bedahfkuns-elearning.combedahfkuns-elearning.com/.../1/216/tinpus_debi_edit.docx · web viewpada...
TRANSCRIPT
PENILAIAN VIABILITAS JARINGAN PADA
TRAUMA DEGLOVING
( Tinjauan Pustaka )
SYARIFAH DEBI MULYA
S561508008
PEMBIMBING:
dr. Amru Sungkar, Sp.B, Sp.BP-RE
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH I
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2017
LEMBAR PENGESAHAN
Tinjauan Pustaka :
PENILAIAN VIABILITAS JARINGAN PADA TRAUMA
DEGLOVING
PPDS I Ilmu Bedah FK UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2017
Disusun oleh :
Syarifah Debi Mulya
S561508008
Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal :
18 Januari 2017
Pembimbing,
dr. Amru Sungkar, Sp.B, Sp.BP-RE
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ....................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN ................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................3
BAB IV KESIMPULAN.................................................................25
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN
Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan
memiliki peranan yang sangat penting. Fungsi utama kulit adalah
proteksi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh, pembentukan pigmen,
pembentukan vitamin D dan keratinisasi. Kulit menjaga bagian dalam
tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis, misalnya gesekan atau
tarikan. Salah satu akibat dari trauma mekanis adalah terjadinya degloving
injury. 2
Degloving menandakan terlepasnya kulit dan jaringan subkutan
dari fasia dan otot yang terletak di bawahnya. Cedera semacam ini paling
banyak melibatkan ekstremitas bawah dan torso, dan penyebab tersering
adalah kecelakaan industri dan lalu lintas. Cedera tersebut sering disertai
dengan fraktur atau cedera lain yang dapat menyebabkan berbagai macam
komplikasi mulai dari infeksi hingga kematian. Apalagi jika pasien berusia
lanjut, risiko terjadinya komplikasi semakin meningkat19
Degloving terjadi akibat gaya tangensial yang mengenai
permukaan kulit dengan permukaan yang ireguler yang mencengkram
kulit sehingga tidak licin. Ketika gaya ini dilawan dengan gerakan yang
berlawanan, kulit tertarik dan terlepas dari jaringan di bawahnya.
Biasanya, luka yang terjadi bersifat terbuka. Namun, ada pula cedera
degloving yang bersifat tertutup, yang lebih jarang ditemukan. Jika
lukanya bersifat terbuka, setelah terjadi cedera harus segera dilakukan
tindakan16,2O.
Degloving dapat juga berhubungan dengan permukaan pada
jaringan lunak, tulang, persarafan ataupun vaskuler. Jika trauma
menyebabkan kehilangan aliran darah pada kulit, maka dapat terjadi
nekrosis. Trauma degloving ini seringkali membutuhkan debridement
untuk menghilangkan jaringan yang nekrosis.
Degloving paling sering terjadi pada daerah lengan maupun
tungkai. Hal ini biasanya disebabkan oleh trauma mekanis, biasanya oleh
karena trauma pada kendaraan bermotor, trauma kerja akibat penggunaan
alat-alat berputar atau trauma akibat kipas angin. Namun juga bisa akibat
trauma tumpul. (3)
Saat ini open degloving injury biasa nya dihubungkan dengan
adanya suatu fraktur ataupun cidera lain.Penanganan nya secara umum
meliputi 2 kategori umum yaitu mendekatkan kembali dua bagian yang
terpisah dengan harapan jaringan tersebut akan sembuh secara spontan.
Dan yang kedua adalah dengan membuang jaringan yang sudah mati dan
menutupnya luka tersebut dengan skin graft.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI
Kulit merupakan bagian yang sering mengalami deglovinginjury,
karena merupakan bagian dari organ tubuh yang terletak paling luar.Kulit
merupakan jaringan yang sangat kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi
pada keadaan iklim, umur, seks, ras dan juga bergantung pada lokasi tubuh.
Luas kulit orang dewasa 1,5-2 m2, dengan berat kira-kira 15% berat badan.
Tebalnya antara 1,5-5 mm, bergantung pada letak kulit, umur, jenis kelamin,
suhu dan keadaan gizi. Kulit paling tipis di kelopak mata, penis, labium
minor,dan bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit yang tebal terdapat di
telapak tangan dan kaki, punggung, bahu, bokong.2
B. DEFINISI
Degloving injury adalah salah satu jenis cedera avulsi dimana sebagian
besar kulit terlepas dari jaringan dibawahnya,sehingga membahayakan dalam
pemenuhan suplai darah. Dinamakan degloving karena dianalogikan dengan
proses melepas glove (sarung tangan). Terminologi degloving terutama
digunakan untuk cedera pada ektremitas atau anggota gerak atau yang
berbentuk tabung.
C. ETIOLOGI
Trauma degloving dapat disebabkan beberapa faktor, antara lain
karena kecelakaan lalu lintas seperti terlindas dari kendaraan atau kecelakaan
akibat dari olah raga seperti roleer blade, sepeda gunung, acrobat dan skate
board. Trauma degloving ini mengakibatkan penurunan suplai darah ke kulit,
yang pada akhirnya dapat terjadi kerusakan kulit. Degloving sering terjadi
pada trauma giling, keras dan sifatnya mendadak, trauma multiple. Pada
keadaan ini kulit dan subkutis terelevasi secara paksa dan sering kali terjadi
pada ekstremitas bawah.
Degloving minimal biasa terjadi pada pasien yang sudah tua, misalnya
benturan terhadap meja. Selain pada extremitas, degloving juga biasa terjadi
pada mucosa mandibula, yang diakibatkan oleh high jump pada acrobat biking
atau kecelekaan lalu lintas. Hal utama yang perlu diperhatikan adalah vitalitas
jaringan dan angka morbiditas yang tinggi.
