babi persamaanschrodinger -...
TRANSCRIPT
Bab I/Pers. Schrodinger/ 1
BAB I
PERSAMAAN SCHRODINGER
1.1 Mengapa Mempelajari Mekanika Kuantum
Pada akhir abad 17, Isaac Newton mengembangkan mekanika yang
membicarakan hukum gerak bagi obyek makroskopik. Pada awal abad 20, para fisikawan
menjumpai beberapa fenomena fisik seperti radiasi benda hitam, efek foto listrik dan efek
Compton yang tidak dapat dijelaskan secara klasik dengan teori gelombang elektromagnit
dan baru dapat diatasi setelah Einstein menerapkan teori kuantum Planck. Pada saat yang
hampir bersamaan juga dijumpai gerak mikrospik yang tidak dapat dideskripsi secara
benar oleh mekanika Newton. Sifat-sifat gerak mikroskopik dideskripsi oleh himpunan
hukum-hukum yang disebut mekanika kuantum.
Salah satu bidang ilmu kimia adalah Kuantum Kimia yang merupakan aplikasi mekanika
kuantum terhadap problem-problem kimia. Pengaruh kimia kuantum ini begitu terasa
pada hampir semua cabang kimia. Para ahli kimia fisik menggunakan kimia kuantum
untuk melakukan kalkulasi dalam termodinamika gas (disebut mekanika statistik, misal
pada perhitungan entropi dan kapasitas kalor), untuk menginterpretasi spektra molekul,
yang memungkinkan orang buat melakukan penafsiran eksperimental terhadap sifat
molekul (seperti panjang ikatan, sudut ikatan, momen dipole dan lain-lain), untuk
melakukan perhitungan terhadap keadaan transisi pada reaksi kimia sehingga orang dapat
mengekstimasi tetapan laju reaksi, untuk memahami gaya antar molekul, untuk
menyelesaikan hal-hal yang berhubungan dengan ikatan pada padatan.
Para ahli kimia organik menggunakan kimia kuantum untuk mengestimasi
stabilitas relatif molekul, untuk kalkulasi sifat-sifat yang berhubungan dengan
intermediate reaksi, untuk menginvestigasi mekanisme reaksi, untuk memprediksi
aromatisitas suatu senyawa dan untuk analisis spektra NMR.
Para ahli kimia analitik menggunakan kimia kuantum untuk metode spektroskopi
secara luas. Frekuensi dan intensitas garis spektrum hanya dapat dipahami dan
diinterpretasi melalui mekanika kuantum.
Para ahli kimia anorganik menggunakan pendekatan kuantum mekanik untuk
menyusun teori medan ligan dalam rangka memprediksi sifat-sifat ion kompleks logam
transisi.
Bab I/Pers. Schrodinger/ 2
Meskipun masih dengan kendala yang sangat banyak para ahli biokimia mulai
menggunakan pendekatan mekanika kuantum ini buat melakukan studi terhadap molekul
biokimia, ikatan enzim-substrat (enzyme substrate binding) dan solvasi terhadap molekul
biologi.
Dalam rangka menguasai kimia kuantum yang begitu luas dan pentingnya bagi
para kimiawan itulah maka kita mau tidak mau harus mempelajari mekanika Kuantum.
1.2 Sejarah Mekanika Kuantum
Perkembangan mekanika kuantum diawali ketika Planck melakukan studi
terhadap sifat-sifat cahaya yang berasal dari sebuah padatan yang dipanaskan. Pada 1801,
Thomas Young menyatakan bahwa cahaya mempunyai sifat gelombang dan hal ini
dibuktikan dengan adanya sifat difraksi dan interferensi manakala cahaya dilewatkan
pada dua buah lubang kecil yang berdekatan.
Sekitar 1860, James Clerk Maxwell mengembangkan 4 buah persamaan (disebut
persamaan Maxwell) yang menggabungkan hukum-hukum kelistrikan dan kemagnetan.
Persamaan Maxwell memprediksi bahwa muatan listrik yang diakselerasi akan meradiasi
energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik yang terdiri atas oscilasi selang-seling
antara medan listrik dengan medan magnet. Prediksi Maxwell terhadap laju gelombang
elektromagnetik tersebut sama dengan laju cahaya yang diperoleh secara eksperimen.
Atas dasar ini Maxwell menyimpulkan bahwa cahaya adalah gelombang elektromagnetik.
Pada 1888, Heinrich Hertz mendeteksi adanya gelombang radio apabila muatan
listrik diakselerasi melalui bunga api, sebagaimana diprediksi oleh persamaan Makwell.
Hal ini lebih membuat yakin para fisikawan bahwa cahaya adalah gelombang
elektromagnetik.
Semua gelombang elektromagnetik melintas dengan laju c = 2,998 . 108 m/s
dalam ruang vakum. Hubungan antara laju (c), frekuensi () dan panjang gelombang ()
dinyatakan oleh persamaan:
. = c (1-1)
Pada akhir 1800-an fisikawan mengukur intensitas cahaya yang diemisi oleh
benda hitam yang dipanaskan pada temperatur tertentu. Benda hitam adalah obyek yang
mengabsorpsi seluruh cahaya yang jatuh padanya. Jika para fisikawan menggunakan
mekanika statistik dan model gelombang elektromagnetik untuk memprediksi kurva
Bab I/Pers. Schrodinger/ 3
intenlitas-dan-frekuensi bagi emisi radiasi benda hitam, maka mereka memperoleh hasil
yang sepenuhnya tidak sesuai dengan kurva eksperimental, khususnya pada porsi
frekuensi tinggi.
