bab iv heat treatment 4.1pendahuluandocshare01.docshare.tips/files/10626/106260488.pdf · misalnya...
TRANSCRIPT
BAB IV
HEAT TREATMENT
4.1 PENDAHULUAN
4.1.1 Latar Belakang
Semakin berkembangnya zaman dan kemajuan teknologi mendorong pula
kebutuhan akan material yang memiliki sifat yang diinginkan.
Material terutama logam, yang sering digunakan pada peralatan modern dimana
kebanyakan alat modern memerlukan bahan dengan kekuatan impak dan
ketahanan fatigue yang tinggi. Sebab peralatan modern saat ini banyak yang
beroperasi pada kecepatan putar dan pergerakan linear yang besar serta
peningkatan frekwensi pembebanan pada komponen yang besar pula. Maka untuk
memenuhi kriteria dari bahan tersebut dapat dilakukan dengan proses perlakuan
panas (heat treatment). Perlakuan panas adalah suatu proses pemanasan dan
pendinginan logam dalam keadaan padat untuk mengubah sifat-sifat fisis logam
tersebut. Melalui perlakuan panas yang tepat, tegangan dalam dapat dihilangkan,
besar butiran dapat diperbesar atau diperkecil, ketangguhan dapat ditingkatkan
atau dapat dihasilkan suatu permukaan yang keras disekeliling inti yang ulet.
Secara umum heat treatment biasa dilakukan dengan banyak cara,
misalnya saja pemanasan sampai suhu dan kecepatan tertentu dan
mempertahankannya (holding time) untuk waktu tertentu sehingga temperaturnya
merata, lalu didinginkan dengan media pendingin.
4.1.2 Tujuan praktikum
a) Untuk mendapatkan sifat mekanik suatu material yang diinginkan dengan
melakukan proses heat treatment.
b) Membuktikan pengaruh media pendinginan dan laju pendinginan terhadap
kekerasan pada material baja ST 40, ST 60, dan besi cor.
c) Menunjukkan pengaruh temperatur terhadap laju pendinginan yang dapat
mempengaruhi perubahan fisik maupun mekanik material baja ST 40,ST 60,
dan besi cor.
4.1.3 Manfaat praktikum
a) Memberikan pengalaman kepada praktikan tentang metoda, alat, dan bahan
dalam proses perlakuan panas (heat treatment).
b) Memberikan gambaran tentang proses hardening dan softening pada logam
sehingga dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan didalamnya.
c) Untuk memenuhi tugas dari mata kuliah praktikum struktur dan sifat material.
4.2 DASAR TEORI
4.2.1 Pengertian heat treatment
Heat treatment atau perlakuan panas adalah suatu proses pemanasan dan
pendinginan logam dalam keadaan padat untuk mengubah sifat-sifat fisis logam
tersebut. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kekerasan material dengan proses
heat treatment.
(sumber : B.H. Amstead.Teknilogi Mekanik.)
Adapun tujuan dari heat treament antara lain :
a) Untuk mempersiapkan material untuk pengolahan berikutnya.
b) Mempermudah proses machining.
c) Untuk mengurangi kebutuhan daya pembentukan dan kebutuhan energi.
d) Memperbaiki sifat keuletan material dan kekuatan material, dimana dalam hal
ini merupakan fungsi dari kandungan karbon yang terkandung dalam material.
e) Meningkatkan kekerasan dan tegangan tarik.
Dalam pengujian ini hanya dilakukan untuk menentukan kekerasan dari suatu
material. Kekerasan sendiri adalah suatu sifat mekanis yang berkaitan dengan
kekuatan (strength) dan merupakan fungsi dari kandungan karbon dalam logam.
Pembentukan sifat-sifat baja dalam heat treatment tergantung pada
kandungan karbon, temperatur pemanasan, sistem pendinginan, serta bentuk dan
ketebalan bahan:
1. Pengaruh komposisi carbon:
Kekerasan baja ini tergantung dari pada jumlah karbon yang terkandung di
dalam baja, dimana makin tinggi prosentase karbonnya makin keras baja.
Berdasarkan kandungan karbonnya, baja dapat dikelompokkan menjadi :
1. Baja karbon rendah (low carbon steel) yang mengandung karbon kurang dari
0.3%
2. Baja karbon sedang (medium carbon steel) yang mengandung karbon 0.3%-
0.7%
3. Baja karbon tinggi (high carbon steel) kandungan karbon sekitar 0.7%-1.3%
(Sumber : Arifin Syamsul. Ilmu Logam Jilid 1. Halaman 106)
2. Pengaruh temperatur pemanasan (holding time)
Penahanan suhu (holding), Holding time dilakukan untuk mendapatkan
kekerasan maksimum dari suatu bahan pada proses hardening dengan menahan
pada temperatur pengerasan untuk memperoleh pemanasan yang homogen
sehingga struktur austenitnya homogen atau terjadi kelarutan karbida ke dalam
austenit dan diffusi karbon dan unsur paduannya. Pedoman untuk menentukan
holding time dari berbagai jenis baja:
- Baja Konstruksi dari Baja Karbon dan Baja Paduan Rendah Yang
mengandung karbida yang mudah larut, diperlukan holding time yang
singkat, 5 - 15 menit setelah mencapai temperatur pemanasannya dianggap
sudah memadai.
- Baja Konstruksi dari Baja Paduan Menengah Dianjurkan menggunakan
holding time 15 -25 menit, tidak tergantung ukuran benda kerja.
- Low Alloy Tool Steel Memerlukan holding time yang tepat, agar
kekerasan yang diinginkan dapat tercapai. Dianjurkan menggunakan 0,5
menit per milimeter tebal benda, atau 10 sampai 30 menit.
- High Alloy Chrome Steel Membutuhkan holding time yang paling panjang
di antara semua baja perkakas, juga tergantung pada temperatur pema-
nasannya. Juga diperlukan kom-binasi temperatur dan holding time yang
tepat. Biasanya dianjurkan menggunakan 0,5 menit permilimeter tebal
benda dengan minimum 10 menit, maksimum 1 jam.
- Hot-Work Tool Steel Mengandung karbida yang sulit larut, baru akan larut
pada 10000 C. Pada temperatur ini kemungkinan terjadinya pertumbuhan
butir sangat besar, karena itu holding time harus dibatasi, 15-30 menit.
High Speed Steel Memerlukan temperatur pemanasan yang sangat tinggi,
1200-13000C.Untuk mencegah terjadinya pertumbuhan butir holding time
diambil hanya beberapa menit saja.
(Sumber: Muh. Iqbal Haqi Hardening In High Carbon Steel.)
3. Pengaruh pendinginan
Jika baja didinginkan dengan kecepatan minimum yang disebut dengan
kecepatan pendinginan kritis maka seluruh austenit akan berubah ke dalam
bentuk martensit. Sehingga akan dihasilkan kekerasan baja yang maksimum.
Adapun kecepatan pendinginan kritis adalah bergantung pada komposisi kimia
baja. Kecepatan pendinginan tergantung pada pendinginan yang digunakan.
Untuk pendinginan yang cepat digunakan larutan garam atau soda api yang
dimasukkan ke dalam air. Sementara itu, untuk pendinginan yang sangat
lambat digunakan embusan udara secara cepat melalui batas lapisannya.
Dari penjelasan di atas, secara umum pemanasan pada baja dapat dibuat
skema transformasi dekomposisi austenite seperti pada Gambar 4.1 di bawah
ini
Gambar 4.1 Skema Transformasi Dekomposisi Austenite
(Sumber : William D. Callister. Materials Science and Engineering)
Selain karbon, pada besi dan baja terkandung Si, Mn, dan unsur pengotor lain
seperti P, S, dll. Unsur-unsur tersebut tidak berpengaruh besar terhadap diagram fasa
seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 4.2 sehingga diagram fasa dapat
dipergunakan tanpa menghiraukan adanya unsur-unsur tersebut. Paduan besi karbon
terdapat fasa karbida yang disebut sementit dan grafit, grafit lebih stabil daripada
Sementit.
Gambar 4.2 Diagram Fasa Besi-Karbida-Besi (Fe-Fe3C)
(Sumber : William D. Callister. Materials Science And Engineering 7ed)
Dilihat dari transformasinya, ada 3 macam baja yaitu:
a. Baja dengan titik transformasi A1, berupa ferit dibawah A1
dan austenit pada A3 atau di atas A1.
b. Baja dengan titik transformasi A1 dibawah temperatur kamar,
berupa austenit pada temperatur kamar.
c. Baja dengan daerah austenit yang kecil, berupa ferit sampai
temperatur tinggi pada daerah komposisi tertentu.
