bakaljadibab2
TRANSCRIPT
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1 Ubi Kayu (Singkong)
Ubi kayu atau dalam bahasa latin Manihot Esculenta, Crantz. merupakan
tanaman yang berasal dari Amerika Latin tepatnya Brazil dan diperkirakan masuk
ke wilayah Indonesia pada tahun 1852. (Ceballos dkk. 2010 dalam Wahyu
Nirwanto 2012). Ubi kayu merupakan jenis umbi-umbian yang dimanfaatkan
umbinya sebagai bahan makanan karena memiliki kandungan karbohidrat yang
tinggi.
Dalam sistematika tumbuhan, ubi kayu termasuk ke dalam kelas Dicotyledoneae.
Ubi kayu berada dalam family Euphorbiaceae yang mempunyai 7.200 spesies,
beberapa diantaranya adalah tanaman yang memiliki nilai komersial seperti karet
(Hevea Brasiliensis), jarak (Ricinus comunis dan Jathropha Curcas), umbi-
umbian (Manihot spp), dan tanaman hias (Euphorbia spp). Klasifikasi tanaman
ubi kayu adalah sebagai berikut :
Kelas : Dicotyledoneae
Sub Kelas : Archichlamydeae
Ordo : Euphorbiale
Famili : Euphorbiaceae
Sub Famili : Manihotae
Genus : Manihot
Spesies : Manihot Esculenta Crantz
Tanaman ubi kayu dapat tumbuh didaerah antara 30LU dan 30LS dan pada
ketinggian dari 0 hingga 1800 mdpl. Ubi kayu dapat hidup di lahan marginal,
toleran terhadap kekeringan, resisten terhadap hama dan penyakit. Ubi kayu tidak
dapat hidup pada daerah iklim sedang dan hanya tumbuh pada daerah tropis dan
subtropis.
Genus manihot memiliki total 100 spesies yang telah di klasifikasikan tetapi
hanya spesies Manihot Esculenta Crantz yang dikultivasi secara komersial. Secara
konvensional ubi kayu diperbanyak menggunakan biji atau stek batang. Menurut
Alves 2002; Ceballos dkk 2010 merupakan cara yang paling umum digunakan
termasuk di Indonesia.
Ubi kayu dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 1-4 meter dengan periode
penanaman dan pemanenan 6-12 bulan untuk genotip unggul dan lebih dari 12
bulan untuk genotip tidak unggul. Bagian dari tanaman ini berupa akar, batang,
daun dan bunga.
Akar ubi kayu merupakan bagian yang berfungsi sebagai organ penyimpanan
utama ubi kayu. Secara anatomis akar ubi kayu bukan merupakan umbi, tetapi
akar sejati yang tidak dapat digunakan untuk perbanyakan vegetatif. Akar
penyimpanan pada ubi kayu memiliki tiga jaringan berbeda yaitu periderm,
korteks dan parenkim. Ukuran dan bentuk akar tergantung kondisi genotip dan
lingkungan.
Batang ubi kayu memiliki panjang 1-4 meter dengan bentuk silindris dengan
diameter berkisar 2 sampai 6 cm. Batang ini dibentuk oleh nodus dan internodus.
Panjangnya nodus dan internodus bervariasi bergantung pada genotipe, umur
tanaman dan faktor lingkungan. Warna batang bervariasi mulai putih keabu-abuan
sampai coklat atau coklat tua.
Daun ubi kayu termasuk daun tidak lengkap (incompletes) karena hanya terdiri
atas lamina dan tangkai daun. Daunnya memiliki pertulangan daun menjari dan
terdiri atas 3-9 lobus dan memiliki filotaksis 2/5. Daun yang letaknya dekat
dengan perbungaan biasanya berukuran lebih kecil dan hanya terdiri atas tiga
lobus (Alves 2002 dalam Nirwanto 2012). Permukaan atas daun dilapisi kutikula
yang mengkilap. Stomata terdapat pada bagian bawah (abaksial) daun dan
memiliki bentuk parasitic. Tiap daun yang telah dewasa dikelilingi dua stipula
dengan panjang kira-kira 0.5-1.0 cm. panjang petioles daun biasanya bervariasi
antara 5-30cm.
