bahan tic fraktur euis
DESCRIPTION
taskTRANSCRIPT
TINJAUAN TEORITIS
KONSEP FRAKTUR1. Definisi a. Fraktur
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.Fraktur adalah terpisahnya kontinuitas tulang normal yang terjadi karena tekanan pada tulang yang berlebihan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Pernyataan ini sama yang diterangkan dalam buku Luckman and Sorensen’s Medical Surgical Nursing. b. Fraktur Terbuka
Fraktur pada anggota tubuh disesuaikan manurut anatominya , jadi fraktur terbuka Radius ulna sinistra adalah suatu gangguan integritas tulang yang ditandai dengan rusaknya atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang dikarenakan tekanan yang berlebihan.
c. Fraktur Radius UlnaAdalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang radius ulna.
d. Platting
Adalah salah satu bentuk dari fiksasi internal menggunakan plat yang terlettak di sepanjang tulang dan berfungsi sebagai jembatan yang difiksasi dengan sekrup.
Keuntungan :
1) Tercapainya kestabilan dan perbaikan tulang seanatomis mungkin yang sangat penting bila ada cedera vaskuler, saraf, dan lain-lain.
2) Aliran darah ke tulang yang patah baik sehingga mempengaruhi proses penyembuhan tulang.
3) Klien tidak akan tirah baring lama.4) Kekakuan dan oedema dapat dihilangkan karena bagian fraktur bisa segera
digerakkan. Kerugian :
1) Fiksasi interna berarti suatu anestesi, pembedahan, dan jaringan parut.2) Kemungkinan untuk infeksi jauh lebih besar.3) Osteoporosis bisa menyebabkan terjadinya fraktur sekunder atau berulang.
2. Anatomi Dan Fisiologia Struktur Tulang
Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi mereka masih punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut Periosteum dimana terdapat pembuluh darah dan saraf. Lapisan dibawah periosteum mengikat tulang dengan benang kolagen disebut benang sharpey, yang
masuk ke tulang disebut korteks. Karena itu korteks sifatnya keras dan tebal sehingga disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid dan sangat kuat yang disusun dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian. Tiap sistem terdiri atas kanal utama yang disebut Kanal Haversian. Lapisan melingkar dari matriks tulang disebut Lamellae, ruangan sempit antara lamellae disebut Lakunae (didalamnya terdapat osteosit) dan Kanalikuli. Tiap sistem kelihatan seperti lingkaran yang menyatu. Kanal Haversian terdapat sepanjang tulang panjang dan di dalamnya terdapat pembuluh darah dan saraf yang masuk ke tulang melalui Kanal Volkman. Pembuluh darah inilah yang mengangkut nutrisi untuk tulang dan membuang sisa metabolisme keluar tulang. Lapisan tengah tulang merupakan akhir dari sistem Haversian, yang didalamnya terdapat Trabekulae (batang) dari tulang.Trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat sehingga disebut Tulang Spon yang didalam nya terdapat bone marrow yang membentuk sel-sel darah merah. Bone Marrow ini terdiri atas dua macam yaitu bone marrow merah yang memproduksi sel darah merah melalui proses hematopoiesis dan bone marrow kuning yang terdiri atas sel-sel lemak dimana jika dalam proses fraktur bisa menyebabkan Fat Embolism Syndrom (FES).
Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast merupakan sel pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru. Osteosit adalah osteoblast yang ada pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah sel penghancur tulang dengan menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat oleh elemen-elemen ekstra seluler yang disebut matriks. Matriks ini dibentuk oleh benang kolagen, protein, karbohidrat, mineral, dan substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media dalam difusi nutrisi, oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang daengan pembuluh darah. Selain itu, didalamnya terkandung garam kalsium organik (kalsium dan fosfat) yang menyebabkan tulang keras.sedangkan aliran darah dalam tulang antara 200 – 400 ml/ menit melalui proses vaskularisasi tulang (Black,J.M,et al,1993 dan Ignatavicius, Donna. D,1995).
