bab · web viewkepentingan, dan alat komunikasi massa yang nyata-nyata berpengaruh dalam kehidupan...
TRANSCRIPT
Siti Waliah, S.IP. M.SiE-mail : [email protected] Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Sjakhyakirti
BAB IV
MEMPELAJARI PERKEMBANGAN POLITIK INDONESIA
MELALUI PENDEKATAN KEBUDAYAAN POLITIK
A. Budaya Politik.
1. Pengantar;
Pembahasan mengenai budaya politik seharusnya disatu temakan dengan
pembahasan mengenai struktur politik, karena perhubungan dengan fungsi konversi dan
kapabilitas sistem . Tetapi untuk tujuan urutan pembahasan perihal budaya politik ini
didahulukan, karena soal kebudayaan lebih dekat dengan ilmu tentang fenomena
masyarakat. Hal ini disebabkan pula karena system polittik dapat ditinjau sebagai system
bagian social yang hidup dalam sociosphere yang merupakan bidang penelaahan
sosiologi, antropologi maupun geografi. Jadi, pembahasan yang bersifat mendasar akan
lebih dirasakan ketepatannya di bandingkan dengan pembahasan yang langsung
mengenai bangun dan bentuk perwujudan lebih lanjut aktivitas masyarakat dalam
berbudaya.
Maksud pembahasan budaya politik ini ialah agar kita dapat mengenal atribut atau
ciri yang terpokok untuk menguji proses yang berlanjut maupun yang berubah seirama
dengan proses perkembangan, perubahan, dan bahkan mutasi social.
Budaya yang berasal dari kata ‘budhayah’ yang berarti akal atau dapat juga
didefinisikan menjadi dua kata yaitu: ‘budi’ dan ‘daya’ yang apabila digabungkan memiliki
arti mengunakan akal budi tersebut. Dan apabila budaya dikaitkan dengan konsep politik
berarti menyangkut system politik yang dianut suatu Negara beserta segala unsurnya.
Budaya politik tidak lain adalah pola tingkah laku induvidu dan orientasinya
terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu system politik.
Sistem Politik IndonesiaMemepelajari perkembang….
17
Siti Waliah, S.IP. M.SiE-mail : [email protected] Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Sjakhyakirti
Sebenarnya istilah budaya politik tertentu inheren (melekat) pada setiap masyarakat yang
terdiri atas sejumlah induvidu yang hidup, baik dalam system politik tradisional,
transisional, maupun “modern”, Almond dan Powell, Jr. atas dasar pengamatannya
melukiskan bahwa kebudayaannya politik juga terdapat dalam system politik masyarakat
Eskimo, yang hidup tersebar dalam kelompok-kelompok kecil mulai selat bering antara
Alaska dan Siberia sampai tanah hijau di Alantik – Utara mereka boleh dikatakan masih
“sederhana”, kalau tidak hendak disebut primitive.
Dari sudut ini terlihat interralasi antara disiplin dalam ilmu-ilmu social, dimana
antropologi budaya dapat dianggap “menemukan” pola perilaku individu (dalam
masyarakat yang menjadi telahaan sosiologi) dalam hal apresiasinya terhadap kehidupan
politik atau bahkan sebaliknya secara timbal balik.
Tetapi persepsi atau pemahaman soal budaya politik ini dalam kenyataannya
sering diberi arti sebagai peradaban dan teknologi. Hal ini terlihat pula dari lingkup budaya
politik itu, meliputi pula orientasi induvidu, yang diperoleh dari pengetahuannya yang luas
maupun sempit; orientasinya yang dipengaruhi oleh perasaan keterlibatan, keterlekatan
ataupun penolakan ; orientasinya yang bersifat menilai terhadap obyek dan peristiwa
politik. Soal pengenalan pengetahuan tersebut diatas, dinilai lebih bersifat sebagai
peradaban daripada sebagai kebudayaan.
