bahan bedah.docx

6
DEFINISI IKTERUS Ikterus berasal dari Bahasa Perancis ‘jaune’ artinya kuning atau ikterus dalam bahasa Latin yang artinya pewarnaan kuning pada kulit, sklera dan membran mukosa oleh deposit bilirubin (pigmen empedu kuning-oranye) pada jaringan tersebut. Ikterus dapat dilihat pada sklera pada konsentrasi 2-2,5 mg/dl (34-43 umol/l). Jika ikterus sudah terlihat nyata, kadar bilirubin sudah mencapai angka 7 mg/dl. 1, Penampakan ikterus tergantung dari pigmentasi kulit seseorang karena itu sebaiknya digunakan terminologi hiperbilirubinemia, karena lebih objektif. 3,4 Ikterus harus dibedakan dengan karotenemia yaitu warna kulit kekuningan yang asupan berlebih buah- buahan yang mengandung pigmen lipokrom, misalnya wortel, pepaya, dan jeruk. Bilirubin merupakan suatu pigmen berwarna kuning yang berasal dari unsur porfirin dalam hemoglobin yang terbentuk sebagai akibat penghancuran sel darah merah oleh sel-sel retikuloendotel. METABOLISME BILIRUBIN Hemoglobin yang berasal dari penghancuran eritrosit oleh makrofag di dalam limfa, hati, dan alat retikuloendotel lain akan mengalami pemecahan menjadi heme dan globin. Komponen globin mengalami degradasi menjadi asam amino melalui suatu proses oksidasi. Heme selanjutnya teroksidasi menjadi biliverdin oleh heme-oksidase dengan melepas zat besi dan karbonmonoksida. Biliverdin reduktase akan mereduksi biliverdin menjadi bilirubin tidak terkonjugasi. Bilirubin tidak terkonjugasi bersifat larut dalam lemak dan hampir tidak larut dalam air sehingga tidak dapat dikeluarkan dalam urin melalui ginjal. Bilirubin ini disebut juga bilirubin indirek karena hanya bereaksi positif pada tes setelah dilarutkan dalam alkohol. Setelah dilepas ke dalam plasma, sebagian besar bilirubin tidak terkonjugasi berikatan dengan albumin sehingga dapat larut di dalam darah kemudian berdifusi ke dalam hepatosit. Di dalam hepatosit, bilirubin tidak terkonjugasi akan dikonjugasikan dengan asam glukuromat membentuk bilirubin glukuronida atau bilirubin terkonjugasi (bilirubin direk). Reaksi ini dikatalisasi oleh enzim glukonil transferase, suatu enzim dalam retikulum endoplasmik dan merupakan kelompok enzim yang mampu memodifikasi zat asing yang bersifat toksik. Bilirubin terkonjugasi bersifat larut dalam air sehingga dapat dikeluarkan melalui ginjal namun dalam keadaan normal tidak terdeteksi di dalam urin. Sebagian besar bilirubin terkonjugasi dikeluarkan ke dalam empedu, suatu campuran kolesterol, fosfolipid, bilirubin diglukonorida dan garam empedu. Di dalam saluran cerna, bilirubin terkonjugasi diaktifasi oleh enzim bakteri dalam usus, sebagian menjadi komponen urobilinogen yang akan keluar dalam tinja (sterkobilin) atau diserap kembali dari saluran cerna, dibawa ke hati dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu. Urobilinogen bersifat larut dalam air sehingga sebagian dikeluarkan melalui ginjal. 5 PATOFISIOLOGI Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana konsentrasi bilirubin di dalam darah sangat tinggi. Hiperbilirubinemia dibagi menjadi tiga yaitu hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi, hiperbilirubinemia terkonjugasi dan hiperbilirubinemia campuran. Hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi terjadi bila bilirubin direk ≤ 15%, sedangkan pada hiperbilirubinemia terkonjugasi kadar bilirubin direk ˃ 15%. 6 Hiperbilirubinemia disebabkan karena produksi bilirubin yang meningkat, penurunan klirens bilirubin dan gangguan konjugasi genetik. Hiperbilirubinemia terkonjugasi dapat disebabkan oleh gangguan fungsi klirens yang bersifat familial, sedangkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang didapat disebabkan oleh penggunaan beberapa jenis obat (asetaminofen, penisilin, kontrasepsi oral, promacin, estrogen dan steroid anabolik) serta hambatan aliran empedu ke dalam duodenum yang sering disebut kolestasis ekstrahepatik. Produksi bilirubin yang berlebihan

