bab semua & daftar pustaka
TRANSCRIPT
HUBUNGAN PENGUASAAN MATA KULIAH INTI KEBIDANAN DENGAN SIKAP TERHADAP PROFESI BIDAN
DI STIKES DHARMA HUSADA BANDUNG
LAPORAN TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Menyelesaikan Pendidikan Program D4 Kebidanan Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran
ANITA YULIANINPM 130104060097
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM KEBIDANAN
BANDUNG2008
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang
harus dipenuhi sepanjang hayat. Pendidikan merupakan sektor paling penting
dalam pembangunan nasional dan dijadikan sebagai andalan untuk berfungsi
semaksimal mungkin dalam upaya meningkatkan kualitas hidup Indonesia.
Dengan kata lain, pendidikan merupakan wahana penting untuk membangun
potensi manusia. Pada akhirnya akan membantu manusia meningkatkan sumber
daya pembangunan (1).
Untuk mencapai hal tersebut, penyelenggaraan pendidikan
terutama untuk tenaga kesehatan profesional harus memiliki beberapa variabel
penting yaitu diantaranya input (tenaga kependidikan, mahasiswi, sarana
prasarana), proses (kurikulum dan penatalaksaan program) dan out put (lulusan
yang berkualitas) sesuai dengan tuntutan pelayanan yang diharapkan oleh
masyarakat (2).
Sesuai dengan salah satu variabel di atas, jelas mahasiswi dituntut untuk
menjadi lulusan berkualitas. Untuk menjadi lulusan berkualitas, dalam proses
pendidikan salah satunya dapat dilihat dengan penguasaannya terhadap materi
1
1
yang diajarkan. Penguasaan kemudian ditunjukan dengan prestasi belajarnya.
Prestasi belajar sendiri merupakan wujud hasil yang diperoleh dari suatu aktivitas
yang telah dilakukan selama berada dalam aktivitas pembelajaran. Prestasi
belajar di sekolah sangat dipengaruhi oleh kemampuan umum kita (3).
Prestasi belajar dilihat pada saat dilakukan pengujian pada mata kuliah yang
berhubungan. Untuk melihat penguasaan mahasiswa, maka dalam pendidikan
kebidanan terdapat mata kuliah yang mengacu pada kurikulum DIII Kebidanan
(berdasarkan SK Menteri Kesehatan No. HK.00.06.2.4.1583 Tahun 2002).
Dalam kurikulum tersebut, terdapat Mata kuliah inti kebidanan yang seharusnya
dikuasai oleh mahasiswi sebagai calon bidan. Mata kuliah tersebut adalah Askeb
I, Askeb II, Askeb III, Askeb IV, Askeb V, Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita,
Kesehatan Reproduksi, Pelayanan KB, Dokumentasi Kebidanan, PKK (Praktik
Klinik Kebidanan), Konsep Kebidanan, Etika Profesi, Komunikasi dan
Konseling, Mutu Layanan Kebidanan, Metoda Penelitian, dan KTI (Karya Tulis
Ilmiah). Mata kuliah tersebut kemudian dijabarkan dalam kompetensi
berdasarkan peran dan fungsinya sebagai bidan (2).
Di sisi lain, Jika pengetahuan tersebut baik, apakah sikap mahasiswi terhadap
profesinya baik? Dalam realitasnya, mahasiswi kebidanan harus memiliki sikap
yang baik terhadap profesinya, karena dia akan menjadi seorang bidan. Apabila
2
2
sikap terhadap profesinya baik, maka dia akan cenderung mencintai profesinya
karena sikap umumnya sulit untuk dirubah (5).
Menurut survey yang dilakukan oleh IBI, tercatat hingga saat ini terdapat
sekolah kebidanan berjenjang diploma 3 berjumlah 120. Di Kota Bandung
sendiri, terdapat sekitar 6 sekolah kebidanan jenjang DIII (20), salah satunya yaitu
STIKes Dharma Husada Bandung.
Sekolah Tinggi Kesehatan Dharma Husada merupakan Sekolah Tinggi
Kesehatan yang memiliki jurusan kebidanan di dalamnya. Jurusan Kebidanan itu
sendiri memiliki 2 penggolongan kelas besar yaitu kelas reguler dan kelas
karyawan. Berbeda dengan kelas karyawan yang telah menjadi bidan
sebelumnya, kelas reguler ini merupakan lulusan dari SMU. Tentu saja dengan
kuliahnya mahasiswa kelas reguler tersebut ke jurusan kebidanan, mereka
nantinya ingin menjadi orang yang sukses di masa yang akan datang. Selama
mereka mengikuti proses perkuliahan, mereka bersaing agar memiliki prestasi
belajar yang baik. Diharapkan, dengan nilai yang baik, akan lebih paham
mengenai dunia kebidanan itu sendiri.
Hal ini sesuai dengan Visi DIII Kebidanan STIKes Dharma Husada yaitu
bahwa mereka ingin menghasilkan bidan yang kompeten, sesuai perkembangan
IPTEK, berjiwa entrerpreneur, serta berdaya saing tinggi pada Tahun 2015.
Untuk menjadi bidan yang kompeten sesuai dengan visi tersebut, maka
3
3
lulusannya diharapkan memiliki kecintaan tinggi dengan profesinya dan hal itu
ditunjukan dengan sikapnya kepada profesinya. Namun berdasarkan voting,
sekitar 60% mahasiswi semester V bersekolah di STIKes Dharma Husada
Bandung berdasarkan kehendak orangtua.
Hal ini menimbulkan ketertarikan penulis untuk melakukan penelitian ini
dengan judul “Hubungan Penguasaan Mata Kuliah Inti Kebidanan dengan Sikap
Terhadap Profesi Bidan di STIKes Dharma Husada Bandung”.
1.2. Rumusan Masalah
Adakah hubungan antara penguasaan mata kuliah inti kebidanan dengan sikap
terhadap profesi bidan di STIKes Dharma Husada Bandung .
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara penguasaan mata kuliah inti
kebidanan dengan terhadap profesi bidan di STIKes Dharma Husada
Bandung .
1.3.2. Tujuan Khusus
1) Untuk mendapatkan gambaran penguasaan mata kuliah inti kebidanan
di STIKes Dharma Husada Bandung .
4
4
2) Untuk mendapatkan gambaran sikap terhadap profesi bidan di STIKes
Dharma Husada Bandung .
3) Untuk mengetahui adakah hubungan antara penguasaan mata kuliah
inti kebidanan dengan sikap terhadap profesi bidan di STIKes Dharma
Husada Bandung .
1.4. Manfaat
1) Bagi Institusi
Merupakan sumbangan pemikiran penyusunan program pendidikan terutama
dalam hubungan penguasaan mata kuliah inti kebidanan dengan sikap
terhadap profesi bidan.
2) Bagi Masyarakat
Dapat menambah pengetahuan atau wawasan khususnya mengenai dunia
pendidikan kebidanan.
3) Bagi Penulis
Dapat memberikan pengalaman, menambah wawasan dan pengetahuan
khususnya mengenai hubungan penguasaan mata kuliah inti kebidanan
dengan sikap terhadap profesi bidan.
5
5
1.5. Kerangka Pemikiran
Penguasaan mata kuliah inti kebidanan adalah memiliki sifat paham atau
sanggup menguasai pengetahuannya yang dalam hal ini yaitu pengetahuan dalam
bidang kebidanan. Pengetahuan tersebut terdapat dalam mata kuliah pokok atau
mata kuliah wajib sebuah institusi kebidanan.
Mata kuliah inti kebidanan adalah berbagai mata kuliah yang merupakan salah
salah satu tubuh pengetahuan kebidanan (Body of Midwifery Knowledge) yaitu
ilmu kebidanan yang harus dikuasai mahasiswi kebidanan sebagai seorang calon
bidan. Ilmu kebidanan adalah dasar dari berbagai kompetensi atau kemampuan
yang dimiliki oleh bidan (6). Ilmu kebidanan tersebut antara lain adalah:
1) Dasar-dasar Kebidanan (Perkembangan Kebidanan, registrasi, dan organisasi
profesi dan peran fungsi bidan).
2) Teori dan model konseptual kebidanan
3) Siklus Kehidupan wanita
4) Etika dan etiket kebidanan
5) Pengantar Kebidanan Profesional (konsep kebidanan, definisi dan lingkup
kebidanan dan manajemen kebidanan)
6) Teknik dan prosedur asuhan
7) Asuhan Kebidanan dalam kaitan kesehatan reproduksi (berdasarkan siklus
hidup kehidupan manusia dan wanita)
6
6
8) Tingkat dan jenis pelayanan kebidanan
9) Legislasi kebidanan
10) Praktik Klinik Kebidanan
Di dalam kenyataannya, ilmu kebidanan yang merupakan mata kuliah inti
kebidanan tersebut kemudian dikelompokan menjadi MKB (Mata kuliah
Keahlian Berkarya) dan MPB (Mata kuliah Perilaku Berkarya). Berdasarkan
Kurikulum Nasional Pendidikan DIII Kebidanan Tahun 2002, mata kuliah inti
kebidanan tersebut adalah (2, 14):
A. MKB (Mata kuliah Keahlian Berkarya)
1) Askeb I (Asuhan Kebidanan Kehamilan),
2) Askeb II (Asuhan Kebidanan Persalinan),
3) Askeb III (Asuhan Kebidanan Nifas),
4) Askeb IV (asuhan Kebidanan Patologi),
5) Askeb V (Asuhan Kebidanan Komunitas),
6) Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita,
7) Kesehatan Reproduksi,
8) Pelayanan KB (Keluarga Berencana),
9) Dokumentasi Kebidanan,
10) Praktik Klinik Kebidanan.
7
7
B. MPB (Mata kuliah Perilaku Berkarya)
1. Konsep Kebidanan,
2. Etika Profesi dan Hukum Kesehatan,
3. Komunikasi dan Konseling,
4. Mutu Layanan Kebidanan,
5. Metoda Penelitian, dan
6. KTI (Karya Tulis Ilmiah).
Di sisi lain, sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau
objek tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat atau emosi yang
bersangkutan (senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju baik atau tidak
baik, dan sebagainya). Jadi dapat dikatakan bahwa sikap adalah suatu sindroma
atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek, sehingga sikap itu
melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lainnya. (4,5).
Profesi bidan adalah profesi tertua dunia yang ada sejak adanya peradaban
dunia. Bidan lahir sebagai seorang wanita terpercaya dalam mendampingi dan
menolong ibu-ibu yang melahirkan. Profesi ini telah menunjukan peran dan
posisi seorang bidan yang terhormat di masyarakat karena tugas yang
diembannya sangat mulia dalam upaya memberikan semangat dan
membesarkan hati para ibu-ibu (6,7).
8
8
Bidan sebagai profesi memiliki ciri-ciri tertentu yaitu:
1. Disiapkan melalui pendidikan formal agar lulusannya dapat
melaksanakan/ mengerjakan pekerjaan yang menjadi tanggung
jawabnya secara profesional.
2. Dalam menjalankan tugasnya, bidan memiliki alat yang dinamakan
Standar Pelayanan Kebidanan, Kode etik dan Etika Kebidanan.
3. Bidan memiliki kewenangan kelompok ilmu pengetahuan yang
jelas dalam menjalankan profesinya.
4. Memiliki kewenangan dalam menjalankan tugasnya (Permenkes
No.572 Tahun 1996).
5. Memberikan pelayanan yang aman dan memuaskan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat.
6. Memiliki wadah organisasi profesi.
7. Memiliki karakteristik yang khusus dan dikenal serta dibutuhkan
masyarakat.
8. Menjadikan bidan sebagai suatu pekerjaan dan sumber utama
kehidupan.
Dari ciri tersebut, seperti pada salah satu poinnya bahwa profesi bidan
disiapkan melalui pendidikan bidan. Saat melalui proses pendidikan tersebut,
9
9
harus memiliki prestasi belajar atau penguasaan mata kuliah yang bagus.
Maka, diharapkan jika memiliki prestasi belajar yang baik akan memiliki
sikap terhadap profesinya yang baik pula.
Untuk memperjelas mengenai pemikiran di atas, maka berikut ini akan
ditampilkan mengenai skema kerangka konsepnya.