Oleh karena budaya politik merupakan persepsi manusia, pola sikapnya terhadap
berbagai masalah politik dan peristiwa politik terbawa pula kedalam pembentukan struktur
dan proses sitem politik itu sendiri adalah interrelasi antara manusia yang menyangkut
soal kekuasaan, aturan, dan wewenang.. Ilmu politik , seperti ilmu-ilmu sosial lainnya,
meletakkan masyarakat sebagai titik sentral. Manusia tersebut terlibat dan melibatkan
dirinya (kelompoknya) dalam segala fenomena masyarakat. Dari sudut ini . Dari susut ini,
apa yang ditemukan oleh antropologi merupakan milik dan sekaligus pula merupakan
lingkungan sisitem politik itu sendiri.
Sistem Politik IndonesiaMemepelajari perkembang….
18
Siti Waliah, S.IP. M.SiE-mail : [email protected] Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Sjakhyakirti
Lebih jauh mari kita tinjau hubungan antara budaya politik dengan perilaku politik.
Robert K. Carr. (et.al) merumuskan bahwa perilaku politik adalah suatu telaahan mengenai
tindakan manusia dalam situasi politik. Situasi politik sangat luas cakupannya, antara lain :
pengertian respons emosional berupa dukungan atau apati kepada pemerintah, respons
terhadap perundan-perundangan dan lain-lain. Jadi dengan demikian perilaku para
pemilih atau pemberi suara dalam pemilihan umum, misalnya, karena dapat
menggambarkan sikap mereka terhadap pemerintah, merupakan suatu telaahan tentang
perilaku politik. Tindakan dan perilaku politik induvidu sangat ditentukan oleh pola orientasi
umum yang nampak secara jelas sebagai pencerminan budaya politik. Sedikit atau banyak
seorang induvidu terikat pada nilai kebudayaan tempat ia hidup.
Dalam budaya politik terkandung serangkaian gejala yang dalam beberapa hal
dapat diukur dan diidentifikasi. Pendapat umum dan survei tentang perilaku dapat dipakai
sebagai alat yang dapat diterapkan pada kelompok yang lebih besar, dan di pihak lain
teknik penemuan bidang psiokologi juga membantu menerangkan kasus-ksasus yang
lebih mikro.
Dari pernyataan, pidato tulisan, bahkan dari mitos dan legenda serta folklore dapat
diungkapkan hakikat pola budaya politik secara cermat merupakan salah satu informasi
yang terpercaya bagi pengenalan politik. Segala tingkah laku dapat merupakan parameter
atau petunjuk yang jelas dengan siapa atau dengan apa seseorang berasosiasi misalnya.
Sikap laku sebagai pencerminan budaya politik, seperti diuraikan diatas.
Merupakan alat pembentuk konsep yang sangat berharga, yang dapat menghubungkan
atau mempertemukan telaahan tentang individu dalam lingkungan politik dengan sistem
politik sebagai kesatuan.
Sikap dan tingkah laku seseorang menjadi satu objek penanda gejala politik yang
akan terjadi pada seseorang dan oarang-orang yang berada dibawah politiknya. Contoh
jikalau seseorang telah terbiasa dengan sikap dan tingkah laku politik yang hanya
Sistem Politik IndonesiaMemepelajari perkembang….
19
Siti Waliah, S.IP. M.SiE-mail : [email protected] Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Sjakhyakirti
menerima, menurut atau memberi perintah tanpa mempertanyakan apa makna yang
terkandung dari apa yang dia laksanakan, maka orang tersebut akan canggung, frustasi
apabila ia berada didalam masyarakat yang kritis.
2. Konsep yang diambil dari antropologi dan sosiologi
Pemahaman dan perbandingan dengan jalan ini akan menghasilkan tidak lebih
jauh daripada pengenalan tentang kerangka yuridis dan normatif. Untuk menutupi
kelemahan dan ketidak cukupan tentang pembahasan institusi-institusi formal
pemerintahan, seorang penelaah harus memperhitungkan pula peranan ikatan
perkerabatan, mob, elektorat, pengelompokan (baik yang terus menerus maupun yang
insedental dan segenap fokus dan kekuasaan dan pengaruhnya dalam proses politik
sebagai suatu fakta yang tak bisa dikesampingkan begitu saja.
Dewasa ini, pendekatan yang demikian dioganti dan beralih kerah introduksi
peranan dan bantuan sosiologi dan antropologi.