D. MEKANISME TRAUMA
Mekanisme trauma yang menyebabkan degloving injury antara lain :
Pada degloving, kulit dan jaringan subcutis terlepas secara paksa dari
dasar oleh kekuatan yang keras dan mendadak.Bisa karena tungkai
terlindas antara ban dan permukaan jalan.
Saat roda berputar diatas tungkai akan menyebabkan tarikan kulit.
Terjadi gaya puntir dari kulit sekitar poros tungkai.
Kulit terputus kontinuitasnya, sebagian kulit melekat seperti flap.
Bisa juga terjadi akibat kipas angin, trauma tumpul, dan lain-lain.
Gambar 2. Biomekanika Degloving
E. KLASIFIKASI
Ada dua jenis degloving injury, yaitu:
1. Trauma degloving dengan luka tertutup (closed degloving/physiological
degloving) 3,7
Trauma ini jarang terjadi tapi penting diperhatikan karena
terjadi pada pasien dengan multiple trauma, dimana jaringan
subkutan terlepas dari jaringan dibawahnya. Klinis awalnya dari jenis
ini seringkali tampak normal pada permukaan kulit, dapat disertai dengan
echimosis. Dan jika tidak dikoreksi, akan menyebabkan peningkatan
dari morbiditas yaitu jaringan yang terkena akan mengalami necrosis.
Untuk itu dilakukan drainase dengan membuat insisi kecil yang
bertujuan untuk kompresi, karena terdapat ruangan yang terisi oleh
hematome dan cairan. Luka degloving yang tertutup terjadi jika ada
kekuatan shear dengan energi yang cukup dalam waktu yang singkat
sehingga kulit tidak terkelupas. Tapi didalamnya kadang dapat terjadi
pemisahan antara jaringan dengan pembuluh darah, hal ini
menyebabkan bagian yang atas dari jaringan yang terpisah menjadi
nekrosis karena tidak mendapat aliran darah. Komplikasi dari traksi
dapat mengakibatkan trauma degloving luka tertutup pada kulit sehingga
dapat menyebabkan terjadinya lesi pada kulit. Hal ini mungkin
disebabkan oleh usia lanjut dan kulit yang lemah. Jadi pada trauma
degloving tertutup jaringan subkutan terlepas dari jaringan dibawahnya,
sedang bagian luar atau permukaan kulit tanpa luka atau ada luka dengan
ukuran yang kecil.3,4
Degloving tertutup terjadi apabila :
• Disebut juga physiological degloving.
• Permukaan kulit intak.
• Jaringan subkutan terlepas dari jaringan dibawahnya, sedang
permukaan luar tanpa luka.
• Terjadi jika ada kekuatan shear dengan energi yang besar dalam
waktu singkat
• Tanda: mobilitas kulit dan fluktuasi di subcutis, disertai jejas seperti
ban mobil, luka abrasi.
• Bila tidak diatasi: jaringan bisa necrosis.
Gambar 3. Trauma Degloving
2. Trauma degloving dengan luka terbuka (open degloving/anatomically
degloving).
Trauma degloving ini terjadi akibat trauma pada tubuh yang
menyebabkan jaringan terpisah. Gambarannya berupa terangkatnya kulit
dari jaringan dibawahnya disertai dengan luka yang terbuka. Ini
merupakan trauma degloving dengan luka terbuka.3
Degloving terbuka terjadi apabila :
• Akibat trauma yang menyebabkan jaringan kulit terpisah dari
dasarnya dengan disertai terputusnya permukaan kulit.
• Disebut juga anatomical degloving.
• 80 % kasus disertai dengan fraktur.
F. GAMBARAN KLINIS
Terkelupasnya lapisan kutis dan subkutis dari jaringan dibawahnya,
dapat juga masih terdapat bagian dari kulit yang melekat, ini terjadi pada
trauma degloving terbuka. Gejala klinik yang lain dapat pula ditemukan
gambaran permukaan kulit yang normal atau dapat disertai dengan echimosis,
ini terjadi pada trauma degloving tertutup.4
G. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaaan fisik pada pasien dengan cedera degloving terdiri dari
beberapa langkah berikut:
Pemeriksaaan kondisi umum
Pemeriksaan cedera yang mengancam jiwa
Pemeriksaaan cedera mayor
Pemeriksaan area degloving
Sejauh mana kulit yang hilang
Ekspos/cedera struktur vital
Gerakan yang bisa dilakukan
H. MANAJEMEN
Prinsip terapi
Pertahankan struktur sebanyak mungkin
Penutupan kulit definitif sesegera mungkin
Debridement dan perbaikan struktur di bawahnya (ORIF, OREF,
repair otot, tendon dsb)
Penilaian vitalitas jaringan
Penutup kulit berkualitas baik
Pengembalian fungsi segera
Kemungkinan pengerjaan prosedur sekunder
Fisioterapi
Refinement
Pada pasien lanjut usia, perlu diperhatikan pula risiko terjadinya
hematoma yang dapat menyebabkan komplikasi pada infeksi, bahkan
berpotensi menjadi massa jaringan lunak. Proses aging mempengaruhi turgor
dan menurunkan resistensi terhadap cedera. Penting untuk menginvestigasi
penyebab cedera dan mencari kondisi medis yang menyertai, seperti neuropati
diabetik dan penyakit vaskular pada ekstremitas bawah.
I. PENILAIAN VITALITAS JARINGAN
Semua pasien harus diperiksa secara menyeluruh dan setiap cedera
yang mengancam nyawa harus segera ditangani. Gangguan sirkulasi dan
masalah skeletal harus segera ditangani dengan melakukan kontrol
perdarahan dan stabilisasi fraktur. Berkaitan dengan cedera jaringan lunak,
maka yang paling penting adalah menentukan viabilitasnya. Hal ini akan
membantusaat dilakukan debridement dan membantu dalam memutuskan
apakah luka akan ditutup secara primer atau tidak, apakah akan segera
dilakukan rekonsruksi atau tidak. Banyak cara untuk menentukan
viabilitas jaringan baik secara klinis maupun secara eksperimental9.
