bab iv hasil penelitian dan pembahasan - a...
TRANSCRIPT
149
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini disajikan deskripsi dan analisis mengenai hasil penelitian
dan pembahasan. Pada bagian deskripsi dan analisis terfokus pada uraian
mengenai : a. upaya Tutor dalam meningkatkan kecerdasan kognitif anak
melalui sentra balok dengan pendekatan Beyond Centre and Circle Time
(BCCT), b. Mengetahui perkembangan kecerdasan kognitif anak usia dini
melalui sentra balok dengan pendekatan Beyond Centre and Circle Time
(BCCT) di lembaga PAUD Binaan SKB Kota Gorontalo. Setelah itu diakhiri
dengan pembahasan dan diskusi.
A. Pengelolaan Program PAUD Binaan SKB Kota Gorontalo
Berdirinya SKB Kota Gorontalo sebagai institusi pelaksanaan
Pendidikan Luar Sekolah di Kota Gorontalo, ditetapkan berdasarkan
Keputusan Walikota Gorontalo Nomor 29 Tahun 2003 Tanggal 4 Mei
2001. Sanggar Kegiatan Belajar Kota Gorontalo didirikan pertama kali
pada tahun 1987 dengan nama Sanggar Kegiatan Belajar Gorontalo,
dengan tugas dan fungsi menyelenggarakan program-program
DIKLUSEPORA. SKB Gorontalo adalah salah satu Unit Pelaksana Teknis
(UPT) pusat dibawah naungan Direktorat tenaga teknis Ditjen
DIKLUSEPORA Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan. SKB
difungsikan pada tahun 1989. Mulai Mei 2001 berganti nama
menjadi Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kota Gorontalo
149
150
seiring dengan berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah maka SKB
Kota Gorontalo beralih status dari UPT Pusat menjadi UPT Dinas
Pendidikan Kota Gorontalo. Dari tahun 1989 sampai dengan sekarang
sudah mengalami tujuh kali pergantian pimpinan. Berikut ini adalah
struktur organisasi SKB Kota Gorontalo :
Gambar 4.1.
Struktur Organisasi SKB Kota Gorontalo
Selanjutnya dari hasil identifikasi, SKB Kota Gorontalo pada awal
tahun 2010 telah dirumuskan beberapa pilihan jenis program diantaranya
adalah Pendidikan Kesetaraan, Pendidikan Anak Usia Dini yang telah
memiliki 4 (empat) Lembaga PAUD Binaan di 2 (dua) Kecamatan yang
ada di Kota Gorontalo. Hal tersebut dilakukan untuk memenuhi visi dan
Kepala SKB
Dra. Samsiah Tome, M.Pd
Kasubid TU
Sarintan Nur, S.Pd
POKJA LIFE SKILL
Sumber: SKB Kota Gorontalo, 2010.
POKJA PAUD
POKJA KESETARAAN
POKJA KEAKSARAAN
Koordinator Pamong
Dra. Sarintan Berahim
151
misi SKB Kota Gorontalo, yang berbunyi “Menuju SKB yang bermutu
melalui pelayanan pendidikan nonformal informal kepada masyarakat
yang efekif dan efisien secara optimal”. Sedangkan untuk menguatkan visi
tersebut diatas dirumuskan beberapa indikator yang menjadi tolok ukur
keberhasilan yaitu : 1) Meningkatnya prestasi bidang akademik pada
pendidikan kesetaraan. 2) Memiliki peserta didik yang terampil dan
memiliki kecakapan hidup untuk dapat hidup mandiri. 3)
Terselenggaranya PAUD yang efektif, 4) Tuntas dalam penanganan
pemberantasan buta huruf dan angka bagi warga masyarakat yang belum
dapat membaca, menulis dan berhitung melalui program keaksaraan
fungsional (KF), 5) Terbinanya pusat kegiatan belajar masyarakat secara
efektif. 6) Tersedianya sarana prasarana pendidikan dan latihan yang
memadai.
Dalam rangka mewujudkan visi tersebut diatas, maka SKB Kota
Gorontalo merumuskan dan menetapkan Misi sebagai berikut: 1)
Melaksanakan kegiatan pembelajaran di semua program pendidikan non
formal yang lebih efektif. 2) Melaksanakan kegiatan bimbingan dan
pelatihan keterampilan hidup bagi peserta didik pendidikan non formal. 3)
Menyediakan sarana dan prasarana yang mendukung terselenggaranya
kegiatan pembelajaran yang lebih efektif. 4) Meningkatkan mutu dan
profesional pendidik dan tenaga kependidikan dalam penyelenggaraan
program pendidikan non formal. 5) Menjalin kerja sama dengan berbagai
lembaga baik pemerintah maupun swasta sebagai mitra kerja dalam rangka
152
meningkatkan kualitas baik penyelenggaraan program maupun out put
yang dihasilkan.
Secara lebih spsifik, kelompok Kerja (POKJA) Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD) merintis program PAUD dengan kegiatan meneliti,
mengujicoba, mengembangkan model program Pendidikan Anak Usia
Dini, melaksanakan pembelajaran, pendidikan dan pelatihan serta
meningkatkan keterampilan pendidik dan tenaga kependidikan Pendidikan
Anak Usia Dini. Melaksanakan penyusunan silabus, pembekalan dan
pelatihan fungsional serta bimbingan teknis bagi Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Pendidikan Anak Usia Dini. Melaksanakan supervisi,
monitoring, evaluasi, analisis dan pelaporan kegiatan dan lembaga
pelaksana Pendidikan Anak Usia Dini diwilayah Kota Gorontalo. Serta
mengupayakan pengembangan sarana dan prasarana pendukung kegiatan
Pendidikan Anak Usia Dini.
Berdasarkan program Binaan tersebut maka dibentuklah beberapa
PAUD Percontohan di bawah binaan Kelompok Kerja PAUD. Program
Binaan ini dimulai dari program PAUD yang berada didalam lokasi
kampus SKB. Setelah berjalan lancar, masyarakat sekitar lingkungan SKB
lainnya mulai menyadari dan merasa memerlukan tempat untuk memenuhi
kebutuhan Pendidikan Anak Usia Dini bagi anak-anaknya, maka dengan
kerjasama antara SKB Kota Gorontalo serta beberapa Pendidik dan
Tenaga Kependidikan PAUD di wilayah SKB Kota Gorontalo sepakat
153
untuk membentuk juga Binaan program PAUD di wilayah masing-masing
berdasarkan pada need assesment masyarakat akan PAUD.
Maka Kelompok Kerja Pendidikan Anak Usia Dini SKB Kota
Gorontalo melalui surat keputusan Kepala SKB membina empat lembaga
PAUD di wilayah Kota Gorontalo. Meskipun berada di bawah binaan
Pokja PAUD SKB Kota Gorontalo, masing-masing PAUD ini memiliki
manajerial dan pengelolaan masing-masing. Lembaga PAUD tersebut
terdiri dari PAUD Wajar I, PAUD Wajar II, PAUD Wajar III, PAUD
Wajar IV. Jika digambarkan secara koordinat, struktur koordinasi SKB
Kota Gorontalo dengan PAUD Binaannya adalah sebagai berikut :
Gambar 4.2.
Struktur Koordinasi PAUD Binaan SKB Kota Gorontalo
Pola sebaran PAUD Binaan SKB Kota Gorontalo tidak merata pada
setiap Kelurahan, melainkan dipilih daerah mana yang paling berpotensi dan
membutuhkan program PAUD. Kegiatan PAUD yang saat ini sangat diminati
oleh masyarakat memiliki kekuatan yang nyata untuk membangkitkan
POKJA PAUD SKB Kota Gorontalo
PAUD
WAJAR I
PAUD
WAJAR II
PAUD
WAJAR III
PAUD
WAJAR IV
Sumber: SKB Kota Gorontalo, 2010.
154
kesadaran mendidik anak sejak dini. Informasi sebaran PAUD Binaan SKB
Kota Gorontalo dapat dilihat pada bagan berikut ini:
Gambar 4.3.
Struktur Koordinasi PAUD Binaan SKB Kota Gorontalo
Manajerial program PAUD Binaan SKB Kota Gorontalo yang
memberikan keluasan bagi pengelola untuk mengakses bantuan program dari
mana saja memberikan pola Koordinasi yang meluas, termasuk juga
keterlibatan Pemerintah Kota Gorontalo, Pemerintah Kelurahan, Pemerintah
Kecamatan dan aparatur Desa serta Pendidik dan Tenaga Kependidikan PAUD
di wilayah atau lingkungan PAUD itu berdiri. Untuk gambaran pola koordinasi
dan keterlibatan secara kelembagaan dapat dilihat pada bagan berikut ini:
Gambar 4.4.
Sumber: SKB Kota Gorontalo, 2010.
SKB Kota Gorontalo
Kecamatan Dungingi
Kecamatan Kota Barat
Kecamatan Kota
Selatan
Kecamatan Kota Timur
Kecamatan Kota
Tengah
Kecamatan Kota Utara
PAUD WAJAR I
PAUD WAJAR II
PAUD WAJAR III
PAUD WAJAR IV
155
Pola Koordinasi dan Keterlibatan PAUD Binaan SKB Kota Gorontalo
Sedangkan untuk pola koordinasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan
PAUD Binaan SKB Kota Gorontalo selain melibatkan Pokja PAUD SKB Kota
Gorontalo, Pemerintah Kota Gorontalo melalui Dinas Pendidikan, Pengelola
PAUD selaku koordinator lokal, juga melibatkan Himpunan Pendidik Anak
Usia Dini (HIMPAUDI) Kota Gorontalo sebagai forum atau kelompok profesi
yang telah diakui keberadaannya serta memiliki banyak kepentingan positif
yang bersifat teknis, untuk pola koordinasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan
PAUD Binaan SKB Kota Gorontalo tersebut dapat dilihat sebagai berikut :
Pemerintah
Kecamatan
Pemerintah
Kelurahan
Pemerintahan Lingkungan
(RT/RW)
Pengelola PAUD
Binaan SKB Kota
Gorontalo
Kepala SKB
Ketua PAUD
Forum Orang Tua
Anak Usia Dini
Kepala Dinas
Pendidikan
Pamong Belajar
TLD PLS
Pemerintah Kota
Gorontalo
Kepala Bidang PNFI
Dinas Pendidikan
Kota Gorontalo
Sumber: SKB Kota Gorontalo, 2010.
156
Gambar 4.5.
Pola Koordinasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan PAUD Binaan SKB
Kota Gorontalo
Dari sejumlah PAUD Binaan itu, PAUD Wajar I dipilih sebagai bahan
tesis ini karena memenuhi prinsip dan kebutuhan penelitian. Latar belakang
berdirinya PAUD Wajar I sebagai PAUD Percontohan di bawah binaan
Kelompok Kerja PAUD SKB Kota Gorontalo, berdiri dan didanai SKB Kota
pada tahun 2005. Visi Lembaga PAUD Wajar I adalah “Terwujudnya anak usia
dini yang cerdas, sehat, ceria dan berakhlak mulia serta memiliki kesiapan baik
fisik maupun mental dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.” dan untuk
mendukung visi tersebut maka dibentuklah Misi PAUD Wajar I , yaitu :
meningkatkan perluasan dan pemerataan akses layanan PAUD melalui
penyelenggaraan PAUD yang mudah dan murah, tetapi bermutu, meningkatkan
Pemerintah Kota
Gorontalo
PAUD SKB Kota
Gorontalo
HIMPAUDI Kota
Gorontalo
Pengelola
PAUD
Dinas Pendidikan
Kota Gorontalo
Sumber: SKB Kota Gorontalo, 2010.
Tutor Paud Binaan SKB Kota
Gorontalo
157
kesadaran, kemampuan dan partisipasi aktif masyarakat dalam memberikan
layanan PAUD, memberikan layanan yang prima (efektif, efisien, akuntabel,
transparan) kepada masyarakat di bidang PAUD.
Misi tersebut yang menjadi pemicu motivasi para Pendidik dan Tenaga
Kependidikan PAUD Wajar untuk memberikan pelayanan yang optimal
kepada anak usia dini yang menjadi peserta didik di lembaga PAUD Wajar ini
agar lebih memahami arti pembelajaran dan permainan sebagai kegiatan yang
akan berpengaruh dan bermakna untuk kehidupannya.
PAUD Wajar I merencanakan kegiatan pembelajaran dengan landasan
perkembangan anak usia dini, sejalan dengan panduan yang telah ditetapkan
oleh SKB Kota Gorontalo. Setiap kegiatan direncanakan dengan detail dan
mempertimbangkan aspek Biologis, Psikologis dan Sosiologis anak usia dini,
sehingga kegiatan apapun yang direncanakan diharapkan dapat memberikan
kesempatan belajar kepada anak usia dini dengan situasi permainan yang
menyenangkan. Berikut ini adalah susunan kepengurusan PAUD Wajar I :
158
Gambar 4.6.
Struktur Organisasi PAUD
Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua PAUD Wajar I, Nurlena
Arsyad, pada tanggal 15 Maret 2011, bahwa tenaga kependidikan yang ada di
PAUD Wajar I adalah sarjana yang telah dipilih dan disaring melalui seleksi
akademis, seleksi kepribadian dan telah mengikuti pelatihan PAUD.
Sedangkan untuk tutor ditentukan oleh ketua PAUD berdasarkan SK Kepala
Penanggung Jawab PAUD
Dra. Syamsiah Tome, M.Pd
Ketua PAUD
Dra. Nurlena Arsyad
Sekretaris
Ciko Lelengboto, S.Pd
Bendahara
Rahyati Angge, S.Pd
Tutor PAUD
Riani Utia Rahman
Yulianti Khali
Nurhayati Arsyad
Peserta didik Pendidikan
Anak Usia Dini
Sumber: PAUD Wajar I , 2010.
Tenaga medis
Meyce Frans, S.Km
159
SKB sebagai penanggung jawab lembaga PAUD, dipilih dari mahasiswa
semester VI Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PGPAUD).