Almond adalah sesorang yang mencoba menciptakan skema untuk mengadakan
metodik perbandingan mengenai sistem-sitem politik dengan meminjam (melalui
penyesuaian ) konsep-konsep sosiologi dan antropologi. Dengan jalan ini diyakini bahwa
sistem politik merupakan suatu sistem kegiatan (system of activity, system of action ).
Melalui sosiologi dan antropologi ini pula lebih tidak dirasakan kesukaran untuk
memperoleh informasi yang cuckup akurat bagi peninjauan sistem politik, sepanjang
kegiatan politik tersebut merupakan perilaku yang dapat diobservasi secara empiris.
Sebagai hasilnya Almond mengklarifikasi sistem-sistem politik diatas atas dasar struktur
dan budaya. Dengan demikian konsep struktur dan konsep budaya ini tidak dapat
dibahas secra terpisah. Budaya politik masyarakat sangat dipengaruhi oleh struktur poilitik,
sedangkan daya operasional struktur tadi ditentukan oleh konteks kultural dima struktur itu
berada.
Sistem Politik IndonesiaMemepelajari perkembang….
20
Siti Waliah, S.IP. M.SiE-mail : [email protected] Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Sjakhyakirti
Kemudian, kedua konsep tersebut disusul lagi dengan penggunaan konsep
tentang peranan dan orientasi kegiatan politik secara individu, tidak terbatas pada apa
yang dikatakannya tentang suatu obyek politk, tetapi lebih luas lagi, yaitu, harus ditelaah
alasan-alasan mengapa ia melakukan hal tersebut, misalnya. Kemungkinan, pendapat dan
perbuatan seseorang dalam menanggapi obyek politik dipengaruhi oleh aktivitas orang
lain. Dalam sistem politk yang komplek dewasa ini, politik tidak saja merupakan ekspresii
kemampuan pribadi, tetapi sangat besar kemungkinan dikendalikan oleh peranan
gagasan-gagasan anggota masyarakat yang menanggapi sistem politik sebagai suatu
keutuhan (totalitas). Dengan perkataan lain, sistem politik harus dinilai sebagai
seperangkat interaksi peranan atau sebagai suatu struktur peranan.
Pelaku atau aktor politik, baik perorangan atau kelompok akan mengambil satu
atau beberapa peranan. Aktivitas pengambilan peranan bergantung pula pada konsepssi
tentang peranan dan pengertian serta harapan pihak lain terhadap yang bersangkutan
sebagai pendukung peran.
Sebagai contoh, sesorang dapat mempunyai dua atau lebih peranan dalam waktu
yang sama, misalnya berperan sebagai presiden, sebagai pemimpin partai, sebagai
pemimpin mayoritas dalam parlemen dan lain-lain. Seseorang yang mengemban sejumlah
peranan dapat dinilai sebagai orang yang dapat memenuhi ataupun yang menentang
norma dan aturan yang diharapkan oleh pihak lain. Bisa saja terjadi sesorang berhasil
dalam menggabungkan norma-norma yang melekat dan dituntut sebagai keharusan oleh
jabatan-jabatan yang dipegangya. Tetapi dipihak lain ia harus sangat hati-hati, agar jelas
terlihat dalam peranan apa ia bertindak. Sebagai contoh, seorang yang mendudduki
jabatan perdana menteri, bila muncul dimuka televisi, harus memilih dan kadang-kadang
menegaskan apakah ia berbicra dalam rangka menyampaikan pesan kepada anggota
partainya. Ini penting artinya untuk memahami pemisahan peranan dalam sistem politik
Sistem Politik IndonesiaMemepelajari perkembang….
21
Siti Waliah, S.IP. M.SiE-mail : [email protected] Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Sjakhyakirti
tertentu. Segi-segin yang lugas dalam membedakan peranan secara cermat sering
merupakan refleksi suatu budaya politik, demikian pula sebaliknya.
3. Tipe Budaya Politik
Suatu model budaya politik tertentu tidak dapat dihubungkan secara kekar
dengan suatu sistem politik tertentu. Budaya politik sangat luas lingkupnya (seperti halnya
culture mengandung culture traits), terutama bila subkultur juga dibahas. Namun demikan
budaya politik dapat dikalsifikasi sebagai berikut :
a. Budaya politik parokial (parochial political culture)
b. Budaya politik kaula (subject political culture)
c. Budaya politk partisipan (paricipants political culture)
Disamping itu tentu ada pula berbagai bentuk gabungan tersebut diatas, yang
akan diuraikan dibawah.
