badak jawa satwa ipa.docx
TRANSCRIPT
ilmu pengetahuan alam
DISUSUN OLEH : BIMA MAULANA RAMADHAN
SDN PACAR KELING VIKELAS IV.B
BADAK JAWA SATWA
Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) adalah salah satu spesies satwa terlangka di
dunia dengan perkiraan jumlah populasi tak lebih dari 60 individu di Taman Nasional Ujung
Kulon (TNUK), dan sekitar delapan individu di Taman Nasional Cat Tien, Vietnam (2000).
Badak Jawa juga adalah spesies badak yang paling langka diantara lima spesies badak yang
ada di dunia dan masuk dalam Daftar Merah badan konservasi dunia IUCN, yaitu dalam
kategori sangat terancam atau critically endangered.
Badak diyakini telah ada sejak jaman tertier (65 juta tahun yang lalu). Seperti halnya
Dinosaurus yang telah punah, Badak pada 60 juta tahun yang lalu memiliki 30 jenis banyak
mengalami kepunahan. Saat ini hanya tersisa 5 spesies Badak, 2 spesies diantaranya terdapat
di Indonesia.
Macam spesies Badak yang masih bertahan hidup yaitu;
Badak Sumatera (Sumatran rhino) bercula dua atau Dicerorhinus sumatrensis. Terdapat di
Pulau Sumatera (Indonesia) dan Kalimantan (Indonesia dan Malaysia).
Badak Jawa (Javan rhino) bercula satu atau Rhinocerus sondaicus. Terdapat di Pulau Jawa
(Indonesia) dan Vietnam
Badak India (Indian rhino) bercula satu atau Rhinocerus unicornis. Tedapat di India dan
Nepal.
Badak Hitam Afrika bercula cula (Black Rhino) atau Diceros bicormis. Terdapat di Kenya,
Tanzania, Kamerun, Afrika Selatan, Namibia dan Zimbabwe.
Badak Putih Afrika bercula dua (White Rhino) atau Cerathoterium simum. Terdapat di Kongo.
Ciri-ciri Fisik Badak Jawa (Rhinocerus sondaicus)
Badak Jawa umumnya memiliki warna tubuh abu-abu kehitam-hitaman. Memiliki satu cula,
dengan panjang sekitar 25 cm namun ada kemungkinan tidak tumbuh atau sangat kecil sekali
pada betina. Berat badan seekor Badak Jawa dapat mencapai 900 – 2300 kg dengan panjang
tubuh sekitar 2 – 4 m. Tingginya bisa mencapai hampir 1,7 m.
Kulit Badak Jawa (Rhinocerus sondaicus) memiliki semacam lipatan sehingga tampak
seperti memakai tameng baja. Memiliki rupa mirip dengan badak India namun tubuh dan
kepalanya lebih kecil dengan jumlah lipatan lebih sedikit. Bibir atas lebih menonjol sehingga
bisa digunakan untuk meraih makanan dan memasukannya ke dalam mulut. Badak termasuk
jenis pemalu dan soliter (penyendiri).
Populasi Badak Jawa (Rhinocerus sondaicus)
Di Indonesia, Badak Jawa dahulu diperkirakan tersebar di Pulau Sumatera dan Jawa. Di
Sumatera saat itu badak bercula satu ini tersebar di Aceh sampai Lampung. Di Pulau Jawa,
badak Jawa pernah tersebar luas diseluruh Jawa.
Badak Jawa kini hanya terdapat di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUT), Banten. Selain di
Indonesia Badak Jawa (Rhinocerus sondaicus) juga terdapat di Taman Nasional Cat Tien,
Vietnam. Individu terakhir yang di luar TNUT, ditemukan ditembak oleh pemburu di
Tasikmalaya pada tahun 1934. Sekarang specimennya disimpan di Museum Zoologi Bogor.
Badak ini kemungkinan adalah mamalia terlangka di bumi. Berdasarkan sensus populasi
Badak Jawa yang dilaksanakan oleh Balai TNUK, WWF – IP dan YMR pada tahun 2001
memperkirakan jumlah populasi badak di Ujung Kulon berkisar antara 50 – 60 ekor. Sensus
terakhir yang dilaksanakan Balai TN Ujung Kulon tahun 2006 diperkirakan kisaran jumlah
populasi badak Jawa adalah 20 – 27 ekor. Sedangkan populasi di di Taman Nasional Cat
Tien, Vietnam, diperkirakan hanya 8 ekor (2007).