Dalam heat treatment yang terjadi pada baja terdapat fasa-fasa yang dialami oleh baja itu
sendiri pada saat proses berlangsung, fasa pada baja dapat dilihat pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Tabel Fasa pada Baja
Fasa dan Simbol Struktur Pengelasan
Men
urut
kri
stal Austenit (γ)
Ferit (α)
Bainit (α)
Martensit (α’)
FCC
BCC
BCC
BCT
Paramagnetik dan stabil pada temperatur tinggi, titik mulur jelas, tidak getas pada saat dingin.Stabil pada temperatur rendah, kelarutan padat terbatas, dapat berada bersama Fe3C (sementit) atau lainnya, titik mulur jelas, getas pada temperatur rendah.Austenit metastabil didinginkan dengan laju pendinginan cepat tertentu, terjadi hanya presipitasi Fe3C, unsur paduan lainnya tetap larut.Metastabil terbentuk dengan laju pendinginan cepat, semua unsur paduan larut dalam keadaan padat.
Men
urut
kea
daan Perlit
Widmanstaetten
Dendrit
SorbitTrosit
Lapisan ferit dan Fe3C.γ dan α dalam orientasi pada presipitasi feritBerbentuk cabang-cabang seperti pohon, struktur ini terbentuk karena segregasi karbon pada pembekuan.Sorbit adalah perlit halus dan trosit adalah bainit. Nama ini tidak bnayak dipakai.
Catatan: FCC = Face Centered Cubic
BCC = Body Centered Cubic
BCT = Body Centered Tetragonal
4.2.2 Jenis-jenis Heat treatment
Pada dasarnya heat treatment dibagi menjadi dua, yaitu:
• Hardening
Mengeraskan logam sehingga tahan terhadap keausan serta deformasi
plastis
Meningkatkan kekuatan logam baik permukaan maupun keseluruhan.
• Softening
Menguletkan logam dengan memperbesar butiran serta menyeragamkan
butiran.
Menghilangkan tegangan sisa pada logam
Memudahkan proses machining untuk proses selanjutnya
1. Hardening
Hardening dilakukan untuk memperoleh sifat tahan aus yang tinggi, kekuatan
dan fatigue limit/ strength yang lebih baik. Kekerasan yang dapat dicapai
tergantung pada kadar karbon dalam baja dan kekerasan yang terjadi akan
tergantung pada temperature pemanasan (temperatur autenitising), holding time
dan laju pendinginan yang dilakukan serta seberapa tebal bagian penampang
yang menjadi keras banyak tergantung pada hardenability. Untuk memperoleh
kekerasan yang baik (martensit yang keras) maka pada saat pemanasan harus
dapat dicapai struktur austenit, karena hanya austenit yang dapat
bertransformasi menjadi martensit. Bila pada saat pemanasan masih terdapat
struktur lain maka setelah di quench akan diperoleh struktur yang tidak
seluruhnya terdiri dari martensit. Bila struktur lain itu bersifat lunak, misalnya
ferit maka tentunya kekerasan yang tercapai juga tidak akan maksimum. Untuk
menentukan temperature pemanasan yang baik untuk proses pengerasan yang
dilakukan terhadap suatu baja perlu dilakukan suatu percobaan pemanasan dan
quenching pada beberapa teperatur dan dianalisis struktur yang terjadi. Pada
beberapa literatur dan juga pada brosur dari pabrik pembuat baja dapat
diperoleh daerah temperatur pemanasan untuk hardening dari berbagai jenis
baja.
(Sumber: Adhy Prayitno, Ismet Inonu .Pengaruh Perbedaan Waktu Penahanan
Suhu Stabil Terhadap Kekerasan.1999)
Hardening dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Surface hardening.
Suatu komponen harus mempunyai permukaan yang keras dan
tahan pakai. Sifat-sifat yang berbeda dapat digabungkan dalam suatu baja
dengan pengerasan permukaan yang dapat dilakukan dengan cara
pemanasan seluruh komponen atau sebagian pada bagian permukaan
komponen (surface hardening).
Surface hardening dengan penambahan zat :
Karburasi
Pada suatu komponen mesin dari baja adakalanya diperlukan keras
dan tahan aus pada permukaannya saja, sedangkan pada inti atau bagian
dalam tetap dalam keadaan lunak dan ulet. Hal ini akan memberikan
kombinasi yang serasi antara bagian luar atau permukaan benda kerja yang
keras dan tahan menerima beban, serta tahan aus dengan inti yang lunak dan
ulet. Karburising adalah proses menambahkan karbon ke permukaan benda,
dilakukan dengan memanaskan benda kerja dalam lingkungan yang banyak
mengandung karboin aktif, sehingga karbon berdifusi masuk ke permukaan
baja
Gambar 4.3. Jenis-jenis carburizing
(Sumber: info.lu.farmingdale.edu/.../casehardening.html)
• Karburasi padat (Pack Carburizing)
Sifat mekanis baja dipengaruhi oleh prosentase karbon dalam
paduan. Kadar karbon dapat dirubah prosentasenya dengan cara karburizing,
yaitu suatu proses untuk menaikan kadar karbon dengan cara
thermochemical heat treatment. Proses pada penelitian ini menggunakan
arang batok kelapa. Dari karborizing akan diperoleh sifat mekanis
(kekerasan, kerapuhan, keuletan, kemampuan bentuk) yang berbeda dari
sebelumnya. Prinsip dasar dari carburizing adalah difusi C dari suatu media
yang kaya dengan karbon, seperti arang ke dalam besi - (austenite) melalui
pemanasan diatas suhu kritisnya beberapa lama sehingga terbentuk lapisan
C sampai kedalaman tertentu. Media yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pack carburizing yang merupakan proses perlakuan panas secara
kimia berupa penambahan karbon ke baja dalam bentuk padat. Metode ini
paling luas digunakan dalam proses pengerasan perrmukaan karena
sederhana dan murah. Adapun model pack carburizing seperti dibawah :
Gambar 4.4 proses karburasi padat
(sumber: rpdrc.ic.polyu.edu.hk/.../heat_treatment1.htm)
Reaksi karbon monosida :
CO2 + C ---> 2 CO
Reaksi Cementite menjadi karbon monosida :
2 CO + 3 Fe --->Fe3C + CO2
Atom – atom C ini akan masuk ke dalam baja secara difusi interstisi
(interstitial diffusion).
Kecepatan carburizing dapat ditingkatkan dengan penambahan 10 – 15%
BaCO3
BaCO3 BaO + CO2
Selanjutnya CO2 akan bereaksi dengan arang (C) dan membentuk CO
CO2 + C 2 CO
• Karburasi Cair (Liquid Carburizing)
Karburasi cair (liquid carburizing) menggunakan larutan sianida (CN)
pada baja berkarbon rendah yang dipanaskan dengan menggunakan
belanga pemanas yang dipanaskan dengan minyak atau gas. Suhunya
kira-kira 815-900° C. Proses yang dilakukan dengan kontinu dan otomatis
akan memberikan hasil akhir yang baik. Permukaan larutan ditutup dengan
grafit atau batu bara untuk mengurangi hilangnya radiasi dan dekomposisi
sianida yang berlebihan. Selain sodium dan potassium sianida, larutan
yang digunakan juga mengandung sodium dan potassium klorida dan
barium klorida yang berperan sebagai aktivator. Reaksi pada larutan
garam sianida:
BaCl2 + 2Na CN → Ba(CN)2 + 2NaCl
Ba(CN)2 + Fe → Fe(c) + BaCN2
Difusi nitrogen berguna untuk oksidasi sianida (CN) menjadi
CNO. Pada karburasi cair, jangka waktu pemanasannya pendek dan
perambatan panasnya cepat. Proses ini menghasilkan lapisan karburisasi
yang merata, tipis dan jernih (ketebalannya 0,08mm). Akan tetapi, proses
ini memerlukan pengawasan dan kehati-hatian untuk mencegah peledakan.
Pada Gambar 4.5 diterangkan tentang waktu dan temperature yang
digunakan pada proses karburasi
Gambar 4.5 Diagram Karburasi
(sumber : Ashok Sharma, Heat Treatment Principles and Techniques)
Kelebihan, karena cairan mentransfer panas dengan cepat maka
karbon yang ditambahkan juga lebih cepat. Juga pengerasan yang
dihasilkan lebih merata.
Kekurangan, beberapa nitrogen terserap bersama-sama dengan karbon
dan menyebabkan pengerasan mendadak. Juga material harus dikeringkan
setelah proses ini untuk menghindari korosi, hal tersebut memakan waktu
dan biaya.
