beberapa pendekatan sosiologis dalam penelitian

23
BEBERAPA PENDEKATAN SOSIOLOGIS DALAM PENELITIAN KARAWITAN T. Siamet Suparno SekolahTinggi~eni Indonesia Surakarta Abstract Basically, several approaches from many different fields of study, such as history, philosophy, anthropology, psychology, economy and sociology, can be applied in any researches, including a research on karawitan. This writing explains how sociological approach is applied to study karawitan. Principally, this approach analyze the relationship between society and karawitan art, its literary values and the social values, the artists' background and the problems of art life in society. Several concepts and theories in sociology can be used to analyze karawitan asthe object. Key words: karawitan (a Javanese music), art and sociological approach A. Pendahuluan Kerangka konseptual dalam suatu penelitian digunakan dalam rangka untuk memperluas wawasan dan mempertajam sensitivitas teoritis peneliti dalam memahami fenomena-fenomena sosial yang ada di lapangan. Kerangka konseptual dalam suatu penelitian tidak digunakan oleh peneliti pada saat pengumpulan data, tetapi sebagai alat analisis data yang telah diperoleh dari lapangan. Kerangka konseptualjuga tidak untuk menguji atau membuktikan suatu teori ataupun hipotesis. Oleh karena karawitan hidup di lingkungan masyarakat Jawa, untuk itu perlu dikemukakan mengenai konsep masyarakat Jawa. Di samping itu juga akan dikemukakan konsep karawitan sebagai seni, karawitan sebagai institusi, dan landasan teori yang dapat dimanfaatkan. Dalam pembicaraan mengenai konsep masyarakat Jawa, dapat mengacu pada pemikiran Magnis Suseno, bahwa masyarakat Jawa adalah mereka yang bahasa ibunya bahasa Jawa (Suseno, 1988: 3). Di antara pemakai bahasa jawa, dapat dibedakan antara mereka yang secara sadar hidup sebagai orang Islam (Jawa Santri), dan mereka yang meskipun menamakan diri sebagai orang Islam, namun secara kulturallebih ditentukan oleh budaya pra-Islam (Jawa Abangan). Kategori kedua itulah yang digunakan dalam paper ini. Namun demikian, secara metodologis terdapat kesulitan, karena yang disebut "orang Jawa", sebetulnya memiliki individualitas yang kuat dan tidak ada yang khas tipe Jawa (ada yang perilakunya halus ada yang kasar, ada yang terbuka ada yang tertutup, ada yang bekerja keras ada yang malas, dan sejenisnya). Konsep ini menurut Magnis Suseno disebut sebagai metode konstruksi teoritis (Suseno, 1988:4). Kurikulum Kesenian Pasca Gempa SD/MI di DIY (Rumi Wiharsih) 166

Upload: doliem

Post on 22-Jan-2017

244 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: BEBERAPA PENDEKATAN SOSIOLOGIS DALAM PENELITIAN

BEBERAPA PENDEKATAN SOSIOLOGISDALAM PENELITIAN KARAWITAN

T. Siamet SuparnoSekolahTinggi~eni Indonesia Surakarta

Abstract

Basically, several approaches from many different fields of study,such as history,philosophy,anthropology,psychology, economy and sociology,can be applied in any researches, includinga research onkarawitan. This writingexplains how sociological approach is applied to study karawitan. Principally,this approach analyze the relationship between society and karawitan art, itsliterary values and the social values, the artists' background and the problems ofart life in society. Several concepts and theories in sociology can be used toanalyze karawitan asthe object.

Key words: karawitan (a Javanese music), art and sociological approach

A. Pendahuluan

Kerangka konseptual dalam suatu penelitian digunakan dalam rangkauntuk memperluas wawasan dan mempertajam sensitivitas teoritis peneliti dalammemahami fenomena-fenomena sosial yang ada di lapangan. Kerangkakonseptual dalam suatu penelitian tidak digunakan oleh peneliti pada saatpengumpulan data, tetapi sebagai alat analisis data yang telah diperoleh darilapangan. Kerangka konseptualjuga tidak untuk menguji atau membuktikan suatuteori ataupun hipotesis. Oleh karena karawitan hidup di lingkungan masyarakatJawa, untuk itu perlu dikemukakan mengenai konsep masyarakat Jawa. Disamping itu juga akan dikemukakan konsep karawitan sebagai seni, karawitansebagai institusi,dan landasan teori yang dapat dimanfaatkan.

Dalam pembicaraan mengenai konsep masyarakat Jawa, dapat mengacupada pemikiran Magnis Suseno, bahwa masyarakat Jawa adalah mereka yangbahasa ibunya bahasa Jawa (Suseno, 1988: 3). Di antara pemakai bahasa jawa,dapat dibedakan antara mereka yang secara sadarhidup sebagai orang Islam (JawaSantri), dan mereka yang meskipun menamakan diri sebagai orang Islam, namunsecara kulturallebih ditentukan oleh budaya pra-Islam (JawaAbangan). Kategorikedua itulah yang digunakan dalam paper ini. Namun demikian, secarametodologis terdapat kesulitan, karena yang disebut "orang Jawa", sebetulnyamemiliki individualitas yang kuat dan tidak ada yang khas tipe Jawa (ada yangperilakunya halus ada yang kasar, ada yang terbuka ada yang tertutup, ada yangbekerja keras adayang malas,dan sejenisnya). Konsep inimenurut Magnis Susenodisebut sebagaimetode konstruksi teoritis (Suseno, 1988:4).

Kurikulum Kesenian Pasca Gempa SD/MI di DIY (Rumi Wiharsih)

166

Page 2: BEBERAPA PENDEKATAN SOSIOLOGIS DALAM PENELITIAN

-- - -

167

Pulau Jawa semula terdapat empat jenis bahasa yang berbeda. Pendudukasli Jakarta berbicara dalam suatu dialek bahasa Melayu yang biasa disebutMelayu-Betawi. Jawa Barat bagian tengah dan selatan digunakan bahasa Sunda,sedangkan Jawa Timur bagian utara dan timur digunakan oleh imigran dariMadura yang tetap menggunakan bahasa Madura. Adapun di bagian Jawa lainnyaorang berbicara bahasa Jawa. Namun demikian, bahasa Jawa yang digunakan didaerah dataran rendah pesisir utara Jawa Barat dari Banten sampai Cirebon,bukanlah bahasa Jawa yang sebenamya. Bahasa Jawa yang sebenamya digunakandi Jawa Tengahdan Jawa Timur,dan orang Jawa adalah orang yang bahasa ibunyayakni bahasa Jawa dalam arti yang sebenamya. Jadi orang Jawa adalah pendudukasli bagian tengah dan timur pulau Jawa yang berbahasa Jawa, walaupun diwilayah-wilayah itu juga hidup bukan masyarakat Jawa (Suseno, 1988: 11,Koentjaraningrat, 1984:4). Pada saat ini, banyak orang Jawa yang hidup sebagaitransmigran di pulau-pulau luar Jawa, seperti di Sumatra (Lampung, Bengkulu),Sulawesi (Menado), dan sebagainya. Dari aspek kebudayaan Jawa, masihdibedakan antara penduduk pesisir utara yang banyak dipengaruhi kebudayaanIslam, sehingga menghasilkan kebudayaan Jawa yang khas, yakni kebudayaanpesisir, dan daerah-daerah pedalaman, yang sering disebut "kejawen", denganpusat budaya dari kota kerajaan yakni Surakarta dan Yogyakarta, di sampingkaresidenan Banyumas, Kedu, Madiun, Kediri, dan Malang. Sebagian besar pulauJawa bersifat agraris.B. Hakikat dan Konsep Karawitan1. Karawitan Sebagai Seni.

Karawitan merupakan salah satu jenis (genre) seni pertunjukan Jawatradisional, memiliki beberapa elemen meliputi rombongan/group (pengrawit,pesindhen/suarawati),peralatan (gamelan),penanggap danlataupenonton.

Karawitan secara tradisimenggunakan seperangkat gamelan laras slendrodan pelog yang sebagianbesar terdiri atas instrumen pukul (perkusi) dari perunggudan sebagian kecil instrumen gesek, tiup, dan petik. Instrumen-instrumen pukulyang terbuat dari bahan perunggu terdiri atas kemanak, gender, slentem, saron,bonang, ketuk, kenong, kempul, dan gong. Instrumen pukul yang terbuat daribahan kayu yakni gambang, sedangkan instrumen pukul yang terbuat dari bahankayu dan kulit adalah kendang. Instrumen tiup yang terbuat dari bahan bambuyakni suling. dan instrumen petik yang terbuat dari dua dawai yakni rebab, sertainstrumenpetik terdiri atas 13dawai kembar (double) adalahsiter dan celempung.

Instrumen-instrumen itu dimainkan oleh penabuh yang biasa disebutpengrawit. Kecuali pengrawit, dalam rombongan karawitan terdapat pulasejurnlah wirasuara (vokalis laki-Iaki) dan suarawati atau pesindhen (vokalisperempuan). Instrumen gamelan yang berjumlah tidak kurang dari 20 jenis,

Imaji, Vo1.4, No.2, Agustus 2006 : 166 - 188

Page 3: BEBERAPA PENDEKATAN SOSIOLOGIS DALAM PENELITIAN

_0_n ___o. _ . _0______.____0_ n_- . -- -.. - - - - - - . - -.. --- ---

168

dewasa ini dalamkeperluankarawitanpakeliran,kadangoleh dalang masihditambahbeberapainstrumenperangkatmusik Barat seperti cymbal, drum,keyboard, terompet, dan biola. Hal itu digunakan manakala membunyikan lagu-lagu Campursaridan lagu-Iagulaindi luar tradisikarawitan.

