bahan srp
DESCRIPTION
Bahan SRPTRANSCRIPT
BAB III
TEORI DASAR POMPA ANGGUK
Pompa angguk atau succer rod merupakan salah satu teknik
pengangkatan buatan atau artificial lift yang digunakan untuk membantu
mengangkat minyak dari lubang sumur ke permukaan sebagai akibat dari
penurunan energi alami yang dimiliki reservoir. Pompa angguk paling umum
digunakan karena tidak mudah rusak, mudah diperbaiki, dikenal banyak
dilapangan dan toleran terhadap fluktuasi laju produksi. Pompa angguk bekerja
secara konvensional karena dalam proses kerjanya menggunakan gerak perpaduan
antara peralatan yang ada di permukaan dan peralatan di bawah permukaan.
Pada jangka waktu tertentu, pompa angguk yang terpasang pada suatu
sumur perlu dilakukan perawatan. Secara definisi disebutkan bahwa perawatan
sumur adalah semua jenis pekerjaan yang berhubungan dengan aktifitas pompa
yang bertujuan untuk mempertahankan produksi sesuai dengan potensinya.
Sebelum dilakukan perencanaan ulang terhadap penggunaan pompa
angguk, perlu dipahami tentang kemampuan produksi dari formasi produktif suatu
sumur. Perencanaan ulang terhadap penggunaan pompa angguk ditentukan
berdasarkan prinsip kerja dan perhitungan-perhitungan yang termuat dalam dasar
teori. Metode perhitungannya dilakukan dengan metode analisis dan dari hasil
perhitungan dapat diketahui besarnya laju produksi tiap sumur.
3.1. Produktifitas formasi
Produktifitas formasi merupakan kemampuan formasi untuk
memproduksikan fluida yang terkandung didalam reservoir pada tekanan tertentu,
yang biasanya dinyatakan dengan Produktivity Index (PI).
3.1.1. Produktivity Index (PI)
Produktvity Index (PI) merupakan indek yang digunakan untuk
menyatakan kemampuan suatu sumur untuk berproduksi pada kondisi tekanan
tertentu, yaitu merupakan perbandingan antara laju produksi yang dihasilkan suatu
sumur terhadap pressure drow down (Ps – Pwf). Secara matematis dapat dinyatakan
sebagai berikut :
PI = ............................................................................ (3-
1)
Sedangkan harga q dalam satuan lapangan dapat didekati dengan persamaan
Darcy, untuk aliran radial adalah :
q = ............................................................... (3-
2)
Apabila harga q diatas dimasukkan kedalam persamaan (3-1), maka diperoleh
persamaan PI dalam bentuk lain, yaitu :
PI = .........................................................................(3-
3)
Keterangan :
q = laju produksi, BPD
Ps = tekanan statik reservoir, Psi
Pwf = tekanan alir dasar sumur, Psi
k = permeabilitas, mD
µo = viscositas minyak, cp
Bo = faktor volume formasi, STB/BBL
rw = jari-jari sumur, ft
re = jari-jari pengurasan, ft
3.1.2. Inflow Performance Relationship (IPR)
Produktivity Index yang diperoleh secara langsung maupun secara
teoritis hanya merupakan gambaran secara kualitatif mengenai kemampuan suatu
sumur untuk berproduksi. Dalam kaitannya dengan perencanaan suatu sumur
ataupun dengan melihat kelakuan suatu sumur untuk berproduksi, maka harga PI
dapat dinyatakan dalam bentuk grafis yang disebut dengan inflow performance
relationship (IPR). Mengingat sumur-sumur berproduksi dengan kadar air cukup
tinggi, maka kadar air haruslah dipertimbangkan dalam pembuatan kurva IPR
tersebut.
Metode pembuatan kurva IPR dengan memperhitungkan kadar air ini
dikembangkan oleh Pudjo Sukarno dengan anggapan bahwa :
- faktor skin = 0
- gas, minyak dan air berada dalam satu lapisan dan mengalir
bersama-sama secara radial.
Berdasarkan analisa regresi yang diberikan oleh Pudjo Sukarno, maka persamaan
yang dipergunakan untuk pembuatan kurva IPR aliran tiga fasa adalah :
................................................... (3-4)
An (n = 0, 1 dan 2) adalah konstanta persamaan yang harganya berbeda untuk
water cut yang berbeda. Hubungan antara konstanta tersebut dengan water cut
ditentukan pula secara analisa regresi dan diperoleh persamaan :
An = C0 + C1 (water cut) + C2 (water cut)2 ......................................... (3-5)
Harga Cn (n = 0,1 dan 2) untuk masing-masing harga An dapat dilihat pada
Tabel III-1.
Tabel III-1Konstanta Cn Untuk Setiap Harga An
An C0 C1 C2
A0 0,970321 -0,115661 x 10-1 0,179050 x 10-4
A1 -0,414360 0,392799 x 10-2 0,237075 x 10-5
A2 -0,564870 0,762080 x 10-2 -0,202079 x 10-4
Besarnya water cut dalam memproduksikan minyak akan berubah
sesuai dengan perubahan tekanan alir dasar sumur pada suatu harga tekanan
reservoir, maka perlu dibuat suatu hubungan antara tekanan alir dasar sumur
dengan water cut. Hubungan ini dinyatakan sebagai Pwf/Pr terhadap water cut
WC/(WC @ Pwf ~ Pr), harga ini ditentukan dengan simulator. Persamaan yang
diperoleh dengan analisa regresi adalah :
..............................................
(3-6)
harga P1 dan P2 pada persamaan (3-6) tergantung dari harga water cut-nya, dan
dari hasil analisa regresi di peroleh :
P1 = 1,606207 – 0,130447 ln (WC) .................................................. (3-7)
P2 = -0.517792 + 0,110604 ln (WC) ................................................. (3-8)
Sedangkan harga water cut dalam rumus tersebut dinyatakan dalam persen (%).
Langkah-langkah pembuatan kurva IPR tiga fasa adalah sebagai berikut :
1. Mempersiapkan data penunjang yang meliputi :
- Tekanan Reservoir
- Tekanan alir dasar sumur
- Laju produksi minyak dan air
- Harga water cut berdasarkan uji produksi, %
2. Menghitung harga WC @ Pwf ≈ Pr dengan menggunakan persamaan (3-6)
3. Berdasarkan harga WC pada langkah 2, hitung konstanta A0, A1 dan A2.
4. Berdasarkan data uji produksi, tentukan laju produksi total maksimum
(qmax) dengan persamaan (3-4).