Menurut sekretaris PAUD Wajar I, Ciko Lelengboto, Peserta didik pada
PAUD Wajar I terdiri dari Peserta didik PAUD dan peserta didik Play Group,
peserta didik PAUD yang terdaftar di PAUD Wajar I, yaitu sebanyak 50 orang
anak usia dini, tetapi pada kegiatan pembelajaran hariannya biasanya dibagi
menjadi dua kelas yaitu kelas A dan kelas B, kelas A terdiri dari anak usia dini
dengan rentang usia 2-3 tahun sebanyak 25 orang anak, sedangkan kelas B
mayoritas usia anak 4-5 tahun, sebanyak 25 orang anak yang aktif mengikuti
kegiatan di PAUD, berikut ini daftar peserta didik PAUD Kelas B sebagai
kelas percobaan penelitian. pembagian kelas tersebut dilakukan karena
perbedaan kebutuhan perkembangan psikologis, kognitif, afektif dan
psikomotoriknya. Daftar anak kelas B yang menjadi subjek kelas penelitian
dapat dilihat pada lampiran.
Riani Utiarahman, tutor PAUD Wajar I, menjelaskan bahwa secara
umum kurikulum di PAUD Wajar menggunakan sistem active learning yang
dipadukan dengan metode Beyond Centre and Cirle Time (BCCT), yaitu
konsep terkini di bidang pendidikan anak. Dengan menggunakan sistem active
learning, maka proses pembelajaran berlangsung dua arah dimana baik tutor
maupun anak-anak akan memainkan peranannya sehingga kelas menjadi lebih
aktif dan dinamis. Di satu pihak tutor memberikan kepercayaan kepada anak-
anak untuk lebih berperan agar potensinya lambat laun akan keluar. Sedangkan
di pihak lain anak-anak dapat mengembangkan kepercayaan diri dan aktif
160
dalam proses pembelajaran. Anak-anak diharapkan mampu memberikan
kontribusi positif dalam proses belajar mengajar. Melalui metode Beyond
Centre and Cirle Time (BCCT) sistem pengajaran menggunakan sentra-sentra
tertentu yang saling berkaitan antara satu sentra dengan sentra yang lain.
Nurlena Arsyad, juga mengungkapkan bahwa terdapat prinsip pada
sentra bermain ini, diantaranya adalah keseluruhan proses pembelajarannya
berlandaskan pada teori dan pengalaman empirik, setiap proses pembelajaran
harus ditujukan untuk merangsang seluruh aspek kecerdasan anak (kecerdasan
jamak) melalui bermain yang terencana dan terarah serta dukungan tutor dalam
bentuk 4 jenis pijakan. Menempatkan penataan lingkungan main sebagai
pijakan awal yang merangsang anak untuk aktif, kreatif, dan terus berpikir
dengan menggali pengalamannya sendiri, menggunakan standar operasional
yang baku dalam proses pembelajaran, yaitu meliputi: (1) tutor, menata
lingkungan main sebagai pijakan lingkungan yang mendukung perkembangan
anak; (2) ada tutor yang bertugas menyambut kedatangan anak dan
mempersilahkan untuk bermain bebas dulu (waktu untuk penyesuaian); (3)
semua anak mengikuti main pembukaan dengan bimbingan tutor; (4) tutor
memberi waktu kepada anak untuk ke kamar kecil dan minum secara
bergiliran/pembiasaan antri; (5) anak-anak masuk ke kelompok masing-masing
dengan dibimbing oleh tutor ybs; (6) tutor duduk bersama anak didik dengan
membentuk lingkaran untuk memberikan pijakan pengalaman sebelum main;
(7) tutor memberi waktu yang cukup kepada anak untuk melakukan kegiatan di
sentra main yang disiapkan sesuai jadwal hari itu; (8) selama anak berada di
161
sentra, secara bergilir tutor memberi pijakan kepada setiap anak; (9) tutor
bersama anak-anak membereskan peralatan dan tempat main; (10) tutor
memberi waktu kepada anak untuk ke kamar kecil dan minum secara
bergiliran; (11) tutor duduk bersama anak didik dengan membentuk lingkaran
untuk memberikan pijakan pengalaman setelah main; (12) tutor bersama anak-
anak makan bekal yang dibawanya (tidak dalam posisi istrirahat); (13) kegiatan
penutup; (14) anak-anak pulang secara bergilir; (15) tutor membereskan tempat
dan merapikan catatan-catatan dan kelengkapan administrasi; (16) tutor
melakukan diskusi evaluasi hari ini dan rencana esok hari; (17) tutor pulang.
Dra. Syamsiah Tome, M.Pd, sebagai penanggung jawab program PAUD
sekaligus kepala SKB Kota Gorontalo mempersyaratkan tutor dan pengelola
program untuk mengikuti pelatihan sebelum menerapkan metode ini, kemudian
melibatkan orangtua dan keluarga sebagai satu kesatuan proses pembelajaran
untuk mendukung kegiatan anak di rumah.
Riani Utiarahman, sebagai seorang tutor PAUD berpendapat, dengan
metode ini anak-anak juga akan menjadi lebih aktif dan menumbuhkan
kreativitas mereka di kelas serta merangsang perkembangan kecerdasan
kognitif anak. Salah satu sentra yang ada di PAUD Wajar I adalah sentra balok,
Sentra ini berisi balok-balok bentuk geometri dengan berbagai ukuran dan
warna. Disarankan paling sedikit 100 balok setiap anak agar dapat merangsang
anak menciptakan bentuk bangunan yang bervariasi dan terstruktur sesuai
dengan ide atau gagasannya. Anak tanpa sadar belajar menghitung jumlah
balok yang diperlukan dalam konstruksi bangunan yang diciptakannya.
162
Anak-anak akan diajarkan pengenalan balok dalam kerangka bermain
sambil belajar (fun learning). Rahyati Angge, selaku bendahara PAUD
WAJAR I yang juga merangkap tutor kelas B berpendapat bahwa dengan
demikian proses belajar akan menyenangkan bagi anak-anak dan tidak merasa
bosan, yang pada akhirnya akan membuat mereka menjadi lebih kreatif dan
mandiri. Pengenalan balok ini sangat bermanfaat sekali pada waktu mereka
akan melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya di Sekolah Dasar.
Meyce Frans, sebagai tenaga medis PAUD Wajar I mengungkapkan juga
bahwa bermain balok akan menunjukan kemampuan anak untuk
menghaadirkan pikiran ide dan gagasan menjadi karya nyata. Anak usia dini
yang belum mempunyai pengalaman dengan bahan main pembangunan akan
memulai dengan kegiatan sensomotorik. Mereka akan memegang dan
membawa bahan main pembangunan sampai mereka mengerti penggunaanya.
Seiring anak mengusai bahan-bahan main dan meningkatnya ketrampilan
motorik halus, hasil karya menjadi semakin nyata. Bahan main pembangunan
dibagi menjadi dua yaitu yang bersifat cair dan bersifat terstruktur, yang
bersifat cair misalnya air, pasir, cata air, tanah liat, playdough, krayon, cat
pulpen, pensil dll, sedangkan yang terstruktur adalah balok unit, balok
berongga, balok berwarna, logo.
Penekanan sentra balok ini terletak pada pada start and finish, Nurlena
Arsyad, menjelaskan bahwa hal tersebut terlihat pada saat anak mengambil
balok sesuai kebutuhan dan mengembalikan dengan mengklasifikasi
berdasarkan bentuk balok. Hal tersebut sejalan dengan efek yang diharapkan,
163
yang diperkuat oleh pernyataan Riani Utiarahman pada saat wawancara
penelitian yang berpendapat bahwa anak dapat berfikir tipologi, mengenal
ruang dan bentuk sehingga dapat mengembangkan kecerdasan visual spasial
secara optimal dan anak dapat mengenal bentuk-bentuk geometri yang sangat
berguna untuk pengetahuan dasar matematika.
Pemberian bidang pengembangan budi pekerti sejak dini juga sangat
bermanfaat untuk membentuk karakter anak-anak yang lebih baik. Oleh karena
itulah, sebagai lembaga pendidikan umum, pelajaran budi pekerti akan
diberikan oleh Tutor setiap hari melalui pembiasaan. Waktu beristirahat (break
time) disediakan selama 45 menit dan setiap hari Jumat anak-anak akan
diberikan makanan tambahan yang bervariasi. Selama kegiatan belajar di
PAUD Wajar I, para tutor akan membantu segala aktivitas dan keperluan anak.
Oleh karena itulah untuk membentuk pribadi yang mandiri, Nurlena Arsyad
mengungkapkan pihak lembaga PAUD Wajar I sangat mengharapkan agar
anak-anak tidak perlu ditunggui baik oleh orang tua maupun oleh pengantar
selama bersekolah.
Kegiatan belajar di PAUD Wajar tidak hanya berfokus hanya di
lingkungan PAUD saja, tetapi juga diluar lingkungan. Nurlena Arsyad juga
mengungkapkan, dalam kegiatan-kegiatan tertentu, anak-anak akan diajak
mengunjungi beberapa (field trips) tempat seperti: Tempat Usaha seperti:
Kantor Pos, Penerbit Buku, Wartel, Super market, Toko, dsb. Tempat Sosial
seperti: Panti Asuhan, dsb, Tempat Wisata Pendidikan dan tempat yang
bersejarah. Melalui kunjungan ke tempat-tempat tersebut diharapkan anak-anak
164
tidak bosan belajar di PAUD Wajar I, dan yang lebih penting lagi mereka dapat
memahami manfaat dari tempat-tempat yang dikunjungi tersebut. Dengan
demikian pribadi yang mandiri dan berpengetahuan diharapkan akan terbentuk
pada diri anak-anak.
Selain itu, Ciko Lelengboto juga memberikan gambaran mengenai
beberapa kegiatan di PAUD Wajar I yang melibatkan orang tua murid. Secara
rutin diadakan kegiatan father's day dan mother's day. Dalam acara ini orang
tua murid baik ayah dan ibu secara bergantian dengan didampingi tutor
mengajar anak-anak di kelas, membuat kegiatan (fine art), bernyanyi, menari
serta berolahraga di sekolah.
Berdasarkan pantauan observasi penulis, PAUD Wajar I telah dilengkapi
dengan berbagai fasilitas sekolah untuk menunjang keberhasilan kegiatan
belajar mengajar sebagai berikut: Gedung representatif milik sendiri, tersedia
sejumlah buku dan majalah anak di setiap kelas (reading corner) yang
senantiasa diperbaharui sehingga mereka dapat memilih bacaan yang
disenangi. Pada waktu-waktu tertentu anak-anak akan mendengarkan tutor
bercerita (story telling). Tempat bermain indoor dan outdoor; tersedia berbagai
permainan edukatif dan atraktif seperti kartu, susunan balok/plastik, dan
sebagainya. Aneka permainan outdoor juga disediakan, Furniture di dalam
kelas serta permainan-permainan anak dibuat khusus dari bahan non-toxid,
sehingga aman bagi anak, juga tersedia tempat untuk menunggu, kantin dan
tempat parkir bagi kendaraan yang mengantar atau menjemput anak serta
165
kamar mandi khusus untuk anak yang dilengkapi dengan wastafel untuk
membersihkan tangan sehabis makan.
B. Upaya Tutor dalam meningkatkan Kecerdasan Kognitif Anak Melalui
sentra balok dengan pendekatan Beyond Centre and Circle Time (BCCT)
Berdasarkan hasil wawancara dengan tiga orang tutor, pada tanggal 28 -
31 Maret 2011 diperoleh data bahwa upaya yang dilakukan oleh tutor dalam
meningkatkan kecerdasan kognitif anak usia dini melalui sentra balok dengan
pendekatan Beyond Centre and Circle Time (BCCT), diantaranya adalah semua
tutor sudah memahami perkembangan anak usia dini dan kebutuhan
belajaranya, hal ini ditandai dengan pemahaman tentang perkembangan
kecerdasar kognitif anak, kemudian dalam memfasilitasi anak bermain peran
dengan memberikan kesempatan pada anak untuk mengembnagkan
keterampilan khayalannya melalui pengalaman main yang mendukung
perkembangannya bermain peran, dalam hal ini tutor di tuntut perannya
sebagai fasilitator, motivator, inisiator dan mediator yang baik dalam
menjalankan tugas, karena beberapa anak memiliki kebiasaan dan pemikiran
yang berbeda, serta memiliki pola bereaksi yang berbeda pula.
Pendidikan Anak Usia Dini bertujuan untuk mengembangkan seluruh
potensi anak (the whole child) agar kelak dapat berfungsi sebagai manusia
yang utuh sesuai kultur, budaya, dan falsafah suatu bangsa. Yulianti Khali,
salah satu tutor PAUD Wajar I mnegungkapkan bahwa anak dapat dipandang
sebagai individu yang baru mulai mengenal dunia. Anak belum mengetahui
tatakrama, sopan-santun, aturan, norma, etika, dan berbagai hal tentang dunia.
166
Anak juga sedang belajar berkomunikasi dengan orang lain dan belajar
memahami orang lain. Anak perlu dibimbing agar mampu memahami berbagai
hal tentang dunia dan isinya. Anak juga perlu dibimbing agar memahami
berbagai fenomena alam dan dapat melakukan keterampilan-keterampilan yang
dibutuhkan untuk hidup di masyarakat. Interaksi anak dengan benda dan
dengan orang lain diperlukan untuk belajar agar anak mampu mengembangkan
kepribadian, watak, dan akhlak yang mulia. Karenanya, tutor memiliki peran
sentral dalam menyediakan permainan atau sentra yang tepat bagi anak usia
dini, khususnya dala menyediakan sentra balok, Usia dini merupakan saat yang
amat berharga untuk menenamkan nilai-nilai nasionalisme, kebangsaan,
agama, etika, moral, dan sosial yang berguna untuk kehidupannya dan strategis
bagi pengembangan suatu bangsa. Karena alasan tersebut, maka seorang tutor
anak usia dini ditunut untuk memiliki pemahaman yang tinggi tentang
perkembangan anak usia dini dan kebutuhan belajarnya. Khususnya mengenai
perkembangan kecerdasan kognitif anak, kebutuhan psikologis anak,
pendekatan yang tepat untuk pembelajaran, dan memahami sikap psikomotorik
anak usia dini, sehingga tutor tersebut dapat menempatkan diri pada peranan
apa dia harus bertindak, apakah sebagai motivator, sebagai fasilitator, sebagai
mediator ataukan sebagai inovator yang akan memberikan masukan dan
pengetahuan baru bagi anak usia dini.
