mgmpsaptadarma.files.wordpress.com€¦ · bahan ajar penghayat kepercayaan kelas xii – sma/smk...
TRANSCRIPT
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 1 dari 164.
BAB I
SEJARAH KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA
A. Kompetensi Inti
KI 1 Kompetensi Spiritual
Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
KI 2 Kompetensi Sosial
Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli
(gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-
aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai
permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan
sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan
bangsa dalam pergaulan dunia.
KI 3 Kompetensi Pengetahuan
Memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi pengetahuan
faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait
penyebab fenomena dan kejadian dalam bidang kerja yang spesifik
untuk memecahkan masalah.
KI 4 Kompetensi Keterampilan
Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah
abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di
sekolah secara mandiri, dan mampu melaksanakan tugas spesifik di
bawah pengawasan langsung.
B. Kompetensi Dasar
1. Memiliki pengetahuan tentang asalusul hidup dan kehidupan.
2. Mengetahui sejarah dan perjuangan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
3. Memahami keanekaragaman sistem kepercayan di Nusantara.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 2 dari 164.
C. Tujuan Pembelajaran
1. Menguasai asal usul hidup dan kehidupan.
2. Memiliki pengetahuan tentang sejarah dan perjuangan Kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
3. Menjaga dan melestarikan keanekaragaman sistem kepercayaan di
Indonesia.
D. Indikator
Peserta didik diharapkan mampu:
1. Menjelaskan tentang asal usul hidup dan kehidupan.
2. Menyikapi hidup dan kehidupan berdasarkan Kepercayaan Tuhan Yang
Maha Esa.
3. Menjelaskan tentang sejarah dan perjuangan Kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
4. Membudayakan perjuangan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.
5. Menjelaskan keanekaragaman sistem kepercayan di Nusantara.
6. Menjaga dan melestarikan keanekaragaman sistem kepercayaan di
Indonesia.
E. Materi Pembelajaran
1. Asal Usul Hidup dan Kehidupan Manusia Menemukan Tuhan
Sejak ribuan tahun yang lalu dengan waktu yang sangat panjang, sejak
manusia menangkap getaran Sang Pencipta, sejak saat itu pula dalam perjalanan
sejarah manusia mencari Tuhan dan mulai terbangunnya nilai-nilai yang
melahirkan budaya spiritual, budaya kehidupan sosial, dan banyak pemahaman
yang berbeda-beda. Berkaitan dengan hal itu terjadi fanatisme keyakinan sebagai
penyebab pertikaian dan perang antar manusia hingga saat ini, walaupun
peradaban dunia yang telah maju pesat bersama penemuan teknologi modern yang
selalu berkembang.
Bertolak dari segi ini, maka di dalam filsafat mengenai manusia, tujuan utama
manusia hidup adalah mencari kebahagiaan. Untuk mencapai hal tersebut,
pertama-tama haruslah mencoba mengungkapkan secara mendasar antara lain
mulai dari pribadi manusia. Oleh karena memiliki pikiran, manusia berusaha
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 3 dari 164.
mencari jawaban hal-hal yang ada di sekitarnya yang tidak akan luput dari
pertanyaan: “Siapa sesungguhnya saya?” Pengenalan diri terhadap pribadi manusia
perlu pemahaman internal yang lebih mendasar, agar mampu mengatur lakunya
dalam menentukan apa yang baik dan dapat dilakukan; serta dapat menentukan
mana yang seharusnya dihindari untuk tidak dilakukan.
Kemuliaan manusia dibandingkan dengan mahluk lain ciptaan Tuhan Yang
Maha Kuasa, sering diikuti pertanyaan mengapa manusia berkedudukan lebih
tinggi. Tentu kita akan memiliki keinginan dan hasrat untuk menemukan
kebahagian dan kedamaian ketika menjalani laku sebagai pribadi yang utuh. Ketika
manusia mencari jawaban atas pertanyaan mendasarnya, seringkali dihadapkan
pada ketidaktahuan dan ketidaksempurnaan dalam mengungkapkan “jati diri
manusia”.
Menurut Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terdapat suatu
pandangan dan konsep yang mendasar tentang manusia dan sebagai suatu
kesatuan yang utuh perlu dipandang dari dua dimensi, yaitu dimensi kemanusiaan
(horizontal) dan dimensi ketuhanan yang bersifat vertikal. Dimensi horizontal
menyangkut relasi antara manusia dengan lingkungan sosial atau kemasyarakatan
serta dengan lingkungan alam. Manusia harus hadir secara utuh dalam dimensi
ini, dengan tujuan kemaslahatan umat atau “Memayu Hayuning Bawana”. Sisi lain,
dimensi vertikal, manusia sebagai pribadi yang utuh harus membangun secara
sadar dan pasrah (Wening Nalar, Budhi dan Batinnya) kepada Kemahakuasaan
Tuhan Yang Maha Esa, yang tidak dapat dielakkan sebagai Penguasa Tunggal
“Jagad Seisinya”.
Citra yang dibangun oleh pribadi manusia dalam relasi horizontal, seringkali
menunjukkan bagaimana relasi manusia tersebut dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Tetapi kita juga sering mendapati bahwa relasi vertikal tidak serta merta
menunjukkan relasi yang baik antar manusia dengan sesama dan lingkungannya.
Sebuah “Quo Vadis”. Kita perlu membangun citra positif yang menunjukkan bahwa
selaku Penghayat Kepercayaan perlu “mawas diri”, senantiasa “handarbeni rasa
pangrasa kang wening trusing batin” (pen: memiliki rasa dan perasaan terdalam
yang suci sampai ke batiniah kita), sehingga “kasucening diri” (pen: kesucian
pribadi) dan budi pekerti kita tercermin dalam pergaulan secara global.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 4 dari 164.
Tak ada satupun dari kita manusia yang mampu mengatasi problema
kehidupan secara sendirian (soliter); terlebih ketika berhadapan dengan persoalan
di luar jangkauan keilmuan/logika/nalar, dan keyakinan serta kepercayaan kita.
Pada saat itulah, kita mengharapkan campur tangan Tuhan Yang Maha Esa,
terkhusus “kepasrahan yang total kepada Tuhan Yang Maha Esa”. Inilah yang
sering dikatakan sebagai “Ilmu Ikhlas”. Bagi mereka yang merasa diri sebagai
“percaya atau berkeyakinan”, sering terjebak dalam kepasrahan yang “tidak tepat”.
Tuhan Yang Maha Esa telah melengkapi kita dengan “rasa, karsa, karya dan
logika”, sehingga kita dapat memikirkan dan mencari jalan yang benar untuk
mencapai tataran “kesucian diri” dalam laku panembahan yang benar, sesuai harkat
dan martabat kita selaku ciptaan yang termulia di antara semua ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa. Kita perlu melakukan penyembahan yang benar kepada Tuhan
Yang Maha Esa, yaitu: “penyembahan dalam roh dan kebenaran”. Maksudnya
bahwa manusia batin kita (roh kita) terhubung secara langsung dengan Pribadi
Penguasa “Jagad Sak Isinipun”, “Sangkan Paraning Dumadi”; yang tidak lain adalah
Tuhan Yang Maha Esa. Inilah hakekat terdalam kepercayaan kita “Manunggaling
Kawula lan Gusti”. Tidak ada yang lebih indah dan rahayu, selain kepercayaan ini.
Dalam perspektif sosial kemasyarakatan, kita perlu meneladani para pendahulu
kita, yang seringkali berjuang tanpa pamrih untuk kesejahteraan dan
kemaslahatan umat manusia.
Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa melihat konsep
manusia sebagai titah dan ciptanNya, di mana ciptaan yang paling mulia adalah
manusia. Hal ini dalam keyakinan apapun merupakan pengakuan, karena pada diri
manusia, Tuhan selalu memberikan kebebasan, yaitu kebebasan berkehendak dan
kebebasan memilih. Perkembangan ilmu pengetahuan yang mencoba mengungkap
asal mula dan awal proses terjadinya alam semesta ini, ternyata tidak mampu
mengungkapkan tentang hal ini. Sampai sekarangpun belum ada hipotesa tentang
awal terbentuknya alam semesta ini.
Dengan proses terjadinya alam semesta, maka manusia merupakan bagian dari
proses tersebut, sehingga pada diri manusia terdapat dua dimensi yang merupakan
cerminan dari proses terjadinya alam semesta tersebut. Dimensi yang dimaksudkan
adalah dimensi asal manusia itu sendiri dan dimensi untuk proses selanjutnya
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 5 dari 164.
sebagai ciptaan-Nya dalam hidup bermasyarakat atau singkatnya dimensi
ketuhanan dan dimensi kemanusiaan. Dimensi ketuhanan merupakan bagian dari
diri manusia dan merupakan cerminan dari Sang Pencipta (Gambar atau Citra),
karena dengan melalui dimensi ini terdapat Cahaya Tuhan (Nur Ilahi) atau Budi
yang memudahkan mencapai kondisi memungkinkan adanya mekanisme
hubungan antara manusia sebagai ciptanNya dengan Sang Pencipta. Inilah
keunikan Pelaku Penghayat Kepercayaan. Dimensi kemanusiaan adalah bagian
yang merupakan atribut manusia dalam fungsinya sebagai mahluk yang diciptakan
oleh Sang Kreator Agung Tuhan Yang Maha Esa, dalam menjalani proses hidup di
dunia.
Unsur dalam dimensi kemanusiaan:
1. Pikiran/Cipta;
2. Kemauan/Karsa;
3. Perasaan/Rasa.
Dapat disimpulkan bahwa konsep manusia, menurut Kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa adalah: manusia merupakan ciptaanNya yang paling mulia,
karena kepada manusia diberikan suatu kemampuan untuk menentukan arah dalam
kebebasan berkehendak dan memilih.
2. Konsep Hidup dalam Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa
Seiring terciptanya alam semesta, maka berlaku ketentuan Tuhan yang
bersifat universal (Universal Norms) yang berlaku untuk semua yang ada di seluruh
alam semesta ini dalam segala dimensinya, demikian pula hidup manusia tunduk
kepada norma ini. Hidup sering ditafsirkan dalam arti sempit, yaitu bersifat relatif
dan terbatas pada saat ada atau lahir dan diakhiri saat mati atau kembali ke
ketiadaan.
Secara spiritual, maka konsep hidup bermakna sebagai hal yang terkait
dengan Sumber Hidup atau Pemberi Hidup. Ia tidak hanya berhenti pada proses
hidup antara kelahiran dan kematian, melainkan hidup itu bersifat langgeng (hidup
kekal) sebagaimana SumberNya, karena hidup merupakan titah-Nya yang tentunya
memiliki tujuan. Tujuan hidup adalah berproses untuk pada akhirnya kembali
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 6 dari 164.
menyatu dengan Sumber Hidup, yaitu Sang Pencipta, Tuhan Yang Maha Esa,
meniti kembali “Sangkan Paraning Dumadi”.
Perlu dibedakan antara pengertian hidup dengan pengertian pengejawantahan
hidup, karena pengertian hidup bersifat luas dan hidup haruslah diartikan sebagai
suatu keabadian (kelanggengan) yang berarti tanpa akhir, karena bersifat kekal
abadi yaitu sampai pada saat kembalinya hidup kepada Sumber Hidup yaitu Tuhan
Yang Maha Esa.
Manusia dalam hidup di dunia ini telah dititipkan hidup yang harus mampu
dikembalikan kelak kepada Sang Sumber Hidup. Sebab itu manusia tidak akan
mampu melepaskan tanggungjawab yang mendasar ini pada jaman apapun.
Konsep hidup demikian memberikan konsekuensi bahwa setiap manusia harus
selalu menyadari dan berupaya agar proses hidupnya mampu mempertanggung
jawabkan hidupnya sebagai kesatuan utuh sebagaimana saat kelahirannya, dengan
sifat abadi tersebut. Manusia sebagai ciptanNya harus berproses dalam hidupnya
untuk kembali kepada Sumber Hidupnya Tuhan Yang Maha Esa.
3. Konsep Tuhan dalam Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa
Tuhan dipahami sebagai Sang Maha Kuasa dan asas dari suatu kepercayaan.
Tuhan Yang Maha Esa bersifat Mutlak dan Abadi. Tuhan Yang Maha Esa adalah
pencipta alam semesta dan sebagai sumber segala kehidupan dan selalu
dibutuhkan manusia berupa pencerahan batin untuk kembali kepadaNya. Sumber
Hidupnya (sangkan Paraning Dumadi). Tuhan Yang Maha Esa juga menjadi
tuntunan dalam proses kehidupan menjadi manusia panutan bagi kehidupan
sekitarnya (Memayu Hayuning Bawana), sehingga mempunyai kesadaran
seutuhnya akan peran dan fungsinya sebagai umat Tuhan Yang Maha Esa
(Manunggaling Kawula Gusti). Tuhan Yang Maha Esa menjadi sentral kehidupan
yang merupakan pencipta sekaligus pengatur segala kejadian di alam semesta. Para
cendekiawan menganggap berbagai sifat-sifat Tuhan berasal dari konsep
ketuhanan yang berbeda-beda. Yang paling umum, di antaranya adalah Maha Tahu
(mengetahui segalanya), Maha Kuasa (memiliki kekuasaan tak terbatas), Maha Ada
(hadir di mana pun), Maha Mulia (mengandung segala sifat-sifat baik yang
sempurna), tak ada yang setara dengan-Nya, serta bersifat kekal abadi.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 7 dari 164.
Penganut Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa meyakini bahwa Tuhan
hanya ada satu, serta tidak berwujud (tanpa materi), memiliki pribadi, sumber
segala kewajiban moral, dan "hal terbesar yang dapat direnungkan".
4. Konsep Tuhan, Hidup, dan Kehidupan
Dalam ajaran Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa terdapat beberapa
pengertian dan konsep penting yang perlu diketahui secara umum:
a. Dumadining sira iku lantaran anane bapa biyung ira.
Lahirnya manusia karena berkat adanya kedua orang tua.
b. Manungsa iku kanggonan sipating Pangeran.
Di dalam manusia tedapat sifat-sifat Tuhan.
c. Ketemu Gusti iku lamun sira tansah eling.
“Bertemu” Tuhan dapat dicapai dengan cara selalu eling.
d. Cakra manggilingan.
Kehidupan manusia akan seperti roda yang selalu berputar, kadang di bawah
kadang di atas.Hukum sebab akibat dan memungkinkan terjadi penitisan.
e. Jaman iku owah gingsir.
Jaman akan selalu mengalami perubahan.
f. Gusti iku dumunung ana atining manungsa kang becik, mula Gusti iku diarani
bagusing ati.
Tuhan berada di dalam hati manusia yang baik, oleh sebab itu disebut Gusti
itu keindahan hati (bagusing ati).
g. Sing sapa nyumurupi dateng Pangeran iku ateges nyumurupi awake dhewe.
Dene kang durung mikani awake dhewe durung mikani dateng Pangeran.
Siapa yang mengetahui zat Tuhan berarti mengetahui dirinya sendiri.
Sedangkan bagi yang belum memahami jati dirinya sendiri maka tidak
mengetahui pula zat Tuhan.
h. Kahanan donya ora langgeng, mula aja ngegungake kesugihan lan drajat ira,
awit samangsa ana wolak-waliking jaman ora ngisin-ngisini.
Keadaan dunia tidaklah abadi, maka jangan mengagungkan kekayaan dan
derajat pangkat, sebab bila sewaktu-waktu terjadi zaman serba berbalik tidak
menderita malu.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 8 dari 164.
i. Kahanan kang ana iki ora suwe mesthi ngalami owah gingsir, mula aja lali
marang sapadha-padhaning tumitah.
Keadaan yang ada sekarang ini tidak akan berlangsung lama pasti akan
mengalami perubahan, maka dari itu janganlah lupa kepada sesama makhluk
hidup ciptaan Tuhan.
j. Lamun sira kepengin wikan marang alam jaman kelanggengan, sira kudu weruh
alamira pribadi. Lamun sira durung mikan alamira pribadi adoh ketemune.
Jika anda ingin mengetahui alam di jaman kelanggengan, anda harus
memahami alam jati diri (dunia kecil), bila anda belum paham jati diri anda,
maka akan sulit untuk menemukan alam keabadian (alam kelanggengan).
k. Yen sira wus mikani alamira pribadi, mara sira mulanga marang wong kang
durung wikan.
Jika Anda sudah memahami jati diri, maka ajarilah orang-orang yang belum
memahami.
l. Lamun sira wus mikani alamira pribadi, alam jaman kelanggengan iku cedhak
tanpa senggolan, adoh tanpa wangenan.
Bila Anda sudah mengetahui sejatinya diri pribadi, tempat zaman
kelanggengan itu seumpama dekat tanpa bersentuhan, jauh tanpa jarak.
m. Lamun sira durung wikan alamira pribadi mara takono marang wong kang wus
wikan.
Bila Anda belum paham jati diri pribadi, datang dan tanyakan kepada orang
yang telah paham.
n. Lamun sira durung wikan kadangira pribadi, coba dulunen sira pribadi.
Bila Anda belum paham saudara Anda yang sejati, carilah hingga ketemu diri
Anda pribadi.
o. Kadangira pribadi ora beda karo jeneng sira pribadi, gelem nyambut gawe.
“Saudara sejati” Anda tidak berbeda dengan diri pribadi Anda, bersedia
bekerja.
p. Gusti iku sambaten naliko sira lagi nandang kasangsaran. Pujinen yen sira lagi
nampa kanugrahaning Gusti.
Pintalah Tuhan bila Anda sedang menderita kesengsaraan, pujilah bila anda
sedang menerima anugrah.Dalam keadaan apapun baik sedih maupun
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 9 dari 164.
bahagia Pujilah Tuhan dengan tulus dan ikhlas, jangan menyalahkan Tuhan;
karena Tuhan menguji orang yang dikasihiNya. Cobaan dan ujian tidak akan
melebihi kekuatan kita.
q. Weruh marang Pangeran iku ateges wis weruh marang awake dhewe, lamun
durung weruh awake dhewe, tangeh lamun weruh marang Pangeran.
Memahami Tuhan berarti sudah memahami diri sendiri, jika belum memahami
jati diri, mustahil akan memahami Tuhan.
r. Sing sapa seneng ngrusak katentremane liyan bakal dibendu dening Pangeran
lan diwelehake dening tumindake dhewe.
Siapa yang gemar merusak ketentraman orang lain, pasti akan dihukum oleh
Tuhan dan dipermalukan oleh perbuatannya sendiri.
s. Lamun ana janma ora kepenak, sira aja lali nyuwun pangapura marang
Pangeranira, jalaran Pangeranira bakal aweh pitulungan.
Walaupun mengalami zaman susah, namun janganlah lupa mohon ampunan
kepada Tuhan, sebab Tuhan akan memberikan pertolongan.
t. Gusti iku dumunung ana jeneng sira pribadi, dene ketemune Gusti lamun sira
tansah eling.
Tuhan ada di dalam diri pribadi, dapat Anda ketemukan dengan cara selalu
eling.
5. Sejarah dan Perjuangan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
5.1 Keberadaan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Munculnya suatu kepercayaan biasanya dilatar belakangi oleh kesadaran
adanya jiwa yang bersifat abstrak. Kekuatan itu tidak dapat diterangkan oleh akal,
dan berada di atas kekuatan manusia. Kekuatan itu dikenal dengan
kekuatan adikodrati.
Dengan adanya jiwa dan kekuatan adikodrati itu, manusia perlu melakukan
tindakan-tindakan berupa upacara-upacara atau ritus. Tindakan-tindakan itu
dimaksudkan sebagai upaya untuk mengatasi hal-hal yang tidak dapat diselesaikan
oleh naluri atau akalnya. Kepercayaan manusia tidak terbatas pada dirinya saja.
Akan tetapi juga pada benda-benda dan tumbuh-tumbuhan yang berada di
sekelilingnya. Dari keyakinan itu kemudian kita menyadari bahwa mahluk halus
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 10 dari 164.
atau roh itu memiliki wujud nyata dan sifat yang mendua, yakni sifat baik dan sifat
jahat. Dalam perkembangan berikutnya, keyakinan itu mendasari munculnya
tokoh-tokoh dewa yang mempunyai sifat mendua, sifat yang membawa kebaikan
dan sifat yang mendatangkan kejahatan.
5.2. Perkembangan Organisasi Kepercayaan
Organisasi Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa di seluruh
Nusantara adalah warisan kekayaan yang masih ada di semua lini kehidupan
masyarakat hingga sekarang dalam bentuk beraneka ragam.
a. Masa Pergerakan Nasional
Kelompok-kelompok kebatinan yang kemudian disebut Kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa mulai terorganisir berkat KRMT Wongsonegoro, seorang
tokoh pejuang kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peran
Wongsonegoro sendiri dimulai sejak Boedi Oetomo tahun 1908, kemudian terpilih
menjadi ketua Yong Java tahun 1926 dan aktif hingga turut mendirikan tonggak
persatuan dan kesatuan Indonesia, “Soempah Pemoeda” 28 Oktober 1928. Beliau
juga turut duduk sebagai anggota Dokuritzu Zyunbi Tjoosakai (Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan) tanggal 29 Mei s.d. 1 Juni 1945, dalam
mengisi kemerdekaan peran penting yang lain adalah ikut panitia perancang
Undang-Undang Dasar yang dilaksanakan bersama dengan Ahmad Soebardjo, A A
Maramis, Soepomo, H. Agus Salim, R. P. Singgih dan DR Soekiman.
Gerakan Boedi Oetomo dan Soempah Pemoeda rupanya menggugah para
pemuka masyarakat, termasuk pemuka masyarakat Kebatinan, Kejiwaan,
Kerohanian yang tersirat menyonggsong gerakan menyambut untaian kebangsaan
membangun ke-Indonesia-an, lahirlah kelompok-kelompok Kebatinan, Kejiwaan,
Kerohanian diantaranya Parmalim (Tapanuli Utara), Paguyuban Penghayat Kunci
(Bali), Hardo Pusara, Subud, Paguyuban Sumarah (di Jogja dan Jawa Tengah),
Paguyuban Pasundan Budi Daya (Jawa Barat), Kawruh Kebatinan Jawa Lugu (Jawa
Timur), dan banyak lagi terutama di Jawa, baik Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa
Timur. Kegiatan mereka bukan gerakan politik, melainkan gerakan sosial spiritual,
namun mereka dapat menggugah masyarakat melalui ikatan spiritual yang bentuk
perjuangannya seperti:
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 11 dari 164.
1. Meningkatkan persaudaran dan kesadaran dalam kedewasaan spiritual
dengan memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa, Kemerdekaan Bangsa.
2. Memberikan pelajaran moral kebangsaan, pendidikan budi pekerti dan melatih
keterampilan serta kesantikan untuk para pemuda-pemudi.
3. Menyampaikan pesan moral kebangsaan terhadap masyarakat melalui budaya
spiritual dan seni seperti tembang, tari, sandiwara (ketoprak), wayang, dan
berbagai macam kesenian.
Gerakan ini ternyata sangat bermanfaat kemudian, pada saat berakhirnya
penjajahan Belanda dan berganti penjajahan Jepang, banyak pemuda-pemudi telah
cukup dewasa dan tanggap akan perubahan situasi, bahkan menjadi pemimpin
masyarakat dalam perjuangan kemerdekaan NKRI.
b. Masa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dan Revolusi Nasional
Setelah proklamasi kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia 17
Agustus 1945, muncul puluhan, bahkan ratusan, organisasi Kebatinan, Kejiwaan,
Kerohanian yang tersebar di seluruh Nusantara. Hampir semua mereka melibatkan
diri dalam perjuangan kemerdekaan dan menjadi perhatian para pemimpin
perjuangan. Sebagai contoh, yaitu Konferensi Paguyuban Sumarah Pertama tahun
1948, yang saat itu dihadiri oleh Panglima Besar Soedirman, mengutamakan
Pemuda Kanoman Sumarah.
Gagasan sebuah forum nasional untuk kelompok kebatinan muncul setelah
KRMT Wongsonegoro menggeluti kembali dunia spiritual selepas tugasnya sebagai
Gubernur Jawa Tengah (1949). Tetapi gagasan tersebut tertunda karena panggilan
tugas-tugas kenegaraan kembali, yaitu sebagai Menteri Kehakiman dalam Kabinet
Natsir (1950-1951), memimpin Departemen Pendidikan di bawah Perdana Menteri
pada Kabinet Ali Sastroamidjojo yang dikenal dengan kabinet Ali-Wongso (1953-
1955).
Sejak tahun 1950 KRMT Wongsonegoro sudah memperkenalkan aliran
Kepercayaan dengan istilah “kebatinan”, namun karena kesibukannya dalam
aktifitas politik, aliran ini belum mengalami perkembangan yang berarti. Baru
setelah purna tugas jabatan sebagai Wakil Perdana Menteri, pada tahun 1955
beliau memelopori Kongres Kebatinan berskala nasional yang diselenggarakan di
Semarang pada 9 s.d. 12 Agustus 1955. Konggres ini dihadiri 70 aliran yang ada di
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 12 dari 164.
Indonesia dan melahirkan sebuah organisasi bernama Badan Konggres Kebatinan
Indonesia (BKKI). Kongres tersebut memutuskan KRMT Wongsonegoro menjadi
ketuanya. Di samping itu, kongres juga menetapkan suatu semboyan, yakni: “Sepi
ing pamrih rame ing gawe, memayu hayuning bawana”. Artinya, jauh dari
kepentingan pribadi dilandasi dengan hati yang suci dan bersih, rajin melakukan
kegiatan yang bermanfaat demi keselamatan umat manusia dan dunia dengan
menciptakan karya-karya yang besar.
Kongres I (pertama) itu menjadi titik awal perkembangan mengenai organisasi
kepercayaan. Organisasi ini bertumpu pada dunia kebatinan, yang bukan klenik,
yang tak bertentangan dengan agama dan bukan agama baru, dan mendukung
Azas Pancasila.
Satu tahun kemudian, dilaksanakan Kongres II (kedua), yang berlangsung
tahun 1956 di Surakarta, salah satu keputusan penting adalah telah dapat
dirumuskan dan ditegaskan bahwa arti Kebatinan, yakni: “Merupakan sumber Azas
dan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa untuk mencapai budi pekerti luhur guna
kesempurnaan hidup”. Penegasan tersebut memberikan pemahaman bahwa BKKI
sebagai organisasi adalah mengelola wadah, sedangkan kelompok-kelompok
kebatinan mengelola isinya sesuai dengan identitas masing-masing.
Kongres BKKI III (ketiga) diadakan di Jakarta pada tanggal 17-20 Juli 1958,
yang dihadiri Presiden, Dalam kongres ini Presiden Soekarno memberikan amanat,
memuji kebatinan yang berpegang pada Pancasila dan memperingatkan akan
bahaya klenik.
c. Masa Pemerintahan Orde Baru
Pada saat pemerintaahan orde baru kelompok-kelompok kebatinan
legitimasinya bertambah karena mendapat dukungan politik dari Golongan Karya.
Pada tahun 1966 di Sekretariat Bersama Golongan Karya (SEKBER GOLKAR)
dibentuk Badan Musyawarah Kebatinan, Kejiwaan dan Kerohanian Indonesia.
Perjuangan kebatinan selanjutnya dalam mempertahankan eksistensinya menuju
legalitasnya di bumi Indonesia semakin nyata, dengan diselenggarakannya
Simposium Nasional Kepercayaan di Yogyakarta pada akhir tahun 1970, dengan
tema “Menyoroti Dasar Hukum bagi Kehidupan Kepercayaan Kebatinan, Kejiwaan,
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 13 dari 164.
Kerohanian di Indonesia dalam Rangka Tertib Hukum Berlandaskan Undang-
Undang Dasar 1945”, melahirkan SKK (Sekretatiat Kerjasama Kepercayan
Kebatinan, Kerohanian, Kejiwaan) yang diketuai KRMT Wongsonagoro. Pada
simposium menyimpulkan bahwa pengertian kepercayaan pasal 29 ayat 2 UUD
1945 yang dimaksudkan adalah Kebatinan, Kejiwaan dan Kerohanian. Simposium
juga menyimpulkan bahwa kedudukan dan fungsi Kebatinan, Kejiwaan dan
Kerohanian itu sejajar dengan agama. Simposium ini dimaksudkan bahwa dasar
hukum bagi Kepercayaan (Kebatinan, Kejiwaan, Kerohanian) adalah pasal 29 UUD
1945.
Dengan terbentuknya wadah nasional SKK diketahui peranan penghayat
Kepercayan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam kehidupan masyarakat. Pada
masa itu sudah dapat disaksikan betapa pesatnya perkembangan masyarakat
kepercayaan dalam berbagai aspek kehidupannya, seperti: merasa ada kebebasan
dalam penghayat kepercayaan terbuka untuk mengadakan kongres, konferensi dan
sebagainya. Hal utama adalah menampaknya eksistensi dan identitas yang
semakin jelas, yang diperlukan untuk pembinaan dan pengarahan selanjutnya.
Asas SKK adalah :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa dalam rangka Kesatuan Pancasila
2. Sepi Ing Pamrih, Rame Ing Gawe.
3. Memayu Hayuning Nuswantara dan Bawana.
SKK mempunyai tujuan:
1. Menjadi wadah untuk menghimpun aliran-aliran, kelompok dan tokoh-tokoh
kepercayaan (Kebatinan, Kejiwaan, Kerohanian) yang ada dan hidup di
Indonesia, baik yang berorganisasi maupun yang berdiri sendiri atau
perseorangan, yang sama-sama manembah dan sujud kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
2. Menampung serta mengarahkan pandangan serta gerak/kegiatan hidupnya
dalam darma bakti dan sumbangsih kepada perjuangan dan pembangunan
Nusa dan Bangsa dalam arti kata yang seluas-luasnya.
Pada Musyawarah Nasional Kepercayaan atau MUNAS SKK I yang diadakan
pada tanggal 27-30 Desember 1970 di Yogyakarta dengan tema “Menyoroti
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 14 dari 164.
Kesimpulan Simposium Kepercayaan di Yogyakarta tanggal 6-9 November 1970”.
Simposium menyatakan bahwa salah tafsir pasal 29 UUD 1945 merugikan aliran
Kepercayaan yang berhak diakui yang pelayanannya sejajar dengan agama.
Untuk itu dibentuk delegasi untuk menghadap Presiden Soeharto yang
diterima pada tanggal 20 Januari 1971, delegasi MUNAS Kepercayaan yang diketuai
Mr. Wongsonegoro menyampaikan kepada Presiden Soeharto mengenai empat
masalah:
1. Legalitas kehidupan kepercayan (Kebatinan, Kejiwaan, Kerohanian).
2. Pendidikan Moral Pancasila.
3. Kedudukan Sekretariat bersama Kepercayaan.
4. Perayaan 1 Suro sebagai hari besar Kepercayaan.
Perjuangan masyarakat Kebatinan, Kerohanian, Kejiwaan akhirnya meraih
legalitasnya dengan lahirnya ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1973, 22 Maret 1973.
Yang selanjutnya diakuilah kehidupan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, di samping agama. Sejak Simposium Nasional Kepercayaan 1970 dan lahirnya
Ketetapan MPR 1973, maka aliran kebatinan kemudian populer disebut
“Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa”.
Dua tahun sebelum lahirnya ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1973 tersebut
Presiden Soeharto dalam amanatnya pada pembukaan Kongres SUBUD sedunia di
Cilandak Jakarta, telah mengatakan bahwa adanya aliran-aliran kepercayaan itu
tidak dilarang pemerintah, bahkan diberikan tempat yang wajar sesuai dengan
Undang Undang Dasar 1945 Pasal 29 ayat 2. Oleh karena itu pemerintah tidak
melarang adanya aliran-alairan kepercayaan itu, bahkan harus memberikan
tempat yang wajar seperti diatur di dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 2 dimaksud,
yang menyatakan: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan
kepercayaannya itu”. Hal itu berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
Pancasila. Tetapi di lain pihak pemerintah juga wajib mengawasi agar kegiatan
aliran-aliran tidak menyimpang dari tujuan semula, yang sesungguhnya baik iyu.
Dalam pengertian itu, tentu saja aliran-aliran tadi bukannya merupakan agama
baru dan ajaran-ajaranyapun tidak boleh merusak ajaran-ajaran agama manapun.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 15 dari 164.
Dengan istilah Kepercayaan yang mengacu kepada Pasal 29 ayat 2 UUD 1945
dan Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1973, maka eksistensi dan legalitasnya menjadi
kuat karena memiliki dasar hukum. Istilah “Kepercayaan” pada GBHN, Ketetapan
MPR RI No. IV/MPR/1973 kemudian dipertegas menjadi: “Kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa” dan dikukuhkan kembali oleh Ketetapan MPR RI No.
IV/MPR/1978, 11 Maret 1978. Bunyi ketetapan itu adalah sebagai berikut;
GBHN Bidang Agama dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Sosial
Budaya.
1. Atas dasar kepercayan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
maka perikehidupan beragama dan perikehidupan berkepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa didasarkan atas kebebasan menghayati dan
mengamalkan Ketuhanan Yang Maha Esa sesuai dengan falsafah Pancasila.
2. Pembangunan agama dan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
ditujukan untuk pembinaan suasana hidup rukun di antara sesama umat
beragama dan sesama penganut Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
dan antar semua umat beragama dan antar penganut Kepercayaan terhadap
Tuhan yang Maha Esa serta meningkatkan amal dalam membangun
masyarakat secara bersama-sama.
Dengan lahirnya Keputusan Presiden No. 27 tahun 1978, sebagai realisasi dari
Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1978, tentang pembentukan Direktorat
Pembinaan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa di lingkungan
Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sebagai
Direktur yang pertama, diangkat dari Sekjen SKK (Sekretariat Kerja Sama
Kepercayan) yaitu Arymurty, SE. Selanjutnya dalam Musyawarah Nasional III tahun
1979 di Tawangmangu Surakarta, diputuskan nama SKK diubah menjadi HPK
(Himpunan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa).
d. Masa Masa Reformasi
Seiring perubahan demokrasi Indonesia di era reformasi muncul beberapa
organisasi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu juga lahir
beberapa organisasi yang memberikan perhatian terhadap keberadaan Organisasi
Penghayat Kepercayaan seperti;
1. Himpunan Penghayat Kepercayaan (HPK)
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 16 dari 164.
2. Badan Kerjasama Organisasi Kepercayaan (BKOK)
3. Forum Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4. LSM Pemerhati Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5. Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (MLKI),
yang selanjutnya organisasi-organisasi tersebut menjadi mitra Pemerintah melalui
Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi, Direktorat
Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
5.2 Landasan Hukum Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
a. Undang Undang Dasar 1945
1) Bab X tentang Hak Asasi Manusia, pasal 28 E ayat 2:
Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan
pikiran sikap, sesuai hati nurani.
2) Bab XI tentang Agama, pasal 29 ayat
1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya
dan kepercayaannya itu.
3) Bab XIII tentang Pendidikan dan Kebudayan, pasal 32 ayat 2:
Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia dengan tetap
menjamin kemerdekaan dalam melelestarikan dan mengembangkan
kebudayaannya.
b. Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1973 tanggal 22 Maret 1973, dan dikukuhkan
kembali dengan Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-garis
Besar Haluan Negara; Pengakuan Aliran Kebatinan dan Kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa tetapi Bukan Merupakan Agama.
c. Undang Undang Republik Indonesia No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia
Pasal 8:
Perlindungan, pemajuan, penegakan Hak Asasi Manusia terutama menjadi
tanggungjawab Pemerintah.
Pasal 22:
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 17 dari 164.
1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-
masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
d. Undang Undang No. 23 tahun 2006, tentang Administrasi Kependudukan:
Pasal 61 ayat 2:
Keterangan mengenai kolom agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi
penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan
Peraturan Perundang-Undangan atau bagi penghayat kepercayan tidak diisi,
tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database Kependudukan.
Pasal 64 ayat 2:
Keterangan tentang agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi
penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan Peraturan
Perundang-Undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap
dilayani dan dicatat dalam database kependudukan.
Pasal 105:
e. Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UU No. 23
Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
f. Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 2007 tentang Pelaksanaan UU No. 23
tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, Bab X tentang persyaratan
dan tata cara pencatatan perkawinan bagi penghayat kepercayaan, pasal 81,
82 dan 83.
g. Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016
h. Keputusan Presiden Nomor 27 Tahun 1978 tentang Pembentukan Direktorat
Pembinaan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
i. Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata cara
Pendaftaran dan Pencatatan Sipil.
j. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Meneteri Kebudayaan dan
Pariwisata No. 43 dan No. 41 tahun 2009 tentang Pedoman Pelayanan kepada
Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
k. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 77 Tahun 2013 tentang
Pedoman Pembinaan Lembaga Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 18 dari 164.
5.3 Landasan Hukum Internasional Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa
a. Universal Declaration of Human Rights (pasal 18)
Setiap orang berhak atas kebebasan menyatakan agama. Dalam hal ini
termasuk kebebasan menyatakan agama dan kepercayaan dengan cara
mengajarkannya, melaksanakan ibadatnya, dan menaatinya baik sendiri
maupun bersama-sama orang lain di muka umum maupun sendiri.
b. Mexico City Declaration of Cultural Policies (1968)
Kepercayaan masyarakat merupakan salah satu unsur dan wujud budaya non
fisik, warisan leluhur bangsa.
Memperhatikan perkembangan eksistensi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, cukup menggembirakan namun aplikasi di lapangan agaknya masih
termasuk termarginal karena kurangnya sosialisasi dan informasi tentang
perkembangan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah mengenai hak
kehidupan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sehingga
masih sering terdapat ketidaksamaan pemahaman dari pihak Pemerintah setempat
sebagai pemangku kepentingan.
Mengamati hasil Kongres Nasional Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, Komunitas Adat dan Tradisi pada 25 s.d. 28 November 2012 di Surabaya, yang
salah satunya rekomendasi telah dilaksanakan dan telah ditindaklanjuti “Majelis
Luhur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia” pada bulan
Oktober 2014. Hal itu dapat menjadi harapan penguatan eksistensi Kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terutama kesepakatan kebersamaan antar
penghayat dalam wadah tunggal yang kelak diharapkan dapat membengun
harmonisasi antar penghayat dan juga memudahkan sosialisasi mengenai
eksistensi tersebut terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan.
Diperlukan kebijakan-kebijakan dalam peningkatan kompetensi petugas
aparatur Negara dalam bidangnya, juga peningkatan SDM organisasi Kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa sehingga dapat membangun harmonisasi antar
kedua belah pihak.
Kesadaran manusia seutuhnya dalam menjalankan sikap dalam Memayu
Hayuning Bawana, karena kesadaran tersebut merupakan kesadaran tertinggi
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 19 dari 164.
dalam kerohanian yang akan sangat bermanfaat dalam melakukan kehidupan
sebagai masyarakat Indonesia dalam kemajemukan memahami dan menjalankan
untuk menuju masyarakat yang adil, beradab, sejahtera dalam tata masyarakat
dunia.
Menjadi tugas seluruh warga penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa di Indonesia untuk menjiwai dan meningkatkan fungsi serta peranannya
di dalam kehidupan bermasyarakat baik nasional maupun ineternasional, untuk
peningkatan dalam tugas nasional yang dibutuhkan adalah persatuan dan
kesatuan. Sudah seharusnya segenap warga Penghayat Kepercayaan Terhadap
Tuhan Yang Maha Esa berkewajiban memelihara dan memfungsikan kearifan lokal
guna membangun tata masyarakat yang Pancasilais terutama kerohanian sebagai
aplikasi sila pertama guna membentuk watak pribadi bangsa yang sadar dalam
berketuhanan Yang Maha Esa, yang berbudi luhur sebagai bangsa Indonesia yang
relegius.
