balai besar pom di banda aceh
TRANSCRIPT
RENCANA STRATEGIS
TAHUN 2015 - 2019
BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
DI BANDA ACEH Jl. Tgk. Daud Beureueh No.110 Banda Aceh
Telp:0651-23926 Fax: 0651-22735 Email: [email protected] : BBPOM Aceh
2015
2016
2017
2018
2019
RENCANA STRATEGIS
TAHUN 2015 - 2019
BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
DI BANDA ACEH Jl. Tgk. Daud Beureueh No.110 Banda Aceh
Telp:0651-23926 Fax: 0651-22735 Email: [email protected] : BBPOM Aceh
2015
2016
2017
2018
2019
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
i
KATA PENGANTAR
Renstra yang merupakan Rencana strategis adalah salah satu amanat Undang-undang
Nomor 25 Tahun 2014 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).
Renstra merupakan dokumen perencanaan yang memuat visi misi, tujuan dan sasaran
dan strategi kebijakan serta program dan kegiatan dari Kementrian / lembaga dalam
rangka melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Renstra merupakan bagian dari
perencanaan nasional, sehinggga harus sinkron dan mengacu pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan mendukung pencapaian
program program prioritas pemerintah.
Rencana strategis Balai Besar POM di Banda Aceh tahun 2015 – 2019 disusun dengan
mengacu kepada Rencana strategis Badan POM RI yang mengacu kepada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional(RPJMN) tahun 2015 – 2019 yang telah
ditetapkan oleh Presiden.
Renstra Balai Besar POM di Banda Aceh berisi visi misi dan tujuan strategis serta
program yang merupakan instrument kebijakan yang berisikan satu atau lebih
kegiatan yang dilaksanakan oleh Balai Besar POM di Banda Aceh untuk mencapai
sasaran dan tujuannya. Di dalam Renstra ini telah dirumuskan tujuan, program dan
kegiatan Balai Besar POM di Banda Aceh yang dilakukan pada periode 2015 – 2019
dalam pelaksanaan pembangunan di bidang pengawasan Obat dan Makanan. Target
target kinerja output telah ditetapkan. Target kinerja tersebut merupakan komitmen
kinerja Balai Besar POM di Banda Aceh kepada Pemerintah dan akan menjadi
kewajiban bersama seluruh jajaran Balai Besar POM di Banda Aceh untuk dapat
mencapainya. Oleh karena itu dokumen Rentra ini wajib menjadi acuan pada saat
menyusun kegiatan tahunan selama periode 2015 – 2019.
Banda Aceh, Maret 2015 Kepala Balai Besar POM di Banda Aceh Dra.Syamsuliani, Apt.,MM NIP 195904041989032001
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………………… DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………………………. DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………………………….. DAFTAR TABEL ………………………………………………………………………………………... DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………………………………….. BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………………………… 1.1 Kondisi Umum …………………………………………………………………………………..
1.1.1 Peran Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Banda Aceh… 1.1.2 Struktur Organisasidan Sumber Daya Manusia..……………………….. 1.1.3 Capain Kinerja Balai Besar POM di Banda Aceh Periode 2010 –
2014 ………………………………………………………………………………… 1.2 Potensi dan Permasalahan ………………………………………………………………….
1.2.1 Sistem Kesehatan Nasional …………………………………………………….. 1.2.2 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ……………………….………………. 1.2.3 Globalisasi Perdagangan Bebas dan Komitmen Internasional ….. 1.2.4 Perubahan Iklim …………………………………………………………………….. 1.2.5 Perubahan Ekonomi dan Sosial Masyarakat …………………………… 1.2.6 Demografi dan Perubahan Komposisi Penduduk ……………………... 1.2.7 Desentralisasi dan Otonomi Daerah ………………………………………... 1.2.8 Perkembangan Teknologi ………………………………………………………. 1.2.9 Manajemen Perubahan…………………………………………………………… 1.2.10 Data Wilaya Kerja…………………………………………………………………… 1.2.11 Isu Strategis……………………………………………………………………………
BAB II VISI, MISI, BUDAYA ORGANISASI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS…………………………………………………………………………………………………… 2.1 Visi …………………………………………………………………………………………………… 2.2 Misi …………………………………………………………………………………………………… 2.3 Budaya Organisasi …………………………………………………………………………….. 2.4 Tujuan ………………………………………………………………………………………………. 2.5 Sasaran Strategis ……………………………………………………………………………….. BAB III ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA KELEMBAGAAN ………………………………………………………………….. 3.1 Arah Kebijakan dan Strategi Nasional ………………………………………………… 3.2 Arah Kebijakan dan Strategi Balai Besar POM di Banda Aceh ……………… 3.3 Kerangka Regulasi ……………………………………………………………………………... 3.4 Kerangka Kelembagaan ……………………………………………………………………...
Halaman
i ii iv v vi
1 1 2 4
6 8 8
10 11 14 15 16 19 19 20 21 24
29 30 30 34 35 35
42 42 45 49 51
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
iii
BAB IV TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN …………………… 4.1 Target Kinerja …………………………………………………………………………………… 4.2 Kerangka Pendanaan ………………………………………………………………………… BAB V PENUTUP ………………………………………………………………………………………. Lampiran …………………………………………………………………………………………………
53 53 55
57
58
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur Organisasi Balai Besar POM di Banda Aceh ……….………. Gambar 2. Kebutuhan SDM Balai Besar POM di Banda Aceh 2015 – 2019 berdasarkan Analisis Beban Kerja …………………………………………. Gambar 3. Profil Tingkat Pencapaian IKU Kumulatif Tahun 2010 – 2014 …. Gambar 4. Persentase Penduduk yang Mengkonsumsi Obat Modern dan Tradisional ……………………………..……………………………………………… Gambar 5. Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia Berdasarkan
Kelompok Umur Tahun 2009 – 2013 ….…………………………… Gambar 6. Peta Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Periode 2015 –
2019 ……………………………..………………………………………………...... Gambar 7. Log Frame Balai Daerah ………………………………………………………….
Halaman
4
8 10
19
20
35
55
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Profil Pegawai Berdasarkan Bidang Tugas dan Jenis Pendidikan BBPOM di Banda Aceh Tahun 2015 ……………………………………… Tabel 2. Capaian IKU Kumulatif Tahun 2010 – 2014 ………………………….. Tabel 3. Rangkuman Analisis SWOT …………………………………………………… Tabel 4. Penguatan Peran Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015 – 2019 …………………………………………………………………………............ Tabel 5. Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja BPOM Periode 2015 – 2019 …………………………………………………….......... Tabel 6. Program/ Kegiatan Strategis, Sasaran Program/ Kegiatan dan Indikator …………………………………………………………......................... Tabel 7. Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja ………………………............. Tabel 8. Sasaran Strategis, Indikator Kinerja dan Pendanaan …….................
Halaman
6 7
25
26
40
48 53 56
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Matriks Kinerja dan Pendanaan Balai Besar POM Banda
Aceh……………………………………………………………………………………. Lampiran 2. Matriks Kerangka Regulasi ……………………………………………………
Halaman
58 63
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Kondisi Umum
Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional maka disusunlah secara periodik perencanaan
pembangunan nasional yang meliputi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN) untuk jangka waktu 20 tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis (Renstra) untuk jangka waktu 5 tahun, serta
Rencana Pembangunan Tahunan yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) dan Rencana Kerja (Renja).
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang
ditetapkan melalui Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 memberikan arah sekaligus
menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah, masyarakat dan dunia
usaha) di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional. Selanjutnya RPJPN ini
dibagi menjadi empat tahapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN), salah satunya adalah RPJMN 2015-2019 yang merupakan tahap ketiga dari
pelaksanaan RPJPN 2005-2025. Sebagai kelanjutan RPJMN tahap kedua, RPJMN tahap
ketiga ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di
berbagai bidang dengan menekankan pada pencapaian daya saing kompetitif
perekonomian yang berlandaskan keunggulan sumber daya alam, sumber daya
manusia berkualitas serta kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus
meningkat.
Sebagaimana amanat tersebut dan dalam rangka mendukung pencapaian
program-program prioritas pemerintah, Balai Besar POM di Banda Aceh menyusun
Rencana Strategis (Renstra) yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan serta
program dan kegiatan untuk periode 2015-2019. Penyusunan Renstra ini mengacu
pada Renstra BPOM tahun 2015-2019 yang berpedoman pada RPJMN periode 2015-
2019. Proses penyusunan Renstra tahun 2015-2019 dilakukan sesuai dengan amanat
peraturan perundang- undangan yang berlaku dan hasil evaluasi pencapaian kinerja
tahun 2010-2014, serta melibatkan pemangku kepentingan yang menjadi mitra kerja
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
2
Balai Besar POM di Banda Aceh. Selanjutnya Renstra periode 2015-2019 ini diharapkan
dapat meningkatkan kinerja Balai Besar POM di Banda Aceh dibandingkan dengan
pencapaian dari periode sebelumnya sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan.
Adapun kondisi umum Balai Besar POM di Banda Aceh berdasarkan peran,
tugas fungsi dan pencapaian kinerja adalah sebagai berikut :
1.1.1. Peran Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Banda Aceh
Pengawasan Obat dan Makanan di Provinsi Aceh merupakan bagian integral
dari pengawasan Obat dan Makanan yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). Berdasarkan Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2014 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis (UPT) di Lingkungan Badan Pengawas
Obat dan Makanan. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Banda Aceh sebagai
Unit Pelaksana Teknis Badan Pengawas Obat dan Makanan Tipe A berkedudukan di
bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan,
yang secara teknis dibina oleh Deputi dan secara administratif dibina oleh Sekretaris
Utama, dengan wilayah kerja di seluruh wilayah administratif Provinsi Aceh.
Sebagai Unit Pelaksana Teknis BPOM, Balai Besar POM di Banda Aceh
berkontribusi terhadap tugas dan fungsi yang melekat pada BPOM yaitu lembaga
pemerintah yang merupakan garda depan dalam hal mengawasi Obat dan Makanan.
Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja LPND, BPOM
menyelenggarakan fungsi : (1) pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di
bidang pengawasan Obat dan Makanan; (2) pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang
pengawasan Obat dan Makanan; (3) koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan
tugas BPOM; (4) pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan
instansi pemerintah dan masyarakat di bidang pengawasan Obat dan Makanan; (5)
penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan
umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan,
hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
3
Dilihat dari fungsi BPOM secara garis besar, terdapat 3 (tiga) inti kegiatan atau
pilar lembaga BPOM, yakni: (1) Penapisan produk dalam rangka pengawasan Obat dan
sebelum beredar (pre-market) melalui: a) Perkuatan regulasi, standar dan pedoman
pengawasan obat, Obat dan Makanan serta dukungan regulatori kepada pelaku usaha
untuk pemenuhan standar dan ketentuan yang berlaku; b) Peningkatan
registrasi/penilaian Obat dan Makanan Obat dan Makanan yang diselesaikan tepat
waktu; c) Peningkatan inspeksi sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan
dalam rangka pemenuhan standar Good Manufacturing Practices (GMP) dan Good
Distribution Practices (GDP) terkini; dan d) Penguatan kapasitas laboratorium BPOM.
(2) Pengawasan Obat dan Makanan pasca beredar di masyarakat (post-market)
melalui: a) Pengambilan sampel dan pengujian; b) Peningkatan cakupan pengawasan
sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan di seluruh Indonesia oleh 33 Balai
Besar (BB)/Balai POM, termasuk pasar aman dari bahan berbahaya; c) Investigasi awal
dan penyidikan kasus pelanggaran di bidang Obat dan Makanan di pusat dan balai. (3)
Pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi Informasi dan Edukasi serta penguatan
kerjasama kemitraan dengan pemangku kepentingan dalam rangka meningkatkan
efektivitas pengawasan Obat dan Makanan di pusat dan balai melalui: a) Public
warning; b) Pemberian Informasi dan Penyuluhan/Komunikasi, Informasi dan Edukasi
kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang Obat dan Makanan, serta; c)
Peningkatan pengawasan terhadap Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS), peningkatan
kegiatan BPOM Sahabat Ibu, dan advokasi serta kerjasama dengan masyarakat dan
berbagai pihak/lembaga lainnya.
Sesuai Perka Badan POM RI Nomor 14 Tahun 2014, Unit Pelaksana Teknis di
lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan
kebijakan di bidang pengawasan obat dan makanan, yang meliputi pengawasan atas
produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetik,
produk komplemen serta pengawasan atas keamanan pangan dan bahan berbahaya.
Balai Besar POM di Banda Aceh menyelenggarakan fungsi :
1. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan;
2. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu
produk terapetik, narkotika, psikotropika zat adiktif, obat tradisional, kosmetik,
produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya;
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
4
3. Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk
secara mikrobiologi;
4. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan sarana
produksi dan distribusi;
5. Investigasi dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum;
6. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu yang
ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan;
7. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen;
8. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan;
9. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan; dan
10. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan, sesuai dengan bidang tugasnya.
1.1.2. Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia
Struktur Organisasi Balai Besar POM di Banda Aceh disusun berdasarkan
Peraturan Kepala BPOM Nomor 14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis (UPT) di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Struktrur
organisasi tersebut dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1
Struktur Organisasi Balai Besar POM di Banda Aceh
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
5
Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, Balai Besar POM di Banda Aceh
didukung struktur organisasi terdiri dari 5 Bidang dan 1 Sub Bagian Tata Usaha serta
kelompok jabatan fungsional yang melaksanakan tugas sebagai berikut :
1. Bidang Pengujian Produk Terapetik, Narkotika, Obat Tradisional, Kosmetik,
dan Produk Komplemen mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana
dan program, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan
laboratorium, pengujian dan penilaian mutu di bidang produk terapetik, narkotika,
obat tradisional, kosmetik, dan produk komplemen.
2. Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya mempunyai tugas
melaksanakan penyusunan rencana dan program, evaluasi dan penyusunan
laporan pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu di
bidang pangan, dan bahan berbahaya.
3. Bidang Pengujian Mikrobiologi mempunyai tugas melaksanakan penyusunan
rencana dan program, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan
laboratorium, pengujian dan penilaian mutu secara mikrobiologi.
4. Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan mempunyai tugas melaksanakan
penyusunan rencana dan program, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan
pemeriksaan setempat, pengambilan contoh untuk pengujian, dan pemeriksaan
sarana produksi, distribusi dan instansi kesehatan serta penyidikan kasus
Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan di Banda Aceh
Tata Usaha
Kepala Sub Bagian
Kepala Bidang Pengujian Produk Terapeutk, Narkotik, Obat
Tradisional, Kosmetk dan Produk Komplimen
Kepala Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya
1. Kepala Seksi Pemeriksaan 2. Kepala Seksi Penyidikan
Kepala Bidang Pengujian Mikrobiologi
1. Kepala Seksi Sertifikasi 2. Kepala Seksi Layanan
Informasi Konsumen
Kepala Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen
Kepala Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
6
pelanggaran hukum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat
adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan, dan bahan
berbahaya.
5. Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen mempunyai tugas
melaksanakan penyusunan rencana dan program, evaluasi dan penyusunan
laporan pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu,
dan layanan informasi konsumen.
6. Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan
administrasi di lingkungan Balai Besar POM di Banda Aceh
7. Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melaksanakan kegiatan sesuai
dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
Untuk mendukung tugas-tugas tersebut diperlukan sejumlah SDM yang
memiliki keahlian dan kompetensi yang baik. Jumlah SDM yang dimiliki BBPOM di
Banda Aceh sampai tahun 2014 adalah sejumlah 78 orang. Adapun profil pegawai
BBPOM berdasarkan bidang tugas dan jenis pendidikan dapat dilihat pada tabel 1 di
bawah ini.
Tabel 1
Profil Pegawai Berdasarkan Bidang Tugas Dan Jenis Pendidikan
Balai Besar POM Di Banda Aceh Tahun 2015
Bidang Tugas S2 Apt/dr S1 Non
Sarjana Jumlah
Kepala Balai Besar POM 1 1
Sub Bagian Tata Usaha 2 3 11 16
Bidang PengujianTeranokoko 2 11 6 19
Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya
3 2 1 2 8
Bidang Pengujian Mikrobiologi 2 3 3 8
Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan
3 8 7 18
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
7
Bidang Sertifikasi dan LIK 2 3 3 8
Jumlah 15 27 7 29 78
Jumlah pegawai sebanyak yang tertera pada tabel 1 diatas belum memadai
untuk kinerja Balai Besar POM di Banda Aceh dengan luas daerah 56.770, 81 Km2 dan
jumlah Kabupaten 18 dan jumlah Kota 5 serta jumlah Kecamatan 284. Beberapa
tenaga yang sangat dibutuhkan adalah Sarjana Akutansi, sarjana Hukum dan Apoteker
untuk memenuhi kebutuhan pada Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan. Demikian juga
keperluan di Laboratorium masih belum memerlukan Sarjana Farmasi / Apoteker.
Untuk mendukung tugas tugas Balai Besar POM Banda Aceh sesuai dengan
peran dan fungsinya sangat diperlukan sejumlah SDM yang memiliki keahlian dan
kompetensi yang baik. Jumlah kebutuhan SDM yang diperlukan oleh Balai Besar POM
di Banda Aceh untuk tahun 2014 cukup memadai. Hal tsb tergambar pada gambar 2
berikut ini
Gambar 2
Kebutuhan SDM Balai Besar POM di Banda Aceh 2015 – 2019
berdasarkan Analisis Beban Kerja
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
8
Akan terdapat kekurangan SDM di Balai Besar POM di Banda Aceh mulai tahun 2016
berturut turut sebesar 8, 12, 17 dan 23 orang sampai tahun 2019 , kekurangan SDM
tersebut dengan prediksi SDM yang tersedia hingga 2019 adalah 84 orang . Standar
kebutuhan SDM berdasarkan ABK terdapat kenaikan sebesar 5 orang setiap tahunnya
dengan adanya beberapa pegawai yang pensiun / pindah.