Memfasilitasi anak dalam bermain peran dengan memberikan
kesempatan pada anak untuk menciptakan kembali masa lalu memproyeksikan
diri ke masa depan, mengembangkan ketrampilan khayalan, perkembangan
167
kognisi dan merupakan terapi bagi anak yang mempunyai pengalaman
traumatik baik mental maupun fisik, dengan menggunakan alat dan bahan main
(bernuansa/dinuansakan agama) yang mendukung perkembangan main peran.
Maka tutor dituntut untuk menjadi mediator yang sangat baik dan dapat
menyampaikan bayangan yang konkret agar anak dapat memahami apa yang
akan dipelajari bersama melalui peran tersebut. selain sebagai seorang mediator
tutor juga di harapkan dapat berperan menjadi fasilitator yang bisa
memfasilitasi serta mengarahkan, juga menjadi motivator yang mendorong
anak usia dini untuk ikut bermain dalam pola permainan inovatif.
Memfasilitasi anak untuk memperluas pengalaman dalam mewujudkan
ide, gagasan dan pengalaman yang dimiliki anak menjadi karya nyata dalam
bentuk konstruksi dan bangunan dengan menggunakan balok-balok yang
bernuansa atau dinuansakan dengan tema tertentu. Serta memfasilitasi anak
untuk memperluas pengalaman seni dan kreatifitas dalam mewujudkan ide,
gagasan dan pengalaman yang dimiliki anak menjadi karya nyata, melalui
proyek yang mengembangkan tehnik dan pembuatan sebuah karya dengan
memanfaatkan bahan limbah keluarga dan bahan alami. Menuntut peran yang
sangat tinggi sebagai seorang inovator, yang memberikan masukan dan inovasi
baru bagi anak-anak untuk mengetahui apa yang bisa dipelajari di sentra balok.
Ketua PAUD Wajar I, Nurlena Arsyad, mengungkapkan bahwa setiap
Tutor harus mencintai dan menguasai bidang pengembangan masing-masing.
Tutor harus memberi penjelasan secara umum kepada murid-murid yang
mengunjungi sentranya sesuai dengan tema yang dipelajari. Memberi
168
pengarahan, mengawasi dan mempematikan murid-murid ketika menggunakan
alat-alat sesuai dengan materi yang dipelajarinya. Selanjutnya menanyakan
kesulitan yang dialami murid-murid dalam mengerjakan materi tersebut. Selain
dari itu Tutor sentra harus menguasai perkembangan setiap murid dalam
mengerjakan berbagai tugas sehingga dapat mengikuti tempo dan irama
perkembangan setiap murid dalam menguasai bahan-bahan pengajaran atau
tugas perkembangannya. Termasuk juga sentra balok, seorang tutor harus
memahami esensi dari materi balok, memahami tujuan bermain balok,
memahami prinsip dan nilai balok serta memahami metode belajar balok.
Berhubungan dengan peran seorang tutor, Dra Syamsia Tome, M.Pd
sebagai penanggung jawab program PAUD Wajar I mengemukakan hendaknya
tutor memiliki latar belakang pemahaman yang mendalam tentang sentra,
bahan pengajaran serta mengetahui sekali apa tugas yang akan di berikan
kepada anak usia dini, baik berperan sebagai fasilitator, motivator, mediator
maupun inovator. Bahan pengajaran setiap sentra terdiri dari bahan minimal
dan bahan tambahan. Bahan minimal yaitu bahan pengajaran yang berisi uraian
perkembangan kemampuan minimal yang harus dikuasai setiap anak sesuai
tingkat usianya. Bahan ini harus dikuasai anak dan merupakan target
kemampuan minimal dalam mempelajari setiap sentra tertentu. Bila anak sudah
menguasai bahan pengajaran minimal, dapat memperoleh bahan pengajaran
tambahan, yang merupakan pengembangan atau pengayaan dari pengajaran
minimal, dengan demikian anak dipersiapkan untuk menghadapi kehidupan
169
sesuai dengan kenyataan dengan penuh tanggungjawab. Bahan setiap sentra
hendaknya terintegrasi dengan sentra lainnya.
Ciko Lelengboto sebagai sekretaris PAUD Wajar I mengungkapkan
bahwa sangat penting adanya integrasi antar sentra bidang pengembangan
pembelajaran bersifat holistik dan terpadu. Pembelajaran mengembangkan
semua aspek perkembangan, meliputi (1) moral dan nilai-nilai agama, (2)
sosial- emosional, (3) kognitif (intelektual), (4) bahasa, (5) Fisik-motorik, (6)
Seni Pembelajaran bersifat terpadu yaitu tidak mengajarkan bidang studi secara
terpisah. Satu kegiatan dapat menjadi wahana belajar berbagai hal bagi anak.
Bermain sambil belajar, dimana esensi bermain menjiwai setiap kegiatan
pembelajaran amat penting bagi PAUD.
Rahyati Angge, berpendapat bahwa esensi bermain meliputi perasaan
senang, demokratis, aktif, tidak terpaksa, dan merdeka menjadi jiwa setiap
kegiatan. Pembelajaran hendaknya disusun sedemikian rupa sehingga
menyenangkan, membuat anak tertarik untuk ikut serta, dan tidak terpaksa.
Maka seorang tutor harus mampu menjelaskan kerumitan pembelajaran dengan
memberikan contoh, menjelaskan dengan cerita, menjelaskan dengan bantuan
media dan menjelaskan sesuatu yang rumit dengan peran supaya anak lebih
mudah memahami dan mencerna informasinya.
Tutor harus memasukkan unsur-unsur edukatif dalam setiap kegiatan
bermain, hal ini di ungkapkan Meyce Frans, sehingga anak secara tidak sadar
anak telah belajar berbagai hal. Materi pembelajaran PAUD juga harus variatif.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa PAUD hanya mengembangkan logika
170
berpikir, berperilaku, dan berkreasi. Adapula yang menyatakan bahwa PAUD
juga mempersiapkan anak untuk siap belajar (ready to learn); yaitu siap belajar
berhitung, membaca, menulis. Ada pula yang menyatakan bahwa materi
pembelajaran bebas, yang penting PAUD mengembangkan aspek moral-
agama, emosional, sosial, fisik-motorik, kemampuan berbahasa, seni, dan
intelektual. PAUD membimbing anak yang premoral agar berkembang ke arah
moral realism dan moral relativism. Tetapi, Nurlena Arsyad, Ketua PAUD
Wajar I berpendapat bahwa pembelajaran merupakan kegiatan membimbing
anak dari yang bersifa tegosentris-individual, ke arah prososial, dan sosial-
komunal. Pembelajaran juga melatih anak menganal jati dirinya (self identity),
menghargai dirinya (self esteem), dan kemampuan akan dirinya (self efficacy).
Banyak pertanyaan dari Tutor dan orangtua tentang bolehkan mengajarkan
anak berhitung, membaca, dan menulis. Bukannya tidak boleh mengajarkan
semua itu, tetapi yang penting ialah anak sudah siap dan Tutor menggunakan
cara-cara yang sesuai untuk belajar anak. membimbing anak untuk berpikir
analistis dengan menggunakan balok yang berhubungan pada bentuk, Jumlah,
perbedaan satu dan lainnya dengan menjelaskan kerumitan pembelajaran
dengan memberikan contoh, menjelaskan dengan cerita, menjelaskan dengan
bantuan media dan menjelaskan sesuatu yang rumit dengan peran agar lebih
mudah di analisis anak.
Maka, menguatkan pendapat tersebut, Meyce Frans, mengungkapkan
agar alaman sekolah didesain dengan baik supaya berfungsi sebagai tempat
bermain dan belajar anak. Berbagai jenis alat permainan yang mengembangkan
171
motorik kasar atau otot-otot besar yang diperlukan untuk membentuk fisik anak
agar tumbuh dengan baik. Alat permainan untuk mengembangkan kemampuan
dasar anak seperti kekuatan, ketahanan, keseimbangan, kecekatan/ketangkasan,
dan koordinasi sangat diperlukan. Lingkungan belajar juga harus memberi
pengalaman belajar yang menarik dan kaya ragam bagi anak. Membelajarkan
anak dengan contoh dan cerita yang terdapat dilingkungan mereka akan
memudahkan penjelasan dan pemahaman anak, apabila lingkungan dapat
menjadi media yang baik maka anak juga akan sangat mudah memahami
pembelajaran balok yang dibentuk pada kenyataan yang ada.
Pandangan yang sama juga diungkapkan oleh Riani Utiarahman, untuk
mengetahui perkembangan dan kemajuan belajar anak usia dini perlu
digunakannya Asesmen Otentik. Melalui pemantauan secara terus menerus,
dalam berbagai konteks, dan berdasarkan apa yang dapat dikerjakan dan
dihasilkan anak, tutor dan orangtua dapat memberi bantuan belajar yang pas
sehingga anak dapat belajar secara optimal. Oleh karena itu asesmen otentik
dilakukan secara terus menerus bersamaan dengan kegiatan pembelajaran.
Hasil karya anak, hasil pengamatan tutor, dan informasi dari orangtua
diperlukan untuk memotret perkembangan belajar anak. Berbagai teknik dan
instrumen asesmen, seperti catatan anekdot (anecdotal record), catatan narative
(narrative record), catatan cepat (running record), sample kegiatan (event
sampling), dan dengan portofolio digunakan untuk memantau perkembangan
anak. Termasuk juga untuk membimbing anak untuk menggabungkan beberapa
172
jenis balok yang ada dengan keadaan nyata menjadi sebuah bangunan atau
sebuah susunan yang bermakna.
Pemanfaatan lingkungan untuk optimalisasi pembelajaran anak dengan
membuat perubahan suasana belajar yang ada menjadi lebih menyenangkan.
Hal ini juga dapat dilakukan oleh seluruh tutor dengan cara mengganti strategi
belajar, sesuai pengamatan dan observasi penulis, upaya tersebut dapat
dilakukan cara mengganti tugas dengan yang lebih menantang dan
menyenangkan serta memberikan simulasi permainan balok yang menarik.
Untuk membelajarkan anak, lingkungan perlu ditata agar kondusif untuk
belajar. Penataan lingkungan belajar dan fasilitas belajar untuk anak usia dini
amat penting untuk mengembangkan aspek-aspek perkembangan anak. Di
rumah, anak-anak memerlukan mainan yang tidak perlu mahal tetapi baik dan
aman untuk belajar anak. Di sekolah anak-anak juga perlu mainan yang aman
dan baik untuk belajar. Berbagai alat permainan dan fungsinya bagi PAUD
perlu dipahami dan digunakan dengan cara yang benar.
Para tutor perlu memahami peranan “Sentra Belajar” (Learning Center
dan Learning Area), bagaimana cara menyusunnya, apa saja isinya, dan
bagaimana penggunaannya. Penataan kelas juga amat penting. Di PAUD anak-
anak belajar dalam kelas dan di luar kelas. Penataan kelas, isi kelas, dan
fungsinya sangat mempengaruhi kegiatan belajar anak.
Cara yang banyak digunakan oleh seorang tutor untuk membimbing agar
anak bersosialisasi menggunakan sentra balok bisa dengan membentuk
kelompok anak secara langsung dengan pertimbangan seorang pembimbing,
173
kemudian memberikan tugas kelompok yang tepat atau memberikan tugas
individu yang membutuhkan kerjasama anak, jadi anak dapat berkelompok
untuk mengerjakannya. Selain itu anak juga dapat dibiarkan untuk memilih
sendiri kelompok kerja mereka di sentra balok ini.
Menempatkan diri dalam situasi yang sangat membutuhkan tindakan dari
pemimpin merupakan cara terbaik untuk belajar memupuk jiwa kepemimpinan.
Nurlena Arsyad mengungkapkan bahwa Pemimpin adalah seorang yang
berusaha menolong orang lain, mengembangkan keterampilannya, dan mau
berbagi ilmu pengetahuan yang dimilikinya kepada orang lain. Sebelum
menjadi seorang pemimpin anak haruslah mengeksplorasi dirinya sendiri.
Dengan mengenali dirinya sendiri anak akan mudah membentuk konsep diri,
misalnya, dengan mengajak anak mengisi jawaban dari pertanyaan: apa yang
saya ingin lakukan?, siapa saya? Apa yang bisa saya lakukan untuk menjadikan
dunia lebih baik?’, selain itu dengan mengeksplorasi sikap inisiatifnya.
Misalnya dengan membentuk kelompok, atau dengan ditunjuk langsung untuk
memimpin sebuah kelompok yang terdiri dari teman-temannya. Bisa juga
dengan memberikan tugas individu yang menunutut kerjasama kelompok,
karena biasanya akan terlihat anak yang memiliki inisiatif tinggi adalah anak
yang memiliki sikap kepemimpinan yang baik.
Manusia tidak bisa bekerja sendiri, tetapi harus menjalin kerjasama yang
baik dengan berbagai elemen, baik dengan kelompok sepermainan, dengan
orangtua anak, dengan saudara. Maka dalam hal ini Rahyati Anggae
mengungkapkan bahwa peranan orangtua dan orang dewasa di sekitar anak
174
maupun secara luas amat diperlukan. Pengalaman sebaiknya memberi
pemahaman belajar pada anak dengan multikonteks. Membentuk kelompok
anak Memberikan tugas kelompok Memberikan tugas kompetisi Memberikan
hadiah/ reward. Maka keberhasilan kelompoknya akan dapat diukur.
Layanan pendidikan kepada anak-anak usia dini merupakan dasar yang
sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak selanjutnya hingga dewasa.
Hal ini diperkuat oleh Meyce Frans, bahwa tahun-tahun awal kehidupan anak
merupakan dasar yang cenderung bertahan dan mempengaruhi sikap dan
perilaku anak sepanjang hidupnya. Kreativitas merupakan salah satu potensi
yang dimiliki anak yang perlu dikembangkan sejak usia dini. Setiap anak
memiliki bakat kreatif dan ditinjau dari segi pendidikan, bakat kreatif dapat
dikembangkan dan karena itu perlu dipupuk sejak dini. Yuliana Khali,
berpendapat bila bakat kreatif anak tidak dipupuk maka bakat tersebut tidak
akan berkembang, bahkan menjadi bakat yang terpendam yang tidak dapat
diwujudkan.