Pendirian Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (MLKI)
dihasilkan dalam Keputusan hasil Konggres Penghayat Kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, Komunitas Adat dan Tradisi di Surabaya pada tanggal 25
November 2012. Akte Notaris No. 01 Tanggal 08 September 2014 (Notaris Indah
Setyaningsih) tentang Pendirian Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa. Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU-
00554.60.10.2014 tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan
Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.Berdirinya Majelis
Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (MLKI) pada tahun 2015
sebagai satu-satunya Wadah Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang
diakui Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemenuhan hak sipil Penghayat menunjukkan perkembangan, yaitu:
Kasus Zulfa Nurrohman
Zulfa Nurohman adalah siswa Kelas XI TME di SMK Negeri 7 Semarang, Jawa
Tengah yang berlatar belakang penganut Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa. Dalam laporan capaian kompetensi peserta didik (LCKP/LHBS/Raport) tahun
pelajaran 2015/2016 yang bersangkutan tidak naik kelas karena nilai untuk mata
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 20 dari 164.
pelajaran Pendidikan Agama kosong. Kasus ini selanjutnya berkembang dan
mendapatkan perhatian publik serta pemerintah. Pemerintah melalui Wali Kota
Semarang (Hendar Prihadi, SE, MM.) dan Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang
(Drs.H. Bunyamin, M.Pd.) bersama MLKI memfasilitasi pertemuan untuk
menyelesaian masalah tersebut, bahwa peserta didik Zulfa Nurrohman harus naik
kelas.
Persoalan tersebut harus diselesaikan karena menjadi tanggungjawab
Pemerintah terkait Kefakuman Hukum. Pada akhirnya, peserta didik dimaksud oleh
SMK Negeri 7 Semarang (Kepala SMK Negeri 7 Semarang, Drs. M. Sudarmanto,
M.Pd.) diharuskan melakukan pembelajaran Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang
Maha Esa di kelas XI serta memenuhi PBM, Pengajar dan Pembina/Pendamping Ir.
Sumarwanto, MT, (MLKI Semarang) dan sementara dititipkan (kenaikan bersyarat)
ke kelas XII TME.Setelah dinyatakan memenuhi persyaratan kenaikan kelas XI,
yang bersangkutan dinaikkan ke kelas XII Tahun Pelajaran 2016/2017. Keunikan
dan kompleksitas pembelajaran terjadi di SMK Negeri 7 Semarang, pada waktu yang
singkat peserta didik harus memenuhi dua kriteria dan norma pembelajaran, kelas
XI dan XII sekaligus. Sebuah perkembangan yang luar biasa tentang pengakuan
pemerintah terhadap kepastian hukum Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa.
Sebelum kasus Zulfa Nurrohman, Pemerintah telah menyiapkan peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengatur peserta didik Penghayat sejak
Februari 2016 dengan kegiatan menyiapkan nasakah akademik, nasakah legal, uji
pubik, sinkronisasi lintas kementerian, dan pengesahan oleh Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan (Dr. Anies Baswedan), menerbitkan Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayan Nomor 27 Tahun 2016 Tentang Layanan Pendidikan
Bagi Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa pada Satuan
Pendidikan.
Implementasi dari Permendikbud itu dilakukan penyusunan pedoman
implementasi, penyiapan calon Asesor dan Penyuluh. Pada awal bulan September
2016, di Hotel Horison Semarang, telah dilakukan kegiatan Pendidikan dan
Pelatihan Calon Assesor Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
serta pelatihan Calon Penyuluh Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; yang
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 21 dari 164.
merupakan kerjasama antara: BKSP Jawa Tengah (Badan Koordinasi Sertifikasi
Profesi, Bp. Ir. Hertoto Basuki); Direktorat Kebudayaan (c.q. Direktur Kepercayaan
Ibu Dra. Sri Hartini, M.Si.) dan MLKI (Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia,
Presedium Bp. Suprih Suhartono). Jumlah 18 (delapan belas) Assesor Kepercayaan
tersebut dinyatakan kompeten.
Di samping itu, implementasi Permendikbud adalah pelatihan Assesor (tahap
II dan III) dan pembentukan Panitia Teknis Uji Kompetensi Kepercayaan, pada
Februari 2017, di Gedung Jawa Design, BKSP Jawa Tengah, Jl. Imam Bonjol
Semarang.
Penguatan kapasitas organisasi dilakukan Rapat Kerja Nasional MLKI
dilakukan pada tanggal 13 dan 14 Mei 2017, di Gedung Sapta Dharma Jogjakarta
untuk membicarakan isu-isu politik yang berkembang saat ini, meliputi antisipasi
terhadap kegiatan terorisme yang berkedok agama untuk membentuk atau
mengubah NKRI menjadi negara agama, yang juga menyikapi jika seandainya ada
kegiatan yang akan menyudutkan atau mengganggu keberadaan Kepercayaan
Terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Indonesia.
F. Kegiatan Pembelajaran
Tabel 1. Strategi Setiap Kegiatan Pembelajaran (3 x 45 menit)
No Kegiatan Pembelajaran Alokasi Waktu
Alat, Bahan, Media
Pendekatan,
Model, Metode
1. Pendahuluan: Doa pembuka dipimpin ketua kelas
Guru memberi salam, mengecek kehadiran peserta didik dan menyiapkan
kondisi peserta didik.
Guru memberikan apersepsi dengan bertanya jawab kepada peserta didik.
Apersepsi: Apakah yang kalian ketahui tentang
materi pembelajaran pada pertemuan kali ini.
Guru memberikan motivasi peserta didik
agar lebih bersemangat dalam
pembelajaran.
Guru menyampaikan garis besar tujuan pembelajaran.
30
menit
Manageme
n Kelas
PPT
LCD dan
Proyektor
Ceramah
2. Inti Mengamati :
70
menit
Bahan Ajar
Power Point Diskusi Tanya jawab
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 22 dari 164.
No Kegiatan Pembelajaran Alokasi Waktu
Alat, Bahan, Media
Pendekatan, Model,
Metode
Peserta didik melakukan kegiatan:
1. Mengamati, memperhatikan dengan
tekun dan semangat.
2. Mencatat hal-hal penting dari penjelasan
guru tentang materi pembelajaran. 3. Mencatat kata-kata sulit yang dirasakan
belum jelas dari penjelasan guru.
4. Melakukan kegiatan permainan atau
bermain peran sesuai materi ajar.
5. Memberikan penjelasan kepada teman yang belum faham atau mengerti tentang
materi pelajaran pada pertemuan kali ini
dengan sopan, santun, sabar dan
dengan bahasa yang bermatabat.
Menanya :
1. Guru menanyakan kepada peserta didik tentang hal-hal penting dari tayangan di
maksud tentang informasi apakah yang
terkandung dalam cerita atau tayangan.
2. Peserta didik mengajukan pertanyaan
dengan sopan dan tertib tentang hal-hal yang dirasa sukar atau sulit dipahami.
3. Guru memberikan penjelasan sesuai
pertanyaan peserta didik, serta
mengulangnya jika peserta didik belum
jelas.
4. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya tentang
kaitan materi pelajaran dalam
kehidupan sehari-hari terutama tentang
kendala atau hambatan yang dihadapi
peserta didik, atau kesulitan yang relevan dengan materi pelajaran.
5. Diskusi dan tanya jawab dilaksanakan
dalam suasana yang menyenangkan.
6. Guru mencatat aktivitas peserta didik
dalam buku agenda pembelajaran
(catatan tentang Kompetensi Inti (KI) 1 dan 2): perilaku, sikap, tanggung jawab, sopan santun, kepedulian, norma dll.
7. Guru memberikan apresiasi
(penghargaan) kepada peserta didik yang
mampu menunjukkan nilai positif dari:
sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan sesuai
ajaran Penghayat Kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
Mengumpulkan Informasi
1. Guru meminta peserta didik untuk
berkelompok dan melakukan pengamatan tentang materi atau bahan
ajar yang diberikan guru dalam bentuk
tayangan video, gambar, hasil seni rupa,
dokumen, dan sejenisnya.
Laptop,
LCD,
Papan Tulis
Alat tulis
Penayangan Film Dokumenter dan sejenisnya.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 23 dari 164.
No Kegiatan Pembelajaran Alokasi Waktu
Alat, Bahan, Media
Pendekatan, Model,
Metode
2. Peserta didik melakukan pengamatan,
memperhatikan dengan cermat
informasi penting dari bahan ajara yang
diberikan guru.
3. Mencari informasi penting baik di dalam ruang kelas, pada lingkungan
kesehariannya atau pada komunitas
penghayat, perpustakaan atau sumber
informasi lain yang layak dipercaya
(internet, media massa dll). 4. Mencatat dan meresume informasi
penting yang relevan dengan materi
pelajaran hari ini.
5. Peserta didik melakukan kegiatan
literasi (studi pustaka) sesuai materi ajar
yang diberikan guru. 6. Peserta didik mencatat informasi yang
relevan untuk digunakan sebagai bahan
diskusi atau pengetahuan umum.
Mengasosiasi
1. Guru meminta peserta didik secara berkelompok untuk mendiskusikan
permasalahan yang timbul dari
informasi yang didapat, kemudian
mencari solusi atau pemecahan sesuai
budaya dan adat istiadat setempat.
2. Peserta didik mencatat hasil diskusi dengan baik sesuai kaidah berbahasa
Indonesia yang baik dan benar.
3. Peserta didik atau ketua kelompok
diskusi mengumpulkan hasil diskusi
kelompok kepada guru dengan tepat waktu dan sikap yang sopan.
4. Guru memberikan apresiasi untuk
peserta didik yang berprestasi baik.
5. Guru memberikan soal atau
permasalahan lain yang relevan untuk
memberikan pengayaan dan atau remediasi.
6. Peserta didik mengerjaran soal sesuai
perintah guru pada Lembar Kerja Peserta
atau Buku Tugas.
Mengkomunikasikan :
1. Peserta didik melaporkan hasil diskusi kelompok secara tertulis pada Lembar
Kegiatan Peserta atau Buku Tugas.
2. Guru memeberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk mempresentasikan
hasil diskusi kelompok. 3. Peserta secara bergiliran menayangkan
atau membacakan hasil diskusi
kelompoknya.
4. Peserta dari kelompok lain memberikan
tanggapan atau sanggahan sesuai materi
ajar dengan baik dan benar dengan tetap
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 24 dari 164.
No Kegiatan Pembelajaran Alokasi Waktu
Alat, Bahan, Media
Pendekatan, Model,
Metode
berperilaku sopan dan santun sesuai
karakter bangsa.
5. Guru memberikan klarifikasi dan
penguatan dari hasil yang telah di
presentasikan. 6. Guru memberikan penilaian sekaligus
apresiasi untuk kelas yang
menyenangkan.
3. Penutup 1. Guru bersama peserta didik
menyimpulkan hasil pembelajaran hari
ini. 2. Guru bersama dengan peserta didik
mereview atau mengingat kembali
mengenai apa saja yang telah dipelajari
dalam kegiatan hari ini.
3. Guru memberikan evaluasi dan
memberikan tugas individu untuk dikumpulkan pada pertemuan
berikutnya
4. Guru meminta peserta didik untuk
membaca materi pada pertemuan
berikutnya sesuai Bahan Ajar Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa (pembiasaan kegiatan literasi).
5. Doa Penutup dipimpin oleh Ketua Kelas
10
menit
Tanya
jawab/tes
lisan Tugas
mandiri
1. Tes Lisan
2. Penugasan
G. Remidi dan Pengayaan
Coba bandingkan pemahaman Anda tentang uraian tersebut di atas dengan
pemahaman berikut (yang tercetak miring)!
Kembangkan sesuai dengan materi yang ada.
H. Latihan
(Catatan: Latihan ini dapat dipergunakan sebagai bahan evaluasi, dengan
menyesuaikan terhadap KI dan KD)
1. Materi Soal
Jawablah pertanyaan berikut dengan singkat dan jelas dalam bahasa yang santun
dan sesuai kaidah penulisan Bahasa Indonesia Baku.
PENGAYAAN Bukalah berikut dan buatlah Resumenya Philosophicalanthropology-Wikipedia;https:/en.wikipedia.org/wiki/Philosophical_anthropology Antropologi filosofis
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 25 dari 164.
1. Perhatikan pernyataan berikut ini!
Dimensi kemanusiaan adalah bagian yang merupakan atribut manusia dalam
fungsinya sebagai mahluk yang diciptakan oleh Sang Kreator Agung Tuhan
Yang Maha Esa, dalam menjalani proses hidup di dunia.
Tuliskanlah 3 unsur Dimensi Kemanuasiaan dan Jelaskan!
2. Apa yang dimaksud dengan Dimensi Ketuhanan dan Dimensi Kemanusiaan,
Jelaskan!
3. Hidup ini harus mampu dipertanggungjawabkan kembali kepada Tuhan Yang
Maha Esa sebagai sumber segala kehidupan. Jelaskan!
4. Tuhan Yang Maha Esa bersifat Mutlak, apa maksudnya? Berikan 5 contoh sifat
Mutlak dari Tuhan Yang Maha Esa!.
5. Jelaskan unsur – unsur atau ranah Kedewasaan Spiritual yang meliputi:
a). Martabat Sujud;
b). Pemahaman Spiritual;
c). Kedewasaan Emosional.
2. Norma Penilaian
Setiap butir soal diberikan skor maksimum = 20 (dua puluh).
Total skor yang dapat diraih peserta didik adalah 100 (seratus).
NA = Skor Maksimal
I. Evaluasi
Petunjuk :
I. Jika ujian disampaikan dalam bentuk Tulis.
1. Tiap Materi Pelajaran, diberikan evaluasi tulis (Ujian Tulis) berupa soal obyektif sebanyak 10 butir soal, dengan 5 opsi jawaban pada setiap soal.
2. Pilih satu jawaban yang Anda anggap paling tepat dengan memberi tanda
silang (X) pada huruf A, B, C, D atau E pada lembar jawab yang tersedia. 3. Bekerjalah dengan teliti dan cermat.
4. Bertanyalah kepada Guru (Pengawas Ujian) jika terdapat soal yang kurang lengkap.
5. Teliti kembali hasil pekerjaan Anda sebelum dikumpulkan kepada Pengawas
Ujian. 6. Dilarang menggunakan alat hitung dalam bentuk elektronik (kalkulator, HP,
laptop, dll) dan atau manual (mistar hitung, buku, tabel, chart, kamus,
dictionary, dll) selama mengikuti ujian. 7. Selamat menempuh ujian, sukses beserta kita!
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 26 dari 164.
II. Jika ujian disampaikan dalam bentuk Lisan. 1. Tiap Materi Pelajaran, diberikan evaluasi lisan (Ujian Lisan) berupa soal
obyektif sebanyak 10 butir soal, dengan 5 opsi jawaban pada setiap soal. 2. Soal dibacakan 2 (dua) kali dengan durasi maksimum 2-4 menit, untuk setiap
sesi soal.
3. Peserta diminta menulis di kertas ulangan dengan cara menuliskan kata kunci
yang diberikan guru (bukan menulis huruf A, B, C, D atau E) dari jawaban
yang disediakan.
4. Tidak ada pengulangan pembacaan soal setelah dibacakan 2 (dua) kali. Kecuali
di awal ada peserta yang belum hadir, tetapi baru membacakan soal nomor 1
(pertama).
5. Peserta dilarang bertanya tentang apapun, memberikan kode atau isyarat,
atau berkomunikasi baik verbal maupun oral dengan sesama peserta selama
ujian berlangsung.
6. Selamat menempuh ujian, sukses beserta kita!
III. Materi Soal
1. Perhatikan ungkapan ini: “Siapakah sesungguhnya saya?”. Merupakan awal
langkah pribadi dalam hal:
A. Pengenalan diri adalah pengungkapan pribadi manusia, beriskan pemahaman internal agar mampu mengatur lakunya dalam menentukan
atau berkehendak dan dapat dilakukan; serta dapat menentukan mana yang seharusnya dihindari.
B. Pengenalan diri terhadap pribadi manusia merupakan pemahaman
internal agar mampu mengatur lakunya dalam menentukan atau berkehendak baik dan dapat dilakukan; serta dapat menentukan mana yang seharusnya dihindari.
C. Pengenalan diri terhadap manusia merupakan pemahaman awal agar mampu mengkondisikan lakunya dalam menentukan atau berkehendak
baik dan dapat dilakukan; serta dapat menentukan mana yang seharusnya dipertahankan.
D. Pengenalan diri terhadap pribadi manusia merupakan pemahaman
internal agar mampu mengatur lakunya dalam menentukan atau berkehendak baik dan dapat dilakukan; serta dapat menentukan mana
yang seharusnya dijaga dan dilestarikan. E. Pengenalan diri terhadap pribadi manusia merupakan pemahaman
internal agar mampu mengatur lakunya dalam menentukan atau
berkehendak baik dan layak dilakukan; serta dapat menentukan mana yang seharusnya dihindari untuk tidak dilakukan.
2. Menurut Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terdapat suatu pandangan dan konsep yang mendasar tentang manusia dan sebagai suatu
kesatuan yang utuh perlu dipandang dari dua dimensi, yaitu dimensi kemanusiaan (horizontal) dan dimensi ketuhanan yang bersifat vertikal. Maksud dimensi vertikalnya adalah :
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 27 dari 164.
A. Dimensi manusia dengan leluhurnya sesuai pohon silsilah orang tuanya.
B. Dimensi manusia dengan pemuka kepercayaan, guru, orang tua, pemimpin Negara.
C. Dimensi yang menyangkut relasi antara manusia dengan lingkungan sosial atau kemasyarakatan serta dengan lingkungan alam. Manusia harus hadir secara utuh dalam dimensi ini.
D. Dimensi yang menyatakan bahwa manusia sebagai pribadi yang utuh harus membangun secara sadar dan pasrah (Wening Nalar, Budhi dan
Batinnya) kepada Kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa, yang tidak dapat dielakkan sebagai Penguasa Tunggal “JagadSeisinya”.
E. Dimensi yang menyangkut relasi antara manusia dengan lingkungan
sosial atau kemasyarakatan serta dengan lingkungan alam. Manusia harus hadir secara utuh dalam dimensi ini; yang menyatakan bahwa
manusia sebagai pribadi yang utuh harus membangun secara sadar dan pasrah (Wening Nalar, Budhi dan Batinnya) kepada Kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa, yang tidak dapat dielakkan sebagai Penguasa
Tunggal “Jagad Seisinya”.
3. Membangun citra positif yang menunjukkan bahwa selaku Penghayat Kepercayaan perlu “mawas diri”, senantiasa “handarbeni rasa pangrasa kang wening trusing batin”, sehingga “kasucening diri” (kesucian pribadi),
dan budi pekerti kita tercermin dalam pergaulan secara global. Arti kalimat yang bercetak tebal dengan huruf miring, adalah:
A. Memiliki perasan, pikiran dan perbuatan yang bersih dan jujur. B. Memiliki perilaku bersih, tutur kata sopan dan bertingkah laku baik. C. Memiliki rasa dan perasaan terdalam yang suci sampai ke batiniah kita.
D. Berperilaku dapat dicontoh, menjadi teladan dalam tutur kata dan perbuatan.
E. Berperilaku menarik, bertutur kata sopan, cerdas, berwibawa dan menyenangkan.
4. Dimensi Ketuhanan merupakan bagian dari diri manusia dan merupakan
cerminan dari Sang Pencipta (Gambar/Citra). Sesuatu yang memudahkan untuk mencapai kondisi dimungkinkannya terjadi mekanisme hubungan
antara manusia sebagai ciptanNya dengan Sang Pencipta, adalah …. A. Cipta, Karsa, Karya, Rasa dan Logika. B. Cahaya Tuhan (Nur Ilahi atau Cahaya Ilahi) atau Budi.
C. Cahaya Batin, Pencerahan Awal, Kedewasaan Spiritual. D. Kedewasaan: Psykologis, Biologis, Moral, Spiritual dan Intelektual. E. Memiliki Kompetensi Spiritual, Sosial, Pengetahuan dan Keterampilan.
5. Konsep Hidup dalam Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan
sesuatu yang harus kita pahami dengan benar. Hidup bersifat langgeng dan kita berproses ke arah kelanggengan itu. Maknanya secara spiritual: “Konsep hidup bermakna sebagai hal yang terkait dengan Sumber Hidup atau Pemberi
Hidup”. Hidup merupakan titah-Nya yang tentunya memiliki tujuan. Tujuan hidup bagi kaum Penghayat adalah:
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 28 dari 164.
A. Berproses untuk pada akhirnya kembali menyatu dengan Sumber Hidup,
yaitu Sang Pencipta, Tuhan Yang Maha Esa, atau meniti kembali “Sangkan Paraning Dumadi”.
B. Berhenti pada proses hidup antara kelahiran dan kematian, melainkan hidup itu bersifat langgeng (kehidupan kekal) sebagaimana sumberNya yang bersifat abadi.
C. Berhenti pada kegiatan proses hidup antara kelahiran dan kematian, melainkan hidup itu bersifat langgeng (kehidupan kekal) sebagaimana
sumberNya yang bersifat abadi. D. Berhenti pada proses hidup antara kelahiran, kehidupan dan kematian,
melainkan hidup itu bersifat langgeng (kehidupan kekal) sebagaimana
sumberNya yang bersifat abadi. E. Berproses untuk pada akhirnya kembali menyatu secara ragawi dengan
Sumber Hidup, yaitu Sang Pencipta, Tuhan Yang Maha Esa, atau meniti
kembali “Sangkan Paraning Dumadi”.
6. Manakah konsep “Tuhan” dalam Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang menyatakan peran sentral dalam kehidupan manusia? A. Tuhan Yang Maha Esa menjadi sentral kehidupan yang merupakan
pencipta sekaligus pengatur segala kejadian di alam semesta. B. Penganut Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Esa, percaya bahwa Tuhan
hanya ada satu, serta tidak berwujud (tanpa materi), memiliki pribadi, sumber segala kewajiban moral, dan "hal terbesar yang dapat
direnungkan". C. Tuhan Yang Maha Esa juga menjadi tuntunan dalam proses kehidupan
menjadi manusia panutan bagi kehidupan sekitarnya (Memayu Hayuning Bawana), sehingga mempunyai kesadaran seutuhnya akan peran dan fungsinya sebagai umat Tuhan Yang Maha Esa (Manunggaling Kawula Gusti).
D. Tuhan dipahami sebagai Sang Maha Kuasa dan asas dari suatu
kepercayaan. Tuhan Yang Maha Esa bersifat Mutlak dan Abadi. Tuhan YME adalah pencipta alam semesta, bersifat mutlak sebagai segala sumber kehidupan yang dibimbing-Nya, selalu dibutuhkan manusia
berupa pencerahan batin untuk kembali kepada Sumber Hidupnya (sangkan Paraning Dumadi).
E. Para cendekiawan menganggap berbagai sifat-sifat Tuhan berasal dari konsep ketuhanan yang berbeda-beda. Yang paling umum, di antaranya adalah Maha Tahu (mengetahui segalanya), Maha Kuasa (memiliki
kekuasaan tak terbatas), Maha Ada (hadir di manapun), Maha Mulia (mengandung segala sifat-sifat baik yang tidak bercacat, sempurna), tak ada yang setara dengan-Nya, serta bersifat kekal abadi.
7. Dalam ajaran Kebatinan terdapat beberapa pengertian dan konsep penting
Ketuhanan yang perlu diketahui secara umum dan bersifat mendasar.
Terdapat pada pernyataan .... A. Di dalam manusia tedapat sifat-sifat Tuhan. “Bertemu” Tuhan dapat
dicapai dengan cara selalu eling. Kehidupan manusia akan seperti roda yang selalu berputar, kadang di bawah kadang di atas. Hukum sebab
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 29 dari 164.
akibat dan memungkinkan terjadi penitisan. Jaman akan selalu
mengalami perubahan. B. Tuhan berada di dalam hati manusia yang baik, oleh sebab itu disebut
Gusti itu keindahan hati (bagusing ati). Siapa yang mengetahui zat Tuhan berarti mengetahui dirinya sendiri. Sedangkan bagi yang belum memahami jati dirinya sendiri maka tidak mengetahui pula zat
Tuhan.Keadaan dunia tidaklah abadi, maka jangan mengagungkan kekayaan dan derajat pangkat, sebab bila sewaktu-waktu terjadi zaman
serba berbalik tidak menderita malu. C. Keadaan yang ada sekarang ini tidak akan berlangsung lama pasti akan
mengalami perubahan, maka dari itu janganlah lupa kepada sesama
makhluk hidup ciptaan Tuhan. Jika Anda ingin mengetahui alam di zaman kelanggengan. Anda harus memahami alam jati diri (dunia kecil), bila Anda belum paham jati diri Anda, maka akan sulit untuk menemukan
alam keabadian (alam kelanggengan). D. Jika Anda sudah memahami jati diri, maka ajarilah orang-orang yang
belum memahami. Bila Anda sudah mengetahui sejatinya diri pribadi, tempat zaman kelanggengan itu seumpama dekat tanpa bersentuhan, jauh tanpa jarak.
Bila Anda belum paham jati diri pribadi, datang dan tanyakan kepada orang yang telah paham.
E. Bila Anda belum paham saudara Anda yang sejati, carilah hingga ketemu diri Anda pribadi. “Saudara sejati” Anda tidak berbeda dengan diri pribadi Anda, bersedia bekerja. Pintalah Tuhan bila Anda sedang menderita
kesengsaraan, pujilah bila anda sedang menerima anugrah. Dalam keadaan apapun baik sedih maupun bahagia Pujilah Tuhan dengan tulus
dan ikhlas, jangan menyalahkan Tuhan; karena Tuhan menguji orang yang dikasihiNya. Cobaan dan ujian tidak akan melebihi kekuatan kita.
8. Dari beberapa pernyataan berikut manakah yang menunjukkan Maha Ada,
dari sejumlah sifat Tuhan YME? A. Tuhan ada di dalam diri pribadi, dapat Anda ketemukan dengan cara
selalu eling. B. Memahami Tuhan berarti sudah memahami diri sendiri, jika belum
memahami jati diri, mustahil akan memahami Tuhan.
C. Siapa yang gemar merusak ketenteraman orang lain, pasti akan dihukum oleh Tuhan dan dipermalukan oleh perbuatannya sendiri.
D. Walaupun mengalami zaman susah, namun janganlah lupa mohon ampunan kepada Tuhan, sebab Tuhan akan memberikan pertolongan.
E. Dalam keadaan apapun baik sedih maupun bahagia Pujilah Tuhan
dengan tulus dan ikhlas, jangan menyalahkan Tuhan; karena Tuhan menguji orang yang dikasihiNya. Cobaan dan ujian tidak akan melebihi kekuatan kita.
9. Dari beberapa pernyataan berikut manakah yang menunjukkan Maha Kasih
dan Maha Mengetahui, dari sejumlah sifat Tuhan YME?
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 30 dari 164.
A. Tuhan ada di dalam diri pribadi, dapat Anda ketemukan dengan cara
selalu eling. B. Memahami Tuhan berarti sudah memahami diri sendiri, jika belum
memahami jati diri, mustahil akan memahami Tuhan. C. Siapa yang gemar merusak ketenteraman orang lain, pasti akan dihukum
oleh Tuhan dan dipermalukan oleh perbuatannya sendiri.
D. Walaupun mengalami zaman susah, namun janganlah lupa mohon ampunan kepada Tuhan, sebab Tuhan akan memberikan pertolongan.
E. Dalam keadaan apapun baik sedih maupun bahagia Pujilah Tuhan dengan tulus dan ikhlas. Jangan menyalahkan Tuhan. Karena Tuhan menguji orang yang dikasihiNya. Cobaan dan ujian tidak akan melebihi
kekuatan kita. 10. Gerakan Boedi Oetomo (1908) dan Soempah Pemoeda (1928), rupanya
menggugah para pemuka masyarakat, termasuk pemuka masyarakat Kebatinan, Kejiwaan, Kerohanian yang tersirat menyonggsong gerakan
menyambut untaian kebangsaan membangun ke-Indonesia-an, lahirlah kelompok-kelompok Kebatinan, Kejiwaan, Kerohanian. Kegiatan mereka bukan gerakan politik, melainkan gerakan sosial spiritual, namun mereka
dapat menggugah masyarakat melalui ikatan spiritual yang bentuk perjuangannya yang masih tetap kita rasakan sampai dengan saat ini dalam
bidang Seni Budaya adalah .... A. Meningkatkan persaudaran dan kesadaran dalam kedewasaan spiritual
dengan memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa, Kemerdekaan Bangsa.
B. Memberikan pelajaran moral kebangsaan, pendidikan budi pekerti dan melatih keterampilan serta kesantikan untuk para pemuda – pemudi.
C. Menyampaikan pesan moral kebangsaan terhadap masyarakat melalui
budaya spiritual dan seni seperti tembang, tari, sandiwara (ketoprak), wayang, dan berbagai macam kesenian.
D. Menyelaraskan perjuangan fisik dengan tujuan kemerdekaan Indonesia, sehingga kita dapat mengembangkan berbagai budaya bangsa, warisan leluhur berupa prasasti, benda peninggalan sejarah dan situs.
E. Menyelaraskan perjuangan fisik, mental, sosial, spiritual dan pendidikan serta kebudayan dengan tujuan kemerdekaan Indonesia. Sehingga saat
ini kita dapat mengembangkan berbagai budaya bangsa, warisan leluhur berupa prasasti, benda peninggalan sejarah dan situs.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 31 dari 164.
Kunci Jawaban
1. E 2. D
3. C 4. B 5. A
6. D 7. B
8. A 9. E 10. C
Kriteria Penilaian Setiap soal diberikan skor = 1 (satu), sehingga skor total = 10.
Nilai Akhir NA = 10 x Skor Maksimal = 10 x 10 = 100 (seratus)
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 32 dari 164.
BAB II
BUDI PEKERTI
Setelah mempelajari materi pembelajaran ini, peserta didik diharapkan memiliki:
A. Kompetensi Inti
KI 1 Kompetensi Spiritual
Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
KI 2 Kompetensi Sosial
Menghayati dan menga malkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli
(gotong royong, kerjasama, toleran, da mai), santun, responsif dan pro
- aktif dan menun jukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai
per masalahan dalam berin teraksi secara efektif dengan lingkungan
sosi al dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan
bangsa dalam pergaulan dunia.
KI 3 Kompetensi Pengetahuan
Memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi pengetahuan
faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait
penyebab fenomena dan kejadian dalam bidang kerja yang spesifik
untuk memecahkan masalah.
KI 4 Kompetensi Keterampilan
Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah
abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di
sekolah secara mandiri, dan mampu melaksanakan tugas spesifik di
bawah pengawasan langsung.
B. Kompetensi Dasar
1. Menghayati makna dan mengupayakan kebaikan dalam lingkungan
hidup bersama.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 33 dari 164.
2. Mengembangkan moral dengan etika, estetika, dan logika pengamalan budi
pekerti luhur di lingkungan bersama untuk dijadikan sebagai landasan
pembangunan karakter bangsa.
3. Memahami makna perilaku bersyukur dalam berbagai peristiwa
kehidupan.
4. Memahami makna hubungan antara manusia dengan Tuhan dan dengan
alam semesta.
5. Memahami tugas hidup manusia dalam kehidupan.
6. Memberikan contoh keteladanan tentang perilaku hidup manusia yang
berbudi luhur.
C. Tujuan Pembelajaran
1. Menghayati makna dan mengupayakan kebaikan dalam lingkungan hidup
bersama.
2. Mengembangkan moral dengan etika, estetika, dan logika pengamalan
budi pekerti luhur di lingkungan bersama untuk dijadikan sebagai
landasan pembangunan karakter bangsa.
3. Memahami makna perilaku bersyukur dalam berbagai peristiwa
kehidupan.
4. Memahami makna hubungan antara manusia dengan Tuhan dan dengan
alam semesta.
5. Memahami tugas hidup manusia dalam kehidupan.
6. Memberikan contoh keteladanan tentang perilaku hidup manusia yang
berbudi luhur.
D. Indikator
Peserta didik diharapkan mampu:
1. Membiasakan dan mengupayakan kebaikan dalam lingkungan hidup
bersama.
2. Meningkatkan moral dengan etika, estetika, dan logika pengamalan budi
pekerti luhur di lingkungan bersama untuk dijadikan sebagai landasan
pembangunan karakter bangsa.
3. Menunjukkan perilaku bersyukur dalam berbagai peristiwa kehidupan.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 34 dari 164.
4. Menjelaskan hubungan antara manusia dengan Tuhan dan dengan alam
semesta.
5. Menjelaskan tugas hidup manusia dalam kehidupan.
6. Menjadi teladan dalam perilaku hidup manusia yang berbudi luhur.
E. Materi Pembelajaran
1. Perilaku Berbuat Baik Terhadap Lingkungan Hidup Bersama
Segala wujud perilaku budaya spiritual yang hidup dalam masyarakat
Nusantara ini terdiri atas berbagai etnis. Sekitar 350 suku dan 125 bahasa daerah
telah berkembang secara turun-temurun, dan diajarkan sejak lingkungan keluarga
sehingga menjadi fondasi karakter bangsa yang kokoh dan berguna bagi
kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Karakter dalam pengertian ini adalah keseluruhan potensi dan keaktifan jiwa
setiap individu yang tumbuh dari dasar budi pekerti dengan lebih menekankan
pada: perasaan, kemauan dan perilaku yang dikendalikan oleh kemampuan diri dan
menempatkan diri pada keseimbangan atau keselarasan sebagai personalitas
pribadi berbudi pekerti luhur. Karakter masyarakatNusantara pada dasarnya
dibentuk dalam konteks sejarah dan mempunyai daya tahan dalam jangkauan
masa yang panjang untuk mencorakkan identitas msyarakat nasionalis (ke-
Indonesia-an) yang sampai saat ini perwujudannya selalu diperjuangkan dan
dipertahankan. Karakter bangsa menjadi wadah integrasi nasional melalui
internalisasi dan sosialisasi nilai-nilai budi luhur dan proses penilaian kepercayaan
dalam berbangsa dan bernegara.
Budi pekerti menjadi ajaran hidup dalam tatanan sosial masyarakat Nusantara
dan merupakan pancaran dari adanya integrasi proses nilai dan penilaian yang
tertanam pada setiap individu. Hal ini menunjukkan manfaat dan fungsi budi
pekerti di setiap bentuk tatanan sosial di tengah masyarakat Indonesia. Ajaran
hidup berbudi pekerti luhur menjdi pengejawantahan untuk mengisi kekurangan
di setiap lingkungan, atau bentuk kebersamaan sosial dalam gotong royong
masyarakat yang menjadi contoh nyata. Demikian pula budi pekerti telah menjadi
bagian internalisasi penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.Menjadi kenyataan dalam tata kehidupan bahwa proses pendidikan budi
pekerti yang berperan menjadi bekal jati diri tak ternilai harganya, dalam
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 35 dari 164.
membangun kemajemukan di tengah kehidupan bermasyarakat yang benar dan
rahayu.
Masyarakat Nusantara yang majemuk telah menunjukkan identitasnya sejak
gerakan Boedi Oetomo Tahun 1908, yang kemudian dikenal dengan Kebangkitan
Nasional, lebih dari 100 tahun yang lalu. Meski lebih dari satu abad, eksistensi
kebersamaan dalam kemajemukan tersebut terasa hingga kini, serta menunjukkan
peran aktif penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Peranb
tersebut dibutuhkan untuk tetap menjaga moral, etika, berbangsa dan bernegara
yang terkadang kurang diperhatikan, setra untuk menggali,
menumbuhkembangkan, serta melestarikan warisan budaya dan budaya spiritual
Nusantara, yang merupakan esensi jati diri yang berakar dari budaya lokal dan
teruntai menjadi budaya nasional yang berbudi luhur, demi terwujudnya
keragaman dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika, Pancasila, menuju kejayaan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2. Mengembangkan Moral dengan Etika, Estetika, dan Logika
Pengamalan Budi Pekerti Luhur di Lingkungan Bersama
Jika kita mencoba menghubungkan anatar manusia dengan kehidupan ini,
maka manusia dalam kehidupannya di dunia ini sesungguhnya kepada manusia
tersebut telah dititipkan hidup yang harus mampu ia kembalikan kelak ketika
manusia kembali ke Sumber Hidupnya, yang tiada lain adalah Tuhan Yang Maha
Esa. Karena itu setiap insan manusia tidak akan mampu melepaskan
tanggungjawabnya yang mendasar ini baik dahulu, sekarang atau yang akan
datang.
Konsep hidup ini memberikan konsekuensi kepada setiap manusia untuk
selalu menyadari dan mengupayakan proses hidupnya mampu
mempertanggungjawabkan hidup yang ada padanya agar selalu dalam keadaan
utuh (jangkep) sebagaimana halnya waktu pertama lahir pertama kali di dunia, di
mana hidup itu dititipkan kepadanya, dengan sifat langgeng yang dimilikinya.
Manusia ciptaan-Nya harus berproses dalam hidup ini kemudian kembali kepada
Sumber Hidupnya Tuhan Yang Maha Esa.
Keberadaan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sudah ada sejak
agama-agama asing belum masuk ke bumi Nusantara ini, dan sampai dengan saat
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 36 dari 164.
ini masih ada dan berkembang dengan teori maupun ilmu yang adiluhung.
Keyakinan yang berkembang pada masyarakat dalam usahanya menyembah
(manembah) kepada Tuhan Yang Maha Esa yang secara nyata dianut oleh warga
masyarakat yang tersebar di seluruh kepulauan Nusantara, atau di hampir semua
Provinsi di Indonesia, namun kemunculannya ada yang “malu-malu” ada juga yang
secara eksis menyeruak ke permukaan.
Warga masyarakat Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
yang menghayati dengan pendekatan diri dalam kesaksian dan pengalaman
spiritual relegius “meniti sangkan paraning dumadi”, mencari jalan asal muasal
manusia ke sumbernya, Tuhan Yang Maha Esa. Pengalaman relegius adalah
pengalaman spiritual yang dapat menunjukkan kenyataan yang membangun hati
nurani dalam kedamaian, ketenteraman yang menyeluruh, yang mengantar
manusia ke dimensi lain yang mendalam melampaui segala akal dan pikiran, serta
batas-batas pribadinya.Peningkatan spiritual dengan pengalaman dalam
pepadhang atau pencerahan hukum Tuhan Yang Maha Esa sesuai martabat pribadi
tak dapat diungkapkan secara gamblang, sehingga orang lain mampu melihatnya.
Pengejawantahan laku ini hanya dapat diteropong oleh mereka dalam tataran
tertentu, yang kadhang penghayat menyebutnya sebagai ma’rifat (pengetahuan
tingkat tinggi dalam kebatinan Jawa). Tataran wening hanya mampu dimiliki oleh
mereka yang telah menemukan “jati dirining kayekten”. Hanyalah “jiwa yang kudus
atau suci” atau secara kasat mata “darah suci” yang mampu memahami tataran
panembah sejati. Bagaimana dengan kita? Dalam hati nurani terdalam, tersirat
kekudusan itu, tetapi karena nafsu sering mengendalikan bahkan menguasainya,
maka kita akan menutup diri terhadap pencerahan ini.
Secara etimologi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa memiliki arti:
“menganggap benar, mengakui dengan sungguh dan meyakini adanya Tuhan Yang
Maha Esa atau adanya Penguasa Tunggal Yang Mutlak”, yang mengatur
harmonisasi kehidupan alam semesta lengkap dengan isinya. Makna terdalam
hanya mampu dan dapat diresapi dengan jalan penghayatan dan penyembahan
dalam roh dan kebenaran yang manifestasinya muncul pada laku “sesrawungan”
dengan manusia serta lingkungannya. Adanya perilaku yang bertahap dan
bertingkat ini merupakan ciri khas Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 37 dari 164.
Maha Esa, agar kepercayaan atau keyakinan teruji hingga tingkat kesaksian
sebagai dasar keyakinannya.
