benign prostatic hypertrophy. fix
DESCRIPTION
blok 20TRANSCRIPT
Benign Prostatic Hypertrophy (BPH)
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510, No. Telp (021) 5694-2061
Pendahuluan
Kelenjar prostat merupakan organ pada laki-laki yang paling sering terkena neoplasma
jinak maupun ganas. Secara anatomis, prostat terletak pada pelvis, yang dipisahkan dengan
simfisis pubis di bagian anterior oleh ruang retropubik (rongga Retzius). Permukaan posterior
dari prostat dipisahkan dari ampula rekti oleh fasia Denonvillier.
Basis dari prostat tersambung dengan leher vesika urinaria, dan apeksnya terletak di
permukaan bagian atas dari diafragma urogenital. Prostat diperdarahi pembuluh darah arteri
cabang dari arteri iliaka interna. Drainase vena prostat melalui kompleks vena dorsalis, yang
menerima vena profunda di bagian dorsal penis dan cabang dari vesika sebelum mengalir ke
vena iliaka interna. Persarafan prostat berasal dari pleksus pelvis. Ukuran normal prostat sekitar
3 – 4 cm pada basis, 4 – 6 cm di sefalokaudal, dan 2 – 3 cm di bagian anteroposterior.
Benign prostate hyperplasia (BPH) secara keseluruhan berasal dari zona transisi.1
Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang mengganggu aktivitas
sehari-hari. Keadaan ini akibat dari pembesaran kelenjar prostat atau benign prostate
enlargement (BPE) yang menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher buli-buli dan uretra atau
dikenal sebagai bladder outlet obstruction (BOO). Obstruksi yang khusus disebabkan oleh
pembesaran kelenjar prostat disebut sebagai benign prostate obstruction (BPO).1,2
Obstruksi ini lama kelamaan dapat menimbulkan perubahan struktur buli-buli maupun
ginjal sehingga menyebabkan komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah. Keluhan yang
disampaikan oleh pasien BPH seringkali berupa Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) yang
terdiri atas gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun iritasi (storage symptoms) yang
meliputi: frekuensi miksi meningkat, urgensi, nokturia, pancaran miksi lemah dan sering
terputus-putus (intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis miksi, dan tahap selanjutnya terjadi
retensi urin. Hubungan antara BPH dengan LUTS sangat kompleks. Tidak semua pasien BPH
mengeluhkan gangguan miksi dan sebaliknya tidak semua keluhan miksi disebabkan oleh
BPH.1,2
Anamnesis
Anamnesa bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan memperhatikan
petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit pasien. Anamnesis bisa
dilakukan pada pasien itu sendiri yang disebut Auto Anamnesa apabila pasien dalam kondisi
sadar dan baik, bisa juga melalui keluarga terdekat atau orang yang bersama pasien selama ia
sakit apabila pasien dalam kondisi tidak sadar atau kesulitan berbicara disebut dengan Allo
Anamnesa.3
Dengan dilakukanya anamnesis maka 70% diagnosis dapat ditegakkan. Sedangkan
sisanya lagi didapatkan dari hasil pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Hal yang
perlu diperhatikan saat anamnesis antara lain:
Riwayat penyakit sekarang dapat ditanyakan mengenai:
Pasien merasa nyeri saat BAK, pancaran kencing lemah, BAK anyang-
anyangan(sering, sedikit-sedikit, seperti ada yang tersisa dan tidak puas). Harus
mengejan jika BAK. Urin pasien berwarna kemerahan, tidak pernah keruh, dan tidak
pernah keluar batu. Jika malam kadang terbangun untuk BAK. Dalam semalam dapat
BAK 4 kali. Hal ini dirasakan sudah lama. Nyeri perut dirasakan di semua region
abdomen dan menjalar sampai kedua pinggang. Tidak mual, tidak muntah, dan tidak
panas
Riwayat sosial mencakup keterangan mengenai pekerjaan, aktivitas, perkawinan,
lingkungan tempat tinggal, dan lain-lain.
Riwayat penyakit dahulu merupakan riwayat penyakit yang pernah diderita pasien
pada masa lampau yang mungkin berhubungan dengan penyakit yang dialami sekarang,
seperti riwayat trauma pada abdomen dan alat genital, riwayat sesak nafas dan edema di
muka, perut, kaki dan tangan dan mempunyai riwayat hipertensi
Riwayat keluarga meliputi segala hal yang berhubungan dengan peranan herediter dan
kontak antara anggota keluarga mengenai penyakit yang dialami.
Anamnesis dilakukan untuk menggali keluhan utama serta gejala BPH. Di samping itu
ditanya juga riwayat kesehatan pada umumnya seperti riwayat pembedahan, riwayat penyakit
saraf, penyakit metabolik seperti diabetes melitus, dan riwayat pemakaian obat-obatan. Untuk
menilai gejala obstruktif dan iritatif dapat diperoleh melalui kuisioner, dimana yang umumnya
dipakai saat ini adalah International Prostate Symptom Score (IPSS). Pada kasus BPH, hal-hal
yang perlu ditanyakan antara lain:3,4
Bagaimana perasaan setelah buang air kecil? Lampias atau tidak lampias (disebabkan
vesika urinaria yang tidak kosong setelah miksi)
Seberapa sering dalam sehari buang air kecil? Sering / tidaknya miksi?