Penilaian vitalitas jaringan dapat dilihat dengan:
1. Marginal bleeding test
2. Fluorescence test
3. Split Thickness Skin Excision (STSE)
Deteksi dini gangguan vaskular dan yang cepat yang koreksidemikian
penting untuk keberhasilan prosedur ini. Banyak perangkat pemantauan
intraoperatif dan pasca operasi telah dikembangkan untuk membantu
mencegah dan mengidentifikasi oklusi pembuluh darah, dengan berbagai
tingkat keberhasilan. Saat ini, baku emas dalam evaluasi rekonstruksi
mikrovaskular berupa evaluasi klinis terhadap warna, turgor, perdarahan, dan
kehangatan jaringan lunak yang terkena trauma. Beberapa teknologi non-
invasif dan invasif telah dikembangkan untuk meningkatkan akurasi
pemeriksaan klinis, namun tidak satupun dari perangkat ini telah diberlakukan
secara universal21.
Teknik noninvasif termasuk hand hold USG Doppler, inframerah,
termografi pencitraan spektral terpolarisasi, dan laser Doppler perfusion
imaging. Sementara teknik invasif termasuk probe Doppler yang dapat
diimplan, microdialysis, dan pengukuran tekanan vena dengan beberapa
kateter vena yang ditinggal dalam tubuh. Meskipun kecanggihan teknologi
baru, evaluasi klinis perfusi flap masih berdasarkan kriteria subjektif baik di
intraoperatif dan periode pasca operasi. Selama operasi, evaluasi aliran
melalui anastomosis mikrovaskular sebelumnya hanya mungkin dengan tes
patensi klinis intraoperatif (yaitu, strip tes;. Gambar 5). Yang telah dilaporkan
memiliki sensitivitas rendah dalam diagnosis obstruksi lumen baik dengan
menggunakan flap pedikel atau transfer jaringan mikrovaskuler bebas, deteksi
dini gangguan vaskular dengan koreksi yang cepat masih tetap penting untuk
keberhasilan prosedur21.
Sistem evaluasi flap ideal untuk bedah rekonstruktif kepala dan leher
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dalam deteksi kemampuan
perfusi,dan memiliki prognosis dari yang ideal juga dapat membedakan
kemampuan arteri dan vena dan mampu memprediksi nekrosis jaringan.
Pengenalan angiografi fluoresen intraoperatifmendekati kriteria yang
tercantum sebelumnya dengan, sistem intraoperatif non-invasif yang mampu
memvisualisasikan aliran darah dan perfusi jaringan. Dengan sistem ini,
penilaian dari anastomosis dan patensi pembuluh darah selama perfusi
jaringan lunak flap membantu memprediksi prognosis flap21.
Gambar5. Tes patensi klinis (strip tes). Untuk mengevaluasi aliran
melalui pembuluh darah, pembuluh tersebut disumbat dengan 2 klem
mikrovaskular. Klem distal digerakkan lebih hilir dengan posisi klem
masih menjepit. Klem yang atas kemudian dilepaskan dan anastomosis
paten harus memungkinkan darah untuk mengisi daerah antara klem21.
MARGINAL BLEEDING TEST
Dari pengamatan langsung/ klinis, kita bisa menilai dari batas
perdarahan pada kulit, warna kulit dan capillary refill dan adanya
tanda klinis perdarahan yang berupa darah merah segar pada tepi luka dan
munculnya bintik perdarahan saat dilakukan eksisi flap 10
Metode ini masih subjektif, dan sekarang lebih
direkomendasikan untuk menggunakan teknik analisis perfusi yang
objektif menggunakan vital dye techniques.
FLUORESCENCE TEST
Luka degloving yang luas pada ekstremitas biasanya diakibatkan
kecelakaan lalu lintas. kekuatan torsi dan kompresi dapat memengaruhi
tingkat yang berbeda pada jaringan subkutan dan fasia, dan bahkan dapat
memisahkan dan merobek kulit dari fasia profunda. Hal ini dapat
mengakibatkan avulsi luas pada seluruh kulit dan pembungkus jaringan
subkutan pada kaki. Mengandalkan pasokan darah yang cukup pada
penutupan primer setelah debridemen minimal adalah metode umum yang
digunakan untuk tatalaksana. Namun, menentukan kelangsungan hidup
flap avulsi seringkali sulit. Jika terjadi nekrosis, diperlukan jaringan lain
untuk menutupi cacat setelah debridemen serial. biasanya, Splint Thickness
Skin Graft (STSG) atau rekonstruksi flap bebas dilakukan pada langkah
akhir penutupan. Hasil STSG secara fungsional dan kosmetik kurang
memuaskan meskipun rata-rata memiliki hasil bagus pada kasus tertentu.
Penelitian terbaru mencoba menggunakan Full Thickness Skin Graft
(FTSG) pada flap avulsi yang segera divaskularisasi. Kemudian setelah
injeksi intravena zat pewarna fluoresens, penilaian viabilitas flap
ditentukan dengan menggunakan iluminasi lampu wood’s (Waldmann)22.
Di ruang operasi, debridemen yang memadai pada otot yang rusak
atau fasia dilakukan. Setelah debridement dan irigasiluka, dua vial
pewarna fluoresens (Fluorescite 10%, sampai 1,5 gm) disuntikkan secara
intravena. Setelah 15 menit, flap avulsi kulit diperiksa. Daerah non-
fluorescence ditandai di bawah pencahayaan lampu Wood (Gambar 6A)
kemudian dihilangkan lemaknya dan kemudian digunakan untuk FTSG.
