya, membersihkan kelas.
2. Menirukan dan memainkan peran. Kegiatan bermain peran sudah
pernah dilakukan oleh guru sebagai suatu metode belajar.
14
May Lwin, dkk., Cara Mengembangkan Berbagai Komponen Kecerdasan, (T.tp: PT.
Indeks, 2008), h. 22
51
3. Berusaha untuk menulis abjad dasar. Tugas yang diberikan oleh guru
pada dasarnya adalah agar anak-anak terbiasa menulis, baik berupa
sebuah kata atau kalimat. Seperti pelajaran yang diberikan pada Shendi
dan Naufal, yaitu berupa meniru atau menulis ulang kata lebih dari
satu kali.
4. Mulai membaca kata-kata sederhana. Kata-kata sederhana yang
diberikan kepada Shendi seperti Bel Sekolah Berbunyi bukan hanya
untuk sekedar ditulis tetapi juga untuk dibaca.
5. Mengenal abjad dengan baik. Pada saat guru membimbing Naufal
untuk belajar menulis huruf (dengan gerakan tangan dan ucapan guru)
merupakan sebuah proses agar anak dapat mengingat dan mengenal
huruf lebih mudah.
Dalam setiap proses kegiatan akan selalu ada hal-hal yang mendukung dan
menghambatnya. Berikut ini adalah beberapa faktor yang mendukung dan
menghambat komunikasi antara guru dengan anak tunagrahita.
1. Faktor Pendukung
a. Alat Peraga
Alat peraga yang dimaksud adalah alat tulis dan alat-alat
mewarnai, alat peraga yang ada di kelas ini lengkap sehingga dapat
digunakan untuk mendukung kegiatan anak-anak dalam belajar.
52
b. Peran Sesama Guru
Saat seorang guru sedang kesulitan menghadapi muridnya,
maka peran guru lain dibutuhkan sebagai tempat bertukar pikiran dan
pemberi saran dalam menyelesaikan kesulitan tersebut.
c. Ruang Kelas yang Luas
Ruang kelas yang digunakan saat ini adalah sebuah rumah
lengkap dengan kamar, toilet, dapur dan sebuah kolam di belakangnya.
Rumah ini sengaja diubah menjadi ruang belajar untuk anak kelas 1
dan 2 SD, dan satu kamar untuk anak autis. Selebihnya, ruangan
tersebut dapat dijadikan sarana untuk menyampaikan pesan agar anak-
anak tidak bosan dengan suasana kelas yang biasa.
d. Dukungan Orangtua
Untuk anak-anak yang tinggal di rumah (bukan asrama), guru
selalu menggambarkan setiap perkembangan anak kepada
orangtuanya. Hal ini dilakukan agar tidak hanya guru yang
memberikan dukungan untuk meningkatkan kemampuan anak, tapi
juga keluarga dan orangtua mereka di rumah turut memantaunya.
Selain itu, komunikasi antara guru dan orangtua dapat dijadikan bahan
evaluasi tentang bagaimana cara yang tepat dalam mengajarkan anak-
anaknya.
Anak yang pulang-pergi juga cenderung lebih pintar
dibandingkan dengan yang di asrama. Karena jika diberi tugas, mereka
53
yang pulang ke rumah diajarkan lagi oleh orangtuanya, sedangkan di
asrama tidak ada yang membimbing.
2. Faktor Penghambat
Ada beberapa hal yang dapat dikatakan sebagai penghambat
komunikasi antara guru dengan anak tunagrahita:
a. Keadaan Pengajar
Keadaan pengajar/guru yang kurang sehat atau sedang ada
masalah, bisa disebut faktor psikologis. Faktor ini masih bisa
diminimalisir, mengingat profesionalitas sebagai seorang guru yang
harus bisa mengatasi keadaan, dan membedakan antara kepentingan
pribadi dengan kepentingan murid-muridnya.
b. Mood (suasana hati) yang Tidak Baik
Mood atau suasana hati anak yang tidak baik, tidak baik di sini
dapat ditimbulkan karena sedih atau bertengkar dengan teman. Kalau
ada murid bertengkar dengan temannya, yang paling utama dilakukan
adalah mendamaikan. Karena mereka cenderung bersifat pendendam,
untuk itu harus diyakinkan bahwa mereka tidak boleh saling
membalas. Kalaupun ingin memberi hukuman maka harus keduanya.