Adanya kebijakan pemerintah melakukan moratorium pegawai selama lima tahun
mulai periode tahun 2015 – 2019 dengan demikian tidak akan ada penambahan
pegawai selama kurun waktu tersebut. Sementara jumlah pegawai yang pensiun mulai
terlihat nyata sejak tahun 2016 sampai 2019 dalam jumlah 2 hingga 3 orang. Beban
kerja diperkirakan akan meningkat setiap tahunnya dengan beberapa new inisiatif dan
lainnya sehingga dikhawatirkan tugas dan fungsi pengawasan tidak dapat dilakukan
secara optimal.
1.1.3. Capaian Kinerja Balai Besar POM di Banda Aceh Periode 2010-2014
Tugas dan fungsi Pengawasan Obat dan Makanan yang dilaksanakan oleh Balai
Besar POM di Banda Aceh adalah untuk mencapai 5 (lima) sasaran strategis, yaitu : 1)
Meningkatnya efektivitas pengawasan Obat dan Makanan dalam rangka melindungi
masyarakat di Provinsi Aceh; 2) Terwujudnya laboratorium pengawasan Obat dan
Makanan yang modern dengan jaringan kerja di Seluruh Indonesia dengan kompetensi
dan kapabilitas terunggul di Provinsi Aceh; 3) Meningkatnya kompetensi, kapabilitas
dan jumlah modal insani yang unggul dalam melaksanakan pengawasan Obat dan
Makanan; 4) Meningkatnya koordinasi,perencanaan, pembinaan dan pengendalian
terhadap program dan administrasi di Lingkungan Balai Besar POM di Banda Aceh
sesuai dengan Sistem Manajemen Mutu; 5) Meningkatnya ketersediaan Sarana dan
Prasarana yang dibutuhkan oleh Balai Besra POM di Banda Aceh.
Untuk mengukur kinerja pengawasan obat dan makanan yang telah dilakukan
oleh Balai Besar POM di Banda Aceh, Badan POM menetapkan indikator kinerja utama
(IKU) melalui sasaran strategis 1, yaitu Meningkatnya efektivitas Pengawasan Obat dan
Makanan dalam rangka melindungi masyarakat di Provinsi Aceh yang tertuang dalam
Renstra 2010-2014. Adapun pencapaian keberhasilan pelaksanaan tugas dan
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
9
kewenangan Balai Besar POM di Banda Aceh tersebut dapat dilihat pada tabel dan
garfik di bawah ini.
Tabel 2
Capaian IKU Kumulatif Tahun 2010 – 2014
Komoditi
Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014
T R Tingkat Capaian
T R Tingkat Capaian
T R Tingkat Capaian
T R Tingkat Capaian
Obat 0,10% 1,77% 1768,11% 0,20% 1,23% 612,92% 0,30% 1,15% 382,84% 0,40% 2,35% 587,45%
Obat Tradisional
0,25% 5,09% 2036,61% 0,5% 10,55% 2109,94
% 0,75% 14,46% 1927,54% 1,00% 24,65% 2465,46%
Kosmetik 0,25% -8,31% -3325,48% 0,5% 5,88% 1175,52
% 0,75% 11,88% 1583,69% 1,00% 11,12% 1112,24%
Suplemen Makanan
0,50% 2,59% 517,24% 1,00% 0,22% 22,40% 1,50% 0,86% 57,47% 2,00% 0,86% 43,10%
Makanan 3,75% 23,99% 639,73% 7,50% 22,78% 303,72% 11,25% 14,99% 133,28% 15% 24,70% 164,67%
Keterangan : T (Target) dan R (Realisasi)
Gambar 3
Dari tabel dan grafik diatas dapat disimpulkan bahwa hasil pengawasan Obat
dan Makanan selama tahun 2010-2014 masih fluktuatif. Pada akhir periode yaitu tahun
-4000,00%
-3000,00%
-2000,00%
-1000,00%
0,00%
1000,00%
2000,00%
3000,00%
Tingkat Capaian 2011
Tingkat Capaian 2012
Tingkat Capaian 2013
Tingkat Capaian 2014
Profil Tingkat Pencapaian IKU Kumulatif Tahun 2010-2014
Komoditi
Per
sen
tase
tin
gkat
cap
ian
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
10
2014, capaian terhadap 4 indikator kinerja utama telah melebihi target yang
ditetapkan kecuali untuk indikator persentase kenaikan suplemen makanan yang
memenuhi standar. Dalam hal ini, pengawasan yang dilakukan Balai Besar POM di
Banda Aceh perlu terus ditingkatkan, karena selain jumlah dan jenis produk Obat dan
Makanan yang beredar semakin meningkat, tingkat risiko obat dan makanan yang
dikonsumsi juga semakin besar.
1.2. Potensi dan Permasalahan
Sejalan dengan dinamika lingkungan strategis, baik nasional maupun global
permasalahan dan tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia semakin kompleks.
Arus besar globalisasi membawa keleluasaan informasi, fleksibilitas distribusi barang
dan jasa yang berdampak pada munculnya isu-isu yang berdimensi lintas bidang.
Percepatan arus informasi dan modal juga berdampak pada meningkatnya
pemanfaatan berbagai sumber daya alam yang memunculkan isu perubahan iklim
(climate change), ketegangan lintas-batas antarnegara, serta percepatan penyebaran
wabah penyakit, mencerminkan rumitnya tantangan yang harus dihadapi kedepan.
Hal ini menuntut peningkatan peran dan kapasitas instansi Balai Besar POM di Banda
Aceh dalam mengawasi peredaran produk Obat dan Makanan.
Secara garis besar, lingkungan strategis yang bersifat eksternal yang dihadapi
terdiri atas 2 (dua) isu mendasar, yaitu kesehatan dan globalisasi. Isu kesehatan yang
akan diulas disini adalah Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dan Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN). Sedangkan terkait globalisasi, akan diulas tentang perdagangan
bebas, komitmen internasional, perubahan iklim, MEA dan demografi. Isu-isu tersebut
saling terkait satu dengan yang lain. Adapun lingkungan strategis yang mempengaruhi
peran Balai Besar POM di Banda Aceh baik internal maupun eskternal adalah sebagai
berikut:
1.2.1. Sistem Kesehatan Nasional (SKN)
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) merupakan wujud dan sekaligus metode
penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang memadukan berbagai upaya bangsa
Indonesia dalam satu derap langkah guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan
kesehatan.
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
11
Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh dukungan
sistem nilai dan budaya masyarakat yang secara bersama terhimpun dalam berbagai
sistem kemasyarakatan. SKN merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan yang
dipergunakan sebagai acuan utama dalam mengembangkan perilaku dan lingkungan
sehat serta menuntut peran aktif masyarakat dalam berbagai upaya kesehatan
tersebut.
Upaya pelayanan kesehatan masyarakat diselenggarakan oleh semua pihak
(pemerintah, pemerintah daerah, swasta dan masyarakat) melalui peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan pemulihan kesehatan. Bentuk
pelayanan kesehatan tersebut berupa layanan Rumah Sakit, Puskesmas dan kegiatan
peran serta masyarakat melalui Posyandu.
Di sisi lain, menjamurnya sistem dan model serta klinik-klinik kesehatan dan
pengobatan alternatif juga makin menambah beban dan daya jangkau Balai Besar POM
di Banda Aceh untuk makin melebarkan sayap dan menajamkan matanya dalam
melakukan pengawasan yang lebih komprehensif.
Semakin banyak pelayanan kesehatan yang disediakan, maka akan semakin
mempengaruhi kebutuhan pelayanan pendukung kepada kesehatan masyarakat
tersebut, yang antara lain tentunya adalah kebutuhan akan obat semakin meningkat.
Penjaminan mutu obat merupakan bagian yang tidak terpisahkan juga dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Ini merupakan tantangan yang akan
dihadapi dalam penyediaan obat-obatan yang aman dan bermutu.
Penjaminan mutu obat tidak terlepas dari kualitas obat tersebut. Beberapa
permasalahan lainnya yang juga memerlukan perhatian dalam penjaminan mutu obat
adalah koordinasi seluruh pemangku kepentingan dalam penjaminan mutu obat yang
beredar seperti Kemenkes, Dinkes, BKKBN termasuk Industri farmasi dalam penerapan
CPOB. Terkait meluasnya penggunaan jamu dan obat-obat tradisional, serta pengobatan
secara tradisional di masyarakat diperlukan peningkatan penelitian ilmiah lebih lanjut.
Di samping itu juga munculnya bibit penyakit baru atau bibit penyakit yang dulu
pernah ada dan sudah langka kasusnya sekarang, namun kini berjangkit kembali. Penyakit
ini, baik menular maupun yang tidak menular sebagai akibat dari adanya perubahan iklim
secara global, fluktuasi ekonomi, model perdagangan bebas dan kemajuan teknologi
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
12
maupun transisi dari demografi, juga turut mengubah pola dan gaya hidup dari masyarakat
Indonesia dalam mengkonsumsi Obat dan Makanan.
Untuk itu, permasalahan ini menjadi tantangan tersendiri untuk dapat memberikan
rasa aman bagi masyarakat dalam mengkonsumsi obat yang beredar di pasaran. Dalam
menciptakan rasa aman bagi masyarakat, Badan POM selama ini melakukan kontrol dalam
bentuk penilaian sebelum produk beredar di pasar dan pengawasan secara ketat bersama
Balai / Balai Besar POM seluruh Indonesia, khususnya Balai Besar POM di Banda Aceh
terhadap produk yang sudah beredar luas di masyarakat dan sekaligus memberikan
informasi dan edukasi pada masyarakat mengenai produk obat yang aman, bermutu dan
berkhasiat.
1.2.2. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
JKN yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin
agar setiap rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang minimal layak menuju
terwujudnya kesejahteraan sosial yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sistem ini merupakan program negara dalam rangka mewujudkan kesejahteraan
rakyat melalui pendekatan sistem. Sistem ini diharapkan dapat menanggulangi risiko
ekonomi karena sakit, PHK, pensiun usia lanjut dan risiko lainnya dan merupakan cara
(means), sekaligus tujuan (ends) dalam mewujudkan kesejahteraan. Untuk itu, dalam
Sistem Jaminan Sosial Nasional juga diberlakukan penjaminan mutu obat yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan juga dalam penyelenggaraan pembangunan
kesehatan.
Implementasi SJSN dapat membawa dampak secara langsung dan tidak
langsung terhadap pengawasan Obat dan Makanan. Dampak langsung adalah
meningkatnya jumlah permohonan pendaftaran produk obat, baik dari dalam maupun
luar negeri karena perusahaan/industri obat akan berusaha menjadi supplier obat
untuk program pemerintah tersebut. Selain peningkatan jumlah obat yang akan
diregistrasi, jenis obat pun akan sangat bervariasi. Hal ini, disebabkan adanya
peningkatan demand terhadap obat sebagai salah satu produk yang dibutuhkan.
Sementara dampak tidak langsungnya diasumsikan adalah terjadinya peningkatan
konsumsi obat, baik jumlah maupun jenisnya. Dampak lain adalah banyak industri
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
13
farmasi yang akan melakukan pengembangan fasilitas dan peningkatan kapasitas
produksi dengan perluasan sarana yang dimiliki. Adanya peningkatan kapasitas dan
fasilitas tersebut, maka akan terjadi peningkatan permohonan sertifikasi Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Dalam hal ini peran Balai Besar POM di Banda Aceh
akan semakin besar, antara lain adalah peningkatan post-market melalui intensifikasi
pengawasan obat pasca beredar.
1.2.3 Agenda Sustainable Development Goals ( SDGs)
Setelah berjalan beberapa tahun agenda Millenium Development Goals (MDGs)
akan berakhir pada tahun 2015. Beberapa Negara mengakui keberhasilan dari
program ini yaitu menjadi pendorong dalam tindakan pengurangan kemiskinan dan
mampu meningkatkan pembangunan masyarakat. Kelanjutan program ini disebut
Sustainable Development Goals ( SDGs), yang meliputi 17 goals. Di dalam Bidang
Kesehatan faktanya individu yang sehat akan memiliki kemampuan fisik dan daya pikir
yang lebih kuat sehingga dapat berkontribusi secara produktif dalam pembangunan
masyarakatnya.
Terkait Goal 2 End hunger, achive food security and improved nutrition, and
promote sustainable agriculture akan sangat berperan ketahanan pangan serta akses
mendapatkan pangan yang aman bergizi dengan jumlah yang cukup sesuai kebutuhan
terhadap masyarakat miskin dan kelompok yang rentan termasuk bayi. Kontribusi
terhadap kondisi ini adalah tersedianya pangan dengan nilai gizi yang cukup misalnya
pangan diet khusus mengandung Angka Kecukupan Gizi ( SKG) yang cukup untuk
pasien diabetes, garam dan terigu difortifikasi dengan mikronutrisi, AKG tertentu
dalam susu formula bayi dan lansia. Hal ini hanya dapat terjadi jika produsen pangan
olahan yang telah diispeksi dan dibina dapat menerapkan Good Manufacturing
Practices (GMP) dan menjamin mutu produknya termasuk nilai nutrisi sesuai dengan
kebijakan teknis yang dibuat Badan POM/SNI/SI. Tantangan ke depan adalah
penyusunan kebijakan teknis terkini tentang standar gizi pangan olahan, pengawalan
mutu, manfaat dan keamanan pangan olahan serta KIE kepada masyarakat.
Terkait Goal 3 Ensure healthy lives and promote well-being for all at all ages,
salah satu kondisi yang harus tercipta adalah pencapaian JKN, termasuk di dalamnya
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
14
akses masyarakat terhadap obat dan vaksin yang aman, efektif, dan bermutu.
Asumsinya, jaminan kesehatan memastikan masyarakat mendapatkan dan
menggunakan hanya obat dan vaksin yang aman, efektif, dan bermutu untuk upaya
kesehatan preventif, promotif, maupun kuratif, sehingga kualitas hidup masyarakat
meningkat. Kontribusi untuk mencapai kondisi ini adalah ketersediaan obat yang
aman, berkhasiat, dan bermutu di sarana pelayanan kesehatan. Hal ini bisa tercapai
hanya jika Industri Farmasi yang telah diintervensi (diawasi dan dibina BPOM)
mempraktekkan GMP dalam produksi obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu
demikian pula halnya dengan PBF serta rantai distrubusi obat dapat menerapkan Good
Distribution Practices untuk mengawal mutu obat JKN. Tantangan bagi Badan POM RI
bersama unit Balai/Balai Besar POM se Indonesia kedepan adalah intensifikasi
pengawasan pre-market dan post-market, serta pembinaan pelaku usaha agar secara
mandiri menjamin mutu produknya.
1.2.4 Globalisasi, Perdagangan Bebas dan Komitmen Internasional
Globalisasi merupakan suatu perubahan interaksi manusia secara luas, yang
mencakup banyak bidang dan saling terkait: ekonomi, politik, sosial, budaya, teknologi
dan lingkungan. Proses ini dipicu dan dipercepat dengan berkembangnya teknologi,
informasi dan transportasi yang sangat cepat dan massif akhir-akhir ini dan
berkonsekuensi pada fungsi suatu negara dalam sistem pengelolaannya. Era globalisasi
dapat menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pembangunan kesehatan, khususnya
dalam rangka mengurangi dampak yang merugikan, sehingga mengharuskan adanya
suatu antisipasi dengan kebijakan yang responsif.
Dampak dari pengaruh lingkungan eksternal khususnya globalisasi tersebut
telah mengakibatkan Indonesia masuk dalam perjanjian-perjanjian internasional,
khususnya di bidang ekonomi yang menghendaki adanya area perdagangan bebas
(Free Trade Area). Ini dimulai dari perjanjian ASEAN-6 (Brunei Darussalam, Indonesia,
Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand) Free Trade Area, ASEAN-China Free Trade
Area, ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP), ASEAN-Korea Free
Trade Agreement (AKFTA), ASEAN-India Free Trade Agreement (AIFTA) dan ASEAN-
Australia-New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA). Dalam hal ini, memungkinkan
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
15
negara-negara tersebut membentuk suatu kawasan bebas perdagangan yang bertujuan
untuk meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional dan berpeluang besar
menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional. Hal
ini membuka peluang peningkatan nilai ekonomi sektor barang dan jasa serta
memungkinkan sejumlah produk Obat dan Makanan Indonesia akan lebih mudah
memasuki pasaran domestik negara-negara yang tergabung dalam perjanjian pasar
regional tersebut. Dalam menghadapi FTA dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
akhir tahun 2015, diharapkan industri farmasi, obat tradisional, kosmetika, suplemen
kesehatan dan makanan dalam negeri mampu untuk menjaga daya saing terhadap
produk luar negeri.
Dalam kaitan dengan globalisasi dan perjanjian-perjanjian internasional
khususnya di sektor ekonomi tersebut, harusnya yang menjadi dasar pijakan dan harus
ditekankan dari awal adalah soal kedaulatan bangsa, negara dan rakyat kita dalam
menghadapi persaingan dengan perusahaan-perusahaan trans-nasional dan negara-
negara lain tersebut.
Dengan masuknya produk perdagangan bebas tersebut yang antara lain adalah
obat, kosmetik, suplemen kesehatan, dan makanan, termasuk jamu dari negara lain,
merupakan persoalan krusial yang perlu segera diantisipasi. Realitas menunjukkan
bahwa saat ini Indonesia telah menjadi pasar bagi produk Obat dan Makanan dari luar
negeri yang belum tentu terjamin keamanan dan mutunya untuk dikonsumsi. Untuk
itu, masyarakat membutuhkan proteksi yang kuat dan rasa aman dalam mengkonsumsi
Obat dan Makanan tersebut.