5. Berdasarkan harga qmax dari langkah 4, dapat dihitung laju produksi
minyak (qo) untuk berbagai harga tekanan alir dasar sumur.
6. Menentukan laju produksi air untuk setiap harga water cut pada tekanan
alir dasar sumur tertentu dengan persamaan :
qw = (WC / (100 – WC)) . qo
7. Plot antara berbagai harga laju produksi minyak yang didapat dari langkah
5 terhadap Pwf, kurva yang dihasilkan merupakan kurva IPR.
3.2. Diskripsi Pompa Angguk
Ada beberapa kriteria umum yang perlu diperhatikan dalam penggunaan
pompa angguk, yaitu :
1. Produktivitas sumur, yaitu metode pompa angguk mempunyai batasan
kemampuan memproduksi 100 sampai 2000 BPD.
2. Tekanan reservoir, yaitu tekanan reservoir sebanding dengan tinggi kolom
cairan dalam tubing, dalam hal ini metode pompa angguk dapat digunakan
pada sumur dengan tinggi kolom cairan di atas atau di bawah 1/3 dari
kedalaman perforasinya.
3. Kedalaman sumur, yaitu kedalaman sumur menunjukkan besarnya tenaga
yang diperlukan untuk pengangkatan buatan, dalam hal ini pompa angguk
mempunyai kemampuan beroperasi pada kedalaman 8000 - 12000 ft.
4. Kemiringan, yaitu untuk sumur dengan kemiringan besar pompa angguk
tidak dapat digunakan.
5. Kemampuan pompa angguk dalam mengatasi problem sumur adalah :
pasir : sedang
Parafin : buruk
scale : baik
korosi : baik
Emulsi : baik
6. Pompa angguk mempunyai fleksibilitas yang besar untuk mengubah laju
produksi dan mudah dalam pengoperasiannya.
3.2.1. Prime Mover
Prime mover merupakan sumber penggerak utama dari seluruh rangkaian
peralatan unit pompa baik peralatan di permukaan maupun peralatan di bawah
permukaan. Prime mover di bedakan menjadi tiga macam yaitu :
a. Motor bakar (internal combustion enggine)
Bahan bakarnya adalah gas, solar, kerosene, dan bensin.
b. Motor bakar tenaga uap
Jenis ini kurang ekonomis karena mesin yang digunakan sebagai
penggerak biasanya adalah mesin bekas dari suatu operasi pemboran.
c. Motor listrik
Jenis ini menggunakan arus bolak-balik tiga phasa dan penggunaannya
lebih ekonomis karena untuk pengontrolan dilakukan secara otomatis.
3.2.2. Peralatan Pompa di Atas Permukaan
Pada peralatan pompa angguk di atas permukaan ini terdapat mekanisme
kerja yaitu mengubah gerak berputar dari prime mover menjadi suatu gerak naik
turun pada sucker rod pump. Susunan peralatan di atas permukaan untuk jenis
conventional unit dapat dilihat pada gambar (3.1).
Fungsi utama dari komponen-komponen peralatan pompa angguk di atas
permukaan adalah :
1. Gear Reducer
Berfungsi mengubah kecepatan putaran tinggi menjadi rendah sesuai SPM
dengan menggunakan V-belt, yang dipasang pada enggine shave prime mover
dan unit shave gear reducer. Biasanya perbandingan putaran prime mover
dengan kecepatan stroke pompa diambil 30 : 1, ini berarti bila kecepatan
prime mover sebersar 600 rpm maka stroke pompa kecepatannya 20 spm
.
Gambar 3.1Peralatan Pompa Angguk di Atas Permukaan1)
2. Crank
Merupakan sepasang tangkai yang menghubungkan crank shaft pada gear
reducer dengan counter balamce. Pada crank terdapat lubang tempat
kedudukan pitman bearing untuk mengatur besar kecilnya langkah
pemompaan yang apabila digeser ke posisi lubang terbesar maka langkah
pemompaan menjadi besar, demikian sebaliknya.
3. Crank shaft
Merupakan poros dari crank, gerak putar yang telah diperlambat oleh gear
reducer akan menggerakkan crank shaft
4. Counter weight
sepasang pemberat yang berfungsi sebagai penyimpan tenaga pada waktu
down stroke dan memberikan tenaga pada saat up stroke.
5. Pitman
Sebuah tangkai yang dapat merubah gertak putar crank menjadi gerak naik
turun pada walking beam dengan memakai bearing.
6. Walking beam
Suatu batang besi profil tempat horse head duduk di sangga oleh sampson
post serta bergerak naik turun dengan bantuan pitman. Gerak ini diteruskan
dengan perantara bridle ke polished rod.
7. Horse head
Berfungsi agar succer rod string tetap lurus
8. Briddle (wire line hanger)
Berupa sepasang kabel baja yang dihubungkan dengan horse head.
9. Carrier bar
Tempat gantungan polished rod dengan bantuan polished rod clamp yang
ditahan briddle.
10. Polishes rod clamp
Berfungsi mengeraskan kaitan polished rod dengan peralatan di atasnya.
11. Polished rod
Bagian dari tangkai pompa yang berfungsi menghubungkan rangkaian sucker
rod dengan peralatan permukaan.
12. Sampson post
Tempat dudunya walking beam hingga memungkinkan untuk bergerakdalam
suatu titik secara naik turub
13. Saddle bearing
Tempat kedudukan dari walking beam pada sampson post bagian atas.
14. Equalizer
Bagian atas pitman yang bergerak menurut kebutuhan pada saat pemompaan.
15. Brake
Berfungsi untuk mengerem gerak pompa jika dibutuhkan.
16. Stuffing box
Mencegah minyak agar tidak keluar bersama naik turunnya polished rod.
3.2.3. Peralatan Pompa di Bawah Permukaan
Fungsi utama dari peralatan pompa angguk di bawah permukaan adalah
untuk menaikkan fluida dari formasi ke dalam tubing dan mengangkat fluida
tersebut ke perukaan. Gambar (3.2) memperlihatkan peralatan pompa angguk di
bawah permukaan.
Peralatan pompa angguk di bawah permukaan terdiri dari :
A. Pompa
1. Working Barrel
Working barrel merupakan tempat agar plunger dapat bergerak naik turun
sesuai dengan langkah pemompaan dan menampung minyak yang terisap oleh
plunger pada saat bergerak ke atas.
Berdasarkan bentuknya, maka working barrel dapat dibagi menjadi dua
macam, yaitu :
Full Barrel
Full barrel merupakan barrel yang berbentuk penuh sepanjang pompa
Liner Barrel
Liner barrel merupakan barrel yang berbentuk potongan-potongan dengan
panjang setiap potong adalah 1 ft.