Bagaimana pancuran air kemih waktu berkemih? Terdapat arus kemih yang berhenti saat
miksi / tidak?
Bagaimana arus buang air kecil lancar, setetes-setetes? Lemah saat miksi / tidak?
Dapatkah menahan buang air kecil?
Apakah terjadi kesulitan saat memulai buang air kecil / tidak?
Apakah sering buang air kecil pada waktu malam hari atau terbangun pada malam hari
(Nokturia)?
Pemeriksaan Fisik & Penunjang
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang dilakukan dengan cara memeriksa fisik pasien secara keseluruhan.
Pemeriksaan yang dilakukan dimulai dari melihat keadaan umum ketika pasien datang
berobat (compos mentis, sedang, ataupun buruk).
Setelah itu dilakukan pemeriksaan TTV (Tanda-tanda Vital), inspeksi, palpasi, perkusi,
dan auskultasi. Pemeriksaan lain yang juga harus dilakukan pada kasus BPH adalah rectal
toucher.
Rectal Toucher merupakan pemeriksaan yang wajib dilakukan. Pemeriksaan colok
dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter ani, reflek bulbo
cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan pada bagian dalam rektum
dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan:4-6
Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal);
Adakah asimetris;
Adakah nodul pada prostate (merupakan tanda dari adanya keganasan);
Apakah batas atas dapat diraba;
Sulcus medianus prostate;
Adakah krepitasi;
Pada pemeriksaan ini, prostat harus dipalpasi dengan teliti terhadap kemungkinan
adanya nodul atau pengerasan yang mengindikasikan adanya suatu karsinoma.6
Secara umum, pemeriksaan colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan
konsistensi prostat kenyal seperti saat meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan
tidak didapatkan nodul. Sedangkan pada carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau
teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan
teraba krepitasi. Pada penderita retensi urin akut, benjolan yang teraba di atas rongga pelvis
akan terasa sangat nyeri pada waktu palpasi. Pada karsinoma prostat, prostat teraba keras atau
teraba benjolan yang konsistensinya lebih keras dari sekitarnya. Dengan colok dubur dapat
pula teraba batu prostat apabila teraba krepitasi. 7
Pada pemeriksaan fisik, apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas
kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pielonefritis akan disertai sakit
pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi
retensi total, daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia.
Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain
yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior,
fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus. 6,7
Meskipun pemeriksaan ini wajib dilakukan, ukuran besarnya prostat tidak mempunyai
korelasi dengan beratnya gejala, derajat obstruksi, hasil pengobatan dan tidak merupakan
pertimbangan untuk melakukan pengobatan secara aktif apabila dibutuhkan. Besarnya ukuran
prostat hanya berguna untuk menentukan prosedur bedah yang sesuai untuk penderita.
Misalnya pada prostat yang kecil dapat ditindaklanjuti dengan single Bladder Neck Incision
(BDI), sementara pada prostat yang sangat besar mungkin membutuhkan prostatectomy
terbuka dibandingkan dengan melakukan Transurethral Resection of The Prostat (TURP). 6,7
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menunjang hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan
dokter dan dapat juga dilakukan untuk menegakkan diagnosis yang sudah dibuat oleh dokter.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:3
Urinalisis
Bertujuan untuk menyingkirkan adanya infeksi atau hematuria dan pengukuran kadar
serum ureum kreatinin untuk menilai fungsi ginjal dari pasien. Insufisiensi ginjal dapat
ditemukan pada 10% pasien dengan prostatism dan memerlukan pemeriksaan radiologi
saluran kemih bagian atas. Pasien dengan insufisiensi ginjal mempunyai risiko yang tinggi
mengalami komplikasi post-operasi setelah pembedahan BPH. 8 (dibuku papdi)
PSA (Prostate-Specific Antigen)
Disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ spesifik tetapi bukan kanker spesifik.
Serum PSA dapat dipakai untuk mengetahui perjalanan penyakit dari BPH. Apabila kadar
PSA tinggi berarti: 8
a) Pertumbuhan volume prostat lebih cepat,
b) Keluhan akibat BPH atau laju pancaran urin lebih buruk,
c) Lebih mudah terjadinya retensi urine akut.
Pertumbuhan volume kelenjar prostat dapat diprediksikan berdasarkan kadar PSA,
makin tinggi kadar PSA makin cepat laju pertumbuhan prostat. Laju pertumbuhan volume
prostat rata-rata setiap tahun pada kadar PSA 0,2 - 1,3 ng/dl laju adalah 0,7 mL/tahun,
sedangkan pada kadar PSA 1,4 - 3,2 ng/dl sebesar 2,1 mL/tahun, dan kadar PSA 3,3 - 9,9
ng/dl adalah 3,3 mL/tahun. Kadar PSA di dalam serum dapat mengalami peningkatan pada
keradangan, setelah manipulasi pada prostat (biopsi prostat atau TURP), pada retensi urine
akut, kateterisasi, keganasan prostat, dan usia yang makin tua. Rentang kadar PSA yang
dianggap normal berdasarkan usia adalah:8
- 40-49 tahun: 0 - 2,5 ng/ml
- 50-59 tahun: 0 - 3,5 ng/ml
- 60-69 tahun: 0 - 4,5 ng/ml
- 70-79 tahun: 0 - 6,5 ng/ml
Meskipun BPH bukan merupakan penyebab timbulnya karsinoma prostat, tetapi
kelompok usia BPH mempunyai resiko terkena karsinoma prostat. Pemeriksaan PSA
bersamaan dengan colok dubur lebih superior daripada pemeriksaan colok dubur saja dalam
mendeteksi adanya karsinoma prostat. Oleh karena itu pada usia ini pemeriksaan PSA menjadi
sangat penting guna mendeteksi kemungkinan adanya karsinoma prostat.9
Pemeriksaan PSA sebagai salah satu pemeriksaan awal pada BPH, meskipun dengan
syarat yang berhubungan dengan usia pasien atau usia harapan hidup pasien. Usia sebaiknya
tidak melebihi 70 – 75 tahun atau usia harapan hidup lebih dari 10 tahun, sehingga jika
memang terdiagnosis karsinoma prostat tindakan radikal masih ada manfaatnya.8,9
Pielogram intravena (IVP)/ USG ginjal dianjurkan bila ditemukan adanya kelainan
saluran kemih atau komplikasi dari BPH (misal: hematuria, ISK, insufisensi ginjal, dan
riwayat batu saluran kemih).