Ubi kayu memiliki bunga jantan dan betina yang terdapat pada satu pohon
(monocious). Bunga ubi kayu tidak memiliki struktur calyx atau corolla tetapi ada
struktur yang disebut perianth atau perigonium. Ukuran bunga jantan setengah
dari ukuran bunga betina. Pedicelus bunga jantan tipis, lurus dan pendek,
sedangkan pedicelus bunga betina tebal, melengkung dan panjang. Bunga ubi
kayu mengalami protogini dimana bunga betina pada perbungaan yang sama
dengan bunga jantan membuka 1-2 minggu lebih cepat (Alves 2002 dalam
Nirwanto 2012).
Seluruh bagian dari tanaman ubi kayu sebenarnya dapat dimanfaatkan. Akan
tetapi sebagian besar yang termanfaatkan hanya umbinya saja. Umbi ubi kayu
dapat diolah menjadi dekstrin pada industry tekstil, asam sitrat, monosodium
glutamate, glukosa kristal, makanan ternak, dan tepung tapioka. Sedangkan bagian
batangnya dimanfaatkan sebagai bibit stek yang akan di tanam kembali. Batang
yang dijadikan bibit ini hanya 10% nya saja sedangkan 90% sisanya menjadi
limbah. Limbah dari tanaman ubi kayu merupakan biomassa sumber lignoselulosa
yang dapat dimanfaatkan sebagai biofuel. Komposisi utama batang ubi kayu
tertera pada table 1.
Tabel 1. Komposisi utama batang ubi kayu (Manihot Utillisima)
Sumber : Widodo. Dkk., 2013
2.2 Lignoselulosa
Bahan lignoselulosa merupakan bahan yang terdiri dari tiga komponen penyusun
utama yaitu lignin, selulosa dan hemiselulosa. Ketiga komponen tersebut
membentuk suatu ikatan kompleks yang menjadi bahan dasar penyusun dinding
sel tumbuhan. Besarnya komposisi bahan penyusun tersebut bergantung pada
jenis biomassa, umur, kondisi lingkungan tempat biomassa tersebut tumbuh dan
berkembang.
Selulosa (C6H10O5)n merupakan merupakan penyusun dinding sel tanaman yang
hampir tidak dapat ditemui dalam keadaan murni tetapi selalu berikatan dengan
lignin dan hemi selulosa membentuk lignoselulosa. Selulosa merupakan polimer
glukosa β-1,4 glukosida dalam rantai lurus. Selulosa terdiri dari 15-14.000 unit
molekul glukosa. Selulosa terdiri dari daerah kristalin dan amorf yang membentuk
suatu struktur dengan kekuatan tegangan tinggi yang pada umumnya tahan
terhadap hidrolisis enzimatik terutama pada daerah kristalin. Ikatan β-1,4
glukosida pada serat selulosa dapat dipecah menjadi glukosa dengan cara
hidrolisis asam atau hidrolisis enzimatik.
Lignin merupakan polimer aromatic alami yang bercabang dan mempunyai unsure
tiga dimensi yang terbuat dari fenil propanoid yang saling terhubung dengan
ikatan yang bervariasi. Lignin merupakan zat keras, lengket, kaku dan mudah
teroksidasi. Lignin membentuk matriks yang mengelilingi selulosa dan
hemiselulosa penyedia kekuatan pohon dan pelindung dari biodegradasi. Lignin
sangat resisten terhadap degradasi baik secara biologis, kimia maupun enzimatik.
Hemiselulosa merupakan polimer yang tersusun dari bermacam-macam jenis gula.
Monomer gula penyusun hemiselulosa terdiri dari monomer gula berkarbon 5 (C-
5) dan 6 (C-6), misalnya: xylosa, mannose, glukosa, galaktosa, arabinosa, dan
sejumlah kecil ramnosa, asam glukoroat, asam metal glukoronat, dan asam
galaturonat. Struktur hemiselulosa dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan
komposisi dari rantai utamanya yaitu : D-xylan (1-4βxilosa), D-manan ((1–4)β -
D-mannosa), D-xiloglukan dan D-galaktan (1-3β -D-galaktosa). Hemiselulosa
lebih mudah dihidrolisis daripada selulosa, tetapi gula C-5 lebih sulit difermentasi
menjadi etanol daripada gula C-6.
2.3 Pretreatment Lignoselulosa
Komponen selulosa dan hemiselulosa dilindungi oleh lignin yang kuat sehingga
proses hidrolisis gula dari lignoselulosa akan terhalangi. Pretreatment
lignoselulosa dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan area permukaan
(porositas) selulosa sehingga meningkatkan konversi selulosa menjadi glukosa.