Perdagangan bebas juga membawa dampak tidak hanya terkait isu-isu ekonomi
saja, namun juga merambah pada isu-isu kesehatan. Terkait isu kesehatan, masalah
yang akan muncul adalah menurunnya derajat kesehatan yang dipicu oleh perubahan
gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat tanpa diimbangi dengan pengetahuan dan
kesadaran masyarakat akan kesehatan. Permasalahan ini akan semakin kompleks
dengan sulitnya pemerintah dalam membuka akses kesehatan yang seluas-luasnya bagi
masyarakat, khususnya untuk masyarakat yang berada di pelosok desa dan perbatasan.
Sebagai contoh, saat ini akses masyarakat untuk mendapatkan obat legal dari apotek
masih terbatas sehingga menyebabkan harga obat menjadi lebih mahal. Di sisi lain,
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
16
secara nasional jumlah apotek yang ada juga masih kurang, dimana belum semua
kecamatan terjangkau dengan layanan apotek.
Perdagangan bebas membuat kepekaan “berbisnis” menjadi sangat tinggi.
Kebutuhan obat yang tinggi dengan ketersediaan yang rendah ditambah lemahnya
pengawasan dan penegakan hukum membuat masih banyaknya ditemukan obat-obat
yang tidak memenuhi ijin edar dan mengandung bahan baku yang berbahaya. Hal ini
jelas akan sangat merugikan masyarakat. Berdasarkan data WHO (World Health
Organization), praktik pemalsuan produk obat di dunia rata-rata mencapai 10%, dan
mencapai 20-40% untuk negara berkembang termasuk Indonesia. Tentunya hal ini
menjadi tantangan yang sangat serius bagi pengawasan terhadap produk Obat dan
Makanan yang beredar di masyarakat.
Menurut data Badan POM RI tahun 2014, jumlah perusahaan farmasi di
Indonesia mencapai 207 perusahaan, sebanyak 34 di antaranya merupakan
perusahaan multinasional. Rata-rata penjualan obat di tingkat nasional selalu tumbuh
12-13% setiap tahun dan lebih dari 70% total pasar obat di Indonesia merupakan
perusahaan nasional. Namun, ketergantungan impor bahan baku obat masih sangat
tinggi, bahkan 95-96% diimpor dari China, India dan Eropa.
Produksi domestik untuk bahan baku obat juga masih sangat kecil. Meskipun
Indonesia mampu memproduksinya, sampai saat ini kebanyakan masih belum dapat
bersaing dengan produk impor. Jumlah industri farmasi nasional cukup besar dengan
kapasitas produksi sebesar 3% dari kapasitas total dunia. Namun, disisi lain, pasar
farmasi Indonesia relatif kecil yaitu sekitar 0,2% dari total pasar dunia (Kardono,
2004). Apabila terjadi kenaikan drastis harga obat yang berakibat menurunnya daya
beli masyarakat, hal ini akan membuat masyarakat lebih sulit untuk mendapatkan obat,
yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat kesehatan masyarakat baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang.
Selain produsen farmasi, Indonesia juga memiliki pasar pengobatan tradisional
yang cukup besar. Saat ini terdapat sekitar 900 industri skala kecil dan 130 industri
skala menengah obat tradisional, namun baru 69 yang memiliki sertifikat Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik. Padahal Indonesia memiliki sekitar 9.600
tumbuhan yang memiliki potensi untuk dijadikan bahan obat. Setidaknya terdapat
sekitar 300 jenis tumbuhan yang telah digunakan sebagai bahan dasar industri obat.
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
17
Dengan melihat besarnya potensi dan permasalahan yang dihadapi Indonesia, maka
pemerintah harus selalu mendukung dan melindungi industri farmasi di Indonesia.
Dengan adanya Free Trade Area (FTA), maka pemerintah harus mengembangkan
kesiapan industri farmasi untuk dapat mendukung pemerataan, keterjangkauan dan
ketersediaan obat yang bermutu, aman dan berkhasiat sehingga mampu bersaing
dengan produk obat dari luar negeri.
1.2.5 Perubahan Iklim
Ancaman perubahan iklim dunia, akan semakin dirasakan oleh sektor pertanian
khususnya produk bahan pangan di Indonesia. Perubahan iklim dapat mengakibatkan
berkurangnya ketersediaan pangan yang berkualitas, sehat, bermanfaat, dengan harga
yang kompetitif. Dari sisi ekonomi makro, industri makanan dan minuman di masa
yang akan datang perannya akan semakin penting sebagai pemasok pangan dunia.
Selain dari sisi pangan, perubahan iklim juga dapat mengakibatkan munculnya
bibit penyakit baru hasil mutasi gen dari beragam virus. Bibit penyakit baru tersebut
diantaranya virus influenza yang variannya sekarang menjadi cukup banyak dan
mudah tersebar dari satu negara ke negara lain.
Menurut Kementerian Kesehatan yang bekerja sama dengan Research Center
for Climate Change Universitas Indonesia (RCCC-UI) tahun 2013, dalam pelaksanaan
kajian dan pemetaan model kerentanan penyakit infeksi akibat perubahan iklim,
Indonesia merupakan wilayah endemik untuk beberapa penyakit yang
perkembangannya terkait dengan pertumbuhan vektor pada lingkungan, misalnya
Demam Berdarah Dengue, Malaria dan Tuberkulosis. Jadi di Indonesia, terdapat tiga
penyakit yang perlu mendapat perhatian khusus terkait perubahan iklim dan
perkembangan vector yaitu Malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Diare. Selain
dari ketiga jenis penyakit tersebut, masih ada lagi penyakit yang banyak ditemukan
akibat adanya perubahan iklim seperti, Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA) dan penyakit
batu ginjal.
Dengan adanya potensi permasalahan serta peluang dari proses perubahan
iklim, diperlukan pengawasan peredaran varian produk obat yang baru dari jenis
penyakit tersebut, baik yang diproduksi di dalam negeri, maupun yang berasal dari luar
negeri. Selain dari obat, varian obat baru ini juga diikuti pula dengan jenis obat herbal
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
18
tradisional Indonesia dan Cina yang paling banyak beredar di pasar. Kondisi ini
menuntut kerja keras dari Balai Besar POM di Banda Aceh melakukan pengawasan
terhadap perkembangan produksi dan peredaran obat tersebut.
1.2.6 Perubahan Ekonomi dan Sosial Masyarakat
Kemajuan dari ekonomi Indonesia dapat dilihat dari indikator makro-ekonomi,
yakni pendapatan perkapita sebesar USD 3000 tahun 2010 dan diproyeksikan pada
tahun 2025 mencapai USD 14.250–15.500 (Bappenas; 2012) dan telah menjadi 10
(sepuluh) besar negara yang mendominasi kekuatan ekonomi dunia. Indikator ini
menunjukan besarnya daya beli yang ada pada masyarakat Indonesia. Secara teori dan
fakta, bahwa semakin tinggi pendapatan maka semakin besar pula konsumsi
masyarakat terhadap Obat dan Makanan yang memiliki standar dan kualitas.
Berdasarkan data konsumsi obat yang dilakukan masyarakat Indonesia
sebagian besar penduduk masih banyak yang mengkonsumsi obat modern
dibandingkan dengan obat tradisional. Konsumsi obat modern pada tahun 2012
mencapai 91,40%, sedangkan obat tradisional hanya sebanyak 24,33%. Beberapa
penyakit degeneratif, yakni penyakit yang dimiliki para kaum lanjut usia justru banyak
menggunakan obat-obatan dalam jangka waktu yang relatif lebih lama.
Gambar 4
Persentase Penduduk yang Mengkonsumsi Obat Modern dan Tradisional
Sumber: Susenas BPS 2009-2012
91,63% 90,76% 90,96% 91,40%
22,24% 27,57%
23,63% 24,33%
0,00%
30,00%
60,00%
90,00%
2009 2010 2011 2012
Obat Modern
Obat Tradisional
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
19
Untuk itu, dengan banyaknya konsumsi obat modern yang dilakukan
masyarakat, maka perlu mendapatkan perhatian dan pengawasan yang serius dari
BPOM.
1.2.7 Demografi dan Perubahan Komposisi Penduduk
Rata-rata laju pertumbuhan penduduk Indonesia menurut sensus penduduk
tahun 2010, dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir sebesar 32,5 juta jiwa (sebesar 1,49%
pertahun). Dengan laju pertumbuhan sebesar itu, diperkirakan jumlah penduduk
Indonesia pada tahun 2035 akan mencapai 450 juta jiwa. Dari gambar 1.6 di bawah ini,
dapat dilihat bahwa jumlah populasi terbesar berada pada kelompok umur remaja 15-
19 tahun, namun menunjukan tren penurunan. Sementara usia produktif antara 30-54
tahun justru menunjukan tren meningkat dari waktu ke waktu. Sedangkan usia 55-64
tahun dan usia di atas 65 tahun menunjukan tren yang meningkat tetapi dengan jumlah
yang berbeda. Semakin meningkat usia harapan hidup, artinya tingkat kesehatan
masyarakat juga semakin meningkat.
Gambar 5
Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia Berdasarkan Kelompok Umur
Tahun 2009-2013
Sumber: BPS Proyeksi Penduduk Indonesia Tahun 2000-2013
Indonesia sebagai negara ke-4 dengan populasi lanjut usia tertinggi, yakni
9,079 juta tahun 2010 dan akan naik pada tahun 2020 menjadi 29,047 juta (BPS
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
jum
lah
pe
nd
ud
uk
(da
lam
00
0)
Kelompok Umur
2009
2010
2011
2012
2013
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
20
Proyeksi Penduduk Indonesia tahun 2010). Maka perubahan pola beban penyakit
untuk kaum lansia dengan beban yang lebih kronik dan membutuhkan layanan
kesehatan pada jangka panjang yang lebih berkualitas.
Secara umum, bahwa transisi demografi juga akan menimbulkan efek pada
transisi kesehatan di masyarakat, sehingga terjadi peningkatan dalam penggunaan
layanan kesehatan baik secara personal, korporat maupun masyarakat luas. Efek ini
akan dapat mempengaruhi besarnya beban fasilitas kesehatan dan sistem jaminan
kesehatan masyarakat Indonesia, dan sekaligus akan menambah beban kerja dari
BPOM sebagai pengawas di bidang Obat dan Makanan.
Konsumsi obat baik farmasi maupun herbal serta bahan makanan akan cukup
besar pada kelompok usia produktif, karena pola hidup dan orientasi konsumsi juga
akan mengarah pada kesehatan pada jangka panjang dan juga penampilan, sehingga
vitamin dan suplemen kesehatan menjadi komponen obat yang cukup besar
konsumsinya. Hal ini menjadi tambahan tugas bagi BPOM untuk melakukan penilaian
dan pengawasan terhadap berbagai jenis obat dan suplemen yang semakin bervariasi
dan meningkat jumlahnya.
Berdasarkan pada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa semakin
bertambahnya jumlah penduduk Indonesia, maka permintaan terhadap produk Obat
dan Makanan juga akan semakin meningkat. Jika permintaan terhadap produk Obat
dan Makanan semakin meningkat, maka penawaran dari produk Obat dan Makanan
juga akan meningkat. Potensi pasar yang besar membuat para produsen Obat dan
Makanan baik lokal maupun internasional semakin meningkatkan volume produksi
maupun variasinya. Kurangnya pemenuhan GMP (Good Manufacturing Practice) oleh
produsen dalam memproduksi Obat dan Makanan menjadi tantangan diwaktu
mendatang .
Peningkatan jumlah penduduk jika ditata dengan baik akan menjadi potensi
berupa sumber daya manusia bagi pembangunan ekonomi (yaitu dengan adanya bonus
demografi). Kondisi ini menjadi tantangan dan peluang bagi pemerintah untuk dapat
memanfaatkan fase Bonus Demografi di Indonesia untuk menciptakan aktivitas
ekonomi yang sangat besar dan mampu memberikan kontribusi yang besar juga dalam
APBN.
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
21
Berdasarkan peta demografi, penduduk Indonesia dalam usia produktif telah
mencapai 80%. Penduduk ini telah memiliki daya beli lebih tinggi ditambah dengan
kenaikan jumlah penduduk kelas menengah (middle class) yang terjadi pada tahun
2040. Laporan Mc Kinsey (2012) menunjukkan bahwa kelompok middle class atau
consuming class Indonesia naik dari waktu ke waktu, yakni tahun 2010 hanya 45 juta
orang, maka proyeksi tahun 2020 naik menjadi 85 juta orang dan pada tahun 2030
sudah mencapai 135 juta orang. Kelompok ini akan banyak mempengaruhi pola
konsumsi Obat dan Makanan serta gaya hidup masyarakat Indonesia.
Syarat agar Bonus Demografi dapat dimanfaatkan dengan baik adalah dengan
mempersiapkannya dari mulai perencanaan sampai dengan implementasinya di
tingkat lapangan. Persiapan ini antara lain melalui: a) Peningkatan pelayanan
kesehatan masyarakat termasuk jaminan mutu Obat; b) Peningkatan kualitas dan
kuantitas pendidikan; c) Pengendalian jumlah penduduk; d) Kebijakan ekonomi yang
mendukung fleksibilitas tenaga kerja dan pasar, serta keterbukaan perdagangan dan
tabungan nasional.
Di samping menyiapkan pemanfaatan Bonus Demografi, juga sudah harus mulai
dipikirkan permasalahan-permasalahan yang timbul pasca berakhirnya masa Bonus
Demografi, dimana jumlah lansia meningkat.
1.2.8 Desentralisasi dan Otonomi Daerah
Desentralisasi bidang kesehatan dan komitmen pemerintah belum dapat
berjalan sesuai yang diharapkan. Kerjasama lintas sektor dan dukungan peraturan
perundangan merupakan tantangan yang sangat penting dalam mensinergikan
kebijakan kesehatan khususnya dalam pengawasan obat dan makanan. Desentralisasi
di bidang kesehatan belum dapat berjalan sesuai yang diharapkan sehingga belum
secara optimal memberikan perlindungan bagi masyarakat.
Dengan perubahan paradigma sistem penyelenggaraan pemerintah yang
semula sentralisasi menjadi desentralisasi atau otonomi daerah, maka urusan
kesehatan menjadi salah satu kewenangan yang diselenggarakan secara konkuren
antara pusat dan daerah. Desentralisasi di bidang kesehatan belum berjalan sesuai
dengan yang diharapkan. Untuk itu kerjasama lintas sektor dan dukungan peraturan
perundang-undangan merupakan tantangan yang sangat penting. Hal ini berdampak
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
22
pada pengawasan obat dan makanan yang tetap bersifat sentralistik dan tidak
mengenal batas wilayah (borderless) sehingga perlu adanya one line command (satu
komando), apabila terdapat suatu produk Obat dan Makanan yang tidak memenuhi
syarat maka dapat segera ditindaklanjuti.
Desentralisasi dapat menimbulkan beberapa permasalahan di bidang
pengawasan Obat dan Makanan di antaranya kurangnya dukungan dan kerjasama dari
pemangku kepentingan di daerah sehingga tindaklanjut hasil pengawasan Obat dan
Makanan belum optimal.
1.2.9 Perkembangan Teknologi
Pasar sediaan farmasi masih didominasi oleh produksi domestik, namun
penyediaan bahan baku obat yang diperoleh dari impor mencapai 96% dari kebutuhan.
Padahal Indonesia memiliki 9.600 jenis tanaman berpotensi mempunyai efek
pengobatan, dan baru 300 jenis tanaman yang telah digunakan sebagai bahan baku.
Dengan kemajuan teknologi dan besarnya kebutuhan produk obat, BPOM dapat
mendorong industri farmasi untuk mengoptimalkan penggunaan bahan baku obat
dalam negeri.
Selain teknologi produksi juga didukung dengan teknologi transportasi.
Perkembangan industri transportasi baik darat, laut dan udara maupun jasa
pengiriman barang mengalami perkembangan yang cukup pesat. Sehingga distribusi
Obat dan Makanan secara masal dapat dilakukan lebih efisien. Untuk itu, dampak
pengawasan atas peredaran Obat dan Makanan semakin tinggi, dikarenakan distribusi
Obat dan Makanan ke tempat tujuan di seluruh wilayah Indonesia semakin cepat,
sehingga antipasi pengawasan obat dan makanan juga harus sama cepatnya.
Selain itu, teknologi pangan juga semakin berkembang. Adanya perubahan
iklim juga ikut mendorong berbagai inovasi perkembangan teknologi menciptakan
rekayasa genetika dan varian makanan yang terkadang tingkat keamanannya belum
teruji. Hal ini harus menjadi tantangan yang besar terhadap pengawasannya.
Perkembangan teknologi informasi juga merambah kepada pelayanan secara
online, yang mana dapat memudahkan akses dan jangkauan masyarakat yang ada di
Indonesia. Namun di sisi lain, teknologi informasi juga dapat menjadi tantangan terkait
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
23
tren pemasaran dan transaksi produk Makanan dan Obat secara online, yang tentu saja
juga perlu mendapatkan pengawasan dengan berbasis pada teknologi.