Hal ini dilakukan untuk memberi pelajaran bahwa siapapun yang
membuat keributan adalah salah.
Jika mood anak tidak bagus karena sedih maka guru tidak bisa
memaksa. Yang dapat dilakukan hanya membiarkan mereka
54
melakukan hal yang diinginkan, tetapi tetap dalam pengawasan. Tidak
bagusnya mood anak ini juga dapat membuat mereka menjadi pasif,
hanya berdiam diri dan tidak mau mengikuti kegiatan belajar.
Hal itu dapat dimaklumi karena menurut Bandi Delphi
“…kelainan perilaku mal-adaptif berkaitan dengan sifat agresif anak
tunagrahita secara verbal atau fisik, perilaku yang suka menyakiti diri
sendiri, perilaku suka menghindarkan diri dari orang lain, suka
menyendiri, suka mengucapkan kata atau kalimat yang tidak masuk
akal atau sulit dimengerti maknanya”.15
c. Memerlukan Perhatian Ekstra dari Guru
Anak tunagrahita memerlukan perhatian yang ekstra dari guru.
Jika salah satu dari mereka sedang mencari perhatian maka guru harus
secepatnya mengalihkan kepada hal lain. Karena jika kemauan satu
orang ini dituruti maka murid lain akan ikut meminta perhatian lebih
dan mengganggu kegiatan yang sedang berlangsung.
d. Penggunaan Bahasa
Gangguan bahasa dalam komunikasi disebut dengan gangguan
semantik. Dalam hal ini, bahasa yang digunakan oleh guru untuk
menyampaikan pesan kepada murid harus yang sederhana. Selain itu
setiap penjelasan atau instruksi yang diberikan juga harus disertai
15
Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Tunagrahita, (Bandung: Refika Aditama, 2006),
h.65
55
dengan alasana-alasan rasional, yang dapat mereka jumpai dalam
kegiatan sehari-hari.
Hambatan yang juga menjadi karakteristik anak tunagrahita dari segi
kognitif menurut Mohammad Effendi dalam bukunya Pengantar Psikopedagogik
Anak Berkelainan, yaitu cenderung memiliki kemampuan berpikir konkret,
mengalami kesulitan dalam konsentrasi, kemampuan sosialisasinya terbatas, tidak
mampu menyimpan instruksi yang sulit, kurang mampu menganalisis dan menilai
kejadian yang dihadapi:16
Berdasarkan karakteristik anak tunagrahita dari segi kognitif tersebut,
yang ditemukan penulis di lapangan adalah:
1. Cenderung memiliki kemampuan berpikir konkret
Cara mengatasinya yaitu dengan menyertakan gambar atau
menunjukan benda nyata pada kosakata yang baru dikenalkan. Seperti
yang dilakukan guru pada saat mengenalkan kacang hijau dan kecambah.
2. Mengalami kesulitan dalam konsentrasi
Shendi sering melupakan satu atau dua huruf dari kata yang
ditulisnya. Apa yang terjadi pada Shendi ini adalah salah satu ciri bahwa
dia sulit berkonsentrasi, padahal dia hanya diminta untuk menirukan
tulisan guru yang ada di bukunya.
16
Mohammad Effendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2008) h. 98
56
3. Tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit
Pada saat Naufal berteriak, yang dikatakan oleh guru bukan “diam,
teman-temannya terganggu” atau “jangan berisik” tetapi guru hanya
memintanya diam dan memberi tahu konsekuensi kalau tidak diam maka
tidak boleh pulang. Apa yang dilakukan oleh guru itu lebih sederhana dan
masuk akal bagi Naufal, dari pada memintanya diam dengan alasan
temannya terganggu.
4. Kurang mampu menganalisis dan menilai kejadian yang dihadapi
Krist Hansen pernah berkata “…nggk apa-apa nggk naik kelas,
yang penting pelajarannya gampang”, itu artinya bagi dia kenaikan tingkat
di sekolah tidak penting, karena itu hanya menyebabkan pelajaran semakin
sulit.17
Sedangkan menurut Hallahan terdapat empat bidang hambatan kognisi
pada anak yang termasuk kategori retardasi mental, yaitu hambatan perhatian,
hambatan ingatan, hambatan bahasa dan hambatan akademik.18
Hambatan yang penulis temukan di lapangan berdasakan kategori tersebut
adalah:
1. Hambatan Ingatan
Sulit mengingat benda atau proses yang dialaminya. Contohnya
Shendi selalu bertanya siapa nama penulis, padahal setiap kali penulis
berkunjung kesana dia juga menanyakan hal yang sama.