Karawitan klenengan biasanya dimainkan pada malam hari dimulai jam19.00sampai denganjam 00.00 ataupagi hari mulaipukul 09.00-14.00. Karawitanklenengan malam hari biasanya dibagi menjadi tiga bagian laras slendro, yaknibagian patet nem,patet sanga, dan patet manyura. Setiap bagian, secara tradisionalmemilki repertoar gending masing-masing. Pada klenengan pagi hari juga dibagimenjadi tiga bagian laras pelog, yakni bagian patet lima, patet nem, dan patetbarang. Seperti dalam laras slesndro, setiap bagian secara tradisional memilkirepertoar gending masing-masing. Namun demikian dalam kenyataannya tidakjarang klenengan pada malam danlatau siang hari kedua laras itu disandingkan.Dengan demikian patet nem laras slendro disandingkan dengan patet lima laraspelog, patet sanga dengan patet nem laras pelog, dan patet manyura laras slendrodenganpatet barang laraspelog.

Pengrawit merupakan figur sentral dalam dunia karawitan, karena diaberfungsi sebagai penggerak utama dari bunyi gamelan. Dia menafsirkanbalungan gending melalui instrumen yang dimainkan sesuai karakter instrumen-instrumen itu. Dia menghantarkan penontonnya ke alam imajiner, danmembawanya ke suasana sedih, gembira, marah, manis, melengking keras, lirih,dan lain sebagainya. Dalam tradisi karawitan, pengrawit wajib memilikikemampuan dasar sebagai persyaratan sebagai seorang pengrawit, yaknigendhingi. Gendhingi, berarti pengrawit dapat menguasai banyak repertoargending, baik untuk keperluan konser maupun untuk pertunjukan lain. Pengrawitlewat teks/cakepanyang disajikan,juga dapatmemberikanpesan kepada penontonmengenai ajaran spiritual yang biasa dilakukan oleh guru agama, nilai-nilaikemanusiaan, dU.

Elemen balungan gending juga cukup penting dalam karawitan. Dalamkosakata bahasa Jawa, balungan berarti suatu kerangka dasar yang digunakansebagai acuan untuk membangun sesuatu. Balungan rumah merupakan kerangkadasar sebelum wujud rumah sepenuhnya terwujud. Jadi balungan gending dalamkarawitan berarti kerangka dasar yang masih perlu diinterpretasikan olehpengrawit agar menjadi sajian gending utuh. Elemen penting lain dalam karawitanyakni cakepan, suatu teks yang digunakan oleh suarawati dan/atu penggerongdalam gending tertentu. Cakepan dapat berisi suatu pengetahuan tertentu, atau peristiwatertentu, yang mempunyai makna tertentu bagi masyarakatpadamasa tertentu.

Karawitan secara tradisional berfungsi sebagai sarana ritual, hiburan,

hayatan, dan komunikasi. Sebagai sarana ritual, ruwatan merupakan salah satu

Beberapa Pendekatan Sosiologis Dalam Penelitian Karawitan (T. Slamet Supamo)

Page 4: BEBERAPA PENDEKATAN SOSIOLOGIS DALAM PENELITIAN

... h _ __. __ __ . __ h _u..__ _n __

---

169

bentuk upacara untuk penyucian ritual guna mencegah kejahatan atau penyakit.Kecuali ruwatan, sebagai sarana ritual karawitan juga dapat digunakan untukmenyambut kelahiran putra raja, untuk penobatan raja, dan segala bentuk upacara.Fungsi kedua dari karawitan yakni sebagai hiburan. Karawitan sebagai hiburanbiasanya dikaitkan dengan berbagai keperluan seperti hari jadi kota tertentu ataulembaga tertentu, khitan, mantu, seribu hari orang meninggal, dan hari kelahiranseseorang. Fungsi hiburan ini diperuntukkan bagi para penonton yang diundangoleh si empunya kerja, dan kadang ada banyak penonton yang berdatangan tanpadiundang oleh si empunyakerja.

Fungsi ketiga dari karawitan yakni fungsi hayatan. Pertunjukan inibiasanya memerlukan garapan serius, karena penonton yang pada umumnyamembeli tiket menuntut adanya sajian yang bennutu. Biasanya penontonpertunjukan ini dari kalangan menengah ke atas, seperti para elit nasional, parabangsawan (dahulu), para pengusaha, para karyawan perusahaan, dan parapedagang. Secara naluriah, mereka memiliki perilaku estetik, oleh karenanyamereka ingin menikmati tontonan yang berkualitas yang dapat dinikmati kapansaja dan di mana saja.

Fungsi keempat dari karawitan yakni sebagai sarana komunikasi. Lewatsarana komunikasi ini, kaum elit yang berkuasa dapat menyebarkan ide-ide,kepercayaan, dan sistem nilai. Sebagai sarana komunikasi, karawitan merupakansuatu alat yang paling penting untuk mencapai penduduk yang masih buta aksara,baik yang ada di pedesaan maupun yang ada di kota-kota. Para ulama, pendeta, danguru-guru agama telah memainkan peran penting dalam mempropagandakan ide-ide keagamaan mereka. Walaupun demikian, manfaat karawitan untuk mendidikpenonton tidaklah unik di daerah budaya Jawa.

Elemen penting lainnya yaknipakem. Dalam konteks paper ini cenderungmengikuti pendapat Umar Kayam bahwa pakem merupakan seperangkat aturantersurat maupun tersirat, lisan maupun tertulis, mengenai satu atau beberapaelemen karawitan dari wilayah gaya tertentu yang membuatnya berbeda dengankarawitan dari wilayah gaya lain (Kayam, 2001: 65). Perangkat aturan itu selaluada di sepanjang sejarah karawitan Jawa, walaupun dia selalu tidak abadi, karenadapat berubah sesuai dengan situasidan kondisi historis dari suatumasa tertentu.

Namun demikian pakem itu pun tidak serta merta diterima secarahomogen oleh setiap pengrawit atau komunitas karawitan, karena masih kuatnyabudaya lisan yang membingkai lingkungan sosio-kultural seni karawitan yangbersangkutan, bahkan lingkungan sosio-kultural Jawa pada umumnya. Olehkarena itu, dalam kasus karawitan, kemungkinan elemen pembeda gaya Surakartadengan gaya yang lain menunjuk misalnya pada pola tabuhan gending, danrepertoar gending. Jadi walaupun karawitan terdapat beberapa macam gaya, selalu

Imaji, VolA,No.2, Agustus 2006: 166- 188

Page 5: BEBERAPA PENDEKATAN SOSIOLOGIS DALAM PENELITIAN

170

dapat ditangkap satu ciri umum yang dapat membedakan dengan wilayah gayayang lain.2. Karawitan sebagai Institusi.

Salah satu elemen penting dalam pertunjukan adalah konsep grup/rombongan (Brandon, 1967: 171).Bilagenre membatasi dimensi-dimensiartistik,rombongan membatasi dimensi sosialnya. Genre ada apabila ada pemain yangmengadakan pertunjukan, dan dia mati jika para pemainnya berhenti mengadakanpertunjukan. Seakan-akan genre merupakan jiwa dari pertunjukan, sedangkanrombongan merupakan badan wadag-nya. Seni pertunjukan yang paling indahmemerlukan badan wadag dari rombongan atau organisasi sosial untuk dapatmeragakan dan melestarikan dirinya.

Rombongan pertunjukan merupakan sebuah organisasi sosial, yang selaluberadaptasi dengan lingkungan sosio-politik, sosio-ekonomi, dan berelasi denganorganisasi-organisasi sosiallainnya. Demikian pula karawitan merupakan suatuorganisasi sosial. Berapa banyak rombongan karawitan gaya Surakarta yangberdomisili di wilayah kebudayaan Surakartaterlalu sulituntuk dipastikan. Hal inimengingat bahwa dari sejumlah rombongan karawitan yang ada, tidak semuarombongan selalu mengadakan pertunjukan setiap bulan. Dari hasil penelitianyang dilakukan Vmar Kayam pada tahun 1993-1995,jumlah rombonganpakeliran(berarti juga grup karawitan pakelirannya) di wilayah kebudayaan Surakarta 462buah (Kayam, 2001: 36). Dari sejumlah itu di kota Surakarta 6 buah, kabupaten-kabupaten Wonogiri sejumlah 397 buah, Sukoharjo 7 buah, Klaten 10 buah,Boyolali 7 buah, Sragen 17buah, dan Karanganyar 18buah.

Beberapa faktor penting yang mempengaruhi lokasi rombongankarawitan yakni bahasa, penduduk, kondisi ekonomi, agama, dan tradisi-tradisibudaya (Brandon, 1967: 174). Sebagian besar rombongan karawitan mengadakanpertunjukan di wilayah di mana bahasa yang digunakan penonton sarna denganbahasa yang digunakan dalam pertunjukan. Rupanya penduduk merupakan faktorkedua yang mempengaruhi penyebaran rombongan karawitan. Secarajelas tidakada rombongan di wilayah yang tidak ada orang yang berperan sebagai penonton,misalnya di tengah hutan. Namun demikianjuga tidak berarti bahwa suatu wilayahyang besar penduduknya berarti besar pula jumlah rombongan di wilayah itu.Kota-kota besar belum tentu memiliki rombongan karawitan lebih secaraproporsional dari pada kota-kota kecil.