• Karburasi Gas (Gas Carburizing)
Karburasi gas (gas carburizing). Metode ini adalah karburasi yang paling
sering digunakan. Proses ini dilakukan pada tabung kimia, pendingin tertutup,
atau tungku pemanas dengan pendorong kontinu. Suhu gas untuk karburasi
sekitar 870-950° C. Gas tersebut dihasilkan dari cairan (metanol, isopropanol)
atau gas hidrokarbon (propana dan metana). Generator gas endotermik
digunakan untuk menghasilkan gas endotermik. Senyawa propana atau metana
akan terpecah oleh udara pada tabung kimia pada generator endogas untuk
membentuk gas penghubung, dimana titik pengembunannya diatur pada +4°C
dengan rasio gas yang tepat. Komposisi gas tersebut:
Nitrogen 40%
Hidrogen 40%
Karbon monoksida 20%
Karbon dioksida 0,3%
Metana 0,5%
Uap air 0,8%
Oksigen sisanya
Gas tersebut merupakan gas penghantar dalam proses ini. Tungku
pemanas dipenuhi oleh gas tersebut sampai bertahan pada tekanan positif.
Keadaan ini akan mencegah infiltrasi udara dari atmosfer. Gas ini juga
mencegah oksidasi baja selama pemanasan. Selama karburasi gas, reaksi yang
berlangsung adalah:
(i) C3H8 → 2CH4 + C (pemecahan hidrokarbon)
(ii) CH4 + Fe → Fe(c) +2H2
(iii) CH4 + CO2 → 2CO +2H2
(iv) 2CO + Fe → Fe(c) + CO2
Karburasi terjadi sebagian besar meliputi konversi CO menjadi CO2 pada
reaksi (iv). Hidrogen bereaksi dengan CO2 dan meningkatkan konsentrasi CO
dengan reaksi:
H2 + CO2 → CO + H2O
Oksigen (O2) dihasilkan dari reaksi:
2CO → 2CO + O2
2CO + Fe → Fe(c) + O2
Gambar 4.6 Proses Gas Carburizing
( Sumber : www.rpdrc.com )
Gas digunakan sebagai bahan perantara yang sesuai untuk karburasi yang
dilakukan terus menerus. Hal itu akan menghasilkan suatu lapisan yang
tebalnya sekitar 1 mm dan memerlukan waktu sekitar 4 jam. Selama
karburasi, peralatan dimasukkan ke dalam dapur pemanas yang dipanaskan
dengan gas karbon yang sesuai. Kandungan karbon di dalam lapisan
komponen dapat dikontrol dengan mengatur komposisi gas untuk karbonasi.
Pelaksanaan karbonasi yang memerluakan waktu lama akan menyebabkan
terjadi pertumbuahan butir-butir baru, kecuali kalau baja disepuh dengan
perantaraan nikel.
Peralatan yang dikarbonasi dengan perantaraan perlakuan panas dan
menghasilkan butiran-butiran adalah suatu baja yang akan mempunyai lapisan
sekitar 0.83% karbon dan intinya sekitar 0.15% karbon. Secara berangsur-
angsur butiran akan berpindah dari lapisan luar ke arah inti sekitar 0.5 mm.
Suhu perlakuan panas untuk inti akan lebih tinggi daripada suhu untuk lapisan,
sehingga pengerjaan lapisan pada inti dilakukan secara terpisah.
Karbonitriding.
Karbonitriding adalah proses hardening yang merupakan
kombinasi dari gas carburizing dan nitriding seperti yang terlihat pada
Gambar 4.7 di bawah ini. Karbonitriding disebut juga sianida kering atau
nikarbing, yang adalah suatu proses pengerasan permukaan dimana baja
dipanaskan diatas suhu kritis didalam lingkungan gas dan terjadi penyerapan
karbon dan nitrogen. Dapat digunakan gas amonia atau gas yang kaya akan
karbon. Amonia dan gas alami dialirkan mengenai material, material yang
dihasilkan adalah kombinasi antara besi karbida (dari karbon) dan besi
nitrida (dari nitrogen). Lapisan ini tahan aus dan mempunyai ketebalan
antara 0,08 sampai 0,75 mm. Keuntungan karbonitriding adalah bahwa
kemampuan pengerasan lapisan luar meningkat bila ditambahkan nitrogen
sehingga dapat dimanfaatkan baja yang relatif murah.
Gambar 4.7 Proses Karbonitriding
(Sumber: http://www.mvslimited.com/PSA-Nitrogen-Generators.htm)
Kelebihan karbonitriding, karena dengan adanya nitrogen maka
struktur austenit berubah. Perubahan ini menyebabkan penurunan
temperatur dan pendinginan yang lambat.
Kekurangannya, prosesnya memakan waktu yang lama
dibandingkan karburasi.
Cyaniding
Cyaniding merupakan proses untuk mengeraskan permukaan
baja dengan penambahan nitrogen dan karbon. Benda yang dikeraskan
dicelupkan ke dalam cairan yang mengandung garam natrium sianida
(NaCN) pada suhu sedikit di atas daerah austenit (800-960°C), dengan
konsentrasi bervariasi antara 25% dan 90%. Sejumlah udara dimasukkan
ke dalamnya sehingga NaCN berreaksi dengan oksigen di udara dan
beroksidasi, reaksinya adalah
2NaCN + O2 → 2NaNCO
4NaNCO + O2 → Na2CO3 + 2NaCN + CO + 2N
2CO → CO2 + C
Dari reaksi diatas sodium cyanide (NaCN) dibakar, menghasilkan
sodium cyanate (NaNCO). Sodium cyanate dinaikkan konsentrasinya
dan terurai yang dalam uraiannya menghasilkan karbon monoksida
(CO). Karbon monoksida tersebut berperan dalam proses pengerasan
baja. Semakin tinggi suhu sianida yang diberikan, semakin besar
persentase karbon yang berdifusi (sampai dengan 0,8-1,2%) ke dalam
permukaan baja bereaksi dengan nitrogen (0,2-0,3%). Kemudian
material didinginkan dengan air atau oli. Setelah proses ini akan
dihasilkan kekerasan permukaan sekitar 850 VHN. Proses ini tidak
memakan banyak waktu. Cyaniding terutama diterapkan untuk heat
treatment bagian-bagian yang kecil.
.
Gambar 4.8 Proses cyaniding
(Sumber: http://www.egold.net.au/CYANIDE)
Kelebihannya yaitu biaya yang dihabiskan tidak mahal karena
baja karbon biasa dapat digunakan.
Kekurangannya adalah proses ini sangat berbahaya karena
garam sianida sangat beracun dan fatal jika terhirup.
Siliconizing
Siliconizing adalah proses pengerasan permukaan dimana silikon
berdifusi pada permukaan dasar logam. Silikon ini menghasilkan tebal
lapisan antara 0,005-0,1 inci. Pemanasan dilakukan dalam cairan yang
mengandung campuran silikon karbida dan gas chlorine hingga
suhunya mencapai 1700-1850o F. Campuran cairan tersebut dimasukkan
ke dalam sebuah tank. Bagian yang akan dikeraskan dimasukkan ke
dalam sebuah conveyor yang akan melewati tank yang berisi cairan
silikon karbida, dan gas chlorine. Tebal lapisan yang terbentuk
tergantung pada lamanya pemanasan.
Gambar 4.9 Siliconizing
(Richard A Little, Metalworking Technology)
Chromizing
Chromizing berbeda dari proses pengerasan yang lain, chromium
carbide berdifusi ke dalam logam, mengubah permukaan logam menjadi
stainless steel. Stainless steel tersebut mempunyai kekerasan yang tinggi
dan koefisien friction (geser) yang rendah. Chromizing digunakan untuk
meningkatkan daya tahan logam terhadap korosi dan daya tahan logam
terhadap panas. Proses ini tidak dibatasi hanya pada logam yang terbuat
dari besi tetapi juga pada cobalt, nikel, tungsten, dan molybdenum.
Proses chromizing mengandung carbon 0,6%. Temperatur pada proses
ini biasanya berkisar antara 1650o F-2000o F.
Nitriding
Nitriding didefinisikan sebagai suatu proses pengerasan
permukaan dengan senyawa nitrat. Dalam hal ini baja paduan spesial
dipanaskan untuk waktu yang lama dalam suatu atmosfer dari gas
nitrogen. Hasil dari pengerjaan nitrid adalah menghasilkan suatu
permukaan yang keras. Supaya dihasilkan permukaan yang keras dengan
cara dengan cara ini maka digunakan suatu baja paduan yang
mengandung sedikit unsur kromium dan alumunium sesuai dengan
kekerasan yang akan dihasilkan. Apabila baja karbon biasa yang
digunakan dalam proses ini maka proses nitrid akan membentuk seluruh
struktur dengan pengaruh yang kecil atas sifat-sifatnya. Kandungan
karbon pada baja yang dinitrid adalah sekitar 0.2-0.5% sesuai dengan
sifat-sifat inti yang diperlukan. Dan baja tersebut akan bereaksi secara
langsung terhadap pengerjaan pengerasan. Peralatan yang dinitrid diberi
pengerjaan panas selama tingkat awal daripada pengerjaan mesin, untuk
memperbaiki kekuatan intinya.