17
Observasi pada 29 Januari 2013 18
Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN, 2009), h. 155
57
2. Hambatan Bahasa
Sulit mengingat apa yang dilihat dan didengar sehingga sulit
berbicara. Shendi termasuk anak yang sulit mengingat apa yang dilihat dan
didengar karena saat berbicara dia akan terlihat berpikir (sambil melihat
keatas) dan mencari kata-kata yang tepat untuk diungkapkan. Selain itu
sulit berbicara juga dapat terjadi karena tidak dibiasakan bicara mulai dari
lingkungan keluarga.
3. Hambatan Akademik
Terlambat dalam perkembangan mental, tunagrahita mengalami
masalah dalam keterampilan akademik dibanding usia sebaya. Usia
Ridwan sudah 11 tahun, pada anak normal usia itu sudah duduk di kelas 4
atau 5 SD, tetapi dia masih belajar di kelas 2.19
19
Observasi dan Wawancara dengan Ibu Rita
58
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Bentuk komunikasi yang ditemukan pada kegiatan belajar antara pengajar
atau guru dengan anak tunagrahita di Sekolah luar Biasa Nusantara kelas
1 dan 2 SD adalah komunikasi antarpribadi. Karena dalam kegiatan
belajar, interaksi dan komunikasi guru dan murid berlangsung
berdasarkan apa yang diterima muridnya. Dengan komunikasi
antarpribadi ini, pengajar dapat mengetahui kemampuan setiap anak
didiknya dan memberikan materi belajar baik berupa kegiatan membaca
dan menulis sesuai kemampuannya masing-masing. Komunikasi ini juga
dianggap lebih efektif karena guru dapat menerima tanggapan langsung
dari muridnya.
2. Seperti halnya pada ciri-ciri anak tunagrahita ringan, hasil penelitian ini
menemukan bahwa anak tungrahita ringan di kelas ini masih dapat
diajarkan untuk membaca, menulis, berbicara dan berhitung sederhana.
Setiap kegiatan yang dilakukan manusia selalu ada faktor yang
mendukung dan menghambat, dalam komunikasi antara pengajar dengan
murid tunagrahita hal-hal yang mendukung dan menghambat yaitu:
a. Faktor pendukung, diantaranya adalah alat peraga berupa alat tulis
kelas yang cukup lengkap, peran sesama guru dalam memberikan
saran dan masukan untuk mengajar, ruang kelas yang luas, dan
dukungan orangtua.
59
b. Faktor penghambat, diantaranya adalah keadaan pengajar yang sedang
sakit atau sedang ada masalah, suasana hati murid yang tidak baik
karena sakit atau bertengkar dengan teman, murid yang meminta
perhatian lebih, serta penggunaan bahasa yang harus jelas dan
sederhana sehingga dapat dipahami dengan mudah.
3. Meskipun memiliki keterbatasan, memerlukan waktu yang lama dan
diperlukan pengulangan, anak tunagrahita tetap memiliki hak seperti anak
lainnya untuk mendapatkan pendidikan. Karena mereka juga memerlukan
bekal untuk dapat hidup mandiri dan bersosialisasi dengan masyarakat.
Yang diperlukan adalah kesabaran dan ketelatenan orangtua dan guru
untuk membimbing mereka.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka beberapa hal yang
penulis rasa perlu diperhatikan bagi orang-orang yang disekitarnya terdapat anak
tunagrahita dan khususnya mereka yang peduli, diantarnya yaitu:
1. Bagi para guru, untuk dapat lebih sabar dan telaten menghadapi dan
mengajarkan muridnya, terlebih yang memiliki keterbatasan seperti anak
tunagrahita. Karena mereka membutuhkan perhatian yang lebih dibanding
anak lainnya. Bukan saja diperlukan pengajaran yang berulang-ulang tapi
yang sesederhana dan serealitas mungkin, sehingga mereka dapat lebih
mudah memahaminya.
60
2. Bagi orangtua, agar terus mendukung setiap kegiatan di sekolah demi
meningkatkan kemampuannya, dengan memantau perkembangan pada
anak. Karena rumah dan keluarga merupakan ruang pertama bagi setiap
anak untuk memulai pengetahuan dan aktifitasnya.