Kondisi ekonomi lokal tampaknya merupakan faktor ketiga yangmempengaruhi persebaran rombongan karawitan. Biasanya karawitan dilakukandi tempat penanggap yang berkecukupan secara finansial, baik penanggap secaraperorangan ataupun penanggap secara institusi sosial. Namun demikian, kadangada penanggap yang sebetulnya kurang mampu dalam segi finansial, namunjuga

Beberapa Pendekatan Sosiologis Dalam Penelitian Karawitan (T. Slamet Suparno)

Page 6: BEBERAPA PENDEKATAN SOSIOLOGIS DALAM PENELITIAN

- - - --- --- --------

171

mengA~A~!Klll~n~Runn,bulItm ol~n romboo!no hnmwitan ti~~wn~l,flat inikemungkinan dilatarbelakangi oleh pemahaman mengenai status sosial, agar diatetap dapat dihargai oleh masyarakat sekitamya.

Agama rupanya juga dapat mempengaruhi persebaran rombongankarawitan di suatu wilayah. Sebagai contoh di wilayah kebudayaan pesisir utaraJawa di mana masyarakat sebagian besar beragama Islam, jumlah rombongankarawitan tidak sebanyak di wilayah kebudayaan Surakarta. Hal itu mengingatbahwa karawitan yang bermotivasi agama Islam tidaklahumum, walaupun kadangkarawitan berkaitandengan peristiwa agama.

Tradisi-tradisi budaya masa lampau rupanya memainkan peran yangpaling penting di mana rombongan karawitan berada. Sebagai contoh di wilayahkebudayaan Surakarta, terdapat paling banyak rombongan karawitan di bandingdengan wilayah kebudayaan lain seperti Banyumas, Bagelen, dan pesisir. Hal itubukan karena kondisi ekonomi wilayah kebudayaan Surakarta paling kaya, danjuga bukan karena bahasa Jawa hidup subur di wilayah kebudayaan Surakarta,tetapi karena peristiwa-peristiwa sejarah. Surakartamerupakan salah satu ibu kotaterkuat di pulau Jawa beberapa abad yang lalu. Karawitan dibina dengan penuhperhatian oleh istana Surakarta, dan tentu saja tradisi ini menyebar di wilayahsekitar istana.Walaupunsaat ini istana Surakarta sudah sangatjarang mengadakanklenengan, namun pengaruh tradisi istana ini dapat dirasakan di mana-mana.Pengrawit hidup di wilayah ini, karena penonton sudah terbiasa dengan karawitandan ingin menyaksikannya. Kecuali itu, karena penonton menghendaki klenenganmaka pengrawit terus mengadakan pertunjukan dan hidup dalam jumlah yangcukup di wilayahkebudayaan Surakarta.

Kembali kepada konsep rombongan, bahwa rombongan adalah unit semi-permanen yang di seputamya pertunjukan mengorganisasi diri. Tentu sajarombongan dapat dipandang sebagai grup yang berproduksi dan yang berfungsisecara artistik, namun juga dapat dipandang sebagai sebuah institusi sosial.Sebagai institusi sosial, dia mempunyai suatu identitas di dalam masyarakat danmemiliki struktur internal serta memiliki hubungan dengan organisasi sosiallainnya. Demikian pula dengan rombongan karawitan yang ada di wilayahkebudayaan Surakarta.

Rombongan karawitan terdiri atas pengrawit,pesindhen,penggerong, danpekerja di belakang panggung. Dalam melaksanakan pergelaran, didukung lebihkurang 25 orang pengrawit, empat orang vokalis laki-Iaki (wirasuara/penggerong), dan tiga sampai lima orang vokalis perempuan (pesindhen/suarawati). Rata-rata dalam mengadakan pertunjukan tidak menggunakanperangkat gamelan pengrawitnya sendiri, namun biasanya disewakan oleh yangempunya hajat. Kecuali itu, ada pembantu di belakang layar yakni seorang penata

Imaji, Vo1.4,No.2, Agustus 2006: 166 - 188

Page 7: BEBERAPA PENDEKATAN SOSIOLOGIS DALAM PENELITIAN

172

gamelan yang disebut peniti. dan saat ini dibantu oleh teknisi sound-system.Beberapa tahun lalu, banyak grup karawitan yang memiliki anggota grupmerupakan keluarga dan tetangga, bahkan ada beberapa pengrawit yang isterinyaadalahpesindhen.

Keberadaan rombongan karawitan juga dipengaruhi oleh lingkungansosial di luar yang dengannya rombongan itu mempunyai hubungan. Hubunganekstemal yang penting adalah rombongan karawitan lain dan perwakilanpemerintah. Sebagian besar rombongan karawitan di wilayah kebudayaanSurakarta memiliki anggota tetap, namun demikian rombongan lokal banyak yangtidak merniliki anggota tetap. Oleh karena itu bagi rombongan karawitan lokalsering terjadi pinjam merninjam pengrawit dan pesindhen manakala tidakbersamaan waktu petunjukannya.

Pada umumnya rombongan karawitan, menopang diri mereka denganberbagai macam cara. Cara yang paling lazim adalah konsep kontrak sosial(Brandon, 1989: 360), yakni suatu cara yang mengatur hubungan antararombongankarawitan denganpenanggapnya. Dasar dari kontrak sosial adalah satupersetujuan untuk memberikan layanan terhadap jasa yang diterima, yangbiasanya berupa sejumlah uang kontan. Adapun layanan dari rombongan berupapergelaran karawitan dengan gending-gending tertentu, yang biasanya repertoargendingnya diserahkankepada rombongan itu.

Dukungan bagi rombongan karawitan lazimnya adalah dukunganmasyarakat/ komunal. Sebuah rombongan karawitan dirninta oleh seseorang atau, ,

sebuah organisasi untuk mengadakan pertunjukan dengan jasa yang disepakatlatas pertunjukan yang diberikan oleh sponsor bagi masyarakat. Cara kedua yangjarang terjadi atas karawitan adalah dukungan komersial. Masyarakat umum dapatmelihat pergelaran karawitandengan caramembeli tiket sebagai tanda masuk.

Pengaturan perjanjian mengenai besamyajasa dari penanggap (sponsor)yang harus diterima oleh pimpinan rombongan biasanya diadakan secara lisan,dalam jumlah yang pasti. Setelah usai pertunjukan, pimpinan rombongan barumenerimajasa dari si empunya hajat sesuai kesepakatan di antara mereka berdua.Pembayaran honorarium kepada para pengrawit, pada umumnya merniliki carayang kurang lebih sarna. Lewat seorang pembantu di bidang keuangan, pimpinanrombongan membagikan honorarium semua pembantunya sesuai dengantanggungjawab masing-masing. Namun demikian ada juga pimpinan rombonganyang memberikan honorarium sendiri kepada semua pembantunya sebelumpertunjukan dimulai, karena pimpinan rombongan juga sudah menerima semuajasa sebelum pertunjukan dimulai. Pergelaran karawitan yang ditopangmasyarakat dapat dikaitkan dengan upacara-upacara keagamaan, seperti misalnyakhitanan dan pemikahan. Kecuali itu ada yang dikaitkan dengan peringatan

Beberapa Pendekatan Sosiologis Dalam Penelitian Karawitan (T. Slamet Supamo)

Page 8: BEBERAPA PENDEKATAN SOSIOLOGIS DALAM PENELITIAN

---

173

sekuler, seperti hari raya nasional dan peresmian suatuproyek barn.Adapun yangdikaitkan dengankehidupanpribadi, misalnya hari kelahiranseseorang.

Penonton mempakan elemen paling penting terhadap keberadaankarawitan. Karawitan biasanyamerefleksikan penonton, dan penonton merupakancermin dari karawitan. Tanpapenonton kiranya karawitan tidak akan hidup. Olehkarena itu dapat dikatakan bahwa karawitan dan penonton merupakan belahan-belahan yang bergandengan secara total. Seberapa banyak penonton karawitan,bergantungpadabanyak faktor,di antaranyareputasirombongan,cuaca,jarak lokasipertunjukan,jenispesaing,kemampuanfmansialpenonton,danwaktupertunjukan.

Rombongan karawitan dengan pengrawit dan suarawati yang mempunyaireputasi bagus, dapat dipastikan jumlah penonton banyak. Demikian pula bilacuaca bagus rnisalnya tidak turun hujan, biasanya penonton karawitan jugabanyak. Namun dernikianjika penonton harus mengadakan perjalanan ke lokasipertunjukan cukup jauh, biasanya mereka malas. Jumlah penonton jugabergantung pada jenis pesaing pertunjukan lain, rnisalnyadi tengah kota yangjenispertunjukannya bermacam-macam, penonton dihadapkan pada pilihan. Jadipenonton akan terdistribusi pada jenis pertunjukan lainnya. Sebaliknya bilapergelaran karawitan dilakukan di pedesaan, tentu saja tidak adajenis pertunjukanlainnya sebagai pesaing.

Hal lain yang mempengaruhi jumlah penonton adalah kemampuantinansial penonton pada waktu itu untuk membeli tiket bila karawitan dipentaskandi sebuah gedung pertunjukan. Pada musim panen bagi para petani atau sehabisgajian bagi para karyawan, kemungkinan penonton lebih banyak bila dibandingdengan hari-hari lain. Apalagi jika karawitan itu dilakukan pada malam Minggubiasanya penonton akan lebih banyakbila dibandingkandenganhari lain.

Dari sisijenis kelarnin, laki-Iaki,perempuan dari berbagai usia, pekerjaan,dan golongan sosial, menyaksikan pergelaran karawitan. Namun demikian,penonton laki-Iaki biasanya lebih banyak dari pada penonton perempuan.Demikian pula penonton setengah baya dan tua, lebih banyak dari pada penontonmuda usia. Rupanya penonton muda usia lebih suka menyaksikan pertunjukandengan nuansa kontemporer dibandingkan karawitan tradisional. Kanak-kanakdan bayi kadang juga diajak oleh orang tuanya untuk menyaksikan pertunjukankarawitan. Terlebih bila pentas karawitan dilakukan di luar rumah atau dilapangan, mereka datang dan pergi tanpa mengganggupenonton yang lain. Secaraglobal pergelaran karawitan merefleksikan kenyataan bahwa mayoritas pendudukdi wilayah kebudayaan Jawa adalah orang desa dengan keadaan ekonomi,pendidikan, dan sosial yang rendah. Biasanya rombongan karawitan lebih banyakpentas di daerah pedesaan.