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 1.1 Kerangka Konsep
Keterangan:
_______________ variabel yang diteliti
- - - - - - - - - - - - - variabel yang tidak diteliti
Konsep Kebidanan
Etika Profesi Komunikasi
& Konseling ASKEB I ASKEB II ASKEB III ASKEB IV
ASKEB V
ASKEB Neonatus, bayi & balita
Kesehatan Reproduksi
Pelayanan KB
Dokumentasi
PKK I
Penguasaan
Mata Kuliah
Inti
Kebidanan
PKK II dan PKK III Mutu Layanan
Kebidanan Metoda Penelitian Karya Tulis Ilmiah
10
10
Sikap
Terhadap
Profesi Bidan
1.6. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik dengan menggunakan
pendekatan cross sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
data sekunder (data kuantitatif) berupa rata-rata kumulatif nilai akhir mata kuliah
inti kebidanan yang diambil dari catatan nilai pada dokumen yang ada dan data
primer (Data kualitatif yang diubah menjadi data kuantitatif) berupa angket atau
kuisioner yang berisi sikap terhadap profesi bidan.
Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh Mahasiswi Kebidanan Kelas
Reguler Semester V STIKes Dharma Husada Bandung yang berjumlah 88
orang. Dalam hal ini peneliti tidak melakukan pengambilan sampel. Pengolahan
data dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 13.0 for windows.
1.7. Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian adalah STIKes Dharma Husada Bandung Jurusan
Kebidanan. Waktu pembuatan Laporan Tugas Akhir dilakukan dari bulan
Desember s.d Maret 2008. Sedangkan waktu pengambilan data dilakukan pada
tanggal 17-18 Januari 2008.
11
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kurikulum
2.1.1. Definisi Kurikulum
Menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/ U/ 2000
Bab I pasal 1 No.6, kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara
penyampaian dan penilaian yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan belajar mengajar di perguruan tinggi (16).
Dalam proses belajar mengajar, peran kurikulum sangat penting.
Kurikulum yang menjadikan dasar penyelenggaraan program studi. Kurikulum
juga berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan.
Kurikulum di suatu perguruan tinggi berisi uraian tentang jenis program yang
diselenggarakan, bagaimana menyelenggarakannya serta siapa yang
bertanggung jawab.
2.1.2. Pembagian Kurikulum
Menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/ U/ 2000
tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian
12
12
Belajar Mahasiswa, kurikulum perguruan tinggi termasuk program diploma
terdiri dari kelompok MPK, MKK, MKB, MPB dan MBB :
a. MPK (Mata kuliah Pengembangan Kepribadian) adalah sekelompok
bahan kajian dan pelajaran untuk mengembangkan manusia indonesia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi
pekerti luhur, berkepribadian mantap, serta mempunyai rasa tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
b. MKK (Mata kuliah Keilmuan dan Keterampilan) adalah kelompok bahan
kajian dan pajaran yang yang ditunjukan terutama untuk memberikan
landasan penguasaan ilmu dan keterampilan tertentu.
c. MKB (Mata kuliah Keahlian Berkarya) adalah kelompok bahan kajian dan
pelajaran yang bertujuan menghasilkan tenaga ahli dengan kekaryaan
berdasarkan dasar ilmu dan kterampilan yang dikuasai.
d. MPB (Mata kuliah Perilaku Berkarya) adalah kelompok bahan kajian dan
pelajaran yang bertujuan untuk membentuk sikap dan perilaku yang
diperlukan seseorang untuk berkarya menurut tingkat keahlian
berdasarkan dasar ilmu dan keterampilan yang dikuasai.
e. MBB (Mata kuliah Berkehidupan Bermasyarakat) adalah kelompok bahan
kajian dan pelajaran yang diperlukan seseorang untuk dapat memahami
13
13
kaidah kehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam
berkarya.
2.1.3. Fungsi Kurikulum
Adapun fungsi kurikulum perguruan tinggi diantaranya yaitu(16):
a. Bagi Mahasiswa
Bagi mahasiswa kurikulum berfungsi untuk mendapat sejumlah
pengetahuan dan pengalaman baru yang kelak dikemudian hari dapat
digunakan dan dikembangkan seiring dengan perkembangan zaman.
b. Bagi Dosen
i. Pedoman kerja menyusun dan mengorganisasikan kegiatan belajar
para mahasiswa.
ii. Pedoman mengadakan evaluasi terhadap perkembangan mahasiswa
dalam rangka menyerap sejumlah ilmu pengetahuan dan pengalaman
yang diberikan.
c. Bagi Penyelenggara Pendidikan
i. Pedoman mengadakan fungsi supervisi yaitu memperbaiki situasi
belajar.
ii. Pedoman melaksanakan fungsi supervisi dalam memberikan bantuan
kepada dosen untuk memperbaiki situasi mengajar.
14
14
iii. Pedoman melaksanakan fungsi supervisi dalam memberikan bantuan
kepada dosen untuk memperbaiki situasi mengajar.
iv. Pedoman memperkembangkan kurikulum lebih lanjut sesuai dengan
perkembangan yang ada.
v. Pedoman mengadakan evaluasi kemajuan belajar mengajar.
d. Bagi Orang Tua Mahasiswa
Bagi orangtua mahasiswa, kurikulum memiliki fungsi memberikan
pengetahuan bagi orangtua tentang apa yang dipelajari putra putrinya,
membantu usaha perguruan tinggi dalam memajukan putra-putrinya.
2.2. Penguasaan Mata Kuliah Inti kebidanan
Penguasaan adalah suatu proses atau cara, perbuatan menguasai/
menguasakan. Penguasaan juga dapat diartikan pemahaman atau kesanggupan
untuk menggunakan pengetahuan. Atau juga dapat diartikan sebagai
pemahaman atau kesanggupan untuk menggunakan kepandaian(13).
Penguasaan Mata Kuliah Inti Kebidanan adalah memiliki sifat paham atau
sanggup menguasai pengetahuannya yang dalam hal ini yaitu pengetahuan
dalam bidang kebidanan. Pengetahuan tersebut terdapat dalam mata kuliah
pokok atau mata kuliah wajib sebuah kurikulum yang dimiliki oleh sebuah
institusi kebidanan.
15
15
Mata kuliah inti kebidanan adalah berbagai mata kuliah yang merupakan
salah salah satu tubuh pengetahuan kebidanan (Body of Midwifery Knowledge)
yaitu ilmu kebidanan yang harus dikuasai mahasiswi kebidanan sebagai seorang
calon bidan (6). Ilmu kebidanan adalah dasar dari berbagai kompetensi atau
kemampuan yang dimiliki oleh bidan. Ilmu kebidanan tersebut antara lain
adalah:
1) Dasar-dasar Kebidanan (Perkembangan Kebidanan, registrasi, dan
organisasi profesi dan peran fungsi bidan).
2) Teori dan model konseptual kebidanan
3) Siklus Kehidupan wanita
4) Etika dan etiket kebidanan
5) Pengantar Kebidanan Profesional (konsep kebidanan, definisi dan
lingkup kebidanan dan manajemen kebidanan)
6) Teknik dan prosedur asuhan
7) Asuhan Kebidanan dalam kaitan kesehatan reproduksi (berdasarkan
siklus hisup kehidupan manusia dan wanita)
8) Tingkat dan jenis pelayanan kebidanan
9) Legislasi kebidanan
10) Praktik Klinik Kebidanan
16
16
Ilmu kebidanan tersebut pada kenyataannya merupakan beberapa mata
kuliah yang ada dalam kurikulum kebidanan. Mata kuliah tersebut yaitu terdiri
dari Mata kuliah Keahlian Berkarya (MKB) dan Mata kuliah Perilaku Berkarya
(MPB) (2, 13). Mata Kuliah tersebut antara lain:
A. MKB (Mata kuliah Keahlian Berkarya)
1) Askeb I (Asuhan Kebidanan Kehamilan),
2) Askeb II (Asuhan Kebidanan Persalinan),
3) Askeb III (Asuhan Kebidanan Nifas),
4) Askeb IV (Asuhan Kebidanan Patologi),
5) Askeb V (Asuhan Kebidanan Komunitas),
6) Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita
7) Kesehatan Reproduksi,
8) Pelayanan KB (Keluarga Berencana),
9) Dokumentasi Kebidanan,
10) PKK (Praktik Klinik Kebidanan).
B. MPB (Mata kuliah Perilaku Berkarya)
1. Konsep Kebidanan,
2. Etika Profesi dan Hukum Kesehatan,
3. Komunikasi dan Konseling,
4. Mutu Layanan Kebidanan,
17
17
5. Metoda Penelitian, dan
6. KTI (Karya Tulis ilmiah)
2.3. Belajar
2.3.1. Definisi Belajar
Untuk mendapatkan penguasaan Mata Kuliah yang sangat baik, tentu saja
harus memiliki suatu proses yang bermakna sehingga penguasaannya dapat
berhasil tersampaikan. Berbagai proses itu tentu tidak lepas dari suatu hal yang
selalu dilakukan manusia yaitu belajar.
Di kalangan ahli psikologi terdapat keragaman dalam mendefinisikan makna
belajar. Namun akhirnya terdapat kesamaan makna, bahwa definisi belajar itu
selalu menunjukan kepada suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang
berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu (22).
Belajar adalah proses yang terjadi dalam otak manusia. Saraf dan sel-sel otak
yang bekerja mengumpulkan semua yang dilihat oleh mata, didengar oleh telinga,
dan lain-lain, lantas disusun oleh otak sebagai hasil belajar. Itulah sebabnya orang
tidak bisa belajar jika fungsi otaknya terganggu (11).
Belajar merupakan perkayaan materi pengetahuan (material) dan atau
perkayaan pola-pola perilaku baru dengan proses pengisian jiwa melalui hafalan
(memorizing) pengetahuan dan pengalaman yang sebanyak-banyaknya. Belajar
18
18
juga merupakan perubahan perilaku dan pribadi secara keseluruhan. Pendapat ini
dikemukakan oleh para penganut Ilmu Jiwa Gestalt (22).
Jadi secara umum, pengertian belajar selalu berkaitan dengan perubahan, baik
yang meliputi keseluruhan tingkah laku individu maupun yang hanya terjadi pada
beberapa aspek dari kepribadian individu. Perubahan ini dengan sendirinya
dialami tiap-tiap individu atau manusia, terutama hanya sekali sejak manusia
dilahirkan. Sejak saat itu terjadi perubahan-perubahan dalam arti perkembangan
melalui fase-fasenya. Dan karena itu pula, sejak saat itu pula berlangsung proses
belajar (22).
2.3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Belajar
Secara fundamental, Dollar and Miller menegaskan bahwa keefektivan
perilaku belajar itu dipegaruhi oleh empat hal yaitu (22):
a. Adanya motivasi, siswa harus menghendaki sesuatu.
b. Adanya perhatian dan mengetahui sasaran, siswa harus memperhatikan sesuatu.
c. Adanya usaha, siswa harus melakukan sesuatu.
d. Adanya evaluasi dan pemantapan hasil, siswa harus memperoleh sesuatu.
Sedangkan secara garis besar, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar anak
atau individu dibagi dalam dua bagian. Kedua faktor tersebut saling berkaitan dan
mempengaruhi satu sama lain (11):
19
19
2.3.2.1. Faktor endogen
Faktor ini disebut juga dengan faktor internal, yakni semua faktor yang
berada dalam diri sendiri. Faktor ini meliputi dua faktor yaitu faktor fisik dan
faktor psikis.
a. Faktor Fisik
Faktor ini dikelompokan lagi menjadi beberapa faktor antara lain
faktor kesehatan. Misalnya anak yang kurang sehat maka daya tangkap
dan kemampuan belajarnya akan kurang dibandingkan dengan anak yang
sehat.
Selain faktor kesehatan, ada faktor lain yaitu faktor cacat-cacat yang
dibawa sejak anak berada di dalam kandungan. Keadaa cacat ini juga bisa
menghambat keberhasilan seseorang.
b. Faktor Psikis
Banyak faktor termasuk aspek psikis yang mempengaruhi kualitas dan
kuantitas perolehan pembelajaran, diantaranya:
i. Faktor intelegensi atau kemampuan
Faktor ini memiliki pengaruh karena pada kenyataannya orang
yang dikaruniai kemampuan yang tinggi maka dia akan mudah
mempelajari sesuatu. Sebaliknya, ada orang yang kemampuannya
kurang, sehingga mengalami kesulitan untuk mempelajari sesuatu.
20
20
Dengan demikian, perbedaan dalam mempelajari sesuatu
disebabkan antara lain oleh perbedaan pada taraf kemampuannya.