Mengenai ketidakjumbuhan antara model budaya politik tertentu dengan sistem
politik tertentu dikemukan oleh Almond sebagi beriku :
” ... the United States, England, and several of the common wealth countries have
A common political culture, but are separate and different kinds of political system
“ … Amerika Serikat, Inggris dan beberapa Negara persemakmuran mempunyai
budaya politik yang sama, tetapi terpisah dan berlainan jenis sistem politiknya.”
Jadi dengan demikian, pencarian konsep budaya politik dimaksudkan sebagi
pengisi rubrik yang hilang/kosong dalam sistem politik sebagai akibat pendekatan atas
dasar kelembagaan formal semata-mata. Secara konvensional, penelaahan melalui bidang
kerangka hukum, ideologi, karakter nasional dan lain-lain dirasakan kurang mantap dan
tidak memadai untuk membuat suatu klasifikasi yang relatif utuh tentang sistem politik.
Konsep-konsep klasifikasi yang relatif utuh tentang sistem politik. Konsep-konsep yang
Sistem Politik IndonesiaMemepelajari perkembang….
22
Siti Waliah, S.IP. M.SiE-mail : [email protected] Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Sjakhyakirti
digambarkan dalam bab sbelum ini dipengaruhi oleh faktor-faktor sistem nilai, falsafah,
etika, ethos, credo, moral, estetika, kepercayaan, iseologi, doktrin, norma dan lain-lain,
yang dinilai dapat menumbuhkan kekaburan dalam meninjau sistem politik secara
perbandingan secara metodik.
Untuk indonesia misalnya, dapat dikemukakan serangkaian persoalan yang
analog dengan hal yang terurai diatas sebagai berikut. Menurut konstatasi sementara
(walaupun terdapat beberapa indikator yang kuat, seperti variabel tentang sifat priomordial,
bapakisme dan lain-lain), budaya politik Indonesia sampai dewasa ini belum mengalami
perubahan, apalagi mutasi tang berarti. Hal ini dapat dimengerti, karena menurut hukum-
hukum perkembangan masyarakat, perubahan yang menyangkut kebudayaan berjalan
relatif lamban dari sudn. Sedangkan dipihak lain, sitem politik indonesia sudah berapa kali
mengalami perubahan (paling tidak dari sudut pelembagaan reminya), yaitu dari sistem
Politik Demokarasi Liberal kesistem Politik Demokrasi Terpimpin dan terakhir beralih ke
apa yang dinamakan sitem Politik Demokrasi Pancasila. Jadi budaya politik yang berlaku
dalam ketiga sistem politik ini relatif konstan dan demikian pula falsafahnya. Jika ada
perbedaan antara ketiganya, hal tersebut disebabkan oleh budaya politik lebih muda
dikenal secara konkret melalui pengenalan manisfestasi yang nampak jelas dalam wujud
sikap politik. Mengukur manifestasi falsafah (walaupun melahirkan sikap politik tertentu)
sangat sukar, karena titik tolak dasar falsafah itu, disatu segi sering tidak dapat
dipertemukan, dan dilain segi variabelnya sangat kabur.
Uraian yang berhubungan dengan budaya politik ini lebih lanjut akan dikupas
dibawah, yaitu tentang aliran atau struktur vertikal masyarakat, pengembangan lembaga-
lembaga tradisional dan lain-lainnya.
Agar dapat diperoleh pola yang cukup tepat dan petunjuk yang relevan mengenai
orientasi seseorang terhadap kehidupan politik, haruslah dikumpulkan berbagai informasi
Sistem Politik IndonesiaMemepelajari perkembang….
23
Siti Waliah, S.IP. M.SiE-mail : [email protected] Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Sjakhyakirti
yang meliputi antara lain : pengetahuan, keterlibatan, dan penilaian seseorang terhadap
salah satu obyek pokok orientasi politik.
Obyek orientasi politik meliputi keterlibatan sesorang terhadap:
a. Sistem politik secara keseluruhan.
Meliputi antara lain intensitas pengetahuan, ungkapan perasaan yang ditandai
oleh apresiasi terhadap sejarah, ukuran lingkup lokasi, persoalan kekuasaan,
karaktersitik konstitusional negara atau sistem politiknya
b. Proses input.