Pengerjaan ini terdiri dari proses pengerasan dengan
pendinginan tiba-tiba dalam minyak. Selanjutnya, diikuti dengan
penyepuhan pada suhu sekitar 550-750oC yang tersinggung atas
komposisi dan sifat-sifat baja yang diperlukan seperti yang tergambar
pada Gambar 4.10 di bawah ini
Gambar 4.10 Proses Nitriding
(Sumber: http://www.badgermetal.com/nitriding-control-article)
Surface hardening tanpa penambahan zat antara lain:
a. Flame hardening
Dasar dari proses pelakuan panas ini adalah pemanasan yang
cepat dilanjutkan dengan pencelupan permukaan. Tebal lapisan yang
mengeras tergantung pada kemampuan pengerasan bahan, karena selama
proses pengerjaan tidak ada penambahan unsur-unsur lainnya.
Pemanasan dilakukan dengan nyala oksi asitilen yang dibiarkan
memanasi permukaan logam sampai mencapai suhu kritis
Proses ini disebut juga proses pengerasan dalam waktu yang
singkat. Baja dengan kandungan karbon yang sesuai tingginya
dipanaskan sampai suhu pengerasan dengan busur nyala gas eitelen. Dan
seterusnya didinginkan secara cepat untuk memperoleh permukaan yang
keras.
Gambar 4.11 Flame Hardening
(Sumber: authorityflame.com/Services.htm)
Dasar pengerasan nyala adalah sama dengan pengerasan induksi
yaitu pemanasan yang cepat disusul dengan pencelupan permukaan tebal
lapisan yang mengeras tergantung pada kemampuan pengerasan bahan,
karena selama proses pengerasan tidak ada penambahan unsur-unsur
lainnya. Pemanasan di lakukan dengan nyala oksiasitelin yang dibiarkan
memanasi logam sampai suhu kritis. Pada alat dipasangkan juga aliran
pendingin sehingga setelah suhu yang diinginkan tercapai permukaan
langsung disemprot dengan air. Bila dikendalikan dengan baik, bagian-
bagian dalam tidak terpengaruh. Tebal lapisan yang keras tergantung
pada waktu pemanasan dan suhu nyala.
Pada proses ini diterapkan berbagai cara:
(1.) Pengerasan stasioner: baik nyala maupun benda yang akan
dikeraskan keduanya berada dalam keadaan diam, pengerasan
bersifat setempat.
(2.) Pengerasan progresif: nyala bergerak menuju ke benda yang diam.
Metode ini berguna untuk mengeraskan bagian yang luas, contohnya
gigi dari roda gigi yang besar.
(3). Pengerasan spinning: Nyala tetap diam sedangkan benda berotasi
Metode ini digunakan untuk pengerasan bagian melingkar.
(4).Pengerasan progresif-spinning: Nyala bergerak pada benda yang
berputar. Metode ini digunakan untuk mengeraskan permukaan
benda melingkar, contohnya rolling.
b. Pengerasan induksi ( induction hardening )
Pengerasan induksi adalah pemanasan baja dengan arus bolak-
balik berfrekuensi tinggi 500.000 Hz yang dilakuan dengan cepat,
kemudian dilanjutkan dengan pencelupan permukaan. Kekerasan yang
diperoleh melalui pengerasan induksi sama dengan pemanasan dan
tergantung dari kadar karbon
Pengerasan induksi termasuk suatu cara pengerasan permukaan.
Komponen yang akan dikeraskan ditempatkan di dalam suatu gulungan
(koil) induktor dan kemudian dimasukkan arus listrik frekuensi tinggi.
Dapur yang digunakan hampir sama dengan dapur untuk menghasilkan
baja paduan. Tetapi dapur ini dilengkapi dengan suatu silinder air
berlubang yang bersatu dengan kumparan yang dan berfungsi sebagai
unit pendingin. Permukaan komponen yang akan dikeraskan, dipanaskan
mencapai suhu pengerasan yang berlangsung sangat cepat. Selanjutnya,
didinginkan dengan cepat sewaktu komponen masih tetap di dalam
kumparan. Pengerasan lapisan yang tebalnya mencapai 3 mm dilakukan
dengan pengerjaan setempat (lokal). Hal itu ditunjukkan seperti pada
Gambar 4.12 di bawah ini.
Gambar 4.12 Induction Hardening
(sumber : www.info.lu.farmingdale.edu)
Proses pengerasan induksi lebih sesuai untuk baja dengan
kandungan karbon sekitar 0.45%. Dalam cara ini suhu yang dihasilkan
dapat dikontrol dengan pengaturan kunparannya, yaitu dengan mengatur
jarak antara kumparan dengan permukaan komponen yang dikeraskan.
Aplikasi proses induction hardening akhir-akhir ini melalui
penggunaan arus induksi dalam industri mengalami kemajuan pesat,
termasuk penggunaan arus listrik untuk pencairan logam, pengerasan,
dan perlakuan panas lainnya. Seperti pemanasan permukaan untuk
penempaan, pemanasan untuk sinter, brazing dan perlakuan jenis. Arus
bolak-balik berfrekuensi tinggi berasal dari konverter merkuri, osilator
spark atau osilator tabung. Frekuensi pada umumnya tidak melebihi
500.000 Hz. Untuk benda yang tipis digunakan frekuensi yang tinggi,
sedangkan untuk benda yang tebal digunakan frekuensi yang rendah.
Pemanasan induksi memberikan hasil yang cukup baik pada pengerasan
permukaan kurkas dan yang harus tahan aus. Berbeda dengan
pengerasan permukaan biasa, disini susunan kimia baja tidak berubah
karena pemanasan berlangsung sangat cepat dan pencelupan permukaan
tidak berpengaruh pada bagian dalamnya.
c. Laser and Electron Beam Hardening
Metoda ini dapat digunakan untuk melaksanakan proses selektif
hardening dari baja yang keras. Proses ini melaksanakan fungsi yang
sama sebagai nyala api pada proses pengerasan atau sebagai kumparan
induksi pada proses pengerasan dengan induksi. Proses ini hanya dapat
diaplikasikan untuk baja yang mempunyai karbon cukup dan komposisi
campuran logam dapat membuat proses pembekuan dapat berjalan
maksimal. Laser atau gudang elektron digunakan untuk menaikkan
temperatur permukaan material. Berkas elektron yang mengeraskan
material memerlukan ruang hampa. Laser ( berkas cahaya) tidak
memerlukan ruang hampa dan proses hardening dapat dilakukan dengan
penggunaan suatu gas. Ukuran noda berkas elektron adalah sekitar 0.010
sampai 0.015 inchi persegi. Laser dapat lebih besar tetapi pada
umumnya tidak ada yang lebih besar dari sekitar 0.150 inchi persegi.
Kedua metoda tersebut mempunyai kerugian yaitu:
( 1 ) Peralatan yang digunakan cukup mahal
( 2 ) Proses ini tidak dapat diterapkan pada campuran logam tinggi .
Proses ini hanya terbatas pada baja karbon sederhana dan kualitas
hasilnya masih belum bagus.
Gambar 4.13 Laser and Electron Beam Hardening
(Sumber: www.nuvonyx.com)
2. Quenching
Quenching adalah proses pendinginan cepat setelah mengalami
pemanasan. Media quenching dapat berupa oli, air, air garam, udara dan
lain-lain sesuai dengan material yang diquenching.
Gambar 4.14 Typical cooling curve for a small cylinder quenched
(Sumber : Sidney A Havner, Introduction To Physical Metallurgy)
Tiga tahap pendinginan, yaitu:
a. Vapor-blanket Cooling stage
Tahap pertama, suhu logam sangat tinggi sehingga medium
quenching menguap pada ermukaan logam.
b. Vapor-transport Cooling Stage
Proses ini dimulai ketika logam didinginkan pada suhu uap air dar
film tidak stabil. Permukaan logam basah oleh medium quenching dan titik
didih.yang tinggi.Tahapan ini merupakan proses pendinginan yang paling
cepat.
c. Liquid Cooling Stage
Proses ini dimulai ketika suhu permukaan logam mencapai titik
didih. Tahapan ini merupakan proses yang paling lambat.
Gambar 4.15 Diagram Proses Quenching Baja Diameter ½ inchi dengan Berbagai
Media Quenching
(Sumber: Rajan T.V., C.P. Sharma dan Ashok Sharma. Heat
Treatment Principles And Technique.)
Gambar 4.15 yang merupakan Diagram Quenching memuat berbagai
macam media pada pusat dari baja berdiameter ½ inchi. Pada sisi kiri kurva
adalah campuran brine 10 % pada 75° F. Dilanjutkan dengan tap water pada
suhu 75° F, gulf super-quench pada 125° F, fused salt pada 400° F, slow oil
pada 125° F dan yang terakhir still air pada 82° F.
