bab ivamheru.staff.gunadarma.ac.id/downloads/files/14741/bab... · web viewdalam wawancara standar...

46
BAB IV TEKNIK PENGUMPULAN INFORMASI (DATA) Menurut Creswell (1994: 150-151) berdasarkan tipe data kualitatif maka terdapat 4 (empat) macam tipe pengumpulan data, yaitu: 1) observasi, 2) wawancara, 3) dokumen, 4) alat-alat audiovisual. Atas dasar hal tersebut penulis mengklasifikasi kan teknik pengumpulan informasi (data) menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu: 1) observasi, 2) wawancara, 3) dokumen, sedangkan alat-alat audiovisual penulis sebut sebagai alat bantu pengumpulan data. Selanjutnya masing-masing teknik pengumpulan data tersebut akan diuraikan pengertian dan ciri-cirinya. 1. PENGERTIAN DAN CIRI-CIRI OBSERVASI (PENGAMATAN) a. Pengertian observasi/pengamatan (Observation) Menurut Kartono (1980: 142) pengertian observasi diberi batasan sebagai berikut: “studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan pengamatan dan pencatatan”. Selanjutnya dikemukakan tujuan observasi adalah: “mengerti ciri-ciri dan luasnya signifikansi dari inter relasinya elemen-elemen tingkah laku manusia pada fenomena sosial serba kompleks dalam pola-pola kulturil tertentu”. Observasi dapat menjadi teknik pengumpulan data secara ilmiah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 99

Upload: others

Post on 12-Dec-2020

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IVamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14741/BAB... · Web viewDalam wawancara standar (terstruktur), pertanyaan-pertanyaan, runtunannya, dan perumusan kata-katanya sudah

BAB IV

TEKNIK PENGUMPULAN INFORMASI (DATA)

Menurut Creswell (1994: 150-151) berdasarkan tipe data kualitatif maka terdapat

4 (empat) macam tipe pengumpulan data, yaitu: 1) observasi, 2) wawancara,

3) dokumen, 4) alat-alat audiovisual. Atas dasar hal tersebut penulis mengklasifikasi

kan teknik pengumpulan informasi (data) menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu: 1) observasi,

2) wawancara, 3) dokumen, sedangkan alat-alat audiovisual penulis sebut sebagai alat

bantu pengumpulan data. Selanjutnya masing-masing teknik pengumpulan data

tersebut akan diuraikan pengertian dan ciri-cirinya.

1. PENGERTIAN DAN CIRI-CIRI OBSERVASI (PENGAMATAN)

a. Pengertian observasi/pengamatan (Observation)

Menurut Kartono (1980: 142) pengertian observasi diberi batasan sebagai

berikut: “studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan

gejala-gejala psikis dengan jalan pengamatan dan pencatatan”. Selanjutnya

dikemukakan tujuan observasi adalah: “mengerti ciri-ciri dan luasnya

signifikansi dari inter relasinya elemen-elemen tingkah laku manusia pada

fenomena sosial serba kompleks dalam pola-pola kulturil tertentu”.

Observasi dapat menjadi teknik pengumpulan data secara ilmiah apabila

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1) Diabdikan pada pola dan tujuan penelitian yang sudah ditetapkan.

2) Direncanakan dan dilaksanakan secara sistematis, dan tidak secara

kebetulan (accidental) saja.

3) Dicatat secara sistematis dan dikaitkan dengan proposisi-proposisi yang

lebih umum, dan tidak karena didorong oleh impuls dan rasa ingin tahu

belaka.

4) Validitas, reliabilitas dan ketelitiannya dicek dan dikontrol seperti pada

data ilmiah lainnya (Jehoda, M. dkk, 1959 dalam Kartono 1980: 142).

Catatan penulis: Untuk nomor 4) istilah validitas dan reliabilitas dalam

penelitian kualitatif tidak biasa digunakan, istilah yang biasa digunakan

untuk menggantikan kedua istilah tersebut adalah kredibilitas.

99

Page 2: BAB IVamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14741/BAB... · Web viewDalam wawancara standar (terstruktur), pertanyaan-pertanyaan, runtunannya, dan perumusan kata-katanya sudah

Poerwandari tidak memberikan batasan tentang observasi tetapi

memberikan penjelasan tentang observasi sebagai berikut: “Observasi

barangkali menjadi metode yang paling dasar dan paling tua di bidang

psikologi, karena dengan cara-cara tertentu kita selalu terlibat dalam proses

mengamati. Semua bentuk penelitian psikologis, baik itu kualitatif maupun

kuantitatif mengandung aspek observasi di dalamnya. Istilah observasi

diturunkan dari bahasa Latin yang berarti “melihat” dan “memperhatikan”.

Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat,

mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar

aspek dalam fenomena tersebut. Observasi selalu menjadi bagian dalam

penelitian psikologis, dapat berlangsung dalam konteks laboratorium

(eksperimental) maupun dalam konteks alamiah (Banister dkk, 1994 dalam

Poerwandari 1998: 62).

Catatan penulis: Observasi yang dilakukan dalam laboratorium dalam konteks

eksperimental itu adalah observasi dalam rangka penelitian kuantitatif.

Observasi dalam rangka penelitian kualitatif harus dalam konteks alamiah

(naturalistik).

Patton (1990: 201 dalam Poerwandari, 1998: 63) menegaskan observasi

merupakan metode pengumpulan data esensial dalam penelitian, apalagi

penelitian dengan pendekatan kualitatif. Agar memberikan data yang akurat

dan bermanfaat, observasi sebagai metode ilmiah harus dilakukan oleh peneliti

yang sudah melewati latihan-latihan yang memadai, serta telah mengadakan

persiapan yang teliti dan lengkap.

Moleong tidak memberikan batasan tentang observasi, tetapi menguraikan

beberapa pokok persoalan dalam membahas observasi, diantaranya: a) alasan

pemanfaatan pengamatan, b) macam-macam pengamatan dan derajat peranan

pengamat (Moleong, 2001: 125).

a) Manfaat Pengamatan

Menurut Guba dan Lincoln (1981: 191 – 193 dalam Moleong 2001:

125-126) alasan-alasan pengamatan (observasi) dimanfaatkan sebesar-

besarnya dalam penelitian kualitatif, intinya karena:

1) Pengamatan merupakan pengalaman langsung, dan pengalaman

langsung dinilai merupakan alat yang ampuh untuk memperoleh

100

Page 3: BAB IVamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14741/BAB... · Web viewDalam wawancara standar (terstruktur), pertanyaan-pertanyaan, runtunannya, dan perumusan kata-katanya sudah

kebenaran. Apabila informasi yang diperoleh kurang meyakinkan,

maka peneliti dapat melakukan pengamatan sendiri secara langsung

untuk mengecek kebenaran informasi tersebut.

2) Dengan pengamatan dimungkinkan melihat dan mengamati sendiri,

kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang

sebenarnya.

3) Pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa yang

berkaitan dengan pengetahuan yang relevan maupun pengetahuan

yang diperoleh dari data.

4) Sering terjadi keragu-raguan pada peneliti terhadap informasi yang

diperoleh yang dikarenakan kekhawatiran adanya bias atau

penyimpangan. Bias atau penyimpangan dimungkinkan karena

responden kurang mengingat peristiwa yang terjadi atau adanya jarak

psikologis antara peneliti dengan yang diwawancarai. Jalan yang

terbaik untuk menghilangkan keragu-raguan tersebut, biasanya peneliti

memanfaatkan pengamatan.

5) Pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi

yang rumit. Situasi yang rumit mungkin terjadi jika peneliti ingin

memperhatikan beberapa tingkah laku sekaligus. Jadi pengamatan

dapat menjadi alat yang ampuh untuk situasi-situasi yang rumit dan

untuk perilaku yang kompleks.

6) Dalam kasus-kasus tertentu dimana teknik komunikasi lainnya tidak

dimungkinkan, pengamatan menjadi alat yang sangat bermanfaat.

Misalkan seseorang mengamati perilaku bayi yang belum bisa

berbicara atau mengamati orang-orang luar biasa, dan sebagainya.

Perlu ditekankan disini pengamatan dimaksudkan agar memungkinkan

pengamat melihat dunia sebagaimana yang dilihat oleh subjek yang

diteliti, menangkap makna fenomena dan budaya dari pemahaman subjek.

Pengamatan memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan dan

dihayati oleh subjek, bukan apa yang dirasakan dan dihayati oleh si

peneliti. Jadi interpretasi peneliti harus berdasarkan interpretasi subjek

yang diteliti.

101

Page 4: BAB IVamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14741/BAB... · Web viewDalam wawancara standar (terstruktur), pertanyaan-pertanyaan, runtunannya, dan perumusan kata-katanya sudah

b) Macam Pengamat dan Derajat Pengamat

Menurut Moleong (2001: 126-127) pengamatan dapat dibedakan

menjadi: a) pengamatan berperan serta, b) pengamatan tidak berperan

serta. Pengamatan juga dapat diklasifikasikan menjadi: a) pengamatan

terbuka, apabila keberadaan pengamat diketahui oleh subjek yang diteliti,

dan subjek memberikan kesempatan kepada pengamat untuk mengamati

peristiwa yang terjadi dan subjek menyadari adanya orang yang

mengamati apa yang subjek kerjakan, b) pengamatan tertutup apabila

pengamat melakukan pengamatan tanpa diketahui oleh subjek yang

diamati. Pengamatan juga dapat diklasifikasikan menjadi: a) pengamatan

dengan latar alamiah atau pengamatan tidak terstruktur dan b) pengamatan

buatan atau pengamatan terstruktur. Pengamatan terstruktur ini disebut

eksperimen biasa digunakan dalam penelitian kuantitatif. Sedang

pengamatan alamiah atau pengamatan tidak terstruktur inilah yang biasa

digunakan dalam penelitian kualitatif.