Pada 1900, Max Planck mengembangkan teori yang memberikan kesesuaian yang
luar biasa dengan kurva eksperimental radiasi benda hitam. Planck berasumsi bahwa
atom-atom dalam benda hitam tersebut dapat mengemisi energi cahaya dalam jumlah
tertentu yaitu h, dengan h adalah tetapan Planck = 6,63 . 1034 J.s sedang adalah
frekuensi. Nilai h ini memberikan kurva yang sangat sesuai dengan kurva radiasi benda
hitam hasil eksperimen. Hasil kerja Planck ini menengarai dimulainya mekanika kuantum.
Hipotesis Planck yang menyatakan bahwa hanya kuantitas tertentu saja yang
dapat diemisi oleh energi cahaya (jadi emisi energinya bersifat terkuantisasi atau diskrit)
merupakan pernyataan yang kontradiktif secara langsung pendapat para fisikawan
sebelumnya. Menurut pendapat klasik, energi gelombang cahaya ditentukan oleh
amplitudonya. Karena amplitudo dapat mempunyai sembarang harga dari nol ke atas
maka energi (begitu menurut pendapat klasik) harus dapat mempunyai sembarang harga
yang kontinum dari nol ke atas. Tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa energi
terkuantisasi seperti yang dinyatakan oleh Planck-lah yang sesuai dengan kurva radiasi
benda hitam.
Aplikasi kedua dari sifat energi terkuantisasi adalah pada efek foto listrik. Dalam
kasus efek foto listrik, cahaya yang dijatuhkan pada permukaan logam, menghasilkan
emisi elektron. Menurut pendapat klasik, energi gelombang adalah sebanding dengan
intensitasnya dan tidak berhubungan dengan frekuensinya, sehingga gambaran
gelombang elektromagnetik seperti ini menuntun orang untuk memperkirakan bahwa
energi kinetik elektron meningkat sesuai dengan peningkatan intensitas cahaya tidak
peduli dengan frekuensinya. Ini berarti bahwa cahaya dengan frekuensi berapapun
seharusnya dapat menghasilkan foto listrik. Tetapi kenyataannya hanya cahaya dengan
frekuensi tertentu saja yang dapat menghasilkan foto listrik.
Pada 1905, Albert Einstein menunjukkan bahwa fenomena foto listrik itu dapat
dijelaskan melalui pemahaman bahwa cahaya merupakan sesuatu yang mirip materi (dan
disebut foton) yang masing-masing foton mempunyai energi:
Efoton = h . (1-2)
Bab I/Pers. Schrodinger/ 4
Ketika elektron logam mengabsorpsi foton, sebagian energi foton digunakan untuk
melawan gaya yang mengikat elektron dan sisanya, jika ada, akan muncul sebagai energi
kinetik. Efek foto listrik tidak akan terjadi manakala energi foton tidak cukup untuk
melawan gaya yang mengikat elektron.
Konservasi energinya adalah:
h . = + Ekinetik
dengan adalah energi minimum yang dibutuhkan untuk melepaskan elektron (biasa
disebut fungsi kerja) sedang Ekinetik adalah energi kinetik maksimum yang diterima oleh
elektron yang teremisi. Melalui fenomena foto listrik maka diyakini bahwa cahaya
mempunyai sifat partikel selain sifat gelombang seperti ditunjukkan oleh eksperimen
difraksi dan interferensi.
Sekarang marilah kita membicarakan struktur materi.
Pada akhir abad 19, percobaan tabung lucutan muatan listrik radioaktivitas natural
menunjukkan bahwa atom-atom dan molekul merupakan partikel yang bermuatan.
Elektron mempunyai muatan negatif. Proton, mempunyai muatan positif, sebesar muatan
elektron tetapi berlawanan tanda sedang massanya 1836 kali massa elektron. Penyusun
atom yang ketiga adalah netron (diketemukan 1932), tidak bermuatan dan sedikit lebih
berat dibandingkan proton.
Berawal pada 1909, Rutherford, Geiger dan Marsden melakukan serangkaian
percobaan yang sangat terkenal yaitu hamburan partikel alfa. Kesimpulan eksperimen ini
adalah bahwa sebagian besar dari volume atom adalah ruang kosong (karena sebagian
besar alfa tidak mengalami pembelokan arah), sedang seluruh massa terpusat pada inti
yang bermuatan positif.. Kesimpulan kedua diambil karena ada beberapa alfa yang
arahnya membelok. Pembelokan arah alfa diduga disebabkan oleh tolakan inti. Karena
alfa bermuatan positif, maka tolakan hanya terjadi jika inti juga bermuatan positif.
Jari-jari atom 1013 sampai 1012 cm, intinya terdiri atas sejumlah netron dan Z
proton. Z selanjutnya disebut nomor atom. Di luar inti atom terdapat Z elektron. Muatan-
muatan partikel berinteraksi sesuai dengan hukum Coulomb. Sifat kimia atom-atom dan
molekul ditentukan oleh struktur elektronnya.
Pada tahun 1911, Rutherford mengajukan model planet bagi atom. Tetapi
kesulitan muncul sehubungan dengan model ini. Menurut teori elektromagnetik klasik,
Bab I/Pers. Schrodinger/ 5
partikel yang bergerak melengkung dengan kecepatan konstan pasti memperoleh
akselerasi dari waktu ke waktu, karena arah vektor kecepatannya berubah terus menerus.