Upload: kadek-maharini

Post on 18-Dec-2014

21 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

IKTERUS

TRANSCRIPT

Page 1: bahan bedah.docx

DEFINISI  IKTERUSIkterus berasal dari Bahasa Perancis ‘jaune’ artinya kuning atau ikterus dalam bahasa Latin yang artinya pewarnaan kuning pada kulit, sklera dan membran mukosa oleh deposit bilirubin (pigmen empedu kuning-oranye) pada jaringan tersebut. Ikterus dapat dilihat pada sklera pada konsentrasi 2-2,5 mg/dl (34-43 umol/l). Jika ikterus sudah terlihat nyata, kadar bilirubin sudah mencapai angka 7 mg/dl.1,

Penampakan ikterus tergantung dari pigmentasi kulit seseorang karena itu sebaiknya digunakan terminologi hiperbilirubinemia, karena lebih objektif.3,4 Ikterus harus dibedakan dengan karotenemia yaitu warna kulit kekuningan yang asupan berlebih buah-buahan yang mengandung pigmen lipokrom, misalnya wortel, pepaya, dan jeruk. Bilirubin merupakan suatu pigmen berwarna kuning yang berasal dari unsur porfirin dalam hemoglobin yang terbentuk sebagai akibat penghancuran sel darah merah oleh sel-sel retikuloendotel.METABOLISME BILIRUBINHemoglobin yang berasal dari penghancuran eritrosit oleh makrofag di dalam limfa, hati, dan alat retikuloendotel lain akan mengalami pemecahan menjadi heme dan globin. Komponen globin mengalami degradasi menjadi asam amino melalui suatu proses oksidasi. Heme selanjutnya teroksidasi menjadi biliverdin oleh heme-oksidase dengan melepas zat besi dan karbonmonoksida. Biliverdin reduktase akan mereduksi biliverdin menjadi bilirubin tidak terkonjugasi.Bilirubin tidak terkonjugasi bersifat larut dalam lemak dan hampir tidak larut dalam air sehingga tidak dapat dikeluarkan dalam urin melalui ginjal.  Bilirubin ini disebut juga bilirubin indirek karena hanya bereaksi positif pada tes setelah dilarutkan dalam alkohol. Setelah dilepas ke dalam plasma, sebagian besar bilirubin tidak terkonjugasi berikatan dengan albumin sehingga dapat larut di dalam darah kemudian berdifusi ke dalam hepatosit. Di dalam hepatosit, bilirubin tidak terkonjugasi akan dikonjugasikan dengan asam glukuromat membentuk bilirubin glukuronida atau bilirubin terkonjugasi (bilirubin direk). Reaksi ini dikatalisasi oleh enzim glukonil transferase, suatu enzim dalam retikulum endoplasmik dan merupakan kelompok enzim yang mampu memodifikasi zat asing yang bersifat toksik.Bilirubin terkonjugasi bersifat larut dalam air sehingga dapat dikeluarkan melalui ginjal namun dalam keadaan normal tidak terdeteksi di dalam urin. Sebagian besar bilirubin terkonjugasi dikeluarkan ke dalam empedu, suatu campuran kolesterol, fosfolipid, bilirubin diglukonorida dan garam empedu. Di dalam saluran cerna, bilirubin terkonjugasi diaktifasi oleh enzim bakteri dalam usus, sebagian menjadi komponen urobilinogen yang akan keluar dalam tinja (sterkobilin) atau diserap kembali dari saluran cerna, dibawa ke hati dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu. Urobilinogen bersifat larut dalam air sehingga sebagian dikeluarkan melalui ginjal.5

