bab v analisis indeksikalitas: akuntansi ...repository.ub.ac.id/8632/6/bab v.pdf · donatur...

19
64 BAB V ANALISIS INDEKSIKALITAS: AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN SOSIAL DARI PERSPEKTIF RUANG BELAJAR AQIL (RBA) 5.1. Akad sebagai Dasar Pengelolaan Donasi Pada hakikatnya, manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lain. Kesadaran atas interdependensi ini mendorong manusia untuk membantu memenuhi kebutuhan manusia lain (Wright, 2002). Banyak jalan yang dapat ditempuh untuk memberikan bantuan. Salah satunya adalah donasi melalui lembaga yang akan menyalurkannya kepada masyarakat. Sebagai sebuah entitas socio-enterprise, RBA memiliki peran untuk mengelola bantuan publik yang diperolehnya demi memenuhi kebutuhan masyarakat di bidang literasi. Bantuan publik tersebut adalah donasi finansial dan non-finansial yang diberikan oleh donatur secara rutin atau insidentil. Pengelolaan donasi di RBA dilakukan dengan berlandaskan pada akad atau perjanjian antara representatif RBA dengan donatur. Sebelum mengalokasikan dana untuk sesuatu, RBA harus mengetahui peruntukan dari donasi yang diterima. Hal tersebut tergambarkan dalam pernyataan penasihat RBA: “… yang unik begini, kita dalam menerima donasi, shadaqah, atau zakat selalu ada akad yang jelas. Jadi, uang yang kita terima ini alokasinya untuk apa? Nah, si pemberi ini punya preferensi nggak, sih? Donaturnya ini. Misalnya, “Ini nanti buat operasional.” Ya, maka kita hanya gunakan untuk operasional aja. Bahkan, nggak boleh untuk bayar kewajiban. Begitu juga kalau sudah dinyatakan, “Ini untuk bayar kewajiban.” Berapa pun jumlahnya, maka tidak boleh dibuat operasional apalagi yang lain. Jadi, tidak pernah tercampur…” (Wawancara 20 Juni 2017)

Upload: others

Post on 30-Oct-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB V ANALISIS INDEKSIKALITAS: AKUNTANSI ...repository.ub.ac.id/8632/6/BAB V.pdf · Donatur memiliki hak untuk mengalokasikan donasinya pada pos operasional, kewajiban yang menjadi

64

BAB V

ANALISIS INDEKSIKALITAS:

AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN SOSIAL

DARI PERSPEKTIF RUANG BELAJAR AQIL (RBA)

5.1. Akad sebagai Dasar Pengelolaan Donasi

Pada hakikatnya, manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak bisa

hidup tanpa bantuan manusia lain. Kesadaran atas interdependensi ini mendorong

manusia untuk membantu memenuhi kebutuhan manusia lain (Wright, 2002).

Banyak jalan yang dapat ditempuh untuk memberikan bantuan. Salah satunya

adalah donasi melalui lembaga yang akan menyalurkannya kepada masyarakat.

Sebagai sebuah entitas socio-enterprise, RBA memiliki peran untuk

mengelola bantuan publik yang diperolehnya demi memenuhi kebutuhan

masyarakat di bidang literasi. Bantuan publik tersebut adalah donasi finansial dan

non-finansial yang diberikan oleh donatur secara rutin atau insidentil.

Pengelolaan donasi di RBA dilakukan dengan berlandaskan pada akad atau

perjanjian antara representatif RBA dengan donatur. Sebelum mengalokasikan

dana untuk sesuatu, RBA harus mengetahui peruntukan dari donasi yang diterima.

Hal tersebut tergambarkan dalam pernyataan penasihat RBA:

“… yang unik begini, kita dalam menerima donasi, shadaqah, atau zakat

selalu ada akad yang jelas. Jadi, uang yang kita terima ini alokasinya untuk

apa? Nah, si pemberi ini punya preferensi nggak, sih? Donaturnya ini.

Misalnya, “Ini nanti buat operasional.” Ya, maka kita hanya gunakan untuk

operasional aja. Bahkan, nggak boleh untuk bayar kewajiban. Begitu juga

kalau sudah dinyatakan, “Ini untuk bayar kewajiban.” Berapa pun

jumlahnya, maka tidak boleh dibuat operasional apalagi yang lain. Jadi,

tidak pernah tercampur…” (Wawancara 20 Juni 2017)

Page 2: BAB V ANALISIS INDEKSIKALITAS: AKUNTANSI ...repository.ub.ac.id/8632/6/BAB V.pdf · Donatur memiliki hak untuk mengalokasikan donasinya pada pos operasional, kewajiban yang menjadi

65

Penggalan wawancara di atas menjelaskan bahwa preferensi donatur atas

peruntukan donasinya menjadi pertimbangan utama bagi RBA untuk mengelola

donasi. Setelah informasi tentang preferensi diperoleh, barulah RBA menyatakan

kesanggupan untuk mengelola donasi yang diberikan sesuai dengan

peruntukannya. Saat itulah akad antara donatur dan RBA terjadi.

Akad atau perjanjian adalah sebuah kesepakatan yang digunakan ketika dua

pihak melakukan transaksi atas sebuah objek. Hasil observasi dan wawancara

menunjukkan bahwa akad tidak hanya digunakan untuk transaksi umum seperti

jual beli melainkan juga untuk mengelola donasi.

Arwani (2011) menyatakan bahwa terdapat beberapa asas yang mendasari

pelaksanaan sebuah akad. Pertama, akad harus dilakukan berdasarkan asas

keadilan. Kedua pihak yang terlibat perjanjian harus memenuhi hak dan

kewajiban yang telah disepakati. Selain itu, kedua pihak harus mengungkapkan

kehendak dan keadaan yang dihadapi dengan benar.