Secara etika, Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dapat kita pahami
sebagai: “kesadaran dan sikap batin (kebatinan), jiwa (kejiwaan), roh (kerohanian)”,
dalam perilaku budaya, maka disebut budaya spiritual (sifat esotorik) yang tidak
terpisahkan dari nilai luhur budaya bangsa (dampak eksotorik).
Inilah moralitas kita sebagai Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa yang hidup sebagai warga negara yang baik di bumi tercinta dalam wadah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kebijakan pemerintah mengenai bidang Kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, seharusnya telah memahami dan sekaligus mengindahkan beberapa
dimensi eksistensi kehidupan Kepercayaan di bumi Nusantara ini, di antaranya
mencakup eksistensi konsitusional, eksisitensi subtansional maupun
eksistensi spiritualnya. Pemahaman tersebut dirasa perlu supaya mencapai
pandangan yang benar dan mendasar, sehingga memungkinkan adanya perlakuan
sewajarnya terhadap perikehidupan kepercayan dalam rangka menunjang
pembangunan bangsa yang adil dan demokratis, sesuai perspektif hukum yang
menaungi gerak langkah Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Inilah logika Pengamalan Budi Pekerti Luhur di Lingkungan Bersama.
3. Sikap Bersyukur Kepada Tuhan Yang Maha Esa
Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa selaku pribadi harus
mampu berperan serta secara aktif dalam komunitas masyarakat luas dan
lingkungan sekitarnya. Tujuan yang hendak dicapai adalah Memayu Hayuning
Bawana, sesuai dengan harkat dan martabat manusia, maka peran serta kita harus
mampu memberikan konstribusi yang bermanfaat bagi komunitas warga negara
Republik Indonesia atau tanah air tercinta. Sumbangsih itu kita wujudkan dalam
karya yang bermanfaat bagi sesama, tak perduli apakah berkeyakinan atau
beragama apapun, selama dibutuhkan kita siap sedia membantu dan
mengentaskan problema masyarakat terkini, terutama menyangkut “kemanusiaan
dan sosial kemasyarakatan” demi terciptaanNya tata titi tentrem karta raharja.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 38 dari 164.
Sikap bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dapat dipilah ke dalam
beberapa aspek tindakan atau kepedulian terhadap hal-hal berikut:
a Kenegaraan
Contoh :
a). Menjaga keutuhan NKRI, tidak terlibat gerakan separatis atau radikalisme dan
sejenismnya.
b). Ikut serta bela negara.
c). Menjadi warga negara yang baik yang taat hukum, norma sosial dan norma
masyarakat
e). Menjunjung tinggi Lambang Negara, Pancasila, UUD 1945, menghormat
Bendara Merah Putih, dan mengakui Pemerintah yang sah tanpa membedakan
ras, agama dan golongan.
f). Mengakui dan melaksanakan tugas sebagai anggota masyarakat yang
berdisiplin dan berbudaya.
b. Keamanan
Contoh :
a). Ikut menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan masyarakat (RT/RW).
b). Ikut menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan sekolah.
c). Memberikan laporan ke pejabat berwenang jika terjadi tindak pidana,
ketidaknyamanan, keamanan dan ketertiban yang diketahui berpotensi
merusak tatanan kehidupan.
d). Tidak terlibat pada kenakalan remaja atau perkelahian.
c. Ketertiban
Contoh :
a). Ikut menjaga ketertiban lingkungan.
b). Mengikuti tata tertib dan norma yang berlaku di masyarakat, sekolah dan
keluarga.
d. Kehidupan
Contoh :
a). Ikut menjaga kenyamanan dan kedamaian di lingkungan.
b). Mengikuti pola hidup sehat.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 39 dari 164.
c). Tidak terlibat pada pemakaian obat terlarang/narkotika/psycotropika,
minuman keras d). Tidak mengikuti atau berperan pada faham radikalisme
atau separatisme.
e. Kemasyarakatan
Contoh :
a). Aktif dalam kegiatan Karang Taruna, atau organisasi pemuda yang diakui
pemerintah
b). Ikut ambil bagian dalam kegiatan gotong royong di sekitar tempat tinggal.
c). Bakti kampus atau Jumat bersih.
f. Kekeluargaan
Contoh :
a). Menjaga dan melestarikan budaya santun, sopan,m jujur dan
bertanggungjawab.
b) Menjaga keharmonisan rumah tangga, menghormati orang tua dan saudara.
c). Tidak terlibat dalam persekongkolan/permufakatan buruk yang merusak citra
keluarga.
d). Tidak terlibat Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
h. Kebencanaan
Contoh :
a). Mengambil bagian dalam peristiwa kebencanaan di lingkungan sekitar.
b). Terlibat aktif dalam gerakan penanggulangan bencana alam.
c). Menggalang solidaritas dalam lingkup yang kecil maupun skala lebih besar
terhadap kebencanaan alam.
i. Kebudayaan dan Tradisi
Contoh :
a). Melestarikan adat istiadat, kebudayaan dan kesenian daerah.
b). Ikut melestarikan cagar budaya dan peninggalan sejarah atau situs.
j. Kecintaan Alam
Contoh :
a). Berupaya menjaga dan melestarikan lingkungan hidup.
b). Memperhatikan dan menjaga kebersihan, keindahan, kerindangan, kesehatan
lingkungan.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 40 dari 164.
c). Berperan aktif dalam kegiatan yang mendukung pelestarian alam.
l. Kedamaian
Contoh :
a). Hidup rukun didalam semua relasi yang dibangunnya.
b). Ikut serta dalam gerakan damai antar umat beragama.
c). Ikut serta dalam pencegahan pertikaian dan tindak sewenang-wenang dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
m. Budi Pekerti Luhur
Contoh :
a). Berbudi bawa laksana, artinya keluruhan budi tercermin dalam gerak,
langkah, sikap, perbuatan, tutur kata dan keramahan terhadap sesama.
b). Menunjukkan perilaku beradab dan menjaga martabat Penghayat Kepercayaan
Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
c). Menjadi teladan dalam kata dan perbuatan.
n. Pendidikan
Contoh :
a). Mengutamakan belajar untuk meraih kompetensi yang diharapkan.
b). Mengikuti dan melaksanakan semua aturan dan program pendidikan yang
diselenggarakan oleh lembaga pendidikan.
c). Menjunjung tinggi nama dan martabat pelajar di dalam semua aspek
kehidupan.
Hakekat utama bersyukur terhadap anugerah Tuhan Yang Maha Esa adalah
peran utama manusia sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Tindakan atau
sikap dalam bersyukur tidak hanya ketika memperoleh keberhasilan,
kesuksesan atau kemurahan, tetapi juga ketika dalam kesusahan, kesedihan,
bencana dan sebagainya, karena dari situlah akan nampak pengucapan
syukur yang sesungguhnya.
4. Memahami Makna Hubungan Antara Manusia Dengan Tuhan
dan Alam Semesta
4.1.1.1. Kesadaran Spiritual Membangun Manusia Utuh
Kesadaran Pertama: Daya tanggap terhadap kehidupan di luar dirinya.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 41 dari 164.
Kesadaran Kedua : Sadar diri dengan arah orientasi ke dalam dan ke luar.
Kesadaran Ketiga : Membangun diri sebagai manusia utuh bersama Dzat
Tuhan atau dayanya Budi.
Dalam kearifan Nusantara mulai ditingkat lokal terdapat pitutur luhur
(nasehat agung) sebagai pembentukan karakter bahwa manusia harus ikut
membangun “Memayu Hayuning Bawana” untuk kelanjutan hidup di bumi ini dari
generasi ke generasi.
Pitutur “Memayu Hayu” yang turun temurun itu muncul dari manusia
relegius, berbudi luhur yang terbangun dalam kesadaran sebagai hamba Tuhan.
Hubungan manusia dengan Sang Pencipta adalah dorongan getaran gema spiritual
dari dalam diri pribadi yang menjadi keyakinan dan kepercayaan yang diwujudkan
dalam sujud dan panembah yang hanya tertuju kepada Yang Satu atau Tuhan Yang
Maha Esa, bahkan dengan tekad meniti “sangkan paraning dumadi”, seperti yang
dilakukan dalam beberapa metode yang dipraktikkan para penghayat kepercayaan
pada umumnya.
Meniti sangkan paran dapat dirasakan dengan kesadaran pribadi sebagai
manusia seutuhnya dalam sujud yang tulus (menyembah dalam roh dan
kebenaran) kepada Tuhan Yang Maha Esa. Konsep kesadaran sebagai penghayatan
hidup yang berada pada titik temu antara kebenaran obyektif atau kasunyatan
mutlak dan pendekatan subyektif atau sikap tanggap atas dasar persepsi pribadi.
a) Memayu Hayuning Bawana
Memayu hayuning bawana adalah filosofi atau nilai luhur tentang
kehidupan dari kebudayaan Jawa. Memayu hayuning bawana jika diartikan
dalam bahasa Indonesia menjadi memperindah keindahan dunia. Orang Jawa
memandang konsep ini tidak hanya sebagai falsafah hidup namun juga sebagai
pekerti (tindakan atau tindak tanduk orang Jawa) yang harus dimiliki setiap orang.
Filosofi memayu hayuning bawana sangat kental dengan budaya dan tradisi Jawa
terutama dalam ajaran kepercayaan adalah bagaimana cara kita melestarikan
peninggalan leluhur, fosil, benda-benda kuno, artefak, situs, peninggalan sejarah,
budaya masyarakat, sistem irigasi, kegotongroyongan, pengelolaan alam, sistem
pemerintahan, dsb.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 42 dari 164.
b). Konsep Memayu Hayuning Bawana
Memayu Hayuning Bawana memiliki relevansi dengan wawasan kosmologi
Jawa. Memayu hayuning bawana adalah ihwal ruang budaya yang berfungsi
sebagai spiritualitas budaya yang dinyatakan dengan
bawana. Bawana adalah dunia dengan isinya merepresentasikan wilayah kosmos
sebagai jagad rame. Jagad rame adalah tempat manusia hidup dalam
realitas. Bawana merupakan tanaman, ladang dan sekaligus taman hidup setelah
mati. Orang yang hidupnya di jagad rame menanamkan kebaikan kelak akan
menuai hasilnya.
Selain itu, memayu hayuning bawana juga menjadi spiritualitas
budaya. Spiritualitas budaya adalah ekspresi budaya yang dilakukan oleh orang
Jawa di tengah-tengah jagad rame (space culture). Pada tataran ini, orang Jawa
menghayati laku kebatinan yang senantiasa menghiasi kesejahteraan dunia.
Realitas hidup di jagad rame perlu mengendapkan nafsu agar lebih terkendali dan
dunia semakin terarah. Realitas hidup tentu ada tawar-menawar, bias dan untung
rugi. Hanya orang yang luhur budinya yang dapat memetik keuntungan dalam
realitas hidup. Dalam proses semacam itu, orang Jawa sering melakukan ngelmu
titen dan petung demi tercapainya bawana tentrem atau kedamaian
dunia. Keadaan inilah yang dimaksudkan sebagai hayu atau selamat tanpa ada
gangguan apapun. Suasana demikian oleh orang Jawa disandikan ke dalam
ungkapan memayu hayuning bawana.
Memayu hayuning bawana memang upaya melindungi keselamatan dunia
baik lahir maupun batin. Orang Jawa merasa berkewajiban untuk memayu
hayuning bawana atau memperindah keindahan dunia, hanya inilah yang memberi
arti dari hidup. Di satu fisik secara harafiah, manusia harus memelihara dan
memperbaiki lingkungan fisiknya. Sedangkan di pihak lain secara abstrak,
manusia juga harus memelihara dan memperbaiki lingkungan
spritualnya. Pandangan tersebut memberikan dorongan bahwa hidup manusia
tidak mungkin lepas dari lingkungan. Orang Jawa menyebutkan bahwa manusia
hendaknya arif lingkungan, tidak merusak dan berbuat semena-mena.
2. Kesadaran Manusia Seutuhnya
Ada tiga jenjang kesadaran manusia, yakni:
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 43 dari 164.
a) Kesadaran Pertama
Kesadaran manusia yang secara umum berorientasi keluar dan menunjukkan
daya tanggap terhadap kehidupan di luar dirinya, dengan makna mempertahankan
eksistensi identitas harkat martabatnya di tengah kehidupan. Daya Tanggapnya
bergantung pada kemampuan pancaindera, serta sistem penalaran yang menyaring
dan memproses data dan fakta kehidupan di sekelilingnya yang relevan bagi
manusia itu. Masih ada keterbatasan yang terletak pada kemampuan panca indra
dan sistem penalaran, di samping itu masih ada pula keterbatasan untuk
memperoleh kesempatan dalam pendidikan dan pengalaman. Sikap tanggap
subyektif atas dasar dimensi penglihatan pribadi yang berorientasi eksternal itu,
belum dapat memehami sepenuhnya kenyataan obyektif yang dihadapi. Perlu
dicatat kehidupan manusia belum menghayati di balik tata kerja sistem penalaran
yang masih ada unsur hidup lain yang dapat melengkapi kesadaran manusia.
b) Kesadaran Kedua
Kesadaran ini disebut sadar diri dengan arah orientasi ke dalam dan ke luar
(internal dan eksternal). Daridalam dirinya itu manusia menemukan dimensi hati
nurani yang menumbuhkan nilai-nilai luhur. Nilai tersebut tidak dikelola oleh akal
pikiran atau penalaran. Dengan demikian daya tanggap pribadi yang bersangkutan
dapat mencerminkan kebulatan kesadaran di bidang fisik dan mental, dan
merefleksikan keyakinan yang mendalam yang dikelola oleh sistem dan hati nurani
secara terpadu dan serasi.
c) Kesadaran Ketiga
Kesadaran ini adalah kesadaran bersama antara internal-eksternal, yang
dapat membangun diri sebagai manusia utuh bersama Dzat Tuhan atau dayanya
Budi, ke dalam dimensi transedental menuju penghayatan nilai-nilai hidup yang
bersifat kosmis, universal, kekal dan mutlak. Dalam dimensi inilah berkembang
nilai-nilai spiritual dan supra rasional yang dapat memonitor segala produk budaya
hasil cipta, rasa dan karsa. Nilai-nilai hidup seseorang dengan kedewasaan spiritual
pada kesadaran ketiga atau kesadaran manusia utuh adalah nilai-nilai
kebahagiaan batin atau kedamaian dalam esensi hidup dan kehidupan yang
ukurannya bukan lagi kebahagiaan materi. Sedangkan dalam penghayatannya
kepada Tuhan Yang Maha Esa dilakukan dengan kondisi kesadaran seutuhnya
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 44 dari 164.
dalam sikap spiritual yang berunsurkan tuntunan luhur dalam laku, hukum dan
ilmu suci dan dihayati dengan hati nurani dalam kesadaran total dan keyakinan
bulat terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Membina keteguhan tekad dan
kewaspadaan batin dalam dayanya Budi, serta menghaluskan budi pekerti dalam
tata pergaulan menuju keberhasilan jiwa dan kedewasaan rohani, demi mencapai
kesejahteraan dan kesempurnaan hidup di dunia, serta di alam yang kekal.
Yang disebut dengan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
seperti tersirat di atas adalah penganut yang melaksanakan penghayatan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dengan kesadaran batin, jiwa serta rohani dan aplikasi
kehidupan dalam budaya spiritual yang merupakan warisan adi luhung, yang turun
temurun membangun sikap budi luhur dari generasi ke generasi. Dapat dikatakan
bahwa Budi Luhur sendiri merupakan kesadaran manusia dalam upaya menuju
kebersihan dan kemuliaan hati. Budi dalam pemahaman dan kesaksian penghayat
Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, adalah kesadaran tertinggi manusia
dan merupakan cahaya Ketuhanan yang bisa memberikan enlightment
(pepadhang/pencerahan) dalam laku kehidupan vertikal menuju “sangkan paran”
dan pada kehidupan horisontal dengan sikap moral sehari-hari dalam etika dan
estetika, yang akan berkembang mendasari segala kehidupan kebudayaan
manusia.
Sedangkan pengertian luhur adalah sikap mental dan nilai yang mengandung
kesadaran moral seperti “taqwa” (taat dan setia) kepada Tuhan Yang Maha Esa,
cinta pada kebenaran, mempunyai kesadaran sosial, mengutamakan kepentingan
umum, terutama menepati kewajibannya sebagai warga negara dalam kesadaran
berbangsa dan bernegara.
5. Memahami Tugas Hidup Manusia Dalam Kehidupan
a. Budi Pekerti, tidak hanya diajarkan tetapi diteladankan.
Budi pekerti adalah implementasi atau aplikasi atau wujud perilaku dari sikap
manusia luhur, budi luhur sendiri merupakan kesadaran manusia dalam berdaya
upaya menuju kebersihan hati atau kemuliaan dan kearifan manusia utuh.
Kesadaran manusia yang berkepribadian dan berbudi luhur akan mementingkan
kepentingan sesama dalam lingkungannya serta memberi keteladanan budi pekerti
dan karakter bagi masyarakat.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 45 dari 164.
b. Beberapa pakar penghayat menjelaskan mengenai budi pekerti sebagai
berikut:
1. Budi pekerti terdiri dari dua kata: budi dan pekerti.
Budi berarti nalar, atau pikiran. Budi pekerti meliputi cipta, rasa dan karsa.
Cipta adalah pikiran, rasa adalah perasaan, dan karsa adalah perilaku atau
kehendak. Pekerti berarti perbuatan atau perilaku.
2. Budi pekerti berarti budi yang dipekertikan (diaktualisasikan,
dioperasionalkan, diimplementasikan, diterapkan atau dilaksanakan) dalam
kehidupan nyata. Budi pekerti merupakan sikap dan perilaku yang dilandasi
oleh olah nalar dan kegiatan berpikir positif. Budi pekerti adalah cipta, rasa,
karsa yang mengandung nilai-nilai luhur.
3. Budi pekerti bersifat abstrak, terdapat dalam jiwa seseorang. Budi pekerti
tampak apabila seseorang telah mengaktualisasikan dengan cara melakukan
perbuatan atau tingkah laku. Budi pekerti diukur menurut kebaikan dan
keburukan berdasarkan norma agama, norma hukum, tata krama, sopan
santun, norma budaya, adat istiadat (sebagai kearifan lokal). Budi pekerti
diwujudkan dalam perbuatan, perkataan, pikiran, sikap, perasaan dan
kepribadian peserta didik.
4. Budi pekerti tidak hanya diajarkan tetapi diteladankan.
Keteladanan dari kearifan lokal-nasional yang diberikan dari generasi ke
generasi berupa etika, sikap, sopan santun (seperti dalam unggah–ungguh),
tutur bahasa, kearifan dan berbagai ragam seni budaya lokal, tata cara adat
dan lain-lain, sebagai warisan turun temurun yang dapat membangun
karakter dan budi pekerti luhur dan untuk membentuk karakter dalam
berbangsa dan bernegara.
Kepribadian budi luhur menjadi pegangan, pandangan hidup dan dasar filosofi
bagi penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang aktualisasinya
diwujudkan dalam perilaku budi pekerti yang memenuhi etika kehidupan, dan
apabila ke luar dari norma etika dianggap pengingkaran terhadap nilai-nilai budi
luhur. Etika kehidupan tersebut diperoleh dari keluarga, lingkungan, pendidikan
(paguyuban) dengan proses melebur(mbabar)jati diri kesadaran manusia utuh yang
bersumber dari nilai-nilai spiritual relegius dan kearifan lokal.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 46 dari 164.
Berdasarkan penjelasan tersebut pendidikan budi pekerti untuk membangun
manusia beretika luhur tidak akan berhasil tanpa mengenal nilai relegius dan nilai
spiritual dari budaya spiritual serta kearifan lokal dalam keteladanan yang
terbimbing dalam dayanya Budi sebagai kesadaran tertinggi manusia utuh
terhadap cipta, rasa dan karsa.
c. Kualitas Manusia Budi Luhur
Keberhasilan pembangunan karakter sangat ditentukan oleh manusia
pelaksana pembangunan budi pekerti luhur. Kualitas manusia yang dimaksudkan
adalah kualitas manusia dengan kriteria tertentu.
Kriteria dimaksud adalah:
A. Kualitas Spiritual
B. Kualitas Intelektual
C. Kualitas Sosial
D. Kualitas Berbangsa dan Bernegara.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat saat ini
menuntut pendidikan yang melahirkan generasi cerdas dan mempunyai kualitas
intelektual yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan zaman. Akan tetapi
untuk pembentukan karakter anak bangsa dari generasi ke generasi, ketiga
kualitas tersebut menjadi syarat dalam pendidikan budi pekerti, sehingga akan
melahirkan generasi cerdas yang berbudi pekerti luhur sesuai dengan jati diri
bangsa.
Dalam laku hariannya sikap relegius adalah sifat dasar masyarakat
Nusantara, dan untuk mengenal tiga unsur dasar peri laku budaya spiritual perlu
dipaparkan:
1. Unsur Spiritual
Mengenal Cahayanya Budi / pencerahan batin (Nur Pepadhang Tuhan Yang
Maha Esa) yang mengarah kepada asal dan tujuan hidup pribadi, dan mendasari
keimanan dan ketaqwaan (ketaatan) terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dalam
kondisi itu cahaya pribadi siap menghayati cahaya Tuhan, sekaligus menunjukkan
keterikatan hidup pribadi pada Kuasa Tuhan Yang Maha Esa.
2. Unsur Mental
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 47 dari 164.
Mengenal kondisi memerankan dayanya Budi terhadap cipta, rasa dan karsa
dalam laku sosial dan berkarya yang menunjukkan kondisi serta ciri manusia
seutuhnya, manusia yang bersikap unggah-ungguh (memiliki sopan santun) dengan
hati nurani.
3. Unsur Moral Etika
Mengenal penjabaran budaya spiritual dalam tata adab dan tata krama
kehidupan lahir batin yaitu penampilan budi pekerti kemanusiaan yang luhur,
berinteraksi sebagai masyarakat pluralis dalam mengukir adat budaya, menjadi
pribadi yang berkualitas dalam berbangsa dan bernegara.
Ketiga unsur tersebut adalah pedoman dan pendidikan karakter dan budi
pekerti yang diberikan sejak anak-anak hingga dewasa dan menjadi sikap laku
seorang Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam kehidupan
keseharian. Singkatnya wujud kesadaran utuh yang merupakan bagian dari proses
kemanunggalan dengan Gustinya. Sikap ini bukan semata didedikasikan kepada
kepentingan pribadi, tetapi juga dalam membangun karakter lingkungan sekitar
yang pada gilirannya ikut memperkuat dalam membentuk karakter bangsa.
Budaya Nusantara yang telah ikut mengiringi perjalanan sejarah bangsa
menyumbangkan nilai-nilai spiritual dalam membentuk manusia utuh, sikap
relegius yang selalu terasa pada pribadi seorang Penghayat Kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
F. Kegiatan Pembelajaran
Strategi Setiap Kegiatan Pembelajaran (3 x 45 menit)
No Kegiatan Pembelajaran Alokasi
Waktu
Alat, Bahan,
Media
Pendekatan,
Model,
Metode
1. Pendahuluan: Doa pembuka dipimpin oleh Ketua Kelas
Guru memberi salam, mengecek kehadiran peserta didik dan menyiapkan
kondisi peserta didik.
Guru memberikan apersepsi dengan bertanya jawab kepada peserta didik.
Apersepsi: Apakah yang kalian ketahui tentang
materi pembelajaran pada pertemuan
kali ini.
30
menit
Manageme
n Kelas
PPT LCD dan
Proyektor
Ceramah
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 48 dari 164.
No Kegiatan Pembelajaran Alokasi Waktu
Alat, Bahan, Media
Pendekatan, Model,
Metode
Guru memberikan motivasi peserta didik
agar lebih bersemangat dalam
pembelajaran.
Guru menyampaikan garis besar tujuan pembelajaran.
2. Inti Mengamati :
Peserta didik melakukan kegiatan:
1. Mengamati, memperhatikan dengan
tekun dan semangat.
2. Mencatat hal-hal penting dari penjelasan guru tentang materi pembelajaran.
3. Mencatat kata-kata sulit yang dirasakan
belum jelas dari penjelasan guru.
4. Melakukan kegiatan permainan atau
bermain peran sesuai materi ajar. 5. Memberikan penjelasan kepada teman
yang belum faham atau mengerti tentang
materi pelajaran pada pertemuan kali ini
dengan sopan, santun, sabar dan
dengan bahasa yang bermatabat.
Menanya : 1. Guru menanyakan kepada peserta didik
tentang hal-hal penting dari tayangan di
maksud tentang informasi apakah yang
terkandung dalam cerita atau tayangan.
2. Peserta didik mengajukan pertanyaan dengan sopan dan tertib tentang hal-hal
yang dirasa sukar atau sulit dipahami.
3. Guru memberikan penjelasan sesuai
pertanyaan peserta didik, serta
mengulangnya jika peserta didik belum
jelas. 4. Guru memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk bertanya tentang
kaitan materi pelajaran dalam
kehidupan sehari-hari terutama tentang
kendala atau hambatan yang dihadapi peserta didik, atau kesulitan yang
relevan dengan materi pelajaran.
5. Diskusi dan tanya jawab dilaksanakan
dalam suasana yang menyenangkan.
6. Guru mencatat aktivitas peserta didik
dalam buku agenda pembelajaran (catatan tentang Kompetensi Inti (KI) 1 dan 2): perilaku, sikap, tanggung jawab, sopan santun, kepedulian, norma dll.
7. Guru memberikan apresiasi
(penghargaan) kepada peserta didik yang
mampu menunjukkan nilai positif dari: sikap spiritual, sikap sosial,
pengetahuan dan keterampilan sesuai
70
menit
Bahan Ajar
Power Point
Laptop,
LCD,
Papan Tulis Alat tulis
Diskusi Tanya jawab Penayangan
Film Dokumenter dan sejenisnya.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 49 dari 164.
No Kegiatan Pembelajaran Alokasi Waktu
Alat, Bahan, Media
Pendekatan, Model,
Metode
ajaran Penghayat Kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
Mengumpulkan Informasi
1. Guru meminta peserta didik untuk
berkelompok dan melakukan pengamatan tentang materi atau bahan
ajar yang diberikan guru dalam bentuk
tayangan video, gambar, hasil seni rupa,
dokumen, dan sejenisnya.
2. Peserta didik melakukan pengamatan, memperhatikan dengan cermat
informasi penting dari bahan ajara yang
diberikan guru.
3. Mencari informasi penting baik di dalam
ruang kelas, pada lingkungan
kesehariannya atau pada komunitas penghayat, perpustakaan atau sumber
informasi lain yang layak dipercaya
(internet, media massa dll).
4. Mencatat dan meresume informasi
penting yang relevan dengan materi pelajaran hari ini.
5. Peserta didik melakukan kegiatan
literasi (studi pustaka) sesuai materi ajar
yang diberikan guru.
6. Peserta didik mencatat informasi yang
relevan untuk digunakan sebagai bahan diskusi atau pengetahuan umum.
Mengasosiasi
1. Guru meminta peserta didik secara
berkelompok untuk mendiskusikan
permasalahan yang timbul dari informasi yang didapat, kemudian
mencari solusi atau pemecahan sesuai
budaya dan adat istiadat setempat.
2. Peserta didik mencatat hasil diskusi
dengan baik sesuai kaidah berbahasa
Indonesia yang baik dan benar. 3. Peserta didik atau ketua kelompok
diskusi mengumpulkan hasil diskusi
kelompok kepada guru dengan tepat
waktu dan sikap yang sopan.
4. Guru memberikan apresiasi untuk
peserta didik yang berprestasi baik. 5. Guru memberikan soal atau
permasalahan lain yang relevan untuk
memberikan pengayaan dan atau
remediasi.
6. Peserta didik mengerjaran soal sesuai perintah guru pada Lembar Kerja Peserta
atau Buku Tugas.
Mengkomunikasikan :
1. Peserta didik melaporkan hasil diskusi
kelompok secara tertulis pada Lembar
Kegiatan Peserta atau Buku Tugas.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 50 dari 164.
No Kegiatan Pembelajaran Alokasi Waktu
Alat, Bahan, Media
Pendekatan, Model,
Metode
2. Guru memeberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk mempresentasikan
hasil diskusi kelompok.
3. Peserta secara bergiliran menayangkan
atau membacakan hasil diskusi kelompoknya.
4. Peserta dari kelompok lain memberikan
tanggapan atau sanggahan sesuai materi
ajar dengan baik dan benar dengan tetap
berperilaku sopan dan santun sesuai karakter bangsa.
5. Guru memberikan klarifikasi dan
penguatan dari hasil yang telah di
presentasikan.
6. Guru memberikan penilaian sekaligus
apresiasi untuk kelas yang menyenangkan.
3. Penutup 1. Guru bersama peserta didik
menyimpulkan hasil pembelajaran hari
ini.
2. Guru bersama dengan peserta didik
mereview atau mengingat kembali mengenai apa saja yang telah dipelajari
dalam kegiatan hari ini.
3. Guru memberikan evaluasi dan
memberikan tugas individu untuk
dikumpulkan pada pertemuan
berikutnya 4. Guru meminta peserta didik untuk
membaca materi pada pertemuan
berikutnya sesuai Bahan Ajar Penghayat
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa (pembiasaan kegiatan literasi). 5. Doa Penutup dipimpin Ketua Kelas
10
menit
Tanya
jawab/tes
lisan
Tugas
mandiri
3. Tes Lisan
4. Penugasan
G. Remidi dan Pengayaan
Perhatikan 6 pernyataan berikut!
Bagaimana Anda menyikapi setiap pernyataan berikut dan jelaskan dengan
minimal 2 contoh untuk tiap pernyataan!
1. Menghayati makna dan mengupayakan kebaikan dalam lingkungan hidup
bersama.
2. Mengembangkan moral dengan etika, estetika, dan logika pengamalan budi
pekerti luhur di lingkungan bersama untuk dijadikan sebagai landasan
pembangunan karakter bangsa.
3. Memahami makna perilaku bersyukur dalam berbagai peristiwa kehidupan.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 51 dari 164.
4. Memahami makna hubungan antara manusia dengan Tuhan dan dengan alam
semesta.
5. Memahami tugas hidup manusia dalam kehidupan.
6. Memberikan contoh keteladanan tentang perilaku hidup manusia yang
berbudi luhur.
H. Latihan
1. Materi Soal/Evaluasi
Jawablah dengan singkat dan jelas!
1. Jelaskan peran serta Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
pada perjuangan Bangsa Indonesia khususnya: “Perilaku Berbuat Baik
Terhadap Lingkungan Hidup Bersama“ !
2. “Meniti Sangkan Paraning Dumadi”, apa maksudnya? Jelaskan!
3. Secara etimologi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa memiliki arti:
“menganggap benar, mengakui dengan sungguh dan meyakini adanya Tuhan
Yang Maha Esa atau adanya Penguasa Tunggal Yang Mutlak”, yang mengatur
harmonisasi kehidupan alam semesta lengkap dengan isinya. Berikan 5 contoh
dan jelaskan secara singkat tiap contoh dimaksud!
4. Tuliskan payung hukum keberadaan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa di Indonesia dan Internasional.
5. Sikap bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dapat dipilah ke dalam
beberapa aspek tindakan atau kepedulian. Berikan masing - masing 1 (satu)
contoh seperti tercantum dalam bagian C (Sikap Bersyukur Kepada Tuhan
Yang Maha Esa) materi Budi Pekerti Ini!
2. Norma Penilaian
Setiap butir soal diberikan skor maksimum = 20 (dua puluh).
Total skor yang dapat diraih peserta didik adalah 100 (seratus).
NA = Skor Maksimal
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 52 dari 164.
I. Evaluasi
Petunjuk :
I. Jika ujian disampaikan dalam bentuk Tulis. 1. Tiap Materi Pelajaran, diberikan evaluasi tulis (Ujian Tulis) berupa soal
obyektif sebanyak 10 butir soal, dengan 5 opsi jawaban pada setiap soal.
2. Pilih satu jawaban yang Anda anggap paling tepat dengan memberi tanda silang (X) pada huruf A, B, C, D atau E pada lembar jawab yang tersedia.
3. Bekerjalah dengan teliti dan cermat. 4. Bertanyalah kepada Guru (Pengawas Ujian) jika terdapat soal yang kurang
lengkap.
5. Teliti kembali hasil pekerjaan Anda sebelum dikumpulkan kepada Pengawas Ujian.
6. Dilarang menggunakan alat hitung dalam bentuk elektronik (kalkulator,
HP, laptop, dll) dan atau manual (mistar hitung, buku, tabel, chart, kamus, dictionary, dll) selama mengikuti ujian.
7. Selamat menempuh ujian, sukses beserta kita!
II. Jika ujian disampaikan dalam bentuk Lisan.
1. Tiap Materi Pelajaran, diberikan evaluasi lisan (Ujian Lisan) berupa soal obyektif sebanyak 10 butir soal, dengan 5 opsi jawaban pada setiap soal.
2. Soal dibacakan 2 (dua) kali dengan durasi maksimum 2-4 menit, untuk
setiap sesi soal.
3. Peserta diminta menulis di kertas ulangan dengan cara menuliskan kata
kunci yang diberikan guru (bukan menulis huruf A, B, C, D atau E) dari
jawaban yang disediakan.
4. Tidak ada pengulangan pembacaan soal setelah dibacakan 2 (dua) kali.
Kecuali di awal ada peserta yang belum hadir, tetapi baru membacakan
soal nomor 1 (pertama).
5. Peserta dilarang bertanya tentang apapun, memberikan kode atau isyarat,
atau berkomunikasi baik verbal maupun oral dengan sesama peserta
selama ujian berlangsung.
6. Selamat menempuh ujian, sukses beserta kita!
III. Materi Soal
Bacalah dengan cermat materi Bahan Ajar Budi Pekerti ini sebelum Anda menjawab soal berikut, karena materi soal ini berdasarkan Text Book (Bacaan Wajib)!
1. Menghayati makna dan mengupayakan kebaikan dalam lingkungan hidup bersama perwujudannya ada pada karakter bangsa Indonesia. Dalam
pengertian ini yang dimaksudkan adalah : A. Keseluruhan potensi dan keaktifan jiwa setiap individu bangsa Indonesia
yang tumbuh dari dasar budi pekerti dengan lebih menekankan pada:
prakarsa, karya dan perubahan yang dikendalikan oleh kemampuan diri
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 53 dari 164.
dalam menempatkan diri pada keseimbangan atau keselarasan sebagai
personalitas pribadi berbudi pekerti luhur. B. Keseluruhan potensi dan keaktifan jiwa setiap individu bangsa Indonesia
yang tumbuh dari dasar budi pekerti dengan lebih menekankan pada: perasaan, kemauan dan perubahan perilaku yang dikendalikan oleh
kemampuan diri dalam menempatkan diri pada keseimbangan atau keselarasan sebagai personalitas pribadi berbudi pekerti luhur.
C. Keseluruhan potensi dan keaktifan jiwa setiap individu bangsa Indonesia
yang tumbuh dari dasar budi pekerti dengan lebih menekankan pada: perencanaan, pelaksanaan dan tindakan yang dikendalikan oleh
kemampuan diri ketika menempatkan diri pada keseimbangan atau keselarasan sebagai personalitas pribadi berbudi pekerti luhur.
D. Keseluruhan potensi dan keaktifan jiwa setiap individu bangsa Indonesia
yang tumbuh dari dasar budi pekerti dengan lebih menekankan pada: perubahan, keinginan dan prakarsa yang dikendalikan oleh kemampuan
diri saat menempatkan dirinya pada keseimbangan atau keselarasan sebagai personalitas pribadi yang berbudi pekerti luhur.
E. Keseluruhan potensi dan keaktifan jiwa setiap individu bangsa Indonesia
yang tumbuh dari dasar budi pekerti dengan lebih menekankan pada: perbuatan, kemajuan dan perubahan yang dikendalikan oleh kemampuan
diri dalam menempatkan diri pada keseimbangan atau keselarasan sebagai personalitas pribadi berbudi pekerti luhur.
2. Mengembangkan moral dengan etika, estetika, dan logika pengamalan budi pekerti luhur di lingkungan bersama untuk dijadikan sebagai landasan pembangunan karakter bangsa. Cara menyikapinya dengan:
A. Membudayakan karakter masyarakatNusantara, dibentuk dalam konteks idiologi dan mempunyai daya tahan dalam jangkauan masa yang panjang
untuk mencorakkan identitas masyarakat nasionalis (ke-Indonesia-an). B. Melestarikan karakter masyarakatNusantara, dibentuk dalam konteks
kearifan lokal dan mempunyai daya tahan dalam jangkauan masa yang
panjang untuk mencorakkan identitas masyarakat nasionalis (ke-Indonesia-an).
C. Membudayakan dan melestarikan karakter masyarakatNusantara dan dibentuk dalam konteks sosial serta mempunyai daya tahan dalam
jangkauan masa yang panjang untuk mencorakkan identitas masyarakat pada tataran internasional.
D. Membudayakan dan melestarikan karakter masyarakatNusantara dan
dibentuk dalam konteks humaniora serta mempunyai daya tahan dalam jangkauan masa yang panjang untuk mencorakkan identitas masyarakat
pada tataran pergaulan internasional. E. Membudayakan dan melestarikan karakter masyarakatNusantara, yang
dibentuk dalam konteks sejarah dan mempunyai daya tahan dalam
jangkauan masa yang panjang untuk mencorakkan identitas masyarakat nasionalis (ke-Indonesia-an) dalam membangun relasi dan terhubung
secara global internasional.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 54 dari 164.
3. Peran karakter bangsa kaitannya dengan value (nilai) berbangsa dan bernegara
adalah … A. Karakter bangsa menjadi wadah integrasi nasional melalui internalisasi
dan sosialisasi nilai-nilai budi luhur dan proses penilaian kepercayaan dalam berbangsa dan bernegara.
B. Karakter bangsa menjadi wadah integrasi regional melalui internalisasi dan sosialisasi nilai-nilai budi luhur dan proses penilaian kepercayaan dalam berbangsa dan bernegara.
C. Karakter bangsa menjadi substansi integrasi nasional melalui internalisasi dan sosialisasi nilai-nilai budi luhur dan proses penilaian
kepercayaan dalam berbangsa dan bernegara. D. Karakter bangsa menjadi program integrasi nasional melalui internalisasi
dan sosialisasi nilai-nilai budi luhur dan proses penilaian kepercayaan dalam berbangsa dan bernegara.
E. Karakter bangsa menjadi wujud integrasi nasional melalui internalisasi
dan sosialisasi nilai-nilai budi luhur dan proses penilaian kepercayaan dalam berbangsa dan bernegara.
4. Manfaat dan fungsi budi pekerti di setiap bentuk tatanan sosial di tengah
masyarakat Indonesia adalah ....
A. Budi pekerti telah menjadi bagian internalisasi penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
B. Karakter bangsa menjadi wadah integrasi nasional melalui internalisasi dan sosialisasi nilai-nilai budi luhur dan proses penilaian kepercayaan dalam berbangsa dan bernegara.
C. Budi pekerti menjadi ajaran hidup dalam tatanan sosial masyarakat Nusantara dan merupakan pancaran dari adanya integrasi proses nilai dan penilaian yang tertanam pada setiap individu.
D. Ajaran hidup berbudi pekerti luhur menjadi pengejawantahan untuk mengisi kekurangan di setiap lingkungan, atau bentuk kebersamaan
sosial dalam gotong royong masyarakat yang menjadi contoh nyata. E. Menjadi kenyataan dalam tata kehidupan bahwa proses pendidikan budi
pekerti yang berperan menjadi bekal jati diri tak ternilai harganya, dalam
membangun kemajemukan di tengah kehidupan bermasyarakat yang benar dan rahayu.