Kemampuan ini penting untuk mempelajari sesuatu.
ii. Faktor perhatian dan minat
Secara sederhana, minat berarti kecenderungan dan kegairahan
yang tinggi atau keinginan besar terhadap sesuatu. Bagi seorang
anak, mempelajari suatu hal yang menarik akan lebih mudah
menerima daripada yang tidak menarik.
Keinginan (minat) dan kemauan (kehendak) sangat
mempengaruhi corak perbuatan yang akan diperlihatkan seseorang.
Sekalipun seseorang mampu mempelajari sesuatu, tetapi bila tidak
memiliki minat dan tidak ada kehendak untuk mempelajari, ia
tidak bisa mengikuti proses belajar.
Minat erat pula hubungannya dengan perhatian yang dimiliki,
karena perhatian mengarahkan timbulnya kehendak pada
seseorang. Kehendak juga erat hubungannya dengan kondisi fisik/
psikis seseorang seperti sehat-sakit atau senang-tidak senang.
iii. Faktor bakat
Pada dasarnya, bakat mirip dengan intelegensi. Bakat
seseorang itu berbeda-beda. Seorang anak yang berbakat musik,
21
21
dia akan lebih cepat mempelajari musik. Orang tua terkadang
kurang memperhatikan faktor ini, sehingga mereka terkadang
memaksakan kehendaknya untuk menyekolahkan anaknya pada
keahlian tertentu tanpa mengetahui terlebih dahulu bakat yag
dimiliki anaknya. Pemaksaan kehendak ini akan berpengaruh
buruk terhadap prestasi belajar anak.
iv. Faktor motivasi
Motivasi adalah keadaan internal organisme yang
mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Karena belajar merupakan
suatu proses yang timbul dari dalam, motivasi memgang peranan
juga. Kekurangan atau ketiadaan motivasi, baik internal maupun
eksternal, akan menyebabkan kurang bersemangatnya anak dalam
melakukan proses pembelajaran.
v. Faktor Kematangan
Kematangan adalah tingkat perkembangan pada individu atau
organ-organnya sehingga sudah berfungsi sebagaimana mestinya.
Dalam proses belajar, kematangan ini datang menentukan. Oleh
karena itu, setiap usaha belajar akan lebih berhasil bila dilakukan
bersamaan dengan tingkat kematangan individu. Kematangan ini
erat kaitannya dengan masalah minat dan kebutuhan anak.
22
22
vi. Faktor Kepribadian
Faktor ini turut memegang peranan dalam belajar. Dalam
proses pembentukan kepribadian, ada beberapa fase yang harus
dilalui. Seorang anak yang belum mencapai fase tertentu akan
mengalami kesulitan jika ia dipaksa melakukan hal-hal yang
terjadi pada fase sekolah yang berbeda dengan fase yang telah
dilaluinya.
c. Faktor eksternal, yakni semua faktor yang berada di luar diri individu,
misalnya orang tua dan guru, atau kondisi lingkungan di sekitar individu.
2.3.2.2. Faktor eksogen
Faktor ini merupakan faktor yang berasal dari luar diri anak. Faktor ini
terdiri dari tiga hal yaitu:
a. Faktor keluarga
Keluarga adalah lembaga sosial terkecil dari masyarakat. Jadi keluarga
merupakan bagian dari masyarakat. Individu-individu yang baru
berkembang, yang dilahirkan dalam suatu keluarga, harus mengalami
proses belajar sehingga akan mengambil alih nilai-nilai yang umum
berlaku di kelompoknya.
Dalam hubungannya dengan belajar, faktor keluarga memiliki peranan
penting karena keadaan keluarga akan sangat menentukan berhasil
23
23
tidaknya anak dalam menjalin proses belajarnya. Faktor ini dibagi menjadi
3 aspek yakni:
i. Kondisi ekonomi keluarga
Faktor ekonomi sangat besar pengaruhnya terhadap kelangsungan
kehidupan keluarga dan keberhasilan anak.
ii. Hubungan emosional orangtua dan anak
Hubungan emosional berpengaruh dalam keberhasilan anak.
Misalnya dalam suasana rumah yang selalu ribut dengan pertengkaran
akan mengakibatkan terganggunya ketenangan dan konsenrasi anak,
sehingga tidak bisa belajar dengan baik.
iii. Cara mendidik anak
Biasanya, setiap keluarga memiliki spesifikasi dalam mendidik.
Ada keluarga yang menjalankan cara mendidik anaknya secara
diktator militer, ada yang demokratis, tetapi ada juga keluarga yang
acuh tak acuh dengan pendapat setiap anggota keluarga. Ketiga cara
mendidik ini, langsung atau tidak langsung, dapat berpengaruh pada
proses belajar anak.
b. Faktor sekolah
Faktor lingkungan sekolah seperti para guru, pegawai administrasi,
dan teman-teman sekolah, dapat mempengaruhi semangat belajar seorang
24
24
anak. Bimbingan yang baik dan sistematis dari guru terhadap pelajar yang
mendapat kesulitan-kesulitan dalam belajar, bisa membantu kesuksesan
anak dalam belajar.
c. Faktor lingkungan lain
Faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil belajar misalnya karena jarak
antara rumah dan sekolah yang jauh, sehingga memerlukan kendaraan
untuk keperluan perjalanan yang relatif cukup lama atau faktor teman
bergaul dan aktivitas dalam masyarakat yang dapat mempengaruhi
kegiatan belajar anak.
2.3.3. Belajar sebagai Suatu Proses
Kata Proses berasal dari bahasa latin ”processus” yang artinya ”berjalan ke
depan”. Proses adalah runtutan perubahan (peristiwa) dalam perkembangan sesuatu,
atau merupakan rangkaian tindakan, pembuatan, atau pengolahan yang menghasilkan
produk. Proses juga dapat dikatakan sebagai perkara di pengadilan (12).
Seorang peneliti bermana Reber mengatakan bahwa proses belajar adalah
langkah-langkah yang memungkinkan timbulnya beberapa perubahan serta
tercapainya hasil-hasil tertentu (11). Apabila proses belajar telah berjalan dengan baik
maka kelak akan memberikan hasil yang baik, yang nanti akan disebut sebagai ”hasil
belajar”.
25
25
Proses dalam belajar merupakan faktor yang paling penting, karena proses
sebetulnya menekankan kreativitas. Pada umumnya, proses berkenaan dengan cara
belajar berkembang, bagaimana siswa bergaul dengan guru dan bagaimana siswa
terlibat dalam proses tersebut.
Menurut seorang peneliti Indonesia Soepartinah Pakasi bahwa beberapa sifat
proses belajar adalah:
1. Belajar merupakan suatu interaksi antara anak dan lingkungan .
2. Belajar berarti berbuat
3. Belajar berarti ”mengalami”
4. Belajar adalah suatu aktivitas yang bertujuan
5. Belajar memerlukan motivasi
6. Belajar memerlukan kesiapan pada pihak anak
7. Belajar memerlukan kesiapan pada pihak anak
Selain itu, mekanisme proses belajar yang berlangsung dalam diri siswa dapat
diterangkan sebagai berikut (22):
i. Pertama, siswa merasakan adanya kebutuhan. Misalnya ingin meningkatkan
atau mempertahankan prestasinya.
ii. Kedua, siswa menyadari bahwa cara-cara belajar yang selama ini biasa ia
gunakan atau keterampilan-keterampilan yang dia miliki ternyata tidak
26
26
memadai lagi digunakan untuk meningkatkan atau mempertahankan
prestasinya.
iii. Ketiga, mencoba melakukan cara-cara atau pola-pola belajar yang telah
diketahui dan dipilihnya di dalam praktik. Hasilnya dapat berhasil ataupun
tidak. Jika ternyata berhasil, siswa cenderung untuk menggunakannya kembali
dalam menghadapi tantangan, situasi atau masalah yang serupa.
Dari proses belajar di atas, dapat dikatakan bahwa siswa akan mulai akan belajar
kalau diawali dengan menciptakan situasi yang dapat menimbulkan keinginan atau
rasa kebutuhan dalam diri siswa, untuk memperoleh sikap atau keterampilan baru.
Kemudian siswa mencoba melakukannya dan akhirnya siswa terutama guru dapat
menimbang apakah benar hasil pekerjaannya itu dapat memenuhi kebutuhan tadi.
2.3.4. Cara Penilaian Belajar
Belajar pada akhirnya membutuhkan penilaian untuk mengetahui hasilnya
seperti apa. Dalam kaitannya dengan penyusunan alat-alat penilaian, ada beberapa
langkah yang harus ditempuh yaitu (23):
1. Menelaah kurikulum dan buku pelajaran agar dapat ditentukan lingkup
pertanyaan, terutama materi pelajaran, baik keluasannya maupu kedalamannya.
2. Merumuskan tujuan instruksional khusus sehingga tujuannya jelas.
3. Membuat kisi-kisi alat penilaian.
27
27
4. Menyusun atau menulis soal-soal berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat.
5. Membuat dan menentukan kunci jawaban dan standar penskoran untuk setiap
soal.
Dalam melakukan penilaian atau evaluasi proses pembelajaran hendaknya
dengan kegiatan yang komprehensif dan kontinyu (menyeluruh dan terus menerus)
menyangkut pribadi siswa. Yang dimaksud dengan penilaian pribadi siswa secara
menyeluruh adalah:
a. Penilaian yang dilaksanakan tidak hanya mencakup satu aspek tingkah laku saja,
misalnya menilai sejauh mana siswa dapat mengulang kembali data-data yang
telah disampaikan oleh guru (recall), tetapi ingin diketahui pula pemahaman
materi yang diberikan, bagaimana menggunakannya (aplikasinya), menganalisa
dan aspek tingkah laku lainnya.
b. Penilaian yang menjurus kepada penentuan:
i. Prestasi Belajar
ii. Kemampuan dasar seperti bakat, kebiasaan, apresiasi, inisiatif, hubungan
sosial, intelegensi, dsb.
Terdapat dua cara penilaian yang dapat ditempuh dalam melaksanakan
penilaian yaitu dengan cara kualitatif dan cara kuantitatif. Cara kualitatif yaitu cara
hasil penilaian yang diberikan dalam bentuk angka, misalnya dari 0 s.d. 10.
28
28
sedangkan cara kuantitatif yaitu cara dimana hasil penilaian dalam bentuk pernyataan
verbal, misalnya baik, cukup, kurang, memuaskan, dsb.
Sedangkan teknik penilaian yang digunakan di sekolah dapat dikelompokan
menjadi 2 golongan yaitu teknik tes (digunakan untuk menilai kemampuan siswa
yang mencakup pengetahuan dan keterampilan sebagai hasil belajar, bakat khusus
dan bakat umum) dan teknik non tes (digunakan untuk menilai karakteristik lainnya
dari siswa misalnya minat, sikap, dan kepribadian).
Tes sebagai alat penilaian dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang diberikan
kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan),
dalam bentuk tulisan (tes tertulis baik tes uraian maupun tes objektif), atau dalam
bentuk perbuatan (tes tindakan). Melalui tes tertulis ataupun tes lisan biasanya dinilai
aspek-aspek kemampuan yang bersifat kognitif, sedangkan pada tes perbuatan
lazimnya yang dinilai adalah aspek kemampuan yang bersifat psikomotor (23).
2.3.5. Hasil Belajar
Suatu kegiatan belajar dapat dikatakan efisien jika usaha belajar tertentu
memberikan prestasi belajar yang tinggi yang kemudian menjadi paham menguasai
materi yang telah dipelajari (11). Hasil belajar ini akan muncul sesuai dengan ranah
yang dia pahami. Untuk mempermudah sistematikanya, dapat kita gunakan
penggolongan perilaku menurut Bloom dalam kawasan kognitif, afektif, dan
29
29
psikomotor. Beberapa indikator dan kemungkinan cara mengungkapkannya secara
garis besar dapat digambarkan dalam tabel di bawah ini (22):
Tabel 2.1. Indikator Hasil Belajar dan Cara Pengukurannya
Jenis Hasil Belajar Indikator-indikator Cara Pengukuran
A. Kognitif
i. Pengamatan/
perseptual
ii. Hafalan/ ingatan
iii. Pengertian/
pemahaman
iv. Aplikasi/
penggunaan
v. Analisis
vi. Sintesis
vii. Evaluasi
- dapat menunjukan/
membandingkan/
menghubungkan
- dapat menyebutkan/
menunjukan lagi
- dapat menjelaskan/
mendefinisikan dengan kata-
kata sendiri
- dapat memberikan contoh/
menggunakan dengan tepat/
memecahkan masalah
- dapat menguraikan/
mengklasifikasikan
- dapat menghubungkan/
menyimpulkan/
menggeneralisasikan
- dapat menginterprestasikan/
memberi kritik/
pertimbangan/ penilaian
- tugas/ tes/ observasi
- pertanyaan/ tugas/ tes
- pertanyaan/ soalan/ tes/
tugas
- persoalan/ tes/ tugas
- tugas/ persoalan/ tes
- tugas/ persoalan/ tes
- tugas/ persoalan/ tes
-
30
30
B. Afektif
i. Penerimaan
ii. Sambutan
iii. Penghargaan/
apresiasi
iv. Pendalaman/
internalisasi
v. Karakterisasi/
penghayatan
- bersikap menerima/
menyetujui atau sebaliknya
- bersedia terlibat/ partisipasi/
memanfaatkan/ sebaliknya
- memandang penting/ bernilai/
berfaedah/ harmonis/ indah
atau sebaliknya
- mengakui/ mempercayai/
meyakinkan atau sebaliknya
- melembagakan/
membiasakan/ menjelmakan
dalam pribadi dan perilaku
sehari-hari.