b Tulang PanjangAdalah tulang yang panjang berbentuk silinder dimana ujungnya bundar dan
sering menahan beban berat (Ignatavicius, Donna. D, 1995). Tulang panjang terdiriatas epifisis, tulang rawan, diafisis, periosteum, dan medula tulang. Epifisis (ujung tulang) merupakan tempat menempelnya tendon dan mempengaruhi kestabilan sendi. Tulang rawan menutupi seluruh sisi dari ujung tulang dan mempermudah pergerakan, karena tulang rawan sisinya halus dan licin. Diafisis adalah bagian utama dari tulang panjang yang memberikan struktural tulang. Metafisis merupakan bagian yang melebar dari tulang panjang antara epifisis dan diafisis. Metafisis ini merupakan daerah pertumbuhan tulang selama masa pertumbuhan. Periosteum merupakan penutup tulang sedang rongga medula (marrow) adalah pusat dari diafisis (Black, J.M, et al, 1993)
c Tulang Humerus
Tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu kaput (ujung atas), korpus, dan ujung bawah.
1) Kaput Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala, yang membuat
sendi dengan rongga glenoid dari skapla dan merupakan bagian dari banguan sendi bahu. Dibawahnya terdapat bagian yang lebih ramping disebut leher anatomik. Disebelah luar ujung atas dibawah leher anatomik terdapat sebuah benjolan, yaitu Tuberositas Mayor dan disebelah depan terdapat sebuah benjolan lebih kecil yaitu Tuberositas Minor. Diantara tuberositas terdapat celah bisipital (sulkus intertuberkularis) yang membuat tendon dari otot bisep. Dibawah tuberositas terdapat leher chirurgis yang mudah terjadi fraktur.
2) KorpusSebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah semakin pipih.
Disebelah lateral batang, tepat diatas pertengahan disebut tuberositas deltoideus (karena menerima insersi otot deltoid). Sebuah celah benjolan oblik melintasi sebelah belakang, batang, dari sebelah medial ke sebelah lateral dan memberi jalan kepada saraf radialis atau saraf muskulo-spiralis sehingga disebut celah spiralis atau radialis.
3) Ujung BawahBerbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi dibentuk
bersama tulang lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di sisi sebelah dalam berbentuk gelendong-benang tempat persendian dengan ulna dan disebelah luar etrdapat kapitulum yang bersendi dengan radius. Pada kedua sisi persendian ujung bawah humerus terdapat epikondil yaitu epikondil lateral dan medial. (Pearce, Evelyn C, 1997)
d Fungsi Tulang1) Memberi kekuatan pada kerangka tubuh.2) Tempat mlekatnya otot.3) Melindungi organ penting.4) Tempat pembuatan sel darah.5) Tempat penyimpanan garam mineral.
(Ignatavicius, Donna D, 1993)
3. Etiologi
1) Kekerasan langsungKekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
2) Kekerasan tidak langsungKekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3) Kekerasan akibat tarikan ototPatah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
4. PatofisiologiTulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et al, 1993)
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2) Faktor IntrinsikBeberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
( Ignatavicius, Donna D, 1995 )
5. Klasifikasi FrakturPenampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi
menjadi beberapa kelompok, yaitu:
a. Berdasarkan sifat fraktur.1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.2). Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang.d. Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:a) Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu
dan overlapping).b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
f. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.g. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan
pembengkakan.d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman
sindroma kompartement.(Apley, A. Graham, 1993, Handerson, M.A, 1992, Black, J.M, 1995, Ignatavicius, Donna D, 1995, Oswari, E,1993, Mansjoer, Arif, et al, 2000, Price, Sylvia A, 1995, dan Reksoprodjo, Soelarto, 1995)
6. MANIFESTASI KLINISMenurut lewis (2006) menyampaikan manifestasi klinik fraktur adalah sebagai berikut :
a) Nyeri
Nyeri yang dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme otot, tekanan dari patah tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
b) Bengkak/edemaEdema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah fraktur da extravasi daerah dijaringan sekitarnya.
c) MemarMerupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah dijaringan sekitarnya.
d) Penurunan sensansiTerjadi karena kerusakan saraf, terkena syaraf karena edema
e) Gangguan fungsiTerjadi karena ketidak stabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot.
f) Mobilitas abnormalAdalah pergerakan yang terjadi pada bagian yang ada kondisi normalnya tidak ada pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang belakang
g) Deformitaskarena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah.
h) Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
7. Komplikasi fraktur
1) Komplikasi Awala) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b) Kompartement SyndromKompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
c) Fat Embolism SyndromFat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
d) Infeksi System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e) Avaskuler NekrosisAvaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
f) ShockShock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2) Komplikasi Dalam Waktu Lamaa) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karenn\a penurunan supai darah ke tulang.
b) NonunionNonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c) MalunionMalunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
(Black, J.M, et al, 1993)
8. PEMERIKSAAN PENUNJANGa) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
(1) Bayangan jaringan lunak.(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi.(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
(1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
(2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
(3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
(4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
b) Pemeriksaan Laboratorium(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
(5) Hitung darah lengkap : HB mungkin meningkat/menurun.(6) Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma.(7) Kreatinin : traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal.(8) Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multiple, atau cederah hati.c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
(2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
(3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
(4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
(5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
(6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.(Ignatavicius, Donna D, 1995)
9. PENATALAKSANAANTerdapat beberap tujuan penatalaksanaan fraktur menurut Henderson (1997),
yaitu mengembalikan atau memperbaiki bagian-bagian yang patah kedalam bentuk semula, imobilisasi untuk mempertahankan bentuk dan memperbaiki bagian fungsi tulang yang rusak. Jenis-jenis fraktur reduction yaitu :
Manipulasi atau close red
Adalah tindakan non bedah untuk mengembalikan posisi, panjang dan bentuk. Close reduksi dilakukan dengan dilakukan dengan local anastesi ataupun umum.
Open reduksiAdalah perbaikan bentuk tulang dengan tindakan pembedahan sering dilakukan dengan internal fixsasi menggunakan kawat , screlus, pins, plate, intermedullary rods atau nail. Kelemahan tindakan ini adlah kemungkinan infeksi dan komplikasi berhubungan denga nastesia. Jika dilakukan open reduksi internal fiksasi pada tulang maka akan ada indikasi untuk melakukan ROM.
Tujuannya untuk mengembalikan panjang & kesegarisan tulang. Dapat dicapai yang manipulasi tertutup/reduksi terbuka progresi. Reduksi tertutup terdiri dari penggunaan traksimoval untuk menarik fraktur kemudian memanupulasi untuk mengembalikan kesegarisan normal/dengan traksi mekanis.Reduksi terbuka diindikasikan jika reduksi tertutup gagal/tidak memuaskan. Reduksi terbuka merupakan alat frusasi internal yang digunakan itu mempertahankan dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid seperti pen, kawat, skrup dan plat. Reduction internafixation (ORIF) yaitu dengan pembedahan terbuka kan mengimobilisasi fraktur yang berfungsi pembedahan untuk memasukkan skrup/pen kedalam fraktur yang berfungsi untuk menfiksasi bagian-bagian tulang yang fraktur secara bersamaan.
TraksiTujuannya mencegah pengeseran fregmen dan mencegah pergerakan yang dapat mengancam union.Alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada anggota yang fraktur untuk meluruskan bentuk tulang. Ada 3 macam yaitu: a) Skin traksi
Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan menempelkan plaster lansung pada kulit untuk mempertahankan bentuk, membantu menimbulkan spasme otot pada bagian yang cedera, dan biasanya digunakan untuk jangka pendek (48-72 jam). Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain, misalnya: otot. Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg. Untuk anak-anak waktu beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai fraksi definitif, bila tidak diteruskan dengan pemasangan gips.
b) Skeletal traksiAdalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang cedera dan sendi panjang untuk mempertahankan traksi, memutuskan pins (kawat) kedalam tulang.
c) Maintenance traksiMerupakan lanjutan dari traksi, kekuatan lanjutan dapat diberikan secara langsung pada tulang depan kawat atau pins.