Selanjutnya Bunford Junker (dalam Moleong, 2001: 126-127)

membagi peran peneliti sebagai pengamat menjadi 4 (empat) jenis, yaitu:

1) Berperan serta secara lengkap (the complete participant). Pengamat

dalam hal ini menjadi anggota penuh dari suatu kelompok yang

diamati, artinya peneliti bergabung secara penuh atau menjadi anggota

secara penuh dalam kelompok yang diamati sendiri oleh peneliti.

Dengan demikian peneliti dapat memperoleh informasi apa saja yang

dibutuhkannya, termasuk yang rahasia.

2) Pemeran serta sebagai pengamat (the participant as observer). Peneliti

tidak sepenuhnya menjadi anggota kelompok yang diamati (misalnya

anggota kehormatan), tetapi masih dapat melakukan fungsi

pengamatan. Hal-hal rahasia masih dapat diketahui.

3) Pengamat sebagai pemeran serta (the observer as participant). Peranan

pengamat secara terbuka diketahui oleh umum, karena segala macam

informasi termasuk yang rahasia dapat dengan mudah diperoleh.

4) Pengamat penuh (the complete observer). Biasanya hal ini terjadi pada

pengamatan suatu eksperimen dilaboratorium yang menggunakan kaca

sepihak. Peneliti dengan bebas mengamati secara jelas subjeknya dari

102

Page 5: BAB IVamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14741/BAB... · Web viewDalam wawancara standar (terstruktur), pertanyaan-pertanyaan, runtunannya, dan perumusan kata-katanya sudah

belakang kaca, sedang subjeknya sama sekali tidak mengetahui apakah

mereka sedang diamati atau tidak.

Flick (2002: 135) menjelaskan tentang observasi sebagai berikut:

disamping kemampuan berbicara dan mendengarkan sebagaimana

digunakan dalam wawancara-wawancara, observasi merupakan

keterampilan harian lain sebagai secara metodelogis disistematisir dan

diterapkan dalam penelitian kualitatif. Tidak hanya persepsi visual tetapi

juga persepsi berdasarkan pendengaran, perasaan dan penciuman yang

diintegrasikan. (“Besides the competencies of speaking and listening which

are used in interviews, observing is another everyday skill which is

methodologically systematized and applied in qualitative research. Not

only visual perceptions but also those based on hearing, feeling and

smelling are integrated (Adler and Adler 1998)”).

Dengan menyetujui pendapat Friedrichs (1973: 272-273), Flick (2002:

135) menyatakan prosedur observasi secara umum diklasifikasikan

menjadi 5 (lima) dimensi, yaitu:

a) Observasi tertutup versus observasi terbuka: seberapa jauh observasi

diberitahukan kepada siapa yang diobservasi. (“Covert versus overt

observation: how far is the observation revealed to those who are

observed”).

b) Observasi tidak terlibat versus observasi terlibat: seberapa jauh

pengamat menjadi bagian yang aktif dari lapangan yang diamati.

(“Non-participant versus participant observation: how far does the

observer become an active part of the observed field”).

c) Observasi sistematis lawan observasi yang tidak sistematis: adalah

suatu observasi yang lebih atau kurang terstandarisasikan dalam pola

pelaksanaannya atau observasi yang lebih fleksibel dan tanggap

terhadap proses penelitian sendiri. (“Systematic versus unsystematic

observation: is a more or less standarized observation scheme applied

or does observation remain rather flexible and responsive to the

processes themselves”).

103

Page 6: BAB IVamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14741/BAB... · Web viewDalam wawancara standar (terstruktur), pertanyaan-pertanyaan, runtunannya, dan perumusan kata-katanya sudah

d) Observasi secara alamiah versus situasi-situasi buatan: apakah

observasi dilakukan dalam lapangan yang diminati atau apakah

observasi dilakukan terhadap interaksi yang mengarah ke suatu tempat

yang khusus (misalnya suatu laboratorium) yang memungkinkan

observasi yang lebih baik. (“Observation in natural versus artificial

situations: are observation done in the field of interest or are

interactions ’moved’ to a special place (eq. a laboratory) to give a

better observability”).

e) Observasi diri versus mengobservasi orang-orang lain: kebanyakan

orang lain diobservasi, maka berapa banyak niat/atensi peneliti

melakukan refleksi dalam observasi diri sendiri untuk dijadikan dasar

selanjutnya pada waktu melakukan penafsiran atas apa yang

diobservasi. (“Self-observation versus observing others: mostly other

people are observed, so how much attention is paid to the researcher’s

reflexive self-observation for futher grounding the interpretation of the

observed”).

Mengenai tahap-tahap observasi, penulis seperti Adler dan Adler

(1998), Denzin (1989 b), dan Spradley (1980) (dalam Flick, 2002: 136)

menyatakan bahwa observasi memiliki 7 (tujuh) tahap, yaitu:

a) Seleksi suatu latar (setting) yaitu dimana dan kapan proses-proses dan

individu-individu yang menarik itu dapat diobservasi (“The selection of

a setting, i.e. where and when the interesting processes and persons

can be observed”).

b) Berikan definisi tentang apa yang dapat didokumentasikan dalam

observasi itu dan dalam setiap kasus. (“The definition of what is to be

documented in the observation and in every case”).

c) Latihan untuk pengamat supaya ada standarisasi misalnya apa yang

dijadikan fokus-fokus penelitian. (“The training of the observers in

order to standarized such focuses”).

d) Observasi deskriptif yang memberikan suatu pemaparan umum

mengenai lapangan. (“Descriptive observations which provide an

initial general presentation of the field”).

104

Page 7: BAB IVamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14741/BAB... · Web viewDalam wawancara standar (terstruktur), pertanyaan-pertanyaan, runtunannya, dan perumusan kata-katanya sudah

e) Observasi terfokus yang semakin terkonsentrasi pada aspek-aspek yang

relevan dengan pertanyaan penelitian. (“Focused observations which

concentrate more and more on aspects that are relevant to the

research questions”).

f) Observasi selektif yang dimaksudkan untuk secara sengaja menangkap

hanya aspek-aspek pokok. (“Selective observations which are intended

to purposively grasp only central aspects”).

g) Akhir dari observasi apabila kepenuhan teori telah tercapai, yaitu

apabila observasi lebih lanjut tidak memberikan pengetahuan lanjutan.

(“The end of the observations, when theoretical saturation has been

reached (Glaser and Strauss, 1967), i.e. futher observations do not

provide any futher knowledge”).

Kerlinger (1986, terjemahan Simatupang 1990: 857) intinya

menyatakan bahwa manusia melakukan pengamatan sehari-hari terhadap

orang lain, lingkungan sekeliling dan lain-lain. Tetapi pengamatan seperti

itu jelas tidak memberikan data yang dapat dipergunakan untuk penelitian

ilmiah. Oleh peneliti-peneliti kuantitatif agar data hasil pengamatan dapat

dimanfaatkan dalam penelitian ilmiah perlu diterapkan prosedur

pengukuran yaitu setiap perilaku diberi skor menurut aturan tertentu,

sehingga berdasarkan skor-skor tersebut dapat disusun kesimpulan. Namun

menurut Kerlinger hal tersebut ternyata masih menimbulkan kontroversi

dan perdebatan. Para peneliti kuantitatif menyatakan bahwa perilaku

tersebut harus dikontrol secara ketat dan cermat agar perilaku tersebut

dapat dikenakan prosedur pengukuran, dengan demikian data tersebut

bermanfaat untuk ilmu pengetahuan ilmiah. Peneliti-peneliti kualitatif

menyatakan bahwa pengamatan harus alamiah (naturalistik): pengamat

harus larut dalam situasi realistik dan alami yang sedang berlangsung, dan

harus mengamati perilaku sebagai yang muncul dalam wujud yang

sebenarnya. Walaupun hal ini dalam pelaksanaannya sangat sulit dan

rumit.