-
- pertanyaan/tes/ skala
sikap
- tugas/ observasi/ tes
- skala penilaian/ tugas/
observasi
- skala sikap/tugas
ekspresi/proyektif
- observasi/ tugas
ekspresi/ proyektif
-
C. Psikomotor
i. Keterampilan
bergerak/ bertindak
ii. Keterampilan
ekspresi verbal dan
non verbal
- koordinasi mata, tangan dan
kaki
- gerak, mimik, ucapan.
- tugas/observasi/ tes
tindakan
- tugas/observasi/ tes
tindakan
2.4. Sikap
2.4.1 Definisi Sikap
Sikap merupakan istilah yang paling banyak dibahas dalam ilmu psikologi,
khususnya mengenai bidang ilmu psikologi sosial. Meskipun demikian, istilah sikap
31
31
ini telah menjadi istilah umum dalam bahasa sehari-hari yang pengertiannya tidak
banyak menyimpang dari konotasinya.
Sikap merupakan keteraturan tertentu dalam hal perasaan, pemikiran, dan
predisposisi tindakan seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya (6).
Sikap juga dikatakan sebagai kecenderungan untuk bertindak, berfikir,
berpersepsi, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap
bukanlah perilaku, tetapi lebih merupakan kecenderungan untuk berprilaku dengan
cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap bisa berupa orang, benda, tempat,
gagasan, situasi, atau kelompok (12).
Sikap adalah juga respon tertutup seseorang terhadap stimuli atau objek
tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat, emosi yang bersangkutan (senang-
tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dsb) (4).
Kajian-kajian sikap sebagai upaya untuk menyusun konsepsi mengenai
tingkah laku manusia, menurut Azwar yaitu bahwa sikap adalah sebagai suatu bentuk
evaluasi atau reaksi perasaan terhadap objek sikap dari kontinum perasaan
mendukung atau memihak (favorable) sampai perasaan tidak mendukung
(unfavorable). Dikatakan sebagai respon evaluatif karena seseorang dalam
menentukan sikapnya terhadap suatu objek dapat melalui penilaian-penilaian yang
terjadi di dalam perasaannya. Penilaian-penilaian tersebut ada yang memihak dan ada
yang memiliki derajat afek negatif, artinya perasaanya tidak mendukung (5).
32
32
Selain itu, sikap merupakan kesiapan atau kecenderungan potensial terhadap
suatu objek dengan cara-cara tertentu apabila individu dihadapkan dengan stimulan.
2.4.2 Komponen Sikap
Kothandapani (dalam Middlebrook) merumuskan sikap ke dalam tiga
komponen yaitu komponen kepercayaan (komponen kognitif), komponen
emosional atau perasaan (komponen afektif), dan komponen tindakan (konatif
atau perilaku) (4,5,12). Teori mengatakan bahwa apabila salah satu saja diantara
ketiga komponen sikap tidak konsisten dengan yang lain, maka akan terjadi
ketidakselarasan yang menyebabkan timbulnya mekanisme perubahan sikap
sedemikian rupa sehingga konsistensi itu tercapai kembali.
a. Komponen Kognitif
Komponen ini berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang
berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.contohnya mengenai sikap
terhadap lokalisasi pelacuran. Dalam hal ini, komponen kognitif sikap
terhadap lokalisasi pelacuran adalah apa saja yang dipercayai sseorang
mengenai lokalisasi termaksud. Seringkali, apa yang dipercayai seseorang
itu merupakan stereotipe atau sesuatu yang telah terpolakan dalam
fikirannya.
33
33
Kepercayaan datang dari apa yang telah kita lihat atau apa yang telah
kita ketahui. Berdasarkan apa yang telah kita lihat itu kemudian terbentuk
suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum suatu objek
(5).
Kemudian kepercayaan ini terus berkembang. Pengalaman pribadi, apa
yang diceritakan orang lain, dan kebutuhan emosional kita sendiri
merupakan determinan utama dalam terbentuknya kepercayaan.
Pengalaman pribadi yang digeneralisasikan ini lalu membentuk stereotipe.
Apabila stereotipe ini sudah berakar sejak lama, maka orang kemudian
akan memiliki sikap yang lebih didasarkan pada predikat yang dilekatkan
oleh pola stereotipenya dan bukan didasarkan pada objek sikap tertentu.
Sikap yang didasari pola stereotif semacam ini biasanya sangat sulit untuk
menerima perubahan (5).
b. Komponen Afektif
Komponen ini menyangkut masalah emosional subjektif seseorang
terhadap suatu objek sikapyang sering disamakan dengan perasaan yang
dimiliki terhadap sesuatu. Namun, pengertian perasaan pribadi seringkali
sangat berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap. Pada
umumnya, reaksi emosional yang merupakan komponen afektif ini banyak
34
34
dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang kita percayai sebagai benar
dan berlaku bagi objek termaksud (5).
Sebagai contoh, dua orang yang memiliki sikap negatif terhadap
pelacuran misalnya, yang seorang tidak menyukai pelacuran dan
ketidaksukaannya ini berkaitan dengan ketakutan akan akibat perbuatan
pelacuran. Sedangkan orang kedua mewujudkan ketidaksukaannya itu
dalam bentuk benci atau jijik terhadap segala sesuatu yang menyangkut
pelacuran.
c. Komponen Konatif
Komponen ini menunjukan bagaimana kecenderungan berperilaku
yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek yang dihadapinya.
Hal ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak
mempengaruhi perilaku. Maksudnya, bagaimana orang berperilaku dalam
situasi tertentu dan terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh
bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut.
Kecenderungan berperilaku, secara konsisten selaras dengan kepercayaan
dan perasaan ini membentuk sikap individual. Karena itu, adalah logis
untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang akan dicerminkan dalam
bentuk tendensi perilaku terhadap objek. Apabila orang percaya bahwa
35
35
daging kuda tidak enak rasanya, dan ia merasa tidak suka dengan daging
kuda, maka wajarlah apabila ia tak akan mau memakan daging kuda (5).
2.4.3. Proses Perubahan Sikap
Pemahaman mengenai proses perubahan sikap sangat diperlukan karena
sebagai manusia kadang-kadang kita berperan sebagai agen perubahan dan kadang-
kadang berperan sebagai subjek perubahan.
Untuk mengubah suatu sikap, kita harus ingat bagaimana sikap dengan pola-
polanya dibentuk. Sikap bukan diperoleh karena keturunan, tetapi dari pengalaman,
lingkungan, orang lain, terutama dari pengalaman yang sangat berkesan (11). Faktor
yang dianggap sangat berpengaruh dalam mengarahkan sikap kepada bentuk yang
dikehendaki yaitu faktor eksternal. Faktor ini merupakan faktor yang ada di luar
individu yaitu dengan sengaja dimaksudkan untuk mempengaruhi sikap manusia
sehingga dengan sadar atau tidak sadar individu yang bersangkutan akan mengadopsi
sikap tersebut (5).
Perubahan sikap pada individu dapat terjadi secara mudah dan sukar. Hal ini
bergantung pada kesiapan seseorang untuk menerima atau menolak rangsangan yang
datang kepadanya. Selain itu, terjadinya perubahan sikap individu ini seiring dengan
pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut karena
perkembangan itu dapat menimbulkan pergesaran nilai dan norma, baik dalam bidang
36
36
ekonomi, sosial, politik dan sebagainya. Dalam pandangan beberapa peneliti (Krech,
Crutchfield, dan Ballachey), keterubahan suatu sikap bergantung pada karakteristik
sistem sikap, kepribadian individu, dan seberapa besar dukungan kelompok terhadap
individu (11).
Usaha yang dilakukan untuk pengubahan sikap dapat dilakukan dengan
persuasi. Persuasi adalah usaha pengubahan sikap individu dengan memasukan ide,
fikiran, pendapat dan bahkan fakta baru lewat pesan-pesan komunikatif. Pesan yang
disampaikan dimaksud untuk menimbulkan kontradiksi dan inkonsisten diantara
komponen sikap individu atau diantara sikap sikap dan perilakunya sehingga
menggangu kestabilan sikap dan membuka peluang terjadinya perubahan yang
dinginkan (5).
Beberapa teori yang menjelaskan mengenai proses pendekatan perubahan
sikap berdasarkan persuasi yaitu (5):
a. Pendekatan Tradisional
Pada umumnya pendekatan persuasi ini meliputi beberapa unsur yaitu sumber
(source) sebagai komunikator yang membawa pesan (message-communication)
kepada mereka yang sikapnya hendak diubah (audience). Peran kesemua unsur
dalam komunikasi persuatif ini ditelaah melalui studi dan riset sehingga melahirkan
konsep dan teori mengenai strategi dalam usaha pengubahan sikap manusia.
37
37
Satu model yang dilakukan dengan pendekatan tradisional dalam usaha
pengubahan sikapnya yaitu model studi Yale yang dikemukakan oleh Fishbein dan
Ajzen. Model ini beranggapan bahwa efek suatu komunikasi berupa perubahan
sikap (respon) tergantung pada sejauh mana komunikasi itu diperhatikan, dipahami,
dan diterima.
b. Pendekatan Teori Kognitif
Pendekatan perubahan sikap ini merupakan pendekatan yang bersifat modern
karena memusatkan perhatiannya pada analisa respons kognitif, yaitu suatu usaha
untuk memahami apa yang dipikirkan orang sewaktu mereka dihadapkan pada
rangsangan persuatif dan bagaimana pikiran serta proses kognitif yang berkaitan
dapat menentukan apakah mereka mengalami perubahan sikap dan sejauhmana
perubahan itu terjadi.
Analisa ini dilakukan dengan membuka dua jalur bagi seseorang yang telah
menerima pesan persuatif. Jalur tersebut yaitu jalur sentral (central route) dan jalur
peripheral (peripheral route). Jalur sentral terjadi apabila individu memberikan
perhatian penuh terhadap pesan dan argumentasinya. Disini akan terjadi pemikiran
yang hati-hati dan mendalam, penuh pertimbangan mengenai argumentasi yang
dapat disimpulkan dari pesan yang disampaikan. Sedangkan jalur peripheral terjadi
apabila dilakukan tanpa pemikiran yang mendalam. Bahkan hampir secara
otomatis, persuasi mendapat respon langsung dari invidu. Jalur periferal ini
38
38
cenderung dilalui apabila target atau subjek persuasi dalam keadaan terpecah
konsentrasinya sehingga tidak dapat menaruh perhatian penuh dan tidak dapat
melakukan analisis mendalam terhadap isi pesan yang disampaikan.
c. Pendekatan Belajar-Pesan
Pendekatan ini mengatakan bahwa berdasarkan variabel yang berpengaruhnya
(sumber, pesan, target, dan saluran) maka proses yang paling dasar dalam
pengubahan sikap manusia adalah atensi (perhatian), pemahaman, penerimaan, dan
retensi. Hasil yang dapat diperoleh apabila pendekatan ini berhasil yaitu adanya
perubahan keyakinan, perubahan sikap, dan perubahan perilaku.
Perbedaan pendekatan ini dengan pendekatan tradisional yaitu bahwa
disamping faktor sumber, pesan, dan target maka dalam pendekatan belajar-pesan
terdapat faktor saluran atau jalur komunikasi yang digunakan dan dianggap sangat
penting peranannya dalam menentukan efektivitas persuatif. Komunikasi dapat
disampaikan lewat berbagai media atau saluran.