Meliputi antara lain intensitas pengetahuan dan perbuatan tentang proses peny
aluran segala tuntutan yang diajukan atau diorganisasi oleh masyarakat, terma
suk prakarsa untuk menejermahkan atau mengkonversi tuntutan-tuntutan ter
sebut hingga menjadi kebijaksanaan yang otoratif sifatnya. Dengan demikian
proses input antara lain meliputi pula pengamatan atas partai politik, kelompok
kepentingan, dan alat komunikasi massa yang nyata-nyata berpengaruh dalam
kehidupan politik sebagai alat (sarana) penampung berbagai tuntutan.
c. Proses Output.
Meliputi antara lain intensitas pengetahuan dan perbuatan tentang proses akti-
vitas berbagai cabang pemerintahan yang berkenaan dengan penerapan dan
pemaksaan keputusan-keputusan otoritattif. Singkatnya, berkenaan dengan
fungsi pembuatan aturan/perundang-undangan oleh badan legislatif, fungsi
pelaksanaan aturan oleh eksekutif (termasuk birokrasi) dan fungsi peradilan.
d. Diri sendiri.
Meliputi intensitas pengetahuan dan frekuensi perbuatan seseorang dalam
mengambil peranan diarena sistem politik. Dipersoalkan apakah yang menjadi
hak, kekuasaannya dan kewajibannya. Apakah yang bersangkutan dapat me-
memasuki lingkungan orang atau kelompok yang mempunyai pengaruh atau
Sistem Politik IndonesiaMemepelajari perkembang….
24
Siti Waliah, S.IP. M.SiE-mail : [email protected] Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Sjakhyakirti
bahkan bagaimana caranya untuk meningkatkan pengaruhnya sendiri. Kemudi-
an lebih lanjut dipersoalkan kreteria apakah yang dipakainya dalam membentuk
pendapat dalam masyarakatnya atau dalam sistem politik sebagi keseluruhan.
Kembali pada uraian tentang klasifikasi budaya politik , pertama-tama akan
dipaparkan apa yang dimaksud dengan budaya politik parokial (artinya:terbatas pada
wilayah atau lingkup yang kecil, sempit misalnya yang bersifat provinsial). Dalam
masyarakat tradisional yang sederhana, dimana spesialisasi sangat kecil, para pelaku
politik sering melakukan perannanya serempak dengan peranannya dalam bidang
ekonomi, keagamaan, dan lain-lain. Dalam masyarakat yang bersifat parokial ini, karena
terbatasnya diferensiasi tidak terdapat peranan politik yang bersifat khas dan berdiri
sendiri; dapat diambil sebagai contoh pemimpin ”tribe” yang sekaligus mengemban
berbagai peranan dalam masyarakatnya. Pada kebudayaan seperti ini, anggota
masyarakat cendrung tidak menaruh minat terhadap obyek-obyek politik yang luas,
kecualu dalam batas tertentu, yaitu terdapat tempat dimana ia terikat secara sempit.
Keadaan yang mutlak, dimana anggota masyarakat tidak menaruh minat terhadap
obyek-obyek politik secara sepenuhnya (kecuali terhadap obyek-obyek dalam skala yang
kecil sekali) memang tidak akan pernah ada. Yang nyata-nyata menonjol dalam budaya
politik parokial ialah adanya kesadaran anggota masyarakat akan adanya pusat
kewenangan/kekuasaan politik dalam masyarakatnya.
Yang kedua ialah politik kaula, yaitu dimana anggota masyarakatnya mempunyai
minat, perhatian, mungkin pula kesadaran, terhadap sistem sebagai keseluruhan, terutama
terhadap segi outputnya. Sedangkan perhatian (yang frekuensinya sangat rendah) atas
aspek input serta kesadarannya sebagai aktor politik, yang boleh dikatakan no l. Orientasi
mereka yang nyata terhadap obyek politik dapat terlihat dari pernyataanya, baik berupa
kebanggaan, ungkapan sikap mendukung maupun sikap bermusuhan terhadap sistem,
terutama terhadap aspek outputnya. Posisi sebagai kaula, pada pokoknya dapat dikatakan
Sistem Politik IndonesiaMemepelajari perkembang….