Padahal jika partikel bermuatan mengalami akselerasi maka ia akan meradiasi energi
berupa gelombang elektromagnetik, sehingga elektron sepanjang lintasannya akan
kehilangan energi sehingga bentuk lintasannya seharusnya adalah spiral dan pada
akhirnya elektron akan jatuh ke dalam inti.
Salah satu kemungkinan untuk mengatasi kesulitan in, diajukan oleh Niels Bohr,
ketika ia menggunakan konsep energi terkuantisasi pada atom hidrogen. Bohr berasumsi
bahwa energi elektron atom hidrogen terkuantisasi, dan elektron bergerak hanya pada
satu lintasan tertentu yang diijinkan. Jika elektron berpindah dari satu orbit ke orbit yang
lain maka akan terjadi emisi atau absorsi foton menurut relasi:
Etinggi Erendah = h (1-3)
dengan Etinggi dan Erendah adalah tingkat energi.
Kesulitan mendasar yang muncul dalam model atom Bohr, adalah ketika ia
menggunakan mekanika Newton untuk mendeskripsi gerak elektron dalam atom. Fakta
spektra menunjukkan bahwa energi atom bersifat diskrit artinya hanya harga tertentu saja
yang diijinkan, padahal mekanika Newton mengijinkan rentang energi secara kontinum.
Pemaksaan aplikasi mekanika Newton merupakan kelemahan utama model Bohr.
Keadaan terkuantisasi terjadi pada gerak gelombang, misalnya frekuensi nada
dasar dan overton pada senar gitar. Oleh karena itu, De Broglie pada tahun 1923
mengajukan hipotesis bahwa gerak elektron adalah gerak gelombang dengan panjang
gelombang yang dinyatakan dengan:
= hm v
=ph (1-4)
dengan p adalah momentum linear, m massa dan v kecepatan elektron. De Broglie
mengemukanan (1-4) melalui alasan dan analogi dengan foton. Menurut teori relativitas
Einstein, energi semua partikel (termasuk foton) dapat dinyatakan dengan E = m . c2
dengan kecepatan cahaya. Untuk foton, E = h = h c/Penggabungan keduanya
menghasilkan = h/mc = h/p. Persamaan (1-4) adalah analogi dari yang dikenakan
pada gerak elektron.
Bab I/Pers. Schrodinger/ 6
Pada tahun 1927, Davisson dan Germer secara eksperimen melakukan konfirmasi
terhadap hipotesis De Broglie melalui percobaan difraksi elektron. Pada 1932, Stern,
melakukan hal yang sama, kemudian melakukan verivikasi bahwa efek gelombang pada
elektron adalah sesuatu yang tidak mustahil, dan hal ini merupakan konsekuensi dari
beberapa hukum gerak bagi partikel mikroskopik.
Jadi, elektron dalam satu peristiwa menyerupai partikel dan pada peristiwa yang
lain menyerupai gelombang. Dengan demikian kita dihadapkan dengan munculnya
kontradiksi yang disebut “dualitas gelombang-partikel” pada materi (dan cahaya).
Bagaimana mungkin, elektron dapat berlaku sebagai partikel (yang bersifat terlokalisir)
sekaligus juga berlaku sebagai gelombang (yang bersifat takterlokalisir) ? Jawabnya
adalah bahwa elektron adalah bukan partikel dan bukan pula gelombang tetapi sesuatu
yang lain. Pengilustrasian secara akurat terhadap sifat-sifat elektron dengan
menggunakan konsep fisika klasik tentang gelombang atau partikel adalah sangat tidak
mungkin. Konsep fisika klasik telah dikembangkan atas dasar pengalaman dalam dunia
makroskopis dan tidak ditujukan bagi dunia mikroskopis.
Meskipun foton dan elektron keduanya menunjukkan gejala dualitas, namun
keduanya tetap bukan merupakan sesuatu yang sejenis. Foton senantiasa bergerak dengan
kecepatan c dan massa diam nol, sedang elektron bergerak dengan v < c dan massa
diamnya tidak nol. Foton harus selalu ditangani secara relativistik sedang elektron yang
berkecepatan rendah boleh ditangani secara non relativistik.
1.3 Prinsip Ketidakpastian
Sekarang akan kita bahas efek yang ditimbulkan oleh dualitas gelombang-partikel
terhadap pengukuran secara simultan posisi dalam koordinat x dengan px (komponen x
momentum linear) dari sebuah partikel mikroskopik. Untuk itu ikuti uraian berikut:
Berkas partikel dengan momentum p, melintas searah sumbu y melalui celah
sempit. Di belakang celah tersebut dipasang plat fotografi.
p
A
w BE
y D
x
Bab I/Pers. Schrodinger/ 7
p
Keterangan:
A = ujung atas celah B = Pertengahan celah E = ujung bawah celah
D = difraksi minimum I bagian atas
Gambar 1.1: Difraksi elektron melalui celah
Partikel yang melalui celah yang lebarnya w mempunyai ketidakpastian w pada
arah koordinat x nya pada saat melintas melalui celah tersebut. Jika ketidakpastian arah x
ini secara umum disebut x, maka x = w.