Suatu penelitian dari Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadopsi suatu perilaku batu (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut
terjadi proses perubahan sikap secara berurutan yaitu (29):
1. Awareness (kesadaran)
Yaitu orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus atau
rangsangan (objek) terlebih dahulu. Dalam tahap ini orang sudah mengetahui
39
39
bahwa objek tersebut dapat membuat hal yang lebih baik. Misalnya, seorang
ibu memiliki sikap sadar bahwa penyakit polio berbahaya dan telah
mendengar dari media tentang penyakit polio.
2. Interest (tertarik)
Yaitu orang mulai tertarik pada stimulus atau rangsangan objek yang ada.
Dalam tahap ini, orang memperhatikan dengan seksama stimulus yang
diberikan. Misalnya, sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan
dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.
3. Evaluation (Evaluasi)
Yaitu menimbang-nimbang baik atau tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.
Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. Responden akan
memberikan jawaban apabila ditanya, bertanya jika tidak mengerti, atau
mengerjakan tugas yang diberikan. Hal ini merupakan suatu indikasi dari
sikap, karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan misalnya,
berarti responden menerima ide tersebut dan mencari yang benar dan tidaknya
atau baik dan buruknya.
4. Trial
Yaitu orang telah mulai mencoba perilaku baru. Misalnya seorang ibu mulai
40
40
pergi untuk menimbangkan anaknya ke Posyandu karena dinilai baik untuk
melihat perkembangan anaknya.
5. Adoption (adopsi)
Yaitu orang telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan
sikapnya terhadap stimulus. Orang tersebut bertanggung jawab atas segala
sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risikonya. Misalnya seorang ibu
menjadi akseptor KB, meskipun mendapat tantangan dari mertuanya sendiri.
2.4.4 Pengukuran Sikap
Untuk mengukur sikap, perlu diadakan pengukuran dengan menggunakan alat
yang dipandang tepat. Salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengukur
kecenderungan sikap seseorang adalah skala sikap (5,11,18).
Tujuan pengukuran sikap adalah untuk memperoleh gambaran yang sesuai
tentang individu atau kelompok yang diteliti. Pengukuran sikap tidaklah dapat
dilakukan secara langsung (direct quentioning) maupun cara-cara observasi terhadap
tingkah laku. Metode pengukuran sikap yang dapat diandalkan dan dapat memberikan
penafsiran terhadap manusia adalah pengukuran sikap (5,18).
Dengan demikian, sikap dapat diukur dengan memperhatikan kecenderungan
perilaku individu yang menggambarkan arah dan intensitas sikap seseorang terhadap
41
41
suatu objek sikap. Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan mengobservasi tingkah
laku yang tampak dari individu atau dapat dengan cara menyimpulkan pernyataan-
pernyataan dari individu yang meliputi perasaan, keyakinan, serta kecenderungan
untuk merespon sikap. Selain itu, konsistensi antara kepercayaan sebagai komponen
kognitif, perasaan sebagai komponen afektif, dan dengan kecenderungan berperilaku
sebagai komponen konatif seperti itulah yang menjadi landasan dalam usaha
penyimpulan sikap yang dicerminkan oleh jawaban terhadap skala sikap.
Dilihat dari jenisnya, ada beberapa model skala yang dapat dijadikan sebagai
alat pengukur sikap seseorang. Beberapa diantaranya yaitu skala likert, skala model
Thurstone, Skala Model Gollman dan sebagainya (5,18). Skala pengukuran sikap dalam
penelitian ini adalah skala model Likert.
Skala model likert memiliki beberapa kelebihan, yaitu lebih mudah, lebih
murah, dan penilai perlu kehilangan sikap subjektivitasnya karena yang ditanyakan
adalah benar-benar sikap dirinya sendiri. Adapun kelemahannya terutama yang
menyangkut adanya tuntutan jangan sampai terjadi pernyataan yang seharusnya
negatif mengandung pengertian positif. Pada skala likert, setiap butir pernyataan
harus jelas positif dan negatifnya, dengan memperhatikan objek sikap. Di dalam
membuat skor untuk pokok-pokok skala likert, dinyatakan dengan “sangat setuju”
yang menerima lima angka, “setuju” yang menerima empat angka, “agak setuju”
yang menerima tiga angka, “tidak setuju” yang menerima dua angka, dan “sangat
42
42
tidak setuju” yang menerima satu angka. Sedangkan untuk pernyataan negatif,
pemberian skor dilakukan sebaliknya (10).
2.5. Profesi Bidan
Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan
terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi
profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang
profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran,
keuangan, militer, dan teknik.
Profesi adalah pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan adalah profesi. Profesi
mempunyai karakteristik sendiri yang membedakannya dari pekerjaan lainnya. Di
bawah ini merupakan karakteristik umum profesi, namun tidak semua ciri ini
berlaku dalam setiap profesi (15):
1. Keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoritis: Profesional
diasumsikan mempunyai pengetahuan teoritis dan memiliki keterampilan
yang berdasar pada pengetahuan tersebut dan bisa diterapkan dalam praktik.
2. Asosiasi profesional: Profesi biasanya memiliki badan yang diorganisasi oleh
para anggotanya, yang dimaksudkan untuk meningkatkan status para
anggotanya. Organisasi profesi tersebut biasanya memiliki persyaratan khusus
untuk menjadi anggotanya.
43
43
3. Pendidikan formal: Profesi biasanya memerlukan pendidikan yang lama
dalam jenjang pendidikan tinggi.
4. Ujian kompetensi: Sebelum memasuki organisasi profesional, biasanya ada
persyaratan untuk lulus dari suatu tes yang menguji terutama pengetahuan
teoritis.
5. Pelatihan institusional: Selain ujian, juga biasanya dipersyaratkan untuk
mengikuti pelatihan institusional dimana calon profesional mendapatkan
pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh organisasi. Peningkatan
keterampilan melalui pengembangan profesional juga dipersyaratkan.
6. Lisensi: Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi sehingga
hanya mereka yang memiliki lisensi yang dianggap bisa dipercaya.
7. Otonomi kerja: Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan
teoritis mereka agar terhindar adanya intervensi dari luar.
8. Kode etik: Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para
anggotanya dan prosedur kedisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan.
9. Mengatur diri: Organisasi profesi harus bisa mengatur organisasinya sendiri
tanpa campur tangan pemerintah. Profesional diatur oleh mereka yang lebih
senior, praktisi yang dihormati, atau mereka yang berkualifikasi paling tinggi.
44
44
10. Layanan publik: Diperolehnya penghasilan dari kerja profesinya dapat
dipertahankan selama berkaitan dengan kebutuhan publik, seperti layanan
dokter berkontribusi terhadap kesehatan masyarakat.
11. Status dan imbalan yang tinggi: Profesi yang paling sukses akan meraih status
yang tinggi dan imbalan yang layak bagi para anggotanya. Hal tersebut bisa
dianggap sebagai pengakuan terhadap layanan yang mereka berikan bagi
masyarakat.
Sedangkan bidan merupakan profesi yang diakui secara nasional maupun
internasional dengan sejumlah praktisi dunia. Menurut International
Confederation of Midwives (ICM), pengertian bidan adalah seseorang yang telah
menyelesaikan program pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta memiliki
kualifikasi dan diberi ijin untuk menjalankan praktik kebidanan di negeri itu. Dia
harus mampu memberikan supervisi, asuhan dan memberikan nasihat yang
dibutuhkan kepada wanita selama masa hamil, persalinan dan masa pasca
persalinan (post partum period), memimpin persalinan atas tanggung jawabnya
sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak. Asuhan ini termasuk tindakan
pencegahan, pendeteksian kondisi abnormal pada ibu dan bayi, dan
mengupayakan bantuan medis serta melakukan tindakan pertolongan gawat
darurat pada saat tidak hadirnya tenaga lainnya. Dia memiliki tugas penting dalam
konsultasi dan pendidikan kesehatan, tidak hanya untuk wanita tersebut tapi juga
45
45
untuk keluarga dan komunitasnya. Pekerjaan tersebut termasuk pendidikan
antenatal, dan persiapan untuk menjadi orang tua, yang meluas ke daerah tertentu
untuk ginekologi, KB, dan asuhan anak. Dia bisa berpraktik di RS, klinik, unit
kesehatan, rumah perawatan atau tempat-tempat pelayanan lainnya. (6)
Dari pengertian tersebut terlihat sedemikian luas dan dalamnya profesi bidan,
maka dapat dikatakan bahwa bidan Indonesia adalah seorang bidan yang telah
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan
lulus ujian dengan persyaratan yang berlaku. Jika melakukan praktik, yang
bersangkutan harus memiliki kualifikasi agar mendapatkan lisensi untuk praktik
(6).
Menurut IBI, Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan bidan yang diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai
dengan persyaratan yang berlaku, dicatat, dan diberi ijin secara sah untuk
menjalankan praktik. Menurut WHO,bidan adalah seseorang yang telah diakui
secara reguler dalam program pendidikan kebidanan, sebagaimana yang telah
diakui secara yuridis, dimana dia ditempatkan dan telah menyelesaikan
pendidikan kebidanan dan memperoleh ijin melaksanakan praktik kebidanan (21).
46
46
Profesi bidan adalah profesi tertua dunia yang ada sejak adanya peradaban
dunia. Bidan lahir sebagai seorang wanita terpercaya dalam mendampingi dan
menolong ibu-ibu yang melahirkan. (6,7).
Bidan sebagai profesi memiliki ciri-ciri tertentu yaitu:
1. Disiapkan melalui pendidikan formal agar lulusannya dapat melaksanakan
pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya secara profesional.
2. Dalam menjalankan tugasnya, bidan memiliki Standar Pelayanan Kebidanan,
Kode etik dan Etika Kebidanan.
3. Memiliki kewenangan kelompok IPTEK yang jelas dalam menjalankan
profesinya.
4. Memiliki kewenangan dalam menjalankan tugasnya (Permenkes No.572 Tahun
1996).
5. Memberikan pelayanan yang aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
6. Memiliki wadah organisasi profesi.
7. Memiliki karakteristik yang khusus dan dikenal serta dibutuhkan masyarakat.
8. Menjadikan bidan sebagai suatu pekerjaan dan sumber utama kehidupan.
Bidan sebagai profesi telah memiliki karakteristik profesi. Salah satu
karakteristiknya yang khas yaitu bahwa profesi bidan memiliki Batang Tubuh
Keilmuan Kebidanan. Disiplin keilmuan kebidanan memiliki karakteristik dan
47
47
spesifikasi baik objek forma maupun objek material. Objek forma disiplin keilmuan
kebidanan adalah cara pandang yang berfokus pada objek penelaahan dalam batas
atau ruang lingkup tertentu. Objek forma dari disiplin keilmuan kebidanan adalah
mempertahankan status kesehatan reproduksi termasuk kesejahteraan wanita sejak
lahir sampai masa tuanya termasuk berbagai implikasi dalam siklus kehidupannya.
Objek material disiplin keilmuan kebidanan adalah substansi dari objek
penelaahan dalam lingkup tertentu. Objek material dalam disiplin keilmuan
kebidanan adalah janin, bayi baru lahir, bayi dan anak bawah lima tahun (balita) dean
wanita secara utuh/ holistik dalam siklus kehidupannya (kanak-kanak, pra remaja,
remaja, dewasa muda, dewasa, lansia dini, dan lansia lanjut) yang berfokus kepada
kesehatan reproduksi.
2.6. Sikap terhadap Profesi Bidan
Sikap terhadap profesi bidan maksudnya yaitu respon seperti apa yang
ditunjukan seseorang yang merupakan calon bidan terhadap stimuli atau objek
tertentu, yang dalam hal ini adalah profesi bidan itu sendiri. Sikap ini sudah
melibatkan faktor pendapat, emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang,
setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dsb) dan telah mengandung komponen
afektif, kognisi dan konatif (4,5,11).
48
48
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, seorang profesi (termasuk bidan di
dalamnya) dalam menanggapi profesinya diperlukan usaha besar sehingga dapat
menjadi seorang yang sukses dengan profesinya. Usaha tersebut yaitu harus
memiliki(30):
1. Mentalitas Mutu
Seorang profesional menampilkan kinerja terbaik yang mungkin.
Dengan sengaja dia tidak akan menampilkan the second best (kurang dari
terbaik) karena tahu tindakan itu sesungguhnya adalah bunuh diri profesi.
Seorang profesional mengusahakan dirinya selalu berada di ujung terbaik
(cutting edge) bidang keahliannya. Dia melakukannya karena hakikat
profesi itu memang ingin mencapai suatu kesempurnaan nyata untuk
menjadi ideal.