Populasi Badak bercula satu (Badak Jawa) yang hanya 30-an ekor ini jauh lebih kecil
dibandingkan dengan populasi saudaranya, Badak Sumatera yang diperkirakan berkisar
antara 215 -319 ekor. Juga jauh lebih sedikit ketimbang populasi satwa lainnya seperti
Harimau Sumatera (400-500 ekor), Elang Jawa (600-an ekor), Anoa (5000 ekor).
KANGURU INDONESIA DI PAPUA
Kanguru ternyata tidak hanya terdapat di Autralia saja. Ternyata di Indonesia,
tepatnya di Papua, juga memiliki Kangguru, spisies yang mempunyai ciri khas kantung di
perutnya (Marsupialia). Kanguru Papua ini memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan
dengan Kanguru Australia. Sayang Kanguru yang terdiri atas Kanguru tanah dan Kanguru
pohon ini mulai langka sehingga termasuk binatang (satwa) Indonesia yang dilindungi dari
kepunahan.
Kangguru Papua terdiri atas dua genus yaitu dendrolagus (Kanguru Pohon) dan
thylogale (Kanguru Tanah). Kanguru pohon sebagian besar masa hidupnya ada di pohon.
Sekalipun begitu satwa tersebut juga sering turun ke tanah, misalnya bila sedang mencari air
minum. Moncong kanguru pohon bentuknya lebih runcing jika dibandingkan dengan
moncong kanguru darat. Ekornya agak panjang dan bulat, berbulu lebat dari pangkal sampai
ekornya. Sedangkan pada kanguru darat kedua kaki depannya lebih pendek dari pada kaki
belakangnya, Cakarnya pun lebih kecil. Moncongnya agak tumpul dan tidak berbulu.
Ekornya makin meruncing ke ujung, bulunya tidak begitu lebat.
Kangguru Tanah (lau-lau atau paunaro):
Thylogale brunii (Dusky Pademelon) merupakan jenis kangguru terkecil yang ada di dunia.
Beratnya antara 3-6 kilogram, tetapi ada juga yang 10 kilogram. Panjang tubuhnya sekitar 90
sentimeter dengan lebar sekitar 50 sentimeter. Satwa langka yang dilindungi ini adalah hewan
endemik Papua, dan hanya terdapat di Papua di kawasan dataran rendah di hutan-hutan di
wilayah Selatan Papua, dan Papua Niugini. Di Indonesia Thylogale brunii terdapat antara lain
di Taman Nasional Wasur (Kabupaten)
MACAN TUTUL JAWA
Macan Tutul Jawa atau dalam bahasa latin disebut Panthera pardus melas menjadi kucing
besar terakhir yang tersisa di pulau Jawa setelah punahnya Harimau Jawa. Macan Tutul Jawa
(Java Leopard) merupakan satu dari sembilan subspesies Macan Tutul (Panthera pardus) di
dunia yang merupakan satwa endemik pulau Jawa. Hewan langka yang dilindungi ini
menjadi satwa identitas provinsi Jawa Barat.
Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas) yang dimasukkan dalam status konservasi
“Critically Endangered” ini mempunyai dua variasi yaitu Macan Tutul berwarna terang dan
Macan Tutul berwarna hitam yang biasa disebut dengan Macan Kumbang. Meskipun
berwarna berbeda, kedua kucing besar ini adalah subspesies yang sama.
Ciri-ciri Macan Tutul Jawa. Dibandingkan subspesies macan tutul lainnya, Macan Tutul
Jawa (Panthera pardus melas) mempunyai ukuran relatif kecil. Panjang tubuh berkisar
antara 90 – 150 cm dengan tinggi 60 – 95 cm. Bobot badannya berkisar 40 – 60 kg.
Macan Tutul Jawa di atas dahan
Subspesies Macan Tutul yang menjadi satwa endemik pulau Jawa ini mempunyai khas warna
bertutul-tutul di sekujur tubuhnya. Pada umumnya bulunya berwarna kuning kecoklatan
dengan bintik-bintik berwarna hitam. Bintik hitam di kepalanya berukuran lebih kecil. Macan
Tutul Jawa betina serupa, dan berukuran lebih kecil dari jantan.
Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas) sebagaimana macan tutul lainnya adalah
binatang nokturnal yang lebih aktif di malam hari. Kucing besar ini termasuk salah satu
binatang yang pandai memanjat dan berenang.
Macan Tutul Jawa adalah binatang karnivora yang memangsa buruannya seperti kijang,
monyet ekor panjang, babi hutan, kancil dan owa jawa, landak jawa, surili dan lutung hitam.
Kucing besar ini juga mampu menyeret dan membawa hasil buruannya ke atas pohon yang
terkadang bobot mangsa melebih ukuran tubuhnya. Perilaku ini selain untuk menghindari
kehilangan mangsa hasil buruan, selain itu juga untuk penyimpanan persediaan makanan.
Meskipun masa hidup di alam belum banyak diketahui tetapi di penangkaran, Macan tutul
dapat hidup hingga 21-23 tahun. Macan tutul yang hidup dalam teritorial (ruang gerak)
berkisar 5 – 15 km2. Bersifat soliter, tetapi pada saat tertentu seperti berpasangan dan
pengasuhan anak, macan tutul dapat hidup berkelompok. Macan tutul jantan akan berkelana
mencari pasangan dalam teritorinya masing-masing, di mana tiap daerah tersebut ditandai
dengan cakaran di batang kayu, urine maupun kotorannya.
Macan tutul betina umumya memiliki anak lebih kurang 2-6 ekor setiap kelahiran dengan
masa kehamilan lebih kurang 110 hari. Menjadi dewasa pada usia 3-4 tahun. Anak macan
tutul akan tetap bersama induknya hingga berumur 18-24 bulan. Dalam pola pengasuhan
anak, kadang-kadang macan tutul jantan membantu dalam hal pengasuhan anak.
RUSA BAWEAN
Rusa Bawean (bahasa latinnya Axis kuhlii), merupakan satwa endemik pulau Bawean (Kab.
Gresik, Jawa Timur) yang populasinya semakin langka dan terancam kepunahan. Oleh IUCN
Redlist, Rusa Bawean, yang merupakan satu diantara 4 jenis (spesies) Rusa yang dimiliki
Indonesia ini, dikategorikan dalam “Kritis” (CR; Critiscally Endangered) atau “sangat
terancam kepunahan”. Spesies Rusa Bawean ini juga terdaftar pada CITES sebagai appendix
I. Dalam bahasa inggris disebut sebagai Bawean Deer.
Ciri-ciri dan Habitat Rusa Bawean. Rusa Bawean memiliki tubuh yang relatif lebih kecil
dibandingkan Rusa jenis lainnya. Rusa Bawean (Axis kuhlii) mempunyai tinggi tubuh antara
60-70 cm dan panjang tubuh antara 105-115 cm. Rusa endemik Pulau Bawean ini
mempunyai bobot antara 15-25 kg untuk rusa betina dan 19-30 kg untuk rusa jantan.
Selain tubuhnya yang mungil, ciri khas lainnya adalah memiliki ekor sepanjang 20 cm yang
berwarna coklat dan keputihan pada lipatan ekor bagian dalam. Tubuhnya yang mungil ini
menjadikan Rusa Bawean lincah dan menjadi pelari yang ulung.
Warna bulunya sama dengan kebanyakan rusa, cokelat kemerahan kecuali pada leher dan
mata yang berwarna putih terang. Bulu pada Rusa Bawean anak-anak memiliki totol-totol
tetapi seiring bertambahnya umur, noktah ini akan hilang dengan sendirinya.
Sebagaimana rusa lainnya, Rusa Bawean jantan memiliki tanduk (ranggah) yang mulai
tumbuh ketika berusia delapan bulan. Tanduk (ranggah) tumbuh bercabang tiga hingga rusa
berusia 30 bulan. Ranggah rusa ini tidak langsung menjadi tanduk tetap tetapi mengalami
proses patah tanggal untuk digantikan ranggah yang baru. Baru ketika rusa berusia 7 tahun,
ranggah (tanduk rusa) ini menjadi tanduk tetap dan tidak patah tanggal kembali.
Rusa Bawean merupakan nokturnal, lebih sering aktif di sepanjang malam. Dan mempunyai
habitat di semak-semak pada hutan sekunder yang berada pada ketinggian hingga 500 mdpl.