Karena partikel mikroskopik mempunyai sifat gelombang, maka mereka
didifraksi oleh celah dan menghasilkan pola difraksi yang ditangkap oleh plat foto di
balik celah. Ketinggian grafik pada suatu titik di layar foto pada gambar 1-1, diukur
berdasarkan banyaknya partikel yang mencapai titik itu. Pola difraksi menunjukkan
bahwa ketika partikel didifraksi oleh celah, arah geraknya berubah sehingga partikel yang
berubah arah itu momentumnya ditransfer ke arah x. Arah momentum komponen x
dinyatakan sebagai proyeksi vektor momentum pada arah x. Partikel yang arahnya
membelok ke atas (arah x positif) dengan sudut sebesar , mempunyai px = p sin .
Partikel yang arahnya membelok ke bawah (arah x negatif) dengan sudut sebesar ,
mempunyai px = p sin . Karena semua partikel mengalami pembelokan dengan
rentang antara sampai dengan adalah sudut untuk minimum pertama dalam pola
difraksi, maka kita akan mengambil separuh sebaran nilai momentum di pusat puncak
difraksi sebagai ukuran ketidakpastian px, jadi px = p sin . Dengan demikian, pada,
yaitu tempat dilakukannya pengukuran,
x . px = p w sin 1-5
Bab I/Pers. Schrodinger/ 8
Besarnya sudut dapat diketahui lewat pengukuran. Untuk minimum yang
pertama, besarnya sudut diperoleh melalui pengukuran terhadap sudut yang dibentuk
oleh lintasan partikel yang membelok ke minimum pertama bagian atas dengan lintasan
partikel yang tidak mengalami pembelokan. Pada kondisi minimum pertama, perbedaan
jarak tempuh partikel yang mengalami pembelokan dengan yang tidak mengalami
pembelokan adalah 1/2
Untuk melakukan kalkulasi terhadap difraksi minimum pertama perhatikan
gambar 1-2. Titik A adalah ujung atas celah, titik D adalah titik minimum difraksi
pertama, E adalah ujung bawah celah, titik B adalah pertengahan celah., titik C adalah
titik yang diletakkan sedemikian rupa sehingga jarak AD = CD dan BC merupakan
selisih jarak BD dengan AD. Mengingat jarak antara celah dengan plat foto relatif jauh
tak terhingga dibandingkan dengan lebar celah, maka garis AD dan BD relatif hampir
paralel. Akibatnya titik C dan B hampir berimpit dan sudut ACB praktis merupakan sudut
lurus dan besarnya sudut BAC = sehingga panjang garis BC = 1/2w sin BC adalah
selisih panjang lintasan partikel yang melalui pertengahan celah dan yang melalui titik
atas celah yang menuju ke titik minimum difraksi pertama D. Karena difraksi dapat
berlangsung, maka ini hanya mungkin jika selisih panjang lintasan itu yaitu BC = 1/2 ,
jadi w sin = dan persamaan (1-5) boleh ditulis x.px = pKarena = h/p maka x .
px = h. Karena ketidakpastian tidak dapat didefinisikan secara persis maka penggunaan
tanda = dipandang kurang tepat dan diganti tanda , dan ketidakpastian itu ditulis:
x . px h (1-6)
Dalam pasal (5.1) akan kita bahas definisi statitikal terhadap ketidakpastian untuk
menggantikan (1-6).
D
A
BC
E
½ W
D
Bab I/Pers. Schrodinger/ 9
Gambar 1.2: Kalkulasi difraksi minimum pertama
Meskipun yang telah kita tunjukkan untuk memperoleh (1-6) hanya dirancang untuk
sebuah eksperimen saja, namun validitasnya adalah general. Untuk materi yang memiliki
dualitas gelombang partikel, adalah tidak mungkin melakukan pengukuran secara
simultan terhadap posisi dan momentumnya. Artinya jika kita menentukan presisi yang
sangat tinggi untuk posisi maka ini akan berakibat berkurangnya akurasi penentuan
momentum (Dalam gambar 1.1, sin = /w, jadi makin kecil lebar celah, makin melebar
pola difraksi). Fenomena ini disebut Prinsip Ketidakpastian yang dikemukakan oleh
Werner Heissenberg pada tahun 1927.
1.4 Persamaan Schrodinger Bergantung Waktu
Mekanika klasik atau mekanika Newton sangat sukses dalam mendeskripsi gerak
makroskopis, tetapi gagal dalam mendeskripsi gerak mikroskopis. Gerak mikroskopis
membutuhkan mekanika khusus yang disebut mekanika kuantum. Karena gerak partikel
mikroskopis adalah gerak gelombang (menurut de Broglie) maka salah satu metode
membangun mekanika kuantum adalah dengan pendekatan gelombang, oleh karena itu
maka mekanika kuantum juga disebut mekanika gelombang.
Perbedaan mendasar antara mekanika klasik dengan mekanika kuantum adalah
bahwa dalam mekanika kuantum state ( posisi, kecepatan, momentum dan gaya yang
bekerja) suatu partikel pada saat tertentu dapat ditentukan secara eksak dengan
menggunakan hukum Newton. Sedang pada mekanika kuantum, karena adanya prinsip
ketidakpastian pada pengukuran momentum partikel, maka state suatu partikel tidak
dapat ditentukan dengan pasti tetapi orang hanya dapat menentukan kebolehjadian suatu
partikel menempati state tertentu.
Dalam mekanika kuantum state suatu sistem dapat diperoleh manakala fungsi
gelombang partikel diketahui. Untuk mengetahui fungsi gelombang orang harus
mempunyai persamaan gelombang partikel mikroskopis. Karena persamaan gelombang
ini diperoleh oleh Schrodinger, maka persamaannya disebut persamaan Schrodinger.