25
Siti Waliah, S.IP. M.SiE-mail : [email protected] Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Sjakhyakirti
posisi yang pasif. Mereka menganggap dirinya tidak berdaya mempengaruhi atau
mengubah sistem, dan oleh karena itu menyerah saja kepada segala kebijaksanaan dan
keputusan para pemegang jabatan dalam masyarakatnya. Segala keputusan (dalam arti
output) yang diam,bil oleh pemeran politik (dalam arti pemangku jabatan politik)
dianggapnya sebagai sesuatu yang dapat diubah, dikoreksi apalagi ditanatang. Tiada jalan
lain baginya kecuali menerima saja sistem sebagai apa adanya, patuh, setia dan mengikuti
segala instruksi dan anjuran para pemimpin (politik)nya.
Menurut pandangan mereka, masyarakat mempunyai struktur hirarkis (vertikal),
dimana perorangan maupun kelompok sudah diguratkan menerima saja keadaan dan
harus puas menerima ”kodrat”nya. Tingkat kepatuhan dalam budaya politik seperti ini
sangat intens; seseorang hanya berfungsi sebagai ”kaula”. Bila ia tidak menyukai sistem
dan output, itu disimpannya saja sanubari. Sikap demikian mungkintidak dimanifestasikan
secara terang-terangan, karena memang tak ada sarana kapasitas untuk mengubah, atau
melawan. Budaya politik seperti ini merupakan hasil ”bentukan” keadaan tertentu. Perlu
kiranya dipertimbangkannya untuk ditelaah, misalnya pengaruh status koloni, penjajahan
dan corak diktatur/otoriter terhadap budaya politik kaula ini. Dalam hal ini, sikap anggota
masyarakat yang pasif bukan berarti secara potensial dapat diabaikan.
Yang ketiga ialah budaya politik partisipan yang ditandai oleh adanya perilaku
yang berbeda perilaku sebagai ”kaula”. Seseorang menganggap dirinya ataupun orang lain
sebagai anggota aktif dalam kehidupan politik.. Sesorang dengan sendirinya menyadari
setiap hak dan tanggung jawabnya (kewajibannya), dan dapat pula merealisasi dan
mempergunakan hak serta menanggung kewajibannya. Tidah diharapkan seseorang
harus menerima begitu saja keadaan, berdisiplin-mati, tunduk (taklid) terhadap keadaan,
tidak lain karena ia merupkan salah satu mata rantai aktif proses poltik. Dengan demikian
sesorang dalam budaya politik partisipan dapat menilai dengan penuh kesadaran baik
sistem sebagi totalitas, input dan output maupun posisi dirinya sendiri.
Sistem Politik IndonesiaMemepelajari perkembang….
26
Siti Waliah, S.IP. M.SiE-mail : [email protected] Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Sjakhyakirti
Oleh karena itu beralasanlah apabila Almond, atas dasar tiga potret dasar itu,
menarik kesimpulan adanya budaya politik campuran (mixed political cultures), yaitu :
1. Parochial-subject culture.
2. Subject participant culture
3. Parochial-participan culture
4. Civic culture.
Yaitu, yang merupakan gabungan karakteristik tipe-tipe kebudayaan politik yang ”murni”
seperti diuraikan diatas.
4. Budaya Politik Indonesia.
Para penelaah politik indonesia seyogianya memperhatikan peranan budaya
politik, karena ternyata mempunyai refleksi pada pelembagaan politik dan bahkan pada
proses politik.
Pada prinsipnya, budaya politik sebagai salah satu unsur atau bagian kebudayaan
merupakan satu diantara sekian jenis lingkungan yang mengelilingi, mempengaruhi, dan
menekan sistem politik. Dalam kultur politik itu sendiri berinteraksi antara lain sejumlah
sistem: sistem ekologi, sistem sosial, dan sistem kepribadian yang tergolong dalam
kategori lingkungan dalam masyarakat, sebagi hasil kontak sistem politik dengan dunia
luar. Secara tak langsung, yang paling dianggap intens dan mendasari sistem politik
indonesia tentunya adalah budaya politik.