Mereka sangat hati-hati, dan muncul untuk menghindari kontak dengan orang-orang; di mana
aktivitas manusia berat, rusa menghabiskan hari di hutan di lereng-lereng curam yang tidak
dapat diakses oleh penebang kayu jati.
Rusa Bawean (Axis kuhlii) mempunyai masa kehamilan antara 225-230 hari dan melahirkan
satu anak tunggal (jarang terjadi kelahiran kembar). Kebanyakan kelahiran terjadi antara
bulan Februari hingga Juni.
Populasi dan Konservasi Rusa Bawean (Axis kuhlii). Di habitat aslinya, Rusa Bawean
semakin terancam kepunahan. Pada akhir 2008, peneliti LIPI menyebutkan jumlah populasi
rusa bawean yang berkisar 400-600 ekor. Sedang menurut IUCN, satwa endemik yang mulai
langka ini diperkirakan berjumlah sekitar 250-300 ekor yang tersisa di habitat asli (2006).
Karena populasinya yang sangat kecil dan kurang dari 250 ekor spesies dewasa, IUCN
Redlist sejak tahun 2008 memasukkan Rusa Bawean dalam kategori “Kritis” (CR; Critiscally
Endangered) atau “sangat terancam kepunahan”. Selain itu CITES juga mengategorikan
spesies bernama latin Axis kuhlii ini sebagai “Appendix I”
Semakin langka dan berkurangnya populasi Rusa Bawean (Axis kuhlii) dikarenakan
berkurangnya habitat Rusa Bawean yang semula hutan alami berubah menjadi hutan jati yang
memiliki sedikit semak-semak. Ini berakibat pada berkurangnya sumber makanan.
Penurunan jumlah populasi ini mendorong berbagai usaha konservasi diantaranya
pembentukan Suaka Margasatwa Pulau Bawean seluas 3.831,6 ha sejak tahun 1979. Selain
itu untuk menghindari kepunahan sejak tahun 2000 telah diupayakan suatu usaha
penangkaran Rusa Bawean (Axis kuhlii).
HARIMAU SUMATERA
Harimau Sumatra atau dalam bahasa latin disebut Panthera tigris sumatrae merupakan satu
dari lima subspisies harimau (Panthera tigris) di dunia yang masih bertahan hidup. Harimau
Sumatera termasuk satwa langka yang juga merupakan satu-satunya sub-spisies harimau yang
masih dipunyai Indonesia setelah dua saudaranya Harimau Bali (Panthera tigris balica) dan
Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) dinyatakan punah.
Hewan dari filum Chordata ini hanya dapat diketemukan di Pulau Sumatera, Indonesia.
Populasinya di alam liar diperkirakan tinggal 400–500 ekor. Harimau Sumatera (Panthera
tigris sumatrae) semakin langka dan dikategorikan sebagai satwa yang terancam punah.
Asal usul
Harimau dipercaya merupakan keturunan hewan pemangsa zaman purba yang dikenal
sebagai Miacids. Miacids hidup pada akhir zaman Cretaceous kira-kira 70-65 juta tahun yang
lalu semasa zaman dinosaurus di Asia Barat (Andrew Kitchener, “The Natural History of
Wild Cats”). Harimau kemudian berkembang di kawasan timur Asia di China dan Siberia
sebelum berpecah dua, salah satunya bergerak ke arah hutan Asia Tengah di barat dan barat
daya menjadi harimau Caspian. Sebagian lagi bergerak dari Asia Tengah ke arah kawasan
pergunungan barat, dan seterusnya ke Asia tenggara dan kepulauan Indonesia, sebagiannya
lagi terus bergerak ke barat hingga ke India (Hemmer,1987).
Harimau Sumatera dipercaya terasing ketika permukaan air laut meningkat pada 6.000 hingga
12.000 tahun silam. Uji genetik mutakhir telah mengungkapkan tanda-tanda genetik yang
unik, yang menandakan bahwa subspesies ini mempunyai ciri-ciri yang berbeda dengan
subspisies harimau lainnya dan sangat mungkin berkembang menjadi spesies terpisah, bila
berhasil lestari.
Perlu diketahui, terdapat 9 subspesies harimau yang tiga diantaranya telah dinyatakan punah.
Kesembilan subspisies harimau tersebut adalah:
1. Harimau Indochina (Panthera tigris corbetti) terdapat di Malaysia, Kamboja, China,
Laos, Myanmar, Thailand, dan Vietnam.