Persamaan Schrodinger merupakan jantungnya mekanika kuantum, karena
melalui persamaan Schrodinger inilah fungsi gelombang dapat diperoleh. Untuk itu kita
Bab I/Pers. Schrodinger/ 10
perlu mengetahui apakah persamaan Schrodinger itu dan bagaimana persamaan
Schrodinger itu diperoleh?
Persamaan Schrodinger adalah persamaan yang menyatakan hubungan antara turunan
pertama fungsi gelombang terhadap waktu dengan turunan kedua fungsi tersebut
terhadap koordinat.
Dari definisi itu dapat disimpulkan fungsi gelombang merupakan fungsi koordinat
dan waktu. Agar pembahasannya tidak terlalu rumit maka kita akan mulai dengan
membahas bagaimana persamaan Schrodinger untuk gelombang sebuah partikel satu
dimensi. Untuk mendapatkan persamaannya Schrodinger menggunakan fungsi
gelombang fisik yang telah dikenal, misal fungsi rambatan gelombang harmonik satu
dimensi, yaitu:
F(x , t) = A . e i ( kx t ) (1-7)
dengan:
k = 2 / dan = 2 ; = panjang gelombang ; = frekuensi
gelombang
Turunan pertama terhadap t:
∂F(x,t) /∂t = i A . e i ( kx t ) = i F(x,t) (1-8)
Turunan kedua terhadap x:
∂2 F(x,t) / ∂x2 = k2 .A . e i ( kx t ) = k2 F(x,t) (1-9)
Jadi:
ttxF
),( =
2k
i2
2
x
)t,x(F
(1-10)
Sampai saat ini kita masih berada di daerah fisika klasik. Sekarang kita akan masuk ke
daerah kuantum yaitu dengan menggunakan hubungan E = h jadi = E / h jadi:
= 2 = 2 E / h =E (1-11)
Kita juga memanfaatkan dualisme de Broglie yaitu p = h / sehingga:
k = 2 / = 2 p / h =p (1-12)
Subtitusi (1-11) dan (1-12) ke dalam (1-10) menghasilkan:
Bab I/Pers. Schrodinger/ 11
ttxF
),( = i
2p
E2
2 ),(
x
txF
(1-13)
Karena sudah masuk ke daerah kuantum, maka notasi fungsi gelombangnya diganti (x,t)
sehingga (1-13) ditulis:
ttx
),( = i
2p
E2
2 ),(
x
tx
(1-14)
E adalah jumlah energi kinetik T dan energi potensial V, jadi:
ttx
),( = i
2p
VT 2
2 ),(
x
tx
(1-15)
atau:
ttx
),( = i
2p
T2
2 ),(
x
tx
+ i2p
V2
2 ),(
x
tx
(1-16)
Jika T diganti p2/ 2m , maka: diperoleh:
ttx
),( = i
m21
2
2 ),(
x
tx
+ i2p
V2
2 ),(
x
tx
(1-17)
atau:
ittx
),( =
m2
22
2 ),(
x
tx
22
p
V2
2 ),(
x
tx
(1-18)
Sebenarnya (1-18) tersebut sudah merupakan persamaan Schrodinger, tetapi yang lebih
lazim2
2 ),(
x
tx
di suku kedua ruas kanan diganti dengan k2 (x,t) yaitu analog
dengan (1-9) sehingga (1-18) boleh ditulis:
ittx
),( =
m2
22
2 ),(
x
tx
22
p
V k2 (x,t) (1-19)
dan karena k = p / , maka (1-19) juga boleh ditulis:
ittx
),( =
m2
22
2 ),(
x
tx
V (x,t) (1-20a)
Bab I/Pers. Schrodinger/ 12
Persamaan (1-20a) itu adalah persamaan gelombang Schrodinger bergantung waktu
untuk sebuah partikel dalam satu dimensi . Kadang-kadang beberapa buku menulis (1-
20a) dalam bentuk:
i
ttx
),( =
m2
22
2 ),(
x
tx
V (x,t) (1-20b)
Apakah makna fisik Ruas Kiri Persamaan Schrodinger ?
Kita telah tahu bahwa sesuai dengan (1-8) maka:
ttx
),( = i (x,t)
Jadi:
i
ttx
),( = (x,t)
padahal = 2 jadi:
i
ttx
),( = h (x,t)
Karena h = E, maka:
i
ttx
),( = E (x,t) (1-21)
atau:
i
)t,x(1
ttx
),( = E (1-22)
Bagaimana makna fisik Ruas Kanan ?