1.2.10 Komitmen dalam Pelaksanaan Reformasi Birokrasi
Untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, BPOM sebagai instansi
vertikal balai Besar POM di Banda Aceh melaksanakan Reformasi Birokrasi (RB) sesuai
PP Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design RB 2010-2025. Upaya atau proses RB
yang dilakukan merupakan pengungkit dalam pencapaian sasaran sebagai hasil yang
diharapkan dari pelaksaan RB itu sendiri. Pola pikir pelaksanaan RB sebagaimana
Gambar 1.10 di bawah ini
a. Penataan dan Penguatan Struktur Organisasi
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi, BPOM memiliki instansi vertikal atau UPT
BB / Balai POM di tingkat provinsi. Selain itu, untuk mendukung pengawasan Obat dan
Makanan di wilayah perbatasan dengan negara lain dan daerah-daerah yang sulit
dijangkau dari ibukota provinsi, BPOM memiliki Pos POM. Peran BB / Balai POM dan
Pos POM perlu dilakukan penataan dan penguatan baik dari segi struktur organisasi,
kompetensi dan kuantitas SDM, sarana dan prasarana, maupun koordinasi dengan
lintas sektor agar pelaksanaan tugas dan fungsi pengawasan Obat dan Makanan dapat
dilakukan secara lebih optimal. Tantangan BPOM kedepan adalah melakukan kajian,
penataan, dan evaluasi organisasi dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas
organisasi secara proporsional menjadi tepat fungsi dan tepat ukuran sesuai dengan
kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi BPOM.
b. Penataan Tatalaksana
Sebagai organisasi penyelenggara pelayanan publik, BPOM berkomitmen untuk
melindungi masyarakat dari Obat dan Makanan yang berisiko terhadap kesehatan dan
secara terus menerus meningkatkan pengawasan serta memberikan pelayanan kepada
seluruh pemangku kepentingan. Komitmen BPOM tersebut dilakukan melalui
penerapan sistem mutu secara konsisten dan ditingkatkan secara berkelanjutan yang
dibuktikan dengan pemenuhan atau perolehan Quality Management System ISO
9001:2008; Akreditasi Laboratorium IEC 17025:2005; PIC/S Quality System
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
24
Requirement for Pharmateucal Inspectorate (PI 0023), OHSAS 18001;2007; ISO
27001;2013 Information Security Management System; WHO Quality System
Requirement for National GMP Inspectorate (TRS 902 Annex 8, 2002); dan persyaratan
Akreditasi Pranata Penelitian dan Pengembangan untuk sistem riset dan
pengembangan (KNAPPP02:2007).
Upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan juga
dilakukan melalui penerapan e-government atau penggunaan teknologi informasi di
lingkungan BPOM, diantaranya pendaftaran produk (pangan, oba, obat tradisional) dan
berbagai penyelenggaraan manajemen pemerintahan lainnya yang dilakukan secara
elektronik serta keterbukaan informasi publik bagi masyarakat. Berbagai sistem mutu
dan pengembangan e-government yang dapat meningkatkan kinerja BPOM tersebut
seyogyanya dapat diintegrasikan sesuai dengan ruang lingkupnya agar pelaksanaannya
dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
c. Penataan Peraturan perundang-undangan dan Penegakan Hukum
Telah banyak undang-undang dan peraturan pemerintah yang menjadi
landasan teknisi pelaksanaan tugas fungsi BPOM. Namun, Peraturan Perundang-
undangan yang ada selama ini kurang mendukung tercapainya efektivitas pengawasan
Obat dan Makanan. Demikian pula sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran di
bidang Obat dan Makanan belum memberikan efek jera sehingga sering terjadi kasus
berulang.
Beberapa kerangka regulasi yang diasumsikan dapat mendukung pencapaian
tujuan pengawasan Obat dan Makanan dibahas pada kerangka regulasi. Adanya
kerangka regulasi sebagai bagian tak terpisahkan dari kaidah pelaksanaan RPJMN /
RKP membuka peluang untuk menciptakan harmonisasi peraturan perundang-
undangan dan meminimalkan ego sektoral. BPOM perlu mengambil kesempatan ini
dengan mengusulkan peraturan perundang-undangan yang akan masuk dalam
prolegnas setiap tahunnya bersamaan memastikan bahwa bagi masyarakat, BPOM
perlu membuat cost-benefif analysis. Sedangkan terhadap regulasi teknis yang
dikeluarkan BPOM perlu dilakukan regulatory impact assessment.
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
25
Kaitannya dengan pengawasan Obat dan Makanan di daerah, selain
ketersediaan NSPK, perlu didorong terbitnya aspek legal berupa Peraturan / SK
Gubernur dan ditindaklanjuti dengan Peraturan / SK Bupati / Walikota.
Pada level operasional, BPOM telah memiliki Pedoman Pengawasan yang jelas
untuk acuan dalam pengawasan Obat dan Makanan, juga menerbitkan standar mutu
lainnya, seperti standar produksi dan distribusi Obat dan Makanan. Ketersediaan
peraturan perundangan sampai dengan pedoman teknis yang dilegalkan dalam bentuk
Peraturan Kepala BPOM tersebut sangat mendukung penegakan hukum.
Tantangan ke depan, BPOM harus membuat terobosan dalam penegakan
hukum seperti memperkuat kemitraan untuk pengawasan, penindakan, maupun
persamaan persepsi dengan kepolisian, kejaksaan, dan instansi terkait, menggeser
pengawasan ke arean preventif, serta memperkuat kerjasama di Free Trade Zone Area.
Upaya ini pun perlu diikuti dengan peningkatan kajian BPOM mengenai kerugian
negara secara ekonomi maupun kesehatan akibat pelanggaran Obat dan Makanan.
d. Penguatan Akuntabilitas Kinerja
Penguatan Akuntabilitas Kinerja bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Untuk mencapai tujuan tersebut, BPOM telah
mengimplementasikan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP)
dengan baik, dibuktikan dengan hasil evaluasi KemenPAN-RB tahun 2014 memperoleh
nilai B.
Komitmen pimpinan yang sangat tinggi terhadap pelaksanaan SAKIP menjadi
kekuatan penting dalam upaya penguatan akuntabilitas kinerja BPOM. Namun, BPOM
masih perlu melakukakn penyempurnaan dalam penatausahaan manajemen
pemerintahan (keuangan dan BMN) dalam mewujudkan pemerintahan yang akuntabel.
Ke depan, untuk menjawab ekspektasi masyarakat terhadap akuntabilitas BPOM
selaku institusi pengawasan, BPOM telah menargetkan Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP) terhadap opini laporan keuangan BPOM dari BPK.
e. Penguatan Pengawasan
Penguatan pengawasan bertujuan untuk meningkatkan penyelenggaraan
pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN). Melalui upaya
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
26
pengawasan yang dilakukan BPOM, diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan dan
efektivitas pengelolaan keuangan negara di lingkungan BPOM serta menghindari
tingkat penyalahgunaan wewenang.
Pengawasan ynag dilakukan BPOM antara lain melalui kebijakan penanganan
gratifikasi, penerapan Sistem Pengendalian Internal Pemerintahan (SPIP), pengelolaan
pengaduan masyarakat, implementasi whistle-blowing system, penanganan benturan
kepentingan, pembangunan zona integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK)
dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM), dan pendayagunaan Aparat
Pengawas Internal Pemerintah (APIP) dalam perencanaan dan penganggaran.
Untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal, upaya pengawasan yang
dilakukan BPOM tersebut masih perlu dievaluasi agar dapat ditingkatkan
pelaksanaannya. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah penguatan peran APIP dan
unit pengawas fungsional (Inspektorat) sebagai internal-consultant yang melaksanakan
fungsi pembinaan, penataan, pengawasan, dan pentaatan dengan dukungan SDM yang
memadai secara kualitas dan kuantitas serta berfokus pada pemeriksaan kinerja
berbasis risiko untuk mencegah potensi kesalahan yang menganggu efektivitas
pencapaian sasaran organisasi dan dapat menimbulkan kerugian negara.
f. Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur
Penataan sistem manajemen SDM aparatur bertujuan untuk meningkatkan
profesionalisme SDM aparatur BPOM yang didukung oleh sistem rekrutmen dan
promosi aparatur berbasis kompetensi, transparan, serta memperoleh gaji dan bentuk
jaminan kesejahteraan yang sepadan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Perencanaan kebutuhan pegawai BPOM
dilakukan sesuai dengan kebutuhan organisasi dan proses penerimaan pegawai
dilakukan secara transparan, objektif, akuntabel, dan bebas KKN serta promosi jabatan
dilakukan secara terbuka.
Pengembangan pegawai yang dilakukan BPOM berbasis kompetensi yang
selanjutnya capaian penilaian kinerja individu pegawai akan dijadikan dasar untuk
pemberian tunjangan kinerja. Hal ini diimbangi dengan penegakan aturan disiplin dan
kode etik serta pemberian sanksi. Seluruh aktivitas manajemen SDM tersebut didukung
oleh sistem informasi kepegawaian.
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
27
Saat ini, SDM BPOM telah memiliki kualitas yang memadai, namun dari sisi
kuantitas SDM BPOM belum mencukupi kebutuhan untuk menjalankan tugas dan
fungsi yang tersebar di seluruh Indonesia. Sistem manajemen pemerintah menuntut
adanya ukuran keberhasilan, baik di tingkat organisasi sampai ke level individu. Untuk
saat ini, sistem manjemen kinerja belum optimal diterapkan, sehingga perlu dilakukan
penerapan sistem manajemen kinerja yang lebih efektif dan efisien terutama dalam hal
pelaksanaan evaluasi terhadap peta dan kelas jabatan yang telah disusun. Pemanfaatan
sistem informasi kepegawaian yang telah dibangun juga perlu dioptimalisasi sebagai
pendukung pengambilan kebijakan manajemen SDM BPOM.
g. Manajemen Perubahan
Manajemen perubahan bertujuan untuk mengubah secara sistematis dan
konsisten dari sistem dan mekanisme kerja organisasi serta pola pikir dan budaya
kerja individu atau unit kerja di dalamnya menjadi lebih baik sesuai dengan tujuan dan
sasaran RB. Untuk menggerakkan organisasi dalam melakukan perubahan, BPOM telah
memebentuk agent of change sebagai role model serta forum bagi pembelajaran atau
inovasi dalam proses perubahan yang dilakukan. Komitmen dan keterlibatan pimpinan
dan seluruh pegawai BPOM secara aktif dan berkelanjutan merupakan unsur
pendukung paling utama dalam perubahan pola pikir dan budaya kerja dalam rangka
pelaksanaan RB.
Untuk mengurangi risiko kegagalan yang disebabkan kemungkinan timbulnya
resistensi terhadap perubahan dibutuhkan media komunikasi secara reguler untuk
mensosialisasikan RB atau perubahan yang sedang dan akan dilakukan, termasuk
pentingnya peran agent of change dan manfaat dari forum pembelajaran atau inovasi.
1.2.11 Data Wilayah Kerja
Provinsi Aceh memiliki luas wilayah 56.770,81 km² dibagi kedalam 5 (lima)
pemerintahan Kota dan 18 (delapan belas) pemerintahan Kabupaten dengan jumlah
penduduk berdasarkan sensus penduduk tahun 2013 adalah 4.791.900 jiwa, yang
terdiri dari 2.397.200 jiwa laki-laki dan 2.394.700 jiwa perempuan.
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
28
Provinsi Aceh terletak paling Barat
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
dengan titik terluar berada di Kota Sabang
terletak di Pulau Weh berbatasan dengan
Samudra Hindia ke arah India, sebelah selatan
berbatasan dengan Samudra Hindia, sebelah
timur berbatasan dengan Provinsi Sumatera
Utara, terbagi dalam dengan 3 sektor pintu
masuk yang dihubungkan dengan 3 jalan
darat. Sektor selatan melalui kota Subulussalam, sektor tengah melalui kota Kutacane
dan sektor utara, merupakan jalur paling padat yaitu melalui kota Aceh Tamiang, dan
sebelah Utara dengan garis pantai menghadap ke Selat Malaka merupakan lintas laut
terpadat dan menjadi pintu masuk utama dari Negara tetangga Malaysia, Thailand dan
Singapura, karena di pantai Utara tersebut banyak terdapat jalur pelayaran tradisional
dan terdapat pelabuhan alam di kota Langsa.
Provinsi Aceh pemerintahannya dibagi kedalam 18 wilayah Kabupaten dan 5
wilayah kota (23 Kabupaten/Kota) sebagai berikut:
1. Kabupaten Aceh Barat dengan ibukota Meulaboh
2. Kabupaten Aceh Barat Daya dengan ibukota Blang Pidie
3. Kabupaten Aceh Besar dengan ibukota Jantho
4. Kabupaten Aceh Jaya dengan ibukota Calang
5. Kabupaten Aceh Selatan dengan ibukota Tapaktuan
6. Kabupaten Aceh Singkil dengan ibukota Singkil
7. Kabupaten Aceh Tamiang dengan ibukota Karang Baru
8. Kabupaten Aceh Tengah dengan ibukota Takengon
9. Kabupaten Aceh Tenggara dengan ibukota Kutacane
10. Kabupaten Aceh Timur dengan ibukota Idi Rayeuk
11. Kabupaten Aceh Utara dengan ibukota Lhoksukon
12. Kabupaten Bener Meriah dengan ibukota Simpang Tiga Redelong
13. Kabupaten Bireuen dengan ibukota Bireuen
14. Kabupaten Gayo Lues dengan ibukota Blang Kejeren
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
29
15. Kabupaten Nagan Raya dengan ibukota Suka Makmue
16. Kabupaten Pidie dengan ibukota Sigli
17. Kabupaten Pidie Jaya dengan ibukota Meureudu
18. Kabupaten Simeulue dengan ibukota Sinabang
19. Kota Banda Aceh dengan ibukota Banda Aceh
20. Kota Langsa dengan ibukota Langsa
21. Kota Lhokseumawe dengan ibukota Lhokseumawe
22. Kota Sabang dengan ibukota Sabang
23. Kota Subulussalam dengan ibukota Subulussalam
Di Provinsi Aceh pada tahun 2014 terdapat sarana industri kecil obat
tradisional sebanyak 5 sarana, industri kosmetik sebanyak 5 sarana, sarana industri
pangan (MD) sebanyak 27 sarana dan IRTP sebanyak 632 sarana. Sedangkan sarana
distribusi obat dan makanan terdapat sarana distribusi obat PBF sebanyak 26 sarana,
apotek 273 sarana, toko obat 597 sarana, rumah sakit 62 sarana, puskesmas 325
sarana, balai pengobatan 13 sarana, gudang farmasi kabupaten/kota 24 sarana. Sarana
distribusi kosmetik sebanyak 718 sarana, sarana distribusi obat tradisional 597 sarana,
sarana distribusi pangan sebanyak 1.384 sarana. Sarana pengelola narkotika dan atau
psikotropika terdiri dari PBF sebanyak 26 sarana, apotek 273 sarana, rumah sakit
umum sebanyak 46 sarana, gudang farmasi 24 sarana, puskesmas 325 sarana dan balai
pengobatan 13 sarana. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
0
200
400
600
800
5 5 27
632
SARANA PRODUKSI
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
30
Lama waktu perjalanan ke wilayah kerja Kabupaten/Kota rata – rata 14 jam,
paling lama 25 jam dan paling singkat 2 jam. Untuk mencapai lokasi sarana, petugas
Balai Besar POM di Banda Aceh umumnya menggunakan transportasi darat (94%),
selebihnya menggunakan transportasi laut (5%) dan udara (1%). Lokasi sarana yang
menggunakan transportasi laut yaitu Kota Sabang (Pulau Weh), Kabupaten Simeulue
menggunakan transportasi laut dan udara. Untuk melaksanakan pengawasan disatu
wilayah kerja diperlukan rata-rata waktu selama 7,5 jam. Pada tahun 2011 panjang
jalan kabupaten/kota diseluruh provinsi Aceh adalah 13.541,07 Km dimana 3.165,44
Km diantaranya berada dalam kondisi baik, dan 5.681,06 Km dalam kondisi sedang dan
selebihnya 4.994,57 Km dalam kondisi rusak. Total panjang jalan kabupaten/kota
0
200
400
600
800
24 304
685
384
24
SARANA DISTRIBUSI OBAT
0
1000
2000
OTKOS
PANGAN
597 718 1372
SARANA DISTRIBUSI OT, KOS DAN PANGAN
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
31
6.203,57 km beraspal, 4.837,42 km berpermukaan kerikil dan selebihnya sepanjang
2.800,08 km masih berpermukaan tanah.
1.2.12 Isu Strategis
Isu strategis yang dihadapi Balai Besar POM di Banda Aceh adalah
meningkatnya peredaran produk obat, obat tradisional, kosmetik dan makanan yang
tidak memenuhi syarat di wilayah Provinsi Aceh. Peresmian Pelabuhan Krueng
Geukuh di Aceh Utara sebagai jalur masuk kedua bagi produk impor (selain pelabuhan
Sabang di Banda Aceh) dapat meningkatkan peredaran produk obat, obat tradisonal,
kosmetik, dan makanan yang tidak memenuhi syarat.
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Banda Aceh harus mampu
menurunkan jumlah produk yang tidak memenuhi syarat di Provinsi Aceh yaitu obat
yang tidak memenuhi syarat, obat tradisional yang mengandung Bahan Kmia Obat
(BKO), kosmetik yang mengandung bahan berbahaya, suplemen yang tidak memenuhi
syarat dan makanan yang mengandung bahan berbahaya.
Selain itu sejalan dengan diberlakukannya syariat islam, Balai Besar POM di
Banda Aceh diharapkan dapat menurunkan, atau bahkan menghilangkan peredaran
makanan yang tidak halal di masyarakat.
Hasil analisa lingkungan strategis baik eksternal maupun internal dirangkum dalam
tabel 3 berikut :
Tabel 3
Rangkuman Analisis SWOT
HASIL PEMBAHASAN (SWOT)
Kekuatan
(Strengths)
1. Kualitas SDM
2. Integritas Pelayanan Publik diakui secara Nasional
3. Networking yang kuat dengan lembaga-lembaga
pusat/daerah/internasional
4. Pedoman Pengawasan yang jelas
5. Komitmen Pimpinan
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
32
Kelemahan
(Weaknesses)
1. Masih terbatasnya jumlah SDM
2. Masih belum optimalnya sistem manajemen kinerja
3. Terbatasnya sarana dan prasarana baik pendukung maupun
utama
4. Masih kurangnya dukungan IT
Peluang
(Opportunities)
1. Adanya Program Nasional (JKN dan SKN)
2. Perkembangan Teknologi yang sangat cepat
4. Terjalinnya kerjasama dengan instansi terkait
5. Desentralisasi dan Otonomi Daerah
Tantangan
(Threats)
1. Perubahan iklim dunia
2. Lemahnya penegakan hokum
3. Perubahan pola hidup masyarakat
4. Adanya Perjanjian Perdagangan Bebas (Free Trade Area)
5 Perkembangan jumlah penduduk yang sangat cepat
Berdasarkan hasil Analisa SWOT tersebut di atas, maka Balai Besar POM di
Banda Aceh perlu melakukan penguatan organisasi dan Networking dengan lembaga-
lembaga pusat/daerah/internasional, agar faktor-faktor lingkungan strategis yang
mempengaruhi baik dari internal maupun eskternal tidak akan menghambat
pencapaian tujuan dan sasaran organisasi Balai Besar POM di Banda Aceh periode
2015-2019. Dilihat dari keseimbangan pengaruh lingkungan internal antara kekuatan
dan kelemahan serta pengaruh lingkungan eskternal antara peluang dan ancaman,
posisi organisasi Balai Besar POM di Banda Aceh harusnya melakukan pengembangan
dengan meningkatkan dukungan terhadap IT agar dapat mewujudkan visi, misi dan
tujuan organisasi Balai Besar POM di Banda Aceh periode 2015-2019.