Melalui pengembangan kelompok belajar anak usia dini, maka
terdapatlah proses pembelajaran dengan kegiatan yang menyenangkan bagi
anak-anak yaitu melalui bermain, diharapkan dapat merangsang dan memupuk
kreativitas anak sesuai dengan potensi yang dimilikinya untuk pengembangan
diri sejak usia dini. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh
Mulyasa (2005: 164) bahwa: “Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk
mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik, melalui berbagai
interaksi dan pengalaman belajar”.
175
Dalam proses pembelajaran di kelompok bermain, Rahyati Angge
mengungkapkan kreativitas anak dirangsang dan dieksplorasi melalui kegiatan
bermain sambil belajar sebab bermain merupakan sifat alami anak.
Diungkapkan oleh Munandar (2004: 94) bahwa penelitian menunjukkan
hubungan yang erat antara sikap bermain dan kreativitas. Namun, jelas Froebel
(Patmonodewo, 2003: 7), bermain tanpa bimbingan dan arahan serta
perencanaan lingkungan di mana anak belajar akan membawa anak pada cara
belajar yang salah atau proses belajar tidak akan terjadi. Ia mengisyaratkan
bahwa dalam proses pembelajaran, pendidik bertanggung jawab dalam
membimbing dan mengarahkan anak agar menjadi kreatif.
Nurlena Arsyad, juga berpendapat bahwa tutor harus mempertimbangkan
beberapa hal yang esensia pada sentral balok, hal ini untuk membelajarkan
anak, lingkungan perlu ditata agar kondusif untuk belajar. Penataan lingkungan
belajar dan fasilitas belajar untuk anak usia dini amat penting untuk
mengembangkan aspek-aspek perkembangan anak. Di rumah, anak-anak
memerlukan mainan yang tidak perlu mahal tetapi baik dan aman untuk belajar
anak. Di sekolah anak-anak juga perlu mainan yang aman dan baik untuk
belajar. Berbagai alat permainan dan fungsinya bagi PAUD perlu dipahami dan
digunakan dengan cara yang benar. Para tutor perlu memahami peranan “Pojok
Belajar” (Learning Center dan Learning Area), bagaimana cara menyusunnya,
apa saja isinya, dan bagaimana penggunaannya. Penataan kelas juga amat
penting. Di PAUD anak-anak belajar dalam kelas dan di luar kelas. Penataan
kelas, isi kelas, dan fungsinya sangat mempengaruhi kegiatan belajar anak.
176
Khususnya untuk menempatkan balok pada posisi yang tepat di dalam
sentranya.
Aktivitas di dalam proses belajar-mengajar hendaknya ditekankan pada
pengembangan struktur kognitif, Riani Utiarahman mengungkapkan melalui
pemberian kesempatan pada anak untuk memperoleh pengalaman langsung
dalam berbagai aktivitas pembelajaran yang sesuai dengan pembelajaran
terpadu dan mengandung makna, seperti membuat bangunan dari balok,
mengamati perubahan yang terjadi di lingkungan anak (turnbuh-tumbuhan,
binatang, air), menggambar, menggunting, dan lain-lain yang dikaitkan dengan
pengembangan dasar-dasar pengetahuan alam atau matematika dan
pengembangan bahasa, baik bahasa lisan maupun membaca dan menulis.
Begitu juga dengan cara penyusunan balok, agar anak tetap tertarik, maka tutor
harus dapat mengaturnya dengan baik, dengan cara menyusunnya berdasarkan
warna, menyusunnya berdasarkan bentuk, menyusunnya berdasarkan ukuran,
dan atau menyusunnya menjadi sebuah rancang bangun.
Nurlena Arsyad mencoba untuk memulai kegiatan dengan membuat
konflik dalam pikiran anak. Misalnya, memberikan.jawaban yang salah untuk
memotivasi anak memikirkan dan mengemukakan jawaban yang benar. Akan
merangsang kerjasama antara anak dan Meskipun pada akhirnya anak-anak
akan mempelajari sendiri beberapa konsep melalui pengalaman sehari-hari,
Nurhayati Arsyad percaya bahwa anak akan jauh lebih berkembang jika
berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tidak akan pernah mengembangkan
pemikiran operasional formal tanpa bantuan orang lain.
177
Pada satu sisi, Meyce Frans menjelaskan proses perkembangan kognitif
sejalan dengan kemajuan anak-anak, dan dia menggambarkan bahwa anak-
anak mampu melakukan sesuatu sendiri misalnya memulai untuk bekerjasama
dengan anak yang lainnya. Pada sisi lain, tutor mencari pengertian bagaiman
anak-anak berkembang dengan melalui proses belajar, dimana fungsi-fungsi
kognitif belum matang, tetapi masih dalam proses pematangan. Tutor juga
harus membedakan antara aktual development dan potensial development pada
anak.
Aktual development ditentukan apakah seorang anak dapat melakukan
sesuatu tanpa bantuan orang dewasa atau tutor. Sedangkan potensial
development membedakan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu,
memecahkan masalah di bawah petunjuk orang dewasa atau kerjasama dengan
teman sebaya.
Asimilasi berkaitan dengan proses penyerapan informasi baru ke dalam
informasi yang telah ada di dalam schemata (struktur kognitif) anak.
Akomodasi adalah proses menyatukan informasi baru dengan informasi yang
telah ada di dalam skemata, sehingga perpaduan antara informasi tersebut
memperluas skemata anak. Sebagai contoh, seorang anak yang baru pertama
kali diberi jeruk oleh ibunya, ia tidak tahu bahwa buah yang diberikan
kepadanya itu bernana.jeruk. pengetahuannya bahwa buah itu bernama jeruk
karena diberi tahu oleh ibunya. Pada waktu itu, anak telah mempunvai skemata
tentang .jeruk, yaitu bentuknya yang bulat dan namanya. Setelah itu, anak
tersebut menggenggam. Jeruk dan menggigitnya. pada saat yang bersamaan
178
ibunya mengatakan, "Sayang jeruk dikupas dulu baru dapat dimakan." lalu
ibunya memperlihatkm cara mengupas jeruk dan memberikan jeruk yang sudah
dikupas itu kepada anaknya. Pada fase ini terjadi proses asimilasi, yaitu proses
penyerapan informasi baru ke dalam informasi yang telah ada di dalam
skemata anak sehingga anak memahami bahwa jeruk harus dikupas dahulu,
baru dapat dimakan.
Pada tahap ini, telah terjadi proses akomodasi karena pengetahuan
anak tentang jeruk telah diperluas, yaitu jeruk kalau hendak dimakan harus
dikupas terlebih dahulu. Hal tersebut juga memberikan bayangan kepada anak
untuk melakukan sesuatu dengan dimotivasi oleh tutornya. Dengan
poengalaman yang sudah ada, jika anak diberikan contoh, dengan menjelaskna
bentuk atau diberi gambaran berupa gambar atau video serta di instruksikan
untuk membuat rancang bangun yang pernah dia ketahui dari balok maka anak
akan dapat melakukannya dengan baik.
Bahasa dipahami dalam suatu urutan tertentu. Riani Utiarahman
mengungkapkan ada setiap tahap di dalam tahap perkembangan, interaksi
linguistik anak dengan orang tua dan orang lain pada dasarnya mengikuti suatu
prinsip tertentu. Perkembangan pemahaman bahasa pada anak bukan saja
sangat dipengaruhi oleh kondisi biologis anak, tetapi lingkungan bahasa di
sekitar anak sejak usia dini jauh lebih penting dibandingkan dengan apa yang
diperkirakan di masa lalu.
Tutor harus lebih banyak menekankan bahasa dalam perkembangan
kognitif. Bagi anak, bahasa baru tampil ketika anak sudah mencapai tahap
179
perkembangan yang cukup maju. Pengalaman berbahasa anak tergantung pada
tahap perkembangan kognitif saat itu. Namun, menurut Ciko Lelengboto,
bahasa berkembang dari interaksi sosial dengan orang lain. Awalnya, satu-
satunya fungsi bahasa adalah komunikasi. Bahasa dan pemikiran berkembang
sendiri, tetapi selanjutnya anak mendalami bahasa dan belajar
menggunakannya sebagai alat untuk membantu memecahkan masalah. Dalam
tahap praoperasional, ketika anak belajar menggunakan bahasa untuk
menyelesaikan masalah, mereka berbicara lantang sembari menyelesaikan
masalah. Sebaliknya, begitu menginjak tahap operasional konkret, percakapan
batiniah tidak terdengar lagi. Ekuilibrium berkaitan dengan usaha anak untuk
mengatasi konflik yang teerjadi dalam dirinya pada waktu ia menghadapi suatu
masalah. Untuk memecahkan masalah tersebut, ia menyeimbangkan informasi
yang baru, yang berkaitan dengan masalah yang dihadapinya dengan informasi
yang telah ada di dalam skematanya secira dinamis. Maka bahasa juga akan
menentukan bagaimana acara anak mengemukakan pendapatnya, apakah
disampaikan langsung atau disampaikan melalui orang lain.
Kegiatan pembelajaran di sentra balok ini, sebagai hasil observasi penulis
pada PAUD Wajar I sangat dipengaruhi juga oleh jenis balok yang
digunakannya, anak yang bermain balok kayu akan lebih leluasa
mengungkapkan khayalannya, karena balok plastik cenderung lebih ringan
tetapi bersifat padat, sedangkan balok kertas, atau karton, meskipun ringan
tidak padat dan mudah rusak. Beberapa hal lain juga dipengaruhi oleh jenis
balok yang digunakan, contohnya simulasi bertukar balok dalam kelompok
180
secara berkeliling, dalam kelompok, jika memakai balok plastik anak akan
bertukar balok dengan cara melempar, tetapi berbeda jika menggunakan balok
kayu, karena volumenya lebih pada dan lebih berat, maka anak akan
menukarkannya dengan menyimpan balok tersebut di pangkuan teman satu
kelompoknya.
C. Mengetahui perkembangan kecerdasan kognitif anak usia dini melalui
sentra balok dengan pendekatan Beyond Centre and Circle Time (BCCT)
Berdasarkan hasil observasi dan studi dokumentasi, pada masa dua tahun
kehidupannya, anak berinteraksi dengan dunia di sekitarnya, terutama melalui
aktivitas sensoris (melihat, meraba, merasa, mencium, dan mendengar) dan
persepsinya terhadap gerakan fisik, dan aknvitas yang berkaitan dengan
sensoris tersebut. Koordinasi aktivitas ini disebut dengan istilah sensorimotor.
Fase sensorimotor dimulai dengan gerakan-gerakan refleks yang dimiliki anak
sejak ia dilahirkan. Fase ini berakhir pada usia 2 tahun. Pada masa ini, anak
mulai membangun pemahamannya tentang lingkungannya melalui kegiatan
sensorimotor, seperti menggenggam, mengisap, melihat, melempar, dan secara
perlahan ia mulai menyadari bahwa suatu benda tidak menyatu dengan
lingkungannya, atau dapat dipisahkan dari lingkungan di mana benda itu
berada. Selanjutnya, ia mulai belajar bahwa benda-benda itu memiliki sifat-
sifat khusus.
Keadaan ini mengandung arti, bahwa anak telah mulai membangun
pemahamannya terhadap aspek-aspek yang berkaitan dengan hubungan
kausalitas, bentuk, dan ukuran, sebagai hasil pemaharnannya terhadap aktivitas
181
sensorimotor yang dilakukannya. Pada akhir usia 2 tahun, anak sudah
menguasai pola-pola sensorimotor yang bersifat kompleks, seperti bagaimana
cara mendapatkan benda yang diinginkannya (menarik, menggenggam atau
meminta), menggunakan satu benda dengan tujuan yang berbeda. Dengan
benda yang ada di tangannya, ia melakukan apa yang diinginkannya.
Kemampuan ini merupakan awal kemampuan berpilar secara simbolis, yaitu
kemampuan untuk memikirkan suatu objek tanpa kehadiran objek tersebut
secara empiris. Maka anak usia dini di PAUD Wajar I telah mengenali ciri-ciri
balok dari warnanya, bentuknya, ukurannya dan berat/volumenya karena sudah
dapat mengenali dan menghafalkan ciri-ciri balok tersebut.
Pada fase praoperasional, anak usia dini mulai menyadari bahwa
pemahamannya tentang benda-benda di sekitarnya tidak hanya dapat dilakukan
melalui kegiatan sensorimotor, akan tetapi juga dapat dilakukan melalui
kegiatan yang bersifat simbolis. Kegiatan simbolis ini dapat berbentuk
melakukan percakapan melalui telepon mainan atau berpura-pura menjadi
bapak atau ibu, dan kegiatan simbolis lainnva Fase ini rnemberikan andil yang
besar bagi perkembangan kognitif anak. Pada fase praoperasional, anak tidak
berpikir secara operasional yaitu suatu proses berpikir yang dilakukan dengan
jalan menginternalisasi suatu aktivitas yang memungkinkan anak
mengaitkannya dengan kegiatan yang telah dilakukannya sebelumnya. Maka
dengan fase tersebut anak dapat mengenali balok dengan warnnaya, dengan
bentuk dan ukuran. Juga volume berat balok tersebut, karena sesuatu akan
terekam lebih cepat pada tahap ini.
182
Pada fase operasi konkret, kemampuan anak usia dini di PAUD Wajar I
untuk berpikir secara logis sudah berkembang, dengan syarat, obyek yang
menjadi sumber berpikir logis tersebut hadir secara konkret. Kemampuan
berpikir logis ini terwujud dalarn kemampuan mengklasifikasikan obyek sesuai
dengan klasifikasinya, mentutorkan benda sesuai dengan urutannya,
kemampuan untuk memahami cara pandang orang lain, dan kemampuan
berpikir secara deduktif. Maka anak usia dini di PAUD Wajar I sudah dapat
membedakan banyak hal, termasuk mengetahui perbedaan balok baik dari
warna, bentuk, ukuran maupun berat volumenya.
Berdasarkan hasil observasi, aspek berpikir simbolis anak usia dini,
yaitu kemampuan untuk berpikir tentang objek dan peristiwa walaupun objek
dan peristiwa tersebut tidak hadir secara fisik (nyata) di hadapan anak secara
langsung. Aspek berpikir secara egosentris, yaitu cara berpikir tentang benar
atau tidak benar, setuju atau tidak setuju, berdasarkan sudut pandang sendiri
lebih dominan. Oleh sebab itu, anak usia dini PAUD Wajar I belum dapat
meletakkan cara pandangnya di sudut pandang orang lain. Fase berpikir secara
intuitif, yaitu kemarnpuan untuk menciptakan sesuatu, seperti menggambar
atau menyusun balok, serta mampu menyebutkan balok yang paling dikenal,
akan tetapi tidak mengetahui dengan pasti alasan untuk melakukannya.