Asas kedua adalah itikad baik. Setiap substansi perjanjian yang dibuat harus

dilaksanakan berdasarkan kemauan baik kedua pihak. Kesediaan untuk saling

percaya dibutuhkan dari kedua pihak untuk melaksanakan tujuan perjanjian.

Adanya kepercayaan akan menutut kedua pihak untuk bertanggung jawab penuh

selama masa berlangsungnya perjanjian.

Asas ketiga yang mendasari sebuah akad adalah kemanfaatan dan

kemaslahatan. Isi dari akad yang baik adalah yang mampu mendatangkan

kemanfaatan bagi pihak yang terlibat akad maupun masyarakat. Sementara,

kemaslahatan berarti melindungi kepentingan pokok masyarakat seperti urusan

Page 3: BAB V ANALISIS INDEKSIKALITAS: AKUNTANSI ...repository.ub.ac.id/8632/6/BAB V.pdf · Donatur memiliki hak untuk mengalokasikan donasinya pada pos operasional, kewajiban yang menjadi

66

religiusitas, jiwa dan raga, akal pikiran, martabat diri dan keluarga, dan harta

kekayaan.

Ketiga asas tersebut tampak diterapkan di RBA. Donasi harus digunakan

sesuai dengan isi kesepakatan RBA dengan donatur. Selain itu, donasi tersebut

harus disalurkan dalam bentuk yang menghasilkan manfaat bagi masyarakat.

Umumnya, donasi tersebut digunakan untuk menjalankan program-program RBA

seperti KRS+ dan RBL beserta kegiatan-kegiatan di bawahnya. Sementara, itikad

baik dalam akad pengelolaan donasi dapat diartikan sebagai kesediaan RBA untuk

memaparkan kebutuhannya secara jujur dan menjaga amanah atau kepercayaan

yang diberikan oleh donatur. Bendahara RBA menjelaskan hal tersebut melalui

pernyataan berikut ini:

“… setiap amanah [sambil menggerakkan tangan seolah menerima sesuatu]

yang diberikan entah itu oleh donatur, entah itu oleh masyarakat, entah itu

tim sendiri, atau pengelola sendiri untuk menjalankan project itu insya Allah

akan disalurkan tanpa ada pemotongan atau hmmm… apa ya… [sambil

berpikir] ada pengurangan sedikit pun. Sebisa mungkin, semisal ada dari

donatur, uang ini untuk apa, tujuannya juga jelas, akadnya jelas dan

disalurkan sesuai apa yang donatur mau. Kita juga menjelaskan kebutuhan

kita apa.” (Wawancara 11 Juni 2017)

Saat donatur mengetahui kebutuhan RBA, preferensi alokasi donasi pun

dapat mereka tentukan. Donatur memiliki hak untuk mengalokasikan donasinya

pada pos operasional, kewajiban yang menjadi tanggungan RBA, atau justru

membebaskan RBA untuk menentukan prioritas pemanfaatan donasi. RBA pun

memiliki tanggung jawab untuk mengelola donasi dan memberikan kepastian

kepada donatur bahwa donasi mereka bermanfaat.

Pengelolaan donasi sesuai dengan akad telah memenuhi salah satu syarat

praktik penganggaran yang baik yaitu mengalokasikan sumber daya sesuai dengan

tujuan yang dikehendaki (NACSLB, 1998). Akad antara RBA dan donatur

Page 4: BAB V ANALISIS INDEKSIKALITAS: AKUNTANSI ...repository.ub.ac.id/8632/6/BAB V.pdf · Donatur memiliki hak untuk mengalokasikan donasinya pada pos operasional, kewajiban yang menjadi

67

berperan sebagai penanda alokasi donasi yang diberikan. Tujuan kebermanfaatan

donasi yang dikehendaki donatur tercapai saat donasi yang diberikan mampu

memenuhi kebutuhan masyarakat melalui kegiatan RBA.

5.2. Sumber Daya Dikelola dan Dicatat Sesuai Kebutuhan

Setiap kegiatan membutuhkan sumber daya agar dapat berjalan sesuai

tujuan yang diharapkan. Kebutuhan akan sumber daya diidentifikasi dalam proses

perencanaan kegiatan. Langkah yang ditempuh setelah mengidentifikasi

kebutuhan sumber daya adalah menyusun strategi pemenuhannya.

Begitu pula dengan program-program RBA. Seluruh kegiatan yang berada

di bawah naungan program-program RBA membutuhkan sumber daya. Sebagai

contoh, kegiatan penelitian KRS+ membutuhkan fasilitas berupa buku, listrik, dan

koneksi internet. Sementara, kegiatan lokakarya membutuhkan alat gambar, alat

jahit, dan keperluan lainnya. Kebutuhan sumber daya manusia juga selalu muncul

pada setiap pelaksanaan kegiatan.

Kebutuhan atas sumber daya di RBA diidentifikasi sebelum melaksanakan

kegiatan. Setelah itu, pengelola atau penanggung jawab kegiatan akan mencari

tahu ketersediaan sumber daya yang dimaksud di RBA. Hal tersebut diungkapkan

oleh bendahara dalam pernyataan berikut ini:

“Kalau untuk ngerjain project, resource yang aku keluarkan… yang jelas

apa yang kita (RBA) punya dulu dan kebutuhan dari projectnya apa. Selama

yang RBA punya bisa mencukupi project, ya pakai itu. Entah itu relawan,

keuangan, bahan-bahan (peralatan dan perlengkapan). Misal kebutuhan

project melebihi resource yang kita punya, sebisa mungkin kita cari untuk

memenuhi kebutuhan project.” (Wawancara 11 Juni 2017)

Sumber daya yang tidak tersedia segera diupayakan pemenuhannya melalui

pencarian donasi. RBA menghubungi calon donatur untuk menjelaskan kegiatan

Page 5: BAB V ANALISIS INDEKSIKALITAS: AKUNTANSI ...repository.ub.ac.id/8632/6/BAB V.pdf · Donatur memiliki hak untuk mengalokasikan donasinya pada pos operasional, kewajiban yang menjadi

68

dan sumber daya apa saja yang dibutuhkan untuk menjalankannya. Setelah itu,

barulah calon donatur dapat memberikan keputusan tentang pemberian donasi.