Penguatan terhadap organisasi Balai Besar POM di Banda Aceh juga menjadi
prioritas pada RPJMN ketiga ini agar organisasi menjadi kokoh dan mampu bertahan
ditengah suasana krisis ekonomi yang berkepanjangan serta isu perubahan iklim dunia
yang tidak dapat diprediks,i semuanya akan berimbas pada tujuan akhir pembangunan
lima tahun kedepan yaitu ditahun 2019. Adapun perkuatan yang diperlukan disajikan
pada tabel 3 berikut :
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
33
Tabel 4
Penguatan Peran Balai Besar POM di Banda Aceh
Tahun 2015-2019
Penguatan
Sistem
Pengawasan Obat
dan Makanan
a. Pengawasan sarana produksi Obat dan Makanan sesuai
standar
b. Pengawasan sarana distribusi Obat dan Makanan
sesuai standar
c. Sampling dan pengujian laboratorium Obat dan
Makanan
d. Penyidikan dan penegakan hukum
Kerjasama,
Komunikasi,
Informasi dan
Edukasi Publik
a. Mendorong kemitraan dan kemandirian pelaku usaha
melalui Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik
termasuk peringatan publik
b. Pengelolaan data dan informasi Obat dan Makanan
c. Menentukan peta zona rawan peredaran Obat dan
Makanan yang tidak sesuai dengan standar
d. Penyebaran informasi bahaya obat dan makanan yang
tidak memenuhi standard
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
34
BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN BPOM
Berdasarkan kondisi umum, potensi, permasalahan dan tantangan yang
dihadapi ke depan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, maka Balai Besar POM di
Banda Aceh sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai lembaga Pengawasan
Obat dan Makanan dituntut untuk dapat menjamin keamanan, mutu, manfaat/khasiat
Obat dan Makanan tersebut sesuai standar yang telah ditetapkan. Untuk maksud
tersebut, disusun visi dan misi serta tujuan dan sasaran Balai Besar POM di Banda
Aceh.
Gambar 6 Peta Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Periode 2015-2019
SDM DAN ORGANISASI INFRASTRUKTUR
ANGGARAN
Meningkatnya jaminan produk Obat dan Makanan
yang aman untuk meningkatkan kesehatan
masayarakat
Terciptanya iklim inovasi yang kondusif dalam rangka
meningkatkan daya saing obat dan makanan di pasar lokal dan Global
Meningkatnya kualitas kebijakan
teknis pengawasan (NSPK) yang dihasilkan
Meningkatnya kualitas Obat dan Makanan yang beredar
sesuai standard
Meningkatnya kualitas sarana
produksi yang memenuhi standard
Meningkatnya kualitas sarana distribusi yang
memenuhi standard
SDM andal, adaptif,
profesional dan berkredibelitas
Meningkatnya kapasitas Organisasi
Meningkatnya sistem informasi
Meningkatnya akuntabilitas
pengguna dana
Anggaran Badan POM yang memadai
Meningkatnya kualitas sampling dan
pengujian terhadap produk obat dan
makanan yang beredar
Meningkatnya hasil tindaklanjut penyidikan terhadap
pelanggaran obat dan makanan
Meningkatnya kualitas kebijakan pengawasan obat
dan makanan
Meningkatnya kemandirian pelaku
usaha dan kerjasama dengan
stakeholders
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
35
2.1 VISI
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, Balai Besar POM di Banda Aceh
harus memberikan kontribusi yang signifikan bagi keberhasilan pelaksanaan RPJMN
2015-2019 dan RKP Tahunan, melalui penyusunan rencana strategis dan rencana
tahunan yang berkualitas serta optimalisasi pengendalian dan monitoring evaluasi
atas pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan secara efektif dan efisien serta
pelaksanaan tugas-tugas lainnya dari pemerintah.
Kualitas pengawasan Obat dan Makanan dapat dilihat dari: 1) Kualitas
kebijakan dalam penetapan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria terhadap Obat dan
Makanan; 2) Kualitas pengawasan Obat dan Makanan, serta 3) Kerjasama dan
Komunikasi Publik dalam mendorong peran serta masyarakat dalam memanfaatkan
produk-produk Obat dan Makanan sesuai standar. Apabila keseluruhan hal tersebut
dapat terpenuhi maka Balai Besar POM di Banda Aceh telah mampu berperan dalam
mendukung pencapaian, target, sasaran, misi dan visi RPJMN 2015-2019 sesuai visi,
misi Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2014-2019, dan selanjutnya
mendukung pencapaian tujuan berbangsa dan bernegara sesuai amanat UUD 1945,
yaitu mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
Adapun visi Presiden dan Wakil Presiden terpilih dalam RPJMN 2015-2019
adalah sebagai berikut:
“Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian
berlandaskan Gotong Royong”
Misi Presiden dan Wakil Presiden terpilih dalam RPJMN 2015-2019 adalah
sebagai berikut:
1. Terwujudnya keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah,
menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan
mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan,
2. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berlandaskan
negara hukum,
3. Mewujudkan politik luar negeri yang bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai
negara maritim,
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
36
4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera,
5. Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing,
6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju dan kuat dan
berbasiskan kepentingan nasional, dan
7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
Untuk mendukung pencapaian visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden
terpilih dalam RPJMN 2015-2019 tersebut, maka Balai Besar POM di Banda Aceh sesuai
dengan tugas dan kewenangannya sebagai lembaga yang bertanggungjawab dalam
pengawasan Obat dan Makanan menetapkan Visi Balai Besar POM di Banda Aceh
2015-2019 adalah sebagai berikut:
”Obat dan Makanan Aman Meningkatkan Kesehatan Masyarakat
dan Daya Saing Bangsa”
Penjelasan Visi:
Proses penjaminan pengawasan Obat dan Makanan harus melibatkan
masyarakat dan pemangku kepentingan serta dilaksanakan secara akuntabel serta
diarahkan untuk menyelesaikan permasalahan kesehatan yang lebih baik. Sejalan
dengan itu, maka pengertian kata Aman dan Daya Saing adalah sebagai berikut:
Aman : Kemungkinan risiko yang timbul pada penggunaan Obat dan
Makanan telah melalui analisa dan kajian sehingga risiko yang
mungkin masih timbul adalah seminimal mungkin/dapat
ditoleransi/tidak membahayakan saat digunakan pada manusia.
Dapat juga diartikan bahwa khasiat/manfaat Obat dan Makanan
meyakinkan, keamanan memadai, dan mutunya terjamin.
Daya Saing : Kemampuan menghasilkan produk barang dan jasa yang telah
memenuhi standar, baik standar nasional maupun internasional,
sehingga adanya kesiapan suatu produk bangsa untuk interaksi di
masa depan.
2.2 MISI
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
37
Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, diperlukan tindakan nyata sesuai
dengan penguatan peran Balai Besar POM di Banda Aceh sebagaimana yang telah
ditetapkan dalam Bab I. Misi Balai Besar POM di Banda Aceh adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk
melindungi masyarakat
Pengawasan Obat dan Makanan merupakan kegiatan yang komprehensif yaitu
pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, sampling dan pengujian produk serta
penegakan hukum yang dilakukan Balai Besar POM di Banda Aceh. Menyadari
kompleksnya tugas yang diemban Balai Besar POM di Banda Aceh dalam
melindungi masyarakat dari produk yang tidak aman dengan tujuan akhir adalah
masyarakat sehat, serta berdaya saing, maka perlu disusun suatu sasaran strategis
khusus serta mampu mengawalnya selama lima tahun. Di satu sisi tantangan
dalam pengawasan Obat dan Makanan semakin tinggi, sementara sumber daya
yang dimiliki terbatas, maka perlu adanya prioritas dalam penyelenggaraan tugas.
Untuk itu pengawasan Obat dan Makanan akan didesain berdasarkan analisis
risiko yang mana tujuannya untuk mengoptimalkan seluruh sumber daya yang
dimiliki secara proporsional untuk mencapai tujuan sasaran strategis ini.
2. Mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan
keamanan Obat dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan
pemangku kepentingan.
Pelaku usaha sebagai salah satu pilar Sistem Pengawasan Obat dan Makanan
(SISPOM), mempunyai peran yang sangat strategis dalam menjamin produk Obat
dan Makanan aman. Mereka merupakan pemangku kepentingan yang mampu
memberikan jaminan produk yang memenuhi standar dengan memenuhi
ketentuan yang berlaku terkait dengan produksi dan distribusi Obat dan Makanan.
Sebagai lembaga pengawas, Balai Besar POM di Banda Aceh harus bersikap
konsisten terhadap pelaku usaha, yaitu dengan melaksanakan proses pemeriksaan
serta pembinaan dengan baik. Balai Besar POM di Banda Aceh harus mampu
membina dan mendorong pelaku usaha untuk dapat memberikan produk yang
aman, bermanfaat/berkhasiat dan bermutu. Dengan pembinaan secara
berkelanjutan diharapkan nantinya pelaku usaha mempunyai kemandirian dalam
memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan.
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
38
Era perdagangan bebas telah dihadapi oleh seluruh negara di dunia, termasuk
Indonesia. Sementara itu, kontribusi industri Obat dan Makanan terhadap
Pendapatan Nasional Bruto (PDB) cukup siginifikan. Industri makanan, minuman
memiliki kontibusi PDB non migas di tahun 2012 sebesar 36,33 persen, sementara
Industri Kimia dan Farmasi sebesar 12,59 persen (sumber: Laporan Kemenperin
2004-2012). Perkembangan industri makanan, minuman dan farmasi (obat) dari
tahun 2004 sampai dengan 2012 juga mempunyai tren yang meningkat. Hal ini
tentunya merupakan suatu potensi yang luar biasa untuk industri tersebut
berkembang lebih pesat.
Kaitannya dengan perdagangan bebas, industri dalam negeri tidak hanya bersaing
di pasar dalam negeri, namun juga pasar di luar negeri. Sebagai contoh, masih
besarnya impor terhadap obat serta besarnya pangsa pasar dalam negeri dan luar
negeri menjadi tantangan industri obat untuk dapat berkembang. Demikian halnya
dengan industri makanan, dimana pasar dalam negeri dengan besarnya jumlah
penduduk Indonesia sangatlah potensial. Industri kosmetik, obat tradisional dan
suplemen kesehatan pun mempunyai karakteristik yang sama.
Masyarakat dalam hal ini sebagai konsumen mempunyai peran yang sangat
strategis untuk dilibatkan dalam pengawasan Obat dan Makanan, utamanya pada
sisi demand. Sebagai salah satu pilar pengawasan Obat dan Makanan, masyarakat
diharapkan tidak hanya menjadi objek upaya peningkatan kesadaran (awareness)
untuk memilih Obat dan Makanan yang memenuhi standar, tetapi juga diberi
kemudahan akses informasi dan komunikasi terkait Obat dan Makanan sehingga
dapat berperan aktif dalam meningkatkan pengawasan Obat dan Makanan.
Menyadari adanya kekuatan luar biasa yang dimiliki oleh masyarakat, Balai Besar
POM di Banda Aceh melakukan berbagai upaya yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mendukung pengawasan. Upaya
tersebut salah satunya dilakukan melalui kegiatan Pemberdayaan, Komunikasi,
Informasi dan Edukasi kepada masyarakat, serta kemitraan dengan pihak lain.
Di sisi lain, arus globalisasi menjadi tantangan tersendiri karena masuknya produk
yang tidak memenuhi standar dengan harga murah ke wilayah Indonesia.
Comment [u1]: Tambah soal kemitraan dg pihak lain
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
39
Pengetahuan masyarakat yang kurang mengenai syarat keamanan produk Obat
dan Makanan menimbulkan asymmetric information yang dapat dimanfaatkan oleh
produsen nakal untuk menjual produk yang murah namun substandar.
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Balai Besar POM di Banda Aceh tidak
dapat berjalan sendiri, sehingga diperlukan kerjasama atau kemitraan dengan
pihak lainnya. Dalam era otonomi daerah, khususnya terkait dengan bidang
kesehatan, peran daerah dalam menyusun perencanaan pembangunan serta
kebijakan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pencapaian tujuan
nasional di bidang kesehatan. Pengawasan Obat dan Makanan bersifat unik karena
tersentralisasi, yaitu dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Pusat dan
diselenggarakan oleh Balai di seluruh Indonesia. Hal ini tentunya menjadi
tantangan tersendiri dalam pelaksanaan tugas pengawasan, karena kebijakan yang
diambil harus disinkronkan dengan kebijakan dari Pemerintah Daerah. Untuk itu,
dalam melaksanakan tugas pengawasan Balai Besar POM di Banda Aceh bersinergi
dengan lintas sektor terkait, sehingga pengawasan dapat berjalan dengan efektif
dan efisien dalam upaya mencapai tujuan.
3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan BPOM
Untuk mendorong misi pertama dan kedua, diperlukan sumber daya yang
memadai dalam mencapai kapasitas kelembagaan yang kuat. Hal ini
membutuhkan sumber daya yang merupakan modal penggerak organisasi.
Sumber daya dalam hal ini terutama terkait dengan sumber daya manusia dan
sarana-prasarana penunjang kinerja. Ketersediaan sumber daya yang terbatas
baik jumlah dan kualitasnya, maka Balai Besar POM di Banda Aceh harus mampu
mengelola sumber daya tersebut seoptimal mungkin agar dapat mendukung
terwujudnya sasaran program dan kegiatan yang telah ditetapkan. Pada akhirnya,
pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien menjadi sangat penting untuk
diperhatikan oleh seluruh elemen organisasi.
Misi Balai Besar POM di Banda Aceh merupakan langkah utama yang disesuaikan
dengan tugas pokok dan fungsi Balai Besar POM di Banda Aceh. Pengawasan pre-
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
40
dan post-market yang berstandar internasional diterapkan dalam rangka
memperkuat Balai Besar POM di Banda Aceh menghadapi tantangan globalisasi.
Dengan penjaminan mutu produk Obat dan Makanan yang konsisten, yaitu
memenuhi standar aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu, diharapkan Balai
Besar POM di Banda Aceh mampu melindungi masyarakat dengan optimal.
Balai Besar POM di Banda Aceh juga melakukan kemitraan dengan pemangku
kepentingan terkait kerja sama lintas sektor, lintas wilayah, lintas institusi dan
sebagainya yang merupakan potensi yang perlu diperkuat. Semua itu dilakukan
untuk mewujudkan masyarakat yang memiliki kesadaran dan pengetahuan yang
baik terhadap Obat dan Makanan yang beredar di pasaran, sehingga mampu
melindungi diri sendiri dan terhindar dari produk Obat dan Makanan yang
mengandung bahan baku berbahaya dan ilegal.
Dari segi organisasi, perlu meningkatkan kualitas kinerja dengan tetap
mempertahankan sistem manajemen mutu dan prinsip organisasi pembelajar
(learning organization). Untuk mendukung itu, maka Balai Besar POM di Banda
Aceh perlu untuk memperkuat koordinasi internal dan meningkatkan kapasitas
sumber daya manusia serta saling bertukar informasi (knowledge sharing).
2.3 BUDAYA ORGANISASI
Budaya organisasi merupakan nilai-nilai luhur yang diyakini dan harus dihayati
dan diamalkan oleh seluruh anggota organisasi dalam melaksanakan tugasnya. Nilai-
nilai luhur yang hidup dan tumbuh-kembang dalam organisasi menjadi semangat bagi
seluruh anggota organisasi dalam berkarsa dan berkarya.
1. Profesional
Menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektivitas, ketekunan dan
komitmen yang tinggi.
2. Integritas
konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-
nilai luhur dan keyakinan
3. Kredibilitas
Dapat dipercaya, dan diakui oleh masyarakat luas, nasional dan internasional.
4. Kerjasama Tim
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
41
Mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi yang baik.
5. Inovatif
Mampu melakukan pembaruan dan inovasi-inovasi sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi terkini.
6. Responsif/Cepat Tanggap
Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah.
2.4 TUJUAN
Dalam rangka pencapaian visi dan misi pengawasan Obat dan Makanan, maka
tujuan yang akan dicapai dalam kurun waktu 2015-2019 adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya jaminan produk Obat dan Makanan aman, bermanfaat, dan bermutu
dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat;
2. Meningkatnya daya saing Obat dan Makanan di pasar lokal dan global dengan
menjamin mutu dan mendukung inovasi.
Ukuran keberhasilan atau indikator kinerja untuk tujuan tersebut di atas, adalah:
1. Meningkatnya jaminan Obat dan Makanan aman, bermanfaat, dan bermutu dalam
rangka meningkatkan kesehatan masyarakat, dengan indikator:
a. Tingkat kepuasan masyarakat atas jaminan pengawasan Balai Besar POM di
Banda Aceh;
2. Meningkatnya daya saing Obat dan Makanan di pasar lokal dan global dengan
menjamin mutu dan mendukung inovasi, dengan indikator:
a. Tingkat kepatuhan pelaku usaha Obat dan Makanan dalam memenuhi
ketentuan;
b. Tingkat kepuasan pelaku usaha terhadap pemberian bimbingan dan pembinaan
pengawasan Obat dan Makanan.