Daerah fluorescence dijahit langsung tanpa penegangan setelah
debridemen minimal. Daerah non-fluorescent ditutupi oleh kulit yang
dihilangkan lemaknya (gambar 6B). Pada FTSG dilakukan penutupan
dengan bantuanVacuum Asisted Closure(VAC, Gambar 6C). Pasca
operasi, lipo-prostaglandin E1 (Eglandin) diberikan secara intravena untuk
menambah suplai darah jaringan non-lemaknya selama seminggu. Kaki
pasien terus dipertahankan pada posisi elevasi dan imobilisasi selama 2
minggu. Area kulit yang nekrosis dievaluasi setelah beberapa hari. Jika
ditemukan batas-batas nekrosis dapat dilakukan operasi revisi22.
Gambar 6
(A)Di bawah area penerangan lampu Wood, fluoresensi dan non
fluoresensi dan daerah berbintik-bintik dapat dibedakan. (B) Flap dari
daerah non-fluoresensi dihilangkan lemaknya untuk digunakan sebagai
FTSG. (C) Untuk mencegah pembentukan hematoma di bawah FTSG,
dilakukan penutupan dengan VAC22.
Hasil dari penelitian yang dilakukan, area nekrosis yang terjadi
rata-rata 21,3%. Pasien yang memiliki beberapa luka diperlukan eksisi
kulit yang nekrotik dan penutupan langsung. Kebanyakan respon pasien
terhadap operasi menggunakan metode STSG cukup puas dengan hasil
kosmetik yang didapat, namun pada pasien yang memerlukan STSG
dengan area luas sedikit kecewa dengan hasil akhir dari STSG tersebut.
FTSG memiliki keunggulan dalam kosmetik dan fungsional dibandingkan
dengan STSG. FTSG jugamenunjukkan kualitas yang hampir sama dengan
flap kulit sepenuhnya, terutama dalam hal vaskularisasi dan berkaitan
dengan tekstur, elastisitas, dan penampilan. FTSG juga jarang
mengakibatkan kontraktur dan dapat tumbuh kembali pada pasien muda22.
Penentuan kelangsungan hidup flap avulsi sulit untuk dinilai.
Untuk mengevaluasi kelayakan flap, teknik non invasif yang tersedia saat
ini meliputi fluorometry permukaan, ultrasound, laser Doppler,
photoplethysmography, pemantauan suhu, dan pemantauan oksigen
transkutan. Teknik ini melibatkan peralatan canggih yang tidak tersedia
dan kurang ideal untuk menilai kelayakan flap cedera akut pada saat
operasi awal.Metode ini lebih cocok untuk menilai kelangsungan flap
pasca operasi22.
Baru-baru ini, beberapa ahli bedah telah memastikan evaluasi
akurat viabilitas flap dengan laser yang dibantu angiografi dengan
pewarna hijau docyanine untuk melihat sistem pencitraan SPY (LifeCell).
Namun, sistem ini lebih mahal dari lampu Wood. Peneliti menggunakan
pewarna fluoresens dengan pencahayaan (iluminasi) untuk evaluasi
intraoperative pada availabilitas flap. Cara ini terbukti akurat dan murah
untuk menurunkan morbiditas daerah donor22.
Injeksi pewarna fluoresens untuk mengevaluasi kelayakan flap
digunakan sejak abad ke-19. Akurasi dapat ditingkatkan dengan
penggunaan lampu Wood, perangkat yang memancarkan sinar ultraviolet
dalam kisaran 365 nm. Pemeriksaan ini dapat memperkuat atau
mengurangi kecurigaan diagnosis tertentu, berdasarkan warna fluoresensi
dari kulit yang terkena yang diterangi22.
Metode ini sederhana, murah, dan non-invasif. Hal ini dapat
digunakan dalam bidang operasi. Metode ini juga telah digunakan dalam
operasi mastektomi. Penggunaannya pada tahun 1978 sebagai redictor
viabilitas penutup kulit pada mastektomi yang berhubungan dengan
rekonstruksi implan, yang sangat penting terutama daerah yang dipotong
dengan potensial nekrosis. Operasi revisi diperlukan dalam 21,3% dari
flap avulsion. Kemungkinan penyebab nekrosis meliputi tidak lengkapnya
debridemen, kerusakan kulit, viabilitas flap yang terlalu tinggi, dan
penggunakan yang tidak aplikatif untuk metode ini (misalnya, cedera
avulsi plantar). Jaringan di bawahnya mungkin kurang tersedia untuk
dilakukan FTSG karena debridemen yang tidak mencukupi. Jika kulit
sendiri telah rusak, ahli bedah harus menilai kelayakan kulit dengan
pemeriksaan visual langsung. Jika tidak ada yang hilang, ahli bedah
biasanya mencoba untuk memasang kembali flap kulit. Metode iluminasi
ini biasanya menganggap remeh kelangsungan hidup flaps dan daerah
yang mottled dapat bertahan hidup setelah operasi flap. Daerah kecil pada
fluoresensi (<4 cm dapat digunakan sebagai penutup pada skin sparing
mastektomi. Namun, area yang berbintik tersebut dihilangkan lemaknya
untuk FTSG karena memiliki kecenderungan nekrosis pada tepi daerah
yang berlemak22
Perubahan pendekatan dengan uji lampu Wood setelah dilakukan
pewarnaan dengan fluoresens dapat menghasilkan output yang lebih baik.
Jika akurasi penentuan viabilitas jaringan sempurna, tidak perlu dilakukan
operasi sekunder atau kemungkinan gangguan fungsional atau kosmetik.
Injeksi pewarna fluoresens dengan pencahayaan lampu Wood dapat
meningkatkan akurasi, mengurangi biaya, dan menyederhanakan penilaian
kelayakan jaringan.FTSG dari flap avulsi adalah metode yang baik untuk
mengatasi masalah estetika tanpa morbiditas pada daerah donor22.
SPLIT THICKNESS SKIN EXCISION (STSE)
Permukaan kulit yang mengalami perdarahan berfungsi sebagai
indakator kelayakan, sehingga garis untuk eksisi pada kulit yang
devascularisasi. Luka-luka yang dibuka kembali dan setelah fiksasi
fraktur, bagian yang layak dari flap dikembalikan ke tempat aslinya dan
cacat tersisa ditutupi dengan graft. Menurut penelitian, dari 16 pasien
dengan cedera degloving luas yang diperlakukan dengan cara ini, 15 hanya
membutuhkan prosedur bedah tunggal. Semua flaps yang dipertahankan
selamat, donorsiteyang diperlukan dan split thickness graft 90% sampai
100% sukses dan viabel23.