Imaji, Vol.4,No.2, Agustus 2006 : 166 - 188

Page 9: BEBERAPA PENDEKATAN SOSIOLOGIS DALAM PENELITIAN

174

Para rombongan karawitan rupanya sadar akan kenyataan bahwapenonton mereka tidak pemah sarnapada pertunjukan berikutnya. Penonton yangdatang ingin memperoleh kepastian siapa pengrawit dan pesinden yangmelaksanakan pertunjukan itu. Bila penonton itu cocok dengan pemain yangsedang melaksanakan pentas, mereka memutuskan untuk tetap melihatpertunjukan itu. Biasanya duapertiga dari penonton meninggalkan tempatpertunjukan setelah menjelang tengah malam. Selebihnya menyaksikanpergelaran itu sampaiselesai.

Para penonton dari golongan atas biasanya menyenangi karawitan"klasik" yang mengandung mistik-religius. Tuan rumah dan keluarga dekat sertakerabat-kerabatnya, menyaksikan pertunjukan karawitan dari dalam rumah.Mengingat pentas semacam ini tidak dipungut bayaran, penonton yang hadirmewakili semua usia. Laki-laki dari golongan menengah ke bawah biasanya hadirlebih banyak dibandingkan dengan golongan atas. Penonton akan ikut tepuktangan dan kadang ikut menyuarakan senggakan bila gending-gending itubersemangat.3. Karawaitan dalam PerspektifKategori Seni

Dalam tulisan Hauser (1974: 647) dijelaskan bahwa perubahan sosial disebuah wilayah akan menghasilkan gaya seni yang khas, sesuai dengan bentukmasyarakat pada waktu itu. Karawitan yang pada periode tertentu merupakan senitinggi, dapat saja pada periode berikutnya menjadi seni populer, dan bahkanmenjadi seni rakyat atau sebaliknya. Tentu saja proses sosio-kultural tidak hanyadipahami sebagai suatu proses reproduksi kebudayaan yang ada, melainkansekaligus kemungkinan perubahannya. Sebuah kebudayaan tidak begitu sajadengan gampang mengalami perubahan secara cepat tanpapengaruh ektemal yangsungguh-sungguh besar. Sebuah kebudayaan akan cenderung mempertahankankesinambungan dalam perubahan, secara transformasional daripada pergantianrevolusioner.

Seperti telah diuraikan sebelurnnya, bahwa karawitan mempunyaibeberapa elemen penting yakni pengrawit, pesindhen, penggerong, peralatan,penanggap dan/atau penonton. Dari sudut pandang strata sosial penonton, Hauser(1974: 6) membuat kategori seni menjadi empat jenis. Pertama, seni tinggi atauklasik yang hanya dinikmati oleh elit kultural, yakni bangsawan, pejabat,pemimpin partai dan sejenisnya.Biasanya elit kultural memiliki tuntutan agar senimempunyai nilai estetik yang tinggi. Kedua, seni rakyat yang biasanya dinikmatioleh masyarakat pedesaan (agraris). Hanya saja dalam seni rakyat, sulit untukdipisahkan antara pencipta seni dan penikmat seni. Hal ini mengingat bahwa senirakyat merupakan hasilkolektif, walaupun pada awalnya seni rakyat itu dihasilkanoleh individu. Dengan kata lain seni rakyat merupakan kreasi individu yang

Beberapa Pendekatan Sosiologis Dalam Penelitian Karawitan (T. Siamet Supamo)

Page 10: BEBERAPA PENDEKATAN SOSIOLOGIS DALAM PENELITIAN

__+ n_ +_ __ +__

---

175

menjadi milik banyak orang. Biasanya seni rakyat tidak dituntut adanya nilaiestetik, karena sifatnya yang spontan. Ketiga, seni populer yang biasa dinikmatioleh masyarakat urban (perkotaan). Jenis seni populer merupakan hiburan bagimasyarakat perkotaan, yang sehari-hari penuh dengan pekerjaan, sehinggakejenuhan akibat kerja keras mereka menuntut adanya hiburan. Biasanya senipopuler juga cenderung tidak dituntutnilai estetik, tetapi yang lebihpenting adalahrasa relaksasi bagi penikmatnya sehingga mudah untuk dicerna. Keempat, senimassa yang penyajiannya diproduksi oleh alat-alat mekanik (radio, tapeplayer, tv,dll), yang penikmatnya sangat heterogin. Hauser juga menjelaskan bahwaperubahan sosial di sebuah wilayah akan menghasilkan gaya seni yang khas,sesuai dengan bentuk masyarakat pada waktu itu. Suatu jenis seni pada periodetertentu merupakan seni tinggi, pada periode berikutnya dapat menjadi senipopuler, dan pada periode selanjutnyamenjadi senimassa atau sebaliknya.

Rupanya karawitan yang masih hidup dewasa ini adalah karawitan yangtermasuk kategori seni klasik, dan seni populer. Karawitan jenis seni klasik yangdulunya berkembang di dalam istana, sejakjaman kemerdekaan telah berkembangsampai ke pedesaan-pedesaan, sehingga karawitan ini masih hidup di perdesaan-pedesaan. Sedangkan karawitan jenis seni populer saat ini masih merebak diperkotaan-perkotaan seperti di Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang,Yogyakarta, Surakarta dan beberapa kota lainnya.C. Beberapa Pendekatan Sosiologis1. Fungsionalisme Struktural

Fungsionalisme struktural berpijak dari suatu anggapan bahwamasyarakat bagaikan organisme hidup. Anggapan itu pertama-tamadikembangkan oleh Auguste Comte, kemudian Max Weber, Herbert Spencer,Emile Durkheim, Radcliffe-Brown, Malinowski, Parson, dan Robert K. Merton.Menururt Weber (Giddens 1985: 184-185), masyarakat merupakan suatu sistemunsur-unsur yang saling bergantung satu dengan yang lain. Fungsionalismestruktural bermanfaat untukmenganalisis strukturmasyarakat tertentu.

Herbert Spencerberpendapat bahwa (1) masyarakat atau organisme hidupmengalami pertumbuhan, (2) struktur tubuh sosial maupun organisme hidupmengalami perturnbuhan pula, sehingga semakin besar struktur sosial semakinbanyak bagian-bagiannya, (3) setiap bagian yang tumbuh dari organisme sosialmaupun organisme biologis mempunyai fungsi dan tujuan tertentu, (4) dalamsistem sosial dan sistem organiseme, setiap perubahan yang terjadi pada suatubagian akan mengakibatkan perubahan pada bagian lain, dan akhirnya akanmengakibatkan perubahan sistem secarakeseluruhan, (5) bagian-bagian itu salingberkait dan merupakan suatu struktur mikro yang dapat dipelajari secara terpisah(Poloma, 1987:24). Baik Comte maupun Spencer beranggapan bahwa masyarakat

Imaji, VolA, No.2, Agustus 2006 : 166 - 188

Page 11: BEBERAPA PENDEKATAN SOSIOLOGIS DALAM PENELITIAN

-- -- --- .- - --- - .. -.. - - .-

176

dapat dilihat sebagai suatu sistem yang terdiri atas bagain-bagian yang salingbergantung satu dariyang lain (Poloma, 1987:25).

Ourkheim memandang masyarakat sebagai keseluruhan organisme yangmempunyai realitas sendiri. Keseluruhan itu memiliki seperangkat keperluan ataufungsi tertentu yang harus dipenuhi oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya,agar keadaannya tetap normal dan tetap langgeng. Jika keperluan tertentu itu tidakterpenuhi, makaakanberkembang suatu keadaan yangbersifatpatologis.

Oalam konteks ini teori fungsional sruktural dapat digunakan untukmenganalisis struktur masyarakat pendukung kehidupan karawitan danpertunjukan karawitan. Seperti kita ketahui ada beberapa pendukung kehidupankarawitan, di antaranya elit penguasa, lembaga-Iembaga pemerintah dan swasta,pengusaha, perorangan, dan lain sebagainya. Struktur dalam pertunjukankarawitan terdiri atas elemen-elemen pengrawit, pesindhen, penggerong, peniti,penyusun gending, penonton, dan penanggap. Elemen-elemen itu saling bekeIjasarna mendukung keberhasilan suatu pertunjukan karawitan. Jika salah satuelemen tidak berfungsi, dapat saja pergelaran karawitan tidak berhasil. Oemikianpula repertoar gending dan/atau urutan gending yang disajikan, juga merupakanstruktur pertunjukan karawitan yang dapat dianalisis dengan teori ini. Pemilihanrepertoar dan/atau urutan sajian gending, akan mempengaruhi keberhasilanpergelaran karawitan. Pemilihan repertoar gending dan begitu juga urutan sajianakan memberikan apresiasiyang sekaligus sesuai dengan level kejiwaan penontonyang akan menyaksikan pergelaran karawitan itu. Penonton usia anak-anak,remaja, dan pemuda pada umumnya, pasti tidak akan dapat mengapresiasirepertoar gending klasik. Penonton yang berada di luar budaya karawiatn tentusaja memerlukan waktu untuk dapat mengapresiasi karawitan. Banyak hal yangdapat dianalisismengenai pergelaran karawiatan dari sudutpandang teori ini.2. Interaksi Simbolik

Teori terpenting dalam interaksi simbolik adalah teori George HerbertMead, yang pada dasamya ia menyetujui keunggulan dunia sosial, dalam artibahwa dunia sosial itulah muncul kesadaran, pikiran, dst. Unit paling mendasardalam teori sosialMeadadalah tindakan, meliputi empat tahap yang berhubungansecara dialektis yakni: impuls, persepsi, manipulasi, dan konsumasi (Ritzer danGoodman, 2003:318). Tindakan sosial melibatkan dua orang atau lebih danmekanisme dasar tindakan sosial adalah isyarat. Manusia memiliki kemampuanuntuk menciptakan isyarat yang berkaitan dengan suara, kemampuan itumenghasilkan kemampuan khusus untuk memakai simbol signifikan. Simbolsignifikan menghasilkan pengembangan bahasa dan kemampuan khusus untukberkomunikasi satu sarna lain. Simbol signifikan juga membuka peluang untukberpikir maupunberinteraksidengan simbol-simbol.