Sedang Bachtiar (dalam Koentjoroningrat, 1977: 139) intinya

menyatakan bahwa dalam pengetahuan ilmiah mengenai segala sesuatu

105

Page 8: BAB IVamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14741/BAB... · Web viewDalam wawancara standar (terstruktur), pertanyaan-pertanyaan, runtunannya, dan perumusan kata-katanya sudah

yang diwujudkan oleh alam semesta, pengamatan merupakan teknik yang

pertama-tama digunakan dalam penelitian ilmiah. Selanjutnya dinyatakan

berbeda dengan pengamatan yang dilakukan sehari-hari, pengamatan

sebagai cara penelitian menuntut dipenuhinya syarat-syarat tertentu yang

merupakan jaminan bahwa hasil pengamatan memang sesuai dengan

kenyataan yang menjadi sasaran penelitian. Syarat-syarat tersebut adalah

peneliti harus berusaha membandingkan dengan hasil pengamatan orang

lain dalam masalah yang sama dan dalam keadaan yang sama, apabila

ternyata mendapatkan hasil yang tidak sama, maka harus diperiksa

kembali dimana kesalahannya. Untuk menguji kebenaran suatu

pengamatan, peneliti dapat mengulang pengamatannya kemudian

membandingkan dengan hasil pengamatan pertama. Walaupun hal ini tidak

selalu dapat dilakukan karena ada peristiwa yang hanya sekali terjadi,

sehingga tidak dapat diamati lagi. Catatan penulis: untuk membandingkan

hasil pengamatan dari seorang peneliti dengan peneliti lain adalah sangat

sulit karena belum tentu mendapatkan peneliti dalam masalah yang sama

dengan subjek yang sama. Oleh karena itu peneliti wajib membandingkan

wajib penelitiannya dengan hasil pengamatan significant others yaitu

individu yang dinilai berwibawa, dipercaya, disegani oleh subjek yang

diteliti sehingga persepsinya terhadap subjek yang diteliti dianggap benar

atau sesuai dengan kenyataannya.

Menurut Suparlan (1997: 103) metoda pengamatan digunakan untuk

memperoleh informasi mengenai gejala-gejala yang dalam kehidupan

sehari-hari dapat diamati. Hasil pengamatan biasanya didiskusikan oleh si

peneliti dengan warga masyarakat yang bersangkutan untuk mengetahui

makna yang terdapat dibalik gejala-gejala tersebut. Selanjutnya menurut

Suparlan (1994: 62) intinya terdapat anggapan sementara pihak bahwa

pengamatan dinilai bukan suatu metoda penelitian yang ilmiah karena

sederhana, tidak rumit teknik-tekniknya dan tidak susah memahami dan

menggunakannya. Padahal apabila digunakan sesuai persyaratannya akan

memperoleh data yang tepat dan dapat dipertanggung jawabkan. Suparlan

selanjutnya mengemukakan bahwa dalam penelitian ilmiah yang

106

Page 9: BAB IVamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14741/BAB... · Web viewDalam wawancara standar (terstruktur), pertanyaan-pertanyaan, runtunannya, dan perumusan kata-katanya sudah

menggunakan metoda pengamatan, si peneliti hendaknya memperhatikan 8

(delapan) hal sebagai berikut:

a) Ruang atau tempat: setiap gejala (benda, peristiwa, orang, hewan)

selalu berada dalam ruang atau tempat tertentu. Bahkan

keseluruhannya dari benda atau gejala yang ada dalam ruang yang

menciptakan suatu suasana tertentu patut diperhatikan oleh si peneliti,

sepanjang hal itu mempunyai pengaruh gejala-gejala yang diamatinya.

b) Pelaku: pengamatan terhadap pelaku mencakup ciri-ciri tertentu yang

dengan ciri-ciri tersebut sistem kategorisasi yang berpengaruh terhadap

struktur interaksi dapat terungkapkan.

c) Kegiatan: dalam ruang atau tempat tersebut para pelaku tidak hanya

berdiam diri saja tetapi melakukan kegiatan-kegiatan, yaitu tindakan-

tindakan yang dilakukan, yang dapat mewujudkan adanya serangkaian

interaksi di antara sesama mereka.

d) Benda-benda atau alat-alat: semua benda-benda atau alat yang berada

dalam ruang atau tempat yang digunakan oleh para pelaku dalam

melakukan kegiatan-kegiatannya atau ada kaitannya dengan kegiatan-

kegiatannya haruslah diperhatikan dan dicatat oleh si peneliti.

e) Waktu: setiap kegiatan selalu berada dalam suatu tahap-tahap waktu

yang berkesinambungan. Seorang peneliti harus memperhatikan waktu

dan urut-urutan kesinambungan dari kegiatan, atau hanya

memperhatikan kegiatan tersebut dalam satu jangka waktu tertentu saja

dan tidak secara keseluruhan.

f) Peristiwa: dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para pelaku,

bisa terjadi sesuatu peristiwa diluar kegiatan-kegiatan yang nampaknya

rutin dan teratur itu atau juga terjadi peristiwa-peristiwa yang

sebenarnya penting tetapi dianggap biasa oleh para pelakunya. Seorang

peneliti yang baik harus tajam pengamatannya dan tidak lupa untuk

mencatatnya.

g) Tujuan: dalam kegiatan-kegiatan yang diamati bisa juga terlihat tujuan-

tujuan yang ingin dicapai oleh para pelakunya sebagaimana terwujud

dalam bentuk tindakan-tindakan dan ekspresi muka dan gerak tubuh

107

Page 10: BAB IVamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14741/BAB... · Web viewDalam wawancara standar (terstruktur), pertanyaan-pertanyaan, runtunannya, dan perumusan kata-katanya sudah

atau juga dalam bentuk ucapan-ucapan dan ungkapan-ungkapan

bahasa.

h) Perasaan: pelaku-pelaku juga dalam kegiatan dan interaksi dengan

sesama para pelaku dapat terlihat dalam mengungkapkan perasaan dan

emosi-emosi mereka dalam bentuk tindakan, ucapan, ekspresi muka

dan gerakan tubuh. Hal-hal semacam ini juga harus diperhatikan oleh

si peneliti.

Dari berbagai pendapat beberapa tokoh tentang pengamatan

(observasi) maka dapat disimpulkan bahwa pengamatan (observasi)

dalam konteks penelitian ilmiah adalah studi yang disengaja dan

dilakukan secara sistematis, terencana, terarah pada suatu tujuan

dengan mengamati dan mencatat fenomena atau perilaku satu atau

sekelompok orang dalam konteks kehidupan sehari-hari, dan

memperhatikan syarat-syarat penelitian ilmiah. Dengan demikian

hasil pengamatan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.

Agar hasil pengamatan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya

maka hasil pengamatannya hendaknya dibandingkan dengan hasil

pengamatan peneliti lain tentang orang atau fenomena yang sama dan

dalam situasi yang sama pula. Dapat juga dilakukan dengan mengulangi

pengamatannya atau melengkapi dengan menggunakan teknik lain

misalnya wawancara dan lain-lain. Atau dapat pula dilakukan dengan

membandingkan dengan hasil pengamatan dari significant others. Jelaslah

bahwa prinsip triangulasi dalam penelitian kualitatif harus ditegakkan.

b. Ciri-ciri Observasi

1) Persyaratan lain disamping diterapkannya prinsip triangulasi, maka agar

hasil observasi dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya perlu adanya

latihan untuk melakukan observasi, dan telah dimilikinya secara mantap

pengetahuan teoritis atau konseptual dalam bidang atau masalah yang

diobservasi oleh si peneliti. Atau dengan kata lain peneliti telah memiliki

kepekaan teoritis (theoretical sensitivity).

2) Pengamatan dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya dalam penelitian

kualitatif karena mempunyai keunggulan sebagai berikut:

108

Page 11: BAB IVamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14741/BAB... · Web viewDalam wawancara standar (terstruktur), pertanyaan-pertanyaan, runtunannya, dan perumusan kata-katanya sudah

a) Pengamatan yang dilakukan sendiri oleh si peneliti dapat diperoleh

kebenaran yang meyakinkan, karena si peneliti dapat secara langsung

mengecek kebenaran informasi.

b) Pengamatan memungkinkan si peneliti mampu memahami situasi yang

rumit yaitu jika si peneliti ingin memperhatikan beberapa tingkah laku

sekaligus atau tingkah laku yang kompleks.

c) Dengan pengamatan dimungkinkan melihat dan mengamati sendiri,

kemudian mencatat perilaku dan kegiatan sebagaimana yang

sebenarnya.

3) Dalam kasus-kasus tertentu dimana teknik komunikasi lainnya tidak

dimungkinkan, pengamatan menjadi alat yang sangat bermanfaat, misalnya

mengamati bayi yang belum dapat berbicara, atau mengamati orang yang

menderita cacat; tuna rungu/tuna wicara, tuna netra, dan lain-lain.

Perlu mendapatkan perhatian bagi peneliti muda (mahasiswa S-1 yang

sedang menyusun Skripsi dengan pendekatan kualitatif) tujuan

pengamatan adalah menangkap makna fenomena sebagaimana

pemahaman subjek yang diteliti terhadap fenomena tersebut. Merasakan

apa yang dirasakan dan dihayati oleh subjek yang diteliti, bukan apa yang

yang dirasakan dan dihayati oleh si peneliti.

4) Menggaris bawahi pendapat Poerwandari (1998: 62) yang menyatakan

bahwa pengamatan diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat,

mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan

antara aspek dalam fenomena tersebut. Ini berarti pengamatan harus

dilakukan dengan teliti dan cermat, dengan demikian pengamatan tidak

dapat dilakukan secara bersamaan dengan wawancara, karena tidak

mungkin pengamatan yang dilakukan bersamaan waktu dengan wawancara

akan mendapatkan hasil teliti dan cermat.