5. Memahami makna perilaku bersyukur dalam berbagai peristiwa kehidupan. Berikut adalah beberapa contoh konkrit memaknai perilaku bersyukur
terhadap anugerah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada umat manusia dalam bidang pendidikan. A. Ikut menjaga kenyamanan dan kedamaian di lingkungan. Mengikuti pola
hidup sehat. Tidak terlibat pada pemakaian obat terlarang/narkotika/psycotropika, minuman keras. Tidak mengikuti atau
berperan pada faham radikalisme atau separatisme. Aktif dalam kegiatan Karang Taruna, atau organisasi pemuda yang diakui pemerintah. Ikut ambil bagian dalam kegiatan gotong royong di sekitar tempat tinggal.
Bakti kampus atau Jumat bersih.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 55 dari 164.
B. Menjaga keutuhan NKRI, tidak terlibat gerakan separatis atau radikalisme
dan sejenismnya.Ikut serta bela negara. Menjadi warga negara yang baik. Taat hukum, norma sosial dan norma masyarakat. Menjunjung tinggi
Lambang Negara, Pancasila, UUD 1945, menghormat Bendara Merah Putih, dan mengakui Pemerintah yang sah tanpa membedakan ras, agama dan golongan. Mengakui dan melaksanakan tugas sebagai anggota
masyarakat yang berdisiplin dan berbudaya. C. Ikut menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan masyarakat (RT/RW).
Ikut menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan sekolah. Memberikan laporan ke pejabat berwenang jika terjadi tindak pidana, ketidaknyamanan, keamanan dan ketertiban yang diketahui berpotensi
merusak tatanan kehidupan. Tidak terlibat pada kenakalan remaja atau perkelahian. Ikut menjaga ketertiban lingkungan. Mengikuti tata tertib dan norma yang berlaku di masyarakat, sekolah dan keluarga.
D. Mengutamakan belajar untuk meraih kompetensi yang diharapkan. Mengikuti dan melaksanakan semua aturan dan program pendidikan
yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan. Menjunjung tinggi nama dan martabat pelajar di dalam semua aspek kehidupan. Hakekat utama bersyukur terhadap anugerah Tuhan Yang Maha Esa adalah peran utama
manusia sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Tindakan atau sikap dalam bersyukur tidak hanya ketika memperoleh keberhasilan,
kesuksesan atau kemurahan, tetapi juga ketika dalam kesusahan, kesedihan, bencana dan sebagainya, karena dari situlah akan nampak pengucapan syukur yang sesungguhnya.
E. Menjaga dan melestarikan budaya santun, sopan,m jujur dan bertanggungjawab. Menjaga keharmonisan rumah tangga, menghormati orang tua dan saudara. Tidak terlibat dalam persekongkolan
/permufakatan buruk yang merusak citra keluarga. Tidak terlibat Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Mengambil bagian dalam peristiwa
kebencanaan di lingkungan sekitar. Terlibat aktif dalam gerakan penanggulangan bencana alam. Menggalang solidaritas dalam lingkup yang kecil maupun skala lebih besar terhadap kebencanaan alam.
Melestarikan adat istiadat, kebudayaan dan kesenian daerah. Ikut melestarikan cagar budaya dan peninggalan sejarah atau situs.
6. Memahami makna hubungan antara manusia dengan Tuhan dan dengan alam
semesta menjadi sebuah kewajiban untuk setiap Penghayat kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang mengejawantah (muncul secara nyata dari pribadi) dalam bentuk Kesadaran Spiritual Membangun Manusia Utuh, yaitu :
A. Daya tanggap terhadap kehidupan di luar dirinya. B. Sadar diri dengan arah orientasi ke dalam dan ke luar.
C. Membangun diri sebagai manusia utuh bersama Dzat Tuhan atau dayanya Budi.
D. Daya tanggap terhadap kehidupan di luar dirinya. Sadar diri dengan arah
orientasi ke dalam dan ke luar.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 56 dari 164.
E. Daya tanggap terhadap kehidupan di luar dirinya. Sadar diri dengan arah
orientasi ke dalam dan ke luar. Membangun diri sebagai manusia utuh bersama Dzat Tuhan atau dayanya Budi.
7. Memayu Hayuning Bawana dalam artian sederhana adalah upaya melindungi
keselamatan dunia baik lahir maupun batin dari kerusakan atau ketidak harmonisan dalam skala global atau menyeluruh. Berikut adalah tindakan manusia yang bernafaskan Memayu Hayuning Bawana:
A. Mengirimkan pasukan perdamaian jika di minta oleh negara yang berkonflik.
B. Ikut melestarikan peninggalan sejarah bangsa Indonesia atas perintah atau saran dari UNESCO.
C. Membangun rumah peribadatan, sekolah dan fasilitas umum serta
menyediakan sarana prasarana yang diperlukan sesuai karakteristik daerah.
D. Menyelenggarakan perdamaian dunia yang berdasarkan perdamaian
abadi dan keadilan sosial untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa Indonesia.
E. Ikut serta dalam penanganan kemiskinan negara lain dengan syarat tertentu yang disepakati oleh kedua negara.
8. Memahami tugas hidup manusia dalam kehidupan perlu dibuktikan oleh Penghayat agar kehidupan spiritualnya terjaga. Keberhasilan pembangunan karakter sangat ditentukan oleh manusia pelaksana pembangunan budi
pekerti luhur. Kualitas manusia yang dimaksudkan adalah kualitas manusia dengan kriteria tertentu. Kriteria dimaksud secara berurutan adalah:
A. Kualitas Berbangsa dan Bernegara; Kualitas Spiritual; Kualitas Intelektual; Kualitas Sosial;
B. Kualitas Spiritual; Kualitas Sosial; Kualitas Intelektual; Kualitas
Berbangsa dan Bernegara. C. Kualitas Spiritual; Kualitas Intelektual; Kualitas Sosial; Kualitas
Berbangsa dan Bernegara. D. Kualitas Intelektual; Kualitas Spiritual; Kualitas Sosial; Kualitas
Berbangsa dan Bernegara.
E. Kualitas Sosial; Kualitas Spiritual; Kualitas Berbangsa dan Bernegara. Kualitas Intelektual
9. Setiap Penghayat harus dapat memberikan contoh keteladanan tentang perilaku hidup manusia yang berbudi luhur dan dalam laku hariannya
meliputi 3 (tiga) unsur dasar, yang berurutan sbb: A. Unsur Spiritual, Unsur Moral Etika, Unsur Mental. B. Unsur Spiritual, Unsur Mental, Unsur Moral Etika.
C. Unsur Mental, Unsur Spiritual, Unsur Moral Etika. D. Unsur Mental, Unsur Moral Etika, Unsur Spiritual.
E. Unsur Moral Etika, Unsur Spiritual, Unsur Mental.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 57 dari 164.
10. Dalam laku hariannya sikap relegius adalah sifat dasar masyarakat
Nusantara, yang terbentuk oleh proses pendidikan karakter dan budi pekerti yang diberikan sejak anak-anak hingga dewasa dan menjadi sikap laku
seorang Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Arti sederhana kalimat tersebut bagi kita adalah: A. Wujud kesadaran utuh yang merupakan bagian dari proses
kemanunggalan dengan Gustinya atau Tuhan Yang Maha Esa. B. Mendedikasikan hidupnya untuk membangun karakter lingkungan
sekitar yang pada gilirannya ikut memperkuat karakter bangsa Indonesia. C. Nusantara yang telah ikut mengiringi perjalanan sejarah bangsa
menyumbangkan nilai-nilai spiritual dalam membentuk manusia utuh
bangsa Indonesia. D. Sikap ini bukan semata didedikasikan kepada kepentingan pribadi, tetapi
juga dalam membangun karakter lingkungan sekitar yang pada gilirannya
ikut memperkuat dalam membentuk karakter bangsa. E. Manunggaling Kawula Gusti semata didedikasikan kepada kepentingan
pribadi, tetapi juga dalam membangun karakter lingkungan sekitar yang pada gilirannya ikut memperkuat dalam membentuk karakter bangsa.
Kunci Jawaban 1. B
2. E 3. A 4. C
5. D 6. E
7. D 8. C 9. B
10. A
Kriteria Penilaian Setiap soal diberikan skor = 1 (satu), sehingga skor total = 10. Nilai Akhir NA = 10 x Skor Maksimal = 10 x 10 = 100 (seratus)
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 58 dari 164.
BAB III
KEAGUNGAN TUHAN
A. Kompetensi Inti
KI 1 Kompetensi Spiritual
Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
KI 2 Kompetensi Sosial
Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli
(gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-
aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai
permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan
sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan
bangsa dalam pergaulan dunia.
KI 3 Kompetensi Pengetahuan
Memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi pengetahuan
faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait
penyebab fenomena dan kejadian dalam bidang kerja yang spesifik
untuk memecahkan masalah.
KI 4 Kompetensi Keterampilan
Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah
abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di
sekolah secara mandiri, dan mampu melaksanakan tugas spesifik di
bawah pengawasan langsung
B. Kompetensi Dasar
1. Memahami hubungan Tuhan Yang Maha Esa dengan asal usul adanya
sesuatu serta hidup dan kehidupan
2. Meyakini adanya kekuasaan Tuhan dalam diri setiap manusia.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 59 dari 164.
C. Tujuan Pembelajaran
1. Mengetahui dan memaknai hubungan Tuhan Yang Maha Esa dengan asal
usul adanya sesuatu serta hidup dan kehidupan
2. Memiliki keyakinan adanya kekuasaan Tuhan dalam diri setiap manusia.
D. Indikator
Peserta didik diharapkan mampu:
1. Menginterpretasikan hubungan Tuhan Yang Maha Esa dengan asal usul
adanya sesuatu serta hidup dan kehidupan
2. Memiliki kesadaran diri tentang adanya kekuasaan Tuhan dalam diri
setiap manusia.
E. Materi Pembelajaran Keagungan Tuhan
1. Bentuk Kasih Sayang Tuhan Yang Maha Esa Terhadap Manusia
Dasar Laku dan Pemahaman Penghayat adalah sebagai sebuah ungkapan
syukur dari bentuk kasih sayang Tuhan Yang Maha Esa. Kesadaran itu timbul
sebagai akibat anugerah dan berkah yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha
Esa kepada manusia yang merupakan ciptaan paling mulia di antara seluruh
ciptaan-NYA.
Dasar Laku dan Pemahaman Penghayat atau bekal seorang penghayat dalam
meniti laku mesu diri mengarah pada peningkatan martabat kesucian pribadi
manusia, berprinsip pada:
1) Tekad, adalah proses diri dalam laku penghayatan kepada Tuhan Yang Maha
Esa dengan adanya Budi yang menempatkan perilaku seseorang di jalan yang
benar.
2) Keyakinan, terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam martabat kesucian yang
nilainya berkembang dalam perilaku hidup seseorang ke arah “Sangkan Paran”
hidup itu sendiri.
3) Sikap Manembah dan Penyerahan Diri, kepada Tuhan Yang Maha Esa
dengan kesadaran total (fisik, mental, spiritual) dalam perilaku hidup
seseorang setelah menghayati sentuhan dari Dzat hidup atau adanya Budi.
4) Proses Diri manusia dalam Kejujuran Pribadi hanya yakin dan percaya
adanya Sang Pencipta yaitu Tuhan Yang Maha Esa, dengan :
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 60 dari 164.
5) Patrap, yaitu sikap dalam sujudatau meditasi (manembah) mengendapkan
angan-angan, rasa dan karsanya bersatu dengan Dzat hidup atau adanya Budi
yang berkembang sesuai keikhlasan nuraninya dengan kesadaran batin hanya
bersembah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kesadaran membangun manusia seutuhnya dalam menjalankan penghayatan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan kesadaran kejiwaan atau kerohanian
yang sangat bermanfaat dalam melakukan kehidupan sebagai umat manusia untuk
ikut berperan dalam pembangunan masyarakat yang berbudi pekerti adil, beradab,
sejahtera, menyongsong keterbukaan tata masyarakat dunia.Dalam laku
keseharian pribadi Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
mempunyai pengalaman-pengalaman spiritual yang membangun keyakinan dan
pemahaman yang semakin dalam sehingga secara umum mempunyai sikap sebagai
berikut:
1). Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan atas kehendak-Nya kepada
Ciptaan-Nya
Keyakinan tersebut akan makin meningkat sebagai hasil kesaksian dalam
proses diri mendekat kepada-Nya. Pengalaman spiritual dan kesaksian
terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa inilah yang meningkatkan martabat
kesucian yang nilainya berkembang dalam perilaku hidup ke arah Sangkan
Paran.
2). Kesanggupan untuk Manembah Kepada-Nya
Pengakuan dan keyakinan merupakan hasil kesaksian dan pengalaman dalam
penghayatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kesadaran dalam penghayatan
itu akan menumbuhkan adanya pengakuan terus menerus pada diri manusia
dalam manembah terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
3). Membina Diri Pribadi kearah Kesucian, Moral dan Budi Pekerti Luhur
Membina dan menjaga kesehatan jasmani dan kesucian rohani serta
ketenteraman hati sehingga ucapan dan perbuatan serba jujur sekaligus
bertanggungjawab, tidak terdorong nafsu, bermoral, mengutamakan budi
pekerti luhur.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 61 dari 164.
4). Mewujudkan Persaudaraan antar sesama atas dasar Cinta Kasih
Mewujudkan ikatan persaudaraan dan kerukunan antara semua umat
manusia dan semua golongan berdasarkan cinta kasih untuk membangun
masyarakat relegius dengan tujuan mulia.
5). Memenuhi Kewajiban-Kewajiban Sosial, Nasional dan Kemanusiaan
Sanggup berbuat benar, tunduk kepada Undang-Undang Negara dan
menghormatiu sesama manusia, tidak mencela faham dan pengetahuan orang
lain, berdasarkan ras cinta kasih berusaha merangkul semua golongan, para
Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan para pemeluk
agama bersama-sama menuju tujuan yang satu.
6. Menambah Pengetahuan dan Pengalaman Lahir Batin
Mempunyai integritas, toleran, tidak fanatik, dengan sikap tersebut selalu
membuka wawasan spiritual dan menambah pengalaman dalam usaha mencapai
kebenaran yang bermanfaat bagi pribadi dan masyarakat umum.
Pembentukan pribadi yang memenuhi sikap-sikap kesadaran di atas adalah
capaian kedewasaan seseorang yang telah mempunyai kematangan dalam:
1). Laku Sujud,
2). Laku Spiritual,
3). Laku Sosial.
2. Tuhan Maha Kuasa Dan Maha Mengetahui Segala CiptaanNya
Segala yang terjadi di alam semesta ini tidak akan mungkin kita lepaskan dari
Sang Sutradara Agung Tuhan Yang Maha Esa, karena Dia-lah sumber dari segala
sumber kehidupan atau asal dari segala sesuatu yang ada di mayapada ini.
Manusia sebagai bagian termulia dari yang ciptaan-Nya, haruslah memiliki
kesadaran penuh ketika melakukan interaksi positif dengan ciptaan lain, baik
mahluk hidup maupun benda mati, serta segala fenomena alam atau peristiwa
kehidupan ini. Kita tidak akan mampu mengurai dan menguasai fenomena yang di
luar nalar dan pengetahuan kita. Ingat, kita adalah “memiliki keterbatasan” yang
diciptakan Tuhan agar memberikan penghormatan dalam peribadatan atau
panembah yang mengejawantah dalam roh dan kebenaran, sesuai harkat dan
martabat manusia. Laku atau tindakan manembah yang hendak dan senantiasa
kita lakukan harus sepenuhnya diketahui makna terdalam dan maksud yang benar
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 62 dari 164.
dalam segala aspeknya. Benar disini memiliki dimensi vertikal, yaitu benar sesuai
Norma Ketuhanan Yang Maha Esa, juga harus benar dalam arah horisontal
(bermakna benar dalam arah norma yang berlaku dalam relasi sesama ciptaan-
Nya). Kesalahan dalam menempatkan sujud atau panembah ini akan membawa
kita kepada penyembahan yang mendatangkan Murka Sang Khalik Tuhan Yang
Maha Esa. Kita perlu belajar dan memahami secara tepat proses-proses, serta
tahap-tahap yang dilakukan dalam laku sujud yang benar.
Sikap-sikap tersebut akan dipunyai seseorang dalam kedewasaan spiritual
yang mencapai kesadaran ketiga dan mata batin “Wicaksono” dalammemayu hayu
kehidupan budi luhur dengan kesadaran manusia seutuhnya yang selalu berpikir
positif dan menjalani laku kehidupan dengan kedamaian batin.Capaian
kedewasaan karakter seperti di atas, membutuhkan keteladanan dengan dimulai
pendidikan budi pekerti dari kearifan lokal, dengan pembinaan spiritual,
pengenalan tata-krama atau sopan santun, pengenalan budaya dan tradisi serta
wawasan nusantara.
Keteladanan sikap budi pekerti luhur yang diberikan sejak usia dini dari
keluarga merupakan pondasi kesadaran kemanusiaan yang berkembang menjadi
kesadaran spiritual dalam sikap hidup keseharian yang selanjutnya kesadaran
akan kewajiban meniti sangkan paran yang menjadi karakter Penghayat
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa di tengah kearifan lokal dan interaksi
global yang selalu berkembang dari waktu ke waktu.
Dalam meniti sangkan para membutuhkan pemahaman dan kesadaran
sebagai pribadi yang utuh yang harus dilatih setiap saat dalam penghayatan secara
meditasi atau memproses diri dalam laku sujud diri manembah kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
Penjelasan masing-masing laku itu sebagai berikut:
1. Laku Sujud
Melakukan sujud/manembah atau meditasi adalah suatu usaha untuk
mencapai ketenangan diri, ketenangan raga, ketenangan jiwa dan batin dengan
mengedepankan angan-angan, rasa dan kemauan hingga merasakan getaran
spiritual pribadi atau dayanya Budi, bebas dari segala pengaruh, hanya mengarah
dan menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Manembah atau sujud dapat
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 63 dari 164.
dilakukan dalam posisi berdiri, berlutut atau duduk, disesuaikan dengan keadaan
dan tempat yang memungkinkan dalam batas kemampuan dan kemungkinan.
Di kalangan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa terdapat
berbagai cara dan istilah yang dipergunakan dan diterapkan yang akan
berkembang secara bertahap sesuai kedewasaan martabat spiritualnya, dengan
cara yang ditempuh antara lain:
a. Sujud Raga
Berdiam diri dalam sikap tenang dan diteruskan dalam sikap sujud, dengan
cara sebagai berikut:
1. Raga diam dan menormalisir getaran raga;
2. Mengatur jalannya pernafasan hingga sehalus mungkin.
3. Kesadaran raga dikendalikan menuju ke satu arah.
4. Sikap dan kesadaran dibina ke arah sujud terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Untuk mencapai ketenangan raga, tenteram, mengendap dan rasa aman.
b. Sujud Batin
Mengucapkan kata dan kalimat sujud dengan jelas dan pelan, lambat dan
hormat yang maksudnya sebagai berikut:
1. Asma Tuhan Yang Maha Esa dan ucapan panembah kepada-Nya dengan
mengajak segenap unsur kesadaran pribadi ikut sujud.
2. Bersyukur kepada-Nya atas segala kasih sayang serta rahmat dari-Nya dan
seterusnya.
3. Mohon pengampunan kepada-Nya atas segala salah, dosa, kekurangan dan
lain sebagainya.
4. Mohon tuntunan dan petunjuk-Nya agar dapat menunaikan tugas kewajiban
dengan sebaik-baiknya.
5. Memusatkan kejujuran diri dengan maksud pada kata-katanya itu, hingga
masuk dalam alam batin.
6. Memusatkan rasa ikhlas hingga angan-angan dalam batin dengan segenap
patrap bahwa dirinya hanya menghadap Tuhan Yang Maha Esa.Sehingga
mencapai ketenangan raga dan menghayati alam batin.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 64 dari 164.
c. Sujud Jiwa
Dengan mencapai sujud raga dan sujud batin akan terproses selanjutnya
sehingga makin memantapkan tujuan sujud dalam menyatukan jiwa raga:
1. Mengendalikan getaran spiritual dan mengedepankan hawa nafsu yang masih
ada dalam sujud.
2. Mempertemukan angan-angan luhur dengan rasa jati dalam pancaran atau
dayanya Budi demi membulatkan sikap dengan tulus sujud kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
3. Menuju kebulatan sikap sujudnya raga dan jiwa dengan pancaran Budi dalam
hukum tuntunan Tuhan Yang Maha Esa.
d. Sujud Rohani
Dalam kebulatan sikap sujud jiwa dan raga:
1. Menyaksikan angan-angan luhur dan rasa jati terpadu dalamhati nurani.
2. Menyaksikan hati nurani memperoleh daya terangnya Budi.
3. Meresapkan nilai kemanusiaan yang terbina dalam keluruhan Budi.
4. Menghayati sujud rohani dengan kesadaran hati dan keluhuran Budi.
Membangun tingkat sujud hingga ke dalam lubuk hati yang dikelola oleh budi
luhur, sebagai manusia utuh yang hanya berserah diri manembah kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Proses diri dalam Sujud Raga, Sujud Batin, Sujud Jiwa dan Sujud
Rohani harus selalu dilatih, kemampuan capaian kedewasaan spiritualnya
tergantung ketekunan dan kesadaran sebagai manusia utuh, serta kecerdasan
spiritual pribadinya dengan hati yang bersih, yang akan menjadi bangunan sikap
moral dalam kehidupan sehari-hari yang akan selalu berkembang sesuai
peningkatan martabat spiritualnya.
Capaian martabat spiritual setiap pribadi penghayat akan sangat bermanfaat
dalam tugas hariannya baik untuk pribadinya sendiri atau untuk membangun
hidup untuk sesama seperti kondisi berikut:
1). Sujud Pribadi
Dalam kesadaran sikap batin manembah kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
ketulusan sujud di hati dan Budi :
a) Mengantar seluruh kesadaran pribadi yang bersujud berserah diri
langsung kehadapan Tuhan Yang Maha Esa.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 65 dari 164.
b) Meningkatkan ketenangan serta pengamatan hati dan Budi dalam
menerima tuntunan hidup di jalan Ketuhanan Yang Maha Esa.
c) Bermanfaat untuk kesetimbangan dalam kehidupan jiwa dan raga.
2). Sujud Pamong
Dengan kesadaran sikap batin dalam kedudukan sujud pribadi yang
berimbang, menghayati keterpaduan kesadaran dan sikap penyerahan diri
kehadapan Tuhan Yang Maha Esa dalam mengemban tugas hidup dan
kehidupan untuk diri pribadi, sesama hidup serta alam semesta.
Mewujudkan kemanunggalan diri dengan kenyataan dan kehendak Tuhan
Yang Maha Esa sesuai martabat spiritual pribadi atau laku hidup dalam
“managemen Manunggaling Kawulo Gusti”, sesuai peran dan fungsinya
sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, memenuhi kualitas budi luhur
dalam Memayu Hayuning Bawana.
2. Laku Spiritual
Proses Laku Spiritual berintikanMeniti Sangkan Paran dalam penghayatan,
pengalaman, pemahaman dan capaian martabat.
a. Proses Diri
Dari berbagai pengalaman dalam Laku Sujud Dalam Penghayatan, setiap
pribadi akan sampai pada pengertian bahwa latihan penghayatan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, terutama dalam tahapan mengendapkan angan-angan dan
perasaan, serta membutuhkan kejujuran dan ketulusan sebagai refleksi martabat
kesadaran pribadi. Perkembangan pada proses penghayatan secara pribadi akan
dicapai tahap demi tahap, hingga dapat merasakan adanya peningkatan kadar
kebersihan hati (sebuah ketidakpastian jika kita mengatakan “suci” atau “kudus”),
sebab bersih berarti masih memiliki tingkat kekotoran tertentu (kualitas).
Sedangkan suci atau kudus adalah mutlak (milik Tuhan Yang Maha Esa), kita
memang sedang mengarah ke sana di dalam segala laku dan tingkah ataupun
peribadatan kita, yang mengejawantah dalam laku spiritual. Dalam proses tersebut
sangatlah dibutuhkan kejujuran pribadi, karena tidak ada seorang Guru pun yang
dapat mengenali kejujuran pribadi muridnya setiap waktu, kecuali murid itu sendiri.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 66 dari 164.
Diagram 1. Proses Diri
b. Manembah atau Sujud
Dalam melakukan meditasi atau sujud pribadinya (pen: doa hening), seseorang
akan mengetahui seberapa jauh kesiapannya untuk menerima getaran gema hidup
dari Tuhan Yang Maha Esa sebagai Sumber Hidup. Selanjutnya, akan dijumpai
strata-strata tertentu selama menekuni latihan-latihan penghayatan dan pada
setiap strata itulah akan dijumpai juga jalan menuju Keagungan milik Tuhan Yang
Maha Esa yang mulai terbuka menghantar pada pengalaman-pengalaman spiritual.
Strata tersebut berawal langkah demi langkah dalam proses diri ke arah Sangkan
Paran menuju Kemanunggalan dalam hukum Tuhan Yang Maha Esa yang akan
dicapai sesuai martabat pribadinya.
Penghayatan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dilakukan seseorang, tidak
lepas dari kemampuan penghayatan dan kecerdasan akan proses spiritual
pribadinya, dan akan berkembang memasuki nilai–nilai baru yang menjadi bekal
penambahan pengetahuan diri dan modal yang akan membuatnya makin mengerti
di dalam peningkatan potensi spiritualnya, sekaligus mengukir eksistensi dan
identitas kepercayaannya.
Untuk maksud tersebut perlu dijelaskan hal berikut:
1). Suatu potensi berupa dorongan getaran / gema spiritual yang berasal dari
hidup yang bersemayam dalam diri pribadi yang membawa mereka selalu
WEWARAH PENGHAYATAN MANEMBAH
PENGHAYAT KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA
BUDI LUHUR
1. MEMAYU HAYUNING PRIBADI (MAWAS DIRI)
2. MEMAYU HAYUNING SESAMA (TEPA SELIRA)
3. MEMAYU HAYUNING BAWANA (WICAKSANA)
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 67 dari 164.
teringat dan sadar terhadap sumber, awal akhir dari sangkan paran hidup itu
sendiri. Kondisi ini menjadi kewajiban pribadi dalam melatih kejujuran kita
kepada Tuhan Yang Maha Esa, kjujuran dan ketulusan mengawali laku ke
arah sangkan paran dan memudahkan mengendapnya angan-angan, rasa dan
karsa yang akan tersentuh dayanya Budi ke dalam dimensi menuju
penghayatan nilai-nilai hidup yang bersifat kosmis. Dari situ akan berkembang
nilai-nilai spiritual dan supra rasional dalam pengalaman-pengalaman
spiritual. Pengalaman spiritual itu akan menjadi pemicu untuk menjadi
manusia spiritual atau manusia relegius akibat gugatan yang bergetar dari
dalam dirinya sendiri.
2). Kesadaran akan getaran atau gema spiritual tersebut dalam diri seorang
penghayat menguatkan kesadaran spiritual dan akan mempunyai pengalaman
dalam fungsi hidup, dalam sentuhan dayanya Budi terhadap cipta, rasa dan
karsa yang dapat berinteraksi dalam heneng dengan kuasa-Nya, menemukan
kedamaian dalam jati diri yang lebih tinggi, menambah keyakinan akan
anugerah Tuhan Yang Maha Esa, fungsi esoterik dalam dirinya sendiri yang
akan terproses sebagai pamong pribadinya (martabat sanubari).
3). Seiring dengan kedewasaan atau kematangan jiwanya akan mampu
merasakan leburnya angan-angan, rasa dan karsa dalam Dzat Tuhan / Budi,
menjadi manusia utuh yang mampu berserah diri secara total dalam capaian
panembah berinteraksi dalam hening dengan-Nya akan muncul cinta kasih
trinasih yang hanya berbakti kepada Sang Pencipta, merasakan aura
kebersamaan-Nya bahkan mampu menjadi pamong umum / masyarakatnya,
(fungsi eksoterik antara sesama). Hidup sebagai manusia dalam kondisi
pribadi yang utuh terpadu antara pikiran, perasaan dan kemauan yang selalu
bertimbangan dalam hati, menegakkan martabat kemanusiaan yang dibina
dalam cahaya-Nya (Nur) Budi, cahaya hidup yang bersinar dalam diri manusia
sendiri dalam kebulatan iman.
4). Cahaya hidup pribadi itu secara kodrati dipersiapkan untuk mengenali dan
menerima sentuhan Sinar Tuntunan yang bersumber pada Tuhan Yang Maha
Esa, dimudahkan berinteraksi dalam kondisi wening dan diperkenankan
mengenal dan masuk dalam hukum tuntunan-Nya.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 68 dari 164.
Terkadang sesuai dengan capaian martabat hukum suci-Nya diijinkan ke alam
“suwung kang hamengku hana”, leburnya angan-angan, rasa Budi ke dalam
alam kosong dengan kesadaran bersembah hanya kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Di sini letak keterkaitan perilaku budaya spiritual dengan penghayatan
KepercayaanTerhadap Tuhan Yang Maha Esa, yaitu penghayatan yang
ditempuh dengan perilaku dan persaksian dalam Tuntunan Hakiki.
5). Pada tahap ini jati diri pribadi secara utuh tertampung dalam tuntunan Budi
ke dalam hukum alam spiritual yang ditunjukkan secara bertahap, hal
mengenai mata laku, tata laku, dan makna laku, yang mengarah pada dua
dimensi sekaligus.
a). Dimensi Arah
Agar cahaya hidup pribadi tidak kehilangan arah yang menuju kepada
Sumber Hidup, awal dan akhir (pen: Alpha Omega, maaf pinjam istilah
Kristen), dan sangkan paran, sekaligus sebagai pedoman ke arah hukum
suci dalam Kemanunggalan dengan tuntunan Gusti atau Tuhan Yang
Maha Esa.
b). Dimensi Waktu
Agar hidup pribadi dapat menyelesaikan siklus hidup di bumi dengan baik
dalam laku budi luhur dan menjadi panutan masyarakat generasinya.
c. Esensi Bersembah Sujud
Seorang penghayat yang telah melewati proses latihan demi latihan akan
mempunyai “pengetahuan” ke arah sangkan paran yang membuat dirinya makin
memahami esensi dalam bersembah sujud kepada Tuhan Yang Maha Esa.
“Pengetahuan spiritual” sebagai hasil meniti laku, hukum dan ilmu spiritual ke
arah jalan sangkan paran bagi banyak warga penghayat bahkan yang sudah
menempuh waktu relatif cukup lama merasakan pembelajaran berserah diri kepada
Tuhan Yang Maha Esa seakan selalu meningkat, tetapi apabila berani jujur
mengoreksi diri sendiri ternyata capaian martabat pribadi ini terasa masih jauh dari
sempurna bahkan seakan “belum”. Ternyata ilmu dalam hukum Tuhan Yang Maha
Esa itu sangat dalam tiada terbatas (pen: alam takambang) dan capaian hukum
spiritualnya tergantung dari kemampuan membangun martabat kesuciaannya
pribadi.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 69 dari 164.
Pendapat di atas bagi warga yang sudah dewasa dalam martabat, akan dapat
memahami dan dengan pengetahuan dan pengalaman spiritualnya semakin yakin
bahwa proses yang berkembang dalam mesu diri, adalah:
1) Keyakinan
Keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai Dzat Yang Maha Kuasa, dan
tanggung jawab setiap manusia kepada-Nya sangat pribadi, di mana
keyakinan tersebut selalu didukung dalam kesadaran diri.
2) Penghayatan
Dalam proses pendekatan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa hanya dilakukan
apabila kejujuran, keikhlasan dan ketulusan pribadi dengan benar itu
dilakukan oleh setiap penghayat.
3) Pengalaman
Dari penghayatan tersebut ada pengalaman spiritual sebagai hasil
penghayatan dalam kesadaran manusia utuh yang memfungsikan dayanya
Budi terhadap cipta, rasa karsa ke dalam dimensi transendental mengarah
nilai-nilai hidup yang bersifat kosmik dan universal yang merupakan
anugerah. Dalam pembelajaran hal tersebut hanya diperoleh dalam kesadaran
dan ketulusan sujud kepada Tuhan Yang Maha Esa yang tidak mempunyai
beban yang lain kecuali Manembah.
4) Pengertian/Pemahaman
Apabila menangkap esensi pengalaman spiritual pribadinya dan tetap dalam
proses kebersihan hati dari Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa merupakan sikap yang akan memahami makna pengalaman
tersebut, bahkan terasa bertambahnya keyakinan karena merasakan bukti
dan kesaksian akan Kuasa Tuhan Yang Maha Esa, dan pemahaman dbaru
yang semakin meningkat dalam kedewasaan pribadi serta merupakan modal
dalam laku penghayatan selanjutnya, dan begitu seterusnya.
Dalam pengalaman spiritual, seorang penghayat yang cukup mempunyai bekal
kecerdasan spiritual akan sadar bahwa pengalaman-pengalaman itu hanya
merupakan bukti dan referensi diri, yang memungkinkan dirinya semakin
mendalami khasanah spiritual Tuhan Yang Maha Esa sejak dari munculnya
dorongan gema spiritual pribadinya, hingga tingkat spiritual yang dapat diraihnya.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 70 dari 164.
Hal ini merupakan tanda bertambahnya pengertian pribadi atas kebenaran praktik
penghayatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Patut disyukuri karena dengan
pengalaman tersebut peningkatan martabat yang ditempuh secara perlahan-lahan
itu mengantarkan kedewasaan hingga menjadi manusia utuh yang siap
menghadapi proses diri dalam sujud kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Proses diri dalam menempuh penghayatan spiritual dan penghayatan
kehidupan pribadi Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam
laku hidup, perlu mengamati hal kejernihan dan ketulusan pada hati nuraninya
dalam rangka mencegah atau setidaknya membatasi penjabaran pengalaman yang
bersifat semu yang muncul dari bagian emosional pribadinya. Di sini tergantung
kecerdasan spiritual yang bersangkutan, karena apabila menganggap pengalaman
itu benar denmgan penilaian diri bagian emosinya hal ini dapat menjebak pelaku
meditasi untuk waktu yang cukup lama (relatif) sampai suatu ketika baru akan
mulai meningkat kembali setelah muncul kesadaran dan ketulusan (sikap
manembah) dalam penghayatan sujudnya.
Setiap pengalaman spiritual harus dapat memenuhi unsur-unsur kesadaran
manusia meliputi: Logika, Etika dan Estetika. Pengalaman-pengalaman spiritual itu
hendaknya selalu dalam kontrol mawas diri dan dapat dipersaksikan serta diterima
secara etika, estetika dan logika dalam hati nurani. Hal tersebut sangatlah penting
bagi pelaku penghayat dalam proses mesu diri, karena pada tingkat-tingkat yang
semakin dewasa martabat spiritualnya, pengalaman yang akan didapat adalah
pepadhang atau pencerahan batin, tuntunan dalam Kuasa Hukum Tuhan Yang
Maha Esa, yang sudah tentu dalam sujudnya harus didukung oleh ketulusan
panembah dan kesucian hati (pribadinya).
3. Kecerdasan Spiritual Dalam Ketuhanan Yang Maha Esa
Pengalaman spiritual harus dikelola dengan kecerdasan spiritual sebagai
modal yang sangat penting untuk menambah pengertian sekaligus pemahaman dan
kedewasaan sesorang dalam menempuh proses martabat demi martabat kesucian
ke arah pendekatan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan jiwa yang
mendorong diri kita dalam kesadaran secara utuh yang selalu dapat merasakan
gema spiritual yang akan membantu proses diri menemukan etika spiritual baru
dan nilai-nilai baru dalam kehidupan spiritual pribadi.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 71 dari 164.
Etika spiritual dengan mawas diri sebagai sistem pembentukan pribadi
(mengenal diri sendiri) mengisyaratkan dan kecerdasan dan pemahaman spiritual
dalam penggalian kesadaran secara terpadu terhadap hidup yang bersemayam
dalam diri:
1). Kecerdasan dengan sadar hidup dalam pikir, dalam rasa,dan dalam kemauan
yang mengantar kedamaian pribadi sehingga dapat merasakan gema spiritual
dan mendorong pada kesadaran yang lebih tinggi.
2). Kecerdasan dengan sadar hidup dalam hati sebagai tempat terhimpunnya
sadar kemanusiaan yang tersalur melalui pikiran, perasaan, kemauan dan
membentuk nilai kehidupan lahir-batin dengan kesadaran menfungsikan
getaran spiritual yang selalu ada dalam laku kehidupan.
3). Kecerdasan dengan sadar hidup dalam mesu Budi tempat bersemayamnya
cahaya hidup Ketuhanan yang berfungsi mawas demi terbinanya hati yang
murni (hati nurani), dan merasa dalam kesadaran kehidupan dengan etika
spiritual yang baru.
Dari sikap etika spiritual tersebut akan terbina hati nurani dalam pepadhang
Tuhan Yang Maha Esa yang membentuk kepribadian manusia seutuhnya dengan
ciri-cirinya:
1). Merasakan Budi (cahaya Ketuhanan) berfungsi kembali dalam diri manusia
seutuhnya.
2). Berkat dayanya Budi (nilai spiritual Ketuhanan) maka hati (nilai mental/fisik
kemanusiaan) terbebaskan dari kungkungan hawa nafsu, dan memegang
kembali kendali kehidupan lahir batin secara murni, dengan nafsu sekedar
sebagai pendukung laku.
3). Dengan kesadaran adanya nilai-nilai baru dan dalam kondisi etika soiritual
baru, piranti pikir-rasa-kemanusiaan hanya niat terpakai untuk tujuan yang
terang dan terpuji dalam memayu hayu lingkungan dan sesama.
4). Keutuhan diri manusia mengenal adanya pepadhang Tuhan Yang Maha Esa di
mana cahaya hidup pribadi selalu tertampung dalam tuntunan-Nya.
Dengan adanya tuntunan dari Tuhan Yang Maha Esa, perilaku mawas diri
dapat berkembang mencapai beberapa tahapan kedewasaan emosional:
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 72 dari 164.
1). Mawas ke dalam pandum hidupnya sendiri dan menyadari serta yakin atas
kuasa Tuhan Yang Maha Esa hingga tertampung dalam tuntunannya.
2). Mawas dalam hidup kebersamaan yang dibina dalam tiuntunan Tuhan,
pribadi yang kuat dalam keteguhan dan keyakinan spiritual.
3). Mawas keberadaan dalam kesadaran hidup yang menjabar dalam
melaksanakan tugas yang percaya atas kehendak Tuhan semata.
Mawas diri dalam laku Penghayat Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
sebagai sistem kesadaran dengan kecerdasan spiritual akan menjadi karakter
pribadi yang berbudi luhur, kokoh, relegius yang pasti berguna bagi tata
masyarakat di lingkungannnya. Karakter dalam pengertian ini adalah keseluruhan
potensi dan keaktifan jiwa setiap individu yang menentukan kelakuan dengan lebih
menekankan pada kemauan, perasaan dan temperamen yang dikendalikan oleh
kemampuan diri untuk selalu menilai diri dan menempatkan diri pada
keseimbangan atau keselarasan. Juga sebagai personalisme atau kepribadian dan
benar-benar sadar bahwa lahir itu utusan batin dalam penataan kehidupan atau
capaian martabat dalam “manajemen manunggaling kawulo Gusti” baik dalam laku
spiritual maupun laku kehidupan di dunia.
a) Dimensi Kedewasaan Spiritual
Tingkat kedewasaan spiritual sesorang tidak diukur dari seberapa jumlah
kalender kehidupan spiritualnya ia jalani, atau seberapa tinggi ilmu kasampurnan
yang ia rengkuh, atau seberapa sering dia melakukan ritual peribadatannya, atau
seberapa jumlah harta yang telah ia dermakan kepada yang membutuhkan. Semua
itu penting, tetapi belum menyentuh esensi dasar spiritual seseorang. Tataran atau
strata spiritual ditentukan oleh keseimbangan yang harmonis antara cipta, rasa,
karsa dan karya dalam rangka memayu hayuning bawana. Lebih lagi, kedewasaan
seseorang dalam pengertian spiritual tidak terkait dengan SQ (lihat di atas), akan
tetapi bagaimana ia mengelola manunggaling kawulo Gusti, yang tercermin dalam
buday dan pola kehidupan serta implementasinya dalam kehidupan keseharian.