2.5 SASARAN STRATEGIS
Sasaran strategis ini disusun berdasarkan visi dan misi yang ingin dicapai Balai
Besar POM di Banda Aceh, dengan mempertimbangkan tantangan masa depan dan
sumber daya serta infrastruktur yang dimiliki Balai Besar POM di Banda Aceh. Dalam
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
42
kurun waktu 5 (lima) tahun (2015-2019) ke depan diharapkan BPOM akan dapat
mencapai sasaran strategis sebagai berikut:
1. Menguatnya Sistem Pengawasan Obat dan Makanan
Sistem pengawasan Obat dan Makanan yang diselenggarakan oleh Balai Besar
POM di Banda Aceh merupakan suatu proses yang komprehensif yaitu :Pertama,
adalah pengawasan produk beredar (post-market control) yang dilakukan dengan
melakukan sampling produk Obat dan Makanan yang beredar, serta pemeriksaan
sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan. Kedua, pengujian
laboratorium. Produk yang disampling berdasarkan risiko kemudian diuji melalui
laboratorium guna mengetahui apakah Obat dan Makanan tersebut telah
memenuhi syarat keamanan, khasiat/manfaat dan mutu. Hasil uji laboratorium
ini merupakan dasar ilmiah yang digunakan sebagai dasar dalam menentukan
produk yang tidak memenuhi syarat dan kemudian akan ditarik dari peredaran.
Ketiga, adalah penegakan hukum di bidang pengawasan Obat dan Makanan.
Dalam bisnis Obat dan Makanan yang relatif menjanjikan keuntungan yang besar,
rentan terhadap pelanggaran dari pelaku usaha. Oleh karena itu perlu suatu
upaya penegakan hukum apabila terjadi pelanggaran terkait Obat dan Makanan.
Untuk mengukur capaian sasaran strategis ini, maka dibuat indikator sebagai
berikut:
1. Persentase obat yang memenuhi syarat
2. Persentase obat tradisional yang memenuhi syarat
3. Persentase kosmetik yang memenuhi syarat
4. Persentase suplemen kesehatan yang memenuhi syarat
5. Persentase makanan yang memenuhi syarat
2. Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku
kepentingan, dan partisipasi masyarakat
Pengawasan Obat dan Makanan merupakan suatu program yang terkait dengan
banyak sektor, baik pemerintah maupun non pemerintah. Untuk itu perlu dijalin
suatu kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi yang baik.
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
43
Kerjasama yang telah dilakukan oleh Balai Besar POM di Banda Aceh selama ini
lebih banyak dengan unsur pemerintah serta masih bersifat sporadik, parsial dan
belum dilakukan dengan program yang terukur dan sistematis. Padahal pelibatan
berbagai pihak termasuk masyarakat sangat urgen dan strategis dalam menopang
tugas pengawasan Obat dan Makanan yang menjadi mandat Balai Besar POM di
Banda Aceh. Untuk mendorong kemitraan dan kerjasama yang lebih sistematis
dimulai dengan mengidentifikasi tingkat kepentingan, baik pemerintah maupun
sektor private dan kelompok masyarakat terhadap tugas pokok dan fungsi Balai
Besar POM di Banda Aceh. Setelah itu, mengidentifikasi sumber daya apa yang
telah dimiliki oleh masing-masing institusi tersebut dalam mendukung tugas yang
menjadi mandat Balai Besar POM di Banda Aceh, lalu menentukan indikator
bersama atas keberhasilan program yang (akan) dikerjasamakan. Kerjasama dan
kemitraan bisa dilakukan dengan saling mendukung serta berbagi sumber daya
(bisa dana, program atau SDM) yang tersedia di masing-masing lembaga dengan
terlebih dahulu menentukan tujuan dan kerangka kerjasamanya. Atau bisa juga
dengan “mendelegasikan” program-program yang ada di Balai Besar POM di
Banda Aceh kepada lembaga/ kelompok masyarakat sipil yang memiliki program
yang sejalan dengan Balai Besar POM di Banda Aceh dengan mendukung
pembiayaan program lembaga tersebut. Untuk memastikan bahwa kerjasama ini
bisa berjalan dengan baik dan berkelanjutan, maka harus diikat dengan sebuah
kesepakatan (MoU) yang mengikat kedua belah pihak dengan mengacu pada
tujuan kerjasama yang telah disepakati. Di sisi lain, juga harus disepakati adanya
mekanisme dan sistem monitoring dan evaluasi yang terlembagakan, serta
memastikan bahwa hasil kerjasama ini juga bisa diakses dan dievaluasi bersama
oleh publik yang lebih luas.
Salah satu pilar pengawasan Obat dan Makanan adalah masyarakat sebagai
konsumen. Obat dan Makanan yang diproduksi dan diedarkan di pasaran
(masyarakat) masih berpotensi untuk tidak memenuhi syarat, sehingga
masyarakat harus lebih cerdas dalam memilih dan menggunakan produk Obat
dan Makanan yang aman, bermanfaat dan bermutu. Dalam upaya meningkatkan
kesadaran masyarakat terkait Obat dan Makanan yang memenuhi syarat, harus
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
44
diikuti dengan memberikan kegiatan pembinaan dan bimbingan melalui
Komunikasi, layanan Informasi, dan Edukasi (KIE).
Di samping itu, pengawasan Obat dan Makanan perlu dilakukan oleh pelaku
usaha baik produsen, distributor dan pelaku usaha lain. Pengawasan oleh pelaku
usaha sebaiknya dilakukan dari hulu ke hilir, dari sebelum sampai sesudah
produk beredar, salah satunya adalah meliputi pengawasan Obat dan Makanan di
sarana produksi dan sarana distribusi. Produsen mempunyai peran dalam
memberikan jaminan produk Obat dan Makanan yang memenuhi syarat (aman,
khasiat/bermanfaat dan bermutu) melalui proses produksi yang sesuai dengan
ketentuan. Dari sisi pemerintah, Balai Besar POM di Banda Aceh bertugas dalam
mengkawal kebijakan dan regulasi terkait Obat dan Makanan yang harus
dipenuhi oleh pelaku usaha.
Paradigma Balai Besar POM di Banda Aceh sebagai lembaga pengawas dan
ditakuti oleh pelaku usaha selama ini mulai berubah, dengan adanya upaya yang
dilakukan Balai Besar POM di Banda Aceh dalam menjalin hubungan yang lebih
harmonis dengan para pelaku usaha. Tanpa meninggalkan tugas utama
pengawasan, Balai Besar POM di Banda Aceh berupaya memberikan dukungan
kepada pelaku usaha untuk memperoleh kemudahan dalam usahanya. Salah
satunya melalui jaminan kualitas (quality assurance) pengawasan, melalui
pendampingan regulatory (regulatory assistance).
Sasaran strategis ini berupaya untuk mengakomodasi kegiatan yang mendukung
pada peningkatan daya saing, yaitu melalui jaminan mutu Obat dan Makanan.
Pelaku usaha di bidang Obat dan Makanan harus didukung dalam menghadapi
tantangan perdagangan bebas. Salah satunya adalah dengan memberikan
dukungan regulatory (sistem pengawasan) kepada pelaku usaha secara intensif.
Faktor lainnya yang menjadi variabel penentu dalam meningkatkan kemudahan
usaha adalah daya saing.
Untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran strategis ini, maka dibuat
indikatornya sebagai berikut:
1. Tingkat kepuasan masyarakat
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
45
2. Jumlah Kabupaten / Kota yang memberikan komitmen untuk pelaksanaan
pengawasan Obat dan Makanan dengan memberikan alokasi anggaran
pelaksanaan regulasi Obat dan Makanan
3. Meningkatnya Kualitas Kapasitas Kelembagaan BPOM
Kualitas tatakelola pemerintahan (good governance) adalah prasyarat
tercapainya sasaran strategis Balai Besar POM di Banda Aceh. Penerapan tata
kelola pemerintahan yang baik secara konsisten ditandai dengan berkembangnya
aspek keterbukaan, akuntabilitas, efektivitas, efisiensi, supremasi hukum,
keadilan, dan partisipasi masyarakat. Balai Besar POM di Banda Aceh telah
melaksanakan Reformasi Birokrasi yang terus dipelihara untuk menciptakan
birokrasi yang bermental melayani dan berkinerja tinggi sehingga kualitas
pelayanan publik yang diberikan Balai Besar POM di Banda Aceh akan meningkat.
Sumber daya meliputi 5 M (man, material, money, method, and machine)
merupakan modal penggerak organisasi. Adapun sumber daya dimaksud adalah
yang terkait dengan sumber daya manusia dan sarana-prasarana penunjang
kinerja. Pada akhirnya, pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien menjadi
sangat penting untuk diperhatikan oleh seluruh elemen organisasi. Untuk
memperkuat sistem pengawasan Obat dan Makanan, Balai Besar POM di Banda
Aceh perlu memperkuat kapasitas SDM dalam pengawasan Obat dan Makanan
untuk menjawab tantangan yang terjadi (emerging issus). Dalam hal ini
pengelolaan SDM harus sejalan dengan mandat transformasi UU ASN yang
dimulai dari (i) penyusunan dan penetapan kebutuhan, (ii) pengadaan, (iii) pola
karir, pangkat, dan jabatan, (iv) pengembangan karir, penilaian kinerja, disiplin,
(v) promosi-mutasi, (vi) penghargaan, penggajian, dan tunjangan, (vii)
perlindungan jaminan pensiun dan jaminan hari tua, sampai dengan (viii)
pemberhentian.
Untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran strategis ini, maka dibuat
indikatornya adalah:
1. Nilai SAKIP Balai Besar POM di Banda Aceh dari Badan POM
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
46
Adapun Tabel 3 Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Balai
Besar POM di Banda Aceh periode 2015-2019 sesuai dengan penjelasan di atas, adalah
sebagai berikut :
Tabel 5
Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja BBPOM di Banda Aceh
periode 2015-2019
VISI MISI TUJUAN SASARAN STRATEGIS
INDIKATOR KINERJA
Obat dan Makanan Aman Meningkatkan Kesehatan Masyarakat dan Daya Saing Bangsa
Meningkatkan sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk melindungi masyarakat
Meningkatnya jaminan produk Obat dan Makanan aman
Menguatnya Sistem Pengawasan Obat dan Makanan
1. Jumlah sampel yang diuji menggunakan parameter kritis
2. Pemenuhan target sampling produk obat disektor puplik (IFK);
3. Persentase cakupan pengawasan sarana produksi Obat dan Makanan;
4. Persentase cakupan pengawasan sarana distribusi Obat dan Makanan;
5. Jumlah perkara di bidang Obat dan Makanan
6. Jumlah layanan public Balai Besar POM
7. Jumlah komunitas yang diberdayakan
8. Persentase pemenuhan sarana prasarana sesuai standar
9. Jumlah dokumen perencanaan, penganggaran dan evaluasi yang dilaporkan tepat waktu
Mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan
Meningkatnya daya saing Obat dan Makanan di pasar lokal
Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan
1. Tingkat kepuasan masyarakat;
2. Jumlah Kabupaten /Kota yang memberikan
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
47
jaminan keamanan Obat dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan pemangku kepentingan.
dan global dengan menjamin mutu dan mendukung inovasi
pemangku kepentingan, dan partisipasi masyarakat
komitmen untuk pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan dengan memberikan alokasi anggaran pelaksanaan regulasi Obat dan makanan
Meningkatkan kapasitas kelembagaan BPOM
Meningkatnya Kualitas Kapasitas Kelembagaan BPOM
1. Nilai SAKIP Balai Besar POM di Banda Aceh dari badan POM
Indikator Kinerja Utama ( IKU ) yang dipilih dari indikator Sasaran Strategis
Balai Besar POM di Banda Aceh setelah uraian Sasaran Strategis tersebut diatas adalah
sebagai berikut :
1. Persentase Obat yang memenuhi syarat
2. Persentase Obat Tradisional yang memenuhi syarat
3. Persentase Kosmetik yang memenuhi syarat
4. Persentase Suplemen Kesehatan yang memenuhi syarat
5. Persentase Makanan yang memenuhi syarat
6. Tingkat Kepuasan masyarakat.
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
48
BAB III
ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA KELEMBAGAAN
3.1 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI BADAN POM
Berdasarkan pada hasil Analisa SWOT tersebut di atas, disusun arah kebijakan
dan strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran strategis BADAN POM periode 2015-
2019 yaitu :
Arah Kebijakan yang akan dilaksanakan:
1) Penguatan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk
melindungi masyarakat
2) Peningkatan pembinaan dan bimbingan dalam rangka mendorong kemandirian
pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan dan daya saing produk Obat
dan Makanan
3) Peningkatan Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik melalui
kemitraan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan
Obat dan Makanan
4) Penguatan kapasitas kelembagaan pengawasan OM melalui penataan struktur
yang kaya dengan fungsi, proses bisnis yang tertata dan efektif, budaya kerja yang
sesuai dengan nilai organisasi serta pengelolaan sumber daya yang efektif dan
efisien.
Sedangkan strategi yang akan dilaksanakan mencakup eksternal dan internal:
Eksternal:
1) Penguatan kemitraan dengan lintas sektor terkait pengawasan Obat dan
Makanan;
2) Peningkatan pembinaan dan bimbingan melalui komunikasi, informasi dan
Edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang Obat dan Makanan;
Internal:
3) Penguatan Regulatory System pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko;
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
49
4) Membangun Manajemen Kinerja dari Kinerja Lembaga hingga kinerja
individu/pegawai;
5) Mengelola anggaran secara lebih efisien, efektif dan akuntabel serta diarahkan
untuk mendorong peningkatan kinerja lembaga dan pegawai;
6) Meningkatkan kapasitas SDM pengawas di BADANPOM secara lebih
proporsional dan akuntabel;
7] Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendukung maupun utama dalam
mendukung tugas Pengawasan Obat dan Makanan.
Strategi eksternal lebih ditekankan pada aspek kerjasama dan kemitraan dengan
lintas sektor dan lembaga (pemerintah, dunia usaha dan kelompok masyarakat sipil).
Mengingat begitu kompleksnya tantangan dari lingkungan strategis baik internal
maupun eskternal seperti yang diuraikan pada Bab I tersebut di atas, maka dengan
sendirinya menuntut penyesuaian-penyesuaian dalam mekanisme internal organisasi
dan kelembagaan BPOM sendiri. Untuk konteks kerjasama misalnya, secara
kelembagaan selama ini di BPOM belum ada satu Deputi/Biro/Bagian khusus yang
menangani terkait dengan kerjasama ini. Bahwa ada Biro Kerjasama Luar Negeri, tetapi
fokus tugas dan fungsi Biro ini tidak terkait dengan model kerjasama yang akan
dikembangkan oleh BPOM ke depan. Oleh sebab itu, perlu segera melakukan
pembenahan di level organisasi dan kelembagaan dengan membentuk satu
Deputi/Biro/Bagian khusus yang bertanggungjawab atas program kerjasama dan
kemitraan ini.
Sedangkan strategi internal lebih difokuskan pada pembenahan internal
organisasi dan kelembagaan serta sumber daya pegawai BADAN POM sendiri. Poin
penting yang harus diperhatikan di sini adalah soal SDM pegawai, karena kunci
keberhasilan sebuah lembaga sangat ditentukan dari kualitas SDM-nya. Sistem
pengawasan, manajemen kinerja, pengelolaan anggaran yang efisien, efektif dan
akuntabel, peningkatan kualitas
Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai lembaga pengawasan Obat
dan Makanan tersebut, BADAN POM menetapkan program-programnya sesuai RPJMN
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
50
periode 2015-2019, yaitu program utama (teknis) dan program pendukung (generik),
sebagai berikut:
a. Program Teknis
Program Pengawasan Obat dan Makanan
Program ini dimaksudkan untuk melaksanakan tugas-tugas utama BADAN POM
dalam pengawasan terhadap sarana produksi, pengawasan terhadap sarana
distribusi, sampling dan pengujian Obat dan Makanan beredar, penegakan
hukum, serta pembinaan dan bimbingan kepada pemangku kepentingan.
b. Program Generik
1) Program generik 1. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas
Teknis lainnya.
2) Program generik 2. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana BADAN
POM
Selanjutnya, program-program tersebut dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan
prioritas BADAN POM, sebagai berikut:
a. Kegiatan-kegiatan utama untuk melaksanakan Pengawasan Obat dan Makanan
1) Penyusunan standar Obat dan Makanan berupa Norma, Standar, Prosedur dan
Kriteria (NSPK) pengawasan Obat dan Makanan (pre dan post-market);
2) Peningkatan cakupan pengawasan mutu Obat dan Makanan beredar melalui
penetapan prioritas sampling berdasarkan risiko termasuk iklan dan
penandaan.
3) Peningkatan pengawasan sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan,
sarana pelayanan kesehatan, serta sarana produksi dan sarana distribusi
Pangan dan Bahan Berbahaya;
4) Peningkatan pengawasan narkotika, psikotropika, prekursor, dan zat adiktif;
5) Penguatan kemampuan pengujian meliputi sistem dan sumber daya
laboratorium Obat dan Makanan;
6) Penyidikan terhadap pelanggaran Obat dan Makanan;
7) Peningkatan Pembinaan dan bimbingan melalui kemitraan dengan pemangku
kepentingan, serta meningkatkan partisipasi masyarakat.
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
51
b.Kegiatan untuk melaksanakan ketiga program generik (pendukung):
1) Koordinasi dan Pengembangan Organisasi, Penyusunan Program dan Anggaran,
Keuangan;
2) Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Badan Pengawas Obat
dan Makanan;
3) Pengadaan, Pemeliharaan dan Pembinaan Pengelolaan, serta Peningkatan
Sarana dan Prasarana Penunjang Aparatur BPOM;
4) Peningkatan Kompetensi Aparatur BPOM;
5) Peningkatan kualitas produk hukum, serta Layanan Pengaduan Konsumen dan
Hubungan Masyarakat.