5) Mengacu pendapat dari Kerlinger (1986 terjemahan Simatupang, 1990:

857) yang menyatakan pengamatan dalam konteks penelitian kualitatif

situasi yang diamati harus realistik dan alami (naturalistik), maka pendapat

Banister dkk (1994 dalam Poerwandari, 1998: 62) yang menyatakan

observasi dapat berlangsung dalam konteks laboratorium (eksperimental)

maupun konteks alamiah, maka pernyataan bahwa observasi dapat

109

Page 12: BAB IVamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14741/BAB... · Web viewDalam wawancara standar (terstruktur), pertanyaan-pertanyaan, runtunannya, dan perumusan kata-katanya sudah

berlangsung dalam konteks laboratorium (eksperimental) harus diartikan

observasi tersebut dilakukan dalam rangka penelitian kuantitatif. Disini

eksperimen direncanakan dan dilaksanakan oleh si peneliti. Subjek yang

diteliti dalam eksperimen penelitian kuantitatif berperan sebagai objek

eksperimen. Observasi dapat pula dilakukan dalam penelitian kualitatif

apabila eksperimen disusun dan dilakukan oleh peneliti lain, si peneliti

mengamati subjek yang diteliti dalam eksperimen tersebut dalam situasi

apa adanya. Subjek yang diteliti tidak menjadi objek eksperimen dan tidak

tahu kehadiran observer (eksperimen dengan laboratorium berkaca).

6) Agar dapat berfungsi sebagai metoda dalam penelitian ilmiah pengamatan

harus dilakukan sesuai persyaratannya. Apabila hal tersebut dilakukan

maka akan memperoleh data yang tepat dan dapat dipertanggung jawabkan

(Suparlan, 1994: 62). Peneliti dalam penelitian ilmiah dengan

menggunakan teknik pengamatan harus memperhatikan 8 (delapan) hal,

yaitu: a) ruang atau tempat, b) pelaku, c) kegiatan, d) benda-benda atau

alat-alat, e) waktu, f) peristiwa, g) tujuan, h) perasaan subjek yang diteliti.

7) Mengacu pendapat beberapa penulis Flick (2002: 136) menyatakan

terdapat 7 (tujuh) tahap dalam pelaksanaan observasi, yaitu:

a) Melakukan seleksi terhadap setting penelitian.

b) Mendefinisikan apa yang dapat didokumentasikan dalam observasi dan

dalam setiap kasus.

c) Melakukan latihan bagi peneliti tentang aturan-aturan yang harus

ditaati dalam melakukan pengamatan sesuai fokus-fokus penelitian

yang direncanakan.

Catatan penulis: fokus penelitian dapat berubah sesuai kondisi

dilapangan.

d) Mendiskripsikan apa yang akan dilakukan dilapangan.

e) Memokuskan observasi pada aspek-aspek yang relevan dengan

pertanyaan penelitian.

f) Menyeleksi apa yang diobservasi dengan mengutamakan aspek-aspek

pokok.

g) Mengakhiri observasi apabila tujuan observasi telah tercapai artinya

apa yang akan diobservasi tidak dapat dikembangkan lagi karena telah

110

Page 13: BAB IVamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14741/BAB... · Web viewDalam wawancara standar (terstruktur), pertanyaan-pertanyaan, runtunannya, dan perumusan kata-katanya sudah

sesuai dengan teori yang mendasari, dan tidak akan mendapatkan data-

data baru lagi yang memberikan pengetahuan baru.

2. PENGAMATAN TERLIBAT (PARTICIPANT OBSERVATION)

Menurut Suparlan (1994: 7) dalam penelitian etnografi, pengamatan terlibat

merupakan metoda yang utama digunakan untuk pengumpulan bahan-bahan

keterangan kebudayaan disamping metoda-metoda penelitian lainnya. Sedang

pendapat penulis pengamatan terlibat merupakan teknik pengumpulan informasi

(data) yang sangat penting dalam penelitian kualitatif untuk bidang psikologi,

karena agar dapat menghayati perasaan, sikap, pola pikir yang mendasari perilaku

subjek yang diteliti secara mendalam tidak cukup memadai apabila hanya

dilakukan dengan wawancara. Keterlibatan langsung si peneliti dalam kehidupan

sehari-hari dari subjek yang diteliti dapat memungkinkan hal-hal tersebut tercapai.

Selanjutnya menurut Suparlan berbeda dengan metoda-metoda pengamatan

lainnya, sasaran dalam pengamatan terlibat adalah orang atau pelaku ( subjek yang

diteliti). Karena itu juga keterlibatannya dengan sasaran yang ditelitinya berwujud

dalam hubungan-hubungan sosial dan emosional. Hal tersebut dilakukan dengan

melibatkan dirinya dalam kegiatan dan kehidupan pelaku yang diamatinya sesuai

dengan kacamata kebudayaan dari para pelakunya sendiri. Hal ini sejalan dengan

pandangan psikologi karena perilaku manusia tidak mungkin lepas dari nilai-nilai

budaya yang melatar belakanginya. Bahwa budaya merupakan jaringan makna

atau nilai ini dikemukakan oleh Clifford Greetz (1992) dalam bukunya yang

berjudul: “Tafsir Kebudayaan”.

Sedang definisi pengamatan terlibat (participant observation dari Denzin

(1989: 157-8 dalam Flick, 2002: 139)) sebagai berikut: “Pengamatan terlibat

didefinisikan sebagai suatu strategi lapangan yang secara simultan (serempak)

mengkombinasikan analisis dokumen, mewawancarai para responden dan

informan-informan, observasi dan partisipasi (keterlibatan) langsung dan

instrospeksi (“Participant observation will be defined as a field strategy that

simultaneously combines document analysis, interviewing of respondents and

informants, direct participation and observation, and instrospection”).

111

Page 14: BAB IVamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14741/BAB... · Web viewDalam wawancara standar (terstruktur), pertanyaan-pertanyaan, runtunannya, dan perumusan kata-katanya sudah

Jorgensen (dalam Flick, 2002: 139) membedakan pengamatan terlibat

(participant observation) dengan pengamatan tidak terlibat (non-participant

observation) dalam 7 (tujuh) hal, sebagai berikut:

a. Pengamatan terlibat ditujukan pada minat khusus atau nilai-nilai/makna-

makna kemanusiaan dan interaksi antar manusia seperti pandangan dari

perspektif orang-orang yang berada di dalam atau bagian situasi dan setting

khusus. (“A special interest in human meaning and interaction as viewed from

the perspective of people who are insiders or members of particular situations

and settings”).

b. Lokasi/tempat disini dan sekarang dari setting dan situasi kehidupan sehari-

hari sebagai dasar penelitian dan metoda. (“Location in the here and now of

everyday life situations and setting as the foundation of inquiry and method”).

c. Suatu bentuk teori dan penyusunan teori yang menekankan interpretasi dan

pemahaman tentang eksistensi manusia. (”A form of theory and theorizing

stressing interpretation and understanding of human existence”).

d. Suatu proses penelitian yang logis yang terbuka-tertutup, fleksibel, memberi

kesempatan dan memerlukan redefinisi yang tetap dari apa yang menjadi

permasalahan, berdasarkan pada fakta-fakta yang dikumpulkan dalam setting

yang konkret dari eksistensi manusia. (“A logic and process of inquiry that is

open-ended, flexible, opportunistic, and requires constant redefinition of facts

gathered in concrete setting of human existence”).

e. Suatu yang mendalam, kualitatif, pendekatan dan disain studi kasus. (“An in-

depth, qualitative, case study approach and design”).

f. Kinerja/performansi dari peranan orang yang terlibat yang meliputi

pemantapan dan pemeliharaan hubungan-hubungan dengan warga setempat

dilapangan, dan (“The performance of a participant role or roles that in volves

establishing and maintining relationships with natives in the field; and”).

g. Menggunakan observasi langsung dengan metoda-metoda untuk

mengumpulkan informasi lainnya. (“The use of direct observation along with

other methods of gathering information”).

Dari penjelasan-penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pengamatan

terlibat (participant observation) adalah studi yang disengaja dan dilakukan

secara sistematis, terencana, terarah pada suatu tujuan dimana pengamat

112

Page 15: BAB IVamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14741/BAB... · Web viewDalam wawancara standar (terstruktur), pertanyaan-pertanyaan, runtunannya, dan perumusan kata-katanya sudah

atau peneliti terlibat langsung dalam kehidupan sehari-hari dari subjek atau

kelompok yang diteliti. Dengan keterlibatan langsung dalam kehidupan

sehari-hari tersebut menyebabkan terjadinya hubungan sosial dan emosional

antara peneliti dengan subjek yang diteliti, dampaknya si peneliti mampu

menghayati perasaan, sikap, pola pikir yang mendasari perilaku subjek yang

diteliti terhadap masalah yang dihadapi.

Untuk memperdalam wawasan pembaca tentang pengamatan terlibat akan

diuraikan seluk beluk pengamatan terlibat dari pandangan Suparlan (1997: 100-

101). Dikemukakan bahwa dalam kegiatan penelitian dengan menggunakan

metoda pengamatan terlibat si peneliti bukan hanya mengamati gejala-gejala yang

ada dalam kehidupan sehari-hari masyarakat yang diteliti, tetapi juga melakukan

wawancara, mendengarkan, merasakan, dan dalam batas-batas tertentu mengikuti

kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh mereka yang ditelitinya. Wawancara yang

dilakukannya bukanlah wawancara formal, yang biasa dilakukan dengan

menggunakan kuesioner, tetapi sebuah wawancara yang terwujud sebagai dialog

yang spontan berkenaan dengan suatu masalah atau topik yang kebetulan sedang

dihadapi oleh pelaku. Justru yang spontan inilah yang objektif dan sahih karena

tidak direkayasa terlebih dulu oleh para informan (pemberi informasi yaitu

individu yang dapat memberikan informasi tentang masalah/subjek yang diteliti).