Gambar 3.2Peralatan Pompa Angguk di Bawah Permukaan1)
2. Plunger
Merupakan bagian dari pompa yang terdapat didalam barrel dan dapat
bergerak naik turun yang berfungsi sebagai penghisap minyak dari formasi
masuk ke barrel serta mengangkat minyak ke permukaan.
Tabel III-2.Data Plunger Pompa3)
Diameter(inch)
Luas, Ap(sq.in)
Konstanta Pompa(bbl/D/in./spm)
1 ½ 0,785 0,117
1 1/6 0,880 0,132
1 ¼ 1,227 0,182
1 ½ 1,767 0,262
1 ¾ 2,405 0,357
2 3,142 0,466
2 ¼ 3,976 0,590
2 ½ 4,909 0,728
2 ¾ 5,940 0,881
3 ¾ 11,045 1,640
4 ¾ 17,721 2,630
3. Valve
Ada dua macam valve yang bekerja pada pompa yaitu : standing valve dan
traveling valve.
Standing valve
Merupakan komponen katup yang terdapat pada bagian bawah dari
working barrel yang berfungsi untuk mengalirkan minyak dari formasi
masuk ke working barrel dan hal ini terjadi pada saat plunger bergerak ke
atas (standing valve membuka). Disamping itu untuk menahan minyak
agar tidak dapat keluar dari working barrel pada saat plunger bergerak ke
bawah (standing valve menutup).
Traveling valve
Merupakan bola dan tempat kedudukannya terletak pada bagian bawah
dari plunger dan ikut bergerak ke atas dan ke bawah menurut gerakan
plunger. Fungsi dari traveling valve ini untuk :
Mengeluarkan minyak dari working barrel masuk ke plunger dan
hal ini terjadi pada saat plunger bergerak ke bawah (traveling valve
membuka).
Menahan minyak keluar dari plunger pada saat plunger bergerak
ke atas sehingga minyak tersebut dapat diangkat ke permukaan
(traveling valve menutup).
B. Tubing
Merupakan pipa yang berfungsi untuk mengalirkan fluida dari dasar
sumur kepermukaan disamping sebagai tempat mendudukkan alat-alat produksi
dalam pengoperasian suatu sumur. Pada sumur pompa, tubing juga dipakai untuk
mengikatkan pompa atau rumah pompa seperti working barrel. Pada Tabel III-3.
menunjukkan data tubing yang digunakan.
Tabel III-3Data Ukuran Tubing3)
Tubing SizeOutside
Diameter(Inch)
Inside Diameter
(inch)
Metal Area(in2)
Elastic constant,
in. per lb ft
1.900 1.900 1.610 0.800 0.500 x 10-6
2 3/8 2.375 1.995 1.304 0.307 x 10-6
2 7/8 2.875 2.441 1.812 0.221 x 10-6
3 ½ 3.500 2.992 2.590 0.154 x 10-6
4 4.000 3.476 3.077 0.130 x 10-6
4 ½ 4.500 3.958 3.601 0.111 x 10-6
C. Sucker Rod String
Merupakan suatu rangkaian dari sucker rod yang meneruskan tenaga di
permukaan ke plunger hingga dapat bekerja turun naik sebagai suatu pemompaan
dari sebuah sistem. Sucker rod string atau rangkaian tangkai pompa terbagi atas :
a. Sucker rod
Berfungsi sebagai penghubung antara plunger dengan peralatan penggerak
(horse head). Untuk menghubungkan dua buah sucker rod digantikan sucker
rod coupling dengan panjang satu single rod string berkisar 25 dan 30 ft.
Kombinasi dari beberapa ukuran rod string disebut Tappered rod string, yang
ditunjukkan pada Tabel III-4. Pada saat pompa bekerja, maka yang menerima
beban secara langsung adalah sucker rod, sehingga kegagalan pada sucker rod
dapat berakibat fatal. Untuk mengatasi hal ini, maka sucker rod string dibuat
dengan bahan utama dari besi ditambah dengan bahan-bahan lain untuk
mempertinggi kekuatan, kekerasan dan ketahanan terhadap korosi, dan panas.
Tabel III-5 menunjukkan lima macam ukuran rod string, luas serta berat
persatuan panjang.
Tabel III-4.Kombinasi Rangkaian Rod String3)
Ukuran String, inch Harga R sebagai fungsi dari Ap
5/8 – ¾R1 = 0,759 – 0,0896 Ap
R2 = 0,241 + 0,0896 Ap
¾ - 7/8R1 = 0,786 – 0,0566 Ap
R2 = 0,214 + 0,0566 Ap
7/8 – 1R1 = 0,814 – 0,0375 Ap
R2 = 0,186 + 0,0375 Ap
5/8 – ¾ - 7/8R1 = 0,627 – 0,1393 Ap
R2 = 0,199 + 0,0737 Ap
R3 = 0,175 – 0,0655 Ap
¾ - 7/8 – 1R1 = 0,644 – 0,0894 Ap
R2 = 0,181 + 0,0478 Ap
R3 = 0,155 – 0,0146 Ap
¾ - 7/8 – 1 – 1 1/8
R1 = 0,582 – 0,1110 Ap
R2 = 0,158 + 0,0421 Ap
R3 = 0,137 – 0,0366 Ap
R4 = 0,123 + 0,0325 Ap
Tabel III-5.Data Sucker Rod3)
Ukuran(inch)
Luas(inch2)
Berat(lb/ft)
5/8 0,307 1,16
¾ 0,447 1,63
7/8 0,601 2,16
1 0,785 2,88
1 1/8 0,994 2,64
b. Pony Rod
Pony rod merupakan rod yang lebih pendek dari panjang rod pada umumnya.
Berfungsi untuk melengkapi panjang dari sucker rod apabila tidak mencapai
panjang yang diinginkan. Ukurannya adalah 2, 4, 6, 8, 10 dan 12 ft.
c. Polished Rod
Merupakan tangkai yang menghubungkan sucker rod string dengan carrier
bar (wire line hanger pada horse head) yang naik turun dalam stuffing box.
Diameter stuffing box lebih besar dari pada diameter sucker rod, yaitu 11/8 in,
1 ¼ in, 1 ½ in, 1 ¾ in. Sedangkan panjang polished rod adalah 8, 11, 16, 22 ft.