Menurut media pendinginnya, quenching dapat dibagi menjadi beberapa bagian,
yaitu:
1) Quenching media brine ( air + 10 % sodium klorida )
Dari kurva diatas dapat dilihat bahwa media brine memiliki tahap
penguapan sangat pendek yang bertahan sekitar 1 detik dan kemudian
menurun dengan cepat menjadi tahap mendidih dimana tingkat
pendiginannya sangat cepat. Dan akhirnya menuju pada tahapan yang
ketiga pada sekitar 10 detik. Pada umumnya media yang digunakan
mengandung 5 - 10 % garam (sodium klorida) dalam air.
Gambar 4.16 Peralatan untuk quenching dengan media brine
(Sumber: www.monroeccce.du)
2) Quenching media tap water (air kran)
Air adalah media yang paling banyak digunakan untuk quenching, karena
biayanya yang murah, dan mudah digunakan serta pendinginannya yang
cepat. Air khususnya digunakan pada baja karbon rendah yang
memerlukan penurunan temperatur dengan cepat dengan tujuan untuk
memperoleh kekerasan dan kekuatan yang baik. Air memberikan
pendinginan yang sangat cepat, yang menyebabkan tegangan dalam,
distorsi, dan retakan.
Gambar 4.17 Peralatan quenching dengan media tap water
(Sumber: www.fhrosenheim.com)
2) Quenching dengan media oli
Oli sebagai media pendingin lebih lunak jika dibandingkan dengan air.
Digunakan pada material yang kritis, antara lain material yang mempunyai
bagian tipis atau ujung yang tajam. Karena oli lebih lunak, maka
kemungkinan adanya tegangan dalam, distorsi, dan retakan kecil. Oleh
karena itu medium olo tidak menghasilkan baja sekeras yang dihasilkan
pad medium air. Quenching dengan media air akan efektif jika dipanaskan
pada suhu 30-60 derajat Celcius.
Gambar 4.18 quenching dengan media oli
(Sumber: www.coutelcutlery.com)
3) Quenching dengan media udara
Quenching dengan media udara lebih lambat jika dibandingkan dengan
media oli maupun air. Material yang panas ditempatkan pada screen.
Kemudian udara didinginkan dengan kecepatan tinggi dialirkan dari
bawah melalui screen dan material panas. Udara mendinginkan material
panas lebih lambat dari daripada medium air dan oli. Pendinginan yang
lambat kemungkinan adanya tegangan dalam dan distorsi. Pendinginan
udara pada umumnya digunakan pada baja yang mempunyai kandungan
paduan yang tinggi.
Gambar 4.19 Quenching media udara
(Sumber: Rajan T.V., C.P. Sharma dan Ashok Sharma. Heat Treatment
Principles And Technique.)
4) Quenching dengan media air garam
Air garam adalah media yang sering digunakan pada proses quenching
terutama untuk alat-alat yang terbuat dari baja. Beberapa keuntungan
menggunakan air garam sebagai media adalah:
a. Suhunya merata pada air garam
b. Proses pendinginan merata pada semua bagian logam
c. Tidak ada bahaya oksidasi, karburisasi, atau dekarburisasi
selama proses pendinginan
5) Polimer quench
Polimer quench pendinginannnya berada diantara air dan oli, kecepatan
pendinginan dapat terpengaruh oleh variasi komponen dalam campuran yang
mana tersusun atas air dan glycol polimer. Polimer quench berkemampuan
untuk menghasilkan benda kerja dengan tingkat korosi yang rendah dari pada
air dan resiko kebakaran yang rendah pada oli. Tapi hasil yang demikian
hanya akan diperoleh bila komposisi kimia material quench selalu konstan.
Gambar 4.20 Peralatan quenching dengan media campuran oli
dan air
(Sumber: www.beautifuliron.com)
Sesuai dengan diagram medium pendinginan, urut-urutan media pendingin
berdasarkan kemampuan menghasilkan kekrasan tertinggi adalah :
1. Air dengan 10% sodium chloride (brine).
2. Larutan garam
3. Air yang mengalir (disemprotkan dengan tekanan tinggi).
4. Oli + air.
5. Oli.
6. udara
Dari proses quenching juga dapat dihasilkan diagram TTT (time,
temperature, transformation), seperti pada gambar 4.21
Gambar 4.21 Diagram TTT Proses Quenching
(Sumber: www.rpdrc.com )
Gambar 4.22 Kurva Quenching Dengan Berbagai Media
(Sumber: www.rpdrc.com )
Angka pendinginan untuk berbagai macam media dapat dilihat
pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.2. Angka pendinginan pada specimen stainless steel
berdiameter 0,5 inci dan panjangnya 2,5 inci diquench dari
1500o F
(sumber : Richard A Little, Metalworking Technology)
2.2.2 Softening
Softening adalah proses pemanasan diikuti pendinginan secara perlahan-
lahan (untuk baja karbon tinggi).
a. Annealing
Annealing adalah proses pelunakan, sehingga baja yang keras dapat dikerjakan
melalui pemesinan atau pengerjaan dingin. Hal ini dilakukan dengan
memanaskan baja di atas suhu kritis, dibiarkan sampai suhu merata dan diikuti
dengan pendinginan secara perlahan sambil dijaga agar suhu di bagian luar dan
dalam kira-kira sam. Proses annealing bertujuan
- Menghilangkan tegangan sisa
- Meningkatkan kehalusan, kerapuhan, dan kekasaran
- Menghasilkan mikrostruktur spesifik
Tahapan-tahapan perubahan material dapat kita lihat dari diagaram
fasanya seperti yang terlihat pada Gambar 4.14 di bawah ini.
Gambar 4.23 Diagaram Tahap Annealing
( Sumber : www.info.lu.farmingdale.edu )
Sifat-sifat baja yang didefinisikan di atas dapat diartikan bahwa baja harus
dipanaskan melalui suhu pengkristalan kembali untuk membebaskan tegangan-
tegangan dalam baja. Kemudian mempertahankan pemanasannya pada suhu
tinggi untuk membuat sedikit pertumbuhan butir-butiran dan suatu struktur
lapisan austenit. Dan seterusnya didinginkan secara perlahan-lahan untuk
membuat suatu struktur lapisan perlit, mengindikasi kelunakan, dan
memperbaiki sifat-sifat pengerjaan dingin.
Jenis-jenis annealing:
1.) Annealing sempurna (Full
Anneling )
Proses ini dapat diartikan sebagai pemanasan yang dipertahankan pada
beberapa suhu di atas temperatur Ac3 kemudian menahannya pada
temperatur tersebut selama beberapa waktu (1 jam tiap ketebalan per inchi)
kemudian didinginkan bersamaan dengan dinginnya tungku. Hal itu
dilakukan sampai struktur austenit secara komplet berubah menjadi
struktur perlit. Dan terakhir didinginkan secara bebas. Agar diperoleh
suatu logam yang bersifat lunak maka suatu bahan perlu didinginkan
secara perlahan-lahan. Contohnya yaitu perubahan austenit menjadi perlit.
Pendinginan tersebut melalui suhu kritis terendah yang sesuai sampai
pemanasan baja mencapai perendaman cairan garam (biasanya sekitar 650o
C). Selanjutnya baja dikeluarkan dari dalam rendaman air garam dan
didinginkan secara bebas di udara.
(William D. Callister. Materials Science And Engineering. Halaman 226)
Gambar 4.24 Siklus Annealing Sempurna
(sumber : Amstead, B.H dkk.1989.Teknologi Mekanik edisi ke-7.)
2.) Spherodizing
Merupakan proses annealing yang digunakan untuk baja karbon
tinggi contohnya bantalan peluru. Tujuan dilakukan spherodizing adalah
meningkatkan ketangguhan baja rapuh. Langkah spherodizing adalah
memenaskan bahan hingga temperatur tepat di bawah garis ferrite-austenit
(garis di bawah garis austenit-sementit). Metode spherodizing menghasilkan
struktur cementit yang berbentuk bulat bola (spheroids) seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 4.19 di bawah ini.
Gambar 4.25 Spheroidizoid
(sumber: http://arisabadi.blogspot.com)
Dalam proses ini baja dipanaskan pada suhu sekitar 650o C. Suhu ini
cukup tinggi untuk membuat pengkristalan kembali dan struktur yang seragam.