2. Mentalitas Altruistik
Seorang profesional selalu dimotivasi oleh keinginan mulia berbuat
baik. Istilah baik di sini berarti berguna bagi masyarakat. Baik dapat juga
berarti goodness yang dipersembahkan bagi kemaslahatan masyarakat.
Profesi seperti bidan jelas sangat bermanfaat bagi masyarakat.
Mutu kerja seorang profesional tinggi secara teknis, tetapi nilai kerja
itu sendiri diabdikan demi kebaikan masyarakat yang didorong oleh
49
49
kebaikan hati, bahkan dengan kesediaan berkorban. Inilah yang disebut
altruisme.
3. Mentalitas melayani
Kaum profesional tidak bekerja untuk kepuasan diri sendiri saja tanpa
peduli pada sekitarnya. Mereka mencari kepuasannya dengan pelanggan
atau pemakai jasa profesionalnya yang telah puas setelah lebih dahulu
dilayani via interaksi kerja.
Kaum profesional lahir karena kebutuhan masyarakat pelanggan.
Seorang profesional bahkan dengan tegas mematok nilai moneter atas jasa
profesionalnya. Dengan ketegasan ini berarti dia berani melakukan tawar-
menawar rasional dengan para pelanggannya. Maka seorang profesional
harus bisa melayani pelanggannya sebaik-baiknya dan diharapkan
melakukannya secara konsisten dengan segenap ketulusan serta kerendahan
hati sebagai apreasiasi atas kesetiaan pelanggannya di sepanjang karir
profesionalnya.
4. Mentalitas pembelajar
Seorang pekerja profesional adalah dia yang telah mendapat
pendidikan dan pelatihan khusus di bidang profesinya. Kompetensi tinggi
tidak mungkin dicapai tanpa disiplin belajar yang tinggi dan
berkesinambungan. Dan karena tuntutan masyarakat semakin lama semakin
50
50
tinggi maka belajar dan berlatih seumur hidup harus menjadi budaya kaum
profesional. Tanpa itu, sajian nilai pekerja profesional semakin lama
semakin tidak relevan.
5. Mentalitas Pengabdian
Seorang pekerja profesional memilih dengan sadar satu bidang kerja
yang akan ditekuninya sebagai profesi. Pilihannya ini biasanya terkait erat
dengan ketertarikannya pada bidang itu, bahkan ada semacam rasa
keterpanggilan untuk mengabdi di bidang tersebut. Pada awalnya, pilihan itu
dipengaruhi oleh bakat dan kemampuannya yang digunakannya sebagai
perhitungan peluang suksesnya. Namun kemudian berkembang sebagai
sebuah kebutuhan dan pengabdian antara pekerja dengan pekerjaannya.
6. Mentalitas Kreatif
Seorang pekerja profesional, sesudah menguasai kompetensi teknis di
bidangnya, berkembang terus ke tahap seni. Dia akan menemukan unsur
seni dan menghayati dalam pekerjaannya. Selanjutnya dapat memicu
kegairahan baru bagi para profesional untuk menjadi pekerja kreatif,
berdaya cipta, dan inovatif.
7. Mentalitas etis
Seorang pekerja profesional, setelah memilih untuk mengabdi dengan
profesinya maka dia akan menerima semua konsekuensi pilihannya, baik
51
51
manis maupun pahit. Misalnya pada profesi bidan yang menggeluti
moralitas kehidupan maka dia tidak akan menghianati etika dan moralitas
profesinya demi uang atau kekuasaan misalnya. Penghianatan profesi
disebut juga sebagai ketidaksetiaan pada moralitas dasar kaum profesional.
2.7. Hubungan Penguasaan Mata Kuliah Inti Kebidanan dengan Sikap terhadap
Profesi Bidan
Seperti yang telah dijelaskan bahwa salah satu ciri dari profesi bidan
yaitu bahwa bidan disiapkan melalui pendidikan bidan. Saat melalui proses
pendidikan tersebut, calon bidan harus memiliki prestasi belajar atau
penguasaan mata kuliah yang bagus. Penguasaan mata kuliah ini sangat erat
kaitannya dengan nilai yang dimiliki oleh mahasiswi, karena nilai
menunjukan seberapa besar kemampuan seorang mahasiswi terhadap mata
kuliah yang dipelajarinya.
Nilai sangat erat kaitannya dengan sikap . Nilai adalah suatu konsep,
eksplisit atau implisit, yang khas untuk seorang individu, atau suatu
kelompok, dari yang diiinginkan yang mempengaruhi seleksi modus, cara,
dan tujuan tindakan yang tersedia. Maka, sikap dan nilai ada kesamaan di
antara definisinya yang menonjol (12).
52
52
Diharapkan jika memiliki prestasi belajar yang baik yang ditonjolkan
dengan nilai baik atau tinggi maka akan memiliki sikap terhadap profesinya
yang baik pula. Karena pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal
adalah meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat
pengalaman dan proses belajar siswa. Namun demikian, pengungkapan
perubahan tingkah laku seluruh ranah itu sangat sulit. Hal ini disebabkan
perubahan hasil belajar itu ada yang bersifat intangible (tidak dapat diraba).
Oleh karena itu dapat dilihat salah satunya dengan mengunakan tes alternatif
keberhasilan belajar khususnya yang berdimensi ranah rasa seperti tes untuk
mengidentifikasi sikapnya terhadap profesi tersebut.
Data hasil penelitian yang dilakukan di Sampang (Madura) Tahun 1998
diperoleh ibu hamil yang memiliki pengetahuan rendah tentang kehamilan dan
berpendidikan dasar yang memiliki sikap untuk melakukan pemeriksaan
hamil lebih dari 4 kali hanya 39% dari 205 responden yang diteliti. Hal ini
menunjukan bahwa pengetahuan dan pendidikan seseorang berhubungan
dengan sikap untuk memelihara kehamilannya (26).
53
53
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan menggunakan pendekatan
cross sectional (8). Penelitian ini untuk mengetahui adakah hubungan antara
penguasaan mata kuliah inti kebidanan dengan sikap terhadap profesi bidan di
STIKes Dharma Husada Bandung .
3.2. Prosedur Penelitian
Di bawah ini merupakan langkah-langkah yang dilakukan peneliti secara
umum (9):
1) Melaksanakan persiapan dan penjajakan lapangan dan observasi
2) Membuat kisi-kisi instrumen penelitian
3) Membuat instrumen penelitian
4) Melaksanakan uji coba terhadap sampel uji coba
5) Melaksanakan pengolahan data hasil dan uji coba
6) Menyebarkan instrumen penelitian pada responden
7) Mengolah data hasil
8) Membuat penafsiaran dan kesimpulan terhadap hasil penelitian
54
54
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh Mahasiswi Kebidanan Kelas reguler
Semester V STIKes Dharma Husada Bandung yang berjumlah 88 orang. Dalam
hal ini peneliti tidak melakukan pengambilan sampel.
3.4. Definisi Operasional
Tabel 3.1. Definisi Operasional
No. Definisi Operasional Indikator Alat UkurNomor
Item SoalSkala
1 Sikap terhadap
profesi bidan adalah
kecenderungan
positif/ negatif yang
dimiliki mahasiswi
STIKes Dharma
Husada Kelas reguler
Semester 5 terhadap
profesi bidan yang
dipilihnya
berdasarkan jawaban
angket.
Kognitif
Afektif
Konatif
Angket/
Kuisioner
(Skala
Likert):
1. SS (Sangat
Setuju)
2. S (Setuju)
3. AS (Agak
Setuju)
4. TS (Tidak
Setuju)
5. STS
(Sangat
Tidak
Setuju)
1, 4-6, 8-
12, 30-32.
3, 7, 13,
22-28, 33-
34.
2, 14-21,
29, 35, 36.
Ordinal
55
55
2 Penguasaan mata
kuliah inti kebidanan
adalah nilai rata-rata
kumulatif mata kuliah
inti kebidanan yang
telah diperoleh
mahasiswi kelas
reguler semester V
dan didapat dari
dokumen nilai
pendidikan.
Konsep
Kebidanan
Etika Profesi
Komunikasi
&Konseling
ASKEB
I
ASKEB
II
ASKEB
III
ASKEB
IV
ASKEB
V
ASKEB
Neo
Kesehat
an Reproduksi
KB
Dokume
ntasi
PKK I
Format
rekapitulasi
nilai
- Ordinal
3.5. Instrumen Data
3.5.1. Uji Validitas
56
56
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat ketepatan dan
kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu
mengukur apa yang sebenarnya dapat diukur(9). Dalam uji validitas ini,
peneliti melakukannya pada 10 orang mahasiswa semester 5 yang sedang
melakukan praktik klinik kebidanan di Puskesmas Garuda (Tanggal 13
Januari 2008). Pada pengolahannya, peneliti menggunakan rumus Pearson
Product Moment (18) dengan bantuan SPSS versi 13.0 for windows (19).
Adapun rumus tersebut adalah:
Dimana:
r b = koefisien korelasi
∑Xi = jumlah skor item
∑Yi = jumlah skor total (seluruh item)
n = jumlah responden
Pada hasilnya, didapatkan hasil 36 soal valid dari 40 soal yang ada
pada kuisioner yaitu nomor 24, 37, 37 dan 40. Kemudian empat soal yang
tidak valid tersebut dihilangkan atau didrop karena 36 pernyataan yang valid
memiliki bobot soal yang sama dan dapat mewakili penelitian untuk
mengukur sikap mahasiswi terhadap profesi bidan (18,27,28).
57
57
3.5.2. Uji Reliabilitas
Pengujian reliabilitas pada instrument angket atau kuesioner sikap
terhadap profesi bidan ini dilakukan dengan metode belah dua (Split Half)
dengan menggunakan rumus Spearman Brown(18).. Adapun rumus tersebut
adalah:
Dimana: r 11 = koefisien reliabilitas internal seluruh item
rb = korelasi Product Moment antara belahan (ganjil-genap)
Kemudian, r11 dibandingkan dengan rtabel =0,707 dengan signifikasi α =0,05.
Hasilnya yaitu jika r11 > r tabel berarti reliabel dan jika r11<rtabel berarti tidak
reliabel (18).
Pada data uji ini didapatkan rb dengan bantuan SPSS versi 13.0 for
windows sebesar 0,996. Kemudian menggunakan rumus didapatkan r11=0,998.
Jadi dapat dilihat bahwa 0,998 > 0,707 sehingga kuisioner ini dikatakan
reliabel sebagai instrumen penelitian.
3.6. Variabel dalam Penelitian
Pada penelitian ini, terdapat dua variabel yaitu:
Variabel Independen: Penguasaan Mata Kuliah Inti Kebidanan.
Variabel Dependen: Sikap Terhadap Profesi Bidan.
58
58
3.7. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
3.7.1. Jenis Data
Penelitian ini memiliki dua data. Data pertama adalah data sekunder
(data kuantitatif) yang berupa rata-rata kumulatif nilai mata kuliah inti
kebidanan yang diambil dari dokumen pendidikan. Sedangkan data kedua
adalah data primer (data kualitatif yang dubah menjadi data kuantitatif)
berupa hasil angket atau kuisioner terntang sikap terhadap profesi bidan.
3.7.2. Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan angket atau kuisioner
yang menggunakan skala likert langsung kepada mahasiswi kebidanan Kelas
reguler Semester V STIKes Dharma Husada Bandung.
Alasan menggunakan skala likert diantaranya yaitu karena responden
atau mahasiswi menilai satu pernyataan, apakah pertanyaan tersebut didukung
atau ditolak responden melalui rentang nilai tertentu (9).
59
59
Skala likert yang digunakan menggunakan 5 skala. Untuk pertanyaan
yang diajukan baik pertanyaan positif ataupun negatif dinilai subjek dengan
jawaban (5,9):
SS = Sangat Setuju (jika 81%-100% dilakukan/ akan dilakukan atau
keadaan responden sangat sesuai dengan pernyataan pada angket).
S = Setuju (jika 61%-80% dilakukan/ akan dilakukan atau keadaan
responden sesuai dengan pernyataan pada angket).
AS = Agak Setuju (jika 41%-60% dilakukan/ akan dilakukan atau keadaan
responden agak sesuai dengan pernyataan pada angket).
TS = Tidak Setuju (jika 21%-40% dilakukan/ akan dilakukan atau keadaan
responden tidak sesuai dengan pernyataan pada angket).