Kita telah tahu bahwa makna fisik ruas kiri persamaan adalah E (x,t). Jadi ruas
kananpun = E (x,t)
Jadi:
m2
22
2 ),(
x
tx
V (x,t) = E (x,t) (1-23)
dengan demikian maka:
m2
22
2
x
V = E (1-24)
Bab I/Pers. Schrodinger/ 13
Dalam mekanika kuantum maka m2
22
2
x
V juga disebut operator energi. Jadi
dikenal dua macam operator energi yaitu i
t dan
m2
22
2
x
V. Pada perkembangan
berikutnya nanti operator energi yang lebih populer adalah m2
22
2
x
V yang juga
dikenal dengan nama operator Hamilton atau H . Jadi:
H =
m2
22
2
x
V (1-25a)
atau:
E =
m2
22
2
x
V (1-25b)
Setelah kita tahu bahwa m2
22
2
x
V adalah operator untuk E padahal kita juga tahu
bahwa E = T + V maka sudah dapat dipastikan bahwa m21
2
2
x
adalah operator untuk
T atau operator energi kinetik. Jadi:
T =
m2
22
2
x
(1-26)
Tentang Fungsi Gelombang
Kata state suatu sistem mengacu pada kecepatan posisi partikel pada saat tertentu serta
gaya yang bekerja pada partikel tersebut. Dalam mekanika klasik, tepatnya menurut
hukum Newton, massa tepat state sistem dapat diprediksi secara eksak apabila state
sistem saat ini diketahui. Dalam mekanika kuantum, state sistem direpresentasikan oleh
fungsi gelombang yang merupakan fungsi koordinat dan waktu. Informasi masa depan
suatu sistem dalam mekanika kuantum dapat dikalkulasi dengan menggunakan
persamaan Schrodinger, hanya saja karena adanya prinsip ketidakpastian pada
pengukuran posisi dan momentum, maka prediksi secara eksak seperti yang terjadi pada
mekanika klasik tidak dapat diberikan oleh fungsi gelombang.
Bab I/Pers. Schrodinger/ 14
Fungsi gelombang memuat semua informasi yang dapat kita ketahui mengenai
sistem yang didiskripsinya. Informasi apakah yang diberikan oleh mengenai hasil
pengukuran koordinat x partikel? tidak dapat memberikan informasi posisi secara tepat
seperti yang dilakukan oleh mekanika klasik. Jawaban yang benar terhadap pertanyaan
tersebut diberikan oleh Max Born beberapa saat setelah Schrodinger menemukan
persamaan Schrodinger. Born membuat postulat bahwa:
dxtx2
),( (1-27
merupakan peluang pada waktu t untuk menemukan partikel sepanjang sumbu x yang
terletak antara x dengan x + dx. Fungsi ( , )x t2 adalah fungsi kerapatan peluang
(probability density) untuk mendapatkan partikel di sembarang tempat sepanjang sumbu
x. Sebagai contoh, dianggap bahwa pada sembarang waktu tertentu t0 sebuah partikel
didiskripsi oleh fungsi gelombang a e bx. 2
dengan a dan b adalah tetapan real. Jika kita
mengukur posisi partikel pada saat t0 , kita dapat memperoleh sembarang harga x sebab
nilai rapat peluangnya yaitu a e bx2 2 2 tidak nol, berapapun harga x-nya. Nilai x = 0
adalah lebih baik dibandingkan nilai x yang lain karena di titik asal (x = 0), harga 2
mencapai maksimum.
Untuk membuat hubungan yang tepat antara 2 dengan hasil pengukuran
eksperimental, kita harus mengambil sejumlah sistem identik yang tidak saling
berinteraksi, masing-masing berada dalam keadaan yang sama. Kemudian kita dapat
mengukur posisi dalam masing-masing sistem. Jika kita mempunyai n sistem dan
membuat n pengukuran, dan jika dnx adalah banyaknya pengukuran yang dimana kita
menjumpai partikel terletak antara x dan x + dx, maka dnx/n adalah peluang mendapatkan
partikel pada posisi antara x dan x + dx. Jadi:
dnn
x = 2 dx
dan grafik (1/n)dnx /dx versus x adalah kerapatan peluang 2 .
Kuantum mekanik pada dasarnya dilandasi oleh sifat statistikal. Dengan
memahami keadaan sistem pada saat tertentu, kita tidak dapat memprediksi hasil
Bab I/Pers. Schrodinger/ 15
pengukuran posisi secara pasti. Kita hanya dapat memprediksi kemungkinan dari
berbagai hasil yang mungkin. Teori Bohr yang menyatakan bahwa elektron beredar pada
lintasan yang berjarak pasti dari inti, merupakan pernyataan yang tidak dapat diterima
oleh mekanika kuantum.
1.5 Persamaan Schrodinger Tak Bergantung (Bebas) Waktu
Persamaan Schrodinger bergantung waktu (1-20a) tampak sangat menyeramkan.
Untungnya, dalam aplikasi mekanika kuantum dalam kimia, ternyata tidak perlu kita
berhadapan dengan persamaan tersebut dan sebagai gantinya kita cukup menggunakan
persamaan Schrodinger bebas waktu, yang untuk sebuah partikel dalam sistem satu
dimensi, persamaannya adalah:
0 )()V(E 2m+ d
(x)22)(
2
x
dxx
(1-28)
Persamaan (1-28) dapat diturunkan dari persamaan (1-20a) melalui langkah-langkah
sebagai berikut:
Perlu diketahui bahwa ( x , t ) adalah gabungan dari x dan t dan dinyatakan:
( x , t ) = x . t (1-29)
Jika (1-29) dimasukkan ke dalam (1-20a) diperoleh:
txtxtx
xmti
t)(x,2
22V +
2 = (1-30)
Jika kita batasi bahwa fungsi energi potensial hanya merupakan fungsi x saja dan bebas
waktu, maka (1-30) ditulis:
txtxtx
xmti
(x)2
22V +
2 =
atau:
tx(x)2x
2t
2t
x V + dx
dm2
= dt
d
i
(1-31)
Jika (1-31) dibagi x setelah itu hasilnya dibagi t maka diperoleh:
(x)2x
2
x
2t
tV +
dx
d1m2
= dt
d1 i
(1-32)
Bab I/Pers. Schrodinger/ 16
Jika ruas kiri (1-32) dibandingkan dengan (1-22) maka ruas kiri (1-32) itu adalah E, jadi
(1-32) dapat ditulis:
E = V + 12
(x)2
22
dx
dm
x
x
atau
xx(x)2x
22E = V +
dx
dm2
atau: 0 )x()V(E 2m+
dx
d(x)22
)x(2
Persamaan diatas adalah persamaan (1-28) yang kita turunkan.