Viabilitas otot ditentukan oleh warna, turgor, perdarahan dan
dilakukan STSE flap avulsion yang kemudian dijahit. Semua otot hancur
dan mati dipotong. Otot yang viable dapat digunakan untuk menutupi
tulang yang terekspos. Flap kulit yang tersisa kemudian dihilangkan
lemaknya dan dijahit kembali ke posisi dengan ketegangan minimal. STSE
diambil dari flap dengan perbandingan 1:3 dan digunakan sebagai graft
untuk menutup sisa daerah yang terkena. Graft dijahit dengan jahitan
perifer atau klip, kassa minyak dan kapas basah digunakan untuk
meningkatkan kelembaban kulit yang akan dijadikan graft. Sefalosporin
intravena diberikan selama operasi dan untuk tambahan 10 hari. Luka-luka
diperiksa pada hari ketiga pasca operasi. Jika ada cangkok kulit tambahan
yang diperlukan, diterapkan di bangsal dalam kondisi aseptik,
menggunakan sisa-sisa graft asli yang telah diawetkan di lemari es23.
STSE digunakan untuk diagnosis awal pada vaskularisasi flap dan
tatalaksana luka selanjutnya. Kira-kira setengah dari area degloving
terselamatkan, dan split thickness skin sembuh tanpa komplikasi luka yang
besar. STSE adalah langkah pertama prosedur yang memiliki manfaat23:
Menyiapkan vaskularisasi pada flap
Menutup luka sesegera mungkin dengan kemungkinan drainase
Prosedur operasi yang lebih sedikit
Menyelamatkan kulit pada area donor
Hospitalisasi yang lebih cepat dan rehabilitasi yang lebih awal.
Dengan metode STSE, flap dikembalikan ke posisi anatomis, lalu
dilakukan fluoresesin. Batas devaskularisasi ditandai. Selanjutnya
melakukan STSE ke arah pedikel. Daerah yang berwarna merah terang
adalah daerah vital, sementara daerah yang gelap adalah daerah nonvital.
Daerah nonvital tersebut kemudian dieksisi23.
Flap yang vital tersebut kemudian dikembalikan tanpa tegangan,
raw suface ditutup dengan STSG yang diperluas dengan mesher (1:3)
Keuntungan dari petode ini adalah: tersediannya donor untuk menutup raw
surface, mengurangi kongesti vena. Sementara kerugiannya adalah bagian
yang mengalami skin grafting lebih cekung, hipopigmentasi dan adanya
scar23.
ANGIOGRAFI DENGAN INDOCYANINE HIJAU
Pencitraan intraoperatif fluorescen angiografi menggunakan
pewarna hijau indocyanine (ICG) diberikan secara intravena melalui vena
perifer. ICG adalah watersoluble, pewarna tricarbocyanine dan telah
digunakan selama lebih dari 40 tahun untuk mengukur output jantung,
sebagai tes fungsi hati, dan untuk angiografi fluoresen dari choroidea
mata. ICG pewarna menyerap cahaya di dekat inframerah jarakspektral
dengan maksimum pada 805 nm dan memancarkan fluoresensi dengan
maksimum pada 835 nm. Penyerapan dan emisi karakteristik ini optimal
dalam visualisasi struktur yang lebih dalam karena penyerapan
chromophores intrinsik seperti hemoglobin dan air rendah di kulit. Hal ini
membuat kulit transparan untuk spektrum cahaya yang dipancarkan ICG
dan karena itu dapat divisualisasikan dan direkam dengan kamera yang
cocok. Sistem ini menggunakan cahaya inframerah dekat diproyeksikan ke
daerah sasaran,di mana ia menembus jauh ke dalam kulit dan bertindak
sebagai cahaya eksitasi untuk pewarna ICG dan menginduksi fluoresensi
dari pembuluh darah yang mengandung zat warna dalam pleksus dermal
dalam dan lemak subkutan, dibandingkan dermis superfisial seperti ketika
fluoresens digunakan. Seiring dengan spektrumyang dipancarkan cahaya
dari ICG, ini memungkinkan lebih dalam pencitraan pembuluh darah
daripada dengan fluoresens21.
Deteksi pembuluh darah pada kedalaman hingga 2 cm dari
permukaan tubuh telah terbukti. Setelah injeksi intravaskular dari ICG, hal
ini mengakibatkan ikatan komplit pada protein plasma besar,
memungkinkan lokalisasi pewarnaan lengkap pada intravaskular.
Pengikatan pewarna pada protein memudahkan menilai perfusi pembuluh
darah karena tidak ada kebocoran kapiler terjadi saat pewarnaan.
Pewarnaan ini juga memiliki waktu paruh yang pendek, yaitu 3 sampai 4
menit, sehingga memungkinkan pemantauan berurutan perfusi kulit karena
penggunaan sebelumnya tidak mempengaruhi pemeriksaan berikutnya.
pewarna ICG secara efisien hilang dari darah ketika melewati hati dan
diekskresikan ke empedu21.
Efek samping setelahinjeksi intravena rendah, dan tidak memiliki
efek pada konstituen darah atau sistem hemostatik. Dosis yang biasa
digunakan untuk perfusi pencitraan berada di kisaran 0,1 sampai 1 mg /
kg; Toksisitas tidak tercapai bila kurang dari 5 mg / kg digunakan21.
Ada beberapa sistem kamera video di dekat-inframerah yang dapat
digunakan untuk ICG angiografi (ICGA). Sistem ini meliputi sistem SPY
Elite (LifeCell corporation), IC View System, dan sistem PDE (keduanya
berasal dari PULSION Medical Systems dan Hamamatsu Photonics).