Baja setelah dipanaskan didinginkan secara bebas di dalam udara. Apabila
proses ini digunakan untuk jenis baja karbon tinggi akan menyebabkan
cementit diperkirakan bebrbentuk bulat. Sehingga baja itu mudah untuk
dibentuk dan dikerjakan mesin perkakas. Sewaktu baja dikerjakan dengan
proses annealing dengan cara dipanaskan pada suhu tinggi dalam periode yang
cukup lama, belangsung proses oksidasi. Hal tersebut menyebabkan terjadi
pengelupasan pada bagian lapisan luar. Struktur ini meningkatkan kemampuan
mekanis dalam proses pemotongan. Spherodizing juga meningkatkan
ketahanan terhadap goresan. Struktur yang terbentuk adalah spherodite seperti
pada gambar diatas.
3.) Stress Relief Anneling
Tegangan sisa dapat meningkat dalam potongan logam sebagai respon dari:
a.) Proses plastik deformasi seperti machining (permesinan) dan grinding
(penggerindaan).
b.) Pendinginan yang tidak seragam pada potongan logam.
c.) Suatu fase transformasi yang disebabkan oleh pendinginan sehingga fase
produk memiliki kerapatan yang berbeda.
Bila tegangan sisa tersebut tidak dihilangkan maka dapat mengakibatkan
gangguan atau distorsi. Cara untuk menghilangkan tegangan sisa tersebut
adalah dengan melakukan proses stress relief anneling, karena proses ini tidak
mengurangi kekuatan material secara signifikan. Proses ini digunakan pada
situasi dimana pengawasan dimensional secara ketat diperlukan dalam proses
pengelasan, dalam proses penempaan, proses pengecoran dan lain-lain.
(Sumber: William D. Callister. Materials Science And Engineering. halaman 225 )
4.) Soft Anneling
Merupakan proses pelunakan dengan menggunakan proses pengerasan
regangan yang dilakukan dengan prosedur pemanasan yang wajar. Ditinjau dari
segi produksi, proses ini lebih cepat dibandingkan dengan paduan dan makin
besar deformasi maka makin cepat proses ini berlangsung. Pemanasan
dilakukan pada suhu 15o F. Tujuan dari soft annealing adalah untuk
menghilangkan tegangan akibat regangan akibat proses penarikan.
5.) Anil
Dilakukan pada material gelas untuk menghilangkan tegangan tegangan
sisa dan menghindarkan terjadinya retakan panas (benda mula dan benda akhir
tidak berubah kekerasannya). Prosedur pelaksanaannya berubah dengan
komposisi gelas karena suhu pemanasan harus mendekati suhu transisi gelas
agar memungkinkan penurunan tegangan tanpa melampaui titik regangan
dimana viskositas = 10 13,5 Pa. Pendinginan yang lambat ini mencegah
terjadinya tegangan termal baru. Dibawah suhu titik regangan dimana ada
peningkatan viskositas sebanyak 30 kali, pendinginan dapat berlangsung
dengan epat karena tidak mungkin terjadi tegangan sisa yang baru. Pada proses
ini tidak ada perubahan struktur mikro. Grafik annealing berdasarkan suhu
dapat kita lihat pada Gambar 4.20 di bawah ini.
Gambar 4.26 Klasifikasi annealing berdasarkan suhu pada annealing
(Rajan, T. V., C. P. Sharma, Ashok Sharma, Heat Treatment Principles and
Techniques )
Untuk full annealing, baja dipanaskan di atas suhu kritis(A3)
maksimum dan kemudian didinginkan secara lambat. Untuk partial annealing,
baja dipanaskan diantara suhu kritis maksimum (A3 or Acm) dan suhu kritis
minimum (A1). Sedangkan pada subcritial annealing, baja dipanaskan di
bawah suhu kritis (A1), dapat dilihat pada Gambar 4.18 di atas.
b. Normalizing
Proses ini seperti yang terlihat dari pada Gambar 4.21, dapat diartikan
sebagai pemanasan dan mempertahankan pemanasan pada suhu yang sesuai
diatas batas perubahan, diikuti pendinginan secara bebas di dalam udara luar
supaya terjadi perubahan ukuran butir-butiran. Pendinginan yang bebas akan
menghasilkan struktur yang lebih halus daripada struktur yang dihasilkan
dengan annealing. Pengerjaan mesin juga akan menghasilkan permukaan
pengerjaan yang lebih baik.
Gambar 4.27 Proses Normalizing
(Sumber: www.rpdrc.com )
Hal tersebut membuat struktur lebih seragam dan juga untuk memperbaiki
sifat-sifat mekanik baja tersebut. Pada proses ini baja dipanaskan untuk
membentuk struktur austenit, direndam dalam keadaan panas dan seterusnya
didinginkan secara bebas di udara
c. Tempering
Baja biasanya dipanaskan kembali pada suhu kritis terendah setelah
dilakukan pengerasan untuk memperbaiki kekutan dan kekenyalannya. Akan
tetapi hal itu mengurangi daya regang dan kekerasannya, sehingga membuat
baja lebih sesuai untuk kebutuhan untuk membuat peralatan. Proses pemanasan
kembali disebut penyepuhan. Proses tersebut menyebabkan martensit berubah
menjadi troostit dan sorbit sesuai dengan suhu penyepuhannya. Troostit dan
sorbit tersebar halus dalam bentuk karbid pada lapisan ferit. Bentuk strukturnya
tidak seperti austenit tetapi berlapis-lapis.
Suhu tempering tergantung pada sifat-sifat baja yang diperlukan, biasanya
sekitar 180oC-650oC, dan lamanya pemanasan bergantung pada tebalnya bahan.
Pemanasan biasanya dilakukan di dalam dapur sirkulasi udara dan seterusnya
direndam dalam minyak atau timbal (timah hitam). Dengan demikian, suhu
pemanasanya dapat dikontrol secara tepat. Alat-alat biasanya ditemper pada
suhu rendah. Penetapan suhu dengan cara melihat warna pada selaput oksida
yang dihasilkan dengan pemanasan.
(Sumber : Rajan T.V ., C.P. Sharma dan Ashok Sharma. Heat Treatment Principles
And Techniques. Halaman 114)
a. Austemper
Proses pencelupan tertunda seperti Gambar 4.22 di bawah ini disebut
austemper. Austenit mengalami transformasi isotermal dan berubah menjadi
bainite yang keras. Benda atau bagian harus dicelup dengan cepat sampai
mencapai suhu yang tepat, tanpa memotong ujung kurva transformasi. Baja
dibiarkan diatas garis Ms akan tetapi dibawah 430oC ( diquench dengan air
garam ). Bila dibiarkan cukup lama akan diperoleh struktur bainite. Dibawah
mikroskop struktur bainite mirip dengan martensite, akan tetapi bainite lebih
ulet dibandingkan dengan martensite temper. Proses ini diterapkan untuk benda
yang kecil dengan kemampuan kekerasan yang baik.
Gambar 4.28 Diagram Austemper
(Sumber: http://www.its.ac.id/personal/material.php?id=fahmi)
Keuntungan austemper yaitu untuk meningkatkan keuletan dan daya tahan
impak dari beberapa baja dan mengurangi distorsi dari material yang
diquenching.
Kekurangannya yaitu membutuhkan air garam khusus dan proses ini hanya
dapat digunakan pada baja tertentu, serta membutuhkan waktu pengerjaan
lama.
b. Martemper
Tujuan utama martemper adalah untuk menekan distorsi, terjadinya retak
atau timbulnya tegangan dalam akibat pencelupan dalam minyak atau air.
Struktur yang terjadi sama dengan martensit temper dan biasanya disusul
temper lagi.
Dari Gambar 1.29 di bawah ini dapat kita lihat proses Martemper. Baja
didinginkan dengan cepat dari daerah austenite sampai suhu diatas garis Ms.
Baja dibiarkan cukup lama sehingga suhu merata, artinya bagian dalam dan
luar telah mencapai suhu yang sama. Setelah itu baja biasanya didinginkan
diudara sampai mencapai suhu ruang dan terbentuklah martensite. Baja
dipanaskan kembali; suhu tergantung pada kadar karbon dan pada unsur
paduan, untuk baja karbon dengan C sama dengan 0,4 %, suhu adalah 370oC.
Gambar 4.29 Diagram Martemper
( sumber : little, Richard A. Metal Working Technology)
Beberapa macam proses tempering
1. Tempering suhu rendah (150°C - 500° C)
Untuk mengurangi tegangan kerut dan kerapuhan dari baja. Digunakan untuk
alat kerja yang tak mengalami beban berat.
2. Tempering suhu menengah (300°C - 500°C)
Untuk menambah keuletan dan kekerasan sedikit berkurang. Digunakan untuk
alat kerja yang mengalami beban berat
3. Tempering suhu tinggi (500°C - 6s0°C)
Untuk memberikan keuletan yang besar tetapi kekerasannya rendah.