Selanjutnya untuk mengetahui penyelesaian t kita ikuti langkah berikut:
Seperti ruas kanan, ruas kiri (1-32) = E, maka:
= dt
d1 i
t
t
E atau
E i= 1
ttd dt
yang jika diintegralkan:
c + iEt ln t
jadi:
/iEtCt e.e = A. e iEt /
Konstanta A pada t dapat dilimpahkan pada x pada perkalian (1-29) sehingga:
t = e iEt / (1-33)
Jika (1-33) dimasukkan kedalam (1-29) maka kita peroleh bentuk fungsi gelombang
sebuah partikel dalam sistem satu dimensi yaitu:
( x , t ) = e iEt / . x (1-34)
Tampak bahwa fungsi gelombang partikel merupakan fungsi komplek, padahal kerapatan
peluang adalah2
),( tx . Untuk fungsi komplek harga kuadrat absolutnya adalah hasil
kali fungsi itu dengan fungsi konjugatnya.
( , )x t2 =
( , )
*x t
. ( , )x t (1-35)
( , )
*x t
adalah fungsi konjugat dari( , )x t yaitu ( , )x t yang i nya diganti i.
1.6 Probabilitas
Bab I/Pers. Schrodinger/ 17
Telah kita bicarakan bahwa kerapatan peluang = ( , )x t2 =
( , )
*x t
. ( , )x t sedang
peluang mendapatkan partikel pada segmen sepanjang dx yaitu dari x sampai x + dx
adalah ( , )x t2 dx = *
),( tx . ( , )x t dx, maka untuk menentukan peluang untuk rentang
tertentu misal dari a sampai b, adalah menjumlahkan peluang dari segmen ke segmen
sepanjang antara a dan b. Penjumlahan seperti itu pada dasarnya adalah pengintegralan.
Jadi:
P( a < x < b ) = ( , )x t
b
adx
2 =
( , )
*x t
a
b
. ),( tx . dx (1-36)
Jika interval dari a sampai b tersebut dimulai dari ~ sampai + ~ maka peluang dijumpai
partikel pada interval tersebut pasti = 1 artinya kita pasti menjumpai partikel jika kita
mencarinya mulai dari posisi ~ sampai + ~. Jadi kita boleh menulis:
P( ~ < x < +~ ) = dx2
)t,x(~
~
=
~
~*
)t,x(. ( , )x t . dx = 1 (1-37)
Fungsi gelombang partikel yang memenuhi persamaan (1-37) disebut fungsi gelombang
ternormalisasi.
Soal-soal Bab 1
1. Hitunglah panjang gelombang de Broglie dari sebuah elektron yang melintas dengan
kecepatan 1/137 kali kecepatan cahaya. (dengan kecepatan tersebut, pendekatan
relativistik boleh diabaikan).
2. Fungsi kerja Na adalah 2,28 eV. Tentukan:
a. energi kinetik maksimum dari fotoelektron yang diemisi oleh Na , jika proses
fotolistrik tersebut menggunakan cahaya ultra violet yang panjang gelombangnya
200 nm.
b. berapa panjang gelombang cahaya maksimal yang masih dapat menghasilkan
fotolistrik terhadap Na ?
Bab I/Pers. Schrodinger/ 18
3. Ketika J.J Thomson melakukan investigasi terhadap elektron melalui eksperimen
tabung sinar katoda, ia melakukan pengamatan terhadap sifat-sifat elektron dengan
menggunakan pendekatan mekanika klasik.
a. Jika elektron diakselerasi dengan energi kinetik 1000 eV, dan melalui celah yang
lebarnya 0,1 cm, berapakah besarnya sudut difraksi dalam gambar 1.1
b. Berapa lebar celah yang diperlukan agar elektron dengan energi kinetik 1000 eV
menghasilkan = 1o ?
4. Diketahui sebuah partikel dalam sistem satu dimensi yang dinyatakan oleh fungsi:
= / xm b- tb i- 2e e a .
a dan b adalah konstanta dan m adalah massa patikel. Dengan menggunakan
persamaan Schrodinger bergantung waktu, tentukan fungsi energi potensial bagi
sistem tersebut.
Diketahui sebuah partikel dalam sistem satu dimensi yang dinyatakan oleh fungsi:
x = b x2 xce . Tentukan energi partikel tersebut jika diketahui:
Fungsi energi potensial = V = m/xc2 222
b = konstanta ; c = 2 nm2 ; m = 1,00 . 1030 kg
6. Pada saat tertentu, sebuah partikel dalam sistem satu dimensi, dideskripsi oleh
= (2 / b3 )1/2x.ex/ b . dengan b = 3 nm. Jika pada saat itu diadakan pengukuran
terhadap x , maka:
(a) Tentukan probabilitasnya agar hasil pengukurannya antara 0,9 dan 0,9001 nm
(anggaplah bahwa dx amat kecil dibandingkan dengan 0,9 nm)
(b) Tentukan probabilitasnya agar hasil pengukurannya antara 0 dan 2 nm.
