bahan srp

66
BAB III TEORI DASAR POMPA ANGGUK Pompa angguk atau succer rod merupakan salah satu teknik pengangkatan buatan atau artificial lift yang digunakan untuk membantu mengangkat minyak dari lubang sumur ke permukaan sebagai akibat dari penurunan energi alami yang dimiliki reservoir. Pompa angguk paling umum digunakan karena tidak mudah rusak, mudah diperbaiki, dikenal banyak dilapangan dan toleran terhadap fluktuasi laju produksi. Pompa angguk bekerja secara konvensional karena dalam proses kerjanya menggunakan gerak perpaduan antara peralatan yang ada di permukaan dan peralatan di bawah permukaan. Pada jangka waktu tertentu, pompa angguk yang terpasang pada suatu sumur perlu dilakukan perawatan. Secara definisi disebutkan bahwa perawatan sumur adalah semua jenis pekerjaan yang berhubungan dengan aktifitas

Upload: martin-udan

Post on 30-Jan-2016

27 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Bahan SRP

TRANSCRIPT

BAB III

TEORI DASAR POMPA ANGGUK

Pompa angguk atau succer rod merupakan salah satu teknik

pengangkatan buatan atau artificial lift yang digunakan untuk membantu

mengangkat minyak dari lubang sumur ke permukaan sebagai akibat dari

penurunan energi alami yang dimiliki reservoir. Pompa angguk paling umum

digunakan karena tidak mudah rusak, mudah diperbaiki, dikenal banyak

dilapangan dan toleran terhadap fluktuasi laju produksi. Pompa angguk bekerja

secara konvensional karena dalam proses kerjanya menggunakan gerak perpaduan

antara peralatan yang ada di permukaan dan peralatan di bawah permukaan.

Pada jangka waktu tertentu, pompa angguk yang terpasang pada suatu

sumur perlu dilakukan perawatan. Secara definisi disebutkan bahwa perawatan

sumur adalah semua jenis pekerjaan yang berhubungan dengan aktifitas pompa

yang bertujuan untuk mempertahankan produksi sesuai dengan potensinya.

Sebelum dilakukan perencanaan ulang terhadap penggunaan pompa

angguk, perlu dipahami tentang kemampuan produksi dari formasi produktif suatu

sumur. Perencanaan ulang terhadap penggunaan pompa angguk ditentukan

berdasarkan prinsip kerja dan perhitungan-perhitungan yang termuat dalam dasar

teori. Metode perhitungannya dilakukan dengan metode analisis dan dari hasil

perhitungan dapat diketahui besarnya laju produksi tiap sumur.

3.1. Produktifitas formasi

Produktifitas formasi merupakan kemampuan formasi untuk

memproduksikan fluida yang terkandung didalam reservoir pada tekanan tertentu,

yang biasanya dinyatakan dengan Produktivity Index (PI).

3.1.1. Produktivity Index (PI)

Produktvity Index (PI) merupakan indek yang digunakan untuk

menyatakan kemampuan suatu sumur untuk berproduksi pada kondisi tekanan

tertentu, yaitu merupakan perbandingan antara laju produksi yang dihasilkan suatu

sumur terhadap pressure drow down (Ps – Pwf). Secara matematis dapat dinyatakan

sebagai berikut :

PI = ............................................................................ (3-

1)

Sedangkan harga q dalam satuan lapangan dapat didekati dengan persamaan

Darcy, untuk aliran radial adalah :

q = ............................................................... (3-

2)

Apabila harga q diatas dimasukkan kedalam persamaan (3-1), maka diperoleh

persamaan PI dalam bentuk lain, yaitu :

PI = .........................................................................(3-

3)

Keterangan :

q = laju produksi, BPD

Ps = tekanan statik reservoir, Psi

Pwf = tekanan alir dasar sumur, Psi

k = permeabilitas, mD

µo = viscositas minyak, cp

Bo = faktor volume formasi, STB/BBL

rw = jari-jari sumur, ft

re = jari-jari pengurasan, ft

3.1.2. Inflow Performance Relationship (IPR)

Produktivity Index yang diperoleh secara langsung maupun secara

teoritis hanya merupakan gambaran secara kualitatif mengenai kemampuan suatu

sumur untuk berproduksi. Dalam kaitannya dengan perencanaan suatu sumur

ataupun dengan melihat kelakuan suatu sumur untuk berproduksi, maka harga PI

dapat dinyatakan dalam bentuk grafis yang disebut dengan inflow performance

relationship (IPR). Mengingat sumur-sumur berproduksi dengan kadar air cukup

tinggi, maka kadar air haruslah dipertimbangkan dalam pembuatan kurva IPR

tersebut.

Metode pembuatan kurva IPR dengan memperhitungkan kadar air ini

dikembangkan oleh Pudjo Sukarno dengan anggapan bahwa :

- faktor skin = 0

- gas, minyak dan air berada dalam satu lapisan dan mengalir

bersama-sama secara radial.

Berdasarkan analisa regresi yang diberikan oleh Pudjo Sukarno, maka persamaan

yang dipergunakan untuk pembuatan kurva IPR aliran tiga fasa adalah :

................................................... (3-4)

An (n = 0, 1 dan 2) adalah konstanta persamaan yang harganya berbeda untuk

water cut yang berbeda. Hubungan antara konstanta tersebut dengan water cut

ditentukan pula secara analisa regresi dan diperoleh persamaan :

An = C0 + C1 (water cut) + C2 (water cut)2 ......................................... (3-5)

Harga Cn (n = 0,1 dan 2) untuk masing-masing harga An dapat dilihat pada

Tabel III-1.

Tabel III-1Konstanta Cn Untuk Setiap Harga An

An C0 C1 C2

A0 0,970321 -0,115661 x 10-1 0,179050 x 10-4

A1 -0,414360 0,392799 x 10-2 0,237075 x 10-5

A2 -0,564870 0,762080 x 10-2 -0,202079 x 10-4

Besarnya water cut dalam memproduksikan minyak akan berubah

sesuai dengan perubahan tekanan alir dasar sumur pada suatu harga tekanan

reservoir, maka perlu dibuat suatu hubungan antara tekanan alir dasar sumur

dengan water cut. Hubungan ini dinyatakan sebagai Pwf/Pr terhadap water cut

WC/(WC @ Pwf ~ Pr), harga ini ditentukan dengan simulator. Persamaan yang

diperoleh dengan analisa regresi adalah :

..............................................

(3-6)

harga P1 dan P2 pada persamaan (3-6) tergantung dari harga water cut-nya, dan

dari hasil analisa regresi di peroleh :

P1 = 1,606207 – 0,130447 ln (WC) .................................................. (3-7)

P2 = -0.517792 + 0,110604 ln (WC) ................................................. (3-8)

Sedangkan harga water cut dalam rumus tersebut dinyatakan dalam persen (%).