Beberapa Pendekatan Sosiologis Dalam Penelitian Karawitan (T. Slamet Supamo)

Page 12: BEBERAPA PENDEKATAN SOSIOLOGIS DALAM PENELITIAN

- - -

177

Interaksi simbolik dapat diringkas dengan prinsip dasar seperti berikut:Manusia dibekali kemampuan berpikirKemampuan berpikir dibentukoleh interaksi sosial.Oalam interaksi sosial, manusia mempelajari makna dan simbol yangmemungkinkan mereka menggunakankemampuan berpikir mereka.Makna dan simbol memungkinkan manusia melakukan tindakan khusus danberinteraksi.

Manusia mampu mengubah arti dan simbol yang mereka gunakan dalamtindakan dan interaksiberdasarkan penafsiran mereka terhadap situasi.Manusia mampu memodifikasi dan mengubah, sebagian karena kemampuanmereka berinteraksi dengan diri mereka sendiri, yang memungkinkan merekamenguji serangkaian peluang tindakan, menilai keuntungan dan kerugianrelatifuya dan kemudian memilih satu di antara serangkaian peluang tindakanitu.

Pola aksi dan interaksi yang saling berkaitan akan membentuk kelompok danmasyarakat (Ritzer dan Goodman, 2003:319).

Menurut Blumer, ada tiga pokok pikiran interaksi simbolik, yakni: (I)manusia bertindak (act) terhadap sesuatu atas dasar makna (meaning), (2) maknaitu berasal dari interaksi sosial seseorang dengan sesamanya, (3) makna itudiperlakukan atau diubah melalui sutu proses penafsiran, yang digunakan orangdalam menghadapi sesuatu yang dijumpainya (Poloma, 1987:216; Basrowi danSukidin, 2002:116). Proses penyampaian makna inilah yang merupakan pokokajian dari kaum interaksionisme simbolik.

Sementara itu Paul Johnson memandang teori interaksi simbolik lebihpada sisi proses komunikasi (Basrowi dan Sukidin, 2002:118).Oalam komunikasiada dua hal penting yakni isyarat dan simbol, yang kemudian diperlukan prosespemikiran dalam menggunakan dan menerjemahkan simbol-simbol itu. Sebagaisalah satu simbol yang terpenting dalam interaksi simbolik yakni bahasa danisyarat. Simbol merupakan suatu proses penyampaian makna, dan hal inilah yangmenjadi subject matterdalam interaksi simbolik.

Adapun asumsi-asumsi interaksi simbolik dari Blumer adalah sebagaiberikut: (1) Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasar makna-makna yangdimiliki benda itu bagi mereka, dalam arti bahwa interaksi antar manusiadijembatani oleh penggunaan simbol-simbol, penafsiran, dan oleh kepastianmakna dari tindakan-tindakan orang lain; (2) Makna-makna itu merupakan hasilinteraksi sosial dalam masyarakat; (3) Makna-makna itu dimodifikasikan melaluisuatu proses penafsiran yang digunakan oleh setiap individu dalamketerlibatannya dengan tanda-tanda yang dihadapinya. Pada hakekatnya, interaksisimbolik berlangsung di antara berbagai pemikiran dan makna yang menjadi

Imaji, VolA, No.2, Agustus 2006: 166- 188

Page 13: BEBERAPA PENDEKATAN SOSIOLOGIS DALAM PENELITIAN

- - --- - - -- -.- --- --.-.----------.---

178

karakter rnasyarakat. Oalarn interaksi sirnbolik,kedirian individual (oneself) danrnasyarakat sarna-sarna rnerupakan aktor. Individu dan rnasyarakat rnerupakanunity yang tidak dapat dipisahkan, keduanya saling rnenentukan satu denganlainnya.

Oalarn konteks penelitian karawitan, konsep interaksi sirnbolik dapatdigunakan untuk rnenganalisis rnakna hubungan antara pengrawit, pesindhen,pellggerong dengan penonton. Sebagai contoh kecil dapat dilihat dalarn kasuspertunjukan karawitan pada saat penonton turnt tepuk tangan (keplok),rnengangguk-angguk (manggut-manggut) rnerespon atas sajian gending parapengrawit,penggerong dan pesindhen. Berarti bahwa penonton rnerespon secarapositif atas sajian gending-gending yang didengarkan. Boleh jadi penonton ikutrnenangis pada saat disajikan gending-gending yang berkarakter sedih, dansebagainya. Bahkan kadang ada penonton yang ingin rnelantunkan ternbang(rnisalnya bawa atau palaran), yang dapat dirnaknai bahwa ia tertarik ataspergelaran karawitan itu.3. Fenomenologi

Suatu fenornena yang tarnpak sebenarnya refleksi realitas yang tidakberdiri sendiri, karena yang tampak adalah obyek yang penuh makna yangtransendental. Oleh karena itu, untuk memperoleh kebenaran, hams menerobosmelampaui fenomena yang tampak itu (Waters, 1994:31). Pandangan inidisempurnakan Schutz dengan menggabungkan fenomena transendental darikonsep Husser dan konsep verstehen Weber. Schutz berpendapat bahwa dumasosial keseharian merupakan suatu yang inter-subyektif dan pengalaman penuhmakna(Waters,1994:234).

Fenomenologi berusaha memahami pemahaman informan terhadapfenomena yang muncul dan kesadarannya, serta fenomena yang dialami informandan dianggap sebagai entitis sesuatu yang ada dalam dunia (Collin, 1997:115).Fenomenologi tidak pernah berusaha mencari pendapat dari informan apakahsesuatu itu benar atau salah, namun fenomenologi berusaha mereduksi kesadaraninforman dalam memahami fenomena itu. Oleh karena itu, fenomenologimenggunakan instrumen yang disebut verstehen, untuk rnenggambarkan secaradetail mengenai bagaimana kesadaran itu berjalan dengan sendirinya. Oalammenggunakan alat verstehen itu, peneliti harus masuk dalam pikiran informan.Oleh sebab itu, fenomenologi menggunakan rnetodekualitatif dengan melakukanpengamatan partisipan, wawancara intensif, melakukan analisis terhadapkelornpokkecil, dan memahami kelompok sosial.

Perspektif fenomenologi pengembangan Berger lebih diarahkan untukmelihat rnakna-makna yang berkembang di luar makna umum, karena iaberpendapat bahwa manusia memiliki naluri-naluri yang relatif stabil dan bersifat

Beberapa Pendekatan Sosiologis Dalam Penelitian Karawitan (T. Slamet Supamo)

Page 14: BEBERAPA PENDEKATAN SOSIOLOGIS DALAM PENELITIAN

n_ __n. _. __._...._ - .------- -- - - - -

179

khusus(Berger1987:21-76).MenurutBerger,makna yang berkembangdalamorganisasi sosial mengalami obyektifikasi dalam institusi-institusi sosial. Nilai-nilai kultural, ide-ide, dan norma-norma dilihat sebagai pusat organisasi sosialyang di dalamnya anggota-anggota baru disosialisasikan. Akan tetapi, Bergermenempatkan perkembangan nilai dan norma di luar interaksi sosial dari individu-individu. Fenomenologi menempatkan tindakandalampikiran.

Menurut Berger, individu bertindak secara praktis atas dasar pilihanrasional, bahwa pemahaman terhadap tindakan seseorang tidak hanya berasal daripengaruh dalam dirinya sendiri, melainkan juga merupakan produk darikesadarannya terhadap orang lain. Setiap tindakan manusia dilakukan secaradialektis dalam dan bagi dirinya sendiri, serta dalam dirinya dengan kondisimasyarakat di sekitamya. Masyarakat adalahproduk dan individu (ekstemalisasi)dan sebaliknya, lalu masyarakat mempengaruhi kembali individu itu(intemalisasi) (Berger, 1994:210). Dalam pemahaman ini, Berger menempatkansubyek yang diteliti sebagai subyek yang kritis dan problimatik, dalam arti bahwaperlu menyertakanpengetahuan yang dimilikioleh subyek yang diteliti.

Hal yang ingin diketahui Berger adalah pengetahuan umum mengenaikehidupan sehari-hari, cara masyarakatmengorganisirpengalamannya, dan secarakhusus mengenai dunia sosialnya. Pembahasan Berger mengenai fenomenologiditekankan pada interaksi antar individu. Ia menekankan bahwa aktor memilikimakna subyektif, aktor rasional dan bebas, dan tidak ditentukan secara mekanik.Aktivitas manusia harns dipahami sebagai sesuatu yang bermakna bagi aktordalam masyarakat. Oleh karena itu, setiap aktivitas harus diinterpretasikan(Berger, 1987:71)

Ada dua varian fenomenologi, yakni fenomenologi hermenuetik danfenomenologi eksistensial (Berger, 1987:71). Fenomenologi hermenuetikterfokus pada aspek kolektif dari budaya yang perhatiannya pada bahasa. Teksdapat dianalisis secara obyektif, dalam arti mengeksplorasi dan menentukankealamiahan serta struktur komunikasi. Sedangkan fenomenologi eksistensial,berorientasi pada level individu dari budaya yang meliputi intemalisasi kesadaransubyektif dari individu. Setiap fenomenologidapatdideskripsikan sebagai sesuatuyang empirik dan terkait dengan kehidupansehari-hari.