STS = Sangat Tidak Setuju (jika 0%-20% dilakukan/ akan dilakukan atau
keadaan responden sangat tidak sesuai dengan pernyataan pada
angket).
Pada saat pengumpulan data, responden didampingi oleh peneliti dengan
maksud bila ada pernyataan yang kurang jelas dapat ditanyakan langsung
kepada peneliti.
Angket yang digunakan terdiri dari 36 butir pernyataan. Dari 36 butir
pernyataan terdapat 18 pernyataan positif yaitu nomor 1, 2, 8, 9, 10, 13, 15,
17, 20, 21, 23, 24, 26, 27, 30, 32, 34, dan 35; sedangkan sisanya adalah
pernyataan negatif.
Sedangkan untuk penguasaan mata kuliah inti kebidanan dilakukan
pengumpulan data dengan melihat daftar pencatatan nilai yang sudah ada
60
60
kemudian dicatat dalam format rekapitulasi nilai, sehingga didapatkan nilai
rata-rata dari mata kuliah kependidikan yang ada, kemudian dilakukan
pengkategorian (10):
3.8. Pengolahan dan Analisa Data
3.8.1. Pengolahan Data
3.8.1.1. Editing Data
Tahap ini merupakan tahap kegiatan yang memisahkan data yang telah
terkumpul baik secara pengisian, konsistensi cara pengisian, konsistensi dari
setiap jawaban yang terdapat dalam angket.
3.8.1.2. Koding data
Tahap ini dilakukan dua kali yaitu:
a. Memberikan kode/ tanda tertentu pada setiap nilai mahasiswa pada
dokumen yang ada yaitu:
Tabel 3.2. Pengkategorian Angka dan Huruf
Simbol-simbol Nilai Angka dan HurufPrediksi
Angka Huruf
3,1 – 4 A Sangat Baik
61
61
2,1 – 3 B Baik
1,1 – 2 C Cukup
1 D Kurang
0 E Gagal
b. Memberikan tanda tertentu jawaban yang telah diberikan di dalam angket
yaitu:
Tabel 3.3. Koding Data Kuisioner
Pernyataan SS S AS TS STS
Positif 5 4 3 2 1
Negatif 1 2 3 4 5
3.8.1.3. Tabulasi Data
Tahap ini merupakan tahap penyusunan data dengan cara
pengorganisasian data agar dapat mudah dijumlahkan.
3.8.2. Analisa Data
3.8.2.1. Analisa Univariat
62
62
Untuk mengukur sikap terhadap profesi bidan, dilakukan dengan
menggunakan skala likert dengan interprestasi skor menggunakan kategorisasi
Jenjang (Ordinal) berdasar Model Distribusi Normal dengan penggolongan ke
dalam 3 kategori dengan rumus sebagai berikut (17):
X < (µ~1,0 δ) untuk kategori kurang baik
(µ~1,0 δ)< X < (µ+1,0 δ) untuk kategori netral
(µ+1,0 δ)< X untuk kategori baik
Keterangan:
δ = standar deviasi
µ = mean teoritis
Berdasarkan perhitungan diketahui angket berjumlah 36 aitem, rentang
minimun-maksimumnya adalah 36x1=36 dengan 36x5=180, sehingga luas
sebarannya 180-36=144. Dengan demikian, detiap satuan deviasi standarnya
(δ) bernilai=144/6=24 dan mean teoritisnya (µ) = 36x3 = 108.
Maka hasil kategorinya:
X < 84 untuk kategori kurang baik
84 < X < 132 untuk kategori netral
X > 132 untuk kategori baik
3.8.2.2. Analisa Bivariat
63
63
Analisa ini memiliki tujuan untuk menganalisa hubungan antara variabel
independen (penguasaan mata kuliah inti kebidanan) dengan variabel
dependen (sikap terhadap profesi bidan). Profesi menggunakan uji korelasi
Rank Spearman dengan derajat kepercayaan 95% (α =0,05)(9,18):
Rumus:
Keterangan :
rs = nilai korelasi Rank Spearman
d2 = selisih setiap pasangan Rank
n = jumlah pasangan Rank untuk Spearman
Dalam hal ini, penulis menggunakan bantuan SPSS versi 13.0 for windows
(19) untuk mengolah datanya. Kemudian setelah terdapat nilai korelasi,
dilakukan interpretasi terhadap koefisien korelasi yang diperoleh atau nilai r.
Interpretasinya adalah sebagai berikut (9):
Tabel 3.4. Interpretasi Nilai r
Antara 0,800 s.d. 1,000 Sangat Tinggi
Antara 0,600 s.d. 0,799 Tinggi
Antara 0,400 s.d. 0,599 Cukup
64
64
Antara 0,200 s.d. 0,399 Rendah
Antara 0,000 s.d. 0,199 Sangat Rendah (tidak berkorelasi)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Penguasaan Mata Kuliah Inti Kebidanan
Hasil penelitian tentang Penguasaan Mata Kuliah Inti Kebidanan dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Penguasaan Mata Kuliah Inti Kebidanan Mahasiswi
di STIKes Dharma Husada Bandung
Penguasaan Mata Kuliah
Inti KebidananFrekuensi Persentase
65
65
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Gagal
42
40
2
4
0
47,7%
45,5%
2,3%
4,5%
0
Jumlah 88 100%
Berdasarkan tabel 4.1. dapat dilihat bahwa Penguasaan Mata Kuliah Inti
Kebidanan dalam kategori sangat baik sebesar 47,7%, baik sebesar 45,5%, cukup
sebesar 2,3% dan kurang sebesar 4,5%.
4.1.2. Sikap terhadap Profesi Bidan
Hasil penelitian tentang kondisi penguasaan mata kuliah inti
kebidanan dengan sikap terhadap profesi bidan yang dimiliki mahasiswa dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Sikap terhadap Profesi Bidan Mahasiswi di STIKes
Dharma Husada Bandung
Sikap terhadap Profesi
BidanFrekuensi Persentase
Baik 74 84,10%
Netral
Kurang Baik
13
1
14,77%
1,14%
Jumlah 88 100%
66
66
Berdasarkan tabel 4.2. dapat dilihat bahwa Sikap terhadap Profesi Bidan dalam
kategori baik sebesar 84,10%, kategori netral sebesar 14,77% dan kategori kurang
baik sebesar 1,14%.
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Penguasaan Mata Kuliah Inti Kebidanan dengan
Sikap terhadap Profesi Bidan di STIKes Dharma Husada Bandung
Penguasaan
Mata Kuliah Inti
Kebidanan
Sikap terhadap Profesi Bidan
Baik % Netral %Kurang
baik% Jumlah %
Sangat Baik (A) 39 92,9% 3 7,14% 0 0 42 100
Baik (B) 32 80% 7 17,5% 1 2,5% 40 100
Cukup (C) 1 50% 1 50% 0 0 2 100
Kurang (D) 1 25% 3 75% 0 0 4 100
Gagal (E) 0 0 0 0 0 0 0 0
Berdasarkan tabel 4.3. diketahui bahwa mahasiswa yang tergolong sangat baik
penguasaan mata kuliah intinya memiliki sikap yang baik terhadap profesi bidan
berjumlah 39 orang (92,9%), yang memiliki sikap netral berjumlah 3 orang (7,14%)
dan yang memiliki sikap kurang baik tidak ada. Mahasiswa yang tergolong baik
penguasaannya memiliki sikap yang baik berjumlah 32 orang (80%), yang memiliki
67
67
sikap netral 7 orang (17,5%) dan yang memiliki sikap kurang baik berjumlah 1 orang
(2,5%). Mahasiswa yang tergolong cukup penguasaannya memiliki sikap yang baik
berjumlah 1 orang (50%), memiliki sikap netral berjumlah 1 orang (50%), dan yang
memiliki sikap kurang baik tidak ada. Sedangkan sisanya yang tergolong kurang
dalam pengguasaannya memiliki sikap yang baik berjumlah 1 orang (25%) dan
memiliki sikap netral berjumlah 3 orang (75%).
4.1.3. Hubungan Penguasaan Mata Kuliah Inti Kebidanan dengan Sikap
terhadap Profesi Bidan
Hasil penelitian tentang Hubungan Penguasaan Mata Kuliah Inti Kebidanan
dengan Sikap terhadap Profesi Bidan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Hubungan Penguasaan Mata Kuliah Inti Kebidanan
Dengan Sikap Terhadap Profesi Bidan Di Stikes Dharma Husada Bandung
Correlations
1.000 .469**
. .000
88 88
.469** 1.000
.000 .
88 88
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Nilai_mhs
Sikap_mhs
Spearman's rhoNilai_mhs Sikap_mhs
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.
68
68
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut diperoleh bahwa koefisien Rank
Spearman yaitu 0,469 dengan taraf signifikan 0,05. Merujuk pada Arikunto (2002)
yaitu terdapat korelasi positif atau korelasi sejajar antara penguasaan mata kuliah inti
kebidanan dengan sikap terhadap profesi bidan. Interpretasi terhadap koefisien
korelasi atau nilai r berada antara 0,400 s.d. 0,599 termasuk pada keeratan yang
cukup.
Pertanyaan penelitian yang diajukan yaitu adanya hubungan/ korelasi positif
antara penguasaan mata kuliah inti kebidanan dengan sikap terhadap profesi bidan di
STIKes Dharma Husada Bandung ”dapat diterima”.
4.2. Pembahasan
4.2.1. Penguasaan Mata Kuliah Inti Kebidanan
Seperti yang telah dijelaskan, belajar dipandang sebagai proses ”validasi” atau
pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas materi-materi yang telah dia pelajari.
Bukti institusional yang menunjukan siwa telah belajar dapat diketahui sesuai dengan
proses mengajar. Ukurannnya yang kemudian dinyatakan dalam bentuk skor (10).
Berdasarkan tabel 4.1. mengenai Distribusi Frekuensi Penguasaan Mata Kuliah
Inti Kebidanan di STIKes Dharma Husada, didapatkan hasil Penguasaan Mata Kuliah
inti Kebidanan dalam kategori sangat baik (nilai mutu A) sebesar 47,7% dan dalam
kategori baik (nilai mutu B) sebesar 45,5%. Penguasaan dalam kategori sangat tinggi
69
69
dan tinggi tersebut merupakan bukti institusional yang menunjukan bahwa siswa
telah berhasil dalam proses belajarnya. Keberhasilan dalam menjalani proses belajar
ini disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor tersebut diantaranya adalah faktor
sekolah. Misalnya faktor guru atau dosen. Mereka sangat memiliki peran dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa. Para dosen yang selalu menunjukan sikap dan
perilaku yang simpatik serta memperlihatkan suri tauladan yang baik dan rajin,
khususnya dalam hal belajar dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan
belajar mahasiswa. Bimbingan yang baik dan sistematis dari dosen atau guru terhadap
mahasiswa yang mendapat kesulitan dalam belajar, bisa membantu anak dalam
belajar hingga memperoleh hasil belajar yang maksimal (11).
Ada hal lain yang mungkin membedakan mata kuliah inti kebidanan dengan
mata kuliah lain pada umumnya. Seorang peneliti bernama Whiterington melaporkan
beberapa studi yang menunjukan bahwa hal-hal yang bersifat hafalan mudah cepat
dilupakan dibandingkan dengan hasil proses mental yang lebih tinggi atau hasil
pengalaman praktik yang berarti. Hal itu juga yang terjadi pada proses pembelajaran
di dunia kebidanan karena banyak praktik yang dilakukan, sehingga mahasiswa
cukup kaya pengalaman dengan mengaplikasikan teorinya yang hanya sekedar
dihapal saja. Inilah yang kemudian menjadikan banyak mahasiswi yang memiliki
penguasaan sangat baik.
70
70
Hal lain yang mungkin berpengaruh sehingga penguasaan mata kuliah inti
kebidanan sangat tinggi yaitu dari faktor kemampuan, minat dan bakat. Anak yang
dikaruniai kemampuan yang tinggi akan lebih berhasil dalam kegiatan belajar karena
ia akan lebih mudah menangkap dan memahami mata kuliah. Selain itu, karena
akademi kebidanan kini hampir selalu melakukan psikotest saat masuk, maka
mungkin banyak pula yang masuk sesuai dengan bakat dan minat mereka di bidang
kesehatan (11).