Langkah-langkah pembuatan kurva IPR tiga fasa adalah sebagai berikut :

1. Mempersiapkan data penunjang yang meliputi :

- Tekanan Reservoir

- Tekanan alir dasar sumur

- Laju produksi minyak dan air

- Harga water cut berdasarkan uji produksi, %

2. Menghitung harga WC @ Pwf ≈ Pr dengan menggunakan persamaan (3-6)

3. Berdasarkan harga WC pada langkah 2, hitung konstanta A0, A1 dan A2.

4. Berdasarkan data uji produksi, tentukan laju produksi total maksimum

(qmax) dengan persamaan (3-4).

5. Berdasarkan harga qmax dari langkah 4, dapat dihitung laju produksi

minyak (qo) untuk berbagai harga tekanan alir dasar sumur.

6. Menentukan laju produksi air untuk setiap harga water cut pada tekanan

alir dasar sumur tertentu dengan persamaan :

qw = (WC / (100 – WC)) . qo

7. Plot antara berbagai harga laju produksi minyak yang didapat dari langkah

5 terhadap Pwf, kurva yang dihasilkan merupakan kurva IPR.

3.2. Diskripsi Pompa Angguk

Ada beberapa kriteria umum yang perlu diperhatikan dalam penggunaan

pompa angguk, yaitu :

1. Produktivitas sumur, yaitu metode pompa angguk mempunyai batasan

kemampuan memproduksi 100 sampai 2000 BPD.

2. Tekanan reservoir, yaitu tekanan reservoir sebanding dengan tinggi kolom

cairan dalam tubing, dalam hal ini metode pompa angguk dapat digunakan

pada sumur dengan tinggi kolom cairan di atas atau di bawah 1/3 dari

kedalaman perforasinya.

3. Kedalaman sumur, yaitu kedalaman sumur menunjukkan besarnya tenaga

yang diperlukan untuk pengangkatan buatan, dalam hal ini pompa angguk

mempunyai kemampuan beroperasi pada kedalaman 8000 - 12000 ft.

4. Kemiringan, yaitu untuk sumur dengan kemiringan besar pompa angguk

tidak dapat digunakan.

5. Kemampuan pompa angguk dalam mengatasi problem sumur adalah :

pasir : sedang

Parafin : buruk

scale : baik

korosi : baik

Emulsi : baik

6. Pompa angguk mempunyai fleksibilitas yang besar untuk mengubah laju

produksi dan mudah dalam pengoperasiannya.

3.2.1. Prime Mover

Prime mover merupakan sumber penggerak utama dari seluruh rangkaian

peralatan unit pompa baik peralatan di permukaan maupun peralatan di bawah

permukaan. Prime mover di bedakan menjadi tiga macam yaitu :

a. Motor bakar (internal combustion enggine)

Bahan bakarnya adalah gas, solar, kerosene, dan bensin.

b. Motor bakar tenaga uap

Jenis ini kurang ekonomis karena mesin yang digunakan sebagai

penggerak biasanya adalah mesin bekas dari suatu operasi pemboran.

c. Motor listrik

Jenis ini menggunakan arus bolak-balik tiga phasa dan penggunaannya

lebih ekonomis karena untuk pengontrolan dilakukan secara otomatis.

3.2.2. Peralatan Pompa di Atas Permukaan

Pada peralatan pompa angguk di atas permukaan ini terdapat mekanisme

kerja yaitu mengubah gerak berputar dari prime mover menjadi suatu gerak naik

turun pada sucker rod pump. Susunan peralatan di atas permukaan untuk jenis

conventional unit dapat dilihat pada gambar (3.1).

Fungsi utama dari komponen-komponen peralatan pompa angguk di atas

permukaan adalah :

1. Gear Reducer

Berfungsi mengubah kecepatan putaran tinggi menjadi rendah sesuai SPM

dengan menggunakan V-belt, yang dipasang pada enggine shave prime mover

dan unit shave gear reducer. Biasanya perbandingan putaran prime mover

dengan kecepatan stroke pompa diambil 30 : 1, ini berarti bila kecepatan

prime mover sebersar 600 rpm maka stroke pompa kecepatannya 20 spm

.

Gambar 3.1Peralatan Pompa Angguk di Atas Permukaan1)

2. Crank

Merupakan sepasang tangkai yang menghubungkan crank shaft pada gear

reducer dengan counter balamce. Pada crank terdapat lubang tempat

kedudukan pitman bearing untuk mengatur besar kecilnya langkah

pemompaan yang apabila digeser ke posisi lubang terbesar maka langkah

pemompaan menjadi besar, demikian sebaliknya.

3. Crank shaft

Merupakan poros dari crank, gerak putar yang telah diperlambat oleh gear

reducer akan menggerakkan crank shaft

4. Counter weight

sepasang pemberat yang berfungsi sebagai penyimpan tenaga pada waktu

down stroke dan memberikan tenaga pada saat up stroke.

5. Pitman

Sebuah tangkai yang dapat merubah gertak putar crank menjadi gerak naik

turun pada walking beam dengan memakai bearing.

6. Walking beam

Suatu batang besi profil tempat horse head duduk di sangga oleh sampson

post serta bergerak naik turun dengan bantuan pitman. Gerak ini diteruskan

dengan perantara bridle ke polished rod.

7. Horse head

Berfungsi agar succer rod string tetap lurus

8. Briddle (wire line hanger)

Berupa sepasang kabel baja yang dihubungkan dengan horse head.

9. Carrier bar

Tempat gantungan polished rod dengan bantuan polished rod clamp yang

ditahan briddle.

10. Polishes rod clamp

Berfungsi mengeraskan kaitan polished rod dengan peralatan di atasnya.

11. Polished rod

Bagian dari tangkai pompa yang berfungsi menghubungkan rangkaian sucker

rod dengan peralatan permukaan.

12. Sampson post

Tempat dudunya walking beam hingga memungkinkan untuk bergerakdalam

suatu titik secara naik turub

13. Saddle bearing

Tempat kedudukan dari walking beam pada sampson post bagian atas.

14. Equalizer

Bagian atas pitman yang bergerak menurut kebutuhan pada saat pemompaan.

15. Brake

Berfungsi untuk mengerem gerak pompa jika dibutuhkan.

16. Stuffing box

Mencegah minyak agar tidak keluar bersama naik turunnya polished rod.