Pengamatannya terhadapnya tidak berhenti pada hasil diperolehnya identifikasi
pengamatan momentum tentang pola struktur kebudayaan dalam situasi tertentu terbatas.
Sistem politik yang dipengaruhi atau dilandasi oleh kebudayaan (politik), baru dapat
dimengerti dan dipahami dengan baik setela mengarungi suatu kurun waktu tertentu (yang
mungkin cukup panjang). Budaya politik dan struktur politik tidak pernah berada dalam
keadaan diam (stasioner), tetapi selalu bergerak dan berinteraksi satu sama lain.
Sistem Politik IndonesiaMemepelajari perkembang….
27
Siti Waliah, S.IP. M.SiE-mail : [email protected] Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Sjakhyakirti
Dengan demikian, pembangunan politik indonesia dapat pula diukur berdasarkan
keseimbangan atau harmoni yang dicapai antara lain oleh budaya politik dengan
pelembagaan politik yang ada atau akan ada.
Dalam masa berlangsungnya perubahan kultural dan perubahan teknologin yang
pesat, sistem politik (temasuk sistem politik indonesia) biasanya tidak pernah berada
dalam keadaan ”diam’ ; hal ini berarti sistem politik bergerak menjauhi keseimbangan
yang telah ada atau mendekati keseimbangan yang baru.
Bagi Indonesia dewas ini, dengan masuknya teknologi maju dan pertukaran atau
kontak dengan kebudayaan dan peradaban luar, boleh jadi akan terjadi keadaan yang
tidak harmonis atau keadaan yang berubah kearah keseimbangan yang baru yang lebih
harmonis. Dengan demikian, sistem politik indonesia harus dapat memperhitungkan
tekanan budaya politik tertentu yang mungkin demikian berbeda dengan apa yang menjadi
hasil pengamatan momen tertentu sebagai suatu hasil pemotretan sesaat.
Konstatasi sementara tentang budaya politik indonesia , yang tentunya harus
ditelaah dan dibuktikan lebih lanjut, adalah pengamatan tentang variabel sebagai berikut :
a. Konfigurasi subkultur di Indonesia masi aneka ragam, walaupun tidak se-
komplek yang dihadapi oleh India misalnya, yang menghadapi masalah
perbedaan bahasa, agama, kelas kasta yang semuanya relatif masih
rawan/rentan. Pada prinsipnya masalah keanekaragaman subkultur di
Indonesia telah dapat ditanggulangi berkat usaha pembangunan bangsa
(nation building) dan pembangunan karakter (character building) yang cukup
berhasill bila diukur dengan memandang jumlah penduduk, latar belakang
kesulitan sejarah, bentangan waktu yang dipergunakan, yang relatif tidak lebih
kecil dari India misalnya.
b. Budaya politik indonesia yang bersifat parokial-kaula disuatu pihak dan budaya
partisipan dilain pihak; disatu segi massa masih ketinggalan dalam mengguna
Sistem Politik IndonesiaMemepelajari perkembang….
28
Siti Waliah, S.IP. M.SiE-mail : [email protected] Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Sjakhyakirti
kan hak dan memikul tanggung jawab politiknya yang mungkin disebabkan
oleh isolasi dari kebudayaan luar, pengaruh penjajahan, feodalisme, bapakis-
me, ikatan primordial, sedang dilain pihak kaaum elitnya sungguh-sungguh
merupakan partisipan yang aktif, yang kira-kira disebabkan pengaruh pendidik
an modern (barat), kadang-kadang bersifat sekular dalam arti relatif dapat me
mbedakan faktor-faktor penyebab disintegrasi seperti ; agama, kesukuan, dll.
Melihat segi ini, sebenarnya keadaan ini merupakan kondisi yang mencerah
kan, karena ternyata idea masih berperanan besar sebagai salah satu modal
bagi pembangunan. Jadi jelas terlihat bahwa kebudayaan politik Indonesia me-
rupakan ”mixed political culture” yang diwarnai oleh besarnya pengaruh kebu-
dayaan politik parokial kaula.
b. Sifat ikatan primordial yang masih kuat berakar, yang dikenal melaui indikator
Berupa sentimen kedaerahan, kesukuan, perbedaan pendekatan terhadap
keagaamaan tertentu: puritanisme dan non puritasnisme dan lain-lain.