Apabila sumber daya telah didapat, RBA memiliki tanggung jawab untuk

mengelola sesuai dengan peruntukannya, sebagaimana telah dijelaskan pada sub

bab sebelumnya. Selain itu, RBA harus mampu mengelola sumber daya yang

terbatas untuk menjadikannya bermanfaat sesuai kebutuhan masyarakat.

Penggunaan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan mengikuti prinsip

efektivitas (Productivity Commission, 2003).

Sebuah sumber daya menjadi bermanfaat saat sumber daya tersebut mampu

memenuhi kebutuhan. Oleh karena itu, penilaian kebutuhan masyarakat adalah

langkah kunci untuk mewujudkan manfaat dari sebuah sumber daya (NACSLB,

1998). Identifikasi kebutuhan yang dilakukan RBA menunjukkan bahwa socio-

enterprise ini menerapkan prinsip efektivitas dalam pengelolaan sumber daya.

Prinsip lain yang digunakan oleh RBA dalam mengelola donasi adalah

efisiensi alokatif. Productivity Commission (2003) menjelaskan bahwa efisiensi

alokatif menitikberatkan pada penggunaan sumber daya yang tersedia untuk

menciptakan nilai bagi kesejahteraan masyarakat.

Identifikasi kebutuhan membantu RBA dalam menggunakan sumber daya

secara efisien. Item pada daftar kebutuhan yang tidak berpengaruh terhadap

jalannya kegiatan dihapus. Penghapusan item yang tidak dibutuhkan

mempermudah upaya pengelola atau penanggung jawab kegiatan dalam mencari

dan mengelola donasi. Sehubungan dengan penerapan efisiensi alokatif, penasihat

memberi keterangan sebagai berikut “Masa project kaya gini aja butuh sekian

Page 6: BAB V ANALISIS INDEKSIKALITAS: AKUNTANSI ...repository.ub.ac.id/8632/6/BAB V.pdf · Donatur memiliki hak untuk mengalokasikan donasinya pada pos operasional, kewajiban yang menjadi

69

banyak? Terus ya akhirnya kita tunjukkan contohnya. Ada item-item yang nggak

diperlukan akhirnya bisa dihilangkan.” (Wawancara 20/6/2017)

Prinsip efisiensi alokatif juga memiliki hubungan dengan sifat RBA yaitu not-

for-profit. Pertimbangan kebutuhan membantu RBA untuk mengelola sumber

daya yang ada agar bermanfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat. Saat seluruh

sumber daya digunakan untuk menjalankan program, secara otomatis tidak ada

jumlah yang tersisa untuk dihitung sebagai keuntungan.

Pencatatan donasi dilakukan segera setelah donasi diterima. Penerima donasi,

baik pengelola maupun penanggung jawab kegiatan, berkewajiban untuk mencatat

informasi tentang jumlah, asal, dan peruntukan donasi. Kewajiban tersebut

disampaikan oleh koordinator RBA:

“Kalau project, yang membuat itu (laporan) seharusnya adalah koordinator

projectnya. Dia harus mencatat semua resource yang dia gunakan.

Sumbernya dari mana, digunakan untuk apa. Dia harus tahu kebutuhannya dia

apa dulu. ….Kalau sudah, maka dia harus mencatat apa saja yang sudah dia

gunakan berikut buktinya karena bukti itu menjadi sesuatu yang esensial

untuk melaporkan kembali ke masyarakat. Seenggaknya, pada donatur.”

(Wawancara 13 Juni 2017)

Salah satu aktivitas dari sebuah siklus akuntansi adalah pencatatan

(Weygandt, et al., 2013). Aktivitas pencatatan yang dilakukan oleh RBA

menunjukkan bahwa akuntansi digunakan sebagai alat untuk

mempertanggungjawabkan penggunaan donasi. Pencatatan dilakukan ketika

donasi diterima dan dikeluarkan untuk keperluan kegiatan. Bukti-bukti yang

digunakan untuk pencatatan berupa tanda terima atau foto saat donasi diterima.

Page 7: BAB V ANALISIS INDEKSIKALITAS: AKUNTANSI ...repository.ub.ac.id/8632/6/BAB V.pdf · Donatur memiliki hak untuk mengalokasikan donasinya pada pos operasional, kewajiban yang menjadi

70

Gambar 5.1

Tanda Terima Donasi yang Diterima dan Dikeluarkan oleh Ruang Belajar Aqil

Sumber: Dokumentasi Peneliti (2017)

Terjadinya akad pemberian donasi tidak menjadi sebuah indikator bahwa

pencatatan donasi harus dilakukan segera. RBA hanya mencatat donasi apabila

donasi telah berada di tangan. Praktik pencatatan RBA yang demikian mengikuti

metode cash basis.

Falk (dikutip oleh Parsons, 2003) menyatakan bahwa metode pencatatan

cash basis sesuai untuk entitas not-for-profit atau bersifat sosial. Pada entitas not-

for-profit, penerima manfaat utama dari aktivitas entitas bukanlah donatur

melainkan masyarakat. Donatur tidak memiliki kuasa untuk mengatur jalannya

entitas. Mereka hanya bisa memastikan bahwa entitas memiliki sumber daya yang

cukup untuk menjalankan program. Oleh karena itu, metode pencatatan cash basis

dianggap tepat karena dapat memberikan informasi ketersediaan sumber daya

secara aktual.