3.2 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI BALAI BESAR POM DI BANDA ACEH
Dalam rangka mewujudkan visi dan misi, tujuan dan sasaran yang ditetapkan, Balai
Besar POM di Banda Aceh menetapkan arah, kebijakan dan strateginya. Arah
Kebijakan yang akan dilaksanakan:
1) Penguatan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk
melindungi masyarakat
2) Peningkatan pembinaan dan bimbingan dalam rangka mendorong kemandirian
pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan dan daya saing produk Obat
dan Makanan
3) Peningkatan Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik melalui
kemitraan dengan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat dalam
pengawasan Obat dan Makanan
Sedangkan strategi yang akan dilaksanakan mencakup eksternal dan internal:
Eksternal:
1) Penguatan kemitraan dengan lintas sektor terkait pengawasan Obat dan
Makanan;
2) Peningkatan pembinaan dan bimbingan melalui komunikasi, informasi dan
Edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang Obat dan Makanan;
Internal:
Comment [a2]: Saya setuju nomenklatur kegiatan dicluster, tetapi apakah memang diperbolehkan/ tidak harus mengikuti restrukturisasi program dan kegiatan?
Comment [a3]: Cluster kegiatan yang mana yang menggambarkan fungsi manajemen SDM yang dikelola Biro Umum selama ini??? Cluster kegiatan yang mana yang menggambarkan fungsi pusat informasi OM.
Comment [a4]: Koordinasi Perumusan Renstra dan Pengembangan Organisasi, Penyusunan Program dan Anggaran, Keuangan serta Evaluasi dan Pelaporan ---narasi yang ada belum menggambarkan fungsi evaluasi dan pelaporan dan perumusan Renstra
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
52
3) Melakukan pengawalan Regulatory pengawasan Obat dan Makanan yang
berbasis risiko;
4) Membangun Manajemen Kinerja secara komprehensif dari kinerja institusi
hingga kinerja individu/pegawai;
5) Mengelola anggaran lebih efisien, efektif dan akuntabel serta diarahkan untuk
mendorong peningkatan kinerja institusi dan pegawai;
6) Meningkatkan kapasitas SDM pengawas secara lebih proporsional dan
akuntabel;
7) Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendukung maupun utama dalam
mendukung tugas Pengawasan Obat dan Makanan.
Strategi eksternal lebih ditekankan pada aspek kerjasama dan kemitraan dengan
lintas sektor dan lembaga (pemerintah, dunia usaha dan kelompok masyarakat sipil).
Mengingat begitu kompleksnya tantangan dari lingkungan strategis baik internal
maupun eskternal maka dengan sendirinya menuntut penyesuaian-penyesuaian dalam
mekanisme internal organisasi.
Sedangkan strategi internal lebih difokuskan pada pembenahan internal
organisasi dan kelembagaan serta sumber daya manusianya. Keterbatasan jumlah SDM
yang dimiliki akan ditingkatkan kompetensinya . Sistem pengawasan, manajemen
kinerja, pengelolaan anggaran yang efisien, efektif dan akuntabel, peningkatan kualitas
Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi, Balai Besar POM di Banda Aceh
sebagai institusi pengawasan Obat dan Makanan telah menetapkan program-
programnya sesuai RPJMN periode 2015-2019, yaitu :
a. Program Teknis
Program ini dimaksudkan untuk melaksanakan tugas-tugas utama Balai Besar
POM di Banda Aceh dalam pengawasan terhadap sarana produksi, pengawasan
terhadap sarana distribusi, sampling dan pengujian Obat dan Makanan beredar,
penegakan hukum, serta pembinaan dan bimbingan kepada pemangku
kepentingan.
b. Program Generik
a. Program generik 1. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas
Teknis lainnya.
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
53
b. Program generik 2. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana.
Selanjutnya, program-program tersebut dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan
prioritas, sebagai berikut:
a. Kegiatan-kegiatan utama untuk melaksanakan Pengawasan Obat dan Makanan
1) Peningkatan cakupan pengawasan mutu Obat dan Makanan beredar
melalui penetapan prioritas sampling berdasarkan risiko termasuk iklan
dan penandaan.
2) Peningkatan pengawasan sarana produksi dan distribusi Obat dan
Makanan, sarana pelayanan kesehatan, serta sarana produksi dan sarana
distribusi Pangan dan Bahan Berbahaya;
3) Peningkatan pengawasan narkotika, psikotropika, prekursor, dan zat
adiktif;
4) Penguatan kemampuan pengujian meliputi sistem dan sumber daya
laboratorium Obat dan Makanan;
5) Penyidikan terhadap pelanggaran Obat dan Makanan;
6) Peningkatan Pembinaan dan bimbingan melalui kemitraan dengan
pemangku kepentingan, serta meningkatkan partisipasi masyarakat.
b. Kegiatan untuk melaksanakan ketiga program generik (pendukung):
1) Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur
2) Pengadaan, Pemeliharaan dan Pembinaan Pengelolaan, serta Peningkatan
Sarana dan Prasarana Penunjang Aparatur;
3) Peningkatan Kompetensi Aparatur;
4) Peningkatan kualitas produk hukum, serta Layanan Pengaduan Konsumen dan
Hubungan Masyarakat.
Untuk mewujudkan pencapaian sasaran strategis, selanjutnya dijabarkan sasaran
program dan kegiatan berdasarkan logic model perencanaan. Adapun logic model
penjabaran terhadap sasaran program dan kegiatan ditampilkan pada gambar 6
sebagai berikut :
Comment [a5]: Saya setuju nomenklatur kegiatan dicluster, tetapi apakah memang diperbolehkan/ tidak harus mengikuti restrukturisasi program dan kegiatan?
Comment [a6]: Cluster kegiatan yang mana yang menggambarkan fungsi manajemen SDM yang dikelola Biro Umum selama ini??? Cluster kegiatan yang mana yang menggambarkan fungsi pusat informasi OM.
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
54
Gambar 7
Log Frame Balai Besar POM di Banda Aceh
Tabel 6 Program/Kegiatan Strategis, Sasaran Program/Kegiatan, dan Indikator
PROGRAM SASARAN
PROGRAM KEGIATAN STRATEGIS
SASARAN KEGIATAN
INDIKATOR
PROGRAM PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN
Menguatnya sistem pengawasan Obat dan Makanan Persentase pangan fortifikasi yang memenuhi ketentuan
Pengawasan Obat dan Makanan di Balai Besar POM di Banda Aceh
Meningkatnya kinerja pengawasan obat dan makanan di seluruh Indonesia
1. Jumlah sample yang
diuji menggunakan
parameter kritis
2. Persentase cakupan
pengawasan sarana
produksi Obat dan
Makanan
3. Pemenuhan target
sampling produk Obat
di sektor publik (IFK)
4. Persentase cakupan
pengawasan sarana
distribusi Obat dan
Makanan
Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan, dan pertisipasi
masyarakat
Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan, dan pertisipasi masyarakat
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
55
5. Jumlah Perkara di
bidang obat dan
makanan
6. Jumlah sarana dan
prasarana yang terkait
pengawasan Obat dan
Makanan
7. Jumlah dokumen
perencanaan,
penganggaran, dan
evaluasi yang
dilaporkan tepat
waktu
8. Jumlah layanan
informasi BBPOM
9. Desa/Kelurahan yang
diintervensi program
Keamanan Pangan
3.3 KERANGKA REGULASI
Dalam melaksanakan pengawasan Obat dan Makanan di wilayah Propinsi Aceh
maka Balai Besar POM di Banda Aceh memerlukan regulasi yang kuat guna
mendukung system pengawasan itu sendiri serta menjadi payung hukum dalam
bertindak. Sebagain instansi teknis , tidak hanya regulasi yang bersifat teknis saja yang
harus dipenuhi, melainkan perlu adanya regulasi yang bersifat adminitratif dan
strategis. Pengawasan Obat dan Makanan merupakan tugas pemerintahan yang tidak
dapat dilakukan sendiri, dan dalam praktiknya dibutuhkan kerjasama dengan banyak
sektor terkait, baik pemerintah maupun swasta.
Berkoordinasi dengan lintas sektor Dinas kesehatan kabupaten/kota sebagai
bagian dari lintas sektornya telah dilakukan dengan intensif. Beberapa kegiatan
diantaranya adalah bersama dalam pengawasan obat dan makanan. Sementara itu
pada pelaksanakan tugas dan fungsi instansi pemerintah harus memperhatikan
peraturan perundang-undangan seperti Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintah Daerah. Terhadap pengawasan Obat dan Makanan menjadikannya
suatu aspek penting yang dilihat dari berbagai segi. Dari segi kesehatan, Obat dan
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
56
Makanan secara tidak langsung mempunyai pengaruh terhadap derajat kesehatan
masyarakat, bahkan tidak hanya derajat kesehatan, namun menyangkut kehidupan
seorang manusia. Obat dan Makanan tidak dapat dipandang sebelah mata dan dianggap
inferior dibanding faktor-faktor lain yang menentukan derajat kesehatan. Selain di
bidang kesehatan, Obat dan Makanan merupakan potensi yang sangat besar dari sisi
ekonomi bagi pelaku usaha (produsen dan distributor), disamping juga dapat
menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup besar dan berkontribusi pada
pengurangan jumlah pengangguran.
Visi Balai Besar POM di Banda Aceh yang bertujuan untuk meningkatkan daya
saing bangsa mempunyai beberapa maksud, diantaranya: pertama, daya saing bangsa
dalam hal ini adalah dengan Obat dan Makanan yang terjamin keamanan, manfaat, dan
mutunya maka secara tidak langsung akan membentuk seorang manusia yang sehat
dan berkualitas. Dengan makanan yang bergizi maka seseorang akan tumbuh dengan
baik jasmani dan rohaninya/kecerdasannya. Obat yang aman dan bermutu akan dapat
menurunkan tingkat risiko kematian akibat penyakit yang tidak berkhasiat, dan pasien
dapat tertolong dengan obat yang bermutu.
Untuk dapat menyelenggarakan tugas pengawasan Obat dan Makanan secara
optimal, maka Balai Besar POM di Banda Aceh perlu ditunjang oleh regulasi atau
peraturan perundang-undangan yang kuat dalam lingkup pengawasan Obat dan
Makanan.
Untuk itu, diperlukan beberapa regulasi yang penting dan dibutuhkan dalam
rangka memperkuat sistem pengawasan antara lain:
1. Peraturan Perundang-undangan terkait pengawasan Obat dan Makanan.
Peraturan ini dapat berupa Peraturan baru atau revisi Peraturan Kepala BPOM
atau Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan yang perlu disusun untuk
meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan. Peraturan Kepala BPOM
yang bersifat teknis maupun non-teknis dapat diidentifikasi sebagai pelaksana dari
kegiatan yang sangat diperlukan dalam pengambilan keputusan di Balai. Beberapa
kegiatan yang terkait diantaranya dalam menetapkan hasil uji laboratorium yang
belum memiliki standar sehingga Peraturan Kepala Badan POM ini sangat
dibutuhkan. Demikian juga Peraturan terkait dengan kegiatan penyidikan.
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
57
2. Norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) terkait pelaksanaan UU No 23 tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintah
konkuren.
3. Memorandum of Understanding (MoU) Penguatan sistem pengawasan Obat dan
Makanan di wilayah Free Trade Zone (FTZ), daerah perbatasan, terpencil dan
gugus pulau. Hal ini diperlukan karena belum optimalnya quality
surveilance/monitoring mutu untuk daerah perbatasan, daerah terpencil dan
gugus pulau. Wilayah ini sangat rentan akan munculnya pelanggaran terhadap
peredaran obat tidak memenuhi persyaratan ataupun pangan, kosmetika dan obat
tradisional TIE.
4. Regulasi yang mendukung optimalisasi Pusat Kewaspadaan Obat dan Makanan
dan Early Warning System (EWS) yang informatif, antara lain: Peraturan baru
terkait KLB dan Farmakovigilans dan Mekanisme pelaksanaan Sistem Outbreak
response dan EWS. Upaya ini dapat membantu memperbaiki Sistem Outbreak
response dan EWS yang belum optimal dan informatif sehingga didapatkan
response yang cepat dan efektif pada saat terjadi outbreak bencana yang berkaitan
dengan bahan obat dan makanan (contohnya adalah penanganan KLB yang belum
memenuhi SOP).
5. Peraturan Kepala Badan POM tentang koordinasi dengan pemerintah daerah serta
Peraturan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota) untuk meningkatkan
efektivitas pengawasan Obat dan Makanan di daerah. Hal ini sangat diperlukan
dalam penguatan hubungan timbal balik antara Balai Besar POM di Banda Aceh
dengan Pemda Propinsi maupun di Kabupaten / Kota.
3.4 KERANGKA KELEMBAGAAN
Untuk memperkuat peran dan fungsi Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di
Banda Aceh dalam melaksanakan mandat Renstra 2015-2019, maka dilakukan
beberapa inisiatif penataan kelembagaan interorganisasi dalam bentuk koordinasi
lintas instansi/lembaga maupun hubungan relasional dengan para pemangku
kepentingan utama.
Beberapa aspek yang harus diintegrasikan dan dikoordinasikan oleh Balai Besar
POM di Banda Aceh agar lebih efisien dan efektif adalah :
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
58
1. Penyesuaian Struktur Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar POM di Banda Aceh sesuai
dengan perubahan lingkungan strategis periode 2015-2019 yang ditetapkan Badan
POM RI. Perkuatan Lembaga Balai Besar POM di Banda Aceh sebagai ujung tombak
perlindungan masyarakat terhadap produk Obat dan Makanan yang tidak memenuhi
syarat keamanan, mutu dan khasiatnya, secara tidak langsung akan mendorong daya
saing produk Obat dan Makanan daerah bersaing di pasar nasional dan internasional.
Oleh sebab itu penjajakan dan peningkatan kelembagaan Balai Besar`POM di Banda
Aceh diarahkan pada aspek:
a. Perkuatan Sistem Pengawasan produk Obat dan Makanan di daerah.
b. Perkuatan kapasitas laboratorium dalam rangka pengujian keamanan, mutu dan
khasiat/manfaat produk Obat dan Makanan sesuai dengan perkembangan terkini.
c. Peningkatan kemampuan SDM dengan cara mengembangkan potensi personil
melalui pelatihan teknis dan manajemen berdasarkan kajian need assessment.
2. Penguatan hubungan dengan lembaga pemerintah di daerah di bidang pengawasan
Obat dan Makanan;
3. Koordinasi dengan lintas sektor terkait yang memiliki tugas sama dalam rangka
mewujudkan pencapaian prioritas pembangunan kesehatan;
4. Koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait yang memiliki tugas sama dalam rangka
penyidikan hukum yang tergabung dalam aparat gabungan penegak hukum. Hal ini
sangat diperlukan karena peredaran Obat dan Makanan ilegal merupakan aspek pidana
yang masuk dalam sistem peradilan pidana;
5. Pemeliharaan Sistem Manajemen Mutu yang telah diimplementasikan untuk
memastikan bisnis proses dan tata laksana baik dalam hal tata kelola pembuatan
keputusan, implementasi keputusan, tata kelola evaluasi, serta manajemen kinerja
dilaksanakan secara efektif, efisien, dan transparan;
6. Penyempurnaan tata laksana dengan membuat prosedur dan instruksi kerja yang
memastikan pelaksanaan pengawasan obat dan makananan dilaksanakan sesuai
standar;
7. Pemantapan pengelolaan SDM ASN, mulai dari perencanaan kebutuhan berdasarkan
analisa jabatan dan analisa beban kerja, peningkatan kompetensi dan profesionalisme
ASN, penilaian kinerja individu ASN, hingga penysunan kebutuhan anggaran untuk
biaya rutin ASN.