Martabat atau strata spiritual merujuk pada seberapa capaian dimensi spiritual
yang telah dicapai oleh Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Perkembangan evolusi kemanusiaan menuju kedewasaan spiritual dengan
mesu Budi ini mengalami proses bertahap dalam waktu yang relatif panjang dan
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 73 dari 164.
akan menjumpai pengalaman-pengalaman spiritual yang harus diwaspadai dengan
mawas diri yang cerdas dan teliti dengan kesadaran membangun diri sebagai
manusia utuh yang mampu memfungsikan Budi-nya atas cipta, rasa dan karsa dan
juga karyanya menuju pengghayatan nilai-nilai hidup yang bersifat kosmis dan
universal dengan ketekunan dalam ketulusan manembah kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Evolusi kemanusiaan ini akan selalu berkembang sesuai kemampuan
peningkatan martabat spiritualnya dalam kadar kemanungggalan dengan Gusti-
nya atau manunggal dalam hukum tuntunan Tuhan Yang Maha Esa sesuai
kamampuan dirinya.
Dari diskusi dan interaksi berbagai pakar masyarakat penghayat, kita
mencoba menarik kesamaan dalam substansi apa yang terjadi pada pengembangan
diri pribadi-pribadi yang menekuni Mesu Budi dalam meniti sangkan para
mendekatkan diri manembah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Proses Mesu Budi
dalam capaian martabat spiritualnya dengan kesadaran manusia utuh dalam
menempuh laku-hukum-ilmu yang akan terproses pada setiap pribadi dari
keyakinan apapun secara bertahap dengan urutan tahapan yang hampir sama,
walupun masing-masing mempunyai perbedaan dalam istilah, terminologi, ritual
dalam penghayatan dan sebagainya.
Berangkat dari mulainya meniti laku ke arah sangkan paran dalam mesu budi
melakukan penghayatan dengan mengendalikan hawa nafsu secara bertahap
dalam Nggayuh Kasantikan, akan menangkap serta merasakan getaran Budi dan
akan menjumpai pengalaman-pengalaman spiritual. Pengalaman-pengalaman itu
yang akan memicunya menjadi pribadi manusia relegius yang semakin sadar akan
fungsi hidup dalam kehidupan di dunia. Menjadi manusia Wisesa, manusia yang
yakin kuasa-Nya dan seiring kedewasaan pribadi secara bertahap akan mengalami
peningkatan pemahaman spiritual yang secara bertahap pula masuk dalam
pepadang atau pencerahan hukum tuntunan Tuhan Yang Maha Esa. Di mana
dengan kesadaran utuh akan menangkap kondisi cipta, rasa dan karsa yang
menyatu dan berinteraksi terbimbing dalam dayanya Budi, dan mengejawantah
pada karyanya sebagai mahluk ciptaan-Nya.
Proses pencerahan dalam realisasi diri ini akan melibatkan kebangkitan energi
yang lembut (Budi) dan dengan sadar menyaksikan energi ini hidup, sehingga
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 74 dari 164.
meliputi energi individu yang halus yaitu energi spiritual. Setelah persitiwa ini
terjadi, orang tersebut tidak lagi terisolasi dari alam semesta di sekitar mereka atau
terjebak di dalam kepala mereka sendiri tetapi terjadi bagian yang terhubung dari
mikro kosmos ke kosmos yang lebih besar (macro cosmos). Dapat juga disebut
terjadi suasana harmoni antara jagad cilik (alit, kecil) dan jagad gedhe (besar,
ageng), di mana kondisi tersebut semakin mendorong rasa berserah diri kepada
Tuhan Yang Maha Esa dengan ketulusan yang semakin meningkat, seiring dengan
kedewasaan emosional dalam kebersihan hati, peningkatan pribadi dalam mawas
pandum hidup yang menjalar dalam tugas kemanusiaan atas kehendak Tuhan Yang
Maha Esa, dalam sikap yang semakin tulus, selalu menjaga diri dengan mengasah
mingising Budi, lantiping panggrahito, mempunyai integritas Hamisesa, manusia
yang sudah masuk dalam tuntunan. Suasana demikian selalu berada dalam
pancaran/dayanya Budi yang membangkitkan energi spiritual yang lebih besar,
pencerahan dalam tugas kebersamaan yang harus disadari bahwa hukum Tuhan
Yang Maha Esa harus dapat dipersaksikan atau sebagai karya kita manusia dalam
ejawantah logika, etika dan estetika sesuai norma yang berlaku pada pergaulan
dunia.
Pencerahan ini tidak mengenal batas-batas Kepercayaan Terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, agama, budaya, ras, suku, usia atau gender. Ini adalah sesuatu
energi spiritual bagi setiap jiwa individu yang mencapai rasa jati untuk diri mereka
sendiri dan setiap individu mempunyai hak kebebasan untuk hidup dalam
mencapai keseimbangan, untuk memiliki pemahaman spiritual untuk diri mereka
sendiri dan menjadi kepribadian Hamisesa. Kebangkitan energi spiritual
menghubungkan kita dengan Budi yang merupakan sumber dari segala sesuatu
yang terlihat dan tak terlihat serta penuh dengan pengetahuan murni.
Setelah pengalaman spiritual dalam pencerahan terjadi bagi mereka yang ingin
menjelajahi dunia baru dalam spiritual yang lebih terbuka bagi mereka, dengan
terus menerus melakukan program meditasi untuk meningkatkan dan mendorong
kekuatan pembersihan diri dengan memfungsikan energi ini pada sistem kesadaran
yang lebih halus. Seiring waktu latihan meditasi menghasilkan kedewasaan
emosional dan pemahaman spiritual, kemampuan untuk mempertahankan tingkat
kontrol yang luar biasa atas kemajuan kehidupan kita dalam segala hal, untuk
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 75 dari 164.
selanjutnya hanya pasrah berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, Nyadong
lumunturing wahyu jatmiko untuk pribadi dan sesama umat dalam Memayu
Hayuning Bawana.
Capaian Martabat spiritual seseorang dalam Manajemen Manunggaling
Kawula Gusti akan membentuk karakter dan integritas pribadi, integritas tersebut
akan berkembang sesuai kedewasaan martabat pribadi dalam kesadaran manusia
yang utuh sesuai peran dan fungsinya. Ada beberapa jenjang kedewasaan
martabat, sebagai berikut:
a). Manusia telah mengenal dan mapu mefungsikan getaran spiritualnya dan
percaya serta mempunyai keyakinan atas kuasa Tuhan Yang Maha Esa yang
dapat menerima keadaan dengan ikhlas dan tidak pernah ragu-ragu (wisesa =
pribadi yang tegar), dapat mawas diri dan bersikap Memayu Hayu Diri Berbudi
Pekerti.
b). Manusia yang sudah berkepribadian mantap dalam keyakinan spiritual,
apapun beban kehidupan, hambatan yang muncul maupun badai yang
datang, yakin akan teratasi dan akan kembali seperti semula dalam keteguhan
kejiwaan (hamisesa = menguasai diri), pribadi yang tepa selira dan selalu bisa
menjadi pamong di lingkungannya dalam Memayu Hayu Sesama-Berbudi
Pekerti Luhur.
c). Manusia yang terbimbing oleh Budi sebagai pendamping (Nur Ilahi) sempurna
yang selalu bersikap arif bijaksana (wicaksana), pribadi yang mempunyai
kekuatan sebagai panutan yang baik di lingkungannya dalam Memayu Hayu
Bawana / Budi Luhur.
Proses diri dalam capaian martabat spiritual tersebut merupakan lintas
harmoni antar masyarakat penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, (mungkin bisa disebut benang merah antar penghayat) dan merupakan
karakter serta integritas tersebut menjadi pribadi yang akan menjadi pandu pada
perilaku kehidupan masayarakat lingkungannya dan menjadi penerus keteladanan
budi pekerti luhur pada anak bangsa.
4. Dimensi Kedewasaan Spiritual dalam Perspektif Proses Laku
Dalam mesyarakat penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
proses spiritual ke arah vertikal membangun laku dalam ngelmu meniti sangkan
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 76 dari 164.
paraning dumadi dengan tujuan menjangkau martabat Manunggaling Kawulo Gusti
dan mempunyai tujuan mulia dalam kehidupan horizontal untuk Memayu
Hayuning Bawana. Setiap anggota masyarakatnya diarahkan membangun diri
dalam batin pribadinya dengan selalu hanggayuh kasampurnaning urip
(membangun pribadi dalam kesempurnaan hidup) ngudi sejatining becik
(membangun kebersihan hati yang sejati), berbudi bawa leksana (berjiwa besar,
menjadi manusia panutan).
Membangun diri seperti tujuan di atas sesuai capaian martabat spiritualnya,
setiap kelompok oraganisasi atau perguruan Penghayat Kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa mempunyai cara atau sistem dan juga istilah yang berbeda-
beda, tetapi apabila kita cermati dan mampu menangkap benang merah
spiritualnya, hampir semua penghayat mempunyai kemiripan bahkan banyak yang
mempunyai kesamaan. Yang biasanya berbeda adalah bentuk ritual dan aturan
dalam kelompok atau organisasinya, walupun ada perbedaan tetapi sikap batin dan
tujuannya adalah membangun rasa jati dengan tujuan berserah diri manembah
hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Setiap pribadi penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam
olah rasa juga ada yang menyebut olah batin tentu dapat merasakan iklim spiritual
atau tataran spiritual pada strata yang dicapainya. Iklim yang mengantarkan
pengalaman spiritual dalam kesaksian nilai-nilai spiritual akan proses dayanya
Budi terhadap cipta, rasa dan karsa yang membangun ketetnteraman hati,
ketenangan serta kedamaian jiwa. Suasana tersebut menambah keyakinan
pribadinya bahwa laku atau tekad serta jangkauan nilai-nilai spiritualnya sudah
pada arah yang benar. Terlebih bagi mereka yang dapat merasakan peningkatan
iklim spiritualnya berkembang tahap demi tahap sesuai kebersihan hatinya,
terutama penghayat yang mampu sampai ke tingkat Wening yaitu iklim rasa sejati,
luluh bersatu dengan Budinya dalam kesadaran utuh hanya berserah diri kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan atas kehendak-Nya dapat mengenal alam hukum
tuntunan-Nya.
Tataran spiritual atau iklim spiritual yang bertingkat-tingkat sampai pada
strata martabat spiritual heneng, hening hingga wening atau lebih, harus terdukung
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 77 dari 164.
kemampuan penghayat yang memenuhi unsur-unsur olah batin atau olah rasa
yang berkembang secara simultandalam:
a). Martabat sujud atau meditasi,
b). Pemahaman spiritual,
c). Kedewasaan emosional.
Masing-masing unsur itu dijelaskan sebagai berikut:
a). Martabat Sujud atau Meditasi
Sujud atau meditasi adalah sikap penghayat dalam mesu Budi dengan segala
ketulusannya mengendapkan hawa nafsu lahir batin, menyatukan cipta, rasa, Budi
karsa sampai mengantarkan kondisi mencapai suasana iklim spiritual yang dalam
proses kasunyatan merasakan kedamian, ketenangan jiwa yang akan meningkat
pada pengendalian lahir dan batin dengan kesadaran seutuhnya hanya bersembah
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Iklim spiritual yang terbangun merupakan aura
hidup yang bertingkat-tingkat sesuai kebersihan hati dan pemahaman pelakunya
hingga menangkap pepadhang yang pada tataran tertentu dapat mencapai kondisi
wening.
Sikap kesadaran seutuhnya dalam mesu Budi tersebut dapat melalui pentahapan:
1. Mengendapkan hawa nafsu lahir batin
2. Merasakan dan menangkap getaran Budi.
3. Cipta, rasa dan Karsa yang terbimbing dalam dayanya Budi.
4. Merasakan pepadhang (pencerahan batin) Tuhan Yang Maha Esa dalam
tuntunan-Nya.
b). Pemahaman Spiritual
Bersamaan dengan patrap di atas sikap penghayat menuju sangkan paran
dalam mesu Budi sebagai manusia utuh juga harus menjaga pencerahan batin yang
telah terbangun untuk menempatkan dirinya dalam tingkat kesadaran tertinggi,
yang akan sangat membantu meningkatkan iklim spiritual hingga tataran yang bisa
dijangkaunya dalam kadar berserah diri yang berkembang sesuai kedewasaan
emosionalnya atau kebersihan hatinya.
Tingkatan pemahaman spiritual:
1) Sadar hidup dalam pikir sebagai ciptaan Tuhan
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 78 dari 164.
2) Sadar hidup dalam cahaya Budi
3) Sadar hidup dalam hati nurani
4) Sadar hidup dalam mesu Budi hanya manembah kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
Pemahaman spiritual tersebut merupakan kesadaran bertahap yang harus
selalu dijaga seiring perkembangan martabat sujudnya dan perkembangan
kedewasaan emosionalnya sebagai kompas atau pandom/panduan arah agar tidak
salah tujuan dalam belantara petualangan spiritualnya yang biasanya sangat
memepsona, untuk itu sikap batin yang selalu bersembah kepada Tuhan Yang
Maha Esa harus selalu terlatih dan terjaga dalam kesadaran tertinggi.
c). Kedewasaan Emosional
Meditasi juga harus terdukung dengan pengendalian diri membangun
kebersihan hati atau membangun hati suci dengan mawas diri, mawas pandum
hidup yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia sebagai ciptaan tertinggi di
anatar ciptaan-Nya di dunia dengan martabat yang harus selalu terjaga sebagai
manusia seutuhnya, dalam hal ini mengarah pada kedalaman dimensi Ketuhanan.
Kedewasaan emosional sebagai attitude (karakter) yang selalu mampu mawas diri
untuk membangun kesucian hati adalah salah satu unsur penting pada saat
penghayat melakukan meditasi atau mesu Budi dengan tingkat-tingkat mawas diri
sebagai berikut:
1). Mawas pandum hidupnya sendiri dan yakin akan kuasa Tuhan Yang Maha
Esa.
2). Mawas pandum hidup dengan memfungsikan Budi membangun kesucian hati.
3). Mawas pandum hidup kebersamaan.
4). Mawas pandum hidup yang menjabar dalam fungsi dan tugas atas kehendak
Tuhan Yang Maha Esa.
Mawas pandum hidup membangun kesucian hati adalah sangat utama dalam
mengawal proses meditasi/sujud, dengan Budi sebagai kesadaran tertinggi yang
difungsikan mawas relung hati yang paling dalam, bertahap seiring kebersihan hati
dalam kedewasaan emosional pribadi yang akan mengantar perkembangan
martabat spiritual.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 79 dari 164.
Tabel 1. Martabat Spiritual
NO RANAH KEDEWASAAN EKSPEKTASI KEDEWASAAN SPIRITUAL
1. MARTABAT SUJUD Dengan kesadaran Utuh Mesu Budi untuk
dapat:
1. Mengendapkan Hawa Nafsu Lahir Batin
2. Merasakan dan menangkap getaran Budi.
3. Cipta, Rasa dan Karsa yang terbimbing dalam
dayanya Budi.
4. Merasakan Pepadhang (pencerahan batin)
dari Tuhan Yang Maha Esa dalam tuntunan-
Nya.
2. PEMAHAMAN
SPIRITUAL
Manusia Utuh dengan:
1. Sadar hidup dalam Pikir, Kemauan,
Membangun rasa tenteram.
2. Sadar hidup dalam cahaya Budi.
3. Sadar hidup dalam hati nurani.
4. Sadar hidup dalam Mesu Budi hanya
manembah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
3. KEDEWASAAN
EMOSIONAL
Mampu Mengendalikan Diri dengan:
1. Mawas pandum hidupnya sendiri dan yakin
akan kuasa Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mawas pandum hidup dengan memfungsikan
Budi.
3. Mawas pandum hidup kebersamaan.
4. Mawas pandum hidup yang menjabar dalam
tugas atas kehendak Tuhan Yang Maha Esa.
Terbangunnya ketiga unsur tersebut secara simultan akan mampu
menangkap Elightment atau Pencerahan Batin yang mengantar Kecerdasan
Spiritual
Sumber: Hertoto Basuki 2012
Proses diri seorang penghayat yang memenuhi ketiga unsur di atas tahap demi
tahap dalam meditasi adalah keadaan yang menunjukkan tataran kemampuan
seseorang dalam kedewasaan spiritual (yang bertingkat-tingkat) yang dicapainya
atau tingkat ukuran kompetensi spiritual yang lazim disebut martabat spiritual,
dan pada tataran iklim spiritual yang cukup sesuai kebersihan hatinya akan
mampu menangkap pencerahan batin (enlightment) mengantar kecerdasan
spiritualnya dan masuk pada dimensi kedewasaan spiritual.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 80 dari 164.
Mampu bertugas sebagai
manusia seutuhnya dan
selalu membina diri pribadi
ke arah kesucian, moral dan
budi luhur
Mampu
mewujudkan
persaudaraan antar
sesama atas dasar
cinta kasih.
Mampu mengatasi
masalah dengan
persuasif dalam
perbedaan pendapat.
1. Kedewasaan Spiritual dalam Sistem
Kesadaran.
2. Penghayat yang mumpuni (Kompeten).
Mampu mencapai pencerahan batin
dan mampu mentransfer kedewasaan
spiritual kepada sesama dalam
persaudaraan
KECERDASA
N SPIRITUAL
Kedewasaan
Emosional
Martabat
Sujud
Pemahaman
Spiritual
Mampu memenuhi
kewajiban kemanusiaan
dengan tanggungjawab dalam lingkungan
masyarakat.
Diagram 2. Dimensi Kedewasaan Spiritual
Capaian martabat spiritual dalam mesu Budi seorang penghayat sejak mulai
dengan tekad meniti laku dalam ngelmu sedikit demi sedikit akan selalu
berkembang sesuai meningkatnya kebersihan hati dan pemahaman spiritual
pelakunya dalam meniti tahap demi tahap tataran spiritual yang bisa dijangkaunya,
atau dimensi kedewasaan spiritual dalam kasunyatan yang dapat dicapainya dalam
meniti sangkan paraning dumadi. Tataran spiritual atau iklim spiritual yang bisa
dirasakan, disaksikan dan dapat diraih oleh setiap penghayat adalah potensi
spiritual atau energi yang dapat dimanfaatklan untuk mawas diri dan sangat
berguna untuk membangun iklim berikutnya dengan meningkatkan kebersihan
hati dalam kesadaran batin yang hanya bersembah kepada Tuhan Yang Maha Esa,
demikian tahapan demi tahapan iklim spiritual yang dicapai merupakan tingkat
martabat kedewasaan spiritualnya sejak mulai terbukanya sanubari sebagai bagian
dari manusia seutuhnya yang wisesa sampai ke dimensi wicaksana, manembah,
terlebih dapat masuk dalam hukum trisnasih (trisna asih) tuntunan hakiki kuasa
Tuhan Yang Maha Esa.
Mencapai tataran spiritual wicaksana, manembah dan trisnasih bagi
penghayat yang telah cukup dewasa tentu akan mengakui sangat sulit dicapai,
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 81 dari 164.
membutuhkan kemampuan meditasi / sujud yang sempurna, pemahaman spiritual
yang utuh dan kebersihan hati (hati suci) yang mutlak di mana kondisi tersebut
sangat jarang tercapai. Hanya mereka yang telah mapan dalam kedewasaan
spiritualnya dapat menjangkau anugerah tersebut dalam rasa jati.
5. Kedewasaan Spiritual
Suasana masuk dalam tataran spiritual trisnasih (cinta kasih) dalam tuntunan
kuasa Tuhan Yang Maha Esa adalah saat rasa jati yang menangkap dan
menyaksikan prentul (titik awal) panembah dari relung hati yang paling dalam yang
berkembang, jiwa raga lebur luluh berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa
dalam kadar yang total. Kesadaran mutlak yang hanya berlindung kepadaNya,
muncul trisnasih yang secara bertahap makin kuat yang pada puncaknya
teralamkan seperti debu tertiup angin bersatu dalam alam yang bersih, suasana
penuh kedamaian, menenteramkan dan menyejukkan hati, jernih tanpa batas,
cinta kasih yang mutlak manunggal dalam tuntunan-Nya.
Ngelmu dalam laku hingga mampu pada tataran trisnasih adalah pepuntoning
laku yang dapat diraih pada puncak meditasi atau sujud oleh penghayat yang
mumpuni atau yang mampu mencapai martabat spiritual yang sempurna (sangat
jarang), tetapi sebagai manusia tetap ada batasnya kecuali atas perkenan kuasa
Tuhan Yang Maha Esa yang kedalamannya tanpa wangenan (tiada batas, atau
sering kali disebut sebagai ”alam tak ambang”).
Diagram 3. Tresno Sih
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 82 dari 164.
TUHANYANGMAHA ESA
TRESNO SIH
+ A B
MANEMBAH
Nyadong Lumunturing Wahyu Jatmiko
WICAKSANA
MA R T A B A T
S P I R I T U A L
+ C D
A B C D
Mangasah Mingising Budi – Lantiping Panggraito
HAMISESA
A
B C
Nggayuh Kasantikan
WISESA
A
B
ENLIHGTMENT
Pencerahan / Pepadhang Logika – Etika - Estetika
KECERDASAN SPIRITUAL
Pemahaman
Spiritual
Capaian tresnosih tanpa didorong
rasa pamrih dalam wening pada iklim
manunggal.
Kedewasaan
Emosional
Martabat
Sujud
DENGAN KESADARAN UTUH Mesu Budi untuk dapat : B. Mengendapkan hawa nafsu
lahir batin. C. Merasakan dan menangkap
Budi. D. Cipta, rasa dan karsa yang
terbimbing dalam dayanya Budi.
E. Merasakan Pepadhang (Pencerahan batin) dari Tuhan Yang Maha Esa dalam tuntunan-Nya.
MENGENDALIKAN DIRI DENGAN: A. Mawas pandum hidupnya
sendiri dan yakin akan kuasa Tuhan Yang Maha Esa
B. Mawas Pandum hidup dengan memfungsikan Budi.
C. Mawas pandum hidup kebersamaan.
D. Mawas pandum hidup yang menjabar dalam tugas atas kehendak Tuhan Yang Maha Esa.
MANUSIA UTUH DENGAN: A. Sadar hidup dalam pikir,
kemauan, membangun rasa tenteram.
B. Sadar hidup dalam Cahaya Budi.
C. Sadar hidup dalam hati nurani.
A. Sadar hidup dalam Mesu Budi hanya Manembah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
I L
MU
HUKUM
L A KU
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 83 dari 164.
6. Tuhan Maha Kasih dan Mengetahui Segala Ciptaan-Nya
Segala yang terjadi di alam semesta ini tidak akan mungkin kita lepaskan dari
Sang Sutradara Agung Tuhan Yang Maha Esa, karena Ia-lah sumber dari segala
sumber kehidupan atau asal dari segala sesuatu yang ada di mayapada ini.
Manusia sebagai bagian termulia dari yang diciptakan-Nya, haruslah memiliki
kesadaran penuh ketika melakukan interaksi positif dengan ciptan lain, baik
mahluk hidup maupun benda mati, srta segala fenomena alam atau peristiwa
kehidupan ini. Kita tidak akan mampu mengurai dan menguasai fenomena yang di
luar nalar dan pengetahuan kita. Ingat, kita adalah “keterbatasan” yang diciptakan
Tuhan agar memberikan penghormatan dalam peribadatan atau panembah yang
mengejawantah dalam roh dan kebenaran, sesuai harkat dan martabat manusia.
Laku atau tindakan manembah yang hendak dan senantiasa kita lakukan harus
sepenuhnya diketahui makna terdalam dan maksud yang benar dalam segala
aspeknya. Benar disini memiliki dimensi vertikal, yaitu benar sesuai Norma
Ketuhanan Yang Maha Esa, juga harus benar dalam arah horisontal (bermakna
benar dalam arah noram yang berlaku dalam relasi sesama ciptaan-Nya). Kesalahan
dalam menempatkan sujud atau panembah ini akan membawa kita kepada
penyembahan yang mendatangkan Murka Sang Khalik Tuhan Yang Maha Esa. Kita
perlu belajar dan memahami secara tepat proses-proses, serta tahap-tahap yang
dilakukan dalam laku sujud yang benar.
1. Pemahaman Jawa dalam Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Banyak orang berpandangan apabila melihat sesuatu yang berhubungan
dengan Kejawen selalu selalu dihubungkan dengan mistik, bahkan sesuatu yang
selalu dianggap klenik, (demikian pula pandangan tersebut terhadap Kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa). Kita memahami pandangan tersebut karena yang
tertangkap dan terlihat sekilas oleh mereka hanya sebatas kulitnya saja. Kalau
dalam Jawa sebatas ampas, padahal banyak yang kita pelajari dan kita pahami
manfaat dari kearifan-kearifan lokal budaya Jawa yang sarat dengan pitutur
kehidupan luhur dalam kesadaran falsafah hidup Jawa.
Falsafah hidup Jawa dalam kesadaran manusia seutuhnya dimulai dari
kesadaran Budi, logika atau rasio yang didukung dengan kesadaran batin yang di
dalamnya termasuk kesadaran jiwa dan kesadaran rasa, sehingga kesadaran akan
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 84 dari 164.
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam keseimbangan atau haramoni
kehidupanrelegiusnya dimengerti dan diterima secara etika dan estetika.
2. Ampas, Pati, Gondo, Rasa (Rahsa)
Adalah sebutan untuk tingkat kematangan pribadi dalam martabat
pemahaman dan kesadaran hidup Jawa (dalampergaulan Jawa menengah), disebut
kelas ampas untuk manusia dengan martabat kesadaran yang belum dewasa atau
orang yang tidak pernah dewasa atau orang yang tidak mempunyai integritas.
Sedangkan martabat pati, gondo, rasa adalah martabat yang mencapai kedewasaan
martabat pribadi dalam kesadaran Wisesa, martabat pribadi yang mampu menjadi
pamong di lingkungannya dalam memayu hayu sesama, berbudi pekerti luhur,
Wicaksana martabat pribadi yang telah menjadi panutan dalam memayu hayuning
bawana.
Kejawen adalah sebuah pemahaman yang membangun kepribadian
dalampemantapan perilaku dan metode berpikir maupun berkehendak di mana
terdapat banyak sekali pengetahuan yang sebenarnya. Jika kita menggali dan
mengkajinya lebih dalam akan membuahkan pengertian bahwa dalam budaya Jawa
seseorang dituntut berperilaku ataupun bertindak selaras yang dapat diterima
memenuhi etika, estetika dengan hati nurani maupun logika, karena tanpa
disadarai perilaku seperti ini memiliki dampak kepekaan antar individu khususnya
dalam sebuah komunitas sosial, dimana perilaku tersebut dapat menjadikan
keberadaan sebuah individu berkarakter yang menjadi lebih paham dan mengerti
tentang apa yang harus serta pantas dilakukan dan apa yang tidak.
Dari sekelumit tantang budaya Jawa ini, maka dapat disimpulkan bahwa jika
belajar untuk memulai menata keselarasan antara pikiran dan perilaku kita maka
dengan sendirinya akan terbentuk kemampuan pemahaman yang sangat dinamis
dalam kehidupan sehari-hari. Selain etika bersosialisasi, dalam budaya Jawa juga
terdapat banyak sekali pengetahuan yang dapat kita pelajari, termasuk
pemahaman mengenai Manunggaling Kawulo Gusti, sesuatu yang didapat dalam
mesu Budi merupakan makna yang dalam bagi seorang Kejawen, makna
sebenarnya dari Manunggaling Kawulo Gusti adalah bahwa hubungan seorang
manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, yang sangat pribadi dengan capaian
spiritual sesuai kemampuan dan martabat pribadinya.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 85 dari 164.
3. Manunggaling Kawula Gusti
Dalam pemahaman Jawa apapun pengetahuan manusia ada batasnya, tetapi
dalam keterbatasan tersebut tetap mempunyai kewajiban untuk menata jagad
sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna, sebagai umat yang diberi
kemampuan menggali kesadaran menjadi manusia utuh dengan hati sucinya dalam
memuliakan Tuhan, juga kemampuan memfungsikan bagian dari energi-Nya untuk
laku spiritualnya manunggal dalam hukum tuntunan Tuhan Yang Maha Esa.
Kembali dalam proses diri mengenai membangun hati suci untuk laku meniti
sanhgkan para denganberserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, dilakukan
dengan kesadaran dan niat tulus dan sikap batin dengan jejujuran hati tanpa
pamrih.
Kembali dalam proses diri mengenai membangun hati suci untuk laku meniti
sangkan paran dengan berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, dilakukan
dengan kesadaran dan niat yang tulus dan sikap batin dengan kejujuran hati tanpa
pamrih. Dimulai dengan mengarahkan semua yang ada pada diri kita hanya kepada
Tuhan Yang Maha Esa, heneng mengedepankan semua panca indra sampai
manyatu lebur dalam hening, mencapai rasa batin yang wening (jernih), luluh
bersatu dengan Budinya dalam kesadaran utuh hanya pasrah kepada Sang
Pencipta dalam kuasa-Nya. Bagi berapa orang dengan kecerdasan spiritualdalam
ketekunan penghayatan pribadi akan mampu mencapai kebersihan hatinya, dapat
terbimbing dalam kuasa-Nya mencapai kondisi “suwung kang hamengku hono”.
Mesu diri diyakini akan mengantarkan pribadi yang selalu mendapat
bimbingan Tuhan Yang Maha Esa yang dalam aplikasi kehidupannya menjadi
contoh pribadi yang berbudi luhur yang selalu memayu hayu lingkungannya.
Kemampuan spiritual tersebut dapat dicapai oleh setiap orang yang percaya kepada
Sang Pencipta yang mempunyai budi pekerti yang baik dan jujur sesuai
kemampuannya dan harus dipraktikkan dengan kesadaran dan ketetapan hati
yang mantap. Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam
mencari ilmu sejati diwajibkan untuk melakukan sesuatu yang berguna bagi semua
orang serta melalui kebersihan hati dan hasil sikapmesu diri (mengkhususkan diri)
dengan mengendapnya cipta, rasa, karsa dalam olah batin yang telah berhubungan
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 86 dari 164.
dalam Kemanunggalan dengan Budinya sebagai laku harian harus mewujudkan
karya yang baik, benar dan ditujukan untuk memayu hayuning bawana.
Pemahaman di atas bukan berarti manunggaling kawulo Gusti di sini
bersatunya umat dengan Tuhan Yang Maha Esa. Kemanunggalan Kawulo Gusti di
sini adalah pribadi yang utuh menjadi seorang yang mempunyai kesadaran akan
peran dan fungsinya sebagai umat Tuhan Yang Maha Esa di dunia.Harus memayu
hayu jagad lingkungannya sesuai kemampuan, bakat, kebiasaan dan keahlian yang
dipunyai dan tetap sadar halitu kita lakukan sebagaiumat dalam penataan
kehidupan yang terbimbing dalamKuasa Gustinya atau dalam “Managemen
Manunggaling Kawula Gusti”.
Pemahaman ini sangat bermanfaat untuk jalan kehidupan, tetapi banyak yang
tidak menyadari hal tersebut,saat ini banyak manusia telah meninggalkan jati
dirinya, jauh dari kesadaran manusia utuh yang mengalami erosi spiritualnya,
mementingkan diri sendiri, sangat tidakmelihat kepentingan masyarakat umum
bahkan seakan hidup sendiri tanpa kuasa Tuhan Yang Maha Esa.
Manfaat tersebut sangat dirasakan bagi pribadi yang mensyukuri/sadar dan
memperhatikan proses diri dalam kemanunggalan dengan Gusti dalam dirinya
akan mengenal proses menuju kedewasaan manusia utuh berbudi pekerti luhur
dan akan mempunyai daya tahan dalam menghadapi berbagai tantangan, tantingan
(ujian) dan cobaan dalam kehidupan mental dan fisik, diyakini dibina oleh
tuntunan Tuhan dalam Managemen Kawulo Gusti, menjadi pribadi berkarakter dan
budi pekerti luhur yang mencakup dimensi hidup sesuai kedewasaan spiritualnya
yang akan menemukan integritas pribadinya.
4. Sikap Laku Hidup
Ketulusan dalam kedewasaan laku hidup seorang penghayat dan
keyakinannya kepada Tuhan Yang Maha Esa membentuk kepribadian yang dapat
merasakan getaran spiritual dan menghantarkan sesorang menjadi manusia
relegius yang akan selalu melangkah dan bersandar pada “Nur Pepadhang Gusti”
yang biasa disebut dayanya Budi. Maka bagi masyarakat penghayat, spiritual itu
ya landasan, ya media perilakunya,yang di dalamnya berperan cahaya dan daya
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 87 dari 164.
Budi terhadap pikiran (logika), perasaan (estetika) dan kemauan (etika) membentuk
martabat kemanusiaan (hati nurani).
Dari situ muncul pengertian Perilaku Budaya Spiritual “laku yang bertopang
pada dayanya budi dalam kesadaran spiritual”. Spiritual itu merupakan landasan,
media dan kunci keberhasilan perilaku manusia penghayat terhadap Tuhan Yang
Maha Esa yang menghasilkan karakter dan budiluhur dalam sikap kehidupan atau
laku sosial di tengah masyarakat. Sebagai budaya spiritual atau keyakinan
berdasarkan persaksian, perilaku Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
dihayati di bumi Nusantara dan diwariskan serta berkembang sepanjang jaman,
maka kedudukan hukumnya di Indonesia dikukuhkanoleh UUD 1945 sebagai
unsure keyakinan pada pasal 29 yang menyatakan kepercayaan bangsa Indonesia
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan sebagai unsur kebudayaan pada pasal 32
yang timbul sebagai buah usaha budinya rakyat Indonesia seluruhnya.
Budaya spiritual mengandung dua nilai pokok sekaligus:
a. Nilai Relegius.
Tuhan sebagai sumber utama yang menciptakan segala makhluk hidup dan
isinya dan penyebab dari terciptaanNya makhluk hidup dana isinya (causa
prima) yang dipersaksikan dengan perilaku bertahap dan bertingkat, berawal
dengan mawas diri hingga seutuhynya sebagai bekal untuk mawas sesama
lingkungannya (tepo seliro). Tahap berikutnya adalah mawas luhur untuk
menyaksikan perilaku pribadi berada dalam tuntunan luhur yang
menghubungkan kehidupan titah dengan Sumber Kuasa yang menciptakan
hidup sendiri.
b. Nilai Moral / Kesusilaan
Dalam perilaku terhadap sesama dan lingkungan untuk dapat membedakan
antara apa yang baik dan apa yang buruk. Nilai moral dan kesusilaan ini
hendaknya menjiwai usaha untuk memanfaatkan iklim kehidupan yang cerah,
membina semangat hidup yang tinggi, mendayagunakan sumber potensi yang
cukup, melancarkan kebijakan tataguna di segala bidang, mengamalkan
penguasaan hidup fisik, dan menghayati kawikan gaib. Kedua ini nilai pokok
tersebut akan menjamin arah pembinaan budi pekerti luhur bangsa.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 88 dari 164.
Nilai relegius dan nilai moral dalam sikap laku Kepercayaan terhadap
TuhanYang Maha Esa tentu mempunyai aturan dalam bentuk pitutur luhur
dari pendahulunya sebagai ketentuan-ketentuan moreal dalamkehidupan
sehari-hari yang menjadi pedoman kehidupan baik untuk diri pribadi maupun
dalam kehidupan bermasyarakat, dalamlaku budaya spiritualnya serta
menjaga kelestarian kearifan lokal.
Pedoman kehidupan dengan ketentuan-ketentuan moral tersebut dihayati
yang merupakan intisari dari ajaran untuk membentuk pribadi berbudi luhur,
memilik watak satria utama. Sebagai contoh kerohanian Sapta darma dengan
“Wewarah Pitu” atau Wewarah Tujuh:
Wajibing Warga Sapta Darma saben warga kudu netepi wajib:
1. Setya tuhu marang Allah Hyang Maha Agung, Maha Rokhim, Maha Adil, Maha
Wisesa lan Maha Langgeng.
2. Kanthi jujur lan sucining ati kudu setya nindakake angger-anggering negarane.
3. Melu cawe-cawe acancut taliwanda njaga adeging Nusa lan Bangsane.
4. Tetulung marang sapa bae yen perlu, kanthi ora nduweni pamrih apa bae,
kejaba mung rasa welas dan asih.
5. Wani urip kanthi kapitayan saka kekuwatane dhewe.
6. Tanduke marang warga bebarayan kudu susila kanthi alusing budi pakarti,
tansah agawe pepadhang lan mareming liyan.
7. Yakin yen kahanan donya iku ora langgeng tansah owah gingsir (anyakra
manggilingan).
Terjemahan:
1. Setia kepada Allah Hyang Maha Agung, Maha Rokhim, Maha Adil, Maha
Wasesa dan Maha Langgeng.
2. Dengan jujur dan sucihati melaksanakan perundang-undangan negaranya.
3. Turut serta menyingsingkan lengan baju demi mempertahankan nusa dan
bangsanya.
4. Bersikap suka menolong kepada siapa saja tanpa mengharapkan balasan
apapun, melainkan hanya berdasarkan pada rasa cinta dan kasih.
5. Berani hidupberdasarkan pada kepercayaan atas kekuatan diri sendiri.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 89 dari 164.
6. Sikap dalam hidup bermasyarakat selalu bersikap kekeluargaan yang
senantiasa memperhatikan kesusilaan serta halusnya budi pekerti, selalu
menjadi penunjuk jalan yang mengandung jasa serta memuaskan.
7. Meyakinkan bahwa keadaan dunia itu tidak abadi dan selalu berubah-ubah
(anyakra manggilingan – Jawa), boleh bersifat statis dognatis, tetapi harus
selalu penuh dinamika.
Contoh lain adalah pedoman atau sesanggeman dari Paguyuban Sumarah,
bagi warga Paguyuban Sumarah, di samping mengadakan latihan sujud dengan
kesaksian dan pengarahan para pamong, juga berlaku ketentuan-ketentuan
sebagai berikut:
Sesanggeman
1. Para koelawarga Pagoejoeban “Soemarah” Indonesia sami jakin manawi Allah poenika wonten, ingkang nitahaken donja achirat saisinipun, poenopo dene ngakeni wontenipoen para Rosoel toewin Kitab Soetjinipoen.
2. Sanggem tansah enget, soemingkir saking raos pandakoe, koemingsoen; pitados dateng kasoenjatan saha soedjoed ingkang mahanani soemarah ing Allah.
3. Marsudi sarasing sarira, tentreming penggalih saha soetjining Rochipoen, maketen oegi sanggem ngoetamekaken watakipoen, dalah moena-moeni toewin tindak-tandoekipoen.
4. Manoenggilaken tekad dateng pasaderekan adedasar toemaneming raos tresna asih.
5. Sanggem toemindak saha makarti ndjembaraken wadjibing ngagesang sarta nggatosaken preloening bebrajan oemoem, netepi wadjibing Warga Negara Indonesia, toemoedjoedateng kamardikan,kamoeljan saha kaloehoeran, ingkang mahanani tata-tentreming toemindak ing jagad raja.
6. Sanggem toemindak leres, ngestokaken angger nagari toewin ngaosi ing Sasami, boten natjad kawroehing lijan, malah toemindak kanti katresnan, moerih sadaja golongan, para achli kebatosan toewin sadaja agami saged noenggil gagajoehanipoen.