Selain pencatatan dari aspek keuangan, RBA juga melakukan pencatatan

dari aspek kesekretariatan. Peran pencatatan kesekretariatan dilakukan oleh

sekretaris dan diwujudkan dalam bentuk notulensi rapat pengelola. Notulensi

tersebut menjadi bukti tertulis atas rancangan program dan pemilihan penanggung

jawab kegiatan.

Page 8: BAB V ANALISIS INDEKSIKALITAS: AKUNTANSI ...repository.ub.ac.id/8632/6/BAB V.pdf · Donatur memiliki hak untuk mengalokasikan donasinya pada pos operasional, kewajiban yang menjadi

71

Notulensi rapat pengelola berperan membantu penanggung jawab dalam

mengembangkan rancangan program. Keberadaan notulensi sekaligus

memperkuat akuntabilitas RBA dalam mempertanggungjawabkan pelaksanaan

program dan sumber daya yang dimanfaatkan.

5.3. Struktur Laporan mengikuti Kebutuhan Informasi Masyarakat

Akuntansi mengenal keberadaan standar dalam pelaporan aktivitas dan

kondisi keuangan sebuah entitas. Tujuan penggunaan standar adalah untuk

memandu entitas dalam menyusun informasi yang dibutuhkan oleh pengguna

laporan. Entitas dengan beragam bentuk menerbitkan laporan untuk

mempertanggungjawabkan aktivitasnya. Tidak terkecuali pada entitas yang

bersifat not-for-profit.

Bentuk laporan yang umum diterbitkan oleh sebuah entitas adalah laporan

keberlanjutan. Laporan tersebut memuat segala informasi tentang entitas termasuk

laporan keuangan dan tanggung jawab sosial. Standar yang digunakan untuk

pelaporan keuangan entitas not-for-profit di Indonesia adalah Pernyataan Standar

Akuntansi Keuangan (PSAK) 45. Sementara, standar pelaporan tanggung jawab

sosial yang umum digunakan adalah Global Reporting Initiative (GRI).

Ruang Belajar Aqil (RBA) memiliki tiga jenis laporan yaitu laporan

kegiatan, laporan pembelajaran, dan laporan tahunan. Isi dari laporan tahunan

merupakan kompilasi dari laporan kegiatan, laporan pembelajaran, dan laporan

keuangan bulanan. Hal yang berbeda dari ketiga laporan tersebut adalah

pembuatannya yang tidak persis mengacu kepada standar yang berlaku umum di

Indonesia sebagaimana dijelaskan pada paragraf sebelumnya.

Page 9: BAB V ANALISIS INDEKSIKALITAS: AKUNTANSI ...repository.ub.ac.id/8632/6/BAB V.pdf · Donatur memiliki hak untuk mengalokasikan donasinya pada pos operasional, kewajiban yang menjadi

72

Standar pelaporan RBA adalah kebutuhan informasi dari pengguna laporan.

Pihak-pihak yang disebut pengguna laporan adalah donatur dan masyarakat secara

umum. RBA meyakini bahwa laporan yang baik adalah yang mudah dipahami

sehingga penggunanya bisa memperoleh informasi yang dibutuhkan. Hal tersebut

dijelaskan oleh sekretaris:

“Kalau ngacu standar tertentu karena kita ada tim audit, ya. Awalnya

sistem laporannya nggak kaya yang sekarang gitu. Akhirnya, dibuat untuk

mempermudah kita, jadi itu dibuat keluar-masuk, pemasukan sama

pengeluaran. Terus, saldo akhir. Dibuat sesederhana mungkin biar semua

paham. Kan otomatis kalau kita buat laporan yang oke-oke banget,

mungkin kalangan akuntansi aja yang paham. Ini jadi semua kalangan itu

paham.” (Wawancara 12 Juni 2017).

Ekspresi di atas menunjukkan bahwa RBA berusaha agar informasi yang terdapat

dalam laporan mereka dapat dipahami dengan mudah oleh semua kalangan. Salah

satunya adalah melalui penyajian informasi pos-pos keuangan dengan sederhana.

Penggunaan standar baku akuntansi untuk menyusun laporan tahunan dinilai

tidak sesuai dengan kebutuhan informasi para pemangku kepentingan

(stakeholder) RBA. Susunan laporan yang terlalu mengikuti standar baku hanya

dapat dipahami oleh orang-orang yang berkecimpung di bidang akuntansi.

Sementara, stakeholders RBA berasal dari berbagai kalangan masyarakat. Standar

baku yang rumit akan mempersulit masyarakat dalam memahami isi dari laporan

RBA.

Sebaliknya, jika kebutuhan informasi masyarakat dijadikan sebagai standar,

penyajian laporan akan berfokus kepada bagaimana informasi di dalamnya dapat

tersampaikan dan dipahami dengan baik. Format laporan RBA pun menjadi

berbeda dengan laporan perusahaan. Hal itu terjadi karena kebutuhan informasi

Page 10: BAB V ANALISIS INDEKSIKALITAS: AKUNTANSI ...repository.ub.ac.id/8632/6/BAB V.pdf · Donatur memiliki hak untuk mengalokasikan donasinya pada pos operasional, kewajiban yang menjadi

73

masyarakat dan perusahaan berbeda. Penasihat mengutarakan pendapatnya akan

perbedaan kebutuhan yang dimaksud:

“Nggak masalah. Kita nggak ngikuti itu karena kembali kebutuhan kita

belum ke sana dan pengguna laporan kita juga nggak membutuhkan yang

seperti itu. Biasanya, fokus pertanyaan donatur atau stakeholder siapapun

yang kami kasih laporan itu, pertanyaannya, “Kok saldo akhirnya nol?