Proses pretreatment ini akan memecah lignin sehingga hidrolisis gula dapat
berlangsung lebih baik. Tujuan pretreatment secara skematis ditunjukan oleh
gambar 1.
Gambar 1. Skematis tujuan pretreatment.
Selain untuk memecah lignin, pretreatment diperlukan untuk menghilangkan
lignin dan hemiselulosa, menurunkan kekristalan selulosa sehingga meningkatkan
fraksi amorph selulosa dan juga dapat meningkatkan kemampuan pembentukan
gula selama proses hidrolisis, menghalangi terbentuknya inhibitor pada proses
hidrolisis dan fermentasi, menghalangi kehilangan karbohidrat dan biaya yang
efektif.
Beberapa teknologi pretreatment yang telah banyak digunakan dan dikembangkan
antara lain (1) secara fisika (mekanik dan pirolisis) (2) fisika kimia (steam
explosion, liquid hot water, CO2 explosion, dan ammonia fiber explosion/AFEX)
(3) kimia (alkali, larutan asam, pelarut organic) (4) biologi (jamur).
Perkembangan teknologi pretreatment dewasa ini mengarah pada teknologi yang
efektif, hemat energi dan hemat biaya. Salah satu teknologi yang ditawarkan
adalah perendaman dalam larutan amoniak pada temperatur ruang (SAA/soaking
in aqueous ammonia). Reagen ini efektif untuk menghilangkan lignin dari
biomassa dengan reaksi utama menghidrolisis ikatan eter. Penggunaan reagen ini
menawarkan beberapa keuntungan: (1) mempunyai selektifitas yang tinggi
terhadap lignin, (2) mempertahankan karbohidrat dalam bentuk aslinya, (3)
memperlihatakan efek pengembungan lignoselulosa yang signifikan, (4) interaksi
yang sangat sedikit dengan hemiselulosa, dan (5) sangat volatile sehingga mudah
dijumput kembali (Soerawidjaja, dkk., 2011).
SAA sangat efektif digunakan untuk bahan dengan kandungan lignin yang rendah,
contohnya limbah pertanian ataupun herbaceous biomass, tetapi tidak untuk bahan
berkayu yang mengandung lignin yang tinggi (Gupta dkk., 2007 dalam
Soerawidjaja, dkk., 2011)
2.1 Hidrolisis Glukosa
Hidrolisis adalah proses peruraian suatu senyawa oleh air. Hidrolisis biomassa
lignoselulosa bertujuan untuk memecah polimer selulosa menjadi monomer-
monomer glukosa, sedangkan hemiselulosa akan terpecah menjadi pentose dan
heksosa. Ada dua cara yang digunakan untuk hidrolisa selulosa yaitu dalam
suasana asam dan secara enzimatis. (Harianja, dkk., 2015).
Pada metode hidrolisis asam, biomassa lignoselulosa dihidrolisa dengan asam
tertentu pada suhu dan tekanan tertentu selama waktu tertentu dan menghasilan
monomer guka dari polimer selulosa dan hemiselulosa (Usmana. Dkk., 2012).
Beberapa asam yang umum digunakan untuk hidrolisis asam antara lain adalah
asam sulfat (H2SO4), asam perklorat (HClO4) dan asam klorida (HCl). Hidrolisis
asam dikelompokkan menjadi dua yaitu hidrolisis konsentrasi tinggi dan
konsentrasi rendah.
Keuntungan hidrolisis menggunakan konsentrasi tinggi adalah proses hidrolilis
dapat dilakukan pada suhu yang rendah. Kerugiannya adalah jumlah asam yang
digunakan sangat banyak, potensi korosi pada peralatan produksi, penggunaan
energy yang tinggi untuk proses daur ulang asam dan terbentuk prosudk samping
yang tidak diharapkan. Keuntungan hidrolisis menggunakan asam konsentrasi
rendah adalah Hidrolisis menggunakan asam dengan konsentrasi rendah
mempunyai keuntungan yaitu jumlah asam yang digunakan sedikit. Namun
kerugian dalam penggunaan asam dengan konsentrasi rendah antara lain
membutuhkan suhu tinggi dalam proses operasinya, potensi korosi pada peralatan
produksi terutama alat yang terbuat dari besi dan pembentukan produk samping
yang tidak diharapkan.
Proses hidrolisis biomassa lignoselulosa dengan menggunakan katalis asam paling
banyak diteliti dan dimanfaatkan adalah asam sulfat (H2SO4).