Disamping itu, salah satu petunjuk masih kukuhnya ikatan tersebut dapat
dilihat dari pola budaya politik yang tercermin dalam strukrur vertikal
masyarakat dimana usaha gerakan kaum elit langsung mengeksploitasi dan
menyentuh substruktur sosial dan subkultur untuk tujuan perekruitan
dukungan.
Pemiliha umum tahun 1955 sedikit banyak menunjukkan bahwa karen
adanya pertimbangan atau kepentingan penghimpunan dukungan, maka
kebudayaan masyarakat dan struktur masyarakat dibuat dalam keadaan
”status quo” untuk dapat menghasilkan penimbaan keuntungan politik
sebanyak-banyaknya. Hasil pemilihan umum 1955 untuk menyebut sekedar
contoh lebih bersifat Jawa-sentris, karena memang pulau jawa merupakan
Sistem Politik IndonesiaMemepelajari perkembang….
29
Siti Waliah, S.IP. M.SiE-mail : [email protected] Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Sjakhyakirti
wilayah dimana terdapat jumlah pemilih yang besar dan pola tradisi
kulturalnya telah dapat dipegang arah orientasinya.
d. Kecendrungan budaya politik indonesia yang masih mengukuhi sikap paternal
Lisme dan sifat patrimonial; sebagai indikatornya dapat disebutkan antara lain
bapakisme, sikap asal bapak senang. Di Indonesia, budaya politik tipe
parokial kaula lebih mempunyai keselarasan untuk tumbuh dengan persepsi
masyarakat terhadap obyek politik yang menyandarkan atau menundukkan
diri pada proses output dari penguasa.
e. Dilema interakasi tentang introduksi modernisasi (dengan segala konsekuensi
nya) dengan pola-pola yang telah lama berakar sebagi tradisi dalam
masyarakat . Yang menjadi persoalan adalah apakah pelembagaan dalam
sistem politik indonesia sudah siap menampung proses pertukaran kedua
variabel ini ? misalnya, sesuai dengan tuntutan modernisasi, diharapkan
tumbuhnya sifat kelugasan, rasionalitas, dan obyektivitas dalam menilai suatu
persoalan politik, yang dalam pola kebudayaan politik Indonesia sering belum
dikenal dengan mendalam. Dari sudut ini, krisis partisipasi dapat ditelaah dan
dibuka tabirnya melalui pengenalan atau persepsi tentang struktur budaya
politik masyarakat yang berada jauh di strata bawah dann juga persepsi yang
hidup pada kalangan elitnya distrata atas. Sisi positif introduksi kebudayaan
lain, adalah untuk merubah kebudayaan lama, dengan catatan tranformasi
yang dilakukan memerlukan tahapan-tahapan yaitu pemahaman dan
penghayatan yang mendalam yang terkandung di dalam nilai-nilai yang
menuntut perubahan atau pembahruan dalam usahanya membentuk budaya
yang berciri ideal setiap individu yakni ciri manusia yang pancasialis.
Permasalahan yang timbul dalam menciptakan individu-individu yang berada
dalam masyarakat untuk mempunyai ’Dinamika dalam kesetabilan’ yakni menajdi manusia
Sistem Politik IndonesiaMemepelajari perkembang….
30
Siti Waliah, S.IP. M.SiE-mail : [email protected] Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Sjakhyakirti
yang ideal yang diinginkan pancasila. Dalam hal ini diperlukan sosialisasi bagaimana nilai-
nilai pancasila dapat diimplementasikan dalam kehidupan.
Ada dua faktor yang mempengaruhi proses pembudayaan nilai-nilai tertanam
dalam diri individu, yaitu :
1. Emosional psikologis, faktor yang berasal dari hatinya
2. Rasio, faktor yang berasal dari otaknya.
Jikalau kedua faktor tersebut ada dalam diri seseorang kompetaibel dengan nilai-nilai
pancasila, maka pada saat terjadilah pembudayaan pancasila itu dengan sendirinya.
Kegagalan dan keberhasilan pembudayaan dan beserta segala prosesnya akan
menentukan jalannya perkembangan politik yang ditempuh oleh bangsa Indonesia dimasa
depan.
Sistem Politik IndonesiaMemepelajari perkembang….
31