Sistem pencitraan ini mengaktifkan semua ICG dengan memancarkan
cahaya pada panjang gelombang yang sesuai (806 nm), yang mengeksitasi
pewarna untuk memancarkan cahaya pada ~830 nm. Sistem ini
menggunakan kamera dengan filter yang sesuai untuk mendeteksi sinyal
fluorescen. Teknologi ICG juga baru-baru ini telah diintegrasikan ke
dalam jalur optik pada mikroskop bedah yang memungkinkan
microangiography kapal dengan diameter kurang dari 1 mm. Hal ini juga
memungkinkan perbesaran visualisasi aliran pembuluh darah melalui
anastomosis21
Teknologi ICGA semakin banyak diadopsi oleh ahli bedah
rekonstruktif untuk digunakan dalam flap jaringan pedikel dan prosedur
mikrovaskuler bebas transfer jaringan. Teknologi inovatif ini memberikan
penilaian obyektif dan assessment rekonstruksi yang dapat diukur yang
tidak layak hanya pada beberapa tahun yang lalu21.
Banyak keuntungan yang didapatkan bagi dokter bedah maupun
pasien.Bagi tim bedah adanya akses intravena perifer, kemudahan
penggunaan, dan hanya membutuhkan peralatan yang minimal. Pasien
tidak terkena radiasi yang tidak perlu,dan komplikasi minimal terkait
dengan pewarnaan ICG. Dengan meningkatnya penggunaan teknologi ini,
rerata komplikasi postoperasi dan kebutuhan untuk operasi ulang menjadi
lebih sedikit, membuat prosedur rekonstruksi ini bahkan lebih dapat
diprediksi. Saat ini, kelemahan utama dari teknologi ini adalah biaya.
Penurunan komplikasi pasca operasi dan mengurangi kebutuhan untuk
operasi revisi dengan penggunaan teknologi ini akan memainkan peran
penting dalam mengurangi biaya perawatan kesehatan secara
keseluruhan21.
INJEKSI DISULPHINE BLUE DAN KITON FAST GREEN
Selain dengan fluorescein, injeksi disulphine Blue dan Kiton Fast
Green (Ciba) juga bisa dilakukan.11 Metode lain seperti angiografi bagus
untuk mendeteksi adanya gangguan pada pembuluh darah besar tetapi
jarang digunakan untuk mengukur vaskularitas flap kulit atau
jaringan yang mengalami degloving.
USG DOPLER
USG Doppler banyak digunakan untuk untuk menilai aliran darah
pada pembuluh darah kecil tetapi jarang digunakan untuk menilai
vaskularitas dari flap.
J. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien dengan skin avulsi atau degloving dibagi
menjadi dua bagian, yaitu :
umum,berupa penutupan luka
khusus, perbaikan fungsi dan penampakan
Kemudian ada beberapa cara yang digunakan untuk mengatasi trauma
degloving:
1. Resusitasi
2. Rekonstruksi
Managemen standar untuk penatalaksanaan skin avulsi dibagi
menjadi dua kategori. Yang pertama adalah mengembalikan secara langsung
flap pada bed nya dengan perkiraan bahwa flap vital. Kedua adalah
membuang flap dan menggantinya dengan graft, dimana graft bisa diperoleh
dari flap tersebut (split atau full thickness) atau mengambil donor dari tempat
lain.12
Jika terjadi kehilangan jaringan yang luas dapat terjadi syok dilakukan
penanganan dari syok. Penanganan dari trauma degloving ini berupa kontrol
perdarahan dengan membungkusnya dengan kassa steril pada luka dan sekitar
luka, debridement luka dan dilakukan amputasi bila jaringan tersebut
nekrosis. Trauma degloving seharusnya di lakukan pencucian atau
debridemen dari benda asing dan jaringan nekrotik juga dilakukan penutupan
dari luka. Bila lukanya kotor maka dilakukan perawatan secara terbuka
sehingga terjadi penyembuhan secara sekunder, lukanya bersih dilakukan
penutupan luka primer.8
Pada trauma degloving tertutup sering tidak diketahui, dimana tidak
terdapat luka pada kulit, yang mana jaringan subkutan terlepas dari jaringan
dibawahnya, menimbulkan suatu rongga yang berisi hematoma dan cairan.
Pada degloving tertutup ini dapat dilakukan aspirasi dari hematom atau insisi
kecil selanjutnya dilakukan perban kompresi. Insisi dan aspirasi untuk
mengeluarkan darah dan lemak nekrosis, volume yang dievakuasi antara 15 -
800 ml (rata-rata 120 ml).6
Sedang pada trauma degloving dengan luka terbuka, yang mana
terdapat avulsi dari kulit, dilakukan pencucian dari jaringan tersebut yaitu
debridement dari benda asing dan jaringan nekrotik. Pada luka yang kotor
atau infeksi dilakukan rawat terbuka sehingga terjadi penyembuhan secara
sekunder. Kulit dari degloving luka yang terbuka dapat dikembalikan pada
tempatnya seperti skin graft dan dinilai tiap hari ,keadaan dari kulit tersebut.
Jika kulit menjadi nekrotik, maka dilakukan debridemen dan luka ditutup
secara split thickness skin graft5.
Terapi degloving yang sekarang dipakai adalah Dermal Regeneration
Template (DRT), yaitu pembentukan neodermis dengan cara Graft
Epidermal. Adapun tekniknya berupa Full Thickness Skin Graft (FTSG), Split
Thickness Skin Graft (STSG) ,Pedical Flap atau Mikrovascular Free Flap.
Penggunaan DRT merupakan terapi terbaik untuk trauma degloving dan juga
dapat dipertimbangkan sebagai terapi, jika terdapat kehilangan jaringan
sekunder yang bisa menyebabkan avulsi. 5
Sebelum dilakukan FTSG dan STSG, diperlukan tindakan berupa
mempersiapkan daerah luka dengan Vacum Assisted Closure ( VAC ). Tiga
minggu setelah terapi VAC, maka pada daerah luka terjadi revascularisasi
disertai dengan terbentuknya jaringan granulasi sehingga siap untuk di graft.