Sistoskopi tidak dianjurkan, untuk menentukan perlunya dilakukan terapi pada pasien.
Sistoskopi membantu pemilihan terapi bedah pada pasien yang akan dilakukan terapi
invasif.
Sistometrogram dan urodinamik diperlukan pada pasien yang diduga mengalami
kelainan neurologis atau pada pasien dengan riwayat kegagalan operasi prostat. 5
Pemeriksaan urodinamika merupakan pemeriksaan optional pada evaluasi pasien BPH
bergejala Meskipun merupakan pemeriksaan invasif, urodinamika saat ini merupakan
pemeriksaan yang paling baik dalam menentukan derajat obstruksi prostat (BPO), dan
mampu meramalkan keberhasilan suatu tindakan pembedahan. Pemeriksaan ini
mempunyai sensitifitas 87%, spesifisitas 93%, dan nilai prediksi positif sebesar 95%.
Indikasi pemeriksaan urodinamika pada BPH adalah: 8,9
Berusia <50 tahun atau >80 tahun dengan volume residual urin >300 mL,
Qmax >10 ml/detik, setelah menjalani pembedahan radikal pada daerah pelvis,
Setelah gagal dengan terapi invasif, atau
Kecurigaan adanya buli-buli neurogenik
Uroflometri adalah pencatatan tentang pancaran urine selama proses miksi secara
elektronik. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi gejala obstruksi saluran kemih
bagian bawah yang tidak invasif. Dari uroflometri dapat diperoleh informasi mengenai
volume miksi, pancaran maksimum (Qmax), pancaran rata-rata (Qave), waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai pancaran maksimum, dan lama pancaran.8,9
Pemeriksaan ini sangat mudah, non invasif, dan sering dipakai untuk mengevaluasi
gejala obstruksi infravesika baik sebelum maupun setelah mendapatkan terapi. Hasil
uroflometri tidak spesifik menunjukkan penyebab terjadinya kelainan pancaran urin, sebab
pancaran urin yang lemah dapat disebabkan karena BOO atau kelemahan otot detrusor.
Harga Qmax dapat dipakai untuk meramalkan hasil pembedahan. Pasien usia lanjut
yang mengeluh LUTS dengan Qmax normal biasanya bukan disebabkan karena BPH dan
keluhan tersebut tidak berubah setelah pembedahan. Bila pemeriksaan uroflometri hanya
dapat menilai bahwa pasien mempunyai pancaran urine yang lemah tanpa dapat
menerangkan penyebabnya, pemeriksaan urodinamika (pressure flow study) dapat
membedakan pancaran urine yang lemah itu disebabkan karena obstruksi leher buli-buli
dan uretra (BOO) atau kelemahan kontraksi otot detrusor. Pemeriksaan ini cocok untuk
pasien yang hendak menjalani pembedahan. Mungkin saja LUTS yang dikeluhkan oleh
pasien bukan disebabkan oleh obstruksi prostat (BPO) melainkan disebabkan oleh
kelemahan kontraksi otot detrusor sehingga pada keadaan ini tindakan desobstruksi tidak
akan bermanfaat. 8,9
Diagnosis Banding
1. Ca Prostat
Merupakan suatu keganasan pada prostat yang paling banyak pada pria. Angka
kejadiannya meningkat seiring dengan usia pasien. Sebagian besar etiologinya belum
diketahui pasti, riwayat keluarga, paparan radiasi, dan polutan lingkungan mungkin
berperan dalam penyakit ini. Sejumlah sel tumor pada prostat antara lain:9
Adenokarsinoma yang paling banyak ditemukan, timbul pada epitel asinar pada
daerah perifer kelenjar.
Subtipe jarang (<2%) adalah karsinoma sel transisional timbul pada epitel
suktus.
Sarkoma stroma: limfoma dan karsinoma sel kecil.