Inti dari metoda pengamatan terlibat adalah mengumpulkan informasi melalui

pancainderanya. Metoda ini berbeda dengan metoda pengamatan yang hanya

menggunakan indera mata saja, atau dengan metoda wawancara dengan pedoman

yang hanya menggunakan telinga untuk mendengarkan apa yang dipikirkan atau

dirasakan oleh informan.

Keterlibatan peneliti di dalam kehidupan masyarakat yang diteliti mungkin

dapat dilakukan kalau si peneliti tersebut diterima oleh masyarakat yang

ditelitinya. Salah satu prasyarat untuk dapat diterima oleh masyarakat yang diteliti

adalah kejujuran dalam menjelaskan siapa dirinya, dan memberikan penjelasan

tersebut dengan secara masuk akal.

Selanjutnya dijelaskan bahwa metoda pengamatan digunakan untuk

memperoleh informasi mengenai gejala-gejala yang dalam kehidupan sehari-hari

dapat diamati. Hasil pengamatan biasanya didiskusikan oleh si peneliti dengan

warga masyarakat yang bersangkutan untuk mengetahui makna yang terdapat

113

Page 16: BAB IVamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14741/BAB... · Web viewDalam wawancara standar (terstruktur), pertanyaan-pertanyaan, runtunannya, dan perumusan kata-katanya sudah

dibalik gejala-gejala tersebut. Hasil-hasil pengamatan biasanya mencakup setting

dari lingkungan hidup, lokasi, dan kondisi fisik dan sosial dari unsur-unsur yang

ada dalam masyarakat tersebut. Selanjutnya menurut Spindler (1982: 6 – 7 dalam

Suparlan 1997: 108 – 110) pedoman umum yang harus diperhatikan dalam

melaksanakan pengamatan terlibat, diantaranya:

a. Pengamatan-pengamatan yang dilakukan harus kontekstual. Peristiwa-

peristiwa yang signifikan harus dilihat dalam kerangka hubungan dari setting

(latar) yang sedang diteliti di dalam konteks-konteks yang lebih luas dan yang

terletak di luar setting tersebut.

b. Hipotesa-hipotesa dan pertanyaan-pertanyaan penelitian harus muncul sejalan

dengan berlangsungnya penelitian yang dilakukan dan berada dalam setting

untuk diamati. Ketentuan untuk memutuskan yang mana yang signifikan untuk

dipelajari sebaiknya ditunda sampai tahap orientasi dari penelitian lapangan

tersebut telah selesai dilalui.

c. Pengamatan berlangsung lama dan berulang-ulang. Rangkaian peristiwa-

peristiwa harus diamati lebih dari satu kali.

d. Pandangan warga setempat (the native view) yaitu pandangan dari setiap orang

yang terlibat di dalam setting sosial mengenai kenyataan harus diungkapkan

melalui inferensi-inferensi dari pengamatan dan melalui berbagai bentuk

penelitian etnografi: wawancara, prosedur-prosedur lainnya yang dipilih

(termasuk penggunaan sejumlah alat bantu penelitian), dan bahkan kalau perlu

dapat menggunakan kuesioner walaupun harus dengan secara hati-hati.

Catatan penulis: walaupun hal tersebut di atas dimaksudkan untuk penelitian

etnografi, tetapi menurut penulis berlaku juga untuk penelitian bidang-bidang

studi yang lain, termasuk psikologi.

Selanjutnya menurut Suparlan (1994: 72 - 79) terdapat bermacam-macam

keterlibatan si peneliti dalam pengamatan terlibat, yaitu:

a. Keterlibatan pasif. Dalam kegiatan pengamatannya, si peneliti tidak terlibat

dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para pelaku yang diamatinya,

dan dia juga tidak melakukan sesuatu bentuk interaksi sosial dengan pelaku

atau para pelaku yang diamati. Keterlibatannya dengan para pelaku terwujud

dalam bentuk keberadaannya dalam arena kegiatan yang diwujudkan oleh

tindakan-tindakan pelakunya.

114

Page 17: BAB IVamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14741/BAB... · Web viewDalam wawancara standar (terstruktur), pertanyaan-pertanyaan, runtunannya, dan perumusan kata-katanya sudah

Contoh. Seorang peneliti yang ingin mengetahui bagaimana pola tindakan

warga Jakarta untuk memperoleh pelayanan fasilitas yang terbatas ditempat

umum. Kasus yang diamati adalah ditempat penjualan karcis kereta api untuk

luar kota di stasiun Gambir. Cara yang dilakukannya adalah: Dia cukup datang

ke stasiun kereta api Gambir, berdiri diruang tempat adanya loket penjualan

karcis untuk luar kota. Di papan pengumuman terdapat jadual-jadual

pemberangkatan masing-masing kereta api dan jam-jam penjualan karcis. Si

peneliti tidak harus ikut berdiri dimuka loket dan membeli karcis untuk dapat

keterangan yang diperlukan. Dengan demikian si peneliti cukup berdiri

terpisah dari orang-orang yang sibuk berusaha memperoleh karcis, tetapi dia

juga tidak betul-betul terpisah dari para pelaku yang diamatinya karena ia

berada dalam arena kegiatan-kegiatan yang sedang diamatinya. Dalam

keadaan demikianlah si peneliti digolongkan sebagai pengamat dengan

keterlibatan yang pasif.

b. Keterlibatan Setengah-setengah. Dalam kegiatan pengamatannya, si peneliti

mengambil suatu kedudukan yang berada dalam dua hubungan struktural yang

berbeda, yaitu antara struktur yang menjadi wadah bagi kegiatan-kegiatan

yang diamatinya dengan struktur dimana dia sebagian dari dan menjadi

pendukungnya. Dalam kedudukan demikian, peranannya adalah mengimbangi

antara peranan yang harus dimainkan di dalam struktur yang ditelitinya

dengan struktur yang dalam mana dia menjadi salah satu unsurnya.

Contoh. Seorang mahasiswa kriminologi yang hendak mengadakan penelitian

mengenai kehidupan nara pidana disebuah Lembaga Pemasyarakatan; tidak

mungkin untuk dapat mengadakan pengamatan dengan cara hidup dipenjara

sama dengan nara pidana (atau salah satu kategori nara pidana sesuai dengan

masa hukuman dan kejahatan yang telah dilakukannya) lainnya. Pertama,

kehidupan sebagai nara pidana terlalu berat bagi mahasiswa tersebut, karena

dalam kehidupan di Lembaga Pemasyarakatan masih juga terkandung unsur-

unsur kekerasan dan kekejaman dalam segala seginya. Kedua, akan terjadi

kesukaran untuk menempatkan kedudukan si mahasiswa dalam struktur sosial

yang berlaku dalam lembaga tersebut, yang dapat merugikan usaha-usahanya

untuk memperoleh keterangan-keterangan yang diperlukan. Justu dia dikenal

sebagai mahasiswa oleh para nara pidana itu maka kemungkinan besar dia

115

Page 18: BAB IVamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14741/BAB... · Web viewDalam wawancara standar (terstruktur), pertanyaan-pertanyaan, runtunannya, dan perumusan kata-katanya sudah

lebih banyak untuk dapat memperoleh keterangan yang diperlukan

dibandingkan kalau dia betul-betul sebagai nara pidana dalam kegiatan

penelitiannya. Dalam kedudukan sebagai mahasiswa, dalam satu segi dia

“orang luar” lebih banyak “dipercaya” untuk mengamati kegiatan-kegiatan

mereka secara sewajarnya dibandingkan kalau dia berperan sebagai nara

pidana atau sebagai petugas Lembaga Pemasyarakatan. Dalam keadaan

demikian dia akan tetap mempertahankan peranannya sebagai peneliti atau

pengamat yang terlibat setengah-setengah.

c. Keterlibatan Aktif. Dalam kegiatan pengamatannya, si peneliti ikut

mengerjakan apa yang dikerjakan oleh para pelakunya dalam kehidupan

sehari-harinya. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukannya untuk dapat betul-

betul memahami dan merasakan (meng-internalisasikan) kegiatan-kegiatan

dalam kehidupan mereka dan aturan-aturan yang berlaku serta pedoman-

pedoman hidup yang mereka jadikan sandaran pegangan dalam melakukan

kegiatan-kegiatan tersebut.