KEGUNAAN PEMASANGAN TRAKSI
Traksi yang dipasang pada leher, di tungkai, lengan atau panggul, kegunaannya :
Mengurangi nyeri akibat spasme otot Memperbaiki dan mencegah deformitas Immobilisasi Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi). Mengencangkan pada perlekatannya.
Biologi penyembuhan tulangTulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
1) Stadium Satu-Pembentukan HematomaPembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur.
Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro
kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
3) Stadium Tiga-Pembentukan KallusSel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan
osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
4) Stadium Empat-KonsolidasiBila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah
menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya. (Black, J.M, et al, 1993 dan Apley, A.Graham,1993)
TAHAP-TAHAP PENGOBATAN FRAKTUR TERBUKA
1. Pembersihan lukaPembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.
2. Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat pembenihan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit, jaringan subkutaneus, lemak, fascia, otot dan fragmen2 yang lepas
3. pengobatan frakturFraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu fraksi skeletal atau reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna tulang. fraktur grade II dan III sebaiknya difiksasi dengan fiksasi eksterna.
4. Penutupan kulitApabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam mulai dari terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. hal ini dilakukan apabila penutupan membuat kulit sangat tegang. dapat dilakukan split thickness skin-graft serta pemasangan drainase isap untuk mencegah akumulasi darah dan serum pada luka yang dalam. luka dapat dibiarkan terbuka setelah beberapa hari tapi tidak lebih dari 10 hari. kulit dapat ditutup kembali disebut delayed primary closure. yang perlu mendapat perhatian adalah penutupan kulit tidak dipaksakan yang mengakibatkan sehingga kulit menjadi tegang.
5. Pemberian antibioticPemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. antibiotik diberikan dalam dosis yang adekuat sebelum, pada saat dan sesuadah tindakan operasi pencegahan tetanus semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus. pada penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian toksoid tapi bagi yang belum, dapat diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin (manusia)
Internal / ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
ORIF ini dapat menggunakan K-wire, plating, screw, k-nail. Keuntungan cara ini adalah reposisi
anatomis dan mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.
Indikasi ORIF :
a. Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi, misalnya fraktur talus
dan fraktur collum femur.
b. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulse dan fraktur dislokasi.
c. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya fraktur Monteggia, fraktur
Galeazzi, fraktur antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki.
d. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi,
misalnya : fraktur femur.
c. UNION
d. REHABILITASI
ORIF (OPEN REDUKSI INTERNAL FIKSASI)
A. Definisi
ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi) adalah sebuah prosedur bedah medis, yang tindakannya mengacu pada operasi terbuka untuk mengatur tulang, seperti yang diperlukan untuk beberapa patah tulang, fiksasi internal mengacu pada fiksasi sekrup dan piring untuk mengaktifkan atau memfasilitasi penyembuhan. (Brunner&Suddart, 2003)
ORIF adalah suatu tindakan untuk melihat fraktur langsung dengan tehnik pembedahan yang mencakup di dalamnya pemasangan pen, skrup, logam atau protesa untuk memobilisasi fraktur selama penyembuhan. (Depkes,1995)
B. TujuanAda beberapa tujuan dilakukannya ORIF (Open Reduksi Fiksasi Internal), antara lain:1. Memperbaiki fungsi dengan mengembalikan gerakan dan stabilitas.2. Mengurangi nyeri.3. Klien dapat melakukan ADL dengan bantuan yang minimal dan
dalam lingkup keterbatasan klien.4. Sirkulasi yang adekuat dipertahankan pada ekstremitas yang terkena5. Tidak ada kerusakan kulit
(T.M.Marrelli, 2007)
C. Indikasi / KontraindikasiIndikasi ORIF (Open Reduksi Fiksasi Internal) meliputi :1. Fraktur yang tidak stabil dan jenis fraktur yang apabila ditangani
dengan metode terapi lain, terbukti tidak memberi hasil yang memuaskan.