3.2.3. Peralatan Pompa di Bawah Permukaan

Fungsi utama dari peralatan pompa angguk di bawah permukaan adalah

untuk menaikkan fluida dari formasi ke dalam tubing dan mengangkat fluida

tersebut ke perukaan. Gambar (3.2) memperlihatkan peralatan pompa angguk di

bawah permukaan.

Peralatan pompa angguk di bawah permukaan terdiri dari :

A. Pompa

1. Working Barrel

Working barrel merupakan tempat agar plunger dapat bergerak naik turun

sesuai dengan langkah pemompaan dan menampung minyak yang terisap oleh

plunger pada saat bergerak ke atas.

Berdasarkan bentuknya, maka working barrel dapat dibagi menjadi dua

macam, yaitu :

Full Barrel

Full barrel merupakan barrel yang berbentuk penuh sepanjang pompa

Liner Barrel

Liner barrel merupakan barrel yang berbentuk potongan-potongan dengan

panjang setiap potong adalah 1 ft.

Gambar 3.2Peralatan Pompa Angguk di Bawah Permukaan1)

2. Plunger

Merupakan bagian dari pompa yang terdapat didalam barrel dan dapat

bergerak naik turun yang berfungsi sebagai penghisap minyak dari formasi

masuk ke barrel serta mengangkat minyak ke permukaan.

Tabel III-2.Data Plunger Pompa3)

Diameter(inch)

Luas, Ap(sq.in)

Konstanta Pompa(bbl/D/in./spm)

1 ½ 0,785 0,117

1 1/6 0,880 0,132

1 ¼ 1,227 0,182

1 ½ 1,767 0,262

1 ¾ 2,405 0,357

2 3,142 0,466

2 ¼ 3,976 0,590

2 ½ 4,909 0,728

2 ¾ 5,940 0,881

3 ¾ 11,045 1,640

4 ¾ 17,721 2,630

3. Valve

Ada dua macam valve yang bekerja pada pompa yaitu : standing valve dan

traveling valve.

Standing valve

Merupakan komponen katup yang terdapat pada bagian bawah dari

working barrel yang berfungsi untuk mengalirkan minyak dari formasi

masuk ke working barrel dan hal ini terjadi pada saat plunger bergerak ke

atas (standing valve membuka). Disamping itu untuk menahan minyak

agar tidak dapat keluar dari working barrel pada saat plunger bergerak ke

bawah (standing valve menutup).

Traveling valve

Merupakan bola dan tempat kedudukannya terletak pada bagian bawah

dari plunger dan ikut bergerak ke atas dan ke bawah menurut gerakan

plunger. Fungsi dari traveling valve ini untuk :

Mengeluarkan minyak dari working barrel masuk ke plunger dan

hal ini terjadi pada saat plunger bergerak ke bawah (traveling valve

membuka).

Menahan minyak keluar dari plunger pada saat plunger bergerak

ke atas sehingga minyak tersebut dapat diangkat ke permukaan

(traveling valve menutup).

B. Tubing

Merupakan pipa yang berfungsi untuk mengalirkan fluida dari dasar

sumur kepermukaan disamping sebagai tempat mendudukkan alat-alat produksi

dalam pengoperasian suatu sumur. Pada sumur pompa, tubing juga dipakai untuk

mengikatkan pompa atau rumah pompa seperti working barrel. Pada Tabel III-3.

menunjukkan data tubing yang digunakan.

Tabel III-3Data Ukuran Tubing3)

Tubing SizeOutside

Diameter(Inch)

Inside Diameter

(inch)

Metal Area(in2)

Elastic constant,

in. per lb ft

1.900 1.900 1.610 0.800 0.500 x 10-6

2 3/8 2.375 1.995 1.304 0.307 x 10-6

2 7/8 2.875 2.441 1.812 0.221 x 10-6

3 ½ 3.500 2.992 2.590 0.154 x 10-6

4 4.000 3.476 3.077 0.130 x 10-6

4 ½ 4.500 3.958 3.601 0.111 x 10-6

C. Sucker Rod String

Merupakan suatu rangkaian dari sucker rod yang meneruskan tenaga di

permukaan ke plunger hingga dapat bekerja turun naik sebagai suatu pemompaan

dari sebuah sistem. Sucker rod string atau rangkaian tangkai pompa terbagi atas :

a. Sucker rod

Berfungsi sebagai penghubung antara plunger dengan peralatan penggerak

(horse head). Untuk menghubungkan dua buah sucker rod digantikan sucker

rod coupling dengan panjang satu single rod string berkisar 25 dan 30 ft.

Kombinasi dari beberapa ukuran rod string disebut Tappered rod string, yang

ditunjukkan pada Tabel III-4. Pada saat pompa bekerja, maka yang menerima

beban secara langsung adalah sucker rod, sehingga kegagalan pada sucker rod

dapat berakibat fatal. Untuk mengatasi hal ini, maka sucker rod string dibuat

dengan bahan utama dari besi ditambah dengan bahan-bahan lain untuk

mempertinggi kekuatan, kekerasan dan ketahanan terhadap korosi, dan panas.

Tabel III-5 menunjukkan lima macam ukuran rod string, luas serta berat

persatuan panjang.

Tabel III-4.Kombinasi Rangkaian Rod String3)

Ukuran String, inch Harga R sebagai fungsi dari Ap

5/8 – ¾R1 = 0,759 – 0,0896 Ap

R2 = 0,241 + 0,0896 Ap

¾ - 7/8R1 = 0,786 – 0,0566 Ap

R2 = 0,214 + 0,0566 Ap

7/8 – 1R1 = 0,814 – 0,0375 Ap

R2 = 0,186 + 0,0375 Ap

5/8 – ¾ - 7/8R1 = 0,627 – 0,1393 Ap

R2 = 0,199 + 0,0737 Ap

R3 = 0,175 – 0,0655 Ap

¾ - 7/8 – 1R1 = 0,644 – 0,0894 Ap

R2 = 0,181 + 0,0478 Ap

R3 = 0,155 – 0,0146 Ap

¾ - 7/8 – 1 – 1 1/8

R1 = 0,582 – 0,1110 Ap

R2 = 0,158 + 0,0421 Ap

R3 = 0,137 – 0,0366 Ap

R4 = 0,123 + 0,0325 Ap

Tabel III-5.Data Sucker Rod3)

Ukuran(inch)

Luas(inch2)

Berat(lb/ft)

5/8 0,307 1,16

¾ 0,447 1,63

7/8 0,601 2,16

1 0,785 2,88

1 1/8 0,994 2,64

b. Pony Rod

Pony rod merupakan rod yang lebih pendek dari panjang rod pada umumnya.

Berfungsi untuk melengkapi panjang dari sucker rod apabila tidak mencapai

panjang yang diinginkan. Ukurannya adalah 2, 4, 6, 8, 10 dan 12 ft.

c. Polished Rod

Merupakan tangkai yang menghubungkan sucker rod string dengan carrier

bar (wire line hanger pada horse head) yang naik turun dalam stuffing box.