Terus kenapa setiap bulan harus sepuluh ribu?” Pertanyaannya seputaran

itu. Selebihnya nggak ada pertanyaan. Paling kalaupun ada pertanyaan

tambahan itu seputar alokasi.” (Wawancara 20 Juni 2017)

Pernyataan di atas memberikan gambaran tentang informasi apa saja yang

dibutuhkan oleh donatur dari RBA. Sehubungan dengan sifat RBA sebagai not-

for-profit socio-enterprise, informasi yang dibutuhkan ialah tentang pemanfaatan

donasi. Berbeda dengan kebutuhan informasi pemangku kepentingan entitas for-

profit yang berkisar pada keuntungan dan keberlangsungan usaha di masa depan.

Perbedaan kebutuhan informasi stakeholders RBA menjadikan penyajian

laporan tidak mengikuti standar PSAK 45 dan GRI. Mautz (dikutip oleh Parsons,

2003) menyatakan bahwa fenomena seperti ini wajar bagi entitas not-for-profit.

Fokus, ruang lingkup kegiatan, dan pemangku kepentingan not-for-profit socio-

enterprise yang beragam menuntut penyajian laporan yang lebih fleksibel.

Pengelola not-for-profit socio-enterprise harus merancang strategi penyampaian

laporan yang mereka yakini informatif bagi pengguna.

Meskipun tidak sesuai dengan standar yang ada, laporan RBA tetap

mengikuti kriteria kualitatif laporan keuangan seperti relevansi (relevance),

penyajian yang sebenar-benarnya (faithful representation), dan kemudahan untuk

dipahami (understandability). Tidak hanya untuk laporan keuangan, kriteria ini

juga digunakan dalam laporan kegiatan dan laporan pembelajaran.

Page 11: BAB V ANALISIS INDEKSIKALITAS: AKUNTANSI ...repository.ub.ac.id/8632/6/BAB V.pdf · Donatur memiliki hak untuk mengalokasikan donasinya pada pos operasional, kewajiban yang menjadi

74

Laporan kegiatan disusun dengan sederhana tanpa mengurangi informasi

yang harus disampaikan. Pada laporan kegiatan, pengguna dapat memperoleh

informasi tentang latar belakang kegiatan, pelaksanaan, hingga umpan balik dari

para peserta. Penyajian umpan balik bertujuan untuk mengetahui apakah kegiatan

yang dilaksanakan memiliki dampak dan memenuhi kebutuhan peserta. Inilah

yang disebut Parsons (2003) sebagai penyajian manfaat untuk pengguna kegiatan

(customer’s benefit).

Sementara, laporan pembelajaran berisikan informasi tentang pembelajaran

yang diperoleh panitia. Laporan tersebut mencantumkan secara jelas kendala yang

dihadapi, solusi yang diberikan, dan pembelajaran yang diperoleh panitia sebagai

individu dan bagian dari kelompok. Melalui laporan ini, pengguna dapat melihat

implementasi nilai RBA yaitu kepedulian, pembelajaran, dan pemberdayaan

dalam kegiatan yang dijalankan.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa standar utama

dalam menyusun segala jenis laporan yang ada di RBA adalah kebutuhan

informasi dari pengguna laporan. Hal tersebut bertujuan agar laporan-laporan

tersebut dapat memberikan manfaat bagi penggunanya.

5.4. Pelaporan Kebermanfaatan

Pengungkapan tentang seberapa jauh misi telah tercapai adalah salah satu

fokus pelaporan yang dilakukan oleh entitas not-for-profit (Mook, 2014). Misi

yang dimiliki setiap entitas not-for-profit berbeda sesuai bidang masing-masing.

Entitas not-for-profit socio-enterprise sendiri memiliki misi yang mengakar pada

dasar keberadaan mereka yaitu penciptaan nilai sosial kepada masyarakat.

Page 12: BAB V ANALISIS INDEKSIKALITAS: AKUNTANSI ...repository.ub.ac.id/8632/6/BAB V.pdf · Donatur memiliki hak untuk mengalokasikan donasinya pada pos operasional, kewajiban yang menjadi

75

Salah satu prinsip yang dipegang RBA dalam menjalankan misinya adalah

kebermanfaatan mereka bagi masyarakat. Prinsip ini tidak hanya diterapkan dalam

program-program yang ada, melainkan pada pelaporan informasi. Hal tersebut

disampaikan oleh penasihat melalui penggalan wawancara berikut:

“Jadi, dalam konteks memberikan informasi kepada publik, itu juga sebuah

kebermanfaatan. Karena di RBA ini kan kita tidak hanya berbicara program,

tapi juga berbicara pengelolaan [melebarkan tangan]. Pengelolaan kita

diupayakan untuk bisa mencapai kondisi bahwa hasil dari pengelolaan itu

bisa berguna buat orang lain dan itu menjadi bentuk tanggung jawab sosial

karena kita hidup di masyarakat.” (Wawancara 20 Juni 2017)

Ekspresi di atas menjelaskan bahwa aktivitas di RBA tidak hanya berkisar di

seputar program, melainkan berjalannya entitas secara keseluruhan. Pengelolaan

memegang peran penting dalam memastikan bahwa operasional entitas

menghasilkan manfaat bagi stakeholders. Salah satunya melalui publikasi laporan

secara rutin.