3. Bagi masyarakat, diharapkan untuk tidak menyampingkan mereka yang
termasuk tunagrahita. Karena, dengan sedikit kepercayaan dan perhatian,
mereka masih bisa bergabung di tengah-tangah masyarakat dan melakukan
aktifitas seperti orang lain pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Agustyawati dan Solicha. Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.
Jakarta: Lembaga Penelitian UIN, 2009.
Delphie, Bandi. Pembelajaran Anak Tunagrahita. Bandung: Refika Aditama,
2006.
_____________. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Refika
Aditama, 2006.
Depdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
Effendi, Mohammad. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta:
Bumi Aksara, 2008.
Effendy, Onong Uchjana. Dimensi-Dimensi Komunikasi. Bandung: Alumni. 1981
____________________. Dinamika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2008.
____________________. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2003.
Fajar, Marhaeni. Ilmu Komunikasi Teori & Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
2009.
Lwin, May dkk. Cara Mengembangkan Berbagai Komponen Kecerdasan. T.tp.:
PT. Indeks, 2008.
Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007.
Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Cet.ke-26, 2009.
Rakhmat, Jalaluddin. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007.
Roudhonah. Ilmu Komunikasi. Jakarta: UIN Jakarta press, 2007.
Ruslan, Rosady. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2003.
Soemantri, T. Sutjihati. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama,
2006.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Bandung:
Alfabeta, 2009.
Uno, Hamzah B. dan Masri Kuadrat. Mengelola Kecerdasan Dalam
Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
Usman, Basyirudin dan Asnawir. Media Pembelajaran. Jakarta: Ciputat Pres,
2002.
HASIL WAWANCARA
Identitas Narasumber
Nama : Rita Maryana, S.Pd
Alamat : Kp. Sindangkarsa 01/09 Sukamaju, Tapos, Depok
Jabatan : Pengajar
1. Tanya: Sejak kapan ibu mengajar dan bagaimana prosesnya?
Jawab: Saya mengajar di Sekolah Luar Biasa ini satu setengah tahun (1,5tahun).
Sebelum mulai mengajar disini, saya melakukan observasi selama tiga
bulan, biasanya saya datang tiga kali dalam seminggu. Itupun setelah
selesai mengajar di sekolah sebelumnya (TK).
2. Tanya: Bagaimana memulai komunikasi dengan murid-murid?
Jawab: Anak-anak yang masuk ke sekolah ini melalui tahap observasi juga,
tujuannya untuk lebih mengetaui sifat dan kemampuan mereka. Observasi
ini berupa terapi toilet, belajar makan dan mengganti pakaian. Karena di
rumah biasanya dilayani, mereka tidak dapat mengerjakan hal tersebut
sendiri.
3. Tanya: Kapan/berapa kali mengajarkan anak-anak baca, tulis, bicara?
Jawab: Setiap saat anak-anak bisa belajar baca, tulis, hitung dan berbicara.
Tidak terpaku hanya pada mata pelajaran bahasa Indonesia saja
4. Tanya: Apa metode (bagaimana cara belajar) yang digunakan untuk
mengajarkan anak membaca, menulis dan berbicara?
Jawab: Sistem atau metode yang digunakan adalah tematik, tematik yaitu satu
mata pelajaran mencakup beberapa kemampuan. Misalnya saat belajar
matematika mengenal angka satu, maka yang dipelajari bisa membaca,
menulis, dan mengucap huruf-hurufnya.
Selain itu bisa juga dengan cara bermain peran (drama). Saya membacakan
sebuah cerita, lalu mengajak mereka bermain peran. Setelah
mendengarkan cerita, anak-anak ini dengan sendirinya akan memilih peran
yang mereka inginkan dengan alasan masing-masing.
Dari bermain peran saya bisa mamasukkan tiga pelajaran dalam satu
waktu, dan mereka bisa belajar berbicara serta menyimak (mendengarkan)
5. Tanya: Menurut ibu komunikasi seperti apa yang digunakan dalam mengajar?
Jawab: Komunikasi yang digunakan bisa dibilang seperti komunikasi
antarpribadi, jadi mereka diajarkan satu-satu. Kalau secara kelompok,
seperti di sekolah umum, maka materi yang diajarkan sulit diterima
6. Tanya: Apakah cara berkomunikasi yang diterapkan dalam mengajar berhasil?
Jawab: Ya, sejauh ini saya merasa apa yang diajarkan dengan cara tersebut
berhasil
7. Tanya: Apakah kesulitan atau faktor yang menghambat proses belajar
mengajar?