Contoh. Seorang peneliti yang berusaha untuk membuat etnografi salah satu

suku bangsa terasing di Indonesia, yaitu Orang Sakai yang hidup di wilayah

Propinsi Riau, telah menggunakan pengamatan terlibat. Dalam kegiatan

penelitiannya, dia hidup/tinggal bersama dengan Orang Sakai yang ditelitinya

ditempat pemukiman mereka. Secara bertahap dia berusaha untuk dapat

memperoleh bahan-bahan keterangan yang diperlukan, yang antara lain adalah

turut aktif mengerjakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Orang Sakai

yang ditelitinya. Misalnya, untuk memperoleh bahan keterangan mengenai

sistem mata pencaharian, khususnya dalam hal ini cara-cara mereka menjerat

hewan hutan, menangkap ikan, dan sebagainya, maka si peneliti tersebut ikut

dalam kegiatan-kegiatan menjerat hewan di hutan, menangkap ikan (dengn

berbagai tekniknya) di sungai, di rawa-rawa dan digenangan air, dan

sebagainya. Dalam kerangka pembicaraan mengenai tahap-tahap kegiatan

dalam penelitian dengan menggunakan metoda pengamatan terlibat,

sebenarnya Pengamatan Keterlibatan Aktif dapat dilihat sebagai satu tahap

perantara untuk mencapai tahap berikutnya yaitu Pengamatan Terlibat

Sepenuhnya atau Lengkap.

116

Page 19: BAB IVamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14741/BAB... · Web viewDalam wawancara standar (terstruktur), pertanyaan-pertanyaan, runtunannya, dan perumusan kata-katanya sudah

d. Keterlibatan Penuh atau Lengkap. Pada waktu si peneliti telah menjadi

sebagian dari kehidupan warga masyarakat yang ditelitinya, artinya dalam

kehidupan warga masyarakat tersebut kehadiran si peneliti dianggap biasa dan

kehadirannya dalam kegiatan-kegiatan para warga telah dianggap sebagai

suatu “keharusan”, maka pada waktu tersebut si peneliti sebenarnya telah

mencapai suatu tahap keterlibatan yang penuh atau lengkap. Dalam keadaan

demikian, sebenarnya kedudukan dan peranan si peneliti telah didefinisikan

dalam struktur sosial yang berlaku, oleh para warga itu sendiri. Sebenarnya

tidak mudah untuk mencapai tahap ini, dan pencapaian tersebut sebagian

terbesar tergantung pada kemampuan si peneliti untuk dapat memanipulasi

kondsi-kondisi yang dipunyainya dalam kaitannya dengan situasi dan kondisi

yang dihadapinya yang bersumber pada situasi penelitiannya. Dalam banyak

hal seorang peneliti yang menggunakan metoda pengamatan terlibat dapat

mencapai tahap ini; yaitu setelah memakan waktu yang cukup lama dalam

hubungan si peneliti dengan warga masyarakat yang bersangkutan dan setelah

warga masyarakat tersebut merasa bahwa si peneliti bukan orang yang “jahat”

bahkan orang-orang yang “baik”.

Berkenaan dengan tahap pengamatan terlibat yang penuh atau lengkap ini,

perlu dicatat bahwa tidak semua peneliti dengan menggunakan pengamatan

terlibat dapat menggunakan cara teknik pengamatan terlibat penuh atau lengkap.

Hal ini disebabkan oleh adanya kenyataan bahwa tidak semua sasaran penelitian

itu memungkinkan dilakukannya penelitian dengan menggunakan teknik

pengamatan terlibat penuh. Ada sasaran-sasaran penelitian yang cukup

membahayakan (baik dari segi fisik maupun segi sosial dan kejiwaan) bagi para

peneliti yang ingin menggunakan teknik keterlibatan yang sepenuhnya. Contohnya

adalah penelitian terhadap atau mengenai kehidupan orang homo sek oleh seorang

peneliti laki-laki yang tidak tergolong sebagai orang homo sek; juga penelitian

terhadap kehidupan nara pidana Lembaga Pemasyrakatan (seperti contoh yang

telah dikemukakan terdahulu).

Disamping pengamatan terlibat, menurut Suparlan terdapat 2 (dua) macam

pengamatan yang lain, yaitu pengamatan biasa dan pengamatan terkendali, berikut

penjelasannya:

117

Page 20: BAB IVamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14741/BAB... · Web viewDalam wawancara standar (terstruktur), pertanyaan-pertanyaan, runtunannya, dan perumusan kata-katanya sudah

a. Pengamatan Biasa. Metoda ini menggunakan teknik pengamatan yang

mengharuskan si peneliti tidak boleh terlibat dalam hubungan-hubungan emosi

pelaku yang menjadi sasaran penelitiannya. Contoh penelitian dengan

menggunakan metoda pengamatan biasa dengan sasaran manusia adalah

seorang peneliti yang mengamati pola kehidupan para pelawak yang muncul

dipanggung televisi RI. Si peneliti dalam hal ini tidak ada hubungan apapun

dengan para pelaku yang diamatinya. Hal yang sama juga dapat dilihat pada

contoh dimana si peneliti mengamati pola kelakuan para pejalan kaki di Jalan

Salemba Raya (dimuka gedung UI) dari jembatan penyeberangan yang ada

disitu.

Penggunaan metoda pengamatan biasa, biasanya selalu digunakan untuk

mengumpulkan bahan-bahan keterangan yang diperlukan berkenaan dengan

masalah-masalah yang terwujud dari sesuatu peristiwa, gejala-gejala dan

benda, contohnya adalah seorang peneliti yang hendak memperoleh

keterangan berkenaan dengan pengaruh kenaikan harga BBM baru-baru ini

terhadap harga beras dipasaran ibukota Jakarta. Pertama dia harus

mengidentifikasi tempat-tempat dimana beras dijual (pasar biasa, yang

dibedakan lagi dalam penjual grosir, penjual eceran; di warung-warung yang

tersebar di kampung-kampung di kota Jakarta; dan di supermarket-

supermarket). Untuk kemudahan dia menentukan untuk memilih supermarket

sebagai sasaran tempat penjualan beras yang diamati, yang mudah

melakukannya karena ada tertera harga beras dikantong pembungkusnya.

Dalam melakukan pengamatannya, dia akan menentukan jangka waktu

pengamatan, ambil contoh misalnya selama tujuh hari yang dimulai

pengamatannya satu hari setelah diumumkannya kenaikan BBM tersebut.

Selama tujuh hari si peneliti cukup mendatangi supermarket-supermarket yang

ada di Jakarta, mencatat harga beras sesuai dengan kategori (beras Cianjur

kepala, Cianjur slip, Raja lele, dan lain-lain sebagaimana yang terdapat dijual

supermarket-supermarket tersebut). Dalam kegiatan penelitiannya ini dia sama

sekali tidak ada hubungan emosional ataupun perasaan dengan beras yang

diamati harganya.

Dalam pengamatan biasa, seringkali dalam kegiatan-kegiatan pembuatan

peta sesuatu kampung seorang peneliti juga menggunakan alat yang dapat

118

Page 21: BAB IVamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14741/BAB... · Web viewDalam wawancara standar (terstruktur), pertanyaan-pertanyaan, runtunannya, dan perumusan kata-katanya sudah

membantunya untuk melakukan pengamatan atas gejala-gejala dan benda

secara lebih tepat. Alat ini sebenarnya berfungsi untuk membantu ketajaman

penglihatan matanya. Dengan alat ini tidak ada keterlibatan emosi dan

perasaan dengan sasaran pengamatannya.

b. Pengamatan Terkendali. Dalam pengamatan terkendali, si peneliti juga tidak

terlibat hubungan emosi dan perasaan dengan yang ditelitinya; seperti halnya

dengan pengamatan biasa. Yang membedakan pengamatan biasa dengan

pengamatan terkendali adalah para pelaku yang akan diamati, diseleksi dan

kondisi-kondisi yang ada dalam ruang atau tempat kegiatan pelaku itu diamati

dikendalikan oleh si peneliti. Contohnya, sebuah eksperimen untuk mengukur

tingkat ketegangan jiwa (anxiety) para pelaku pemain catur. Dua orang

pemuda yang umurnya sama, begitu juga latar belakang pendidikan, kondisi

sosial, kebudayaan dan suku bangsanya sama, serta sama-sama belum pernah

bermain catur karena belum mengetahui aturan-aturan dan cara bermainnya

dipilih. Kedua orang ini melalui penataran terbatas, diberi pelajaran bagaimana

bermain catur. Isi pelajaran catur yang diberikan dan waktu pelajaran adalah

sama. Setelah persiapan-persiapan tersebut dianggap mencukupi, sesuai

persyaratan-persyaratan yang dibuat oleh peneliti, maka kedua orang tersebut

lalu disuruh bermain di dalam sebuah ruang kaca yang tidak tembus

penglihatan keluar. Bersamaan dengan itu masing-masing pemain pada

tubuhnya juga ditempeli macam-macam kabel yang berguna untuk mencatat

frekuensi detak jantung, denyut nadi, temperatur tubuh, perkeringatan, dan

hal-hal lain yang diperlukan. Dalam keadaan demikian si peneliti berada di

luar ruang tempat kedua pelaku tersebut bermain catur. Si peneliti mengamati

dan mencatat jalannya permainan (dari tahap pembukaan sampai dengan akhir

permainan), tindakan-tindakan kedua pelaku. Hasil pengamatannya dan

catatan-catatan yang dibuat oleh mesin keduanya dianalisa sesuai dengan

tujuan penelitiannya. Dalam penelitian seperti ini, si pengamat sama sekali

tidak mempunyai hubungan dalam bentuk apapun selama pengamatan

dilakukan dengan para pelaku yang diamatinya.