Gb.1. Ca Prostat
(Sumber: www.google.com)
Manifestasi Klinis
Ca prostat awalnya asimtomatik dan mungkin terdeteksi secara klinis hanya
dengan ditemukan massa yang teraba pada pemeriksaan colok dubur. Tumor biasanya
tumbuh di daerah perifer sehingga menimbulkan gejala obstruksi lebih lambat kecuali
sekunder karena BPH. Banyak pasien yang menderita penyakit ini dan belum
terdiagnosis dan timbul gejala yang berhubungan seperti: gejala konstipasi (seperti
penuranan berat badan dan anemia), nyeri tulang, limfadenopati atau komplikasi
neurologis. 9
2. Striktur Uretra
Pada striktur uretra terjadi penyempitan dari lumen uretra akibat terbentuknya jaringan fibrotik pada dinding uretra. Striktur uretra menyebabkan gangguan dalam berkemih, mulai dari aliran berkemih yang mengecil sampai sama sekali tidak dapat mengalirkan urin keluar dari tubuh. Urin yang tidak dapat keluar dari tubuh dapat menyebabkan banyak komplikasi, dengan komplikasi terberat adalah gagal ginjal.10
Manifestasi klinikGejala dari striktur uretra yang khas adalah pancaran buang air seni kecil dan bercabang. Gejala yang lain adalah iritasi dan infeksi seperti frekuensi, urgensi, disuria, inkontinensia, urin yang menetes, kadang-kadang dengan penis yang membengkak, infiltrat, abses dan fistel. Gejala lebih lanjutnya adalah retensi urin.10
3. Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih adalah inveksi mikoorganisme (biasanya bakteri) pada saluran
kemih, mulai dari uretra hingga ginjal. Klasifikasi ISK secara anatomis dapat terbagai
atas ISK atas berupa pielonefritis, prostatitis, abses intrarenal, dan abses perinefritik. ISK
bawah berupa sistitis dan urethritis. Berbagai mikroorganisme dapat menginfeksi traktus
urinarius, antara lain:11
Bakteri Gram Negatif (80%): Escherichia Coli, Proteus sp., Klebsiella sp.,
Enterobacter sp.
Bakteri Gram positif (10-15%): Enterococcus sp, Stapylococcus aureus,
Staphylococcus epidemidis, Stapylococcus aureus.
Lain-lain: Pseudomonas sp, dan Serratia pada pasien yang menjalani prosedur urologi
atau obstruksi saluran kemih; Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma sp., Candida,
Adenovirus.
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala bergantung kepada organ apa dari saluran kemih yang terkena.11
Pielonefritis
- Demam, mual dan muntah, nyeri abdomen, dan diare. Dapat ditemukan gejala sistitis
- Nyeri tekan dan kemerahan pada sudut costovertebral atau palpasi abdomen dalam
- Urinalisis ditemukan silindir leukosit.
- Pengobatan untuk pielonefritis
a. Indikasi rawat: adanya tanda-tanda toksisitas sistemik, tidak mampu minum antibiotic
oral. Antibiotic parental pilihan: seftriakson 1x1 gram atau levofloksasin 4x500 mg atau
siprofloksasin 2x400 mg selama 7-14 hari.
b. Gejala ringan siprofloksasin 2x 250 mg selama 7 hari
c. Gejala barat siprofloksasin 2x250 mg selama 14 hari.
Prostatitis
- Akut: nyeri pada perineum, demam, dan prostat yang membengkak pada pemeriksaan.
- Kronis: gejala serupa sistitis, pancaran urin lemah, sulit mulai buang air kecil.
Sistitis
- Gejala saluran kemih bawah (LUTS) iritatif
- Trias: dysuria frekuensi, uregensi
- Nyeri suprapubic atau dapat bermanisfetasi sebagai nyeri pinggang bawah
- Urin keruh dab berbau tidak sedap. Urin dapat berdarah pada 30% kasus.
- Kemerahan pada uretra atau area suprapubic.
- Sistitis akut nonkomplikasi
a. Kotrimoksazol 2x960 mg selama 3 hari
b. Siprofloksasin 2x250 mg selama 3 hari
c. Nitrofurantoin 2x100 mg selama 7 hari
d. Co- amoxiclav 2x625 mg selama 7 hari.
- Sistitis akut rekurens pada perempuan, diperluakan antibiotic profilaksis untuk pencegahan
a. Nitrofurantoin 50 mg/hari
b. Kotrimoksazol 240 mg/hari atau tiga kali seminggu
c. Apabila terjadi infeksi ditengah masa profilaksis, dapat diberikan siprofloksasin 125
mg/hari
Uretritis
- LUTS iriatif
- Dysuria, frekuensi, dan pyuria.
Diagnosis Kerja
Pembesaran Prostat Jinak (Benign Prostate Hyperplasia/BPH)
BPH merupakan pembesaran kelenjar prostat yang bersifat jinak yang hanya timbul pada
laki-laki yang biasanya pada usia pertengahan atau lanjut.
Gb.4. Benign Prostate Hyperplasia (BPH)
(Sumber: www.google.com)
Etiologi
Dengan bertambahnya usia, akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron-estrogen
karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada
jaringan adiposa di perifer. Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat
sudah dapat ditemukan pada usia 30 – 40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus
berkembang akan terjadi perubahan patologik anatomik. Karena proses pembesaran prostat
terjadi secara perlahan, efek perubahan juga terjadi secara perlahan.11-13
Etiologi dari BPH belum dimengerti sepenuhnya, tetapi kemungkinan multifaktor dan
hormonal. Prostat tersusun oleh bagian stroma dan epitel, dan masing-masing maupun keduanya,
dapat menjadi nodul hiperplastik dan menimbulkan keluhan-keluhan yang berhubungan dengan
BPH.
Beberapa penelitian menemukan adanya bukti bahwa BPH diatur oleh sistem endokrin.