Anak usia dini kelas B PAUD Wajar I telah memasuki fase operasi
formal ditandai oleh perpindahan dari cara berpikir konkret ke cara berpikir
abstrak. Kemampuan berpikir abstrak dapat dilihat dari kemampuan
mengemukakan ide-ide, memprediksi kejadian yang akan terjadi, dan
183
melakukan proses berpikir ilmiah, yaitu mengemukakan hipotesis dan
menentukan cara untuk membuktikan kebenaran hipotesis. Hal ini akan
menunjukkan kemampuan anak untuk menyusun bentuk balok. Berdasarkan
warna, bentuk, ukuran, dan berat/volume balok.
Penulis memperhatikan bahwa memberi kesempatan pada anak untuk
melakukan berbagai kegiatan yang dapat mengembangkan kemampuan
kognitifnya. Misalnya, tutor mengubah obiek-objek yang disajikan secara nyata
ke dalam bentuk lain, misalnya gambar. Melakukan kegiatan tanya jawab yang
dapat mendorong anak untuk berpikir dan mengemukakan pikirannya. Menurut
penulis, Zona Perkembangan Proksimal merupakan celah antara actual
development dan potensial development, dimana antara apakah seorang anak
dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak
dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan
teman sebaya. Maksudnya adalah menitikberatkan pada interaksi sosial akan
dapat memudahkan perkembangan anak. Ketika anak usia dini mengerjakan
pekerjaanya di sekolah sendiri, perkembangan mereka kemungkinan akan
berjalan lambat. Untuk memaksimalkan perkembangan, anak usia dini
seharusnya bekerja dengan teman yang lebih terampil yang dapat memimpin
secara sistematis dalam memecahkan masalah yang lebih kompleks. Melalui
perubahan yang berturut-turut dalam berbicara dan bersikap, anak usia dini
mendiskusikan pengertian barunya dengan temannya kemudian mencocokkan
dan mendalami kemudian menggunakannya. Sebuah konsekuensi pada proses
184
ini adalah bahwa anak usia dini belajar untuk pengaturan sendiri (self-
regulasi).
Scaffolding merupakan suatu istilah yang ditemukan oleh seorang ahli
psikologi perkembangan-kognitif masa kini, Jerome Bruner, yakni suatu proses
yang digunakan orang dewasa untuk menuntun anak-anak melalui zona
perkembangan proksimalnya. Pengaruh karya Tutor PAUD Wajar I dan Bruner
terhadap dunia pengajaran dijabarkan oleh Smith et al. (1998). Walaupun tutor
dan orang tua telah mengusulkan peranan yang lebih penting bagi orang
dewasa dalam pembelajaran anak-anak daripad peran yang diusulkan oleh
anggapan anaknya sendiri, keduanya tidak mendukung pengajaran didaktis
diganti sepenuhnya. Sebaliknya mereka malah menyatakan, walaupun anak
tetap dilibatkan dalam pembelajaran aktif, tutor harus secara aktif
mendampingi setiap kegiatan anak-anak. Dalam istilah teoritis, ini berarti anak-
anak bekerja dalam zona perkembangan proksimal dan tutor menyediakan
scaffolding bagi anak selama melalui pembelajaran. Dengan kejadian dalam
observasi tersebut, penulis mengemukakan bahwa disamping tutor, teman
sebaya juga berpengaruh penting pada perkembangan kognitif anak.
Berlawanan dengan pembelajaran lewat penemuan individu (individual
discovery learning), kerja kelompok secara kooperatif ( cooperative
groupwork) tampaknya mempercepat perkembangan anak. Catatan observasi
mengemukakan gagasan tentang kelompok kerja kreatif ini diperluasa menjadi
pengajaran pribadi oleh teman sebaya (peer tutoring), yaitu seorang anak
mengajari anak lainnya yang agak tertinggal dalam pelajaran. Tutor
185
menjelaskan keberhasilan pengajaran oleh teman sebaya ini dengan
menggunakan teori Tutor PAUD Wajar I. Satu anak bisa lebih efektif
membimbing anak lainnya melewati karena mereka sendiri baru saja melewati
tahap itu sehingga bis adengan mudah melihat kesulitan-kesulitan yang
dihadapi anak lain dan menyediakan scaffolding yang sesuai. Hal tersebut juga
bisa berpengaruh pada kemampuan anak untuk menyebutkan bentuk dan
manfaat balok secara langsung berdasarkan warna, bentuk, ukuran dan berat
volume.
Pendekatan konstruktivisme pada pendidikan berusaha merubah
pendidikan dari dominasi tutor menjadi pemusatan pada anak usia dini.
Peranan tutor adalah membantu anak usia dini mengembangkan pengertian
baru. Anak usia dini diajarkan bagaimana mengasimilasi pengalaman,
pengetahuan, dan pengertiannya dan apakah mereka siap untuk tahu dari
pembentukan pengertian baru ini. Pada bagian ini, hasil observasi
menunjukkan permulaan aliran konstruktivisme, peranan pengalaman anak usia
dini dalam belajar dan bagaimana dapat mengasimilasi pengertiannya.
Pengalaman ini akan sangat mempengaruhi anak untuk dapat mengetahui
tentang sesuatu, bahkan juga untuk bertanya tentang hal yang terbayang secara
pasti dalam benaknya dan dengan tidak ragu-ragu juga akan bertanya tentang
sesuatu yang berhubungan dengan pengalaman atau pengetahuan yang ingin
diketahuinya tentang balok.
penulis percaya bahwa pengalaman melalui lingkungan, berdasarkan
observasi, anak usia PAUD Wajar I mengikat informasi yang mereka peroleh
186
dari pengalaman ke dalam pengertian sebelumnya, membentuk pengertian
baru. Dengan kata lain, pada proses belajar masing-masing anak usia dini harus
mengkreasikan pengetahuannya. Pada konstruktivis, kegiatan mengajar adalah
proses membantu anak usia dini PAUD Wajarr I untuk mengkreasikan
pengetahuannya. tutor percaya bahwa pengetahuan tidak hanya kegiatan
penemuan yang memungkinkan untuk dimengerti, tetapi pengetahuan
merupakan cara suatu informasi baru berinteraksi dengan pengertian
sebelumnya dari pelajar.
Berdasarkan observasi, penulis menyimpulkan bahwa menekankan
peranan motivasi tutor untuk membantu anak usia dini belajar mencintai
pelajaran akan lebih mudah, Tidak seperti tutor yang menggunakan sanksi
berupa punishment atau reward, sedangkan tutor PAUD Wajar I percaya
bahwa motivasi internal, seperti kesenangan pada pelajaran lebih kuat daripada
reward eksternal. Hal tersebut akan sangat berpengaruh pada kemampuan anak
untuk menghitung dan mengklasifikasikan balok yang telah mereka ketahui.
Pada masa kanak-kanak ini, perilaku anak sangat dipengaruhi oleh
modelnya. Atau dengan kata lain anak belajar model. Catatan lapangan
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan belajar model adalah proses
menirulan tingkah laku orang lain yang dilihat, baik itu dilakukan secara sadar
maupun tidak. Sinonim belajar model adalah imitasi, identifikasi dan belajar
melalui observasi. Selanjutnya penulis berusaha membedakan antara imitasi
dan identifikasi. Imitasi lebih berhubungan dengan menirukan secara mentah-
mentah sedangkan identifikasi menirukan hal-hal yang lebih esensial seperti
187
sifat-sifat kepribadian orang lain. Pertama kali yang menjadi model perilaku
anak adalah orang tua, setelah anak bertambah usianya dan mulai masuk
sekolah, anak mulai mengidentifikasikan perilaku tutor atau bahkan orang tua
dari anak lain. Kemudian Televisi, buku-buku, majalah dapat juga menawarkan
model perilaku anak.
Pengetahuan sosial adalah pengetahuan yang didapat dari kelompok
budaya dan sosial yang menyetujui sesuatu secara bersama. Contoh
pengetahuan ini adalah aturan, hukum, moral nilai, sistem bahasa dan lain-lain.
Pengetahuan ini muncul dalam kebudayaan tertentu dan dapat berbeda dari
kelompok yang satu dengan yang lain. Pengatahuan sosial tidak dapat dibentuk
dari suatu tindakan seseorang terhadap suatu objek, tetapi dibentuk dari
interaksi seseorang dengan orang lain. Ketika anak berinteraksi dengan orang
lain kesempatan untuk membangun pengetahuan sosial dikembangkan.
Contohnya dalam dunia pendidikan dasar kewajiban belajar mengenai tiga
pelajaran pokok ialah: membaca, menulis dan menghitung (the three R‘s).
Pengetahuan ini diperoleh bukan saja atas dasar kebutuhan-kebutuhan
individualistis anak semata-mata tetapi juga dari kehidupan mereka dalam
lingkungan sosial. Berdasarkan observasi, kebutuhan anak untuk mempelajari
ketiga hal tersebut di atas muncul atau termotivasi atas prinsip bahwa
masyarakat menghendaki dikuasainya kecakapan-kecakapan ini untuk menjadi
anggota-anggota masyarakat yang berhasil. Secara tidak langsung bagi anak
hal ini akan menumbuhkan bentuk kerjasama seperti saling membantu dalam
188
menyusun balok, saling menukar balok berdasarkan bentuk, saling menukar
balok berdasatkan ukuran, dan saling bertukar pendapat.
Catatan observasi juga menunjukkan bahwa kebutuhan anak usia dini di
PAUD Wajar I akan harga diri meliputi keinginan akan kebenaran sosial
(sosial approval) dan keinginan perasaan berhasil sangat kuat. Hal ini
ditunjukkan oleh seorang anak PAUD Wajar I, yang mempunyai perasaan
bahwa setidak-tidaknya, ia harus dianggap sama dengan orang lain. Rasa
dibenarkan oleh tutor memperlihatkan adanya suatu kesuksesan dan
memberikan kepuasan, baik kepada anak maupun kepada orang tua, untuk
hasil-hasil yang memuaskan dalam pekerjaan disekolah, maupun untuk
kesehatan rohani, adalah penting untuk menemukan sesuatu yang
memungkinkan setiap murid memperlihatkan segi-segi baiknya kepada teman-
teman.
Tekanan-tekanan sosial atau perangsang-perangsang sosial pada anggota-
anggota baru dari suatu lingkungan menimbulkan suatu kebutuhan untuk
berperan sebagai anggota-anggota sosial yang lain. Tekanan sosial akan sangat
terasa dalam lapangan moral. Tindakan-tindakan moril ialah tindakan-tindakan
yang menurut ukuran-ukuran yang telah ditentukan akan dikatakan benar atau
salah. Tingkah laku individu yang rasionil dengan sadar dianggap benar tanpa
memperhatikan apakah lingkungan sosial yang lain akan menganggapnya
benar atau salah. Tingkah laku-tingkah laku yang dianggap baik atau luhur
tidak boleh diharapkan akan timbul karena asosiasi yang kebetulan saja;
haruslah dicari cara-cara untuk menanamkan pada anak kebutuhan-kebutuhan
189
yang disadari untuk bertingkahlaku baik, sehingga dapat dibenarkan. Hal ini
bisa menjadi latar belakang untuk mengetahui cara anak mengenal orang lain,
atau teman yang paling disukai atau paling tidak disukai, misalnya dengan
memperhatikan Intensitas bertegur sapa/ mengobrol, Intensitas kebersamaan
dalam tugas Intensitas, saling bertukar balok atau Intensitas saling
memberi/menerima.
Catatan observasi menunjukkan bahwa perilaku anaj PAUD Wajar I
dalam berbahasa sama seperti perilaku lainnya, misalnya duduk, berjalan, atau
berlari. penulis berpendapat bahwa bahasa hanya merupakan urutan respons.
Tetapi banyak diantara kalimat yang anak usia dini PAUD Wajar I hasilkan
adalah baru, karena tidak mendengarnya atau membicarakannya sebelumnya.
Berdasarkan observasi manusia tidak mempelajari bahasa di dalam suatu
”ruang hampa sosial” (sosial vacuum), karenanya kebanyakan anak-anak
diajari bahasa sejak usia yang sangat muda. Kita memerlukan pengenalan
kepada bahasa yang lebih dini untuk memperoleh keterampilan bahasa yang
baik
Berdasarkan studi dokumentasi, kebanyakan peneliti penguasaan bahasa
yakin bahwa anak-anak dari berbagai konteks sosial yang luas menguasai
bahasa ibu mereka tanpa diajarkan secara khusus dan dalam beberapa kasus
tanpa penguatan yang. Dengan demikian aspek yang penting dalam
mempelajari suatu bahasa tampaknya tidaklah banyak. Walaupun begitu,
proses pembelajaran bahasa biasanya memerlukan lebih banyak dukungan dan
keterlibatan dari pengasuh dan tutor. Suatu peran lingkungan yang
190
membangkitkan rasa ingin tahu dalam penguasaan bahasa pada anak kecil
disebut motherese, yakni cara ibu dan orang dewasa sering berbicara pada bayi
dengan frekuensi dan hubungan yang lebih luas dari pada normal, dan dengan
kalimat-kalimat yang sederhana. Cara anak mengemukakan pendapatnya akan
sangat dipengaruhi oleh kemampuan berbahasanya.
Tutor PAUD Wajar I, menekankan baik level konteks sosial yang bersifat
institusional maupun level konteks sosial yang bersifat interpersonal. Pada
level institusional, sejarah kebudayaan menyediakan organisasi dan alat-alat
yang berguna bagi aktivitas kognitif melalui institusi seperti sekolah,
penemuan seperti komputer, dan melek huruf. Interaksi institusional memberi
kepada anak suatu norma-norma perilaku dan sosial yang luas untuk
membimbing hidupnya. Level interpersonal memiliki suatu pengaruh yang
lebih langsung pada keberfungsian mental anak. Menurut Tutor PAUD Wajar
I, keterampilan-keterampilan dalam keberfungsian mental berkembang melalui
interaksi sosial langsung. Informasi tentang alat-alat, keterampilan-
keterampilan dan hubungan-hubungan interpersonal kognitif dipancarkan
melalui interaksi langsung dengan manusia. Melalui pengorganisasian
pengalaman-pengalaman interaksi sosial yang berada di dalam suatu latar
belakang kebudayaan ini, perkembangan mental anak-anak menjadi matang
dan kemampuannya untuk menggambarkan sesuatu lebih baik.