PATOFISIOLOGIHiperbilirubinemia adalah keadaan dimana konsentrasi bilirubin di dalam darah sangat tinggi. Hiperbilirubinemia dibagi menjadi tiga yaitu hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi, hiperbilirubinemia terkonjugasi dan hiperbilirubinemia campuran.  Hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi terjadi bila bilirubin direk ≤ 15%, sedangkan pada hiperbilirubinemia terkonjugasi kadar bilirubin direk ˃ 15%.6

Hiperbilirubinemia disebabkan karena produksi bilirubin yang meningkat, penurunan klirens bilirubin dan gangguan konjugasi genetik. Hiperbilirubinemia terkonjugasi dapat disebabkan oleh gangguan fungsi klirens yang bersifat familial, sedangkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang didapat disebabkan oleh penggunaan beberapa jenis obat (asetaminofen, penisilin, kontrasepsi oral, promacin, estrogen dan steroid anabolik) serta hambatan aliran empedu ke dalam duodenum yang sering disebut kolestasis ekstrahepatik.Produksi bilirubin yang berlebihanPeningkatan produksi bilirubin paling sering disebabkan oleh penghancuran sel darah merah yang berlebihan dan menyebabkan ikterus hemolitik. Terjadi peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi dalam plasma. Sebagai kompensasinya, terjadi peningkatan penyerapan ke dalam sel hati dan ekskresi bilirubin. Selanjutnya akan terjadi peningkatan pembentukan urobilinogen dalam saluran cerna yang akan diserap kembali dan dikeluarkan melalui urin sehingga kadar urobilinogen urin meningkat. Bilirubin tidak terkonjugasi tidak dikeluarkan dalam urin.Penurunan kecepatan penyerapan bilirubin oleh sel hatiPada keadaan ini  kadar bilirubin plasma meningkat namun tidak terjadi peningkatan kadar urobilinogen dalam urin. Dapat disebabkan oleh beberapa kelainan genetik seperti sindrom Gilbert serta beberapa jenis obat.Gangguan konjugasi bilirubinTerjadi bila terdapat kekurangan atau tidak adanya enzim glukonil transferase, misalnya pada kelainan genetik seperti sindrom Crigler-Najjar atau karena pengaruh obat-obatan. Apabila enzim glukonil transferase tidak ada maka ditemui kadar bilirubin tidak terkonjugasi yang sangat tinggi. Tidak terbentuknya bilirubin terkonjugasi akan menyebabkan tidak ditemukannya bilirubin terkonjugasi di dalam empedu. Empedu menjadi tidak berwarna, tinja pucat dan tidak  terdapat urobilinogen di dalam urin. Apabila hanya terdapat kekurangan enzim glukonil transferase,

Page 2: bahan bedah.docx

maka gejala hiperbilirubinemia akan tampak lebih ringan. Empedu tetap berwarna dan urobilinogen dapat ditemukan dalam urin.Gangguan pengeluaran bilirubinDapat terjadi pada kerusakan sel hati atau sumbatan saluran empedu di dalam atau di luar hati. Sumbatan saluran empedu dalam hati (kolestasis intrahepatik) dapat terjadi pada kelainan genetik, obat-obatan yang mempengaruhi sekresi melalui membran sel hati atau penyakit hati.  Sumbatan di luar hati (kolestasis ekstrahepatik) umumnya disebabkan oleh batu empedu yang menyebabkan ikterus obstruktif. Pada gangguan pengeluaran empedu, kadar bilirubin terkonjugasi dalam darah akan meningkat dan akan dikeluarkan melalui urin sehingga urin akan menjadi gelap.  Sebaliknya tinja akan menjadi pucat dan kadar urobilinogen dalam urin menurun.Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin dalam 3 fase; prahepatik, intrahepatik, dan pascahepatik masih relevan untuk digunakan.  Pembagian yang baru menambahkan menjadi 5 fase, yaitu fase pembentukan bilirubin, transpor plasma, liver uptake, konjugasi, dan ekskresi bilier.Fase Prahepatik