Diameter stuffing box lebih besar dari pada diameter sucker rod, yaitu 11/8 in,

1 ¼ in, 1 ½ in, 1 ¾ in. Sedangkan panjang polished rod adalah 8, 11, 16, 22 ft.

D. Gas anchor

Berfungsi untuk memisahkan gas dengan minyak sebelum diisap oleh

pompa karena bila gas masuk ke dalam pompa akan menyebabkan turunnya

efisiensi pompa. Hal ini sering disebut dengan gas locking yaitu gas di dalam

pompa akan berbentuk seperti gumpalan sehingga mengurangi volume

pemompaan.

E. Mud anchor

Berfungsi sebagai penampung partikel berat lainnya seperti lumpur atau

pasir yang terikut bersama fluida. Dengan perbedaan berat jenis diharapkan

sebelum masuk kedalam pompa akan terpisah sehingga hanya fluida yang masuk

dalam pompa dan partikel lain akan jatuh masuk ke mud anchor.

3.2.4. Jenis Unit Pompa Bawah Permukaan

Jenis unit pompa bawah permukaan pada dasarnya terdiri dari dua

golongan besar, yaitu rod pump dan tubing pump. Seperti yang ditunjukkan oleh

gambar (3.3).

a. Tubing Pump

Pada pompa jenis ini, unit pompa secara keselurhan dimasukkan ke dalam

sumur bersama-sama dengan tubing, yaitu barrel langsung dikaitkan pada

ujung bawah tubing, sedangkan plunger bersama traveling valve dikaitkan di

ujung bawah sucker rod string. Apabila pompa hendak dicabut maka baik rod

maupun tubing harus bersama-sama. Pompa tipe tubing pump dipakai pada

sumur yang dangkal dan produktivitasnya kecil. Untuk suatu tubing dengan

ukuran tertentu dengan volume tubing pump lebih besar dari pada rod pump

maka diameter working barrel pada rod pump lebih kecil dari pada diameter

dalam tubing. Panjang tubing pump berkisar 6, 7, 11 dan 13 feet.

b. Rod Pump

Rangkaian pompa ini bersama-sama dengan sucker rod string dimasukkan ke

dalam tubing, sehingga apabila terjadi kerusakan dan pompa akan diservis

atau diganti tidak perlu mencabut tubing, tetapi cukup mencabut rod string-

nya saja.

Oleh karena itu untuk menghemat waktu dan biaya, jenis pompa semacam ini

banyak dipakai terutama pada sumur-sumur yang dalam. Panjang pompa

umumnya adalah 8, 10, 12, 14, 16 dan 20 feet.

Gambar 3.3.Tubing Pump dan Rod Pump1)

3.2.5. Mekanisme Kerja Pompa Angguk

Gerakan putar berasal dari prime mover diteruskan oleh gear reducer ke

pumping unit. Kemudian oleh pumping unit, gerak putar diubah menjadi gerak

naik turun yang oleh sucker rod diteruskan ke sub surface pump. Sucker rod

dihubungkan dengan plunger yang berfungsi sebagai piston. Adapun mekanisme

kerja pompa angguk dapat dijelaskan pada gambar (3.4)

Gambar 3.4.Mekanisme Kerja Pompa Angguk1)

Keterangan :

a. plunger bergerak ke bawah, dekat dasar langkah pemompaan

Fluida bergerak ke atas melalui traveling valve yang terbuka, sedangkan berat

kolom fluida di tubing ditahan oleh standing valve yang tertutup. Apabila

tekanan aliran dasar sumur lebih besar daripada berat kolom fluidanya maka

standing valve akan terbuka walaupun plunger berada dekat dasar langkah

pemompaannya dan sumur dapat mengalirkan fluida.

b. plunger bergerak ke atas, dekat dasar langkah pemompaan

Traveling valve tertutup, sehingga berat kolom fluida akan dipindahkan dari

tubing ke rod string. Standing valve akan terbuka segera setelah tekanan dasar

sumur lebih besar dari pada tekanan yang terdapat antara standing valve dan

traveling valve. Jadi hal ini tergantung pump spacing yaitu volume yang ada

pada standing valve dan traveling valve pada dasar stroke dan prosentase gas

bebas yang terjebak di ruang ini.

c. plunger bergerak ke atas, dekat puncak langkah pemompaan

Jika ada produksi karena pemompaan maka standing valve akan terbuka

sehingga fluida formasi dapat masuk ke tubing. Pada saat ini traveling valve

tertutup.

d. plunger bergerak ke bawah, dekat puncak langkah pemompaan.

Karena tekanan yang diakibatkan oleh kompresi fluida yang ada dalam ruang

antara standing valve dan traveling valve, maka standing valve tertutup,

sedangkan traveling valve terbuka. Pada gerak turun tersebut terbukanya

traveling valve tergantung dari prosentase gas yang berada di fluida yang

terjebak, sebab tekanan di bawah valve harus lebih besar dari yang di atasnya

Setelah plunger mencapai dasar stroke maka langkah (a) sampai (d)

diulangi lagi. Proses ini berlangsung berulangkali yang akhirnya cairan terkumpul

di dalam tubing yang akhirnya meluap sampai ke permukaan.

3.3. Perhitungan Perencanaan Pompa Angguk

3.3.1. Beban Percepatan

Apabila rod string digantungkan pada polished rod atau bergerak naik

turun dengan kecepatan konstan maka gaya yang bekerja pada polished rod

adalah berat dari rod string (Wr). Dalam hal ini rod string mengalami percepatan,

maka polished rod akan mengalami beban tambahan, yaitu beban percepatan

sebesar :

(Wr / g).a ......………….………………………………………….(3-9)

Faktor percepatan atau faktor bobot mati rod string adalah besarnya

percepatan maksimum gravitasi, yaitu :

α = a / g …………………………….....……………………….(3-10)

Keterangan :

a = percepatan maksimum yang terdapat pada rod string

g = percepatan graviatsi

Dari hasil studi terhadap gerakan yang dtransmisikan dari prime mover ke

rod string menunjukan bahwa rod string hampir merupakan gerka beraturan

sederhana , seperti yanag terlihat pada gambar (3.5) di bawah ini.

Gambar3.5Gerakan Benturan Sederhana1)

Gerakan benturan ini dapat dinyatakan sebagai proyeksi suatu partikel

yang bergerak melingkar pada garis tengah lingkaran tersebut. Apabiala hal ini

dihubungkan dengan sistem peregerakan rod string, maka :

- Diameter lingkaran dinyatakan sebagai panjang langkah rod string.