119

Page 22: BAB IVamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14741/BAB... · Web viewDalam wawancara standar (terstruktur), pertanyaan-pertanyaan, runtunannya, dan perumusan kata-katanya sudah

3. PENGERTIAN WAWANCARA DAN KRITERIA PENYUSUNAN PERTANYAAN

a. Pengertian wawancara

Menurut Kartono (1980: 171) interview atau wawancara adalah suatu

percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu; ini merupakan proses

tanya jawab lisan, dimana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik.

Dalam proses interview terdapat 2 (dua) pihak dengan kedudukan yang

berbeda. Pihak pertama berfungsi sebagai penanya, disebut pula sebagai

interviewer, sedang pihak kedua berfungsi sebagai pemberi informasi

(Information supplyer), interviewer atau informan. Interviewer mengajukan

pertanyaan-pertanyaan, meminta keterangan atau penjelasan, sambil menilai

jawaban-jawabannya. Sekaligus ia mengadakan paraphrase (menyatakan

kembali isi jawaban interviewee dengan kata-kata lain), mengingat-ingat dan

mencatat jawaban-jawaban. Disamping itu dia juga menggali keterangan-

keterangan lebih lanjut dan berusaha melakukan “probing” (rangsangan,

dorongan).

Pihak interviewee diharap mau memberikan keterangan serta penjelasan,

dan menjawab semua pertanyaan yang diajukan kepadanya. Kadang kala ia

malahan membalas dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pula.

Hubungan antara interviewer dengan interviewee itu disebut sebagai “a face to

face non-reciprocal relation” (relasi muka berhadapan muka yang tidak timbal

balik). Maka interview ini dapat dipandang sebagai metoda pengumpulan data

dengan tanya jawab sepihak, yang dilakukan secara sistematis dan berdasarkan

tujuan research (Kartono, 1980: 171).

Menurut Banister dkk (1994 dalam Poerwandari 1998: 72 - 73)

wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk

mencapai tujuan tertentu. Wawancara kualitatif dilakukan bila peneliti

bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif

yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti, dan bermaksud

melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, suatu hal yang tidak dapat

dilakukan melalui pendekatan lain.

Menurut Denzin & Lincoln (1994: 353) interview merupakan suatu

percakapan, seni tanya jawab dan mendengarkan. Ini bukan merupakan suatu

alat yang netral, pewawancara menciptakan situasi tanya jawab yang nyata.

120

Page 23: BAB IVamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14741/BAB... · Web viewDalam wawancara standar (terstruktur), pertanyaan-pertanyaan, runtunannya, dan perumusan kata-katanya sudah

Dalam situasi ini jawaban-jawaban diberikan. Maka wawancara menghasilkan

pemahaman yang terbentuk oleh situasi berdasarkan peristiwa-peristiwa

interaksional yang khusus. Metoda tersebut dipengaruhi oleh karakteristik

individu pewawancara, termasuk ras, kelas, kesukuan, dan gender. (“The

interview is a conversation, the art of asking questions and listening. It is not

neutral tool, for the interviewer creates the reality of the interview situation.

In this situation answers are given. Thus the interview produces situated

understandings grounded in specific interactional episodes. This method is

influenced by the personal characteristies of the interviewer, including race,

class, ethnicity, and gender”).

Menurut Kerlinger (terjemahan Simatupang, 1990: 770 – 771)

wawancara (interview) adalah situasi peran antar-pribadi berhadapan muka

(face to face), ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan-

pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan

dengan masalah penelitian, kepada seseorang yang diwawancarai, atau

informan.

Ada dua cara membedakan tipe wawancara dalam tataran yang luas:

terstruktur dan tak terstruktur atau baku dan tak baku. Dalam wawancara

standar (terstruktur), pertanyaan-pertanyaan, runtunannya, dan perumusan

kata-katanya sudah “harga mati”, artinya sudah ditetapkan dan tak boleh

diubah-ubah. Mungkin pewawancara masih punya kebebasan tertentu dalam

mengajukan pertanyaan, tetapi itu relatif kecil. Kebebasan pewawancara itu

telah dinyatakan lebih dulu secara jelas. Wawancara standar mempergunakan

skedul wawancara yang telah dipersiapkan secara cermat untuk memperoleh

informasi yang relevan dengan masalah penelitian.

Wawancara tak standar bersifat lebih luwes dan terbuka. Meskipun

pertanyaan yang diajukan oleh maksud dan tujuan penelitian, muatannya,

runtunan dan rumusan kata-katanya terserah pada pewawancara. Biasanya

tidak digunakan skedul. Singkatnya wawancara tak standar atau wawancara

tak terstruktur merupakan situasi terbuka yang kontras dengan wawancara

standar atau terstruktur yang tertutup. Ini tidaklah berarti bahwa wawancara

tak standar adalah suatu yang gampang-gampangan saja. Wawancara jenis ini

pun haruslah direncanakan secara cermat sebagaimana halnya wawancara

121

Page 24: BAB IVamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14741/BAB... · Web viewDalam wawancara standar (terstruktur), pertanyaan-pertanyaan, runtunannya, dan perumusan kata-katanya sudah

standar. Dalam hal ini yang kita perhatikan memang hanya wawancara

standar. Akan tetapi, diakui bahwa banyak masalah penelitian sering kali

membutuhkan tipe wawancara kompromi, yakni pewawancara diizinkan untuk

menggunakan pertanyaan-pertanyaan alternatif yang dinilainya cocok untuk

responden tertentu dan pertanyaan tertentu.

Dari penjelasan-penjelasan tersebut dapat disimpulkan wawancara

(interview) merupakan suatu kegiatan tanya jawab dengan tatap muka

(face to face) antara pewawancara (interviewer) dengan yang

diwawancarai (interviewee) tentang masalah yang diteliti, dimana

pewawancara bermaksud memperoleh persepsi, sikap dan pola pikir dari

yang diwawancarai yang relevan dengan masalah yang diteliti. Karena

wawancara itu dirancang oleh pewawancara, maka hasilnya pun

dipengaruhi oleh karakteristik pribadi pewawancara.

Wawancara dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu wawancara terstruktur dan

wawancara tidak terstruktur. Terstruktur apabila pertanyaan yang diajukan

pewawancara dilakukan secara ketat sesuai daftar pertanyaan yang telah

disiapkan. Tidak terstruktur apabila pertanyaan yang diajukan bersifat

fleksibel tetapi tidak menyimpang dari tujuan wawancara yang telah

ditetapkan.

b. Wawancara Mendalam

Dalam wawancara dikenal adanya teknik wawancara mendalam (in

depth interview). Berikut akan disampaikan pandangan Malo yang mengacu

pada pandangan para ahli penelitian kualitatif, yang disampaikan pada

Pelatihan Metoda Kualitatif PAU-IS-Universitas Indonesia 10 Nopember 1998

sebagai berikut:

Pada prinsipnya teknik wawancara merupakan teknik dimana penelitian

dan responden bertatap muka langsung di dalam wawancara yang dilakukan.

Peneliti mengharapkan perolehan informasi dari responden mengenai suatu

masalah yang ditelitinya, yang tidak dapat terungkap melalui penggunaan

teknik kuesioner. Oleh karena itu maka di dalam pelaksanaan wawancara

mendalam, pertanyaan-pertanyaan yang akan dikemukakan kepada responden

tidak dapat dirumuskan secara pasti sebelumnya, melainkan pertanyaan-

122

Page 25: BAB IVamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14741/BAB... · Web viewDalam wawancara standar (terstruktur), pertanyaan-pertanyaan, runtunannya, dan perumusan kata-katanya sudah

pertanyaan tersebut akan banyak bergantung dari kemampuan dan pengalaman

peneliti untuk mengembangkan pertanyaan-pertanyaan lanjutan sesuai dengan

jawaban responden. Dengan perkataan lain di dalam wawancara mendalam

berlangsung suatu diskusi terarah diantara peneliti dan responden menyangkut

masalah yang diteliti. Di dalam diskusi tersebut peneliti harus dapat

mengendalikan diri, sehingga tidak menyimpang jauh dari pokok masalah

serta tidak memberikan penilaian mengenai benar atau salahnya pendapat

atau opini responden. Melihat jenis pertanyaan yang digunakan dalam teknik

wawancara mendalam maka jenis pertanyaan yang digunakan adalah

pertanyaan terbuka. Dibandingkan dengan pertanyaan tertutup, jenis

pertanyaan terbuka mempunyai kelebihan-kelebihannya misalnya

memungkinkan perolehan variasi jawaban sesuai dengan pemikiran

responden; responden dapat memberikan jawabannya secara lebih terinci serta

responden diberikan kesempatan mengekspresikan caranya dalam menjawab

pertanyaan. Serentak dengan itu terdapat pula kelemahan pertanyaan terbuka,

misalnya: kemungkinan terdapatnya jumlah yang cukup besar dari jawaban

yang tidak relevan serta jawaban responden yang tidak standar atau baku

sehingga mempersulit pengolahan data. Seringkali pula peneliti harus pandai-

pandai menanyakan responden untuk memperoleh jawaban misalnya dengan

mempergunakan teknik-teknik probing (mengorek jawaban responden agar

terarah pada tujuan penelitian).

c. Kriteria Penulisan Pertanyaan

Menurut Kerlinger (terjemahan Simatupang, 1990: 776 – 778)

berdasarkan pengalaman dalam penelitian telah dikembangkan kriteria atau

tata aturan penulisan pertanyaan. Terdapat 7 (tujuh) hal yang harus

diperhatikan dalam menyusun pertanyaan, sebagai berikut:

1) Apakah pertanyaan ini berkaitan dengan masalah penelitian dan sasaran-

sasaran penelitian ? Kecuali pertanyaan-pertanyaan untuk memperoleh

informasi faktual dan sosiologis, semua pertanyaan dalam pedoman

wawancara harus mempunyai fungsi tertentu dalam masalah penelitiannya.