2. Fraktur leher femoralis, fraktur lengan bawah distal, dan fraktur intra-artikular disertai pergeseran.
3. Fraktur avulsi mayor yang disertai oleh gangguan signifikan pada struktur otot tendon.
Kontraindikasi ORIF (Open Reduksi Fiksasi Internal) meliputi :1. Tulang osteoporotik terlalu rapuh menerima implan2. Jaringan lunak diatasnya berkualitas buruk3. Terdapat infeksi4. Adanya fraktur comminuted yang parah yang menghambat
rekonstruksi.(Barbara J. Gruendemann dan Billie Fernsebner, 2005)
D. PenatalaksanaanPenatalaksanaan menurut Muttaqin (2008) ada 2 yaitu :
1. Penatalaksanaan konservatif
a) Proteksi adalah proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma lebih lanjut
dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada
anggota gerak bawah.
b) Imobilisasi dengan bidai eksterna. Imobilisasi pada fraktur dengan bidai eksterna
hanya memberikan imobilisasi. Biasanya menggunakan Gips atau dengan macam-
macam bidai dari plastik atau metal.
c) Reduksi tertutup dengan menggunakan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang
menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan
pembiusan umum dan lokal.
d) Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini mempunyai
tujuan utama, yaitu beberapa reduksi yang bertahap dan imobilisasi.
2. Penatalaksanaan pembedahan
Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) atau Reduksi terbuka dengan Fiksasi
Internal akan mengimobilisasi fraktur dengan melakukan pembedahan untuk
memasukan paku, sekrup atau pen kedalam tempat fraktur untuk memfiksasi bagian-
bagian tulang pada fraktur secara bersamaan. Fiksasi internal sering digunakan untuk
merawat fraktur pada tulang pinggul yang sering terjadi pada orang tua.
Metode Fiksasi Internal
Terdapat 5 metode fiksasi internal yang digunakan, antara lain:
1. Pemasangan kawat antartuang
Biasanya digunakan untuk fraktur yang relatif stabil, terlokalisasi dan tidak bergeser pada
kranium. Kawat kurang bermanfaat pada fraktur parah tak stabil karena kemampuan
tulang berputar mengelilingi kawat, sehingga fiksasi yang dihasilkan kurang kuat.
2. Lag screw
Menghasilkan fiksasi dengan mengikatkan dua tulang bertumpuk satu sama lain. Dibuat
lubang-lubang ditulang bagian dalam dan luar untuk menyamai garis tengah luar dan
dalam sekrup. Teknik yang menggunakan lag screw kadang-kadag disebut sebagai
kompresi antarfragmen tulang. Karena metode ini juga dapat menyebabkan rotasi tulang,
biasanya digunakan lebih dari satu sekrup untuk menghasilkan fiksasi tulang yang
adekuat. Lag screw biasanya digunakan pada fraktur bagian tengan wajah dan mandibula
serta dapat digunakan bersama dengan lempeng mini dan lempeng rekonstruktif
3. Lempeng mini dan sekrup
Digunakan terutama untuk cedera wajah bagian tengah dan atas. Metode ini
menghasilkan stabilitas tiga dimensi yaitu tidak terjadi rotasi tulang. Lempeng mini
(miniplate) difiksasi diujung-ujungnya untuk menstabilkan secara relatif segmen-segmen
tulang dengan sekrup mini dan segmen-segmen tulang dijangkarkan kebagian tengah
lempeng juga dengan sekrup mini
4. Lempeng kompresi
Karena lebih kuat dari lempeng mini, maka lempeng ini serring digunakan untuk fratur
mandibula. Lempeng ini menghasilkan kompresi di tempat fraktur.