Catatan observasi menunjukkan anak-anak PAUD Wajar I sebagai
pembelajaran lewat penemuan individual, sedangkan Tutor PAUD Wajar I
lebih banyak menekankan peranan orang dewasa dan anak-anak lain dalam
191
memudahkan perkembangan si anak. Menurut Tutor PAUD Wajar I, anak-anak
lahir dengan fungsi mental yang relatif dasar seperti kemampuan untuk
memahami dunia luar dan memusatkan perhatian. Namun, anak-anak tak
banyak memiliki fungsi mental yang lebih tinggi seperti ingatan, berfikir dan
menyelesaikan masalah. Fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi ini dianggap
sebagai ”alat kebudayaan” tempat individu hidup dan alat-alat itu berasal dari
budaya. Alat-alat itu diwariskan pada anak-anak oleh anggota-anggota
kebudayaan yang lebih tua selama pengalaman pembelajaran yang dipandu.
Pengalaman dengan orang lain secara berangsur menjadi semakin mendalam
dan membentuk gambaran batin anak tentang dunia. Karena itulah berpikir
setiap anak dengan cara yang sama dengan anggota lain dalam kebudayaannya.
Maka dengan hal ini anak akan bertanya tentang bagaimana membuat balok
dalam kenyataannya serta menuntut untuk menceritakan bagaimana
implikasinya dalam kehidupan.
Berdasarkan studi dokumentasi, Teori perkembangan Piaget dengan
konsep kecerdasan seperti halnya sistem biologi membangun struktur untuk
berfungsi, pertumbuhan kecerdasan ini dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan
sosial, kematangan dan ekuilibrasi. Semua organisme dilahirkan dengan
kecenderungan untuk beradaptasi (menyesuaikan diri) dengan lingkungannya.
Cara beradaptasi berbeda bagi setiap individu, begitu juga proses dari tahap
yang satu ke tahap yang lain dalam satu individu. Adaptasi terjadi dalam proses
asimilasi dan akomodasi. Kita merespon dunia dengan menghubungkan
pengalaman yang diterima dengan pengalaman masa lalu kita (asimilasi),
192
sedangkan setiap pengalaman itu berisi aspek yang mungkin saja baru sama
sekali. Aspek yang baru inilah yang menyebabkan terjadinya dalam struktur
kognitif (akomodasi). Asimilasi adalah proses merespon pada lingkungan yang
sesuai dengan struktur kognitif seseorang. Tetapi proses pertumbuhan
intelektual tidak akan ada apabila pengalaman yang ditangkap tidak berbeda
dengan skemata yang ada oleh sebab itu diperlukan proses akomodasi, yaitu
proses yang merubah struktur kognitif. Bagi Piaget proses akomodasi tersebut
dapat disamakan dengan belajar. Konsep ini mejelaskan tentang perlunya tutor
memilih dan menyesuaikan materi berpijak dari ide dasar yang diketahui anak,
untuk kemudian dikembangkan dengan stimulasi lebih luas misalnyadalam
bentuk pertanyaan sehingga kemampuan anak meningkat dalam menghadapi
pengalaman yang lebih kompleks.
Catatan studi dokumentasi tersebut mengantarkan penulis pada
kesimpulan observasi, mengenai proses berpikir di dalam diri anak usia dini,
yang juga dikenal dengan konsep bahwa pembangunan struktur berfikir
melalui beberapa tahapan. Piaget membagi tahap perkembangan kognitif anak
menjadi empat tahap: (1) Tahap sensori motor (lahir-2 tahun); (2) Tahap
praoperasi (usia 2-7 tahun); (3) Tahap operasi konkrit (usia 7-11 tahun); (4)
Tahap operasi formal (usia 11-15 tahun). Tahapan-tahapan ini sudah baku dan
saling berkaitan. Urutan tahapan Tidak dapat ditukar atau dibalik karena tahap
sesudahnya melandasi Terbentuknya tahap sebelumnya. Akan tetapi
terbentuknya tahap tersebut dapat berubah-ubah menurut situasi sesorang.
Perbedaaan antara tahap sangat besar. Karena ada perbedaan kualitas
193
pemikiran yang lain. Meskipun demikian unsur dari perkembangan
sebelumnya tetap tidak dibuang. Jadi ada kesinambungan dari tahap ke tahap,
walaupun ada juga perbedaan yang sangat mencolok. Sehingga motivasi anak
usia dini PAUD Wajar I untuk bermain dan membentuk dari balok yang ada
akan semakin tinggi ketika dia mengetahui cara menyusun balok yang baik,
maka dia ingin lebih, misalnya anak jadi ingin membuat bangunan yang
diingat, anak jadi ingin mencoba membuat jembatan, anak jadi senang
memilah balok dan anak jadi senang menyusun balok dengan bentuk yang
lebih rumit.
Tutor PAUD Wajar I, mengungkapkan sistem sosial sangat penting
dalam perkembangan kognitif anak. Orangtua, tutor dan teman berinteraksi
dengan anak dan berkolaborasi untuk mengembangkan suatu pengertian. Jadi
belajar terjadi dalam konteks sosial, dan muncul suatu istilah zona
Perkembangan Proksimal yang diartikan sebagai daerah potensial seorang anak
untuk belajar, atau suatu tahap dimana kemampuan anak dapat ditingkatkan
dengan bantuan orang yang lebih ahli. Daerah ini merupakan jarak antara tahap
perkembanan aktual anak yaitu ditandai dengan kemampuan mengatasi
permasalahan sendiri batas tahap perkembangan potensial dimana kemampuan
pemecahan masalah harus melalui bantuan orang lain yang mampu. Sebagi
contoh anak usia 5 tahun belajar menggambar dengan bantuan pengarahan dari
Orang tua atau tutor bagimana caranya secara bertahap, sedikit demi sedikit
bantuan akan berkurang sampai berubah menjadi tahap perkembangan aktual
saat anak dapat menggambar sendiri. Oleh karena itu dalam mengembangkan
194
setiap kemampuan anak diperlukan scaffolding atau bantuan arahan agar anak
pada akhirnya menguasai keterampilan tersebut secara independen.
Bersadarkan observasi, bagi anak usia dini adalah suatu hal yang mudah
untuk menerima kepercayaan-keparcayaan orang tua tanpa kritik.
Kepercayaan-kepercayaan dan tradisi-tradisi ini dapat mengenai bermacam-
macam hal, seperti politik, agama, sikap terhadap orang asing dan terhadap ras-
ras manusia yang lain. Anak-anak yang tumbuh dalam keadaan sedemikian
ekstrim mungkin akan memiliki suatu prasangka yang sukar untuk dibenarkan
atau diluruskan. Bahkan dikota-kota kecil pun bukan suatu hal yang asing
untuk menemukan dua golongan penduduk; kaum priyai atau “ningrat” dan
golongan menengah ke bawah. Dengan kenyataan yang ada, sekolah
diharapkan juga, dapat membantu dengan jalan tertentu untuk menghapuskan
perbedaan-perbedaan ini dan mengajarkan cara hidup yang dimotivasi.
Catatan observasi juga menunjukkan perkembangan anak usia dini
PAUD Wajar I secara egosentris ditandai oleh ketidakmampuan anak untuk
memahami perspektif atau cara berpikir orang lain. Benar atau tidak benar,
bagl anak pada fase ini, ditentukan oleh cara pandangnya sendiri yang disebut
dengan istilah egosentris. Subfase berpikir secata intuitif tenadi pada usia 4 - 7
tahun. Masa ini disebut subfase berpikir secara intuitif karena pada saat ini
anah kelihatannva mengerti dan mengetahui sesuatu, seperti menyusun balok
meniadi rumah-rumahan, akan tetapi pada hakikatnya tidak mengetahui alasan-
alasan yang menyebabkan balok itu dapat disusun meniadi rumah. Dengan kata
195
lain, anak belum memiliki kemampuan untuk berpikir secara kritis tentang apa
yang ada dibalik suatu kejadian
Sesuai dengan hasil studi dokumentasi penulis, Maslow mengembangkan
teori motivasi manusia yang tujuannya menjelaskan segala jenis kebutuhan
manusia yang menguatkannya menurut tingkat prioritas manusia dalam
pemenuhannya. Maslow membedakan D-needs atau Deficiency needs yang
muncul dari kebutuhan akan pangan, rasa aman, tidur dan lain-lain. Serta B-
needs atau Being needs seperti keinginan untuk memenuhi potensi diri. Kita
baru dapat memenuhi B-needs jika D-needs sudah terpenuhi. Prioritas
kebutuhan pertama kita adalah kebutuhan fisiologis (Phisiological needs)
seperti makanan dan kehangatan, karena kita tidak bisa hidup tanpa dua hal
tersebut. Jika kebutuhan tersebut telah terpenuhi kita akan merasa aman
(safety). Saat kita sudah merasa aman, maka kebutuhan berikut yang kita
cemaskan adalah “kebutuhan sosial”, yaitu menjadi bagian dari kelompok dan
menjalin hubungan dengan orang lain. Ketika kebutuhan sosial sudah
terpenuhi, kebutuhan berikutnya yang terpenting adalah kebutuhan untuk
dihargai (esteem needs). Agar kebutuhan ini terpenuhi kita harus berprestasi,
menjadi kompeten, dan mendapat pengakuan orang yang berprestasi dan
kompeten. Begitu kebutuhan ini terpenuhi, perhatian kita akan beralih pada
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan intelektual (intelectual needs) kita, termasuk
di dalamnya adalah memperoleh pemahaman dan pengetahuan. Setelah
kebutuhan kebutuhan intelektual di atas terpenuhi, maka muncul kebutuhan
estetis (aesthetic needs) yaitu kebutuhan akan keindahan, kerapian dan
196
keseimbangan. Kebutuhan terakhir manusia menurut Maslow adalah kebutuhan
untuk mengaktualisasikan diri (self-actualization), yaitu menemukan
pemenuhan pribadi dan mencapai potensi diri.
Hal tersebut terlihat jelas dalam observasi anak usia dini PAUD Wajar I,
tutor mengarahkan minatnya kearah soal motivasi yang baik. Tetapi motivasi
hampir tidak dapat dikatakan baik, apabila tujuan yang diingininya tidak baik.
Dapatlah disangsikan bahwa ada suatu kegiatan yang tidak bermotif. Kalau
motif dari suatu perbuatan belajar ialah rasa takut akan hukuman, maka faktor-
faktor yang kurang enak yang dimasukkan kedalam situasi belajar akan
menyebabkan pembelajaran tersebut menjadi kurang efektif dan kurang
permanen jika dibandingkan dengan pembelajaran yang didukung oleh motif
yang menyenangkan. Menimbulkan motif pada seseorang pelajar ialah
menggerakkan si pelajar untuk melakukan sesuatu. Dalam proses pembelajaran
motivasi ini berhubungan dengan proses yang dipergunakan untuk
menggerakkan si pelajar agar melakukan segala sesuatu yang kalau tidak
digerakkan tidak akan dilakukannya. Motivasi yang murni tidak dapat
dipaksakan dengan tekanan-tekanan atau pujian dari luar. Motivasi yang murni
itu timbul apabila maksud cukup sehat dan dirasakan sebagai suatu kebutuhan.
Aspek keyakinan akan kemampuan diri merupakan salah satu karakteristik
kepribadian. Aspek tersebut dinamakan self- efficacy.
Sedangkan dalam catatan dokumentasi lain, Bandura menjelaskan bahwa
pada dasarnya self-efficacy menentukan bagaimana orang merasakan, berpikir,
memotivasi diri dan berperilaku. Perbedaan yang nyata, seseorang yang ragu
197
akan kemampuan dirinya, cenderung akan menjauh dari tugas-tugas yag sulit
yang mana hal itu dipandang sebagai ancaman pribadi bagi dirinya. Mereka
memiliki aspirasi yang rendah dan komitmen yang lemah terhadap tujuan yang
mereka pilih untuk dikejar.
Self-efficacy bervariasi untuk masing-masing individu berdasarkan
beberapa dimensi yang dimiliki, implikasi penting pada performansi atau
kinerja. Bandura mengemukakan bahwa dalam pengharapan efficacy
terkandung tiga dimensi yang mempunyai implikasi penting bagi performance
seseorang.
a. Magnitude, yaitu dimensi yang berhubungan dengan tingkat kesulitan
tugas. Jika seseorang dihadapkan pada tugas-tugas yang disusun
menurut tingkat kesulitannya, maka pengharapan efficacy-nya akan
jatuh pada tugas-tugas yang mudah, sedang ataupun sulit sesuai dengan
batas kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku
yang dibutuhkan.
b. Generality, yaitu dimensi yang berhubungan dengan luas bidang
tingkah laku khusus, sementara orang lain dapat menyebar meliputi
berbagai bidang tingkah laku.
c. Strength, yaitu derajat kemantapan individu terhadap keyakinan atau
pengharapan. Dimensi ini biasanya akan berkaitan langsung dengan
dimensi magnitude, makin tinggi taraf kesulitan tugas, makin lemah
keyakinan untuk menyelesaikan suatu tugas.
198
Bandura menjelaskan bahwa keyakinan seeorang terhadap
kemampuan mereka dalam melaksanakan tugasnya, dikembangkan oleh 4
sumber utama yaitu :
a. Mastery Experience (penguasaan pengalaman)
Merupakan sumber efficacy yang utama, karena berdasarkan pada
pengalaman individu. Secara umum, prestasi yang diperoleh dengan
hasil baik meningkatkan penghargaan efficacy, hal terjadi sebaliknya
bagi yang mengalami kegagalan, memiliki kecenderungan
pengharapan efficacy yang rendah.
Sebenarnya, catatan observasi yang ada belum menunjukkan
Behavioral Models yaitu melalui pengamatan orang lain yang
mampu melakukan aktivitas dalam situasi yang menekan tanpa
mengalami akibat yang merugikan dapat menumbuhkan pengharapan
bagi pengamat, sehingga akan timbul keyakinan bahwa nantinya ia
juga akan berhasil jika dia berusaha secara intensif dan tekun. Proses
modeling tersebut mempunyai pengaruh yang kuat terhadap self
efficacy. Bertambahnya derajat self efficacy disebabkan oleh
pengamatan terhadap keberhasilan orang lain dan sebaliknya
menurunnya derajat self efficacy disebabkan oleh pengamatan akan
derajat kegagalan akan kemampuan orang lain.