- Waktu untuk satu kali putaran dari pertikel sama dengan waktu satu kali siklus

pemompaan.

Percepatan maksimum dari sistem rod string terjadi pada awal up stoke

dan pada awal down sroke, yaitu pada saat titik proyeksi mempunyai jarak yang

melingkar yaitu :

A = Vp2 / re …………………......…………………………………(3.11)

Keterangan :

Vp = kecepatan partikel

Re = jari-jari lingkaran

Apabila waktu untuk satu kali perputaran re maka :

Vp = ( 2 π re ) / τ …………......………………………..………..(3-12)

Dan apabila N adalah jumlah putaran persatuan waktu, maka :

Vp = 2 π re N ................…………………………………………(3-13)

Jika persamaan (3.11) disubtitusikan kedalam Persamaan (3.10), maka didapatkan

persamaan :

α = Vp2 / ( re . g ) = ( 4 π2re N2 ) / g .....………………………….....(3-14)

Keterangan :

N = kecepatan pemompaan

Re = dapat dihubungkan dengan polished rod stroke length (s), yaitu :

Re = S / 2

Dengan demikian Persamaan (3.14) menjadi :

α = ( 2 π2 S N2 ) / g ………........…………………………………..(3-15)

Panjang langkah polished rod biasanya dinyatakan dalam inchi, dan

keceptan pemompaan dalam stroke per menit (spm), maka :

......…………………………………………………..(3-16)

3.3.2. Panjang langkah Plunger Efektif

Marsh dan Coberly telah menurunkan persamaan untuk menghitung

perpanjangan akibat beban yang diderita oleh string, dimana besarnya plunger

overtravel, adalah :

................

…………………..(3-17)

Persamaan (3-17) digunakan untuk untappered rod string sedangkan untuk

tappered rod string dilakukan pendekatan dengan persamaan berikut :

.............…………………………………………..(3-

18)

Keterangan :

Ep = Plunger overtravel, in.

L = panjang rod, ft.

α = faktor percepatan.

Sedangkan perpanjangan rod (er) dan perpanjangan tubing (et), adalah sebagai

berikut :

......…………………………………………(3-19)

.....………………………………………….(3-20)

Keterangan :

et = perpanjangan tubing, in.

er = perpanjangan rod, in.

G = specfic gravity fluida.

D = working fluid level, ft.

L = kedalaaman letak pompa, ft.

Ap = Luas permukaan dinding plunger, sq-in.

At = luas penampang dinding tubing,sq-in.

Ar = luas penampang rod, sq-in.

E = modulius elastisitas = 30x 106

Bila dipasang anchor pada tubing, maka L / At dapat diabaikan.

Dengan demikian efective plunger stroke adalah merupakan polished rod

stroke dikurangi dengan rod dan tubing strecth ditambah dengan plunger

overtravel atau :

Sp = S + ep – ( et + er ) ........…………………………………..(3-21)

Untuk besaran-besaran Ar, At dan Ap dapat dilihat pada tabel III-2, III-3, III-4

dan III-5.

3.3.3. Beban Polished Rod

Selama siklus pemompaan terdapat lima faktor yang mempengarahi

beban bersih (net load) dari polished rod, yaitu : beban fluida, berat mati rod

string, beban percepatan sucker rod, gaya keatas pada sucker rod yang tercelup

dalam fluida dan gaya gesekan diabaikan sehubungan dengan fluida yang

diangkat.

Beban fluida yang hanya terjadi pada saat up stroke yang diderita oleh

polished rod adalah dinyatakan dengan :

Wf = 62,4.G{(L.Ap / 144) – (Wr / 490)}

Wf = 0,433.G(L.Ap – 0,294.Wr) ........…………………………..(3-22)

Dan berat dari tappered rod string :

Wr = M1.L1 + M2.L2+ ……+Mn..Ln ........………..…………(3-23)

Sedangkan untuk untappered rod string dinyatakan sebagai :

Wr = M x L .........………………………………………………… (3-24)

Keterangan :

Wf = beban fluida,lb.

Wr = berat tappered/untappered rod string, lb.

M1 = berat rod,section pertama dari tappered rod,lb/ft.

M2 = berat rod,section kedua dari tappered rod,lb/ft.

Mn = berat rod,section ke-n dari tappered rod,lb/ft.

L1 = panjang rod, section pertama ft.

L2 = panjang rod, section kedua ft.

Ln = panjang rod, section ke-n ft.

Untuk menghitung beban polished rod maksimum yang terjadi pada saat

up stoke, Mill dinyatakan dalam bentuk persamaan, yaitu :

Wmax = Wf + Wr (1 + α ) ........…………………………………..(3-25)

Beban polished rod minimum yang terjadipada saat down stroke :

Wmin = Wr (1 – α – 0,127.G ) ........…………………………..(3-26)

3.3.4. Pump Displacement dan Efesiensi Volumetris

Secara teoritis pump displacement (volume pemompaan) dapat dihitung

dengan mengunakan efektif plunger stoke, yaitu :

V = Ap (inchi)2 x Sp (inchi/stroke) x N (stroke/menit)x

V = 0,1484 Ap Sp N , bbl/day ………………………..(30-27)

Harga 0,1484 x Ap merupakan suatu konstanta (K) untuk suatu diameter tertentu

dari ukuran plunger, maka Persamaan (3-27) menjadi :

V = K Sp N ..........……………………..…………………..(3-28)

Untuk mengetahui harga sebenarnya dari pump displacement, perlu diketahui

efesiensi volumetris (Ev) dari pompa tersebut, sehingga ;

Q = V x Ev .................………………………………………(3-29)

Keterangan :

q = laju produksi, bbl/day.

V = pump displacement, bbl/day.

Ev = efesiensi volumetris, besarnya antara 25 – 100% biasanya diambil

70 – 100%

Atau :

Ev = ..............…………………………………………..(3-30)

Efesiensi volumetris pompa merupakan faktor yang penting dalam

perencanaan pompa. Harga efesiensi volumetris berubah-ubah tergantung pada :

a. Fluida yang diproduksikan.

b. Jenis pompa yang digunakan.

c. Kedalaman pompa.

d. Kondisi peralatan di permukaan.

e. Pengaruh gas.