7. Soemingkir saking pandamel awon, maksijat, djail, drengki lan sesaminipoen; sadaja tindak toewin pangandika sarwa prasadjasarta njata; kanti sabar saha titi, mboten kasesa, mboten soemangke.
8. Taberi ngoedi mindaking djembaripoen seserapan lahir batos. 9. Boten fanatik, namoeng pitados datang kasoenjatan, ingkang toendonipoen
moerakabi dhateng bebrajan oemoem. Ngajogjakarta ____________ 12 Moeloed, Dhal 1871 (22 April 1940) Soerakarta
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 90 dari 164.
Terjemahan
1. Warga Peguyuban “Sumarah” Indonesia yakin bahwa Tuhan itu ada, yang
menciptakan dunia akhirat seisinya, dan mengakui adanya Rasul-Rasul
dengan Kitab Sucinya.
2. Sanggup selalu ingat kepada Tuhan, menghindarkan diri dari sombong,
takabur, percaya kepada hakikat kenyataan serta sujud berserah diri kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
3. Menjaga kesehatan jasmani, ketenteraman hati, dan kesucian rohani,
demikian pula mengutamakan budi pekerti luhur, ucapan serta sikap dan
tingkah lakunya.
4. Mempererat persaudaraan berdasarkan rasa cinta kasih.
5. Sanggup berusaha dan bertindak memperluas tugas dan tujuan hidup dan
memperhatikan kepentingan masyarakat umum, taat kepada kewajiban
sebagai warga negara, menuju kepada kemuliaan dan keluhuran yang
membawa ketenteraman dunia.
6. Sanggup berbuat benar, tunduk kepada undang-undang negara dan
menghormati sesama manusia, tidak mencela faham dan pengetahuan orang
lain, bahkan berdasarkan rasa cinta kasih berusaha (merangkul) semua
golongan, para penghayat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan
para pemeluk agama bersama-sama menuju tujuan yang satu.
7. Menghindari perbuatan hina, maksiat, jahat, dengki dan sebagainya, segala
perbuatan dan ucapan serba jujur dan nyata dibawakan dengan sabar dan
teliti, tidak tergesa-gesa, tidak terdorong nafsu.
8. Rajin menambah pengetahuan lahir dan batin.
9. Tidak fanatik, hanya percaya kepada hakikat kenyataan, yang pada akhirnya
bermanfaat bagi masyarakat umum.
Itulah Sesanggeman atau kesanggupan untuk menjalani ketentuan-ketentuan
moral untuk dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari bagi warga Paguyuban
Sumarah. Dalam hubungannya dengan organisasi Penghayat Kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa lainnya maupun masyarakat luas, pedoman atau
Sesanggeman tentunya juga diperlukan agar tatanan dalam kehidupan dapat
berjalan haramonis, hanya saja pedomannya tidak harus seperti pedoman wewarah
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 91 dari 164.
pitunya kerohanian Sapta Darma atau Sesanggeman milik warga Paguyuban
Sumarah.
Dalam hubungannya dengan organisasi Penghayat Kepercayaan Terhadap
Tuhan Yang Maha Esa lainnya maupun masyarakat luas, pedoman atau
sesanggeman tentunya juga diperlukan agar tatanan dalam kehidupan dapat
berjalan dengan harmonis, hanya saja pedomannya tidak harus seperti pedoman
wewarah pitunya Kerohanian Sapta Darma atau Sesanggeman milik warga
Paguyuban Sumarah. Untuk perseorangan misalnya, sesanggeman itu dapat
diwujudkan dengan berperilaku seperti: sabar, sederhana, tidak menyakiti orang
lain dan sebagainya.
Hubungan yang selaras antara manusia dan alam seperti tetap menjaga
kearifan lokal dan lestarinya alam seyogianya juga merupakan sesanggeman bagi
masyarakat pada umumnya. Sementara dalam hubungannya dengan kehidupan
berbangsa dan bernegara, pedoman kehidupan dapat diwujudkan dengan
menghayati dan mengamalkan sila-sila Pancasila secara nyata dalam kehidupan
sehari-hari agar tercipta keserasian, keselarasan dan keseimbangan baik untuk
hubungan manusia dengan sesamanya, manusia dengan dirinya sendiri, manusia
dengan alam sekitarnya, maupun hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha
Esa. Tidak hanya bagi masyarakat penghayat, inilah modal dasar yang diwariskan
leluhur masyarakat Nusantara turun temurun menjadi pondasi karakter bangsa.
Pitutur luhur dari masa lampau itu masih relevan di masa kini, tetapi malah
kurang diperhatikan, seyogianya hal itu disadari bahwa sikap inilah yang mengikat
manusia Indonesia dalam persatuan dan kesatuan untuk menjadi pribadi yang
memiliki jiwa Pancasilais dan dapat menerima Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang
Maha Esa secara universal. Sudah tentu menjadi tanggungjawab warga Penghayat
Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa untuk menjiwai falsafah Pancasila
dalam meningkatkan fungsi dan perannya di dalam kehidupan bermasyarakat baik
nasional maupun internasional. Untuk meningkatkan dalam tugas nasional, sudah
seharusnya warga Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa
berkewajiban turut membangun tata masyarakat yang Pancasilais terutama dalam
kerohanian sebagai aplikasi Sila Pertama guna membentuk watak dan mental
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 92 dari 164.
pribadi bangsa yang sadar dalam Berketuhanan Yang Maha Esa sebagai bangsa
yang relegius.
Kesadaran dalam menjalankan Ketuhanan Tuhan Yang Maha Esa, sangat
diperlukan untuk Memayu Hayuning Bawana, karena kesadaran tersebut
merupakan kesadaran kerohanian yang akan sangat bermanfaat dalam melakukan
kehidupan sebagai manusia seutuhnya yang mampu mawas dalam pandum
hidupnya dengan kecerdasan spititual dalam laku kehidupan horizontal dalam
perannya di tengah-tengah tata masyarakat sesuai dengan bakat kemampuan dan
keahliannya, sehingga memberikan konstribusi dalam memahami dan
menjalankan laku budi luhur untuk menuju masyarakat yang adil, beradab,
sejahtera, dalam tata masyarakat dunia.
Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa percaya, makna
mentalitas terkait dengan kondisi atau sikap sesorang dalam menjalani dan
menghadapi berbagai tantangan kehidupan di dunia ini, kondisi mental secara
implicit (tersirat/mutlak) tergarap dalam perilaku budaya spiritual mengarah
kepada budi luhur. Maka pendidikan budi pekerti lengkapnya budi pekerti
kemanusiaan luhur, tidak akan berhasil baik tanpa mengenali nilai spiritual dan
kearifan lokal dalam simbol-simbol keteladanan kehidupan yang terbimbing dalam
dayanya Budi sebagai kesadaran manusia tertinggi.
Kearifan lokal dengan simbol-simbol keteladanan yang terbimbing dalam
tuntunan-Nya melahirkan karya dalam berbagai kesenian: seni tembang, seni tari,
seni kriya, seni pedalangan, seni sastra, seni lukis, seni rupa dll, sampai
terbentuknya tradisi di setiap etnik di Nusantara, bahkan dalam perjalanan waktu
dan pergeseran budaya telah terjadi sinkretisme (penyatuan aliran) antara karya
dari budaya spiritual lokal dengan agama-agama yang memasuki Nusantara.
Sebagai contoh, misalnya di Jawa: Budaya Wayang Purwo, dalam budaya ini jelas
telah terjadi sinkretisme antara Hindu-Budha-Jawa-Islam, dan seakan menjadi
keyakinan baku sebagai ikatan masyarakat Jawa secara turun temurun sejak abad
XV, misalanya dalam lakon “Serat Dewo Ruci”. Cerita ini menggambarkan Bimasena
(Werkudara) dengan niat suci dan tekat yang sentosa (gigih) mencari guru jatinya,
meniti sangkan paraning dumadi walau apapun resikonya, melalui Tri Loka yang
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 93 dari 164.
amat sulit akhirnya bisa diatasi sehingga terkabul niatnya bertemu Dewa Ruci
sebagai guru jatinya yang mengantarkan kondisi Manunggal dengan Gustinya.
Tri Loka yang dimaksud adalah 3 strata kehidupan spiritual yang dalam
Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa bagi orang Jawa biasa
disebut Jono Loka, Endra Loka dan Guru Loka. Pada strata pertama, Jono Loka,
Bima (Bimasena) berperang dengan akunya sendiri, aku di sini adalah nafsu-
nafsunya sendiri, amarah, pingin mengetahui semua, keangkuhan dan
kesombongan, merasa semua bisa, tetapi juga cinta kasih yang berlebihan, keragu-
raguan, yang semuanya itu muncul dari pikiran dan perasaan manusia parsial yang
belum utuh yang kurang dapat mengendalikan diri, mengandalkan guna sekti,
masih ingin nggayuh kasantikan yang lebih lagi. Bahkan menganggap kesaktian
adalah segalanya, yang lama kemudian disadari ternyata bukan hanya itu yang
pada akhirnya dengan kesadaran dan pepadhang Budinya, Bima mampu
menguasai dan mengendalikan seluruh nafsu yang ada pada jiwa raganya sehingga
masuk pada strata kedua yaitu Endra Loka.
Moral dan etika bagi masyarakat Nusantara terhadap Tuhan Yang Maha Esa
merupakan refleksi dari ketinggian tingkat kesadaran mental-spiritual yang dicapai
atau pernah dicapainya, yang dalam hal ini usaha yang ditempuh membangun
integritas pribadinya agar dapat memayu hayu diri, dalam arti senantiasa mawas
diri, agar barada dalam kondisi Rahayu membawa diri di tengah masyarakat yaitu
mawas kebersamaan (tepa selira) memayu hayu sesama, yang selanjutnya dalam
perilaku budaya spiritual menuju memayu hayuning bawana yang menjadi pondasi
dalam membangun budi pekerti luhur dan karakter bangsa.
F. Kegiatan Pembelajaran
Strategi Setiap Kegiatan Pembelajaran (3 x 45 menit)
No Kegiatan Pembelajaran Alokasi
Waktu
Alat, Bahan,
Media
Pendekatan,
Model,
Metode
1. Pendahuluan: Doa Pembuka dipimpin oleh Ketua Kelas
Guru memberi salam, mengecek kehadiran peserta didik dan menyiapkan
kondisi peserta didik.
Guru memberikan apersepsi dengan bertanya jawab kepada peserta didik.
30
menit
Manageme
n Kelas
PPT LCD dan
Proyektor
Ceramah
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 94 dari 164.
No Kegiatan Pembelajaran Alokasi Waktu
Alat, Bahan, Media
Pendekatan, Model,
Metode
Apersepsi: Apakah yang kalian ketahui tentang
materi pembelajaran pada pertemuan
kali ini.
Guru memberikan motivasi peserta didik agar lebih bersemangat dalam
pembelajaran.
Guru menyampaikan garis besar tujuan
pembelajaran.
2. Inti Mengamati :
Peserta didik melakukan kegiatan: 1. Mengamati, memperhatikan dengan
tekun dan semangat.
2. Mencatat hal-hal penting dari penjelasan
guru tentang materi pembelajaran.
3. Mencatat kata-kata sulit yang dirasakan
belum jelas dari penjelasan guru. 4. Melakukan kegiatan permainan atau
bermain peran sesuai materi ajar.
5. Memberikan penjelasan kepada teman
yang belum faham atau mengerti tentang
materi pelajaran pada pertemuan kali ini dengan sopan, santun, sabar dan
dengan bahasa yang bermatabat.
Menanya :
1. Guru menanyakan kepada peserta didik
tentang hal-hal penting dari tayangan di
maksud tentang informasi apakah yang terkandung dalam cerita atau tayangan.
2. Peserta didik mengajukan pertanyaan
dengan sopan dan tertib tentang hal-hal
yang dirasa sukar atau sulit dipahami.
3. Guru memberikan penjelasan sesuai pertanyaan peserta didik, serta
mengulangnya jika peserta didik belum
jelas.
4. Guru memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk bertanya tentang
kaitan materi pelajaran dalam kehidupan sehari-hari terutama tentang
kendala atau hambatan yang dihadapi
peserta didik, atau kesulitan yang
relevan dengan materi pelajaran.
5. Diskusi dan tanya jawab dilaksanakan dalam suasana yang menyenangkan.
6. Guru mencatat aktivitas peserta didik
dalam buku agenda pembelajaran
(catatan tentang Kompetensi Inti (KI) 1 dan 2): perilaku, sikap, tanggung jawab, sopan santun, kepedulian, norma dll.
7. Guru memberikan apresiasi (penghargaan) kepada peserta didik yang
70
menit
Bahan Ajar
Power Point Laptop,
LCD,
Papan Tulis
Alat tulis
Diskusi Tanya jawab Penayangan
Film Dokumenter dan sejenisnya.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 95 dari 164.
No Kegiatan Pembelajaran Alokasi Waktu
Alat, Bahan, Media
Pendekatan, Model,
Metode
mampu menunjukkan nilai positif dari:
sikap spiritual, sikap sosial,
pengetahuan dan keterampilan sesuai
ajaran Penghayat Kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa. Mengumpulkan Informasi
1. Guru meminta peserta didik untuk
berkelompok dan melakukan
pengamatan tentang materi atau bahan
ajar yang diberikan guru dalam bentuk tayangan video, gambar, hasil seni rupa,
dokumen, dan sejenisnya.
2. Peserta didik melakukan pengamatan,
memperhatikan dengan cermat
informasi penting dari bahan ajara yang
diberikan guru. 3. Mencari informasi penting baik di dalam
ruang kelas, pada lingkungan
kesehariannya atau pada komunitas
penghayat, perpustakaan atau sumber
informasi lain yang layak dipercaya (internet, media massa dll).
4. Mencatat dan meresume informasi
penting yang relevan dengan materi
pelajaran hari ini.
5. Peserta didik melakukan kegiatan
literasi (studi pustaka) sesuai materi ajar yang diberikan guru.
6. Peserta didik mencatat informasi yang
relevan untuk digunakan sebagai bahan
diskusi atau pengetahuan umum.
Mengasosiasi 1. Guru meminta peserta didik secara
berkelompok untuk mendiskusikan
permasalahan yang timbul dari
informasi yang didapat, kemudian
mencari solusi atau pemecahan sesuai
budaya dan adat istiadat setempat. 2. Peserta didik mencatat hasil diskusi
dengan baik sesuai kaidah berbahasa
Indonesia yang baik dan benar.
3. Peserta didik atau ketua kelompok
diskusi mengumpulkan hasil diskusi
kelompok kepada guru dengan tepat waktu dan sikap yang sopan.
4. Guru memberikan apresiasi untuk
peserta didik yang berprestasi baik.
5. Guru memberikan soal atau
permasalahan lain yang relevan untuk memberikan pengayaan dan atau
remediasi.
6. Peserta didik mengerjaran soal sesuai
perintah guru pada Lembar Kerja Peserta
atau Buku Tugas.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 96 dari 164.
No Kegiatan Pembelajaran Alokasi Waktu
Alat, Bahan, Media
Pendekatan, Model,
Metode
Mengkomunikasikan :
1. Peserta didik melaporkan hasil diskusi
kelompok secara tertulis pada Lembar
Kegiatan Peserta atau Buku Tugas.
2. Guru memeberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mempresentasikan
hasil diskusi kelompok.
3. Peserta secara bergiliran menayangkan
atau membacakan hasil diskusi
kelompoknya. 4. Peserta dari kelompok lain memberikan
tanggapan atau sanggahan sesuai materi
ajar dengan baik dan benar dengan tetap
berperilaku sopan dan santun sesuai
karakter bangsa.
5. Guru memberikan klarifikasi dan penguatan dari hasil yang telah di
presentasikan.
6. Guru memberikan penilaian sekaligus
apresiasi untuk kelas yang
menyenangkan.
3. Penutup 1. Guru bersama peserta didik
menyimpulkan hasil pembelajaran hari
ini.
2. Guru bersama dengan peserta didik
mereview atau mengingat kembali
mengenai apa saja yang telah dipelajari
dalam kegiatan hari ini. 3. Guru memberikan evaluasi dan
memberikan tugas individu untuk
dikumpulkan pada pertemuan
berikutnya
4. Guru meminta peserta didik untuk membaca materi pada pertemuan
berikutnya sesuai Bahan Ajar Penghayat
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa (pembiasaan kegiatan literasi).
5. Doa Penutup oleh Ketua Kelas
10
menit
Tanya jawab/tes
lisan
Tugas
mandiri
5. Tes Lisan
6. Penugasan
G. Remidi dan Pengayaan
Silakan cari dan temukan temukan sesanggeman Penghayat Kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa pada organisasi di tempat/sekolah Anda, selain
yang tercantum pada Materi/Bahan Ajar ini. Tulislah dan kumpulkan dokumen
tersebut sebagai portofolio Anda.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 97 dari 164.
H. Latihan
Bahan Diskusi.
Pilih 1 di antara dua materi diskusi berikut!
Materi Diskusi
1. Bagaimana cara Anda mengetahui dan memaknai hubungan Tuhan Yang
Maha Esa dengan asal usul adanya sesuatu serta hidup dan kehidupan?
2. Cara kita mengetahui bahwa sesorang telah memiliki keyakinan adanya
kekuasaan Tuhan dalam diri setiap manusia.
Buatlah resume atau simpulan hasil diskusi Anda dalam bentuk tulisan atau
ketikan komputer,dengan kriteria sbb:
1. Huruf Times New Roman 12 pt,
2. Spasi 1,5 cm.
3. Ukuran kertas A4 (kwarto)
4. Minimal 1 halaman (tidak termasuk halaman sampul)
5. Ketikan hitam putih (sampul boleh berwarna)
6. Penilaian dilakukan terhadap aspek:
6.1. Tampilan dan redaksional
6.2. Isi, kedalaman dan keluasan materi
6.3. Ketepatan pengumpulan tugas.
7. Tugas ini dikumpulkan paling lambat 14 (empat belas hari) sejak tugas
diberikan.
I. Evaluasi
Petunjuk :
I. Disampaikan dalam bentuk Tulis atau Lisan.
1. Tiap Materi Pelajaran, diberikan evaluasi tulis (Ujian Tulis) berupa soal obyektif sebanyak 10 butir soal, dengan 5 opsi jawaban pada setiap soal.
2. Pilih satu jawaban yang Anda anggap paling tepat dengan memberi tanda
silang (X) pada huruf A, B, C, D atau E pada lembar jawab yang tersedia. 3. Bekerjalah dengan teliti dan cermat.
4. Bertanyalah kepada Guru (Pengawas Ujian) jika terdapat soal yang kurang lengkap.
5. Teliti kembali hasil pekerjaan Anda sebelum dikumpulkan kepada
Pengawas Ujian.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 98 dari 164.
6. Dilarang menggunakan alat hitung dalam bentuk elektronik (kalkulator,
HP, laptop, dll) dan atau manual (mistar hitung, buku, tabel, chart, kamus, dictionary, dll) selama mengikuti ujian.
7. Selamat menempuh ujian, sukses beserta kita ! II. Disampaikan dalam bentuk Lisan.
1. Tiap Materi Pelajaran, diberikan evaluasi lisan (Ujian Lisan) berupa soal obyektif sebanyak 10 butir soal, dengan 5 opsi jawaban pada setiap soal.
2. Soal dibacakan 2 (dua) kali dengan durasi maksimum 2-4 menit, untuk
setiap sesi soal.
3. Peserta diminta menulis di kertas ulangan dengan cara menuliskan kata
kunci yang diberikan guru (bukan menulis huruf A, B, C, D atau E) dari
jawaban yang disediakan.
4. Tidak ada pengulangan pembacaan soal setelah dibacakan 2 (dua) kali.
Kecuali di awal ada peserta yang belum hadir, tetapi baru membacakan
soal nomor 1 (pertama).
5. Peserta dilarang bertanya tentang apapun, memberikan kode atau isyarat,
atau berkomunikasi baik verbal maupun oral dengan sesama peserta
selama ujian berlangsung.
6. Selamat menempuh ujian, sukses beserta kita !
III. Materi Soal
Bacalah dengan cermat materi Bahan Ajar Keagungan Tuhan ini sebelum Anda menjawab soal berikut, karena materi soal ini berdasarkan buku teks (Bacaan Wajib)!
1. Mengetahui dan memaknai hubungan Tuhan Yang Maha Esa dengan asal usul adanya sesuatu serta hidup dan kehidupan manusia menjadi dasar laku dan pemahaman spiritual sekaligus bekal Penghayat dalam meniti mesu diri
(beribadah/manembah) kepada Tuhan Yang Maha Esa yang pada akhirnya mengarah pada peningkatan martabat kesucian pribadi manusia, memiliki
prinsip yang berkesinambungan. Meliputi ranah : A. Tekad, Keyakinan, Sikap Manembah dan Penyerahan Diri, Proses Diri dan
Patrap.
B. Tekad, Keyakinan, Proses Diri dan Patrap, Sikap Manembah dan Penyerahan Diri.
C. Keyakinan, Tekad, Sikap Manembah dan Penyerahan Diri, Proses Diri dan Patrap.
D. Keyakinan, Tekad, Proses Diri dan Patrap, Sikap Manembah dan
Penyerahan Diri. E. Tekad, Keyakinan, Sikap Manembah dan Penyerahan Diri, Proses Diri dan
Patrap.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 99 dari 164.
2. Proses diri dalam laku penghayatan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan
adanya Budi yang menempatkan perilaku seseorang di jalan yang benar, merupakan ranah :
A. Patrap B. Tekad C. Keyakinan
D. Proses Diri E. Sikap Manembah dan Penyerahan Diri
3. Dilakukan dengan kesadaran total (fisik, mental, spiritual) dalam perilaku
hidup seseorang setelah menghayati sentuhan dari Dzat hidup atau adanya
Budi, merupakan ranah: A. Patrap B. Tekad
C. Keyakinan D. Proses Diri
E. Sikap Manembah dan Penyerahan Diri 4. Dalam laku keseharian pribadi Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa mempunyai pengalaman-pengalaman spiritual yang membangun keyakinan dan pemahaman yang semakin dalam sehingga secara umum
mempunyai sikap tertentu: 1. Kesanggupan untuk Manembah Kepada-Nya. 2. Menambah Pengetahuan dan Pengalaman Lahir Batin.
3. Mewujudkan Persaudaraan antar sesama atas dasar Cinta Kasih. 4. Memenuhi Kewajiban-Kewajiban Sosial, Nasional dan Kemanusiaan. 5. Membina Diri Pribadi kearah Kesucian, Moral dan Budi Pekerti Luhur.
6. Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan atas kehendak-Nya kepada Ciptaan-Nya.
Urutan kalimat yang benar adalah .... A. 1, 2, 3, 4, 5, 6. B. 1, 2, 4, 3, 6, 5.
C. 2, 5, 4, 3, 6, 1. D. 6, 1, 5, 3, 4, 2.
E. 6, 5, 4, 3, 2, 1.
5. Pembentukan pribadi yang memenuhi 6 sikap-sikap kesadaran adalah capaian
kedewasaan seseorang yang telah mempunyai kematangan dalam: 1). Laku Sujud, 2). Laku Spiritual, dan
3). Laku Sosial. Kalimat tersebut di bawah ini termasuk dalam kematangan atau kedewasaan
Sujud Batin adalah .... A. Menyaksikan angan-angan luhur dan rasa jati terpadu dalamhati nurani. B. Menuju kebulatan sikap sujudnya raga dan jiwa dengan pancaran Budi
dalam hukum tuntunan Tuhan Yang Maha Esa.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 100 dari 164.
C. Memusatkan rasa ikhlas hingga angan-angan dalam batin dengan
segenap patrap bahwa dirinya hanya menghadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk tercapainya ketenangan raga dan menghayati alam batin.
D. Mengendalikan getaran spiritual dan mengedepankan hawa nafsu yang masih ada dalam sujud; serta mempertemukan angan-angan luhur dengan rasa jati dalam pancaran atau dayanya Budi demi membulatkan
sikap dengan tulus sujud kepada Tuhan Yang Maha Esa. E. Menyaksikan angan-angan luhur dan rasa jati terpadu dalamhati nurani.
Menyaksikan hati nurani memperoleh daya terangnya Budi. Meresapkan nilai kemanusiaan yang terbina dalam keluruhan Budi. Menghayati sujud rohani dengan kesadaran hati dan keluhuran Budi.
6. Setiap penghayat harus memiliki keyakinan adanya kekuasaan Tuhan dalam
diri setiap manusia. Jika Penghayat telah memiliki capaian martabat spiritual
tertentu akan membentuk karakter dan integritas pribadi. Integritas tersebut akan berkembang sesuai kedewasaan martabat pribadi dalam kesadaran
manusia yang utuh sesuai peran dan fungsinya. Jenjang kedewasaan martabat mencapai tahapan “Hamisesa” adalah: A. Manusia yang terbimbing oleh Budi sebagai pendamping (Nur Ilahi) yang
belum sempurna, belum arif bijaksana, pribadi yang mempunyai kekuatan sebagai teladan (contoh) yang baik di lingkungannya dalam
Memayu hayu Bawana. B. Manusia yang terbimbing oleh Budi sebagai pendamping (Nur Ilahi)
sempurna yang selalu bersikap arif bijaksana (wicaksana), pribadi yang
mempunyai kekuatan sebagai panutan yang baik di lingkungannya dalam Memayu hayu Bawana/Budi Luhur.
C. Manusia telah mengenal tetapi belum mampu memfungsikan getaran spiritualnya akan tetapi telah percaya serta mempunyai keyakinan atas kuasa Tuhan Yang Maha Esa yang dapat menerima keadaan dengan
ikhlas dan tidak pernah ragu-ragu/pribadi yang tegar, dapat mawas diri dan bersikap Memayu Hayu Diri Berbudi Pekerti.
D. Manusia telah mengenal dan mampu memfungsikan getaran spiritualnya dan percaya serta mempunyai keyakinan atas kuasa Tuhan Yang Maha Esa yang dapat menerima keadaan dengan ikhlas dan tidak pernah ragu-
ragu atau pribadi yang tegar, dapat mawas diri dan bersikap Memayu Hayu Diri Berbudi Pekerti.
E. Manusia yang sudah berkepribadian mantap dalam keyakinan spiritual, apapun beban kehidupan, hambatan yang muncul maupun badai yang
datang, yakin akan teratasi dan akan kembali seperti semula dalam keteguhan kejiwaan atau menguasai diri, pribadi yang tepa selira dan selalu bisa menjadi pamong di lingkungannya dalam Memayu Hayu
Sesama-Berbudi Pekerti Luhur.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 101 dari 164.
7. Dalam mesyarakat penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
proses spiritual ke arah vertikal membangun laku dalam ngelmu meniti sangkan paraning dumadi dengan tujuan menjangkau Martabat Manunggaling Kawulo Gusti dan mempunyai tujuan mulia dalam kehidupan horizontal untuk Memayu Hayuning Bawana. Hal tersebut dapat dicapai jika penghayat sebagai
anggota masyarakat dapat mengarahkan dan membangun diri dalam batin pribadinya melalui langkah konkrit berupa:
A. Berbuat baik, serasi antar kata dan perbuatan. B. Selalu berbuat baik, serasi antar kata dan perbuatan, berbudi. C. Berbudaya dan beretika baik, serasi antar kata dan perbuatan, memiliki
kedewasaan spiritual yang teruji. D. Selalu hanggayuh kasampurnaning urip (membangun pribadi dalam
kesempurnaan hidup), ngudi sejatining becik (membangun kebersihan hati yang sejati), berbudi bawa leksana (berjiwa besar, menjadi manusia
panutan) dalam membangun relasinya. E. Berbudaya dan beretika baik, serasi antar kata dan perbuatan, memiliki
kedewasaan spiritual yang teruji, memiliki kepekaan sosial; dapat
membangun pribadi dalam kesempurnaan hidup; membangun kebersihan hati yang sejati, berjiwa besar, menjadi manusia panutan, tetapi belum mencapai tataran Wicaksana.
8. Iklim spiritual yang terbangun merupakan aura hidup yang bertingkat-tingkat
sesuai kebersihan hati dan pemahaman pelakunya hingga menangkap pepadhang yang pada tataran tertentu dapat mencapai kondisi wening. Dengan 4 (empat) pentahapan Sikap kesadaran seutuhnya dalam mesu Budi; yaitu: 1)Mengendapkan hawa nafsu lahir batin; 2) Merasakan dan menangkap getaran Budi; 3) Cipta, Rasa dan Karsa yang terbimbing dalam dayanya Budi;
dan 4) Merasakan pepadhang (pencerahan batin) Tuhan Yang Maha Esa dalam tuntunan-Nya. Ranah yang tepat untuk maksud tersebut adalah .... A. Pemahaman Spiritual. B. Kedewasaan Emosional.
C. Martabat Sujud / Meditasi. D. Memayu Hayuning Bawana. E. Manunggaling Kawula Gusti.
9. Untuk mampu menangkap Elightment atau Pencerahan Batin yang mengantar
Kecerdasan Spiritual diperlukan oleh terbangunnya 3 unsur secara simultan. Ketiga unsur dimaksud ....
A. Martabat Meditasi; Pemahaman Spiritual; Kedewasaan Spiritual. B. Martabat Sujud atau Meditasi; Pemahaman Spiritual; Kedewasaan
Emosional.
C. Martabat Sujud atau Meditasi; Pemahaman Emosional; Kedewasaan Spiritual.
D. Martabat Sujud; Kedewasaan Spiritual dan Emosional, Kecerdasan
Intelektual. E. Martabat Meditasi; Pemahaman Spiritual dan Kedewasaan Emosional;
Menyatunya Cipta, Karsa, Karya dan Rahsa.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 102 dari 164.
10. Hubungan yang selaras antara manusia dan alam seperti tetap menjaga
kearifan lokal dan lestarinya alam seyogianya juga merupakan sesanggeman bagi masyarakat pada umumnya. Sementara dalam hubungannya dengan
kehidupan berbangsa dan bernegara, pedoman kehidupan dapat diwujudkan dengan menghayati dan mengamalkan sila-sila Pancasila secara nyata dalam kehidupan sehari-hari agar tercipta keserasian, keselarasan dan
keseimbangan baik untuk hubungan manusia dengan sesamanya, manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan alam sekitarnya, maupun hubungan
manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Pernyataan tersebut menunjukkan relevansinya dengan : A. Bentuk Kasih Sayang Tuhan Yang Maha Esa terhadap Manusia.
B. Tuhan memiliki sifat Maha Kuasa dan Maha Mengetahui Segala Ciptaan-Nya.
C. Tuhan Yang Maha Esa Bersifat Mutlak, tidak ada tandingannya atau yang mampu melawan kehendak-Nya.
D. Tuhan Yang Maha Esa Bersifat Abadi, tidak ada tandingannya atau yang mampu melawan kehendak-Nya.
E. Tuhan Yang Maha Esa Bersifat Tunggal, tidak ada tandingannya atau
yang mampu melawan kehendak-Nya.
Kunci Jawaban
1. A 2. B 3. E
4. D 5. C
6. E 7. D 8. C
9. B 10. A
Kriteria Penilaian Setiap soal diberikan skor = 1 (satu), sehingga skor total = 10.
Nilai Akhir NA = 10 x Skor Maksimal = 10 x 10 = 100 (seratus)
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 103 dari 164.
BAB IV
MARTABAT SPIRITUAL
A. Kompetensi Inti
KI 1 Kompetensi Spiritual
Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
KI 2 Kompetensi Sosial
Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli
(gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-
aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai
permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan
sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan
bangsa dalam pergaulan dunia.
KI 3 Kompetensi Pengetahuan
Memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi pengetahuan
faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait
penyebab fenomena dan kejadian dalam bidang kerja yang spesifik
untuk memecahkan masalah.
KI 4 Kompetensi Keterampilan
Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah
abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di
sekolah secara mandiri, dan mampu melaksanakan tugas spesifik di
bawah pengawasan langsung
B. Kompetensi Dasar
1. Menghayati makna dan mengupayakan kebaikan dalam lingkungan
hidup bersama.
2. Meneladani sikap dan perilaku bersyukur dalam berbagai peristiwa
kehidupan
3. Mengembangkan sikap saling mengasihi antar sesama hidup dalam
kehidupan sehari-hari.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 104 dari 164.
4. Mengekspresikan keagungan Tuhan dalam budaya spiritual Nusantara.
5. Mengembangkan sikap percaya diri sebagai manusia seutuhnya.
C. Tujuan Pembelajaran
1. Memahami makna dan mengupayakan kebaikan dalam lingkungan hidup
bersama.
2. Menunjukkan sikap dan perilaku bersyukur dalam berbagai peristiwa
kehidupan
3. Meningkatkan sikap saling mengasihi antar sesama hidup dalam
kehidupan sehari-hari.
4. Mengekspresikan keagungan Tuhan dalam budaya spiritual Nusantara.
5. Menumbuhkembangkan sikap percaya diri sebagai manusia seutuhnya.
D. Indikator
Peserta didik diharapkan mampu:
1. Memaknai dan mengupayakan kebaikan dalam lingkungan hidup
bersama.
2. Menjadi teladan dalam sikap dan perilaku bersyukur untuk berbagai
peristiwa kehidupan
3. Membangun sikap saling mengasihi antar sesama hidup dalam
kehidupan sehari-hari.
4. Menghargai dan menunjukkan keagungan Tuhan dalam budaya spiritual
Nusantara.
5. Membudayakan sikap percaya diri sebagai manusia seutuhnya.
E. Materi Pembelajaran
1. Menghayati Makna Dan Mengupayakan Kebaikan Dalam
Lingkungan Hidup Bersama
Kedewasaan spiritual manusia (khususnya Penghayat Kepercayaan Terhadap
Tuhan Yang Maha Esa) perlu direvitalisasi, artinya perlu diingatkan dan dijabarkan
kembali. Dengan cara diajarkan dan ditunjukkan atau diteladankan. Dasar untuk
mencari ketenteraman hidup sempurna- sampunaning urip (lahir dan batin) -
hanyalah dengan berpegang pada Kepercayaan dan Kekuasaan Mutlak Tuhan Yang
Maha Esa, yang pada gilirannya (setelah melalui beberapa proses bertahap) akan
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 105 dari 164.
berujung pada tujuan Manunggaling Kawulo Gusti. Pengalaman relegius dan
penghayatan spiritual akan membawa manusia kepada kebahagian sempurna atau
pepadhang atau pencerahan.
Pencapaian penghayatan ternyata bertingkat. Tahap demi tahap. Semuanya
menuju Penguasa Mutlak, Tuhan Yang Maha Esa, Gusti. Untuk mencapai
kesempurnaan hidup itu memerlukan laku yang dijalani dengan keikhlasan, serta
sepi ing pamrih. Laku itu bertingkat, karena penghayatanatau keyakinan
membutuhkan laku. Setiap laku terhampar berbagai aneka ujian atau cobaan
hidup. Penghayatan adalah suatu proses dialog batin menuju pembuktian yang
hanya bisa diterima (dirasakan) melalui suatu proses tahap demi tahap. Ia juga
butuh kerja keras dan lelaku fisik karena bagaimanapun manusia adalah mahluk
logika, mahluk nyata yang lebih cenderung dapat menerima hal-hal yang indrawi
atau tidak abstrak.
Tingkatan yang dimaksud dalam budaya pergaulan Jawa menengah dikenal
dengan ampas, pati, gondo, rasa (rahsa).
Kita telaah satu demi satu.
1). Kelas Ampas
Tingkat kematangan pribadi dalam martabat pemahaman dan kesadaran
hidup (khususnya Jawa) untuk manusia atau penghayat dengan kesadaran yang
belum dewasa atau orang yang tidak pernah dewasa, atau orang yang tidak
memiliki integritas. Tanda manusia ampas (kelas ampas): Secara fisik dan umur
sudah mencapai kedewasaan, tetapi dalam “laku” baik batin maupun lahir tidak
mau atau tidak menggunakan kaidah memayu hayu diri pribadi.
Jelasnya orang termasuk kelas ampas sering menunjukkan laku negatif:
1. mengumbar nafsu angkara murka,
2. merasa diri paling nomor satu,
3. mementingkan diri sendiri,
4. tidak peduli lingkungan,
5. kepekaan sosial rendah,
6. tidak mau mengalah,
dan sebagainya
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 106 dari 164.
2) Tanda Manusia Pati (Wisesa)
Secara fisik dan umur sudah mencapai kedewasaan, dalam “laku” baik batin
maupun lahir sudah menunjukkan atau menggunakan kaidah memayu hayu diri
pribadi. Orang termasuk kelas Pati sering menunjukkan laku positif:
1. Memayu hayuning bawana dalam taraf sederhana dan belum konsisten,
2. Mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi,
3. Menjaga harmonisasi relasi antara manusia dan lingkungan.
4. Mampu menjadi teladan di lingkungannya,
5. Mampu meredam nafsu angkara murka,
6. Memiliki kepekaan sosial cukup baik,
7. Menyukai dan mencintai kedamaian, dan sejenis dengan laku atau setara
dengan hal itu.
3) Tanda Manusia Gondo (Hamisesa)
Manusia yang telah mencapai martabat spiritual sekaligus kedewasaan
emosional atau kedewasaan spiritual sehingga mampu menjadi pamomong di
lingkungannya dalam memayu hayu sesama berbudi pekerti luhur.
4) Roso/Rahsa (Wicaksana)
Martabat pribadi yang telah mampu menjadi panutan dalam memayu
hayuning bawana. Beberapa pakar penghayat menyebutkan, bahwa penghayatan
terlampau sulit untuk diajarkan, akan tetapi akan menjadi sesuatu yang mudah
dicerna dan dilaksanakan apabila hal itu diteladankan atau diberikan contoh yang
faktual dan terkini. Beranjak dari pemikiran tersebut, penghayatan harus
diteladankan. Mari kita mencoba untuk mencermati hal-hal berikut ini terkait
dengan ujian atau cobaan hidup.
2. Meneladani Sikap Dan Perilaku Bersyukur Dalam Berbagai
Peristiwa Kehidupan
Telah kita ketahui bersama bahwa norma kehidupan, peraturan perundangan
dan juga tata tertib diadakan dengan maksud menjaga keharmonisan dan
keselarasan hidup di masyarakat yang berbudaya dan beradab. Kesemuanya itu
harus dijaga, dan dibiasakan sehingga menjadi budaya dan etika dalam kehidupan
masyarakat. Setiap insan manusia atau anggota masyarakat yang sekaligus warga
Negara Indonesia wajib dan harus menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 107 dari 164.
Indonesia, baik dalam lingkup regional dan masyarakat internasional. Bangsa yang
beradab selalu dan senantiasa menjaga keamanan, ketertiban dunia yang
berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan social, mengedepankan harmonisasi
kehidupan, keselaran dalam pergaulan, melestarikan budaya lokal dan nasional,
adat istiadat, norma sosial dan kemasyarakatan, serta menjaga dan merawat
warisan budaya leluhur, baik budaya benda atau budaya tak benda.
Kaum Penghayat dalam fungsinya sebagai anggota masyarakat, senantiasa
melembagakan apa yang sudah berjalan baik dan mencari terobosan baru dalam
menyikapi perkembangan peradaban dunia, yang kadangkala mengesampingkan
budaya setempat karena ketidakpedulian beberapa anggota masyarakat terhadap
pelestarian budaya. Untuk itu setiap warga Penghayat harus mampu dan mau
meneladani pendahulu bangsa Indonesia, leluhur, nenek moyang dan juga para
pahlawan yang telah berjuang bagi bangsa Indonesia.