1. Pembentukan bilirubin. Setiap harinya dibentuk bilirubin sebanyak 250-350 mg atau 4 mg/kg berat badan. 70-80% berasal dari pemecahan sel darah merah matang, sisanya (early labelled bilirubin) berasal dari protein hem lainnya yang berada terutama di dalam sumsum tulang dan hati. Sebagian protein hem dipecah menjadi besi dan produk antara biliverdin dengan katalisasi enzim hemeoksidase. Biliverdin reduktase mengubah biliverdin menjadi bilirubin. Tahapan ini terjadi terutama dalam sel sistem retikuloendotelial. Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan bilirubin. Pembentukan early labelled bilirubin meningkat pada kelainan dengan eritropoiesis yang tidak efektif namun secara klinis kurang penting.

2. Transpor plasma. Bilirubin tidak terkonjugasi terikat dengan albumin dan tidak dapat melalui membran glomerulus sehingga tidak ditemukan pada urin.  Ikatan akan melemah pada beberapa keadaan seperti asidosis dan beberapa bahan seperti antibiotik tertentu seperti salisilat yang berlomba pada tempat ikatan dengan albumin.

Fase Intrahepatik

1. Liver uptake. Proses pengambilan bilirubin tidak terkonjugasi oleh hati secara rinci dan pentingnya protein pengikat seperti ligandin atau protein Y, belum jelas. Pengambilan bilirubin melalui transpor yang aktif dan berjalan cepat, namun tidak termasuk pengambilan albumin.

2. Konjugasi. Bilirubin tidak terkonjugasi mengalami konjugasi dengan asam glukoronik membentuk bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk. Reaksi ini dikatalisasi oleh enzim mikrosomal glukoronil-transferase menghasilkan bilirubin yang larut dalam air. 

Fase Pascahepatik

1. Ekskresi bilirubin. Bilirubin terkonjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus.     Di dalam usus flora bakteri men’dekonjugasi’ dan mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen dan mengeluarkan sebagian besar ke dalam tinja dan memberi warna coklat. Sebagian dikeluarkan dan diserap kembali ke dalam empedu, dan sebagian kecil mencapai urin sebagai urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan diglukuronida tapi tidak bilirubin tidak terkonjugasi. Hal ini menjelaskan warna urin yang gelap yang khas pada gangguan hepatoselular atau kolestatik intrahepatik. Bilirubin tidak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak, karenanya dapat melewati sawar darah otak atau masuk ke dalam plasenta. Dalam hepatosit, bilirubin tidak terkonjugasi mengalami proses konjugasi dengan gula melalui enzim glukoronil transferase dan larut dalam empedu cair.

 BAB II: PENYAKIT GANGGUAN METABOLISME BILIRUBIN1. Hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi2. Hiperbilirubinemia terkonjugasiHiperbilirubinemia Tidak Terkonjugasi

Hemolisis

Page 3: bahan bedah.docx

Peningkatan konsentrasi bilirubin pada keadaan hemolisis dapat melebihi kemampuan hati yang normal untuk memetabolisme  kelebihan  bilirubin. Pada hemolisis yang berat konsentrasi billirubin jarang lebih dari 5 mg/dl kecuali jika terdapat kerusakan hati. Kombinasi hemolisis yang sedang dan penyakit hati yang ringan dapat menyebabkan ikterus yang lebih berat sehingga terjadi hiperbilirubinemia campuran akibat ekskresi empedu kanalikuler terganggu.