Karakteristik yang khas dari laporan RBA adalah pencantuman kolom

kebermanfaatan, khususnya pada laporan kegiatan. Kolom kebermanfaatan

menjelaskan tentang peruntukan donasi yang diberikan sebagai sumber daya

untuk menjalankan kegiatan. Kebermanfaatan dari semua jenis donasi diungkap

dalam laporan tersebut, baik donasi tunai maupun non-tunai. Pelaporan

kebermanfaatan memiliki hubungan dengan pelaksanaan akad dengan donatur

sebagaimana dibahas pada sub bab pertama. Penyediaan informasi

kebermanfaatan donasi bertujuan untuk memberitahukan kepada donatur bahwa

donasi telah disampaikan sesuai dengan akad di awal. Sekretaris memaparkan

keterkaitan tersebut:

“Ya kebermanfaatan itu terkait dengan akad. Akad itu ibarat janji

[tersenyum]. Jadi ya apa yang kita sampaikan itu harus benar-benar sesuai.

Page 13: BAB V ANALISIS INDEKSIKALITAS: AKUNTANSI ...repository.ub.ac.id/8632/6/BAB V.pdf · Donatur memiliki hak untuk mengalokasikan donasinya pada pos operasional, kewajiban yang menjadi

76

Nggak boleh ada yang dilebihkan. Nggak boleh ada yang dikurangkan.

Seperti itu.” (Wawancara 12 Juni 2017)

Inisiatif RBA untuk melaporkan kebermanfaatan mencerminkan upaya

untuk melakukan pelaporan yang sebenar-benarnya (faithful representation).

Penjelasan Sekretaris memberikan gambaran bahwa setiap tanggung jawab yang

diberikan kepada RBA dilaksanakan persis dengan akad yang disepakati kedua

pihak. Selanjutnya, pelaksanaan akad dilaporkan pula sesuai dengan kenyataan

yang terjadi di lapangan, tanpa dilebihkan atau dikurangi.

Informasi kebermanfaatan pada laporan kegiatan RBA disajikan secara

kualitatif. Melalui informasi tersebut, pengguna laporan dapat mengetahui

manfaat donasi untuk melaksanakan sebuah kegiatan. Selain itu, berdasarkan

jawaban yang diberikan oleh pengelola di atas, pengguna laporan dapat

memperoleh gambaran mengenai akad donasi yang terjadi antara RBA dengan

donatur.

Lebih lanjut, pelaporan kebermanfaatan yang dilakukan oleh RBA dapat

menjadi dasar untuk menilai kinerja mereka selaku entitas socio-enterprise yang

bersifat not-for-profit. Kriteria untuk menilai kinerja entitas not-for-profit adalah

pelaporan asal muasal dan penggunaan sumber daya (Mautz dalam Mook, 2014).

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, informasi kebermanfaatan memberikan

gambaran tentang akad antara RBA dan donatur. Unsur yang terdapat dalam akad

adalah asal muasal dan peruntukan donasi yang menjadi sumber daya kegiatan

sehingga kinerja RBA dapat dinilai berdasarkan kemampuan mereka dalam

memanfaatkan donasi sesuai akad.

Page 14: BAB V ANALISIS INDEKSIKALITAS: AKUNTANSI ...repository.ub.ac.id/8632/6/BAB V.pdf · Donatur memiliki hak untuk mengalokasikan donasinya pada pos operasional, kewajiban yang menjadi

77

Gambar 5.2

Kolom Kebermanfaatan pada Laporan Kegiatan RBA

Sumber: Laporan Kegiatan Ruang Belajar Aqil (2016)

Haski-Leventhal dan Foot (2016) menyatakan bahwa selama ini terdapat

banyak stakeholders dari entitas not-for-profit yang tidak bisa mengamati

penggunaan donasi yang mereka berikan. Kesulitan tersebut disebabkan oleh

minimnya keterangan pada laporan entitas not-for-profit tentang pemanfaatan

donasi. Perilaku entitas not-for-profit yang demikian berdampak pada rendahnya

kepercayaan donatur kepada mereka.

RBA menjadi salah satu not-for-profit socio-enterprise yang memperhatikan

pentingnya ketersediaan informasi tentang pemanfaatan donasi kepada

stakeholders. Pengungkapan informasi tentang pemanfaatan donasi

memperlihatkan bahwa RBA berusaha menerapkan prinsip transparansi dalam

pembuatan laporannya. Dengan adanya transparansi, asimetri informasi antara

entitas dengan donatur dapat diminimalisasi (Adams dan Simnett dikutip oleh

Haski-Leventhal dan Foot, 2016).

Page 15: BAB V ANALISIS INDEKSIKALITAS: AKUNTANSI ...repository.ub.ac.id/8632/6/BAB V.pdf · Donatur memiliki hak untuk mengalokasikan donasinya pada pos operasional, kewajiban yang menjadi

78

5.5. Saldo Akhir yang Ideal adalah Nol Rupiah

Pada dasarnya, not-for-profit socio-enterprise adalah sebuah entitas yang

bertujuan untuk menciptakan nilai sosial kepada masyarakat tanpa mengambil

keuntungan. Kegiatan not-for-profit socio-enterprise dilakukan tanpa memungut

biaya dari peserta. Begitu pula dengan pengelolaan donasi. Seluruh donasi yang

ada diupayakan untuk tersalurkan sepenuhnya kepada pihak yang berhak

menerima manfaatnya. Oleh karena itu, not-for-profit socio-enterprise tidak

memiliki pintu untuk memperoleh keuntungan.

Sebagai sebuah not-for-profit socio-enterprise, RBA mengupayakan agar

tidak ada sumber daya, terutama uang, yang tersisa tanpa termanfaatkan. Hal

tersebut disampaikan oleh Koordinator program RBL yang menangani beragam

kegiatan sosial RBA:

“Karena RBA ini not-for-profit, jadinya memang nggak boleh ada dana

yang tertahan di sini. Sebisa mungkin dana itu serapannya harus tinggi.