5. Lempeng konstruksi
Lempeng yang dirancang khusus dan dapat dilekuk serta menyerupai bentuk mandibula.
Lempeng ini sering digunakan bersama dengan lempeng mini. Lag screw dan lempeng
kompresi.
(Barbara J. Gruendemann dan Billi Fernsebner,2005)
Keuntungan ORIF (Open Reduction and Internal Fixation) yaitu :
1. Mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.2. Ketelitian reposisi fragmen-fragmen fraktur.
3. Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf di sekitarnya.
4. Stabilitas fiksasi yang cukup memadai dapat dicapai5. Perawatan di RS yang relatif singkat pada kasus tanpa komplikasi.6. Potensi untuk mempertahankan fungsi sendi yang mendekati normal
serta kekuatan otot selama perawatan fraktur.
Kerugian ORIF (Open Reduction and Internal Fixation) yaitu :
1. Setiap anastesi dan operasi mempunyai resiko komplikasi bahkan kematian akibat dari tindakan tersebut.
2. Penanganan operatif memperbesar kemungkinan infeksi dibandingkan pemasangan gips atau traksi.
3. Penggunaan stabilisasi logam interna memungkinkan kegagalan alat itu sendiri.
4. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak, dan struktur yang sebelumnya tak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi.
E. Perawatan Post OperatifDilakukan utnuk meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan pada bagian yang sakit.
Dapat dilakukan dengan cara:
1. Mempertahankan reduksi dan imobilisasi.
2. Meninggikan bagian yang sakit untuk meminimalkan pembengkak.
3. Mengontrol kecemasan dan nyeri (biasanya orang yang tingkat kecemasannya tinggi,
akan merespon nyeri dengan berlebihan)
4. Latihan otot
Pergerakan harus tetap dilakukan selama masa imobilisasi tulang, tujuannya agar otot
tidak kaku dan terhindar dari pengecilan massa otot akibat latihan yang kurang.
5. Memotivasi klien untuk melakukan aktivitas secara bertahap dan menyarankan keluarga
untuk selalu memberikan dukungan kepada klien
F. Diagnosa Keperawatan PerioperatifPra-operatif :
1. Nyeri akut berhubungan dengan fraktur, masalah ortopedik, pembengkakan atau
inflamasi.
2. Ansietas berhubungan dengan diagnosis dan rencana pembedahan
Post-operatif1. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tindakan anestesi,
kelemahan dan penurunan sirkulasi3. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif dan
pembedahan4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tindakan
pembedahan
G. Rencana Asuhan KeperawatanPre operasi1. Nyeri akut berhubungan dengan fraktur, masalah ortopedik, pembengkakan atau
inflamasi.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ..... x24 jam diharapkan nyeri
klien berkurang
Kriteria hasil :
Mampu mengontrol nyeri
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal (TD : 120/80 mmHg, Nadi : 80-100 x/menit, RR : 18-20 x/menit dan Term : 36,5ºC-37,5ºC)
Intervensi :
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi, latihan napas dalam, sentuhan terapeutik dan distraksi)
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri
2. Ansietas b/d diagnosis dan rencana pembedahan
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama .... x 24 jam diharapakan cemas
klien terkontrol
Kriteria hasil :
Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas
Vital sign dalam batas normal (TD : 120/80 mmHg, Nadi : 80-100 x/menit, RR : 18-20 x/menit dan Term : 36,5ºC-37,5ºC)
Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan
Intervensi : Kaji tanda-tanda vital Ajarkan kepada klien teknik relaksasi untuk dilakukan sekurang-
kurangnya setiap 4 jam ketika terjaga, untuk memperbaiki keseimbangan fisik dan psikologis.
Jelaskan semua prosedur tindakan yang akan dilakukan yang bertujuan untuk
mengurangi tingkat kecemasan klien
Dengarkan dengan penuh perhatian setiap keluh kesah klien
Identifikasi tingkat kecemasan
Bila memungkinkan, libatkan klien dan anggota keluarga dalam mengambil
keputusan tentang perawatan untuk membangun kepercayaan diri klien dan
menumbuhkan rasa percaya.