2. Harimau Bengal (Panthera tigris tigris) Bangladesh, Bhutan, China, India, dan Nepal.
3. Harimau Cina Selatan (Panthera tigris amoyensis) China.
4. Harimau Siberia (Panthera tigris altaica) dikenal juga sebagai Amur, Ussuri, Harimau Timur
Laut China, atau harimau Manchuria. Terdapat di China, Korea Utara, dan Asia Tengah di
Rusia.
5. Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) terdapat hanya di pulau Sumatera, Indonesia.
6. Harimau Malaya (Panthera tigris jacksoni) terdapat di semenanjung Malaysia.
7. Harimau Caspian (Panthera tigris virgata) telah punah sekitar tahun 1950an. Harimau
Caspian ini terdapat di Afganistan, Iran, Mongolia, Turki, dan Rusia.
8. Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) telah punah sekitar tahun 1972. Harimau Jawa
terdapat di pulau Jawa, Indonesia.
9. Harimau Bali (Panthera tigris balica) yang telah punah sekitar tahun 1937. Harimau Bali
terdapat di pulau Bali, Indonesia.
Ciri-ciri dan Habitat
Harimau Sumatra adalah subspesies harimau terkecil. Harimau Sumatera mempunyai warna
paling gelap diantara semua subspesies harimau lainnya, pola hitamnya berukuran lebar dan
jaraknya rapat bahkan terkadang dempet.
Harimau Sumatra jantan memiliki panjang rata-rata 92 inci dari kepala hingga ke ekor
dengan berat 300 pound. Betinanya rata-rata memiliki panjang 78 inci dan berat 200 pound.
Belang harimau sumatra lebih tipis daripada subspesies harimau lain. Subspesies ini juga
punya lebih banyak janggut serta surai dibandingkan subspesies lain, terutama harimau
jantan.
Ukurannya yang kecil memudahkannya menjelajahi rimba. Terdapat selaput di sela-sela
jarinya yang menjadikan mereka mampu berenang cepat. Harimau ini diketahui menyudutkan
mangsanya ke air, terutama bila binatang buruan tersebut lambat berenang. Bulunya berubah
warna menjadi hijau gelap ketika melahirkan.
Harimau Sumatra hanya ditemukan di pulau Sumatra. Kucing langka ini mampu hidup di
manapun, dari hutan dataran rendah sampai hutan pegunungan, dan tinggal di banyak tempat
yang tak terlindungi.
Makanan harimau sumatra tergantung tempat tinggalnya dan seberapa berlimpah mangsanya.
Harimau sumatra merupakan hewan soliter yang berburu di malam hari. Kucing ini mengintai
mangsanya dengan sabar sebelum menyerang dari belakang atau samping. Mereka memakan
apapun yang dapat ditangkap, umumnya celeng dan rusa, dan terkadang unggas,ikan, dan
Orangutan. Menurut penduduk setempat harimau sumatra juga gemar makan durian.
Harimau Sumatera juga mampu berenang dan memanjat pohon ketika memburu mangsa.
Luas kawasan perburuan harimau Sumatera tidak diketahui dengan tepat, tetapi diperkirakan
bahwa 4-5 ekor harimau Sumatera dewasa memerlukan kawasan jelajah seluas 100 kilometer.
Konservasi
Hingga sekarang diperkirakan hanya tersisa 400-500 ekor Harimau Sumatera (Panthera tigris
sumatrae) yang masih bertahan di alam bebas. Selain itu terdapat sedikitnya 250 ekor
Harimau Sumatera yang dipelihara di berbagai kebun binatang di seluruh penjuru dunia.
Pengrusakan habitat adalah ancaman terbesar terhadap populasi harimau sumatera saat ini.
Pembalakan hutan tetap berlangsung bahkan di taman nasional yang seharusnya dilindungi.
Tercatat 66 ekor harimau terbunuh antara tahun 1998 hingga 2000.
Dalam upaya penyelamatan harimau Sumatera dari kepunahan, Taman Safari Indonesia
ditunjuk oleh 20 kebun binatang di dunia sebagai Pusat Penangkaran Harimau Sumatera,
studbook keeper dan tempat penyimpanan sperma (Genome Rescue Bank) untuk harimau
Sumatera.