Jawab : Kesulitan misalnya dari keadaan saya yang kurang sehat atau sedang
punya masalah. Tapi yang paling sulit adalah ketika mood anak sedang
tidak enak, mood tidak enak ini bisa ditimbulkan karena sedih atau
bertengkar dengan teman. Selain itu juga ketika salah satu dari mereka
sedang mencari perhatian, maka saya harus memberikan kesibukan, karena
kalau saya menuruti keinginan satu anak ini yang lain akan merasa
cemburu dan melakukan hal yang sama
8. Tanya: Apakah faktor yang mendukung proses belajar mengajar?
Jawab: Pertama dari alat peraga berupa ATK. Kedua dari teman-teman guru,
saat saya mengalami kesulitan maka saya bisa sharing dengan mereka
untuk mendapat solusi. Ketiga tempat, ruang kelas disini layaknya rumah,
luas, jadi mereka bebas bergerak, tidak harus terpaku di meja dan bangku
sekolah. Keempat orang tua, semakin mendukung orang tua maka akan
semakin baik
9. Tanya: Adakah reward dan punishment untuk hal baik atau buruk yang
dilakukan oleh murid?
Jawab: Ada, reward biasanya diberikan kalau mereka telah selesai
mengerjakan tugas. Ini untuk menghargai dan menghilangkan kebosanan.
Reward ini bisa berupa makanan ringan, menggambar, atau apa yang
mereka suka tapi tetap masih dalam pengawasan.
Untuk punishment kita harus tahu apa yang mereka takuti atau yang tidak
disukai agar dapat dijadikan sebagai hukuman, bagi mereka yang
melakukan kesalahan.
10. Tanya: Adakah perbedaan antara anak yang di asrama dengan yang pulang-
pergi dalam kegiatan belajar?
Jawab: Ada, anak-anak yang pulang ke rumah cenderung lebih pintar, karena
mereka sering diberi tugas. Dan di rumah pasti diajarkan lagi oleh orang
tuanya. Sedangkan di asrama, mereka tidak ada yang membimbing untuk
mengerjakan PR
11. Tanya: Apa tujuan akhir dari pembelajaran ini?
Jawab: Yang penting mereka dapat bersosialisasi di masyarakat, berlaku
sopan santun, dan dapat mengenal uang agar tidak mudah dibohongi
Wawancara kedua dengan Ibu Rita Maryana
1. Tanya: Bagaimana karakter anak tunagrahita menurut ibu?
Jawab: Anak grahita cenderung tempramen, sulit membedakan yang
benar dan salah, dan lebih suka bermain
2. Tanya: Bagaimana kedekatan Ibu dengan murid-murid?
Jawab: Saya sudah menganggap mereka anak sendiri, jadi kalau salah satu
nggk masuk suka ngerasa kangen
3. Tanya: Bagaimana kemampuan membaca, menulis dan berbicara Ridwan,
Krist Hansen, Naufal dan Shendi?
Jawab: Kalau Ridwan dan Krist Hansen sudah dapat membaca dan
menulis dengan baik. Kalau Shendi dan Naufal masih dalam proses
membaca dan menulis rapi
4. Tanya: Karakter masing-masing keempat anak ini menurut Ibu
bagaimana?
Jawab: Shendi anak yang patuh dan bertanggung jawab, Naufal anak yang
gampang ngambek dan mudah jenuh , Ridwan pembuat onar tetapi masih
patuh perintah, Krist Hansen anak yang sombong dan bertanggung jawab
5. Tanya: Bagaimana cara menghadapi mereka?
Jawab: Cari tahu apa yang mereka takuti, itu yang aku pake agar mereka
nurut sama aku, kaya sekarang dia lagi takut sama bebek
HASIL WAWANCARA
Identitas Narasumber
Nama : Kusnaeni, S.Pd
Alamat : Jl. Sempu Raya 03/04 Kel.Kec. Beji, Kota Depok
Jabatan : Kepala Sekolah
1. Tanya : Kegiatan/program yang disediakan?
Jawab : Ada empat program yang disediakan. Pertama, keterampilan:
Sablon elektrik untuk membuat gelas, pin, topi dan kaos
bergambar, serta menyulam dan memasang manik-manik. Kedua,
Bina Diri: keterampilan dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari,
mulai dari makan, minum, bersih-bersih, ke toilet, ganti baju dan
lain-lain. Ketiga, Seni: memainkan alat musik dan tarian. Keempat,
Olahraga: renang, badminton, fitness
2. Tanya : Faktor apa saja yang menghambat dan mendukung kegiatan
belajar mengajar di sekolah?