Post operasi
1. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisikTujuan : Dalam waktu .... x 24 jam setelah diberi tindakan nyeri
klien berkurang / terkontrol
Kriteria Hasil : Skala nyeri 0-1 (dari 0-10) TTV dalam btas normal : TD : 120/80 mmHg, Nadi : 80-100 x/menit,
RR : 18-20 x/menit dan Term : 36,5ºC-37,5ºC Wajah tidak tampak meringis Klien tampak rileks
Intervensi
Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,, intensitas nyeri dan faktor presipitaasi
Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya meringis) terutama ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif
Minta klien untuk menggunakan sebuah skla 1 sampai 10 untuk menjelaskan tingkat nyerinya (dengan nilai 10 menandakan tingkat nyeri paling berat)
Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi, latihan napas dalam, sentuhan terapeutik dan distraksi)
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tindakan anestesi, kelemahan dan penurunan sirkulasiTujuan : Dalam waktu ..... x 24 jam setelah diberi tindakan klien dapat
melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasiKriteria Hasil :
Klien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri Klien menyatakan rasa puas dengan setiap tingkat aktivitas baru
yang dapat dicapai TD, N, RR dan T tetap dalam batas normal selama aktivitasIntervensi Diskusikan dengan klien tentang perlunya beraktivitas Instruksikan dan bantu klien untuk beraktivitas diselingi istirahat
Identifikasi aktivitas-aktivitas klien yang diinginkan dan sangat berarti baginya
Identifikasi dan minimalkan faktor-faktor yang dapat menurunkan toleransi latihan klien
Ajarkan kepada klien cara menghemat energi ketika melakukan aktivitas sehari-hari. Misalnya duduk di kursi ketika berpakaian, memakai baju ringan yang mudah digunakan.
Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas3. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif dan pembedahan
Tujuan : Dalam waktu .... x 24 jam setelah diberi tindakan diharapkan klien tidak mengalami infeksi
Kriteria Hasil : Tidak terjadi tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, rubor, tumor dan
fungsi laesea) Suhu dan nadi dalam batas normal (suhu : 36,5ºC-37,5ºC. Nadi :
80-100 x/menit)
Intervensi
Tinjau ulang kondisi dasar / faktor risiko yang ada sebelumnya. Catat waktu pecah ketuban
Kaji tanda adanya infeksi (kalor, rubor, tumor, dolor, fungsi lasea) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan
sebelum/sesudah menyentuh luka Pantau peningkatan suhu, nadi dan pemeriksaan laboratorium Anjurkan intake nutrisi yang cukup Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tindakan pembedahanTujuan : Dalam waktu .... x 24 jam setelah diberi tindakan diharapkan
integritas kulit dan proteksi jaringan membaik
Kriteria Hasil : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit Kulit tetap lembab dan bersihIntervensi Berikan perhatian dan perawatan pada kulit Lakukan latihan gerak pasif Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinanan maserasi Anjurkan untuk menjaga kelembaban kulit Anjurkan untuk tetap menjaga kebersihan kulit
H. Pemeriksaan Penunjang1. Pemeriksaan Radiologi
a) Sinar Rontgen
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan
sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit. Hal yang harus dibaca pada x-ray adalah bayangan
jaringan lunak, tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi, trobukulasi ada tidaknya rare fraction, sela sendi serta
bentuknya arsitektur sendi.
b) Tomografi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
tomografi yang menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya.
c) Myelografi
Menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang
vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
d) Computed Tomografi-Scanning
Menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu
struktur tulang yang rusak.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboraorium yang diperrluakan amtar lain pemeikssaan Kalsium
Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang, Alkalin Fosfat
meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam
membentuk tulang, Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-
5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang (Ignatavicius, Donna D, 1995)