Dalam konteks ini, konsep fenomenologi dapat digunakan untukmenganalisis fenomena sosial yang terefleksikan di dalam teks vokal karawitan.Banyak fenomena sosial yang tercermin dalam teks vokal karawitan, misalnyateks gerongan ketawang Puspogiwang, laras pelog patet barang, yakni Parabesang Marabangun, dst. Teks itu menggambarkan "pertengkaran" antara seoranglaki-laki dan seorang perempuan mengenai karakter masing-masing.Fenomenologi juga dapat untuk menganalisis kebiasaan-kebiasaan hidup sehari-

Imaji, VolA, No.2, Agustus 2006: 166- 188

Page 15: BEBERAPA PENDEKATAN SOSIOLOGIS DALAM PENELITIAN

180

hari para pelaku karawitan yang tercermin dalam berolah karawitan. Misalnyakebiasaan minum minuman keras (alkoholic), yang dibawa ke dalam kegiatanberkarawitan. Kepada informan tidak akan ditanyakan apakah tindakan minumminuman keras itu salah atau benar, melainkan fenomenologi akan berusahamereduksikesadaraninformandalammemaharnifenomenaminumminumankeras.4. Neofungsionalisme

Neofungsionalisme yang digagas Alexander dan Colomy merupakanpengembangan dari teori sistem atau fungsionalisme-struktural yang dihasilkanParson dan kemudian Merton muridnya. Alexander (1985:10; periksa Ritzer danGoodman, 2003: 148) menyebut problem yang diasosiasikan denganfungsionalisme-sruktural yang perlu diatasi oleh neofungsionalisme, termasukanti-individualisme, antagonistik terhadap perubahan, konservatisme, idealisme,dan bias antiempiris.

Alexander menguraikan beberapa orientasi dasar neofungsionalismesebagai berikut. Pertama, neofungsionalisme bekerja dengan model masyarakatdeskriptif. Model ini melihat masyarakat tersusun dari unsur-unsur yang salingberinteraksi menurut pola tertentu. Pola ini memungkinkan sistem dibedakan darilingkungannya. Kedua, Alexander menyatakan bahwa neofungsioanalismememusatkan perhatian yang sarna besamya terhadap tindakan dan keteraturan.Perspektif ini memberikan perhatian yang cukup terhadap pola tindakan di tingkatyang lebih mikro, dan tidak hanya tindakan yang rasional tetapi juga yangekspresif. Ketiga, neofungsionalisme memperhatikan masalah integrasi, namunbukan dilihat sebagai fakta sempuma melainkan lebih dilihat sebagaikemungkinan sosial. Neofungsionalisme mengakui bahwa penyimpangan dankontrol sosial adalah realitas dalam sistem sosial. Keempat, neofungsionalismetetap menerima Parsonsian tradisional atas kepribadian, kultur, dan sistem sosial.Selainsebagai aspek vital untuk struktur sosial, interpenetrasi atas sistem sosial itujuga menghasilkan ketegangan yang merupakan sumber perubahan. Kelima, neo-fungsionalisme memusatkan pada perubahan sosial dalam proses diferensiasi didalam sistem sosial, kultural, dan kepribadian. Perubahan tidak hanyamenghasilkan keselarasan dan konsensus, namun juga dapat menimbulkanketegangan, baik individual maupun kelembagaan. Terakhir,neofungsionalismesecara tak langsung menyatakan komitmennya terhadap kebebasan dalammengkonseptualisasikan dan menyusun teori.

Konsep neofungsionalisme dapat digunakan untuk menganalisisperubahan garap karawitan karena adanya perubahan sosial. Perubahan sosialdapat menyebabkan perubahan nilai atau norma yang berlaku di masyarakat. Olehkarena itu perubahan nilai juga dapat menyebabkan perubahan garap karawitan.Sebagai contoh, garap karawitan gaya Surakarta pada beberapa dekade yang lalu

Beberapa Pendekatan Sosiologis Dalam Penelitian Karawitan (T. Slamet Supamo)

- - -- --

Page 16: BEBERAPA PENDEKATAN SOSIOLOGIS DALAM PENELITIAN

--- --

181

terasa mengalir dalam aspek volume maupun aspek irama. Perubahan keras

lirihnya tabuhan dilakukan secara mengalir dari lirih, sidikit keras, keras, kembalike sedikit keras terus akhimya menuju lirih. Demikian juga perubahan kecepatan(irama) tabuhan,dimulaidari lambat, agakcepat, cepat, kembali ke agak cepat, danakhimya menuju ke lambat. Jika perubahan itu dilakukan secara mendadak, rasakarawitan akan dirasakan nggronjal dan tidak enak. Namun demikian, denganberjalannya waktu terjadiperubahannilai, bahwa perubahanmengalir terasa sudahtidak sesuai dengan nilai jaman yang serba cepat. Dengan demikian perubahanmendadak akhimya dirasakan enakoleh kalanganpengrawit.5. TeoriKonflik

Teori konflik sebagian berkembang sebagai reaksi terhadapfungsionalisme-struktural dan neofungsionalisme. Teori konflik yang akandiuraikan dalam paper ini adalah karya Ralf Dahrendorf (Ritzer dan Goodman,2003:153-157). Menurut Dahrendorf, setiap masyarakat setiap saat tunduk padaproses perubahan. Fungsionalis menekankan keteraturan masyarakat, sedangkanteori konflik melihat pertikaian dan konflik dalam sistem sosial. Fungsionalismenyatakan bahwa setiap elemen masyarakat berperan dalam menjaga stabilitas,sedangkan teoritisi konflik melihat berbagai elemen kemasyarakatanmenyumbang terhadap disintegrasi dan perubahan. Fungsionalis cenderungmelihat masyarakat secara informal diikat oleh norma, nilai dan moral. Teoritisikonflik melihat apa pun keteraturan yang terdapat dalam masyarakat berasal daripemaksaan terhadap anggotanya oleh mereka yang berada di atas. Fungsionalismemusatkan perhatian pada kohesi yang diciptakan oleh nilai bersamamasyarakat. Teoritisi konflik menekankan pada peran kekuasaan dalammemperhatikan ketertiban dalam masyarakat. Menurut teori konflik, masyarakatditentukan olehketidakbebasan yang dipaksakan Dengan demikian posisi tertentudi dalam masyarakat mendelegasikan kekuasaan dan otoritas terhadap posisi yanglain. Menurut Dahrendorf, tugas pertama analisis konflik adalah mengidentifikasiberbagai peran otoritas di dalammasyarakat tertentu.

Konsep kunci lain dalam teori konflik Dahrendorf yakni kepentingan.Dalam setiap asosiasi, orang yang berada pada posisi dominan berupayamempertahankan status quo, sedangkan orang yang berada pada posisi subordinatberupaya mengadakan perubahan. Konflik kepentingan di dalam asosiasi selaluada sepanjang sejarah. Hal itu berarti bahwa legitimasi otoritas selalu terancam.Dahrendorf melihat analisis hubungan antara kepentingan tersembunyi dankepentingan nyata sebagai tugasutama teori konflik.

Selanjutnya Dahrendorf membedakan tiga tipe utama kelompok, yaknikelompok semu atau sejumlah pemegang posisi dengan kepentingan yang sarna,yang merupakan calon anggota tipe kedua, yakni kelompok kepentingan, yang

Imaji, VolA, No.2, Agustus 2006: 166 - 188

Page 17: BEBERAPA PENDEKATAN SOSIOLOGIS DALAM PENELITIAN

182

merupakan agen riil dari konflik kelompok. Dari berbagai jenis kelompokkepentingan itulah muncul kelompok konflik yakni kelompok yang terlibat dalamkonflik kelompok aktual. Menurut Dafrendorf, konsep kepentingan tersembunyi,kepentingan nyata, kelompok semu, kelompok kepentingan, dan kelompokkonflik adalah konsep dasar untuk menjelaskan konflik sosial. Segera setelahkonflik muncul, kelompok itu melakukan tindakan yang menyebabkan perubahandalam struktur sosial. Jadi konflik juga menyebabkan perubahan danperkembangan.

Teori konflik yang lebih sintesis dan integratif muncul kemudian adalahkarya Randall Collins (Ritzer dan Goodman, 2003:160). Karya Kollins (1975)berjudul Conflict Sociology, sangat integratifkarena jauh lebih berorientasi mikroketimbang teori konflik makro Dahrendorf. Collins (1990:72). mengatakanbahwa kontribusi utama untuk teori konflik adalah menambah analisis tingkatmikro terhadap teori yang bertingkat makro. Ia menunjukkan bahwa stratifikasidan organisasi didasarkan atas interaksi kehidupan sehari-hari. Collins mendekatikonflik dari sudut pandang individu karena akar teoritisnya terletak dalamfeno~enologi dan etnometodologi. Namun demikian dia sadar bahwa sosiologitidak akan berhasil hanya berdasarkan analisis tingkat mikro saja. Dengandemikian, teori konflik tidak dapatbekerja tanpateori kemasyarakatan.