Sindrom Gilbert

Penyakit ini mengenai 3-5% orang, biasa pada kelompok umur dewasa muda dengan keluhan tidak spesifik dan tidak sengaja ditemukan. Kemungkinan disebabkan karena adanya defek yang kompleks dalam pengambilan bilirubin dari plasma yang berfluktuasi antara 2-5 mg/dl yang cenderung naik dengan berpuasa, dan keadaan stres lainnya. Sindrom Gilbert dapat dengan mudah dibedakan dengan hepatitis dengan tes faal hati yang normal, tidak terdapatnya empedu dalam urin, dan fraksi bilirubin indirek yang dominan.  Hemolisis dibedakan dengan tidak terdapatnya anemia atau retikulosis.  Histologi hati normal dan tidak diperlukan biopsi hati untuk diagnosis.

Sindrom Crigler-Najjar

Merupakan penyakit genetik yang disebabkan karena kekurangan enzim glukuroniltransferase. Pasien dengan penyakit autosom resesif tipe I (lengkap) mempunyai hiperbilirubinemia yang berat dan biasanya meninggal pada umur 1 tahun. Sedangkan tipe II (parsial) mempunyai hiperbilirubinemia yang kurang berat dan biasanya bisa hidup sampai dewasa tanpa kerusakan neurologis.

Hiperbilirubinemia Shunt Primer

Jarang dijumpai. Bersifat jinak dan familial dengan produksi early labeled bilirubin yang berlebihan.Hiperbilirubinemia Konjugasi Non Kolestasis

Sindrom Dubin Johnson

Merupakan penyakit autosom resesif yang ditandai dengan ikterus ringan.  Didasari akibat gangguan ekskresi anion organik seperti bilirubin namun ekskresi garam empedu tidak terganggu. Berbeda dengan Sindrom Gilbert, hiperbilirubinemia yang terjadi adalah bilirubin terkonjugasi dan empedu ditemukan dalam urin.

Sindrom Rotor

Menyerupai Sindrom Dubin Johnson tapi hati tidak mengalami pigmentasi dan perbedaan metabolik lainHiperbilirubinemia Konjugasi Kolestasis

Kolestasis Intrahepatik

Penyebab paling sering adalah hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena alkohol, dan penyakit hepatitis autoimun. Penyebab yang kurang sering adalah sirosis hati bilier primer, kolestasis pada kehamilan, karsinoma metastatik, dan penyakit lain yang jarang.

Kolestasis Ekstrahepatik

Penyebab yang sering adalah batu duktus koledokus dan kanker pankreas.  Penyebab lainnya yang relatif jarang adalah striktur jinak pada duktus koledokus, karsinoma duktus koledokus, pankreatitis atau pseudocyst pankreas, dan kolangitis sklerosing. Retensi bilirubin menghasilkan campuran hiperbilirubinemia dengan kelebihan bilirubin terkonjugasi yang masuk ke dalam urin.  Tinja berwarna pucat karena sedikit yang mencapai saluran cerna usus halus.