Berdasarkan observasi, dalam mengajar tutor PAUD Wajar I perlu
menjadi mediator atau fasilitator di mana pendidik berada disana ketika
anak-anak membutuhkan bantuan mereka. Mediatoring ini merupakan
199
bagian dari scaffolding. Jadi walaupun anak sebagai pebelajar yang aktif
dan ingin tahu hampir segala hal, tetapi dengan bantuan yang tepat untuk
belajar lebih banyak perlu terus distimuluasi sehingga proses belajar
menjadi lebih efektif. Vigotsky meyakini bahwa pikiran anak berkembang
melalui: (1) Mengambil bagian dalam dialog yang kooperatif dengan
lawan yang terampil dalam tugas di luar zone proximal Development; (2)
Menggunakan apa yang dikatakan pendidik yang ahli dengan apa yang
dilakukan. Berbeda dengan Piaget yang memfokuskan pada perkembangan
berfikir dalam diri anak (intrinsik), Vigotsky menekankan bahwa
perkembangan kognitif seorang anak sangat dipengaruhi oleh sosial dan
budaya anak tersebut tinggal. Setiap budaya memberikan pengaruh pada
pembentukan keyakinan, nilai, norma kesopanan serta metode dalam
memecahkan masalah sebagai alat dalam beradaptasi secara intelektual.
Budayalah yang mengajari anak untuk berfikir dan apa yang seharusnya
dilakukan.
D. Analisis dan Pembahasan
Perkembangan kognitif dan bahasa anak-anak tidak berkembang dalam
suatu situasi sosial yang hampa. Lev Vigotsky (1896-1934), seorang psikolog
berkebangsaan Rusia, mengenal poin penting tentang pikiran anak ini lebih
dari setengah abad yang lalu. Teori Vigotsky mendapat perhatian yang makin
besar ketika memasuki akhir abad ke-20.
Sezaman dengan Piaget, Vigotsky menulis di Uni Soviet selama 1920-
an dan 1930-an. Namun, karyanya baru dipublikasikan di dunia Barat pada
200
tahun 1960-an. Sejak saat itulah, tulisan-tulisannya menjadi sangat
berpengaruh. Vigotsky adalah pengagum Piaget. Walaupun setuju dengan
Piaget bahwa perkembangan kognitif terjadi secara bertahap dan dicirikan
dengan gaya berpikir yang berbeda-beda, tetapi Vigotsky tidak setuju dengan
pandangan Piaget bahwa anak menjelajahi dunianya sendirian dan
membentuk gambaran realitas batinnya sendiri.
Banyak developmentalis yang bekerja di bidang kebudayaan dan
pembangunan menemukan dirinya sepaham dengan Vigotsky, yang berfokus
pada konteks pembangunan sosial budaya. Teori Vigotsky menawarkan suatu
potret perkembangan manusia sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari
kegiatan-kegiatan sosial dan budaya. Vigotsky menekankan bagaimana
proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran
melibatkan pembelajaran menggunakan temuan-temuan masyarakat seperti
bahasa, sistem matematika, dan alat-alat ingatan. Ia juga menekankan
bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan dari orang-
orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut. Penekanan
Vigotsky pada peran kebudayaan dan masyarakat di dalam perkembangan
kognitif berbeda dengan gambaran Piaget tentang anak sebagai ilmuwan kecil
yang kesepian.
Piaget memandang anak-anak sebagai pembelajaran lewat penemuan
individual, sedangkan Vigotsky lebih banyak menekankan peranan orang
dewasa dan anak-anak lain dalam memudahkan perkembangan si anak.
Menurut Vigotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental yang relatif dasar
201
seperti kemampuan untuk memahami dunia luar dan memusatkan perhatian.
Namun, anak-anak tak banyak memiliki fungsi mental yang lebih tinggi
seperti ingatan, berfikir dan menyelesaikan masalah. Fungsi-fungsi mental
yang lebih tinggi ini dianggap sebagai ”alat kebudayaan” tempat individu
hidup dan alat-alat itu berasal dari budaya. Alat-alat itu diwariskan pada
anak-anak oleh anggota-anggota kebudayaan yang lebih tua selama
pengalaman pembelajaran yang dipandu. Pengalaman dengan orang lain
secara berangsur menjadi semakin mendalam dan membentuk gambaran batin
anak tentang dunia. Karena itulah berpikir setiap anak dengan cara yang sama
dengan anggota lain dalam kebudayaannya.
Vigotsky menekankan baik level konteks sosial yang bersifat
institusional maupun level konteks sosial yang bersifat interpersonal. Pada
level institusional, sejarah kebudayaan menyediakan organisasi dan alat-alat
yang berguna bagi aktivitas kognitif melalui institusi seperti sekolah,
penemuan seperti komputer, dan melek huruf. Interaksi institusional memberi
kepada anak suatu norma-norma perilaku dan sosial yang luas untuk
membimbing hidupnya. Level interpersonal memiliki suatu pengaruh yang
lebih langsung pada keberfungsian mental anak. Menurut Vigotsky (1962),
keterampilan-keterampilan dalam keberfungsian mental berkembang melalui
interaksi sosial langsung. Informasi tentang alat-alat, keterampilan-
keterampilan dan hubungan-hubungan interpersonal kognitif dipancarkan
melalui interaksi langsung dengan manusia. Melalui pengorganisasian
202
pengalaman-pengalaman interaksi sosial yang berada di dalam suatu latar
belakang kebudayaan ini, perkembangan mental anak-anak menjadi matang.
Para pakar perilaku memandang bahasa sama seperti perilaku lainnya,
misalnya duduk, berjalan, atau berlari. Mereka berpendapat bahwa bahasa
hanya merupakan urutan respons (Skinner,1957) atau sebuah imitasi
(Bandura, 1977). Tetapi banyak diantara kalimat yang kita hasilkan adalah
baru, kita tidak mendengarnya atau membicarakannya sebelumnya.
Kita tidak mempelajari bahasa di dalam suatu ”ruang hampa sosial”
(sosial vacuum). Kebanyakan anak-anak diajari bahasa sejak usia yang sangat
muda. Kita memerlukan pengenalan kepada bahasa yang lebih dini untuk
memperoleh keterampilan bahasa yang baik (Adamson,1992; Schegloff,
1989). Dewasa ini, kebanyakan peneliti penguasaan bahasa yakin bahwa
anak-anak dari berbagai konteks sosial yang luas menguasai bahasa ibu
mereka tanpa diajarkan secara khusus dan dalam beberapa kasus tanpa
penguatan yang jelas ( Rice,1993). Dengan demikian aspek yang penting
dalam mempelajari suatu bahasa tampaknya tidaklah banyak. Walaupun
begitu, proses pembelajaran bahasa biasanya memerlukan lebih banyak
dukungan dan keterlibatan dari pengasuh dan tutor. Suatu peran lingkungan
yang membangkitkan rasa ingin tahu dalam penguasaan bahasa pada anak
kecil disebut motherese, yakni cara ibu dan orang dewasa sering berbicara
pada bayi dengan frekuensi dan hubungan yang lebih luas dari pada normal,
dan dengan kalimat-kalimat yang sederhana.
203
Bahasa dipahami dalam suatu urutan tertentu. Pada setiap tahap di
dalam tahap perkembangan, interaksi linguistik anak dengan orang tua dan
orang lain pada dasarnya mengikuti suatu prinsip tertentu ( Conti-Ramsden &
Snow, 1991; Maratsos, 1991). Perkembangan pemahaman bahasa pada anak
bukan saja sangat dipengaruhi oleh kondisi biologis anak, tetapi lingkungan
bahasa di sekitar anak sejak usia dini jauh lebih penting dibandingkan dengan
apa yang diperkirakan di masa lalu (Von Tetzchner & Siegel, 1989).
Vigotsky lebih banyak menekankan bahasa dalam perkembangan
kognitif daripada Piaget. Bagi Piaget, bahasa baru tampil ketika anak sudah
mencapai tahap perkembangan yang cukup maju. Pengalaman berbahasa anak
tergantung pada tahap perkembangan kognitif saat itu. Namun, bagi
Vigotsky, bahasa berkembang dari interaksi sosial dengan orang lain.
Awalnya, satu-satunya fungsi bahasa adalah komunikasi. Bahasa dan
pemikiran berkembang sendiri, tetapi selanjutnya anak mendalami bahasa dan
belajar menggunakannya sebagai alat untuk membantu memecahkan masalah.
Dalam tahap praoperasional, ketika anak belajar menggunakan bahasa untuk
menyelesaikan masalah, mereka berbicara lantang sembari menyelesaikan
masalah. Sebaliknya, begitu menginjak tahap operasional konkret,
percakapan batiniah tidak terdengar lagi.
Meskipun pada akhirnya anak-anak akan mempelajari sendiri beberapa
konsep melalui pengalaman sehari-hari, Vigotsky percaya bahwa anak akan
jauh lebih berkembang jika berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tidak
akan pernah mengembangkan pemikiran operasional formal tanpa bantuan
204
orang lain. Pada satu sisi, Piaget menjelaskan proses perkembangan kognitif
sejalan dengan kemajuan anak-anak, dan dia menggambarkan bahwa anak-
anak mampu melakukan sesuatu sendiri. Pada sisi lain, Vigotsky mencari
pengertian bagaiman anak-anak berkembang dengan melalui proses belajar,
dimana fungsi-fungsi kognitif belum matang, tetapi masih dalam proses
pematangan. Vigotsky membedakan antara aktual development dan potensial
development pada anak. Aktual development ditentukan apakah seorang anak
dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa atau tutor. Sedangkan
potensial development membedakan apakah seorang anak dapat melakukan
sesuatu, memecahkan masalah di bawah petunjuk orang dewasa atau
kerjasama dengan teman sebaya.
Menurut teori Vigotsky, Zona Perkembangan Proksimal merupakan
celah antara actual development dan potensial development, dimana antara
apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa
dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang
dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya. Maksud dari adalah
menitikberatkan pada interaksi sosial akan dapat memudahkan
perkembangan anak. Ketika anak usia dini mengerjakan pekerjaanya di
sekolah sendiri, perkembangan mereka kemungkinan akan berjalan lambat.
Untuk memaksimalkan perkembangan, anak usia dini seharusnya bekerja
dengan teman yang lebih terampil yang dapat memimpin secara sistematis
dalam memecahkan masalah yang lebih kompleks. Melalui perubahan yang
berturut-turut dalam berbicara dan bersikap, anak usia dini mendiskusikan
205
pengertian barunya dengan temannya kemudian mencocokkan dan
mendalami kemudian menggunakannya. Sebuah konsekuensi pada proses ini
adalah bahwa anak usia dini belajar untuk pengaturan sendiri (self-regulasi).
Scaffolding merupakan suatu istilah yang ditemukan oleh seorang ahli
psikologi perkembangan-kognitif masa kini, Jerome Bruner, yakni suatu
proses yang digunakan orang dewasa untuk menuntun anak-anak melalui
zona perkembangan proksimalnya. Pengaruh karya Vigotsky dan Bruner
terhadap dunia pengajaran dijabarkan oleh Smith et al. (1998).
1. Walaupun Vigotsky dan Bruner telah mengusulkan peranan yang lebih
penting bagi orang dewasa dalam pembelajaran anak-anak daripad peran
yang diusulkan Piaget, keduanya tidak mendukung pengajaran didaktis
diganti sepenuhnya. Sebaliknya mereka malah menyatakan, walaupun
anak tetap dilibatkan dalam pembelajaran aktif, tutor harus secara aktif
mendampingi setiap kegiatan anak-anak. Dalam istilah teoritis, ini berarti
anak-anak bekerja dalam zona perkembangan proksimal dan tutor
menyediakan scaffolding bagi anak selama melalui .
2. Secara khusus Vigotsky mengemukakan bahwa disamping tutor, teman
sebaya juga berpengaruh penting pada perkembangan kognitif
anak.berlawanan dengan pembelajaran lewat penemuan individu
(individual discovery learning), kerja kelompok secara kooperatif (
cooperative groupwork) tampaknya mempercepat perkembangan anak.
3. Gagasan tentang kelompok kerja kreatif ini diperluasa menjadi
pengajaran pribadi oleh teman sebaya ( peer tutoring), yaitu seorang anak
206
mengajari anak lainnya yang agak tertinggal dalam pelajaran. Foot et al.
(1990) menjelaskan keberhasilan pengajaran oleh teman sebaya ini
dengan menggunakan teori Vigotsky. Satu anak bisa lebih efektif
membimbing anak lainnya melewati karena mereka sendiri baru saja
melewati tahap itu sehingga bisa dengan mudah melihat kesulitan-
kesulitan yang dihadapi anak lain dan menyediakan scaffolding yang
sesuai.
Komputer juga dapat digunakan untuk meningkatkan pembelajaran
dalam berbagai cara. Dari perspektif pengikut Vigotsky -Bruner, perintah-
perintah di layar komputer merupakan scaffolding ( Crook, 1994). Ketika
anak menggunakan perangkat lunak (software) pendidikan, komputer
memberikan bantuan atau petunjuk secara detail seperti yang diisyaratkan
sesuai dengan kedudukan anak yang sedang dalam. Tak pelak lagi, beberapa
anak di kelas lebih terampil dalam menggunakan komputer sehingga bisa
berperan sebagai tutor bagi teman sebayanya. Dengan murid-murid yang
bekerja dengan komputer, tutor bisa dengan bebas mencurahkan perhatinnya
kepada individu-individu yang memerlukan bantuan dan menyiapkan
scaffolding yang sesuai bagi masing-masing anak.
Pendekatan konstruktivisme pada pendidikan berusaha merubah
pendidikan dari dominasi tutor menjadi pemusatan pada anak usia dini.
Peranan tutor adalah membantu anak usia dini mengembangkan pengertian
baru. Anak usia dini diajarkan bagaimana mengasimilasi pengalamn,
pengetahuan, dan pengertiannya dan apakah mereka siap untuk tahu dari
207
pembentukan pengertian baru ini. Pada bagian ini, kita melihat permulaan
aliran konstruktivisme , peranan pengalaman anak usia dini dalam belajar dan
bagaiman dapat mengasimilasi pengertiannya.