D. Gas anchor
Berfungsi untuk memisahkan gas dengan minyak sebelum diisap oleh
pompa karena bila gas masuk ke dalam pompa akan menyebabkan turunnya
efisiensi pompa. Hal ini sering disebut dengan gas locking yaitu gas di dalam
pompa akan berbentuk seperti gumpalan sehingga mengurangi volume
pemompaan.
E. Mud anchor
Berfungsi sebagai penampung partikel berat lainnya seperti lumpur atau
pasir yang terikut bersama fluida. Dengan perbedaan berat jenis diharapkan
sebelum masuk kedalam pompa akan terpisah sehingga hanya fluida yang masuk
dalam pompa dan partikel lain akan jatuh masuk ke mud anchor.
3.2.4. Jenis Unit Pompa Bawah Permukaan
Jenis unit pompa bawah permukaan pada dasarnya terdiri dari dua
golongan besar, yaitu rod pump dan tubing pump. Seperti yang ditunjukkan oleh
gambar (3.3).
a. Tubing Pump
Pada pompa jenis ini, unit pompa secara keselurhan dimasukkan ke dalam
sumur bersama-sama dengan tubing, yaitu barrel langsung dikaitkan pada
ujung bawah tubing, sedangkan plunger bersama traveling valve dikaitkan di
ujung bawah sucker rod string. Apabila pompa hendak dicabut maka baik rod
maupun tubing harus bersama-sama. Pompa tipe tubing pump dipakai pada
sumur yang dangkal dan produktivitasnya kecil. Untuk suatu tubing dengan
ukuran tertentu dengan volume tubing pump lebih besar dari pada rod pump
maka diameter working barrel pada rod pump lebih kecil dari pada diameter
dalam tubing. Panjang tubing pump berkisar 6, 7, 11 dan 13 feet.
b. Rod Pump
Rangkaian pompa ini bersama-sama dengan sucker rod string dimasukkan ke
dalam tubing, sehingga apabila terjadi kerusakan dan pompa akan diservis
atau diganti tidak perlu mencabut tubing, tetapi cukup mencabut rod string-
nya saja.
Oleh karena itu untuk menghemat waktu dan biaya, jenis pompa semacam ini
banyak dipakai terutama pada sumur-sumur yang dalam. Panjang pompa
umumnya adalah 8, 10, 12, 14, 16 dan 20 feet.
Gambar 3.3.Tubing Pump dan Rod Pump1)
3.2.5. Mekanisme Kerja Pompa Angguk
Gerakan putar berasal dari prime mover diteruskan oleh gear reducer ke
pumping unit. Kemudian oleh pumping unit, gerak putar diubah menjadi gerak
naik turun yang oleh sucker rod diteruskan ke sub surface pump. Sucker rod
dihubungkan dengan plunger yang berfungsi sebagai piston. Adapun mekanisme
kerja pompa angguk dapat dijelaskan pada gambar (3.4)
Gambar 3.4.Mekanisme Kerja Pompa Angguk1)
Keterangan :
a. plunger bergerak ke bawah, dekat dasar langkah pemompaan
Fluida bergerak ke atas melalui traveling valve yang terbuka, sedangkan berat
kolom fluida di tubing ditahan oleh standing valve yang tertutup. Apabila
tekanan aliran dasar sumur lebih besar daripada berat kolom fluidanya maka
standing valve akan terbuka walaupun plunger berada dekat dasar langkah
pemompaannya dan sumur dapat mengalirkan fluida.
b. plunger bergerak ke atas, dekat dasar langkah pemompaan
Traveling valve tertutup, sehingga berat kolom fluida akan dipindahkan dari
tubing ke rod string. Standing valve akan terbuka segera setelah tekanan dasar
sumur lebih besar dari pada tekanan yang terdapat antara standing valve dan
traveling valve. Jadi hal ini tergantung pump spacing yaitu volume yang ada
pada standing valve dan traveling valve pada dasar stroke dan prosentase gas
bebas yang terjebak di ruang ini.
c. plunger bergerak ke atas, dekat puncak langkah pemompaan
Jika ada produksi karena pemompaan maka standing valve akan terbuka
sehingga fluida formasi dapat masuk ke tubing. Pada saat ini traveling valve
tertutup.
d. plunger bergerak ke bawah, dekat puncak langkah pemompaan.
Karena tekanan yang diakibatkan oleh kompresi fluida yang ada dalam ruang
antara standing valve dan traveling valve, maka standing valve tertutup,
sedangkan traveling valve terbuka. Pada gerak turun tersebut terbukanya
traveling valve tergantung dari prosentase gas yang berada di fluida yang
terjebak, sebab tekanan di bawah valve harus lebih besar dari yang di atasnya
Setelah plunger mencapai dasar stroke maka langkah (a) sampai (d)
diulangi lagi. Proses ini berlangsung berulangkali yang akhirnya cairan terkumpul
di dalam tubing yang akhirnya meluap sampai ke permukaan.
3.3. Perhitungan Perencanaan Pompa Angguk
3.3.1. Beban Percepatan
Apabila rod string digantungkan pada polished rod atau bergerak naik
turun dengan kecepatan konstan maka gaya yang bekerja pada polished rod
adalah berat dari rod string (Wr). Dalam hal ini rod string mengalami percepatan,
maka polished rod akan mengalami beban tambahan, yaitu beban percepatan
sebesar :
(Wr / g).a ......………….………………………………………….(3-9)
Faktor percepatan atau faktor bobot mati rod string adalah besarnya
percepatan maksimum gravitasi, yaitu :
α = a / g …………………………….....……………………….(3-10)
Keterangan :
a = percepatan maksimum yang terdapat pada rod string
g = percepatan graviatsi
Dari hasil studi terhadap gerakan yang dtransmisikan dari prime mover ke
rod string menunjukan bahwa rod string hampir merupakan gerka beraturan
sederhana , seperti yanag terlihat pada gambar (3.5) di bawah ini.
Gambar3.5Gerakan Benturan Sederhana1)
Gerakan benturan ini dapat dinyatakan sebagai proyeksi suatu partikel
yang bergerak melingkar pada garis tengah lingkaran tersebut. Apabiala hal ini
dihubungkan dengan sistem peregerakan rod string, maka :
- Diameter lingkaran dinyatakan sebagai panjang langkah rod string.
- Waktu untuk satu kali putaran dari pertikel sama dengan waktu satu kali siklus
pemompaan.