Collins (1975:49) memilih memusatkan perhatian pada stratiftkasi sosial,karena stratiftkasi sosial merupakan institusi yang menyentuh begitu banyak cirikehidupan, seperti kekayaan, karier, keluarga, klub, komunitas, gaya hidup.Collins bertolak dari beberapa asumsi, orang dipandang mempunyai sifat sosial,namun juga terutama mudah berkontlik dalam hubungan sosial mereka. Konflikmungkin terjadi dalam hubungan sosial karena penggunaan kekerasan yang selaludapat dipakai seseorang atau banyak orang dalam lingkungan pergaulan. Ada tigaprinsip pendekatan konflik terhadap stratifikasi sosial. Pertama, Collins yakinbahwa orang hidup dalam dunia subyektif yang dibangun sendiri. Kedua, oranglain memiliki kekuasaan untuk mempengaruhi pengalaman subyektif seseorangindividu. Ketiga, orang lainmencobamengontrol orangyang menentangmereka.

Atas dasar pendekatan itu, Collins mengembangkan lima prinsip analisiskonflik yang diterapkan terhadap stratiftkasi sosial. Pertama, teori kontlik harusmemusatkan perhatian pada kehidupan nyata. Ia menyarankan agar kitamemikirkan bahwa tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan diri sendiri,untuk mencapai keuntungan sehingga dia dapat mencapai kepuasan danmenghindari ketidak puasan.Kedua, teori kontlik terhadap stratiftkasi sosialharusmeneliti susunan material yang mempengaruhi interaksi. Aktor yang memilikisumber daya material banyak dapat menentang hambatan material, namun aktordengan sumber daya lebih sedikit, akan bertindak sesuai keadaan material mereka.

.Beberapa Pendekatan Sosiologis Dalam Penelitian Karawitan (T. Slamet supamo)

Page 18: BEBERAPA PENDEKATAN SOSIOLOGIS DALAM PENELITIAN

183

[<1~HK~,p~l~m~it\\~~i~~tjmF~nB~m,lwlQmpokyanDmenDendalikansumberda~aakan mencoba mengekploitasikelompok yang sumberdayanya terbatas. Keempat,teoritisi konflik sebaiknya melihat fenomena kultural seperti keyakinan dangagasan dari sudut pandang kepentingan, sumber daya, dan kekuasaan. Kelima,dia mempunyai komitmen tegas untuk melakukan studi ilmiah mengenaistratifikasi dan setiap aspek kehidupan sosiallainnya. Dengan demikian sosiologperlu meneliti stratifikasi secara empiris dan jika perlu secara komparatif.Akhimya sosiolog hams mencari penyebab fenomena sosial, terntama berbagaipenyebab setiapbentukperilaku sosial.

Teori konflik dalam konteks paper ini dapat digunakan untukmenganalisis pernbahankehidupankarawitan dari kurun waktuyang satu ke kurnnwaktu berikutnya. Mengapa karawitan selalu berkembang? Dari sudut pandangteori konflik hal itu dikarenakan adanya kepentingan para penguasa dan/atauindividu (patron) yang memiliki kekuasaan. Sebagaicontoh, kehidupan karawitanpada jaman kolonial, cendernng dipengarnhi oleh raja yang berkuasa saat itu.Karawitan lebih banyak digunakan sebagai alat kelengkapan upacara. Padajamanrevolusi atau awal kemerdekaan, karawitan cendernng sebagai alat pemersatubangsa. Pada jaman sebelum era Orde Barn, karawitan cenderung sebagai alatpropaganda partai. Pada era Orde Barn, karawitan lebih cenderung sebagaipropaganda program-program pembangunan dan sekaligus sebagai kritik sosial.Oleh karena itu, dalam setiap kurun waktu tampak bahwa karawitan sebagaihayatan sangat tipis kadamya, dan sebalikya karawitan sebagai fungsi sosialsangat dominan.6. Dramaturgi

Menururt Goffmandalam bukunya berjudul ThePresentational of Self inEveryday Life, perilaku orang dalam interaksi sosial selalu melakukan permainaninformasi agar orang lain mempunyai kesan yang lebih baik. Kesan non-verbalinilah yang perlu dicek keasliannya. Dalam konsep ini, Goffman memfokuskanpada ungkapan yang lebih bersifat teateris, kontekstual, non-verbal, dan tidakbersifat intensional. Dalam konteks analisis, orang akan lebih bernsaha untukmemahami makna untuk mendapatkan kesan dari berbagai tindakan orang lain,baik yang tercermin dari mimik wajah, isyarat, dan kualitas tindakan. Semua itumenurut Goffman memiliki keakuratan yang lebih dibandingkan denganungkapan verbal.

Salah satu konsep yang dibangun Goffman adalah dramaturgi.Konsep inidibangun sebagai kritik atas fungsionalisme struktural. Dramatrngi mencobamempertanyakan mengapa individu harns diperlakukan sebagai pemeran yanghams memainkan semuaperan yang telah ditetapkan oleh strnktur.Mengapa peranyang dimainkan oleh individu ketika di panggung depan berlainan dengan apa

Imaji, VolA,No.2, Agustus 2006: 166- 188

Page 19: BEBERAPA PENDEKATAN SOSIOLOGIS DALAM PENELITIAN

184

yang dimainkan di panggung belakang, dan mengapa ada dua panggung dalarnkehidupan.

Di arena panggung depan, individu akan menunjuk sosok ideal(penarnpilan sesuai dengan tuntutan status sosialnya), sedangkan panggungbelakang merupakan bagian penampilan individu tempat manaia dapatmenyesuaikan diri dengan situasi penontonnya. Dalarn kegiatan rutin individumemerlukan sejumlah individu lain untuk bekerja sarna menarnpilkan perannya.Untuk menjaga kelancarankerja sarnaitu, maka setiap anggota team harns percayatindakan temannya dan mampu menghentikan pertunjukan jika terjadipenyimpangan. Jika terjadi krisis di arena panggung penarnpilan, maka untukmenjaga kelangsungan pertunjukan, diperlukan tearn yang memiliki atributlangkah bertahan oleh pelaku, dan langkahpencegahan olehpenonton. Kecuali itudiperlukan kemampuan pelaku untuk memotivasi penonton agar mereka maumengambillangkah-Iangkah pencegahan.

Dalam konteks pertunjukan karawitan Sragenan dan/atau karawitanCarnpursari, konsep dramaturgi dapat dimanfaatkan untuk menganalisis tindakannegatif para pelaku petunjukan, baik pengrawit, pesindhen, terutama penontonatas dasar perilaku non-verbalnya. Sebagai contoh kasus pertunjukan klenenganSragenan, misalnya pada saat para penonton "menari" mengikuti ritme kendanggaya Sragenan, di antara mereka ada yang marah-marah karena tersenggol apirokok yang dipegang sesama "penari". Pertanyaan yang perlu ditelusurijawabannya yakni mengapa perilaku penonton seperti itu dan apakah perilaku itumenggambarkan karakter individuyang sesungguhnya.7. Perubahan Sosial

Perubahan sosial merupakan sebuah konsep yang menunjuk kepadaperubahan fenomena sosial di berbagai tingkat kehidupan, mulai dari tingkatindividu sampai tingkat sosial, dan juga mencakup perubahan struktur sosial(Lauer, 1989: 4-5). Segala sesuatu mengalami perubahan, tidak hanya sesuatuyang bergerak, narnunjuga sesuatuyang tetap. Perubahan sosialjuga terjadi dalarnkehidupan tradisional terlebih dalam kehidupan modern.

Perubahan sosial ada yang disengaja menyangkut hal-hal yang positip,dan ada yang tidak disengaja menyangkut hal-hal yang negatip (Lauer, 1989: 17).Hal-hal yang positip misalnya perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dan darimiskin menjadi kaya. Hal-hal yang bersifat negatip misalnya perubahan dari sehatmenjadi sakit, dari kaya menjadi miskin, dan dari keadaan darnai menjadi kacau.Tingkat perubahan yang terjadi secara cepat dapat menimbulkan ketegangan yangsangat besar (Lauer, 1989: 16). Perubahan sosial dapat terjadi karena adanyapenggerak yang berasal dari dalam dan dari luar. Penggerak perubahan yangberasal dari dalam misalnya sikap masyarakat terhadap penemuan baru, sikap

Beberapa Pendekatan Sosiologis Dalam Penelitian Karawitan (T. Slamet Supamo)

Page 20: BEBERAPA PENDEKATAN SOSIOLOGIS DALAM PENELITIAN

-- -- -

185

masyarakat untuk maju, dan sikap keterbukaan masyarakat terhadap perubahan.Penggerak perubahan dari luar misalnya pengaruh pergaulan dengan dunia luar,pengaruh kebudayaan asing, dan lain sebagainya.

Ada beberapa faktor yang menghambat proses perubahan sosial, sepertiditulis oleh Lauer (1989: 12-13), di antaranya (1) sifat traumatis atas perubahanyang didukung oleh sejumlah rintangan sosial dan psikologis terhadap perubahanyang telah diketahui; (2) sikap tradisional masyarakat yang tidak mengerti akanmakna perubahan; (3) sistem stratifikasi sosial yang kaku, ketimpangan sosial,kepentingan terselubung; dan (4) sikap ketidakpercayaan masyarakat terhadapperubahan yang diperkirakan akanmerugikan.