Penelitian lanjutan menunjukkan adanya korelasi positif antara kadar testosteron dan estrogen
bebas dengan volume dari BPH. Hubungan antara pertambahan usia dengan BPH mungkin
akibat dari peningkatan kadar estrogen yang merangsang reseptor androgen, yang selanjutnya
meningkatkan sensitivitas kelenjar prostat terhadap testosteron bebas. Ada beberapa teori yang
menjelaskan penyebab terjadinya hipertrofi prostat ini, yaitu: 11-12
Teori dehidrotestosteron (DHT)
Bahwa aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi dehidrotestosteron dalam sel
prostat menjadi faktor risiko terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel yang dapat
menyebabkan inkripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya sintesis protein.
Proses reduksi ini difasilitasi oleh enzim 5-α-reduktase.
Faktor interaksi stroma dan epitel, hal ini banyak dipengaruhi oleh Growth Factor.
Basic Fibroblast Growth Factor (β-FGF) dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan
dengan konsentrasi yang lebih besar pada pasien dengan pembesaran prostat jinak. β-FGF
dapat dicetuskan oleh mikrotrauma karena miksi, ejakulasi atau infeksi.
Teori kebangkitan kembali yaitu reinduksi dari kemampuan mesenkim sinus urogenital
untuk berproliferasi membentuk jaringan prostat.
Epidemiologi
BPH merupakan tumor jinak paling sering pada laki-laki, dan insidensinya berhubungan
dengan bertambahnya usia. Faktor risiko BPH masih belum jelas. Beberapa penelitian
menunjukkan adanya predisposisi genetik, dan beberapa kasus dipengaruhi oleh ras. Prevalensi
BPH secara histologi pada otopsi didapatkan peningkatan dari sekitar 20% pada pria usia 41 – 50
tahun, menjadi 50% pada pria usia 51 – 60 tahun, dan >90% pada pria usia lebih dari 80 tahun. 10
Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria usia lanjut dan jarang ditemukan
sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat
dari lahir sampai pubertas, dimana pada selang waktu tersebut terjadi peningkatan cepat dalam
ukuran yang berkelanjutan sampai usia akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa
mengalami perubahan hiperplasia. 10,11
Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat ditemukan
pada usia 30 – 40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang akan terjadi
perubahan patologi anatomi. Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50% dan pada
usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut di atas akan menyebabkan gejala dan
tanda klinik. 11-13
Di Indonesia BPH merupakan urutan kedua setelah batu saluran kemih dan diperkirakan
ditemukan pada 50% pria berusia di atas 50 tahun dengan angka harapan hidup rata-rata di
Indonesia yang sudah mencapai 65 tahun dan diperkirakan bahwa lebih kurang 5% pria
Indonesia sudah berumur 60 tahun atau lebih. Kalau dihitung dari seluruh penduduk Indonesia
yang berjumlah 200 juta lebih, kira-kira 100 juta terdiri dari pria, dan yang berumur 60 tahun
atau lebih kira-kira 5 juta, sehingga diperkirakan ada 2,5 juta laki-laki Indonesia yang menderita
BPH. 10
Patofisiologi
Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Gejala dan tanda obstruksi
saluran kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi, miksi terputus, menetes
pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi lemah dan rasa belum puas sehabis miksi. Gejala
iritasi disebabkan hipersensitivitas otot detrusor yang berarti bertambahnya frekuensi miksi,
nokturia, miksi sulit ditahan, dan disuria.14
Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal
berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala iritasi terjadi karena
pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan
rangsangan pada vesika urinaria sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. 14
Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir
miksi masih ditemukan sisa urin di dalam kandung kemih dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir
miksi. Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi kemacetan total sehingga penderita
tidak mampu lagi miksi. Produksi urin yang terus terjadi, pada suatu saat vesika tidak mampu
lagi menampung urin sehingga tekanan intravesika terus meningkat.10
Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi dibanding tekanan sfingter dan obstruksi
akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko-ureter,
hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi.
Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung kemih. Batu ini
dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria.13,14
Obstruksi akibat BPH dapat dibagi menjadi obstruksi mekanik dan dinamik. Saat terjadi
pembesaran prostat, obstruksi mekanik mungkin merupakan akibat adanya penekanan ke lumen
uretra atau leher vesika urinaria, yang menyebabkan tahanan pelepasan kandung kemih yang
lebih tinggi. Sebelum adanya pembagian zona prostat, ahli urologi sering membagi prostat
menjadi 3 lobus yaitu lobus median dan 2 lobus lateral. Ukuran prostat pada pemeriksaan rectal
touche (RT) kurang begitu berhubungan dengan keluhan yang dirasakan pasien.