Perjuangan bangsa Indonesia saat ini tidak hanya mempertahankan tumpah
darah Indonesia, akan tetapi juga harus mempertahankan nilai-nilai luhur bangsa
Indonesia, budaya bangsa, dan paling utama adalah melestarikan sekaligus
mempertahankan karakter bangsa Indonesia melalui Budi Pekerti Luhur”. Budi
pekerti luhur tersebut harus terimplementasikan dalam kehidupan keseharian
insan Indonesia, termasuk kita kaum Penghayat.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menghargai “jasa dan
pengorbanan para pahlawan”, karena itu sudah sepatutnya Penghayat dalam
pengertian individual maupun kelompok meneladani atau mencontoh “apa yang
dilakukan pendahulu kita bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Kehormatan
bangsa dan negara Indonesia tidak boleh dirusak oleh kepentingan pribadi,
kelompok atau golongan, terlebih keinginan suku, agama, ras dan ideologi. Ideologi
bangsa Indonesia adalah Pancasila, karena itu setiap warega Negara harus
berasaskan Pancasilka dalam setiap gerak langkah kehidupannya.
Setiap sikap, perilaku, budi pekerti, norma sosial, norma kemasyarakatan,
norma hukum, norma kesusilaan dan norma kemanusiaan kita pertahankan tetap
dalam posisi terbaik, sebagai bentuk pengucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa sekaligus menjadi sikap dan budaya hidup kaum Penghayat untuk
mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 108 dari 164.
Melestarikan sumber alam hayati dan non hayati, kekayaan alam, energi,
adalah bentuk nyata pengucapan syukur dimaksud. Ketidak pedulian dan sikap
acuh tak acuh terhadap permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia,
menunjukkan betapa rendah dan terhinanya kita kelak jika diperhadapkan atau
dibandingkan dengan negara-negara lain dalam pergaulan dunia yang mengglobal.
Kebencanaan, kelaparan, lapangan kerja, pendidikan, kebudayaan dan hampir
seluruh sendi kehidupan kita tidak akan terlepas dari “peran serta masyarakat
Indonesia”. Sudah tentu ada fenomena atau kejadian yang memang sudah menjadi
garis dari Tuhan Yang Maha Esa, akan tetapi kita (Penghayat), menyadari
sepenuhnya bahwa semua itu muncul dari maksud dan rencana Tuhan Yang Maha
Esa bagi peningkatan martabat sosial, martabat spiritual dan nilai atau karakter
kebangsaan, dan dengan tujuan “Peningkatan Ketaqwaan atau Kepasrahan Total
dari kita kaum Penghayat’ dengan tujuan akhir “Kebahagian Bangsa Indonesia
sekaligus Kualitas Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Bencana dan sejenisnya tidak perlu ditanyakan siapa atau apa yang salah,
akan tetapi menjadi perhatian penting bagi kita bahwa kita harus mengedepankan
harkat dan martabat kita dalam “Memayu Hayuning Bawana”, karena Tuhan Yang
Maha Esa sedang “mendidik dan mengembleng” bangsa Indonesia agar lebih
“dewasa secara lahiriah dan batiniah”.
3. Mengembangkan Sikap Saling Mengasihi Antar Sesama Mahluk
Hidup dalam Kehidupan Sehari-hari
Tak satupun manusia di dunia ini yang mampu hidup sendiri. Setiap mahluk
hidup selalu berelasi dan membangun kehidupannya dengan alam sekitarnya,
bergantung satu dengan lainnya sehingga tercipta harmonisasi yang indah di
antara semua mahluk, baik mahluk hayati dan mahluk non hayati. Kita sebagai
kaum Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa seharusnya
melakukan relasi yang baik dengan sesama, dalam pengertian membangun
kebersamaan dalam kehidupan menurut tugas dan fungsinya masing-masing.
Setiap mahluk dihadapan Tuhan Yang Maha Esa adalah sederajat, yaitu
sebagai Ciptaan-Nya, kita memiliki kesamaan sifat Ketuhanan sekaligus sifat
kemanusiaan. Sifat Ketuhanan pada diri manusia muncul dan terimplementasikan
pada saat manusia menghadapi problema kehidupan, baik susah maupun senang,
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 109 dari 164.
sedih maupun bahagia, situasi yang menghimpit ataupun dalam kesesakan.
Selama kita tetap berpegang dan manembah kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka
segala ujian, cobaan, peristiwa, kejadian, fenomena dan situasi kondisi di dunia ini,
akan menghantarkan kita pada tataran Kedewasaan Spiritual; apabila kita selalu
dalam keadaan “eling lan waspada” (pen: ingat dan berserah, serta waspada).
Seorang Penghayat yang eling (ingat), dalam setiap gerak langkah
kehidupannya selalu bersandar dan pasrah secara tulus serta menyerahkan
sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa agar rencana agung atau “rancangan
damai sejahtera” bagi kita umat manusia dapat terlaksana dengan baik. Kita bukan
menghindar atau mencari aman mana kala menghadapi bencana, sekaligus juga
kita tidak melawan bencana itu; tetapi kita diberi akal sehat, pemikiran yang
cerdas, batin atau jiwa yang wening untuk menyikapi setiap kejadian yang biasa
atau luar biasa yang selalu mengikuti kehidupan manusia sejak penciptaan alam
semesta ini. Tuhan Yang Maha Esa tidak akan mencobai atau menguji kita melebihi
kekuatan kita. Karena itu segala sesuatu dikembalikan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, agar rencana agung Nya terlaksana dengan sempurna bagi kesejahteraan umat
manusia.
Perang dan pertikaian antar suka, agama, ras harus dihindarkan dari bumi
Indonesia, karena hal itu akan merontokkan persatuan dan kesatuan Bangsa
Indonesia. Setiap anarkis yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggungjawab terhadap persatuan dan kesatuan bangsa, harus kita antisipasi
sedini mungkin, tanpa perlu menunggu pihak yang berwenang. Peran serta kita
sebagai Penghayat Kepercayaan harus tetap Memayu Hayuning Bawana
berdasarkan ketulusan hati untuk “melayani” dan mengusahakan perdamain abadi
dan keadilan sosial di Bumi Nusantara ini. Akan manjadi sebuah keniscayaan
manakala segolongan masyarakat dengan mengatasnamakan Indonesia malah
merusak sendi kehidupan bangsa Indonesia. Tindakan separatis, teror, kejahatan
klasikal atau massal harus dienyahkan dalam tatanan kehidupan bangsa
Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Harga Mati, tak ada
satupun kekuatan internal dan eksternal yang boleh dipelihara untuk merusak
bangsa Indonesia. Kita adalah bangsa yang beretika, berbudaya dan berbudi pekerti
luhur, kehormatan bangsa Indonesia terletak pada bagaimana cara kita
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 110 dari 164.
mempertahankan nilai-nilai kebangsaan, karena itu Karakter Bangsa Indonesia
harus senantiasa dibangun dan dikembangkan ke arah yang lebih baik lagi agar
kelak menjadi bangsa yang disegani sekaligus dihormati dalam relasi internasional
atau masyarakat global. Pengembangan kharakter bangsa Indonesia menjadi
prioritas utama untuk mempertahankan budaya dan kehormatan bangsa di mata
pergaulan dunia.
4. Mengekspresikan Keagungan Tuhan Dalam Budaya Spiritual
Nusantara
Keagungan Tuhan diekspresikan dalam budaya spiritual Nusantara
tergantung dari cara bagaimana kita mengimplimentasikan nilai-nilai spiritual,
sosial, moralitas, seni budaya dan karakter bangsa Indonesia, baik dalam lingkup
keluarga, adat, kedaerahan maupun nasional.
Warisan budaya Nusantara akan mudah terkikis oleh kehadiran budaya
mancanegara yang tak terelakkan, terlebih dengan kemajuan pesat di bidang sain,
teknologi, pendidikan, seni, politik, ekonomi, sosial, ekonomi, perdagangan,
perindustrian, jasa, komunikasi, pertahanan dan keamanan serta relegiusitas
dalam kancah modern. Yang masing-masing akan memiliki kualitas dan kuantitas
dampak yang berbeda bagi tiap daerah, kepulauan atau wilayah, yang resultannya
adalah perusakan budaya Indonesia atau budaya Nusantara.
Penghayat senantiasa menumbuhkembangkan kearifan lokal (Kepercayaan
kita), dengan melakukan pengembangan dan penyesuaian untuk menghadapi
persaingan global pada seluruh aspek kehidupan. Inilah saatnya kita ambil bagian
dan berperan aktif dalam setiap program pemerintah, keinginan baik masyarakat
luas, cita-cita bangsa Indonesia untuk tercapainya “adil dan makmur bagi seluruh
bangsa Indonesia, dengan tetap mempertahankan kearifan lokal yang kita miliki.
Jika tidak kita, siapa lagi yang mampu melestarikan dan membudayakan warisan
leluhur yang adi luhung itu? Pendidikan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa adalah wahana yang paling baik (jika tidak ingin dikatakan ‘satu-satunya’)
untuk menumbuhkembangkan karakter bangsa, budaya, estetika dan terutama
adalah Budi Pekerti Luhur Bangsa Indonesia. Peninggalan sejarah, situs, kekayaan
alam, flora dan fauna, tanah dan air yang melekat erat bagi bangsa Indonesia
adalah “harga mutlak” yang harus dibayar oleh setiap manusia Indonesia dalam
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 111 dari 164.
mempertahankan eksistensi Budaya Spiritual Nusantara, melalui keimanan dan
relegiusitas semua anggota masyarakat dan bangsa Indonesia, baik secara
perseorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat secara luas.
Masyarakat Indonesia sejak dahulu kala adalah masyarakat yang agamis atau
relegius, karena itu budaya spiritual bangsa Indonesia harus depertahankan dan
dilestarikan agar kelak kita mampu memberikan nilai-nila luhur dan karakter
kebangsaan Indonesia kepada anak cucu kita di masa yang akan datang. Kita harus
arif dan bijaksana dalam menyikapai atau mencari solusi atas permasalah suku,
agama, ras yang berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan serta
keutuhan bangsa sekaligus Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kedamaian dan
ketenteraman lahir batin menunjukkan tingkat serta martabat spiritual bangsa.
Masyarakat Indonesia akan disebut masyarakat relegius yang dewasa secara
spiritual, apabila setiap warga negara memiliki kepekaan dan keweningan batin
yang dipicu oleh batiniah dengan kedewasaan spiritual untuk menjaga kedamaian
dan kebebasan beragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5. Mengembangkan Sikap Percaya Diri Sebagai Manusia
Seutuhnya
Kepribadian bangsa Indonesia telah terbangun sejak adanya sejarah di
kepulauan Nusantara, meskipun masih bersifat kedaerahan akan tetapi secara
simultan kearifan lokal dan budaya yang mengiringi gerak langkah masyarakat
setempat memiliki andil yang besar terhadap keanekaragman seni, budaya dan
kearifan lokal yang eksistensinya terasa sampai dengan saat ini.
Indonesia dengan berbagai ragam budaya, kesenian latar belakang etnis, tetap
meiliki kesamaan yang memasok persatuan dan kesatuan bangsa. Pasokan itu
adalah norma dan budi pekerti luhur, tata krama dan adat istiadat yang
terwariskan dengan durasi yang sangat lama, intensitas yang tinggi, berkualitas
“empu”, menghasilkan kebanggaan nasional berupa “toleransi inter dan antar Umat
beragama serta Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa”.
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesungguhnya adalah soko guru
pembangunan rumah besar relegiusitas yang disebut Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa.. Jauh sebelum
kedatangan agama di Indonesia telah berkembang kepercayaan yang isinya
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 112 dari 164.
“panembah atau percaya”, meskipun tak dipungkiri bahwa agama asli (Kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa), baru berkembang pada abad pertengahan (Zaman
Sisingamangaraja) dan mencapai kejayaannya abad 20. Tetapi hal itu
menunjukkan bahwa bangsa Indonesia menjadi “pandom Internasional” (barometer
dunia) dalam hal toleransi dan keharmonisan pergaulan “iman dan kepercayaan”;
“agama dan kepercayaan”; bahkan “agama dan agama”. Ini menunjukkan bahwa
bangsa Indonesia sangat berharga di mata dunia khususnya menyangkut
kehidupan keagamaan dan kepercayaan yang menjadi hak setiap warga negara.
Contoh sederhana: Indonesia (Nusantara), dengan mayoritas penduduk
beragama Islam, akan tetapi banyak peninggalan sejarah, situs, adat istiadat,
budaya, kesenian sampai dengan filsafat yang mewarnai keanekaragaman agama
dan kepercayaan di Indonesia, yang sesungguhnya sangat berbeda dengan sumber
aslinya. Karena kesemuanya itu adalah hasil adopsi atau implementasi sesuai
konteks Indonesia, tetapi bukan sinkretisme, sehingga lahir beberapa aliran
keagamaan.
Borobudur sebagai Warisan Budaya Indonesia yang diakui Dunia, Candi
Prambanan, dan beberapa rumah/tempat ibadah yang didirikan di masa lampau,
tetap eksis dan diakui keberadaannya, menunjukkan toleransi yang sangat baik,
sekaligus menjadi ikon heterogensi yang homogen, atau perbedaan yang menyatu
atau ke-Bhineka Tunggal Ika-an bagi seluruh bangsa Indonesia. Meskpun sering
terjadi tindakan anarkis yang dilakukan sekelompok orang tak bertanggungjawab
dan mengatasnamakan agama, kepada “sasaran tertentu” di Indonesia, tetapi
hampir seluruh bangsa Indonesia mengutuk atau menganggap perstiwa dimaksud
sebagai sebuah “malapetaka terorganisir”, yang dilakukan oleh oknum. Bukankah
itu menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki harga diri
besar , yang sekaligus menunjukkan Sikap Percaya Diri sebagai Manusia
Seutuhnya?
Dikatakan percaya diri, karena setiap permasalahan yang menyangkut SARA,
dan berpotensi merusak tata masyarakat atau akan memecah kesatuan dan
persatuan bangsa, belum pernah sekalipun bangsa Indonesia (Pemerintah
Indonesia) meminta bantuan atau dukungan dari negara lain untuk menyelesaikan
konflik yang berkembang tersebut. Dengan semangat kegotong-royongan seluruh
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 113 dari 164.
rakyat dan bangsa Indonesia bahu membahu mengikis habis anarkis dan kaum
separatis yang akan merusak dan merongrong persatuan dan keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Manusia seutuhnya menunjuk pada keseimbangan mental, spiritual, moral
dan budi pekerti luhur yang melandasi setiap gerak langkah masyarakat Indonesia
dalam pergaulan regional dan internasional. Sisi lain, peran serta bangsa Indonesia
dalam memayu hayuning bawana, tidak hanya di wilayah Nusantara, tetapi sudah
merambah pada dunia Internasional, dengan cara mengirimkan duta perdamaian
terbaik yang dimiliki bangsa Indonesia untuk berperan aktif dalam penyelesaian
konflik yang melibatkan berbagai negara (Kongo, Timur Tengah dll). Indonesia
menjadi kepercayaan Dunia dalam hal menjaga Perdamaian di negara-negara yang
berkonflik. Inilah Reputasi yang wajib dijaga dan dilestarikan keberadaannya agar
Eksistensi Bangsa Indonesia terjaga sepanjang masa.
F. Kegiatan Pembelajaran
Strategi Setiap Kegiatan Pembelajaran (3 x 45 menit)
No Kegiatan Pembelajaran Alokasi
Waktu
Alat, Bahan,
Media
Pendekatan,
Model,
Metode
1. Pendahuluan: Doa Pembuka dipimpan oleh Ketua Kelas
Guru memberi salam, mengecek kehadiran peserta didik dan menyiapkan
kondisi peserta didik.
Guru memberikan apersepsi dengan bertanya jawab kepada peserta didik.
Apersepsi: Apakah yang kalian ketahui tentang
materi pembelajaran pada pertemuan
kali ini.
Guru memberikan motivasi peserta didik
agar lebih bersemangat dalam
pembelajaran.
Guru menyampaikan garis besar tujuan
pembelajaran.
30
menit
Manageme
n Kelas
PPT
LCD dan Proyektor
Ceramah
2. Inti Mengamati :
Peserta didik melakukan kegiatan:
1. Mengamati, memperhatikan dengan
tekun dan semangat. 2. Mencatat hal-hal penting dari penjelasan
guru tentang materi pembelajaran.
3. Mencatat kata-kata sulit yang dirasakan
belum jelas dari penjelasan guru.
70
menit
Bahan Ajar
Power Point
Laptop,
LCD, Papan Tulis
Alat tulis
Diskusi Tanya jawab Penayangan
Film Dokumenter dan sejenisnya.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 114 dari 164.
No Kegiatan Pembelajaran Alokasi Waktu
Alat, Bahan, Media
Pendekatan, Model,
Metode
4. Melakukan kegiatan permainan atau
bermain peran sesuai materi ajar.
5. Memberikan penjelasan kepada teman
yang belum faham atau mengerti tentang
materi pelajaran pada pertemuan kali ini dengan sopan, santun, sabar dan
dengan bahasa yang bermatabat.
Menanya :
1. Guru menanyakan kepada peserta didik
tentang hal-hal penting dari tayangan di maksud tentang informasi apakah yang
terkandung dalam cerita atau tayangan.
2. Peserta didik mengajukan pertanyaan
dengan sopan dan tertib tentang hal-hal
yang dirasa sukar atau sulit dipahami.
3. Guru memberikan penjelasan sesuai pertanyaan peserta didik, serta
mengulangnya jika peserta didik belum
jelas.
4. Guru memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk bertanya tentang kaitan materi pelajaran dalam
kehidupan sehari-hari terutama tentang
kendala atau hambatan yang dihadapi
peserta didik, atau kesulitan yang
relevan dengan materi pelajaran.
5. Diskusi dan tanya jawab dilaksanakan dalam suasana yang menyenangkan.
6. Guru mencatat aktivitas peserta didik
dalam buku agenda pembelajaran
(catatan tentang Kompetensi Inti (KI) 1 dan 2): perilaku, sikap, tanggung jawab, sopan santun, kepedulian, norma dll.
7. Guru memberikan apresiasi
(penghargaan) kepada peserta didik yang
mampu menunjukkan nilai positif dari:
sikap spiritual, sikap sosial,
pengetahuan dan keterampilan sesuai
ajaran Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Mengumpulkan Informasi
1. Guru meminta peserta didik untuk
berkelompok dan melakukan
pengamatan tentang materi atau bahan ajar yang diberikan guru dalam bentuk
tayangan video, gambar, hasil seni rupa,
dokumen, dan sejenisnya.
2. Peserta didik melakukan pengamatan,
memperhatikan dengan cermat
informasi penting dari bahan ajara yang diberikan guru.
3. Mencari informasi penting baik di dalam
ruang kelas, pada lingkungan
kesehariannya atau pada komunitas
penghayat, perpustakaan atau sumber
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 115 dari 164.
No Kegiatan Pembelajaran Alokasi Waktu
Alat, Bahan, Media
Pendekatan, Model,
Metode
informasi lain yang layak dipercaya
(internet, media massa dll).
4. Mencatat dan meresume informasi
penting yang relevan dengan materi
pelajaran hari ini. 5. Peserta didik melakukan kegiatan
literasi (studi pustaka) sesuai materi ajar
yang diberikan guru.
6. Peserta didik mencatat informasi yang
relevan untuk digunakan sebagai bahan diskusi atau pengetahuan umum.
Mengasosiasi
1. Guru meminta peserta didik secara
berkelompok untuk mendiskusikan
permasalahan yang timbul dari
informasi yang didapat, kemudian mencari solusi atau pemecahan sesuai
budaya dan adat istiadat setempat.
2. Peserta didik mencatat hasil diskusi
dengan baik sesuai kaidah berbahasa
Indonesia yang baik dan benar. 3. Peserta didik atau ketua kelompok
diskusi mengumpulkan hasil diskusi
kelompok kepada guru dengan tepat
waktu dan sikap yang sopan.
4. Guru memberikan apresiasi untuk
peserta didik yang berprestasi baik. 5. Guru memberikan soal atau
permasalahan lain yang relevan untuk
memberikan pengayaan dan atau
remediasi.
6. Peserta didik mengerjaran soal sesuai perintah guru pada Lembar Kerja Peserta
atau Buku Tugas.
Mengkomunikasikan :
1. Peserta didik melaporkan hasil diskusi
kelompok secara tertulis pada Lembar
Kegiatan Peserta atau Buku Tugas. 2. Guru memeberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk mempresentasikan
hasil diskusi kelompok.
3. Peserta secara bergiliran menayangkan
atau membacakan hasil diskusi
kelompoknya. 4. Peserta dari kelompok lain memberikan
tanggapan atau sanggahan sesuai materi
ajar dengan baik dan benar dengan tetap
berperilaku sopan dan santun sesuai
karakter bangsa. 5. Guru memberikan klarifikasi dan
penguatan dari hasil yang telah di
presentasikan.
6. Guru memberikan penilaian sekaligus
apresiasi untuk kelas yang
menyenangkan.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 116 dari 164.
No Kegiatan Pembelajaran Alokasi Waktu
Alat, Bahan, Media
Pendekatan, Model,
Metode
3. Penutup 1. Guru bersama peserta didik
menyimpulkan hasil pembelajaran hari
ini.
2. Guru bersama dengan peserta didik
mereview atau mengingat kembali mengenai apa saja yang telah dipelajari
dalam kegiatan hari ini.
3. Guru memberikan evaluasi dan
memberikan tugas individu untuk
dikumpulkan pada pertemuan berikutnya
4. Guru meminta peserta didik untuk
membaca materi pada pertemuan
berikutnya sesuai Bahan Ajar Penghayat
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa (pembiasaan kegiatan literasi). 5. Doa Penutup dipimpin oleh Ketua kelas
10
menit
Tanya
jawab/tes
lisan
Tugas
mandiri
7. Tes Lisan
8. Penugasan
G. Remidi dan Pengayaan
1. Nasihat Menghadapi Cobaan
Kata kata bijak cobaan dibutuhkan oleh banyak orang yang sedang diuji oleh Tuhan. Dalam hidupini ujian memang tak akan pernah berhenti menimpa umat manusia, sebab pada dasarnya makhluk hidup memang hidup di dunia
ini untuk menghadapi segela ujian dari Tuhan. Semuanya untuk mengukur tingkat ketakwaan yang dimiliki oleh makhluk tersebut, atau secara lebih
khusus, manusia. Nah, pada kesempatan kali ini akan dibagikan beberapa kata kata yang dapat digunakan untuk memberikan semangat hidup kepada orang yang sedang mengalami ujian tersebut. Seseorang yang diuji tidak boleh
sekalipun menyerah pada keadaan, atau bahkan malah mengutuk Tuhan karena merasa mendapat ujian yang begitu berat. Sesungguhnya Tuhan tidak
akan pernah menguji umatnya melebihi kemampuan yang dimiliki. Sehingga, jika anda atau mungkin seseorang yang ada di sekitar anda diuji oleh Tuhan dengan ujian yang cukup berat, hal tersebut menunjukkan bahwa
memang anda adalah orang yang dinilai kuat. Jadi, ujian yang berat bukan berarti menunjukkan bahwa Tuhan tak sayang Anda, justru Dia malah sangat menyayangi anda.
Hal yang perlu anda lakukan saat mendapatkan ujian yang berat adalah berusaha untuk menyelesaikan ujian tersebut dengan sebaik baiknya, berdoa
kepada Tuhan semoga semuanya akan berakhir dengan baik. Hal tersebut akan membantu anda dalam rangka menngkatkan tingkat ketakwaan. Di samping itu, kata kata bijak cobaan yang akan dibagikan di bawah ini juga
bisa membuat anda lebih semangat dalam menghadapi cobaan yang anda rasa begitu berat.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 117 dari 164.
2. Perenungan
"DIBALIK SEBUAH MASALAH "
[18:24, 5/23/2017] J Darius Limantara: Awali PAGI dengan DOA
Ada seorang pria Pak Tono namanya. Ia bekerja sebagai penjaga sekolah
ternama. Pak Tono ini BUTA HURUF tapi sangat rajin. Bersih bersih dan Ramah terhadap semua murid murid, baik yang SD, SMP sampai yang SMA, bahkan dengan para orang Tua Murid TK yang biasa menunggui di sekolah Pak Tono selalu menyapa dengan santun.
Sudah lebih dari 30 tahun dia bekerja di SEKOLAH itu. Suatu hari kepala
sekolah itu digantikan dengan Kepala Sekolah yang baru dan menerapkan aturan baru. Semua pekerja harus bisa membaca dan menulis, maka Pak Tono penjaga yang buta huruf itupun, terpaksa tidak bisa bekerja lagi.
Awalnya, dia sangat sedih. Dia tidak berani langsung pulang ke rumah memberitahu kan istrinya. Pak Tono duduk termenung, di depan gudang kosong di samping sekolah, bekas kios (yang ditinggal mati pemiliknya). Sambil ber DOA dan menangis. Tiba-tiba muncullah ide untuk membuka kios jajan di kios kosong itu. Tidak disangka-sangka, anak pemilik kios itu datang dan melihat Pak Tono di depan kios. Kemudian Pak Tono memberanikan diri untuk menyampaikan keinginannya utk menyewa dan merawat kios yang kosong, sambil di pakai untuk jualan jajanan. Anak pemilik kios itu dengan senang hati mengizinkan Pak Tono menempati kios kosong itu, bahkan diberikan harga sewa yang cukup murah (karena kenal sekali dengan Pak Tono).
Kemudian Pak Tono memulai membersihkan dan mengecat ulang kios dan mulailah kios jajanan dibuka. Tak disangka-sangka kios jajanan itu sangat diminati murid-murid dan para orang tua murid yang memang sudah kenal dengan Pak Tono. Pak Tono melayani dengan baik dan sepenuh hati.
Maka tak berapa lama, kios Jajan pak Tono semakin ramai dan banyak produsen jajanan yang menitipkan jajanan di kios pak Tono.
Akhirnya dari satu kios pak Tono membuka di tempat lain sampai jadi punya beberapa kios yang menyediakan aneka jajanan.
Kini Pak Tono jadi seorang pengusaha yang sukses dan kaya.
Suatu hari, pak Tono pergi ke bank untuk membuka rekening, namun karena buta huruf, dia tidak bisa mengisi formulir dan karyawan bank yang membantunya berkata:
"Wah, Bapak buta huruf saja bisa punya uang sebanyak ini, apalagi kalau bisa membaca dan menulis, pasti lebih kaya lagi". Dengan tersenyum dia berkata: "Kalau saya bisa membaca dan menulis, saya pasti masih menjadi penjaga sekolah".
Apa yang merupakan musibah, bisa saja menjadi BERKAT. Dibalik masalah, Pasti ada Berkat. Jadi sikapilah dengan SABAR dan BIJAK .
Lakukan bagian kita secara maksimal, biarlah TUHAN Yang Maha Esa melakukan bagianNYA. Sekalipun seolah-olah tiada pertolongan jalan keluar di dalam masalah dan pergumulan hidup kita.
MENGALIRLAH SEPERTI AIR MENGALIR. JANGAN BERONTAK MENYALAHKAN TUHAN. Karena manusia hanya mengetahui apa yang di depan mata, tetapi TUHAN MENGETAHUI JAUH KE DEPAN TENTANG RENCANA YANG INDAH BAGI MEREKA YANG MENGASIHI DIA.
BERKAT tak selalu berupa emas, intan permata atau uang banyak, bukan pula saat kita tinggal di rumah mewah dan pergi bermobil. Namun BERKAT adalah Saat kita kuat dalam keadaan putus asa. Mampu tetap bersyukur ketika tidak punya apa-
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 118 dari 164.
apa. Mampu tersenyum saat diremehkan. Mampu tetap taat walau hidup teramat berat. TUHAN YANG MAHA KASIH mempunyai Rencana yang indah dalam hidupmu Selamat Beraktivitas. TUHAN MENYERTAI
H. Latihan
Coba cermati dan perhatikan beberapa berita dan tulisan berikut!
Tentukan kelas atau tataran pelaku (oknum pribadi) berdasarkan penjelasan di
atas. Diskusikan dengan teman Anda, jika perlu berdiskusi juga dengan
Pendamping, Penyuluh Penghayat di Organisasi Anda.
BERBAGAI PERISTIWA KEMANUSIAAN
1. Tindak Kejahatan (Bersenjata)
2. Menjelang Puasa, Perampokan Mendominasi Tindak Kriminal di Jakarta
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 119 dari 164.
Laporan: Andhika Tirta Saputra
Berdasarkan data yang dihimpun dari Bidang Hubungan Masyarakat Polda
Metro Jaya, Kamis (11/6/2017), kasus perampokan, mendominasi angka
tindak kriminalitas pada satu bulan menjelang Ramadan. Pencurian dengan pemberatan terjadi sebanyak 253 kasus, dengan rincian, pencurian dengan kekerasan seperti penodongan 19 kasus, perampasan 27 kasus, perampokan
empat kasus, pembajakan satu kasus. Sedangkan pencurian kendaraan bermotor seperti sepeda motor terjadi 154 kasus, mobil 56 kasus.
Kemudian, peristiwa pembunuhan tercatat delapan kasus, penganiayaan berat 146 kasus, pemerasan 38 kasus, pemerkosaan enam kasus, dan narkotika 547 kasus. Total tindak kriminalitas yang terjadi pada Mei 2015 sebanyak 1.447
kasus. Sementara, kasus pencurian yang belakangan marak terjadi, adalah pencurian atau perampokan mini market. Setidaknya, kurang dalam satu
pekan ini sudah ada dua peristiwa perampokan di mini market, di Jakarta. Senin (8/6/2015) dini hari, mini market Alfamidi, di Jalan Jambore, Cibubur, Jakarta Timur, disatroni garong. Uang Rp 40 juta raib digondol pelaku yang
berjumlah empat orang itu. Sehari sebelumnya, Alfamidi di Jalan Asembaris Raya Nomor 15, Kebon Baru, Tebet, Jakarta Selatan, didatangi sekitar enam orang pencuri bersenjata api, sekitar pukul 03.00 WIB. Uang sebesar Rp 55
juta pun raib dibawa pelaku. [zul]
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 120 dari 164.
3. Latihan PPPK / Tanggap Bencana
4. Kecelakaan Lalu Lintas
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 121 dari 164.
5. Musibah Kecil / Insiden
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 122 dari 164.
6. Meninggal Dunia
7. Tolong! Pengungsi Korban Banjir Bandang Aceh Tenggara Butuh Pakaian
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 123 dari 164.
8. Peduli Kasih (Posko Mudik Gratis)
Lelah Karena Perjalan Mudik? Mampir Saja di Posko Peka Mudik ...
jateng.tribunnews.com/2017/.../lelah-karena-perjalan-mudik-mampir-saja-di-posko-p...
22 Jun 2017 - Mampir Saja di Posko Peka Mudik Semarang, Ada Pijat Gratis ... Seorang
pemudik asal Jakarta tengah memilih makanan yang disediakan relawan di Posko
Peka Pemudik Semarang, Kamis (22/6/2017). ... COM, SEMARANG - Gereja Kristen
Indonesia Gereformeerd dan ... GKI Karangsaru Semarang.
Lebaran 2017
Lelah Karena Perjalan Mudik? Mampir Saja di Posko Peka Mudik Semarang, Ada Pijat Gratis Kamis, 22 Juni 2017 15:37
tribun jateng/alexander devanda wisnu
Seorang pemudik asal Jakarta tengah memilih
makanan yang disediakan relawan di Posko
Peka Pemudik Semarang, Kamis (22/6/2017).
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Alexander Devanda Wisnu P TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG –
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 124 dari 164.
Gereja Kristen Indonesia Gereformeerd dan Gereja Kristen Indonesia
Karangsaru mendirikan Posko Peka (Peduli Kasih) Pemudik di pelataran PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), Jalan Sultan Agung No 110, Semarang.
Posko Peka Pemudik menawarkan
fasilitas serba gratis. Fasilitas tersebut berupa pijat gratis, layanan bengkel gratis, toilet gratis, makanan dan
minuman gratis. Djoko Supono (67), koordinator Posko
Peka Pemudik, mengatakan, posko tersebut didirikan untuk berbagi kasih
dan membantu umat muslim yang dalam perjalanan menuju kampung halaman. "Bagi pemudik yang melintasi
jalan ini, saat lelah atau sudah mengantuk, silakan beristirahat di sini," ungkap Djoko, Kamis
(22/6/2017). Posko tersebut didirikan 21-24 Juli
2017 dan melayani pemudik pukul 07.00 WIB-22.00 WIB. Henky Tornando (22), Pemudik asal
Jakarta yang singgah di posko tersebut mengapresiasi keberadaan Posko Peka
Pemudik. Dia berharap, posko tersebut didirikan lagi saat arus mudik tahun depan. "Saya sangat terbantu adanya
posko ini. Beristirahat di sini bisa menekan biaya perjalanan karena fasilitas serba gratis yang disediakan,"
ujar Henky Tornando sambil beristirahat. (*)
9. Bencana Alam
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 125 dari 164.
Kondisi sejumlah rumah yang diterjang banjir bandang aliran Sungai Cimanuk
di Kampung Cimacan, Kecamatan Tarogong, Kabupaten Garut, Kamis (22/9/2016). Berdasarkan data sementara Basarnas Jabar, 23 orang tewas
dan belasan hilang. (Liputan6.com/Johan Tallo) Liputan6.com, Jakarta Gunung meletus, banjir bandang, banjir, gempa bumi, longsor merupakan bencana alam yang kerap terjadi di Indonesia.
Belum lagi bencana sosial yang terjadi di masyarakat seperti konflik sosial yang sempat beberapa kali terjadi. Kondisi-kondisi ini membuat masyarakat yang
terkena dampak bisa mengalami goncangan jiwa. Berdasarkan hal tersebut psikolog klinis dewasa Tri Swasono Hadi mengungkapkan pentingnya masyarakat Indonesia membekali diri dengan
kemampuan memberikan dukungan yang tepat untuk mempercepat pemulihan mental lewat pertolongan pertama psikologis atau psychological first aid (PFA). PFA ini bisa juga bisa dianalogikan sebagai P3K-nya pada psikologis. "PFA ini penting untuk masyarakat Indonesia yang banyak bencana. Termasuk juga di Jakarta yang sering banjir atau pun ada penggusuran," kata Tri dalam
peringatan Hari Kesehatan Mental Sedunia di car free day area Dukuh Atas Jalan Sudirman Jakarta. Senin (24/10/2016).
I. EVALUASI MARTABAT SPIRITUAL
Bacalah dengan cermat materi Bahan Ajar Martabat Spiritual ini sebelum Anda menjawab soal berikut, karena materi soal ini berdasarkan Text Book (Bacaan Wajib)! 1. Menghayati makna dan mengupayakan kebaikan dalam lingkungan hidup
bersama, dalam implementasinya merujuk pada laku panembah. Kita ketahui juga bahwa setiap laku terhampar berbagai aneka ujian atau cobaan hidup.
Penghayatan adalah suatu proses dialog batin menuju pembuktian yang hanya
bisa diterima (dirasakan) melalui suatu proses tahap demi tahap. Ia juga butuh kerja keras dan lelaku fisik karena bagaimanapun manusia adalah mahluk logika, mahluk nyata yang lebih cenderung dapat menerima hal-hal yang
indrawi atau tidak abstrak. Tataran atau tingkatan Wasesa atau Manusia Pati ditunjukkan pada pernyataan ...
A. Mengumbar nafsu angkara murka. Merasa diri paling nomor satu. Mementingkan diri sendiri. Tidak peduli lingkungan. Kepekaan sosial rendah. Tidak mau mengalah.
B. Manusia yang telah mencapai martabat spiritual sekaligus kedewasaan emosional atau kedewasaan spiritual sehingga mampu menjadi
pamomong di lingkungannya dalam memayu hayu sesama berbudi pekerti luhur.
C. Secara fisik dan umur belum mencapai kedewasaan, dalam “laku” baik
batin maupun lahir sudah belum menunjukkan atau menggunakan kaidah memayu hayu diri pribadi. Dalam kesehariannya selalu
menunjukkan itikad baik, akan tetapi emosinya belum terjaga dengan baik, tutur kata tidak menunjukkan budayanya.
D. Sudah berbuat untuk memayu hayuning bawana dalam taraf sederhana
dan belum konsisten. Mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi. Menjaga harmonisasi relasi antara manusia dan lingkungan. Mampu menjadi teladan di lingkungannya. Mampu meredam
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 126 dari 164.
nafsu angkara murka. Memiliki kepekaan sosial cukup baik. Menyukai
dan mencintai kedamaian. E. Martabat pribadi yang telah mampu menjadi panutan dalam memayu
hayuning bawana. Beberapa pakar penghayat menyebutkan, bahwa penghayatan terlampau sulit untuk diajarkan, akan tetapi akan menjadi sesuatu yang mudah dicerna dan dilaksanakan apabila hal itu
diteladankan atau diberikan contoh yang faktual dan terkini. Beranjak dari pemikiran tersebut, penghayatan harus diteladankan. Mari kita
mencoba untuk mencermati hal-hal berikut ini terkait dengan ujian atau cobaan hidup.
2. Contoh menghayati makna dan mengupayakan kebaikan dalam lingkungan hidup bersama bagi Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam bidang penanggulangan bencana alam, tersaji dalam ....
A. Ikut serta dalam menjaga perdamaian dunia di negara yang sedang konflik.
B. Mengikuti kegiatan kepramukaan yang bergerak dalam bidang kemanusiaan.
C. Menjadi anggota Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana
Alam. D. Mengikuti kegiatan Jumat bersih di Sekolah, dan menjaga kebersihan
lingkungan. E. Melakukan penanaman seribu pohon penghijauan dalam kegiatan
peringatan HUT Kemerdekaan RI.
3. Meneladani sikap dan perilaku bersyukur dalam berbagai peristiwa kehidupan
tercermin dalam tindakan ...
A. Tidak menyontek pekerjaan teman ketika ulangan. B. Bersujud dan bersembah setelah melewati ujian sekolah.
C. Memberikan maaf dan tidak dendam atas perlakuan rekan, saudara atau orang lain.
D. Belajar giat, hadir tepat waktu, berpakaian rapi, bertutur sopan, jujur,
disiplin dan menghargai teman. E. Berperilaku disiplin, jujur, bertanggungjawab, setia, peduli lingkungan
dan menjaga harmonisasi lingkungan, tanpa diminta, baik di rumah, di sekolah dan dimanapun.
4. Berikut adalah sikap dan perilaku bersyukur yang mencerminkan tindakan naif (ngawur).
A. Memberikan seluruh uang saku harian kepada pengamen jalanan. B. Menyumbangkan seluruh hasil jerih payah dalam sebuah kegiatan lomba,
tanpa memperdulikan atau minta pertimbangan teman anggota timnya.
C. Mengikuti dan menonton pertandingan sepak bola dengan taruhan uang, benda atau suatu tindakan tertentu, tanpa peduli norma kesusilaan dan norma sosial.
D. Menghamburkan seluruh uang hasil memenangkan kejuaraan atau lomba dengan teman-teman se timnya, dengan tujuan mencari
kesenangan atau having fun.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 127 dari 164.
E. Mengikuti kegiatan kemanusiaan yang diselenggarakan oleh lembaga,
dengan meninggalkan tugas yang diberikan oleh guru tanpa ijin atau sepengetahuan sekolah.
5. Mengembangkan sikap saling mengasihi antar sesama mahluk hidup dalam
kehidupan sehari-hari, tercermin dalam tindakan .... A. Merawat kucing yang terluka karena tertabrak kendaraan di jalan.
B. Membantu teman yang kesulitan menjawab soal ketika berlangsung ulangan.
C. Membiarkan teman mencemooh, karena sikap dan perilaku kita yang
memang keliru. D. Membantu merawat saudara yang sakit, tanpa memperdulikan kondisi
dan kesehatan sendiri. E. Mentertawakan kecelakaan atau kemalangan teman sepermainan akibat
ketidak hati-hatiannya.