Percepatan maksimum dari sistem rod string terjadi pada awal up stoke
dan pada awal down sroke, yaitu pada saat titik proyeksi mempunyai jarak yang
melingkar yaitu :
A = Vp2 / re …………………......…………………………………(3.11)
Keterangan :
Vp = kecepatan partikel
Re = jari-jari lingkaran
Apabila waktu untuk satu kali perputaran re maka :
Vp = ( 2 π re ) / τ …………......………………………..………..(3-12)
Dan apabila N adalah jumlah putaran persatuan waktu, maka :
Vp = 2 π re N ................…………………………………………(3-13)
Jika persamaan (3.11) disubtitusikan kedalam Persamaan (3.10), maka didapatkan
persamaan :
α = Vp2 / ( re . g ) = ( 4 π2re N2 ) / g .....………………………….....(3-14)
Keterangan :
N = kecepatan pemompaan
Re = dapat dihubungkan dengan polished rod stroke length (s), yaitu :
Re = S / 2
Dengan demikian Persamaan (3.14) menjadi :
α = ( 2 π2 S N2 ) / g ………........…………………………………..(3-15)
Panjang langkah polished rod biasanya dinyatakan dalam inchi, dan
keceptan pemompaan dalam stroke per menit (spm), maka :
......…………………………………………………..(3-16)
3.3.2. Panjang langkah Plunger Efektif
Marsh dan Coberly telah menurunkan persamaan untuk menghitung
perpanjangan akibat beban yang diderita oleh string, dimana besarnya plunger
overtravel, adalah :
................
…………………..(3-17)
Persamaan (3-17) digunakan untuk untappered rod string sedangkan untuk
tappered rod string dilakukan pendekatan dengan persamaan berikut :
.............…………………………………………..(3-
18)
Keterangan :
Ep = Plunger overtravel, in.
L = panjang rod, ft.
α = faktor percepatan.
Sedangkan perpanjangan rod (er) dan perpanjangan tubing (et), adalah sebagai
berikut :
......…………………………………………(3-19)
.....………………………………………….(3-20)
Keterangan :
et = perpanjangan tubing, in.
er = perpanjangan rod, in.
G = specfic gravity fluida.
D = working fluid level, ft.
L = kedalaaman letak pompa, ft.
Ap = Luas permukaan dinding plunger, sq-in.
At = luas penampang dinding tubing,sq-in.
Ar = luas penampang rod, sq-in.
E = modulius elastisitas = 30x 106
Bila dipasang anchor pada tubing, maka L / At dapat diabaikan.
Dengan demikian efective plunger stroke adalah merupakan polished rod
stroke dikurangi dengan rod dan tubing strecth ditambah dengan plunger
overtravel atau :
Sp = S + ep – ( et + er ) ........…………………………………..(3-21)
Untuk besaran-besaran Ar, At dan Ap dapat dilihat pada tabel III-2, III-3, III-4
dan III-5.
3.3.3. Beban Polished Rod
Selama siklus pemompaan terdapat lima faktor yang mempengarahi
beban bersih (net load) dari polished rod, yaitu : beban fluida, berat mati rod
string, beban percepatan sucker rod, gaya keatas pada sucker rod yang tercelup
dalam fluida dan gaya gesekan diabaikan sehubungan dengan fluida yang
diangkat.
Beban fluida yang hanya terjadi pada saat up stroke yang diderita oleh
polished rod adalah dinyatakan dengan :
Wf = 62,4.G{(L.Ap / 144) – (Wr / 490)}
Wf = 0,433.G(L.Ap – 0,294.Wr) ........…………………………..(3-22)
Dan berat dari tappered rod string :
Wr = M1.L1 + M2.L2+ ……+Mn..Ln ........………..…………(3-23)
Sedangkan untuk untappered rod string dinyatakan sebagai :
Wr = M x L .........………………………………………………… (3-24)
Keterangan :
Wf = beban fluida,lb.
Wr = berat tappered/untappered rod string, lb.
M1 = berat rod,section pertama dari tappered rod,lb/ft.
M2 = berat rod,section kedua dari tappered rod,lb/ft.
Mn = berat rod,section ke-n dari tappered rod,lb/ft.
L1 = panjang rod, section pertama ft.
L2 = panjang rod, section kedua ft.
Ln = panjang rod, section ke-n ft.
Untuk menghitung beban polished rod maksimum yang terjadi pada saat
up stoke, Mill dinyatakan dalam bentuk persamaan, yaitu :
Wmax = Wf + Wr (1 + α ) ........…………………………………..(3-25)
Beban polished rod minimum yang terjadipada saat down stroke :
Wmin = Wr (1 – α – 0,127.G ) ........…………………………..(3-26)
3.3.4. Pump Displacement dan Efesiensi Volumetris
Secara teoritis pump displacement (volume pemompaan) dapat dihitung
dengan mengunakan efektif plunger stoke, yaitu :
V = Ap (inchi)2 x Sp (inchi/stroke) x N (stroke/menit)x
V = 0,1484 Ap Sp N , bbl/day ………………………..(30-27)
Harga 0,1484 x Ap merupakan suatu konstanta (K) untuk suatu diameter tertentu
dari ukuran plunger, maka Persamaan (3-27) menjadi :
V = K Sp N ..........……………………..…………………..(3-28)
Untuk mengetahui harga sebenarnya dari pump displacement, perlu diketahui
efesiensi volumetris (Ev) dari pompa tersebut, sehingga ;
Q = V x Ev .................………………………………………(3-29)
Keterangan :
q = laju produksi, bbl/day.
V = pump displacement, bbl/day.
Ev = efesiensi volumetris, besarnya antara 25 – 100% biasanya diambil
70 – 100%
Atau :
Ev = ..............…………………………………………..(3-30)
Efesiensi volumetris pompa merupakan faktor yang penting dalam
perencanaan pompa. Harga efesiensi volumetris berubah-ubah tergantung pada :
a. Fluida yang diproduksikan.
b. Jenis pompa yang digunakan.
c. Kedalaman pompa.
d. Kondisi peralatan di permukaan.
e. Pengaruh gas.
Tabel III-6Efisiensi Pompa Angguk Pada Bermacam Kondisi Sumur3)
Efisiensi Volumetris (%)
Kondisi Sumur
60 – 701. Sumur dalam dengan aras dalam2. Sumur menghasilkan gas dan separator bekerja baik
70 – 851. Sumur normal2 Aras Cairan dangkal dan pompa dipasang dangkal
85 - 1001. Tidak ada interferensi gas2. Aras cairan dangkal dan pompa dipasang dangkal
Adapun fakltor-faktor yang mempengaruhi efesiensi volumetris pompa
angguk adalah :
1. Karakteristik Fluida
Viskositas
Apabila cairan mempunyai viskositas kecil, maka akan lebih mudah
menyebabkan kebocoran malalui ruang antara plunger dan barrel sehingga
efesiensi pompa akan menurun. Jika viskositas cairan tinggi, lebih besar dari
400 cp maka kemungkinan pengisian cairan didalam pompa hanya sebagian
saja, dengan demikian akan mengurangi efesiensi pompa. Disamping itu
viskositas yang tinggi sering membawa partikel-partikel pasir kedalam pompa
sehingga plunger cepat aus.