Komponen dinamik dari obstruksi prostat menjelaskan sifat dari keluhan yang dirasakan
pasien. Stroma prostat, terdiri dari otot polos dan kolagen, yang kaya dengan persarafan
adrenergik. Penggunaan penghambat -adrenergik menurunkan tonus dari uretra pars prostatika,
yang menurunkan tahanan pada kandung kemih.11-14
Obstruksi saluran kandung kemih menyebabkan hipertrofi muskulus detrusor, hiperplasia
serta penumpukan kolagen. Penebalan muskulus detrusor dapat menjadi trabekulasi pada
pemeriksaan sistoskopi. Jika dibiarkan, terjadi herniasi mukosa antara muskulus detrusor,
selanjutnya terrbentuk divertikula (yang tersusun oleh lapisan mukosa dan serosa). 14
Gejala Klinis
Gejala klinis yang menonjol dan hiperplasia prostat adalah sumbatan saluran kencing
bagian bawah. Terjadinya gejala tersebut dapat disebabkan oleh dua komponen, pertama adanya
penekanan yang bersifat menetap pada uretra (komponen statik) dimana terjadi peningkatan
volume prostat yang pada akhirnya akan menekan uretra pars prostatika dan mengakibatkan
terjadinya hambatan aliran kencing.15
Kedua disebabkan oleh peningkatan tonus kelenjar prostat yang diatur oleh sistem saraf
otonom (komponen dinamik) yang akhimya dapat meninggikan tekanan dan resistensi uretra, hal
tersebut selanjutnya menyebabkan terjadinya sumbatan aliran kencing.
Tanda dan gejala hiperplasia prostat antara lain sering buang air kecil, nocturia,
pancaran urin lemah, urin yang keluar menetes-netes pada bagian akhir masa buang air kecil.
Gejala hiperplasia prostat biasanya memperlihatkan dua tipe yang saling berhubungan, obstruksi
dan iritasi.10
Keluhan obstruktif meliputi: hesitansi, penurunan kekuatan pancaran, dan kaliber aliran
urin, sensasi inkomplit dari pengosongan kandung kemih, intermiten, kencing mengedan
dan kencing menetes. Gejala obstruksi terjadi karena otot detrusor gagal berkontraksi
dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-
putus.
Keluhan iritatif meliputi: urgensi, frekuensi dan nokturia. Anamnesis yang lengkap
mengenai keluhan traktus urinaria juga bertujuan untuk menyingkirkan etiologi selain
prostat, seperti infeksi saluran kemih, neurogenik bladder, striktur uretra, atau kanker
prostat.5
Gejala iritasi biasanya lebih memberatkan pasien dibandingkan obstruksi. Gejala iritasi
timbul karena pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna pada akhir miksi atau
pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih, sehingga kandung kemih
sering berkontraksi meskipun belum penuh. Bila terjadi dekompensasi akan terjadi retensi urin
sehingga urin masih berada dalam kandung kemih pada akhir miksi. Retensi urin kronik
menyebabkan refluk vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan
ginjal dipercepat bila terjadi infeksi.
Tata Laksana
Terapi Medikamentosa
Penghambat alfa-adrenergik
Pada prostat dan basis vesika urinaria mengandung alfa-1-adrenoreseptor dan prostat
menunjukkan respon kontraksi pada pemberian agonis alfa adrenergik. Fungsi kontraksi
dari prostat dan leher kandung kemih dimediasi oleh reseptor subtipe alfa-1a.
Penghambat alfa-adrenergik menunjukkan adanya perbaikan keluhan objektif maupun
subjektif pada pasien BPH. 15
Tabel 1. Klasifikasi Penghambat Alfa dan 5-alfa-reduktase inhibitor
5--reduktase inhibitor
Finasteride merupakan penghambat 5--reduktase yang mencegah perubahan
testosteron menjadi dihidrotestosteron. Obat ini mempengaruhi komponen epitel dari
prostat, yang menyebabkan berkurangnya ukuran kelenjar prostat dan perbaikan gejala.
Terapi selama 6 bulan diperlukan untuk mendapatkan efek maksimal obat terhadap
ukuran prostat (berkurang 20%) dan perbaikan keluhan.
Namun, perbaikan keluhan hanya terlihat pada pasien dengan ukuran prostat >40
cm3. Efek samping obat antara lain penurunan libido, penurunan volume ejakulasi, dan
impotensi. Kadar serum PSA berkurang menjadi sekitar 50% pada pasien yang diterapi
dengan finasteride (bervariasi pada masing-masing individu). 15
Dutasteride berbeda dari finasteride karena menghambat isoenzim dari 5--
reduktase. Mirip dengan finasteride, dutasteride mengurangi kadar serum PSA dan
ukuran prostat. Efek samping utamanya antara lain disfungsi ereksi, penurunan libido,
ginekomastia, dan kelainan ejakulasi. 15
Terapi Non-Medikamentosa
Terapi Pembedahan
Indikasi pembedahan yaitu pada BPH yang sudah menimbulkan komplikasi, diantaranya
sebagai berikut:16
- Retensi urine karena BPO;
- Infeksi saluran kemih berulang karena obstruksi prostat;
- Hematuria makroskopik;
- Batu buli-buli karena obstruksi prostat;
- Gagal ginjal yang disebabkan obstruksi prostat; dan
- Divertikulum buli buli yang cukup besar karena obstruksi.
1) Transurethral Resection of The Prostate (TURP)
95% prostatektomi sederhana dapat dilakukan secara endoskopi. Sebagian besar
prosedur ini menggunakan teknik anestesi spinal dan memerlukan 1 – 2 hari perawatan di
rumah sakit. Skor keluhan dan perbaikan laju aliran urin lebih baik dibandingkan terapi
lain yang bersifat minimal invasive. Risiko TURP meliputi ejakulasi retrograd (75%),
impotensi (5-10%), dan inkontinensia (<1%).17
TURP lebih sedikit menimbulkan trauma dibandingkan prosedur bedah terbuka
dan memerlukan masa pemulihan yang lebih singkat. Secara umum TURP dapat
memperbaiki gejala BPH hingga 90%, meningkatkan laju pancaran urine hingga 100%.17
Komplikasi operasi antara lain perdarahan, striktur uretra, atau kontraktur pada
leher kandung kemih, perforasi dari kapsul prostat dengan ekstravasasi, dan pada kondisi
berat terjadi sindroma TUR yang disebabkan oleh keadaan hipervolemik dan
hipernatremia akibat absorbsi cairan irigasi yang bersifat hipotonis.