(c) Untuk x bernilai berapakah, probabilitas akan minimum ? (tidak perlu dijawab
secara kalkulus)
(d) Buktikan bahwa ternormalisasi.
No. 7 sampai dengan selesai adalah tentang bilangan kompleks
7. Plot-lah bilangan kompleks berikut :
(a) z = 3 + 4 i (b) z = 4 i (c) z = 3 i (d) z = 4
8. Nyatakan bilangan kompleks berikut kedalam bentuk z = r ei :
(a) z = 3 + 4 i (b) z = 4 i (c) z = 3 i (d) z = 4
Bab I/Pers. Schrodinger/ 19
9. Nyatakan bilangan komplek berikut dalam bentuk z = x + y i dan buat plotnya:
(a) z = 4 e 3 i (b) z = 3 i /4
10. Tentukan komplek konjugasi dari bilangan kompleks berikut:
(a) z = 3 + 4 i (b) z = 4 i (c) z = 3 i (d) z = 4
(e) z = 4 e 3 i (e) z = 3 i /4
11. Buktikan bahwa
(a) 1/ i = i (b) e i = cos + i sin (c) sin = (e i e i ) / 2 i
12. Di antara bilangan-bilangan berikut, mana yang bilangan komplek:
(a) 3 + i4 (b) 5 + 3 i2 (c) i3 (d) 10 + 4 i5
Bab I/Pers. Schrodinger/ 20
Jawab:
1. Gelombang de Broglie :
p = h
p = m . v
Dengan memasukkan harga m dan v elektron, p dapat dihitung. Jika p sudah diketahui,
dapat dihitung.
2. Dalam fotolistrik berlaku
a. E foton = h . = h . c = + Ekinetik
dengan memasukkan harga dan dan fungsi kerja maka enegi kinetik dapat
dihitung
b. Untuk menghirung ambang gunakan: h . c >
3. a. Untuk menghiutng sudut difraksi kita gunakan relasi:
p = p sin
p dihitung dari relasi : p . x = h dengan x = lebar celah
p dihitung dari energi kinetik elektron, ingat : Ek = p2 / 2m
b. solusinya merupakan kebalikan dari a. Kita telah tahu harga p, selanjutnya kita cari
harga p melalui p = p sin Selanjutnya x dapat dihitung.
4. Persamaan Schrodinger bergantung waktu adalah:
= + V(x,t) i t m x
x t x tx t
( , ) ( , )( , )
2 2
22
(4-6)
Kita selesaikan dulu ruas kiri:
/ xm b - tb i-)t,x( 2 e e a
ti =
ti
e dtd
i e a tb i-/ xm b - 2 e
i b . i . e a tb i-/ xm b - 2
e . e a b tb i-/ xm b - 2 b
Dengan demikian persamaan (4-6) menjadi:
Bab I/Pers. Schrodinger/ 21
b ( x, t) )t,x(t)(x,2)t,x(
22V +
xm2 =
Selanjutnya kita selesaikan suku pertama ruas kanan:
m2
xm2
2
2)t,x(
22
/ xm b - tb i-
2
2 2 e e a
x
/bmx2
2 tb i -
2 2 e
dx
d e a . m2
/bmx tb i -2 2
e dxd .
dxd e a .
m2
/bmx tb i -2 2
e 2bmx - . dxd e a .
m2
/bmx tb i -2 2
e . x dxd e a 2bm .
m2
/bmx2 /bmx tb i -
2 22 e xm 2b e e a 2bm .
m2
2 /bmx tb i -
2xm 2b 1 e e a 2bm .
m2
2
xm 2b 1 2bm . m2
22
xm 2b 1 . b 2
Sekarang persamaan Schrodinger menjadi:
b ( x, t) xm 2b 1 . b 2
( x, t) )t,x(t)(x,V +
atau:
b ( x, t) xm 2b 1 . b 2
( x, t) )t,x(t)(x,V +
atau:
b xm 2b 1 . b 2
t)(x,V +
Bab I/Pers. Schrodinger/ 22
Jadi fungsi energi potensialnya adalah:
t)(x,V = b xm 2b 1 . b 2
= b b + 22 xmb2
= 22 xmb2
5. Berbeda dengan soal no. 4 yang fungsi gelombangnya merupakan fungsi x dan t,
maka pada soal no. 5 ini fungsi gelombangnya hanya merupakan fungsi x, sehingga
untuk menyelesaikannnya kita gunakan persamaan Schrodinger tak bergantung waktu
(Persamaan 5-1)
d + 2m (E V
2
(x)
( ) ) ( )x
dxx
2 20
(5-1)
Jika V kita masukkan akan kita peroleh:
2m+ dx
d22
)x(2
(E m/xc2 222 ) ( x ) = 0
Kita selesaikan suku pertama ruas kiri:
dx
d2
)x(2
dxd.
dxd
2 xce dxd.
dxd
2 xce dxd
2 xce 2 xce
dxd
2 xce 2 xce
2 xce
2 xce
2 xce
2 xce
Dengan demikian persamaan Schrodinger menjadi:
( 2m2 m/xc2 222
atau:
2m2 m/xc2 222
Bab I/Pers. Schrodinger/ 23
2m2 m/xc2 222 m/xc2 222
m2
2
Jadi:
m
2 m
2
m
2 m
2 m
2 m
2