Temperatur
Makin tinggi temperatur, maka viskositas dan spesific grafity makin rendah
dan spesific gravity ini akan mempengaruhi hasil pemompaan. Temperatur
juga akan mempengaruhi terhadap pembebasan gas dan panas yang
terkompresi didalam pompa akan mempercepat terjadinya korosi.
2. Kondisi Operasi
Penempatan kedalaman yang baik yaitu pada kedalaman optimum, akan
menyebabkan membuka menutupnya valve waktu pemompaan dapat berjalan
dengan baik. Disamping itu, kecepatan pemompaan yang terlalu tinggi akan
menyebabkan kerja valve kurang baik sehingga barrel pompa tidak terisi
penuh dengan cairan. Hal ini jelas mengakibatkan menurunnya efesiensi
pompa. Akibat lian karena kecepatan pompa terlalu tinggi, dapat
menimbulkan resonansi pada sucker rod yang cukup besar. Keadaan
demikian dapat menyebabkan sucker rod cepat putus. Untuk menghindarinya
serta mendapatkan kecepatan pemompaan yang baik dapat digunakan
persamaan sebagai berikut :
................…………………………………………..(3-31)
Keterangan :
N = kecepatan pemompaan, SPM.
L = kedalaman pompa, ft.
n = bilangan pecehan (1,5 ;2,5 ;3,5 dan seterusnya).
Pengunaan rumus diatas dengan cara coba-coaba, yaitu dengan mengganti
harga n sehingga didapatkan efesiensi pompa anatara 70 – 80 %, berarti
kecepatan pompa tersebut telah memadai. Diusahakan agar kecepatan
pemompaan minimal 10 SPM, hal ini dapat dilakukan dengan mengubah
diameter plunger atau panjang polished rod string.
3. Karakteristik Sumur
Productivity Index (PI).
Faktor ini akan mempengaruhi terhadap pemasukan cairan kedalam working
barrel. Bila displacement pompa lebih besar dari kemampuan formasi, maka
barrel pompa hanya terisi sebagain saja. Hal ini dapat menyebabkan fluid
pound atau pump off.
Tekanan resevoir
Tekanan resevoir akan mempengaruhi terhadap tinggi rendahnya cairan fluida
didalam sumur. Hal ini akan mempengaruhi penempatan kedalaman pompa.
4. Pengaruh Gas
Gas Pound
Gas pound sebagai akibat adanya gas yang mengisi sebagian working barrel.
Pada saat down stoke, travelling valve terlambat membuka karena adanya
sejumlah gas diruang kerja pompa yang terbawa cairan. Karena adanya gas
ini, maka pada saat plunger bergerkak turun travelling valve menutup
dikarenakan gas dalam ruang kerja pompa terkompresi terlebih dahulu,
kemudian setelah tekanan didalam ruang kerja pompa cukup kuat baru
travelling valve terbuka untuk memasukkan cairan kedalam ruang plunger
pompa. Adanya gas pound ini mengakibatkan berkurangnya pengisian cairan
ke dalam ruang kerja pompa, sehingga menurunkan efessiensi pompa.
Gas Lock
Gas lock adalah keadaan barrel pompa terisi oleh gas. Hal ini disebabkan
karena keterlambatan valve untuk membuka sebagainmana biasanya. Pada saat
down stoke gas dimampatkan dan pada saat up stoke terjadi pengembangan
gas. Gas inilah yang menyebabkan hilangnya efesiensi pompa .Pada
permulaan dari down stoke, travelling valve tidak membuka sampai plunger
mengkompresi gas pada pompa dengan tekanan yang sama dengan head dari
hidrostatik fluida dalam tubing. Hal ini yang terjadi adalah standing valve
yang tidak membuka pada saat permulaan up stoke dan baru terbuka bila
tekanan dasar sumur melebihi tekanan barrel dalam pompa.
3.3.5. Perencanaan Counterbalance
Secara teoritis counterbalance efect ideal (Ci) harus sedemikian rupa
sehingga prime mover akan membawa beban rata-rata yang sama besarnya baik
pada waktu up stroke maupun pada waktu down stroke.
Ci = 0,50.Wf + Wr (1 – 0,127.G )` .........………………………….(3-32)
3.3.6. Perhitungan Torsi (Puntiran)
Perhitungan torsi sangat erat hubunganya dengan perencanaan
counterbalance. Pumping unit yang bekerja harus sesuai dengan puntiran yang
diijinkan pada gear reducer, yaitu dalam setiap pumping unit telah diberikan
maksimum puntiran yang diijinkan oleh pabrik pembuatnya. Besarnya torsi yang
dijinkan adalah :
T = W (S / 2) sin θ – C (S / 2) sinθ
T = (W – C) (S / 2) sin θ ..............................................................(3-33)
Harga maksimum untuk variabel-variabel W dan sin θ masing-masing adalah
Wmax dan sin θ = 1 atau θ = 900, dengan demikian puntiran maksimum (peak
torque) adalah :
Tp = (Wmax – C)(S / 2)........…………………………………..(3-34)
Dalam perhitungan peak torque, (C) diasumsikan 95% dari harga idealnya (Ci),
maka Persamaan (3-34) menjadi :
Tp = (Wmax – 0,95.Ci)(S / 2) ……………………………..…….(3-35)
3.3.7. Horse Power Prime Mover
Operasi pompa sucker rod membutuhkan dua tenaga, yaitu tenaga untuk
menggerakan fluida dengan laju aliran sebesar q barrel per hari, dengan specific
grafity G, dari kedalaman L feet, dan tenaga untuk mengatasi gesekan. Besarnya
tenaga untuk menggerakan fluida dinyatakan dalam persamaan umum :
Hh = 7,36 x 10-6 q G LN, (hp) .......………………………..….(3-36)
Keterangan :
LN = net lift, yaitu perbedaan tekanan yang menyebabkan adanya aliran
fluida dari pompa kepermukaan dinyatakan dalam feet dari fluida
yang diproduksi.
LN = L – (L – D) + Pt / 0,433 G)
LN = D + (2,31 Pt / G) ...................……………..…………….(3-37)
D adalah working fluid level (ft) dan Pt adalah tekanan pada tubing (psi).