Oa1amkonteks perubahan karawitan dapat dipengaruhiadanya perubahansosial seperti telah dijelaskan sebelumnya. Sebagai contoh sederhana misa1nyamengapa jumlah dan jenis perangkat klenengan saat ini menga1amiperubahan,karena penonton menuntut adanya suasana yang lebih meriah, seru, dan gebyar.Jika dibandingkan dengan perangkat klenengan pada tigapuluh tahun yang lalu,jumlah dan jenis perangkat klenengan saat ini lebih banyak jumlah dan jenisnya,seperti misalnya adanya penambahan keyboard, jumlah kenong lebih banyak,jumlah kempuillebih banyak, dan jumlah balungan lebih banyak. Kemungkinanjuga pola-pola tabuhan ricikan garap lebih banyak setelahmenerima pengaruh daripola-pola tabuhanjenis karawitan etnis lain. Oemikian pula pola garap karawitanyang menyangkut berbagai aspek karawitan, seperti cengkok, irama, keras lirihtabuhan dapat dianalisisdengan teori perubahan sosial.8. Analisis Wacana

Analisis wacana merupakan model analisis yang paling kontemporerdibandingkan model-model analisis lainnya. Eksistensinya dapat disebut sebagaigenerasi berperspektif post-modemisme, beroperasi dengan sejumlah asumsiyang sangat berbeda, dan bahkan bertentangan dengan metode konvensionalkuantitatif. Istilah wacana menurut Muhaimin, seperti dikutip oleh Basrowi danSukidin (2002: 229), merupakan kemampuan untuk maju menurut urut-urutanyang teratur dan semestinya serta merupakan komunikasi buah pikiran, baik lisanmaupun tulisan yang resmi dan teratur. Sementara itu Tarigan, sperti juga dikutipoleh Basrowi dan Sukidin (2002: 229), berpendapat bahwa istilah wacanamencakup percakapan, obrolan, pembicaraan di muka umum, tulisan, dan upaya-upaya formal seperti laporan ilmiahdan sandiwara atau lakon

Oidasarkan atas kedua pendapat itu, Sobur (2001: 11), seperti jugadiuraikan oleh Basrowi dan Sukidin (2002: 229), menyatakan bahwa wacanamerupakan rangkaian ujar atau rangkaian tindakan tutur yang mengungkapkansesuatu hal yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam suatu kesatuan yangkoheren, dibentuk oleh unsur segmental maupun non segmental bahasa. Oalam

Imaji, Vo1.4, No.2, Agustus 2006: 166- 188

Page 21: BEBERAPA PENDEKATAN SOSIOLOGIS DALAM PENELITIAN

186

bukunya itu, Sobur mengutip pendapat Foucault bahwa wacana dapat dibedakanmenjadi tiga macam, yakni wacana dari level konseptual teoritis, kontekspenggunaan, dan metode penjelasan. Didasarkan atas level konseptual teoritis,wacana diartikan sebagai domain umum atas semua pemyataan, yakni semuaujaran atau teks yang memiliki makna dan efek dalam dunia nyata. Dalam kontekspenggunaannya, wacana berarti sekumpulan pemyataan yang dapatdikelompokkanke dalam kategori konseptual tertentu. Pengertian ini menekankanpada upaya untuk mengidentifikasi struktur tertentu dalam wacana, yaknikelompok ujaran yang diatur dengan suatu cara tertentu. Didasarkan atas metodepenjelasannya, wacana merupakan suatu praktik yang diatur untuk menjelaskansejurnlahpemyataan.

Berdasarkan saluran yang digunakan dalam berkomunikasi, wacanadibedakan menjadi dua jenis, yakni wacana tulis dan wacana lisan (Arifin danRani, 2000: 22-39). Berdasarkan atas jumlah peserta yang terlibat dalampembicaraan dalam komunikasi, terdapat tiga jenis wacana, yakni monolog,dialog, dan polilog. Didasarkan atas tujuan berkomunikasi, dikenal wacanadeskripsi, eksposisi, argumentasi, persuasi, dan narasi.Analisis wacana lahir darikesadaran bahwa permasalahan yang ada dalam komunikasi tidak hanya terbataspada penggunaan kalimat, bagian kalimat, atau fungsi ucapan, namun jugamencakup struturpesan yang lebih komplekdan inheren.

Bagaimana analisis wacana bekerja, berikut uraian Sparingga (2000: 3)yang dirangkumolehBasrowi dan Sukidin (2002: 235).1. Bahasa, kalimat, kata-kata, baik lisan maupun tertulis merupakan sebuah

wacana.

2. Analisis wacana selalu memperhatikan bagaimana sebuah kata itu diproduksidalam sebuahkonteks tertentu, yang merupakanjaringan bermakna.

3. Daripenjelasan keduabutir tersebut di atas,menegaskanbahwaa. bagaimana analisis wacana memperlakukan bahasa sebagai bagian dari

praktik sosial danbukan semata-matarepresentasiaktivitas individual.b. terdapat hubungan dialektis antara wacana dan struktur sosial

sebagaimanahubunganpraktik sosialdan struktur sosial.c. wacana dibentukdan dikendalikan olehstruktur sosial

d, wacana selalu melibatkan proses formasi obyek, subyek dan konsep yangsecaradialektismembuat realitas menjadibermakna

4. Terdapattigahal penting dalam analisis wacana,yaknia. memberikan perhatian pada usaha mengidentifikasi identitas sosial dan

posisi subyekb. membantuusaha mengkonstruksikan hubungansosialdi antara individu

Beberapa Pendekatan Sosiologis Dalam Penelitian Karawitan (T. Slamet Supamo)

Page 22: BEBERAPA PENDEKATAN SOSIOLOGIS DALAM PENELITIAN

--

187

C. memberikanalat untuk mengkonstruksikansistem pengetahuandankepercayaan.Dalam konteks penelitian karawitan, analisis wacana dapat diterapkan

pada pembicaraan-pembicaraan lisan maupun tertulis tentang karawitan. Tulisanberupa buku, paper, artikel dan sejenisnya dapat menjadi bahan kajian denganmenggunakan teori analisis wacana. Cakepan yang disajikan pesindhen.penggerong, penari, dan dalang merupakan sebuah karya tulis (teks) yang dapatdimaknai sesuai dengan konteks sosial yang berlaku pada saat teks itu dibuat.Demikian pula pembicaraan para pelaku karawitan, baik itu berupa monolog,dialog, ataupolilog dapat dimaknaidalam konteks sosial tertentu.

Sebagai contoh salah satu karya sastra Mangkunagara IV berjudulTripama, ditulis dalam bentuk tembang macapat Dhandhanggula, yang seringdimanfaatkan dalam pertunjukan karawitan. Dalam tembang yang terdiri atastujuh bait itu, konsep satria dapat dimaknai seperti berikut. Dalam konteks yangberbeda-beda, konsep satria tercermin dalam tindakan tiga tokoh wayang, yakniSumantri, Kumbakama, dan Kama. Kesetiaan Sumantri terhadap Suwonda,Kumbakama membela negaranya, dan Kama membalas budi rajanya, akhimyaketiganya gugur di medan perang. Mereka melaksanakan tugas sebagai prajurit,dan menepatijanji sesuai dengan apayang diucapkannya.D. Penutup

Karawitan merupakan salah satu jenis (genre) seni pertunjukan Jawatradisional, memiliki beberapa elemen meliputi rombonganlgroup (pengrawit,pesindhen/suarawati), peralatan (gameIan), penanggap danlatau penonton.Karawitan secara tradisi menggunakan seperangkat gamelan laras slendro danpelog yang sebagianbesar terdiri atas instrumenpukul (perkusi)dari perunggu dansetmgiankecil instrumen gesek, tiup, danpetik.

Pada prinsipnya, karawitan merupakan salah satu wujud fenomena sosialyang ada di masyarakat. Sebagaiwujud fenomenasosial, tentu sajakarawitan akanmengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan masyarakat. Pada sisilain, karawitan juga dapat dijadikan sebagai fokus kajian dalam kegiatanpenelitian ilmiah. Sesuai dengan prinsip dasar di atas, yakni karawitan sebagaifenomena sosial, kegiatan penelitian juga dapat menggunakan pendekatanberbagai disiplin ilmu sosial,khususnyasosiologi.

DAFfARPUSTAKAArifm, Bustanul dan Abdul Rani, 2000. Prinsip-Prinsip Analisis Wacana. Jakarta:

Depdiknas, Dikti, Direktorat P3M.Basrowi dan Sukidin, Metode Penelitian Kualitatif, Perspektif Milcro. Surabaya:

Insan Cendekia.

Imaji, VolA,No.2, Agustus 2006 : 166- 188

Page 23: BEBERAPA PENDEKATAN SOSIOLOGIS DALAM PENELITIAN

188

Berger, L. Peter, dkk., Cultural Analysis. London and New York: Routledge andKegan Paul.

Berger, L. Peter & Thomas Luckman, 1994. Tafsir Sosial Atas Kenyataan. Terj.Hasan Basri dari The Social Construction o/Reality. Jakarta: LP3ES.

Brandon, James R., 1967. Theatre in Southeast Asia. Cambridge, Massachusetts:Harvard University Press.

Collin, Finn, 1997. Social Reality. USA and Canada: Routledge SimultaneouslyPublished.

Collins, Randall, 1975. Conflict Sociology: Toward an Explanatory Science. NewYork: Academic Press.

Leauer, Robert H., 1982. Perspectives on Social Change. Boston: Allyn and BaconInc.

Poloma, Margaret M., (ed.), 1994. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Raja GrafindoPersada.

Ritzer, George, 2000. Sociological Theory. New York, singapore: McGraw-HillRitzer, George & Goodman, Douglas J., 2003. Teori Sosiologi Modern. Terj.

Alimandan. Jakarta: Prenada Media.

Sobur,Alex, 2001. Analisis Teks Media. Bandung: Remaja Rosda Karya.Kayam, Umar, 2001. Kelir Tanpa Batas. Yogyakarta: Gama Media.Waridi, 1997. "RL. Martapangrawit, Empu Karawitan Gaya Surakarta Sebuah

Biografi", Tesis S-2 Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.Waters, Malcolm, 1994. Modern Sociological Theory. London, Thousand Oaks,

New Delhi: Sage Publications.

Beberapa Pendekatan Sosiologis Dalam Penelitian Karawitan (T. Slamet Supamo)