Biasanya pada degloving yang luas, terjadi drainase yang berlebihan, resiko
kontaminasi bakteri yang luas dan cenderung menyebabkan luka yang
avaskuler . Ketiga hal tersebut mengakibatkan sukar sembuh pada luka yang
telah dilakukan skin graft. Oleh karena itu dengan VAC diharapkan drainase
lebih terkontrol, kontaminasi bakteri menurun serta terjadi stimulasi jaringan
granulasi pada dasar luka.5
Pada kasus skin avulsi, masalah yang dihadapi dapat dibagi menjadi
dua. Yang pertama adalah apa yang harus dilakukan dengan flap avulsi dan
kedua metode apa yang digunakan untuk menutup defek pada kulit. Beberapa
cara yang mungkin bisa dilakukan untuk mengatasi masalahdiatas adalah :
1. Mengembalikan kembali secara langsung flap pada bed nya
Tindakan ini sudah ditinggalkan karena terbukti flap akan
mengalami pembengkakan, nekrosis, dan terinfeksi. Seringkali hal ini
menyebabkan pasien jatuh kedalam kondisi toksis sehingga memperlama
waktu perawatan. Pada saat awal, mungkin flap terlihat baik,
denganperfusi arteri baik, tetapi ternyata system vena dan limfe nya sudah
rusak, sehinggga system drainase nya kurang baik, flap menjadi bengkak
dan lama kelamaan akan menghambat aliranarteri sehingga pada akhirnya
flap akan nekrosis(10.11)
Pada flap yang masih tampak vital, bila panjangnya tidak melebihi
lebar dari pedikelnya,flap dapat dikembalikan ke bed nya setelah
dibersihkan dan memberikan hasil yang baik.11
Pengalaman nenunjukan bahwa metode ini juga kurang baik. Pada
saat awal tampak baik, tetapikemudian mengalami nekrosis. Hal ini juga
terjadi karena gangguan system drainase dimanasuplai darah arteri yang
baik tidak ditunjang system drainase vena dan limfe. Hal berbeda
terjadijika flap dipotong pada pedikelnya dan ditanam sebagai split atau
full thickness.
2. Melakukan eksisi pada flap dan menutup defek dengan skin graft baik
berupa split ataufull thickness.
Metode ini dikatakan sebagai terapi terpilih dan pada penelitian
terbukti lebih baik dibandingkandengan metode lainnya. Yang penting
untuk diperhatikan pada metode ini adalah menentukansampai sebatas
mana jaringan yang masih viabel dan sejauh mana dilakukan eksisi.
Denganmetode ini flap yang tidak vital dipotong, dibuang jaringan sub
kutis nya dan digunakan untukmenutup defek sebagai graft. berupa split
atau full thickness. Penanaman graft bisa dilakukansecara langsung atau
ditunda. 10
Pengembangan teknik ini adalah apa yang disebut dengan
trilaminar skin coverage technique,dimana flap dari avulsi dilakukan
STSG untuk mendapatkan lapisan epitel dan dermissuperficial,
lapisan dermis tengah sampai dalam diambil lagi dan sisa lapisan dermis
dalamdibersihkan dari lemak subkutis. Disini kita bisa
mendapatkan tiga lapis graf yang bisa digunakan untuk menutup
luka. 13
Pemilihan split atau full thicknes akan memiliki
konsekwensi masing masing. Denganmenggunakan split thickness
maka kemungkinan graft “take” lebih tinggi, tetapi pada evaluasisetelah 2
tahun, kulit tampak tipis, gelap dan seperti bersisik sehingga misalnya
tempatnya tepatdidistal amputate, maka pada saat menggunakan protesis
akan timbul luka. Keuntungan lain darisplit thickness adalah lapisan ini
hampir pasti bebas trauma sehingga jaringannya lebih sehatdibandingkan
jika menggunakan full thickness terutama jika avulsi disebabkan oleh
mesinindustry. Sedangkan jika menggunakan full thickness, walaupun
kemungkinan “take” nya lebihkecil tetapi kulit akan lebih kuat dan secara
kosmetik lebih baik. 10,13
Mengenai waktu dilakukan kapan dilakukan graft, bisa
dilakukan langsung atau ditunda.Keuntungan langsung adalah luka
segera tertutup sehingga bisa sebagai barier terhadap infeksidan jika graf
baik maka lama rawatnya juga berkurang. Kelemahan cara ini adalah
sulitnyamencapai haemostasis yang adekuat. Dengan menunda
pemasangan graf maka ada beberapakeuntungan yang bisa diperoleh
yaitu:haemostasis cukup, sisa jaringan nonvital terlihat, kondisipasien
akan lebih baik. Graf yang diperoleh dari flap bisa disimpan didalam
refrigatr untuk sementara waktu.10
K. PERAWATAN POST OPERASI
Setelah dilakukan penutupan defek, baik dengan flap, STSG, ataupun
FTSG, perlu dilakukan penilaian harian pada area degloving. Apabila terjadi
nekrosis, maka perlu dilakukan debridement kembali untuk membuang
jaringan nekrotik, karena jaringan nekrotik dapat menjadi fokus infeksi yang
pada akhirnya dapat menyebabkan keselurahan graft menjadi gagal, atau
bahkan dapat mengakibatkan sepsis.
Kontak graft sangat penting untuk tetap dipertahankan, untuk mencapai
hal ini, tekanan negatif dalam bentuk suction digunakan di bawah graft dan
tekanan positif diberikan bersama dengan dressing dan kompresi. Bagian graft
sebaiknya dilakukan imobilisasi selama 1-2 minggu agar graft dapat tumbuh
dengan sempurna, hal ini dapat dicapai dengan bantuan splint. Setelah 1-2
minggu, splint sebaiknya dilepas dan mulai dilakukan fisioterapi pada sendi
yang bersangkutan untuk mencegah terjadi kekakuan sendi.