Jawab : Yang menghambat, pertama dari muridnya sendiri. Karakter
mereka yang cenderung malas, hyperaktif bahkan pasif. Kedua
dari gurunya, jarang guru dari lulusan PLB (pendidikan luar biasa)
sehingga mereka kurang tahu karakteristik anak dan cara
penanganannya. Salah satu solusinya yaitu dengan
mengikutsertakan mereka di pelatihan-pelatihan. Kalau yang
mendukung mungkin dari fasilitas, meskipun belum lengkap, tapi
mencukupi.
3. Tanya : Menurut bapak, metode apa yang tepat untuk mengajarkan anak-
anak belajar berbahasa?
Jawab : Dengan pengenalan kata-kata, yang dilakukan berulang-ulang.
Kalau perlu dilengkapi dengan gambar
4. Tanya : Apakah harapan/tujuan akhir dari proses kegiatan belajar di
sekolah ini?
Jawab : Harapannya minimal agar anak-anak ini bisa merawat dirinya
sendiri tanpa bantuan orang lain, dan mempunyai keterampilan
(lifeskill) yang mungkin dapat digunakan untuk mendapat
pekerjaan
5. Tanya : Bagaimana struktur kepengurusan / organisasi disini?
Jawab : Ketua Yayasan Bapak Sujono; kepala sekolah saya sendiri; wakil
kepala sekolah Ibu Ani Riani; Bendahara Ibu Neni; Bidang
Keagamaan Ibu Sulistiani; Tata Usaha Bapak Syahbana; Bidang
Pembelajaran Ibu Eka; Bimbingan Konseling Ibu Neni.
Untuk penanggung jawab program-program: Kesenian Ibu Elis;
Olah raga saya sendiri; Keterampilan Ibu Tuti Purwani; Bina Diri
Bapak Miftah
HASIL WAWANCARA
Identitas Narasumber
Nama : Drs. Sujono, MM
Alamat : Jl. Sempu Raya 03/04 Kel.Kec. Beji, Kota Depok
Jabatan : Ketua Yayasan
1. Tanya: Bagaimana sejarahnya hingga sekolah ini dapat berdiri?
Jawab: Awalnya dua belas orang adik kelas sewaktu di Perguruan Tinggi
datang kepada saya dan minta dibantu mencari kerja. Singkat cerita,
mereka saya tampung di dua tempat, yaitu di Jakarta Selatan dan di
Depok. Karena ingin membantu mereka, pada tahun 1989 saya membeli
tanah di daerah Beji ini, dengan uang hasil jual rumah. Dan akhirnya
sekarang sudah ada dua sekolah, di Jakarta Selatan dan di Depok. Kenapa
dibuat berasrama, supaya adik kelas saya yang menjadi guru ini bisa
tinggal dan makan juga di sekolah.
2. Tanya: Apa Visi dan Misi SLB Nusantara?
Jawab: Visinya ingin menjadi sekolah terbaik, kalau yang di Depok ya
seDepok, kalau yang di Jakarta ya seJakarta. Misi untuk mencapai visi itu
seperti 1) guru dan muridnya berakhlak baik, 2) sekolahnya bersih dan
indah, 3) perilaku antara guru dan murid 5S (sopan, santun, senyum, sapa,
salam), 4) pembelajarannya menyenangkan atau disini kita sebut Paikem
Gembrot (pendidikan aktif, inovatif, kreatif, efektif, menyenangkan,
gembira, berbobot).
3. Tanya: Program apa saja yang ada di sekolah ini?
Jawab: Ada sekolah berasrama, sekolah tidak berasrama untuk TK, SD, SMP,
Perguruan Tinggi (D1, D2, D3) dan alumni. Ada klinik terapi dan terapi
wisata alam nusantara.
4. Tanya: Apa saja fasilitas yang tersedia?
Jawab: Ruang kelas, ruang komputer untuk mendisain pin atau gelas, ruang
terapi air.