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
59
BAB IV
TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN
4.1 Target Kinerja
Sebagaimana sasaran strategis Badan POM RI sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan, maka target Balai Besar POM di Banda Aceh tahun 2015-2019
sesuai dengan indikator masing-masing sasaran strategis adalah sebagai
berikut:
Tabel 7
Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja
Sasaran
Strategis
Indikator Target Kinerja
2015 2016 2017 2018 2019
Menguatnya
Sistem
Pengawasan
Obat dan
Makanan
Persentase obat
yang memenuhi
syarat meningkat
97,00 97,50 98,00 98,50 99,00
Persentase Obat
Tradisional yang
memenuhi syarat
meningkat
78,00 79,00 80,00 81,00 82,00
Persentase Kosmetik
yang memenuhi
syarat meningkat
90,00 91,00 92,00 93,00 94,00
Persentase
Suplemen Makanan
yang memenuhi
syarat meningkat
80,00 81,00 82,00 83,00 84,00
Persentase Makanan
yang memenuhi
syarat meningkat
88,00 88,50 89,00 89,50 90,00
Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan, dan partisipasi masyarakat
Tingkat Kepuasan Masyarakat
98 98 98 98 98
Jumlah Kabupaten/Kota yang memberikan komitmen untuk pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan
24 24 24 24 24
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
60
dengan memberikan alokasi anggaran pelaksanaan regulasi Obat dan Makanan
Meningkatnya
kualitas
kapasitas
kelembagaan
BPOM
Nilai SAKIP BPOM
dari MENPAN
A A A A A
Untuk mencapai Sasaran Strategis Menguatnya Sistem Pengawasan Obat dan Makanan
dilaksanakan Program Pengawasan Obat dan Makanan melalui Kegiatan-Kegiatan:
1. Pengawasan Sarana Distribusi Obat
2. Pengawasan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif
3. Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen
Kesehatan
4. Penilaian Keamanan Pangan
5. Inspeksi dan Sertifikasi Pangan
6. Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya
7. Surveilan dan Promosi Keamanan Pangan
8. Pemeriksaan secara Laboratorium, Pengujian dan Penilaian Keamanan,
Manfaat dan Mutu Obat dan Makanan, serta Pembinaan Laboratorium POM
9. Investigasi Awal dan Penyidikan terhadap Pelanggaran Bidang Obat dan
Makanan
Untuk mencapai Sasaran Strategis Meningkatnya jaminan kualitas pembinaan
dan bimbingan dalam mendorong kemandirian pelaku usaha dan kemitraan
dengan pemangku kepentingan dilaksanakan Program Pengawasan Obat dan
Makanan melalui Kegiatan-Kegiatan:
1. Pengawasan Sarana Distribusi Obat / Peningkatan Kemandirian Pelaku
Usaha Obat
2. Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen
Kesehatan/Peningkatan Kemandirian Pelaku Usaha Obat Tradisional,
Kosmetik dan Suplemen Kesehatan
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
61
3. Inspeksi dan Sertifikasi Pangan/Peningkatan Kemandirian Pelaku Usaha
Pangan Olahan
Untuk mencapai Sasaran Strategis meningkatnya kualitas kapasitas organisasi
dilaksanakan:
(i) Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis melalui
Kegiatan-Kegiatan:
1. Koordinasi Kegiatan Layanan Pengaduan Konsumen, dan Hubungan
Masyarakat
2. Koordinasi Perumusan Renstra
3. Peningkatan Kapasitas dan Kapabilitas SDM Aparatur Negara
4. Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur
5. Pelayanan Informasi Obat dan Makanan, Informasi Keracunan dan
Teknologi Informasi
(ii) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana melalui Kegiatan-Kegiatan:
1. Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
2. Pengadaan, Pemeliharaan dan Pembinaan Pengelolaan Sarana dan
Prasarana Penunjang Aparatur
4.2 KERANGKA PENDANAAN
Sesuai target kinerja masing-masing indikator kinerja yang telah ditetapkan
maka kerangka pendanaan untuk mendukung pencapaian tujuan dan sasaran
strategis Balai Besar POM di Banda Aceh tahun 2015-2019 adalah sebagai
berikut :
Tabel 8
Sasaran Strategis, Indikator Kinerja dan Pendanaan
Sasaran
Strategis
Indikator Alokasi (dalam Jutaan Rupiah)
2015 2016 2017 2018 2019
Menguatnya
Sistem
Pengawasan
Obat dan
Makanan
Persentase obat
yang memenuhi
syarat meningkat
95,55 110,36 120,39 130,43 143,80
Persentase Obat
Tradisional yang
memenuhi syarat
71,66 82,77 90,29 97,82 107,85
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
62
Sasaran
Strategis
Indikator Alokasi (dalam Jutaan Rupiah)
2015 2016 2017 2018 2019
meningkat
Persentase
Kosmetik yang
memenuhi syarat
meningkat
143,33 165,54 180,59 195,64 215,70
Persentase
Suplemen Makanan
yang memenuhi
syarat meningkat
23,89 27,59 30,10 32,61 35,95
Persentase
Makanan yang
memenuhi syarat
meningkat
143,33 165,54 180,59 195,64 215,70
Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan, dan partisipasi masyarakat
Tingkat Kepuasan Masyarakat
157 165 173 182 191
Jumlah Kabupaten/Kota yang memberikan komitmen untuk pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan dengan memberikan alokasi anggaran pelaksanaan regulasi Obat dan Makanan
19.960 19.960 19.960 19.960 19.960
Meningkatnya
kualitas
kapasitas
kelembagaan
BPOM
Nilai SAKIP BPOM
dari MENPAN
17254,624
18980,086
20878,095
22965,904
25262,494
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
63
BAB V
PENUTUP
Renstra Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019 adalah panduan
pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya untuk 5 (lima) tahun ke depan. Keberhasilan
pelaksanaan Renstra Tahun 2015-2019 sangat ditentukan oleh kesiapan organisasi,
ketatalaksanaan, SDM dan sumber pendanaannya.
Renstra Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019 merupakan
komitmen bersama seluruh jajaran di dalam unit kerja untuk mencapai visi dan misi
sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya yang pada akhirnya adalah pencapaian
Pembangunan Nasional dalam RPJMN. Renstra ini masih perlu dijabarkan dalam
rumusan rumusan yang lebih operasional yang kemudian dijabarkan dalam langkah
nyata berupa kegiatan kegiatan yang bersifat preventif dan represif.
Evaluasi Renstra akan dilaksanakan setiap tahunnya didasarkan pada Peraturan
Pemerintah No. 39 Tahun 2006 tentang Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan
Rencana Pembangunan Nasional. Dengan penuh harapan pelaksanaan Renstra Balai
Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019 dapat dilaksanakan bersama dengan
harmonis sehingga akan memberikan kontribusi “Terwujudnya Indonesia yang
Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong” yang
merupakan program kerja Presiden dan wakil Presiden terpilih periode 2014 - 2019
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
64
LAMPIRAN 1
Matriks Kinerja dan Pendanaan Balai Besar POM BANDA ACEH
Pro gram/ Keg
ia tan
Sasaran Program (Outcome)/Sasaran
Kegiatan (Output)/Indikator
Lokasi
Baselin
e (Realisasi
2014)
Target Alokasi (dalam Jutaan rupiah)
Unit Pelak sana
K/L-N-B-NS-BS 2015 2016
2017
2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Banda Aceh
SS 1
Menguatnya sistem pengawasan Obat dan Makanan
1.1.
Persentase obat yang memenuhi syarat
Provinsi Aceh
98.79%
97.00 97.50 98.0
0 98.5
0 99.0
0 95.55
110.36
120.39 130.4
3
143.80
BBPOM B. Aceh
Badan POM
1.2.
Persentase obat Tradisional yang memenuhi syarat
Provinsi Aceh
85.71%
78.00 79.00 80.0
0 81.0
0 82.0
0 71.66 82.77 90.29 97.82
107.85
BBPOM B. Aceh
Badan POM
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
65
1.3.
Persentase Kosmetik yang memenuhi syarat
Provinsi Aceh
99.88%
90.00 91.00 92.0
0 93.0
0 94.0
0 143.3
3 165.5
4 180.59
195.64
215.70
BBPOM B. Aceh
Badan POM
1.4.
Persentase Suplemen Kesehatan yang memenuhi syarat
Provinsi Aceh
98.28%
80.00 81.00 82.0
0 83.0
0 84.0
0 23.89 27.59 30.10 32.61
35.95
BBPOM B. Aceh
Badan POM
1.5.
Persentase makanan yang memenuhi syarat
Provinsi Aceh
75.37%
88.00 88.50 89.0
0 89.5
0 90.0
0 143.3
3 165.5
4 180.59
195.64
215.70
BBPOM B. Aceh
Badan POM
SS 2
Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan, dan partisipasi masyarakat
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
66
2.1
Tingkat Kepuasan Masyarakat
Provinsi Aceh
NA 98.00 98.00 98.0
0 98.0
0 98.0
0 157 165 173 182
191
BBPOM B. Aceh
Badan POM
2.2
Jumlah Kabupaten/Kota yang memberikan komitmen untuk pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan dengan memberikan alokasi anggaran pelaksanaan regulasi Obat dan Makanan
Provinsi Aceh
3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 19960 19960 19960 19960
19960
BBPOM B. Aceh
Badan POM
SS 3
Meningkatnya kualitas kapasitas kelembagaan BPOM
3.1
Nilai SAKIP BBPOM/BPOM dari Badan POM
Provinsi Aceh
A A A A A A 17254
.624 18980.0
86 20878
.095 22965
.904
25262.494
BBPOM B. Aceh
Badan POM
Program Pengawasan Obat dan Makanan
SP 1
Menguatnya sistem pengawasan Obat dan Makanan
2303 2642 2856 3079
339
5
BBPOM B. Aceh
Badan POM
1.1.
Persentase obat yang memenuhi syarat
Provinsi Aceh
98.79%
97.00 97.50 98.0
0 98.5
0 99.0
0 95.55 110.36
120.39
130.43
143.80
BBPOM B. Aceh
Badan POM
1.2.
Persentase obat Tradisional yang memenuhi syarat
Provinsi Aceh
85.71%
78.00 79.00 80.0
0 81.0
0 82.0
0 71.66 82.77 90.29 97.82
107.85
BBPOM B. Aceh
Badan POM
1.3.
Persentase Kosmetik yang memenuhi syarat
Provinsi Aceh
99.88%
90.00 91.00 92.0
0 93.0
0 94.0
0 143.3
3 165.54
180.59
195.64
215.70
BBPOM B. Aceh
Badan POM
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
67
1.4.
Persentase Suplemen Kesehatan yang memenuhi syarat
Provinsi Aceh
98.28%
80.00 81.00 82.0
0 83.0
0 84.0
0 23.89 27.59 30.10 32.61
35.9
5
BBPOM B. Aceh
Badan POM
1.5.
Persentase makanan yang memenuhi syarat
Provinsi Aceh
75.37%
88.00 88.50 89.0
0 89.5
0 90.0
0 143.3
3 165.54
180.59
195.64
215.70
BBPOM B. Aceh
Badan POM
1.6.
Persentase pangan fortifikasi makanan yang memenuhi ketentuan
Provinsi Aceh
88.00 88.50 89.0
0 89.5
0 90.0
0 143.3
3 165.54
180.59
195.64
215.70
BBPOM B. Aceh
Badan POM
SP 2
Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan, dan pertisipasi masyarakat
2.1
Tingkat Kepuasan Masyarakat
Provinsi Aceh
NA 98.00 98.00 98.0
0 98.0
0 98.0
0 157 165 173 182
191
BBPOM B. Aceh
Badan POM
2.2
Jumlah Kabupaten/Kota yang memberikan komitmen untuk pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan dengan memberikan alokasi anggaran pelaksanaan regulasi Obat dan Makanan
Provinsi Aceh
24.00 24.00 24.00 24.0
0 24.0
0 24.0
0 62 70 70 72
75 BBPOM B. Aceh
Badan POM
SP 3
Meningkatnya kualitas kapasitas kelembagaan BPOM
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
68
3.1
Nilai SAKIP BBPOM/BPOM dari Badan POM
Provinsi Aceh
A A A A A A 17254
.624 18980.0
86 20878
.095 22965
.904
25262.494
BBPOM B. Aceh
Badan POM
Kegiatan Pengawasan Obat dan Makanan di Balai Banda Aceh
Meningkatnya kinerja pengawasan obat dan makanan di BB POM di Banda Aceh
1 Jumlah sampel yang diuji menggunakan parameter kritis
Provinsi Aceh
2,900 2500 2500 2500 2500 2500 477.7
50 551.801
601.965
652.129
719.014
BBPOM B. Aceh
Badan POM
2 Pemenuhan target sampling produk Obat di sektor publik (IFK)
Provinsi Aceh
76.67%
100.00%
100.00%
100.00%
100.00%
100.00%
0.000 0.000 0.000 0.000
0.000
BBPOM B. Aceh
Badan POM
3 Persentase cakupan pengawasan sarana produksi Obat dan Makanan
Provinsi Aceh
25% 25% 63% 63% 63% 63% 65.66
3 71.507
72.229
72.229
75.841
BBPOM B. Aceh
Badan POM
4 Persentase cakupan pengawasan sarana distribusi Obat dan Makanan
Provinsi Aceh
43% 43 % 43 % 43 % 43 % 43 %
1,315.089
1494.468
1,569.
192
1,647.
651
1,771.22
5
BBPOM B. Aceh
Badan POM
5 Jumlah Perkara di bidang obat dan makanan
Provinsi Aceh
10 8 9 10 11 12 444.1
96 524.707
612.158
707.042
829.167
BBPOM B. Aceh
Badan POM
6 Jumlah layanan publik BBPOM di Banda Aceh
Provinsi Aceh
480 500 530 555 580 610 603.9
75 704.638
801.525
906.340
1,043.90
9
BBPOM B. Aceh
Badan POM
7 Jumlah Komunitas yang diberdayakan
Provinsi Aceh
11 16 21 26 31 36 747.4
54 850.229
961.413
1081.589
1240.22
2
BBPOM B. Aceh
Badan POM
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
69
8 Persentase pemenuhan sarana prasarana sesuai standar dibandingkan standar minimal lab.BPOM Banda Aceh termasuk kelompok II. Standar minimal (kimia dan mikro) kelompok II sesuai SK Kabadan. 1.Neraca=24 2.FTIR=0 3.HPLC=8 4.GC=25.GCMS=26.LCMS=17. AAS=28. Alat uji disolusi=2,9. UPLC=110. TLC System=211. Inkubator=1312. LAF/BSF=613. Autoclaf=314. Spektrofotometer=315. Protein Analyzer=1
Provinsi Aceh
77 79 83 85 87 89 890.000 (pengadaan alat penunjang, tidak ada pembelian kategori 15 alat utama)
1.500.000 (pengadaan 1 bh AAS, 1 bh neraca semimikro, microwave digesti, alat penunjang)
2.000.000 (pengadaan 1 bh GC, 1 bh BSF, alat penunjang)
5.500.000 (pengadaan 1 bh neraca mikro, 1 bh LCMS, alat penunjang)
2.500.000 (pengadaan 1 bh HPLC, alat penunjang)
BBPOM B. Aceh
Badan POM
9 Jumlah dokumen perencanaan, penganggaran, dan evaluasi yang dilaporkan tepat waktu
Provinsi Aceh
10 10 9 10 9 10
1,298.209
1,428.0
30
1,570.
833
1,727.
916
1,900.70
8
BBPOM B. Aceh
Badan POM
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
70
LAMPIRAN 2
Matriks Kerangka Regulasi
No
Arah Kerangka Regulasi dan/atau Kebutuhan
regulasi
Urgensi Pembentukan Berdasarkan Evaluasi Regulasi
Eksisting, Kajian dan Penelitian
Unit Penanggung jawab/
Unit Terkait
Institusi
1 Peraturan Perundang-undangan terkait pengawasan Obat dan Makanan
Meningkatkan efektifitas pengawasan Obat dan Makanan 1. Bidang PEMDIK 2. Bidang SERLIK 3. Bidang Pengujian
2 Norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) terkait pelaksanaan UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintah konkuren
Terciptanya sinergi antara Pemerintah Pusat dan Daerah berdasarkan UU No. 23 tahun 2014 pasal 16 dalam hal: 1. Pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan 2. Sebagai pedoman Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pengawasan Obat dan Makanan
1. Bidang PEMDIK 2. Bidang SERLIK
3 Memorandum of Understanding (MoU) Penguatan sistem pengawasan Obat dan Makanan diwilayah Kab./Kota
Belum optimalnya pengawasan terhadap obat dan makanan di Kab./Kota
1. Bidang SERLIK
4 Regulasi yang mendukung optimalisasi Pusat Kewaspadaan Obat dan Makanan dan EWS yang informatif, antara lain: - Peraturan baru terkait KLB dan Farmakovigilans - Mekanisme pelaksanaan Sistem Outbreak response dan EWS
Sistem Outbreak response dan EWS belum optimal dan informatif. Diperlukan response yang cepat dan efektif pada saat terjadi outbreak bencana yang berkaitan dengan bahan obat dan makanan (co. Obat terkontaminasi etilen glikol)
1. Bidang PEMDIK 2. Bidang SERLIK 3. Bidang Pengujian
5 Peraturan Kepala BPOM tentang koordinasi dengan pemerintah daerah serta Peraturan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota) untuk meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan di daerah
Pengawasan Obat dan Makanan tidak dapat berhasil tanpa adanya kerjasama dan komitmen dari daerah dalam mendukung BPOM
1. Bidang PEMDIK 2. Bidang SERLIK
Rencana Strategis Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2015-2019
71
KEPUTUSAN KEPALA BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI BANDA ACEH
NOMOR : HK.06.02.81.05.15.8.15.3039 TAHUN 2015
TENTANG
RENCANA STRATEGIS BALAI BESAR PENGAWAS
OBAT DAN MAKANAN DI BANDA ACEH TAHUN 2015-2019
KEPALA BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI BANDA ACEH,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 3 Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana
Strategis Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun 2015-2019, perlu
menetapkan Keputusan Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di
Banda Aceh tentang Rencana Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan di Banda Aceh Tahun 2015-2019;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4421);
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4664);
4. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja
Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013;
5. Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi
dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor
4 Tahun 2013;
6. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019;
7. Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Pedoman Penyusunan dan Penelaahan Rencana Strategis
-2- Kementerian/Lembaga (Renstra K/L) 2015-2019;
8. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.05.21.4231 Tahun 2004;
9. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 14 Tahun
2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di
Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1714);
10. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 2 Tahun
2015 tentang Rencana Strategis Badan Pengawas Obat dan Makanan
Tahun 2015-2019 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 515);
11. Keputusan Sekretaris Utama Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor … Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Sekretariat Utama
Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun 2015-2019;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPALA BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI BANDA ACEH
TENTANG RENCANA STRATEGIS BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN
MAKANAN DI BANDA ACEH TAHUN 2015-2019.
Pertama : Menetapkan dan mengesahkan Rencana Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan di Banda Aceh Tahun 2015-2019, yang selanjutnya disebut Renstra
Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Banda Aceh, sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Keputusan ini.
Kedua : Renstra Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Banda Aceh memuat
visi, misi, tujuan, sasaran strategis, kebijakan, strategi, program, dan
kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsi Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan di Banda Aceh dalam rangka mencapai sasaran strategis Badan
Pengawas Obat dan Makanan.
Ketiga : Renstra Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Banda Aceh
sebagaimana dimaksud pada diktum Kedua berfungsi sebagai:
-3-
a. acuan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Banda Aceh dalam
menyusun dokumen perencanaan tahunan;
b. dasar penyelenggaraan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Banda Aceh.
Keempat : Terhadap pelaksanaan Renstra Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di
Banda Aceh dilakukan:
a. pemantauan secara berkala; dan
b. evaluasi pada paruh waktu dan tahun terakhir periode Rencana
Strategis.
Kelima : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Banda Aceh pada tanggal 104 Mei 2015 KEPALA BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI BANDA ACEH,
Dra. Syamsuliani,Apt., MM. NIP. 19590404 198903 2 001