Tabel III-6Efisiensi Pompa Angguk Pada Bermacam Kondisi Sumur3)

Efisiensi Volumetris (%)

Kondisi Sumur

60 – 701. Sumur dalam dengan aras dalam2. Sumur menghasilkan gas dan separator bekerja baik

70 – 851. Sumur normal2 Aras Cairan dangkal dan pompa dipasang dangkal

85 - 1001. Tidak ada interferensi gas2. Aras cairan dangkal dan pompa dipasang dangkal

Adapun fakltor-faktor yang mempengaruhi efesiensi volumetris pompa

angguk adalah :

1. Karakteristik Fluida

Viskositas

Apabila cairan mempunyai viskositas kecil, maka akan lebih mudah

menyebabkan kebocoran malalui ruang antara plunger dan barrel sehingga

efesiensi pompa akan menurun. Jika viskositas cairan tinggi, lebih besar dari

400 cp maka kemungkinan pengisian cairan didalam pompa hanya sebagian

saja, dengan demikian akan mengurangi efesiensi pompa. Disamping itu

viskositas yang tinggi sering membawa partikel-partikel pasir kedalam pompa

sehingga plunger cepat aus.

Temperatur

Makin tinggi temperatur, maka viskositas dan spesific grafity makin rendah

dan spesific gravity ini akan mempengaruhi hasil pemompaan. Temperatur

juga akan mempengaruhi terhadap pembebasan gas dan panas yang

terkompresi didalam pompa akan mempercepat terjadinya korosi.

2. Kondisi Operasi

Penempatan kedalaman yang baik yaitu pada kedalaman optimum, akan

menyebabkan membuka menutupnya valve waktu pemompaan dapat berjalan

dengan baik. Disamping itu, kecepatan pemompaan yang terlalu tinggi akan

menyebabkan kerja valve kurang baik sehingga barrel pompa tidak terisi

penuh dengan cairan. Hal ini jelas mengakibatkan menurunnya efesiensi

pompa. Akibat lian karena kecepatan pompa terlalu tinggi, dapat

menimbulkan resonansi pada sucker rod yang cukup besar. Keadaan

demikian dapat menyebabkan sucker rod cepat putus. Untuk menghindarinya

serta mendapatkan kecepatan pemompaan yang baik dapat digunakan

persamaan sebagai berikut :

................…………………………………………..(3-31)

Keterangan :

N = kecepatan pemompaan, SPM.

L = kedalaman pompa, ft.

n = bilangan pecehan (1,5 ;2,5 ;3,5 dan seterusnya).

Pengunaan rumus diatas dengan cara coba-coaba, yaitu dengan mengganti

harga n sehingga didapatkan efesiensi pompa anatara 70 – 80 %, berarti

kecepatan pompa tersebut telah memadai. Diusahakan agar kecepatan

pemompaan minimal 10 SPM, hal ini dapat dilakukan dengan mengubah

diameter plunger atau panjang polished rod string.

3. Karakteristik Sumur

Productivity Index (PI).

Faktor ini akan mempengaruhi terhadap pemasukan cairan kedalam working

barrel. Bila displacement pompa lebih besar dari kemampuan formasi, maka

barrel pompa hanya terisi sebagain saja. Hal ini dapat menyebabkan fluid

pound atau pump off.

Tekanan resevoir

Tekanan resevoir akan mempengaruhi terhadap tinggi rendahnya cairan fluida

didalam sumur. Hal ini akan mempengaruhi penempatan kedalaman pompa.

4. Pengaruh Gas

Gas Pound

Gas pound sebagai akibat adanya gas yang mengisi sebagian working barrel.

Pada saat down stoke, travelling valve terlambat membuka karena adanya

sejumlah gas diruang kerja pompa yang terbawa cairan. Karena adanya gas

ini, maka pada saat plunger bergerkak turun travelling valve menutup

dikarenakan gas dalam ruang kerja pompa terkompresi terlebih dahulu,

kemudian setelah tekanan didalam ruang kerja pompa cukup kuat baru

travelling valve terbuka untuk memasukkan cairan kedalam ruang plunger

pompa. Adanya gas pound ini mengakibatkan berkurangnya pengisian cairan

ke dalam ruang kerja pompa, sehingga menurunkan efessiensi pompa.

Gas Lock

Gas lock adalah keadaan barrel pompa terisi oleh gas. Hal ini disebabkan

karena keterlambatan valve untuk membuka sebagainmana biasanya. Pada saat

down stoke gas dimampatkan dan pada saat up stoke terjadi pengembangan

gas. Gas inilah yang menyebabkan hilangnya efesiensi pompa .Pada

permulaan dari down stoke, travelling valve tidak membuka sampai plunger

mengkompresi gas pada pompa dengan tekanan yang sama dengan head dari

hidrostatik fluida dalam tubing. Hal ini yang terjadi adalah standing valve

yang tidak membuka pada saat permulaan up stoke dan baru terbuka bila

tekanan dasar sumur melebihi tekanan barrel dalam pompa.

3.3.5. Perencanaan Counterbalance

Secara teoritis counterbalance efect ideal (Ci) harus sedemikian rupa

sehingga prime mover akan membawa beban rata-rata yang sama besarnya baik

pada waktu up stroke maupun pada waktu down stroke.

Ci = 0,50.Wf + Wr (1 – 0,127.G )` .........………………………….(3-32)

3.3.6. Perhitungan Torsi (Puntiran)

Perhitungan torsi sangat erat hubunganya dengan perencanaan

counterbalance. Pumping unit yang bekerja harus sesuai dengan puntiran yang

diijinkan pada gear reducer, yaitu dalam setiap pumping unit telah diberikan

maksimum puntiran yang diijinkan oleh pabrik pembuatnya. Besarnya torsi yang

dijinkan adalah :

T = W (S / 2) sin θ – C (S / 2) sinθ

T = (W – C) (S / 2) sin θ ..............................................................(3-33)

Harga maksimum untuk variabel-variabel W dan sin θ masing-masing adalah

Wmax dan sin θ = 1 atau θ = 900, dengan demikian puntiran maksimum (peak

torque) adalah :

Tp = (Wmax – C)(S / 2)........…………………………………..(3-34)

Dalam perhitungan peak torque, (C) diasumsikan 95% dari harga idealnya (Ci),

maka Persamaan (3-34) menjadi :

Tp = (Wmax – 0,95.Ci)(S / 2) ……………………………..…….(3-35)

3.3.7. Horse Power Prime Mover

Operasi pompa sucker rod membutuhkan dua tenaga, yaitu tenaga untuk

menggerakan fluida dengan laju aliran sebesar q barrel per hari, dengan specific

grafity G, dari kedalaman L feet, dan tenaga untuk mengatasi gesekan. Besarnya

tenaga untuk menggerakan fluida dinyatakan dalam persamaan umum :

Hh = 7,36 x 10-6 q G LN, (hp) .......………………………..….(3-36)

Keterangan :

LN = net lift, yaitu perbedaan tekanan yang menyebabkan adanya aliran

fluida dari pompa kepermukaan dinyatakan dalam feet dari fluida

yang diproduksi.