Manifestasi klinis sindroma TUR antara lain nausea, muntah, hipertensi,
bradikardi, confusing, dan gangguan penglihatan. Risiko terjadinya sindroma TUR
meningkat pada reseksi yang lebih dari 90 menit. Penatalaksanaan meliputi diuresis dan
pada kondisi berat diberikan larutan hipertonis.16,17
2) Transurethral Incision of The Prostate (TUIP)
Pria dengan keluhan sedang sampai berat dan ukuran prostat yang kecil sering
didapatkan adanya hyperplasia komisura posterior (terangkatnya leher kandung kemih).
Pasien tersebut biasanya lebih baik dilakukan insisi prostat. 16,17
Prosedur TUIP lebih cepat dan morbiditasnya lebih rendah dibandingkan TURP.
Teknik TUIP meliputi insisi dengan pisau Collin pada posisi jam 5 dan 7. Insisi dimulai
di arah distal menuju orifisium ureter dan meluas ke arah verumontanum. 17
3) Prostatektomi Terbuka Sederhana
Ketika ukuran prostat terlalu besar untuk direseksi secara endoskopi, enukleasi
terbuka dapat dilakukan. Kelenjar prostat yang lebih dari 100 gr biasanya merupakan
indikasi enukleasi terbuka. Prostatektomi terbuka juga dilakukan pada pasien dengan
disertai divertikulum atau batu buli atau jika posisi litotomi tidak mungkin dilakukan.10
Terapi Minimal Invasif
1. Transurethral Needle Ablation of The Prostate (TUNA)
Termasuk dalam teknik minimal invasif yang biasa digunakan pada pasien yang
gagal dengan pengobatan medikamentosa, pasien yang tidak tertarik pada pengobatan
medikamentosa, atau tidak bersedia untuk tindakan TURP. Teknik ini menggunakan
kateter uretra yang didesain khusus dengan jarum yang menghantarkan gelombang radio
yang panas sampai mencapai 100oC di ujungnya sehingga dapat menyebabkan kematian
jaringan prostat.15
Pasien dengan gejala sumbatan dan pembesaran prostat kurang dari 60 gram
adalah pasien yang ideal untuk tindakan TUNA ini. Kelebihan teknik TUNA dibanding
dengan TURP antara lain pasien hanya perlu diberi anestesi lokal. Selain itu angka
kekambuhan dan kematian TUNA lebih rendah dari TURP.17
2. Transurethral Electrovaporization of The Prostate
Teknik ini menggunakan rectoskop standar (seperti teropong yang dimasukkan
melalui anus) dan loop konvensional. Arus listrik yang dihantarkan menimbulkan panas
yang dapat menguapkan jaringan sehingga menghasilkan timbulnya rongga di dalam
uretra.17
3. Transurethral Balloon Dilation Of The Prostate
Pada teknik ini, dilakukan dilatasi (pelebaran) saluran kemih yang berada di
prostat dengan menggunakan balon yang dimasukkan melalui kateter. Teknik ini efektif
pada pasien dengan prostat kecil, kurang dari 40 cm3. Meskipun dapat menghasilkan
perbaikan gejala sumbatan, namun efek ini hanya sementara sehingga cara ini sekarang
jarang digunakan.17
Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi akibat pembesaran prostat jinak antara lain:10
1. Perdarahan (Gross Hematuria);
2. Pembentukan bekuan;
3. Obstruksi kateter;
4. Disfungsi seksual (tergantung dari jenis pembedahan);
5. Batu buli-buli;
6. Retensi urin yang dapat menyebabkan refluks vesiko ureter, hidroureter (ureter yang
melebar), hidronefrosis (ginjal yang melebar), hingga penurunan fungsi ginjal sampai
gagal ginjal;
7. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi saat miksi;
8. Insufisiensi ginjal;
9. Infeksi saluran kemih berulang;
10. Inkontinensia (akibat sumbatan total urin sehingga isi vesika urinaria terlalu penuh);
11. Sistitis;
12. Pielonefritis;
13. Kandung kemih kalkuli;
14. Gagal ginjal atau uremia (jarang);
15. Komplikasi yang lain yaitu perubahan anatomis pada uretra posterior menyebabkan
ejakulasi retrogard yaitu setelah ejakulasi cairan seminal mengalir ke dalam kandung
kemih dan diekskresikan bersama urin. Selain itu vasektomi mungkin dilakukan untuk
mencegah penyebaran infeksi dari uretra prostatik melalui vas deference dan masuk ke
dalam epididimis. Setelah prostatektomi total (biasanya untuk kanker) hampir selalu
terjadi impotensi. Bagi pasien yang tak mau kehilangan aktifitas seksualnya, implant
prostetik penis mungkin digunakan untuk membuat penis menjadi tegang guna keperluan
hubungan seksual.
Prognosis
Prognosis BPH tidak selalu sama dan tidak dapat diprediksi pada tiap individu walaupun
gejalanya cenderung meningkat. Namun, BPH yang tidak segera ditanggulangi memiliki
prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker prostat.