Sementara besarnya tenaga untuk mengatasi gesekan adalah sebesar :
Hf = 6,31 x 10-7 Wr S N, (hp) ......……………………………(3-38)
Jadi total polished rod horse power adalah merupakan penjumlahan hydraulic &
fricition horse power dengan safety factor 1,5 atau secara matematis :
Hb = 1,5 (Hh + Hf) ....…………………………………..………(3-39)
3.4. Perhitungan IPR Sumur
Potensi sumur yang akan dipasang dalam bentuk kurva IPR. Kurva IPR ini
tergantung pada kondisi resevoir dan jenis fluida yang diproduksikan pada sumur.
Perlu ditegaskan lagi bahwa ketergantungan pada kondisi resevoir dalam hal ini
adalah apakah tekanan resevoir berada diatas tekanan bubble point atau tidak.
Sedangkan jenis fluida yang diproduksikan bisa minyak dengan air, minyak
dengan gas atau ketiga-tiganya.
Perlu memperhatikan fluida produksi dalam hal ini adalah pada penentuan
berat kolom fluida yang dipompakan. Berat fluida ini tergantung pada specific
gravity G, dari fluida yang bersangkutan. Untuk fluida produksi minyak dan air,
maka G dianggap sama dengan pada kondisi standart, yaitu :
G = KA .Gw + (1 – KA)G0 .......………………………………….(3-40)
Keterangan :
G = specific grafity fluida.
KA = kadar air, %.
Gw = specific grafity air.
Go = specific grafity minyak.
Jika ada gas yang diproduksikan, kita tidak dapat menggunakan persamaan
diatas guna menghitung harga G. Harga G bervariasai mulai dari dasar sumur
sampai ke kepala sumur. Suatu pendekatan dalam menghitung G ini dilakukan
pada kondisi bubble point :
..............…………..(3-41)
Keterangan :
GLR = gas liquid ratio, SCF/STB.
ρg = densitas gas.
Bob = faktor volume formasi minyak pada bubble point.
Untuk aliran tiga fasa, yaitu gas, minyak dan air, mka dalam
pengembangan kelakuan aliran tiga fasa dari formasi ke lubang sumur dapat
menggunakan analisis regresi dari Metode Pudjo Sukarno seperti yang
telahdijelaskan sebelumnya. Produser pembuatan kurva IPR untuk aliran tiga fasa
dari Metode Pudjo Sukarno adalah sebagai berikut :
a. Mempersiapkan data sumur (Pwf),psi.
- Tekanan alir dasar sumur (Pwf),psi.
- Tekanan statik (Ps),psi.
- Laju produksi total (qr),bbl/hari.
- Laju produksi minyak (qo), bbl/hari.
- Water cut (wc), berdasarkan data Uji Produksi (%).
- Tekanan Bubble point (pb), psi.
b. Menghitung WC @ Pwf Ps dengan Persamaan (3-6), dimana terlebih dahulu
menghitung harga P1 dan P2 dengan Persamaan (3-7) dan (3-8).
c. Menghitung konstanta A0, A1 dan A2 dengan menggunakan Persamaan (3-5),
dimana Cn (n = 0, 1 dan 2) untuk masing-masing harga An ditunjukan dalam
tabel (III-1).
d. Menghitung qr max dengan Persamaan (3-4).
e. Menghitung harga q0 untuk berbagai harga Pwf dengan menggunakan
Persamaan (3-4).
f. Menghitung qw untuk berbagai harga Pwf, dengan menentukan WC terlebih
dahulu untuk berbagai harga Pwf tersebut dengan Persamaan (3-6). Harga qw
(bpd) untuk berbagai harga Pwf dihitung dengan persamaan :
..................................………………(3-42)
g. Membuat tabulasi q0,qw, dan qt untuk berbagai harga Pwf.
h. Membuat kurva IPR sumur.
3.5. Optimasi Kecepatan Pompa dan Panjang Langkah
Setelah didapatkan kurva IPR, maka langkah awal dari optimasi adalah
menentukan persamaan kurva pump intake disamping kurva IPR. Persamaan
kurva pump intake adalah sebagai berikut :
.........………………………….(3-43)
Jika kita menuliskan persamaan S . N2 sebagai :
.............................................................………….(3-
44)
maka Persamaan (3-58) berubah menjadi :
P = a + b . v .................…………………………………….…….(3-45)
Keterangan :
.........………….(3-46)
........………….(3-47)
Harga S.N2 dapat juga dituliskan sebagai berikut :
..........…………………………………………(3-48)
Sehingga Persamaan (3-58) berubah menjadi :
P = a + c.v2 .........……………………………………………….....(3-49)
Keterangan : a sama dengan Persamaan (3-61), sedangkan c adalah :
………..(3-50)
Berdasarkan Persamaan (3-45) dan (3-49) kita dapat membuat kurva pump
intake. Pada kedua persamaan ini harga a adalah konstan , sdengkan harga b dan c
bervariasi yang masing-masing tergantung pada harga N dan S. Setiap harga N
akan menghasilkan satu harga b, begitu pula pada harga S akan menghasilkan
harga c yang konstan.
Kurva pump intake ini didapatkan dengan mengasumsikan satu harga S
atau N, kemudian diikuti dengan asumsi beberapa harga q untuk mendapatkan
harga P, sehingga didapatkan pasangan data (q,P). Pasangan data ini diplot pada
kurva IPR, dan didapatkan kurva pump intake untuk satu harga S atau harga N.
Antara kurva pump intake dengan kurva IPR akan saling berpotongan.
Dengan mengambil harga laju produksi tempat perpotongan ini akan didapatkan
kembali pasangan titik (S,q) dan (n,q). Pasangan titik ini kemudian diplot pada
kertas grafik sehingga didapatkan grafik hubungan S vs q dan N vs q.
Laju produksi maksimum yang masih memenuhi atau tekanan minimum
yang masih memenuhi dapat ditentukan dari tegangan maksimum yang diijinkan
pada rod.
….........……………………………………….(3-51)
atau
…..........………………………………………(3-52)
Keterangan :
PPRL = Wf + 0,9.Wr + Wr + α1.Wr – P.Ap ......…………………(3-53)
...............…………………………………(3-54)
Tanda positif pada persamaan di atas berlaku untuk pompa Conventional
Unit, sedangkan tanda negatif untuk Air Balance dan Mark II. Besaran c/p adalah
crank-pitman ratio.