5. Tanya: Apa pertimbangan bagi seorang siswa dapat naik kelas?
Jawab: Sama seperti sekolah pada umumnya, mereka mengikuti program
selama semester, mengikuti ujiannya, dan masuk diawal tahun
Keadaan guru, peserta didik dan fasilitas-fasilitas yang tersedia di sekolah
Luar Biasa Nusantara Beji, Depok
Keadaan Peserta Didik
Status
pendidikan
Jenis kelainan
Jumlah
A B C C1 D D1 G AUTIS
P L P L P L P L P L P L P L P L P L PL
SDLB
Kelas 1 1 1 1 2 10 2 1 2 15 5 20
Kelas 2 4 5 4 2 7 4 15
Kelas 3 1 2 1 1 4 4 5 9
Kelas 4 7 2 7 2 9
Kelas 5 3 4 1 3 5 8
Kelas 6
Jumlah 2 1 27 13 1 5 4 1 35 19 54
SMPLB
Kelas 7 14 8 1 2 17 8 25
Kelas 8 6 5 1 7 3 10
Kelas 9
Jumlah 20 11 1 3 24 11 35
SMALB
Kelas10 3 4 3 4 7
Kelas 11 1 2 1 2 3
Kelas 12
Jumlah 3 2 4 6 10
Jumlah 64 41 105
Keadaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan
No.
Pendidikan/
Tenaga
Kependidikan
Jumlah
Status Pendidikan Terakhir
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 6 7 8
1. Kepala Sekolah 1 1 1
2. Guru 16 1 15 1 5 3 7
3. Psikolog 4
4. Pekerja Sosial 12
6. Pustakawan -
7. Terapis 6
8. TU 1
9. Penjaga Sekolah 1
10. Instruktur 1
11. Tenaga Lainya -
Ket:
Status kepegawaian :
1 = Negeri, 2 = Guru Bantu, 3 = THL, 4 = Swasta, 5 = Honor/sukwan.
Pendidikan Terakhir :
1 = S3, 2 = S2, 3 = S1 / D4, 4 = SGPLB / D3 / SARMUD / POLTEKNIK, 5 =
SMA / SMK / MA / MAK,6 = SMP / MTs, 7 = SD / MI, 8 = Lainnya.
Prasarana dan Sarana Pendidikan
1. Prasarana Pendidikan
a. Tanah
Luas Tanah : 2000 M2
Status Tanah : Milik Sendiri
Keterangan (sertifikat/…) : Sertifikat
b. Bangunan dan Ruangan
Jumlah bangunan : 1 Bangunan
Luas Bangunan Seluruhnya : 2000 m2
Jumlah Ruangan : 27 ruang
Status Ruangan : Milik Sendiri
Ruangan Yang Tersedia
No Nama Ruangan Jumlah Luas
1. Ruang Kelas 15 ruang 150 m2
2. Ruang Perpustakaan 1 ruang
3. Ruang Keterampilan 2 ruang 36,72 m2
4. Ruang Kepala Sekolah 1 ruang 13 m2
5. Ruang Guru 1 ruang 13 m2
6. Ruang TU 1 ruang 7,5 m2
2. Sarana Pendidikan
a. Ruang Kelas
No. Nama Sarana Jumlah Keterangan
1. Kursi Siswa 50 buah Rusak ringan
2. Meja Siswa 50 buah Rusak ringan
3. Kursi Guru 15 buah Rusak ringan
4. Meja Guru 15 buah Rusak ringan
5. Lemari -
7. Tempat Beribadah 1 ruang 10 m2
8. Ruang UKS 1 ruang 8 m2
9. Ruang BK/Asesmen - -
10. WC/ Jamban 10 ruang 20 m2
11. Gudang 1 ruang 24, m2
12. Tempat Bermain/Olah Raga 1 ruang 162 m2
13. Ruang Progam Khusus - -
14. Aula - -
15. Ruang Musik 1 ruang 9,40 m2
16. Ruang Terapi 5 ruang 89,40 m2
17. Ruang Tamu 1 ruang 25 m2
18. Ruang Asrama Putra 1 ruang 1173 m2
19. Kolam Renang 2 tempat 56 m2
20. Ruang fitness 1 ruang 13 m2
6. Papan Tulis 6 buah Rusak ringan
8. Tempat Sampah 2 buah Rusak ringan
9. Tempat Cuci Tangan 1 buah Rusak ringan
10. Jam Dinding 2 buah Rusak ringan
11. Simbol Kenegaraan 15 buah Rusak ringan
12. Kipas angin 8 buah Rusak ringan
13. AC 3 buah Rusak ringan
b. Ruang Perpustakaan
No. Nama Sarana Jumlah Keterangan
1. Rak Buku 1 buah
2. Rak Majalah 1 buah
3. Rak Surat Kabar -
4. Meja Baca 1 buah
5. Kursi Baca 8 buah
6. Kursi Kerja 1 buah
7. Meja Kerja 1 buah
8. Lembar Katalog -
9. Lemari -
10. Papan Pengumuman -
12. Buku Teks Pelajaran 50 eksm
13. Buku Panduan Guru 25 eksm
14. Buku Penggayaan 10 eksm
15. Buku Referensi 15 eksm
16. Sumber Buku Lain 30 eksm
c. Ruang Kepala Sekolah
No. Nama Sarana Jumlah Keterangan
1. Kursi Kepala Sekolah 1 buah
2. Meja Kepala Sekolah 1 buah
3. Kursi dan meja tamu 1 buah
4. Lemari 1 buah
5. Papan statistik 2 buah
6. Simbol Kenegaraan 1 buah
7. Jam dinding 1 buah
8. Tempat sampah 1 buah
9.