Digunakan untuk roda gigi, poros, batang penggerak, dan lain-lain
Gambar 4.30 proses pada tempering
(sumber : William D. Callister. Materials Science And Engineering 7ed)
4.2.3 Aplikasi Proses Heat Treatment
Aplikasi proses heat treatment antara lain :
Aplikasi penggunaan arus induksi dalam industri akhir-akhir ini
berkembang sangat pesat. Termasuk penggunaan arus listrik untuk
mencairkan logam, pengerasan dan perlakuaan panas lainnya.
Pemanasan induksi memberikan hasil yang cukup baik pada pengerasan
permukaan krukas yang harus tahan terhadap aus, karena pemanasan
induksi ini berbeda dengan pengerasan biasa lainya yaitu struktur kima
baja tidak terpengaruh karena perubahan panas berlangsung sangat cepat
dan pencelupan tidak akan mempengaruhi bagian dalamnya. Seperti
pemanasan permukaan untuk penempaan, pemanasan untuk sinter,
brazing dan perlakuan jenis.
Duralium, paduan aluminium dengan tembaga, magnesium, dan
mangan, petama kali diperkenalkan di Jerman. Jenis ini merupakan
paduan aluninium yang dapat diberi perlakuan panas (heat treatment)
dan menghasilkan kombinasi kekuatan dan keuletan yang baik. Saat ini
paduan ini dikenal dengan nama aluminium 2017-T4. Pesawat udara
yang pertama kali memakai struktur rangka aluminium adalah Junkers
F13 yang diproduksi di Jerman pada tahun 1920 dan kemudian disusul
Douglas DC3 yang memakai aluminium 2024-T3. Keunggulan
aluminium 2024-T3 adalah memiliki tahanan fatik yang lebih baik dari
versi sejenisnya.
Pada roda gigi, di lakukan proses heat treatment yaitu proses surface
hardening tanpa penambahan zat dengan cara flame hardening.
Pada proses penyepuhan baja tahan karat (stainless) contohnya pada
sendok. Paduan aluminium, tembaga ,nikel dan magnesium dapat juga
dikeraskan dengan proses ini.
Pada poros dan alat penggerak dilakukan proses tempering suhu tinggi
Pada pembuatan pisau, mterial tersebut di panasi dulu sampai suhu
tertentu agar mudah dibentuk
(sumber : Amstead, B.H dkk.1989.Teknologi Mekanik edisi ke-7.)
4.3 METODOLOGI
4.3.1 Bahan Percobaan
Bahan yang digunakan dalam praktikum heat treatment ini adalah :
a. Baja ST 40
b. Baja ST 60
c. Besi cor
4.3.2 Peralatan percobaan
Peralatan yang digunakan dalam praktikum heat treatment adalah :
a. Sebuah perangkat Furnace Chamber HOFFMANN TYPE K 1
Gambar 4.31 Furnace Chamber HOFFMANN TYPE K 1
Gambar 4.32 Panel control Furnace Chamber HOFMANN TYPE K 1
Spesifikasi alat Chamber Hofman;
• Tipe K-1
• Tahun pembuatan 1991
• Temperatur Alat 20˚ - 850˚
• Waktu mulai penundaan 0 – 9999 menit
• Ramp End, Skip , 4 - 700˚C/h
• Dwell 0-9999 menit
• Pendinginan skip 4 -700˚C
• End 0-9999 menit ditahan
Keterangan :
1. Display
adalah layar yang yang digunakan untuk menampilkan keterangan suhu,
kecepatan pemanasan, waktu penahanan, maupun kecepatan pendinginan.
2. Unit
Bagian yang menunjukkan satuan-satuan dari angka-angka yang ditampilkan
pada bagian display.
3. Program Number
Program number merupakan untuk tiap program yang ada dalam mesin
tersebut.
4. Heating Program
Diagram pemanasan dimana pada diagram tersebut terlihat adanya kenaikan
suhu dan penahanan suhu.
A Mengontrol waktu tunggu yang telah disimpan samapi memulai proses
pemanasan.
B, D, F Mesin pemanas memanasi dg kecepatan yang telah disimpan, dapat
dipilih dari 4oC – 700oC.
C, E, G, I Suhu tidak merubah waktu tunggu.
H Mesin pemanas menurunkan suhu dengan kecepatan normal
5. Relais
Indikator untuk mengontrol sirkulasi udara luar mesin, nilai magnetik, dan
penghubungnya
6. Program Button
Adalah tombol untuk memilih-milih program yamg dinginkan, yang
selanjutnya akan ditampilkan pada layar program number (3).
7. Segment Button
Tombol yang digunakan untuk memindahkan tahapan-tahapan suhu yang
dapat dilihat pada diagram pemanasan.
8. Up/down button
Tombol untuk menaikkan atau menurunkan suhu, kecepatan pemanasan
seperti yang ditampilkan pada display (1).
9. Key Button
Adalah tombol untuk mengunci bila kita menginginkan program tersebut
menjadi salah satu program dalam mesin.
10. Relais button
Untuk mengontrol sirkulasi udara luar mesin, nilai magnetik, dan
penghubungnya.
11. Comsumption button
Untuk mengetahui energi pemakaian pada proses pemanasan sejak dimulai
program dan ditampilkan pada display
12 Start stop button
Tombol untuk memulai jalannya program dan menghentikannya
b. Rockwell Hardness Tester HR 150A
Gambar 4.33 Rockwell Hardness Tester Model HR-150A
c. Mesin ampelas/ grinding
Gambar 4.34 Mesin ampelas/ grinding
d. Vernier caliper
Gambar 4.35 Vernier Calliper
e. Media pendingin
• Air
• Udara
• Oli
4.3.3 Langkah Percobaan
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan dipakai dalam praktikum heat
treatment.
2.Memasukkan spesimen ke dalam Furnace Chamber sampai temperatur 8500 C
dan ditahan selama 10 menit.
3.Mendinginkan spesimen dengan media pendingin
4.Melakukan pengampelasan sampai spesimen rata
5.Menguji kekerasan spesimen dengan Rockwell Hardness Tester model HR
150A .
6.Mengulangi uji kekerasannya sampai tiga kali
7.Mengulangi uji kekerasan untuk spesimen lain.
8.Membandingkan pada spesimen yang sama untuk media pendingin yang
berbeda.
4.3.4 Digram alir percobaan
Mulai
Menyiapkan material yang akan diheat -tretman(Baja ST -40 dan Baja ST -60 )
Memasukkan material ke dalam Chambeer hoffman
Menghidupkan Chamber Hoffman
Membuat program untuk poroses heat -treatment
Memasukkan program yang digunakan dengan memperkirakan waktu ,
kecepatan bakar dan waktu penahanan
Mengecek Program
Menjalankan program dengan menekan tombol start
Menunggu sampai waktu burning selesai
Menekan tombol stop untuk menghentikan pemanasan
Mengeluarkan material dari chamber hofmann
Selesai
Yes
No
4.4 Hasil dan Pembahasan
4.4.1 Data hasil percobaan
Berikut adalah data nilai kekerasan yang diperoleh :
4.1.1 Material Non Perlakuan
No
HRA
Baja ST
40
Baja ST
60Besi Cor
1 51 57 57.5
2 51 56 57
3 51.5 56.5 56
Rat
a-
rat
a
51.167 56.5 56.833
4.1.2. Material Perlakuan
- Perlakuan panas dengan pendinginan udara
No HRA
Baja ST
40
Baja ST 60 Besi Cor
1 37.5 47 50
2 38 50 52
3 37 50 52
Rata 37.5 49 51.333
-rata
- Perlakuan panas dengan pendinginan air
No HRA
Baja ST
40
Baja ST 60 Besi Cor
1 43.5 67 74
2 43.5 66 73
3 44 69 73.5
Rata
-rata43.667 67.333 73.5
- Perlakuan panas dengan pendinginan oli
No HRA
Baja ST
40
Baja ST 60 Besi Cor
1 45 54.5 77
2 45.5 54.5 76
3 45 54 75
Rata
-rata45.167 54.333 76
4.4.2 Analisa Data
Setelah dilakukan percobaan pada baja ST 40, baja ST 60 dan besi cor dengan
non perlakuan dan perlakuan dengan berbagai media seperti media air,oli dan
juga udara dan di dapat nilai kekerasannya tiap-tiap material tersebut maka dapat
dibuat suatu analisa :
1. Dari penjelasan teori di atas media pendinginan quenching sangat
mempengaruhi kekerasan suatu material, bahwa hasil pendinginan
menggunakan media air akan lebih keras dari pada media quenching
lainnya. Berdasarkan urutan kekerasannya dapat diurutkan perlakuan panas
pendinginan air > pendinginan oli > Non perlakuan > perlakuan udara.