Ini berarti bahwa kegunaan setiap pertanyaan adalah untuk memancing

123

Page 26: BAB IVamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14741/BAB... · Web viewDalam wawancara standar (terstruktur), pertanyaan-pertanyaan, runtunannya, dan perumusan kata-katanya sudah

informasi yang dapat digunakan untuk menguji hipotesis/pertanyaan

penelitian.

2) Tepatkan tipe pertanyaan ini ? Ada informasi tertentu yang dapat

diperoleh dengan sebik-baiknya bila menggunakan pertanyaan-pertanyaan

terbuka –alasan perilaku, itikad/niat, dan sikap. Sebaiknya informasi lain

tertentu dapat diperoleh dengan lebih cepat dan efisien bila kita

menggunakan pertanyaan tertutup. Jika yang diminta responden hanyalah

menyatakan pilihan yang lebih disukai di antara dua alternatif atau lebih,

sedangkan alternatif-alternatif itu dapat diungkapkan secara jernih,

sungguh tidak efisien bila kita menggunakan pertanyaan terbuka.

3) Apakah butir pertanyaan itu jelas dan tidak mengundang tafsir majemuk?

Suatu pertanyaan yang tidak ambigu adalah yang tidak memungkinkan

atau mengundang tafsir yang berlainan serta jawaban yang berbeda-beda

sebagai hasil dari tafsir majemuk itu. Pertanyaan yang bersifat ambigu

apabila pertanyaan itu menyodorkan 2 (dua) kerangka acuan atau lebih.

Contoh: “Bagaimana perasaan anda mengenai pengembangan suatu sistem

transit kilat antara pusat kota dengan daerah pemukiman perkotaan, dan

pengembangan kembali wilayah pemukiman di pusat kota?” Andaikan

responden tidak mengalami kesulitan oleh kerumitan dan alternatif-

alternatif yang diajukan oleh pertanyaan itu, dia tidak akan dapat

menjawab dengan menggunakan satu kerangka pikir dan pemahaman yang

sama mengenai apa yang diinginkan oleh penanya. Ambiguitas dapat pula

muncul dalam pertanyaan-pertanyaan yang jauh lebih sederhana, misalnya:

“Bagaimana kehidupan anda bersama keluarga anda tahun ini?” Ini dapat

membingungkan responden untuk menjawab karena tidak jelas hal apa

yang ingin diketahui oleh peneliti, apakah hal keuangan, kebahagiaan,

perkawinan, kesehatan, status atau apa?

4) Apakah pertanyaan itu menggiring responden untuk memberikan alternatif

jawaban tertentu? Pertanyaan semacam ini tidak menjamin adanya

validitas (untuk penelitian kualitatif disebut kredibilitas). Misalnya anda

membuat pertanyaan: “Apakah anda telah membaca tulisan-tulisan tentang

situasi pendidikan di daerah ini ?” Anda mungkin akan mendapatkan

jawaban “Ya” oleh sebagian besar dari responden, bila ditujukan kepada

124

Page 27: BAB IVamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14741/BAB... · Web viewDalam wawancara standar (terstruktur), pertanyaan-pertanyaan, runtunannya, dan perumusan kata-katanya sudah

sekelompok responden. Mengapa ? Karena pertanyaan ini mencerminkan

tidak baik apabila orang tidak membaca artikel mengenai situasi

pendidikan di daerah itu.

5) Apakah pertanyaan ini menuntut pengetahuan dan informasi yang tidak

dimiliki oleh reponden ? Untuk menjaga agar tidak ada jawaban yang tidak

valid karena kurangnya informasi, akan bijaksana apabila kita

menggunakan pertanyaan-pertanyaan saringan. Sebelum responden

ditanya pendapatnya tentang UNESCO, seyogya ditanya lebih dahulu

apakah dia mengetahui apa UNESCO itu dan apa artinya. Terdapat

kemungkinan pendekatan lain. Seyogyanya diberikan penjelasan singkat

terlebih dulu tentang UNESCO, baru kemudian responden diminta

pendapatnya tentang UNESCO.

6) Apakah pertanyaan ini menuntut ihwal yang bersifat pribadi dan peka

sehingga responden mungkin menolak menjawabnya? Diperlukan teknik-

teknik khusus untuk memperoleh informasi yang bersifat pribadi, peka,

atau kontroversial. Pertanyaan tentang penghasilan misalnya dan hal-hal

lain yang bersifat pribadi hendaknya diletakkan di bagian belakang dalam

wawancara, yaitu setelah tercapai kedekatan dan keakraban/hubungan

yang baik (rapport) antara pewawancara dengan responden. Apabila

menanyakan sesuatu yang secara sosial tidak disetujui, hendaknya anda

tunjukkan bahwa sebagian orang berpandangan tertentu, sementara orang-

orang lain berpandangan yang sebaliknya. Janganlah sampai membuat

responden menyangkal atau menolak dirinya sendiri.

7) Apakah pertanyaan ini menyiratkan hal-hal yang dianggap baik atau

buruk oleh masyarakat? Orang cenderung untuk memberikan jawaban

yang sesuai dengan yang dipandang baik oleh umum, jawaban-jawaban

yang menunjukkan atau mencerminkan kesetujuan pada tindakan-tindakan

atau hal-hal yang umumnya dinilai baik. Misalnya menanyakan kepada

seseorang mengenai perasaannya terhadap kanak-kanak. Setiap orang

diharap mengasihi anak-anak. Jika kita tidak hati-hati, kita akan

mendapatkan jawaban stereotip atau klise mengenai anak-anak dan kasih

sayang. Juga, jika kita menanyakan apakah seseorang menggunakan hak

pilihnya, kita harus hati-hati karena setiap orang diharapkan menggunakan

125

Page 28: BAB IVamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14741/BAB... · Web viewDalam wawancara standar (terstruktur), pertanyaan-pertanyaan, runtunannya, dan perumusan kata-katanya sudah

hak pilihnya. Begitu pula jika kita menanyakan kepada orang tentang

reaksinya terhadap kelompok minoritas, kita menghadapi resiko

mendapatkan jawaban yang tidak valid (kredibel). Kebanyakan orang yang

berpendidikan, entah bagaimana sikap mereka yang sesungguhnya,

menyadari bahwa prasangka terhadap minoritas merupakan sesuatu yang

tidak dibenarkan. Demikianlah maka pertanyaan yang baik adalah yang

tidak mengarahkan responden untuk mengungkapkan sentimen-sentimen

yang dipandang baik secara sosial belaka. Sementara itu kitapun

hendaknya tidak mengajukan pertanyaan tertentu sehingga responden

terpojok untuk memberikan jawaban yang secara sosial dipandang tidak

baik.

Pengarahan atau instruksi yang perlu diperhatikan oleh pewawancara

(interviewers) meliputi pedoman-pedoman sebagai berikut:

a. Tidak pernah “terjebak” dalam penjelasan yang panjang dari studi itu;

gunakan penjelasan standar yang diberikan pengawas. (“Never get

involved in long explanations of the study; use standard explanation

provided by supervisor”).

b. Tidak pernah menyimpang dari pengantar studi, urutan pertanyaan atau

rumusan pertanyaan. (“Never deviate from the study introduction,

sequence of questions, or question wording”).

c. Tidak pernah membiarkan individu lain melakukan interupsi wawancara,

jangan membiarkan individu lain menjawab untuk responden, atau

memberikan saran, atau pandangannya pada pertanyaan itu. (“Never let

another person interupt the interview; do not let another person answer

for the respondent or offer his or her opinions on the questions”).

d. Tidak pernah menyarankan suatu jawaban atau setuju atau tidak setuju

dengan suatu jawaban. Jangan memberikan kepada responden suatu ide

dari pandangan pribadi anda pada topik dari pertanyaan atau survey.

(“Never suggest an answer or agree or disagree with an answer. Do not

give the repondent any idea of your personal views on the topic of

questions or survey”).

e. Tidak pernah menafsirkan arti suatu pertanyaan, cukup hanya mengulangi

pertanyaan dan memberikan instruksi atau klarifikasi seperti yang

126

Page 29: BAB IVamheru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14741/BAB... · Web viewDalam wawancara standar (terstruktur), pertanyaan-pertanyaan, runtunannya, dan perumusan kata-katanya sudah

diberikan dalam latihan atau oleh pengawas. (“Never interpret the meaning

of a question; just repeat the questions and give instructions or

clarifications that are provided in training or by supervisors”).

f. Tidak pernah memperbaiki, seperti menambahkan kategori-kategori

jawaban, atau membuat perubahan susunan kata-kata. (“Never improvise,

such as by adding answer categories, or make wording changes”) (Denzin

& Lincoln, 1994: 364).

127