Pencegahan
Sekarang ini sudah beredar suplemen makanan yang dapat membantu mengatasi
pembesaran kelenjar prostat. Salah satunya adalah suplemen yang kandungan utamanya saw
palmetto. Berdasarkan hasil penelitian, saw palmetto menghasilkan sejenis minyak, yang
bersama-sama dengan hormon androgen dapat menghambat kerja enzim 5-alpha-reduktase, yang
berperan dalam proses pengubahan hormon testosteron menjadi dehidrotestosteron (penyebab
BPH). Hasilnya, kelenjar prostat tidak bertambah besar.9,10
Zat-zat gizi juga penting untuk menjaga kesehatan prostat antara lain: 10
Vitamin A, E, dan C, antioksidan yang berperan penting dalam mencegah pertumbuhan
sel kanker, karena menurut penelitian, 5 – 10% kasus BPH dapat berkembang menjadi
kanker prostat.
Vitamin B1, B2, dan B6, yang dibutuhkan dalam proses metabolisme karbohidrat, lemak,
dan protein, sehingga kerja ginjal dan organ tubuh lain tidak terlalu berat.
Copper (gluconate) dan Parsley Leaf, yang dapat membantu melancarkan pengeluaran
urin dan mendukung fungsi ginjal.
L-Glysine, senyawa asam amino yang membantu sistem penghantaran rangsangan ke
susunan syaraf pusat.
Zinc, mineral ini bermanfaat untuk meningkatkan produksi dan kualitas sperma.
Berikut ini beberapa tips untuk mengurangi risiko masalah prostat, antara lain: 10
1. Perbanyak minum air putih;
2. Mengurangi makanan kaya lemak hewan;
3. Meningkatkan makanan kaya lycopene (dalam tomat), selenium (dalam makanan laut),
vitamin E, isoflavonoid (dalam produk kedelai);
4. Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran sehari;
5. Berolahraga secara rutin;
6. Pertahankan berat badan ideal;
Kesimpulan
Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering ditemukan pada pria
yang menapak usia lanjut. Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang
mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat dari pembesaran kelenjar prostat yang
menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher buli-buli dan uretra atau dikenal sebagai bladder
outlet obstruction (BOO). Obstruksi yang khusus disebabkan oleh pembesaran kelenjar prostat
disebut sebagai benign prostate obstruction (BPO). Obstruksi tersebut lama kelamaan dapat
menimbulkan perubahan struktur buli-buli maupun ginjal sehingga menyebabkan komplikasi
pada saluran kemih atas maupun bawah.
Daftar Pustaka
1. C. Joseph, J. Christopher. 2008. Neoplasm of The Prostate Gland in Smith’s General
Urology. McGraw Hill. Chapter 22. p.348-69.
2. Purnomo B.B ; ‘Dasar-dasar Urologi’. 2000. Jakarta: CV.Infomedika. 200-214.
3. Santoso M. Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Yayasan Diabetes Indonesia. 2005.
4. Gleadle, Jonathan. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga.
2003. h. 150-1.
5. Sjabani Mochammad. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Batu Saluran Kemih.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2009. p.1025-31.
6. Rani Aziz, Soegondo Sidartawan, Uyaninah Anna, Nasir, Wijaya Prasetya, Mansjoer
Arif. Panduan Pelayanan Medik PAPDI. Batu saluran kemih. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. p.179.
7. Davey P. At a Glance Medicine. Rahmalia A, Novianty C, Alih Bahasa. Safitri A, Editor.
Kanker Prostat. Jakarta: Erlangga. 2005. h.342-45.
8. Sukandar Enday. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Infeksi Saluran Kemih pada
Dewasa. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2009.
p.1008-13.
9. Rani Aziz, Soegondo Sidartawan, Uyaninah Anna, Nasir, Wijaya Prasetya, Mansjoer
Arif. Panduan Pelayanan Medik PAPDI. Infeksi Saluran Kemih. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. p.174-78.
10. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata K M, Setiyohadi B, Syam AF. Hipertrofi
prostat benigna, Dalam: Ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publiaing.2014.h.2137-47.
11. Levi AD. Benign Prostatic Hypertrophy. 2011. Diunduh dari: www.medscape.com. (5
Oktober 2013).
12. Sabiston, David C. Hipertrofi Prostat Benigna, Buku Ajar Bedah Bagian 2. Jakarta: EGC.
2005.
13. Jong WD, Sjamsuhidayat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. 2005. h. 782-6.
14. Birowo P, Rahardjo D. Pembesaran Prostat Jinak. Jurnal Kedokteran & Farmasi Medika.
2002. No 7 Tahun ke XXVIII.
15. McConnell JD. Guidelines for Diagnosis And Management of BPH. Diunduh dari:
http://www.urohealth.org/bph/specialist/future/chp43.asp. (20 Oktober 2013).
16. Weinerth J.L. ‘The Male Genital System’ in ‘Texbook of Surgery’. Edition 8. Edited by:
Sabiston DC and Liverly HK. 2004. Wb Saunders Company. 2005. p.670-680.
17. Tubaro A, Vicentini C, Renzetti R, dan Miano L. Invasive And Minimally Invasive
Treatment Modalities for Lower Urinary Tract Symptoms: What are The Relevant
Differences in Randomized Controlled Trials. 2002.