Sedangkan berat kolom fluida (Wf) yang mengisi tubing secara penuh jika
tanpa rod string, adalah :
……………………………(3-
55)
Pada saat plunger mulai bergerak ke atas, travelling valve tertutup
sedangkan standing valve terbuka. Pada saat ini berat fluida ditopang oleh rod
string, sedangkan percepatan yang dialami plunger mencapai harga makimal saat
beban pada rod string, yang dituliskan :
...............………………………….……….(3-56)
Tanda negatif pada persamaan di atas untuk pompa Conventional Unit,
tanda positif untuk pompa Air Balance dan Mark II Unit.
Jika pada saat plunger bergerak ke atas diasumsikan bahwa travelling
valve dalam keadaan terbuka dan standing valve dalam keadaan tertutup, maka
beban pada rod mencapai minimum, yang disebut dengan “Minimum Polished
Rod Load (MPRL)”, yang harganya terdiri dari berat rod ditambah berat plunger
ditambah faktor gesekan dikurangi faktor percepatan dan tenaga pelampungan.
MPRL = Wr – 0,1.Wr – α2.Wr = 0,9.Wr - α2.Wr ....................... (3-57)
Adanya beban maksimum dan minimum akan dapat menimbulkan
tegangan maksimum dan minimum pada top rod. Beban maksimum akan
menghasilkan tegangan minimum. Besarnya tegangan maksimum ditunjukan pada
persamaan berikut :
.................…………………………………………(3-58)
Sedangkan tegangan minimum ditunjukan pada persamaan :
................…………………………………………(3-59)
Hubungan antara tegangan maksimum dan tegangan minimum adalah :
..................…………………………(3-60)
Dimana T adalah tensile strength minimum dari rod yang tergantung pada
API Grade rod. Untuk API grade C, harga T adalah 90000 psi, sedangkan API
grade D harga T adalah 115000 psi. SF merupakan service factor yang tergantung
pada tipe rod dan kondisi opersai pompa, dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel III-7Service Factors1)
Service API C API D
Non Corrosive
Salt Water
Hidrogen Sulfid
1,00
0,65
0,50
1,00
0,90
0,70
Harga tegangan minimum dan tegagnan maksimum pada rod tidak boleh
malampaui harga tegangan maksimum yang diijinkan ( ). Harga ini tergantung
pada beban rod ,untuk baja harga adalah 30000 .
Dengan mensubstitusikan Persamaan (3-54) ke dalam Persamaan (3-%2)
maka didapat hubungan :
….........……………………….(3-61)
Harga S.N2 Minimum pada persamaan di atas kemudian diasmsikan
kedalam persamaan (3-34) untuk mendapatkan tekanan minimum yang masih
memenuhi. Berdasarkan tekanan ini kita dapat menentukan late produksi
maksimum berdasarkan kurva IPR.
Prosedur Perhitungan Optimasi Pompa Angguk adalah :
Untuk melakukan optimasi pompa angguk, maka diperlukan
perhitungan-perhitungan dengan langkah sebagai berikut :
1. Mencari besarnya harga Ap, Ar, At, K, dan M, dari Tabel III-2, III-
3, III-4, dan III-5.
2. Menghitung setting depth pompa yang baru dengan menggunakan
persamaan :
L = ......................................................................... (3-
62)
3. Menentukan beban sucker rod (Wr) dengan menggunakan
persamaan (3-23) untuk tappered rod string dan persamaan (3-24) untuk
untappered rod string.
4. Menghitung beban fluida dengan persamaan (3-22).
5. Menentukan konstanta a, b dan c :
a = ................... (3-
63)
b = .......... (3-
64)
c = ….... (3-
65)
6. Persamaan Pump Intake untuk N :
Pi = a + bq ................................................................................... (3-66)
7. Persamaan Pump Intake untuk S :
Pi = a + cq2 .................................................................................. (3-67)
8. Menentukan untuk satu harga N dan mengasumsikan beberapa
harga q, sehingga diperoleh harga Pi, kemudian mengeplot pasangan data (q ,
Pi) untuk satu harga N pada kurva IPR sumur. Selanjutnya menentukan satu
harga S dan mengasumsikan harga q, sehingga diperoleh harga Pi, kemudian
mengeplot pasangan data (q , Pi), untuk satu harga S pada kurva IPR.
9. Memasukkan hasil perhitungan Pump Intake Pressure untuk berbagai macam
harga N dan q, serta S dan q ke dalam tabel masing-masing.
10. Dari perpotongan kedua kurva Pump Intake Pressure dengan kurva
IPR sumur diperoleh pasangan data (N , q) dan (S , q), hasil optimasi
diperoleh dari perpotongan hasil plotting data-data (N , q) dan (S , q) pada
skala yang sesuai.
11. Menentukan Peak Polished Road Load (PPRL) dan Minimum Polished Rod
Load (MPRL) :
PPRL = Wf + (0,9 + α1) Wr – P Ap ............................................. (3-68)
MPRL = (0,9 + α2) Wr ................................................................... (3-69)
Keterangan :
α = ................................................ (3-70)
12. Menentukan Stress maksimum (Smax) dan Stress minimum (Smin) :
Smax = .............................................................................. (3-71)
Smin = ............................................................................. (3-72)
13. Memeriksa apakah desain sudah cukup aman untuk menahan stress
maksimum yang terjadi (SA ≥ Smax)
SA = ........................................................ (3-
73)
Harga SA harus lebih besar atau sama dengan Smin, apabila harga SA ≥ Smin
maka optimasi dapat dilanjutkan.
14. Menentukan Counter Balance Effect Ideal (Ci) :
Ci = ................................................................... (3-74)
15. Menentukan Torsi Maksimum :
Tp = ........................................................... (3-75)
16. Menentukan Efisiensi volumetris hasil optimasi :
Net lift pompa (LN) :
LN = ......................................................... (3-
76)
Beban percepatan (α) :
α = ......................................................................... (3-77)
Panjang stroke plunger efektif
Sp = S + ep – (et + er) .......................................................... (3-78)
Keterangan :
ep = (untuk untappered rod string) ............ (3-79)
ep = (untuk tappered rod string) ............ (3-80)
et = .................................................... (3-
81)
er = .................................................... (3-
82)
Pump displacement :
V = K x Sp x N ............................................................... (3-83)
Efisiensi volumetris :
Ev = .............................................................. (3-
84)
17. Menentukan Horse Power :
Hydraulic Horse Power :
Hh = 7,36.10-6 x q x G x LN ........................................... (3-85)
Friction Horse Power :
Hf = 6,31.10-7 x Wr x S x N .......................................... (3-86)
Break Horse Power :
Hb = 1,5 (Hh + Hf) ....................................................... (3-87)