Selain itu juga, faktor lingkungan di sekitar siswa seperti kondisi lingkungan
masyarakat di sekitar siswa. Untuk diketahui, lingkungan masyarakat sekarang ini
lebih memperhatikan tenaga profesional untuk menjadi suatu profesi. Tingginya
kebutuhan akan bidan profesional, mendorong banyak perguruan tinggi yang
membuka Program Studi Kebidanan dan hal itu akan menjadi semangat dan
meningkatkan aktivitas belajar. Paling tidak, siswa tersebut akan merasa dibutuhkan
kelaknya oleh masyarakat, sehingga dia semangat belajar. Selain itu, banyaknya
peminat terhadap sekolah bidan, menjadikan siswa semangat bersaing untuk belajar
(14).
Seorang psikolog yaitu Poespoprodjo mengatakan bahwa sebelum belajar maka
tanamkan keinginan kuat untuk mengingat sesuatu, kemudian membuat hal yang
diingat memiliki arti sebesar mungkin. Kemudian berfikir untuk mencari benang
merah diantara hal yang telah diinggat sehingga mudah dihafal (14). Hal itu yang
71
71
mungkin dilakukan sebagian besar mahasiswa sehingga penguasaan mata kuliah inti
kebidanan yang dilihat dari hasil belajarnya diperolehnya sangat baik dan baik.
Meskipun pada akhirnya masih ada mahasiswa yang belum mampu memahami
mata kuliah inti kebidanan ini. Terbukti masih ada 4 mahasiswa yang penguasaannya
masih kurang (4,5%). Kemungkinan mereka dipengaruhi oleh faktor lain, misalnya
kondisi fisik yang tidak sehat, tidak menyukai mata kuliahnya, terbatas
kemampuannya, keadaan psikis yang bermasalah atau mungkin dari pemicu lainnya.
4.2.2. Sikap terhadap profesi Bidan
Berdasarkan tabel 4.2. mengenai Distribusi Frekuensi Sikap terhadap Profesi
Bidan di STIKes Dharma Husada, didapatkan hasil Sikap dalam kategori baik sebesar
84,10%, kategori netral sebesar 14,77% dan kategori kurang baik sebesar 1,14%.
Artinya dapat dikatakan sebagian besar sikap mahasiswa baik.
Salah satu faktor yang mempengaruhinya yaitu karena bidan sudah memiliki
banyak ciri yang menunjukan profesinya. Diantaranya yaitu bidan dapat
mengembangkan pelayanan untuk masyarakat dan wajar mendapatkan imbalan jasa
atas pelayanan yang diberikan. Ciri tersebut sudah direalisasikan misalnya dengan
adanya program bidan desa yang digulirkan pemeritah pada Tahun 1994 hingga
sekarang. Bidan diupayakan untuk mengabdi kepada masyarakat yang
membutuhkannya dalam rangka penurunan angka kesakitan dan kematian ibu dan
72
72
bayi (25). Itulah yang mungkin menyebabkan banyak mahasiswa tertarik dengan bidan
dan menunjukan sikap yang tinggi terhadap profesinya.
Faktor lain yang mempengaruh sangat erat kaitannya dengan era globalisasi
sekarang ini. Faktor tersebut yaitu faktor pendapatan. Di Indonesia, tenaga kesehatan
kini mendapat sorotan besar karena dinilai mudah mendapatkan pekerjaan setelah
mahasiswanya lulus, artinya kemungkinan menganggur sangat kecil. Apalagi jika
dikaitkan dengan profesi bidan yang unik, yaitu dapat membuka praktik sendiri
membuat banyak yang tertarik dengan profesi bidan. Kini, telah banyak akademi
kebidanan yang menerima banyak mahasiswa. Sehingga orang berlomba-lomba untuk
sekolah di sana. Ketatnya persaingan mengisi kebutuhan tenaga bidan ini
menyebabkan para calon bidan harus meningkatkan kemampuan diri (26). Jalan satu-
satunya yaitu dengan meningkatkan kualitas yang dimulai dengan mencintai profesi
tanpa paksaan.
Seperti yang telah dijelaskan, bahwa pada intinya sikap adalah kecenderungan
yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang lain
atau barang tertentu. Dengan demikian berarti sikap terhadap profesi bidan adalah
kecenderungan yang relatif menetap dengan cara baik ataupun buruk terhadap profesi
bidan. Dalam hal ini, karena sikap dalam kategori baik mahasiswa bernilai 84,1%,
berarti perwujudan perilaku mereka akan ditandai dengan munculnya kecenderungan-
73
73
kecenderungan baru yang telah berubah (lebih maju dan tegas) dalam menanggapi
profesi bidan yang lebih baik.
Menurut Wastidar Musbir, dahulu nasib bidan nyaris tidak terdengar. Padahal
posisi bidan yang sebenarnya merupakan pekerjaan vital dan berisiko tinggi harus
diperjuangkan. Bidan sesungguhnya bergumul di tengah perjuangan dramatis seorang
ibu yang tinggal di desa terpencil dalam keadaan berdarah-darah dan nyawanya di
ujung tanduk dalam memperjuangkan lahirnya kehidupan baru. Dahulu juga, kiprah
kepahlawananya dalam membantu kelahiran generasi penerus banyak tertelan bumi.
Karena nasibnya seperti kaum guru, pamor bidan terpatri sebagai pahlawan tanpa
tanda jasa. Dunia bidan baru muncul ke permukaan ketika terjadi malpraktik. Ketika
itulah profesi bidan menjadi berita (24). Namun kini, pamor bidan meningkat setelah
melihat persaingan menjadi tenaga kesehatan membuat bidan sebagai profesi yang
unik menjadi hal yang diminati selain profesi kesehatan lain seperti dokter misalnya.
4.3.3. Hubungan Penguasaan Mata Kuliah Inti Kebidanan dengan Sikap
terhadap Profesi Bidan
Keyakinan adanya hubungan positif antara penguasaan mata kuliah inti
kebidanan dengan sikap terhadap profesi bidan berangkat dari asumsi bahwa
pengungkapan hasil belajar ideal adalah meliputi segenap ranah psikologis yang
berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa (10). Asumsi ini terbukti
74
74
bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan didapatkan hasil korelasi 0,469 dengan
taraf signifikasi 0,05. Hasil dari hubungan ini yaitu dapat disimpulkan bahwa terdapat
korelasi positif atau korelasi sejajar antara penguasaan mata kuliah inti kebidanan
dengan sikap terhadap profesi bidan. Interpretasi terhadap koefisien korelasi atau nilai
r berada antara 0,400 s.d. 0,599 termasuk pada keeratan yang cukup. Arti dari
hubungan ini adalah bahwa jika penguasaan mata kuliah inti kebidanan meningkat
maka sikap terhadap profesi bidan cenderung meningkat.
Dengan kata lain, untuk meningkatkan sikap terhadap profesi bidan maka
penguasaan mata kuliah inti kebidananpun perlu meningkat pula. Hal ini sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa sikap timbul dari pengalaman, bukan dibawa
sejak lahir namun merupakan hasil belajar. Hasil belajar yang dimaksud disini dapat
berupa nilai yang merupakan lambang mutu atau lambang penguasaannya terhadap
hasil belajar (11).
Selain itu pula, adanya hubungan ini sejalan dengan wujud hasil belajar yang
dapat dimanifestasikan salah satunya dalam bentuk penguasaan pola-pola perilaku
kognitif (berdasarkan pengamatan) proses berfikir, mengingat atau mengenal
kembali, perilaku afektif (seperti sikap-sikap yang tampak, penghayatan, dsb),
perilaku psikomotor (keterampilan-keterampilan psikomotor) dan perubahan sifat-
sifat kepribadian baik yang terukur maupun yang tidak terukur (22).
75
75
Adanya hubungan ini sejalan dengan Data hasil penelitian tentang pengetahuan
dan pendidikan dengan sikap yang dilakukan di Sampang (Madura) Tahun 1998
diperoleh ibu hamil yang memiliki pengetahuan rendah tentang kehamilan dan
berpendidikan dasar yang memiliki sikap untuk melakukan pemeriksaan hamil lebih
dari 4 kali hanya 39% dari 205 responden yang diteliti. Hal ini menunjukan bahwa
pengetahuan dan pendidikan seseorang berhubungan dengan sikap untuk memelihara
kehamilannya (26).
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik simpulan
bahwa:
1) Penguasaan Mata Kuliah Inti Kebidanan di STIKes Dharma Husada
Bandung dalam kategori sangat baik (47,7%), baik (45,5%), cukup
(2,3%) dan kurang (4,5%).
76
76
2) Sikap terhadap Profesi Bidan di STIKes Dharma Husada Bandung
dalam kategori baik (84,10%), kategori netral (14,77%) dan kategori
kurang baik (1,14%).
3) Terdapat Hubungan yang positif atau sejajar dan antara Penguasaan
Mata Kuliah Inti Kebidanan dengan Sikap Terhadap Profesi Bidan di
STIKes Dharma Husada Bandung dalam keeratan yang cukup.
5.2. Saran
Karena masih ada penguasaan mata kuliah inti kebidanan yang kurang,
maka hendaknya mahasiswa dan pihak institusi meningkatkan kualitas
kegiatan belajarnya agar penguasaannya lebih baik, dapat memenuhi
persyaratan nilai dan memiliki sikap yang baik perhadap profesi bidan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ihsan F. Dasar-Dasar Kependidikan, Komponen MPK. Jakarta: Rineka Cipta. 2003: 11-22.
2. Soeparan S dkk. Standar Pembelajaran Praktik Kebidanan. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. 2006: 1-15.
3. ___________. Prestasi Di Sekolah Kita. 2006. .http://ditptksd.go.id/index. Diakses Desember 2007
4. Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan, teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta. 2005: 52-56.
77
77
5. Azwar S. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya, Edisi ke2, Cetakan ke XI. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007: 4-9, 139-141, 154-157.
6. Sofyan M, Madjid & Ruslidjah S. 50 Tahun IBI, Bidan Menyongsong Masa Depan, Cetakan ketujuh. Jakarta: PP IBI, 2006: 20-24, 112-124.
7. PP IBI. 9 Modul Kebidanan. Jakarta. 2002: PP IBI.
8. Sudjana N. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algesindo. 2002: 64-80.
9. Arikunto S. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. 2002: 260.
10. Syah M. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2004: 92, 150-153.
11. Sobur A. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia. 2003: 217-260, 355-381.
12. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ke-3. Jakarta: Balai Pustaka .2001.
13. Depkes RI. Kurikulum Nasional Pendidikan Diploma III Kebidanan. Jakarta. 2003: 3.
14. ___________. Geliat Program Studi Kebidanan. 2007. http://www.tenaga-kesehatan.or.id/publikasi. Diakses Januari 2008.
15. ___________. Karakteristik Profesi. 2007. http://id.wikipedia.org/wiki/Profesi. Diakses Januari 2008.
16. Sudarman P. Belajar Efektif di Perguruan Tinggi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. 2004:18, 49-50.
17. Azwar S. Penyusunan Skala Psikologis.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007: 106-110.
18. Riduwan. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta. 2007: 97-109, 134-137.
78
78
19. Zaelani K. Modul-Praktik Aplikasi komputer. Bandung: D4 Kebidanan FK UNPAD. 2005: 9-35.
20. _____________. Profesi Bidan di Indonesia, Dibutuhkan tapi diacuhkan. Jakarta: 2006. http: www.sinarharapan/artklindonesia.
21. WHO. Pengertian Bidan. 2006.http: www.waspada_online/bidan/profesibidan. Diakses Desember 2007.
22. Makmun AS. Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran Bermodul. Bandung: Alfabeta. 2005: 157-166.
23. Cartono & Sutarto T. Penilaian Hasil Belajar Berbasis Standar. Bandung: Prisma Press. 2006: 43.
24. Zam. Dengan ’Bintang’, Bidan ingin Didengar. 2003. http://www.kompas.com/kompas-cetak. Diakses Desember 2007.
25. ______________. Agar Bidan Tak Tinggalkan Desa. 2001. http://www.bppsdmk.depkes.go.id. Diakses Januari 2007.
26. Kertiasih LP. Sumatera barat Butuh 600 Bidan. 2007. Jakarta. http://yiha.wordpress.com/. Diakses 20 Februari 2008.
27. Machfoedz I. Teknik Membuat Alat Ukur Penelitian Bidang Kesehatan Keperawatan dan Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya. 2005: 32-37.
28. Machfoedz I. Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan Keperawatan dan Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya. 2007: 97.
29. Notoatmodjo S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2003: 121-122.
30. Tesalonika I. Mentalitas Seorang Profesional yang Handal. 2007. http://www.mail-archive.com/[email protected]/. Diakses 28 Februari 2008.
79
79