6. Berikut adalah cerminan sikap saling mengasihi dan tanpa pamrih.
A. Membantu seorang gadis menyeberang jalan pada saat lalu lintas ramai. B. Membantu seorang nenek menyeberang jalan pada saat lalu lintas ramai.
C. Membantu menyuci pakaian karena pembantu sedang tidak bertugas di rumah.
D. Merelakan uang saku kita untuk membantu teman yang kekurangan
uang jajan. E. Meminjamkan buku catatan kepada teman yang tidak mau mencatat saat
pelajaran.
7. Mengekspresikan keagungan Tuhan dalam budaya spiritual Nusantara tercermin pada kesenian berikut ....
A. Pertunjukan Wayang Purwa dengan lakon “Bima Suci”. B. Pertunjukan Wayang Potehi dengan Lakon Sam Pek Ing Tay. C. Pertunjukan Ketoprak Jawa Timuran dengan lakon Damarwulan.
D. Pertunjukan Kolaboratif antara Musik Barat, Gamelan, Sendratari. E. Penayangan Film Dokumenter tentang Perang Dunia II (Pearl Harbour,
Hawaii).
8. Mengekspresikan keagungan Tuhan dalam budaya spiritual Nusantara tercermin pada ritual .... A. Samadi.
B. Manembah. C. Malati Hening (Manembah Sujud) 1 Sura.
D. Pemandian (Penjamasan) Benda Pusaka pada 1 Sura. E. Melarung Sesaji di tempat Keramat atau tempat yang dianggap bertuah.
9. Mengembangkan sikap percaya diri sebagai manusia seutuhnya, dicerminkan
oleh tindakan kaum Penghayat dalam .... A. Sujud Jiwa.
B. Sujud Raga.
C. Mamayu Hayuning Sesama.
D. Memayu Hayuning Bawana.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 128 dari 164.
E. Memayu Hayuning Diri Pribadi.
10. Mengembangkan sikap percaya diri sebagai manusia seutuhnya, dicerminkan
oleh sikap kaum Penghayat dalam .... A. Sujud.
B. Manembah.
C. Upacara Ruwatan Masal.
D. Menepati janji yang telah diucapkan dan disaksikan.
E. Mengemban dan melaksanakan tugas kenegaraan yang diberikan
Pemerintah.
Kunci Jawaban
1. D 2. C 3. E
4. B 5. A
6. B 7. A 8. C
9. D 10. E
Kriteria Penilaian Setiap soal diberikan skor = 1 (satu), sehingga skor total = 10.
Nilai Akhir NA = 10 x Skor Maksimal = 10 x 10 = 100 (seratus).
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 129 dari 164.
BAB V
LARANGAN DAN KEWAJIBAN
A. Kompetensi Inti
KI 1 Kompetensi Spiritual
Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
KI 2 Kompetensi Sosial
Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli
(gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-
aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai
permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan
sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan
bangsa dalam pergaulan dunia.
KI 3 Kompetensi Pengetahuan
Memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi pengetahuan
faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait
penyebab fenomena dan kejadian dalam bidang kerja yang spesifik
untuk memecahkan masalah.
KI 4 Kompetensi Keterampilan
Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah
abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di
sekolah secara mandiri, dan mampu melaksanakan tugas spesifik di
bawah pengawasan langsung
B. Kompetensi Dasar
1. Memahami prosedural dan tahapan menghindari larangan-larangan
dalam Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Memahami prosedural dan tahapan dalam menjalankan kewajiban dalam
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 130 dari 164.
C. Tujuan Pembelajaran
1. Memiliki pengetahuan prosedural dan tahapanuntuk menghindari
larangan-larangan dalam Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Memiliki pengetahuan prosedural dan tahapan dalam menjalankan
kewajiban dalam Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
D. Indikator
Peserta didik diharapkan mampu:
1. Menjelaskan prosedural dan tahapan menghindari larangan-larangan
dalam Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Menjelaskan prosedural dan tahapan dalam menjalankan kewajiban
dalam Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
E. Materi Pembelajaran Larangan Dan Kewajiban
1. Makna Menghindari Perbuatan Tercela
Perbuatan tercela adalah perbuatan yang dilakukan manusia karena
melanggar norma yang berlaku pada masyarakat, baik norma tertulis (Undang-
Undang, Peraturan Pemerintah, Tata Tertib) maupun tidak tertulis (norma
kesusilaan, sopan santun, norma sosial dan budaya Indonesia).
Perbuatan mulia atau perilaku luhur Budi, adalah menjaga dan melestarikan
alam semesta (Memayu Hayuning Bawana), menjaga diri (memayu hayuning diri),
menjaga kedamaian, keamaanan dan ketertiban masyarakat, dan menjaga
kehormatan diri, keluarga, masyarakat dan bangsa Indonesia di dalam semua
aspek kehidupannya. Perbuatan ini harus dilakukan dengan kesadaran penuh
(wening nala lan driya, pikiran dan diri pribadi), inkhlas trusing bathos (tulus dan
suci sampai ke hati nurani), yang disertai dengan tindakan nyata, akan lebih mulia
(luhur Budi), jika dilakukan dalam kerangka menjaga “Rahayuning Sesama”
(kedamaian khak yang menjadi milik sesama umat, manusia).
Tujuan yang hendak dicapai dalam berbuat atau berbudi pekerti luhur, bukan
untuk mencari kesenangan pribadi, atau supaya dikatakan sebagai orang yang
“beradab”, atau mencari “pahala” atau suatu “sangu” (tabungan) untuk nanti, akan
tetapi semua itu dilakukan dengan harapan atau maksud untuk “PENGUCAPAN
SYUKUR atau RASA TERIMA KASIH” kepada Tuhan Yang Maha Esa. Itu adalah inti
“panembah yang menyembah Gusti Ingkang Hakaryo Jagat Saisinipun”. Mengapa
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 131 dari 164.
demikian? Ya, karena seluruh kehidupan kita sudah diatur dan diberkahi atau
diperlengkapi dengan sempurna oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Pengucapan syukur atau terima kasih kepada Sang Mutlak akan membawa
kita ke arah wening ing driya atau tubuh yang berserah dan hanya menghamba
kepada Tuhan Yang Maha Esa, pada akhirnya kita akan selalu berada pada titik
penyerahan diri secara total (golong gilig).
Segala yang ada pada hidup dan di kehidupan kita telah diatur oleh Tuhan
Yang Maha Kuasa. Kesehatan, kepandaian, ketenteraman, kehidupan yang
sejahtera lahir batin, dan seluruh kebahagaiaan yang melekat pada kehidupan kita
akan mengakibatkan dua hal:
1) Kita makin bersyukur, dan manembah secara benar “manut satataning
panembah” (menurut penyembahan yang benar kepada Sang Pencipta) sesuai
keyakinan dan kepercayaan kita, atau
2) Kita makin arogan, karena semuanya seolah-olah kita telah merencanakan,
sehingga lupa bahwa segala sesuatunya telah digariskan oleh Tuhan Yang
Maha Esa.
Kita tinggal menentukan atau memilah mana yang sesuai dengan hati nurani
terdalam kita (Nur Pepadhang), agar kita terhindar dari “murka” atau “perbuatan
tercela”. Orang akan dianggap sukses dalam menata hidupnya jika mampu
bersyukur dalam segala keadaan. Bersyukur dalam keadaan berbahagia atau
ketika sukses, berhasil atau memperoleh pangkat, derajat, harta dan kemakmuran
karena kerjakeras kita, itu sudah biasa.
Apakah kita juga masih sempat atau tetap bersyukur jika kita dalam suasana
kesedihan, duka cita, bencana, kegagalan, putus asa, kemalangan yang tak
kunjung usai, atau tertekan? Jika ya, maka kita telah lupa bahwa “segala sesuatu
ada waktunya” (nyokro manggilingan), seyogianya kita tetaplah “eling lan waspada”.
Eling di sini memberi pengertian bahwa “itu semua memang kehendak dan rencana
agung dari Tuhan Yang Maha Kuasa, agar kita tetap “waspada” artinya tetap “ingat
dan pasrah” kepada-Nya.
Sudah seharusnya dan selayaknya kita senantiasa bersyukur untuk setiap
apapun yang telah Tuhan berikan bagi kita. Ujian yang paling sulit adalah ketika
kita dalam keadaan bersuka cita atau bahagia, atau sejahtera. Jika kita terhanyut
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 132 dari 164.
dan larut dalam suasana seperti itu dan lupa kepada Sang Pencipta, maka
sesungguhnya kita “tidak tahan uji atau tidaklulus ujian hidup kita”.
Kesedihan dan kesusahan selalu akan mengiringi sepanjang hidup kita, karena
itu jangan “semplah” (sedih berlarut-larut), sehingga kita tidak akan mampu
menggunakan “kawaskitan” (kepandaian atau kecerdasan spiritual) untuk
menyongsong dan menghadapi kehidupan kita. Akan lebih bijak jika kita “pasrah
lan sumendhe anamung dhumateng Gusti Ingkang Hakaryo Jagat Saisinipun”
(berserah, bersembah dan pasrah total kepada Tuhan Yang Maha Esa).
Hal itu dikenal sebagai “ilmu iklhas”, sebuah pencerahan dari Budi yang
senantiasa dicari oleh orang yang “sumelah” (berserah dan bersembah kepada
Tuhan Yang Maha Esa); sebuah ilmu dengan tataran paling tinggi. Jika kita sampai
pada tataran ini, maka “sejatining kayektenwus dhatan kasamaran”, (penyembahan
yang sesungguhnya sudah tidak asing lagi atau nyata).
Jika kita mampu menghindari semua perbuatan tercela, secara otomatis kita
akan dimasukkan dalam golongan orang “berbudi pekerti luhur”, tetapi bukan itu
masalah utamanya. Yang terpenting adalah semua yang kita lakukan tidak
mengharapkan pujian dari sesama, sebab jika itu yang kita kejar, maka kita sudah
mendapatkan. Apalah arti sebuah pujian dari lingkungan manusia karena
perbuatan baik kita. Segala perbuatan baik kita adalah pengucapan syukur yang
tulus dan ikhlas kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Ciri utama keyakinan kita adalah Percaya, Mituhu, Manembah kanthi becik,
Ngedohi sak wernaning penggawe ala” (Percaya, Mengikuti Perintah Tuhan,
Bersembah sesuai tuntunan Budi, menjauhi segala tindak kejahatan dan
perbuatan tercela). Karena itu kita harus berdiri teguh dan tidak goyah akan
Kepercayaan kita terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Inilah kunci menghadapi
kehidupan dan mengelola hidup kita.
2. Makna Mematuhi Perintah Tuhan Yang Maha Esa
Perintah Tuhan diberikan bagi umat manusia dengan tujuan untuk
memberikan kebahagiaan, ketenangan dan kedamaian hidup kita. Lho, kok
demikian?
Keteraturan kehidupan ini tercipta oleh kuasa Tuhan agar kita mampu berada
di jalur yang benar sesuai kehendak-Nya. Bayangkan, seandainya tidak ada
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 133 dari 164.
larangan, semua dibebaskan bagi kita untuk melakukan apapun sekehendak hati
maka ada berapa manusia lain yang akan menderita sengsara atau dirugikan oleh
perbuatan kita. Mari kita coba balik keadaan ini, orang lain di luar kita
memperlakukan kita dengan sekehendak hatinya, apakah kita akan merasa aman
damai sejahtera serta tidak ada gejolak dalam diri kita? Tentu tidak, bukan?
Kita belajar pada rambu-rambu lalu lintas, bayangkan jika seandainya tidak
ada rambu-rambu lalu lintas. Kekacauan dan keruwetan lalu lintas, bahkan akan
terjadi kecelakaan yang terus beruntun.Tentu kita tidak menginginkannya. Ya,
sesungguhnya kitapun berharap hidup kita tidak mengalami kekacauan, atau
ketidak tenangan atau ketidakberesan. Itulah fungsi utama peraturan, tata tertib,
norma, kaidah ataupun hukum baik tertulis maupun tidak. Keselarasan,
keseimbangan dan harmonisasi kehidupan merupakan target utama atau
fungsiserta peran Perintah dan Larangan Tuhan Yang Maha Esa.
1. Perintah
Segala sesuatu yang wajib dan harus dilakukan oleh kita (Penghayat
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa):
a. Menyembah dan bersujud hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Memayu Hayuning Bawana.
c. Memayu Hayuning Pribadi.
d. Menjaga dan melestarikan hidup dan kehidupan, sebagai ungkapan
syukur.
e. Mengasihi sesama kita tanpa pamrih.
f. Mengasihi seluruh ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa.
g. Menjaga perdamaian dan keharmonisan seluruh alam semesta.
2. Larangan
a. Tidak berbakti atau menyembah selain Tuhan Yang Maha Esa.Merusak
atau menjadi perantara perusakan alam semesta dan seluruh ciptaan.
b. Mengobarkan hawa nafsu dan keserakahan.
c. Merusak hidup dan kehidupan diri pribadi, keluarga, masyarakat dan
seluruh umat di dunia.
d. Merusak dan melanggar norma kehidupan.
e. Membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 134 dari 164.
f. Membahayakan, merusak, dan menghilangkan hidup dan kehidupan
manusia.
F. Kegiatan Pembelajaran
Strategi Setiap Kegiatan Pembelajaran (3 x 45 menit)
No Kegiatan Pembelajaran Alokasi Waktu
Alat, Bahan, Media
Pendekatan, Model,
Metode
1. Pendahuluan: Doa Pembuka dipimpin Ketua Kelas
Guru memberi salam, mengecek kehadiran peserta didik dan menyiapkan
kondisi peserta didik.
Guru memberikan apersepsi dengan bertanya jawab kepada peserta didik.
Apersepsi: Apakah yang kalian ketahui tentang
materi pembelajaran pada pertemuan
kali ini.
Guru memberikan motivasi peserta didik
agar lebih bersemangat dalam
pembelajaran.
Guru menyampaikan garis besar tujuan pembelajaran.
30
menit
Manageme
n Kelas
PPT
LCD dan
Proyektor
Ceramah
2. Inti Mengamati :
Peserta didik melakukan kegiatan:
1. Mengamati, memperhatikan dengan
tekun dan semangat.
2. Mencatat hal-hal penting dari penjelasan guru tentang materi pembelajaran.
3. Mencatat kata-kata sulit yang dirasakan
belum jelas dari penjelasan guru.
4. Melakukan kegiatan permainan atau
bermain peran sesuai materi ajar. 5. Memberikan penjelasan kepada teman
yang belum faham atau mengerti tentang
materi pelajaran pada pertemuan kali ini
dengan sopan, santun, sabar dan
dengan bahasa yang bermatabat.
Menanya : 1. Guru menanyakan kepada peserta didik
tentang hal-hal penting dari tayangan di
maksud tentang informasi apakah yang
terkandung dalam cerita atau tayangan.
2. Peserta didik mengajukan pertanyaan dengan sopan dan tertib tentang hal-hal
yang dirasa sukar atau sulit dipahami.
3. Guru memberikan penjelasan sesuai
pertanyaan peserta didik, serta
mengulangnya jika peserta didik belum
jelas.
70
menit
Bahan Ajar
Power Point
Laptop,
LCD,
Papan Tulis Alat tulis
Diskusi Tanya jawab Penayangan
Film Dokumenter dan sejenisnya.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 135 dari 164.
No Kegiatan Pembelajaran Alokasi Waktu
Alat, Bahan, Media
Pendekatan, Model,
Metode
4. Guru memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk bertanya tentang
kaitan materi pelajaran dalam
kehidupan sehari-hari terutama tentang
kendala atau hambatan yang dihadapi peserta didik, atau kesulitan yang
relevan dengan materi pelajaran.
5. Diskusi dan tanya jawab dilaksanakan
dalam suasana yang menyenangkan.
6. Guru mencatat aktivitas peserta didik dalam buku agenda pembelajaran
(catatan tentang Kompetensi Inti (KI) 1 dan 2): perilaku, sikap, tanggung jawab, sopan santun, kepedulian, norma dll.
7. Guru memberikan apresiasi
(penghargaan) kepada peserta didik yang
mampu menunjukkan nilai positif dari: sikap spiritual, sikap sosial,
pengetahuan dan keterampilan sesuai
ajaran Penghayat Kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
Mengumpulkan Informasi 1. Guru meminta peserta didik untuk
berkelompok dan melakukan
pengamatan tentang materi atau bahan
ajar yang diberikan guru dalam bentuk
tayangan video, gambar, hasil seni rupa,
dokumen, dan sejenisnya. 2. Peserta didik melakukan pengamatan,
memperhatikan dengan cermat
informasi penting dari bahan ajara yang
diberikan guru.
3. Mencari informasi penting baik di dalam ruang kelas, pada lingkungan
kesehariannya atau pada komunitas
penghayat, perpustakaan atau sumber
informasi lain yang layak dipercaya
(internet, media massa dll).
4. Mencatat dan meresume informasi penting yang relevan dengan materi
pelajaran hari ini.
5. Peserta didik melakukan kegiatan
literasi (studi pustaka) sesuai materi ajar
yang diberikan guru. 6. Peserta didik mencatat informasi yang
relevan untuk digunakan sebagai bahan
diskusi atau pengetahuan umum.
Mengasosiasi
1. Guru meminta peserta didik secara
berkelompok untuk mendiskusikan permasalahan yang timbul dari
informasi yang didapat, kemudian
mencari solusi atau pemecahan sesuai
budaya dan adat istiadat setempat.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 136 dari 164.
No Kegiatan Pembelajaran Alokasi Waktu
Alat, Bahan, Media
Pendekatan, Model,
Metode
2. Peserta didik mencatat hasil diskusi
dengan baik sesuai kaidah berbahasa
Indonesia yang baik dan benar.
3. Peserta didik atau ketua kelompok
diskusi mengumpulkan hasil diskusi kelompok kepada guru dengan tepat
waktu dan sikap yang sopan.
4. Guru memberikan apresiasi untuk
peserta didik yang berprestasi baik.
5. Guru memberikan soal atau permasalahan lain yang relevan untuk
memberikan pengayaan dan atau
remediasi.
6. Peserta didik mengerjaran soal sesuai
perintah guru pada Lembar Kerja Peserta
atau Buku Tugas. Mengkomunikasikan :
1. Peserta didik melaporkan hasil diskusi
kelompok secara tertulis pada Lembar
Kegiatan Peserta atau Buku Tugas.
2. Guru memeberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mempresentasikan
hasil diskusi kelompok.
3. Peserta secara bergiliran menayangkan
atau membacakan hasil diskusi
kelompoknya.
4. Peserta dari kelompok lain memberikan tanggapan atau sanggahan sesuai materi
ajar dengan baik dan benar dengan tetap
berperilaku sopan dan santun sesuai
karakter bangsa.
5. Guru memberikan klarifikasi dan penguatan dari hasil yang telah di
presentasikan.
6. Guru memberikan penilaian sekaligus
apresiasi untuk kelas yang
menyenangkan.
3. Penutup 1. Guru bersama peserta didik
menyimpulkan hasil pembelajaran ini. 2. Guru bersama dengan peserta didik
mereview atau mengingat kembali
mengenai apa saja yang telah dipelajari
dalam kegiatan hari ini.
3. Guru memberikan evaluasi dan memberikan tugas individu untuk
dikumpulkan pada pertemuan
berikutnya
4. Guru meminta peserta didik untuk
membaca materi pada pertemuan
berikutnya sesuai Bahan Ajar Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa (pembiasaan kegiatan literasi).
5. Doa Penutup dipimpin oleh Ketua Kelas
10
menit
Tanya
jawab/tes lisan
Tugas
mandiri
9. Tes Lisan
10. Penugasan
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 137 dari 164.
G. Remidi dan Pengayaan
1. Karakter Penghayat Kepercayaan terhadapTuhan Yang Maha Esa
1. Keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa
2. Pengakuan dan kesanggupan manembah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
3. Membangun dan membina diri dalamnilai-nilai spiritual kearah Kesucian,
Moral dan Budi Luhur.
4. Mewujudkan persaudaraan antara sesama umat manusia atas dasar
cinta kasih.
5. Memenuhi kewajiban kemanusiaan dalam berbangsa dan bernegara.
6. Mempunyai integritas, tidak fanatic, selalu menambah pengetahuan
pengalaman lahir batin dalam masyarakat yang plural.
2. Arah Laku Penghayat
1. Memayu Hayuning Bawana,
Dilakukan dengan cara melindungi, memperindah alam dan dunia.
2. Hanggayuh Kasampunaning Urip
Membangun pribadi dalam kesempurnaan hidup.
3. Ngudi Sejatining Becik
Membangun kebersihan hati yang sejati.
4. Berbudi Bawa Leksana
Mempunyai budi luhur, berpikir besar, menjadi manusia panutan.
5. Nggayuh Dhuwur, Jembar Nalar, Jero Pikir
Bercita-cita tinggi, wawasan dan pengetahuannya luas, berpikir mendalam
dan matang.
3. Sikap Laku Penghayat
Membangun hati nurani dengan melatih sikap batin dalam :
1. Laku Sujud
2. Laku Spiritual
3. Laku Sosial.
4. Bekal Penghayat
1. Arah Laku Spiritual
Tekad – Keyakinan – Manembah
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 138 dari 164.
a. Tekad adalah prose diri dalamlaku penghayatan kepada Tuhan Yang
Maha Esa dengan adanya Budi / Dzat Tuhan yang menempatkan
perilaku seseorang di jalan yang benar.
b. Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam martabat kesucian
yang nilainya berkembang dalam perilaku hidup seseorang ke arah
Sangkan Paran hidup itu sendiri.
c. Sikap Manembah adalah penyerahan diri kepada Tuhan Yang Maha
Esadengan kesadaran total – bertahap (fisik-mental-spiritual) dalam
perilaku hidup seseorang setelah menghayati sentuhanpertama dari
Dzat hidup atau dayanya Budi/pencerahan batin/cahaya Ketuhanan.
2. Sikap
Angan-angan, Rasa, Budi, Karsa
Mengedepankan hawa nafsu lahir batin-Cipta, Rasa dan Karsa yang
terbimbing dalam Dayanya Budi/Pencerahan Batin.
5. Manfaat Budi Pekerti
a. Membangun karakter anak bangsa.
Reaktualisasi kearifan –kearifan lokal.
b. Mengeleminasi pengaruh budaya global.
c. Membangun “Nasionalisme Indonesia Baru”
Mempunyai semangat kebangsaan dalam persaingan antar negara.
d. Mempertahankan jati diri bangsa.
Membangun nilai – nilai luhur bangsa.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 139 dari 164.
6. Peran Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
7. Peran Penghayat dalam Pendidikan
Membangun Kualitas Manusia Indonesia dengan Pendidikan Budi Pekerti
Luhur Nusantara harus memenuhi :
1. Kualitas Spiritual (Sesuai Sila Pertama Pancasila)
2. Kualitas Intelektual (Perkembangan Peradaban dalam Pendidikan)
3. Kualitas Social (Kearifan Lokal, Kearifan Nusantara)
4. Kualitas Berbangsa dan Bernegara (Wawasan Kebangsaan)
BUDAYA NASIONAL PENDIDIKAN NASIONAL
POTENSI NASIONAL
Penghayat Kepercayaan
terhadap Tuhan Yang
Maha Esa
GLOBALISASI
INTERAKSI AKAR BUDAYA
KEARIFAN LOKAL Kesadaran Utuh
Mesu Budi Penghayatan Pancasila Aplikasi Spiritual Sosial Kepribadian Indonesia
(Budi Luhur)
Memayu Hayu Diri (Wasesa)
Memayu Hayu Sesama (Hamisesa)
Memayu Hayu Bawana
(Wicaksana)
PENDIDIKAN
BUDI PEKERTI
NASIONAL /
INTERNASIONAL
Pondasi Watak Ke Indonesiaan
Menjadi
Manusia yang
berkualitas /
Kompeten
PE NYU LUH
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 140 dari 164.
H. LATIHAN
Bacalah dengan cermat materi Bahan Ajar Larangan dan Kewajiban ini sebelum Anda menjawab soal berikut, karena materi soal ini berdasarkan Text Book (Bacaan Wajib)! 1. Berikut adalah tindakan yang merupakan perbuatan tercela bagi kaum
Penghayat. A. Mencontek.
B. Mengumpat karena kecewa. C. Marah – marah tanpa sebab yang jelas. D. Masuk ruang kelas tanpa memberikan salam.
E. Berlalu tanpa permisi di depan Orang Tua yang sedang duduk.
2. Perbuatan mulia atau perilaku luhur Budi yang terutama tercermin dalam .... A. menjaga diri (memayu hayuning diri). B. tindakan sopan santun, berbudi bawa leksana.
C. menjaga kedamaian, keamaanan dan ketertiban masyarakat. D. menjaga dan melestarikan alam semesta (Memayu Hayuning Bawana). E. menjaga kehormatan diri, keluarga, masyarakat dan bangsa Indonesia di
dalam semua aspek kehidupannya.
3. Setiap perbuatan baik yang kita lakukan, sesungguhnya adalah .... A. Mencari pahala. B. Mendapatkan pujian dari sesama.
C. Pengucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. D. Bekal kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai azas Kepercayaan. E. Bukti relegiusitas kita yang telah mencapai tahapan wening nalar dan
wening rasa.
4. Ciri utama yang dimiliki oleh Penghayat dengan Martabat Spiritual tertinggi adalah .... A. Perbuatan baik dilakukan dengan kesadaran penuh (wening nala lan
driya, pikiran dan diri pribadi), ikhlas trusing bathos (tulus dan suci sampai ke hati nurani), yang disertai dengan tindakan nyata.
B. Perbuatan baik harus dilakukan dengan kesadaran penuh (wening nala lan driya, pikiran dan diri pribadi), ikhlas trusing bathos (tulus dan suci
sampai ke hati nurani), yang disertai dengan tindakan nyata. Akan lebih mulia (luhur Budi), jika dilakukan dalam kerangka menjaga “Rahayuning Sesama” (kedamaian khak yang menjadi milik sesama umat, manusia).
C. Laku sujud dengan kesadaran penuh (wening nala lan driya, pikiran dan
diri pribadi), ikhlas trusing bathos (tulus dan suci sampai ke hati nurani), yang disertai dengan tindakan nyata, akan lebih mulia (luhur Budi), jika dilakukan dalam kerangka menjaga “Rahayuning Sesama” (kedamaian
khak yang menjadi milik sesama umat, manusia) juga Manunggaling Kawula Gusti.
D. Manembah harus dilakukan dengan kesadaran penuh (wening nala lan driya, pikiran dan diri pribadi), ikhlas trusing bathos (tulus dan suci
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 141 dari 164.
sampai ke hati nurani), yang disertai dengan tindakan nyata, akan lebih
mulia (luhur Budi), jika dilakukan untuk menjaga “Rahayuning Sesama” (kedamaian khak yang menjadi milik sesama umat, manusia) dalam
rangka Manunggaling Kawula Gusti. E. Nalar dan pikiran harus dilakukan dengan kesadaran penuh (wening nala
lan driya, pikiran dan diri pribadi), ikhlas trusing bathos (tulus dan suci sampai ke hati nurani), yang disertai dengan tindakan, akan lebih mulia (luhur Budi), jika dilakukan dalam kerangka menjaga “Rahayuning
Sesama” (kedamaian khak yang menjadi milik sesama umat, manusia), serta Manunggaling Kawula Gusti.
5. Segala yang ada pada hidup dan di kehidupan kita telah diatur oleh Tuhan
Yang Maha Kuasa. Kesehatan, kepandaian, ketenteraman, kehidupan yang
sejahtera lahir batin, dan seluruh kebahagaiaan yang melekat pada kehidupan kita akan mengakibatkan hal positif: A. Kita makin bersyukur, dan manembah secara benar “manut satataning
panembah” (menurut penyembahan yang benar kepada Sang Pencipta) sesuai keyakinan dan kepercayaan kita.
B. Kita tak perlu bersyukur, dan manembah secara benar “manut satataning pangreh” (menurut kebenaran kita dan penyembahan yang benar kepada
sang penguasa) sesuai keyakinan dan kepercayaan kita. C. Kita bersyukur dan manembah “manut satataning panembah” (menurut
penyembahan yang benar kepada sang pencipta) sesuai keyakinan dan kepercayaan kita tak peduli kesehatan dan keaadaan kita.
D. Kita makin bersyukur, dan manembah secara tepat “manut pranataning panembah” (menurut aturan penyembahan yang benar kepada sang penguasa) sesuai keyakinan, kepercayaan, kepandaian dan kepribadian
kita. E. Kita makin bangga ketika bersyukur, dan manembah secara benar “manut
satataning panembah” (menurut penyembahan yang benar kepada sang pecinta) sesuai keyakinan, kepercayaan dan kepribadian dan kepandaian kita.
6. Perintah Tuhan diberikan bagi umat manusia dengan tujuan untuk ….
A. memberikan ketenangan dan kedamaian hidup kita. B. memberikan kebahagiaan, dan kedamaian hidup kita. C. memberikan ketenteraman dan kebahagiaan hidup kita.
D. memberikan kebahagiaan, ketenteraman, dan ketenangan hidup kita. E. memberikan kebahagiaan, ketenangan, ketenteraman dan kedamaian
hidup kita.
7. Keteraturan kehidupan ini tercipta oleh kuasa Tuhan dengan tujuan agar kita
mampu …. A. menentukan yang benar sesuai kehendak-nya. B. memilih jalur yang benar sesuai kehendak-nya.
C. menempati jalur yang benar sesuai kehendak-nya. D. berada pada jalur yang benar sesuai kehendak-Nya.
E. Agar kita mampu berada di jalur yang benar sesuai kehendak-nya.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 142 dari 164.
8. Fungsi dan peran utama peraturan, tata tertib, norma, kaidah ataupun hukum baik tertulis maupun tidak bagi Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa adalah …. A. Keselarasan dan harmonisasi kehidupan sesuai Perintah dan Larangan
Tuhan Yang Maha Esa.
B. Keseimbangan dan harmonisasi kehidupan sesuai Perintah dan Larangan Tuhan Yang Maha Esa.
C. Keselarasan, keseimbangan dan harmonisasi kehidupan sesuai Perintah dan Larangan Tuhan Yang Maha Esa.
D. Keselarasan, keseimbangan, harmonisasi, dan peran aktif kehidupan
manusia sesuai Perintah dan Larangan Tuhan Yang Maha Esa. E. Keselarasan, keseimbangan, harmonisasi, kesenjangan dan peran aktif
kehidupan manusia sesuai Perintah dan Larangan Tuhan Yang Maha Esa.
9. Untuk soal nomor 9 dan 10, perhatikan pernyataan berikut!
“Apakah kita juga masih sempat atau tetap bersyukur jika kita dalam suasana kesedihan, duka cita, bencana, kegagalan, putus asa, kemalangan yang tak kunjung usai, atau tertekan? Jika ya, maka kita telah lupa bahwa
segala sesuatu ada waktunya (nyokro manggilingan), seyogianya kita tetaplah eling lan waspada”.
Kata eling di sini memberi pengertian bahwa:
A. Segala sesuatu yang terjadi di dunia memang kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa.
B. Segala sesuatu yang terjadi di dunia memang kehendak dan rencana agung dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
C. Segala sesuatu yang terjadi di dunia memang kehendak dan rencana agung dari Tuhan Yang Maha Kuasa, tanpa melibatkan manusia.
D. Segala sesuatu yang terjadi di dunia memang kehendak dan rencana
agung dari Tuhan Yang Maha Kuasa, dengan melibatkan manusia sebagai pelakunya.
E. Segala sesuatu yang terjadi di dunia memang kehendak dan rencana agung dari Tuhan Yang Maha Kuasa, dengan tujuan untuk memberikan ketenaran dan derajat atau martabat spiritual umat manusia.
10. Kata waspada memberi pengertian bahwa:
A. Anugerah dan bencana adalah kehendak-Nya, kita mesti tabah menjalani
sesuai rencana agung dari Tuhan Yang Maha Kuasa, agar kita tetap “waspada” artinya tetap “ingat dan pasrah” kepada-Nya.
B. Anugerah dan bencana adalah hukuman-nya, kita mesti tabah menjalani sesuai rencana agung dari Tuhan Yang Maha Kuasa, agar kita tak perlu “was-was” artinya tetap “ingat dan tahu” kepada-nya.
C. Anugerah dan bencana adalah hukuman-nya, kita mesti tekun menjalani sesuai rencana agung dari Tuhan Yang Maha Kuasa, agar kita tetap “hati-
hati” artinya tetap “ingat, pasrah, dan manembah” kepada-nya. D. Anugerah dan bencana adalah kehendak-nya, kita mesti tabah menjalani
sesuai rencana agung dari Tuhan Yang Maha Kuasa, agar kita tetap
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 143 dari 164.
“bertekun dan selalu taat” artinya tetap “ingat, pasrah dan manembah”
kepada-nya. E. Anugerah dan bencana adalah kehendak-nya, kita mesti tabah menjalani
sesuai rencana agung dari Tuhan Yang Maha Kuasa, agar kita tetap “bertekun dan selalu taat” artinya tetap “ingat, pasrah, sujud dan manembah” kepada-nya.
Kunci Jawaban 1. E 2. D
3. C 4. B
5. A 6. E 7. D
8. C 9. B 10. A
Kriteria Penilaian
Setiap soal diberikan skor = 1 (satu), sehingga skor total = 10. Nilai Akhir NA = 10 x Skor Maksimal = 10 x 10 = 100 (seratus).
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 144 dari 164.
I. Evaluasi / Penugasan
Silakan Anda membuat KARYA TULIS atau PUISI (individual)
dengan judul: “MENJADI MANUSIA SEUTUHNYA DALAM
MEMAYU HAYUNING BAWANA”
Kriteria Karya Tulis
1. Tidak mengandung unsur SARA, Kekerasan, Pornografi, Agitasi dan kejahatan
lain.
2. Ketik Komputer, menggunakan kaidah penulisan karya ilmiah dalam Bahasa
Indonesia Baku (EYD).
3. Huruf Times New Roman 12 pt, (kecuali Halaman Judul, lay out bebas)
4. Spasi 1,5 cm.
5. Margin kiri: 2,5 cm, margin kanan; 2 cm; margin atas: 2 cm; margin bawah:
2 cm.
6. Ukuran kertas A4 (kwarto).
7. Minimal 10 halaman (tidak termasuk halaman sampul).
8. Ketikan hitam putih (sampul boleh berwarna).
9. Tuliskan Sumber Referensinya jika bukan karangan sendiri (jangan mengambil
dari Bahan Ajar ini).
10. Dikumpulkan paling lambat, hari terakhir PBM sebelum PKK (UKK), Kenaikan
Kelas.
Kriteria Penulisan PUISI
1. Kriteria penulisan, harus memenuhi kriteria Karya Tulis (7.1) di atas;
kecuali poin 7: minimal 3 halaman.
2. Puisi di tulis pada halaman 1 (satu), setelah halaman judul.
3. Puisi hasil karya pribadi dan belum pernah di publikasikan dalam bentuk
apapun (Fresh from di oven). Contoh publikasi :
1. Cetak (buku, leaflet, koran, majalah, tabloid, selebaran dan sejenisnya).
2. Elektronik/IT dan sejenisnya : WA, SMS, FB, Email, Blog, dsb.
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 145 dari 164.
4. Halaman ke dua dst, tiap halaman berisi penjelasan untuk tiap bait puisi. (Jika
jumlah bait kurang dari 3; maka perlu penjelasan kata – kata yang digunakan
(glosarium/kamus) dsb.
5. Puisi harus dilengkapi dengan penjelasan, uraian atau pemahaman tentang
maksud, makna, penggunaan kata dan dasar pemikiran.
Kriteria Penilaian Penugasan
Penilaian dilakukan terhadap aspek:
1. Originalitas (Keaslian Karya).
2. Tampilan dan redaksional.
3. Isi, kedalaman dan keluasan materi
4. Ketepatan pengumpulan tugas.
5. Skala Penilaian :
1.1. Sangat Memuaskan : A = 96 – 100
1.2. Memuaskan A- = 91 – 95
1.3. Baik Sekali B+ = 86 – 90
1.4. Baik B = 80 – 85
1.5. Cukup B- = 76 – 79
1.6. Gagal C < 76
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 146 dari 164.
DAFTAR PUSTAKA
Astiyanto,Heniy. 2006. Filsafat Jawa: Menggali Butir-Butir Kearifan Lokal.
Yogyakarta: Warta Pustaka.
Basuki, Hertoto, 2015. Mengenal Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
Semarang, Mimbar.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Daerah Sumatera Selatan, Sejarah Daerah
Sumatera Selatan. 1991/1992.
Endraswara, Suwardi (2013). Memayu Hayuning Bawana. Yogyakarta: Narasi.
Gadjahnata, 1986. Masuk dan Berkembangnya Islam di Sumatera selatan, Jakarta:
Universitas Indonesia 1986
Hanafiah, Djohan, tt. Pemerintah Kota Madya Daerah Tingkat II Palembang.
Palembang
Mahmud, Kiagus Imran.2004. Sejarah Palembang.Palembang: Anggrek
Novita, Aryandini, 2007. Berita Penelitian Arkeologi, Palembang
Sarage, Meriati S dkk,2002. Buku Panduan Museum Negeri Sumatera Selatan.
Palembang Sumatera Selatan.
Suan, Ahmad Bastari, dkk, Lampik Mpat Mardike Duwe, Pagaralam 2008
Utomo, Bambang, Budi,2008.Cheng Ho diplomasi Kebudayaanya di Palembang,
Palembang
Yanti, Novi, Kepercayaan dari Zaman Prasejarah sampai Zaman Kemerdekaan,
Palembang, 2013.
http://uun-halimah.blogspot.com./2007/12/bunga-bunga-mayang-sumatera-
selatan.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Sumatera_Selatan
http://naomiputri.blogspot.com/2009/01/kolonial.html
http://gurumuda.com/bse/search/animisme+dinamisme+totemisme
BAHAN AJAR PENGHAYAT KEPERCAYAAN KELAS XII – SMA/SMK – 2017 Halaman 147 dari 164.
BIODATA PENULIS
1. Nama Lengkap : Drs. WIDODO SIH MIRMANTO 2. Jenis Kelamin : Laki – laki
3. Tempat Tanggal Lahir : Temanggung, 18 Juli 1960 4. Organisasi : SMK Negeri 7 Semarang 5. Jabatan di Organisasi : Staf WK 1 Bidang Kurikulum
6. Pekerjaan : Guru PNS SMK Negeri 7 Semarang 7. Pendidikan Terakhir : Sarjana S1
8. Nomor Telepon / HP : 081325155391 (WA, FB);082242151065 (hp). 9. Surat Elektronik : [email protected];
10. Alamat Rumah : Jl. Taman Parkit No. 15, RT 01 / RW 04, Mangunharjo, Kecamatan Tembalang,
Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah.
11. Alamat Organisasi : Jalan Simpang Lima, Semarang. 12. Pengalaman :
1. Instruktur Provinsi Jawa Tengah Kurikulum 2006, Tahun 2006 s.d. 2013
2. Instruktur Nasional Fisika Vokasi, Tahun 2012
s.d. 2016 3. Instruktur Nasional Guru Pembelajar Fisika
SMK, Tahun 2016 s.d. 2017.
4. Assesor Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Tahun 2016 s.d. 2019.
5. Instruktur Kota Semarang Kurikulum 2013, Tahun 2016 s.d. 2017.
6. Penyusun Kompetensi Dasar Fisika SMK 2015.
7. Penyusun Bahan Ajar Penghayat, 2016 s.d. 2017
8. Pelatihan Kurikulum SMK, Tahun 2000 s.d. 2017.
9. Pelatihan Fisika Kebumian, LIPI, 2010.
10. Pelatihan “Improving Decision Making Through Mixed Research Approach”, SEAMEO VOCTEC,
Gadong, Brunei Darussalam, 2-14 April 2012.