BAB III
PENUTUPAN
Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya
dari lingkungan hidup manusia, juga mempunyai peranan yang sangat penting.
Fungsi utama kulit adalah proteksi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh,
pembentukan pigmen, pembentukan vitamin D dan keratinisasi. Kulit menjaga
bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis, misalnya gesekan atau
tarikan. Trauma mekanis ini yang menyebabkan terjadinya degloving. 2
Degloving injury merupakan hasil cedera dari penerapan gaya tangensial
ke permukaan kulit yang menyebabkan terpisahnya kulit dan jaringan subcutaneus
dari otot dan fascia yang menjadi dasar dari struktur tersebut.
Degloving injury adalah salah satu jenis cedera avulsi dimana sebagian
besar kulit terlepas dari jaringan dibawahnya,sehingga membahayakan suplai
darah. Dinamakan degloving karena dianalogikan dengan proses melepas glove
(sarung tangan). Terminologi degloving terutama digunakan untuk cedera pada
ektremitas atau anggota gerak atau yang berbentuk tabung.
Klasifikasi degloving injury dibagi menjadi degoving tertutup dan
degloving terbuka. Terkelupasnya lapisan kutis dan subkutis dari jaringan
dibawahnya, dapat juga masih terdapat bagian dari kulit yang melekat, ini terjadi
pada trauma degloving terbuka. Gejala klinik yang lain dapat pula ditemukan
gambaran permukaan kulit yang normal atau dapat disertai dengan echimosis, ini
terjadi pada trauma degloving tertutup.
Menentukan viabilitas jaringan pada degloving injury, yaitu : inspeksi,
McGrouther; menyuntikan zat fluoresensi, Arnez; ‘shaves test’, dan STSE (Split
Thickness Skin Excision), Angiografi dan USG Doppler.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, Wim de jong , Buku ajar ilmu bedah , edisi 2 , Jakarta ,
EGC , 2004 ,hal 320-321 , 310-317.
2. Grant karen .R.N ,Degloving injury , accessed Oktober 2012.
3. Lozano.D ,The use of dermal regeneration template for the repair of
degloving injury : a case report , accessed on www.medscape.com.
Oktober 2012.
4. Wong .K.L , Robert .D.N , Tuner .L.A ,et all management of
circumferential lower extremity degloving injury with the use of vaccum
assisted closure , accessed on www.medscape.com. Oktober 2012.
5. Clifford R. Wheeless, Closed Degloving Injuries: Results following
Conservative Surgery , accessed on www.deroyal.com. May 1992.
6. Revuelta. R, Sandor. G.K.B. Degloving injury of the mandibular mucosa
following an extreme sport accident : A case report . Oktober 2006 .
7. Anonyma. Management of specific wounds . Merck & Co , Inc . white
house, NJ USA , 2006.
8. Kenneth A. Kudsk MD, Sheldon GF, and Robert l. Walton.Degloving
Injuries of the Extremities and Torso. 1981 by The Williams & Wilkins
Co Printed in U.S.A
9. Mandel, MA, 1981, The Management of Lower Extremity Degloving
Injuries, Annals of Plastic Surgery Vol 6 No 1
10. Solomons Donald, MB B. CH, 1968, The Treatment of Skin Avulsion
Injuries, S.A Medical Journal).
11. Coryllos, Elizabeth, MD et al, March 1960, Treatment of an Avulsed Skin-
Flap Involving the Circumference of the Entire Lower Leg: A Case
Report, Annal of Surgery
12. .Kudsk, K.A, GF. Sheldon and RL. atson, 1981, Degloving Injuries of the
Extremities and Torso. J. Trauma, 21 (10): 835-839
13. Lozano.D ,The use of dermal regeneration template for the repair of
deglovinginjury : a case report , accessed on www.medscape.com ,
14. Fujiwara M, Fukamizu H. Delayed wraparound abdominal flap
reconstruction for a totally degloved hand. J Hand Surg 2008; 13:115-119
15. Hede Yan; Shen Liu; Weiyang Gao. Management of Degloving Injuries of
the Foot with a Defatted Full-Thickness Skin Graft. J Bone Joint Surg Am,
2013 Sep 18; 95 (18): 1675 -1681
16. Krishnamoorty R, Karthikeyan G. Degloving injuries of the hand. Ind J
Plast Surg 2011; 44(2):227-236
17. Leatherwood, DF. Emergency room treatment of the hand. U P Onl
J 1997;10:40-48
18. Pagan M, Hunter J. Lower leg haematomas: Potential for complications in
older people. J Wound Practice Research 2011;19: 21-28
19. Wojcicki P, Wojtkiewicz W, Drozdowski P. Severe lower extremities
degloving injuries-medical problems and treatment results. Polski
Przeglad Chirurgiczny 2011;83(5): 276-282
20. Yorganci, K, Atli M, Kayikci, A, Kaynaroglu V. Closed degloving injury
complicated with paraplegia. Turkish J Trauma Em Surg 2002;8:118-119
21. Yeoh MS,Kim DD, Ghali GE. Fluorescence Angiography inthe
Assessment of FlapPerfusion and Vitality. Oral Maxillofacial Surg Clin N
Am 25 (2013) 61–66
22. Lim H, Han Dh, Lee IJ, Park MC. A Simple Strategy in Avulsion Flap
Injury: Prediction of Flap Viability Using Wood’s Lamp Illumination and
Resurfacing with a Full-thicknessSkin Graft. Arch Plast Surg
2014;41:126-13
23. Ziv I, Zelogowski A, Mosheiff R, Lowe J, Wexler MR, Segal D. Split
Thickness Skin Excision in severe open fracfures. J Bone Joint Surg [Br]
1988;70-B:23-6.