Tahu serapannya tinggi ya dana itu harus mendekati nol. Jadi, sebenarnya

bukan sepuluh ribu tapi mendekati nol. Maksimal kalau bisa sepuluh

ribu. Nah, untuk sepuluh ribu itu, rata-rata sih biasanya nol saldonya.

Nol, sepuluh ribu. Pernah waktu itu sembilan puluh ribu karena belum

kepakai. Tapi, memang karena not-for-profit dan kita memang inginnya

masyarakat ini menyerap semua apa yang kita dapat, ya di akhir bulan

mau nggak mau harus nol.” (Wawancara 13 Juni 2017)

Jawaban yang diberikan di atas memperjelas bahwa saldo ideal yang seharusnya

tercantum dalam laporan keuangan RBA adalah sebesar nol rupiah. Nilai nol

rupiah menjadi tolok ukur bahwa donasi yang diperoleh disalurkan sepenuhnya

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pencapaian saldo akhir sebesar nol

rupiah didasari oleh asumsi bahwa seluruh kegiatan telah terlaksana.

Namun, RBA mengakui bahwa mencapai saldo akhir sebesar nol rupiah

tidaklah mudah. Beberapa transaksi yang dilakukan dalam operasional kerap kali

Page 16: BAB V ANALISIS INDEKSIKALITAS: AKUNTANSI ...repository.ub.ac.id/8632/6/BAB V.pdf · Donatur memiliki hak untuk mengalokasikan donasinya pada pos operasional, kewajiban yang menjadi

79

tidak memiliki nilai nominal yang bulat. Keterangan tersebut disampaikan

penasihat dalam penggalan wawancara dengan penasihat:

“Kenapa sepuluh ribu? Jadi, dari perjalanan bulan-bulan sebelumnya, kita

rata-rata transaksi, kalau menghabiskan… bukan menghabiskan [meralat

ucapan]… menggunakan donasi yang kita terima atau zakat yang kita

terima, itu pasti nggak bulat. Ada kembalian entah seribu, dua ribu, tiga

ribu. Maka, akhirnya kita tetapkan yang logis adalah sepuluh ribu. Itu kaya

transaksi listrik, air, internet, kemudian transaksi administratif kaya fotokopi

segala macam. Itu masing-masing kalau rata-rata dua ribu, tiga ribu, kan ya

tercukupi lah sepuluh ribu. Jadi, kita memang nggak bisa menghabiskan nol.

Kecuali di akhir tahun harus nol. Supaya saldo kita bisa memulai lagi dari

awal. Karena prinsip kita kan not-for-profit gitu. Angka sepuluh ribu itu dari

kebiasaan bulan-bulan sebelumnya.” (Wawancara 20 Juni 2017)

Berdasarkan jawaban di atas, RBA memiliki kebijakan penetapan saldo akhir

donasi tunai maksimal sebesar Rp 10.000,00. Batasan tersebut dinilai logis untuk

menoleransi jumlah uang yang tersisa dari transaksi operasional entitas.

Penetapan batas maksimal saldo akhir sebesar Rp 10.000,00 menunjukkan

bahwa seluruh donasi yang diterima oleh RBA diupayakan untuk bermanfaat bagi

masyarakat dalam bentuk kegiatan yang bersifat sosial. Semakin kecil donasi yang

tersisa di RBA, semakin besar penggunaan donasi untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat.

Haski-Leventhal dan Foot (2016) mengungkapkan bahwa entitas not-for-

profit yang menggunakan sebagian besar dananya untuk pelaksanaan program

adalah entitas not-for-profit yang efisien. Sebagaimana telah dibahas pada sub-bab

kedua, efisiensi dalam konteks ini berkaitan dengan kesadaran akan kebutuhan

masyarakat.

Tidak adanya keuntungan yang diambil dari donasi yang diterima

menunjukkan bahwa RBA menempatkan kebutuhan masyarakat sebagai prioritas

utama. Upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat adalah hal yang utama. Berbeda

Page 17: BAB V ANALISIS INDEKSIKALITAS: AKUNTANSI ...repository.ub.ac.id/8632/6/BAB V.pdf · Donatur memiliki hak untuk mengalokasikan donasinya pada pos operasional, kewajiban yang menjadi

80

halnya dengan entitas seperti perusahaan atau for-profit enterprise yang

mengutamakan perolehan keuntungan. Inilah salah satu poin yang membedakan

not-for-profit socio-enterprise dari for-profit enterprise.

5.6. Pengamalan Nilai-Nilai Entitas pada Proses Pelaporan

Laporan tahunan entitas pada umumnya mencantumkan informasi dasar

seperti pernyataan visi dan misi serta nilai-nilai yang mereka usung. Ketentuan ini

tidak hanya berlaku bagi perusahaan, melainkan juga pada jenis entitas lain seperti

not-for-profit socio-enterprise. Infomasi dasar tersebut membantu pengguna untuk

mengenali profil sebuah entitas. RBA adalah salah satu not-for-profit socio-

enterprise yang berusaha mengenalkan nilai-nilai yang mendasari aktivitas

mereka. Selain diselipkan pada pernyataan visi dan misi, nilai-nilai tersebut juga

berusaha diwujudkan melalui penyajian laporan itu sendiri.

Bab sebelumnya telah menjelaskan bahwa RBA memiliki tiga nilai utama

yaitu kesadaran (awareness), pembelajaran (learning), dan pemberdayaan

(empowerment) (Laporan Tahunan RBA, 2016). Ketiga nilai tersebut diupayakan

untuk terwujud melalui pelaksanaan program, pengelolaan, dan pelaporan.