Konstruktivisme adalah suatu teori belajar yang mempunyai suatu
pedoman dalam filosofi dan antropologi sebaik psikologi. Pedoman filosofi
pada teori ni ditemukan pada abad ke-5 sebelum masehi. Ketika Socrates
memajukan pemikiran dari level sophist oleh metode perkembangan
sistematis yang ditemukan melalui gabungan antara pertanyaan dan alasan
logika. Metode baru ini yang mengkontribusi secara besar-besaran untuk
memajukan aspek pemecahan masalah aliran konstruktivisme.
Penyelidikan atau pengalaman fisik, pengalaman pendidikan adalah
kunci metode konstruktivisme. Selama abad ke-18 dan ke-17, filosof Inggris
” Frances Bacon” memberikan ilmu metode untuk menyelidiki lingkungan.
Pendukung konstruktivisme percaya bahwa pengalaman melalui lingkungan,
kita akan mengikat informasi yang kita peroleh dari pengalaman ini ke dalam
pengertian sebelumnya, membentuk pengertian baru. Dengan kata lain, pada
proses belajar masing-masing pelajar harus mengkreasikan pengetahuannya.
Pada konstruktivis, kegiatan mengajar adalah proses membantu pelajar-
pelajar mengkreasikan pengetahuannya. Konstruktivisme percaya bahwa
pengetahuan tidak hanya kegiatan penemuan yang memungkinkan untuk
dimengerti, tetapi pengetahuan merupakan cara suatu informasi baru
berinteraksi dengan pengertian sebelumnya dari pelajar.
208
Para konstruktivisme menekankan peranan motivasi tutor untuk
membantu anak usia dini belajar mencintai pelajaran. Tidak seprti
behaviorist, yang menggunakan sangsi berupa reward, sedangkan
konstruktivisme percaya bahwa motivasi internal, seperti kesenangan pada
pelajaran lebih kuat daripada reward eksternal.
Konstruktivisme yang mempunyai pengaruh besar pada tahun 1930
yang bekerja sebagai ahli Psikologi Rusia adalah L.S. Vigotsky, yang sangat
tertarik pada efek interaksi anak usia dini dengan teman sekelas pada
pelajaran. Jaramillo (1996) menjelaskan, Vigotsky mencatat bahwa interaksi
individu dengan orang lain berlangsung pada situasi sosial. Vigotsky percaya
bahwa subyek yang dipelajari berpengaruh pada proses belajar, dan mengakui
bahwa tiap-tiap disiplin ilmu mempunyai metode pembelajaran tersendiri.
Vigotsky adalah seorang tutor yang tertarik untuk mendesign kurikulum
sebagai fasilitas dalam interaksi anak usia dini.
Pada masa kanak-kanak ini, perilaku anak sangat dipengaruhi oleh
modelnya. Atau dengan kata lain anak belajar model. Monks, dkk (1989)
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan belajar model adalah proses
menirulan tingkah laku orang lain yang dilihat, baik itu dilakukan secara
sadar maupun tidak. Sinonim belajar model adalah imitasi, identifikasi dan
belajar melalui observasi. Selanjutnya Monks, dkk(1989) membedakan antara
imitasi dan identifikasi. Imitasi lebih berhubungan dengan menirukan secara
mentah-mentah sedangkan identifikasi menirukan hal-hal yang lebih esensial
seperti sifat-sifat kepribadian orang lain.
209
Pertama kali yang menjadi model perilaku anak adalah orang tua,
setelah anak bertambah usianya dan mulai masuk sekolah, anak mulai
mengidentifikasikan perilaku tutor atau bahkan orang tua dari anak lain.
Kemudian Televisi, buku-buku, majalah dapat juga menawarkan model
perilaku anak.
Pengetahuan sosial adalah pengetahuan yang didapat dari kelompok
budaya dan sosial yang menyetujui sesuatu secara bersama. Contoh
pengetahuan ini adalah aturan, hukum, moral nilai, sistem bahasa dan lain-
lain. Pengetahuan ini muncul dalam kebudayaan tertentu dan dapat berbeda
dari kelompok yang satu dengan yang lain. Pengatahuan sosial tidak dapat
dibentuk dari suatu tindakan seseorang terhadap suatu objek, tetapi dibentuk
dari interaksi seseorang dengan orang lain. Ketika anak berinteraksi dengan
orang lain kesempatan untuk membangun pengetahuan sosial dikembangkan.
Contohnya dalam dunia pendidikan dasar kewajiban belajar mengenai tiga
pelajaran pokok ialah: membaca, menulis dan menghitung (the three R‘s).
Pengetahuan ini diperoleh bukan saja atas dasar kebutuhan-kebutuhan
individualistis anak semata-mata tetapi juga dari kehidupan mereka dalam
lingkungan sosial. Kebutuhan anak untuk mempelajari ketiga hal tersebut di
atas muncul atau termotivasi atas prinsip bahwa masyarakat menghendaki
dikuasainya kecakapan-kecakapan ini untuk menjadi anggota-anggota
masyarakat yang berhasil.
Kebutuhan akan harga diri meliputi keinginan akan kebenaran sosial
(sosial approval) dan keinginan perasaan berhasil. Setiap orang, bahkan
210
seorang anak, mempunyai perasaan bahwa setidak-tidaknya, ia harus
dianggap sama dengan orang lain. Rasa dibenarkan oleh masyarakat
memperlihatkan adanya suatu kesuksesan dan memberikan kepuasan, baik
kepada anak maupun kepada orang tua, untuk hasil-hasil yang memuaskan
dalam pekerjaan disekolah, maupun untuk kesehatan rohani, adalah penting
untuk menemukan sesuatu yang memungkinkan setiap murid memperlihatkan
segi-segi baiknya kepada teman-teman.
Tekanan-tekanan sosial atau perangsang-perangsang sosial pada
anggota-anggota baru dari suatu lingkungan menimbulkan suatu kebutuhan
untuk berperan sebagai anggota-anggota sosial yang lain.Tekanan sosial akan
sangat terasa dalam lapangan moral. Tindakan-tindakan moril ialah tindakan-
tindakan yang menurut ukuran-ukuran yang telah ditentukan akan dikatakan
benar atau salah. Tingkah laku individu yang rasionil dengan sadar dianggap
benar tanpa memperhatikan apakah lingkungan sosial yang lain akan
menganggapnya benar atau salah. Tingkah laku-tingkah laku yang dianggap
baik atau luhur tidak boleh diharapkan akan timbul karena asosiasi yang
kebetulan saja; haruslah dicari cara-cara untuk menanamkan pada anak
kebutuhan-kebutuhan yang disadari untuk bertingkahlaku baik, sehingga
dapat dibenarkan.
Bagi anak–anak adalah suatu hal yang mudah untuk menerima
kepercayaan-keparcayaan orang tua tanpa kritik. Kepercayaan-kepercayaan
dan tradisi-tradisi ini dapat mengenai bermacam-macam hal, seperti politik,
agama, sikap terhadap orang asing dan terhadap ras-ras manusia yang lain.
211
Anak-anak yang tumbuh dalam keadaan sedemikian ekstrim mungkin akan
memiliki suatu prasangka yang sukar untuk dibenarkan atau diluruskan.
Bahkan dikota-kota kecil pun bukan suatu hal yang asing untuk menemukan
dua golongan penduduk; kaum priyai atau “ningrat” dan golongan menengah
ke bawah. Dengan kenyataan yang ada, sekolah diharapkan juga, dapat
membantu dengan jalan tertentu untuk menghapuskan perbedaan-perbedaan
ini dan mengajarkan cara hidup yang dimotivasi.
Maslow mengembangkan teori motivasi manusia yang tujuannya
menjelaskan segala jenis kebutuhan manusia yang menguatkannya menurut
tingkat prioritas manusia dalam pemenuhannya. Maslow membedakan D-
needs atau Deficiency needs yang muncul dari kebutuhan akan pangan, rasa
aman, tidur dan lain-lain. Serta B-needs atau Being needs seperti keinginan
untuk memenuhi potensi diri. Kita baru dapat memenuhi B-needs jika D-
needs sudah terpenuhi.
Prioritas kebutuhan pertama kita adalah kebutuhan fisiologis
(Phisiological needs) seperti makanan dan kehangatan, karena kita tidak bisa
hidup tanpa dua hal tersebut. Jika kebutuhan tersebut telah terpenuhi kita
akan merasa aman (safety). Saat kita sudah merasa aman, maka kebutuhan
berikut yang kita cemaskan adalah “kebutuhan sosial”, yaitu menjadi bagian
dari kelompok dan menjalin hubungan dengan orang lain. Ketika kebutuhan
sosial sudah terpenuhi, kebutuhan berikutnya yang terpenting adalah
kebutuhan untuk dihargai (esteem needs). Agar kebutuhan ini terpenuhi kita
harus berprestasi, menjadi kompeten, dan mendapat pengakuan orang yang
212
berprestasi dan kompeten. Begitu kebutuhan ini terpenuhi, perhatian kita akan
beralih pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan intelektual (intelectual needs)
kita, termasuk di dalamnya adalah memperoleh pemahaman dan pengetahuan.
Setelah kebutuhan kebutuhan intelektual di atas terpenuhi, maka muncul
kebutuhan estetis (aesthetic needs) yaitu kebutuhan akan keindahan, kerapian
dan keseimbangan. Kebutuhan terakhir manusia menurut Maslow adalah
kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri (self-actualization), yaitu
menemukan pemenuhan pribadi dan mencapai potensi diri.
Para ahli psikologi pendidikan mengarahkan minatnya kearah soal
motivasi yang baik. Tetapi motivasi hampir tidak dapat dikatakan baik,
apabila tujuan yang diingininya tidak baik. Dapatlah disangsikan bahwa ada
suatu kegiatan yang tidak bermotif. Kalau motif dari suatu perbuatan belajar
ialah rasa takut akan hukuman, maka faktor-faktor yang kurang enak yang
dimasukkan kedalam situasi belajar akan menyebabkan pembelajaran tersebut
menjadi kurang efektif dan kurang permanen jika dibandingkan dengan
pembelajaran yang didukung oleh motif yang menyenangkan. Menimbulkan
motif pada seseorang pelajar ialah menggerakkan si pelajar untuk melakukan
sesuatu.
Dalam proses pembelajaran motivasi ini berhubungan dengan proses
yang dipergunakan untuk menggerakkan si pelajar agar melakukan segala
sesuatu yang kalau tidak digerakkan tidak akan dilakukannya. Motivasi yang
murni tidak dapat dipaksakan dengan tekanan-tekanan atau pujian dari luar.
213
Motivasi yang murni itu timbul apabila maksud cukup sehat dan dirasakan
sebagai suatu kebutuhan.
Aspek keyakinan akan kemampuan diri merupakan salah satu
karakteristik kepribadian. Aspek tersebut dinamakan self- efficacy. Bandura
menjelaskan bahwa pada dasarnya self-efficacy menentukan bagaimana orang
merasakan, berpikir, memotifasi diri dan berperilaku. Perbedaan yang nyata,
seseorang yang ragu akan kemampuan dirinya, cenderung akan menjauh dari
tugas-tugas yag sulit yang mana hal itu dipandang sebagai ancaman pribadi
bagi dirinya. Mereka memiliki aspirasi yang rendah dan komitmen yang
lemah terhadap tujuan yang mereka pilih untuk dikejar.
Self efficacy dapat diperoleh melalui sosial persuasi. Kepercayaan diri
orang lain dapat menambah atau mengurangi self-efficacy, yaitu :
1. Peringatan atau kritik dari sumber yang dipercaya dapat menambah
kekuatan self-efficacy.
2. perilaku yang dipaksa agar tampak seperti perilaku realistis dapat
mengurangi kekuatan self-efficacy.
Sosial persuasi paling efektif jika dikombinasikan dengan performansi
keberhasilan dan dapat meyakinkan individu untuk berbuat sesuatu dan
apabila perilaku tersebut berhasil, maka pencapaian reward verbal akan
menambah keyakinannya.
3. Keyakinan Fisik dan Emosional.
Perasaan yang kuat biasanya memiliki performansi yang lebih rendah;
ketika pengalaman seseorang menunjukkan ketakutan yang hebat,
214
kecemasan yang sangat atau rasa stres mencapai puncaknya. Mereka
memiliki kecendrungan pengharapan akan efficacy yang rendah.
Individu lebih mengharapkan akan berhasil jika tidak mengalami
gejolak daripada jika mereka menderita tekanan, goncangan dan
kegelisahan yang mendalam.
Pengetahuan itu dibentuk sendiri oleh murid dalam berhadapan
dengan lingkungan atau objek yang sedang dipelajarinya. Oleh karena itu
kegiatan murid dalam membentuk pengetahuannya sendiri menjadi hal yang
sangat penting. Proses belajar harus membantu dan memungkinkan murid
aktif mengkonstruksikan pengetahuannya. Tekanan lebih pada murid yang
aktif dan bukan tutor yang aktif. Dalam kaitan ini, menjadi penting bagi
seorang tutor untuk mengerti cara berpikir murid, pengalaman murid, dan
bagaimana murid mendekati suatu persoalan. Tutor perlu menyediakan dan
memberi bahan sesuai dengan taraf perkembangan kognitif murud agar
lebih berhasil membantu murid berpikir dan membentuk pengetahuan.
Menurut Piaget, hal yang dapat menjadi motivasi intrinsik dalam diri
seseorang untuk memajukan pengetahuannya adalah :
a. Adanya proses asimilasi ; tindakan asimilasi ini akan menghubungkan
pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang dengan hal yang baru yang
sedang ditemukan. Agar proses adaptasi dan asimilasi ini berjalan bagus,
diperlukan kegiatan pengulangan dalam suatu latihan dan praktek.
b. Adanya situasi konflik yang merangsang seseorang mengadakan akomodasi
; keadaan konflik diperlukan untuk merangsang seseorang mengadakan
215
akomodasi atau perubahan pengetahuan. Pengajar dalam hal ini memerlukan
tanda-tanda konflik dan tahu bagaimana menciptakan situasi konflik agar
murid tertantang secara kognitif mengubah dan mengembangkan
pengetahuannya.