LN = L – (L – D) + Pt / 0,433 G)

LN = D + (2,31 Pt / G) ...................……………..…………….(3-37)

D adalah working fluid level (ft) dan Pt adalah tekanan pada tubing (psi).

Sementara besarnya tenaga untuk mengatasi gesekan adalah sebesar :

Hf = 6,31 x 10-7 Wr S N, (hp) ......……………………………(3-38)

Jadi total polished rod horse power adalah merupakan penjumlahan hydraulic &

fricition horse power dengan safety factor 1,5 atau secara matematis :

Hb = 1,5 (Hh + Hf) ....…………………………………..………(3-39)

3.4. Perhitungan IPR Sumur

Potensi sumur yang akan dipasang dalam bentuk kurva IPR. Kurva IPR ini

tergantung pada kondisi resevoir dan jenis fluida yang diproduksikan pada sumur.

Perlu ditegaskan lagi bahwa ketergantungan pada kondisi resevoir dalam hal ini

adalah apakah tekanan resevoir berada diatas tekanan bubble point atau tidak.

Sedangkan jenis fluida yang diproduksikan bisa minyak dengan air, minyak

dengan gas atau ketiga-tiganya.

Perlu memperhatikan fluida produksi dalam hal ini adalah pada penentuan

berat kolom fluida yang dipompakan. Berat fluida ini tergantung pada specific

gravity G, dari fluida yang bersangkutan. Untuk fluida produksi minyak dan air,

maka G dianggap sama dengan pada kondisi standart, yaitu :

G = KA .Gw + (1 – KA)G0 .......………………………………….(3-40)

Keterangan :

G = specific grafity fluida.

KA = kadar air, %.

Gw = specific grafity air.

Go = specific grafity minyak.

Jika ada gas yang diproduksikan, kita tidak dapat menggunakan persamaan

diatas guna menghitung harga G. Harga G bervariasai mulai dari dasar sumur

sampai ke kepala sumur. Suatu pendekatan dalam menghitung G ini dilakukan

pada kondisi bubble point :

..............…………..(3-41)

Keterangan :

GLR = gas liquid ratio, SCF/STB.

ρg = densitas gas.

Bob = faktor volume formasi minyak pada bubble point.

Untuk aliran tiga fasa, yaitu gas, minyak dan air, mka dalam

pengembangan kelakuan aliran tiga fasa dari formasi ke lubang sumur dapat

menggunakan analisis regresi dari Metode Pudjo Sukarno seperti yang

telahdijelaskan sebelumnya. Produser pembuatan kurva IPR untuk aliran tiga fasa

dari Metode Pudjo Sukarno adalah sebagai berikut :

a. Mempersiapkan data sumur (Pwf),psi.

- Tekanan alir dasar sumur (Pwf),psi.

- Tekanan statik (Ps),psi.

- Laju produksi total (qr),bbl/hari.

- Laju produksi minyak (qo), bbl/hari.

- Water cut (wc), berdasarkan data Uji Produksi (%).

- Tekanan Bubble point (pb), psi.

b. Menghitung WC @ Pwf Ps dengan Persamaan (3-6), dimana terlebih dahulu

menghitung harga P1 dan P2 dengan Persamaan (3-7) dan (3-8).

c. Menghitung konstanta A0, A1 dan A2 dengan menggunakan Persamaan (3-5),

dimana Cn (n = 0, 1 dan 2) untuk masing-masing harga An ditunjukan dalam

tabel (III-1).

d. Menghitung qr max dengan Persamaan (3-4).

e. Menghitung harga q0 untuk berbagai harga Pwf dengan menggunakan

Persamaan (3-4).

f. Menghitung qw untuk berbagai harga Pwf, dengan menentukan WC terlebih

dahulu untuk berbagai harga Pwf tersebut dengan Persamaan (3-6). Harga qw

(bpd) untuk berbagai harga Pwf dihitung dengan persamaan :

..................................………………(3-42)

g. Membuat tabulasi q0,qw, dan qt untuk berbagai harga Pwf.

h. Membuat kurva IPR sumur.

3.5. Optimasi Kecepatan Pompa dan Panjang Langkah

Setelah didapatkan kurva IPR, maka langkah awal dari optimasi adalah

menentukan persamaan kurva pump intake disamping kurva IPR. Persamaan

kurva pump intake adalah sebagai berikut :

.........………………………….(3-43)

Jika kita menuliskan persamaan S . N2 sebagai :

.............................................................………….(3-

44)

maka Persamaan (3-58) berubah menjadi :

P = a + b . v .................…………………………………….…….(3-45)

Keterangan :

.........………….(3-46)

........………….(3-47)

Harga S.N2 dapat juga dituliskan sebagai berikut :

..........…………………………………………(3-48)

Sehingga Persamaan (3-58) berubah menjadi :

P = a + c.v2 .........……………………………………………….....(3-49)

Keterangan : a sama dengan Persamaan (3-61), sedangkan c adalah :

………..(3-50)

Berdasarkan Persamaan (3-45) dan (3-49) kita dapat membuat kurva pump

intake. Pada kedua persamaan ini harga a adalah konstan , sdengkan harga b dan c

bervariasi yang masing-masing tergantung pada harga N dan S. Setiap harga N

akan menghasilkan satu harga b, begitu pula pada harga S akan menghasilkan

harga c yang konstan.

Kurva pump intake ini didapatkan dengan mengasumsikan satu harga S

atau N, kemudian diikuti dengan asumsi beberapa harga q untuk mendapatkan

harga P, sehingga didapatkan pasangan data (q,P). Pasangan data ini diplot pada

kurva IPR, dan didapatkan kurva pump intake untuk satu harga S atau harga N.

Antara kurva pump intake dengan kurva IPR akan saling berpotongan.

Dengan mengambil harga laju produksi tempat perpotongan ini akan didapatkan

kembali pasangan titik (S,q) dan (n,q). Pasangan titik ini kemudian diplot pada

kertas grafik sehingga didapatkan grafik hubungan S vs q dan N vs q.

Laju produksi maksimum yang masih memenuhi atau tekanan minimum

yang masih memenuhi dapat ditentukan dari tegangan maksimum yang diijinkan

pada rod.

….........……………………………………….(3-51)

atau

…..........………………………………………(3-52)

Keterangan :

PPRL = Wf + 0,9.Wr + Wr + α1.Wr – P.Ap ......…………………(3-53)

...............…………………………………(3-54)

Tanda positif pada persamaan di atas berlaku untuk pompa Conventional

Unit, sedangkan tanda negatif untuk Air Balance dan Mark II. Besaran c/p adalah

crank-pitman ratio.