 BAB III: PENDEKATAN KLINIS IKTERUS PADA DEWASA

Page 4: bahan bedah.docx

AnamnesisBiasanya ditanyakan keluhan ikterus, seperti warna urin, warna tinja, keluhan gatal, mual muntah, dan nyeri perut serta kemungkinan-kemungkinan lain yang dapat menyebabkan ikterus seperti stres, infeksi, kehamilan, dan obat-obatan tertentu.Pemeriksaan FisikDitemukan adanya bekas garukan, spider nevi, eritema palmaris, ginekomastia, atrofi testis, edema tungkai, dan asites.Pemeriksaan LaboratoriumHiperbilirubinemia dengan nilai aminotransferase dan fosfatase alkali yang normal menunjukkan kemungkinan proses hemolisis atau penyakit Sindrom Gilbert, hal ini dipastikan dengan fraksional bilirubin. Beratnya ikterus dan fraksional bilirubin tidak bisa membantu untuk membedakan ikterus hepatoselular dari keadaan ikterus kolestatik. Peningkatan kadar aminotransferase ˃ 500 U lebih mengarah pada hepatitis atau keadaan hipoksia akut. Peningkatan fosfatase alkali yang tidak proporsional mengarah kepada kolestasis atau kelainan infiltrat. Pada keadaan yang disebut belakangan, bilirubin biasanya normal atau hanya naik sedikit saja. Bilirubin di atas 25 sampai 30 mg/dl seringkali disebabkan karena hemolisis atau disfungsi ginjal yang menyertai pada keadaan penyakit hepatobilier berat. Inversi rasio konsentrasi albumin dan globulin menunjukkan adanya penyakit kronis. Peningkatan waktu protrombin yang membaik setelah pemberian vitamin K (5-10 mg IM selama 2-3 hari) lebih mengarah pada kolestasis daripada proses hepatoselular.PencitraanPemeriksaan sonografi, CT, dan MRI memperlihatkan adanya pelebaran saluran bilier, yang menunjukkan adanya sumbatan mekanik, walaupun jika tidak ada tidak selalu berarti sumbatan intrahepatik, terutama dalam keadaan masih akut. Kebanyakan center menggunakan USG karena biaya yang murah.Endoscopic Retrograde Cholangio-Pancreatography (ERCP) memungkinkan untuk melihat secara langsung saluran bilier dan bermanfaat untuk menetapkan sebab sumbatan ekstrahepatik.Percutaneus Transhepatic Cholangiography (PTC) dapat digunakan untuk melihat langsung saluran empedu dan mendeteksi batu dan kelainan duktus lainnya. Pengobatan            Pengobatan ikterus sangat tergantung penyebabnya. Beberapa gejala yang cukup mengganggu misalnya pruritus pada keadaan kolestasis intrahepatik, pengobatan untuk penyakit dasarnya sudah mencukupi. Pruritus pada keadaan yang ireversibel (seperti sirosis bilier primer) biasanya responsif terhadap kolestiramin 4-16 g/hari dalam dosis terbagi dua yang akan mengikat garam empedu di usus.            Suplemen kalsium dan vitamin D dapat diberikan pada kolestasis yang ireversibel. Suplemen vitamin A dapat mencegah kekurangan vitamin dan steatorrhea yang berat dapat dikurangi dengan pemberian sebagian lemak dalam diet dengan medium chain triglyceride.            Sumbatan bilier ekstrahepatik biasanya membutuhkan tindakan pembedahan, ekstraksi batu empedu di duktus atau insersi stent, dan drainase via kateter untuk kasus striktur. Untuk sumbatan yang non operabel, drainase bilier paliatif dapat dilakukan melalaui stent yang ditempatkan melalui hati (transhepatik) atau secara endoskopik

 DAFTAR PUSTAKA 

1. Sulaiman A., Pendekatan Klinis pada Pasien Ikterus.  Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2007. p.420-423.

2. M. Lamah Indkaghd. Anatomical Variations of the Extrahepatic Biliary.  Tree: Review of the World Literature.  Clinical Anatomy 14; 2001. p.167-172.

3. Wolkoff A.W. The Hyperbilirubinemia in Kaspen et all.  Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th edition. Mc Graw Hill, Singapore; 2005. p.1817-1821.

4. Roche S.P., Kobos R.  Jaundice in The Adult Patient.  American Family Physician; 2004. p.229-304.5. Kanoko M.  Metabolisme Bilirubin dan Patofisiologi Ikterus.  Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I.  Edisi IV.  Jakarta: 

Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2007. p.5-8.6. Wilson L.M., Lester L.B., Hati, Empedu, dan Pankreas.  Dalam : Price S.A., Wilson L.M. Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-proses Penyakit. Buku 1. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1995. p.426-463.

Page 5: bahan bedah.docx