Penjelasan mengenai penanaman nilai kesadaran disampaikan oleh penasihat

sebagai berikut:

“Saya yakin juga, masyarakat juga, dengan memperoleh infomasi yang

memadai tentang RBA, kegiatannya, donasinya, apa pun itu yang bisa

dilaporkan dan bisa diketahui, mereka akan tahu bagaimana menempatkan

diri. Artinya, kesadaran yang kita wujudkan, bisa juga mendorong orang

lain atau lingkungan sekitar kita untuk jadi sadar juga. Jadi, awarenessnya

terbentuk sebagai salah satu value yang diperjuangkan oleh RBA.

Awareness [menekankan]” (Wawancara 20 Juni 2017)

Page 18: BAB V ANALISIS INDEKSIKALITAS: AKUNTANSI ...repository.ub.ac.id/8632/6/BAB V.pdf · Donatur memiliki hak untuk mengalokasikan donasinya pada pos operasional, kewajiban yang menjadi

81

Ekspresi tersebut disampaikan dalam perbincangan dengan peneliti

mengenai perspektif tanggung jawab sosial. Pandangan bahwa berbagi informasi

adalah sebuah bentuk kesadaran tergambarkan pada ekspresi di atas. Kesadaran

yang dimaksud adalah kesadaran untuk peduli terhadap kebutuhan lingkungan

sekitar yaitu informasi. Informasi yang dilaporkan sebagai wujud kepedulian

diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk turut peduli

dengan aktivitas-aktivitas bersifat sosial yang dilakukan oleh RBA. Secara tidak

langsung, laporan RBA berperan dalam menumbuhkan kesadaran masyarakat

melalui informasi yang ada di dalamnya.

Nilai kedua yang ditanamkan RBA dalam proses pelaporannya adalah

pembelajaran (learning). Pembelajaran yang dimaksud adalah upaya agar

pengguna laporan dapat mempelajari sesuatu dari laporan RBA. Penasihat

menyampaikan tentang nilai tersebut dalam penggalan jawaban berikut:

“... Termasuk juga diwujudkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan dalam

program maksudnya, ya. Dan diwujudkan juga dalam pengelolaan dan juga

diwujudkan dalam komunikasi. Laporan-laporan yang kita punya, saat

dipelajari oleh orang-orang, ya mereka belajar sesuatu. Tidak hanya

informasi tentang RBA, tidak hanya tentang donasi RBA. Bahkan, mereka

juga belajar, “Oh, ternyata begini lho, untuk melaporkan keuangan.”

Akhirnya, mereka juga jadi percaya.” (Wawancara 20 Juni 2017)

Keterangan di atas menunjukkan bahwa RBA tidak memandang laporan sebagai

sebatas bentuk pertanggungjawaban, tetapi juga sebagai media untuk

menanamkan nilai pembelajaran. Masyarakat atau pengguna laporan diharapkan

mampu memperoleh manfaat pembelajaran dari informasi yang disajikan pada

laporan RBA. Salah satunya tentang cara melaporkan informasi keuangan.

Selain pembelajaran kepada pengguna, proses penyusunan laporan juga

memberikan pembelajaran kepada anggota KRS+ yang dilibatkan sebagai panitia

Page 19: BAB V ANALISIS INDEKSIKALITAS: AKUNTANSI ...repository.ub.ac.id/8632/6/BAB V.pdf · Donatur memiliki hak untuk mengalokasikan donasinya pada pos operasional, kewajiban yang menjadi

82

kegiatan. Setiap kegiatan di RBA tidak dianggarkan sehingga panitia harus

mengupayakan sumber daya dari masyarakat. Pembelajaran yang ditekankan pada

pembuatan laporan adalah pertanggungjawaban pengelolaan donasi masyarakat.

Koordinator mengungkapkan hal tersebut:

“... nilai-nilai ini mulai ditanamkan oleh mentor bahwa ketika kamu

menggunakan dana dari masyarakat, kamu harus melaporkannya kepada

masyarakat. Maka dari itu, mentor menanamkan nilai-nilai tersebut seperti

mengajarkan bagaimana caranya membuat laporan yang baik. Memberikan

akses… membuat akses bagaimana bendahara ini bisa memublikasikan

laporan keuangan kepada masyarakat.” (Wawancara 13 Juni 2017)

Nilai pembelajaran untuk bertanggung jawab ditanamkan dengan cara

mengajarkan penyusunan laporan yang benar kepada pengelola dan anggota

KRS+. Setelah itu, mentor bagaimana menyampaikan laporan tersebut kepada

masyarakat. Tujuannya adalah agar masyarakat dapat mengetahui informasi atas

pelaksanaan kegiatan RBA berikut penggunaan donasi yang diterima. Selain itu,

pembelajaran pembuatan laporan diberikan karena tidak semua pengelola ataupun

pelaksana kegiatan RBA memahami langkah-langkah dan standar pelaporan baku

akuntansi. Padahal, mereka memiliki kewajiban untuk mempertanggungjawabkan

aktivitas RBA kepada masyarakat. Oleh karena itu, setiap individu di RBA

diberikan pembelajaran agar mereka mampu menyajikan laporan yang sederhana

dan mudah dipahami, baik oleh mereka sendiri ataupun masyarakat.

RBA memandang bahwa tanggung jawab sosial tidak hanya dilaksanakan

melalui program, melainkan juga pada pelaporannya. Oleh karena itu, nilai-nilai

tidak hanya dicantumkan sekadar untuk memenuhi ketentuan. Lebih dari itu, nilai-

nilai tersebut turut dilibatkan dalam proses pelaporan itu sendiri. Dengan

demikian, masyarakat dan pengguna laporan dapat merasakan implementasi nilai-

nilai RBA dari informasi yang dilaporkan.