Jadwal Kegiatan Kepala
Sekolah
1 buah
10. Telepon 1 buah
11. Faximille 1 buah Rusak
d. Ruang Guru
No. Nama Sarana Jumlah Keterangan
1. Kursi Guru/ Kerja 3 buah
2. Meja Guru / Kerja 1 buah
3. Lemari 1 buah
4. Papan Statistik 1 buah
5. Papan Pengumuman 1 buah
6. Jam Dinding 1 buah
7. Tempat Sampah 1 buah
8. Tempat Cuci tangan -
e. Tata Usaha
No. Nama Sarana Jumlah Keterangan
1. Kursi Kerja 3 buah
2. Meja Kerja 4 buah
3. Lemari 1 buah
4. Mesin Tik 1 buah rusak
5. Komputer 2 buah
6. Printer 5 buah 3 rusak
7. Papan Statistik -
8. Filling Kabinet -
9. Jam Dinding 1 buah
10. Tempat Sampah 1 buah
f. Tempat Beribadah
No. Nama Sarana Jumlah Keterangan
1. Lemari/ Rak 1 buah
2. Perlengkapan Ibadah 5 buah
3. Jam Dinding 1 buah
g. Ruang UKS
No. Nama Sarana Jumlah Keterangan
1. Tempat Tidur 1 buah
2. Kursi 1 buah
3. Meja 1 buah
4. Lemari -
5. Catatan Kesehatan Siswa -
6. Perlengkapan P3K 1 buah
7. Tandu -
8. Selimut 1 buah
9. Kursi Roda 4 buah
h. Sarana WC/ Jamban
No. Nama Sarana Jumlah Keterangan
1. Kloset 1 buah
2. Tempat air 1 buah
3. Gayung 1 buah
4. Gantungan Pakaian 1 buah
5. Tempat Sampah 1 buah
i. Gudang
No. Nama Sarana Jumlah Keterangan
1. Lemari 3 buah
2. Rak
j. Tempat Bermain/Berolah Raga
No. Nama Sarana Jumlah Keterangan
1. Peralatan Olah Raga 5 Set Alat fitness
2. Kolam Renang 2 buah
3. L. Bulutangkis 1 buah
4. L .Tenis Meja 1 buah
k. Ruang Keterampilan
No. Nama Sarana Jumlah Keterangan
1. Papan Tulis 1 buah
2. Lemari panjang Hasil Karya 2 buah
3. Kursi Kerja 6 buah
4. Meja Kerja 3 buah
5. Rak Buku -
6. Meja Multimedia -
l. Ruang Musik
No. Nama Sarana Jumlah Keterangan
1. Dram 1 set
2. Gitar 3 buah
3. Keyboard 2 buah
4. Piano 1 buah
m. Ruang Terapi
No. Nama Sarana Jumlah Keterangan
1. Kursi 4 buah
2. Meja 4 buah
3. AC 1 buah
4. Papan informasi 1 buah
5. Lemari 1 buah
Tampak Depan Sekolah Luar Biasa Nusantara
Tulisan Tangan Ridwan
Guru yang Akan Memberikan Hadiah Setelah Selesai Belajar
Guru Saat Membimbing Naufal belajar menulis
Kegiatan Belajar di Kelas
Tulisan Tangan Shendi
Tulisan Tangan Krist Hansen
Tugas yang diberikan Kepada Krist Hansen