Sedangkan berat kolom fluida (Wf) yang mengisi tubing secara penuh jika

tanpa rod string, adalah :

……………………………(3-

55)

Pada saat plunger mulai bergerak ke atas, travelling valve tertutup

sedangkan standing valve terbuka. Pada saat ini berat fluida ditopang oleh rod

string, sedangkan percepatan yang dialami plunger mencapai harga makimal saat

beban pada rod string, yang dituliskan :

...............………………………….……….(3-56)

Tanda negatif pada persamaan di atas untuk pompa Conventional Unit,

tanda positif untuk pompa Air Balance dan Mark II Unit.

Jika pada saat plunger bergerak ke atas diasumsikan bahwa travelling

valve dalam keadaan terbuka dan standing valve dalam keadaan tertutup, maka

beban pada rod mencapai minimum, yang disebut dengan “Minimum Polished

Rod Load (MPRL)”, yang harganya terdiri dari berat rod ditambah berat plunger

ditambah faktor gesekan dikurangi faktor percepatan dan tenaga pelampungan.

MPRL = Wr – 0,1.Wr – α2.Wr = 0,9.Wr - α2.Wr ....................... (3-57)

Adanya beban maksimum dan minimum akan dapat menimbulkan

tegangan maksimum dan minimum pada top rod. Beban maksimum akan

menghasilkan tegangan minimum. Besarnya tegangan maksimum ditunjukan pada

persamaan berikut :

.................…………………………………………(3-58)

Sedangkan tegangan minimum ditunjukan pada persamaan :

................…………………………………………(3-59)

Hubungan antara tegangan maksimum dan tegangan minimum adalah :

..................…………………………(3-60)

Dimana T adalah tensile strength minimum dari rod yang tergantung pada

API Grade rod. Untuk API grade C, harga T adalah 90000 psi, sedangkan API

grade D harga T adalah 115000 psi. SF merupakan service factor yang tergantung

pada tipe rod dan kondisi opersai pompa, dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel III-7Service Factors1)

Service API C API D

Non Corrosive

Salt Water

Hidrogen Sulfid

1,00

0,65

0,50

1,00

0,90

0,70

Harga tegangan minimum dan tegagnan maksimum pada rod tidak boleh

malampaui harga tegangan maksimum yang diijinkan ( ). Harga ini tergantung

pada beban rod ,untuk baja harga adalah 30000 .

Dengan mensubstitusikan Persamaan (3-54) ke dalam Persamaan (3-%2)

maka didapat hubungan :

….........……………………….(3-61)

Harga S.N2 Minimum pada persamaan di atas kemudian diasmsikan

kedalam persamaan (3-34) untuk mendapatkan tekanan minimum yang masih

memenuhi. Berdasarkan tekanan ini kita dapat menentukan late produksi

maksimum berdasarkan kurva IPR.

Prosedur Perhitungan Optimasi Pompa Angguk adalah :

Untuk melakukan optimasi pompa angguk, maka diperlukan

perhitungan-perhitungan dengan langkah sebagai berikut :

1. Mencari besarnya harga Ap, Ar, At, K, dan M, dari Tabel III-2, III-

3, III-4, dan III-5.

2. Menghitung setting depth pompa yang baru dengan menggunakan

persamaan :

L = ......................................................................... (3-

62)

3. Menentukan beban sucker rod (Wr) dengan menggunakan

persamaan (3-23) untuk tappered rod string dan persamaan (3-24) untuk

untappered rod string.

4. Menghitung beban fluida dengan persamaan (3-22).

5. Menentukan konstanta a, b dan c :

a = ................... (3-

63)

b = .......... (3-

64)

c = ….... (3-

65)

6. Persamaan Pump Intake untuk N :

Pi = a + bq ................................................................................... (3-66)

7. Persamaan Pump Intake untuk S :

Pi = a + cq2 .................................................................................. (3-67)

8. Menentukan untuk satu harga N dan mengasumsikan beberapa

harga q, sehingga diperoleh harga Pi, kemudian mengeplot pasangan data (q ,

Pi) untuk satu harga N pada kurva IPR sumur. Selanjutnya menentukan satu

harga S dan mengasumsikan harga q, sehingga diperoleh harga Pi, kemudian

mengeplot pasangan data (q , Pi), untuk satu harga S pada kurva IPR.

9. Memasukkan hasil perhitungan Pump Intake Pressure untuk berbagai macam

harga N dan q, serta S dan q ke dalam tabel masing-masing.

10. Dari perpotongan kedua kurva Pump Intake Pressure dengan kurva

IPR sumur diperoleh pasangan data (N , q) dan (S , q), hasil optimasi

diperoleh dari perpotongan hasil plotting data-data (N , q) dan (S , q) pada

skala yang sesuai.

11. Menentukan Peak Polished Road Load (PPRL) dan Minimum Polished Rod

Load (MPRL) :

PPRL = Wf + (0,9 + α1) Wr – P Ap ............................................. (3-68)

MPRL = (0,9 + α2) Wr ................................................................... (3-69)

Keterangan :

α = ................................................ (3-70)

12. Menentukan Stress maksimum (Smax) dan Stress minimum (Smin) :

Smax = .............................................................................. (3-71)

Smin = ............................................................................. (3-72)

13. Memeriksa apakah desain sudah cukup aman untuk menahan stress

maksimum yang terjadi (SA ≥ Smax)

SA = ........................................................ (3-

73)

Harga SA harus lebih besar atau sama dengan Smin, apabila harga SA ≥ Smin

maka optimasi dapat dilanjutkan.

14. Menentukan Counter Balance Effect Ideal (Ci) :

Ci = ................................................................... (3-74)

15. Menentukan Torsi Maksimum :

Tp = ........................................................... (3-75)

16. Menentukan Efisiensi volumetris hasil optimasi :

Net lift pompa (LN) :

LN = ......................................................... (3-

76)

Beban percepatan (α) :

α = ......................................................................... (3-77)

Panjang stroke plunger efektif

Sp = S + ep – (et + er) .......................................................... (3-78)

Keterangan :

ep = (untuk untappered rod string) ............ (3-79)

ep = (untuk tappered rod string) ............ (3-80)

et = .................................................... (3-

81)

er = .................................................... (3-

82)

Pump displacement :

V = K x Sp x N ............................................................... (3-83)

Efisiensi volumetris :

Ev = .............................................................. (3-

84)

17. Menentukan Horse Power :

Hydraulic Horse Power :

Hh = 7,36.10-6 x q x G x LN ........................................... (3-85)

Friction Horse Power :

Hf = 6,31.10-7 x Wr x S x N .......................................... (3-86)

Break Horse Power :

Hb = 1,5 (Hh + Hf) ....................................................... (3-87)