2. Dari hasil percobaan didapatkan hasil bahwa pendinginan dengan
air menghasilkan tingkat kekerasan material yang lebih tinggi dibandingkan
dengan pendinginan dengan udara. Hal ini disebabkan karena proses
pendinginan dengan media pendinginan air terjadi sangat cepat karena
dilakukan secara mendadak sehingga terbentuk struktur martensit yang lebih
keras, karena martensit itu sendiri merupakan butiran yang berbentuk jarum
dan mempunyai sifat yang sangat keras dan tidak stabil. Struktur kristal dari
martensit bukan BCC (Body Centered Cubic) melainkan BCT (Body
Centered Tetragonal).
Gambar 4.35 Struktur Kristal BCT ( Body Centered Tetragonal )
(Sumber: Callister, Materials Science and Engineering 4th)
Struktur ikatan martensit tersebut dikarenakan kehadiran dari karbon yang
terjebak ditengah-tengah struktur kristal. Karena pendinginan yang cepat,
maka atom-atom logam tidak mengalami transformasi secara difusi. Dengan
pendinginan yang sangat cepat maka tidak akan ada waktu bagi austenit
untuk berubah maupun menjadi ferrit. Sedangkan pada pendinginan udara
yang merupakan jenis proses quenching, prosesnya berlangsung sangat
lambat sehingga austenit berubah menjadi perlit maupun ferrit yang lunak.
3. Baja ST-40 merupakan baja karbon rendah dengan kadar C + 0,3
%. Pada diagram fasa Fe – C dibawah, letak ST 40 pada garis warna merah.
Sehingga perubahan fase selama proses heat treatment dapat dilihat pada
diagram tersebut. Baja ST- 60 merupakan baja karbon sedang dengan
kandungan C antara 0,3 – 0,65 % pada diagram fasa dibawah letaknya
antara garis merah dan biru sehingga perubahan fase pada waktu heat
treatment dapat dilihat pada diagram fase Fe – C dibawah.
Gambar 4.36 Letak Baja ST-40 dan ST-60 dalam Diagram fasa Fe – C
(Sumber : Callister, Materials Science and Engineering 4th )
Gambar 4.37 Representasi struktur mikro baja ST-40 dan ST-60 dalam
proses heat treatment
(Sumber: Callister, Materials Science and Engineering 4th)
Tabel 4.7. Perbandingan berbagai sifat baja ST-40 dan ST-60 setelah proses Heat
Treatment
Perlakuan Panas Baja ST-40 Baja ST-60 Besi CorNon Perlakuan Sifatnya lebih keras
dibandingkan
dengan baja ST-40
dengan pendinginan
udara maupun oli,
tapi lebih ulet
dibandingkan ST-40
pendinginan air
Kekerasan dan
keuletannya lebih
besar dibandingkan
dengan baja ST 60
pendinginan udara ,
pendinginan air dan
pendinginan oli
Kekerasannya lebih
besar dibandingkan
dengan besi cor
pendingianan udara
tetapi lebih ulet bila
dibandingkan dengan
besi cor pendinginan
oli dan medium airPendinginan
Udara
Paling rendah
kekerasannya bila
dibandingkan
dengan baja ST 40
non perlakuan ,
pendinginan air dan
pendinginan oli
tetapi keuletannya
paling besar bila
dibandingkan
dengan baja ST-40
non perlakuan,
pendingianan air
dan pendinginan oli.
Paling rendah
kekerasannya bila
dibandingkan dengan
non perlakuan ,
pendinginan air dan
pendinginan oli tetapi
keuletannya paling
besar bila
dibandingkan dengan
baja ST-60 non
perlakuan,
pendinginan air dan
pendinginan oli.
Paling besar
keuletannya dan
paling rendah
kekerasannya bila
dibandingkan dengan
besi cor non
perlakuan,
pendinginan air, dan
pendinginan oli
Pendinginan air Paling keras dan
paling rendah
keuletannya bila
dibandingkan
dengan baja ST 40
Kekerasannya lebih
besar dibandingkan
dengan ST 60
pendinginan udara
tapi lebih ulet bila
Kekerasannya lebih
besar dibandingkan
dengan besi cor non
perlakuan maupun
pendinginan udara
non perlakuan,
pendinginan air dan
pendinginan oli
dibandingkan dengan
ST 60 non perlakuan
dan pendinginan oli
tetapi lebih ulet bila
dibandingkan dengan
besi cor pendinginan
oliPendinginan Oli Kekerasannya lebih
besar di bandingkan
dengan ST 40
Pendingianan udara
tapi lebih ulet bila
disbanding dengan
ST 40 non
perlakuan maupun
dengan medium air
Kekerasannya lebih
besar dibanding
dengan ST 60
medium udara
maupun air, tetapi
lebih ulet
dibandingkan dengan
ST 60 non perlakuan
Paling keras dan
paling rendah
keuletannya bila
dibandingkan dengan
besi cor non
perlakuan,
pendinginan udara,
dan pendingianan air
4. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi :
a. Nilai rata-rata kekerasan baja ST 60 pendinginan air 60.33 skala HRA dan
nilai kekerasan baja ST 60 pendinginan oli 61 sksls HRA,artinya nilai
kekerasan pendinginan oli lebih besar dibandingkan nilai kekerasan
pendinginan air
b. Nilai rata-rata kekerasan besi cor pendinginan air 74.17 skala HRA dan
nilai kekerasan besi cor pendinginan oli 76 skala HRA,artinya nilai
kekerasan pendinginan oli lebih besar dibandingkan nilai kekerasan
pendinginan air
5. Penyimpangan-penyimpangan ini dapat terjadi karena hal-hal sebagai berikut :
a. kurang ratanya atau kurang halusnya permukaan material pada saat
mengamplas sehingga terjadi perbedaan distribusi gaya yang diterima
pada permukaan material.
b. jarak identitor penetrasi dengan berikutnya terlalu dekat, sehingga nilai
kekerasannya kurang tepat.Oleh karena itu jarak antara diameter indentor
yang satu dengan yang lain harus minimal 3 (tiga) kali diameter indentor.
c. kekurang telitian praktikan dalam melihat nilai kekerasan yang terlihat
pada Rockwell tester.
d. kekurang telitian praktikan dalam melihat waktu pada saat dilakukan gaya
penekanan pada material.
4.5 KESIMPULAN DAN SARAN
4.5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dan analisa data, dapat disimpulkan beberapa
hal yaitu :
1. Heat treatment adalah proses pendinginan dan pemanasan yang terkontrol
terhadap logam, yang disesuaikan dengan tujuan pemakaiannya.
2. Tujuan dari heat treament antara lain :
a. Untuk mempersiapkan material untuk pengolahan berikutnya.
b. Mempermudah proses machining.
c. Untuk mengurangi kebutuhan daya pembentukan dan kebutuhan
energi.
d. Memperbaiki sifat keuletan material dan kekuatan material, dimana
dalam hal ini merupakan fungsi dari kandungan karbon yang terkandung dalam
material.
e. Meningkatkan kekerasan dan tegangan tarik.
3. Pendinginan yang cepat akan meningkatkan kekerasan sedangkan pendinginan
lambat kekerasannya kurang optimal.
4. Proses-proses dalam Heat treatment pada suatu material antara lain :
1. Untuk memperbaiki sifat kekerasan material ( hardening ) :
Surface Hardening(pengerasan permukaan)
1. Dengan penambahan zat
a. Karburasi
b. Nitriding
c. Karbonitriding
d. Sianiding
e. Chromizing
f. Siliconizing
2. Tanpa Penambahan Zat
(a.) Flame Hardening
(b.) Induction Hardening
(c.) Laser and Electron Beam Hardening
Quenching
2.) Untuk memperbaiki sifat keuletan material ( softening ) :
a.) Anneling
b.) Normalizing
c.) Tempering
e. Dari data hasil percobaan didapat nilai kekerasan :
Baja ST 40 perlakuan air < non perlakuan>pendinginan oli > pendinginan
udara
Baja ST 60 perlakuan air > perlakuan oli > non perlakuan > pelakuan
udara
Besi cor perlakuan oli > perlakuan air > non perlakuan > perlakuan
udara
4.5.2 Saran
1. Waktu dan temperatur setiap material supaya diperhatikan selama
proses Heat Treatment.
2. Pada saat proses pendinginan setelah heat treatment, supaya
diperhatikan temperatur setiap perlakuan pada material tersebut.
3. Sebelum digunakan, alat harus dikalibrasi terlebih dahulu agar hasil
sesuai dengan standar.
4. Perhatikan juga proses pengukuran dan kehalusan permukaan benda
saat proses pengamplasan.
5. Praktikan seharusnya sungguh–sungguh dalam pelaksanaan praktikum,
teliti dalam pengamatan dan cermat dalam pengukuran maupun
perhitungan
6. Praktikan harus jeli dan teliti serta harus mengingat spesimen yang sedang
diamati sehingga tidak terjadi kekeliruan atau tertukarnya spesimen.